lembaran daerah kota banjar nomor : 3 tahun :...

50
26 LEMBARAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR : 3 TAHUN : 2004 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 3 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN, PERUBAHAN , PENCABUTAN DAN PENGUNDANGAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR, Menimbang : a. bahwa untuk memberikan arah dan pedoman dalam pembuatan Peraturan Daerah sesuai dengan prinsip penyelenggaraan otonomi Daerah, perlu menetapkan Peraturan Daerah Kota Banjar tentang Tata Cara Pembuatan, Perubahan, Pencabutan, dan Pengundangan Peraturan Daerah; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana huruf a diatas perlu ditetapkan Peraturan Daerah. Mengingat : 1. Undang–undang Nomor 4 Tahun 1999, tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 24);

Upload: doanngoc

Post on 07-Jul-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

26

LEMBARAN DAERAHKOTA BANJAR

NOMOR : 3 TAHUN : 2004 SERI : D

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARNOMOR 3 TAHUN 2003

TENTANGTATA CARA PEMBUATAN, PERUBAHAN , PENCABUTAN

DAN PENGUNDANGAN PERATURAN DAERAH

DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESAWALIKOTA BANJAR,

Menimbang : a. bahwa untuk memberikan arah dan pedomandalam pembuatan Peraturan Daerah sesuai denganprinsip penyelenggaraan otonomi Daerah, perlumenetapkan Peraturan Daerah Kota Banjar tentangTata Cara Pembuatan, Perubahan, Pencabutan,dan Pengundangan Peraturan Daerah;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimanahuruf a diatas perlu ditetapkan Peraturan Daerah.

Mengingat : 1. Undang–undang Nomor 4 Tahun 1999, tentangSusunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 24);

27

2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentangPemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran NegaraNomor 3839);

3. Undang–undang Nomor 27 Tahun 2002, tentangPembentukan Kota Banjar di Provinsi Jawa Barat(Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 130,Tambahan Lembaran Negara Nomor 4246);

4. Keputusan Presiden Nomor 188 Tahun 1998tentang Tata Cara Mempersiapkan RancanganPeraturan Daerah;

5. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999tentang teknik Penyusunan Peraturan Perundang–undangan dan bentuk Rancangan Undang–undang,Rancangan Peraturan Pemerintah dan RancanganKeputusan Presiden (Lembaran Negara Tahun1999 Nomor 70);

6. Keputusan Menteri Dalam Negeri dan OtonomiDaerah Nomor 21 tahun 2001 tentang TeknikPenyusunan dan Materi muatan Produk-produkHukum Daerah;

7. Keputusan Menteri Dalam Negeri dan OtonomiDaerah Nomor 22 Tahun 2001 tentang BentukProduk–produk Hukum Daerah;

8. Menteri Dalam Negeri dan Otonomi DaerahNomor 23 Tahun 2000 tentang ProsedurPenyusunan Produk Hukum Daerah;

9. Keputusan Menteri Dalam Negeri dan OtonomiDaerah Nomor 24 Tahun 2001 tentang LembaranDaerah dan Berita Daerah.

28

Dengan Persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BANJAR

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KOTA BANJARTENTANG TATA CARA PEMBUATAN,PERUBAHAN, PENCABUTAN DANPENGUNDANGAN PERATURAN DAERAH.

BAB IKETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan :1. Daerah adalah Daerah Kota Banjar.2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Banjar.3. Walikota adalah Walikota Banjar.4. Wakil Walikota adalah Wakil Walikota Banjar./5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, selanjutnya di sebut

DPRD adalah Dewa Perwakilan Rakyat Daerah Kota Banjar.6. Peraturan Daerah di maksud Peraturan Daerah Kota Banjar

adalah Peraturan Perundang–udangan yang tertinggi didaerah yang mengatur megenai penyelenggaraan otonomidaerah dan dalam pembentukannya sebelum disyahkan olehKepala daerah harus mendapat persetujuan dari DPRD.

7. Lembaran Daerah dimaksud adalah Lembaran Daerah KotaBanjar adalah penerbitan resmi Pemerintah Daerah yangdigunakan untuk megundangkan Peraturan Daerah danKeputusan Kepala Daerah.

8. Sekretaris Daerah Kota selanjutnya disebut Sekdakot adalahSekretaris Daerah Kota Banjar.

29

9. Kepala Dinas / Kantor / Badan Lembaga Unit Kerjaselanjutnya di sebut Kepala Unit Kerja adalah Unit KerjaKepala Dinas / Kantor / Badan / Unit Kerja di lingkunganPemerintah Kota Banjar.

10. Rancangan Akademik adalah hasil kajian yang disusun olehUnit kerja Pemrakarsa penyusun Rancangan PeraturanDaerah yang dalam pelaksanaannya dapat diserahkan kePerguruan Tinggi atau pihak ke tiga lainya yang mempunyaikeahlian untuk penyusunan Peraturan Perundang-undangan.

11. Panitia Musyawarah adalah Panitia Musyawarah DewanPerwakilan Rakyat Daerah Kota Banjar.

12. Panitia Khusus adalah Panitia Khusus Dewan PerwakilanRakyat Daerah Kota Banjar.

13. Keputusan Walikota adalah Peraturan pelaksanaan ataukebijakan Walikota untuk mengatur mengenaipenyelenggaraan tugas-tugas dekonsentrasi dan tugaspembantuan.

14. Tambahan Lembaran Daerah adalah kelengkapan dariLembaran Daerah untuk mencatat penjelasan PeraturanDaerah.

15. Berita Daerah adalah Penerbitan resmi Pemerintah Daerahyang digunakan untuk mengumumkan Peraturan Daerah danKeputusan Kepala Daerah.

16. Pengundangan adalah Pemberitahuan secara formal sesuatuPeraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah yangbersipat mengatur serta mengikat terhadap masyarakat.

BAB IIPRAKARSA PENYUSUNAN RANCANGAN

PERATURAN DAERAHPasal 2

(1) Rancangan Peraturan Daerah dapat berasal dari Walikotaataupun dari DPRD.

30

(2) Rancangan Peraturan Daerah sebagimana dimaskud padaAyat (1) diajukan dalam rapat paripurna DPRD untukmendapat persetujuan dengan penjelasan resmi dari :a. Walikota, apabila rancangan itu datang dari Walikotab. Pimpinan DPRD, apabila rancangan itu datang dari

DPRD.

(3) Apabila Rancangan Peraturan Daerah disetujui DPRD makaditetapkan Keputusan DPRD, selajutnya Peraturan Daerahtersebut ditetapkan dan ditandatangani oleh Walikota dalamrangkap 8 (delapan) serta dibubuhi cap jabatan.

(4) Apabila Racangan Peraturan Daerah yang berasal dariWalikota ditolak maka Rancangan Peraturan Daerah tersebutdi kembalikan kepada Walikota disertai dengan alasanpenjelasan.

(5) Apabila Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dariDPRD disetujui maka Rancangan Peraturan Daerah tersebutkepada Walikota.

Pasal 3

Peraturan Daerah yang telah ditandatangani dan dicap jabatansebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (3), 6 (enam)eksemplar diserahkan kepada Sekretaris Daerah Kota :a. Diundangkan dalam Lembaran Daerah.b. Dikirim kepada Menteri Dalam Negeri dan / atau Gubernur

Provinsi Jawa Barat sebagai pemberitahuan.

31

Pasal 4

(1) Kepala Unit Kerja dapat megambil prakarsa penyusunanRancangan Peraturan Daerah untuk mengatur masalah yangmenyangkut bidang tugasnya.

(2) Prakarsa Penyusunan rancangan Peraturan Daerahsebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dimintakan persetujuanterlebih dahulu Walikota dari Sekretaris Daerah Kota denganpenjelasan selengkapnya mengenai konsep pengaturan yangmeliputi :a. Latar belakang dan tujuan penyusunan.b. Sasaran yang ingin diwujudkan.c. Pokok-pokok pikiran, lingkup atau obyek yang akan

diatur.d. Jangkauan dan arah pengaturan.

Pasal 5

Dalam rangka pemantapan konsepsi yang akan dituangkan dalamPeraturan Daerah, Kepala Unit Kerja Pemrakarsa penyusunanRacangan Peraturan Daerah wajib megkonsultasikan terlebihdahulu konsepsi tersebut dengan Kepala Bagian Hukum danOrganisasi Pemerintah Kota Banjar dan Kepala Unit Kerjalainnya yang terkait.

Pasal 6

(1) Kepala Unit Kerja pemrakarsa penyusunan RancanganPeraturan Daerah apabila dipadang dapat terlebih dahulumenyusun rancangan Akademik mengenai RacanganPeraturan Daerah yang akan disusun.

32

(2) Penysusun Rancangan Akademik dilakukan oleh Unit Kerjapemrakarsa Kerja bersama-sama dengan Bagian Hukum danOrganisasi pada pelaksanaannya dapat diserahkan kepadaUnsur Perguruan Tinggi atau pihak ketiga lainnya yangmempunyai keahlian untuk itu.

Pasal 7

(1) Untuk pemantapan konsep sebagaimana dimaksud dalamPasal 5, Kepala Bagian Hukum dan Organisasimengkoordinasikan pelaksanaan konsultasi diantara pejabatyang secara teknis meguasai permasalahan yag akan diaturdan pejabat yang menangani hukum dan perundang-udanganpada Unit kerja pemrakarsa serta di Unit Kerja lainnya yangterkait.

(2) Dalam hal Rancangan Peraturan Daerah tersebut memerlukanRancangan Akdemik sebagaimana dimaksud Pasal 6 Ayat(1), Peraturan Daerah dijadikan pembahasan dalam forumkonsultasi

(3) Dalam kegiatan konsultasi sebagaimana dimaksud pada Ayat(1) dapat di konsultasikan dengan para ahli dari lingkunganPerguruan Tinggi dan Organisasi dibidang Sosial, Politik,Propesi atau Kemasyarakatan lainnya sesuai dengankebutuhan

(4) Kepala Bagian Hukum dan Organisasi dapat menugaskansalah satu Sub Bagian dilingkungan untuk secara fungsionalbertindak sebagai penyelenggara forum konsultasi yangbersifat permanen antar Unit Kerja.

33

Pasal 8

Pemantapan konsepsi Rancangan Peraturan Daerah diarahkanpada perwujudan keselarasan konsepsi tersebut dengan idiologinegara, kebijakan nasional, kebijkan daerah, aspirasi masyarakat,norma-norma adat Peraturan perundang-undangan yang berlakuyang terkait dengan materi yang akan diatur dalam RancanganPeraturan Daerah.

Pasal 9

(1) Apabila keharmonisan, kebulatan, dan kemantapan konsepsitidak dapat dihasilkan dan dalam forum konsultasisebagimana dimaksud dalam Pasal 7 Ayat (2), Kepala BagianHukum dan Organisasi dengan Kepala Unit Kerja pemrakarsamelalui Sekretaris Daerah Kota melaporkannya kepadaWalikota untuk mendapatkan Keputusan.

(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) disertaipenjelasan mengenai perbedaan ataupun pandangan yang ada.

(3) Keputusan yang diberikan Walikota dalam masalahsebagimana dimaksud pada Ayat (2), sekaligus merupakanpersetujuan terhadap prakarsa penyusunan RancanganPeraturan Daerah.

Pasal 10

Dalam hal telah diperoleh keharmonisan, kebulatan dankemantapan konsepsi, kepala Unit Kerja pemrakarsa secara resmimengajukan permintaan persetujuan kepada Walikota.

34

Pasal 11

Rancangan Peraturan Daerah yang telah mendapat persetujuanWalikota terhadap prakarsa penyusunan Rancangan PeraturanDaerah, diberitahukan secara tertulis oleh Sekretris Daerah Kotakepada Kepala Unit Kerja pemrakarsa dengan tembusan kepadaKepala Bagian Hukum dan Organisasi.

BAB IIITIM ASISTENSI

Pasal 12

(1) Berdasarkan persetujuan prakarsa sebagimana dimaskuddalam Pasal 9 atau Pasal 10, Walikota membentuk TimAsistensi untUk menyusun Rancangan Peraturan Daerahtersebut.

(2) Tim Asistensi sebagimana termaksud dalam Ayat (1)merupakan Perangkat Daerah yang membidangi Hukum danPerundang-undangan, ahli hukum dan atau pejabat yangmempunyai kewenangan dilingkungannya yang secara teknismeguasai permasalahan yang akan diatur dalam RancanganPeraturan Daerah.

(3) Struktur Organisasi Tim Asistensi selanjutnya ditetapkan olehKeputusan Walikota.

35

BAB IVPROSES PEMBUATAN, PERUBAHAN DAN PENCABUTAN

PERATURAN DAERAHPasal 13

(1) Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari Walikotadisampaikan kepada Pimpinan DPRD dengan Nota Pengantardalam Sidang Paripurna DPRD.

(2) Rancangan Peraturan Daerah yag berasal dari usul prakarsaDPRD beserta penjelasan disampaikan secara tertulis kepadaWalikota.

Pasal 14

Apabila ada (dua) Rancangan Peraturan Daerah yang diajukanmengenai hal yang sama, maka yang dibicarakan adalahRancangan Peraturan Daerah yang diterima lebih dahulu danRancangan Peraturan Daerah yang diterima kemudiandipergunakan sebagai pembanding.

Pasal 15

Perubahan Peraturan Daerah dapat dilakukan dengan cara :a. Menyisipkan atau menambah materi kedalam Peraturan

daerah ataub. Menghapuskan atau mengganti sebagian materi Peraturan

Daerah.

Pasal 16

Perubahan Peraturan Daerah dapat dilakukan terhadap :

36

a. Seluruh atau sebagian Bab, bagian, Paragraf, Pasal, dan / atauayat.

b. Kata, istilah, kalimat angka, huruf, dan / atau tanda baca.

Pasal 17

Jika Peraturan Daerah yang diubah mempunyai nama singkatan,Peraturan Daerah Perubahan dapat menggunakan nama singkatanPeraturan Daerah yang diubah.

Pasal 18

(1) Peraturan Daerah Perubahan terdiri dari 2 (dua) Pasal denganangka romawi yang terdiri dari :a. Pasal I, berisi materi – materi Bab, Pasal dan ayat yang

akan diubah;b. Pasal II, berisi usul pemberlakuan Peraturan Daerah

Perubahan.(2) Bunyi Bab, Pasal dan ayat yang kan diubah sebagaimana

dimaksud pada Ayat (1) huruf a tidak tidak perlu disebutkanlagi dalam Peraturan Daerah Perubahan.

Pasal 19

Peraturan Daerah dapat di ubah sebanyak-banyaknya 2 (dua) kalidan seterusnya harus ditetapkan dengan Peraturan Daerah Baru.

Pasal 20

Pencabutan suatu Peraturan Daerah dapat dilakukan dengan 2(dua) cara yaitu :a. Dinyatakan dalam salah satu Pasal dalam Penentua Penutup

atau pasal-pasal terakhir dari Peraturan Daerah yang baru.b. Dinyatakan dalam Peraturan Daerah Pencabutan tersendiri.

37

Pasal 21

Jika Peraturan Daerah tidak diperlukan lagi dan diganti denganPeraturan Daerah baru, Peraturan Daerah baru harus secara tegasmencabut Peraturan Daerah yang tidak perlukan itu.

Pasal 22

Jika Peraturan Daerah yang sudah diundangkan atau diumumkantetapi belum mulai berlaku dapat dilakukan dengan penarikandengan cara mulalui Peraturan Daerah tersendiri.

Pasal 23

Pencabutan Peraturan Daerah yang sudah diundangkan ataudiumumkan tetapi belum mulai berlaku dapat dilakukan denganpenarikan dengan cara melalui Peraturan Daerah tersendiri.

BAB VTATA CARA PEMBAHASAN

RANCANGAN PERATURAN DAERAHPasal 24

Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari usul prakarsaDPRD yang disampaikan pada Walikota selanjutnya dibahas olehTim Asistensi.

Pasal 25

Pejabat yang ditugasi untuk mengkoordinasikan pembahasanrancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada Pasal24, berkewajiban untuk :

38

a. Mengkonsultasikan Rancangan Peraturan Daerah dengandisertai pendapat, pertimbangan serta saran Penyempurnaanyang diajukan Tim Asistensi Kepada Kepala Unit Kerjalainnya yang terkait.

b. Menyelesaikan seluruh proses konsultasi hingga RancanganPeraturan Daerah Kepada Walikota selambat-lambatnyadalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penerimaansurat Sekdakot mengenai penyampainan RancanganPeraturan Daerah sebgaimana dimaksud pada dalam Pasal 4dan 10 Peratuaran Daerah ini.

Pasal 26

Walikota menyampaikan kembali Rancangan Peraturan Daerahsebagaimana dimasksud Pasal 24 Peraturan Daerah ini yangberisikan penerimaan untuk pembahasan lebih lanjut atau tidakditerimanya Rancangan Peraturan Daerah ini.

Pasal 27

(1) Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah di DPRD melalui 3(tiga) tahap kecuali apabila Pimpinan DPRD ataspertimbangan Panitia musyawarah menentukan lain.

(2) Sebelum dilakukan pembicaraan Tahap Kedua terlebihdahulu dilakukan Rapat Panitia Musyawarah.

(3) Pimpinan DPRD atas saran musyawarah dapat menentukanpembahasan Tahap Kedua yag dilakukan dalam RapatKomisi atau Rapat gabungan Komisi atau Rapat PanitiaKhusus yang dibentuk untuk itu.

39

Pasal 28

Pembahasan Tahap Pertama meliputi :a. Penyampaian Nota Pengantar Walikota kepada Pimpinan

DPRD dalam Rapat Paripurna DPRD;b. Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah usul prakarsa

DPRD oleh Pimpinan DPRD kepada Walikota dalam RapatParipurna DPRD.

Pasal 29

(1) Pembahasan Tahap Kedua ialah Pembahasan dalam RapatKomisi atau Rapat Gabungan Komisi atau Rapat PanitiaKhusus yang dibentuk untuk itu dengan pejabat yang ditunjukoleh Walikota.

(2) Apabila Pembahasan sebagaimana dimaksud Ayat (1) antaraAnggota DPRD dan Pejabat yang ditunjuk Walikota tidakterdapat kesepakatan terhadap Rancangan Peraturan Daerahyang sedang dibahas, permasalahan disampaikan kepadaPimpinan DPRD untuk diputuskan setelah dibahas dalamRapat Panitia Musyawarah.

(3) Laporan hasil pembahasan Tahap Kedua sebagaimanadimaksud Ayat (1) disusun dalam bentuk RancanganPeraturan Daerah dan Lampiran penjelasannya disertailaporan singkat pelaksanaan rapat dan pembahasan sertaproses pengamailan Keputusan.

(4) Laporan hasil pembahasam Tahap Kedua sebagaimanadimaksud Ayat (1) dilaporkan pada Pimpinan DPRD dalamRapat Panitia musyawarah untuk dibahas dan diputuskansebelum disampaikan dalam Rapat Paripurna DPRD.

40

Pasal 30

(1) Pembahasan Tahap Ketiga dilakukan dalam Rapat Paripurna.

(2) Pembahasan Tahap Ketiga meliputi :a. Laporan Panitia Khusus.b. Penetapan dan persetujuan Rancangan Peraturan Daerah

menjadi Peraturan Daerah.

Pasal 31

Setelah menetapkan Rancangan Peraturan Daerah menjadiPeraturan Daerah, Pimpinan Rapat Paripurna memberikankesempatan kepada Walikota untuk menyampaikan sambutanterhadap pengambilan Keputusan tersebut.

BAB IVTEHNIK PENYUSUNAN DAN

BENTUK – BENTUK PERATURAN DAERAHPasal 32

Tehnik Penyusunan Peraturan Daerah adalah sebagaimanatercantum dalam Lampiran Daerah ini.

Pasal 33

Bentuk Peraturan Daerah adalah sebagaimana tercantum dalamLampiran Peraturan Daerah ini.

Pasal 34

Bentuk Peraturan Daerah Perubahan adalah sebagaimanatercantum dalam Lampiran Peraturan Daerah ini.

41

Pasal 35

Bentuk Peraturan Daerah Pencabutan adalah sebagaimanatercantum dalam Lampiran Peraturan Daerah ini.

BAB VIIPENGUNDANGAN DAN PENYEBARLUASAN

PERATURAN DAERAHPasal 36

(1) Pengundangan Peraturan Daerah menempatkannya dalamLembaran Daerah diberi Nomor dan Seri tertentu sesuaidengan jenis Peraturan Daerah tersebut.

(2) Seri untuk Lembaran Daerah adalah sebagai berikut :Seri A : bagi pemuatan Peraturan Daerah tentang

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.Seri B : bagi pemuatan Peraturan Daerah tentang Pajak

Daerah;Seri C : bagi pemuatan Peraturan Daerah tentang

Retribusi Daerah;Seri D : bagi pemuatan Peraturan Daerah tentang

Kelembagaan;Seri E : bagi pemuatan Peraturan Daerah yang tidak

termasuk dalam Seri A, B, C, dan D.

Pasal 38

(1) Peraturan Daerah yang telah diundangkan dalam LembaranDaerah disebarluaskan kepada masyarakat oleh BagianHukum dan Organisasi.

(2) Penyebarluasan Lembaran Daerah dilakukan dengan cara :

42

a. Diumumkan melalui media cetak dan elektronik.b. Diumumkan di Kantor-kantor Kelurahan di Lingkungan

Kota Banjar.

BAB VIIITATA CARA PEMBUATAN LEMBARAN DAERAH

Pasal 39

(1) Tata cara pembuatan Lembaran daerah adalah sebagaiberikut:a. Pada bagian atas ditulis dengan huruf “LEMBARAN

DAERAH KOTA BANJAR” ;b. Dibawah judul tersebut dimuat lambing daerah ;c. Sebelah kiri dibawah lambang daerah dicantumkan “

nomor “ Lembaran Daerah “kemudian ditengah-tengahbawah dicantumkan “Tahun” dan sebelah kanan bawahdicantumkan “seri” dari Lembaran Daerah yangbersangkutan.

(2) Bentuk dan ukuran Lembaran Daerah adalah sebagaimanatercantum dalam lampiran Peraturan Daerah ini.

BAB IXKETENTUAN PERALIHAN

Pasal 40

Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini,sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya akan diatur lebihlanjut dengan keputusan walikota.

43

BAB XKETENTUAN PENUTUP

Pasal 41

Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkanpengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatan dalamLembaran Daerah Kota Banjar.

Ditetapkan di Banjarpada tanggal 22 Desember 2003

Pj. WALIKOTA BANJAR

Ttd

H.M.EFFENDI TAUFIKURRAHMAN.

Diundangkan di Banjarpada tanggal 23 Desember 2003

SEKRETARIS DAERAH KOTA BANJAR

H. MEMET SLAMET.LEMBARAN DAERAH KOTA BANJARTAHUN 2003 NOMOR 3 SERI E

44

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARNOMOR 3 TAHUN 2003

TENTANGTATA CARA PEMBUATAN, PERUBAHAN, PENCABUTAN,

DAN PENGUNDANGAN PERATURAN DAERAH

TEHNIK PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH

I. KERANGKA PERATURAN DAERAHKerangka Peraturan daerah terdiri atas :A. Judul.B. Pembukaan.C. Batang Tubuh.D. Penutup.E. Penjelasan (jika diperlukan).F. Lampiran (jika diperlukan).

A. JudulSetiap peraturan daerah diberi judul.1. Judul peraturan daerah memuat keterangan mengenai : jenis,

nomor, tahun pengundangan atau penetapan dan namaperaturan perundang-undangan.

2. Nama peraturan daerah dibuat secara singkat danmencerminkan isi peraturan daerah.

3. Judul ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang diletakkandengan huruf marjin tanpa diakhiri tanda baca.

4. Pada nama peraturan daerah perubahan ditambahkan kataPERUBAHAN didepan judul peraturan daerah yang diubah.

5. Bagi peraturan yang diubah lebih dari sekali, diantara kataPERUBAHAN disisipkan bilangan tingkat yang menunjukantingkat perubahan tersebut tanpa merinsi perubahan-perubahan sebelumnya.

45

6. Jika peraturan yang diubah mempunyai nama singkat,peraturan daerah perubahan dapat menggunakan judul singkatperaturan daerah yang diubah.

7. Pada nama peraturan daerah pencabutan ditambah kataPENCABUTAN di depan judul peraturan daerah yangdicabut.

B. PembukaanPembukaan Peraturan Daerah memuat :1. Jabatan pembentuk peraturan daerah.2. Konsideran.3. Dasar hukum.Pada pemukaan peraturan daerah sebelum nama jabatanpembentuk peraturan daerah, dicantumkan kata DENGANRAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA yang diletakkanditengah marjin.1. Jabatan

Jabatan pembentuk peraturan daerah ditulis seluruhnyadengan huruf kapital yang diletakkan ditengah marjindiakhiri dengan tada baca koma (,)

2. Konsiderans2.1. Konsideran diawali dengan kata Menimbang.2.2. Konsiderans memuat uraian singkat mengenai

pokok-pokok pikiran yang menjadi latar belakangdan lasan pembuatan peraturan daerah. Pokok-pokok pikiran pada konsiderans peraturan daerahatau Keputusan Walikota memuat unsur – unsurfilosofis, juridis dan sosiologis yang menjadi latarbelakang pembuatannya.

2.3. Pokok pikiran yang hanya menyatakan bahwaperaturan daerah dianggap perlu untuk dibuat adalahkurang tepat karena tidak mencerminkan tentanglatar belakang dan alasan dibuatnya peraturandaerah tersebut.

46

2.4. Jika konsiderans memuat lebih dari satu pokokpikiran, tiap-tiap pokok pikiran dirumuskandalamrangkaian kalimat yang merupakan kesatuanpengertian.

2.5. Tiap-tiap pokok pikiran diawali dengan huruf abjad,dan dirumuskan dalam satu kalimat yang diawalidengan kata bahwa dan diakhiri dengan tamda bacatitik koma (;)

2.6. Jika konsiderans memuat lebih dari satupertimbangan, rumusan butir pertimbangan terakhirberbunyi sebagai berikut :

Contoh :Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimanadimaksud dalam huruf a dan b perlu membentukPeraturan Daerah tentang…………

3. Dasar Hukum1.1. Dasar Hukum diawali dengan kata mengingat.1.2. Dasar Hukum memuat peraturan dasar kewenangan

pembuatan peraturan perundang-undangan yangmemerintahkan pembuatan peraturan daerahtersebut.

1.3. Peraturan perundang-undangan yang digunakansebagai dasar hukum hanya peraturan perundang-undangan yang tingkatannya sama atau lebih tinggi.

1.4. Peraturan daerah yang akan dicabut denganperaturan daerah yang akan dibentuk ( atauditetapkan) atau peraturan daerah yang sudahdiundangkan tetapi belum resmi berlaku, tidakdicantumkan sebagai dasar hukum.

1.5. Jika jumlah peraturan perundang-undangan yagdiurutkan secara kronologis berdasarkan saatpengeluarannya.

47

1.6. Dasar Hukum perlu dilengkapi denga pencantumanLembaran Negara dan tambahan Lembaran Negarayang diletakkan diantara tanda baca kurung ((…)).

1.7. Judul peraturan perundang-undangan dari zamanHindia Belanda atau yang dikeluarkan olehPemerintah Kolonial Belanda sampai dengantanggal 27 Desember 1949 yang digunakan sebagaidasar Hukum, ditulis lebih dulu terjemahannyadalam bahasa Indonesia dan kemudian judul aslibahasa Belanda, dan dilengkapi dengan tahun danNomor Staatsblad yang dicetak miring di antaratanda baca kurung ((…)).

1.8. Cara penulisan sebagaimana dimaksud dalamNomor 27 berlaku juga untuk pencabutan peraturanperundang-undangan yang berasal dari zamanHindia belanda atau yang dikeluarkan olehPemerintah Kolonial Belanda sampai dengantanggal 27 Desember 1949.

1.9. Jika dasar hukum memuat lebih dari satu peraturanperaturan perudang-undangan, tiap dasar hukumdiawali dengan angka Arab 1,2,3, dan seterusnya,dan diakhiri dengan tanda titik koma.

4. Memutuskan4.1. Kata MEMUTUSKAN ditulis seluruhnya dengan

huruf kapital tanmpa spasi antar huruf dan diakhiridengan tanda baca titik dua (:) serta diletakkanditengah marjin.

4.2. Diatas kata MEMUTUSKAN, dicantumkan frasedengan persetujuan yang dietakkan ditengah marjin.Huruf awal “ persetujuan ‘’ di tulis dengan huruf “P” kecil “.

48

4.3. Di bawah kata dengan persetujuan , dicantumkanfrasa Dewan PERWAKILAN RAKYAT DAERAHKOTA BANJAR yang ditulis seluruhnya denganhuruf kapital dan diletakkan ditegah marjin.

5. Menetapkan5.1. Kata Menetapkan dicatumkan sesudah frasa

MEMUTUSKAN yang disejajarkan kebawahdengan kata Menimbang dan mengingat, Huruf awalkata Menetapkan ditulis dengan huruf kapital dandiakhiri dengan tanda baca titik dua (:)

5.2. Nama yag tercantum dalam judul peraturan daerahdicantumkan lagi setelah frasa menetapkan dandidahului pencantuman jenis peraturan daerah sertaselurunya dengan huruf kapital dan diakhiri dengantanda baca titik.

C. Batang Tubuh.1. Batang tubuh Peraturan Daerah memuat semua subtansi

Peraturan Daerah yang dirumuskan dalam pasal-pasal2. Pada umumnya subtansi pada batang tubuh dikelompokan

ke dalam :1. Ketentuan Umum;2. Materi pokok yang diatur;3. Ketentuan Pidana (jika diperlukan)4. Ketentuan Peralihan (jika diperkukan)5. Ketentuan Penutup.

3. Dalam pengelompokkan subtansi sedapat mungkindihindari adanya bab (KETENTUAN LAIN – LAIN) atausejenisnya, materi yang bersangkutan, diupayakan untukmasuk kedalam bab –bab yang ada atau dapat pula dalambab tersendiri dengan judul yang sesuai.

49

4. Subtansi yang berupa sanksi adfministratif ataukeperdataan dapat dirumuskan menjadi satu bagian(pasal) dengan norma yang memberikan sanksiadministratif atau sanksi keperdataan apabila terjadipelanggaran atas norma tersebut.

5. Jika norma yang diberikan sanksi administratif ataukeperdataan terdapat lebih dari satu pasal, sanksiadministratif atau sanksi keperdataan dirumuskan dalampasal terakhir dari bagian (pasal) tersebut. Dengandemikian hindari rumusan ketentuan sanksi yangsekaligus memuat sanksi pidana, sanksi perdata, dansanksi administratif dalam satu bab.

6. Sanksi administratif dapat berupa antara lain, pencabutanizin, pembubaran, pengawasan, pemberhentian sementara,denda administratif atau daya paksa tradisional Sanksikeperdataan dapat berupa antara lain ganti kerugian.

7. a. Pengelompokkan materi peraturan daerah dapatdisusun secara sistematis dalam buku , bab, bagian,dan paragraf.

b. Jika peraturan daerah mempunyai materi yang ruanglingkupnya sangat luas dan mempunyai banyak pasal-pasal itu dapat dikelompokkan menjadi : bab, bagiandan paragraf.

8. Pengelompokkan materi dalam bab, dan paragrafdilakukan atas dasar kesamaan materi.

9. Urutan pengelompokkan adalah sebagai berikut :a. bab dengan pasal(-pasal) tanpa bagian dan paragraf.b. bab dengan bagian dan pasal (-pasal) tanpa paragraf;c. bab dengan bagian dan paragraf yang berisi pasal (-

pasal)10. a. Buku diberi nomor urut dengan bilangan tingkat dan

judul seluruhnya ditulis dengan huruf kapital.b. Kata buku ditulis seluruhnya dengan huruf kapital.

50

11. a. Bab diberi nomor urut dengan angka dan judul yangseluruhnya ditulis denga huruf kapital.

b. Kata bab seluruhnya ditulis dengan huruf kapital.12. a. bagian diberi nomor urut dengan bilangan tingkat

yang ditulis denga huruf dan diberi judul.` b. Huruf awal kata bagian, urutan bilangan, dan setiap

kata pada judul bagian ditulis dengan huruf kapitalyang tidak terletak pada awal frasa.

13. a. Paragraf diberi nomor dengan angka arab dan diberijudul;

b. Huruf awl dari kata paragraf dan setiap kata padajudul paragrafditulis dengan huruf kapital, keculai awal kata partikelyang tidak terletak pada awal kata prase.

14. Pasal merupakan satuan aturan dalam peraturanperudang-undangan yang memuat satu norma yangdirumuskan dalam satu kalimat yang disusun secarasingkat, jelas, dan lugas.

15. Materi peraturan daerah lebih baik dirumuskan dalambanyak pasal yang sigkat dan jelas dari pada kedalambeberapa pasal yang masing –masing pasal memuatbanyak ayat, kecuali jika materi yang menjadi isi pasal itumerupakan satu rangkaian yang tidak dapat dipisakan.

16. a. Pasal diberi nomor urut dengan angka Arab;b. Hurtuf awal kata pasal ditulis dengan huruf kapitalc. Huruf awal kata pasal yang digunakan

17. a. Pasal dapat dirinsi kedalam beberapa ayat.b. Ayat diberi nomor urut dengan angka Arab diantara

tanda baca kurung tanpa diakhiri tanda baca titik (.)d. Satu ayat hendaknya hanya memuat satu

norma yang dirumuskan dalam satukalimat utuh.

51

d. Huruf awal kata ayat digunakan sebagai acuan di tulisdenganhuruf kecil.

18. Jika satu pasal atau satu ayat memuat rincian unsur, makadisamping dirumuskan dalam bentuk kalimat denganrincian dapat pula dipertimbangkan penggunaan rumusandalam bentuk tabulasi.

19. a. Dalam membuata rumusan pasal atau ayat denganbentuk tabulasi hendaknya diperhatikan hal-halsebagai berikut :

1) Setiap rincian harus dapat dibaca sebagai saturangkaian kesatuan denganfrasa pembuka;

2) Setiap rincian diawali dengan huruf (abjad) kecil dandiberi tanda baca titik (.)

3) Setiap prasa dalam rician di awali dengan huruf kecil;4) Setiap rincian diakhiri dengan tanda baca titik koma

(;)5) Jika suatu rincian dibagi lagi kedalam unsur yang

lebih kecil, maka unusur tersebut dituliskan masukkedalam satu pasal;

6) Dibelakang rincian yang masih mempunyai rincianlebih lanjut diberi tanda baca titik dua (:);

7) Pembagian rincian (dengan urutan makin kecil ) ditulis dengan abjad kecil yang diikuti dengan tandabaca titik (.); abjad kecil dengan tanda baca kurungtutup ; angka arab dengan tanda baca kurung tutup.

8) Pembagian rincian hendaknya tidak melebihi empattingkat :a. Jika rincian melebihi empat tingkat, perlu

dipertimbangkan pemecahan pasal yangbersangkutan kedalam pasal atau ayat lain.

b. Jika unsur atau rincian dalam tabulasidimaksudkan sebagai rincian kumulatif,ditambahkan kata dan dibelakang rincian keduadari rincian kedua dari rincian terakhir

52

c. Jika rincian dalam tabulasi dimaksudkan sebagairincian alternatif ditambahkan kata atau belakangrincian kedua dari rincian terakhir.

d. Jika rincian dalam tabulasi dimaksudkan dalamrincian kumulatif dan alternatif ditambahkan frasadan atau dibelakang rincian kedua dari rincianterakhir.

e. Kata dan atau tidak perlu diulangi pada akhirsetiap unsur atau rincian.

2.1. Ketentuan Umum2.1.1. Ketentuan Umum diletakkan dalam bab

kesatu. Jika dalam peraturan daerah tidak adapengelompokkan bab, Ketentuan Umumdiletakkan dalam pasal (-pasal) pertama.

2.1.2. Ketentuan Umum dapat memuat lebih darisatu pasal.

2.1.3. Ketentuan Umum berisi:a. Batasan pengertian atau definisi ;b. Singkatan atau akronim yang digunakan

dalam peraturan.c. Hal –hal yang bersipat Umum berlaku bagi

pasal (-pasal) berikutnya, antara lain yangmencerminkan asas, maksud, dan tujuan.

2.1.4. a. Frasa pembuka dalam ketentuan UmumPeraturan Daerah berbunyi sebagai berkut :dalam undang-undang ini yang dimaksuddengan…………..

b. Frase pembuka dalam ketentuan UmumPeraturan perundang-undangan dibawahundang-undang sesuaikan dengan jenisperaturannya.

53

2.1.5. Jika ketentuan Umum berisi batasan pengertia,definisi, singkatan, atau akronim lebih darisatu, maka masing-masing uraiannya diberinomor urut dengan angka Arab dan diawalidenga huruf kapital serta diakhiri dengan tandabaca titik (.)

2.1.6. Kata atau istilah yang dimuat dalam ketentuanUmum hanyalah kata atau istilah yang terdapatdidalam pasal-pasal selanjutnya.

2.1.7. Jika suatu kata atau istilah hanya terdapat satukali, namun kata atau istilah diperlukanpengertiannya untuk suatu bab, bagian atauparagraf tertentu dianjurkan agar kata atauistilah itu diberi definisi pada pasal awal daribab, bagian atau paragrap yang bersangkutan.

2.1.8. Urutan penempatan kata atau istilah dalamketentuan umum mengikuti ketentuan yangbersangkutan sebagai berikut :a. Pengertian yang mengatur tentang lingkup

Umum ditempatkan lebih dahulu dari yangberlingkup khusus.

b. Pengertian yang terdapat lebih dahulu didalam materi pokok yang diaturditempatkan dalam urutan yang lebihdahulu.

c. Pengertian yang mempunyi kaitan denganpengertian diatasnya diletakkan berdekatansecara berurutan.

2.2.Ketentuan Umum2.2.1. Materi pokok yang diatur ditempatkan

langsung setelah bab ketentuan Umum ataupasal (-pasal) ketentuan umum jika tidak adapengelompokkan dalam bab.

54

2.2.2. Pembagian lebih lanjut kelompok materipokok yang diatur didasarkan pada luasnyamateri pokok yang bersangkutan.

2.3.Ketentuan Pidana2.3.1. Ketentuan Pidana memuat rumusan yang

menyatakan pengenaan pidana ataspelanggaran terhadaf ketentuan yang berisinorma larangan atau perintah.

2.3.2. Dalam merumuskan ketentuan pidana perludiperhatikan asas-asas umum dan ketentuan-ketentuan kitab dan undang-undang hukumPidana (Buku 1) yang menytakan bahwaketentuandalm buku satu berlaku jugaperbuatan yang dapat dipidana menurutperaturan perundang-undangan lain, kecualijika Undang-undang menentukan lain.

2.3.3. Dalam merumuskan ketentuan lamanya pidanaatau banyaknya denda perlu dipertimbangkanmengenai dampa yang ditimbulkan baikberupa keresahan masyarakat maupunkerugian yang besar atau motif tindak pidanayang dilakukan.

2.3.4. Ketentuan pidana ditempatkan dalam babtersendiri yaitu BAB KETENTUAN PIDANAyang letaknya sesudah materi pokok yangdiatur atau sebelum BAB KETENTUANPERALIHAN. Jika bab ketentuan peralihantidak ada, letaknya adalah sebelumnya BABKETENTUAN PENUTUP.

55

2.3.5. Jika di dalam Peraturan Daerah tidak diadakanpengelompokkan (bab per bab ). KetentuanPidana ditempatkan dalam pasal yang terletaksebelum pasal (pasal) yang berisi ketentuanperalihan, Ketentuan Pidana diletakkansebelum pasal penutup.

2.3.6. Pada dasarnya Peraturan Daerah dapat memuatKetentuan Pidana.

2.3.7. Ketentuan Pidana harus menyebutkan secarategas norma larangan atau perintah yangdilanggar dan menyebut pasal (-pasal) yangmemuat norma tersebut.Dengan demikian, perlu dihindari :a. Pengacuan pada ketentuan Pidana

peraturan perundang-undangan lain;b. Pengacuan kepada kitab Undang-undang

Hukum Pidana, apabila norma yang detailtidak sama dengan elemen atau unsur-unsur ;atau

c. Penyusunan rumusan sendiri yang berbedaatau tidak terdapat didalam norma-normayang diatur dalam pasal-pasal sebelumnya.

2.3.8. Jika Ketentuan Pidana berlaku bagi siapapun,subyek dari KetentuanPidana dirumuskandengan prasa setiap orang.

2.3.9. Jika Ketentuan Pidana hanya berlaku bagisubyek tertentu, subyek itu dirumuskan secarategas, misalnya orang asing, pegawai negeri ,sanksi.

2.3.10. Ketentuan Pidana hendaknya menyebutkandengan tegas kualifikasi jenis perbuatan yangdiancam dengan Pidana pelanggaran ataukejahatan.

56

2.3.11. Ketentuan Pidana harus memperlihatkanapakah Pidana yang dijatuhkan itu bersipatkumulatif atau alternatif.

2.3.12. Hindari Penyebutan atau pengacuan dalamKetentuan Pidana yang dapat membingungkanpemakai karena menggunakan pengertian yangtidak jelas apakah ku,ulatif atau alternatif .

2.3.13. Jika suatu Peraturan Daerah yang memuatKetentuan Pidana akan diberlaku surutkan,Ketentuan Pidananya harus dikecualikan,mengingat adanya asas umum dalam pasal 1ayat (1) KUHP yang menyatakan bahwaketentuan pidana tidak boleh berlaku surut.

2.3.14. Tindak Pidana dapat dilakukan oleh individumaupun korporasi, Pidana bagi tindak pidanayang dilakukan oleh korporasi dijatuhkankepada :a. Badan Hukum, perseroan, perserikatan

atau yayasan;b. Mereka yang memberi perintah melakukan

tindak pidana yang bertindak sebagaipimpinan dalam melakukan perbuatan ataukelalaian ; atau

c. Kedua-duanya.

2.4. Ketentuan Peralihan2.4.1. Ketentuan Peralihan memuat penyesuaian

keadaan yang sudah ada pada saat peraturandaerah / baru mulai berlaku agar peraturandaerah tersebut dapat berjalan lancar dan tidakmenimbulkan kegoncangan dalam masyarakat.

57

2.4.2. Ketentuan Peralihan dimuat dalam babKETENTUAN PERALIHAN dan ditempatkandiantara bab KETENTUAN PIDANA dan babKETENTUAN PENUTUP, walaupun hanyasatu (1) pasal. Jika dalam Peraturanperundang-undangan tidak diadakanpengelompokkan bab, pasal (-pasal) yangmemuat ketentuan peralihan ditempatkansebelum pasal (-pasal) yang memuat ketentuanpenutup.

2.4.3. a. Pada saat suatu peraturan daerahdinyatakan berlaku, pada peraturan daerahtersebut perlu diatur hukuman dan akibathukum yang terjadi baik sebelum, padasaat maupun sesudah peraturan daerahyang baru dinyatakan mulai beralaku, atausegala tindakan hukum yang sedangberlangsung atau belum selesai pada saatperaturan daerah yang baru dinyataknmulai berlaku, untuk menyatakan bahwatindakan hukum tersebut tunduk padaketentuan peraturan daerah baru.

b. Didalam peraturan daerah baru, dapatdiadakan penyimpangan sementara bagitindakan hukum, hubungan hukum danakibat hukum yang telah ada denganmenyatakan secara tegas dalam KetentuanPeralihan.

d. Penyimpangan sementara itu berlaku jugabagi ketentuan yang berlaku surut.

58

2.4.4. Jika suatu ketentuan dinyatakan berlau surut,peraturan tersebut hendaknya memuatketentuan mengenai status hukum daritindakan hukum, hubungan hukum, dan akibathukum dalam tenggang waktu antara tanggalpengundangan dan tanggal mulai berlakusurut.

2.4.5. Mengingat berlakunya asas–asas umumhukum pidana, penentuan daya lakusurut bagiketentuan yang menyangkut pidana ataukepidanaan.

2.4.6. Penentuan daya laku surut sebaiknya tiadakdiadakan bagi peratuaran perundang-undanganyang memuat ketentuan yang memberi bahankonkret kepada masyarakat.

2.4.7. Penundaan sementara memuat tegas dan rincitindakan hukum, hubungan hukum, atau akibathukum yang dimaksud, serta jangka waktuatau syarat-syarat bagi berakhirnya penundaansementara itu.

2.4.8. Hindari rumusan dalam Ketentuan Peralihanyang isinya memuat perubahan diam-diam atasketentuan peraturan daerah lain. Perubahanketentuan peraturan daerah hendaknya dimuatdalam pengertian pada Ketentuan Umuim ataudilakuakan dengan membentuk peraturandaerah perubahan.

2.5.Ketentuan Penutup2.5.1. Ketentuan Penutup ditempatkan dalam bab

terakhir. Jika diadakan pengelompokkan bab.Ketentuan Penutup ditempatkan dalam pasal-pasal terakhir.

2.5.2. Pada umumnya Ketentuan Penutup memuatketentuan mengenai :

59

a. Penunjukan organ atau alat perlengkapanyag melaksanakan peraturan daerah.

b. Pernyataan tidak berlaku, penarikan, ataupencabutan peraturan perundang daerahyang telah ada.

c. Nama singkat; dand. Saat mulai berlakunya perundangan

daerah.2.5.3. Ketentuan penutup dapat memuat pelaksanaan

peraturan daerah yang bersifat :a. Menjalankan (eksekutip), misalnya

penunjukan pejabat tertentu yang diberikewenangan untuk memberi izin,mengagkat pegawai dan lin-lain.

b. Mengatur (legislatif) misalnyapendelegasian kewenangan untukmembuat peraturan pelaksanaan.

2.5.4. Bagaimana peraturan daerah yag panjangdapat memuat ketentuan mengenai namasingkat (judul kutipan) dengan memperhatikanhal – hal sebagai berikut :a. Nomor dan tahun pengeluaran peraturan

yang bersangkutan tidak perlu disebutkan;b. Nama singkat bukan berupa singkatan atau

akronim, kecuali jika singkatan atauakronim itu sudah sangat dikenal dan tidakmenimbulkan salah pengertian.

2.5.5. Nama singkat hendaknya tidak memuatpengertian yang menyimpang dari isi dannama peraturan daerah.

2.5.6. Hindari memberi nama singkat bagi namaperaturan daerah yang sebenarnya sudah disingkat.

60

2.5.7. Hindari penggunaan sinonim sebagai namasingkatan.

2.5.8. a. Pada dasarnya setiap peraturan daerahmulai berlaku pada saat peraturan yangbersangkutan diundangkan ataudiumumkan.

c. Jika ada penyimpangan terhadap saatmulai berlakunya peraturan daerah yangbersangkutan diundangkan ataudiumumkan, hal itu hendaknya dinyatakansecara tegas didalam peraturan yangbersangkutan , dengan :

1). Menentuka tanggal tertentu saat peraturandaerah mulai berlaku;

2). Menyerahkan penetapan saat mulaiberlakunya kepada perturan lain yangtingkatannya sama, jika yang diberlakukanitu kodifikasi, atau oleh peraturan lainyang lebih rendah.

d. Hindari penggunaan rumusan ‘’ PeraturanDaerah ini berlaku efektif atau diterapkanpada tanggal…….’’.

2.5.9. a. Pada dasarnya saat mulai berlaku peraturandaerah tidak dapat ditentukan lebih awaldaripada saat pengundangannya.

b. Jika ada alasan yang kuat untukmemberlakukan peraturan daerah lebihawal dari pada saat pengundanganya(berlaku surut) perlu diperhatikan hal-halsebagai berikut :1). Ketentuan baru yang berkaitan dengan

masalah pidana, baik jenis, berat, sifatmaupun klasifikasinya, tidak ikutberlaku surut.

61

2) Rincian mengenai pengaruh ketentuanberlaku surut itu terhadap tindakanhukum, hubungan hukum, dan akibathukum tertentu yang sudah ada perludimuat dalam Ketentuan Peralihan.

3) Awal dari mulai berlaku peraturandaerah sebaiknya ditetapkan tidak lebihdahulu dari saat rancangan peraturantersebut mulai diketahui olehmasyarakat, misalnya saat ketikarancangan peraturan daerah itu sampaike Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

2.5.9. Saat mulai berlaku peraturan pelaksanaantidak boleh ditetapkan lebih awal daripada saatmulai berlaku peraturan yang mendasarinya.

2.5.10. Jika suatu peraturan daerah tidak diperlukanlagi dan diganti dengan peraturan daerah baru,peraturan daerah yang baru harus secara tegasmencabut peraturan daerah yang tidakdiperlukan itu.

2.5.11. Jika suatu peraturan daerah tidak diperlukanlagi dan diganti dengan peraturan daerah baru,peraturan daerah harus secara tegas mencabutperaturan daerah yang tidak diperlukan itu.

2.5.12. a. Peraturan daerah hanya dapat dicabutdengan peraturan daerah dan atauperundang-undangan yang tingkatannyalebih tinggi .

b. Pecabutan peraturan daerah denganperaturan daerah dilakukan jika peraturandaerah itu dimaksudkan untuk menampungkembaliseluruh atau sebagian materi peraturandaerah yang dicabut itu.

62

2.5.13. Untuk mencabut peraturan daerah yang telahdiundangkan dan telah mulai berlaku, gunakanfrasa dinyatakan ditarik kembali.

2.5.14. Untuk mencabut peraturan daerah yang telahdiundangkan tetapi belum mulai berlaku,gunakan frasa dinyatakan ditarik kembali.

2.5.15. Penghapusan peraturan daerah hendaknyatidak dirumuskan secara umum. Rumusanharus menyebutkan dengan tegas peraturandaerah mana yang dihapus.

2.5.16. Penghapusan peraturan daerah hendaknyadisertai pula dengan pejelasan mengenai statusdari pengaturan pelaksanaan atau keputusanyang telah dikeluarkan berdasarkan peraturandaerah yang dihapus.

D. Penutup1. Penutup peraturan daerah memuat :

a. Rumusan perintah pengundangan danpenempatan peraturan daerah dalam LembaranDaerah Kota atau Berita Daerah Kota Banjar;

b. Penandatanganan pengesahan atau penetapanperaturan daerah;

c. Pengundangan atau pengumuman peraturandaerah; dan

d. Akhir bagian penutup.2. Rumusan perintah pengundangan dan peraturan

daerah dalam Lembaran Daerah Kota Banjarberbunyi sebagai berikut:

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkanpengundangan ….( jenis peraturan perundang-undangan )….. ini dengan penempatan dalamLembaran Daerah Kota Banjar.

63

3. Rumusan Perintah pengundangan dan penempatanperaturan perundang-undangan dalam BeritaDaerah Kota Banjar berbunyi sebagai berikut :

Agar setiap orang mengetahuinya, memrintahkanpengumuman …(jenis peraturan perundang-undangan)… ini dengan penempatan dalam Berita Daerah KotaBanjar.

4. a. Penandatanganan pengesahan atau penetapanperaturan daerah memuat:1. tempat dan tanggal pengesahan atau

penetapan2. nama jabtan3. tanda tangan pejabat; dan4. nama lengkap pejabat yang

menandatangani, tanpa gelar dan pangkat.b. Rumusan tempat dan tanggal pengesahanatau

penetapan diletakkan sebelah kanan.c. Nama jabatan dan nama pejabat ditulis dengan

huruf kapital. Pada akhir nama jabatan diberitanada baca koma (,)

5. a. Pengundangan atau pengumuman peraturadaerah memuat:

1). Tempat dan tanggal pengundangan ataupengumuman;

2). Nama jabatan (yang berwenangmengundangkan atau mengumumkan )

3). Tanda tangan; dan4). Nama lengkap pejabat yang

menandatangani, tanpa gelar dan pangkat.

64

b. Tempat tanggal pengundangan ataupengumuman peraturan daerah diletakkansebelah kiri ( dibawah penandatangananpengesahan atau penetapan).c. Nama jabatan dan nama pejabat ditulis

lengkap dengan huruf kapital. Pada akhirnama jabatan diberi tanda baca koma (,)

6. a. Pada akhir bagian penutup dicantumkanLembaran Daerah Kota Banjar beserta tahundan nomor dari Lembaran Daerah tersebut.

b. Penulisan frasa Lembaran Daerah ditulisseluruhnya dengan huruf kapital.

E. Penjelasan1. Peraturan Daerah dapat memuat penjelasan, jika

diperlukan;2. Pada dasarnya rumusan penjelasan peraturan

daerah tidak dapat dijadikan sebagai sandaran bagimateri pokok yang diatur dalam batang tubuh.Karena itu penyusunan rumusan norma dalambatang tubuh harus jelas dan tidak menimbulkankeragu-raguan.

3. Penjelasan tidak dapat digunakan sebagai dasarhukum untuk membuat peraturan lebih lanjut.Karena itu dihindari membuat rumusan normadidalam bagian penjelasan.

4. Penjelasan berpungsi sebagai tafsiran resmi atasmateri tertentu.

5. Naskah penjelasan sama dengan judul peraturandaerah yang bersangkutan.

6. Judul penjelasan dengan judul peraturan daerahyang bersangkutan.

7. Penjelasan peraturan daerah memuat penjelasanumum dan penjelasan pasal demi pasal.

65

8. Rincian penjelasan umum dan penjelasan pasaldemi pasal diawali dengan huruf Romawi danditulis seluruhnya dengan huruf kapital.

9. a. Penjelasan umum memuat uraian sistematismengenai latar belakang pemikiran, maksud,dan tujuan penyusunan peraturan daerah sertapokok-pokok atau asas dan tujuan yangmemuat dalam peraturan daerah.

b. Bagian-bagian dari Penjelasan Umum dapatdiberi nomor dengan angka Arab, jika hal inidapat memberikan kejelasan.

10. Jika dalam penjelasan Umum dimuat penunjukanperaturan daerah lain atau dokumen lain,hendaknya penunjukan itu dilengkapi denganketerangan mengenai sumbernya.

11. Dalam menyusun pasal demimpasal perludiperhatikan agar penjelasan itu:a. Tidak bertentangan dengan meteri pokok yang

diatur dalam batang tubuh;b. Tidak memperlus atau menambah norma yang

ada dalam batang tubuh;c. Tidak melakukan pengulangan atas materi

pokok yang diatur dalam batang tubuh ;d. Tidak mengulangi uraian kata, isatilah, atau

pengertian yang telah dimuat didalamketentuan umum.

12. Hindari memberikan penjelasan terhadap pasaldalam ketentuan umum yang memuat definisi, darikata istilah atau pengertian, karena pada dasarnyasuatu definisi harus dimengerti orang tanpamemerlukan penjelasan lebih lanjut.

66

13. Setiap pasal perlu diberikan catatan penjelasantersendiri, walaupun terdapat beberapa pasal yangangkanya berurutan yang tidak memerlukanpenjelasan.

14. Jika suatu pasal terdiri dari beberapa ayat ataubutir dan uraian bagi setiap ayat atau butirberbunyi “cukup jelas’’, pasal yang bersangkutancukup diberi penjelasan “Cukup jelas” tanpamerinci masing – masing ayat atau butir.

15. Jika suatu pasal terdiri dari beberapa ayat ataubutir dan salah satu ayat atau butir memerlukanuraian penjelasan yang rinci, setiap ayat butirperlu dicantumkan dan dilengkapi denganpenjelasan yang sesusai;

F. Bila dipandang perlu maka Peraturan Daerah dapatmemuat Lampiran.

II. Perubahan Peraturan Daerah1. Perubahan peratuara daerah dilakukan dengan :

a. Menyisipkan atau menambah materi kedalamperaturan daerah; atau

b. Menghapus atau mengganti sebagian meteriperaturan daerah.

2. Perubahan peraturan daerah dapat dilakukan terhada:a. Seluruh atau sebagian buku , bab, bagian

paragraf, pasal, dan / atau ayat; ataub. Kata, istilah, kalimat, angka, huruf dan / atau

tanda-tanda baca.3. Jika peraturan daerah yang diubah mempunyai nama

singkat, peraturan daerah perubahan dapatmenggunakan nama singkat peraturan daerah yangdiubah.

67

4. Pada dasarnya batang tubuh peraturan daerahperubahan terdiri atas 2 (dua) pasal yang ditulisdengan angka Romawi.

5. a. Pasal I memuat peraturan daerah yang diubah,dengan menyebutkan Lembaran Daerah danTambahan Lembaran Daerah yang diletakkandiantara tanda baca kurung ((..)) serta memuatmateri atau norma yang diubah. Jika materiperubahan lebih dari satu, setiap materiperubahan dirinci dengan menggunakan angkaArab (1,2,3 dan seterusnya).

b. Jika peraturan daerah telah diubah lebih darisatu, pasal I memuat, selain mengikuti ketentuanpada nomor 154 pada huruf , juga tahun dannomor dari peraturan daerah perubahan yang adaserta Lembaran Daerah serta tambahanLembaran Daerah yang diletakkan diantaratanda baca kurung ((…)) dan dirinci denganhuruf (abjad) kecil (a,b,c, dan seterusnya ).

6. Pasal II memuat ketentuan tentang saat mulaiberlaku.

7. Jika dalam peraturan daerah atau disisipkan bab,bagian, paragraf, atau pasal baru, maka, bab, bagian,paragraf, pasal baru tersebut dicantumkan padatempat yang sesuai dengan materi yangbersangkutan.

8. Jika dalam I (satu) pasal yang terdiri dari beberapaayat disisipkan ayat baru, penulisan ayat barutersebut diawali dengan angka Arab sesuai denganangka ayat yang disisipkan dan ditambahkan denganhuruf a, b, c, yang diletakkan diantara tanda bacakurung ((…)).

68

9. Jika dalam suatu peraturan daerah dilakukanpenghapusan atas suatu bab, bagian, paragraf, pasalatau ayat tersebut tetap dicantumkan dengan diberiketerangan di hapus.

10. Jika suatu perubahan mengakibatkan :a. Sistematika peraturan daerah berubah; ataub. Materi peraturan berubah.

1). Lebih dari 50 % (lima puluh persen); atau2) Esensinya, peraturan daerah yang diubah

tersebut lebih baik dicabut dan dususunkembali dalam peraturan daerah yang barumengenai masalah tersebut.

11. Jika suatu peraturan daerah telah sering megalamiperubahan, tetapi tidak termasukdalam peraturandaerah maka agar tidak menyulitkan pemakainya,peraturan daerah perubahan tersebut disusunkembali dalam satu naskah.

12. a. Jika suatu peraturan daerah sering mengalamiperubahan sehingga menyulitkan penggunaperaturan daerah, sebaiknya peraturan daerahtersebut diumumkan kembali menurut bunyiyang baru sesuai dengan perubahan-perubahanyang telah dilakukan dengan mengadakanpenyesuaian pada :1) Urutan bagian bab, bagian, paragraf, pasal,

Angka, atau butir;2) Penyebutan-penyebutan ; dan3) Ejaan, jika peraturan daerah yang diubah

masih tertulis dalam ejaan lama.c. Pengumuman kembali sebagaimana dimaksud

pada butir a dilaksanakan oleh walikota denganmengeluarkan suatu penetapan.

69

III. Pencabutan1. Jika peraturan daerah lama yang tidak

diperlukan lagi diganti dengan peraturan daerahbaru, Peraturan daerah yang baru harus secarategas mencabut peraturan perundang-undanganyang tidak diperlukan itu;

2. Jika peraturan daerah baru mengatur kembalisuatu materi yang sudah diatur dan sudahdiberlakukan, pencabutan Peraturan Daerah itudinyatakan dalam satu pasal dalam ketentuanpenutup dari Peraturan Daerah yang baru,dengan menggunakan rumusan dinyatakan tidakberlaku;

3. Pencabutan peraturan daerah baru yang sudahdiundangkan atau diumumkan, tetapi mulaibelum berlaku, dapat dilakukan denganperaturan tersendiri dengan menggunakanrumusan dinyatakan ditarik kembali;

4. Jika pencabutan peraturan daerah dilakukandengan peraturan pencabutan tersendiri,peraturan pencabutan itu hanya memuat 2 (dua)pasalyag ditulis dengan angka Arab, yaitusebagai berikut :1). Pasal I memuat ketentuan yang dinyatakan

tidak berlakunaya peraturan daerah yangsudah diundangkan atau diumumkan tetapimulai belum berlaku;

2). Pasal II memuat ketentuan tentang saatmulai berlaku peraturan daerah pencabutanyang bersangkutan.

70

5. Pencabutan peraturan daerah yang menimbulkanperubahan dalam peraturan daerah lain yangterkait, tidak megubah peraturan daerah lainyang terkait tersebut, kecuali ditentukan lainsecara tegas.

6. Peraturan daearah atau ketentuan yang telah(pernah) dicabut, tidak otomatis berlaku ( hidupkembali, meskipun peraturan daerah yangmencabutnya di kemudian hari dicabut pula.

Contoh Bentuk Peraturan Daerah

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARNOMOR…..TAHUN……

TENTANG(Nama Peraturan Daerah)

DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESAWALIKOTA BANJAR,

Menimbang : a. bahwa………………………………………………………………..;

b. bahwa………………………….…c. dan seterusnya…………………..;

Mengingat : 1. …………………………………..………………………………….;

2. …………………………………..………………………………….;

3. dan seterusnya…………………..

71

Dengan Persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BANJAR

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KOTA BANJARTENTANG (Nama Peraturan Daerah)

BAB IPasal I

BAB IIPasal….

BAB….dan seterusnya………..

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundanganPeraturan Daerah ini dengan menempatkan dalam LembaranPeraturan Daerah Kota Banjar.

Ditetapkan di Banjarpada tanggal

WALIKOTA BANJAR

Tanda tangan

NAMA

72

Diundangkan di Kota Banjarpada tanggalSEKRETARIS DAERAH KOTA BANJAR

Tanda tangan

NAMALEMBARAN DAERAH KOTA BANJARTAHUN NOMOR SERI

Contoh Bentuk Peraturan Daerah Perubahan :

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR

NOMOR……TAHUN……

TENTANGPERUBAHAN PERATURAN DAERAH

NOMOR……TAHUN…….TENTANG….

(Untuk Perubahan Pertama)

atau

PERUBAHAN PERATURAN DAERAH

NOMOR…..TAHUN……TENTANG….

(Untuk Perubahan Kedua dan Seterusnya)

73

DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESAWALIKOTA BANJAR,

Menimbang : a. bahwa…………………………………………………………………….;

b. bahwa……………………………...……………………………………;

c. dan seterusnya…………………….……………………………………;

Mengingat : 1. …………………………………………..………………………………………….;

2. ………………………………………….…………………………………………;

3. dan seterusnya………………………….;

Dengan Persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BANJAR

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KOTA BANJARTENTANG…………….(Nama Peraturan Daerah)

BAB IPasal I

BAB IIPasal……

74

BAB…….dan seterusnya………

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkanpengundangan Peraturan Daerah ini dengan menempatkandalam Lembaran Peraturan Daerah Kota Banjar.

Ditetapkan di Banjarpada tanggalWALIKOTA BANJAR

Tanda tangan

Nama

Diundangkan di Banjarpada tanggalSEKRETARIS DAERAH KOTA BANJAR

Tanda tangan

NAMALEMBARAN DAERAH KOTA BANJARTAHUN 2003 NOMOR 2 SERI E

PJ. WALIKOTA BANJAR

Ttd

H. M. EFFENDI TAUFIKURRAHMAN.

75