m. nurman ariefiansyah - crs vertigo

49
Case Report Session VERTIGO oleh : Gesza Utama Putra 0910313216 Preseptor : dr. Meiti Frida, SpS (K) dr. Hendra Permana, SpS (K) BAGIAN ILMU KESEHATAN SARAF RSUP DR. M. DJAMIL

Upload: ramaraajenarumugam

Post on 08-Nov-2015

30 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

VERTIGO

TRANSCRIPT

Case Report Session

VERTIGO

oleh :

Gesza Utama Putra0910313216Preseptor :

dr. Meiti Frida, SpS (K)dr. Hendra Permana, SpS (K)BAGIAN ILMU KESEHATAN SARAF RSUP DR. M. DJAMILFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2015BAB I

TINJAUAN PUSTAKA1.1DefinisiIstilah vertigo berasal dari bahasa Latin verto yang artinya memutar atau gerakan berputar.1 Vertigo adalah suatu bentuk gangguan orientasi berupa ilusi atau halusinansi gerakan dimana perasaan dirinya bergerak berputar atau bergelombang terhadap ruangan di sekitarnya atau ruangan sekitarnya yang bergerak terhadap dirinya.1,3 Dizziness adalah gangguan perasaan kesimbangan tubuh terhadap ruang sekitarnya.2,4

1.2EpidemiologiVertigo dan dizziness merupakan salah satu keluhan tersering pasien datang ke dokter.5 Insiden vertigo secara umum beragam yaitu 5 sampai 30% dari populasi dan mencapai 40% pada orang yang berumur di atas 40 tahun.5,6 Vertigo meningkatkan resiko cedera akibat trauma sampai 25% pada penderita yang berumur diatas 65 tahun. Di Amerika, dari data pada tahun 1999 sampai 2005 didapatkan bahwa vertigo merupakan 2,5% dari diagnosis pasien yang datang ke ruang gawat darurat.51.4EtiologiBenign paroxysmal positional vertigo Dianggap merupakan penyebab tersering vertigo; umumnya hilang sendiri (self limiting) dalam 4 sampai 6 minggu. Saat ini dikaitkan dengan kondisi otoconia (butir kalsium di dalam kanalis semisirkularis) yang tidak stabil. Terapi fisik dan manuver Brandt-Daroff dianggap lebih efektif daripada medikamentosa.11,14Penyakit Meniere Dianggap disebabkan oleh pelebaran dan ruptur periodik kompartemen endolimfatik di telinga dalam; selain vertigo, biasanya disertai juga dengan tinitus dan gangguan pendengaran. Belum ada pengobatan yang terbukti efektif; terapi profilaktik juga belum memuaskan; tetapi 60-80 % akan remisi spontan. Dapat diberikan vasodilator, diuretik ringan bersama diet rendah garam; kadang-kadang dilakukan tindakan operatif berupa dekompresi ruangan endolimfatik dan pemotongan n.vestibularis. Pada kasus berat atau jika sudah tuli berat, dapat dilakukan labirintektomi atau merusak saraf dengan instilasi aminoglikosid ke telinga dalam (ototoksik lokal). Pencegahan antara lain dapat dicoba dengan menghindari kafein, berhenti merokok, membatasi asupan garam. Obat diuretik ringan atau antagonis kalsium dapat meringankan gejala. Simtomatik dapat diberi obat supresan vestibluer(terutama antihistamin).8,11 Neuritis vestibularis Merupakan penyakit yang self limiting, diduga disebabkan oleh infeksi virus; jika disertai gangguan pendengaran disebut labirintitis. Sekitar 50% pasien akan sembuh dalam dua bulan. Pada fase awal, pasien dianjurkan istirahat di tempat tidur, diberi obat supresan vestibuler dan anti emetik. Mobilisasi dini dianjurkan untuk merangsang mekanisme kompensasi sentral.11

Vertigo akibat obat

Beberapa obat ototoksik dapat menyebabkan vertigo yang disertai tinitus dan hilangnya pendengaran.Obat-obat itu antara lain aminoglikosid, diuretik loop, antiinflamasi nonsteroid, derivat kina atau antineoplasitik yang mengandung platina. Streptomisin lebih bersifat vestibulotoksik, demikian juga gentamisin; sedangkan kanamisin, amikasin dan netilmisin lebih bersifat ototoksik. Antimikroba lain yang dikaitkan dengan gejala vestibuler antara lain sulfonamid, asam nalidiksat, metronidaziol dan minosiklin 8,11. Terapi berupa penghentian obat bersangkutan dan terapi fisik; penggunaan obat supresan vestibuler tidak dianjurkan karena jusrtru menghambat pemulihan fungsi vestibluer. Obat penyekat alfa adrenergik, vasodilator dan antiparkinson dapat menimbulkan keluhan rasa melayang yang dapat dikacaukan dengan vertigo.8,11

(Beberapa penyebab vertigo dengan tanda dan gejala spesifiknya

Dikutip dari Demyer WE. Deafness, Dizziness and Disorder Of Equilibrium. In: Ropper AH, Brown RH (eds). Adams and Victors Principles of Neurology, Eighth edition. New York: McGraw-Hill, 2005).1.3PatofisiologiKeseimbangan dan kemampuan menyadari posisi dan kedudukan terhadap ruangan sekitarnya diatur oleh integrasi berbagai sistem yaitu2:

1. Sistem vestibular. Impuls pada labirin yang berfungsi sebagai proprioseptor spasial spesifik sangat sesitif terhadap perubahan kecepatan pergerakan dan posisi tubuh. 2. Sistem visual, impuls visual yang berasal dari retina dan impuls proprioseptif yang berasal dari otot bola mata berguna dalam menetapkan jarak suatu objek dari tubuh. Impuls ini judikoordinasikan dengan impuls dari sistem vestibuler. 3. Sistem proprioseptif. Impuls proprioseptif yang berasal dari otot dan tendon berhubungan dengan reflek postural dan gerakan yang disadari.Jaringan saraf yang terkait dalam proses timbulnya vertigo antara lain7 :

1. Reseptor alat keseimbangan tubuh yang berperan dalam proses tranduksi yaitu mengubah rangsangan menjadi bioelektrokimia yang terdiri dari reseptor mekanis di vestibulum, reseptor cahaya di retina, reseptor mekanik di kulit.

2. Saraf aferen yang berperan dalam proses transmisi menghantarkan impuls ke pusat keseimbangan di otak. Terdiri dari : Nervus vestibularis, nervus optikus dan spinovestibuloserebelaris pathway.

3. Pusat keseimbangan yang berperan dalam proses modulasi, komparasi, integrasi / koordinasi dan presepsi.

Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor vestibuler, visual dan proprioseptif. Dari ketiga reseptor tersebut informasi terbesar masuk melalui reseptor vestibuler (lebih dari 50%).2,7 Arus informasi berlangsung intensif apabila terjadi gerakan atau perubahan posisi kepala atau tubuh. Gerakan ini akan menyebabkan perpindahan cairan endolimfe di labirin dan selanjutnya silia dari sel rambut akan menekuk. Tekukan ini akan menyebabkan perubahan permeabilitas membran sel yang mengakibatkan depolarisasi sel saraf yang selanjutnya berjalan sebagai impuls sensorik melalui nervus vestubularis ke pusat keseimbangan di otak 7,8,9. Impuls tersebut selanjutnya dihantarkan ke serebelum, kortek serebri, hipothalamus dan pusat otonomik di formasio retikularis. Neurotransmitter yang berperan dalam impuls aferen vestibuler adalah bersifat eksitator, antara lain glutamate, aspartat, asetilkolin, histamine dan substansi P. Sedangkan neurotransmiter yang berperan dalam impuls eferen vestibuler adalah bersifat inhibitor, yaitu GABA, glisin, noradrenalin, dopamine, dan serotonin. Pengetahuan mengenai neurotransmitter ini berguna dalam prinsip terapi medikamentosa dari vertigo.7,8,9

Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh yang mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat.2

(Dikutip dari Kelompok Studi Vertigo PERDOSSI. Vertigo: Patofisiologi, Diagnosis dan Terapi. 1998).Ada beberapa teori yang berusaha menerangkan kejadian tersebut10,11: 1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation) Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan menyebabkan hiperemi kanalis semisirkularis sehingga fungsinya terganggu; akibatnya akan timbul vertigo, nistagmus, mual dan muntah.2. Teori konflik sensorik Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal dari berbagai reseptor sensorik perifer yaitu antara mata/visus, vestibulum dan proprioseptik, atau ketidakseimbangan/asimetri masukan sensorik dari sisi kiri dan kanan. Ketidakcocokan tersebut menimbulkan kebingungan sensorik di sentral sehingga timbul respons yang dapat berupa nistagmus (usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit berjalan (gangguan vestibuler, serebelum) atau rasa melayang, berputar (yang berasal dari sensasi kortikal). Berbeda dengan teori rangsang berlebihan, teori ini lebih menekankan gangguan proses pengolahan sentral sebagai penyebab. 3. Teori neural mismatch Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik; menurut teori ini otak mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu; sehingga jika pada suatu saat dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan pola gerakan yang telah tersimpan, timbul reaksi dari susunan saraf otonom. Jika pola gerakan yang baru tersebut dilakukan berulang-ulang akan terjadi mekanisme adaptasi sehingga berangsur-angsur tidak lagi timbul gejala. 4. Teori otonomik Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebaga usaha adaptasi gerakan/perubahan posisi; gejala klinis timbul jika sistim simpatis terlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai berperan. 5. Teori neurohumoral Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan terori serotonin (Lucat) yang masing-masing menekankan peranan neurotransmiter tertentu dalam mempengaruhi sistim saraf otonom yang menyebabkan timbulnya gejala vertigo

6. Teori sinap Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau peranan neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada proses adaptasi, belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan menimbulkan stres yang akan memicu sekresi CRF (corticotropin releasing factor); peningkatan kadar CRF selanjutnya akan mengaktifkan susunan saraf simpatik yang selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi berupa meningkatnya aktivitas sistim saraf parasimpatik. Teori ini dapat menerangkan gejala penyerta yang sering timbul berupa pucat, berkeringat di awal serangan vertigo akibat aktivitas simpatis, yang berkembang menjadi gejala mual, muntah dan hipersalivasi setelah beberapa saat akibat dominasi aktivitas susunan saraf parasimpatis. 1.4KlasifikasiBerdasarkan etiologi, vertigo dapat dikategorikan ke dalam empat jenis; otologik, sentral, medikal dan tak terlokalisir.12A. Vertigo otologik disebabkan oleh disfungsi telinga bagian dalam. Vertigo otologik merupakan sepertiga dari semua pasien dengan vertigo. Vertigo otologik terdiri dari komponen substansial: 1. Benign paroksismal posisional vertigo (BPPV) adalah jenis yang paling umum dari vertigo otologik, terhitung sekitar 20% dari vertigo dari semua penyebab dan 50% dari semua kasus otologik. Pada BPPV terjadi serangan singkat vertigo yang dipicu oleh perubahan orientasi kepala terhadap gravitasi. BPPV disebabkan oleh lepasnya otolith yang terdiri dari kristak kalsium karbonat dalam kanalis semisirkularis, biasanya kanal posterior telinga bagian dalam.12,132. Neuritis vestibular, gejalanya vertigo, mual, ataksia, dan nistagmus. Hal ini berhubungan infeksi virus pada nervus vestibular dengan gejala bersifat akut dan prolong. Jika disertai berkurangnya pendengaran, berarti melibatkan labirin dan disebut labyrinithis. neuritis vestibular dan labyrinthitis merupakan 15% dari semua kasus vertigo otologik.12,143. Penyakit Meniere terdiri dari gejala vertigo intermiten yang disertai oleh tinnitus dan gangguan pendengaran. Penyakit ini diduga disebabkan oleh overdistensi kompartemen endolimfatik. Penyakit Meniere sekitar 15% kasus vertigo otologik12,14. 4. Paresis vestibular bilateral ditandai dengan oscilopsia dan ataksia, biasanya disebabkan oleh hilangnya sel-sel rambut vestibular. Terjadi karena pengobatan selama beberapa minggu dengan antibiotik ototoksik intravena atau intraperitoneal (gentamisin). Jauh lebih jarang, paresis vestibular bilateral terjadi karena gangguan autoimun seperti Sindrom Cogan (disertai dengan gangguan pendengaran bilateral) 12,145. Sindrom superior canal dehiscence (SCD) dan fistula Perilimfe (PLF) ditandai dengan vertigo yang disebabkan oleh suara (fenomena Tullio). Diagnosis SCD telah meningkat pesat pada tahun terakhir karena temuan alat vestibular evoked myogenic potensials(VEMP). Pada PLF, terjadi ruptur antara telinga bagian dalam yang berisi cairan dan telinga tengah yang berisi udara. Barotrauma, seperti pada scuba diving, adalah penyebab yang sering. Operasi otosklerosis atau cholesteatoma juga merupakan penyebab PLF yang sering. Sangat jarang PLF yang terjadi secara spontan 12,14.6. Tumor yang mengkompresi saraf kranial VIII mempunyai gejala gangguan pendengaran asimetris dikombinasikan dengan ataksia ringan. Tumor jaringan saraf sangat jarang pada populasi vertigo 12,14.B. Vertigo sentral merupakan vertigo yang disebabkan oleh disfungsi struktur sistem saraf pusat. Vertigo sentral terdiri dari 2% sampai 23% dari keseluruhan vertigo. Pada sebagian besar kasus, vertigo sentral disebabkan oleh gangguan pembuluh darah seperti stroke, TIA dan migrain vertebrobasilar 12,14.

1. Stroke dan TIA melibatkan batang otak atau serebelum menyebabkan sekitar sepertiga dari seluruh kasus vertigo sentral. Kelainan ini biasanya disebabkan oleh emboli. Vertigo murni kadang hanya merupakan gejala tunggal stroke pada fossa posterior sehingga sulit membedakan TIA yang mengenai nukleus vestibular atau cerebellum dari proses lain yang berpengaruh terhadap nervus vestibular atau end organ.152. Migrain basilar muncul gejala vertigo dan sakit kepala, tetapi juga dapat muncul sebagai vertigo terisolasi. Migrain menyebabkan sekitar 15% kasus vertigo sentral. Migrain sering terjadi pada wanita di usia tiga puluhan 12,14.3. Kejang dengan gejala munculan vertigo dengan gejala motorik atau konfusi. Sekitar 5% kasus vertigo sentral disebabkan oleh kejang. Dizziness sering merupakan salah satu gejala pada epilepsi 12,14.

4. Multiple sclerosis (MS) menggabungkan vertigo dengan tanda sentral lainnya, seperti disfungsi serebelum. MS merupakan penyakit demielinisasi pada saraf pusat. Gejala penyakit ini bermacam-macam. Sekitar 2 - 5% dari penyakit ini bergejala sebagai vertigo sentral. Dalam menegakkan diagnosis MS terkait vertigo perlu dipertimbangkan penyebab perifer umum yang mungkin muncul bersamaan, seperti BPPV 12,14. 5. Vertigo servikal masih tetap menjadi sindrom yang kontroversial. Diagnosis paling sering ditegakkan setelah cedera whiplash dengan gejala biasannya vertigo, tinitus, dan nyeri leher. Pemeriksaan biasanya menunjukkan gejala spesifik kompleks termasuk gerakan leher terbatas oleh nyeri dan vertigo atau mual pada posisi leher tetentu. Secara umum, tidak ada nistagmus. Tidak ada uji klinis atau laboratorium definitif untuk vertigo cervikal. MRI vetebre servikal pada pasien ini sering menunjukkan diskus cervikal menyempit tapi tidak mengompresi saraf cervikal 12,14. C. Vertigo Medikal diduga disebabkan oleh perubahan tekanan darah, gula darah rendah, dan / atau perubahan metabolik yang terkait dengan pengobatan atau infeksi sistemik. Vertigo medikal sebagian besar ditemui di ruang darurat dan merupakan sekitar 33% dari semua kasus vertigo. Vertigo medikal jarang di praktek subspesialisasi (2% sampai 5%) 12,14. 1. Hipotensi postural sering muncul dengan keluhan pusing, kepala ringan, atau sinkop. Pusing terjadi hanya sementara ketika pasien berdiri

2. Aritmia jantung bergejala dengan sinkop atau drop attack. Seperti hipotensi postural, gejala yang khas hanya jika pasien berdiri3. Hipoglikemia dan perubahan metabolik terkait dengan diabetes bergejala dengan pusing atau kepala terasa ringan. Hipoglikemia sering disertai dengan gejala-gejala otonom seperti jantung berdebar, berkeringat, tremor atau pucat. Kelainan ini mencapai sekitar 5% dari kasus dizziness.4. Efek Pengobatan atau penyalahgunaan obat biasanya bergejala dengan kepala terasa ringan, tetapi juga dapat muncul sebagai vertigo. Diagnosis ini mencapai sekitar 16% dari pasien dengan vertigo pada unit gawat darurat. Kelainan ini biasanya terkait obat antihipertensi, terutama alpha bloker seperti terazosin, blocker kanal kalsium seperti nifedipin dan sedatif. Benzodiazepin, seperti alprazolam dapat menyebabkan dizziness sebagai bagian dari sindrom putus obat. Intoksikasi alkohol dapat bergejala nystagmus posisional transien dan gejala serebelar. Obat-obat yang mendepresi system vestibular seperti meclizine dan scopolamine dapat menyebabkan vertigo karena efek langsung terhadap jaras vestibular sentral 12,14.

5. Infeksi virus yang tidak melibatkan telinga dilaporkan menyebabkan dizziness pada sekitar 4% - 40% dari seluruh kasus. Sindrom ini termasuk gastroenteritis, dan influenza 12,14.D. vertigo yang tidak terlokalisir. Yang termasuk ke dalamnya adalah pasien dengan gejala yang berhubungan dengan gangguan psikiatri, dimana gejalanya berhubungan dengan kejadian tanpa makna lanjut (seperti trauma kepala), dan vertigo dengan penyebab yang tidak jelas. Tipe tersering dari vertigo yang tidak terlokalisasi termasuk vertigo psikogenik, sindrom hiperventilasi, vertigo post trauma, dan rasa pusing yang tidak spesifik. Antara 15% dan 50% dari seluruh pasien dengan keluhan dizziness atau vertigo berada pada kategori ini 12,14.

1. Unknown (dizziness yang tidak spesifik).Prosedur diagnostik tidak sensitif, dan pada evaluasi pusing, sering tidak ditemukan kelainan dengan pemeriksaan klinis dan laboratorium.162. Psikogenik. Pasien dengan gangguan cemas, gangguan panik, dan stress pasca trauma dapat mengeluhkan rasa pusing, ataksia, gejala autonomik. Pada gangguan somatik gejala dapat muncul tanpa kecemasan.

3. Vertigo post trauma. Pasien mengeluh vertigo setelah mengalami trauma kepala tetapi sering tidak ditemukan apapun pada pemeriksaan atau tes vestibular. BPPV disingkirkan oleh hasil maneuver Dix-Hallpike yang negatif. Vertigo paska trauma sering ditemukan.

4. Sindroma hiperventilasi. Pasien ini mengalami vertigo setelah hiperventilasi, tanpa ada temuan klinis atau nistagmus. Gejala yang diinduksi hiperventilasi sering ditemukan pada kelainan struktural seperti neuroma akustik.

5. Ketidakseimbangan multisensoris pada usia lanjut. Sebagian besar orang lanjut usia memiliki kelainan multisensoris yang terkait usia. Seperti diagnosis psikogenik vertigo, diagnosis ini sering digunakan pada situasi dimana hasil pemeriksaan dalam batas normal.

6. Malingering. Karena vertigo muncul intermiten, sering mengikuti trauma kepala, vertigo dapat dituntut dalam usaha untuk mendapatkan kompensasi 12,14. Pendekatan klasifikasi vertigo berdasarkan waktu. Kategori ini memudahkan untuk diagnosa dan dapat di gunakan ketika pasien tidak masuk kepada beberapa kategori di atas.121. Serangan singkat (1-3 detik). Vertigo sebagai gejala tunggal. Sebaiknya diperiksa EEG dan BAER.a. Iritasi nervus vestibular seperti kaitannya dengan sindrom mikrovaskuler atau residual dari neuritis vestibular. Frekuensi serangan yang ekstrim. Hiperventilasi dapat menginduksi nistagmus. Jika EEG normal, respon bagus terhadap oxcarbamazepin mendukung diagnosis.

b. Variasi penyakit meniere. Pasien mengeluhkan sensasi shock atau seperti terasa gempa. Frekuensi serangan sering berulang. Pendengaran sering berpengaruh dalam diagnosis. c. Varian BPPV. Frekuensi serangan tidak lebih dari satu hari. Debris otokonial biasanya mengalir dan kembali mengendap ke dinding kanal. Diagnosis ditegakkan dengan tes Dix hallpike.d. Epilepsi. Frekuensi serangan sering(20 kali/hari) dan sering mempunyai riwayat trauma kepala.2. Kurang dari 1 menit. Ini merupakan vertigo postural a. BPPV klasik. Diagnosa didukung dengan manuver Dix-Halpike.

b. Aritmia kardiak. Serangan vertigo biasanya tampak di saat berdiri dan rasa kepala ringan adalah gejala yang utama. c. Varian penyakit meniere.3.Menit-jama. TIA, dapat berupa vertigo selama 2-30 menit. Pada pasien dengan faktor risiko vaskular yang signifikan didiagnosa sebagai vertebrobasiler. MRA pada sirkulasi vertebrobasiler merupakan tes yang paling berguna.

b. Penyakit meniere. Serangan meniere tipikal berlangsung 2 jam. Kadang-kadang istilah penyakit meniere vestibular digunakan untuk menandakan vertigo episodik.c. Serangan panik, ansietas situasional dan hiperventilasi dapat menyebabkan gejala vertigo. Pasien ini biasanya tidak bergejala selama pemeriksaan. Anamnesa yang tajam sangat berguna dalam menegakkan diagnosis. Jika hiperventilasi menunjukkan gejala seperti ini tanpa adanya gejala lain, maka diagnosisnya adalah sindroma hiperventilasi. Jika hiperventilasi juga disertai dengan nistagmus, maka dianjurkan MRId. Aritmia jantung dan ortostatik4. Jam sampai hari

a. Penyakit meniere

b. Miagrain basilar. Migrain sangat sering terjadi pada populasi umum dengan variasi yang beragam seperti aura vertigo. Diagnosis tergantung umur, jenis kelamin, riwayat familial dan serangan yang diprovokasi oleh pencetus migrain.

5. Dua minggu atau lebih

a. Neuritis vestibular. Diagnostik ditegakkan dengan ditemukannya nistagmus spontan dalam jangka waktu lama atau hasil ENG abnormal. Pada ENG bisa tampak nistagmus atau paresis vestibular. Vertigo selama 2 bulan yang mirip vertigo sentral dianjurkan untuk dilakukan MRI. Pada labirinitis, diagnosis ditegakkan dengan adanya neuritis vestibular dengan gangguan pendengaran. Dianjurkan pemeriksaan audiometri, FTA-ABS serum, laju sedimentasi eritrosit dan gula darah puasa 12,14.

b. Vertigo sentral dengan lesi struktural SSP. Diagnosis harus dikaji lebih dalam jika ditemukan defisit neurologis fokal yang menyertai vertigo. Diagnosis vertigo sentral ditegakkan terakhir. Sebagai contoh, gabungan gejala vestibular perifer dan lesi serebelar dapat muncul setelah operasi neuroma akustik. Meskipun demikian, gejala neuroma akustik merupakan penyebab vertigo perifer atau sentral yang jarang dibandingkan BPPV. MRI merupakan pemeriksaan anjuran yang paling penting untuk vertigo sentral. Sukar untuk membedakan vertigo perifer dengan vertigo sentral dengan gejala sentral yang minimal 12,14.

c. Ansietas. Biasanya pasien mengeluhkan vertigo dengan durasi gejala selama 2 minggu atau lebih. Jika pasien mengeluhkan vertigo, tapi tidak ditemukan nistagmus dan dapat disimpulkan sebagai vertigo fungsional. Menariknya, mengingat hampir semua pasien dengan ganguan telinga melaporkan keluhan psikologis memperberat gejala yang diderita dan banyak pasien ansietas mengeluhkan stress mencetuskan vertigo. Respon positif dari trial tentang benzodiazepine mendukung hal ini namun masih belum pasti karena beberapa gangguan vestibular organik juga berespon terhadap obat ini 12,14.

d. Malingering. Pasien malingering tetap mengeluhkan gejala vertigo sesuai dengan keinginannya. Tes posturografi dan neuropsikologi biasanya abnormal. Tes fungsi vestibular objektif seperti VEMP dan ENG biasanya normal 12,14.

e. Parese vestibuler bilateral. Pasien ini secara umum mengalami gannguan pada tes membaca E dan tes Romberg dengan mata tertutup. Ataksia memburuk dalam ruangan gelap. Pada pemeriksaan audiometri, hanya pendengaran frekuensi tinggi yang berpengaruh. Tes VEMP dan kursi barany adalah tes konfirmasi yang terbaik untuk diagnosis penyakit ini 12,14.

f. Disequilibrium multisensorik pada orang tua secara esensial merupakan gejala vertigo tak terlokalisir. Gangguan ini biasanya bersifat permanen.

g. Intoksikasi obat. Diagnosis tergantung riwayat penggunaan obat12,14.1.5DiagnosisGejalaA. Gejala primer.5,16Gejala primer yang merupakan akibat utama dari gangguan sensorik.

1. Sensasi berputar baik dirinya sendiri maupun lingkungannya. Vertigo dapat horizontal, vertikal atau melingkar.2. Sensasi pergerakan, biasanya digambarkan sebagai perasaan didorong atau miring yang singkat. Perasaan ini menunjukkan adanya disfungsi dari apparatus otolith di telinga dalam atau proses sentral yang merangsang otolith.

3. Osilopsia adalah ilusi pergerakan lingkungan sekitar yang dipicu oleh pergerakan kepala. Pasien dengan gangguan vestibuler bilateral tidak dapat melihat apabila kepalanya sedang bergerak karena osilopsia. Pasien dengan gangguan vestibuler unilateral selalu mengeluhkan lingkungan sekitar berputar apabila mereka memutar kepalanya berlawanan dengan telinga yang sakit.

4. Ataksia, cara berjalan yang tidak stabil, hampir secara universal terdapat pada pasien dengan vertigo sentral atau perifer.

5. Gangguan pendengaran. Vertigo sering diikuti oleh tinnitus, reduksi atau distorsi pendengaran, dan aura.

B. Gejala sekunder, termasuk mual, gejala otonom, lelah, sakit kepala, dan penglihatan yang sensitif 12.

C. Perasaan kepala terasa ringan seperti hampir pingsan. Biasanya disebabkan oleh kelainan yang berhubungan dengan gangguan kardiovaskuler5,16D. Pusing dan perasaan ringan yang tidak spesifik. Istilah ini tidak memiliki arti yang tepat dalam penggunaan umum. Sering ditemukan pada pasien dengan ganguan psikologis 5,16.

Anamnesa.Berikut ini gambaran anamnesa yang menyeluruh8,12:

1. Definisi. Apakah pasien mengeluhkan vertigo (rasa berputar), gejala sekunder (seperti mual), gejala non spesifik (pusing atau kepala terasa ringan).2. Pengaruh terhadap perubahan posisi3. Waktu. Apakah gejala menetap atau episodik. Apabila episodik, berapa lama baru berakhirnya.4. Pencetus atau faktor eksaserbasi.

5. Riawayat gangguan pendengaran.

6. Riwayat menderita penyakit lainnya.7. Riwayat pengobatan. Banyak obat yang dapat menginduksi vertigo, termasuk obat ototoksik, obat antiepilepsi, antihipertensi, dan sedatif dan paparan zat ototoksik.

8. Riwayat penyakit keluarga.

Pemeriksaan fisik

Pendekatan klinis terhadap keluhan vertigo adalah untuk menentukan penyebab; apakah akibat kelainan sentral yang berkaitan dengan kelainan susunan saraf pusat korteks serebri, serebelum, batang otak atau berkaitan dengan sistim vestibuler/otologik; selain itu harus dipertimbangkan pula faktor psikologik/psikiatrik yang dapat mendasari keluhan vertigo tersebut. Dalam menghadapi kasus vertigo, pertama-tama harus ditentukan bentuk vertigonya, lalu letak lesi dan kemudian penyebabnya, agar dapat diberikan terapi kausal yang tepat dan terapi simtomatik yang sesuai.7,12

1. Pemeriksaan umum. Ukur tekanan darah dan nadi dengan posisi pasien berdiri. Apabila tekanan darah saat berdiri rendah, periksa tekanan darah dengan posisi berbaring dan duduk. Auskultasi arteri karotis dan subklavia Faktor sistemik yang juga harus dipikirkan/dicari antara lain aritmi jantung, hipertensi, hipotensi, gagal jantung kongestif, anemi, hipoglikemi, infeksi dan trauma kepala.12 2. Pemeriksaan neurologis16a. Tes menulis vertikal :

Pasien duduk di depan meja, tubuh tidak menyentuh meja dan tangan yang satu berada diatas lutut, penderita disuruh menulis selajur huruf dari atas ke bawah, mula-mula dengan mata terbuka lalu tertutup. Pada kelainan labirin satu sisi akan terjadi deviasi dari tulisan dari atas kebawah sebesar 10 derajad atau lebih. Sedangkan Penderita kelainan serebelum maka tulisannya menjadi semakin besar (macrographia) atau tulisan menjadi kacau 5,16.

b. Tes Romberg

Pasien berdiri tegak kedua kaki sejajar bersentuhan dan mata lalu dipejamkan. Apabila gangguan vestibuler pasien tidak dapat mempertahankan posisinya, ia akan bergoyang menjauhi garis tengah dan akan kembali ke posisi duduk dan berdiri seketika, jika ada lesi pasien akan jatuh ke sisi lesi. Test Romberg sangat berguna. Kemampuan normal minimal dengan mata tertutup selama sekitar 6 detik. Dewasa muda seharusnya dapat melakukannya sekitar 30 detik, dan kemampuan menurun seiring usia. Pasien dengan gangguan vestibuler bilateral secara moderat mengalami ataksia menjadi sangat tergantung terhadap penglihatan dan merasa tidak seimbang apabila mata tertutup. Tidak ada pasien dengan gangguan bilateral yang dapat berdiri dengan mata tertutup pada test Romberg selama 6 detik 5,16.c. Tes Tandem Gait

Pasien kaki saling menyilang dan tangan menyilang didada. Pasien di suruh berjalan lurus, pada saat melangkah tumit kaki kiri djiletakkan pada ujung jari kaki kanan dan seterusnya. Adanya gangguan vestibuler akan menyebabkan arah jalanannya menyimpang 5.d. Stepping test

Berjalan di tempat dengan mata terbuka dan lalu tertutup sebanyak 50 langkah. Test dianggap anormal ada kelainan vestibuler jika pasien berjalan beranjak miring sejauh 1 meter atau badan berputar lebih 30 derajat. Jika penderita stabil test diulang dengan tangan terentang. Juga berjalan diatas kasur. Penderita dengan kelainan vestibular bilateral yang di sebabkan intoksikasi obat obatan dapat berjalan dengan mata terbuka akan tetapi sulit dengan mata tertutup5,16e. Past pointing test

Dengan mata terbuka pasien di minta untuk mengangkat lengannya lurus keatas dengan telunjuk ekstensi. Kemudian lengan tersebut di turunkan sampai menyentuh telunjuk pemeriksa. Selanjutnya dengan mata tertutup pasien di minta untuk mengulang gerakan tersebut. Adanya gangguan vestibuler menyebabkan penyimpangan tangan pasien sebhingga telunjuknya tidak dapat menyentuh telunjuk pemeriksa 5,16.f. Pemeriksaan Quik : Pasien berdiri di depan pemeriksa. Kedua lengan direntangkan ke depan setinggi bahu, dan kedua jari telunjuk menunjukkan ke telunjuk pemeriksa. Selanjutnya pasien disuruh menutup mata. Perhatikan timbulnya penyimpangan arah pada kedua tangan pasien 5. g. Finger to finger test : bila kelainan labirin satu / dua sisi maka kelainan test ini selalu pada kedua jari kiri dan kanan, bila sumber kelainannya dari serebelum satu sisi maka jari yang menunjukkan kelainan hanya pada sisi maka jari yang menunjukkan kelainan hanya pada sisi yang sesuai dengan sisi kelainan serebelum 5,16.

3. Pemeriksaan mata untuk menilai nistagmus. Nistagmus menunjukkan gangguan telinga bagian dalam, otak, dan otot okuler. Evaluasi nistagmus yang optimal memerlukan kacamata Frenzel, dimana kacamata ini dipakai oleh pasien dan mngaburkan penglihatan pasien, namun memeperjelas munculan nistagmus. Dari dua jenis kacamata Frenzel yang ada, optikal dan video, kacamata frenzel video jauh lebih unggul 12.

1. Nistagmus Spontan. Dengan kacamata frenzel mata diamati untuk nistagmus spontan selama 10 detik. Nistagmus tipikal yang dihasilkan oleh disfungsi telinga dalam adalah nistagmus posisi primer, mata secara perlahan deviasi dari tengah dengan kemudian terdapat sentakan cepat yang membawa bola mata kembali ke posisi tengah. Banyak nistagmus dengan polapola lain (seperti sinusoidal, gaze evoked dan saccadic) bersumber dari sentral 12.

Bila kacamata frenzel tidak tersedia, tanda- tanda serupa tentang nistagmus spontan biasanya didapat dari pemeriksaan optalmoskop yaitu dengan memonitor gerakan balik bola mata seperti bola mata belakang bergerak ke depan, untuk gerakan horizontal dan vertikal. Seseorang harus mengingatkan untuk membalikkan arah nistagmus ketika membuat catatan. Fiksasi dapat dihilangkan dengan menutup mata sebelahnya. Nistagmus yang berasal dari telinga dalam meningkat dengan menghilangkan fiksasi.122. Tes Posisi Dix Hallpike. Pasien diposisikan di meja pemeriksaan yang datar, kepala diekstensikan melalui ujung meja. Jika kacamata Frenzel tersedia, gunakan, tapi biasanya tidak digunakan. Pasien kemudian digerakkan dengan cepat dengan posisi kepala tergantung. Jika pasien tidak pusing atau nistagmus yang terjadi setelah 20 detik, pasien didudukkan. Kepala kemudian diposisikan 45o ke kanan dan pasien ditidurkan dengan posisi supinasi dengan kepala ke kanan. Setelah 20 detik, pasien duduk kembali dan prosedur diulang ke kiri ( posisi kepala ke kiri). Serangan nistagmus dapat diprovokasi dengan posisi kepala ke kanan dan ke kiri. Nistagmus tipe BPPV (kanal posterior) bergerak ke atas dan mempunyai komponen berputar, gerakan bola mata ke bawah ketika pasien duduk. Ada beberapa jenis BPPV dengan arah berbeda. Jenis BPPV kanal lateral dikaitkan dengan nistagmus horizontal yang kuat yang berubah arah kepala kiri dan kanan. Jenis kanal anterior dihubungkan dengan nistagmus ke bawah degan Dix Hallpike. Selanjutnya tes nistagmus membutuhkan kacamata frenzel video.12,14

(Dikutip dari Demyer WE. Deafness, Dizziness and Disorder Of Equilibrium. In: Ropper AH, Brown RH (eds). Adams and Victors Principles of Neurology, Eighth edition. New York: McGraw-Hill, 2005).

3. Tes Gelengan Kepala. Tes ini dilakukan jika tidak ada nistagmus spontan atau nistagmus posisi. Dengan kacamata Frenzel, kepala pasien diputar oleh pemeriksa dengan arah horizontal dan seterusnya sebanyak 20 x putaran. Dilakukan dengan deviasi kepal 45o ke sisi lain untuk 2 x putaran per detik. Nistagmus berlangsung 5 detik atau lebih adalah indikasi adanya gangguan organik telinga atau sistem saraf pusat dan membantu pemeriksaan lebih lanjut 12.4. Tes Arteri Vertebre untuk Vertigo servikal. Dengan posisi pasien tegak lurus dan memakai kacamata. Kepala diputar maksimal ke satu sisi dan biarkan selama 10 detik. Mata tetap di tengah. Tes positif bila nistagmus terjadi dengan posisi kepala sejajar tubuh 12.5. Tes Valsava. Dilakukan jika ada gejala tekanan sensitif kompleks dalam riwayat penyakit. Ketika memakai kacamata frenzel, pasien diminta bernafas dalam dan menahan nafas selama 10 detik sambil diamati nistagmus dengan kacamata frenzel. Tes positif bila nistagmus pada saat onset berkurang 12. 6. Tes Hiperventilasi. Dilakukan jika pemeriksaan semuanya normal. Pasien diminta bernafas dalam selama 30 x. Segera setelah hiperventilasi, mata dilihat apakah ada nistagmus dengan menggunakan kacamata dan pasien ditanya bila tes menimbulkan gejala. Tes positif tanpa nistagmus menunjukkan gejala hiperventilasi. Nistagmus yang dipicu oleh hiperventilasi dapat berupa tumor nervus cranial VIII atau medulla spinalis 12.7. Tes fungsi pendengaran. Biasanya dengan menggunakan garpu tala. Tes ini digunakan untuk membedakan tuli konduktif dan tuli perseptif, dengan tes-tes Rinne, Weber dan Schwabach 12. 1.6TERAPI

Tujuan umum penatalaksanaan vertigo adalah untuk mengeliminasi gejala vertigo, meningkatkan kompensasi sistem vestibuler dan mengontrol gejala neurovegetatif dan psikoafektif yang menyertai vertigo.8Secara umum prinsip penatalaksaan vertigo terdiri dari:

1. Terapi kausal

Kebanyakan kasus vertigo tidak diketahui penyebabnya. Walaupun demikian jika penyebabnya ditemukan, maka terapi kausal merupakan pilihan utama. Terapi kausal disesuaikan dengan penyebab yang bersangkutan 82. Terapi medikamentosa

Penggunaan obat-obatan pada vertigo bersifat simptomatik.8 Prinsip utama pengobatan pada vertigo mengacu kepada peran neurotransmitter pada vestibular pathway. Ada beberapa neurotransmitter utama yang berperan dalam proses ini. Glutamate merupakan neurotransmitter eksitator primer pada sel-sel rambut, sinap nervus vestibuler dan nucleus vestibuler. Reseptor muskarinik asetilkolin merupakan selain memiliki peranan secara perifer, tapi juga memiliki pengaruh untuk terjadinya vertigo pada tingkat pons, medulla oblongata dan kompleks nucleus vestibuler.8,9 Gamma aminobutyric acid(GABA) dan glisin merupakan neurotransmitter inhibitor utama yang ditemukan pada jalur koneksi system okulomotor dengan sistem vestibuler. Histamin secara umum ditemukan pada stuktur vestibuler sentral. Norepinefrin berfungsi memodulasireaksi stimulasi vestibuler secara sentral dan dopamine mempengaruhi kompensasi vestibuler, sedangkan serotonin berkaitan dengan gejala nausea.7,8,9Vestibular supresan dan antiemetic memainkan peranan penting dalam terapi medikamentosa vertigo.7,8,9a. Antikolinergik bekerja mempengaruhi reseptor muskarinik dan memiliki efek kompensasi. Peranan obat antikolinergik sentral menjadi penting karena tidak semua obat dapat menembus sawar darah otak. Pemberian obat antihistamin lebih efektif jika diberikan lebih awal. Contoh obat ini adalah scopolamine dan atropin. Semua obat antikolinergik memiliki efek samping mulut kering, dilatasi pupil dan sedasi.

b. Antihistamin memiliki efek sentral dalam mengurangi severitas gejala vertigo. Secara umum, antihistamin juga memiliki efek antikolinergik dan blok kanal kalsium. Dalam hubungannya dengan vertigo, obat antihistamin bekerja pada reseptor H2.

c. Benzodiazepin adalah modulator GABA yang secara sentral bekerja mensupresi respon vestibuler. Zobat ini memiliki efek terapi pada dosis kecil dan masa kerja singkat.

d. Antiemetik bekerja mempercepat pengosongan lambung. Jika gejala mual dan muntah menonjol, dapat diberikan secara supositoria atau injeksi.

e. Calcium channel blocker seperti flunarizin dan sinarizin adalah terapi yang pada saat ini sering digunakan di eropa untuk vertigo akut. Sinarizin juga memiliki efek antihistamin, antinorefinefrin, antinikotindan anti angiotensin. Obat ini memiliki efek samping sedasi, menigkatkan berat badan, depresi dan parkinsonism.

f. Agonis histamine juga memiliki efek antivertigo. Mekanismenya diduga dengan menigkatkan volume vena dn arteriol dan sebagai regulator mikrosirkulasi.g. Steroid dianjurkan pada pengobatan vertigo yang didasari kelainan autoimun seperti penyakit meniere dan neuritis vestibular.

h. Asetil-leusin. Obat ini juga termasuk vestibular supresan dan cukup banyak digunakan di prancis.

i. Gingko biloba. Meskipun sudah banyak digunakan, namun efektifitas obat ini belum terbukti secara klinis dan mekanisme kerjanya belum jelas.3. Terapi rehalibitatif

Terapi rehalibitasi vestibular merupakan terapi fisik yang menggunakan latihan khusus dengan tujuan untuk meningkatkan kompensasi organ vestibular terhadap gangguan keseimbangan.7,17Mekanisme kerja terapi ini adalah:

a. Adaptasi terhadap sistem visual dan somatosensori terhadap fungsi vestibular yang terganggu.

b. Kompensasi dengan mengaktifkan kendali tonus pada inti vestibular di serebelum, system visual dan somatosensori.

c. Habituasi terhadap posisi yang merangsang munculnya vertigo secara bertahap akan mengurangi beratnya gejala.Beberapa bentuk terapi rehalibitasi vestibular:

1. Metode brandt-Daroff17

(Pasien pada posisi duduk di tempat tidur, kemudian secara cepat pasien berubah posisi memiringkan tubuh ke arah kanan selama 30 detik, kemudian setelah 30 detik pasien kembali keposisi duduk dan dengan cara yang sama pasien berubah posisi kea rah kiri

Dikutip dari Tee LH, Chee NWC. Vestibular Rehabilitation Therapy for the Dizzy Patient. Annals Academy of Medicine 2005; 34 (4): 289-94.2. Eppley maneuver14

(Pasien pada posisi duduk lurus menghadap ke depan di tempat tidur. Kepala pasien dimiringkan oleh petugas ke arah kanan dengan sudut 450 ke kanan. Kemudian pasien secara cepat di tidurkan telentang dengan kepala sedikit di rendahkan 200. Setelah 30 detik kepala dimiringkan dengan sudut 900 ke kiri selama 30 detik dan kemudian pasien dimiringkan makin ke kiri 900. Terakhir pasien dikembalikan ke posisi duduk.Dikutip dari Swartz R, Longwell P. Treatment of Vertigo. American Family Phisician 2005; 71 (6): 1115-22.)3. Latihan visual vestibular19

(pasien pada posisi duduk, kemudian kepala menoleh ke kanan pada sudut 450 dengan pandangan tetap ke arah depan selama 30 detik, kemudian pandangan kembali ke depan dan dilanjuttkan ke arah kiri dengan pola yang sama.Dikutip dari Hain TC. Balance and Vestibular Rehabilitation Therapy. Last updated: 9/2002. Diakses dari www.tchain.com tanggal 17 Januari 2015).

4. Latihan berjalan7a. Jalan menyebrang ruangan dengan mata terbuka

b. Berjalan tandem dengan mata terbuka dan tertutup bergantian

c. Jalan mengelilingi seseorang sambil melempar bola dengannya

d. Physical conditioning dengan melakukan olah raga bowling, basket dan jogging.DAFTAR PUSTAKA1. Storper IS, Roberts JK. Dizziness, Vertigo and Hearing Loss. In: Rowland LP, Pedley TA (eds). Merritts Neurology, Twefth edition. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins, 2010.

2. Demyer WE. Deafness, Dizziness and Disorder Of Equilibrium. In: Ropper AH, Brown RH (eds). Adams and Victors Principles of Neurology, Eighth edition. New York: McGraw-Hill, 2005. 3. Hanley K, Dowd TO. Symptoms of Vertigo in General Practice: A Prospective Study of Diagnosis. British Journal of General Practice 2002; 52: 809-12.

4. Towler HMA. Dizziness and Vertigo. British Medical Journal 1984; 288: 1739-43.

5. Samy HM, Hamid MA. Dizziness, Vertigo and Imbalance. Updated 14 Januari 2010. Diakses dari www.emedicine.medscape.com tanggal 1 Agustus 2010.

6. Strupp M, Brandt T. Diagnosis and Treatment of Vertigo and Dizziness. Deutsches Arzteblatt International 2008; 105 (10): 173-80.

7. Kelompok Studi Vertigo PERDOSSI. Vertigo: Patofisiologi, Diagnosis dan Terapi. 1998.

8. Weber PC. History and Physical Examination. In: Weber PC (ed) .Vertigo and Disequilibrium. New York: Thieme Medical Publishers, 2008.9. Hain TC. Drug Treatment of Vertigo. Last updated: 9/2002. Diakses dari www.tchain.com tanggal 2 Agustus 2010.

10. Joesoef AA. Tinjauan Umum Mengenai Vertigo. Dalam: Joesoef AA, Kusumastuti K (eds). Neuro-Otologi Klinis Vertigo. Surabaya: Airlangga University Press, 2002.

11. Wreksoatmojo BR. Vertigo: Aspek Neurologi. Cermin Dunia Kedokteran 2004; 41 (144): 42-44.

12. Kerns SC, Stankiewicz, Marzo SJ. Dizziness and Vertigo. In: Biller J (ed). Practical Neurology. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins, 2009.

13. Chang AK. Benign Positional Vertigo. Updated 24 Agustus 2009. Diakses dari www.emedicine.medscape.com tanggal 1 Agustus 2010.

14. Swartz R, Longwell P. Treatment of Vertigo. American Family Phisician 2005; 71 (6): 1115-22.15. Marill KA. Central Vertigo. Updated 6 November 2009. Diiakses dari www.emedicine.medscape.com tanggal 1 Agustus 2010.

16. Brandt T, Dieterich M, Strupp M. Bell DS. Vertigo and Dizziness. London: Springer-Verlag, 2005.

17. Tee LH, Chee NWC. Vestibular Rehabilitation Therapy for the Dizzy Patient. Annals Academy of Medicine 2005; 34 (4): 289-94.

18. Troost BT, Patton JM. Exercise therapy for Positional Vertigo. Updated 27 Maret 2001. Diakses dari www.newbppvpaper.html.

19. Hain TC. Balance and Vestibular Rehabilitation Therapy. Last updated: 9/2002. Diakses dari www.tchain.com tanggal 2 Agustus 2010.

BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIENNama

: Tn. RJeis Kelamin

: Laki-lakiUsia

: 58 tahun

Suku Bangsa

: Minangkabau

Pekerjaan

: PNSTanggal ke IGD:

Seorang pasien laki-laki berusia 58 tahun, datang ke IGD RSUP DR M.Djamil Padang pada 16 Januari 2015, denganKeluhan Utama :

Pusing terasa berputarRiwayat Penyakit Sekarang :

Pusing terasa seperti sekeliling berputar sejak 4 jam sebelum masuk Rumah Sakit, dirasakan pada saat bangun tidur. Pusing berkurang jika menutup mata dan tidur miring ke kanan.

Pada tahun 2009 pasien pernah mengalami keluhan yang sama selama 2 bulan, kemudian berobat ke poliklinik saraf di Bengkulu, namun pasien lupa nama obatnya.

Muntah tidak ada, kesemutan disekitar mulut tidak ada, tersedak tidak ada, kesulitan menelan tidak ada, alergi obat-obatan tidak ada.

BAB dan BAK biasa. Riwayat Penyakit Dahulu :

Pada tahun 2009 pasien pernah mengalami keluhan yang sama selama 2 bulan. Riwayat Hipertensi, DM, sakit jantung tidak ada. Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak diketahui ada anggota keluarga yang menderita DM, hipertensi, sakit jantung, dan stroke.Riwayat Sosial Ekonomi dan Kebiasaan

Pasien seorang PNS, aktivitas fisik cukup.

Riwayat merokok dan minum kopi tidak ada.PEMERIKSAAN FISIK

Tanda-tanda vital

Keadaan umum: Sedang

Kesadaran

: Composmentis, GCS 15 (E4,M6,V5)

Tekanan darah

: 120/80 mmHg

Frekuensi nadi

: 88 x/menit

Frekuensi nafas: 20 x/menit

Suhu

: 36,7o C

Status InternusKelenjer getah bening

: tidak teraba pembesaran KGB leher, aksila, dan inguinalMata

: konjunctiva tidak anemis, sclera tidak ikterikLeher

: JVP 5-2 cmH2O

Bruit karotis (-)Thorak

Paru

: Inspeksi: Simetris kiri dan kanan

Palpasi : Fremitus kiri dan kanan sama

Perkusi : Sonor

Auskultasi: Vesikuler, Rh -/-, Wh -/-

Jantung

: Inspeksi: Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi: Iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi: Batas jantung normal

Auskultasi: Irama reguler, Heart rate 88x/menitAbdomen

: Inspeksi: Tidak tampak membuncit

Palpasi: Hepar dan lien tidak teraba

Perkusi: Timpani

Auskultasi: Bising usus (+) normalKorpus Vertebrae

: Inspeksi: Deformitas (-)

Palpasi: Gibbus (-), deformitas (-)

Status Neurologikus

1. GCS

: 15 (E4M6V5)2. Tanda rangsangan meningeal

Kaku kuduk: (-)

Brudzinsky I: (-)

Brudzinsky II: (-)Kernig

: (-)3. Tanda peningkatan tekanan intrakranial

Muntah proyektil: Tidak ada

Sakit kepala progresif: Tidak ada

4. Nervus Kranialis

: Tidak ada kelainan5. Koordinasi

: Romberg Test tidak dilakukan

Romberg tes dipertajam tidak dilakukan

Stepping gait tidak dilakukan

Supinasi-pronasi dalam batas normal

Tes telunjuk hidung terganggu6. Motorik

:

Ekstremitas superior

kanan

kiri

Tonus

eutonus

eutonus

Kekuatan

555

555

Trofi

eutrofi

eutrofi

Ekstremitas inferior

kanan

kiri

Tonus

eutonus

eutonus

Kekuatan

555

555

Trofi

eutrofi

eutrofi7. Sensorik

: Rspons terhadap rangsangan nyeri8. Reflek Fisiologis: Biseps: ++/++

Triseps: ++/++

APR

: ++/++

KPR

: ++/++9. Reflek Patologis: Hoffman- Tromner: -/-

Babinski

: -/-

Chaddoks

: -/-

Oppenheim

: -/-

Gordon

: -/-

Schaeffer

: -/-Laboratorium

DarahHb

: 12,8 gr/dL

Ht

: 34%Leukosit

: 8.800 /mm3Trombosit

: 234.000/mm3

Diagnosis

Diagnosis klinis

: Vertigo PeriferDiagnosis topik

: Ekstrakranial

Diagnosis etiologi

:

Diagnosis sekunder

: -

Terapi

Terapi umum

: Diet MB TKTP 1500 kkal/ hari

Terapi khusus

: Betahistine Maleate 3 x 60 mg (po)

BAB III

DISKUSI

Telah diperiksa seorang pasien laki-laki berusia 58 tahun, datang ke IGD RSUP DR M. Djamil Padang pada tanggal 16 Januari 2015, dengan diagnosis klinis vertigo perifer.

Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan laboratorium rutin. Dari anamnesa diketahui pasien mengalami pusing terasa seperti sekeliling berputar sejak 4 jam sebelum masuk RS, dirasakan terutama pada saat bangun tidur. Pusing berkurang jika menutup mata dan tidur miring ke kanan.Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran baik dan ditemukan kelainan pada pemeriksaan fisik neurorogis berupa hasil pemeriksaan stepping gait positif. Hasil laboratorium rutin didapatkan hasil normal.

Penatalaksanaan yang diberikan meliputi tatalaksana umum berupa diet makanan biasa tinggi kalori tinggi protein 1500 kkal/ hari. Terapi farmakologis adalah Betahistine Maleate 3 x 60 mg (po).BAB IVKESIMPULAN

Vertigo adalah suatu bentuk gangguan orientasi berupa ilusi atau halusinansi gerakan diamana perasaan dirinya bergerak berputar atau bergelombang terhadap ruangan di sekitarnya atau ruangan sekitarnya yang bergerak terhadap dirinyaVertigo terbagi menjadi vertigo vestibuler dan non-vestibuler. Vertigo vestibuler terbagi menjadi vertigo sentral dan vertigo perifer.Vertigo perifer dapat hilang dengan terapi farmakologis dan non- farmakologis. Terapi non-farmakologis dilakukan untuk menyingkirkan debris penyebab gangguan pada organ keseimbangan di telinga.