lcgc gerus bbm bersubsidi - kemenkeu.go.id murah gerus bbm... · lcgc didesign menggunakan mesin...

Download LCGC Gerus BBM Bersubsidi - kemenkeu.go.id murah gerus bbm... · LCGC didesign menggunakan mesin dengan spesifikasi ramah lingkungan ... sehingga terdapat lokalisasi komponen

If you can't read please download the document

Upload: dangdung

Post on 06-Feb-2018

218 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

  • Mobil Murah Gerus BBM Bersubsidi

    Oleh Budi Sulistyo, Pegawai Sekretatiat Jenderal Kementerian Keuangan

    Kebijakan Low Cost Green Car (LCGC) atau mobil murah kembali menjadi perhatian setelah

    disinyalir mengkonsumsi premium bersubsidi. Terkait hal tersebut, pada akhir Maret Menteri

    Keuangan menyurati Menteri Perindustrian yang mempertanyakan implementasi dan

    pengawasannya di lapangan. Keberatan Menteri Keuangan didasari banyaknya LCGC yang

    menyedot porsi Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, padahal sesuai peraturan, LCGC dilarang

    mengkonsumsi BBM bersubsidi. Atas surat Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian

    menyampaikan bahwa keberadaan LCGC penting karena hemat dalam mengkonsumsi BBM.

    Keberadaan LCGC sendiri telah menuai pro dan kontra sejak dirilis pada 2013. Keberatan antara

    lain disampaikan oleh Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta pada September

    tahun lalu karena dikhawatirkan akan menambah beban kemacetan DKI Jakarta. Bahkan,

    Gubernur DKI Jakarta mengirim surat ke Wakil Presiden. Dalam suratnya, Gubernur DKI Jakarta

    menyoroti bahwa proyek LCGC bertentangan dengan instruksi Wakil Presiden agar 13 masalah

    Jakarta diselesaikan bersama oleh pemerintah daerah dan pemerintah pusat, terutama dalam hal

    pembatasan kendaraan untuk mengatasi kemacetan yang terlanjur parah di Ibu Kota. Keberatan

    DKI didasari fakta bahwa 19 persen dari total 38 ribu LCGC berkeliaran di DKI Jakarta,

    sementara di Jabodetabek berjumlah 28 persen dari total penjualan.

    Keberatan lain disampaikan anggota Dewan Perwakilan Daerah DKI Jakarta Andi Mappetahang

    Fatwa pada akhir 2013 (Bisnis Indonesia, 21 November 2013) bahwa selama tidak ada aturan

    yang menjamin LCGC tidak menggunakan BBM non subsidi, maka mobil tersebut akan

    menggunakan BBM subsidi. Tidak adanya aturan tegas pelarangan penggunaan BBM bersubsidi

    menyebabkan LCGC menikmati subsidi ganda, yaitu pembebasan pajak penjualan barang mewah

    dan BBM. Efek ganda tersebut dikhawatirkan menyedot devisa negara akibat tingginya BBM

    bersubsidi yang masih banyak diimpor.

    Kebijakan LGCC

    Kebijakan LCGC didasari oleh Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2013 tentang Barang Kena

    Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas

    Barang Mewah ditetapkan untuk mendukung kemandirian industri kendaraan bermotor roda

    empat. Kriteria LCGC adalah kendaraan tersebut memiliki motor bakar cetus api dengan kapasitas

    isi silinder (mesin bensin) dengan kapasitas sampai dengan 1.200 cc atau motor nyala kompresi

  • (mesin diesel atau semidiesel) dengan kapasitas sampai dengan 1.500 cc dan mengkonsumsi BBM

    paling sedikit 20 kilometer per liter atau bahan bakar lain yang setara. Selain itu, kendaraannya

    bukan berupa sedan maupun station wagon.

    Apabila memenuhi persyaratan tersebut, dasar pengenaan pajaknya dihitung nol persen dari harga

    jual. Selain itu, LCGC mendapatkan insentif fiskal berupa penurunan pajak penjualan 10 persen

    sampai 15 persen atau sekitar 6 juta rupiah per unit.

    LCGC didesign menggunakan mesin dengan spesifikasi ramah lingkungan dan berbahan bakar

    kadar oktan tinggi. Sehingga, sesuai dengan ketentuannya, LCGC diharuskan menggunakan

    bensin paling rendah jenis RON 92 (Pertamax) atau CN51 untuk diesel, bukannya bensin

    bersubsidi dengan kadar oktan 88.

    Kebijakan LCGC sendiri memiliki tujuan untuk kemandirian produksi mobil dalam negeri

    sehingga terdapat lokalisasi komponen hingga 100 persen. Dalam implementasinya, kebijakan

    LCGC diklaim telah mendatangkan investasi untuk pendirian empat pabrik baru mobil dan lebih

    dari 100 pabrik baru komponen otomotif dengan total penyerapan tenaga kerja sebanyak 80.000

    orang.

    Keunggulan LCGC

    Terlepas dari pro kontranya, program mobil murah penting untuk perkembangan sektor otomotif

    nasional, terutama menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. Malaysia sendiri

    memiliki program mobil hijau (green car) bermesin kecil yang terbuka bagi prinsipal asing.

    Sedangkan Thailand memiliki program eco car yang telah dirilis lima tahun lalu. Apabila

    Indonesia tidak siap menghadapi persaingan bebas ASEAN, ceruk pasar domestik mobil murah

    akan diisi produk impor ketika MEA berlaku. Hal ini karena pangsa pasar di Indonesia akan tetap

    ada dan akan dipenuhi oleh produk luar negeri apabila Indonesia tidak memproduksi produk ini.

    Selain persaingan bebas wilayah ASEAN, tidak dipungkiri bahwa konsumsi LCGC lebih irit

    dibanding mobil non LCGC. Berdasarkan uji Balai Termodinamika, konsumsi bahan bakar LCGC

    mencapai 20 km/liter, jauh lebih irit dibanding konsumsi BBM kendaraan non LCGC yaitu

    sebesar 12 km/jam, atau lebih irit 60 persen per unit mobil. Penghematan BBM akan menghemat

    konsumsi energi yang saat ini semakin meningkat setiap tahunnya.

    Produksi Meningkat

    Sejak ditetapkan kebijakannya, sebanyak lima prinsipal mobil Jepang telah masuk dalam program

    mobil murah yakni Toyota, Daihatsu, Honda, Nissan, dan Suzuki. Toyota dan Daihatsu memiliki

    Astra Toyota Agya dan Astra Daihatsu Ayla (berkolaborasi dengan Astra), Honda dengan Brio

  • Satya, Nissan memproduksi Datsun GO+ dan GO, dan Suzuki melansir Suzuki Karimun Wagon

    R.

    Penjualan LCGC pun menunjukkan tren peningkatan. Tahun 2013, total produksi LGCC

    mencapai 52.956 unit dan pada tahun 2014 diperkirakan akan menembus 150.000 unit serta telah

    diekspor ke Pakistan dan Philipina dengan total volume 1.000 unit per bulan.

    Pentingnya Pengawasan

    Melihat kebutuhan dan serta potensi pasar yang akan selalu ada, kebijakan LCGC tetap harus

    didukung. Namun demikian, pelarangan penggunaan BBM bersubsidi juga harus ditegakkan. Hal

    ini penting karena tren konsumsi BBM bersubsidi semakin memberatkan anggaran negara.

    Untuk memastikan mobil LCGC tidak memakai BBM bersubsidi, perlu aturan yang tegas disertai

    hukuman/punishment di lapangan. Saat ini aturan yang ada adalah buku manual LCGC, surat

    Menteri Perindustrian Nomor 165/M-IND/3/2014 dan Peraturan Dirjen Industri Unggulan

    berbasis Teknologi Tinggi Nomor 25/IUBTT)PER/7/2013 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan

    Pengembangan Produksi LCGC tanggal 15 Juli 2013.

    Untuk mengawal pelaksanaan di lapangan, perlu ditunjuk pihak-pihak yang melakukan

    pengawasan ketat bagi pengguna LCGC agar tidak mengkonsumsi BBM bersubsidi. Pengawasan

    harus disertai dengan sanksi yang tegas baik kepada Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum

    (SPBU) maupun pemilik mobil LCGC. Pemberian sanksi bagi pemilik SPBU dapat berupa

    peringatan sampai pembekuan kegiatan SPBU. Masyarakat juga dapat dilibatkan untuk

    mengawasi hal tersebut dengan mekanisme pelaporan mobil LCGC yang mengkonsumsi BBM

    bersubsidi kepada instansi berwenang. Untuk pengawasan kepada pemilik mobil LCGC, sejak

    dilakukan pembelian sudah dilengkapi dengan Radio-Frequency Identification (RFID) dan tanki

    bensin serta nozzle yang didesain tidak bisa mengkonsumsi BBM bersubsidi.

    Terakhir, diperlukan payung hukum untuk memberikan kepastian bahwa pelaksanaan pengawasan

    konsumsi BBM LCGC sesuai dengan ketentuan yang ada. Kementerian terkait perlu duduk

    bersama untuk mengatasi makin tingginya konsumsi BBM bersubsidi yang antara lain dikonsumsi

    oleh kendaraan LCGC agar ke depannya beban subsidi BBM di APBN tidak membengkak.

    *) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi dimana penulis bekerja