lp hipertiroid
TRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN HIPERTIROID
Disusun Oleh:
Sartika Alvianita I
P27220010 114
DIII BERLANJUT DIV KEPERAWATAN KRITIS
POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA
2012
HIPERTIROID
A. Pengertian
Hipertiroid dalam hal prevalensi merupakan penyakit endokrin yang
menempati urutan kedua setelah Diabetes Mellitus, yang merupakan kesatuan
penyakit dengan batasan yang jelas, dan penyakit Graves menjadi penyebab
utamanya (Brunner dan Suddarth, 2002).
Hipertiroid dikenal juga sebagai tirotoksitosis, yang dapat di definisikan
sebagai respons jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid
yang berlebihan (Sylvia A. Price, 2006). Hipertiroid adalah suatu
ketidakseimbangan metabolik yang merupakan akibat dari produksi hormon
tiroid yang berlebihan (Dongoes E, Marilynn , 2000 hal 708).
Hipertiroid adalah respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh
metabolik hormon tiroid yang berlebihan. Bentuk yang umum dari masalah ini
adalah penyakit graves, sedangkan bentuk yang lain adalah toksik adenoma,
tumor kelenjar hipofisis yang menimbulkan sekresi TSH meningkat, tiroditis
subkutan dan berbagai bentuk kanker tiroid (Arief mansjoer, 1999).
B. Anatomi Fisiologi
Mekanisme yang berjalan
di dalam tubuh manusia tersebut
diatur oleh dua sistem pengatur
utama, yaitu: sistem saraf dan
sistem hormonal atau sistem
endokrin (Guyton & Hall:
1159). Pada umumnya, sistem
saraf ini mengatur aktivitas
tubuh yang cepat, misalnya
kontraksi otot, perubahan viseral
yang berlangsung dengan cepat,
dan bahkan juga kecepatan sekresi beberapa kelenjar endokrin (Guyton &
Hall: 703).
Sedangkan, sistem hormonal terutama berkaitan dengan pengaturan
berbagai fungsi metabolisme tubuh, seperti pengaturan kecepatan rekasi kimia
di dalam sel atau pengangkutan bahan-bahan melewati membran sel atau
aspek lain dari metabolisme sel seperti pertumbuhan dan sekresi (Guyton &
Hall:1159). Hormon tersebut dikeluarkan oleh sistem kelenjar atau struktur
lain yang disebut sistem endokrin.
Salah satu kelenjar yang mensekresi hormon yang sangat berperan dalam
metabolisme tubuh manusia adalah kelenjar tiroid. Dalam pembentukan
hormon tiroid tersebut dibutuhkan persediaan unsur yodium yang cukup dan
berkesinambungan. Penurunan total sekresi tiroid biasanya menyebabkan
penurunan kecepatan metabolisme basal kira-kira 40 sampai 50 persen di
bawah normal, dan bila kelebihan sekresi hormon tiroid sangat hebat dapat
menyebabkan naiknya kecepatan metabolisme basal sampai setinggi 60
sampai 100 persen di atas normal (Guyton & Hall: 1187). Keadaan ini dapat
timbul secara spontan maupun sebagai akibat pemasukan hormon tiroid yang
berlebihan (Price & Wilson:337-338).
Tiroksin dan triiodotironin berfungsi meningkatkan kecepatan reaksi
kimia dalam hampir semua sel tubuh, jadi meningkatkan tingkat metabolisme
tubuh umum. Kalsitonin berfungsi memacu pengendapan kalsium di dalam
tulang sehingga menurunkan konsentrasi tingkat metabolisme tubuh umum.
Fungsi Hormon-hormon tiroid yang lain:
‐ Memegang peranan penting dalam peetumbuhan fetus khususnya
pertumbuhan saraf dan tulang
‐ Mempertahankan sekresi GH dan gonadotropin
‐ Efek kronotropik dan inotropik terhadap jantung yaitu menambah
kekuatan kontraksi otot dan menambah irama jantung
‐ Merangsang pembentukan sel darah merah
‐ Mempengaruhi kekuatan dan ritme pernafasan sebagai kompensasi tubuh
terhadap kebutuhan oksigen akibat metabolism.
‐ Bereaksi sebagai antagonis kalsium.
C. Etiologi
D. Manifestasi Klinik
E. Patofisiologi
F. Komlikasi
Komplikasi hipertiroidisme yang dapat mengancam nyawa adalah krisis
tirotoksik (thyroid storm). Hal ini dapat berkembang secara spontan pada
pasien hipertiroid yang menjalani terapi, selama pembedahan kelenjar tiroid,
atau terjadi pada pasien hipertiroid yang tidak terdiagnosis. Akibatnya adalah
pelepasan Tiroid Hormon dalam jumlah yang sangat besar yang menyebabkan
takikardia, agitasi, tremor, hipertermi, dan apabila tidak diobati dapat
menyebabkan kematian.
Komplikasi lainnya adalah penyakit jantung hipertiroid, oftalmopati
Graves, dermopati Graves, infeksi karena agranulositosis pada pengobatan
dengan obat antitiroid. Hipertiroid yang terjadi pada anak-anak juga dapat
menyebabkan gangguan pertumbuhan. Komplikasi lainnya pada penderita
hipertiroid yaitu :
1. Gagal ginjal kronis
2. Fraktur
3. Krisis tiroid
(Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal. 1319)
G. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon
tiroid yang berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau
merusak jaringan tiroid (yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal).
1. Obat-obatan anti tiroid (OAT)
Obat antitiroid dianjurkan sebagai terapi awal untuk toksikosis pada
semua pasien dengan grave disease serta digunakan selama 1-2 tahun dan
kemudian dikurangi secara perlahan-lahan. Indikasi pemberian OAT
adalah :
‐ Sebagai terapi yang bertujuan memperpanjang remisi atau
mendapatkan remisi yang menetap, pada pasien – pasien muda dengan
struma ringan sampai sedang dan tirotoksikosis.
‐ Sebagai obat untuk kontrol tirotoksikosis pada fase sebelum
pengobatan, atau sesudah pengobatan pada pasien yang mendapat
yodium radioaktif.
‐ Sebagai persiapan untuk tiroidektomi.
‐ Untuk pengobatan pada pasien hamil.
‐ Pasien dengan krisis tiroid.
Adapun obat-obat yang temasuk obat antitiroid adalah Propiltiourasil,
Methimazole, Karbimazol.
a. Propiltiourasil (PTU)
Mekanisme Obat : menghambat sintesis hormon tiroid dengan
menghambat oksidasi dari iodin dan menghambat sintesis tiroksin dan
triodothyronin. (Lacy, et al, 2006)
b. Methimazole
c. Karbimazole
d. Tiamazole
2. Pengobatan dengan Yodium Radioaktif
Dianjurkan sebagai terapi definitif pada pasien usia lanjut. Indikasi :
‐ Pasien umur 35 tahun atau lebih
‐ Hipertiroidisme yang kambuh sesudah pemberian dioperasi
‐ Gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid
‐ Adenoma toksik, goiter multinodular toksik
3. Pembedahan Tiroidektomi
Tiroidektomi subtotal efektif untuk terapi hipertiroidisme tetapi
disertai dengan beberapa komplikasi potensial, termasuk cedera pada
nervus laringeus rekurens dan hipoparatiroidisme.
Indikasi :
‐ Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons terhadap
obat antitiroid.
‐ Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid
dosis besar
‐ Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yodium
radioaktif
‐ Adenoma toksik atau struma multinodular toksik
‐ Pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul
4. Obat-obatan lain (Antagonis adrenergik-beta)
Digunakan untuk mengendalikan tanda-tanda dan gejala
hipermetabolik (takikardi, tremor, palpitasi). Antagonis-beta yang paling
sering digunakan adalah propranolol, yang biasanya diberikan secara oral
dengan dosis 80-180 mg per hari dalam 3-4 dosis terbagi.
5. Non-Farmakologi
‐ Diet yang diberikan harus tinggi kalori 2600-3000 kalori perhari.
‐ Konsumsi protein yang tinggi yaitu 100-125 gr (2,5 gr/kgBB) per hari
seperti susu dan telur.
‐ Olahraga secara teratur.
‐ Mengurangi rokok, alcohol dan kafein yang dapat meningkatkan
metabolism (Brunner dan Suddarth, 2002).
H. Pemeriksaan Penunjang
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Konsep asuhan keperawatan pada klien hipertiroidisme yang dikutip dari
Doenges (2000):
1. Aktivitas atau istirahat
Gejala : Imsomnia, sensitivitas meningkat, otot lemah, gangguan
koordinasi, Kelelahan berat.
Tanda : Atrofi otot.
2. Sirkulasi
Gejala : Palpitasi, nyeri dada (angina).
Tanda : Distritmia (vibrilasi atrium), irama gallop, murmur,
peningkatan tekanan darah dengan tekanan nada yang berat. Takikardia
saat istirahat. Sirkulasi kolaps, syok (krisis tirotoksikosis).
3. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria, nocturia), rasa nyeri /
terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), infeksi saluran kemih
berulang, nyeri tekan abdomen, diare, urine encer, pucat, kuning, poliuria
(dapat berkembang menjadi oliguria atau anuria jika terjadi hipovolemia
berat), urine berkabut, bau busuk (infeksi), bising usus lemah dan
menurun, hiperaktif (diare).
4. Integritas ego
Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial
yang berhubungan dengan kondisi.
Tanda : Ansietas peka rangsang.
5. Makanan / Cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual atau muntah. Tidak mengikuti diet :
peningkatan masukan glukosa atau karbohidrat, penurunan berat badan
lebih dari periode beberapa hari/minggu, haus, penggunaan diuretik
(tiazid).
Tanda : Kulit kering atau bersisik, muntah, pembesaran thyroid
(peningkatan kebutuhan metabolisme dengan pengingkatan gula darah),
bau halitosis atau manis, bau buah (napas aseton).
6. Neurosensori
Gejala : Pusing atau pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan
pada otot parasetia, gangguan penglihatan.
Tanda : Disorientasi, mengantuk, lethargi, stupor atau koma (tahap lanjut),
gangguan memori (baru masa lalu) kacau mental. Refleks tendon dalam
(RTD menurun; koma). Aktivitas kejang (tahap lanjut dari DKA).
7. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang atau nyeri (sedang/berat), wajah meringis
dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati.
8. Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum purulen
(tergantung adanya infeksi atau tidak).
Tanda : Sesak napas, batuk dengan atau tanpa sputum purulen
(infeksi), frekuensi pernapasan meningkat.
9. Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Tanda : Demam, diaforesis, kulit rusak, lesi atau ulserasi,
menurunnya kekuatan umum/rentang gerak, parastesia atau paralysis otot
termasuk otot-otot pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup
tajam).
10. Seksualitas
Gejala : Rabas wanita (cenderung infeksi), masalah impotent pada pria ;
kesulitan orgasme pada wanita.
Tanda : Glukosa darah : meningkat 100-200 mg/ dl atau lebih. Aseton
plasma : positif secara menjolok. Asam lemak bebas : kadar lipid dengan
kolosterol meningkat.
B. Diagnosa
C. Intervensi
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilyn E, dkk. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, 3 th ed. Jakarta : EGC.
Long C. Barbara. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Jilid 3. Bandung. Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran.
Price, Sylvia A, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed. 4. Jakarta : EGC. 1995.
Smeltzer C. Suzanne, Suddart, & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Guyton, Arthur C. & John E. Hall, 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 9, Editor: Irawati Setiawan, EGC, Jakarta.
Price,SA and wilson,LM.2005.Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit,vol 2.Jakarta:EGC