lp open fraktur tibia fibula

8
A. Pengertian Fraktur adalah patah tulang atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Smeltzer, 2002). Fraktur terbuka merupakan salah satu klasifikasi jenis fraktur. fraktur terbuka (compound) dalah fraktur yang menyebabkan robeknya kulit (Corwin, Elizabeth J. 2009). Secara klinis patah tulang terbuka dibagi menjadi tiga derajat/ grade (pusponegoro A.D.,2007), yaitu: Derajat I : terdapat luka tembus kecil seujung jarum, luka ini di dapat dari tusukkan fragmen-fragmen tulang dari dalam. Derajat II : luka lebih besar disertai dengan kerusakan kulit subkutis. Kadang-kadang ditemukan adanya benda-benda asing disekitar luka. Derajat III : luka lebih besar dibandingkan dengan luka pada derajat II. Kerusakan lebih hebat karena sampai mengenai tendon dan otot-otot saraf tepi. Jadi, Open fraktur tibia-fibula (cruris) adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang pada tulang tibia dan fibula. B. Etiologi 1. Trauma langsung Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang. Hal tersebut dapat mengakibatkan terjadinya fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat komuniti dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan. 2. Trauma tidak langsung Apabila trauma dihantarkan kedaerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, trauma tersebut disebut trauma tidak langsung. Misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh. (Arif Muttaqin, 2008, hal 70) Penyebab fraktur juga meliputi pukulan langsung, gaya remuk, gerakan punter mendadak, dan kontraksi otot ekstrim. fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari pada diabsorpsinya.

Upload: fauzi-ahmad

Post on 19-Nov-2015

262 views

Category:

Documents


39 download

DESCRIPTION

Read

TRANSCRIPT

  • A. PengertianFraktur adalah patah tulang atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang

    dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Smeltzer, 2002). Fraktur terbuka

    merupakan salah satu klasifikasi jenis fraktur. fraktur terbuka (compound) dalah

    fraktur yang menyebabkan robeknya kulit (Corwin, Elizabeth J. 2009). Secara klinis

    patah tulang terbuka dibagi menjadi tiga derajat/ grade (pusponegoro A.D.,2007),

    yaitu:

    Derajat I : terdapat luka tembus kecil seujung jarum, luka ini di dapat dari

    tusukkan fragmen-fragmen tulang dari dalam.

    Derajat II : luka lebih besar disertai dengan kerusakan kulit subkutis.

    Kadang-kadang ditemukan adanya benda-benda asing disekitar

    luka.

    Derajat III : luka lebih besar dibandingkan dengan luka pada derajat II.

    Kerusakan lebih hebat karena sampai mengenai tendon dan

    otot-otot saraf tepi.

    Jadi, Open fraktur tibia-fibula (cruris) adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang

    pada tulang tibia dan fibula.

    B. Etiologi1. Trauma langsung

    Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang. Hal tersebut

    dapat mengakibatkan terjadinya fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang

    terjadi biasanya bersifat komuniti dan jaringan lunak ikut mengalami

    kerusakan.

    2. Trauma tidak langsung

    Apabila trauma dihantarkan kedaerah yang lebih jauh dari daerah fraktur,

    trauma tersebut disebut trauma tidak langsung. Misalnya jatuh dengan tangan

    ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya

    jaringan lunak tetap utuh. (Arif Muttaqin, 2008, hal 70)

    Penyebab fraktur juga meliputi pukulan langsung, gaya remuk, gerakan punter

    mendadak, dan kontraksi otot ekstrim. fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang

    lebih besar dari pada diabsorpsinya.

  • C. PatofisiologiTrauma langsung dan trauma tidak langsung serta kondisi patologis pada

    tulang dapat menyebabkan fraktur pada tulang. Pemisahan tulang ke dalam beberapa

    fragmen tulang menyebabkan perubahan pada jaringan sekitar fraktur meliputi

    laserasi kulit akibat perlukaan dari fragmen tulang tersebut, Perlukaan kulit oleh

    fragmen tulang dapat menyebabkan terputusnya pembuluh darah vena dan arteri di

    area fraktur sehingga menimbulkan perdarahan. Perdarahan pada vena dan arteri

    yang dapat menimbulkan penurunan volume darah serta cairan yang mengalir pada

    pembuluh darah sehingga akan muncul komplikasi berupa syok hipovolemik jika

    perdarahan tidak segera dihentikan.

    Perubahan jaringan sekitar akibat fragmen tulang dapat menimbulkan

    deformitas pada area fraktur karena pergerakan dari fragmen tulang itu sendiri.

    Deformitas pada area ekstremitas maupun bagian tubuh yang lain menyebabkan

    seseorang memiliki keterbatasan untuk beraktivitas.

    Beberapa waktu setelah fraktur terjadi, otot-otot pada area fraktur akan

    melakukan mekanisme perlindungan pada area fraktur dengan melakukan spasme

    otot. Spasme otot merupakan bidai alamiah yang mencegah pergeseran fragmen

    tulang ke tingkat yang lebih parah. Perpindahan cairan intravaskuler ke interstitial

    yang berlangsung dalam beberapa waktu akan menimbulkan edema pada jaringan

    sekitar atau interstitial oleh karena penumpukan cairan.

    Diskontinuitas tulang yang merupakan kerusakan fragmen tulang

    meningkatkan tekanan sistem tulang yang melebihi tekanan kapiler dan tubuh

    melepaskan katekolamin sebagai mekanisme kompensasi stress. Katekolamin

    berperan dalam memobilisasi asam lemak dalam pembuluh darah sehingga

    asam-asam lemak tersebut bergabung dengan trombosit dan membentuk emboli

    dalam pembuluh darah sehingga menyumbat pembuluh darah dan mengganggu

    perfusi jaringan.

    D. Manifestasi KlinisTanda dan gejala fraktur adalah sebagai berikut (Lukman & Ningsih, 2011):

    1. Nyeri dan terus-menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang

    dimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur yang merupakan bentuk bidai

    alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen.

  • 2. Setelah terjadi fraktur, bagian yang fraktur tidak dapat digunakan dan cenderung

    bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap regid seperti

    normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan

    deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang dapat diketahui dengan

    membandingkan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan

    baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat

    melekatnya otot.

    3. Pada fraktur tulang panjang, terjadinya pemendekan tulang yang sebenarnya

    terjadi karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur

    4. Saat tempat fraktur di periksa teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus

    akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.

    Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit yang terjadi sebagai akibat

    trauma dan pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa terjadi setelah

    beberapa jam atau beberapa hari setelah cidera.

    E. KomplikasiBrunner dan Suddarth (2002; 2365) membagi komplikasi fraktur kedalam empat

    macam, antara lain:

    1. Syok hipovolemik atau traumatik yang terjadi karena perdarahan dan

    kehilangan cairan ekstra sel kejaringan yang rusak.

    2. Sindrome emboli lemak (terjadi dalam 24 sampai 72 jam setelah cedera).

    Berasal dari sumsum tulang karena perubahan tekanan dalam tulang yang

    fraktur mendorong molekul-molekul lemak dari sumsum tulang masuk ke

    sistem sirkulasi darah ataupun karena katekolamin yang dilepaskan oleh reaksi

    stres.

    3. Sindrom Kompartemen terjadi karena perfusi jaringan dalam otot kurang dari

    yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisa diakibatkan karena:

    a. Penurunan ukuran kompartemen otot karena fasia yang membungkus otot

    terlalu ketat atau gips atau balutan yang terlalu menjerat

    b. Peningkatan isi kompartemen otot karena edema.

    4. Tromboemboli, infeksi dan Koagulopati Intravaskuler Desiminata (KID)

  • F. Penatalaksanaan MedisMenurut Price, Sylvia Anderson, alih bahasa Peter Anugerah, (1994:1187), empat

    konsep dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur :

    1. Rekognisi, menangani diagnosis pada tempat kejadian kecelakaan dan

    kemudian dibawa ke rumah sakit.

    2. Reduksi, reposisi fragmen-fragmen fraktur semirip mungkin dengan keadaan

    letak normal, usaha-usaha tindakan manipulasi fragmen-fragmen tulang yang

    patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak asalnya.

    3. Retensi, menyatakan metoda-metoda yang dilaksanakan untuk menahan

    fragmen-fragmen tersebut selama penyembuhan.

    4. Rehabilitasi, dimulai segera setelah dan sesudah dilakukan bersamaan

    pengobatan fraktur, untuk menghindari atropi otot dan kontraktur sendi.

    Penatalaksanaan klien dengan fraktur dapat dilakukan dengan cara :

    1. Traksi

    Yaitu penggunaan kekuatan penarikan pada bagian tubuh dengan memberikan

    beban yang cukup untuk penarikan otot guna meminimalkan spasme otot,

    mengurangi dan mempertahankan kesejajaran tubuh, untuk memobilisasi

    fraktur dan mengurangi deformitas.

    2. Fiksasi interna

    Yaitu stabilisasi tulang yang patah yang telah direduksi dengan skrup, plate,

    paku dan pin logam dalam pembedahan yang dilaksanakan dengan teknik

    aseptik.

    3. Reduksi terbuka

    Yaitu melakukan kesejajaran tulang yang patah setelah terlebih dahulu

    dilakukan fiksasi dan pemanjangan tulang yang patah.

    4. Gips

    Adalah fiksasi eksterna yang sering dipakai terbuat dari plester ovaria, fiber dan

    plastik.

    G. Penatalaksanaan KeperawatanI. Pengkajian

    a). Identitas Klien

  • Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,

    status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no.

    register, tanggal MRS, diagnosa medis.

    b). Keluhan Utama

    Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri

    tersebut bisa akut atau kronik.

    c). Riwayat penyakit sekarang

    Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur,

    yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap

    klien.

    d). Riwayat penyakit dahulu

    Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan

    memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.

    e). Riwayat penyakit keluarga

    Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan

    salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes,

    osteoporosis.

    II. Pemeriksaan Fisik

    Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:

    (a) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis

    tergantung pada keadaan klien.

    (b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada

    kasus fraktur biasanya akut.

    (c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun

    bentuk.

    III. Diagnosa Keperawatan

    1. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang,

    cedera pada jaringan lunak, alat traksi/imobilisasi

    2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka

    neuromuskuler.

    3. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit dan terpajannya

    dengan lingkungan akibat fraktur terbuka, fiksasi pen eksternal.

  • 4. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi dan

    terpasangnya alat fiksasi.

    5. Risiko perubahan eliminasi : konstipasi berhubungan denganpenurunan

    motilitas usus

    6. Kerusakan pola istirahat dan tidur behubungan dengan nyeri

    7. Depisit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan pergerakan

    akibat fraktur.

    8. Resiko disfungsi Neurovaskuler berhubungan dengan cedera vaskuler

    9. Resiko pola nafas tidak efektif berhubungan dengan edema paru dan

    mobilisasi sekret tidak adekuat

    10. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi,

    prognosis dan kebutuhan pengobatan.

    IV. Perencanaan

    Diagnosa

    Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, cedera

    pada jaringan lunak, alat traksi/imobilisasi.

    Tujuan

    Klien menyatakan nyeri hilang, menunjukkan penggunaan ketrampilan

    relaksasi dan aktivitas terapeutik sesuai indikasi.

    Intervensi

    a. Kaji lokasi, intensitas, dan tipe nyeri. Gunakan skala peringkat nyeri.

    b. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring sampai

    fraktur berkurang.

    c. Pertahankan traksi yang diprogramkan dan alat-alat penyokong.

    d. Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena.

    e. Jelaskan prosedur sebelum memulai tindakan.

    f. Lakukan dan awasi latihan rentang gerak pasif/aktif.

    g. Ajarkan teknik relaksasi, contoh : distraksi, stimulasi kutaneus.

    h. Berikan alternatif tindakan kenyamanan, misal : ubah posisi.

    i. Kolaburasi pemberian analgesik.

  • LAPORAN PENDAHULUAN ASKEPOPEN FRAKTUR TIBIA FIBULA

    DI RUANG PERAWATAN ORTHOPEDI (Tulip I B)RSUD ULIN BANJARMASIN

    Ahmad Fauzi, S.Kep (14.NS.039)

    SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SARI MULIA BANJARMASIN

    PROGRAM STUDI PROFESI NERS2015

  • DAFTAR PUSTAKA

    Smeltzer, Brenda G. Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &Suddarth. Edisi 8. Volume 3. Jakarta: EGC.

    Suratun, dkk. (2008). Klien Gangguan System Musculoskeletal: Seri AsuhanKeperawatan. Jakarta: EGC

    Corwin, Elizabeth J. (2009). Buku Saku Patofisiologi, Ed. 3. Jakarta: EGC

    Ignatavicius, Donna D, Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach, W.B.Saunder Company, 1995

    Keliat, Budi Anna, Proses Perawatan, EGC, Jakarta, 1994.

    Reksoprodjo, Soelarto, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah FKUI/RSCM, Binarupa Aksara,Jakarta, 1995

    Donges Marilynn, E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta. EGC