litigasi

12
LITIGASI HASIL AUDIT LITIGASI Dr. Frans Hendra Winarta, S.H., M.H. dalam bukunya Hukum Penyelesaian Sengketa (hal. 1-2) mengatakan bahwa, penyelesaian sengketa dalam dunia bisnis, seperti dalam perdagangan, perbankan, proyek pertambangan, minyak dan gas, energi, infrastruktur, dan sebagainya dilakukan secara konvensional melalui proses litigasi. Proses litigasi tersebut menempatkan para pihak saling berlawanan satu sama lain, litigasi sendiri merupakan sarana akhir (ultimum remidium) yang ditempuh dalam penyelesaian sengketa setelah alternatif penyelesaian sengketa lain tidak membuahkan hasil. Hal serupa juga dikatakan oleh Rachmadi Usman, S.H., M.H. dalam bukunya Mediasi di Pengadilan (hal. 8), bahwa selain melalui pengadilan (litigasi), penyelesaian sengketa juga dapat diselesaikan di luar pengadilan (non litigasi), yang biasa disebut dengan Alternative Dispute Resolution (ADR) atau Alternatif Penyelesaian Sengketa. Dari penjabaran di atas dapat kita ketahui bahwa litigasi adalah penyelesaian sengketa antara para pihak yang dilakukan di muka pengadilan. MAKNA FORENSIK

Upload: ery-mutiara-nurkamalina

Post on 11-Nov-2015

29 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

AUDIT FORENSIK - LITIGASI

TRANSCRIPT

LITIGASI HASIL AUDITLITIGASIDr. Frans Hendra Winarta, S.H., M.H. dalam bukunya Hukum Penyelesaian Sengketa(hal. 1-2)mengatakan bahwa, penyelesaian sengketa dalam dunia bisnis, seperti dalam perdagangan, perbankan, proyek pertambangan, minyak dan gas, energi, infrastruktur, dan sebagainya dilakukan secara konvensional melalui proses litigasi. Proses litigasi tersebut menempatkan para pihak saling berlawanan satu sama lain, litigasi sendiri merupakan sarana akhir (ultimum remidium) yang ditempuh dalam penyelesaian sengketa setelah alternatif penyelesaian sengketa lain tidak membuahkan hasil.Hal serupa juga dikatakan oleh Rachmadi Usman, S.H., M.H. dalam bukunya Mediasi di Pengadilan (hal. 8), bahwa selain melalui pengadilan (litigasi), penyelesaian sengketa juga dapat diselesaikan di luar pengadilan (non litigasi), yang biasa disebut dengan Alternative Dispute Resolution (ADR) atau Alternatif Penyelesaian Sengketa.Dari penjabaran di atas dapat kita ketahui bahwa litigasi adalah penyelesaian sengketa antara para pihak yang dilakukan di muka pengadilan.MAKNA FORENSIKAudit forensik merupakan audit gabungan keahlian yang mencakup keahlian akuntansi, auditing maupun bidang hukum/perundangan dengan harapan bahwa hasil audit tersebut akan dapat digunakan untuk mendukung proses hukum di pengadilan maupun kebutuhan hukum lainnya. Audit forensik dilakukan dalam rangka untuk memberikan dukungan keahlian dalam proses legal pemberian keterangan ahli dalam proses litigasi/litigation. Audit forensik yang sebelumnya dikenal dengan akuntansi forensik mengandung makna antara lain yang berkenaan dengan pengadilan. Selain itu, juga sesuatu yang berkenaan dengan penerapan pengetahuan ilmiah pada permasalahan hukum.Editor in chiefdariJournal of Forensic AccountingD. Larry Crumbley mengatakanbahwasecara sederhana dapat dikatakan, akuntansi forensik adalah akuntansi yang akurat untuk tujuan hukum, artinya akuntansi yang dapat bertahan dalam kancah perseteruan selama proses pengadilan atau proses peninjauan judisial atau administratif.Secara makro cakupan audit forensik meliputi investigasi kriminal, bantuan dalam konteks perselisihan pemegang saham, masalah gangguan usaha (business interupstions)/jenis lain dan klaim assuransi, maupunbusiness/employee fraud investigation.Secara kontekstual Audit investigasi mendahului forensik, yaitu audit yang bersifat khusus yang ditujukan untuk mengungkap kasus-kasus atau kecurangan maupun penyimpangan-penyimpangan yang memiliki indikasi Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN). Audit investigasi merupakan kegiatan pengumpulan fakta dan bukti yang dapat diterima dalam sistem hukum yang berlaku dengan tujuan untuk mengungkapkan terjadinya kecurangan/fraud.KECURANGAN TERKINIBeberapa upaya kamuflase dilakukan fraudster untuk menyamarkan dan menutupi/menyembunyikannya hasil tindak pidananya dari penegak hukum, diantaranya dengan money laundrying maupun penggelapan aset. Pada saat itu lah auditor forensik harus menelusuri, menelisik jejak hasil fraud yang sudah disamarkan atau dimanipulasikan dalam bentuk asset lainnya sehingga diperoleh alat bukti yang handal dan memadai dalam rangka proses litigasi. ContohnyaPenelusuran Asset/Assets Terracing.Penggelapan asset olehfrauderdiretas dengan penelusuran dalam rangkarecovery/ pemulihan kerugian. Penelusuran asset/ asset terracingmerupakan suatu teknik yang digunakan oleh seorang investigator/ auditor forensik dengan mengumpulkan dan mengevaluasi bukti-bukti transaksi keuangan dan non keuangan yang berkaitan dengan asset hasil perbuatan tindak pidana korupsi dan atau tindak pidana pencucian uang yang disembunyikan oleh pelaku untuk diidentifikasi, dihitung jumlahnya dan selanjutnya agar dapat dilakukan pemblokiran/ pembekuan dan penyitaan untuk pemulihan kerugian akibat pelaku TPK dan atau tindak pidana pencucian uang. Kemudian, dilakukan penggeledahan yang diawali dengan permintaan informasi dan koordinasi dengan pihak terkait yang kompeten untuk memperoleh bukti-bukti transaksi keuangan. Setelah penggeledahan, dilakukan penyitaan bukti-bukti transaksi dan bukti yang tersimpan dalam perangkat lunak maupun perangkat keras komputer, bahkan bukti-bukti dalam bentuk digitalis, untuk dianalisis.AUDIT INVESTIGASI-FORENSIKAkuntansi forensik dapat dibagi ke dalam dua bagian: 1. Jasa penyelidikan (investigative services), dan Jasa penyelidikan mengarahkan pemeriksa penipuan atau auditor penipuan, yang mana mereka menguasai pengetahuan tentang akuntansi mendeteksi, mencegah, dan mengendalikan penipuan, dan misinterpretasi2. Jasa litigasi (litigation services). Jasa litigasi merepresentasikan kesaksian dari seorang pemeriksa penipuan dan jasa-jasa akuntansi forensik yang ditawarkan untuk memecahkan isu-isu valuasi, seperti yang dialami dalam kasus perceraian. Sehingga, tim audit harus menjalani pelatihan dan diberitahu tentang pentingnya prosedur akuntansi forensik di dalam praktek audit dan kebutuhan akan adanya spesialis forensik untuk membantu memecahkan masalah.Dalam audit forensik ini secara normatif auditor dibebani tuntutan untuk dapat memperoleh bukti dan alat bukti yang dapat mengungkap adanya tindak pidana fraud. Selain itu, alat bukti hasil audit forensik dimaksud untuk digunakan oleh aparat penegak hukum (APH) untuk dikembangkan menjadi alat bukti yang sesuai dengan yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) seperti tersebut pada uraian diatas dalam rangka mendukung litigasi peradilan. Alat bukti yang cukup dikembangkan tersebut selanjutnya dilakukan analisis yang merupakan tanggungjawab auditor dalam upaya pembuktian sampai menemukan alat bukti sesuai ketentuan, sedangkan penetapan terjadinya fraud maupun salah tidaknya seseorang merupakan wewenang APH, dalam hal ini alat bukti dan keyakinan hakim pengadilan.Dalam melaksanakan audit forensik, diperlukan auditor yang memiliki kompetensi akademis dan empiris sebagai bukti proses litigasi atau memberikan keterangan ahli di pengadilan saat proses hukum berjalan. Kompetensi auditor forensik maupun akuntan forensik tersebut sangat berkait erat dengan ketersediaan kemampuan audit atas permasalahan yang spesifik antara lain audit investigasi, kemampuan menghitung terjadinya kerugian keuangan Negara, kemampuan mengendus dan mencegah kejahatan pencucian uang, kemampuan penelusuran asset Negara, kemampuan mengidentifikasi, menyikapi terjadinya risiko penyimpangan atau fraud, kemampuan untuk memahami terjadinya penyimpangan transaksi keuangan dan dalam pengadaan barang-jasa pemerintah dan kemampuan lain yang mendukung dan relevan.Standar kompetensi seorang auditor meliputi bidang kemampuan untuk mencegah dan mendeteksi fraud (kecurangan), kemampuan melaksanakan audit forensik, kemampuan memberikan pernyataan secara keahlian dan kemampuan melaksanakan penghitungan kerugian keuangan dan penelusuran asset. Hal-hal tersebut penting bagi auditor dalam upaya untuk mempersiapkan pelaksanaan tugas sebagai pemberi keterangan ahli (litigator) saat penanganan kasus tersebut masuk proses hukum di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR).Selain hal tersebut, juga berkaitan erat dengan meningkatkan kemampuan dan ketrampilan dalam menggali informasi penting melalui komunikasi dan wawancara baik pada saat pelaksanaan audit maupun saat memberikan keterangan ahli di pengadilan saat proses hukum litigasi (litigation). Auditor dapat menghadapi tuntutan hukum dari pihak yang merasa dirugikan akibat kesalahan auditor yang mengambil simpulan dari fakta-fakta yang tidak lengkap. Sehingga auditor dalam melaksanakan tugasnya harus berpegang teguh pada standar audit dan kode etik, serta memperhatikan kerangka hukum formal yang berlaku, sehingga tidak menjadi boomerang dikemudian hari.Selain itu, perlu pemahaman atas kewenangan auditor hanya untuk mendapatkan bukti audit sesuai ketentuan, dan yang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, sedangkan penetapan benar-tidaknya seseorang bersalah dan melanggar hukum acara merupakan wewenang aparat penegak hukum (APH). Hasil dari dilakukannya audit forensik diharapkan dapat memberikan kunci masuk yang tepat dalam rangka dapat membedah fraud secara legal dengan alat bukti yang dapat diterima sistem hukum pada litigasi di lembaga peradilan.RISIKO LITIGASIRisiko litigasi diartikan sebagai resiko yang melekat pada perusahaan yang memungkinkan terjadinya ancaman litigasi oleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan yang merasa dirugikan. Pihak-pihak yang berpentingan tersebut meliputi kreditor, investor, dan regulator. Risiko litigasi dapat diukur dari berbagai indikator keuangan yang menjadi faktor penentu kemungkinan terjadinya litigasi. Tuntutan litigasi dapat timbul dari pihak kreditor, investor atau pihak lain yang berkepentingan dengan perusahaan. Investor bisa bertindak sebagai penuntut bila manajer memberikan laporan keuangan yang tidak relevan, yang berakibat bisa merugikan di pihak investor. Laporan keuangan merupakan dasar pijakan utama untuk melakukan tuntutan hukum. Beberapa kesalahan dalam pelaporan karena ketidakpatuhan terhadap standar akuntansi dan penundaan informasi negatif akan mudah dijadikan bahan tuntutan (Juanda, 2008).Dikarenakan luasnya konsekuensi dari resiko tersebut, maka perusahaan dituntut seminimal mungkin mengurangi peluang resiko litigasi. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan meningkatkan fungsi monitoring dan pengendalian perusahaan melalui komite audit.FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LITIGASI AUDITORMenurut Mayangsari (2005) terdapat tiga faktor yang dapat mempengaruhi litigasi auditor, yaitu: (i) Karakteristik auditee atau yang biasa disebut inherent risk, (ii) Karaketristik auditor dan (iii) Karakteristik hubungan auditee-auditor. Argumen bahwa faktor diduga mempengaruhi litigasi auditor dapat dijelaskan dengan teori agensi untuk karakteristik auditee. Sedangkan faktor kompetensi serta independensi yang melekat pada profesi auditor diduga kuat mempengaruhi litigasi auditorAKUNTANSI FORENSIK DAN PENERAPAN HUKUMAkuntan dan akuntansi forensik tidak sepenuhnya berkaitan dengan pengadilan saja. Istilah pengadilan memberikan kesan bahwa akuntansi forensik semata-mata berperkara di pengadilan, dan istilah lain ini disebut litigasi (litigation). Di samping proses litigasi ada proses penyelesaian sengketa dimana jasa akuntan forensik juga dapat dipakai. Kegiatan ini bersifat non litigasi. Misalnya penyelesaian sengketa lewat arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa atau alternative dispute resolution.AKUNTAN PUBLIK BERPOTENSI MENJADI TARGET LITIGASI Profesi akuntan beberapa tahun terakhir seringkali mendapat sorotan terkait dengan berbagai skandal koorporasi besar yang melibatkan akuntan publik. Akuntan publik yang terkenal selama ini hanya dikenakan sanksi administratif maksimal pencabutan ijin praktik. Namun, di masa mendatang akuntan publik tidak bisa lepas dari tekanan arus global dan sangat berpotensi menjadi target litigasi atau peradilan.Salah satu penyebab utama terjadinya litigasi adalah adanya kesenjangan antara apa yang diekspektasi oleh publik dari sebuah pekerjaan audit dengan apa yang diekspektasikan oleh audit itu sendiri. Publik, khususnya investor, kreditor, dan pemerintah memiliki ekspektasi yang sangat tinggi terhadap informasi yang terdapat dalam laporan keuangan dalam proses pengambilan keputusan ekonomik. Ekspektasi ini muncul karena mereka percaya bahwa informasi tersebut kewajarannya sudah diverifikasi oleh auditor independen sehingga dipandang sebagai sebuah jaminan,jelas Drs. I Made Narsa, M.Si., Ak., Jumat (3/11) saat ujian terbuka program doctor pada Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM.Menurut staf pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga ini, adanya kesenjangan ekspektasi tersebut lah yang menyebabkan pihak yang merasa dirugikan keputusan akuntan akan melaporkan akuntan pebulik karena dianggap menipu,. Saat auditor menghadapi litigasi dan dituduh melakukan kelalaian maka evaluator/hakim akan mengevaluasi apakah auditor telah melaksanakan kehati-hatian professional dalam pekerjaaannya. Auditor dan evaluator merupakan dua pihak yang berada pada kutub yang berlawanan. Auditor berada di masa lalu (foresight) sementara evaluator ada pada saat ini setelah hasil akhir diketahui (hindsight). Perbedaan perspektif tersebut yang menimbulkan kesenjangan diantara auditor dan evaluator. Akan tetapi kesenjangan tersebut dapat dipersempit dengan memperbaiki proses pengambilan keputusan supaya kualitas meningkat.Made Narsa menyebutkan dari sisi evaluator kesenjangan bias dipersempit dengan cara mempengaruhi proses evaluasi. Evaluator yang mengetahui munculan negatif mengalami bias kognitif yang berbasis asosiasi semantik. Bias yang berbasis asosiasi semantic dapat dimitigasi dengan memberikan tambahan stimuli sebagai strategi untuk memitigasi bias hindsight, sehingga penilaian evaluator menjadi lebih objektif. Sehingga keputusan evaluator bergeser ke perspektif foresight.Dari penelitian yang dilakukan oleh Made Narsa diketahui auditor dan elevator mengalami bias kognitif akibat adanya pengaruh munculan, dimana auditor mengalami kesalahan pertimbangan dan evaluator mengalami kesalahan pertimbangan . Kesalahan pertimbangan prediktif dan evaluatif bisa dimitigasi. Dengan demikian, ekspektasi auditor in foresight dapat diubah mendekati ekspektasi evaluator in hindsight, demikian pula persepsi evaluator dalam menilai kinerja auditor ex ante dapat bergeser mendekati perspektif foresight. Dari temuan-temuan tersebut menunjukkan bahwa apapun strategi mitigasi yang digunakan dalam mempersempit kesenjangan antara persepektif auditor dan elevator memberi pengaruh moderasi yang hampir sama.