lupa, kejenuhan, transfer dalam belajar dan kesulitan dalam belajar
DESCRIPTION
tugas psikologi pendidikanTRANSCRIPT
LUPA, KEJENUHAN, TRANSFER DALAM BELAJAR
DAN KESULITAN DALAM BELAJAR
(Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Psikologi Pendidikan)
Dosen Pengampu: Desmaliza, M.Ed, M.Si
DISUSUN OLEH:
ROYYA MAFTUHA 11140162000047
JANNAH ARIJAH 11140162000061
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT. Tuhan semesta alam yang
telah memberikan banyak sekali nikmat sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini, sholawat serta salam tak lupa kami jungjungkan kepada nabi besar
kami, nabi Muhammad Saw. semoga kita semua mendapatkan syafaatnya di
yaumil qiyamah, aamiin.
Sehubungan dengan ini, kami mahasiswi program studi pendidikan kimia
di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta telah menyelesaikan
makalah kami sebagai tugas mata kuliah “Psikologi Pendidikan” yang di berikan
kepada kami agar kami dapat lebih memahami masalah-masalah yang timbul
dalam proses pembelajaran di kelas dan cara penyelesaiannya. Dalam penyusunan
makalah ini kami menuliskan masalah lupa, kejenuhan, transfer belajar dan
kesulitan dalam belajar serta pemecahannya.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami susun masih jauh dari kata
sempurna, untuk itu dengan segala kerendahan hati kami mohon kiranya para
pembaca untuk memberikan saran dan kritik yang membangun sebagai motivasi
kami untuk lebih baik di kedepannya. Diiringi dengan ucapan terimakasih yang
sedalam-dalamnya.
Akhirnya kami mohon kepada Allah SWT. Semoga penyusunan makalah
ini sebagai amal sholeh yang bermanfaat dan sebagai pelatihan kami agar kami
mampu bersaing di era globalisasi yang akan kami hadapi, aamiin yaa robbal
‘alamin.
Jakarta, 07 Maret 2015
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I 1
PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penulisan 2
BAB II 3
PEMBAHASAN 1 3
2.1 Lupa 3
2.2 Faktor-faktor Penyebab Lupa 3
2.3 Kiat Mengurangi Lupa 6
2.4 Kejenuhan Belajar 8
2.5 Faktor Penyebab dan Cara Mengatasi Kejenuhan Belajar 8
2.6 Transfer dalam Belajar 9
2.7 Ragam Transfer Belajar 9
PEMBAHASAN 2 11
2.1 Kesulitan Belajar 11
2.2 Penyebab Kesulitan Belajar dan Usaha-Usaha Pemecahannya 12
BAB III 16
PENUTUP 16
3.1 Kesimpulan 16
3.2 Saran 16
DAFTAR PUSTAKA 17
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Belajar adalah kegiatan individu untuk memperoleh pengetahuan,
perilaku dan keterampilan dengan cara mengolah bahan belajar. Belajar
merupakan komponen paling vital dalam setiap usaha penyelenggaraan jenis
dan jenjang pendidikan, sehingga tanpa proses belajar sesungguhnya tidak
akan pernah ada pendidikan. Berhasil atau gagalnya tujuan pendidikan amat
tergantung pada proses belajar dan mengajar yang dialami siswa dan
pendidik baik ketika para siswa itu di sekolah maupun di lingkungan
keluarganya sendiri.
Di lingkungan sekolah keberhasilan sangat di tentukan oleh guru, sebab
guru adalah pemimpin, fasilitator dan sekaligus sebagai pusat inisiatif
pembelajaran. Oleh karenanya guru harus senantiasa mengembangkan
kemampuan diri agar materi pembelajaran yang disampaikan oleh peserta
didiknya mampu tersampaikan dengan baik.
Seperti yang telah dijelaskan bahwa proses pendidikan sangat tergantung
pada proses belajar dan mengajar yang berlangsung pada pendidik dan
peserta didik. Dalam proses pembelajaran tentu banyak sekali kendala yang
dialami oleh peserta didik yang menjadi masalah penting dalam penyampaian
atau transfer materi pembelajaran oleh pendidik, seperti lupa, kejenuhan dan
kesulitan dalam belajar yang dialami sebagian besar peserta didik sehingga
proses pembelajaran tidak berlangsung dengan baik.
Kesulitan yang dialami peserta didik memiliki faktor- faktor yang
mempengaruhi. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesulitan belajar siswa
sangat bervariasi, mulai dari faktor internal hingga faktor eksternal. Perlu
adanya upaya untuk memecahkan masalah kesulitan belajar pada siswa.
Untuk itu para pendidik perlu mengetahui dan memahami upaya-upaya yang
dapat ia lakukan untuk memecahkan masalah kesulitan belajar.
Lupa dan kejenuhan yang dialami para peserta didik menjadi salah satu
kendala yang paling sering ditemukan pada proses belajar dan mengajar.
1
Lupa akan materi yang disampaikan sudah tidak asing lagi bagi peserta didik.
Walaupun lupa sudah menjadi tabiat manusia, perlu adanya upaya untuk
menguranginya. Seperti lupa, kejenuhan siswa dalam belajar pun menjadi
masalah yang tak terlepaskan pendidik dalam mendidik. Kejenuhan siswa
dalam belajar menjadi penghalang dalam proses transfer ilmu pada siswa.
Sebagai calon pendidik kita harus mengetahui dan memahami kendala-
kendala yang dapat menghambat proses tranfer belajar siswa dan cara
memecahkannya. Untuk itu dalam makalah ini penyususun akan mengulas
dan menjelaskan serta memberikan arahan dalam memecahkan masalah-
masalah yang dituliskan sebelumnya, agar proses belajar dan mengajar
berjalan dengan semestinya.
1.2 Rumusan Masalah
a. Kapankah terjadinya lupa dan bagaimanakah cara menguranginya?
b. Bagaimana cara untuk mengatasi kejenuhan dalam belajar?
c. Apakah yang dimaksud dengan transfer belajar dan faktor apakah yang
berperan di dalamnya?
d. Apakah yang dimaksud dengan kesulitan belajar dan apakah
penyebabnya?
e. Bagaimana usaha-usaha untuk memecahkan dan mengatasi kesulitan
belajar?
1.3 Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui cara mengurangi lupa dalam belajar.
b. Untuk memahami cara mengurangi kejenuhan dalam belajar.
c. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan transfer belajar.
d. Untuk memahami faktor yang berperan dalam proses transfer belajar.
e. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kesulitan belajar dan
penyebabnya.
f. Untuk mengetahui usaha-usaha untuk memecahkan dan mengatasi
kesulitan belajar.
2
BAB II
PEMBAHASAN 1
Lupa, jenuh dan transfer dalam belajar
2.1 Lupa
Lupa (forgetting) ialah hilangnya kemampuan untuk menyebut atau
memproduksi kembali apa-apa yang sebelumnya telah kita pelajari. Secara
sederhana, Gulo (1982) dan Reber (1988) mendefinisikan lupa sebagai
ketidakmampuan mengenal atau mengingat sesuatu yang pernah dipelajari
atau dialami. Dengan demikian, lupa bukanlah peristiwa hilangnya item
informasi dan pengetahuan dari akal.1
Soal mengingat dan lupa biasanya juga ditunjukkan dengan satu
pengertian saja, yaitu retensi, karena memang sebenarnya kedua hal tersebut
hanyalah memandang hal yang satu dan sama dari segi berlainan. Hal yang
diingat adalah hal yang tidak dilupakan, dan hal yang dilupakan adalah hal
yang tidak diingat.2
2.2 Faktor-faktor Penyebab Lupa
Pertama, lupa dapat terjadi karena gangguan konflik antara item-item
informasi atau materi yang ada dalam sistem memori siswa. Dalam interfence
theory (teori mengenai gangguan), gangguan konflik ini terbagi menjadi dua
macam, yaitu: 1) proactive interference; 2) retroactive interference (Reber,
1988; Best, 1989; Anderson, 1990)
Seorang siswa akan mengalami gangguan proaktif apabila materi
pelajaran yang sudah lama tersimpan dalam subsistem akal permanennya
mengganggu masuknya materi pelajaran baru. Peristiwa ini terjadi apabila
siswa tersebut mempelajari sebuah materi pelajaran yang sangat mirip dengan
materi pelajaran yang telah dikuasainya dalam tenggang waktu yang pendek.
1 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001) hal 155-156
2 Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Press, 2004) hal 47
3
Dalam hal ini, materi yang baru saja dipelajari akan sangat sulit diingat atau
diproduksi kembali.
Sebaliknya, seorang siswa akan mengalami gangguan retroaktif apabila
materi pelajaran baru membawa konflik dan gangguan terhadap kembali
materi pelajaran lama yang telah lebih dahulu tersimpan dalam subsistem akal
permanen siswa tersebut. Dalam hal ini, materi pejaran lama kan sangat sulit
diingat atau diproduksi kembali. Dengan kata lain, siswa tersebut lupa akan
materi pelajaran lama tersebut.3
Ada dua cara untuk membantu mengurangi hambatan retroaktif bagi
siswa. Yang pertama adalah dengan tidak mengajarkan konsep yang mirip dan
membingungkan terlalu dekat dari segi waktu. Kedua adalah menggunakan
metode yang berbeda untuk mengajarkan konsep yang mirip. Cara lain untuk
mengurangi hambatan retroaktif ialah menggunakan metode yang berbeda
untuk mengajarkan konsep-konsep yang mirip atau mengubah aspek
pengajaran lain untuk masing-masing konsep. Misalnya, dalam ilmu
pengetahuan sosial, guru dapat mengajarkan bahasa spanyol dengan
menggunakan ceramah atau film. Hal ini akan membantu siswa menghindari
untuk mencampur adukkan informasi tentang satu negara dengan informasi
tentang Negara-negara lain.4
Kedua, lupa dapat terjadi pada seorang siswa karena adanya tekanan
terhadap item yang telah ada, baik sengaja ataupun tidak. Penekanan ini terjadi
karena adanya kemungkinan.
a) Karena item informasi (berupa pengetahuan, tanggapan, kesan dan
sebagainya) yang diterima siswa kurang menyenangkan, sehingga ia
dengan sengaja menekannya hingga ke alam ketidaksadaran.
b) Karena item informasi yang baru secara otomatis menekan item
informasi yang telah ada, jadi sama dengan fenomena retroaktif.
3 Muhibbin Syah, Loc cit4 Robert E. Slavin, Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik (Jakarta: PT Indeks, 2008) hal238-239
4
c) Karena item informasi yang akan direproduksi (diingat kembali) itu
tertekan ke alam bawah sadar dengan sendirinya lantaran tidak pernah
digunakan.
Itulah pendapat yang didasarkan para repression theory yakni teori
represi/ penekanan (Reber, 1988). Namun, perlu ditambahkan bahwa istilah
“alam ketidaksadaran” dan “alam bawah sadar” seperti tersebut di atas,
merupakan gagasan Sigmund Freud, bapak psikologi analisis yang banyak
mendapat tantanganm baik dari kawan maupun lawannya itu.
Ketiga, lupa dapat terjadi pada siswa karena perubahan situasi
lingkungan antara waktu belajar dengan waktu mengingat kembali (Anderson,
1990). Jika seorang siswa hanya mengenal atau mempelajari hewan jerapah
atau kudanil lewat gambar-gambar yang ada di sekolah misalnya, maka
kemungkinan ia akan lupa menybut nama hewan-hewan tadi ketika
melihatnya di kebun binatang.
Keempat, lupa dapat terjadi karena perubahan sikap dan minat siswa
terhadap proses belajar mengajar dengan tekun dan serius, tetapi karna sesuatu
hal sikap dan minat siswa tersebut menjadi sebaliknya (seperti karena
ketidaksenangan kepada guru) maka materi pelajaran itu akan mudah
terlupakan.
Kelima, menurut law of disuse (Hilgard & Bower 1975), lupa dapat
terjadi karena materi pelajaran yang telah dikuasai tidak pernah digunakan
atau dihafalkan siswa. Menurut asumsi sebagian ahli, materi yang
diperlakukan demikian denga sendirinya akan masuk ke alam bawah sadar
atau mungkin juga bercampur aduk dengan materi pelajaran baru.
Keenam, lupa tentu saja dapat terjadi karena perubahan urat syaraf otak.
Seorang siswa yang terserang penyakit tertentu seperti keracunan, kecanduan
alkohol, dan geger otak akan kehilangan ingatan item-item informasi yang ada
dalam memori permanennya.
Meskipun penyebab lupa itu banyak aneka ragamnya, yang paling
penting untuk diperhatikan para guru adalah faktor pertama yang meliputi
5
gangguan proaktif dan retroaktif, karena didukung oleh hasil riset dan
eksperimen. Mengenai faktor keenam, tentu saja semua orang maklum.
Kecuali gangguan proaktif dan retroaktif, ada satu lagi penemuan baru
yang menyimpulkan bahwa lupa dapat dialami seorang siswa apabila item
informasi yang ia serap rusak sebelum masuk ke memori permanennya. Item
yang rusak (decay) itu tidak hilang dan tetap diproses oleh sistem memori
siswa tadi, tetapi terlalu lemah untuk dipanggil kembali. Kerusakan item
informasi tersebut mungkin disebabkan karena tenggang waktu (delay) antara
waktu diserapnya item informasi dengan saat proses pengkodean dan
transformasi dalam memori jangka pendek siswa tersebut (Best, 1989;
Anderson, 1990).
2.3 Kiat Mengurangi Lupa
Kiat terbaik untu mengurangi lupa adalah dengan cara meningkatkan daya
ingat akal siswa. Banyak ragam kiat yang dapat dicoba siswa dalam
menngkatkan daya ingatnya, antara lain menurut Barlow (1985), Reber (1988),
dan Anderson (1990), adalah sebagai berikut.
1. Over learning (belajar lebih) artinya upaya belajar yang melebihi batas
penguasaan dasar atas materi pelajaran tertentu. Over learning terjadi
apabila respons atau reaksi tertentu muncul setelah siswa melakukan
pembelajaran atas respon tersebut dengan cara di luar kebiasaan.
2. Extra study time (tambahan waktu belajar) ialah upaya penambahan
alokasi waktu belajar atau penambahan frekuensi aktivitas belajar.
Penambahan alokasi waktu belajar materi tertentu berarti siswa menambah
jam belajar.
3. Mnemonic device (muslihat memori) yang sering juga hanya disebut mne-
monic itu berarti kiat khusus yang dijadikan “alat pengait” mental untuk
memasukkan item-item informasi ke dalam sistem akal siswa. Muslihat
mnemonic ini banyak ragamnya, tetapi yang menonjol adalah sebagaimana
terurai di bawah ini.
a. Rima (Rhyme), yakni sajak yang dibuat sedemikian rupa yang isinya
terdiri atas kata dan istilah yang harus di ingat siswa. Sajak ini akan
6
lebih baik pengaruhnya apabila diberi not-not sehingga dapat
dinyanyikan.
b. Singkatan, yakni terdiri atas huruf-huruf awal nama atau istilah yang
harus diingat siswa. Pembuatan singkatan-singkatan seyogyanya
dilakukan sedemikian rupa sehingga menarik dan memiliki kesan
tersendiri.
c. System kata pasak (peg word system), yakni sejenis teknik mnemonic
yang menggunakan komponen-komponen yang sebelumnya telah
dikuasai sebagai pasak (paku) pengait memori baru. Kata komponen
pasak ini dibentuk berpasangan seperti merah-saga, panas-api. Kata-
kata ini berguna untuk mengingat kata dan istilah yang memiliki watak
yang sama seperti; warna, rasa dan seterusnya.
d. Metode Losai (Method of Loci), yaitu kiat mnemonic yang
menggunakan tempat-tempat khusus dan terkenal sebagai sarana
penempatan kata dan istilah tertentu yang harus diingat siswa. Kata
“Loci” sendiri adalah jamak dari kata “Locus” yang artinya tempat.
Dalam hal ini, nama-nama kota, jalan, gedung terkenal dapat dipakai
untuk menempatkan kata dan istilah yang kurang lebih relevan dalam
arti memiliki kemiripan cirri dan keadaan.
4. Pengelompokan (clustering) ialah menata ulang item-item materi menjadi
kelompok-kelompok kecil yang dianggap lebih logis dalam arti bahwa
item-item tersebut memiliki signifikasi dan lafal yang sama atau sangat
mirip.
5. Dalam latihan terbagi siswa melakukan latihan-latihan dengan alokasi
waktu yang pendek dan dipisah-pisahkan di antara waktu-waktu istirahat.
Upaya demikian dilakukan untuk menghindari cramming, yakni belajar
banyak materi secara tergesa-gesa dalam waktu yang singkat.
6. Letak bersambung. Untuk memperoleh efek positif dari pengaruh letak
bersambung (the serial position effect), siswa dianjurkan menyusun daftar
kata-kata (nama, istilah, dan sebagainya) yang diawali dan di akhiri
dengan kata-kata yang harus diingat. Kata-kata tersebut sebaiknya ditulis
7
dengan menggunakan huruf dan warna yang mencolok agar tampak sangat
berbeda dari kata-kata yang lainnya yang tidak perlu diingat. Dengan
demikian, kata yang ditulis pada awal dan akhir tersebut memberi kesan
tersendiri dan diharapkan melekat erat dalam subsistem akal permanen
siswa.5
2.4 Kejenuhan Belajar
Secara harfiah, arti kejenuhan ialah padat atau penuh sehingga tidak
mampu lagi memuat apapun. Selain itu, jenuh juga dapat berarti jemu atau
bosan.
Dalam belajar, disamping siswa sering mengalami kelupaan, ia juga
terkadang mengalami peristiwa negatif lainnya yang disebut jenuh belajar yang
dalam bahasa psikologi lazim disebut learning plateau atau plateau (baca:
pletou) saja.
Seorang siswa yang sedang dalam keadaan jenuh sistem akalnya tak
dapat bekerja sebagaimana yang diharapkan dalam memproses item-item
informasi atau pengalaman baru, sehingga kemajuan belajarnya seakan-akan
“jalan di tempat”.
Kejenuhan belajar dapat melanda seorang siswa yang kehilangan
motivasi dan konsolidasi salah satu tingkat keterampilan tertentu sebelum
sampai pada tingkat keterampilan berikutnya.6
2.5 Faktor Penyebab dan Cara Mengatasi Kejenuhan Belajar
Menurut Cross (1974) dalam bukunya The Psichology of Learning,
keletihan siswa dapat dikategorikan menjadi tiga macam, yakni:
1) keletihan indera siswa;
2) keletihan fisik siswa; dan
3) keletihan mental siswa.
Keletihan fisik dan keletihan indera – dalam hal ini mata dan telinga –
pada umumnya dapat dikurangi atau dihilangkan lebih mudah setelah siswa
5 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001) hal 157-161
6 Ibid, hlm 162
8
beristirahat cukup – terutama tidur nyenyak, dan mengkonsumsi makanan dan
minuman yang cukup bergizi. Sebaliknya, keletihan mental tak dapat diatasi
dengan cara yang sesederhana cara mengatasi keletihan-keletihan lainnya.
Itulah sebabnya, keletihan mental dipandang sebagai faktor utama penyebab
munculnya kejenuhan belajar.
Selanjutnya, kiat-kiat untuk mengatasi keletihan mental yang
menyebabkan munculnya kejenuhan belajar itu, antara lain sebagai berikut.
1. Melakukan istirahat dan mengkonsumsi makanan dan minuman yang
bergizi dengan takaran yang cukup banyak.
2. Pengubahan atau penjadwalan kembali jam-jam dari hari-hari belajar yang
dianggap lebih memungkinkan siswa belajar lebih giat.
3. Pengubahan atau penataan kembali lingkungan belajar siswa yang meliputi
pengubahan posisi meja tulis, lemari, rak buku,dan sebagainya sampai
memungkinkan siswa merasa berada di sebuah kamar yang baru yang lebih
menyenangkan untuk belajar.
4. Memberikan motivasi dan stimulasi baru agar siswa merasa terdorong untuk
belajar lebih giat daripada sebelumnya.
5. Siswa harus berbuat nyata dengan cara mencoba belajar dan belajar lagi.
2.6 Transfer dalam Belajar
Pengetahuan dan keterampilan siswa sebagai hasil belajar pada masa
lalu seringkali mempengaruhi proses belajar yang sedang dialaminya
sekarang. Inilah yang disebut transfer dalam belajar.
Transfer dalam belajar yang lazim disebut transfer belajar (Transfer of
Learning) itu mengandung arti pemindahan keterampilan hasil belajar dari
situasi ke situasi lainnya (Reber 1988). 7
2.7 Ragam Transfer Belajar
Peristiwa pemindahan pengaruh (transfer) sebagaimana telah tersebut
pada umumnya hasil selalu membawa dampak baik positif maupun negatif
terhadap aktivitas dan hasil pembelajaran materi pelajaran atau keterampilan
7 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001) hlm 163-164
9
lain. Sehingga, transfer dapat dibagi dua kategori, yakni transfer positif dan
transfer negatif.
Menurut Theory of Identical Element yang dikembangkan oleh
Thorndike, tansfer positif biasanya terjadi bila ada kesamaan elemen antara
materi yang lama dengan materi yang baru, contoh: seorang siswa yang telah
menguasai matematika akan mudah mempelajari statistika.
Sebaliknya, orang yang sudah terbiasa mengetik dengan menggunakan
dua jari, kalau belajar mengetik dengan sepuluh jari akan lebih banyak
mengalami kesukaran daripada orang yang baru belajar mengetik.
Pengalaman kesukaran inilah yang disebut transfer negatif. Artinya,
keterampilan yang sebelumnya sudah dimiliki menjadi penghambat belajar
keterampilan lainnya.
Menurut Gagne, seorang education psychologist yang masyhur,
transfer dalam belajar digolongkan ke dalam empat kategori.
1. Transfer positif dapat terjadi dalam diri seorang siswa apabila guru
membantu untuk belajar dalam situasi tertentu yang mempermudah
siswa tersebut belajar dalam situasi-situasi lainnya.
2. Transfer negatif dapat dialami seorang siswa apabila ia belajar dalam
situasi tertentu yang memiliki pengaruh merusak terhadap
keterampilan/pengetahuan yang dipelajari dalam situasi-situasi lainnya.
3. Transfer vertikal (tegak lurus) dapat terjadi dalam diri seoran siswa
apabila pelajaran yang telah dipelajari dalam situasi tertentu membantu
siswa tersebut dalam menguasai pengetahuan/keerampilan yang lebih
tinggi atau rumit.
4. Transfer lateral (ke arah samping) dapat terjadi dalam diri seorang siswa
apabila ia mampu menggunakan materi yang telah dipelajarinya untuk
mempelajari materi yang sama kerumitannya dalam situasi-situasi yang
lain. Dalam hal ini, perubahan waktu dan tempat tidak mengurangi mutu
hasil belajar siswa tersebut.
10
PEMBAHASAN 2
Kesulitan Belajar
2.1 Kesulitan Belajar
Dalam kegiatan belajar mengajar banyak sekali ditemukan kendala-kendala
yang dapat menghambat proses transfer belajar siswa. Kendala-kendala yang
ditimbulkan ini yang dapat menimbulkan kesulitan dalam belajar peserta
didik. Dalam kegiatan pembelajaran, para pendidik dihadapkan oleh sejumlah
karakteristik peserta didik yang beraneka ragam. Ada peserta didik yang
dapat menjalani kegiatan belajar mengajar dengan lancar tanpa mengalami
kendala-kendala yang menyulitkannya, namun tak sedikit dari mereka yang
menemukan berbagai hambatan yang dapat menjadi penyebab mereka sulit
dalam menerima materi belajar yang disampaikan pendidik, sehingga prestasi
yang dicapai di bawah dari yang semestinya.
Kesulitan belajar siswa mencakup pengertian yang luas, diantaranya:
a) Learning disorder atau belajar yang tidak teratur adalah keadaan dimana
proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respon yang
bertentangan. Pada dasarnya yang mengalami kekacauan belajar potensi
dasarnya tidak dirugikan akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat
oleh adanya respon-respon yang bertentangan sehingga hasil belajar
yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang dimilikinya. Contoh:
siswa yang sudah biasa olah raga keras seperti karate, tinju dan
sejenisnya mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar menari
yang menuntut gerakan lemah gemulai.
b) Learning disfunction atau belajar yang tidak berfungsi gejala dimana
proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meski
sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas
mental, gangguan alat indra, atau gangguan psikologis lainnya. Contoh:
seseorang yang memiliki postur tubuh yang atletis dan sangat cocok atlet
bola volley, namun ia tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka ia
tidak dapat mengusai permainan volley dengan baik.
11
c) Under achiver mengacu pada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat
potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi
belajarnya tergolong rendah. Contoh: siswa yang telah di tes
kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat
unggul (IQ = 130-140) namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau
malah sangat rendah.
d) Slow learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses
belajar, sehingga ia membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan
sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang
sama.
e) Learning disabilites atau ketidakmampuan belajat mengacu pada gejala
dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga
hasil belajar di bawah potensi intelektualnya.8
2.2 Penyebab Kesulitan Belajar dan Usaha-Usaha Pemecahannya
2.2.1 Penyebab Kesulitan Belajar Siswa
Faktor-faktor yang mungkin menjadi penyebab kesulitan atau
kegagalan belajar siswa menurut W.H Burton adalah meliputi faktor
internal dan faktor eksernal
Faktor internal meliputi : faktor yang bersumber dari diri siswa itu
sendiri. Seperti: kondisi jasmani dan kesehatan, bakat, kepribadian,
emosi, sikap serta kondisi-kondisi psikis lainnya.
Faktor eksternal : faktor yang bersumber dari lingkungan rumah,
lingkungan sekolah termasuk di dalamnya termasuk guru dan
lingkungan sosial dan sejenisnya.
Kecemasan pada diri siswa menjadi salah satu penyebab kesulitan
belajar siswa. Kecemasaan yang dialami siswa di sekolah bisa berbentuk
kecemasan realistik, neouritik atau kecemasan moral. Kecemasan siswa
bisa menjadi faktor internal dan juga faktor eksternal penyebab kesulitan
belajar siswa. Seperti faktor yang menyebabkan kecemasan pada diri
8 Yudhawati, Ratna dan Dany Haryanto. Teori-teori dasar psikologi pendidikan. Jakarta : PT. Prestasi Pustakarya.2011. Hlm :143
12
siswa, target kurikulum yang terlalu tinggi, iklim pembelajaran yang
tidak kondusif, pemberian tugas yang sangat padat, serta sistem
penilaian ketat dan kurang adil. Begitu juga sikap dan prilaku guru atau
yang sekitar yang kurang bersahabat, galak judes dan kurang kompeten
merupakan sumber dari faktor guru. Penerapan disiplin sekolah yang
ketat dan lebih mengedepankan hukuman, iklim sekolah yang kurang
nyaman, serta sarana dan prasaranan belajar yang sangat terbatas juga
menjadi faktor-faktor pemicu terbentuknya kecemasan pada siswa.
2.2.2 Usaha-Usaha Pemecahan Kesulitan Belajar
a. Bimbingan Belajar
Secara umum prosedur bimbingan belajar dapat ditempuh melalui
langkah-langkah berikut:
1. Identifikasi kasus
Identifikasi kasus merupakan upaya untuk menemukan siswa yang
diduga memerlukan layanan bimbingan belaja. Robinson dalam Abin
Syamyuddin (2003) memberikan beberapa pendekatan yang dapat
dilakukan untuk mendeteksi siswa yang diduga membutuhkan layanan
bimbingan belajar, yakni:
Melakukan wawancara dengan memanggil semua siswa secara
bergiliran.
Menciptakan hubungan yang baik dan penuh keakraban sehingga
siswa merasa nyaman bersama guru mereka.
Menciptakan suasana yang menimbulkan ke arah penyadaran siswa
akan masalah yang dihadapinya.
Melakukan analisis terhadap hasil belajar siswa.
Melakukan analisis sosismetris.
2. Identifikasi Masalah
Langkah ini merupakan upaya untuk memahami jenis, karakteristik
kesulitan atau masalah yang dihadapi siswa.
3. Diagnosis
13
Diagnosis merupakan upaya untuk menemukan faktor-faktor penyebab
atau yang melatarbelakangi timbulnya masalah siswa. Faktor-faktor
yang melatarbelakangi kesulitan belajar siswa dapat dilihat dari segi
input, proses maupun ouput belajarnya.
4. Prognosis
Langkah ini memperkirakan apakah masalah yang dialami siswa masih
mungkin untuk diatasi serta menentukan berbagai alternatif
pemecahannya.
5. Alih tangan kasus
Jika jenis dan sifat serta sumber permasalahannya masih berkaitan
dengan sistem pembelajaran dan masih berada dalam kesanggupan dan
kemampuan guru atau guru pembimbing, pemberian bantuan
bimbingan dapat dilakukan oleh guru atau guru pembimbing itu
sendiri.
6. Evaluasi dan Follow Up
Evaluasi dan tindak lanjut untuk melihat seberapa pengaruh tindakan
bantuan yang telah diberikan terhadap pemecahan masalah yang
dihadapi siswa.
b. Mencegah Kecemasan Siswa di Sekolah
Kecemasan merupkan salah satu bentuk emosi individu yang berkenaan
dengan adanya rasa terancamoleh sesuatu, biasanya dengan objek
ancaman yang tidak begitu jelas.
Freud (Calvin S. Hall, 1993) membagi kecemasan ke alam tiga tipe:
Kecemasan realistik yaitu rasa takut terhadap ancaman atau bahaya-
bahaya nyata yang ada di dunia luar atau lingkungannya.
Kecemasan neourotik yaitu ketakutan akan hukuman yang akan
menimpanya jika sesuatu insting dilepaskan. Biasanya kecemasan
neourotik berkembang berdasarkan penglaman yang diperolehnya pada
masa kanak-kanak.
14
Kecemasan moral yaitu rasa takit terhadap suara hati seperti
kecemasan neourotik, kecemasan moral juga berkembang berdasarkan
pengalaman yang dialaminya ketika ia masih anak-kanak.
Selanjutnya, dikemukakan bahwa kecemasan yang tidak dapat
ditanggulangi dengan tindakan-tindakan efektif disebut tauromatik,
yang akan membuat seseorang tidak berdaya dan serba kekanak-
kanakan.
Perlu adanya upaya untuk-upaya tertentu untuk mencegah dan
mengurangi kecemasan siswa di sekolah, diantaranya dapat dilakukan
melalui:
Menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan
Selama kegiatan berlangsung guru seyogyanya dapat
mengembangkan “sense of humor” dirinya maupun para siswanya.
Melakukan kegiatan selingan berbagai atraksi “game” tertentu,
terutama dilakukan pada saat suasana kelas sedang tidak kondusif.
Sewaktu-waktu ajaklah siswa untuk melakukan kegiatan
pembelajaran di luar kelas.
Memberikan materi dan tugas-tugas akademik dengan tingkat
kesulitan yang moderat.
Menggunakan pendekatan humanistik dalam pengelolaan kelas.
Mengembangkan sistem penilaian yang menyenangkan, dengan
memberikan kesempatan pada siswa untuk memberikan penilaian
sendiri atas tugas yang telah dilakukannya.
Di hadapan siswa, guru sebagai pemegang otoritas yang dapat
memberi hukuman. Untuk itu seyogyanya berupaya untuk
menanamkan kesan positif pada siswa.
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Belajar merupakan kegiatan individu untuk memperoleh pengetahuan,
perilaku dan keterampilan dengan cara mengelola bahan belajar. Belajar juga
merupakan salah satu terwujudnya pendidikan..
Di lingkungan sekolah keberhasilan proses belajar mengajar amat
tergantung pada guru. Karena guru merupakan pemimpin, fasilitator dan
sekaligus sebagai pusat inisiatif pembelajaran. Dalam kegiatan belajar
mengajar tentu akan ditemui banyak kendala. Seperti para siswa sering kali
mengalami lupa dengan materi yang telah diajarkan, meskipun lupa adalah
sifat yang manusiawi sekedar usaha untuk mengurangi proses terjadinya lupa
yang dialami para siswa dapat dilakukan berbagai kiat-kiat.
Tak hanya lupa dalam proses belajar mengajar salah satu kendala yang
dialami siswa adalah kejenuhan. Kejenuhan ini terjadi jika para siswa
kehilangan motivasi dan kehilangan konsolidasi salah satu tingkat
keterampilan tertentu sebelum siswa tersebut sampai pada tingkat
keterampilan berikutnya.
Hal-hal yang telah tersebut sebelumnya menjadi perhatian bagi sebagian
besar pendidik. Banyak para pendidik yang mengeluhkan hal tersebut ketika
sedang menstranfer ilmu mereka kepada peserta didik mereka.
3.2 Saran
Sebagai seorang calom pendidik sudah seyogyanya mengetahui dan
memahami masalah-masalah yang timbul ketika sedang mendidik agar para
calon pendidik dapat mengatasi masalah tersebut dengan mandiri. Pentingnya
mempelajari psikologi pendidikan agar para pendidik mampu menstranfer
ilmu mereka kepada para peserta didik dengan baik sehingga proses belajar
mengajar dapat berjalan dengan semestinya. Karena guru adalah pemandu
jalan menuju masa depan.
16
DAFTAR PUSTAKA
Slavin, Robert E. 2008. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik. Jakarta: PT
Indeks
Suryabrata, Sumadi. 2004. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press
Syah, Muhibbin. 2001. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya
Yudhawati, Ratna dan Dany Haryanto. 2011. Teori-teori dasar psikologi
pendidikan. Jakarta: PT. Prestasi Pustakarya
17