legalitas pemeriksaan terhadap wajib pajak pada …

15
LEGALITAS PEMERIKSAAN TERHADAP WAJIB PAJAK PADA PAJAK DAERAH Oleh Arya Sumertha Yasa FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA TAHUN 2013

Upload: others

Post on 28-Nov-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

LEGALITAS PEMERIKSAAN TERHADAP WAJIB PAJAK PADA PAJAK DAERAH

Oleh

Arya Sumertha Yasa

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

TAHUN 2013

ASPEK LEGALITAS PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH

Oleh: Arya Sumertha1

I. Pendahuluan

Istilah pajak dari sejarahnya bermula dari pungutan landrente yang dilakukan oleh colonial Inggris

di Jawa (1811-1814) pada kekuasaan Thomas Stafford Raffles yakni pembayaran yang dilakukan oleh

pemilik tanah tiap tahuan yang besarannya hampir sama. Jaman itu penduduk menamakan pungutan

tersebut dengan istilah pajeg atau duwit pajeg. Dari sisi tata bahasa Belanda istilah pajak juga dapat

diartikan pacth yang berart sewa tanah yang harus dibayar oleh penduduk terutama di Jawa pada zaman

colonial Belanda, sehingga rakyat terbiasa mengenal pacth dengan pajeg.

Pajak dari dari konsepnya adalah, iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan darisektor

partikelir ke sektor pemerintah), berdasarkan undang-undang dengan tiada mendapatkan jasa timbal balik

(tangen prestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan digunakan untuk membayar pengeluran umum,

juga digunakan sebagai alat untuk mencegah atau pendorong untuk mencapai tujuan yang ada diluar

bidang keuangan.

Dari segi kewenangan pemungutan pajak dan dasar hukum penggunaan pemungutan , maka

pajak dapat digolongkan menjadi pajak pusat dan daerah. Pajak daerah merupakan pajak yang menjadi

kewenangan pemerintah daerah baik dari sisi perencanaan, hingga pemanfaatannya bagi daerah tersebut.

Pajak daerah dari konsep A.Siagian:

1 Makalah ini disampaikan, pada acara Bimbingan Teknis Pemeriksaan Pajak Daerah Tahun Anggaran Perubahan

2013, diselenggarakan oleh Dispenda/Pesedahan agung Pusat Pemerintahan Mangunpraja Mandala /Kabupaten

Badung, senin,tg!.18 Nopember 2013,

1

"merupakan, pajak negara yang diserahkan kepada daerah dan dinyatakan sebagai pajak daerah

dengan undang-undang".

Beradasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi daerah, Pasal 1

angka 10:

"Pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang-orang pribadi

atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang dengan tidak mendapatkan

imbalan secara langsung dan diguanakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat"

Dari definisi pajak tersebut di atas maka unsur -unsur pajak disederhanakan menjadi:

1. Pajak berdasarkan undang-undang/peraturan daerah

2. Pengenaan dapat dipaksakan/sanksi

3. Tidak mendapatkan imbalan langsung/ tetapi secara tidak langsung

4. Pajak untuk pembiayaan negara/daerah

Pajak daerah merupakan salah satu penghasilan yang penting bagai daerah, sehingga sangat

perlu dilakukan pengaturan untuk mendapatkan hasil sesuai dengan yang ditargetkan. Untuk

mendapatkan hasil pemungutan pajak efektif Smith memberikan pandangan ada empat (4)prinsip yang

pertimbangkan yakni:

1. Prinsip keadilan (equo//'ty)

Prinsip ini menekankan pada pentingnya keseimbangan berdasar kemampuan subyek pajak.

Keseimbangan memberi syarat bahwa pengenaan pajak diberlakukan sama bagi setiap wajib

pajak dalam jenis pajak yang sama, jika kemampuan berbeda

2

maka dikenakan jumlah hutang pajak yang beda pula, prinsip keadilan berdekatan

dengan pengenaan tarif proporsional.

2. Prinsip Kepastian (certainty)

Prinsip kepastian mewajibkan adanya pengaturan pajak yang sederhana yang dapat dipahami

oleh semua warganegara sehingga tidak mempersulit keinginan untuk membayar pajak.

Pengaturan termasuk, pemahaman maksud ketentuan peraturan meliputi: subyek pajak,

obyek pajak dan tariff pajak sehingga tidak menimbulkan multitafsir.

3. Prinsip tepat waktu (convenience ofpayment)

Prinsip ini mengingatkan kepada pemungut pajak (pemerintah) untuk selalu memperhatikan

adanya penghasilan di setiap saat bagi warganegara dan saat itu pula harus ada pingutan

pajak. Jadi melakukan pungutan pajak pada saat ada obyek pajak dan tidak mengulur waktu.

4. Prinsip ekonomis (efektif)

Prinsip ini memerikan pegangan bahwa dalam pemungutan pajak tidak boleh menggunakan

biaya yang lebih besar dari hasil pungutan pajak yang didapatkan. Sehingga tujuan pajak dapat

tercapai dengan biaya yang serendah-rendahnya.

II. Dasar hukum Pemeriksaan Pajak daerah

Konsep otonomi daerah telah mengilhami bagi daerah-daerah untuk menggali potensi sumber

keuangan yang ada di daerahnya. Berdasar Pasal 18 ayat (5) UUD Negara RI 1945 dinyatakan:

3

"Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali urusan

pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat".

Urusan pemerintahan daerah meliputi urusan yang terkait dengan kewenangan

membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan peningkatan peranserta prakarsa dan

pemberdayaan masyarakat yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.Dalam

menjalankan urusan daerahnya masing-masing daerah memiliki hubungan dengan pemerintah

dan dengan pemerintah daerah lainnya, hal ini berlandaskan pada ketentuan Pasal 18 ayat (1)

UUD Negara Kesatuan RI 1945 yang menyatakan:

"Negara kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah- daerah

provinsi itu dibagi atas kabupaten dan Kota yang tiap-tiap provinsi, kabupaten ,dan kota

mempunyai pemerintahan daerah diatur dengan undang-undang.'

Jadi otonomi yang dimaksud dalam penyelenggaran bernegara adalah otonomi yang berada

dalam koridor negara kesatuan Republic Indonesia. Negara mengakui keberadaan tiap- tiap daerah

sekaligus menggambarkan adanya hak yang dimilki oleh masyarakat daerah yang mempunyai batas

wilayah tertentu dan berwenang mengurus sendiri atas parakarsa sendiri berdasar aspirasi masyarakat.

Kekhususan dan keragaman masing-masing daerah dilaksanakan dengan melakukan pengaturan

pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dengan daerah yang meliputi: hubungan keuangan,

pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber lainnya.

Adanya jaminan pengakuan keberadaan daerah dalam Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan RI

1945 memberikan perlindungan bagi daerah pada saat daerah menjalankan otonominya terutama dalam

pemanfaatan sumber daya alam dan sumber lainnya secara adil, hal ini ditegaskan pada Pasal 18 ayat (2)

yang dinyatakan:

4

"Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan asumber daya alam dan sumber

daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dan dilaksankan

secara adil dan selaras berdasarkan undnag-undang".

Perubahan terhadap desentralisasi dan hubungan pusat dan daerah telah memberikan

kewenangan yang lebih besar kepada daerah untuk menyelenggarakan tugas pemerintahan

daerah yang wajib diikuti dengan penyediaan biaya. Kewenangan dalam menyelenggarakan

otonomi daerah disebutkan pada Pasal 21 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dimana

daerah berhak:

1) Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahaanya

2) Memilih pimpinan daerah

3) Mengelola aparatur

4) Mengelola kekayaan sendiri

5) Menuneut paiak daerah

6) Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang ada di

daerah

7) Mendapatkan hak lainnya yang diatur dengan perundang-undangan lainnya.

Jenis pajak daerah, merupakan pajak yang diatur oleh pemerintah daerah yang dilakukan dengan

melakukan pungutan kepada masyarakat daerah. Istilah pajak daerah dijadikan satu dengan retibusi

daerah diatur semula dengan Undang-undang Nomor 18 tahun 1987, kemudian disempurnakan kembali

menjadi Undang-undnag 34 Tahun 2000 dan terakhir diganti dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun

2009. Dengan diterbitkan Undang - Undang tentang Pajak dan Restribusi Daerah, daerah diberikan

kewenangan yang lebih besar dari sebelumnya dalam pengurusan pajak dan restribusi daerah seiring

dengan pemberlakukan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Perimbangan

keuagan Pusat dan Daerah terutama dalam memperluas basis atau obyek pajak dan penentuan tarif pajak.

5

Meskipun daerah diberikan perluasan kewenangan dalam pengaturan pajak dan

restribusi daerah seperti mengatur Pajak bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas tanah

dan/bangunan, Pajak Sarang Burung Walet serta Pajak Rokok, tetapi tetap memperhatikan jangan pajak

dan restribusi daerah tersbut menyebabkan ekonomi biaya tinggi dan/menghambat mobilitas penduduk,

lalulintas barang dan jasa antar daerah, menghindari perang tariff antar daerah serta mengganggu kegiatan

ekspor- import.

Pada Pasal 2 UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah disebutkan bahwa

adapun jenis Pajak Dlaerah digolongkan menjadi pajak Provinsi dan Pajak Kabupaten/Kota;

(1) Jenis Pajak Provinsi terdiri atas:

a. Pajak Kendaraan Bermotor b. Bea Balik nama Kendaraan Bermotor c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor d. Pajak Air Permukaan;dan e. Pajak Rokok

(2) Jenis Pajak Kabupaten/Kota: a. Pajak Hotel b. Pajak Restoran c. Pajak Hiburan d. Pajak Reklame e. Pajak Penerangan jalan f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan g. Pajak Parkir h. Pajak Air Tanah i. Pajak Sarang Burung Walet j. Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Kota k. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/Bangunan

Adapun jenis pajak Provinsi dan Kabupaten/Kota tersebut di atas merupakan jenis pajak daerah

yang dapat dipungut jika memungkinkan bagi daerah tersebut dipandang dari segi potensi daerahnya,

sehingga daerah diberikan kesempatan untuk memilihnya.

6

Pemberian wewenang yang semakin luas kepada daerah untuk mengatur pajak dan retribusi

daerah adalah dalam rangka penguatan penerimaan keuangan daerah. Pajak yang hanya dapat dipungut

oleh negara merupakan salah satu campur tangan pemerintah dalam bidang perekonomian dengan tujuan

untuk menyediakan perlindungan social, karean masyarakat memerlukan perlindungan social dari resiko

kemiskinan, kesehatan, dan resiko pengangguran dalam jangka panjang.

Perdebatan apakah Pemerintah Pusat atau Pemerintah daerah yang dapat menyelenggarakan

jaminan social tersebut, menurut Gramlich; Pemerintah pusatlah yang lebih efisien menyelenggarakannya

karena sebenarnya manusia itu berkumpul terpusat akibat adanya urbanisasi/mobilitas orang antar

daerah, sedangkan menurut Buchanan; bahwa redistribusi pendapatan dapat dilakukan secara efektif jika

dilakukan oleh pemerintah daerah, karena pemerintah daerah yang mengetahui keperluan dan jenis

barang-barang public lokal . Dari segi praktis, peranan Pemerintah daerah di Indonesia dapat dianggap

sangat dominan sejak era otonomi daerah, sehingga bagi daerah sendiri harus mampu lebih mandiri dalam

menyelenggarakan pembangunan di daerahnya.

Berpijak pada fungsi pajak sebagai budgeter (keuangan) maka sangat diperlukan usaha- usaha

untuk melakukan peningkatan penerimaan pajak. Salah satu cara yang diakukan supaya pemungutan pajak

daerah dapat tercapai sesuai target adalah melakukan tertib administrasi perpajakan bagi wajib pajak dan

petugas pajak, terutama bagi jenis pajak yang berkohir.

Berdasarkan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Dan

TatatCara Perpajakan ditegaskan:

(1) Wajib pajak pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan wajib pajak

Badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan

7

(2) Dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam

ayat(l), tetapi wajib melakukan pencatatan, adalah wajib pajak orang pribadi yang melakukan

kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang menurut ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan diperbolehkan meggunakan Norma Penghitungan

Penghasilan Neto dan Wajib Pajak orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau

pekerjaan bebas.

Dalam setiap unit usaha baik itu berupa pribadi maupun badan usaha selalu akan

terdapat catatan-catatan tentang alur atau keluar masuknya barang atau jasa yang pada

akhirnya dapat dirupiahkan, catatan usaha yang tersusun dan terinci sering disebut dengan

pembukuan usaha. Ketentuan Perpajakan mendefinisikan yang dimaksud pembukuan yakni,

Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa yang ditutup dengan penyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap tahun pajak berakhir

Kewajiban menyelenggarakan pembukuan lebih ditujukan pada wajib pajak yang terkait dengan

Undang-undang Pajak Penghasiln dan Undang-undnag Pajak Pertambahan Nilai. Penggunaan pembukuan

maupun pencatatan merupakan petunjuk bagi wajib pajak untuk menetukan julah pajak yan terutang atau

dijadikan dasar pengenaan pajak yang terutang, jug a dapat berfungsi sebagai alat bukti surat jika terjadi

sengketa pajak, baik di luar maupun di dalam lembaga Peradilan Pajak.

Pembuatan pembukuan wajib merujuk pada beberapa persyaratan yang ditentukan oleh

peraturan perundangan guna adanya kesamaan standar.Adapun persyaratan tersebut yakni:

1. berdasar atas itikad baik dan mencerminkan keadaan usaha yang sebenarnya

2. diselenggarakan di Indonesia 3. menggunakan huruf latin, angka arab, dan satuan mata uang rupiah

8

4. disusun dalam bahas Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan

Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan

biaya serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.

Pada pajak Penghasilan serta Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan Barang Mewah, pembukuan

yang dilakukan harus memuat tentang:

a. jumlah harga perolehan atau nilai impor

b. jumlah harga jual atau nilai ekspor c. jumlah harga jual dan barang yang dikenakan Pajak penjualanatas barang mewah d. jumlah pembayaran dan pemanfaatan barang ketna pajak tidak berwujud dari luar

daerah pabean atau dalam pabean serta pemanfaatan jasa kena pajak dari luar dan atau dalam pabean

e. jumlah pajak yang dapat dikreditkan dan yang tidak dapat dikreditkan

Penyelenggaraan pembukuan berpedoman pada prinsip taat asas dan stelsel akrual atau stelsel kas. Prinsip

taat asas adalah, prinsip yang sama digunakan dalam metode pembukuan saat ini dengan metode

pembukuan sebelumnya, hal ini bertujuan untuk mencegah pergeseran laba atau rugi. Prinsip taat asas

menjadi penting dalam pembukuan, terutama pada:

a. stelsel pengakuan penghasilan

b. tahun buku c. metode penilaian persediaan d. metode penyusutan

Stelsel akrual adalah, suatu metode penentuan penghitungan penghasilan dan beiaya dalam arti

penghasilan diakui pada waktu diperoleh dan biaya diakui pada waktu terutang. Jadi tidak mengunakan

perhitungan laba dan biaya pada saat konkrit (tunai). Stelsel kas adalah

9

suatu metode yang penghitungannya didasarkan atas penghasilan yang diterima dan biaya yang

dibayar secara tunai.

Stelsel kas biasanya digunakan dalam usaha yang sakla kecil misalnya: usaha

transportasi,hiburan,restoran, dan usaha kecil lainya yang ditandai oleh pemberian jasa dan

pembayarannya dalam waktu langsung (tidak ada selang waktu yang lama antara pemberian jasa dengan

pembayarannya). Stelsel kas yang ditandai dengan transsaksi langsung antara pemberi jasa dengan

pengguna jasa menyebabkan terjadinya pergeseran /perubahan setiap saat sehingga dapat mengganggu

penghitungan penghasilan bisa kabur. Pajak Penghasilan dengan metode stelse kas, wajib memenuhi

persyaratan yakni:

a. penghitungan jumlah penjualan dalam suatu periode harus meliputi seluruh penjualan baik yang tunai maupun bukan . Menghitung harga pokok penjualan harus diperhitungkan seluruh harga pembelian dan persediaan.

b. Biaya-biaya yang dikurangkan dari penghasilan meliputi seluruh penyusutandn amortasi c. Pengunaan stelsel kas harus dilakukan dengan taat asas.

Fungsi pembukuan atau pencatatan kegaiatan usaha sangat berguna dalam menentukan

penghitungan dasar pengenaan hutang pajak pada diri wajib pajak oleh wajib pajak dan untuk menguji

hutang pajak yang dilakukan oleh petugas pajak. Pada Pajak dan Retribusi Daerah kewajiban membuat

pembukuan/pencatatan diatur pada Pasal 169 ayat (1): Wajib pajak yang melakukan usaha dengan omset

paling sedikit Rp300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) pertahun wajib menyelenggarkan pembukuan atau

pencatatan, dan mengenai tatacaranya diatur dengan Perda.

Dalam pemenuhan target pendapatan pajak petugas pajak wajib melakukan kegiatan untuk

memastikan hambatan yang menyebabkan menurunnya atau tidaka tercapainya target pajak dalam

10

artian jumlah peneriman pajak tidak didukung oleh jumlah wajib pajak, tindakan petugas pajak dalam

hal ini dikenal dengan pemeriksaan pajak. Berdasarkan Pasal 29 Undang-undang Nomor 28 Tahun 200t

tentang Ketentuan Umum Perpajakan dinyatakan:

(1) DirekturJenderal pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak dan untuk tujuan lain dalam melaksankan perpajakan

(2) Untuk kepatuhan pemeriksaan petugas pemeriksa harus memiliki tanda pengenal pemeriksa dan dilengkapi dengan surat perintah pemeriksaan serta memperlihatkannya kepada wajib pajak yang diperiksa

Kewenangan pemeriksaan pada wajib pajak daerah dilakukan oleh pemerintah daerah

seperti yang ditetapkan pada Pasal 170 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009:

"Kepala daerah berwenang melakukan pemeriksaan untuk meguji kepatuhan pemenuhan

kewajiban perpajakan daerah dan kewajiban retribusi dalam rangka melaksanakan peraturan

perundang-undangan perpajakan daerah dan retribusi."

Dari ketentuan pasal di atas dapat digarisbawahi bahwa pemeriksaan terhadap wajib

pajak meliputi/mengenai hutang pajak yang diwajibkan, kewenanganya dilakukan oleh Dirjen

pajak. Dirjen pajak melakukan pemeriksaan terhadap jenis pajak pusat, sedangka pemeriksaan

pajak daerah dan retribusi daerah dilakukan berdasar kewenangan pemerintah daerah yang

selanjutnya atas penunjukan Kepala daerah dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah.

Berdasarkan Pasal 1 Poin 75 Undang-Undang Pajak dan Retribusi Daerah dinyatakan:

"Pemeriksaan adalah, serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/bukti yang dilaksanakan secara obyektif dan propesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan retribusi dan/untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah dan retribusi daerah ".

11

Konsep Pemeriksaan juga dinyatakan dalam Pasal 1 point 1 Undang-Undang Nomor 15

Tahun 2004 tentang Pemreiksaan Pengleolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan negara yakni:

Pemeriksaan, adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independent, obyektif, dan propesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

Jika dibandingkan ke dua konsep pemeriksaan tersebut di atas ternyata memilki unsur yang

hampir sama dalm menentukan kegiatan pemeriksan . Adapun tempat pemeriksaan secara umum

meliputi, pemeriksaan yang dilakukan di Kantor pemeriksa (kantor pajak) dengan mengumpulkan bahan

dokumen yang dipariksa dan pemeriksaan di lapangan (tempat kegiatan usha wajib pajak). Dalam tindakan

pemeriksaan oleh petugas pajak, terperiksa memiliki kewajiban secara hukum :

1. memberikan kesempatan kepada petugas untuk memmasuki tempat/ruang yang menjadi tempat /usaha untuk menyimpan buku-buku, catatan, dokomen dan barang bergerak maupun tidak bergerak yang dapat memberikan petunjuk pada keadaan terkait dengan penghasilan usaha tersebut.

1. Meyerahkan data yang berkaitan dengan peredaran usaha berupa, aliran uang, aliran barang, laporan bulanan, rekening Koran bank, saham dan harta yang dimiliki baik dalam dan luar negeri

2. Memberikan keterangan lain terkait dengan pihak ketiga dalam kegiatan usahanya. Dalam

pemeriksaan yang dilakukan petugas pajak, wajib membuat laporan hasil

pemeriksaan yang meliputi:

1. Laporan yang dibuat dalam bemtuk secara ringkas dan jelas merinci tentang; ruang lingkup tujuan pemeriksaan,kesimpulan adanya penyimpangan/tidak dan mengungkap informasi yang terkait

2. Apabila terkait dengan pemeriksaan surat pemberitahuan pajak, dokumen pemeriksan wajib memuat;

a. Faktor pembandingan b. Nilai absolute dalam penyimpangan

12

c. Sifat penyimpangan d. Petunjuk atau temuan terdapat penyimpangan e. Dampak penyimapngan f. Hubungan dengan permaslahan lainnya.

Dalam tindakan pemeriksaan wajib pajak, apabila petugas mengalami kesulitan atau hambatan

dalam melakukan proses memasuki akses terkait dengan dokumen yang diperiksa dalam kegiatan usaha

wajib pajak maka kepada petugas pajak diberikan kewenagan untuk melakukan tindakan penyegelan

tehadap asset dan semua dokumen yang terdapat di kantor usaha tersebut, kewenangan penyegelan

diatur pada Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahu 2007 Ketentuan Umum Perpajakan, yang

menyatakan :

(1) Direktur jenderal Pajak berwenang melakukan penyegelan tempat /ruangan tertentu serta barang begerak dan/tidak bergerak apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) yaitu, wajib pajak tidak memberikan kesempatan /menghalangi memasuki ruangan tempat/kantor yang diperiksa dan tidak memperlihatkan dan/meminjamkan semua dokumen yag terkait dengan penghasilan dari kegiatan yang terkait dengan dasar penghitungan hutang pajak.

Tujuan penyegelan terhadap sarana/parsaran wajib pajak yang terkait dengan penghasilan, adalah

untuk memudahkan proses penyelesaian pemenuhan hutang pajak oleh petugas pajak, terkait dengan

pemeriksaan/penelitian dalam pengujian kebenaran pemenuhan hutang pajak. Apabila dirinci tujuan

pemeriksaan terhadap wajib pajak adalah merupakan tahapan penagihan hutang pajak yang tidak

sesuai/penyimpangan dengan ketentuan peraturan perundangan perpajakan. Pengujian terhadap

pemenuhan hutang pajak dapat dilakukan pada dokumen: surat pemberitahuan hutang pajak dan surat

ketetapan pajak, terkait dengan data- data pendukung yang dimiliki wajib pajak sehingga tercipta kejujuran

oleh wajib pajak yang akhirnya dapat mewujudkan self assisment dalam pemungutan pajak.

13

Daftar bacaan

Ateng Syafruddin, 1993, Perencanaan Administrasi Pembangunan Daerah,

Mandar Maju, Bandung

Mardiasmo, 2008, Perpajakan edisi revisi 2008,Yogyakarta, Penerbit Andi

Jafar Saidi,2007, Pembaruhan Hukum Pajak, Jakarta, Raja Gravindo Persada

Philipus M. Hadjon, 2005, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, cet,l,

Gadjah Mada University Press.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan

Tatacara Perpajakan, 2007, Bandung, Focusmedia

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah

14