lingkungan hidup 1

22
Sebagai muslim kita seharusnya memahami landasan-landasan dari pelestarian lingkungan hidup. Karena pelestarian lingkungan hidup tak tak terlepas dari manusia sebagai khalifah di bumi ini. Kini kita memasuki puncak musim penghujan. Hujan sesungguhnya diciptakan Allah swt. untuk membawa keberkahan dimuka bumi. Hujan membawa kesuburan tanaman di bumi ini, membawa musim perkembangbiakan bermacam jenis ikan, dan keberkahan lain yang ditimbulkan dari penciptaan hujan itu sendiri. Namun kini hujan dibumi ini, khususnya di negeri kita justru membawa berbagai bencana bagi manusia di muka bumi. Banjir di mana-di mana, tanah longsor di berbagai tempat, dan bermacam bencana yang muncul pada saat musim penghujan itu tiba. Mengapa, karena semua itu adalah akibat dari ulah manusia, yang tidak memahami makna dari penciptaaan manusia, langit dan bumi. Manusia diciptakan sebagai khalifah di bumi ini untuk mengatur kehidupan lingkungan hidup yang baik dan tertata, namun sebalik justru saat ini manusia telah membuat kerusakan di muka bumi. Lingkungan hidup yang seharusnya membawa keberkahan bagi manusia, kini malah menjadi bencana bagi manusia itu sendiri. Oleh karena itu, sebagai muslim kita seharusnya memahami landasan-landasan dari pelestarian lingkungan hidup. Pelestarian lingkungan hidup tak tak terlepas dari manusia sebagai khalifah di bumi ini. Landasan itu menurut Al Qur’an dan hadits antara lain : 1. Allah pencipta langit dan bumi (Alam semesta) Allah menciptakan alam semesta ini dan hanya Dialah sumber pengetahuannya.. Islam adalah Diin yang Syaamil (integral), Kaamil(Sempurna) dan Mutakaamil (Menyempurnakan semua sistem yang lain), karena ia adalah sistem hidup yang diturunkan oleh Allah yang Maha Kuasa, Maha Mengetahui, dan Maha Bijaksana. ”Pada hari ini Aku sempurnakan bagimu agamamu dan Aku cukupkan atasmu nimatku, dan Aku ridhai Islam sebagai aturan hidupmu” (QS 5:3). Dan demikian sempurnanya Allah mengatur sehingga aturan itu juga mencakup hubungan manusia sebagai khalifah dengan alam dan lingkungan hidupnya.

Upload: husnulfajri

Post on 30-Dec-2015

11 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: lingkungan hidup 1

Sebagai muslim kita seharusnya memahami landasan-landasan dari pelestarian lingkungan hidup. Karena pelestarian lingkungan hidup tak tak terlepas dari manusia sebagai khalifah di bumi ini.

Kini kita memasuki puncak           musim penghujan. Hujan sesungguhnya diciptakan Allah swt. untuk membawa keberkahan dimuka bumi. Hujan membawa kesuburan tanaman di bumi ini, membawa musim perkembangbiakan bermacam jenis ikan, dan keberkahan lain yang ditimbulkan dari penciptaan hujan itu sendiri. Namun kini hujan dibumi ini, khususnya di negeri kita justru membawa berbagai bencana bagi manusia di muka bumi. Banjir di mana-di mana, tanah longsor di berbagai tempat, dan bermacam bencana yang muncul pada saat musim penghujan itu tiba. Mengapa, karena semua itu adalah akibat dari ulah manusia, yang tidak memahami makna dari penciptaaan manusia, langit dan bumi. Manusia diciptakan sebagai khalifah di bumi ini untuk mengatur kehidupan lingkungan hidup yang baik dan tertata, namun sebalik justru saat ini manusia telah membuat kerusakan di muka bumi. Lingkungan hidup yang seharusnya membawa keberkahan bagi manusia, kini malah menjadi bencana bagi manusia itu sendiri.

Oleh karena itu, sebagai muslim kita seharusnya memahami landasan-landasan dari pelestarian lingkungan hidup. Pelestarian lingkungan hidup tak tak terlepas dari manusia sebagai khalifah di bumi ini. Landasan itu menurut Al Qur’an dan hadits antara lain :

1.  Allah pencipta langit dan bumi (Alam semesta)

Allah menciptakan alam semesta ini dan hanya Dialah sumber pengetahuannya.. Islam adalah Diin yang Syaamil (integral), Kaamil(Sempurna) dan Mutakaamil (Menyempurnakan semua sistem yang lain), karena ia adalah sistem hidup yang diturunkan oleh Allah yang Maha Kuasa, Maha Mengetahui, dan Maha Bijaksana. ”Pada hari ini Aku sempurnakan bagimu agamamu dan Aku cukupkan atasmu nimatku, dan Aku ridhai Islam sebagai aturan hidupmu” (QS 5:3). Dan demikian sempurnanya Allah mengatur sehingga aturan itu juga mencakup hubungan manusia sebagai khalifah dengan alam dan lingkungan hidupnya.

2.  Manusia sebagai khalifah di bumi ini

 Pelestarian alam dan lingkungan hidup tak terlepas dari peran manusia sebagai khalifah di muka bumi . Sebagaimana disebutkan dalam QS Al Baqarah : 30  “Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi”. Arti khalifah di sini adalah manusia diberi kedudukan oleh Allah untuk mengelola suatu wilayah. Ia berkewajiban untuk menciptakan suatu masyarakat yang hubungan dengan Allah itu baik, kehidupan masyarakatnya harmonis, agama, akal dan                      budayanya terpelihara. Dan bertugas memelihara, menjaga pelestarian alam dan lingkungan hidup.

3.  Pengakuan akan keesaan Allah  Manusia mengakui keesaan Allah dalam penciptaan alam semesta ini. Pengakuan inilah yang merupakan kunci memahami  masalah lingkungan hidup. “Sesungguhnya aku menghadapkan

Page 2: lingkungan hidup 1

diriku kepada Allah yang menciptakan langit dan Bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan  Tuhan” (Al An’aam 79).

4.  Memahami Allah yang Maha mengatur kehidupan alam semesta

 Keteraturan yang ditata dengan baik dan sempurna adalah karena Allah yang telah mengatur kehidupan dan segala di alam semesta ini. Surat yang ada dalam Al-An’aam disebutkan ” Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dan membuat gelap dan terang”.

5 Memahami maksud dan tujuan penciptaan alam semesta

 Alam semesta ini diciptakan agar manusia dapat berusaha dan beramal sehingga tampak di antara mereka siapa yang taat dan patuh kepada Allah.     “ Dan dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa,…Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya “ (Surat Hud:7).

6.   Kewajiban manusia untuk tunduk kepada Allah

 Diwajibkan kepada manusia untuk tunduk kepada Allah yang Maha Memelihara alam semesta ini. Dengan mengikuti petunjuk-petunjuk yang telah Allah ciptakan di dalam kitab suci Al Qur’an bagaimana seharusnya manusia memelihara alam semesta ini.   ” Dialah Allah Tuhan kamu; tidak ada Tuhan selain dia; Pencipta segala ssuatu, maka sembahlah Dia; dan Dia adalah pemelihara segala sesuatu ”

7.  Kewajiban manusia untuk melestarikan alam semesta

 Manusia sebagai khalifah di muka bumi, memiliki kewajiban mestarikan alam semesta dan lingkungan hidup dengan sebaik-baiknya. Agar hidup di dunia menjadi makmur sejahtera penuh keberkahan dan menjadi bekal di hari akhir kelak.  “ Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada Nya….” (Al A’raaf 56)

8.   Memahami tugas menjaga keseimbangan  lingkungan hidup

 Menjadi tugas bagi manusia sebagai khalifah di bumi ini untuk menjaga keseimbangan lingkungan hidup  untuk kesejahteraan hidup manusia di bumi ini :” Dan kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala seuatu menurut ukuran “ (AL Hijr 19)

9.  Pemahaman mengenai siklus Hidrologi

 Proses perubahan diciptakan untuk memelihara keberlanjutan (sustainability) bumi. Proses ini dikenal sebagai  siklus hidrologi, mencakup proses evaporasi, kondensasi, hujan dan aliran air ke sungai/danau/laut, Dalam surat Ar-Ruum :48 dijelaskan ”Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki Nya, dan menjadikannya bergumpal gumpal; lalu kamu lihat hujan keluar dari

Page 3: lingkungan hidup 1

celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba Nya yang dikehendakinya, tiba-tiba mereka menjadi gembira.” (Ar-Ruum:48)

10. Kebersihan rohani dan jasmani

 Manusia sebagai khalifah, sudah tentu harus bersih rohani dan jasmaninya. Kebersihan jasmani adalah bagian integral daripada kebersihan rohani. “Sesungguhnya Allah senang kepada orang-orang yang bertaubat, dan senang kepada orang yang membersihkan diri” (Al-Baqarah 222).”…dan bersihkanlah pakaianmu serta tinggalkan segala perbuatan dosa” (Al-Mudatsir 4-5).

 Karena hanya orang-orang yang bersih secara rohani dan jasmani yang mampu memelihara semesta alam sebagai khalifah di bumi ini.

 Sementara orang-orang yang penuh dengan dosa dan pikiran, dan perbuatan kotor yang hidupnya hanya merusak dan mengotori lingkungan hidup ini, maka mengakibatkan kerusakan di muka bumi. Orang-orang seperti inilah yang tidak memahami landasan-landasan penciptaan langit dan bumi (alam semesta ini ). Namun bagi kaum muslimin yang selalu berpegang pada Al Qur’an dan Hadits Rasulullah dan terus membaca, belajar, dan mengerti isi perintah-perintah Allah ini akan memahami dan memenuhi perintah Allah yang menciptakan manusian ini sebagai khalifah di muka bumi untuk beribadah kepada Allah. (As).

Page 4: lingkungan hidup 1

Islam Sebagai Motivator

Agama Islam adalah suatu agama yang dipeluk oleh sejumlah besar penduduk bumi.

Dapat dibayangkan betapa besar dampak kebaikanya terhadap lingkungan hidup jika seluruh

penganut Islam memiliki kesadaran yang sama untuk memberikan perhatian yang serius terhadap

lingkungan hidup. Maka dari itu, kiranya saat ini para tokoh Islam sangat perlu menggali lebih

jauh unsur-unsur keagamaan mereka, entah itu unsur teologis, fikih atau unsur-unsur ajaran yang

lain agar dapat membantu atau memotivasi para penganut yang lain untuk semakin mencitai dan

bertanggung jawab terhadap lingkungan hidup.

 

1. Pendekatan Teologis

Disadari bahwa al-Qur’an sedikit sekali berbicara tentang kejadian alam (kosmogoni) dan

lebih spesifik lagi lingkungan hidup. Namun, bukan berarti bahwa al-Qur’an tidak memberikan

perhatian yang serius terhadap lingkungan hidup. Mungkin dengan alasan bahwa pada saat al-

Qur’an diturunkan masalah lingkungan hidup belumlah menjadi masalah yang mendesak,

masalah minimnya al-Qura’an dalam membahas masalah alam dapat dijawab. Sekarang, kiranya

yang penting dibicarakan bukanlah mempermasalah keminiman al-Qur’an yang membicarakan

tetang alam tetapi justru sebaliknya bagaimana menggunakan sedikit teks atau ajaran-ajaran di

dalam al-Qur’an yang membicarakan tentang alam tersebut dan mengembangkan dasar-dasar

teologis atau pun mungkin juga fikih dengan tujuan menyediakan perspektif baru bagi umat

Islam agar semakin peduli terhadap alam dan lingkungan hidup.

Dalam bagian tertentu al-Qur’an dikatakan bahwa Allah adalah pemilik yang mutlak dari

alam semesta dan penguasa alam semesta yang tak dapat disangkal disamping pemeliharanya

yang maha pengasih. Karena kekuasaan-Nya yang mutlak maka jika Allah hendak menciptkan

langit dan bumi, maka Dia berkata kepada keduanya: “Jadilah kalian, baik dengan suka maupun

dengan terpaksa!”(41: 11). Secara implisit, teks yang baru saja disebutkan di atas dalam arti

tertentu dapat diangkat menjadi suatu dasar teologi bagaimana Allah memperlakukan alam.

Dalam teks tersebut dikatakan bahwa “Allah adalah pemilik dari alam semesta dan penguasa

alam semesta yang tak dapat disangkal disamping pemeliharanya yang maha pengasih”. Melalaui

Page 5: lingkungan hidup 1

teks itu ditunjukkan bahwa Allah sendiri sebagai pencipta alam semesta begitu mengasihi apa

yang Ia ciptakan. Jika makna ungkapan itu ditarik agak luas, maka sangat mungkin sekali untuk

dikatakan bahwa semestinya manusia dan alam, sebagai sama-sama bagian dari alam semesta,

saling kasih mengasihi seperti Allah sendiri yang juga mengasihi mereka sebagai ciptaan-Nya.

Selanjutnya, di dalam pemahaman mengenai konsep-konsep kosmologis al-Qur’an

tertentu, ciptaan Allah memiliki kedudukan yang cukup tinggi. Ciptaan Allah di seluruh jagad

raya ini secara jelas disebutkan sebagai “ayat-ayat” Allah, misalnya dalam Surah’Ali Imran 190

disebutkan bahwa; Sesungguhnya dalam ciptaan langit dan bumi, serta silih bergantinya malam

dan siang, terdapat ayat-ayat Allah bagi orang-orang yang berakal (dapat menalar).

Penghargaan yang cukup tinggi terhadap ciptaan Allah atau unsur-unsur alam terdapat juga

dalam pandangan berberapa tokoh Islam, misalnya adalah al-Jahiz ketika membahas persoalan

penafsiran mataforis fakta-fakta tekstual al-Qur’an dalam bukunya al-Hayawan. Di sana

dikatakan bahwa ada orang-orang yang menduga bahwa batu merupakan makhluk berakal,

berdasarkan Firman Allah dalam QS. Al-Baqarah 74”…dan di antaranya (di antara batu)

sungguh ada yang meluncur karena takut kepada Allah…,” sebagaimana ada yang menduga

bahwa ada nabi-nabi untuk lebah-lebah berdasarkan QS. al-Nahl: 68, “Dan Tuhanmu

mewahyukan kepada lebah”.

Beberapa petikan ayat-ayat al-Qur’an yang dikemukakan di atas kiranya semakin

memperkuat bukti bahwa ada cukup banyak ayat-ayat al-Qur’an yang dapat diangkat dan

dijadikan semacam pedoman teologis guna membangun atau memperkokoh pendapat bahwa al-

Qur’an secara langsung memberikan tempat yang penting terhadap ciptaan Allah dan unsur-

unsur alam. Oleh karena itu, dengan mempertimbangkan pendapat-pendapat di atas rasanya tidak

ada cukup alasan yang kuat bagi manusia untuk seenaknya melakukan eksploitasi terhadap alam

dan ciptaan Allah yang lain. Sebaliknya, diharapkan akan muncul kesadaran dan kehendak

mereka untuk menghargai alam dan ciptaan lain sebagai sesuatu yang memiliki kedudukan

cukup tinggi bahkan dekat dengan Allah.

 

 

Page 6: lingkungan hidup 1

 

2. Pendekatan Fikih

Dalam pendekatan teologis di atas, alam dan unsur-unsur ciptaan lain coba dipahami

sebagai ciptaan Allah yang memiliki kedekatan sedemikian rupa dengan pencipta-Nya.

Pemahaman tersebut sudah sangat bagus, akan tetapi rasanya masih kurang memadai. Artinya,

rasanya perlu ada pendekatan lain yang lebih kuat untuk mengangkat ke permukaan persoalan

lingkungan hidup serta bagaimana cara menanganinya. Pendekatan lain yang dimaksud adalah

pendekatan fikih.

Mengapa pendekatan fikih perlu dalam membahas masalah lingkungan hidup, pertama-

tama karena fikih yang berarti juga sebagai sistem pemikiran hukum Islam dapat memberikan

kepastian bagi mereka yang meyakininya. Dengan adanya kepastian tersebut orang atau umat

Islam menjadi tidak ragu-ragu lagi bahwa masalah lingkungan hidup adalah masalah yang

memang penting untuk diperhatikan. Selanjutnya, kepastian tersebut dapat diharapkan menjadi

suatu sumber motivasi yang sangat kuat bagi umat Islam khususnya untuk semakin peduli

terhdap lingkungan hidup.

Dalam konteks hukum Islam, pelestarian lingkungan hidup, dan tanggung jawab manusia

terhadap alam banyak dibicarakan. Hanya saja, dalam pelbagai tafsir dan fikih, isu-isu

lingkungan hidup hanya disinggung dalam konteks generik dan belum spesifik sebagai suatu

ketentuan hukum yang memiliki kekuatan. Fikih-fikih klasik telah menyebut isu-isu tersebut

dalam beberapa bab yang terpisah dan tidak menjadikannya buku khusus. Ini bisa dimengerti

karena konteks perkembangan struktur masyarakat waktu itu belum menghadapi krisis

lingkungan sebagaimana terjadi sekarang ini

Melihat situasi modern saat ini yang dengan jelas-jelas ditandai oleh kerusakan

lingkungan hidup yang begitu dahsyat, rasanya fikih tentang lingkungan hidup perlu

dikembangkan terus-menerus agar dapat menjawab kebutuhan jaman yang semakin menekankan

pentingnya perlindungan terhadap lingkungan hidup. Dengan kata lain, pengembangan fikih

lingkungan hidup kini bisa menjadi suatu pilihan penting di tengah krisis-krisis ekologis yang

secara sistematis disebabkan oleh keserakahan manusia dan kecerobohan penggunaan teknologi.

Page 7: lingkungan hidup 1

Islam sebagai agama yang secara organik memperhatikan manusia dan lingkungannya

memiliki potensi amat besar untuk melindungi bumi. Dalam al-Quran sendiri kata 'bumi' (ardh)

disebut sebanyak 485 kali dengan arti dan konteks yang beragam.  Di bagian lain komponen-

komponen lain di bumi dan lingkungan hidup juga banyak disebutkan dalam alQur’an dan hadis.

Sebagai contoh, manusia sebagai pusat lingkungan yang disebut sebagai khalifah terdapat dalam

QS 2:30; segala yang di langit dan di bumi ditundukkan oleh Allah kepada manusia QS 45:13;

dan sebagainya. Manusia, bumi, dan makhluk ciptaan lainnya di alam semesta adalah sebuah

ekosistem yang kesinambungannya amat bergantung pada moralitas manusia sebagai khalifah di

bumi.

Dalam kerangka pemikiran tersebut di atas, maka melindungi dan merawat lingkungan

hidup menjadi semakin jelas sebagai suatu kewajiban setiap Muslim. Oleh karena itu, rasanya

sangat perlu sekali gagasa-gasan yang telah terungkap di atas diintegrasikan dan disosialisaikan

kepada segenap umat Muslim dan selanjutnya pada masyarakat luas dengan cara yang baru.

Dalam hal ini, di Indonesia khususnya, para ulama memiliki peran penting untuk mewujudkan

gagasan-gagasa yang telah dikemukakan di atas. Sebagai pribadi yang diberi label penerus para

Nabi, ulama mempunyai kewajiban untuk memberikan sumbangsih riil bagi pembumian konsep

fikih lingkungan hidup. Ulama harus meyakinkan publik bahwa tanggungjawab atas kerusakan

lingkungan hidup menjadi “beban” setiap Muslim, bukan hanya institusi atau lembaga. Terlebih

dalam konteks keindonesiaan, pembumian konsep fikih lingkungan hidup terasa menjadi

demikian mendesak mengingat maraknya bencana alam yang disebabkan oleh kerusakan

lingkungan hidup.

Pandangan teologis dan fikih tentang lingkungan hidup yang telah diurakan di atas

diyakini akan sangat bermanfaat untuk menanggapi krisis lingkungan hidup dan menyediakan

landasan dasar motivasi bagi umat Muslim yang hendak mewujudkan perhatian dan

kepeduliannya terhadap lingkungan hidup. Dalam konteks negara Indonesia, yang 80 %

penduduknya adalah umat Muslim, tanggungjawab, kepedulian dan perhatian terhadap

lingkungan hidup tersebut pastilah akan memiliki dampak yang luar biasa besarnya bagi

terwujudnya keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup.  

Page 8: lingkungan hidup 1

Islam adalah Diin yang Syaamil (Integral), Kaamil (Sempurna) dan Mutakaamil (Menyempurnakan semua sistem yang lain), karena ia adalah sistem hidup yang diturunkan oleh Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana, hal ini didasarkan pada firman ALLAH SWT : “Pada hari ini Aku sempurnakan bagimu agamamu dan AKU cukupkan atasmu nikmatku, dan Aku ridhai Islam sebagai aturan hidupmu.” (QS. 5 : 3). Oleh karena itu aturan Islam haruslah mencakup semua sisi yang dibutuhkan oleh manusia dalam kehidupannya. Demikian tinggi, indah dan terperinci aturan Sang Maha Rahman dan Rahim ini, sehingga bukan hanya mencakup aturan bagi sesama manusia saja, melainkan juga terhadap alam dan lingkungan hidupnya.

Pelestarian alam dan lingkungan hidup ini tak terlepas dari peran manusia, sebagai khalifah di muka bumi, sebagaimana yang disebut dalam QS Al-Baqarah: 30 (”Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.”…). Arti khalifah di sini adalah: “seseorang yang diberi kedudukan oleh Allah untuk mengelola suatu wilayah, ia berkewajiban untuk menciptakan suatu masyarakat yang hubungannya dengan Allah baik, kehidupan masyarakatnya harmonis, dan agama, akal dan budayanya terpelihara”. Di samping itu, Surat Ar-Rahman, khususnya ayat 1-12, adalah ayat yang luar biasa indah untuk menggambarkan penciptaan alam semesta dan tugas manusia sebagai khalifah.

Ayat ini ditafsirkan secara lebih spesifik oleh Sayyed Hossein Nasr, dosen studi Islam di George Washington University, Amerika Serikat. dalam dua bukunya “Man and Nature (1990)” dan “Religion and the Environmental Crisis (1993)”, yang disajikan sebagai berikut:

“……Man therefore occupies a particular position in this world. He is at the axis and centre of the cosmic milieu at once the master and custodian of nature. By being taught the names of all things he gains domination over them, but he is given this power only because he is the vicegerent (khalifah.) of God on earth and the instrument of His Will. Man is given the right to dominate over nature only by virtue of his theomorphic make up, not as a rebel against heaven.” Jelaslah bahwa tugas manusia, terutama muslim/muslimah di muka bumi ini adalah sebagai khalifah (pemimpin) dan sebagai wakil Allah dalam memelihara bumi (mengelola lingkungan hidup)

Allah telah memberikan tuntunan dalam Al-Quran tentang lingkungan hidup. Karena waktu perenungan, hanya beberapa dalil saja yang diulas sebagai landasan untuk merumuskan teori tentang lingkungan hidup menurut ajaran Islam.

Dua dalil pertama pembuka diskusi ini bersumber pada Surat Al An’aam 101 dan Al Baqarah 30.

Dalil pertama adalah: “Allah pencipta langit dan bumi (alam semesta) dan hanya Dialah sumber pengetahuannya”. Lalu Dalil kedua menyatakan bahwa manusia diciptakan untuk menjadi khalifah di muka bumi ini. Perlu dijelaskan bahwa menjadi khalifah di muka bumi itu bukan sesuatu yang otomatis didapat ketika manusia lahir ke bumi. Manusia harus membuktikan dulu kapasitasnya sebelum dianggap layak untuk menjadi khafilah.

Seperti halnya dalil pertama, Dalil ke tiga ini menyangkut tauhid. Hope dan Young (1994) berpendapat bahwa tauhid adalah salah satu kunci untuk memahami masalah lingkungan hidup.

Page 9: lingkungan hidup 1

Tauhid adalah pengakuan kepada ke-esa-an Allah serta pengakuan bahwa Dia-lah pencipta alam semesta ini. Perhatikan firman Allah dalam Surat Al An’aam 79:

“Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan”

Dalil ke empat adalah mengenai keteraturan sebagai kerangka penciptaan alam semesta seperti firman Allah dalam Surat Al An’aam, dengan arti sebagai berikut, “Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi, dan mengadakan gelap dan terang..”

Adapun dalil ke lima dapat ditemukan dalam Surat Hud 7 yang menjelaskan maksud dari penciptaan alam semesta, “Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa,….Dia menguji siapakah diantara kamu yang lebih baik amalnya.”

Itulah salah satu tujuan penciptaan lingkungan hidup yaitu agar manusia dapat berusaha dan beramal sehingga tampak diantara mereka siapa yang taat dan patuh kepada Allah.

Dalil ke enam adalah kewajiban bagi manusia untuk selalu tunduk kepada Allah sebagai maha pemelihara alam semesta ini. Perintah ini jelas tertulis dalam Surat Al An’aam 102 yaitu, “..Dialah Allah Tuhan kamu; tidak ada Tuhan selain Dia; Pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia; dan Dia adalah pemelihara segala sesuatu”

Dalil ke tujuh adalah penjabaran lanjut dari dalil kedua yang mewajibkan manusia untuk melestarikan lingkungan hidup. Adapun rujukan dari dalil ini adalah Surat Al A’raaf 56 diterjemahkan sebagai berikut;

Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepadaNya……..” Selanjutnya dalil ke delapan mengurai tugas lebih rinci untuk manusia, yaitu menjaga keseimbangan lingkungan hidup, seperti yang difirmankanNya dalam surat Al Hijr 19, “Dan kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran.”

Dalil ke sembilan menunjukkan bahwa proses perubahan diciptakan untuk memelihara keberlanjutan (sustainability) bumi. Proses ini dikenal dalam literatur barat sebagai: siklus Hidrologi.

Dalil ini bersumber dari beberapa firman Allah seperti Surat Ar Ruum 48, Surat An Nuur 43, Surat Al A’raaf 57, Surat An Nabaa’ 14-16, Surat Al Waaqi’ah 68-70, dan beberapa Surat/Ayat lainnya. Penjelasan mengenai siklus hidrologi dalam berbagai firman Allah merupakan pertanda bahwa manusia wajib mempelajarinya. Perhatikan isi Surat Ar Ruum: 48 dengan uraian siklus hidrologi berikut ini. Hujan seharusnya membawa kegembiraaan karena menyuburkan tanah dan merupakan sumber kehidupan.

Surat Ar Ruum 48 Siklus hidrologi.

Page 10: lingkungan hidup 1

Mencakup proses evaporasi, kondensasi, hujan, dan aliran air ke sungai/danau/laut, Al-Qur’an dengan sangat jelas menjabarkannya. Evaporasi, adalah naiknya uap air ke udara. Molekul air tersebut kemudian mengalami pendinginan yang disebut dengan kondensasi. Kemudian terjadi peningkatan suhu udara, yang menciptakan hujan. Air hujan tersebut menyuburkan bumi dan kemudian kembali ke badan air (sungai, danau atau laut.

Ini dengan jelas digambarkan dalam Al-Qur’an surat ar-Ruum:48 yang berbunyi;

“Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendakiNya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hambahamba-Nya yang dikehendakinya, tiba-tiba mereka menjadi gembira.”

Sebagai khalifah, sudah tentu manusia harus bersih jasmani dan rohaninya. Inilah inti dari dalil ke sepuluh bahwa kebersihan jasmani merupakan bagian integral dari kebersihan rohani.

Merujuk pada Surat Al-Baqarah 222; “….sesungguhnya Allah senang kepada orang yang bertobat, dan senang kepada orang yang membersihkan diri.” Serta Surat Al-Muddatstsir 4-5; “..dan bersihkan pakaianmu serta tinggalkan segala perbuatan dosa.”

Meski slogan yang dikenal umum seperti “kebersihan adalah sebagian dari iman”, banyak diakui sebagai hadis dhaif, namun demikian, Rasulluah S.A.W. bersabda bahwa iman terdiri dari 70 tingkatan: yang tertinggi adalah pernyataan “tiada Tuhan selain Allah” dan yang terendah adalah menjaga kerbersihan. Jadi, memelihara lingkungan hidup adalah menjadi bagian integral dari tingkat keimanan seseorang. Khususnya beragama Islam.

Mengutip disertasi Abdillah (2001), Surat Luqman ayat 20 Allah berfirman, “Tidakkah kau cermati bahwa Allah telah menjadikan sumber daya alam dan lingkungan sebagai daya dukung lingkungan bagi kehidupanmu secara optimum. Entah demikian, masih saja ada sebagian manusia yang mempertanyakan kekuasaan Allah secara sembrono. Yakni mempertanyakan tanpa alasan ilmiah, landasan etik dan referensi memadai.”

Selain itu, Abdillah juga mengutip bahwa manusia harus mempunyai ketajaman nalar, sebagai prasyarat untuk mampu memelihara lingkungan hidup. Hal ini bisa dilihat Surat Al Jaatsiyah 13 sebagai berikut; “Dan Allah telah menjadikan sumber daya alam dan lingkungan sebagai daya dukung lingkungan bagi kehidupan manusia. Yang demikian hanya ditangkap oleh orang-orang yang memiliki daya nalar memadai.”

Dalil-dalil di atas adalah pondasi dari teori pengelolaan lingkungan hidup yang dikenal dengan nama “Teorema Alim” yang dirumuskan sebagai berikut:

Misi manusia sebagai khalifah di muka bumi adalah memelihara lingkungan hidup, dilandasi dengan visi bahwa manusia harus lebih mendekatkan diri pada Allah. Perangkat utama dari misi ini adalah kelembagaan, penelitian, dan keahlian. Adapun tolok ukur pencapaian misi ini adalah mutu lingkungan. Berdasarkan “Teorema Alim” ini, kerusakan lingkungkan adalah cerminan dari turunnya kadar keimanan manusia.

Page 11: lingkungan hidup 1

Rasulullah S.A.W. dan para sahabat telah memberikan teladan pengelolaan lingkungan hidup yang mengacu kepada tauhid dan keimanan. Seperti yang dilaporkan Sir Thomas Arnold (1931) bahwa Islam mengutamakan kebersihan sebagai standar lingkungan hidup. Standar inilah yang mempengaruhi pembangunan kota Cordoba. Menjadikan kota ini memiliki tingkat peradaban tertinggi di Eropa pada masa itu. Kota dengan 70 perpustakaan yang berisi ratusan ribu koleksi buku, 900 tempat pemandian umum, serta pusatnya segala macam profesi tercanggih pada masa itu. Kebersihan dan keindahan kota tersebut menjadi standar pembangunan kota lain di Eropa.

Contoh lain adalah inovasi rumah sakit dan manajemennya (Arnold, 1931). Pada masa itu manajemen rumah sakit sudah sedemikian canggihnya sebagai pusat perawatan dan juga pusat pendidikan calon-calon dokter. Rumah sakit tersebut sudah memiliki ahli bedah, ahli mata, dokter umum, perawat, dan administrator. Tercatat 34 rumah sakit yang tersebar dari Persia ke Maroko serta dari Siria Utara sampai ke Mesir. Rumah sakit pertama yang berdiri di Kairo pada tahun 872 Masehi, bahkan beroperasi selama 700 tahun kemudian. Inovasi bidang kesehatan ini bahkan berkembang sampai pada penemuan ambulan atau menurut Arnold (1931) sebagai “traveling hospital“.

Teorema Alim ini mengandung dua unsur yaitu misi dan tolok ukur. Misi dapat diemban apabila diiringi visi mendekatkan diri pada Allah dan dibekali ketajaman nalar, yaitu kelembagaan, keahlian, dan kegiatan. Tolok ukur yang jelas adalah mutu lingkungan hidup di Indonesia sebagai rambu-rambu untuk menilai keberhasilan pelaksanaan misi manusia yaitu mencegah bumi dari kerusakan lingkungan.

Dapat dikatakan Indonesia telah memiliki perangkat yang cukup untuk mencapai misi yaitu kelembagaan dalam bidang lingkungan hidup (Menteri Negara Lingkungan Hidup, Pusat Studi Lingkungan Hidup, dan lainnya), tak terbilang jumlah doktor yang mendalami ilmu lingkungan, serta intensitas yang tinggi dalam penelitian lingkungan. Namun simaklah sekali lagi berbagai persoalan lingkungan hidup di Indonesia berikut ini. Menatap langit di sepanjang jalan Sudirman, seorang awam sudah tahu bahwa udara Jakarta memang beracun. Penyakitpun datang silih berganti, dan kali ini penyakit mematikan seperti HIV, SAR, demam berdarah, dan flu burung berjangkit di mana-mana.

Terlebih lagi air sungai sungguh sangat kotor karena pembuangan sampah padat. Sungai Ciliwung, misalnya, setiap hari menampung 1,400 M3 sampah (Kompas, 1996). Hal ini berarti bahwa kurang lebih 200-400 truk membuang sampah padat ke sungai tersebut setiap harinya! Pelayanan air minum juga sangat rendah. Alim (2005) melaporkan bahwa baru sekitar 40 persen penduduk mendapat pelayanan air bersih, dan dari total volume air yang disalurkan hanya 20% yang layak digunakan karena umumnya air yang sampai ke rumah masih berlumpur.

Hal ini diperburuk oleh kondisi pemerintahan di Indonesia karena aparat yang ingkar amanah. Salah satu contoh kebohongan pemerintah adalah kasus kebakaran hutan. Soentoro (1997) melaporkan bahwa kebakaran hutan yang terjadi pada tahun 1997 telah menghanguskan 1 juta hektar hutan, nyatanya pemerintah melaporkan 300.000 hektar saja. Masalah tidak transparannya birokrasi sudah lama mengganjal jalannya roda pemerintahan.

Page 12: lingkungan hidup 1

Sudah jelas bahwa ketajaman nalar yang tidak diiringi oleh kadar keimanan tinggi serta jauhnya umat Islam dari Allah, telah menciptakan masalah lingkungan hidup.

Menyadari runyamnya masalah lingkungan hidup dewasa ini, langkah pertama pemecahannya adalah peningkatan “ukhuwah” (kerjasama) antar ilmuwan dan alim-ulama agar bahu-membahu mampu mengemban amanat Allah untuk memelihara bumi. Salah satu hasil kerjasama tersebut adalah program pelatihan bagi para tokoh agama untuk memperdalam wawasan lingkungan hidup. Solusi jangka pendek lainnya adalah penyusunan program pemeliharaan lingkungan sebagai materi khutbah jumat, serta penerbitan fatwa untuk menghentikan pencemaran sungai. Termasuk akibat tidak bijaksananya manusia dalam mengelola sampah.

Untuk jangka panjang perlu digarap sektor pendidikan dimana perlu dikembangkan bidang ilmu ataupun kurikulum yang menjadian ilmu pelestarian lingkungan hidup adalah bagian integral dari kajian ajaran Islam. Pengembangan disiplin ini juga perlu mempertimbangkan ukhuwah yang bersifat internasional, karena persoalan lingkungan hidup juga telah membebani negara muslim lainnya. Dengan pendidikan akan tumbuh kesadaran bahwa lingkungan hidup bukan bidang yang menjadi monopoli peradaban barat, tetapi merupakan bagian integral dari keimanan.

Salah satu contoh pendekatan pelestarian lingkungan melalui Al-Qur’an dan Al-Hadits yang berhasil adalah di Tanzania. Bekerjasama dengan CARE-organisasi bantuan untuk memberantas kemiskinan di dunia-IFEES menggelar pertemuan dengan para pemuka agama dan para nelayan untuk mendiskusikan bagaimana hubungan antara ayat-ayat yang ada dalam al-Quran dengan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan. Dengan menggunakan ayat-ayat al-Quran serta hadist, mereka berusaha meyakinkan para nelayan untuk tidak lagi menggunakan dinamit, jala dan tombak ketika menangkap ikan.

IFEES juga bekerjasama dengan Misali Island Conservation (MICA)-lembaga yang bergerak dalam perlindungan terumbu karang-untuk melatih para imam-imam masjid di Tanzania agar mampu menyampaikan pesan tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan lewat khutbah-khutbah Jumat mereka. IFEES yang berbasis di Inggris, adalah salah satu organisasi yang pada tahun 1998 meluncurkan proyek penyadaran kelestarian lingkungan dengan menggunakan basis ajaran Islam. “Kami mencari ajaran-ajaran yang sudah terlupakan itu dan mengumpulkannya kembali dalam bentuk yang modern, ” kata Khalid.

“Saya sekarang tahu bahwa cara saya menangkap ikan selama ini sudah merusak lingkungan. Konservasi ini bukan dari mzungu (kata untuk menyebut orang kulit putih dalam bahasa Swahili, yang digunakan di seluruh Afrika Timur-red), tapi dari al-Quran, ” ujar Salim Haji, seorang nelayan di sebuah pulau kecil. Proyek ini membuahkan hasil setahun setelah diluncurkan, terutama di Misali dan kepulauan Zanzibar yang didominasi warga Muslim. Saat ini, banyak nelayan di Misali yang sudah mengganti alat penangkap ikannya dengan alat yang lebih ramah lingkungan dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

Page 13: lingkungan hidup 1

Lingkungan merupakan bagian dari integritas kehidupan manusia. Sehingga lingkungan harus dipandang sebagai salah satu komponen ekosistem yang memiliki nilai untuk dihormati, dihargai, dan tidak disakiti, lingkungan memiliki nilai terhadap dirinya sendiri. Integritas ini menyebabkan setiap perilaku manusia dapat berpengaruh terhadap lingkungan disekitarnya. Perilaku positif dapat menyebabkan lingkungan tetap lestari dan perilaku negatif dapat menyebabkan lingkungan menjadi rusak. Integritas ini pula yang menyebabkan manusia memiliki tanggung jawab untuk berperilaku baik dengan kehidupan di sekitarnya. Kerusakan alam diakibatkan dari sudut pandang manusia yang anthroposentris, memandang bahwa manusia adalah pusat dari alam semesta. Sehingga alam dipandang sebagai objek yang dapat dieksploitasi hanya untuk memuaskan keinginan manusia, hal ini telah disinggung oleh Allah SWT dalam Al Quran surah Ar Ruum ayat 41:

 

Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).

Luas hutan di Indonesia adalah sebesar 120,35 juta hektar, terdiri dari hutan produksi 66,35 juta hektar, hutan lindung 33,50 juta hektar, hutan konservasi 20,50 juta hektar. Penutupan vegetasi di dalam kawasan hutan mencapai 88 juta hektar (Sinar Harapan, 2008). Tutupan hutan di Indonesia memiliki luas sebesar 130 juta hektar, menurut World Reseach Institute (sebuah lembaga think tank di Amerika Serikat), 72 persen hutan asli Indonesia telah hilang, berarti sisa luasan hutan Indonesia hanya sebesar 28 persen. Kemudian data Departemen Kehutanan sendiri mengungkapan bahwa 30 juta hektar hutan di Indonesia telah rusak parah, atau sebesar 25 persen(Khofid, 2004). Data-data ini menunjukan bahwa kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh perilaku manusia, telah mencapai tingkat yang parah. Sehingga berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan pendidikan lingkungan untuk mengubah sudut pandang dan perilaku manusia.Ada beberapa prinsip-prinsip yang harus dipenuhi saat manusia berinteraksi dengan lingkungan hidup. Prinsip-prinsip ini terbuka untuk dikembangkan lebih lanjut. Berikut adalah prinsip-prinsip yang dapat menjadi pegangan dan tuntunan bagi perilaku manusia dalam berhadapan dengan alam, baik perilaku terhadap alam secara langsung maupun perilaku terhadap sesama manusia yang berakibat tertentu terhadap alam:1. Sikap Hormat terhadap Alam (Respect For Nature)

Di dalam AlQur’an surat Al-Anbiya 107, Allah SWT berfirman:

 

 

Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.

Rahmatan lil alamin bukanlah sekedar motto Islam, tapi merupakan tujuan dari Islam itu sendiri. Sesuai dengan tujuan tersebut, maka sudah sewajarnya apabila Islam menjadi pelopor bagi pengelolaan alam dan lingkungan sebagai manifestasi dari rasa kasih bagi alam semesta tersebut. Selain melarang membuat kerusakan di muka bumi, Islam juga mempunyai kewajiban untuk menjaga lingkungan dan menghormati alam semesta yang mencakup jagat raya yang didalamya termasuk manusia, tumbuhan, hewan, makhluk hidup lainnya, serta makhluk tidak hidup.

Page 14: lingkungan hidup 1

Hormat terhadap alam merupakan suatu prinsip dasar bagi manusia sebagai bagian dari alam semesta seluruhnya. Seperti halnya, setiap anggota komunitas sosial mempunyai kewajiban untuk menghargai kehidupan bersama (kohesivitas sosial), demikian pula setiap anggota komunitas ekologis harus menghargai dan menghormati setiap kehidupan dan spesies dalam komunitas ekologis itu, serta mempunyai kewajiban moral untuk menjaga kohesivitas dan integritas komunitas ekologis, alam tempat hidup manusia ini. Sama halnya dengan setiap anggota keluarga mempunyai kewajiban untuk menjaga keberadaan, kesejahteraan, dan kebersihan keluarga, setiap anggota komunitas ekologis juga mempunyai kewajiban untuk menghargai dan menjaga alam ini sebagai sebuah rumah tangga. 2. Prinsip Tanggung Jawab (Moral Responsibility For Nature)

Terkait dengan prinsip hormat terhadap alam di atas adalah tanggung jawab moral terhadap alam, karena manusia diciptakan sebagai khalifah (penanggung jawab) di muka bumi dan secara ontologis manusia adalah bagian integral dari alam. Sesuai dengan firman Allah dalam surah al Baqarah : 30

 

 

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.

Kenyataan ini saja melahirkan sebuah prinsip moral bahwa manusia mempunyai tanggung jawab baik terhadap alam semesta seluruhnya dan integritasnya, maupun terhadap keberadaan dan kelestariannya Setiap bagian dan benda di alam semesta ini diciptakan oleh Tuhan dengan tujuannya masing-masing, terlepas dari apakah tujuan itu untuk kepentingan manusia atau tidak. Oleh karena itu, manusia sebagai bagian dari alam semesta, bertanggung jawab pula untuk menjaganya.3. Solidaritas Kosmis (Cosmic Solidarity)

Terkait dengan kedua prinsip moral tersebut adalah prinsip solidaritas. Sama halnya dengan kedua prinsip itu, prinsip solidaritas muncul dari kenyataan bahwa manusia adalah bagian integral dari alam semesta. Lebih dari itu, dalam perspektif ekofeminisme, manusia mempunyai kedudukan sederajat dan setara dengan alam dan semua makhluk lain di alam ini. Kenyataan ini membangkitkan dalam diri manusia perasaan solider, perasaan sepenanggungan dengan alam dan dengan sesama makhluk hidup lain. 4. Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulian terhadap Alam (Caring For Nature)

Sebagai sesama anggota komunitas ekologis yang setara, manusia digugah untuk mencintai, menyayangi, dan melestarikan alam semesta dan seluruh isinya, tanpa diskriminasi dan tanpa dominasi. Kasih sayang dan kepedulian ini juga muncul dari kenyataan bahwa sebagai sesama anggota komunitas ekologis, semua makhluk hidup mempunyai hak untuk dilindungi, dipelihara, tidak disakiti, dan dirawat. Sebagaimana dimuat dalam sebuah Hadis shahih yang diriwayatkan oleh Shakhihain:

 

 

Page 15: lingkungan hidup 1

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak seorang pun muslim yang menanam tumbuhan atau bercocok tanam, kemudian buahnya dimakan oleh burung atau manusia atau binatang ternak, kecuali yang dimakan itu akan bernilai sedekah untuknya.”

Dalam hadis lain dijelaskan

 

 

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jauhilah dua perbuatan yang mendatangkan laknat!” Sahabat-sahabat bertanya, ”Apakah dua perbuatan yang mendatangkan laknat itu?” Nabi menjawab, “Orang yang buang air besar di jalan umum atau di tempat berteduh manusia