limestone

5
Untuk mengendalikan emisi gas buang SO 2 yang dihasilkan oleh boiler ada tiga macam teknik, teknik pre-combustion, teknik modifikasi combustion, dan post-combustion. Untuk teknik yang pertama yakni modifikasi pre-combustion, adalah dengan jalan memodifikasi bahan bakar yang digunakan oleh boiler. Mengganti bahan bakar boiler dengan gas alam misalnya, akan mengurangi emisi SO 2 sampai dengan 0%. Atau bisa juga diganti dengan solar (High Speed Diesel) sehingga dapat meminimalisir kandungan SO 2 meskipun tidak sampai 0%. Kandungan sulfur yang rendah pada solar dan gas alam memang menjadi keuntungan di sini, namun karena sifat kedua bahan bakar tersebut yang volatil (mudah menguap) dan ketersediaannya yang terbatas membuat teknik ini menjadi tidak efisien. Mengganti bahan bakar boiler dari batubara menjadi solar atau gas alam, membutuhkan perhatian khusus dalam pengadaan sarana penyimpanan bahan bakar, saluran pendistribusiannya, peralatan proses pembakaran (burner), termasuk desain boiler dan keselamatannya. Sehingga teknik ini akan membutuhkan biaya yang cukup besar. Teknik yang kedua adalah dengan memodifikasi proses pembakaran yang terjadi. Salah satunya adalah dengan menggunakan sistem Fluidized Bed Combustion, sistem ini mencampurkan udara dengan gas buang dan mengarahkan campuran tersebut ke material penyerap sulfur seperti limestone dan dolomite. Sistem ini dapat menyerap sulfur hingga 95% dari keseluruhan polutan sulfur yang dihasilkan dari proses pembakaran batubara. Teknik terakhir untuk mengendalikan emisi sulfur dioksida adalah dengan memodifikasi sistem setelah proses pembakaran. Flue Gas Desulphurization Ada dua tipe Flue Gas Desulphurization yang umum digunakan pada berbagai jenis boiler, yaitu tipe basah (Wet Flue Gas Desulphurization) dan tipe kering (Dry Flue Gas Desulphurization). Untuk yang tipe basah, FGD menggunakan bahan baku air laut sebagai media penyerap emisi sulfur. Flue gas yang keluar dari boiler, dialirkan ke sistem Flue Gas Desulphurisation (FGD) dan disemprot dengan menggunakan air laut sehingga terjadi reaksi kimia berikut: SO 2 + H 2 O → H + + HSO 3 -

Upload: kristyadi-daripada-paidi

Post on 07-Nov-2015

226 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

good writer fo knowledge

TRANSCRIPT

Untuk mengendalikan emisi gas buang SO2 yang dihasilkan oleh boiler ada tiga macam teknik, teknik pre-combustion, teknik modifikasi combustion, dan post-combustion. Untuk teknik yang pertama yakni modifikasi pre-combustion, adalah dengan jalan memodifikasi bahan bakar yang digunakan oleh boiler. Mengganti bahan bakar boiler dengan gas alam misalnya, akan mengurangi emisi SO2 sampai dengan 0%. Atau bisa juga diganti dengan solar (High Speed Diesel) sehingga dapat meminimalisir kandungan SO2 meskipun tidak sampai 0%. Kandungan sulfur yang rendah pada solar dan gas alam memang menjadi keuntungan di sini, namun karena sifat kedua bahan bakar tersebut yang volatil (mudah menguap) dan ketersediaannya yang terbatas membuat teknik ini menjadi tidak efisien. Mengganti bahan bakar boiler dari batubara menjadi solar atau gas alam, membutuhkan perhatian khusus dalam pengadaan sarana penyimpanan bahan bakar, saluran pendistribusiannya, peralatan proses pembakaran (burner), termasuk desain boiler dan keselamatannya. Sehingga teknik ini akan membutuhkan biaya yang cukup besar.Teknik yang kedua adalah dengan memodifikasi proses pembakaran yang terjadi. Salah satunya adalah dengan menggunakan sistem Fluidized Bed Combustion, sistem ini mencampurkan udara dengan gas buang dan mengarahkan campuran tersebut ke material penyerap sulfur seperti limestone dan dolomite. Sistem ini dapat menyerap sulfur hingga 95% dari keseluruhan polutan sulfur yang dihasilkan dari proses pembakaran batubara.Teknik terakhir untuk mengendalikan emisi sulfur dioksida adalah dengan memodifikasi sistem setelah proses pembakaran. Flue Gas DesulphurizationAda dua tipe Flue Gas Desulphurization yang umum digunakan pada berbagai jenis boiler, yaitu tipe basah (Wet Flue Gas Desulphurization) dan tipe kering (Dry Flue Gas Desulphurization). Untuk yang tipe basah, FGD menggunakan bahan baku air laut sebagai media penyerap emisi sulfur. Flue gas yang keluar dari boiler, dialirkan ke sistem Flue Gas Desulphurisation (FGD) dan disemprot dengan menggunakan air laut sehingga terjadi reaksi kimia berikut:SO2 + H2O H+ + HSO3-Proses selanjutnya adalah proses oksidasi. Dengan menggunakan oksidation air blower, udara dari atmosfer dimasukkan ke dalam tangki larutan campuran antara air laut dengan hasil dari reaksi kimia sebelumnya. Pada fase ini terjadi reaksi kimia berikut:HSO3- + O2 HSO4-Dan pada akhir proses, terjadi reaksi kimia secara alami di naturalisation basin, yaitu:HSO4- + HCO3- SO42+ + H2O + CO2

Pada Flue Gas Desulphurization tipe kering, udara flue gas dimasukkan ke dalam sistem dan disemprot dengan zat kimia absorber sulfur. Zat kimia absorber yang digunakan bukan air laut, melainkan bahan-bahan kimia seperti CaCO3 (limestone) dengan reaksi kimia absorbsi berikut:CaCO3 (solid) + SO2 (gas) CaSO3 (solid) + CO2 (gas)Selain menggunakan CaCO3 juga dapat digunakan Ca(OH)2 dan Mg(OH)2 (magnesium hidroksida). Materi absorbsi tersebut dikabutkan oleh sebuah bagian bernama ratary atomizer sehingga didapatkan ukuran partikel yang cukup kecil untuk mengoptimalkan proses penyerapan SO2. Potensi Limestone di Jawa Barat dan Banten Propinsi Banten mempunyai sumber daya alam yang cukup banyak salah satunya adalah batu kapur (CaCO3) yang terletak di kecamatan Bayah. Bayah adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten,. Bayah mempunyai luas wilayah 156.43 km2, dengan jumlah penduduk sekitar 37,124 jiwa, terdiri dari 9 desa yaitu: Bayah Barat, Sawarna, Cidikit, Suwakan, Cimancak, Darmasari, Bayah Timur, Cisuren, dan Pasir gombong. Cadangan batu kapur (CaCO3) di daerah ini diperkirakan kurang lebih 22 juta ton, yang tersebar di daerah perbukitan di tiap desanya.Di Jawa Barat daerah yang berpotensi menghasilkan limestone adalah Padalarang yang saat ini sudah banyak digali. Salah satu daerah yang mempunyai potensi limestone yang sangat besar adalah Gunung Guha, Gunung Cibuluh, Gunung Kutapaeran dan Gunung Halimun yang secara administratif terletak di Desa Lulut dan Desa Leuwi Karet Kecamatan Citeureup Kabupaten Bogor.

Hasil Samoing FGDLimbah atau hasil samping dari penggunaan FGD adalah gypsum sintetik (CaSO4.2H2O).Selain dapat mengurangi sumber polutan, gypsum sebagai hasil samping unit Flue Gas Desulfurization (FGD) ternyata juga memiliki nilai ekonomi karena dapat dimanfaatkan untuk pembuatan pupuk amonium sulfat. Amonium sulfat biasa disebut pupuk ZA (Zwuafel Amonium) banyak dimanfaatkan sebagai pupuk nitrogen, terutama untuk tanaman industri dan perkebunan. Pupuk amonium sulfat mengandung unsur nitrogen dan sulfur dimana unsur sulfur ini tidak dimiliki pupuk nitrogen lainnya, misal urea (CO(NH2)2), amonium nitrat (NH4NO3) dan lain-lain. Amonium sulfat biasanya dapat digunakan secara langsung sebagai pupuk atau bahkan sebagai campuran dalam pembuatan pupuk nitrogen lainnya seperti pupuk NPK. Selain itu, Amonium sulfat digunakan juga sebagai bahan baku dalam pakan ternak, penyekat, zat additive dalam fermentasi, fotografi, nylon dyes, amonium alum, farmasi, hidrogen peroksida, pembuatan tinta printer, dan lem perekat tulang.Indonesia masih mengimpor amonium sulfat dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Data impor menunjukkan jumlah penggunaan amonium sulfat di Indonesia cukup tinggi. Pada Tabel berikut ditampilkan data impor amonium sulfat sebagai berikut :

TahunJumlah (Kg)Nilai (US $)

1999226.101.30617.560.589

2000136.628.45211.255.319

2001183.343.68414.755.100

2002247.623.37122.299.485

2003227.067.31120.803.958

2004106.824.43514.542.211

2005172.146.20923.116.906

2006279.413.49233.032.584

2007242.223.46632.722.685

2008438.633.304155.064.082

2009338.394.57046.680.565

2010268.451.45940.540.262

Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia

Menurut prediksi Kementerian Perindustrian, kebutuhan pupuk amonium sulfat tahun 2015 adalah sebanyak 1,8 juta ton, Sementara proyeksi produksi nasional pada tahun yang sama untuk pupuk amonium sulfat 0,65 juta ton.

DiJawa Barat, Pabrik pupuk yang memerlukan gypsum terbesar adalah Pupuk Kujang di Cikampek.