lingkungan pembelajaran positif (final kelompok foundation)

24

Click here to load reader

Upload: kelleykirana

Post on 24-Jun-2015

305 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Lingkungan Pembelajaran Positif (Final Kelompok Foundation)

Pendidikan merupakan kunci untuk semua kemajuan dan perkembangan yang berkualitas,

sebab dengan pendidikan manusia dapat mewujudkan semua potensi dirinya baik sebagai pribadi

maupun sebagai warga masyarakat. Dalam rangka mewujudkan potensi diri menjadi multiple

kompetensi harus melewati proses pendidikan yang diimplementasikan dalam proses pembelajaran.

Berlangsungnya proses pembelajaran tidak terlepas dengan lingkungan sekitar. Sesungguhnya

pembelajaran tidak terbatas pada empat dinding kelas. Pembelajaran dengan pendekatan lingkungan

menghapus kejenuhan dan menciptakan peserta didik yang cinta lingkungan.

Seseorang tidak akan mencapai tujuan yang dicita-citakan apabila di dalam diri orang

tersebut tidak terdapat minat atau keinginan jiwa untuk mencapai tujuan yang dicita-citakannya itu.

Dalam hubungannya dengan kegiatan belajar, minat menjadi motor penggerak untuk dapat

mencapai tujuan yang diinginkan, tanpa dengan minat, tujuan belajar tidak akan tercapai.

Dalam banyak kasus bahkan banyak juga guru yang tidak peduli dengan ragam pola

perilaku siswa (students behaviors) yang seharusnya mendapat treatment berbeda antara satu

dengan siswa lainnya. Karena keputus-asaan para guru, akhirnya persoalan manajemen pengelolaan

kelas menjadi hal yang sulit dipahami, karena biasanya para guru sering mengambil jalan pintas

dalam mengatasi persoalan di kelas, yaitu menggunakan otoritasnya yang besar sebagai guru,

sambil mencoba mengklasifikasi siswa mereka dengan hukuman dan penghargaan (punishment and

reward) yang seringkali sangat bersifat penanganan sementara terhadap kasus-kasus yang menimpa

siswa dalam belajar.

Untuk itu, kami akan memaparkan beberapa topik masalah yang tinbul dan perlu dibahas

dalam menciptakan lingkungan pembelajaran yang positif; antara lain:

1) Guru yang peduli terhadap siswanya yang diharapkan mampu menciptakan pembelajaran

yang positif

2) Guru efektif dalam mengelola kelasnya

3) Pendekatan yang dilakukan oleh seorang guru dalam menhadapi tingkah laku siswa yang

kurang sesuai

4) Guru dalam menanggapi tingkah laku siswa yang tidak sesuai

5) Hasil penelitian yang diharapkan mampu menangani segala permasalahan guru di dalam

kelas guna menciptakan pembelajaran yang positif, efektif dan efisien.

Adapun hasil diskusinya, akan kami jabarkan sebagai berikut:

1. Guru yang peduli terhadap siswanya yang diharapkan mampu menciptakan pembelajaran

yang positif

Page 2: Lingkungan Pembelajaran Positif (Final Kelompok Foundation)

Guru harus menunjukkan prilaku yang layak dan baik menurut himpunan masyarakat. Apa yang

dituntut dari guru dalam aspek etis intelektual dan sosial lebih tinggi daripada yang dituntut dari

orang dewsa lainnya. (Hasan; 2003) mengemukakan bahwa

Guru sebagai pendidik dan pembaharu generasi muda harus menjadi teladan di dalam maupun di luar sekolah. Guru harus senantiasa sadar akan kedudukannya selama 24 jam sehari, di mana dan kapan saja ia akan dipandang sebagai guru yang harus memperlihatkan kelakuan yang dapat ditiru oleh masyarakat khususnya anak didik. Selain sifat-sifat diatas, cara guru berpakaian, berbicara, bergaul dan berjalan merupakan cerminan dari kepribadian yang sangat berpengaruh terhadap anak didiknya dalam kegiatan belajar-mengajar.

Dari fenomena di atas dikaitkan dengan kenyataan yang ada, maka kami tertarik untuk melakukan

penelitian dengan

judul : “Hubungan Kepribadian Guru dengan Motivasi Belajar Siswa”. Alasannya:

1. Guru merupakan sosok yang dihormati mempunyai tanggung jawab besar untuk mendidik anak

dan mengajarkan ilmu demi terciptanya generasi bangsa yang kaya akan IPTEK dan IMTAK.

2. Kepribadian diri seorang guru yang ditampilkan dihadapan anak didiknya baik dalam maupun

luar sekolah akan berprngaruh terhadap keberhasilan belajar-mengajar.

3. Guru menjadi figur sentral yang mempunyai peranan dalam meningkatkan motivasi siswa di

dalam proses belajar.

Dalam sebuah pendidikan seorang guru adalah sosok yang berjasa untuk negara, mereka

mempunyai sikap, perilaku yang patut untuk dicontoh muridnya. Seperti kata orang jawa kata

‘guru’=digugu lan ditiru. Sifat-sifat mereka antara lain; rajin, penyayang, tegas, sabar, adil, pintar,

dan berwibawa. guru yang rajin akan menjadi panutan murid, sehingga para murid akan sengat

dalam belajar. Seorang Guru yang penyayang pada murid-muridnya adalah yang menjadi pusat

perhatian siswa-siswanya. Tapi kadang-kadang seorang guru harus bersikap tegas terhadap

muridnya untuk melatih kedisiplinan dan kepatuhan murid. Tapi seorang guru itu adalah sosok yang

sabar dalam menghadapi murid-muridnya. : Sifat sabar bagi seorang guru adalah kunci kesuksesan

dalam pembelajaran. Dan rasa adil yang diberikan guru adalah cermin jiwa yang bersahaja yang

membuat para siswa kagum terhadapnya.

Bagi siswa guru adalah sosok yang pintar yang tahu tentang segala-galanya. Juga pembawaan guru yang berwibawa akan menjadikan murid untuk selalu hormat dan patuh terhadap guru. Selain itu perilaku-perilaku guru yaitu selalu rapi dan sederhana membuat para siswa tambah kagum akan sosok seorang guru. Karena seorang guru adalah sosok yang selalu rapi dalam kegiatan belajar mangajar dikelas. Dan Penampilan sederhana seorang guru menjadi daya tarik tersendiri bagi murid-muridnya. (Sumargi; 1996)

Menjadi guru inspiratif tentu saja tidak dapat diraih dengan hanya sekedar "berbeda", ia

membutuhkan komitment tinggi terhadap perubahan, memahami, serta mampu membawa siswanya

memahami dunia melalui dirinya sendiri. Untuk mengetahui lebih jelas pengaruh minat terhadap

siswa dalam belajar, terlebih dahulu penulis mengemukakan pendapat para ahli tentang belajar itu

Page 3: Lingkungan Pembelajaran Positif (Final Kelompok Foundation)

sendiri. Secara umum belajar dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku akibat interaksi

individu lingkungannya. belajar adalah suatu perubahan tingkah laku yang terjadi sebagai hasil dari

pengalaman individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya dapat pula dikatakan bahwa belajar

adalah kegiatan-kegiatan yang melibatkan seluruh komponen badan termasuk fisik dan psikis.

Kegiatan tersebut, dilakukan secara aktif dan disengaja dalam rangka memperoleh ilmu

pengetahuan dan pengalaman yang baru. Untuk mencapai tujuan belajar yang dimaksud

diperlakukan adanya faktor pendorong atau minat dalam diri setiap siswa yang belajar. Dengan

demikian, adanya minat dalam diri siswa yang belajar, mereka dapat memusatkan perhatiannya

terhadap bidang studi yang dipelajarinya. Jika minat siswa dapat dibangkitkan, kemudian seluruh

perhatiannya dapat dipusatkan kepada bidang studi yang dipelajarinya, keadaan kelas dapat menjadi

tenang. Sebab siswa tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan hal-hal yang melanggar

ketertiban kelas. Dengan demikian prose belajar mengajar dapat berlangsung dengan baik dan siswa

pun dapat mencapai tujuan belajar sebagaimana yang diharapkan.

2. Guru efektif dalam mengelola kelasnya

Permasalahannya di banyak kelas yang ada di banyak sekolah yang terjadi adalah komunikasi nya

bersifat satu arah saja atau teacher centric. Didalam kelas yang bernuansa seperti ini jangan harap

ada nuansa terjadinya dialog yang bersifat keilmuwan atau dialog yang bersifat dua arah. Hal yang

akan terjadi dalam suasana kelas seperti itu adalah kelas jadi hening setiap saat, bukan karena siswa

asyik mendengarkan yang gurunya paparkan tapi mungkin juga karena siswa takut untuk bertanya

dan meminta keterangan lebih mengenai suatu topik yang sebenarnya menarik bagi dirinya.

Susahnya banyak guru yang cukup senang ketika menemukan suasana seperti itu di kelasnya, ia

berpikir kelas yang diajarnya sudah cukup berhasil, buktinya siswa terpana saat mendengarkannya.

Jika ada guru yang ingin berubah dalam arti membuat suasana kelasnya menjadi lebih dialogis dan

demokratis, maka hal pertama yang ia khawatirkan adalah wibawanya sebagai guru akan menurun,

karena setiap saat bisa saja siswa mendebatnya atau siswa mempertanyakan hal yang diajarkannya.

(Semiawan; 1991) menjelaskan Guru harus mempunyai antusias agar bisa dengan efektif

berkomunikasi dengan siswa. Sebab sukses tidaknya dalam mengelola sebuah kelas tidak lain tidak

bukan adalah bagaimana guru berkomunikasi dengan siswanya. Jika baik dalam berkomunikasi

secara otomatis maka baik juga pengelolaan kelasnya.

Berikut ini adalah tips bagaimana guru berkomunikasi yang efektif dengan siswanya di kelas.

1. Lihat kepada siapa anda berbicara, karena semakin muda usia siswa semakin perlu kita

menyederhanakan kata-kata. Walaupun topik yang sama yang anda hantarkan, tetap saja

mesti sipilih kata-kata yang sekiranya cepat dimengerti oleh siswa. Diharapkan dengan

demikian siswa akan cepat menangkap maksud yang anda sampaikan.

Page 4: Lingkungan Pembelajaran Positif (Final Kelompok Foundation)

2. Jadilah orang yang mampu mendengar dengan antusias, usahakan jangan membagi

perhatian anda pada hal lain saat sedang berbicara dengan siswa anda. Setelah selesai siswa

anda bicara, katakan seperti ini padanya, “Biar ibu/bapak ulangi, yang ibu/bapak mengerti

bahwa kamu mengatakan ……..”

3. Anda adalah orang yang menjadi model berbahasa dan berkomunikasi lisan dan tulisan di

kelas, siswa kita di kelas semakin muda usianya ibarat kaset kosong yang merekan semua

yang anda katakan.

4. aat menulis bahasa tulisan, ingatlah bahwa yang anda tulis akan bertahan lama di ingatan

siswa. Sebagai contoh berapa banyak dari kita sebagai guru yang menulis berapa jumlah

jawaban yang betul pada lembar kertas jawaban siswa saat test. Artinya sebagai guru kita

biasanya langsung menulis nilai dan membiarkan siswa menebak berapa betul dan berapa

salah yang ia dapatkan.Akan lebih bagus lagi jika anda tidak sekedar menilai tetapi juga

memberi ucapan yang bernada motivasi yang membesarkan semangat siswa sebagai

pembelajar.

5. Saat menulis status anda di facebook, gunakan bahasa tulisan yang baik dan benar, hindari

bahasa sms, karena mengajar subyek apapun kita, sejatinya semua guru adalah guru bahasa

bagi siswanya.

6. Jika anda mengajar di taman kanak-kanak, jangan perlakukan mereka seperti bayi dengan

berbahasa dan bersikap ‘membayi-bayikan’ siswa anda.

7. Siswa dalam berbagai tingkatan ilmu juga punya harga diri. Hindari sikap menyindir dan

merendahkan harga dirinya di hadapan siswa lain.

8. Saat berkomunikasi non verbal dengan siswa, hindari

• tangan bersedekap atau melingkar di dada karena itu berarti anda mengambil jarak dan

tidak mau mengerti siswa dari awal.

• menunjuk-nunjuk saat sedang bicara dengan siswa karena itu berarti guru berusaha

memaksakan kehendak.

9. Untuk menjaga hal-hal yang tidak di inginkan saat kita sedang marah atau memperingatkan

siswa mengenai kesalahan yang ia lakukan, silangkanlah tangan ke belakang punggung, ini

akan menghindarkan kita dari melakukan kekerasan pada siswa.

3. Pendekatan seorang guru dlam menhadapi tingkah laku siswa yang kurang sesuai

Dalam banyak kasus, pendekatan sederhana para guru dalam mengatasi problem siswa di

kelas lebih kepada pendekatan hukuman dan penghargaan. Jika ada satu atau siswa melakukan

kesalahan, seorang guru biasanya lebih banyak "menghakimi" siswanya dengan menulis nama

siswa tersebut di papan tulis, menegurnya di depan teman-teman sekelasnya, bahkan dalam

Page 5: Lingkungan Pembelajaran Positif (Final Kelompok Foundation)

beberapa kasus ditemukan guru tidak segan untuk memaki dan memarahi seorang siswa di depan

teman-temannya. Sebaliknya, banyak juga guru, atas dasar karena suka dengan siswa tertentu entah

karena preatasi atau orangtuanya, seorang guru juga kerap memberikan pujian di depan kelas secara

sepihak, tanpa menyadari perasaan tertekan siswa lainnya yang tidak dipuji atau dihargai. Blocking

mental development para siswa dengan sendirinya menjadi terklasifikasi antara siswa pandai dan

bodoh, kaya-miskin, dan bentuk labelling lainnya. Bahkan tak jarang para guru kiti seperti terbiasa

melakukan bujukan yang tak semestinya dalam mengatasi problem perilaku siswa mereka.

Pendekatan "you behave today, I will give you a piece of candy" akhirnya menjadi pilihan

sederhana dalam mengelola perilaku siswa di dalam kelas. (Supriadi; 1998) memaparkan,

Pendekatan sederhana dalam mengelola manajemen kelas tanpa membuat perasaan sakit hati siswa lainnya sebenarnya sangat sederhaha. Kuncinya terletak pada bagaimana seorang guru mampu membuat seluruh siswa di kelasnya tetap aktif dalam mengikuti proses belajar mengajar di kelas.

Para guru dapat mencoba lima tips cara mudah mengelola kelas di bawah ini.

(a) Gunakan pendekatan All-write. Tinimbang meminta anak untuk mengacungkan tangan

dalam merespon setiap pertanyaan dari guru, lebih baik meminta mereka untuk

menuliskan jawaban mereka dalam bentuk naratif. Bukan hanya guru akan lebih memudah

membuat siswanya untuk sibuk dan berpartisipasi aktif, tetapi kemampuan siswa dalam

merespon jawaban juga pasti akan meingkat karena siswa akan mencoba merekonstruksi

dan menganalisis jawaban secara tertata.

(b) Pasangkanlah setiap siswa untuk terbiasa saling berbagi dan saling mengkritik jawaban

mereka masing-masing. Seluruh kelas pasti akan ramai dalam suasana diskusi yang hidup.

(c) Gunakan sesekali pendekatan on-the-clock, agar siswa terbiasa juga mengerjakan sesuatu

dengan batas waktu yang diberikan para guru. Kemampuan ini akan meningkatkan fokus

siswa dalam belajar.

(d) Guru juga dapat menggunakan pendekatan check-for-Understanding terhadap siswa

secara satu persatu. Tolok ukurnya bukannya pemahaman guru, tapi untuk mengecek

seberapa besar dan jauh pemahaman siswa terhadap mata pelajaran. Kelima, buatlah

semacam list dalam katagori "do-now assignment" yang harus dikerjakan siswa saat itu

juga, hanya untuk mengecek kesiapan para siswa untuk belajar hari itu.

Sekali lagi, manajemen kelas yang efektif bukanlah sekedar punishment and reward, tapi bagaimana

seorang guru mampu meningkatkan keterampilan pedagogisnya dalam mengajar secara tertata dan

sistimatis yang jauh dari perasaan ingin menyakiti perasaan siswa-siswa mereka.

Tujuan pengelolaan kelas pada hakikatnya telah terkandung dalam tujuan pendidikan.

Secara umum tujuan pengelolaan kelas adalah penyediaan fasilitas bagi bermacam-macam bagi

Page 6: Lingkungan Pembelajaran Positif (Final Kelompok Foundation)

kegiatan belajar siswa dalam lingkungan sosial, emosional dan intelektual dalam kelas. tujuan

pengelolaan kelas adalah agar setiap di kelas dapat bekerja dengan tertib sehingga segera tercapai

tujuan pengajaran secara efektif dan efisen.

Berikut beberapa contoh pendekatan dalam pengelolaan kelas diantaranya adalah :

a.   Pendekatan kekuasaan

Pengelolaan kelas diartikan sebagai suatu proses untuk mengontrol tingkah laku anak

didik. Peranan guru disini adalah menciptakan dan mempertahankan situasi disiplin

dalam kelas. Di dalamnya ada kekuasaan dalam normay mengikat untuk ditaati anggota

kelas.

b.   Pendekatan Pengajaran

pendekatan ini didasarkan atas suatu anggapan bahwa dalam suatu perencanaan dan

pelaksanaan akan mencega munculnya masalah tingkah laku anak didik, dan

memecahkan masalah itu bila tidak bisa dicegah. Pendekatan ini menganjurkan tingkah

laku guru dalam mengajar untuk mencegah dan menghentikan tingkah laku anak didik

yang kurang baik.

c.   Pendekatan perubahan tingkah laku

Sesuai dengan namanya, pengelolaan kelas diartikan sebagai suatu proses untuk

mengubah tingkah laku anak didik. Peranan guru adalah mengembangkan tingkah laku

anak didik yang baik dan mencegah tingkah laku yang kurang baik. Pendekatan ini

bertolak dari sudut pandang bihavioral yang mengemukakan asumsi bahwa :

1. Semua tingkah laku yang baik dan yang kurang baik merupakan hasi proses belajar asumsi ini

mengharuskan wali / guru kelas berusaha menyusun program kelas dan suasana yang dapat

merangsang terwujudnya proses belajar yang memungkinkan siswa mewujudkan tingkah laku

yang menurut ukuran norma yang berlaku dilingkungan sekitarnya.

2. Di dalam proses belajar terdapat proses psikologis yang fundamental berupa penguatan positif

(positive re inforcement) hukuman penghapusan (extinction) dang penguatan negatif (negative

reinforcement) asumsi ini mengharuskan seorang wali / guru melakukan usaha mengulang-ulangi

program atau kegiatan yang dinilai baik (merangsang) bagi terbentuknya tingkah laku tertentu

terutama dikalangan siswa.

4. Guru dalam menanggapi tingkah laku siswa yang tidak sesuai

Di setiap kegiatan proses pembelajara, guru sering menghadapi perilaku siswa yang bermasalah.

Sebab-sebab siswa bermasalah :

Masalah yang bersumber dari diri siswa.

Bersumber dari pengaruh teman.

Page 7: Lingkungan Pembelajaran Positif (Final Kelompok Foundation)

Bersumber dari sekolah (tuntutan sekolah seperti membeli pakaian seragam, terlambat

membayar uang sekolah, tuntutan  membeli buku, tagihan keuangan kepada siswa).

Bersumber pada guru (cara guru mengajar yang tidak menyenangkan menimbulkan

penolakan siswa terhadap guru).

Sebab yang bersumber dari lingkungan sekitar siswa.

Bersumber dari masyarakat (kerusuhan, penjarahan, perkelahian antar siswa antar sekolah).

Masalah-masalah khusus yang dihadapi guru :

kesulitan mengajar mata pelajaran yang diampunya.

masalah pribadi yang berpengaruh pada semangat kerja. (diperlukan ketenangan kerja)

masalah yang terjadi pada tiap jenjang pendidikan seperti PAUD (TK), SD, SMP, SMA,

keluhan yang pernah dirasakan oleh beberapa guru di sekolah yaitu sulitnya menangani siswa dan

berbagai permasalahannya. Mari kita lihat keluhannya di bawah ini :

Pusing. Itulah hal yang dirasakan saat menghadapi anak bandel. Misalnya : ngobrol sendiri saat

guru menerangkan, baju selalu dikeluarkan, selalu tidak membawa atribut sekolah saat upacara,

selalu telat. Ditegur dan diingatkan secara baik-baik....tetap tidak mau peduli.

Jika kita cermati, keluhan di atas merupakan cerminan seorang guru yang kehabisan cara/

akal serta kurang sabar dalam mengatasi siswa bermasalah, dan ini adalah suatu hal yang boleh

dikatakan aneh. Mengapa? Karena seseorang yang terjun ke dunia pendidikan dan menjadi guru

tentunya sejak semula pasti memahami bahwa komitmen guru di mana pun sekolahnya adalah

mengajarkan, mendidik dan membentuk siswa, yang berbingkai dedikasi seorang guru.

Mengajarkan dalam arti memindahkan materi ilmu pengetahuan yang dikuasai guru kepada siswa,

mendidik dipahami sebagai memperkenalkan hal-hal baru tentang kehidupan dan penerapannya

melalui latihan-latihan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya mendidik agar siswa tahu etika

berinteraksi, mendidik siswa agar tahu peraturan, mendidik siswa berbudi pekerti, dan didikan lain

dalam proses pembelajaran di kelas sehingga terbentuklah intelektualitas serta karakter seperti yang

kita harapkan bersama. Keterpaduan proses itu sejalan dan tidak terpisahkan.

Seseorang belum dapat disebut guru jika hanya melaksanakan satu aktivitas saja, misal hanya

mengajar, hanya mendidik, atau hanya membentuk. Ketiganya harus berproses bersama. Oleh

karena itu, jangan menjadi guru kalau hanya baru dapat mengajar, tanpa mendidik dan membentuk,

karena hasil olahannya tidak sempurna.

Dan seandainya kasus-kasus di atas benar-benar terjadi, adalah tugas guru untuk membenahi

dan mengatasinya dengan berbagai macam metode yang dikuasai. Cobalah, karena ini juga

merupakan tantangan bagi kita untuk menaklukkannya atau anda akan menyerah seperti contoh

keluhan di atas. Semua kembali kepada komitmen guru.

Page 8: Lingkungan Pembelajaran Positif (Final Kelompok Foundation)

Permasalahan siswa dibedakan atas dua macam masalah, yaitu masalah diri siswa (individu) dan masalah kelompok. Masalah individu meliputi perilaku mencari perhatian (siswa mencoba mencari perhatian agar guru dan temannya tahu bahwa dia mempunyai hal-hal yang dianggapnya lebih), perilaku menunjukkan kekuatan (siswa merasa lebih besar dan kuat dibanding yang lain), perilaku ketidakmampuan (perilaku ini akan ditujukkan siswa untuk menutupi ketidakmampuannya), dan perilaku membalas (karena perlakuan yang diterimanya dianggap menyakiti, menyinggung perasaan), yang akan tampak dalam berbagai bentuk tindakan atau perilaku menyimpang, yang tidak hanya akan merugikan dirinya sendiri tetapi juga dapat merugikan orang lain atau kelompok. (Surya; 1998)

Masalah kelompok meliputi : • Kelas kurang kohesif, karena jenis kelamin, suku, tingkatan sosial ekonomi, dan

sebagainya.

• Penyimpangan dari norma-norma perilaku yang telah disepakati sebelumnya. (Kesepakatan

siswa terhadap ketentuan mengikuti kelas yang telah ditandatanganinya)

• Reaksi negatif terhadap salah seorang anggotanya.

• “Membombong”(memuji berlebihan) anggota kelas yang justru menimbulkan rasa iri.

• Semangat kerja rendah atau semacam aksi protes kepada guru, karena menganggap tugas

yang diberikan kurang fair. Kelas kurang mampu menyesuaikan diri dengan keadaan baru.

Alangkah indahnya jika harapan terciptanya lingkungan pembelajaran yang positif seperti itu

terwujud. Dan yang dapat melakukannya di sekolah adalah kita para guru. Jangan pernah merasa

pusing dan masa bodoh dengan tingkah laku siswa, karena itu berarti anda mengorbankan diri

sendiri. Kita tidak dapat memungkiri memang itulah yang terjadi terhadap kita para guru di tengah

kesibukan kita menyusun perencanaan pembelajaran dan tugas-tugas lain seiring pelaksanakan

proses pembelajaran, di mana pun tempatnya. Dan itu adalah imbas dari majunya zaman, teknologi

informasi, kultur sosiologi, cara pandang manusia terhadap pendidikan, dan persaingan mutu

pendidikan antarsekolah.

Memang ada orang tua siswa yang memberi perlindungan kepada anaknya berlebihan,

bahkan tidak mau tahu keadaan keseharian anaknya di sekolah. Ini tidak dapat disalahkan secara

sepihak. Tergantung dari bagaimana kita sebagai guru menyikapi dan menghadapinya, karena

meskipun kecil, guru tetap mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengelola kelas sesuai

ketentuan yang diberlakukan di sekolah terutama dalam mendisiplinkan siswa sehingga siswa

memahami bahwa lingkungan sekolahnya mempunyai aturan yang harus ditaati.

Percaya sajalah bahwa orangtua siswa memilih suatu sekolah dan memasukkan anaknya itu karena

mereka mempunyai kepercayaan penuh terhadap sekolah dan telah mempertimbangkan berdasarkan

penilaian terhadap kelebihan-kelebihan suatu sekolah. Dan kalau orangtua percaya bahwa sekolah

tempat anaknya belajar itu berkualitas dengan sendirinya mereka pun percaya terhadap para guru

yang mendidik anaknya. Setuju khan? Jadi seandainya terjadi seperti contoh kasus di atas, guru

dapat dengan mudah menanganinya.

Page 9: Lingkungan Pembelajaran Positif (Final Kelompok Foundation)

Bagaimana dengan multiplikasi pengelolaan kelas? Multiplikasi boleh dipahami sebagai

memperbanyak teknik penerapan mengelola kelas agar situasi pembelajaran berjalan kondusif

berdasar pada hakikat mengajar, mendidik, dan membentuk siswa. Guru harus kreatif

memvariasikan cara mengelola kelas dengan pendekatan manusiawi. Pengelolaan kelas lebih

berkaitan dengan upaya-upaya untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi

terjadinya proses belajar (pembinaan rapport, penghentian perilaku peserta didik yang

menyelewengkan perhatian kelas, pemberian peringatan dan pujian, penyelesaian tugas oleh peserta

didik secara tepat waktu, penetapan norma kelompok yang produktif), didalamnya mencakup

pengaturan orang (siswa) dan fasilitas.

Berikut ini beberapa cara yang mungkin dapat membantu mengelola kelas anda :

Kondisi Fisik

1. Pengaturan Tempat Duduk

Kelas konvensional mengatur tempat duduk siswa 4 atau 5 baris berderet, menghadap papan tulis

Seperti pengaturan kelas pada umumnya. Mungkin saja ini membosankan bagi sebagian siswa,

maka tidak ada salahnya kalau sekali waktu pengaturan tempat duduknya diubah disesuaikan

dengan kebutuhan dan keselarasannya dengan materi yang di ajarkan. Pada prinsipnya

pengaturan tempat duduk bertujuan mempermudah guru dan siswa dalam proses pembelajaran

sekaligus membantu guru dalam mengendalikan suasana kelas.

2. Menetapkan Prosedur Kelas

Guru mengetahui perbedaan antara prosedur kelas (apa yang guru inginkan contohnya cara

masuk kedalam kelas, mendiamkan siswa, bekerja secara bersamaan dan lain-lain ) dan rutinitas

kelas (apa yang siswa lakukan secara otomatis misalnya tata cara masuk kelas, pergi ke toilet dan

lain-lain). Ingat prosedur kelas bukan peraturan kelas dan ini mungkin akan berbeda antara kelas

yang satu dengan kelas yang lain.

3. Ruang kelas dan fasilitasnya

Kebersihan ruangan tempat belajar sangat berpengaruh pada kebiasaan siswa terhadap kepedulian

keadaan kelas. Dan ini menuntut guru untuk selalu mengingatkan siswa tentang pentingnya

menjaga kebersihan kelas.

Kondisi Emosional (Dipandang dari sisi guru)

1. Tipe Kepemimpinannya

Seperti apa dan bagaimanakah sikap seorang guru dalam proses pembelajaran dan pengelolaan

kelas, yang akhirnya terpola pada benak tiap siswa. Otoriter membuat siswa hanya akan aktif

kalau ada guru sedangkan kalau tidak ada maka tidak akan aktif. Demokratis lebih

memungkinkan terbinanya sikap persahabatan antara siswa dan guru. Sikap ini dapat membantu.

Menciptakan iklim yang menguntungkan bagi terciptanya kondisi proses belajar mengajar yang

Page 10: Lingkungan Pembelajaran Positif (Final Kelompok Foundation)

optimal. Anda berada pada posisi yang mana?

2. Sikap Guru

Sikap guru menghadapi siswa yang melanggar peraturan sekolah hendaknya tetap sabar dan

bersahabat dengan suatu keyakinan bahwa seburuk apa pun tingkah laku siswa pasti dapat

diperbaiki.

3. Suara Guru

Guru mengajar di kelas itu sama halnya dengan penjual jamu di pasar, keduanya menuntut

perhatian dari pendengar. Pembeli berdatangan karena karena penjual jamu itu bersuara dengan

keras, sebaliknya siswa akan memperhatikan guru jika guru itu bersuara keras, lantang, tetapi

tidak berteriak.

4. Pembinaan raport

Pada setiap pembagian buku raport hasil belajar siswa, pemberian komentar yang dituliskan

dalam buku raport sangat diharapkan membuat siswa menjadi bergairah dan bersemangat dalam

belajar selanjutnya, bukannya menjadikan siswa merasa dihakimi kesalahannya.

5. Kesadaran diri guru

Bahwa guru itu mengemban tugas yang berat harus disadari, yaitu mengajar, mendidik, dan

membentuk. Jika ini ada pada setiap guru lalu ditemukan permasalahan yang berhubungan

dengan siswa, jadikanlah ini sebuah tantangan untuk diselesaikan dengan baik. Ingat!

Permasalahan siswa dapat pula bersumber dari guru yang kurang tepat menerapkan strategi

pengelolaan kelas. Jangan merasa pusing dan masa bodoh seperti contoh kasus di atas.

6. Kesadaran diri siswa

Ingat pula bahwa latar belakang, kondisi ekonomi, intelektualitas, dan karakter siswa itu

beragam, hal ini jangan sekali-kali disamaratakan karena akan sulit mengatasinya jika muncul

masalah pada diri siswa. Sebagian dari mereka memang sejak dari rumah sudah menyadari

bahwa kedatangannya ke sekolah itu untuk belajar (ini terkondisikan oleh keluarga), tetapi ada

pula yang belum menyadari pentingnya belajar (sekolah hanya digunakan untuk sekedar mengisi

waktu saja) dan menjadi tugas guru untuk menanamkan kesadaran belajar itu.

7. Ketulusan Guru

Tulus dapat dimaknai sebagai kesungguhan hati, tidak dalam kepura-puraan. Ketulusan hati guru

merupakan kesungguhan hati dalam dedikasinya mengemban misi pendidikan mengajar,

mendidik, dan membentuk siswa seutuhnya.

8. Kepedulian Guru

Tanamkan pada diri anda kepedulian terhadap permasalahan yang ada pada diri siswa. Sekecil

apa pun masalah yang ada memerlukan andilnya tanggung jawab guru untuk membantu

Page 11: Lingkungan Pembelajaran Positif (Final Kelompok Foundation)

menemukan jalan keluarnya.

9. Dari Hati ke Hati

Mengajak siswa untuk berbicara, mengapa ia melakukan pelanggaran ketertiban dan ketentuan

sekolah, kemudian memberikan masukan kepada siswa apa yang sebaiknya dilakukan. Jika perlu

ajak siswa untuk berbicara empat mata.

10. Mengasihi

Karena hubungan emosional guru dan siswa dimana siswa merupakan sosok yang menjadi

objek pembentukan diri dari segi intelektualitas serta karakter sedangkan guru adalah

pembentuknya, maka sudah sewajarnya jika kita mengasihi mereka. Karena bagaimanapun juga

antipati terhadap siswa akan menghambat guru dalam menjalankan misi pembelajaran.

Tentunya selain hal-hal di atas para guru juga mempunyai cara-cara lain sehubungan dengan

bagaimana mengelola kelas dan bagaimana mengelola perencanaan pembelajaran. Sehingga pada

akhirnya nanti tidak lagi kita dengar keluhan guru tentang siswa bandel, malas, tak mengerjakan

tugas, sering terlambat, sengaja melanggar tata tertib sekolah, dan permasalahan siswa yang lain.

Yang ada hanyalah senyuman guru yang merasa bangga karena siswanya berprestasi dengan

karakter yang layak dipuji.

5. Hasil penelitian yang diharapkan mampu menangani segala permasalahan guru di dalam

kelas guna menciptakan pembelajaran yang positif, efektif dan efisien.

Guna dapat menciptakan pendidikan guru yang berkualitas, berdasarkan beberapa hasil penelitian

Darling-Hammond. dan Bransford (Ed.) (2005: 394) menyatakan bahwa minimal ada tiga elemen penting

dalam desain program pendidikan guru yang harus diperbaiki (dibuat berbeda dengan kondisi saat ini).

Ketiga elemen tersebut adalah sebagai berikut.

1. Konten pendidikan guru, berkenaan dengan materi yang harus diberikan kepada para mahasiswa,

bagaimana cara memberikannya, bagaimana memadukan berbagai materi tersebut sehingga

bermakna, termasuk juga bagaimana perluasannya agar mahasiswa memiliki peta kognitif yang

akan membantu mereka melihat hubungan antara domain pengetahuan keguruan dengan

penggunaanya secara praktis di lapangan untuk mendorong para siswanya belajar.

2. Proses pembelajaran, berkenaan dengan penyusunan kurikulum yang sejalan dengan kesiapan

mahasiswa dan mendasar pada materi serta proses pembelajaran praktis yang mampu

menimbulkan pemahaman mahasiswa melalui kreativitas aktifnya dalam kelas.

3. Konteks pembelajaran, yang berkenaan dengan penciptaan proses pembelajaran kontekstual guna

mengembangkan keahlian praktis mahasiswa.

Page 12: Lingkungan Pembelajaran Positif (Final Kelompok Foundation)

Program pendidikan bermutu pada dasarnnya adalah program pendidikan guru yang

senantiasa mempertimbangkan pertanyaan apa yang harus dipelajari guru dan apa yang dapat

dilakukan guru. Pertanyaan apa yang harus dipelajari guru akan mendorong program pendidikan

guru senantiasa mengajarkan materi-materi kontekstual kepada para mahasiswa. Materi-materi

kontekstual tersebut tentu saja tidak hanya disajikan secara teoretis melainkan disajikan secara

praktis sehingga para calon guru mampu memperoleh dua pengalaman sekaligus yakni konsep dan

praktis. Dengan kata lain, dapat dikatakan program pendidikan guru harus mampu mendidik calon

guru dalam asumsi dasar belajar tentang konsep praktis dalam praktiknya.

Pembangunan guru yang berkualitas guna menunjang pembentukan pendidikan bermutu tidak

sebatas bergatung pada program pendidikan guru yang ditempuhnya. Pengembangan kualitas guru

sesungguhnya adalah terletak pada kemauan dan kemampuan guru untuk mengembangkan dirinya ketika

mereka sudah menduduki jabatan guru. Dengan kata lain, pembangunan kualitas guru terletak pula pada

usaha membangun kapabilitas guru itu sendiri. Melalui pembangunan berbagai kapabilitas diharapkan guru

akan mampu merefleksi diri sehingga kompetensinya akan senantiasa berkembang. Berbagai kapabilitas

yang telah dikemukakan tersebut pada prinsipnya merupakan wilayah pengembangan guru yang harus secara

terus-menerus dikembangkan. Melalui kepemilikan dan pengembangan kapabilitas tersebut, guru akan

mampu memiliki kemampuan teknis dalam melaksanakan pembelajaran, kemampuan mengambil keputusan,

dan kemampuan merefleksi kritis kinerjanya sebagai wujud nyata sosok guru yang berkualitas.

Aspek lain yang penting dalam rangka membangun kualitas guru adalah usaha mewujudkan guru sebagai

peneliti. Hal ini sejalan dengan kenyataan bahwa guru harus mampu merefleksi diri dan kinerjanya. Melalui

usaha ini guru akan mengetahui kekuranganya dan sekaligus mampu memperbaikinya. Lebih lanjut, melalui

penelitian yang dilakukan guru, pembelajaran yang dilaksanakan akan lebih efektif dan efisien dalam rangka

mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. (Yunus, 2006;56) mengatakan bahwa jenis penelitian

yang tepat digunakan tentu saja adalah penelitian tindakan kelas. Sebagaimana telah kita ketahui bahwa

penelitian tindakan kelas pada dasarnya adalah penelitian yang dilakukan guru untuk meningkatkan

profesionalismenya. Penelitian ini menitikberatkan kajian atas kegiatan praktis pembelajaran yang dilakukan

guru dalam menjalankan tugas keseharianya. Dengan demikian, melalui penelitian ini guru akan secara sadar

dan terus menerus melakukan analisis atas kelemahan pembelajaran yang dilaksanakannya serta

memperbaiknya dengan melaksanakan berbagai tindakan perbaikan.

Kesimpulan:

Keharmonisan hubungan guru dengan siswa mempunyai efek terhadap pengelolaan kelas. Guru

yang apatis terhadap siswa membuat siswa menjauhinya. Siswa lebih banyak menolak kehadiran

guru. Rasa benci yang tertanam di dalam diri siswa menyebabkan bahan pelajaran sukar diterima

dengan baik. Kecenderungan sikap siswa yang negatif lebih dominan. Sifat kemunafikan ini

menciptakan jurang pemisah antara guru dan siswa. Lain halnya dengan guru yang selalu

memperhatikan siswa, selalu terbuka, selalu tanggap terhadap keluhan siswa, selalu mau

Page 13: Lingkungan Pembelajaran Positif (Final Kelompok Foundation)

mendengarkan kesulitan belajar siswa, selalu bersedia mendengarkan saran dan kritikan dari siswa

dan sebagainya adalah guru yang disenangi oleh siswa. Siswa rindu akan kehadirannya, siswa

senang mendengarkan nasehatnya, siswa merasa aman disisinya, siswa senang belajar bersamanya,

dan merasa bahwa dirinya adalah bagian dari diri guru tersebut. Itulah figur seorang guru yang baik.

Figur guru yang demikian biasanya akan kurang menemui kesulitan dalam mengelola kelas.

Sehingga pada akhirnya, dalam pendidikan, proses pembelajaran perlu kreatifitas dengan tetap

memperhatikan aspek kognitifnya. Alasannya, perkembangan usia siswa, konteks budaya dan

berbagai hal yang perlu dicari bersifat menyapa aspek imaginatif, menarik, dan menyenangkan,

tanpa meninggalkan aspek pembelajaran secara utuh (kognitif-afektif serta psiko-motorik). Hal ini

dapat dilakukan dengan pendekatan yang sederhana namun mampu memberikan suasana yang tepat

bagi alam pikir dan psikologis siswa, sehingga siswa sungguh-sungguh terlibat dalam proses

pembelajaran. Jika proses pembelajaran bersifat menggairahkan, menyenangkan dan menarik, maka

siswa akan termotivasi dan terlibat secara penuh. Agar proses pembelajaran berjalan seperti itu,

maka kita perlu dukungan berbagai metode, sarana/media serta ketrampilan dalam mengolah dan

memprosesnya.

Daftar Rujukan

Darling-Hammond. dan Bransford (Ed.).2005. Preparing Teachers for a Changing World. San

Francisco: Jossey-Bass Publishing.

Hasan, Ani M. “Pengembangan Profesionalisme Guru di Abad Pengetahuan”, Juli 2003.

Karsidi, Ravik. “Profesionalisme Guru dan Peningkatan Mutu Pendidikan Di Era Otonomi Daerah”,

Juli 2005.

Semiawan, C.R. 1991. Mencari Strategi Pengembangan Pendidikan Nasional Menjelang Abad XXI.

Jakarta: Grasindo.

Sumargi. 1996. Profesi Guru Antara Harapan dan Kenyataan. Suara Guru No. 3-4/1996. Hlm. 9-11.

Supriadi, D. 1998. Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Jakarta: Depdikbud.

Surya, H.M. 1998. Peningkatan Profesionalisme Guru Menghadapi Pendidikan Abad ke-21n (I);

Organisasi & Profesi. Suara Guru No. 7/1998. Hlm. 15-17.

Yunus, Falah. Asal Mula “Penelitian Tindakan Kelas”, Etos Kerja Profesional, IX, March 2006,

hlm. 56.

Page 14: Lingkungan Pembelajaran Positif (Final Kelompok Foundation)

Upaya Menciptaan Lingkungan Pembelajaran Positif Dalam Kelas

Final Project Foudation of Education(Group Working Paper)

By: Yusaeny RozelynaSyamdianita

Vibriyanida M

STATE UNIVERSITY OF MALANGGRADUATE PROGRAM IN ENGLISH LANGUAGE EDUCATION

January 2010