limbah b3

28
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) Limbah ada yang berbahaya dan beracun bagi lingkungan hidup dan khususnya manusia.Secara umum yang disebut limbah adalah bahan sisa yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan proses produksi, baik pada skala rumah tangga, industri, pertambangan, dan sebagainya. Bentuk limbah tersebut dapat berupa gas dan debu, cair atau padat. Di antara berbagai jenis limbah ini ada yang bersifat beracun atau berbahaya dan dikenal sebagai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3). Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya (PP No. 18 Tahun 1999 Jo PP No. 85 Tahun 1999). Sedangkan B3 adalah bahan yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau membahayakan lingkungan hidup,

Upload: yatin-dwi-rahayu

Post on 04-Aug-2015

164 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: Limbah B3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)

Limbah ada yang berbahaya dan beracun bagi lingkungan hidup dan

khususnya manusia.Secara umum yang disebut limbah adalah bahan sisa yang

dihasilkan dari suatu kegiatan dan proses produksi, baik pada skala rumah tangga,

industri, pertambangan, dan sebagainya. Bentuk limbah tersebut dapat berupa gas

dan debu, cair atau padat. Di antara berbagai jenis limbah ini ada yang bersifat

beracun atau berbahaya dan dikenal sebagai limbah Bahan Berbahaya dan

Beracun (Limbah B3).

Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) adalah sisa suatu usaha dan

atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena

sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun

tidak langsung dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau

dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia

serta makhluk hidup lainnya (PP No. 18 Tahun 1999 Jo PP No. 85 Tahun 1999).

Sedangkan B3 adalah bahan yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau

jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan

atau merusak lingkungan hidup, dan atau membahayakan lingkungan hidup,

kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya (PP No. 74

Tahun 2001).

Limbah B3 maupun bahan berbahaya dan beracun tidak saja dihasilkan

atau digunakan oleh kegiatan industri tetapi juga dari berbagai aktivitas manusia

lainnya misalnya dari kegiatan pertanian, rumah tangga dan rumah sakit. Untuk

itulah perlu dikelola secara benar sehingga tidak mencemari dan mengganggu

kesehatan manusia.

Page 2: Limbah B3

B. Jenis-Jenis Limbah Beracun

Yang termasuk limbah B3 antara lain adalah bahan baku yang berbahaya

dan beracun yang tidak digunakan lagi karena rusak, sisa kemasan, tumpahan, sisa

proses, dan oli bekas kapal yang memerlukan penanganan dan pengolahan khusus.

Bahan-bahan ini termasuk limbah B3 bila memiliki salah satu atau lebih

karakteristik berikut: mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun,

menyebabkan infeksi, bersifat korosif, dan lain-lain, yang bila diuji dengan

toksikologi dapat diketahui termasuk limbah B3. Jenis-jenis limbah beracun

diantaranya:

a. Limbah mudah meledak

Limbah yang melalui reaksi kimia dapat menghasilkan gas dengan suhu dan

tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan.

b. Limbah mudah terbakar

limbah yang bila berdekatan dengan api, percikanapi, gesekan atau sumber

nyala lain akan mudah menyala atau terbakar dan bila telah menyala akan terus

terbakar hebat dalam waktu lama.

c. Limbah reaktif

Limbah yang menyebabkan kebakaran karena melepaskanatau menerima

oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam suhutinggi.

d. Limbah beracun

Limbah yang mengandung racun yang berbahaya bagimanusia dan

lingkungan. Limbah B3 dapat menimbulkan kematian atau sakit bila masuk ke

dalam tubuh melalui pernapasan, kulit atau mulut.

e. Limbah penyebab infeksi

Limbah penyebab infeksi adalah limbah laboratorium yang terinfeksi penyakit

ataulimbah yang mengandung kuman penyakit, seperti bagian tubuh manusia

yang diamputasi dan cairan tubuh manusia yang terkena infeksi.

f. Limbah yang bersifat korosif

Limbah yang bersifat korosif merupakan limbah yang menyebabkan iritasi

pada kulitatau mengkorosikan baja, yaitu memiliki pH sama atau kurang dari 2,0

untuk limbahyang bersifat asam dan lebih besar dari 12,5 untuk yang bersifat

basa.

Page 3: Limbah B3

C. Sumber Limbah B3

Berdasarkan sumbernya, limbah B3 dapat diklasifikasikan menjadi

sebagai berikut:

a. Primary sludgeyaitu limbah yang berasal dari tangki sedimentasi pada

pemisahan awal dan banyak mengandung biomassa senyawa organik yang

stabil dan mudah menguap.

b. Chemical sludge yaitu limbah yang dihasilkan dari proses koagulasi

danflokulasi.

c. Excess activated sludgeyaitu limbah yang berasal dari proses pengolahan

dengnlumpur aktif sehingga banyak mengandung padatan organik berupa

lumpur darihasil proses tersebut.

d. Digested sludgeyaitu limbah yang berasal dari pengolahan biologi dengan

digested aerobic maupun anaerobic di mana padatan atau lumpur yang

dihasilkancukup stabil dan banyak mengandung padatan organik

Berdasarkan studi yang telah dilakukan oleh Bina Lingkungan Hidup DKI,ada

sembilan kelompok besar penghasil limbah B3, delapan kelompok industri skala

menengah dan besar, serta satu kelompok rumah sakit yang juga memiliki potensi

menghasilkan limbah B3.

1. Industri Tekstil dan kulit

Sumber utama limbah B3 pada industri tekstil adalah penggunaan zat

warna.Beberapa zat warna dikenal mengandung Cr, seperti senyawa Na2Cr2O7

atausenyawa Na2Cr3O7. Industri batik menggunakan senyawa Naftol yang sangat

berbahaya. Senyawa lain dalam kategori B3 adalah H2O2 yang sangat reaktif dan

HClO yang bersifat toksik.Beberapa tahap proses pada indusrti kulit yang

mneghasilkan limbah B3antara lain washing, soaking, dehairing, lisneasplatting,

bathing, pickling,dan degreasing. Tahap selanjutnya meliputi tanning, shaving,

dan polishing.Proses tersebut menggunakan pewarna yang mengandung Cr dan

H2SO4. Halinilah yang menjadi pertimbangan untuk memasukkan industrikulit

dalamkategori penghasil limbah B3.

2. Pabrik kertas dan percetakan

Page 4: Limbah B3

Sumber limbah padat berbahaya di pabrik kertas berasal dari proses

pengambilan kembali bahan kimia yang memerlukan stabilisasisebelum ditimbun.

Sumber limbah lainnya ada pada permesinan kertas, pada pembuangan boiler dan

proses pematangan kertas yangmenghasilkan residu beracun. Setelah residu

tersebut diolah, dihasilkankonsentrat lumpur beracun.Produk samping proses

percetakan yang dianggap berbahaya dan beracunadalah dari limbah cair

pencucian rol film, pembersihan mesin, dan pemrosesan film. Proses ini

menghasilkan konsentrat lumpur sebesar 1-4 persen dari volume limbah cair yang

diolah. Industri persuratkabaran yang memiliki tiras jutaan eksemplar ternyata

memiliki potensi sebagai penghasil limbah B3.

3. Industri kimia besar

Kelompok industri ini masuk dalam kategori penghasil limbah B3, yang

antaralain meliputi pabrik pembuatan resin, pabrik pembuat bahan pengawet kayu,

pabrik cat, pabrik tinta, industri gas, pupuk, pestisida, pigmen, dansabun.Limbah

cair pabrik resin yang sudah diolah menghasilkan lumpur beracunsebesar 3-5

persen dari volume limbah cair yang diolah. Pembuatan catmenghasilkan

beberapa lumpur cat beracun, baik air baku maupunzat pelarut Sedangkan industri

tinta menghasilkan limbahterbesar dari dari pembersihan bejana-bejana produksi,

baik cairan maupunlumpur pekat. Sementara, timbulnya limbah beracun dari

industri pestisida bergantung pada jenis proses pada pabrik tersebut, yaitu apakah

ia benar-benar membuat bahan atau hanya memformulasikan saja.

4. Industri farmasi

Kelompok indusrti farmasi terbagi dalam dua sub-kelompok, yaitusub-

kelompok pembuat bahan dasar obat dan sub-kelompok formulasi dan

pengepakan obat. Umumnya di Indonesia adalah sub-kelompok kedua yang tidak

begitu membahayakan. Tapi, limbah industri farmasi yang memproduksiatibiotik

memiliki tingkat bahaya cukup tinggi. Limbah industri farmasiumumnya berasal

dari proses pencucian peralatan dan produk yang tidak terjual dan kadaluarsa.

5. Industri logam dasar

Industri logam dasar nonbesi menghasilkan limbah padat dari pengecoran,

percetakan, dan pelapisan, yang mengahasilkan limbah cair pekat beracunsebesar

Page 5: Limbah B3

3% dari volume limbah cair yang diolah. Industri logam untuk keperluan rumah

tangga menghasilkan sedikit cairan pickling yang tidak dapat diolah di lokasi

pabrik dan memerlukan pengolahan khusus. Selain itu juga terdapat cairan

pembersih bahan dan peralatan, yang konsentratnyamasuk kategori limbah B3.

6. Industri perakitan kendaraan bermotor

Kelompok ini meliputi perakitan kendaraan bermotor seperti mesin, disel,dan

pembuatan badan kendaraan (karoseri). Limbahnya lebih banyak bersifat padatan,

tetapi dikategorikan sebagai non B3. Yang termasuk B3 berasal dari proses

penyiapan logam (bondering) dan pengecatan yang mengandung logam berat

seperti Zn dan Cr.

7. Industri baterai kering dan aki

Limbah padat baterai kering yang dianggap bahaya berasal dari prosesfiltrasi.

Sedangkan limbah cairnya berasal dari proses penyegelan. Industriaki

menghasilkan limbah cair yang beracun, karena menggunakan H2SO4

sebagaicairan elektrolit.

8. Rumah sakit

Rumah sakit menghasilkan dua jenis limbah padat maupun cair, bahkan

jugalimbah gas, bakteri, maupun virus. Limbah padatnya berupa sisa obat-obatan,

bekas pembalut, bungkus obat, serta bungkus zat kimia. Sedangkan limbahcairnya

berasal dari hasil cucian, sisa-sisa obat atau bahan kimialaboratorium dan lain-

lain. Limbah padat atau cair rumah sakit mempunyaikarateristik bisa

mengakibatkan infeksi atau penularan penyakit. Sebagian juga beracun dan

bersifat radioaktif.

D. Teknologi Pengolahan Limbah B3

Terdapat banyak metode pengolahan limbah B3 di industri, tiga

metode yang paling populer di antaranya ialah :

1. chemical conditioning, yaitu salah satu teknologi pengolahan limbah B3 ialah

chemical conditioning. Tujuan utama dari chemical conditioning ialah:

1) menstabilkan senyawa-senyawa organik yang terkandung di dalam lumpur

2) Mereduksi volume dengan mengurangi kandungan air dalam lumpur

Page 6: Limbah B3

3) mendestruksi organisme patogen

4) Memanfaatkan hasil samping proseschemical conditioning yang masih

memiliki nilai ekonomi seperti gas methane yang dihasilkan pada

prosesdigestion

5) Mengkondisikan agar lumpur yang dilepas ke lingkungan dalam keadaan

aman dan dapat diterima lingkungan

2. Solidification/Stabilization

Secara umum stabilisasi dapat didefinisikan sebagai proses pencapuran limbah

dengan bahan tambahan (aditif) dengan tujuan menurunkan laju migrasi bahan

pencemar dari limbah serta untuk mengurangi toksisitas limbah tersebut.

Sedangkan solidifikasi didefinisikan sebagai proses pemadatan suatu bahan

berbahaya dengan penambahan aditif. Kedua proses tersebut seringkali terkait

sehingga sering dianggap mempunyaiarti yang sama. Proses solidifikasi atau

stabilisasi berdasarkan mekanismenya dapat dibagi menjadi 6 golongan, yaitu:

1) Macroencapsulation,yaitu proses dimana bahan berbahaya dalam limbah

dibungkus dalam matriks struktur yang besar

2) Microencapsulation,yaitu proses yang mirip macroencapsulation tetapi

bahan pencemar terbungkus secara fisik dalam struktur kristal pada tingkat

mikroskopik

3) Precipitation

4) Adsorpsi, yaitu proses dimana bahan pencemar diikat secara elektrokimia

pada bahan pemadat melalui mekanisme adsorpsi.

5) Absorbsi, yaitu proses solidifikasi bahan pencemar dengan

menyerapkannya ke bahan padat

6) Detoxification, yaitu proses mengubah suatu senyawa beracun menjadi

senyawa lain yang tingkat toksisitasnya lebih rendah atau bahkan hilang

sama sekali.

Teknologi solidikasi atau stabilisasi umumnya menggunakan semen, kapur

(CaOH2),dan bahan termoplastik. Metoda yang diterapkan di lapangan ialah

metoda in-drum mixing, in-situ mixing , dan plant mixing. Peraturan mengenai

Page 7: Limbah B3

solidifikasi atau stabilitasi diatur oleh BAPEDAL berdasarkan

Kep-03/BAPEDAL/09/1995 dan Kep-04/BAPEDAL/09/1995.

3. Incineration

Teknologi pembakaran (incineration) adalah alternatif yang menarik dalam

teknologi pengolahan limbah. Insinerasi mengurangi volume dan massa limbah

hingga sekitar 90% (volume) dan 75% (berat). Teknologi ini sebenarnya bukan

solusi final dari sistem pengolahan limbah padat karena pada dasarnya hanya

memindahkan limbah dari bentuk padat yang kasat mata ke bentuk gas yang tidak

kasat mata. Proses insinerasi menghasilkan energi dalam bentuk panas. Namun,

insinerasi memiliki beberapa kelebihan di mana sebagian besar dari komponen

limbah B3 dapat dihancurkan dan limbah berkurang dengan cepat.

Selain itu, insinerasi memerlukan lahan yang relatif kecil. Aspek penting

dalam sistem insinerasi adalah nilai kandungan energi (heating value) limbah.

Selain menentukan kemampuan dalam mempertahankan berlangsungnya proses

pembakaran, heating value juga menentukan banyaknyaenergi yang dapat

diperoleh dari sistem insinerasi. Jenis insinerator yang palingumum diterapkan

untuk membakar limbah padat B3 ialah rotary kiln, multiplehearth, fluidized bed,

open pit, single chamber, multiple chamber, aqueous wasteinjection, dan starved

air unit. Dari semua jenis insinerator tersebut,rotary kiln mempunyai kelebihan

karena alat tersebut dapat mengolah limbah padat, cair,dan gas secara simultan.

Page 8: Limbah B3

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Limbah Industri Gula Tebu

Tebu merupakan salah satu jenis tanaman yang hanya dapat ditanam di

daerah yang memiliki iklim tropis. Di Indonesia, perkebunan tebu menempati luas

areal 232 ribu hektar, yang tersebar di Medan, Lampung, Semarang, Solo, dan

Makassar. Tanaman ini merupakan sumber bahan baku perusahaan gula. Dalam

suatu produksi barang, pastilah didapat hasil samping (limbah). Begitu pula

halnya dengan produksi pada pabrik gula. Berikut adalah limbah yang dihasilkan

dari produksi gula yang berasal dati tanaman tebu:

1. Pucuk Tebu

Pucuk tebu adalah ujung atas batang tebu berikut 5-7 helai daun yang

dipotong dari tebu giling ataupun bibit. Diperkirakan dari 100 ton tebu dapat

diperoleh sekitar 14 ton pucuk tebu segar. Pucuk tebu segar maupun dalam bentuk

awetan, sebagai silase atau jerami dapat menggantikan rumput gajah yang

merupakan pakan ternak yang sudah umum digunakan di Indonesia.

2. Ampas Tebu

Tebu diekstrak di stasiun gilingan menghasilkan nira dan bahan bersabut yang

disebut ampas. Ampas terdiri dari air, sabut dan padatan terlarut. Komposisi

ampas rata-rata terdiri dari kadar air : 46 – 52 %; Sabut 43 – 52 %; padatan

terlarut 2 – 6 %. Umumnya ampas tebu digunakan sebagai bahan bakar ketel

(boiler) untuk pemenuhan kebutuhan energi pabrik. Pabrik gula yang efisien dapat

mencukupi kebutuhan bahan bakar boilernya dari ampas, bahkan berlebih. Ampas

yang berlebih dapat dimanfaatkan untuk pembuatan briket, partikel board, bahan

baku pulp dan bahan kimia seperti furfural, xylitol, methanol, metana, dll.

3. Blotong

Pada proses pemurnian nira yang diendapkan di clarifier akan menghasilkan

nira kotor yang kemudian diolah di rotary vacuum filter. Di alat ini akan

dihasilkan nira tapis dan endapan yang biasanya disebut “blotong” (filter cake).

Blotong dari PG Sulfitasi rata-rata berkadar air 67 %, kadar pol 3 %, sedangkan

Page 9: Limbah B3

dari PG. Karbonatasi kadar airnya 53 % dan kadar pol 2 %. Blotong dapat

dimanfaatkan antara lain untuk pakan ternak, pupuk dan pabrik wax. Penggunaan

yang paling menguntungkan saat ini adalah sebagai pupuk di lahan tebu.

4. Tetes

Tetes (molasses) adalah sisa sirup terakhir dari masakan (massecuite) yang

telah dipisahkan gulanya melalui kristalisasi berulangkali sehingga tak mungkin

lagi menghasilkan gula dengan kristalisasi konvensional. Penggunaan tetes antara

lain sebagai pupuk dan pakan ternak dan pupuk. Selain itu juga sebagai bahan

baku fermentasi yang dapat menghasilkan etanol, asam asetat, asam sitrat, MSG,

asam laktat dll.

5. Asap

Telah disebutkan di atas hasil sampingan (limbah) pabrik gula cukup beragam.

Agar limbah ini tidak menjadi masalah bagi lingkungan sekitar, maka diperlukan

suatu pengelolaan terhadap limbah tersebut. Cara- cara yang bisa digunakan dalm

pengolahan limbah yaitu menetralkan limbah sehingga tidak berbahaya bagi

lingkungan, dan dengan merubah limbah menjadi barang lain yang lebih bernilai

tinggi. 

B. Teknologi Pengolahan Limbah Tebu

Secara umum pengelolaan limbah seperti limbah cair, yang dikeluarkan

pabrik merupakan limbah organik dan bukan Limbah B3 (bahan beracun dan

berbahaya). Limbah cair ini dikelola melalui dua tahapan. Pertama, penanganan di

dalam pabrik (in house keeping). Sistem ini dilakukan dengan cara

mengefisienkan pemakaian air dan penangkap minyak (oil trap) serta pembuatan

bak penangkap abu bagasse (ash trap). Kedua, penanganan setelah limbah keluar

dari pabrik, melalui Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). IPAL dibangun di

atas tanah seluas lebih dari 8 ha, terdiri dari 13 kolam dengan kedalaman

bervariasi dari 2 m (kolam aerasi) sampai 7 m (kolam anaerob). Total daya

tampung lebih dari 240.000 m3, sehingga waktu inap (retention time) dapat

mencapai 60 hari.

Page 10: Limbah B3

Sedangkan pengelolaan limbah dengan cara pemanfaatan limbah dari

pabrik tebu dapat memberikan nilai lebih. Pemanfaatan limbah pabrik tebu bisa

berupa pembuatan bioetanol, pemanfaatan pucuk tebu sebagai bahan pakan

ternak, ampas tebu untuk pakan ternak dan pembuatan senyawa furfural besrta

turunannya, serta pembuatan pupuk kompos dari blotong. Sedangkan untuk

limbah berupa asap dapat dikelola dengan jalan menekan pengeluaranya diudara

bebas.

Berikut adalah sejumlah hal tentang pemanfaatan dan pengelolaan hasil

samping pabrik gula yang dapat digunkan untuk menekan tingkat pencemaran.

1. Pembuatan Bioetanol

Pada dasarnya unit pembuatan etanol dari tebu terdiri dari 4

bagian, yaitu:

a. Unit gilingan

Unit gilingan berfungsi untuk menghasilkan nira mentah dari tebu.

Komponen unit gilingan terdiri dari pisau pencacah dan tandem gilingan.

Sebelum masuk gilingan, tebu dipotong-potong terlebih dulu dengan pisau

pencacah. Cacahan tebu selanjutnya masuk kedalam tandem gilingan 3 rol

yang biasanya terdiri atas 4 atau 5 unit gilingan yang disusun secara seri. Pada

unit gilingan pertama, tebu diperah menghasilkan nira perahan pertama (npp).

Ampas tebu yang dihasilkan diberi imbibisi, kemudian digiling oleh unit

gilingan kedua. Nira yang terperah ditampung, ampasnya kembali ditambah

air imbibisi dan digiling lebih lanjut oleh unit gilingan ketiga, dan demikian

seterusnya. Semua nira yang keluar dari setiap unit gilingan dijadikan satu dan

disebut nira mentah. 

b. Unit preparasi bahan baku

Unit preparasi berfungsi untuk menjernihkan dan memekatkan nira mentah

yang dihasilkan unit gilingan. Klarifikasi bisa dilakukan secara fisik dengan

penyaringan atau secara kimiawi. Klarifikasi terutama bertujuan untuk

menghilangkan beberapa impurities yang bisa mengganggu proses fermentasi.

Nira yang dihasilkan dari proses ini disebut nira jernih. Selanjutnya tahap ini

Page 11: Limbah B3

dilanjutkan untuk memproduksi gula dan sisanya berupa molase bisa

dilanjutkan masuk ke tahapan pembuatan etanol.

c. Unit fermentasi

Unit fermentasi berfungsi untuk mengubah molase menjadi etanol, melalui

aktivitas fermentasi ragi. Jumlah unit fermentasi biasanya terdiri dari beberapa

unit (batch) atau system kontinyu tergantung kepada kondisi dan kapasitas

pabrik. Beberapa nutrisi ditambahkan untuk optimalisasi proses. Etanol yang

terbentuk dibawa ke dalam unit destilasi.

d. Unit destilasi.

Unit destilasi berfungsi untuk memisahkan etanol dari cairan lain

khususnya air. Unit ini juga terdiri dari beberapa kolom destilasi. Etanol yang

dihasilkan biasanya memiliki kemurnian sekitar 95-96%. Proses pemurnian

lebih lanjut akan menghasilkan etanol dengan tingkat kemurnian lebih tinggi

(99%/ethanol anhydrous), yang biasanya digunakan sebagai campuran

unleaded gasoline menjadi gasohol.  Selain dari nira, ampas yang dihasilkan

sebagai hasil ikutan dari unit gilingan bisa diproses lebih lanjut menjadi

etanol, dengan menambah unit pretreatment dan sakarifikasi.

Unit pretreatment berfungsi untuk mendegradasi ampas menjadi

komponen selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Dalam unit sakarifikasi, selulosa

dihidrolisa menjadi gula (glukosa) yang akan menjadi bahan baku fermentasi,

selanjutnya didestilasi menghasilkan etanol.

Pembuatan etanol selain dari molase juga dari ampas tebu. Ampas tebu

sebagian besar mengandung ligno-cellulose. Bahan lignoselulosa dapat

dimanfaatkan untuk memproduksi bioetanol. Berikut contoh skema ideal

pemanfaatan bahan lignoselulosa untuk memproduksi bioetanol:

2. Pemanfaatan Ampas Tebu

Limbah padat berupa ampas tebu (bagasse) dapat dapat dijadikan bubur pulp

dan dipakai untuk pabrik kertas, untuk makanan ternak; bahan baku pembuatan

pupuk, particle board, bioetanol, dan sebagai bahan bakar ketel uap (boiler)

sehingga mengurangi konsumsi bahan-bakar minyak oleh pabrik.  Selain itu

semua, adanya kandungan polisakarida dalam ampas tebu dapat dikonversi

Page 12: Limbah B3

menjadi produk atau senyawa kimia yang digunakan untuk mendukung proses

produksi sektor industri lainnya. Salah satu polisakarida yang terdapat dalam

ampas tebu adalah pentosan, dengan persentase sebesar 20-27%. Kandungan

pentosan yang cukup tinggi tersebut memungkinkan ampas tebu untuk diolah

menjadi Furfural. Furfural memiliki aplikasi yang cukup luas dalam beberapa

industri dan juga dapat disintesis menjadi turunan-turunannya seperti : Furfuril

Alkohol, Furan, dan lain-lain. Kebutuhan (demand) Furfural dan turunannya di

dalam negeri meski tidak terlalu besar namun jumlahnya terus meningkat . Hingga

saat ini seluruh kebutuhan Furfural untuk dalam negeri diperoleh melalui impor.

Impor terbesar diperoleh dari Cina yang saat ini menguasai 72% pasar Furfural

dunia. 

Furfural (C5H4O2) atau sering disebut dengan 2-furankarboksaldehid,

furaldehid, furanaldehid, 2-Furfuraldehid, merupakan senyawa organik turunan

dari golongan furan. Furfural memiliki aplikasi yang cukup luas terutama untuk

mensintesis senyawa-senyawa turunannya. Di dunia hanya 13% saja yang

langsung menggunakan Furfural sebagai aplikasi, selebihnya disintesis menjadi

produk turunannya. Furfural dihasilkan dari biomassa (ampas tebu) lewat 2 tahap

reaksi, yaitu hidrolisis dan dehidrasi. Untuk itu digunakan bantuan katalis asam,

misalnya: asam sulfat, dan lain-lain.Reaksi utama pembuatan Furfural adalah

sebagai berikut :

• Hidrolisis pentosan menjadi pentosa : ………………………..( i ) 

• Dehidrasi pentosa membentuk Furfural : ………………………..( ii )

Aplikasi Furfural di dunia Consumption % Product synthesised from Furfural

Second stage synthesis product and their application Third stage synthesis product

and their application 13% Furfural solvent, for refining of lubrication oils, etc.

Furan merupakan contoh lain senyawa yang dapat dihasilkan dengan bahan

baku Furfural. Furan yang biasa disebut juga Furfuran atau oxole, memiliki rumus

molekul C4H4O. Furan diproduksi dengan proses dekarbonilasi Furfural dengan

kehadiran katalis logam mulia. Furan dimanfaatkan sebagai bahan kimia

pembangun dalam produksi senyawa kimia yang digunakan pada industri farmasi,

herbisida, senyawa penstabil (stabilizer), dan sebagai bahan baku dalam

Page 13: Limbah B3

pembuatan senyawa turunan dari furan. Salah satu senyawa yang diproduksi

dengan bahan baku Furan adalah Tetrahidrofuran (tetrametilen oksida atau

oxolane). Senyawa yang dihasilkan melalui hidrogenasi katalitik dari Furan ini

digunakan sebagai pelarut untuk polivinil klorida (PVC), polivinilidene klorida,

beberapa serat poliuretan yang diaplikasikan pada proses pelapisan dan perekat. 

Secara komersial, pembuatan Furfural dapat berlangsung dalam siklus batch

maupun kontinyu.

3. Pemanfaatan Blotong Untuk Pembuatan Kompos

Pembuatan kompos dilakukan dengan pencampuran bahan baku asal limbah

pabrik gula, antara lain; serasah, blotong dan abu ketel, serta menambahkan bahan

aktivator berupa mikroorganisme, yang terdiri dari; campuran bakteri, fungi,

aktinomisetes, kotoran ayam dan kotoran sapi. Proses pengolahan ini dilakukan

secara biologis karena memanfaatkan mikroorganisme sebagai agen pengurai

limbah. 

Contoh Prosedur pembuatan pupuk kompos adlah sebgai berikut: Bahan

pupuk terdiri dari tumpukan berisi 60 kg serasah, 300 kg blotong , dan 100 kg abu

ketel. Bahan-bahan tersebut dimasukkan ke dalam cetakan berbentuk kotak

dengan ukuran bawah 1,5 x 1,5 m; ukuran atas 1 m x 1 m serta tinggi 1,25 m.

Sebelum dicetak, daun tebu dipotong-potong sehingga panjangnya kurang dari 5

cm. Semua bahan dicampur rata, kemudian ditambah 5 kg TSP dan 10 kg Urea.

Limbah pabrik gula berupa blotong juga dapat dijadikan pupuk organik

dengan cara mencampurkannya dengan limbah pabrik etanol berupa vinace dan

ditambah sejumlah mikroba. Seorang peneliti pupuk mengungkapkan, kandungan

unsur karbon (C) dan Nitrogen (N) pupuk ini mencapai 12 persen. Sementara

tanah yang sehat punya kandungan unsur C dan N antara 10-15 persen. Mikroba

yang ada di pupuk ini antara lain Celulotic bacteria, Pseudomonas, Bacyllus, dan

Lactobacyllus. Dikatakan pula bahwa bakteri itu ada yang berfungsi melarutkan

fosfat. Seperti diketahui, fosfat jika dipakai untuk pupuk harus dalam keadaan

terlarut, dan yang melarutkan itu mikroba. Pupuk organik ini mampu

memperbaiki tekstur dan mampu menyehatkan tanah kritis akibat pupuk kimia

(anorganik). 

Page 14: Limbah B3

Pupuk kompos yang dihasilkan dapat dimanfaatkan kembali untuk perkebunan

tebu. Pemberian kompos yang berasal dari limbah industri gula ini telah dicoba

pada tanaman tebu di berbagai wilayah pabrik gula di Indonesia. Secara umum

kompos dapat meningkatkan produksi dan produktivitas gula.

4. Pengelolaan asap dan debu

Senyawa pencemar udara itu sendiri digolongkan menjadi (a) senyawa

pencemar primer, dan (b) senyawa pencemar sekunder. Senyawa pencemar primer

adalah senyawa pencemar yang langsung dibebaskan dari sumber sedangkan

senyawa pencemar sekunder ialah senyawa pencemar yang baru terbentuk akibat

antar-aksi dua atau lebih senyawa primer selama berada di atmosfer. Dari sekian

banyak senyawa pencemar yang ada, lima senyawa yang paling sering dikaitkan

dengan pencemaran udara ialah: karbonmonoksida (CO), oksida nitrogen (NOx),

oksida sulfur (SOx), hidrokarbon (HC), dan partikulat (debu).

Pencemaran udara dari pada pabrik gula berupa asap dan debu, yang dapat

menyebabkan sejumlah penyakit pernafasan seperti infeksi saluran pernafasan

pada manusia disekitar pabrik tersebut, iritasi mata dan lain-. Untuk

menanggulanginya dibutuhkan pengendalian pencemaran udara. Pengendalian ini

dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pengendalian pada sumber pencemar dan

pengenceran limbah gas. Pengendalian pada sumber pencemar merupakan metode

yang lebih efektif karena hal tersebut dapat mengurangi keseluruhan limbah gas

yang akan diproses dan yang pada akhirnya dibuang ke lingkungan. Di dalam

sebuah pabrik kimia, pengendalian pencemaran udara terdiri dari dua bagian yaitu

penanggulangan emisi debu dan penanggulangan emisi senyawa pencemar.

Idealnya demikian pula yang harus dilakukan oleh pabrik tebu. 

Guna menekan tingkat pencemaran udara, pabrik tebu dapat mengelola asap dan

debu tersebut dengan jalan memisahkan partikel padatanya yang berada di asap.

Nantinya partikel-partikel ini dalam jumlah yang cukup, bisa diolah menjadi

pupuk. Karenanya suatu pabrik gula seharusnya dilengkapai dengan alat-alat

pemisah debu untuk memisahkan debu dari alirah gas buang. Debu dapat ditemui

dalam berbagai ukuran, bentuk, komposisi kimia, densitas, daya kohesi, dan sifat

higroskopik yang berbeda. Maka dari itu, pemilihan alat pemisah debu yang tepat

Page 15: Limbah B3

berkaitan dengan tujuan akhir pengolahan dan juga aspek ekonomis. Secara umum

alat pemisah debu dapat diklasifikasikan menurut prinsip kerjanya:

a. Pemisah Brown

Alat pemisah debu yang bekerja dengan prinsip ini menerapkan prinsip

gerak partikel menurut Brown. Alat ini dapat memisahkan debu dengan

rentang ukuran 0,01 – 0,05 mikron. Alat yang dipatenkan dibentuk oleh

susunan filamen gelas dengan jarak antar filamen yang lebih kecil dari lintasan

bebas rata-rata partikel.

b. Penapisan

Deretan penapis atau filter bag akan dapat menghilangkan debu hingga 0,1

mikron. Susunan penapis ini dapat digunakan untuk gas buang yang

mengandung minyak atau debu higroskopik. 

c. Electrostatic Precipitator

a) Pengendap elektrostatik

Alat ini mengalirkan tegangan yang tinggi dan dikenakan pada aliran gas

yang berkecepatan rendah. Debu yang telah menempel dapat dihilangkan

secara beraturan dengan cara getaran. Keuntungan yang diperoleh dari

penggunaan pengendap elektrostatik ini ialah didapatkannya debu yang kering

dengan ukuran rentang 0,2 – 0,5 mikron. Secara teoritik seharusnya partikel

yang terkumpulkan tidak memiliki batas minimum. 

b) Pengumpul sentrifugal

Pemisahan debu dari aliran gas didasarkan pada gaya sentrifugal yang

dibangkitkan oleh bentuk saluran masuk alat. Gaya ini melemparkan partikel

ke dinding dan gas berputar (vortex) sehingga debu akan menempel di dinding

serta terkumpul pada dasar alat. Alat yang menggunakan prinsip ini digunakan

untuk pemisahan partikel dengan rentang ukuran diameter hingga 10 mikron

lebih. 

c) Pemisah inersia

Pemisah ini bekerja atas gaya inersia yang dimiliki oleh partikel dalam

aliran gas. Pemisah ini menggunakan susunan penyekat sehingga partikel akan

bertumbukan dengan penyekat dan akan dipisahkan dari aliran fasa gas. Alat

Page 16: Limbah B3

yang bekerja berdasarkan prinsip inersia ini bekerja dengan baik untuk

partikel yang berukuran hingga 5 mikron. 

d) Pengendapan dengan gravitasi

Alat yang bekerja dengan prinsip ini memanfaatkan perbedaan gaya

gravitasi dan kecepatan yang dialami oleh partikel. Alat ini akan bekerja

dengan baik untuk partikel dengan ukuran yang lebih besar dari 40 mikron dan

tidak digunakan sebagi pemisah debu tingkat akhir. 

Pada industri, yang lebih maju terdapat juga beberapa alat yang dapat

memisahkan debu dan gas secara bersamaan (simultan). Alat-alat tersebut

memanfaatkan sifat-sifat fisik debu sekaligus sifat gas yang dapat terlarut

dalam cairan.

Page 17: Limbah B3

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1999. Volume dan Nilai Ekspor Bahan Kimia Indonesia. Dirjen IKAH

Depperindag RI.

Hoesein. Asrul. 2009. Pemanfaatan Limbah Menjadi Kompos. 30 November 2009

Jps. 2009. Limbah Pabrik Gula Disulap Jadi Pupuk. Diakses dari

www.surya.co.id. 11 November 2012.

Limbah beracun. 2012. http://id.wikipedia.org/wiki/Limbah_beracun [Terhubung

berkala] diakses pada (10 November 2012)

Limbah B3. 2012. http://www.lintasberita.com [Terhubung berkala] diakses pada

(10 November 2012)

Hendra, J. 2012. Strategi Pengelolaan Air Limbah Pabrik Kertas, Dalam Rangka

Penurunan Kandungan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun (B3)

[Tesis]. Program Pascasarjana-Universitas Negeri Jakarta: Jakarta