latar belakan1

8
Latar Belakang : Prevalensi penyakit yang berhubungan dengan malnutrisi di rumah sakit bervariasi dari 25-40%. Banyak penelitian yang sudah mendemonstrasikan efek negatif malnutrisi dalam morbiditas dan mortilitas. Tetapi, pengakuan dan pengobatan malnutrisi di rawat inap masih sering salah. Karena ketiadaan prosedur skrining formal, lebih dari separuh pasien berisiko malnutrisi di berbagai pengaturan yang tidak diidentifikasi dan atau dirujuk untuk perawatan. Kekurangan dari alat skrining malnutrisi yang diterima secara luas untuk mendeteksi pasien yang beresiko malnutrisi sering dianggap sebagai faktor yang menghalangi baik pengenalan dan pengobatan yang efektif pada pasien malnutrisi. Kruizenga, et al menunjukkan bahwa menggunakan alat skrining pada saat masuk rumah sakit dapat meningkatkan pengenalan pasien malnutrisi 50-80% dan skrining awal beserta perawatan awal dapat mengurangi lamanya pasien tetap tinggal di rumah sakit. Untuk melakukan skrining gizi yang memadai, memilih alat skrining yang sesuai dan divalidasi dengan jelas merupakan masalah penting. Meskipun tidak ada standar emas yang dikeluarkan, pengukuran BMI dan penurunan berat badan yang tidak disengaja sering digunakan sebagai kriteria dalam menentukan status nutrisi pasien. Kurva mortality BMI menunjukkan bahwa populasi dewasa pada umumnya, titik cut-of f dari BMI yaitu <18.5 kg/m 2 yang dikaitkan dengan peningkatan mortalitas. Untuk pasien yang lebih tua, mengingat adanya perubahan pada komposisi tubuh, titik cut-off dari BMI yaitu <20 kg/m 2 dianggap lebih sesuai. Nilai BMI yang rendah

Upload: adelia-rochma

Post on 27-Dec-2015

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Latar Belakan1

Latar Belakang :

Prevalensi penyakit yang berhubungan dengan malnutrisi di rumah sakit

bervariasi dari 25-40%. Banyak penelitian yang sudah mendemonstrasikan efek

negatif malnutrisi dalam morbiditas dan mortilitas. Tetapi, pengakuan dan

pengobatan malnutrisi di rawat inap masih sering salah. Karena ketiadaan prosedur

skrining formal, lebih dari separuh pasien berisiko malnutrisi di berbagai pengaturan

yang tidak diidentifikasi dan atau dirujuk untuk perawatan. Kekurangan dari alat

skrining malnutrisi yang diterima secara luas untuk mendeteksi pasien yang beresiko

malnutrisi sering dianggap sebagai faktor yang menghalangi baik pengenalan dan

pengobatan yang efektif pada pasien malnutrisi. Kruizenga, et al menunjukkan

bahwa menggunakan alat skrining pada saat masuk rumah sakit dapat

meningkatkan pengenalan pasien malnutrisi 50-80% dan skrining awal beserta

perawatan awal dapat mengurangi lamanya pasien tetap tinggal di rumah sakit.

Untuk melakukan skrining gizi yang memadai, memilih alat skrining yang

sesuai dan divalidasi dengan jelas merupakan masalah penting. Meskipun tidak ada

standar emas yang dikeluarkan, pengukuran BMI dan penurunan berat badan yang

tidak disengaja sering digunakan sebagai kriteria dalam menentukan status nutrisi

pasien. Kurva mortality BMI menunjukkan bahwa populasi dewasa pada umumnya,

titik cut-of f dari BMI yaitu <18.5 kg/m2 yang dikaitkan dengan peningkatan

mortalitas. Untuk pasien yang lebih tua, mengingat adanya perubahan pada

komposisi tubuh, titik cut-off dari BMI yaitu <20 kg/m2 dianggap lebih sesuai. Nilai

BMI yang rendah mengindikasikan kekurangan gizi kronis, sedangkan penurunan

berat badan yang tidak disengaja menunjukkan kerusakan status gizi yang lebih

akut. Untuk memudahkan identifikasi dini dari malnutrisi, alat skrining gizi sudah

dikembangkan selama bertahun-tahun yang lalu.

Alat skrining malnutrisi dapat dibagi menjadi alat skrining yang cepat dan

mudah (quick-and-easy screening tools) dan alat skrining yang lebih komprehensif.

Quick-and-easy screening tools dikembangkan untuk perawat yang digunakan untuk

melakukan skrining status nutrisi dengan cara cepat dan mudah. Alat tersebut terdiri

atas pertanyaan-pertanyaan yang paling prediktif terhadap malnutrisi. Namun,

setelah hasil skrining positif maka akan dilaksanakan pengkajian lebih lanjut tentang

status nutris oleh tenaga professional yang diperlukan.

Dalam sebuah tinjauan terbaru, Malnutrition Screening Tools (MST) dan Short

Nutritional Assessment Questionnaire (SNAQ) dipilih sebagai dua alat yang paling

Page 2: Latar Belakan1

akurat dan dapat diaplikasikan dengan cepat dan mudah yang berlaku dan ada

untuk pekerja di dalam rumah sakit umum dengan pasien rawat inap. Alat skrining

yang komprehensif membutuhkan lebih banyak waktu dan keterampilan dari perawat

karena mengukur BB, TB, menghitung BMI dan mempresentasekan penurunan BB

serta mengevaluasi keparahan penyakit.

Malnutrition Universal Screening Tool (MUST) dan NRS-2002 (Nutritional

Risk Screening 2002) keduanya direkomendasikan oleh European Society for

Clinical Nutrition and Metabolism (ESPEN) untuk seting rumah sakit. Untuk pasien

yang lebih tua, Mini-Nutritional Assessment Short Form (MNA-SF) merupakan alat

skrining yang direkomendasikan oleh ESPEN.

Sampai sekarang tidak ada konsensus yang dicapai dalam menentukan alat

skrining malnutrisi yang paling baik untuk mengidentifikasi pasien berisiko malnutrisi

yang dirawat di rumah sakit. Berbagai penelitian telah menunjukkan perbedaan

proporsi pasien yang beresiko mengalami malnutrisi. Penggunaan alat skrining yang

berbeda dan beragam dapat menjadi penjelasan untuk berbagai temuan yang

berbeda. Menerapkan alat yang berbeda menghambat perbandingan prevalensi

malnutrisi antara seting, kelompok pasien, dan negara yang berbeda.

Oleh karena itu, penelitian ini membandingkan alat skrining yang

komprehensif yaitu MUST, NRS 2002 dan alat skrining malnutrisi yang cepat dan

mudah yaitu MST, SNAQ, MNA-SF. Alat skrining tersebut adalah alat skrining yang

biasa digunakan dalam menegakkan malnutrisi, penurunan berat badan yang tidak

disengaja dan BMI rendah pada suatu sampel rumah sakit rawat inap. Kelima alat

skrining tersebut dinilai dari kevalidan kriteria yang digunakan dan perkiraan resiko

malnutrisi yang muncul.

Metode :

Desain Penelitian dan Pasien

Pada 4 april 2006, seluruh pasien rawat inap dewasa (≥18 tahun) diminta

untuk berpartisipasi dalam Dutch National Prevalence Measurement of Care

Problem (LPZ), yang merupakan skrining cross sectional mengenai malnutrisi terkair

penyakit (Meijers et al.2008).

Pasien yang menjadi pengecualian adalah pasien yang tidak mungkin untuk

diukur berat badannya, jika mereka hamil, demensia, tidak sadar, tidak stabil secara

klinis atau jika mereka tidak dapat berbahasa Jerman. Pasien yang menderita

Page 3: Latar Belakan1

edema atau dehidrasi juga menjadi pengecualian karena memberi data yang tidak

dapat dipercaya dalam berat badan mereka. Pasien berusia 60 tahun atau lebih

didefinisikan sebagai pasien lansia. Seorang perawat dan ahli gizi terlatih mengukur

setiap pasien menggunakan alat skrning malnutrisi cepat-dan-mudah (MST, SNAQ

and MNA-SF) dan alat skrining malnutrisi yang komrehensif (MUST dan NRS 2002).

Desain penelitian adalah sesuai dengan Deklarasi Helinski dan telah dibuktikan oleh

review kelembagaan VU University Medical Center.

Status Nutrisi

Status nutrisi diukur sama dengan praktik sehari-hari : kami mengukur berat

badan seluruh pasien (mengenakan pakaian dalam ruangan dengan penerangan

cukup, dan tidak menggunakan sepatu) dalam skala kalibrasi (SECA 880, dalan

kilogram ke desimal terdekat). Pasien juga diminta untuk melaporkan berat badan

mereka biasanya (datu, tiga dan 6 bulan lalu) dan tinggi badan. Jika psien tidak

mengetahui tinggi badan mereka, maka diukur (SECA 220, dalam sentimeter ke

desil]mal terdekat). Jika pasien melaporkan telah kehilangan berat badan kami

bertanya apakah penurunan berat badan itu tidak disengaja. Atas dasar data ini

kami mendefinisikan definisi kita tentang gizi buruk:

Pasien yang menderita malnutrisi parah (severe malnutrition) ketika terdapat

kondisi berikut : BMI <18,5kg/m2, kehilangan berat badan dengan tidak sengaja >5%

selama satu bulan terakhir atau kehilangan berat badan secara tidak disengaja .10%

selama 6 bulan terakhir. Pasien yang termasuk dalam moderate malnutrition jika

kehilangan berat badan dengan tidak disengaja sebesar 5-10% selama 6 bulan

terakhir, dengan BMI independent. Untuk pasien lansia (60 tahun) titik cut-off untuk

BMI <20,0kg/m termasuk dalam kualifikasi (FAO/WHO/UNU, 1985, Detsky et al.

1994, Kruizenga et al. 2003, Stratton et al. 2003).

Prevalensi Risiko Malnutrisi

Prevalensi risiko malnutrisi diukur menggunakan pre-set definisi malnutrisi,

tetapi juga menggunakan lima alat skrining malnutrisi: MNA-SF, MST, MUST, NRS-

2002 dan SNAQ.

Kriteria Validitas

Studi populasi dikategorikan dalam 3 grup, berdasarkan pre-set definisi

malnutrisi, dideskripsikan sebagai berikut: tidak dalam risiko malnutrisi, dalam risiko

malnutrisi moderate dan resiko malnutrisi severe. kriteria validitas dari alat skrining

berdasarkan perbandingan skor dari masing-masing alat dengan menyebutkan pre-

Page 4: Latar Belakan1

set definisi malnutrisi. MST, NRS-2002 dan MNA-SF hanya memiliki 2 kategori (tidak

dalam risiko malnutrisi dan dalam risiko malnutrisi) dan MUST dan SNAQ memiliki 3

kategori (tidak dalam risiko malnutrisi, dalan risiko malnutrisi moderat, dan dalam

risiko malnutrisi severe), 2 perbandingan yang dibuat adalah : (1) pasien tidak dalam

risiko malnutrisi dan pasien dalam risiko moderate vs. Pasien dalam risiko malnutrisi

Severe (2) pasien tidak dalam risiko malnutrisi vs.pasien dalam risiko malnutrisi

moderate.

MNA-SF hanya digunakan untuk sampel lansia (60 tahun), karena alat ini

dikembangkan hanya untuk populasi lansia. Sensitivitas, spesivitas, nilai prediksi

positif dan negatif telah ditentukan. Sensitivitas merupakan

probabilitas/kemungkinan (0-100%) bahwa alat skrining benar telah mengidentifikasi

pasien malnutrisi moderate (berat) dan severe(sedang) spesivitas merupakan

probabilitas (0-100%) bahwa alat telah benar mengidentifikasi pasien dengan nutrisi

baik. Nilai prediktif positif (0-100%) merupakan probabilitas bahwa seorang pasien

dengan skor moderate dan severe malnutrisi memang benar mengalami malnutrisi

sesuai dengan definisi malnutrisi yang telah disebutkan. Nilai prediktif negatif (0-

100%) merupakan probabilitas bahwa pasien dengan skor nutrisi baik memang

memiliku nutrisi yang baik berdasarkan pre-set definisi malnutrisi.

Titik cut-off nilai diagnostik adalah : 90-100% excellent, 80-90% good, 70-80%

fair, 60-70% insufficient dan 50-60% poor (The Academical Point System,

http://gim.unmc.edu/dx/tests). Sebuah sensitivitas dan spesifisitas 70% ditetapkan

sebagai prasyarat untuk kinerja yang memadai dari alat skrining.

Metode Statistik

Data dicek untuk kemungkinan adanya kemungkinan kebohongan, tetapi

dalam database ini tidak ada. Standar deskriptif metode statistik digunakan untuk

mengungkapkan maksud, standar deviasi, persentase, frekuensi dan nilai minimum

dan maksimum. Perbedaan gender antara 3 grup di tes dengan menggunakan chi-

square test. ANOVA dengan post hoc analisis menggunakan metode Tukey,

digunakan untuk variabel yang selanjutnya. p-value berdasarkan two-sided test,

p<0,05 menjadi indikasi signifikasi statistik.

Cross-tabulation digunakan untuk mengetahui sensitivitas, spesivitas dan nilai

positif dan negatif, seperti yang telah didefinisikan si atas. Interval kepercayaan 95%

dinilai. Semua analisa dilakukan untuk kelompok secara keseluruhan dan untuk sub-

populasi pasien yang lebih tua secara terpisah. Analisis statistik dilakukan dengan

Page 5: Latar Belakan1

menggunakan sistem SPSS untuk Windows, Version 16.0 (SPSS, Chicago, IL, USA)

dan StatXAct4 for Windows, version 4.0.1 (Cytel Software Corporation, Cambridge,

MA, USA).

Hasil :

Dalam studi ini 275 pasien berpartisipasi, di antaranya 171 (62%) adalah

berusia 60 tahun dan lebih tua. Tujuh puluh pasien memiliki data yang tidak lengkap:

berat (n = 24), tinggi (n = 27), penurunan berat badan selama bulan lalu (n = 62)

dan/atau penurunan berat badan selama enam bulan terakhir (n = 66). Alat skrining

yang lengkap untuk n = 168 minimum (61%) (MUST) maksimum n = 198 (72%)

(NRS-2002 dan SNAQ) pasien. Dalam MUST, terutama pertanyaan tentang

keparahan penyakit yang hilang. Di sub-populasi yang lebih tua definisi preset

malnutrisi dapat ditentukan pada 129 pasien (75%) dan data untuk MNA-SF yang

lengkap untuk 101 pasien (59%).

Menurut definisi pre-set malnutrisi 70% dari populasi penelitian yang tidak

beresiko malnutrisi, 5% berada di risiko malnutrisi sedang dan 25% beresiko

malnutrisi parah. Gambar 1 menunjukkan prevalensi gizi buruk sesuai dengan skor

lima alat skrining malnutrisi.

Gambar 1. Prevalensi risiko malnutrisi menggunakan definisi pre-set dan lima alat

skrining malnutrisi.

MNA-SF skor hanya ditentukan dalam sampel pasien yang lebih tua (n =

171). MUST dan NRS-2002 menunjukkan persentase tertinggi pasien berisiko

malnutrisi dan MST persentase terendah pasien yang beresiko malnutisi. Untuk

Page 6: Latar Belakan1

semua alat prevalensi risiko gizi buruk di total kelompok tidak berbeda dari

prevalensi risiko gizi buruk di sampel pasien yang lebih tua (data tidak ditampilkan).

Tidak ada perbedaan usia antara kategori risiko malnutrisi. BMI secara

signifikan lebih rendah pada kelompok pasien dengan risiko malnutrisi parah vs

pasien tidak beresiko malnutrisi dan kelompok pasien dengan risiko malnutrisi

sedang.