lp ca paru
DESCRIPTION
LP CA PARUTRANSCRIPT
-
1
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN KEMOTERAPI KANKER PARU
DI RUANG TULIP RSUP DR SARDJITO YOGYAKARTA
Tugas Mandiri
Stase Keperawatan Medikal Bedah Tahap Profesi
Program Studi Ilmu Keperawatan
Disusun Oleh:
Ristia Anggarini
13/ 359170/KU/16493
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UGM
YOGYAKARTA
2014
-
2
KEMOTERAPI
A. Definisi Kemoterapi Kemoterapi adalah segolongan obat-obatan yang dapat menghambat pertumbuhan
kanker atau bahkan membunuh sel kanker.
Obat-obat anti kaker ini dapat digunakan sebagai terapi tunggal (active single agents),
tetapi kebanyakan berupa kombinasi karena dapat lebih meningkatkan potensi sitotoksik
terhadap sel kanker. Selain itu sel-sel yang resisten terhadap salah satu obat mungkin
sensitif terhadap obat lainnya. Dosis obat sitostatika dapat dikurangi sehingga efek
samping menurun.
B. Tujuan Kemoterapi Tujuan kemoterapi adalah untuk menyembuhkan pasien dari penyakit tumor
ganasnya. Kemoterapi bisa digunakan untuk mengatasi tumor secara lokal dan juga
untuk mengatasi sel tumor apabila ada metastasis jauh. Secara lokal dimana vaskularisasi
jaringan tumor yang masih baik, akan lebih sensitif menerima kemoterapi sebagai
antineoplastik agen. Dan karsinoma sel skuamosa biasanya sangat sensitif terhadap
kemoterapi ini.
C. Mekanisme Cara Kerja Kemoterapi Kebanyakan obat anti neoplasma yang secara klinis bermanfaat, agaknya bekerja
dengan menghambat sintesis enzim maupun bahan esensial untuk sintesis dan atau fungsi
asam nukleat. Berdasarkan mekanisme cara kerja obat , zat yang berguna pada tumor
kepala leher dibagi sebagai berikut :
1. Antimetabolit, Obat ini menghambat biosintesis purin atau pirimidin. Sebagai contoh
MTX, menghambat pembentukan folat tereduksi, yang dibutuhkan untuk sintesis
timidin.
2. Obat yang mengganggu struktur atau fungsi molekul DNA. Zat pengalkil seperti CTX
( Cyclophosphamide) mengubah struktur DNA, dengan demikian menahan replikasi
sel. Di lain pihak, antibiotika seperti dactinomycin dan doxorubicin mengikat dan
menyelip diantara rangkaian nukleotid molekul DNA dan dengan demikian
menghambat produksi mRNA.
3. Inhibitor mitosis seperti alkaloid vinka contohnya vincristine dan vinblastine,
menahan pembelahan sel dengan mengganggu filamen mikro pada kumparan mitosis.
-
3
D. Cara Pemberian Kemoterapi Secara umum kemoterapi bisa digunakan dengan 4 cara kerja yaitu :
1. Sebagai neoadjuvan yaitu pemberian kemoterapi mendahului pembedahan dan
radiasi.
2. Sebagai terapi kombinasi yaitu kemoterapi diberikan bersamaan dengan radiasi pada
kasus karsinoma stadium lanjut.
3. Sebagai terapi adjuvan yaitu sebagai terapi tambahan paska pembedahan dan atau
radiasi
4. Sebagai terapi utama yaitu digunakan tanpa radiasi dan pembedahan terutama pada
kasus kasus stadium lanjut dan pada kasus kanker jenis hematologi (leukemia dan
limfoma).
Menurut prioritas indikasinya terapi terapi kanker dapat dibagi menjadi dua yaitu
terapi utama dan terapi adjuvan (tambahan/ komplementer/ profilaksis). Terapi utama
dapat diberikan secara mandiri, namun terapi adjuvan tidak dapat mandiri, artinya terapi
adjuvan tersebut harus meyertai terapi utamanya. Tujuannya adalah membantu terapi
utama agar hasilnya lebih sempurna.
Terapi adjuvan tidak dapat diberikan begitu saja tetapi memiliki indikasi yaitu bila
setelah mendapat terapi utamanya yang maksimal ternyata.
- kankernya masih ada, dimana biopsi masih positif
- kemungkinan besar kankernya masih ada, meskipun tidak ada bukti secara
makroskopis.
- pada tumor dengan derajat keganasan tinggi ( oleh karena tingginya resiko
kekambuhan dan metastasis jauh).
Berdasarkan saat pemberiannya kemoterapi adjuvan pada tumor ganas kepala leher
dibagi menjadi.
1. neoadjuvant atau induction chemotherapy
2. concurrent, simultaneous atau concomitant chemoradiotherapy
3. post definitive chemotherapy.
E. Efek Samping Kemoterapi Agen kemoterapi tidak hanya menyerang sel tumor tapi juga sel normal yang
membelah secara cepat seperti sel rambut, sumsum tulang dan Sel pada traktus gastro
intestinal. Akibat yang timbul bisa berupa perdarahan, depresi sum-sum tulang yang
memudahkan terjadinya infeksi. Pada traktus gastro intestinal bisa terjadi mual, muntah
-
4
anoreksia dan ulserasi saluran cerna. Sedangkan pada sel rambut mengakibatkan
kerontokan rambut.13 Jaringan tubuh normal yang cepat proliferasi misalnya sum-
sum tulang, folikel rambut, mukosa saluran pencernaan mudah terkena efek obat
sitostatika. Untungnya sel kanker menjalani siklus lebih lama dari sel normal, sehingga
dapat lebih lama dipengaruhi oleh sitostatika dan sel normal lebih cepat pulih dari pada
sel kanker.
Efek samping yang muncul pada jangka panjang adalah toksisitas terhadap jantung,
yang dapat dievaluasi dengan EKG dan toksisitas pada paru berupa kronik fibrosis pada
paru. Toksisitas pada hepar dan ginjal lebih sering terjadi dan sebaiknya dievalusi fungsi
faal hepar dan faal ginjalnya. Kelainan neurologi juga merupakan salah satu efek
samping pemberian kemoterapi.
Untuk menghindari efek samping intolerable, dimana penderita menjadi tambah sakit
sebaiknya dosis obat dihitung secara cermat berdasarkan luas permukaan tubuh (m2)
atau kadang-kadang menggunakan ukuran berat badan (kg). Selain itu faktor yang perlu
diperhatikan adalah keadaan biologik penderita. Untuk menentukan keadaan biologik
yang perlu diperhatikan adalah keadaan umum (kurus sekali, tampak kesakitan, lemah
sadar baik, koma, asites, sesak, dll), status penampilan (skala karnofsky, skala ECOG),
status gizi, status hematologis, faal ginjal, faal hati, kondisi jantung, paru dan lain
sebagainya.
Penderita yang tergolong good risk dapat diberikan dosis yang relatif tinggi, pada
poor risk (apabila didapatkan gangguan berat pada faal organ penting) maka dosis obat
harus dikurangi, atau diberikan obat lain yang efek samping terhadap organ tersebut
lebih minimal. Efek Samping secara spesifik untuk masing-masing obat dapat dilihat
pada lampiran 2.
Efek samping kemoterapi dipengaruhi oleh :
1. Masing-masing agen memiliki toksisitas yang spesifik terhadap organ tubuh tertentu.
(lampiran 2)
2. Dosis.
3. Jadwal pemberian.
4. Cara pemberian (iv, im, peroral, per drip infus).
5. Faktor individual pasien yang memiliki kecenderungan efek toksisitas pada organ
tertentu.
-
5
F. Persyaratan Pasien yang Layak diberi Kemoterapi Pasien dengan keganasan memiki kondisi dan kelemahan kelemahan, yang apabila
diberikan kemoterapi dapat terjadi untolerable side effect. Sebelum memberikan
kemoterapi perlu pertimbangan sbb.
1. Menggunakan kriteria Eastern Cooperative Oncology Group (ECOG) yaitu status
penampilan =3000/ml
3. Jumlah trombosit>=120.0000/ul
4. Cadangan sumsum tulang masih adekuat misal Hb > 10
5. Creatinin Clearence diatas 60 ml/menit (dalam 24 jam) (Tes Faal Ginjal)
6. Bilirubin
-
6
KANKER PARU
A. Pengertian Menurut Hood Alsagaff, dkk. 1993, karsinoma bronkogenik adalah tumor ganas paru
primer yang berasal dari saluran napas. Sedangkan menurut Susan Wilson dan June
Thompson, 1990, kanker paru adalah suatu pertumbuhan yang tidak terkontrol dari sel
anaplastik dalam paru. Kanker paru merupakan abnormalitas dari sel sel yang
mengalami proliferasi dalam paru (Underwood, Patologi, 2000).
B. Etiologi Seperti kanker pada umumnya, etiologi yang pasti dari karsinoma bronkogenik masih
belum diketahui, namun diperkirakan bahwa inhalasi jangka panjang dari bahan
karsinogenik merupakan faktor utama, tanpa mengesampingkan kemungkinan peranan
predisposisi hubungan keluarga ataupun suku bangsa/ ras serta status immunologis.
Bahan inhalasi karsinogenik yang banyak disorot adalah rokok. Selain itu beberapa
factor yang dimungkinkan dapat ikut berperan dalam peningkatan angka kejadian kanker
paru antara lain: asap dari pabrik/ industri yang mengandung asbestos, bahan radioaktif,
uranium; penyakit TB paru, serta factor lingkungan lainnya.
C. Patofisiologi Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan cilia
hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya
pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila
lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang
pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus
vertebra.
Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi
ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di bagian
distal. Gejala gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan
dingin.Wheezing unilateral dapat terdengan pada auskultasi. Pada stadium lanjut,
penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati.
Kanker paru dapat bermetastase ke struktur struktur terdekat seperti kelenjar limfe,
dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka.
D. Manifestasi klinik 1. Gejala awal.
Stridor lokal dan dispnea ringan yang mungkin disebabkan oleh obstruksi bronkus.
-
7
2. Gejala umum.
a. Batuk
Kemungkinan akibat iritasi yang disebabkan oleh massa tumor. Batuk mulai
sebagai batuk kering tanpa membentuk sputum, tetapi berkembang sampai titik
dimana dibentuk sputum yang kental dan purulen dalam berespon terhadap
infeksi sekunder.
b. Hemoptisis
Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan tumor yang mengalami
ulserasi.
c. Anoreksia, lelah, berkurangnya berat badan.
E. Komplikasi 1. Efusi pleura
2. Sindroma vena superior
3. Sidrom penekanan tulang belakang
F. Klasifikasi Klasifikasi menurut WHO untuk Neoplasma Pleura dan Paru paru (1977) :
1. Karsinoma Bronkogenik. a. Karsinoma epidermoid (skuamosa)
Kanker ini berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel termasuk
metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka panjang, secara khas
mendahului timbulnya tumor. Terletak sentral sekitar hilus, dan menonjol
kedalam bronki besar. Diameter tumor jarang melampaui beberapa centimeter
dan cenderung menyebar langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada
dan mediastinum.
b. Karsinoma sel kecil (termasuk sel oat)
Biasanya terletak ditengah disekitar percabangan utama bronki.Tumor ini timbul
dari sel sel Kulchitsky, komponen normal dari epitel bronkus. Terbentuk dari
sel sel kecil dengan inti hiperkromatik pekat dan sitoplasma sedikit. Metastasis
dini ke mediastinum dan kelenjar limfe hilus, demikian pula dengan penyebaran
hematogen ke organ organ distal.
c. Adenokarsinoma (termasuk karsinoma sel alveolar)
Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat mengandung
mukus. Kebanyakan timbul di bagian perifer segmen bronkus dan kadang
-
8
kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut local pada paru paru dan fibrosis
interstisial kronik. Lesi seringkali meluas melalui pembuluh darah dan limfe
pada stadium dini, dan secara klinis tetap tidak menunjukkan gejala gejala
sampai terjadinya metastasis yang jauh.
d. Karsinoma sel besar
Merupakan sel sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan
sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam macam. Sel sel ini
cenderung untuk timbul pada jaringan paru - paru perifer, tumbuh cepat dengan
penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat tempat yang jauh.
e. Gabungan adenokarsinoma dan epidermoid.
2. Tumor karsinoid (adenoma bronkus).
3. Tumor kelenjar bronchial.
4. Tumor papilaris dari epitel permukaan.
G. Tingkatan Kanker Paru Tingkatan (staging) kanker paru ditentukan oleh tumor (T), keterlibatan kelenjar getah
bening (N) dan penyebaran jauh (M). Beberapa pemeriksaan tambahan harus dilakukan
dokter spesialis paru untuk menentukan staging penyakit. Pada pertemuan pertama akan
dilakukan foto toraks (foto polos dada). Jika pasien membawa foto yang telah lebih dari
1 minggu pada umumnya akan dibuat foto yang baru. Foto toraks hanya dapat
metentukan lokasi tumor, ukuran tumor, dan ada tidaknya cairan. Foto toraks belum
dapat dirasakan cukup karena tidak dapat menentukan keterlibatan kelenjar getah bening
dan metastasis luar paru.
Pada beberapa kondisi misalnya volume cairan yang banyak, paru kolaps, bagian luas
yang menutup tumor, dapat memungkinakan pada foto, tidak terlihat. Sama seperti
pencarian jenis histologis kanker, pemeriksaan untuk menetukan staging juga tidak harus
sama pada semua pasien tetapi masing masing pasien mempunyai prioritas pemeriksaan
yang berbeda yang harus segera dilakukan dan tergantung kondisinya pada saat datang.
Staging kanker paru dibagi berdasarkan jenis histologis kanker paru, apakah SLCC
atau NSLCC. Tahapan ini penting untuk menentukan pilihan terapi yang harus segera
diberikan pada pasien. Staging berdasarkan ukuran dan lokasi : tumor primer, keterlibatan
organ dalam dada/dinding dada (T), penyebaran kelenjar getah bening (N), atau
penyebaran jauh (M).
-
9
Tahapan perkembangan kanker paru dibedakan menjadi 2, yaitu :
1. Tahap Kanker Paru Jenis Karsinoma Sel Kecil (SLCC)
Tahap terbatas, yaitu kanker yang hanya ditemukan pada satu bagian paru-paru saja dan pada jaringan disekitarnya.
Tahap ekstensif, yaitu kanker yang ditemukan pada jaringan dada di luar paru-paru tempat asalnya, atau kanker ditemukan pada organ-organ tubuh
yang jauh.
2. Tahap Kanker Paru Jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil (NSLCC)
Tahap tersembunyi, merupakan tahap ditemukannya sel kanker pada dahak (sputum) pasien di dalam sampel air saat bronkoskopi, tetapi tidak terlihat
adanya tumor di paru-paru.
Stadium 0, merupakan tahap ditemukannya sel-sel kanker hanya pada lapisan terdalam paru-paru dan tidak bersifat invasif.
Stadium I, merupakan tahap kanker yang hanya ditemukan pada paru-paru dan belum menyebar ke kelenjar getah bening sekitarnya.
Stadium II, merupakan tahap kanker yang ditemukan pada paru-paru dan kelenjar getah bening di dekatnya.
Stadium III, merupakan tahap kanker yang telah menyebar ke daerah di sekitarnya, seperti dinding dada, diafragma, pembuluh besar atau kelenjar
getah bening di sisi yang sama atau pun sisi berlawanan dari tumor tersebut.
Stadium IV, merupakan tahap kanker yang ditemukan lebih dari satu lobus paru-paru yang sama, atau di paru-paru yang lain. Sel-sel kanker telah
menyebar juga ke organ tubuh lainnya, misalnya ke otak, kelenjar adrenalin,
hati, dan tulang.
H. Pemeriksaan Diagnostik 1. Radiologi
a. Foto thorax posterior anterior (PA) dan leteral serta Tomografi dada.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker
paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat menyatakan massa
udara pada bagian hilus, effuse pleural, atelektasis erosi tulang rusuk atau
vertebra.
b. Bronkhografi.
Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
-
10
2. Laboratorium.
a. Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).
Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.
b. Pemeriksaan fungsi paru dan GDA
Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan ventilasi.
c. Tes kulit, jumlah absolute limfosit.
Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada kanker
paru).
3. Histopatologi.
a. Bronkoskopi. Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan
sitologi lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).
b. Biopsi Trans Torakal (TTB).
Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan ukuran < 2
cm, sensitivitasnya mencapai 90 95 %.
c. Torakoskopi
Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara
torakoskopi.
d. Mediastinosopi
Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang terlibat.
e. Torakotomi
Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam macam
prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor.
4. Pencitraan
a. CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura.
b. MRI, untuk menunjukkan keadaan mediastinum.
I. Penatalaksanaan Tujuan pengobatan kanker dapat berupa :
1. Kuratif
Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup klien.
2. Paliatif
Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
3. Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal
Mengurangi dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun
keluarga.
-
11
4. Suportif
Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal sepertia pemberian nutrisi,
tranfusi darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti infeksi. (Ilmu Penyakit
Dalam, 2001 dan Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 2000).
Penatalaksanaan klien dengan kanker paru adalah:
1. Pembedahan.
Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain, untuk
mengangkat semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan sebanyak
mungkin fungsi paru paru yang tidak terkena kanker.
a. Toraktomi eksplorasi
Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks khususnya
karsinoma, untuk melakukan biopsi.
b. Pneumonektomi pengangkatan paru
Karsinoma bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak semua lesi bisa
diangkat.
c. Lobektomi (pengangkatan lobus paru)
Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis bleb atau
bula emfisematosa, abses paru, infeksi jamur dan tumor jinak tuberkulosis.
d. Resesi segmental
Merupakan pengankatan satau atau lebih segmen paru.
e. Resesi baji.
Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau penyakit peradangan
yang terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari permukaan paru paru
berbentuk baji (potongan es).
f. Dekortikasi
Merupakan pengangkatan bahan bahan fibrin dari pleura viscelaris.
2. Radiasi
Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif dan
bisa juga sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan komplikasi, seperti
mengurangi efek obstruksi/ penekanan terhadap pembuluh darah/ bronkus.
-
12
3. Kemoterapi Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor, untuk menangani
pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasi luas serta untuk melengkapi
bedah atau terapi radiasi.
J. Diagnosa Keperawatan 1. Pengkajian
a. Aktivitas/istirahat: Kelemahan, ketidakmampuan, mempertahankan kebiasaan rutin,
dispnoe karena aktivitas , kelesuan biasanya tahap lanjut.
b. Sirkulasi Peningkatan Vena Jugularis, Bunyi jantung: gesekan perikordial
(menunjukkan efusi ), takikardia, disritmia.
c. Integritas Ego: Ansietas, takut akan kematian, menolak kondisi yang berat, gelisah,
insomnia, pertanyan yang diulang-ulang
d. Eliminasi: Diare yang hilang timbul (ketidakseimbangan hormonal), peningkatan
frekuensi/jumlah urine.
e. Makanan/cairan : Penurunan Berat badan, nafsu makan buruk, penurunan masukan
makanan, kesulitan menelan, haus/peningkatan masukan cairan Kurus, kerempeng,
atau penampilan kurang bobot (tahap lanjut), edema wajah, periorbital
(ketidakseimbangan hormonal ), Glukosa dalam urine.
f. Ketidaknyamanan/nyeri: nyeri dada, dimana tidak/dapat dipengaruhi oleh perubahan
posisi. Nyeri bahu/tangan, nyeri tulang/sendi, erosi kartilago sekunder terhadap
peningkatan hormon pertumbuhan. Nyeri abdomen hilang/timbul.
g. Pernafasan : Batuk ringan atau perubahan pola batuk dari biasanya , peningkatan
produksi sputum, nafas pendek, pekerja terpapar bahan karsinogenik, serak, paralisis
pita suara, dan riwayat merokok.Dsipnoe, meni gkat dengan kerja, peningkatan
fremitus taktil, krekels/mengi pada inspirasi atau ekspirasi (gangguan aliran udara).
Krekels/mengi yang menetap penyimpangan trakeal (area yang mengalami lesi)
Hemoptisis.
h. Keamanan : Demam, mungkin ada/tidak, kemerahan, kulit pucat.
i. Seksualitas : Ginekomastia, amenorea, atau impoten.
j. Penyuluhan/pembelajaran : Faktor resiko keluarga : adanya riwayat kanker paru,
TBC. Kegagalan untuk membaik.
-
13
2. Rencana Keperawatan Pre Kemoterapi
Dx KEPERAWATAN
RENCANA KEPERAWATAN TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
Cemas berhubungan dengan krisis situasional
Kontrol kecemasan Setelah dilakukan asuhan klien dapat mengontrol kecemasan dengan kriteria hasil: Klien mampu memonitor
intensitas cemas. Klien mampu menghilangkan
faktor penyebab kecemasan. Klien mampu mengenal dan
mengungkapkan gejala cemas Klien mampu menggunakan
strategi koping yang efektif untuk mengontrol kecemasan.
Vital sign klien dalam batas normal
Penampilan fisik, perilaku, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas klien menunjukkan berkurangnya kecemasan
Penurunan kecemasan Gunakan pendekatan teknik
komunikasi terapeutik Bantu klien mengenal situasi
yang menimbulkan kecemasan Nyatakan dengan jelas harapan
terhadap perilaku klien Jelaskan semua prosedur
pengobatan dan perawatan Temani klien untuk
memberikan keamanan dan mengurangi takut
Anjurkan keluarga untuk mendampingi klien
Instruksikan pada klien untuk menggunakan tehnik relaksasi (misal mendengarkan musik).
Dorong klien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
Identifikasi tingkat kecemasan klien
Kolaborasi pemberian obat anti cemas
Intra Kemoterapi Dx KEP/MASALAH
KOLABORASI RENCANA KEPERAWATAN
TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC) Risiko Trauma vaskular dengan faktor resiko pemasukan cairan iritan: obat kemoterapi
Kontrol risiko Setelah dilakukan tindakan keperawatan risiko trauma vaskular dan ekstravasasi tak terjadi dengan criteria hasil : Pengetahuan klien tentang
faktor risiko bertambah Faktor risiko lingkungan
terkontrol Mampu mengembangkan
strategi untuk mengontrol risiko
Manajemen kemoterapi Monitor efek samping dan efek
toksik dari agen kemoterapi Sediakan informasi pada pasien
dan keluarga tentang bagaimanan kinerja antineoplastik pada sel kanker
Informasikan pada pasien tentang efek kemoterapi pada fungsi bone marrow
Anjurkan pasien menghindari infeksi, seperti dengan mencuci tangan, menghindari keramaian, dan menjaga kebersihan
Intruksikan keluarga untuk mengindari penggunaan aspirin
Kelola medikasi antiemetik untuk
-
14
mengatasi mual dan muntah Minimalisir stimuli dari suara dan
pencahayaan Ajarkan pasien untuk relaksasi
dan teknik immagery dan digunakan sebelum, selama dan setelah treatment
Pastikan status hidrasi cukup dan elektrolit seimbang
Ajarkan pasien dan keluarga untuk memantau kejadian stomatitis
Ajarkan pasien menghindari temperatur yang ekstrim
Tawarkan makanan dengan porsi kecil, frekuensi sering (6x)
Hindari makanan yang panas dan pedas
Administrasi medikasi : intravena Pastikan prinsip lima benar dalam
pengelolaan medikasi Catat riwayat alergi pasien
terhadap terapi yang pernah diterima
Cek pemahaman klien tentangmedikasi yang akan diberikan
Cek tanggal kadaluarsa obat Pastikan peletakan dan kepatenan
keteter dalam vena Jaga prinsip sterilitas dari
kepatenan sistem intravena Pilih tempat injeksi melalui
selang IV paling dekat dengan pasien, aspirasi sebelum memberikan obat secara bolus
Bilas dengan cairan yang sesuai protokol agar obat tidak tersisa dalam selang
Monitor setup intravena, kecepatan aliran, dan cairan yang digunakan, pastikan sesuai protokol
Monitor tanda infiltrsi dan phlebitis pada sisi insersi
Dokumentasikan kegiatan
-
15
Post Kemoterapi Dx KEP/MASALAH
KOLABORASI RENCANA KEPERAWATAN
TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC) Nausea berhubungan dengan penggunaan obat kemoterapi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan mual teratasi, dengan kriteri hasil: Level kenyamanan Klien melaporkan sehat Klien menyatakan
kepuasan pada kontrol gejala Menunjukkan kepuasan dengan kontrol nyeri Status nutrisi: asupan makanan dan minuman Klien menunjukkan
keadekuatan dalam asupan nutrisis oral asupan nutrisi melalui selang,asupan cairan, dan
parenteral
Manajemen lingkungan: kenyamanan Cegah interupsi yang tidak
penting dan anjurkan pasien untuk beristirahat
Tentukan sumber ketidaknyamanan
Sediakan tempat tidur yang bersih
Posisikan pasien untuk memberikan kenyamanan
Manajemen nutrisi Kaji adanya alergi makanan Tingkatkan konsumsi protein
dan vitamin C Berikan substansi gula Yakinkan diet yang dimakan
mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
Kaji kemampuan pasien mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nuftisi yang dibutuhkan pasien.
-
16
DAFTAR PUSTAKA
Johnson, M., Maas, M., Moorhead, S. 2008. Nursing Outcomes Classification Fourth
Edition. Mosby, Inc : Missouri.
Kentjono WA, Kemoterapi pada Tumor Ganas THT-Kepala Leher Pendidikan Kedokteran
Berkelanjutan III Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok-Kepala Leher, SMF Ilmu
Penyakit THT FK Unair/ RSUD dr. Soetomo, Surabaya November 2002,108- 21
McCloskey, J.C., Bulechek, G.M. 2008. Nursing Intervention Classification FourthEdition.
Mosby, Inc : Missouri.
North American Nursing Diagnosis Association. 2012. Nursing Diagnoses : Definition &
Classification 2012-2014. Philadelphia.
Quinn FB, Ryan,WM ; Chemotherapy for Head and Neck Cancer; Grand Rounds
Presentation, UTMB, Dept. of Otolaryngology; April 16, 2003
Sukardja IGD. Onkologi Klinik, Edisi 2, Airlaga University Press, 2000 : 243 55