ludruk : winda hayu pratiwi, nia rahmawati, ayyu fityatin l.h
DESCRIPTION
Kompetisi Karya Tulis MahasiswaTRANSCRIPT
KOMPETISI KARYA TULIS MAHASISWA
REGENERASI LUDRUK SEBAGAI LUDRUK ABG
DALAM UPAYA MENINGKATKAN SENSE OF BELONGING MASYARAKAT
TERHADAP BUDAYA LOKAL
Diusulkan oleh :
AYYU FITYATIN LUTHFI HASYIM 2307100147
NIA RAHMAWATI 2307100022
WINDA HAYU PRATIWI 2307100118
Bidang Seni
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
2008
ii
LEMBAR PENGESAHAN
KARYA TULIS ILMIAH
REGENERASI LUDRUK SEBAGAI LUDRUK ABG
DALAM UPAYA MENINGKATKAN SENSE OF BELONGING MASYARAKAT
TERHADAP BUDAYA LOKAL
Disusun dalam rangka :
Kompetisi Karya Tulis Mahasiswa (KKTM) Bidang Seni 2008
Di susun oleh :
AYYU FITYATIN L. H. 2307100147
NIA RAHMAWATI 2307100022
WINDA HAYU PRATIWI 2307100118
Surabaya, 5 Juni 2008
Mengetahui,
Pembantu Rektor III Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Suasmoro Prof. Drs. Nur Iriawan, M. Ikom, PhD
NIP. 130 633 398 NIP. 131 732 011
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ludruk merupakan salah satu kesenian tradisional yang cukup dikenal di Jawa
Timur. Ludruk termasuk jenis teater tradisional Jawa yang lahir dan berkembang di
tengah-tengah rakyat dan bersumber pada spontanitas kehidupan rakyat. Ludruk
disampaikan dengan penampilan dan bahasa yang mudah dicerna masyarakat. Selain
berfungsi sebagai hiburan, kesenian ini juga sering dimanfaatkan sebagai penyaluran
kritik sosial.
Pada zaman penjajahan, Ludruk berperan sebagai penyalur kritik sosial atas
penjajahan yang dilakukan oleh bangsa asing. Seperti kata-kata ‘Pagupon omahe
Dara, Melok Nippon tambah sengsara’, yang dalam bahasa Indonesia berarti „Pagupon
adalah rumah untuk burung dara, ikut Jepang (Nippon) justru menambah sengsara‟
merupakan kata-kata yang muncul dalam pementasan ludruk saat penjajahan Jepang
terhadap Indonesia. Dengan adanya kritik sosial yang disampaikan melalui pementasan
ludruk, hal tersebut menunjukkan bahwa ludruk sebagai salah satu kesenian Jawa
Timur memiliki keunggulan tertentu disamping fungsinya sebagai hiburan. Dulu,
dengan adanya pementasan ludruk tersebut, ludruk mampu membuat masyarakat untuk
mencintai tanah air serta menumbuhkan rasa antipati terhadap penjajahan Jepang. Hal
ini memicu semangat perjuangan masyarakat untuk melawan para penjajah.
Seiring dengan berjalannya waktu, setelah Indonesia berhasil mendapatkan
kemerdekaannya, banyak periode telah dilewati oleh kesenian tradisional Jawa Timur
ini yang memicu pasang-surutnya minat masyarakat terhadapnya. Ditambah era
globalisasi yang memaksa masyarakat mau tidak mau harus bersentuhan dengan
budaya global yang disuguhkan melalui banyak media, seperti majalah, televisi aupun
internet. Sehingga membuat ludruk kian terabaikan. Ludruk yang notabene lahir dari
kalangan rakyat jelata semakin terlihat tidak modern bagi sebagian masyarakat.
Perkembangan zaman pun seolah mendoktrin bahwa hal-hal yang berbau kuno dan
tradisional tidaklah menarik. Apalagi pementasan seni ludruk sendiri terkadang tak
begitu menggairahkan dikalangan masyarakat. Padahal, secara historis ludruk adalah
iv
salah satu kesenian Jawa Timur yang cukup berpengaruh dan memiliki nilai-nilai luhur
serta semangat juang yang sayang untuk ditinggalkan.
Masyarakat kini, bukanlah masyarakat seperti zaman penjajahan ataupun
masyarakat di era belum menggilanya pengaruh globalisasi dimana ludruk masih
sangat diminati. Masyarakat kini adalah masyarakat yang cenderung menyukai hal-hal
yang menarik, baru, segar, dan muda. Hal tersebut bisa dilihat dengan sangat
diminatinya hal-hal yang berbau kekinian yang biasanya diusung oleh anak muda.
Seperti acara-acara televisi, sudah dapat dipastikan bahwa acara yang paling diminati
oleh masyarakat adalah acara seputar remaja.
Memang, ludruk dengan segala kekhasan yang dimilikinya masih bisa eksis
sampai sekarang. Ludruk ada, namun masih perlu dipertanyakan peminatnya serta
penerusnya. Selama ini, ludruk lebih cenderung hanya dimainkan oleh „kaum tua‟ dan
sangat jarang dimainkan oleh „kaum muda‟, hal tersebut merupakan salah satu pemicu
kenapa ludruk tidak begitu booming dikalangan pemuda atau remaja. Dan ludruk
hanya dianggap sebatas kesenian tradisional warisan leluhur tanpa ada sense of
belonging sehingga kebanyakan pemuda pun tidak tergerak untuk melestarikannya.
Mempertahankan kekhasan ludruk sebagai salah satu kesenian tradisional
merupakan hal yang penting. Namun, upaya untuk menumbuhkan rasa memiliki
dikalangan masyarakat juga diperlukan, terutama dikalangan kaum muda sebagai
generasi penerus bangsa. Tanpa memperhatikan minat masyarakat kini yang lebih
menyukai hal-hal yang menarik dan modern, mustahil ludruk bisa merakyat seperti
awal-mula kemunculannya. Dengan mengusung ludruk menjadi sebuah kemasan yang
menarik dengan tanpa mengurangi nilai-nilai luhur ludruk, memungkinkan ludruk
lebih diminati oleh masyarakat luas.
Dari berbagai kasus diatas, dapat dianalisis penyebab tidak adanya sense of
belonging masyarakat Jawa Timur terhadap kesenian ludruk. Demikian pula dilakukan
kajian untuk menumbuhkan sense of belonging di kalangan masyarakat Jawa Timur
terhadap kesenian ludruk. Kajian tersebut kemudian dirangkum dalam karya tulis
dengan judul “REGENERASI LUDRUK SEBAGAI LUDRUK ABG DALAM UPAYA
MENINGKATKAN SENSE OF BELONGING MASYARAKAT TERHADAP BUDAYA
LOKAL”. Melalui penulisan ini, diharapkan dapat ditemukan bentuk penyajian ludruk
yang paling sesuai untuk menumbuhkan sense of belonging masyarakat Jawa Timur
v
serta dapat menjadi masukan bagi pemerintah Jawa Timur dalam upaya melestarikan
kesenian ludruk sebagai salah satu kesenian lokal.
1. 2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, rumusan masalah dalam
penulisan karya tulis ini antara lain :
1. Apa yang menyebabkan tidak adanya sense of belonging masyarakat Jawa
Timur terhadap kesenian ludruk ?
2. Bagaimana upaya untuk menumbuhkan sense of belonging di kalangan
masyarakat Jawa Timur terhadap ludruk?
1. 3. Batasan Masalah
Penulisan ini hanya dibatasi pada masalah penyebab tidak adanya sense of
belonging masyarakat Jawa Timur tehadap ludruk serta bagaimana upaya untuk
menumbuhkan sense of belonging masyarakat Jawa Timur terhadap ludruk sehingga
masyarakat Jawa Timur tergerak untuk melestarikannya.
1. 4. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penulisan penulisan karya tulis ini adalah
sebagai berikut :
1. Mengetahui penyebab tidak adanya sense of belonging masyarakat Jawa Timur
terhadap kesenian ludruk.
2. Mengetahui upaya untuk menumbuhkan sense of belonging di kalangan
masyarakat Jawa Timur terhadap ludruk.
1. 5. Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
Menambah wawasan tentang interpretasi nilai-nilai yang terkandung pada
kesenian ludruk sehingga menumbuhkan Sense Of Belonging terhadap kesenian
ludruk.
vi
2. Bagi Mahasiswa
Menambah pengetahuan mengenai nilai-nilai luhur yang terkandung pada
kesenian ludruk sehingga menumbuhkan Sense Of Belonging terhadap kesenian
ludruk, sehingga tergerak untuk melestarikannya.
3. Bagi Masyarakat
Menambah wacana yang menyeluruh mengenai nilai-nilai luhur yang
terkandung pada kesenian ludruk sehingga menumbuhkan rasa memiliki
terhadap kesenian ludruk.
4. Bagi Pemerintah
Sebagai suatu motivasi untuk menghidupkan kembali nilai – nilai luhur yang
terkandung dalam kesenian ludruk dan memberikan sarana dan kemudahan
bagi pihak – pihak yang berkepentingan.
vii
BAB II
TELAAH PUSTAKA
2. 1. Ludruk
2.1. 1. Pengertian Ludruk
Ludruk termasuk jenis teater tradisional Jawa yang lahir dan berkembang di
tengah-tengah rakyat dan bersumber pada spontanitas kehidupan rakyat. Ludruk
disampaikan dengan penampilan dan bahasa yang mudah dicerna masyarakat. Selain
berfungsi sebagai hiburan, seni pertunjukan ini juga berfungsi sebagai pengungkapan
suasana kehidupan masyarakat pendukungnya. Di samping itu, kesenian ini juga sering
dimanfaatkan sebagai penyaluran kritik sosial. (www. ki-demang.com, 2006).
Ludruk adalah kesenian drama tradisional dari Jawa Timur. Ludruk merupakan
suatu drama tradisional yang diperagakan oleh sebuah grup kesenian yang di gelarkan
disebuah panggung dengan mengambil cerita tentang kehidupan rakyat sehari-hari,
cerita perjuangan dan lain sebagainya yang diselingi dengan lawakan dan diiringi
dengan gamelan sebagai musik. (id.wikipedia.org, 2008).
2. 1. 2. Ciri-ciri Ludruk
2. 1. 2. a. Pemain
Pertunjukan ludruk mempunyai ciri khusus sebagai berikut. Pemain ludruk
semuanya terdiri dari laki-laki, baik untuk peran laki-laki sendiri maupun untuk peran
wanita.(www.ki-demang.com,2006).
2. 1. 2. b. Bahasa
Bahasa yang digunakan dalam ludruk adalah bahasa yang mudah dicerna
masyarakat, yakni bahasa Jawa logat Surabaya. Selain itu, sesuai dengan tuntutan
cenita, di dalam bentuk seni ini sering pula digunakan kata-kata Cina, Belanda, Inggris
dan Jepang. Selain dalam hal pemain dan bahasa, kekhasan ludruk juga terdapat dalam
ceritera, dekorasi, kostum dan urutan pementasan. (www. ki-demang.com, 2006).
2. 1. 2. c. Cerita
Cerita ludruk dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni:
viii
1. Cerita pakem, yaitu cerita mengenai tokoh-tokoh terkemuka dari wilayah Jawa
Timur, seperti Cak Sakera dan Sarif Tambak Yoso.
2. Cerita fantasi, yaitu cerita karangan individu tertentu yang biasanya berkaitan
dengan kehidupan masyarakat sehari hari.
Cerita dalam ludruk biasanya diselingi dengan adegan tragedi dan humor. (www.ki-
demang.com,2006).
2. 1. 2. d. Dekorasi
Dekorasi ludruk amat terbatas. Diantaranya adalah dekorasi interior rumah,
alam pedesaan dan pegunungan, kuburan, dan resepsi perkawinan. Panggung
ditampilkan dengan geber, dekorasi dan peralatan panggung lainnya seperti meja, kursi
tamu, bufet, kursi pengantin, dan sebagainya. (www. ki-demang.com, 2006).
2. 1. 2. e. Kostum
Kostum yang dikenakan disesuaikan dengan tuntutan cerita. Oleh karena itu,
setiap kelompok kesenian ludruk paling sedikit memiliki kostum pakaian harian,
pakaian penganten, seragam tentara dan sebagainya. (www. ki-demang.com, 2006).
2. 1. 2. f. Urutan Adegan
Urutan adegan ludruk mempunyai kekhasan. Pentas biasanya dimulai dengan
ngremo. Kemudian kidungan (pembawaan tembang), bedayan (tari-tarian umum), dan
cerita inti, berturut-turut mengikuti adegan ngremo tersebut. Dalam adegan cerita inti
terdapat penggantian babakan yang biasanya diselingi dengan humor.(www. ki-
demang.com, 2006).
Makna dari beberapa bagian dalam ludruk adalah sebagai berikut:
3. Tarian Ngeremo menyimpulkan ejekan terhadap pria yang tidak ikut berjuang,
pakaian dan dandanan perempuan tetapi dimainkan oleh laki laki.
4. Weloed (wedo‟ane loedroek) membawakan lagu lagu pembuka yang akan
memberikan gambaran tentang situasi yang seharusnya dicita-citakan dalam
kehidupan dimainkan oleh banci-banci.
5. Ngidung membawakan syair-syair yang intinya melambangkan apa yang
seharusnya diperjuangkan oleh rakyat dalam situasi dan kondisi yang ada saat
ini. Ada empat alur yaitu :
ix
a. Guyonan untuk mengesankan bahwa syair ini tidak serius Serius, dimana
menceritakan misi dan cerita sandiwara yang akan dibawakan
b. Guyonan yang sangat lucu, untuk menghapus kesan serius sebelumnya
c. Penutup dengan kesan permintaan maaf apabila ada pihak pihak yang
tersinggung dengan apa yang telah dibawakan.
6. Sandiwara, yang merupakan sebuah drama yang menyimpulkan keadaan yang
terjadi pada saat ini. (Utomo, 2008).
2. 1. 2. g. Penyutradaraan
Penyutradaraan pertunjukan dilakukan secara longgar dan spontan. Sekitar satu
jam sebelum main, sutradara terlebih dahulu mengumpulkan para pemain yang ada.
Kemudian ia menjelaskan lakon yang akan dimainkan. Setelah itu satu-persatu pemain
didatangi dan ditunjuk sebagai pemeran tokoh tertentu. Selanjutnya sutradara
memberikan petunjuk niengenai acting dan garis besar serta pola dialog yang harus
dibawakan oleh pemain tersebut. Apabila waktu tidak mencukupi, adegan tertentu
diatur pada waktu adegan sebelumnya sedang berlangsung. Apabila ada pemain yang
semula ditunjuk, tetapi tidak dapat melaksanakan tugasnya karena berbagai alasan,
pemain itu dapat dengan mudah diganti oleh pemain lainnya.(www. ki-demang.com,
2006).
2. 1. 2. h. Perangkat Lainnya
Perangkat gamelan disebut sengganen, yaitu kienengan gong kecil yang terdiri
saron dan demung, peking, penerus, kendang dan gong kecil. Penabuh gamelan terdiri
dan empat orang, masing-masing memegang peralatan rangkap. Ada yang menangani
saron dan demung, peking dan penerus. Kendang dan gong kecil masing-masing
dipegang oleh satu orang.(www. ki-demang.com, 2006).
2. 2. Sejarah Ludruk
Menurut penuturan beberapa narasumber dan kalangan seniman ludruk, embrio
kesenian ludruk pertama kali muncul sekitar tahun 1890. Pemulanya adalah Gangsar,
seorang tokoh yang berasal dan desa Pandan, Jombang. Gangsar pertama kali
mencetuskan kesenian ini dalam bentuk ngamen dan jogetan. Ia mengembara dan
x
rumah ke rumah. Dalam pengembaraannya ini Gangsar kemudian melihat seorang
lelaki sedang menggendong anaknya yang sedang menangis. Lelaki itu berpakaian
perempuan, dan ini dianggap Gangsar lucu dan menarik, sehingga dia terdorong
menanyakan alasan pemakaian baju perempuan tersebut. Menurut si lelaki, ia memakai
baju perempuan tersebut untuk mengelabui anaknya, untuk membuat anaknya merasa
bahwa dia digendong oleh ibunya. Menurut narasumber ini, peristiwa itulah yang
menjadi asal munculnya laki-laki yang berperan sebagai wanita dalam kesenian ludruk.
Narasumber lain menuturkan bahwa bermula dari pengembaraan seorang pengamen
yang bernama Alim. Seperti halnya Gangsar, dalam pengembaraannya, Alim berjumpa
dengan seorang lelaki yang sedang menghibur anaknya. Laki-laki itu mengenakan
pakaian wanita. Diceritakan bahwa Alim berasal dari daerah Kriyan yang kemudian
mengembara sampai ke Jombang dan Surabaya. Dalam pengembaraannya Alim
disertai oleh beberapa orang temannya. Mereka bersama-sama memperkenalkan
bentuk seni ngamen dan jogetan. Kemudian kelompok Alim ini mengembangkan
bentuk tersebut menjadi bentuk seni yang berisi parikan dan dialog. Oleh karena tarian
yang dibawakan selalu menghentakkan (gedruk-gedruk) kaki, seni itu kemudian diberi
nama “ludruk”. Ditengarai, ludruk merupakan budaya rakyat yang lahir untuk
“memberontak” model kesenian keraton dan istana semacam wayang dan ketoprak
yang ceritanya terlalu elit dan tak menyentuh rakyat. Cerita-cerita ludruk umumnya
mengangkat masalah kehidupan orang kecil sehari-hari dengan penggunaan bahasa
yang lebih egaliter dan terkesan “kasar” tanpa unggah-ungguh bila dibandingkan
dengan bahasa yang digunakan dalam pewayangan ataupun ketoprak. Ludruk dari
zaman ke zaman memiliki fungsinya masing-masing, antara lain:
1. Pada jaman revolusi, ludruk bukan hanya berfungsi sebagai sarana hiburan saja
melainkan juga sarana komunikasi antara pejuang bawah tanah dengan rakyat yang
menyaksikannya. Ludruk sandiwara secara realistis berani mengungkapkan
keprihatinan masyarakat yang sedang terjajah. Di samping itu, bentuk seni ini
mengandung unsur-unsur yang mendorong perjuangan.
2. Pada zaman Jepang kesenian ludruk berfungsi sebagai media kritik terhadap
pemerintah. Ini tampak terutama dalam ludruk Cak Durasim yang terkenal dengan
parikan “Pagupon omahe dara, melok Nippon tambah sengsara”. Dengan parikan
xi
serupa itu Cak Durasim ternyata berhasil membangkitkan rasa tidak senang rakyat
terhadap Jepang. Cak Durasim akhirnya ditangkap dan meninggal dalam tahanan
Jepang.
3. Pada zaman Republik Indonesia, seni ludruk masih hidup dan berkembang sebagai
kesenian rakyat tradisional yang berbentuk teater. Hanya saja, kalau pada masa
sebelumnya kesenian ini berfungsi sebagai penyalur kritik sosial, pada masa yang
kemudian fungsinya bergeser menjadi penyampai kebijaksanaan pemerintah. Selain
itu, ludruk juga digunakan sebagai media promosi barang dagangan tertentu oleh
Sponsor tertentu. (Sonny, 2007).
2. 3. Perkembangan Ludruk
2.1. 1. Perkembangan Komunitas Ludruk
Menurut Sensus Kesenian yang dilakukan oleh Kanwil P dan K Jawa Timur,
sampai tahun 1985 terdapat 58 perkumpulan ludruk dengan 1530 orang pemain.
Jumlah ini dapat dikatakan cukup banyak dan menunjukkan bahwa minat masyarakat
Jawa Timur (Surabaya) terhadap bentuk kesenian ini masih cukup besar. Pada tahun
1994 , grup ludruk keliling tinggal 14 grup saja. Sedangkan menurut sumber lain,
sewaktu James L Peacok (1963-1964) mengadakan penelitian ludruk di Surabaya
tercatat sebanyak 594 grup. Menurut Depdikbud propinsi jatim, sesudah tahun 1980
meningkat menjadi 789 grup (84/85), 771 group (85/86), 621 grup (86/87) dan 525
(8788). Suwito HS, seniman ludruk asal Malang mengatakan tidak lebih dari 500 grup
karena banyak anggota group yang memiliki keanggotaan sampai lima grup. (Sonny,
2007).
2. 3. 2. Periode Perkembangan Ludruk
Menurut penelitian yang dilakukan oleh komunitas loedroek ITB,
perkembangan kesenian ludruk dibagi menjadi beberapa periode:
7. Periode Lerok Besud (1920-1930)
Kesenian yang berasal dari ngamen tersebut mendapat sambutan penonton. Dalam
perkembangannya yang sering diundang untuk mengisi acara pesta pernikahan dan
pesta rakyat yang lain. Dari sini berkembanglah akronim Mbekta Maksud artinya
xii
membawa maksud, yang akhirnya mengubah sebutan lerok menjadi lerok besutan.
Dalam ludruk besutan yang disamarkan tidak hanya kritik sosial, tetapi juga nama
para pemain seperti Jumino, Rusmini, Singogambar dan sebagainya. Permainan
ludruk besutan tersusun dari tandakan (menari bebas), dagelan (lawak), dan
besutan. Dalam ludruk ini belum dikenal cerita yang utuh. Yang ada hanya dialog
yang dikembangkan secara spontan. Dari tahun 1922 sampai dengan tahun 1930,
ludruk mengalami perkembangan dengan masuknya secara berangsur-angsur
unsur-unsur cerita di dalamnya. Perkembangan ini banyak dipengaruhi oleh
peredaran film bisu di Indonesia. Ludruk yang telah memasukkan unsur cerita
disebut ludruk sandiwara. Jenis ludruk ini menampilkan adegan-adegan cerita
yang mencerminkan situasi kehidupan masyarakat dan lingkungannya. (Sonny,
2007).
8. Periode Lerok dan Ludruk (1930-1945)
Periode lerok besut tumbuh subur pada 1920-1930, setelah masa itu banyak
bermunculan ludruk di daerah Jawa Timur. Istilah ludruk sendiri lebih banyak
ditentukan oleh masyarakat yang telah memecah istilah lerok. Nama lerok dan
ludruk terus berdampingan sejak kemunculan sampai tahun 1955, selanjutnya
masyarakat dan seniman pendukungnya cenderung memilih ludruk. Sejaman
dengan masa perjuangan dr. Soetomo di bidang politik yang mendirikan Partai
Indonesia Raya, pada tahun 1933 cak Durasim mendirikan Ludruk Organizatie
(LO). Ludruk inilah yang merintis pementasan ludruk berlakon dan amat terkenal
keberaniannya dalam mengkritik pemerintahan baik Belanda maupun Jepang.
Ludruk pada masa ini berfungsi sebagai hiburan dan alat penerangan kepada
rakyat, oleh pemain pemain ludruk digunakan untuk menyampaikan pesan pesan
persiapan Kemerdekaan, dengan puncaknya peristiwa akibat kidungan Jula Juli
yang menjadi legenda di seluruh grup Ludruk di Indonesia yaitu: ”Pagupon
Omahe Doro, Melok Nipon Soyo Sengsoro”. (Sonny, 2007).
9. Periode Ludruk Kemerdekaan (1945-1965)
Ludruk pada masa ini berfungsi sebagai hiburan dan alat penerangan kepada
rakyat, untuk menyampaikan pesan pesan pembangunan. Pada masa ini Ludruk
yang terkenal adalah “Marhaen” milik “Partai Komunis Indonesia”. Oleh sebab itu
xiii
tidaklah mengherankan jika PKI saat itu dengan mudah mempengaruhi rakyat,
dimana ludruk digunakan sebagai corong PKI untuk melakukan penggalangan
masa untuk tujuan pembrontakan. Peristiwa madiun 1948 dan G-30 S 1965
merupakan puncak kemunafikan PKI. Ludruk benar-benar mendapatkan tempat di
rakyat Jawa Timur. Ada dua grup ludruk yang sangat terkenal yaitu : Ludruk
Marhaen dan Ludruk tresna Enggal. Ludruk Marhaen pernah main di Istana
Negara sampai 16 kali, hal ini menunjukkan betapa dekatnya para seniman ludruk
dengan para pengambil keputusan di negeri ini. Ludruk ini juga berkesempatan
menghibur para pejuang untuk merebut kembali Irian Jaya, TRIKORA II B yang
memperoleh penghargaan dari panglima Mandala (saat itu dijabat oleh Soeharto).
Ludruk ini lebih condong “ke kiri”, sehingga ketika terjadi peristiwa G 30 S PKI
Ludruk ini bubar. (Sonny, 2007).
10. Periode Ludruk Pasca G 30 S PKI ( 1965 - saat ini)
Peristiwa G30S PKI benar benar memporak- porandakan grup- grup Ludruk
terutama yang berafiliasi kepada Lembaga Kebudayaan Rakyat (lekra) milik PKI.
Terjadi kevakuman antara 1965-1968. Sesudah itu muncullah kebijaksanaan baru
menyangkut grup-grup ludruk di Jawa Timur. Peleburan ludruk dikoordinir oleh
ABRI, dalam hal ini DAM VIII Brawijaya. Proses peleburan ini terjadi antara
tahun 1968-1970. Diberbagai daerah ludruk-ludruk dibina oleh ABRI, sampai
tahun 1975. Sesudah itu mereka kembali ke grup seniman ludruk yang independen
hingga kini. Dengan pengalaman pahit yang pernah dirasakan akibat kesenian ini,
Ludruk lama tidak muncul kepermukaan sebagai sosok kesenian yang
menyeluruh. Pada masa ini ludruk benar- benar menjadi alat hiburan. Sehingga
generasi muda yang tidak mendalami sejarah akan mengenal ludruk sebagai grup
sandiwara Lawak. (Sonny, 2007).
2. 4. Sense of Belonging
Kata Sense of Belonging berasal dari Bahasa Inggris yang terdiri dari kata
sense, of, dan belonging. Kata sense dalam An English-Indonesian Dictionary
(Shadily, 1990) berarti „perasaan‟ atau „rasa‟, sedangkan kata belonging berarti „harta
milik barang-barang pribadi‟. Sementara itu kata of merupakan kata sambung yang
berfungsi untuk menyambungkan antar kata sehingga memiliki maksud tertentu,
xiv
memiliki arti „akan‟. Jika semua kata tersebut digabung, maka sense of belonging
memiliki arti „rasa memiliki‟. (Nursalam AR, 2006).
2. 5. Kultur Masyarakat Modern
Beberapa ciri manusia modern menurut Inkeles dan Smith dalam buku Teori
Pembangunan Dunia Ketiga adalah memiliki keterbukaan terhadap pengalaman dan
ide baru, berorientasi ke masa sekarang dan masa depan, punya kesanggupan
merencanakan, percaya bahwa manusia bisa mengendalikan alam dan bukan
sebaliknya (Yutiariani, 2005).
Ciri masyarakat modern adalah permisif terhadap nilai kebebasan.
Menyebabkan masyarakat menjadi liar, hidup tanpa nilai. Pada dasarnya modernisasi
lebih berorientasi pada ilmu pengetahuan yang bebas nilai, yang secara tidak langsung
berdampak pada gaya hidup manusia. Itu karena gaya hidup yang tidak bisa lepas dari
keberadaan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ciri lain masyarakat
modern adalah relativitas nilai. Mereka berpandangan bahwa nilai bukan suatu yang
absolut. Nilai sosial berkembang sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman.
Selain itu, nilai agama dan budaya tradisional dipandang sebagai nilai yang tidak
berkembang dan mengantarkan manusia pada ketertinggalan, nilai yang benar adalah
nilai sekarang, bukan nilai lama. (Male Emporium, 2006).
Selain itu, dalam sebuah laporan berjudul „Karakteristik dan Struktur
Masyarakat Indonesia Modern‟ menyebutkan bahwa cirri-ciri masyarakat modern
salah satunya adalah Orientasi terhadap perubahan. Dalam masyarakat pramodern,
perubahan berjalan lambat. Dalam masyarakat praagraris perubahan bahkan hampir
tidak terjadi selama ribuan tahun. Makin maju masyarakat makin cepat perubahannya.
Masyarakat modern adalah masya rakat yang senantiasa berubah cepat, bahkan
perubahan itu melembaga. Seperti sering dikatakan “orang modern”: satu-satunya yang
tidak berubah adalah perubahan itu sendiri. Perubahan ini merupa kan ciri tetapi
sekaligus masalah yang senantiasa dihadapi masyarakat modern, karena frekuensinya
yang makin cepat, sehingga acapkali tidak bisa diikuti oleh seluruh lapisan masya
rakat. Akibatnya, maka terjadi ketegangan-ketegangan dan bahkan disintegrasi dalam
masyarakat yang lebih berat bebannya dan lebih traumatis akibatnya dibandingkan
dengan pada masyarakat tradisional yang langka perubahan. Perubahan itu sendiri
xv
didorong dan dipercepat oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang
sepertinya roda percepatannya bergerak dengan intensitas yang makin tinggi.
(Kartasasmitha, 1997).
2. 6. Pelestarian Kesenian Ludruk
Beberapa bentuk pelestarian kesenian ludruk telah dilakukan, diantaranya
secara pereodik TBJ (Taman Budaya Jawa Timur) menggelar kesenian ludruk dan
wayang kulit serta kentrung. Dengan pergelaran berkala diharapkan jenis kesenian ini
bisa berkembang lagi seperti pada tahun 1980-an. Pada masa itu seni ludruk masih
digemari masyarakat. Pihak TBJ mengungkapkan bahwa yang membuat ludruk
ditinggalkan penggemarnya karena para pemainnya kurang profesional, jalan
ceriteranya monoton, alat musiknya tetap, dekorasinya kurang menarik dan regerasinya
kurang begitu baik. (www.d-infokom-jatim.go.id, 2007).
Selain itu, telah diadakan festival-festival dalam rangka melestarikan ludruk,
seperti yang pernah diadakan Pemerintah Daerah Jawa Timur dalam acara Festival
Ludruk Remaja (FLR) se-Jawa Timur, dimana pemeran ludruk tersebut adalah siswa-
siswi dari SD hingga SMA. (Malang Post, 2006).
xvi
BAB III
METODOLOGI PENULISAN
3.1. Tahap Penulisan
Penyusunan karya tulis ini mempunyai tahapan-tahapan dalam proses penulisannya yang
dilakukan sebagai landasan untuk mengembangkan konsep dasar dalam perumusan
permasalahan yang diangkat. Tahapan-tahapan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
3.1.1. Tahap Perumusan Tema dan Permasalahan
Tahapan ini merupakan suatu awal bagi perumusan keseluruhan isi karya tulis. Penentuan
tema dan penjabaran masalah-masalah yang diangkat merupakan tujuan dalam tahap ini
yang dapat dianalogikan sebagai suatu pijakan pertama bagi keselanjutan proses bagi
penyelesaian karya tulis.
3.1.2. Tahap Pengumpulan Landasan Teori dan Data
Tahap pengumpulan teori merupakan tahap lanjutan bagi penjabaran permasalahan. Tahap
ini secara umum memiliki tujuan mencari beberapa teori dan data atau informasi yang
memiliki relevansi dengan penjabaran permasalahan atau studi kasus yang diangkat dalam
penyusunan karya tulis.
3.1.3. Tahap Analisis/Pembahasan
Tahap analisis data dan teori yang digunakan dalam penulisan, dirumuskan dalam tahapan
ini. Keduanya akan disintetis dan dihubungkan dengan permasalahan yang diangkat
sehingga hubungan keduanya jelas dan dapat ditemukan beberapa alternatif solusinya.
Tujuan utama dalam tahap ini adalah mencapai tujuan yang telah dijabarkan pada tahap
pendahuluan yang dikemukakan pada bagian awal penulisan.
3.1.4. Tahap kesimpulan dan Saran
Tahap ini bertujuan untuk menyimpulkan keseluruhan isi penulisan menjadi pemahaman
yang utuh dan bersifat komprehensif. Berdasarkan kesimpulan yang diambil dari
keseluruhan isi penulisan akan ditemukan beberapa alternatif solusi yang dapat ditawarkan
untuk mengatasi permasalahan yang dibahas.
3.2. Metode Pengumpulan Data
xvii
Pengumpulan data yang dilakukan dalam penyusunan makalah ini menggunakan beberapa
metode yaitu:
3.2.1. Tinjauan Pustaka
Data-data yang diperoleh diambil dari referensi buku dan jurnal-jurnal penelitian tentang
rami yang diperoleh dai perpustakaan, yang memiliki relevansi dengan pembahasan.
3.2.2. Tinjauan Media
Informasi-informasi lain yang diperoleh sebagai input dalam penyusunan makalah ini
diperoleh dari internet, media cetak, dan media elektronik . Informasi yang diperoleh dari
tinjauan ini merupakan tambahan dari teori-teori yang menjadi acuan.
3. 3. Metode Analisis
Metode pendekatan pada proses analisis yang dilakukan dalam penulisan karya tulis ini
adalah:
1. Metode analisis diskriptif, yaitu analisis untuk mengelola dan menafsirkan data yang
diperoleh sehingga dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya pada obyek yang
dikaji.
2. Metode deduktif, yaitu proses menganalisis informasi dengan memberikan argumentasi
melalui pemikiran logis dan bertolak dari pernyataan yang bersifat umum menuju suatu
kebenaran yang bersifat khusus.
3. Metode analisis komperatif untuk melihat perbandingan gagasan yang ditawarkan
dengan beberapa teori yang relevan dengan gagasan.
3.4. Kerangka Berpikir
Tulisan ini memiliki kerangka berpikir dalam proses penulisannya. Kerangka atau alur
berpikir digunakan untuk mempermudah proses penulisan. Adapun kerangka berpikir
dalam tulisan ini akan dijelaskan pada Gambar 1 di bawah ini :
xviii
Gambar 3. 1. Kerangka Berpikir
STUDI LITERATUR DAN PENGAMATAN
1. Ludruk sebagai salah satu budaya tradisional yang harus dilestarikan
2. Kurangnya kesadaran dan tanggung jawab masyarakat untuk melestarikan
budaya tradisional
PENGOLAHAN MASALAH
1. Dampak kurangnya rasa kebanggaan dan kecintaan masyarakat terhadap budaya
tradisional
2. Pengenalan ludruk ABG sebagai sarana untuk meningkatkan rasa kecintaan dan
kebangaan masyrakat terhadap budaya tradisional
REGENERASI LUDRUK SEBAGAI LUDRUK ABG
DALAM UPAYA MENINGKATKAN SENSE OF BELONGING MASYARAKAT
TERHADAP BUDAYA LOKAL
IDE TULISAN
1. Seni dan budaya tradisional yang mulai terpinggirkan di era modernisasi
2. Kurangnya rasa kebanggaan dan kecintaan masyarakat terhadap budaya lokal
3. Selera masyarakat terhadap kesenian mulai berkembang dan berubah-ubah
4. Minimnya usaha pelestarian terhadap budaya tradisional salah satunya ludruk
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Minimnya usaha
pelestarian budaya
tradisional
2. Punahnya budaya
tradisional
1. Merefresh pikiran
masyarakat untuk
lebih mencintai
budaya lokal
2. Regenerasi ludruk
xix
BAB IV
PEMBAHASAN
4. 1. Penyebab Tidak adanya Sense of Belonging Masyarakat Jawa Timur
Terhadap Kesenian Ludruk
4. 1. 1. Masuknya Hiburan Modern Yang Lebih Menarik Dibandingkan Ludruk
Seiring berkembangnya zaman, hiburan yang berkembang dimasyarakat
semakin hari semakin banyak saja, dan hal tersebut membuat posisi ludruk sebagai
salah satu hiburan di Jawa Timur kian tersudut. Padahal, ludruk pada awal
terbentuknya merupakan suatu jenis hiburan yang begitu memasyarakat. Ludruk
termasuk jenis teater tradisional Jawa yang lahir dan berkembang di tengah-tengah
rakyat dan bersumber pada spontanitas kehidupan rakyat. (www. ki-demang.com,
2006).
Namun sekarang pamornya kian meredup, hal tersebut bisa dilihat pada minat
masyarakat Jawa Timur terhadap ludruk sendiri. Sebagian besar masyarakat pasti lebih
memilih untuk menonton hiburan yang bersifat modern dibandingkan dengan ludruk.
Berbagai macam hiburan yang diusung oleh globalisasi lebih memikat karena tidak
terkesan kuno, seperti televisi, radio ataupun internet. Sedangkan ludruk di era
globalisasi ini dianggap sebagai sesuatu yang tradisional, dan tidak sesuai dengan
perkembangan zaman.
4. 1. 2. Selera Masyarakat Modern Terhadap Hiburan Berubah
Perubahan zaman menuntut manusia berubah. Entah itu pola pikir maupun life
style. Dan hal tersebut berlaku pula dalam hiburan. Sebagaimana salah satu ciri
manusia modern adalah berorientasi terhadap perubahan (Kartasasmitha, 1997).
Memang, dalam konteks ini, perubahan tersebut tidak melulu perubahan yang bersifat
desdruktif, namun terdapat perubahan konstruktif. Seperti pada dunia hiburan sekarang
yang sarananya beribu langkah lebih maju dibandingkan dengan hiburan tradisional.
Kalau dibandingkan jumlah peminat acara televisi dengan acara ludruk, tentulah
peminat televisi lebih banyak. Karena televisi menghadirkan hal-hal yang bersifat up to
date, menarik serta modern. Televisi ada sesuai dengan kebutuhan masyarakat zaman
xx
sekarang. Masyarakat zaman sekarang lebih berorientasi pada modern atau tidaknya
sesuatu, serta tak lagi memperhatikan nilai-nilai yang terkandung dalam sesuatu itu.
Selain itu, ciri masyarakat modern adalah relativitas nilai. Mereka
berpandangan bahwa nilai bukan suatu yang absolut. Nilai sosial berkembang sesuai
dengan perkembangan dan tuntutan zaman. Selain itu, nilai agama dan budaya
tradisional dipandang sebagai nilai yang tidak berkembang dan mengantarkan manusia
pada ketertinggalan, nilai yang benar adalah nilai sekarang, bukan nilai lama. (Male
Emporium, 2006).
Masyarakat modern tidak menganggap lagi apakah kesenian itu mempunyai
nilai atau tidak, ataupun berfikir apakah suatu nilai-nilai seni itu perlu dilestarikan atau
dibiarkan. Jangankan berfikir tentang pelestarian, perasaan memiliki suatu kesenian
saja mungkin sudah tak ada lagi dalam benak masyarakat modern. Karena masyarakat
modern cenderung menganggap bahwa setiap hal yang berbau tradisional selalu
bersifat tertinggal.
Dalam hal ini, masyarakat modern yang mengikuti perkembangan zaman tidak
selamanya salah. Sebagai manusia mengikuti perkembangan zaman adalah suatu
keharusan, namun yang perlu ditekankan disini, ke-modern-an yang diusung oleh
zaman tak harus membuat masyarakat tersebut menghempaskan kesenian
tradisionalnya.
4. 1. 3. Ludruk Sebagai Kesenian Tradisional Dianggap Kuno
Kesan kuno sering dialamatkan pada kesenian tradisional. Ringkasnya,
Tradisional identik dengan kuno. Hal tersebut berlaku pula pada kesenian ludruk.
Ludruk dianggap kuno oleh sebagian besar masyarakat. Bisa dilihat pada pemain
ludruk yang dalam aturan bakunya menggunakan pemain laki-laki semua. Meski
sebenarnya hal tersebut memiliki sejarahnya sendiri, tentunya masyarakat tidak mau
tau. Sejarah hanya digunakannya laki-laki dalam kesenian ludruk sebanarnya sangat
sederhana, sebagaimana yang telah dipaparkan Sonny (2007) bahwa dalam
pengembaraan seorang laki-laki bernama Gangsar, ia melihat seorang lelaki sedang
menggendong anaknya yang sedang menangis. Lelaki itu berpakaian perempuan, dan
ini dianggap Gangsar lucu dan menarik, sehingga dia terdorong menanyakan alasan
pemakaian baju perempuan tersebut. Menurut si lelaki, ia memakai baju perempuan
xxi
tersebut untuk mengelabui anaknya, untuk membuat anaknya merasa bahwa dia
digendong oleh ibunya. Menurut narasumber ini, peristiwa itulah yang menjadi asal
munculnya laki-laki yang berperan sebagai wanita dalam kesenian ludruk.
Sebenarnya hal tersebut merupakan alasan yang sangat sederhana.
Menggunakan pemain laki-laki, karena pada saat itu, laki-laki yang berpakaian
perempuan dianggap sebagai hal yang lucu dan tidak lazim. Namun, di era modern
seperti sekarang ini, hal tersebut mungkin tak dianggap lucu lagi. Untuk itulah
diperlukan ide-ide kreatif agar ludruk sebagai kesenian tradisional tetap diminati.
Menjaga kemurnian suatu tradisi memang penting. Hal tersebut bertujuan untuk
menjaga agar nilai-nilai yang terkandung dalam suatu kesenian itu tidak pudar. Namun,
apabila dalam perkembangannya suatu kesenian dibiarkan kaku tanpa ada
pembaharuan sama sekali, sudah dapat dipastikan bahwa kesenian itu akan
ditinggalkan. Karena zaman menuntut suatu hal yang baru.
4. 1. 4. Ludruk Sebagai Kesenian Tradisional Kurang Dinamis
Pemain ludruk selama ini cenderung diperankan oleh „kaum tua‟, sedangkan
„kaum muda‟ jarang terdengar gaungnya. Kalau dikembalikan kepada selera
masyarakat modern yang lebih menyukai hal-hal yang dianggap menarik, tentunya
penggunaan kebanyakan pemain tua tidak begitu menjual. Padahal nilai-nilai yang
terkandung dalam kesenian ludruk sendiri sangatlah banyak, sayang sekali apabila
kesenian ini kalah pamor dengan hiburan modern yang kering nilai tapi kemasannya
menarik. Selain itu, kalau pemain muda tidak digunakan, maka kesenian ini akan jauh
dari para pemuda sendiri, padahal pemuda adalah generasi penerus yang dapat tetap
membuat kesenian ini tetap eksis.
Sebagaimana pihak terkait di Taman Budaya Jawa Timur pernah menyebutkan
bahwa yang membuat ludruk ditinggalkan penggemarnya karena para pemainnya
kurang profesional, jalan ceriteranya monoton, alat musiknya tetap, dekorasinya
kurang menarik dan regenerasinya kurang begitu baik. Dengan koreksi semacam ini,
diharapkan ludruk mampu melakukan perbaikan agar tetap bisa bersaing dengan
bermacam-macam hiburan yang sedang berkembang.
Apalagi, bila dilihat dari segi fungsi, ludruk sebenarnya memiliki nilai lebih
dibandingkan hanya sekedar hiburan, cerita-cerita ludruk yang umumnya mengangkat
xxii
masalah kehidupan orang kecil sehari-hari harusnya membuat ludruk begitu dekat
dengan masyarakat, namun masyarakat kebanyakan justru lebih berminat pada hiburan
lain yang disajikan dalam televisi. Padahal, Pada jaman revolusi, ludruk bukan hanya
berfungsi sebagai sarana hiburan saja melainkan juga sarana komunikasi antara
pejuang bawah tanah dengan rakyat yang menyaksikannya. Ludruk sebagai sandiwara
secara realistis berani mengungkapkan keprihatinan masyarakat yang sedang terjajah.
Di samping itu, bentuk seni ini mengandung unsur-unsur yang mendorong perjuangan.
Sedangkan, Pada zaman Jepang kesenian ludruk berfungsi sebagai media kritik
terhadap pemerintah. Ini tampak terutama dalam ludruk Cak Durasim yang terkenal
dengan parikan “Pagupon omahe dara, melok Nippon tambah sengsara”. Dengan
parikan serupa itu Cak Durasim ternyata berhasil membangkitkan rasa tidak senang
rakyat terhadap Jepang. Cak Durasim akhirnya ditangkap dan meninggal dalam
tahanan Jepang. Pada zaman Republik Indonesia, seni ludruk masih hidup dan
berkembang sebagai kesenian rakyat tradisional yang berbentuk teater. Hanya saja,
kalau pada masa sebelumnya kesenian ini berfungsi sebagai penyalur kritik sosial,
pada masa yang kemudian fungsinya bergeser menjadi penyampai kebijaksanaan
pemerintah. Selain itu, ludruk juga digunakan sebagai media promosi barang dagangan
tertentu oleh Sponsor tertentu.
Melihat berbagai fungsi ludruk yang sangat berpengaruh baik dalam masa
penjajahan hingga Indonesia merdeka, tentu sangatlah tidak pantas bila kesenian
ludruk terlantar begitu saja. Ludruk memiliki nilai lebih dibandingkan kesenian lain
yang hanya bersifat menghibur. Namun, apabila tidak dikemas dengan menarik, maka
nilai-nilai luhur dari ludruk itu sendiri akan ikut terkubur bersamaan dengan kesenian
ludruk yang semakin menghilang. Perlu adanya pembaharuan agar ludruk bisa lebih
memasyarakat.
4. 1. 5. Minimnya Usaha Pelestarian Terhadap Kesenian Ludruk
Ajang Festival Ludruk Remaja (FLR) yang diselenggarankan oleh Pemerintah
Daerah Jawa Timur memang merupakan salah satu bentuk untuk melestarikan ludruk.
Namun, hal itu dirasa masih sangat kurang untuk memasyarakatkan ludruk. Karena
pesertanya hanya sebagian kecil dari masyarakat, ditambah lagi publikasi acara
tersebut yang mungkin juga tidak begitu di dengar gaungnya oleh masyarakat Jawa
xxiii
Timur sendiri. Bukan karena publikasi yang kurang, tapi masyarakat memang
cenderung tidak perduli. Karena perasaan memiliki saja sudah tidak ada.
Bentuk pelestarian kesenian ludruk juga dilakukan di TBJ (Taman Budaya
Jawa Timur), yakni dengan menggelar kesenian ludruk dan wayang kulit serta
kentrung secara berkala. Hal tersebut bertujuan agar jenis kesenian ini bisa
berkembang lagi seperti pada tahun 1980-an. Namun, hal itu juga kembali lagi pada
kemasan dari ludruk itu sendiri, seberapa menarikkah ludruk sehingga banyak
masyarakat bersedia berkunjung ke Taman Budaya Jawa Timur untuk sekedar
memperhatikan pementasan ludruk.
4. 2. Upaya menumbuhkan Sense of Belonging terhadap Budaya Lokal di
Kalangan Masyarakat Jawa Timur Melalui Ludruk ABG
4. 2. 1. Regenerasi Ludruk
Masyarakat modern selalu berorientasi terhadap perubahan. Hal yang berbau
tradisional atau tidak tersentuh teknologi menjadi hal yang membosankan. Regenerasi
adalah proses pergantian generasi tua kepada yang muda (peremajaan) dengan kata lain
ada sutu perubahan dalam proses regenerasi. Perubahan merupakan orientasi
masyarakat modern.
Suatu komunitas ludruk dapat membidik selera masyarakat sekarang yang lebih
menyukai sesuatu yang fresh dan dinamis. Pergantian pemain lama yaitu generasi tua
menjadi generasi muda termasuk langkah yang tepat untuk mencuri perhatian
masyarakat. Regenerasi pemain dapat dilakukan secara bertahap. Pergantian ini dapat
dilakukan dengan jalan merangkul generasi muda sutau komunitas ludruk itu sendiri.
Komunitas ludruk dapat melakukan regenerasi dengan menempatkan anak dari
pemain-pemain ludruk tersebut menjadi pemain ludruk bahkan pemain inti. Hal ini
dapat dilakukan karena anak-anak dari seniman ludruk yang begitu menjaga
kelestarian ludruk tentunya akan menanamkan rasa memiliki ( sense of belonging)
kesenian ludruk yang begitu kuat.
Aksi panggung sebuah komunitas ludruk yang di luar kebiasaan tersebut bila
didukung oleh promosi yang baik akan dapat menarik minat masyarakat. Ludruk ABG
artinya ludruk yang dimainkan oleh kaum muda khususnya remaja (ABG) adalah salah
satu jurus terjitu untuk menarik minat masyarakat untuk kembali menikmati ludruk.
xxiv
Sambutan masyarakat tentunya akan berbeda bila ada hal baru yang dikemas unik dan
menarik tanpa lepas dari kekhasan ludruk. Hal ini berkaitan dengan kultur masyarakat
sekarang yaitu terbuka pada ide dan hal yang baru.
Regenerasi ini juga bisa berimbas pada minat kaum muda untuk menonton
ludruk. Suatu komunitas akan tertarik pada suatu hal bila komunitas itu sendiri yang
mengisi. Artinya ludruk yang dimainkan oleh kaum muda akan membuat kaum muda
datang untuk menonton karena pemainnya adalah kaum muda. Kultur masyarakat
modern yang mudah meniru-niru atau mengikuti perkembangan keadaan sekitar dapat
dimanfaatkan. Bila suatu komunitas yang menjadi trend setter menyukai hal baru maka
akan banyak massa yang mengikutinya. Artinya, kaum muda yang telah menonton
dapat menjadi magnet bagi kaum muda yang lain untuk menonton. Hal yang begitu
menarik dan berbeda dari biasanya tentunya akan dapat menarik melekat kuat dan
menimbulkan suatu perasaan sayang. Bila hal pementasan ludruk sudah bisa menarik
minat maka bukan tidak mungkin masyarakat yang menonton akan kembali menonton
dan menonton sehingga timbul perasaan sayang bila melewatkan pementasan ludruk.
Dari sini bukan tidak mungkin timbul rasa empati yang merupakan bagian dari
perasaan memiliki akan sesuatu hal. Perasaan memiliki atau sense of belonging
seseorang dapat berimbas pada rasa ingin menjaga dan memelihara hal yang menjadi
miliknya dengan kata lain adalah melestarikan hal tersebut.
Regenerasi tidak hanya pada pemain saja tapi juga perangkat ludruk yang lain.
Selama hal itu tidak menghilangkan ciri khas atau pakem dari ludruk itu sendiri
tentunya hal tersebut tidak masalah.
4. 2. 2. Penerapan Luduk ABG di Kalangan Komunitas Ludruk Jawa Timur
Hal-hal membuat ludruk ditinggalkan penggemarnya karena para pemainnya
kurang profesional, jalan ceriteranya monoton, alat musiknya tetap, dekorasinya
kurang menarik dan regenerasinya kurang. Regenerasi juga berarti menggganti alat
yang sudah usang dan rusak. Artinya regenerasi tidak hanya pada pemain dari ludruk
itu sendiri tapi juga pernangkat yang lain. Ludruk ABG merupakan sutau regenerasi
ludruk yang sudah umum di masyarakat. Hal-hal yang menyebabkan ludruk kurang
diminati di era modern dapat disiasati dengan penerapan Ludruk ABG. Dengan adanya
xxv
Ludruk ABG yang merupakan regenerasi pada kesenian ludruk diharapkan akan
menumbuhkan Sense of Belonging akan kesenian ludruk pada masyarakat Jawa Timur.
Kalau masyarakat sudah merasa tidak memiliki, mana mungkin mau melestarikan.
Beberapa usaha yang perlu ditempuh untuk penerapan Ludruk ABG pada
kesenian ludruk antara lain:
1. Regenerasi Pemain
Sudah saatnya ludruk melirik para anak muda untuk menyemarakkan
pementasan ludruk sekaligus membuat ludruk disukai oleh kalangan muda. Pemain
muda pada saat ini cenderung diminati oleh semua kalangan, baik oleh kalangan tua
maupun muda. Oleh karena itu, regenerasi dianggap sebagai hal yang sangat
bermanfaat dalam usaha meningkatkan minat masyarakat Jawa Timur terhadap
kesenian ludruk. Regenerasi bisa dilakukan bertahap dengan jalan memasukkan
beberapa ABG sebagai pemain inti dalam pertunjukkan ludruk. Baru kemudian,
Ludruk ABG dapat berdiri sendiri dengan memasang kaum muda untuk mengisi semua
pernagkat ludruk. Tidak hanya pemain tapi juga pengiring musik, penari, tim dekorasi
panggung, bahkan sutradara dengan berguru pada para seniman ludruk yang
berdedikasi tinggi.. Penyebutan ludruk pun juga bisa diubah, yakni dengan
menyebutnya sebagai „LUDRUK ABG‟, sehingga bisa lebih menjual. Namun, perlu
diingat bahwa meskipun diimbuhi kata „ABG‟, nilai-nilai luhur dari ludruk harus tetap
dipertahankan.
2. Peremajaan Cerita
Dengan melihat cerita ludruk yang dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni:
1. Cerita pakem, yaitu cerita mengenai tokoh-tokoh terkemuka dari wilayah Jawa
Timur, seperti Cak Sakera dan Sarif Tambak Yoso.
2. Cerita fantasi, yaitu cerita karangan individu tertentu yang biasanya berkaitan
dengan kehidupan masyarakat sehari hari.
Maka, bisa disimpulkan bahwa cerita dalam ludruk tidak harus melulu pada cerita
masa lampau. Dengan demikian, peremajaan terhadap cerita ludruk sah-sah saja,
karena hal itu bertujuan agar cerita ludruk tidak monoton. Sesuai dengan regenerasi
pemain, dalam „LUDRUK ABG‟ cerita dapat disesuaikan menurut selera pasar. Cerita
xxvi
yang dipilh tetap harus menonjolkan kebudayaan kita namun harus ada pergantian
pemilihan cerita misalnya untuk satu pekan atau satu hari dipilih cerita yang tradisional
kemudian untuk hari yang lain cerita berlatar belakang kehidupan sehari-hari sesuai
dengan keadaan misalnya konflik kenaikan harga BBM di masyarakat.
3. Modifikasi Dekorasi
Selama ini, dekorasi ludruk amat terbatas. Diantaranya adalah dekorasi interior
rumah, alam pedesaan dan pegunungan, kuburan, dan resepsi perkawinan. Untuk
menjadikan ludruk lebih menarik, bisa dilakukan modifikasi pada dekorasi ludruk.
Modifikasi tersebut bisa dengan membuat dekorasi ludruk yang lebih simple sesuai
dengan era sekarang dan tentunya mengikuti alur cerita.
4. Profesionalisme Pemain
Profesionalisme pemain sangat diperlukan, mengingat sebuah pertunjukkan tak
akan berjalan sempurna apabila tidak didukung oleh pemain yang profesional. Dengan
meneladani para pemain yang profesional dan sudah berpengalaman para pemain dapat
menimba ilmu tentang seni peran dalam ludruk. Namun, untuk menciptakan minat
terhadap masyarakat untuk menonton ludruk, sebaiknya sang sutradara memilih
beberapa pemain terbaik untuk mamainkan ludruk ini yang dirasa pantas untuk
memainkan ludruk sehingga masyarakat berminat untuk menonton ludruk. Kalau perlu
suatu pementasan ludruk pada tempo waktu tertentu misalnya setahun sekali pada
Festival Seni Surabaya menampilkan artis ibukota terkenal sehingga dapat menarik
minat masyarakat untuk menonton.
xxvii
BAB V
PENUTUP
5.1. Simpulan
Simpulan yang dapat ditarik dari pembahasan tersebut adalah :
1. Penyebab tidak adanya Sense of Belonging masyarakat Jawa Timur terhadap
kesenian ludruk adalah:
Masuknya Hiburan Modern Yang Lebih Menarik Dibandingkan Ludruk
Selera Masyarakat Modern Terhadap Hiburan Berubah
Ludruk Sebagai Kesenian Tradisional Dianggap Kuno
Ludruk Sebagai Kesenian Tradisional Kurang Dinamis
Minimnya Usaha Pelestarian Terhadap Kesenian Ludruk
2. Upaya menumbuhkan Sense of Belonging terhadap Budaya Lokal di Kalangan
Masyarakat Jawa Timur adalah:
Perlu dilakukan regenerasi ludruk
Perlu diterapkannya Luduk ABG di Kalangan Komunitas Ludruk Jawa Timur,
hal tersebut dilakuakn melalui:
1. Regenerasi Pemain
2. Peremajaan Cerita
3. Modifikasi Dekorasi
4. Profesionalisme Pemain
5. 2. Rekomendasi
Berdasarkan keseluruhan pembahasan dalam karya tulis ini, dapat diberikan
beberapa rekomendasi, yaitu:
1. Perlu dilakukan regenerasi pada kesenian ludruk dengan mengembangkan
Ludruk ABG tanpa menghilangkan kekhasan kesenian ludruk.
2. Perlu adanya dukungan dari masyarakat dan pemerintah untuk menjaga
kelestarian kesenian ludruk.
3. Perlu adanya komitmen dari seluruh elemen Bangsa Indonesia untuk tetap
melestarikan kebudayaan lokal.
xxviii
DAFTAR PUSTAKA
1. www. Ki-demang.com. 2006. Ludruk. Diakses pada tanggal 2 Juni 2008.
2. id.wikipedia.org. 2008. Ludruk. Diakses pada tanggal 1 Juni 2008.
3. Utomo, Paring Waluyo .2008. Ludruk dan Identitas Budaya Rakyat.
parekita.wordpress.com. Diakses pada tanggal 4 Juni 2008.
4. Sonny, 2008. Ludruk Riwayatmu Kini. parekita.wordpress.com. Diakses pada
tanggal 4 Juni 2008.
5. Shadilly, Hasan dan John. 1990. An English-Indonesian Dictionary. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama.
6. Nursalam AR. 2006. Mengenang Ramadhan sebagai Madrasah Pengorbanan.
www.kotasantri.com. Diakses pada tanggal 5 Juni 2008.
7. Yutiariani. 2005. Teknologi Sebagai Produk Budaya. yutiariani.blogspot.com.
Diakses pada tanggal 5 Juni 2008.
8. Male Emporium. 2006. Kebebasan atau Kebablasan.
www.cyberman.cbn.net.id. Diakses pada tanggal 5 Juni 2008.
9. Kartasasmitha, Ginandjar. 1997. Karakteristik dan Struktur Masyarakat
Indonesia Modern. www.ginandjar.com, diakses pada tanggal 5 Juni 2008
10. www.d-infokom-jatim.go.id. 2007. Taman Budaya Jawa Timur Tiada Hari
Tanpa Seni Budaya. Diakses pada tanggal 4 Juni 2008
11. Malang Post. 2006. Kota Malang Berjaya di Festival Ludruk Remaja.
xxix
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama Nia Rahmawati
Tempat dan tanggal
lahir
Malang, 23 November 1988
Alamat JL. Lempung Perdana 3B/24 Sby
No HP 081357245663
Jurusan Teknik Kimia
Semester 2 (Dua)
PENDIDIKAN
1995 - 2001 SDN Tandes Kidul 1 Sby
2001- 2004 SMP Negeri 3 Sby
2004 - 2007 SMA Negeri 5 Sby
2007- Sekarang Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya
Jurusan Teknik Kimia - Fakultas Teknologi Industri
KARYA TULIS YANG PERNAH DIBUAT
Pemanfaatan Rami (Boehmeria nivea) sebagai bahan Baku Tekstil Dalam
Upaya Menanggulangi Ketergantungan Kapas Impor
Efektifitas Kebijakan Subsidi Pupuk Bagi Kelangsungan Pertanian di Indonesia
PRESTASI
Juara Harapan II ACI Praja 2004
Finalis Kompetisi Pemikiran Kritis Mahasiswa Tingkat Nasional Bidang Kesra
Tahun 2008
xxx
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama Winda Hayu Pratiwi
Tempat dan tanggal
lahir
Gresik, 9 Desember 1989
Alamat Jl. Pendidikan 01 KetapangLor Uj.Pangkah, Gresik
No HP 085232508076
Jurusan Teknik Kimia
Semester 2 (Dua)
PENDIDIKAN
1995 - 2001 SDN Ketapang Lor
2001- 2004 SMP Negeri 1 Sidayu
2004 - 2007 SMA Negeri 1 Gresik
2007- Sekarang Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya
Jurusan Teknik Kimia - Fakultas Teknologi Industri
KARYA TULIS YANG PERNAH DIBUAT
Pemanfaatan Rami (Boehmeria nivea) sebagai bahan Baku Tekstil Dalam
Upaya Menanggulangi Ketergantungan Kapas Impor
Efektifitas Kebijakan Subsidi Pupuk Bagi Kelangsungan Pertanian di Indonesia
PRESTASI
Finalis Kompetisi Pemikiran Kritis Mahasiswa Tingkat Nasional Bidang Kesra
Tahun 2008
xxxi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama Ayyu Fityatin Luthfi Hasyim
Tempat dan tanggal
lahir
Ngawi, 21 April 1987
Alamat Dsn. Nguluh Rt. 01 Rw. 15 Ds. Babadan Pangkur
NGAWI
No HP 085233576988
Jurusan Teknik Kimia
Semester 2 (Dua)
PENDIDIKAN
1994- 2000 MIN Babadan
2000 - 2003 SLTP Ma‟arif-1 Ponorogo
2003 - 2006 SMU Negeri 2 Madiun
2007- Sekarang Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya
Jurusan Teknik Kimia - Fakultas Teknologi Industri
KARYA TULIS YANG PERNAH DIBUAT
Hitam Putih Televisi dan Dampaknya bagi Remaja.
Pemanfaatan Rami (Boehmeria nivea) sebagai bahan Baku Tekstil Dalam
Upaya Menanggulangi Ketergantungan Kapas Impor
Efektifitas Kebijakan Subsidi Pupuk Bagi Kelangsungan Pertanian di Indonesia
PRESTASI
Juara III Lomba Menulis Cerpen Islami FOKSI Fak. Perikanan UNIBRAW
Juara I Lomba Menulis Cerpen Islami dalam Kegiatan Muslimah Day JMMI
ITS
Finalis Kompetisi Pemikiran Kritis Mahasiswa Tingkat Nasional Bidang Kesra
Tahun 2008