lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/6578/4/lampiran.pdfmasuk ke...
TRANSCRIPT
Team project ©2017 Dony Pratidana S. Hum | Bima Agus Setyawan S. IIP
Hak cipta dan penggunaan kembali:
Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat yang serupa dengan ciptaan asli.
Copyright and reuse:
This license lets you remix, tweak, and build upon work non-commercially, as long as you credit the origin creator and license it on your new creations under the identical terms.
xvii
LAMPIRAN A: Wawancara
TRANSKRIP WAWANCARA DENGAN JONASSAH SCHLIEPHAKE, MA.,
MASTER IN APPLIED SPORT AND PERFORMANCE PSYCHOLOGY.
(Jumat, 10 Maret 2017)
Penulis: Selamat Siang Pak Jonas.
Jonas: Selamat siang.
Penulis: Jadi bisa tolong jelaskan secara garis besar PTSD itu gmna ya?
Jonas: PTSD itu, singkatan dari Post Traumatic Stress Disorder. Artinya adalah seorang yang
mengalami sebuah trauma atau sebuah kejadian dan itu bisa berlangsung lama. Setiap kali ada hal-
hal yang mengingatkan dia pada kejadian traumatis tersebut, itu akan membuat dia mungkin
merasa tegang atau cemas atau mungkin ya kaget juga bisa.
Penulis: Oh ok, jadi kalo dari bukunya yang saya lihat, itu ada 3 tipe macam-macam untuk PTSD
ini. Nah sebenernya itu orang yang menderita PTSD ini, dikategorikan memang benar menurut
kejadiannya atau dari cara mereka merespon? Karena kalau yang dari saya lihat yang pertama
masuk ke kategori yang sulit untuk di sembuhkan, yang kedua lebih ringan, yang ketiga yang
paling ringan.
Jonas: iya jadi yang pertama kejadian pasti memberikan stimulus ya untuk orang itu mengalami
PTSD, cm memang betul ada sedikit faktor, yaitu faktor dari diri dia sendiri bagaimana dia
merespon terhadap kejadian tersebut dan juga apakah dia memiliki support setelah mengalami
kejadian tersebut atau orang itu memang orang yang sensitif, atau orang yang gampang merespon
atau bersifat reaktif dan tidak mempunyai support, ya pasti orang tersebut cenderung memiliki
kemungkinan yang besar untuk mendapatkan PTSD. Terus ada yang ringan, berat. Itu diukur dari
seberapa besar gangguan yang dia alami dikarenakan PTSD. Contohnya, kalau misalnya dia kena
PTSD dan karena PTSD ini dia sampai gak mau kerja, atau susah atau mau berinteraksi juga
susah, itu bisa dibilang berat. Bisa dibilang ringan kalau orang terkena PTSD namun masih bisa
melakukan kegiatan sehari-hari, walaupun tetap ada rasa cemasnya. Jadi memang ada yang
Perancangan Tokoh Yohan..., Maria Nonita, FSD UMN, 2018
xviii
berdasarkan ilmiah, tapi secara garis besar adalah, berat atau ringan sejauh mana PTSD tersebut
mengganggu fungsi dia dikehidupan sehari-harinya.
Penulis: Baik. Biasanya kalau orang yang sudah terkena PTSD kalau diletakkan di kehidupan
sehari-hari, bagaimana biasanya dia merespon sekitarnya dan bagaimana mereka terlihat secara
visual?
Jonas: Sebenarnya tidak ada yang aneh dari tindakan mereka, sampai ketemu stimulus yang
membuat meereka cemas. Misalnya, orang ini terkena PTSD dikarenakan perang. Jadi setiap hari
hidupnya normal-normal aja kayak kita semua, kayak menyapa orang atau kemana-mana, tapi
kalau ada stimulus yang mengingatkan mereka terhadap perang. Misalnya sebuah petasan atau
benda jatuh, atau apapun. Itu yang akan membuat dia mulai terganggu. Tapi kalau gak ada
stimulus, dia akan ya berprilaku sewajarnya orang lain, gitu. Gak masalah. Jadi bagaimana, ya
tergantung apakah ada stimulus yang mengingatkan dia terhadap kejadian trauma tersebut. Atau
mungkin kalau misalnya karena pemerkosaan, mungkin kalau ada orang yang sepertinya menurut
dia, ada cowok yang mendekati dia, dia mungkin akan cemas atau langsung pergi. Karena teringat
bahwa dia pernah diperkosa misalnya, itu. Jadi tergantung stimulusnya ada dikehidupan sehari-hari
atau enggak. Kalau enggak ya biasa aja.
Penulis: Oh begitu. Untuk yang visualnya, untuk yang dari penampilan dan segala macamnya.
Kalau yang dari saya baca, dari bukunya itu ada dituliskan bahwa memang mereka jadi sulit
berkonsentrasi dan segala macam, itu bisa tolong dijelaskan, bapak?
Jonas: Iya, sulit berkonsentrasi, muka-muka cemas, dan mungkin gerakan yang kaku. Itu terjadi,
itu hanya akan terjadi kalau stimulusnya muncul.
Penulis: Hanya?
Jonas: Iya, tapi gini bukan berarti kalau stimulusnya… kan stimulusnya muncul, dia akan
memperlihatkan symptomps – symptomps PTSD, misalnya muka cemas, atau badan meringkuk
segala macam. Tapi saat stimulusnya hilang bukan berarti dia, gak langsung balik ke normal lagi.
Karena itu akan tetap menghantui dia, gitu. Jadi mungkin stimulusnya apa ya? Mungkin benda
jatuh, nah dia bisa cemas ya agak lama mungkin sejam dua jam, walaupun benda jatuh cuma sekali
doang, gitu. Jadi ya, sebenarnya lebih kompleks tapi yang pasti harus ada ya stimulusnya itu.
Perancangan Tokoh Yohan..., Maria Nonita, FSD UMN, 2018
xix
Kalau gak ada stimulusnya dia gak akan bereaksi apa-apa. Tapi sekalinya ada stimulus itu,
terganutng respon dia dan tergantung PTSD berat atau ringan akan semakin bisa, efeknya bisa
lama.
Penulis: Oh okay. Biasanya untuk PTSD ini, mereka ada obat-obat yang dikonsumi gitu gak? Dan
biasanya diberikan ke merakanya itu setelah berapa lama setelah kecelakaan. Kalau misalnya nih
ada seseorang yang kena kecelakaan karena memang cerita kita kan berhubungan dengan trauma
dari kecelakaan. Kalau misalnya bulan ini dia terkena kecelakan, apakah dia akan langsung dibawa
ke dokter, atau psikiatri atau psikolog yang bisa langsung yang menangani trauma dia dan segala
macam atau memang ini traumanya baru ketauan sekitar 2 atau 3 bulan setelah kecelakaan atau
setahun atau berapa jangka waktunya sih untuk tahu kalau si orang ini kena PTSD gitu?
Jonas: Biasa yang tau pertama itu adalah keluarga ya, karena mereka melihat orang tersebut kok
sepertinya berubah. Nah mungkin saat keluarga sudah ada sedikit keanehan mereka mulai
membawa orang tersebut ke psikiater. Nah disitu baru didiagnosa, berdasarkan buku DSM ya.
Nah, kalau memang orang tersebut masuk kriteria PTSD setelah didiagnosa. Baru, kalau psikiater
dia akan diberi obat, pil ya atau apapun itu. Kalau psikolog lebih kekonseling. Jadi bukan masalah
berapa lama, tapi memang pasti saat sudah ketahuan symptomps – symptompsnya memang
symptomps – symptomps orang PTSD akan langsung ditreatment, entah itu konseling atau entah
itu dengan obat.
Penulis: Oh gitu. Bisa gak sih mereka sadar kalau mereka sebenarnya kena PTSD?
Jonas: Kalau mereka mengenal kata PTSD, biasa tentara tau sih, tapi kalau orang lain ya mereka
tau kata PTSD mungkin mereka sadar merka punya PTSD karena mereka pasti pernah dengar.
Cuma masalahnya mereka mau mengakui atau enggak. Gitu masalahnya.
Penulis: Oh gitu. Tapi mereka mungkin bisa aja sadar gitu ya.
Jonas: Bisa aja.
Penulis: Oh ok. Bagaimana sih PTSD ini mempengaruhi fisik seseorang?
Jonas: Setiap orang bisa beda-beda reaksi PTSDnya ya, Cuma secara garis besar, tergantung
traumanya apa sih.
Penulis: Kalau kecelakaan?
Perancangan Tokoh Yohan..., Maria Nonita, FSD UMN, 2018
xx
Jonas: Kalau kecelakaan ya. Dia mungkin kalau di mobil mungkin lihat kiri kanan atau
menunjukkan tanda-tanda kecemasan, mulai memainkan jari, kakinya gak bisa diam. Gerak terus.
Penulis: Panik gitu?
Jonas: Iya panik, ataua mungkin dia lihat kiri lihat kanan atau dia periksa-periksa sabuk pengaman
udah apa belum, karena dia merasa cemas gitu. Dia merasa harus memastikan segalanya lagi.
Kalau kecelakaan gitu sih, kira-kira symptompsnya. Cuma secara garis besar gitu.
Penulis: Oh okay. Pola makan mereka itu bisa terganggu gak sih? Terus gimana mereka
mempresepsikan ‘having fun’.
Jonas: Ah ok. Smakin berat PTSDnya, pasti itu mengganggu area kehidupan lain, seperti ya cara
makan bisa berpengaruh ya. Yang namanya orang cemas, ya mungkin dia akan, nafsu makannya
bisa hilang juga. Having funnya mungkin berkurang. Terus apa lagi tadi?
Penulis: Pola makan sama having fun.
Jonas: Oh. Iya, tergantung apakah ya kalau misalnya berat dan memang ada stimulus yang sedang
ada pada hari tersebut yang jelas yang tadinya fun, mungkin ga akan fun lagi. Misalnya nih,
misalnya buat dia funnya main bola misalnya. Tapi pas saat main bola mungkin ada semacam
stimulus yang membuat dia cemas. Misalnya pas main bola ada.. misalnya dia PTSD karena
kecelakaan ya. Terus, pas main bola dia dengar klakson mobil, nah itu mungkin having funnya
akan gak fun lagi. Karena pas fun, dia malah ingetnya kejadian tersebut gitu.
Penulis: Oh ok. Jadi ada gak sih tendency untuk mereka menghindar dari hobi mereka atau
misalnya suka baca buku jadi ga suka baca buku lagi, ada gitu-gitu?
Jonas: Bisa, karena dia inget disaat dia melakukan sesuatu, ingat ada klakson. Berati dia belajar,
‘Oh kalo ke tempat situ nanti ada klakson, aku gak mau ah’, gitu. Jadi dia malah menghindari
justru. Yang tadinya fun, malah jadi sesuatu yang dihindari gitu loh. Nah tergantung dia dapat dari
mana stimulusnya.
Penulis: Oh ok. Ya sudah, terimakasih bapak Jonas.
Perancangan Tokoh Yohan..., Maria Nonita, FSD UMN, 2018
xxi
TRANSKRIP WAWANCARA DENGAN IBU RIRYN SANI,
SEORANG PSIKOLOG KLINIS. (Kamis, 23 Maret 2017)
Penulis: Jadi setahun ya?
Riryn: wah kalo saya gak salah inget ya. Boleh coba tolong ambilin itu gak? Yang…
Jonas: DSM 5 ya
Riryn: Betul sekali. Yang case study aja, yang kecil aja, yang ini , sorry ini.
Jonas: Oh yang ini?
Riryn: iya, ha ah. Itu kana da dua, kalian boleh pegang satu, saya pengang satu. Ini DSM 5 ada
sedikit perubahan sih dari yang DSM 4 tr. Ah ini dia, 141. Ini kamu bantuin dia karena?
Jonas: Jadi pertamakan karena, dia butuh referensi jugakan. Dia kenal aku sebelumnya, aku ngajar
psikologi disekolah, jadi dia nanya tentang PTSD, dan sekarang dia butuh, bukan cuma butuh
pengetahuan tapi juga butuh case study. Sebagai backgroundnya untuk proses dia. Jadi teori doang
itu belum cukup, harus ada case studynya juga. Makanya kemarin aku nanya case study juga.
Riryn: I see, ok ok. Sebentar ya. DSM 5 kyknya ada sedikit perubahan deh. Oh. Yang di DSM 5
kayaknya tuh mereka udah ada penyesuaian deh, karena masuknya ke ininya juga beda. DSM 5.
Iya. Karena kan kalau misalnya kamu mau bikin anmasinya sekarang kalau bisa yang up to date
kan berarti, karena so far selama ini saya acuannya masih DSM 4 tr, jadi kayak yang ini juga tapi
yang sebelumnya, gitu, dank arena sebenarnya ini udah keluar dari dua tahun yang lalu tapi di
Indonesia itu kita belum terlalu pakai yang ini, gitu. Tapi sekarang lgai mau mulai coba sih dan
saya belum pernah diagnosis klien lagi dengan DSM 5, gitu. Maksudnya yang PTSD ya, gitu. Oke.
Gak harus deh, gak harus nunggu setahun. Yang ini berarti setelah itu kalo udah ada
symptompsnya udah bisa. Tapi durasi dari symptompsnya itu harus lebih dari 1 bulan.
Penulis: Harus lebih dari satu bulan.
Riryn: Iya, jadi kalau misalnya dia kurang dari satu bulan symptompsnya udah ada yang hilang, itu
diagnosis PTSDnya tidak bisa ditegakkan gitu. Jadi kalau kamu dua bulan setelah kejadian
harusnya gakpapa sih, gitu. Tapi emang symtomps-symptomps itu yang harus di cek, nanti saya
Perancangan Tokoh Yohan..., Maria Nonita, FSD UMN, 2018
xxii
kasih contohnya satu-persatu kali ya. Boleh tolong ambilin ini gak, yang DSM 4 yang tr?
Disampingnya DSM 5 yang tebel juga. Nah itu, iya.
Jonas: Di internet ada softcopynya.
Riryn: Iya di internet ada softcopynya, DSM 5 sekarang juga ada di internet softcopynya.
Jonas: itu gak gawat yang kayak gitu?
Riryn: Ah I don’t know, tapi kalau DSM 5 itu APA jadi harusnya gakpapa. Sebentar ya. Agak beda
sih. Yang di DSM 4 masuknya ke anxiety disorder, yang di DSM 5 itu sudah masuk ke trauma
and stress related disorder. Jadi sudah sedikit berbeda dari yang sebelumnya. Saya pikir soalnya
mau ngomongin anxiety kearah general tapi arahnya agak ke PTSD ya.
Jonas: Kalau ada ya yang PTSDnya
Riryn: Iya. Nah ini dulu ada batasannya, kayak less than three months, three months or more, gitu.
Tapi yang disini udah gak ada, gitu. Ok. Yak, jadi kita ikutin yang ini aja deh. Oke berarti 12 bulan
setelah kejadian ya. Ok, terus yang mau kamu emphasize, yang mau kamu tekankan adalah?
Penulis: Body langguagenya dia, facial expression sama ada kecenderungan-kecenderungan kayak
misalnya apa lagi sih yang dia lakukan. Pas lagi bicara entah ininya nutup, tangannya bertumpu
gitu. Lebih ke body language.
Riryn: berarti yang kita omongin ini, maksudnya PTSD Karena kalau misalnya dia sampai
kehilangan juga, dia kan ada griefing juga dan sometimes PTSD itu bisa terjadi barengan kalau
kondisinya seperti itu ya. Bisa terjadi barengan sama depression. Nah kamu maksudnya, dalam
bayangan kamu, ini orang ini akan mengalami PTSD tok atau dia bisa ada kondisi lain yang
barengan juga?
Penulis: Kalau kondisi lain yang barengan itu ya, yang anxiety sama yang depression itu.
Riryn: kalau misalnya barengan kemungkinan besar bisa ada itu. Kalau dia kehilangan orang
tuanya, pasti udah ada griefing. Nah tapi griefing ini tidak harus sampe ke depression sih, tapi ada
kemungkinan gitu. Nah maksudnya dalam animasi proyek kamu, kamu mau fokus kearah situ juga
atau ke PTSDnya aja?
Penulis: lebih ke PTSDnya aja.
Riryn: Saya belum pernah sih dapet case yang kayak gitu.
Perancangan Tokoh Yohan..., Maria Nonita, FSD UMN, 2018
xxiii
Penulis: Oh oke gapapa, kalau misalnya belum pernah kita pakai yang depresionnya aja.
Riryn: saya bisa coba bayangin, cuma karena saya belum pernah mungkin based on hypothesis
gitu kali ya. Saya pernah nanganin client yang grifing, tapi tidak pernah yang barengan sama
PTSD juga. Karena saya belum pernah menangani yang PTS. Paling yang khasus bencana. Kalau
bencana kan biasa bareng tuh, jadi dia biasanya ada trauma, karena kejadian bencana dan biasanya
ada kehilangan juga. Nah, so far saya belum pernah menangani klien yang seperti itu, gitu. Jadi
saya biasa nanganin yang terpisah. Jadi yang emang dia grifing karena kehilangan pasangan atau,
yang pernah saya tanganin ya yang grifing karena kehilangan pasangan, kehilangan orang tua, atau
yang PTSD. Karena misalnya kasus pemerkosaan, percabulan, atau karena kecelakaan kayaknya.
Yah , yang karena kecelakaan juga pernah. Itu udah cukup lama, saya akan coba inget. Iya, karena
kecelakaan. Jadi gak pernah yang bareng overlap gitu. Jadi saya bisa coba bayangin aja kali ya.
Penulis: Tapi kalau misalnya miss gak ini.. Maksudnya kan ini butuh yang case study-nya gitu,
kalau misalnya yang PTSD nya aja gakpapa sebenernya, jadi gak perlu yang overlap gitu.
Riryn: Oke, tapi saya kasih yang in general aja ya, gitu. Oke. Yak, silahkan kamu langsung mulai
aja.
Penulis: Oh, yang pertama,. Jadi kan Miss udah sering intercat sama orang yang kena PTSD ya,
yang kena anxiety, gitu-gitu ya.
Riryn: Kalau anxiety iya, kalau PTSD beberapa kali.
Penulis: Nah, pernah gak pas Miss ajak ngomong dia, dianya itu kambuh, kayak ke trigger gitu?
Pertama kali dia ke trigger, pertama kali dia keinget atau flashback atau gimana, itu reaksinya dia
yang pertama apa? Entah dia diem, dia bengong, dia nangis tiba-tiba atau gimana?
Riryn: Setiap orang sih reaksinya beda-beda ya.
Penulis: Ada apa aja?
Riryn: Tergantung sejauh mana PTSD itu menggangu untuk dia, gitu. Jadi ada yang ketika dia ke
trigger, dia itu langsung gemeteran, terus ada yang kayak gak nangis sesenggukan tapi kayak
keluarin air mata gitu. Terus, ada juga yang dia langsung numbing gitu, kayak numbing, kayak
gimana ya, kayak langsung tatapan mata kosong, terus kayak, kayak kaku gitu loh kayak langsung
Perancangan Tokoh Yohan..., Maria Nonita, FSD UMN, 2018
xxiv
kaku gitu. Gak bereaksi, gak terlalu bereaksi jika diiniin. Karena reaksinya tiap orang itu bisa
beda-beda sih. Tapi yang sering cukup muncul itu adalah tangannya gemeteran, terus habis itu dia
matanya berkaca-kaca. Jadi kayak ada yang bisa langsung otomatis ngeluarin air mata, tapi dia
enggak nangis yang sesenggukkan itu enggak, tapi yang langsung ngeluarin air mata gitu. Ada
juga yang jadi numbing gitu, jadi kayak tatapan mata kosong kayak. Karena pada saat dia ke
trigger, dia langsung flashback gitu.
Penulis: Jadi kayak diem?
Riryn: Ha ah, jadi dia kayak langsung bisa kayak diem gitu, tatapan mata kosong, karena dia
flashback kejadian itu, kayak gitu.
Penulis: Terus mereka pernah ini gak Miss, kayak ngomong rasanya pas lagi flashback itu gimana?
Riry: Kalau pas lagi ke flashback itu lebih ke kayak itu, it feels so real. Buat mereka, seperti
mereka mengalami itu lagi. Karena itu terasa sangat nyata buat mereka. Jadi, hmm apa ya. Ada
yang sampe kayak, mereka jadi merasa itu barusan terjadi lagi. Makanya, klien PTSD itu pasti
akan selalu menghindari hal-hal yang bisa mengingatkan mereka pada traumanya itu, karena setiap
kali itu flashback itu perasaannya seperti mereka barusan mengalami itu lagi, karena itu terasa
sangat nyata, terasa sangat secara fisik ataupun secara psikologis
Penulis: Oh bahkan secara fisik mereka bisa ngerasain.
Riryn: Jadi seakan-akan kayak itu barusan terjadi lagi gitulah, intinya gitu. Makanya reaksi mereka
kadang ada yang langsung kayak otomatis bisa langsung teriak-teriak, gitu. Langsung kayak
curling di kursinya jadi kayak langsung ngangkat-ngangkat kaki. Terus habis itu mereka ada yang
bisa kayak body rocking gitu, kayak maju-mundur gitu. Karena itu terasa sangat real buat mereka,
intinya gitu.
Penulis: tapi bisa gak sih, misalnya mereka udah yang numbing udah yang gemetaran, yang
matanya udah berkaca-kaca itu dia masih bisa gak sih ngelakuin aktivitas, kayak misalnya ini kan
diceritanya si karakter ini, dia yang selamat nih, maksudnya dia yang paling sadar nih, kan kedua
orang nya meningggal, terus adiknya itu juga koma. Jadi disaat ini pas dia keluar kamar biasa
adknya ada di sofa ini, tapi ternyata dia gak ada. Nah terus dia ke trigger sama klakson dan lain-
Perancangan Tokoh Yohan..., Maria Nonita, FSD UMN, 2018
xxv
lain, nah dia mulai yang gemetaran atau something dia bisa gak sih nyari adiknya ke kamar
adiknya dulu? Atau dia bakal langsung sembunyi di kamarnya atau gimana?
Riryn: Jadi adiknya koma maksudnya di rumah?
Penulis: Enggak, jadi ceritanya dia udah sembuh dari komanya. Komanya cuma sebentar doang
gitu. Kayak cuma one week gitu kan, terus setelah itu selesai, udah balik semuanya kerumah. Jadi
adiknya ini sebenernya udah biasa, dia enggak luka sampai yang tangannya patah atau gimana. Ya
cuman biru disana, biru disini. Jadi adiknya masih oke, cuma dia lebih keluar, gitu. Nah si
kakaknya masih bisa gak nyari?
Riryn: Dibayangan kamu kepribadian tokoh utama kamu yang kayak gimana?
Penulis: Yang kena PTSD ini, dia itu orang yang self esteem-nya rendah dan dia gak suka
socialize, jadi ya secukupnya aja dan kalau ada masalah dia lebih prefer mikir sendiri.
Riryn: Jadi bukan tipe orang yang punya lots of friend gitu ya, maksudnya temennya dikit. Jarang
keluar juga, prefer spending timenya alone ya.
Penulis: Iya, di kamar kadang
Riryn: Dibanding dengan orang lain gitu. Oke. Terus maksudnya low self esteem-nya gimna?
Maksudnya believes nya dia tentang dirinya apa?
Penulis: Believesnya, dianya sering kayak “duh gua ga bisalah yang kayak gini” , gitu
Riryn: Menganggap diri gak kompeten maksudnya gitu. Oke, terus orangtua dia, keluarga dia itu
maknanya buat dia itu apa?
Penulis: sangat bermakna, karena dia itu termasuk yang keluarnya harmonis, yang keluarganya
deket awalnya. Terus sampai yang mereka pergi,itu pun perginya karena ulang tahun perkawinan.
Di ceritanya kakak udah bilang dan ajak semuanya makan dirumah aja, biar nanti dimasakin
karena dia malas keluar. Tapi adiknya ini yang “ayo keluarlah” gitu-gitu. Adeknya lebih suka
keluar=keluar, lebih suka travel, dan ketemu dama orang-orang. Dia tipe yang kayak gitu,
sedangkan yang si kakaknya yang dirumah aja, tapi sama keluarga dia masih yang literally he’ll do
anything buat keluarga.
Riryn: Okay, kalau gitu self esteem-nya dikarenakan apa kalau gitu? Maksudnya gini, karena kalau
keluarganya harmonis, harusnya dia gak low self esteem gitu. Karena sangat dipengaruhi juga oleh
Perancangan Tokoh Yohan..., Maria Nonita, FSD UMN, 2018
xxvi
penghargaan dari keluarga gitu, kecuali kalau dia low self esteem karena hal lain diluar keluarga,
contohnya pergaulan di sekolah. Saya perlu nanya ini dulu, karena itu baru saya bisa punya
bayangan reaksi dia itu nanti seperti apa.
Penulis: kalau gitu, mungkin ya, kita bisa taro dia selfesteemnya rendah itu karena dari luar
karena pergaulan.
Riryn: karena pergaulan, karena apa?
Penulis: kalau misalnya karena dia agak gimana ya. Dia kan suka baca buku, lebih suka yang nulis,
gitu-gitu. Ketimbang temen-temen yang “eh yuk jalan-jalan yuk”. Dianya yang “enggaklah, gak
mau lah”. Jadinya diomongin, secara tidak langsung kayak “aneh lu” gitu-gitu loh. Jadi yang
kayak gitu itu bisa gak sih?
Riryn: perlu ada sesuatu sih, misalnya low self esteem-nya karena, apakah karena fisiknya kah ,
atau karena dia dibulli kah, atau karena, dia selalu disbanding-bandingkankah dengan teman
dekatnya kah atau maksudnya gimana gitu?
Penulis: oh yang gitu nya ada ya.
Riryn: iya, perlu ada hal itu karena nanti mungkin itu akan ngaruh ke social support dia sama
orang-orang yang meninggal gitu. Karena pertanyaan kamu tadi kan apakah masih bsia berfungsi
sehari-hari. Itu berarti ada kaitan kan sama social support, sama daily life nya dia, setelah kejadian
itu. Kayak gitu.
Penulis: kalau misalnya nih, Ini jadinya kan masih belum terlalu fix gitu kan. Jadi kalau misalkan
dibikin dianya dibuli itu harus ad misalnya kekurangan fisik, misalnya dipelajaran olah raga dia
buruk dan gini-gini. Itu cukup gak?
Riryn: kalau keluarga harmonis, ini berarti keluarganya sangat ideal ya.
Penulis: iya, anggepannya lumayan ideal.
Riryn: oke kalau keluarganya sangat ideal, biasanya itu tidak akan terlalu mengganggu sih. Karena
dia masih bisa find resource untuk itu. Karena gini, kebanyakan orang dapet masalah itu low self
esteem, kalau misalnya keluarganya sangat harmonis dan ideal, dia mungkin akan sedikit
kesulitan, tapi tidak sampai low self esteem. Karena sebenarnya asalah keluarga merupakan
support system yang paling baik. Kecuali kalau sangat significant, contoh misalnya dia, fisiknya
Perancangan Tokoh Yohan..., Maria Nonita, FSD UMN, 2018
xxvii
tidak ideal kemudian dibuli oleh temen-temennya. Dan itu kan kalau bullyingnya remaja sekarang
kan uga lumayan parah. Misalnya, nah itu bisa tuh low self esteem sehingga, dia menemukan save
heavennya dia itu dikeluarga, itu masih memungkinkan, gitu. Tapi kemungkinan itu dia low self
esteemnya karena teman-teman sebaya. Kalau anak kecil dia tidak akan terlalu bermasalah, dengan
orang dewasa dia juga tidak akan terlalu bermasalah. Karena memang ya, keluarga yang ideal,
keluarga yang baik itu udah jadi resource yang sangat baik. Dalam berbagai konseling atau terapi,
kalau keluarganya supportive, itu udah jadi resource yang sangat bagus untuk klien.
Penulis: kalau misalnya keluarga dia enggak supportive juga. Terus dia diluar juga dibulli?
Riryn: Itu baru besar kemungkinan dia, bahkan mungkin mengalami gngguan psikologis sebelum
dia dibulli gitu tuh, udah lebih ada. Karena kebanyakan masalah psikologis emang ya hard to say
gitu ya. Banyak dari keluarga juga sih sebenernya.
Penulis: oh jadi impact yang paling banyak itu dari keluarganya ya.
Riryn: jadi nanti kamu bsia bikin dynamicnya, setelah begini. Apa yang bisa nyambung mungkin,
atau gmna gitu.
Penulis: Kalau misalnya ini kita mau buat dia kena PTSD yang sangat parah berarti secara enggak
langsung dari luar juga dibulli, dari keluarganya juga kurang disupport itu cukup untuk bikin
PTSD yang parah.
Riryn: PTSD yang sangat parah. Dia perlu jadi salah satu orang yang menjadikan penyebab
kejadian itu. Either dia nyetir, atau dia menjadi salah satu pemicu kejadian itu bisa terjadi. Itu baru
bisa jadi PTSD yang sangat parah.
Penulis: Jadi kalau misalanya dia dikeluarga kurang disupport, dia diluarnya juga di bully, tapi dia
masih dalam kondisi “yaudah gw percaya sama adek gw”. Jadi sama orang tua dia tidak terbuka,
tapi sama adiknya oke lah, sosialisasi or smthing gitu. Nantinya begitu setelah kecelakaan ini dia
masih bisa function yang kayak normal atau gimana?
Riryn: I think it’s going to be hard sih. Sebenarnya adiknya juga mengalami grifing kan ya. Jadi
kalau sumber social support dia yang pertama adiknya, sementara adiknya itu juga grieving. Bisa
jadi complicated sih. Jadi ada kemungkinan function dia sehari-hari terganggu. Karena salah satu
symptompsnya PTSD itu memang secara significant mempengaruhi sehari-hari. Jadi contoh salah
Perancangan Tokoh Yohan..., Maria Nonita, FSD UMN, 2018
xxviii
satu klien saya, ada yang dia kecelakaan itu pas dia lagi nyebrang jalan dia ketabrak gitu. Itu bikin
dia gak mau nyebrang jalan. Di Indonesia jarang ada tmpat penyebrangan ya, dia akan milih muter
2 sampai 3 meter nyampai penyebrangan baru dia nyebrang. Jadi itu yang membuat dia sampai
telat masuk kelas, sampai kadang gak mau kuliah karena dia gak mau nyebrang jalan, gitu. JAdi
pasti ada fungsi sehari-hari yang terganggu. Jadi gak mungkin dia bakal hidup langsung normal itu
pasti gak mungkin. Kalau PTSD loh ya, pasti gak mungkin sih.
Penulis: tapi dia masih bisa cari adiknya gak? Kayak kekamar gitu?
Riryn: kalau cari adiknya ya..
Penulis: Dibayangan saya ya miss, itu dia ke flashback adiknya kebentur segala macem. Dia mulai
kayak overthinking terus dianya malah jadi lebih panic.
Riryn: cukup complicated sih, karena orang yang kena PTSD, cenderung avoid semua stimulus
yang berkaitan dengan traumanya. Dan adiknya itu mengingatkan dia akan trauma itu. Itu akan
complicated, akan ada conflict dalam dirinya. Dia mungkin akan bertanya-tanya dia perlu cari
adiknya atau enggak. Karena kalau dia cari adiknya pasti dia akan keinget kejadian itu. Tapi disisi
lain, adiknya ini juga sumber kekuatan buat dia, dan mungkin dia juga punya rasa tanggung jawab
ke adiknya. Tapi kalau bisa cari adiknya atau enggak, mungkin bisa cari.
Penulis: Oh okay. Bisa cari tapi susah gitu ya.
Riryn: tapi reaksinya nih. Dulu dia mungkin kakak yang loving atau apa, mungkin sekarang kalau
dia cari adiknya pun, reaksinya gak akan sama kayak dulu karena conflicting gitu. Kalau orang
yang kena PTSD, sebisa mungkin dia akan avoid semua hal yang mengingatkan dia pada hal itu.
Jadi contohnya gini, dia kena PTSD karena kecelakaan. Sebisa mungkin kalau dia melihat mobil
yang persis sama dia akan ini. Jadi mungkin kalau dia jalan dijalanan pun dia gak akan lihat
jalanan. Dia akan lihat ke bawah kalau jalan, dan udah pasti hal ini menimbulkan efek-efek
kecemasaan. Itu udah pasti itu. Terus mungkin ada orang yang nyebut kata mobil aja udah
triggering menurut dia. Kalau untuk PTSD yang parah ya. Apa lagi adiknya orang yang ada
didalam mobil itu. Jadi itu sudah pasti mengingatkan dia pada hal itu. Jadi mungkin kalau dia
ketemu adiknya pun reaksinya gak bakal kayak loving sister she used to be. Mungkin akan lebih
Perancangan Tokoh Yohan..., Maria Nonita, FSD UMN, 2018
xxix
kakau, atau mungkin marah-marah, atau mungkin gak marah sih. Lebih kearah just don’t know
what to do, don’t know what to say.
Penulis: jadi akan lebih kaku. Lebih diam.
Riryn: dia akan lebih diisi oleh pikirannya sendiri.
Penulis: tadi kana da disebutkan dia ada bergetar ya begitu dia sudah ke trigger dia kan bergertar.
Kalau saya buat dianya masih dalam kurun waktu 2 bulan, dimana kaki nya susah di gips dan
susah jalan. Ada gak sih pengandaian seperti jatuh ke lubang atau rasanya flashback itu
digambarkan seperti apa? Apa hanya seperti flashback aja?
Riryn: Flashback actually is everything sih. Karena semua luka-luka atau semua pain dan hurt
yang dialami waktu itu dirasakan dengan intensitas yang sama. Jadi contoh kayak, ketakutan yang
dia alami setelah kecelakaan dan rasa sakit yang sama setelah kecelakaan di PTSD itu dia akan
ngalami semuanya lagi setelah dia flashback itu. Padahal sebenernya itu kan udah lewat, itu gak
bener-bener terjadi, kayak ancaman itu udah bener-bener gak ada, tapi dia akan mengalami
ketakutan, kecemasan dan rasa sakit yang intensitasnya itu sama kayak waktu itu. Dan itu
sebenarnya sangat gak baik, karena itu sender sangat debilitating. Sangat tidak menyenangkan gitu
sih
Penulis: Terus saya ada pertanyaan lagi, untuk postur tubuh mereka ada cenderung yang gmna gitu
gak ya? Bungkuk atau bagaimana gitu?
Riryn: Akan selalu kyk coshios gitu si. Kalo yang baru-baru gitu biasanya mereka, tidur itu pasti
vital position. Meringkuk kayak bayi to protect themself. Terus disaat duduk bukan meringkukya,
lebih kekunci, kayak gini.
Penulis: Oh jadi lebih gini dan bagian sini gak kebuka lebar ya.
Riryn: gak akan rileks gitu. Kayak gini itu udah gak mungkin dan kedudukan yang nyender itu
kemungkinan besar sih enggak.
Penulis: jadi lebih ke tegak ya.
Riryn: iya ketegak dan kayak tegang gitu loh. Kayak gini. Biasanya sih kayak gini. Jadi kakinya
akan tertutup rapat, terus habis itu kayak melindungi diri. Jadi bukan kayak gini. Kalau ginikan
responsive body language-nya. Jadi hugging themselves gitu. Terus, keliatannya tense, keliatan
Perancangan Tokoh Yohan..., Maria Nonita, FSD UMN, 2018
xxx
tegang, keliatan takut, sense yang kita dapet itu gak biasa, daan keliatan body langguangenya
unconsciously to protect themselves. Atau mungkin ada jug ayang kayak gini, kayang gini gitu.
Penulis: kalau misalnya nih mereka lagi ngantuk atau lagi capek, bisa gak sih mereka stretching
yang sampe “huaa” gitu?
Riryn: not really, no.
Penulis: okay.
Riryn: Mereka kalau ngantuk atau gmna akan lebih kebody rocking gitu ya, capek gitu, nguap ya
nguap tapi cuma kayak “hmm” gitu atau gimana gitu, gak akan yang kayak apa ya gitu . Karena
even banyak orang yang PTSD itu takut untuk tidur, because they have dreams gitu. Sometimes
mereka berusaha untuk gak tidur. Jadi they do everything they can not to fall asleep gitu. Karena
when they fall asleep, they dream about it, gitu. Tidur itu selalu gak enak, bangun itu selalu gak
enak. Biasanya tuh bangunnya gak kayak orang yang mulet yang tidurnya enak, cukup tidur. Ini
kalo orang PTSD bangunnya biasa kagetan gitu, kayak “oke gua udah harus bangun”, gitu.
Biasanya orang yang kena PTSD bangunnya selalu kagetan sih. Gak pernah yang tidurnya enak.
Kalau orang yang PTSD ya, mereka rarely get enough sleep. Rarely get a good sleep. Jadi harus
minum obat penenang biasanya ya untuk get a good sleep.
Penulis: Kalau misalnya dalam jangka 2 bulan ini, ini kan masih baru ya. Apa harus langsung ke
terapi atau gimana? Maksudnya begitu dia keluar dari rumah sakit, apakah dokter bakal langsung
diagnose dia kena PTSD?. Atau bisa dari adiknya yang liat kakaknya ini teru kayak “ yuk kak, ke
PTSD” eh “ke therapist yuk, gini-gini” tapi si kakaknya kayak gak mau, gak mau gitu. Masuk akal
atau?
Riryn: Ini konteksnya Indonesia berarti ya. Ini orang yang cukup religious, cukup spiritual, atau
enggak? Jadi dia gak punya support system dari tempat ibadah juga?
Penulis: Enggak.
Riryn: Ada mungkin ada extended family yang bakal support mereka? Om, tante atau siapa.
Karena kalau meninggal berarti dia harus mengurusi pemakaman dong.
Penulis: Enggak ada. Iya.
Perancangan Tokoh Yohan..., Maria Nonita, FSD UMN, 2018
xxxi
Riryn: Dia akan ngurus sendiri, dia sama adeknya?
Penulis: Iya, dia sama adeknya
Riryn: Kalau di Indonesia, biasanya itu dokter umum itu tidak sering refer ke psikiater biasanya,
jadi dalam 2 bualan itu. Jadi ini kontesnya dia ini ekonominya?
Penulis: Ekonomi menengah.
Riryn: Menengah ke bawah, menegah ke atas?
Penulis: menengah kebawah.
Riryn: or just menengah?
Penulis: menengah aja.
Riryn: hitungannya dia sekolah kuliah?
Penulis: Dia umur 23, adeknya umur 17.
Riryn: dia udah kerja?
Penulis: udah, tapi kerjanya itu dirumah, dia itu writer gitu, penulis.
Riryn: Ohh. Penulis, ooh okee. Mungkin akan lebih baik sebenarnya. Karena penulis itu, menulis
itu bisa jadi untuk release gitu. Banyak yang healing lewat writing or drawing. That changed a lot
of pictures sebenernya, kalau dia writer. Hmm. Kalau konteksnya di Indonesia ya, bisa jadi di 2
bulan pertama itu. Tunggu ini writernya, writer apa nih?
Penulis: penulis novel, sama yang script yang buat film panjang.
Riryn: novelnya, novel apa? Romance, or thriller, or psychological atau apa gitu?
Penulis: Itu kita belum tau. Mungkin bisa di bikin drama thriller.
Riryn: Jadi dia seorang writer ya, dan dia seorang introvert ang lebh suka sendiri. Keliatannya dia
punya self awareness yang cukup baik. Malah kemungkinan dia yang nyari help sebenernya. Dia
yang kepikiran nyari psychologis, gitu, kalo dia low self esteem, gak terlalu punya banyak temen,
gak punya support. Tapi dia writer ya. Writer kan biasa research dulu kan yang pasti, dan writer
itu pasti punya basic psychological knowledge. Karena they have to know what people think and
feel. Jadi mereka bakal baca buku-buku psychology. Mungkin kalau dimasa itu, dia malah akan
cari psikolog, Karena psikolog itu orang yang dia gak kenal sama sekali. Karena ada salah satu
klien saya yang artist, buat actrees ya. Jadi dia gambar, painting, dan dia juga introvert, gak terlalu
Perancangan Tokoh Yohan..., Maria Nonita, FSD UMN, 2018
xxxii
sering keluar dan gak terlalu percaya sama orang. But then, ketika dia merasa ada masalah dia bisa
cari bantuan. Karena dia ngerti basic psychological “ oke there’s something wrong with me” gitu
“and I need to find some help”
Penulis: Bakal ada penundaan gak ya disaat dia tau “there’s something wrong with me” itu?
Riryn: Bisa jadi dalam waktu 2 buaan itu dan kalau di Indonesia, bisa jadi dia belum dapat help.
Karena dokter umum jarang yang refer ke psikiater, apalagi ke psikolog. Dan kalau sibuk dengan
pemakaman dan adjust banyak banget kan, adjust warisan, adjust kartu keluarga, adjust. There are
lots of things yang dia perlu kerjain gitu. Ungkin dia akan delayed response gitu. Bisa jadi gitu.
Berarti dia writer, dan dia low self esteem tapi berat sebelum kejadian ini fungsi hidupnya baik-
baik aja dong berarti. Mungkin yang ini delayed response sih. Yak arena itu, di awal-awal. Biaya
rumah sakit pasti dia yang bayarin juga dong yak arena gak ada family yang bantuin kan gitu. Dia
perlu ngurusin hal-hal itu dulu dank arena dia seorang writer. Menurut kamu dia apa? Tipe orang
yang lebih kemelankolis atau apa? Dia lebih ke orang yang ke thinking apa lebih ke feeling?
Penulis: Kalau dia orangnya yang lebih ke thinking bayangannya miss gimana?
Riryn: Oke, kalau dia lebih ke thinking, mungkin dia kan lebih awalnya keliatan adaptive, karena
dia akan bisa berpikir rasional dulu.” Gw harus ngurusin ini dulu nih, gw harus jaga adik gua, gua
harus ini, harus itu dulu, I need to be strong”, gitu Tapi kalau dia orang yang lebih ke feeling. Dia
mungkin gak akan peduli sama sema itu. “I don’t care”, gitu
Penulis: Jadi yang begituannya gak keurus gitu ya?
Riryn: Kalau dia orang yang ke feeling, dia mungkin malah apa akan jatuh ke smoking, or drugs or
apa, Jadi dia akan cari pelarian. Karena itu overwhelming. Tapi kalo orang yang lebih ke thinking.
In that condition, mereka bisa blocking emotionalnya dulu, tapi biasa meledaknya parah. Klo yang
thinking, dia akan sulit berpikir rasional jadi ya” apa gua ga peduli, I’m sad, I’m devastated, I’m
overwhelmed”, gitu “ I don’t wanna deal with that kind of thing” gitu. Jadi dia reserve ke dirinya
sendiri gitu kayak “ ini biaya hospital gimana?” “I don’t care, you do what you want”, gitu. “Ini
pemakaman orang tua gimana?” “I don’t care”, gitu.
Perancangan Tokoh Yohan..., Maria Nonita, FSD UMN, 2018
xxxiii
Penulis: Kalau misalnya dia yang ke thinking nih ya jatohnya, terus tadi miss bilang bisa meledak
ya, itu ada kurun waktunya berapa gitu gak tergantung sama orangnya gitu ya? Kalau misalnya
semua udah selseai, pemakaman udah selsai, semua udah beres baru dia flashback ya?
Riryn: Iya, bisa. Jadi kayak dia di awal delayed dulu dia blocking dulu feeling di dirinya dia
blocking dulu. When everything is done, ya. Tapi tergantung orangnya juga sih ya. Tapi when
everything is done, langsung meledak gitu. Bisa langsung kayak explode gitu. Semua flashback
come at the same time, all of the emotion come at the same time, gitu. Jadi bener-bener bisa kayak
histeris, gitu.
Penulis: Terus tadi orang yang kena anxiety, yang kena PTSD, yang gini-gini gitu ada gak sih
yang kayak similarities nya, yang entah matanya kosong, atau gimana, posture, gak keurusnya.
Ada kesamaan gak ya? Yang menonjol dari mereka.
Riryn: Kalau PTSD itu, yang pasti, kalau lagi pas berat-beratnya ya PTSDnya pasti keliatan gak
seger sih. Jadi kantong mata pasti keliatan lebih tebel, keliatan lebih gak bisa fokus, karena kurang
tidur. Dia akan seringnya nge blank gitu, jadi di ajak ngomong nanti nge-blank gitu. Kayak “hah,
kenapa?” gitu. Jadi susah fokus, keliatan gak seger, mungkin cara jalannya itu mungkin akan lebih
keliatan yang orang yang feel gak save gitu, jadi cara jalannya lebih nyeret, gitu. Kalau dia bawa
barang, dia akan selalu meluk depannya kayak gini, gitu. Karena dia ngelindungi dirikan, dia akan
selalu try to hold something, jadi dia gak akan jalan kayak orang pada umumnya yang tangan di
samping gitu, enggak sih. Hold something, kayak orang gelisah, kayak ada ancaman.
Penulis: Kan nanti dia akan pakai tongkat itu kan ya, is that enough buat dia meringkuk? Pas jalan.
Riryn: Mungkin dia akan pegangnya pake 2 tangan dan tongkat kruk gak akan di taruh di samping.
Kalau orang yang non-anxiety, dia mungkin akan duduk dan taro disamping kan. Ini kemungkinan
besar dia akan pegangin terus.
Penulis: Bahkan kalau dia lagi kerja? Kalau dia lagi ngetik nih, dia kan writer ya.
Riryn: Bakal meluk gini. Meluk gini. Jadi if things go wrong, dia bisa langsung cabut gitu loh.
Kyak gitu, jadi dia orang yang if things goes wrong dia orang yang akan langsung lari. Jadi dia gak
setenang itu dan sepercaya itu untuk taro ini disamping. Jadi duduk nih, dia akan meluk disini. Jadi
kalo ada apa-apa dia langsung.
Perancangan Tokoh Yohan..., Maria Nonita, FSD UMN, 2018
xxxiv
TRANSKRIP WAWANCARA DENGAN IBU WIWIT PUSPITA DEWI,
SEORANG PSIKOLOG KLINIS. (Jumat, 24 Maret 2017)
Wiwit: jadi kalau misalnya PTSD yang pertama symptomps-nya adalah re-experiencing. Jadi pasti
dia mengalami lagi flashback. Flashback itu sebenarnya bisa kayak, Lagi santai-santai tiba-tiba
kepikiran lagi. Bisa aja dia ada di tempat yang mengingatkan dia akan stimulus itu lalu muncul
lagi flashback-nya, atau bisa lewat mimpi muncul lagi flashback-nya, itu bisa. Bisa terjadi, gitu.
Jadi kalau situasi itu menyeramkan, menakutkan atau bikin apa. Pasti respon emosionalnya akan
mengikuti. Gitu ya. Sedih ya bakal nangis, cukup menegangkan ya bisa aja gemeteran, gitu. Dan
yang pasti PTSD juga orang-orangnya itu gampang kagetan gitu loh, jadi dia sangat sensitive.
Sama suara itu gampang kaget. Apalagi sama suara-suara yang mengingatkan dia pada situasi itu.
Jadi kayak hypersensitive gitu, atau kayak dia mudah sekali bereaksi gitu, untuk ya untuk hal-hal
seperti itulah. Lalu, biasanya juga dia akan avoidance, Jadi tempat-tempat yang mengingatkan dia
akan situasi itu cenderung akan dihindari. Gak hanya tempat, tapi juga pembicaraan mengenai hal
itu. Jadi lebih baik saya gak ngomong, gak bahas, gak nginget sama sekali. Karena kalau nginget
bisa aja dia inget lagi gitukan. Lalu, bentar, kayaknya ada satu lagi. Yang satu lagi, kemungkinan
aka nada perubahan secara cognitive, secara cara dia berpikir, ataupun mood. Jadi misalnya tadi
sangat gampang marah, jadi atau misalnya ada kejadian yang membuat orang lain meninggal itu
misalnya orang tuanya meninggal karena harus ngurusin saya gitu. Itu bisa saja dia ngerasa pasti
saya yang buruk, pasti apa gitu.
Penulis: kayak nuduh diri sendiri gitu ya.
Wiwit: Iya. Bisa gitu. Jadi sebenernya empat sih gejalanya, kayak tadi re-experiencing, terus
avoidance, terus perubahan secara cognitive, dan juga mood, gitu. Dan yang terakhir ya itu, kita
bilangnya apa ya. Hyperventilation kali ya. Hypervigilance. Iya hypervigilance, jadi kayak
gampang kaget, gampang apa sih itu ya kalau hypervigilance itu ya.
Jonas: kayak startling.
Wiwit: Iya, tiba-tiba gitu. Jadi lebih sensitive lah, menurut saya gitu. Kagetan. Iya itu. Umumnya
sih itu. Jadi hm. Sleep disturbance juga bisa. Sulit konsentrasi juga bisa, gampang marah juga bisa.
Perancangan Tokoh Yohan..., Maria Nonita, FSD UMN, 2018
xxxv
Penulis: kan kemarin sempat ngomong sama miss Riryn ada bilang nih, kan kakaknya ini kan laki-
laki, dia itu kerjaannya jadi penulis. Nah katanya miss Riryn kemarin, kalau misalnya dia penulis
itu bagus, karena salah satu cara untuk,
Wiwit: terapi.
Penulis: iya, terapinya gitukan. Ada gak sih, waktu disaat dia mau nulis itu gak bisa karena dia ke
flashback yang gitu-gitunya. Jadi kebanyakan bengongnya, gitu.
Wiwit: bisa, maksudnya ya bisa aja. Nulis itu memang jadi salah satu terapi untuk ekspresi emosi,
gitu kan. Tapi apakah orang bisa bengong pas nulis, ya sebenarnya bisa aja gitu, kalau dulu waktu
saya intervensi PTSD, kita interfensi per-symptomps. Jadi misalnya kalau symtompsnya adalah re-
experiencing, gitu. Kan re-experiencing itu memori atau ingatan yang bisa datang mendadak dan
kenapa dia tetapn re-experiencing, karena dia tidak bisa mengendalikannya. Jadi waktu interfensi
yang kita lakukan adalah kita membuat satu kegiatan yang tujuannya supaya orang ini yang dari
rasa “saya gak bisa control pikiran saya” sampai ngerasa “ saya bisa mengontrol” jadi itu
dilakukan kayak beberapa kegiatan misalnya, jadi kegiatannya itu cognitive ya, jadi misalnya
imajinasi. Misalnya gini, kamu bayangin sesuatu yang gak enak, gitu. Ada contoh dari beberapa
kegiatan, yang pertama kita bilangnya ‘screen’ tv screen gitu. Apa yang dilakukan? Jadi mereka
harus membayangkan situasi itu misalkan di dinding, gitu. Nah ini anggepannya itu kayak sebuah
tv. Tapi tv itu ada remotenya cuman visible remote dan itu kamu yang bisa ngotak-ngatik remote-
nya. Oke kamu bisa bayangin apa aja, misalnya mau bayangin sesuatu yang gak enak itu dia bisa
bayangin, dia bisa imajinasikan ada di situ. Lalu lama-lama kita bantu dia untuk, oke ini mungkin
awalnya keliatan ya, itu sangat jelas terlihat kadang ya bahkan ada orang yang bisa kayak
ngedenger kembali suaranya, gitu. Suara waktu situasi itu. Kamu bisa lihat ya situasinya kayak
gimana, terus lalu lama-lama kita akan mengajak dia untuk, oke jadi tv-nya awalnya warna-warni.
Coba-coba remotenya dipegang, visible gitu. Kita bikin hitam putih ya. Jadi ajak dia untuk
mengembalikan berpikirnya. Oke, tv nya hitam putih, coba-coba kita anggep tvnya antenanya
rusak.Tiba-tiba siarannya hilang-hilang gitu. Cuma ada suara aja. Dan terakhir kamu mau matiin tv
nih, yuk dimatiin yuk, gitu. Kalau udah siap yuk dimatiin, gitu. Jadi dia hanya membayangkan
terus matiin. Tapi itu sebelum mereka masuk ke interfensi itu mereka harus dikasih kayak, jaring
Perancangan Tokoh Yohan..., Maria Nonita, FSD UMN, 2018
xxxvi
penyelamat. Jadi itukan mereka harus bayangin sesuatu yang tidak menyenangkan dan itu bisa aja
tiba-tiba bikin dia gemeteran atau apa, marah, atau apa gitu. Dia harus diajarin cara-cara dia kayak
punya save place. Jadi diajarin cara bernafas, diajarin save place dulu. Jadi itu kayak apa ya, kalau
kamu jatoh itu yang akan nampung kamu lah. Jadi cara pernafasan. Terus save place itu gini
biasanya orang akan kita minta untuk tutup mata lalu membayangkan situasi yang paling nyaman
dan menyenangkan buat dia.
Penulis: tapi kalau misalnya nih dia dirumah dan dia belum pernah ke psikiater atau yang kayak
gitu. Berarti kalau misalnya dia lagi ngebayangin yang gimana-gimana. Berati dia gak bisa, berarti
dia gak tau save place-nya dia.
Wiwit: belum tentu. Iya, kadang kalau itu terjadi terus menerus berarti dia belum bisa
mengendalikan cara apa ya, kemampuan pikirannya dia. Berarti dia akan terus ke flashback.
Penulis: dan itu tergantung sama trigger-nya juga? Atau kadang bsia diem-diem aja?
Wiwit: iya, kadang bisa muncul gitu-gitu. Dan gak semua orang bisa, jadi gini save place itu
memang sesuatu yang kita ajarkan gitu. Tapi kadang orang awam itu ada yang bisa. Misalkan gini
dia denger dari mana “oke coba tarik nafas, tutup mata tarik nafas gitu”. Sebenarnya itu bisa
bentuk save place, tapi save place yang diajarkan di psikologi itu apa ya. Kadang gini, kita minta
orang tutup mata ajaitu bisa aja yang muncul bayangan yang menakutkan buat dia sebenarnya, dan
kita menghindari itu. Makanya save place itu harus ada instruksinya. Jadi bayangkan situasi yang
kamu bener-bener nyaman disitu, gitu, dan ada beberapa instruksi yang kita harus kasih tau ke dia.
Penulis: tapi kayak yang tadi ibu bilang, ada yang bisa sendiri ya? Gak perlu diajarin, karena dia
denger atau,
Wiwit: iya bisa aja dia udah dapet info dari orang lain kan sebenernya bisa aja atau mungkin lewat
ajaran agama dia. Ada beberapa yang ngajarin meditasi, itu kan sebenarnya mirip-mirip gitu. Tapi
itu yang tadi saya bilang, interfensi yang saya lakukan itu per-symtomps. Jadi itu bisa aja hanya
baru mengatasi beberapa symptomps saja, yang lain itu harus ya yang lain lagi caranya.
Penulis: itu tadi buat yang symtomps yang ke flashback itu apa namanya. Yang lainnya lain lagi.
Wiwit: Kayak avoidance itu lain lagi caranya.
Perancangan Tokoh Yohan..., Maria Nonita, FSD UMN, 2018
xxxvii
Penulis: Oh disaat dia udah sadar adiknya gak ada, dianya udah mulai ada triggernya juga, jadi
udah ke flashback lagi nih. Ya, mungkin nanti di film bakal banyakan yang ke flashback sih. Udah
begitu, setelah dia ke flashback itu mau dibuatnya dia gemeteran terus matanya mulai berkaca-
kaca. Udah mulai bisa nangis-nangis gitu. Dalam posisi itu, dia bakal sambil jalan nyari adiknya
ke kamar adiknya. Nah terus setelah itu, baru kita bikin begitu dia sampai ke kamar adiknya bakal
ada banyak foto orang tua. Nah itu dari levelnya yang Cuma nangis doang bisa sampai sampai
sesenggukkan gitu gak sih? Atau gimana gitu begitu dia udah liat yang lebih. Bukan suara doang
kan sekarang, tapi juga foto orang tua dan lain-lain. Mungkin bisa dibayangkan ibu.
Wiwit: tapi kondisinya dia lagi kebayang gitu-gitu ya?
Penulis: Iya, pas dia lagi di ruang tamu anggapannya. Dia nyadar adiknya gak ada, nah tiba-tiba
dia denger suara klakson, denger suara mobil terus dia kayak langsung keinget lagi gemeter, terus
begitu dia udah keinget dia balik lagi sekarang, dia udah over thinking, terus ke kamar adiknya
dalam kondisi habis flashback dan nemuin trigger yang lebih.
Wiwit: ini ceritanya berapa lama setelah kecelakaan.
Penulis: 2 bulan, sebulan dua bulan.
Wiwit: 2 bulan. Berarti dia sebenarnya masih masa berduka dong ya. Orangnya gimana sih
sebenernya tokohnya.
Penulis: maksudnya kayak personality-nya ya. Bentar saya tunjukin. Orang yang itu ini, ini
habitsnyadan living space- nya ya rumah. Dan dia tetutupuntuk hal-hal yang baru.
Wiwit: oke. Gak tau sih, saya kebanyangkan kalau rang yang seperti itu emosi dukanya tidak akan
dia bagi ke orang kan ya. Ya bisa aja sih. Bisa aja lebih parah dari itu. Dengan kriteria orang
seperti itu, tertutup, tidak mengekspresikan emosinya, berarti kan sebenarnya dia tidak
mengekspresikan emosinya dengan baik ya. Either bisa aja makin sedih, bisa aja.
Penulis: tapi kemarin sempat ngomong sama miss Riryn ya, dia tipe orang yang bakal pakai logic
nya dulu dari pada feelingsnya. Dia bakal ngurusin dulu pemakan, baru dia griving.
Wiwit: Pas itukan berari dia udah bereskan semua pemakaman ya yang lain-lain. Makanya reaksi
dia baru muncul kan setelah itu. Berarti sebenarnya udah mulai merasakan emosinya sih. Jadi
emosinya bakal keluar lebih lama lagi, nanti munculnya. Tapi disinikan sudah muncul.
Perancangan Tokoh Yohan..., Maria Nonita, FSD UMN, 2018
xxxviii
LAMPIRAN B: Lembar Pengajuan Judul
Perancangan Tokoh Yohan..., Maria Nonita, FSD UMN, 2018
xxxix
LAMPIRAN C: Lembar Bimbingan
Perancangan Tokoh Yohan..., Maria Nonita, FSD UMN, 2018
xl
Perancangan Tokoh Yohan..., Maria Nonita, FSD UMN, 2018