laporan tutorial skenario b blok 16 l9

95
SKENARIO B BLOK 16 Tahun 2013 Panji, 6 tahun, diantar ibunya ke klinik THT RSMH dengan keluhan sakit tenggorok dan demam sejak satu hari yang lalu. Sejak tiga hari yang lalu Panji sudah menderita batuk pilek. Keluhan nyeri dan keluar cairan dari telinga disangkal oleh ibu penderita. Keluhan serupa dialami Panji tiga bulan yang lalu, sembuh setelah berobat di puskesmas. Pemeriksaan fisik : Tekanan darah normal, denyut nadi normal, frekuensi pernapasan normal, suhu 37,8 C Pemeriksaan status lokalis: Otoskopi dalam batas normal Rhinoskopi anterior hidung kanan dan kiri: Mukosa hiperemis Konka inferior edema +/++ hiperemis +/+ Secret kental berwarna putih Orofaring : Tonsil T3-T3, detritus (+), kripta melebar Dinding faring hiperemis (+), granula (+) Pemeriksaan Laboratorium Hb : 12,5 g% WBC : 12.000/µL Trombosis : 250.000/µL 1

Upload: mentari-indah-sari

Post on 15-Feb-2015

136 views

Category:

Documents


31 download

DESCRIPTION

tht

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

SKENARIO B BLOK 16 Tahun 2013

Panji, 6 tahun, diantar ibunya ke klinik THT RSMH dengan keluhan sakit tenggorok

dan demam sejak satu hari yang lalu. Sejak tiga hari yang lalu Panji sudah menderita batuk

pilek. Keluhan nyeri dan keluar cairan dari telinga disangkal oleh ibu penderita. Keluhan

serupa dialami Panji tiga bulan yang lalu, sembuh setelah berobat di puskesmas.

Pemeriksaan fisik :

Tekanan darah normal, denyut nadi normal, frekuensi pernapasan normal, suhu 37,8 C

Pemeriksaan status lokalis:

Otoskopi dalam batas normal

Rhinoskopi anterior hidung kanan dan kiri:

Mukosa hiperemis

Konka inferior edema +/++ hiperemis +/+

Secret kental berwarna putih

Orofaring :

Tonsil T3-T3, detritus (+), kripta melebar

Dinding faring hiperemis (+), granula (+)

Pemeriksaan Laboratorium

Hb : 12,5 g%

WBC : 12.000/µL

Trombosis : 250.000/µL

1

Page 2: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

I. KLARIFIKASI ISTILAH

Otoskopi : Pemeriksaan telinga dengan menggunakan otoskop terutama

untuk melihat bagian gendang telinga

Demam : peningkatan temperature tubuh di atas normal

Batuk : eksplusi udara yang tiba-tiba sambil mengeluarkan suara dari

paru

Pilek : pengeluaran secret berlebihan dari mukosa hidung

Detritus : bahan particular yang dihasilkan atau tersisa setelah pengausan

atau disentrigasi substansi atau jaringan

Rinoskopi : Pemeriksaan hidung dengan speculum baik melalui nares

anterior atau nares posterior nasofaring

Kripta : sumur atau tabung buntu pada permukaan bebas

Post nasal drip : drainase mukosa yang berlebihan atau secret mukoporulent

dari bagian belakang hidung dalam faring

Granula : partikel kecil atau butir

Hiperemis : kelebihan darah pada suatu bagian

Tonsil : masa jaringan yang bulat dan kecil khususnya jaringan limfoid

Konka inferior : sebuah lempeng tulang tipis yang membentuk bagian bawah

dinding lateral rongga hidung dan membrane mukosa yang

melapisi lempeng tersebut

II. IDENTIFIKASI MASALAH

1. Panji 6 tahun mengeluh sakit tenggorok dan demam sejak satu hari yang lalu

2. Sejak tiga hari yang lalu Panji sudah menderita batuk dan pilek. Keluhan nyeri dan

keluar cairan dari telinga disangkal oleh ibu penderita

3. Keluhan serupa dialami Panji tiga bulan yang lalu, sembuh setelah berobat di

puskesmas

4. Hasil pemeriksaan fisik, Hasil pemeriksaan status lokalis, Hasil pemeriksaan

laboratorium

2

Page 3: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

III. ANALISIS MASALAH

1. Panji 6 tahun mengeluh sakit tenggorok dan demam sejak satu hari yang lalu

A. Bagaimana struktur anatomi dari THT?

Telinga Luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga (pinna atau aurikel) dan saluran telinga

(meatus auditorius eksternus). Telinga luar merupakan tulang rawan (kartilago)

yang dilapisi oleh kulit, daun telinga kaku tetapi juga lentur. Suara yang ditangkap

oleh daun telinga mengalir melalui saluran telinga ke gendang telinga.

Gendang telinga adalah selaput tipis yang dilapisi oleh kulit, yang memisahkan

telinga tengah dengan telinga luar.

Telinga Tengah

Teling tengah terdiri dari gendang telinga (membran timpani) dan sebuah ruang

kecil berisi udara yang memiliki 3 tulang kecil yang menghubungkan gendang

telinga dengan telinga dalam.

3

Page 4: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

Ketiga tulang tersebut adalah:

Maleus (bentuknya seperti palu, melekat pada gendang telinga)

Inkus (menghugungkan maleus dan stapes)

Stapes (melekat pda jendela oval di pintu masuk ke telinga dalam).

Getaran dari gendang telinga diperkuat secara mekanik oleh tulang-tulang tersebut dan

dihantarkan ke jendela oval.

Telinga tengah juga memiliki 2 otot yang kecil-kecil:

Otot tensor timpani (melekat pada maleus dan menjaga agar gendang telinga tetap

menempel)

Otot stapedius (melekat pada stapes dan menstabilkan hubungan antara stapedius dengan

jendela oval.

Tuba eustakius adalah saluran kecil yang menghubungkan teling tengah dengan

hidung bagian belakang, yang memungkinkan masuknya udara luar ke dalam telinga tengah.

Tuba eustakius membuka ketika kita menelan, sehingga membantu menjaga tekanan udara

yang sama pada kedua sisi gendang telinga, yang penting untuk fungsi pendengaran yang

normal dan kenyamanan.

Telinga Dalam

Telinga dalam (labirin) adalah suatu struktur yang kompleks, yang terjdiri dari 2 bagian

utama:

Koklea (organ pendengaran)

Kanalis semisirkuler (organ keseimbangan).

Koklea merupakan saluran berrongga yang berbentuk seperti rumah siput, terdiri dari

cairan kental dan organ Corti, yang mengandung ribuan sel-sel kecil (sel rambut) yang

memiliki rambut yang mengarah ke dalam cairan tersebut.

Kanalis semisirkuler merupakan 3 saluran yang berisi cairan, yang berfungsi

membantu menjaga keseimbangan. Saluran ini juga mengandung sel rambut yang

memberikan respon terhadap gerakan cairan.

HIDUNG

Hidung merupakan organ penciuman dan jalan utama keluar-masuknya udara dari dan

ke paru-paru. Hidung juga memberikan tambahan resonansi pada suara dan merupakan

tempat bermuaranya sinus paranasalis dan saluran air mata. Hidung bagian atas terdiri dari

tulang dan hidung bagian bawah terdiri dari tulang rawan (kartilago). Di dalam hidung

4

Page 5: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

terdapat rongga yang dipisahkan menjadi 2 rongga oleh septum, yang membentang dari

lubang hidung sampai ke tenggorokan bagian belakang.

Tulang yang disebut konka nasalis menonjol ke dalam rongga hidung, membentuk

sejumlah lipatan. Lipatan ini menyebabkan bertambah luasnya daerah permukaan yang dilalui

udara. Rongga hidung dilapisi oleh selaput lendir dan pembuluh darah. Luasnya permukaan

dan banyaknya pembuluh darah memungkinkan hidung menghangatkan dan melembabkan

udara yang masuk dengan segera.

Sel-sel pada selaput lendir menghasilkan lendir dan memiliki tonjolan-tonjolan kecil

seperti rambut (silia). Biasanya kotoran yang masuk ke hidung ditangkap oleh lendir, lalu

disapu oleh silia ke arah lobang hidung atau ke tenggorokan. Cara ini membantu

membersihkan udara sebelum masuk ke dalam paru-paru. Bersin secara otomatis

membersihkan saluran hidung sebagai respon terhadap iritasi, sedangkan batuk membersihkan

paru-paru. Sel-sel penghidu terdapat di rongga hidung bagian atas.

Sel-sel ini memiliki silia yang mengarah ke bawah (ke rongga hidung) dan serat saraf

yangmengarah ke atas (ke bulbus olfaktorius, yang merupakan penonjolan pada setiap saraf

olfaktorius/saraf penghidu). Saraf olfaktorius langsung mengarah ke otak.

SINUS PARANASALIS

Tulang di sekitar hidung terdiri dari sinus paranasalis, yang merupakan ruang berrongga

dengan lubang yang mengarah ke rongga hidung. Terdapat 4 kelompok sinus paranasalis:

Sinus maksilaris

Sinus etmoidalis

Sinus frontalis

Sinus dilapisi oleh selapus lendir yang terdiri dari sel-sel penghasil lendir dan silia.

Partikel kotoran yang masuk ditangkap oleh lendir lalu disapu oleh silia ke rongga hidung.

5

Page 6: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

Pengaliran dari sinus bisa tersumbat, sehingga sinus sangat peka terhadap ifneksi dan

peradangan (sinusitis).

TENGGOROKAN

Tenggorokan (faring) terletak di belakang mulut, di bawah rongga hidung dan diatas

kerongkongan dan tabung udara (trakea).

Faring adalah suatu kantung fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang besar

di bagian atas dan sempit di bagian bawah. Ke atas, faring berhubungan dengan rongga

hidung melalui koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut melalui isthmus faucium,

sedangkan dengan laring di bawah berhubungan melalui aditus pharyngeus, dan ke bawah

berhubungan esofagus. Faring terdiri atas:

1.Nasofaring 

Relatif kecil, mengandung serta berhubungan dengan erat dengan beberapa struktur penting,

seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral faring, torus tubarius, kantong Rathke,

choanae,foramen jugulare,dan muara tuba Eustachius. Batas antara cavum nasi dan

nasopharynx adalah choana. Kelainan kongenital koana salahsatunya adalah atresia

choana.

6

Page 7: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

2. Orofaring

Struktur yang terdapat di sini adalah dinding posterior faring, tonsil palatina, fossa tonsilaris,

arcus faring, uvula, tonsil lingual, dan foramen caecum.

a. Dinding posterior faring, penting karena ikut terlibat pada radang akut atau radang kronik

faring, abses retrofaring, serta gangguan otot-otot di bagian tersebut.

b. Fossa tonsilaris, berisi jaringan ikat jarang dan biasanya merupakan tempat nanah memecah

ke luar bila terjadi abses.

c. Tonsil, adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dan

ditunjang kriptus di dalamnya. Ada 3 macam tonsil, yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil

palatina, dan tonsil lingual, yang ketiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin

Waldeyer. Epitel yang melapisi tonsil adalah epitel skuamosa yang juga meliputi kriptus. Di

dalam kriptus biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri, dan sisa

makanan

3. Laringofaring 

Struktur yang terdapat di sini adalah vallecula epiglotica, epiglotis, serta fossa

piriformis. Fungsi faring yang terutama adalah untuk respirasi, pada waktu menelan,

resonansi suara, dan untuk artikulasi. Orofaring kearah depan berhubungan dengan rongga

mulut. Tonsila faringeal dalam kapsulnya terletak pada mukosa pada dinding lateral rongga

mulut. Didepan tonsila, arkus faring anterior disusun oleh otot palatoglotus, dan dibelakang

dari arkus faring posterior disusun oleh otot palatofaringeus.

Otot – otot ini membantu menutupnya orofaring bagian posterior. Semua dipersarafi

oleh pleksusfaringeus.

B. Bagaimana histology dari THT?

Telinga

7

Page 8: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

Telinga luar meliputi pinna (telinga terlihat, sebagian besar terdiri dari kulit

dan tulang rawan) dan saluran telinga. Lapisan terakhir dilapisi oleh epitel

skuamosa berkeratin bertingkat. Lapisan ini berbeda dari kulit karena

memiliki (ear-wax) kelenjar ceruminous.

Telinga tengah pada dasarnya saluran, yang menghubungkan tabung

eustacian dengan orofaring. Bagian ini dilapisi oleh epitel skuamosa non-

keratin sangat tipis berlapis. Spanning ruang telinga tengah adalah tiga

tulang telinga tengah, maleus (martil), inkus (landasan), dan stapes

(sanggurdi).

Gendang telinga adalah selaput tipis yang memisahkan telinga luar dan

telinga tengah. Ini adalah jaringan yang berlapis, dengan epitel skuamosa

bertingkat keratin menghadap ke telinga luar, non-keratin epitel skuamosa

bertingkat yang menghadap ke telinga tengah, dan lapisan yang sangat tipis

jaringan ikat di antara keduanya.

Telinga dalam

o merupakan pengatur keseimbangan,berikut bagian yang mengatur

keseimbangan tersebut :

Posisi kepala (yaitu, gravitasi, juga percepatan linier) yang

diatur oleh organ otolith dari saccule dan utricle.

Rotasi kepala (yaitu, percepatan sudut) diatur oleh krista

ampularis dari kanalis semisirkularis.

Mendengar diatur oleh organ Corti dalam media scala dari

koklea.

8

Page 9: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

o Semua pengaturan dari beberapa telinga bagian dalam merupakan

tipe sel mechanoreceptor sama, sel-sel rambut epitel.

o Sel-sel rambut yang terletak di dalam sebuah ruang yang bentuknya

sangat rumit yang disebut labirin membran.

o Labirin membranosa diisi dengan cairan khusus yang disebut

endolymph, disekresikan oleh sel-sel vascularis stria. Endolymph

secara substansial berbeda dari semua cairan tubuh lainnya dan

menyediakan lingkungan cairan khusus untuk sel-sel rambut

o Labirin membranosa merupakan penghubung antara koklea,

saccule, utricle, dan kanal berbentuk setengah lingkaran.

o Labirin membranosa yang terletak di dalam tulang labirin.

o Perilymph mengisi ruangan dari tulang labirin disekitar labirin

membranosa.

Rongga Hidung

Rongga Hidung terdiri dari dua struktur yaitu vestibulum di luar dan fosa nasalis

di dalam

- Vestibulum

Di dalam vestibulum, epitelnya tidak berlapis tanduk lagi dan beralih menjadi

epitel respirasi. Epitel respirasi terdiri dari lima jenis sel. Sel silindris bersilia

adalah sel yang terbanyak. sel terbanyak kedua adalah sel goblet

9

Page 10: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

mukosa,selanjutnya adalah sel basal dan jenis sel terakhir adalah sel granul

kecil,yang mirip dengan sel basal kecuali pada sel ini terdapat banyak granul.

- Fosa Nasalis

Dari masing – masing dinding lateral keluar tiga tonjolan tulang mirip rak yang

disebut Konka yang tediri dari konka superior, konka media dan konka

inferior. Konka media dan konka inferior yang ditutupi oleh epitel respirasi,

dan konka superior ditutupi oleh epitel olfaktorius khusus. Celah – celah kecil

yang terjadi akibat adanya konkamemudahkan pengkondisian udara inspirasi.

Sinus Paranasal

Adalah rongga tertutup dalam tulang frontal, maksila,etmoid,dan sphenoid. Sinus

– sinus ini dilapisi oleh sel respirasi yang lebih tipis dan sedikit mengandung sel

goblet. Sinus pranasal berhubungan langsung dengan rongga hidung melalui

lubang – lubang kecil.

Tenggorokan

Adalah tabung tak teratur yang menghubungkan faring dengan trakea. di dalam

lamina propia, terdapat sejumlah tulang rawan laring. Yang lebih besar,seprti

tiroid, krikoid, dan kebanyakan aritenoid merupakan tulang rawan hyaline. Tulang

rawan yang lebih kecil seperti, epiglottis,kuneiformis,kurnikulatum,dan ujung

aritenoid merupakan tulang rawan elastic.

Laring dilapisi oleh selaput lender , kecuali pita suara dan bagian epiglottis

yang dilapisi oleh sel epithelium berlapis.

10

Page 11: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

C. Bagaimana fisiologi dari THT?

Fisiologi Pendengaran

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga

dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran

tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ketelinga tengah melalui

rangkaian tulang pendengaran yang akan mengimplikasi getaran melalui daya ungkit

tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap

lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang

menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibule bergerak.

Getaran diteruskan melalui membrane Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga

akan menimbulkan gerak relative antara membran basilaris dan membran tektoria.

Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi

stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion

bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel

rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan

menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus

auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis

Fisiologi Penghiduan

Hidung berfungsi sebagai indra penghidu , menyiapkan udara inhalasi agar

dapat digunakan paru serta fungsi filtrasi. Sebagai fungsi penghidu, hidung memiliki

epitel olfaktorius berlapis semu yang berwarna kecoklatan yang mempunyai tiga

macam sel-sel syaraf yaitu sel penunjang, sel basal dan sel olfaktorius. Fungsi filtrasi,

memanaskan dan melembabkan udara inspirasi akan melindungi saluran napas

dibawahnya dari kerusakan. Partikel yang besarnya 5-6 mikrometer atau lebih, 85 % -

90% disaring didalam hidungdengan bantuan TMS. Fungsi hidung terbagi atas

beberapa fungsi utama yaitu (1)Sebagai jalan nafas, (2) Alat pengatur kondisi udara,

(3) Penyaring udara, (4) Sebagai indra penghidu, (5) Untuk resonansi suara, (6) Turut

membantuproses bicara,(7) Reflek nasal.

Fisiologi Tenggorokan

Fungsi faring yang terutama adalah untuk respirasi, waktu menelan, resonasi

suara dan untuk artikulasi.

Proses menelan

Proses penelanan dibagi menjadi tiga tahap. Pertama gerakan makanan dari mulut

kefaring secara volunter. Tahap kedua, transport makanan melalui faring dan tahap

ketiga, jalannya bolus melalui esofagus, keduanya secara involunter. Langkah yang

11

Page 12: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

sebenarnya adalah: pengunyahan makanan dilakukan pada sepertiga tengah lidah.

Elevasi lidah dan palatum mole mendorong bolus ke orofaring. Otot supra hioid

berkontraksi, elevasi tulang hioid dan laring intrinsik berkontraksi dalam gerakan

seperti sfingter untuk mencegah aspirasi. Gerakan yang kuat dari lidah bagian

belakang akan mendorong makanan kebawah melalui orofaring, gerakan dibantu oleh

kontraksi otot konstriktor faringis mediadan superior. Bolus dibawa melalui introitus

esofagus ketika otot konstriktor faringisinferior berkontraksi dan otot krikofaringeus

berelaksasi. Peristaltik dibantu oleh gaya berat, menggerakkan makanan melalui

esofagus dan masuk ke lambung.

Proses Berbicara

Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot palatum dan

faring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum mole kearah dinding

belakang faring. Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat dan melibatkan mula-mula

m.salpingofaring dan m.palatofaring, kemudian m.levator veli palatine bersama-sama

m.konstriktor faring superior. Pada gerakan penutupan nasofaring m.levator veli

palatini menarik palatum mole ke atas belakang hampir mengenai dinding posterior

faring. Jarak yang tersisa ini diisi oleh tonjolan (fold of) Passavant pada dinding

belakang faring yang terjadi akibat 2 macam mekanisme, yaitu pengangkatan faring

sebagai hasil gerakan m.palatofaring(bersama m,salpingofaring) oleh kontraksi aktif

m.konstriktor faring superior. Mungkin kedua gerakan ini bekerja tidak pada waktu

bersamaan.

Ada yang berpendapat bahwa tonjolan Passavant ini menetap pada periode fonasi,

tetapi ada pula pendapat yang mengatakan tonjolan ini timbul dan hilang secara

cepat bersamaan dengan gerakan palatum

D. Apa saja yang menyebabkan (etiologi) sakit tenggorok dan demam?

Etiologi sakit tenggorok:

Faringitis yang paling umum disebabkan oleh bakteri Streptococcus pyogenes yang

merupakan Streptocci Grup A hemolitik. Bakteri lain yang mungkin terlibat adalah Streptocci

Grup C, Corynebacterium diphteriae, Neisseria Gonorrhoeae. Streptococcus Hemolitik Grup

A hanya dijumpai pada 15-30% dari kasus faringitis pada anak-anak dan 5-10% pada

faringitis dewasa. Penyebab lain yang banyak dijumpai adalah nonbakteri, yaitu virus-virus

saluran napas seperti adenovirus, influenza, parainfluenza, rhinovirus dan respiratory

syncytial virus (RSV). Virus lain yang juga berpotensi menyebabkan faringitis adalah 12

Page 13: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

echovirus, coxsackievirus, herpes simplex virus (HSV). Epstein barr virus (EBV) seringkali

menjadi penyebab faringitis akut yang menyertai penyakit infeksi lain. Faringitis oleh karena

virus dapat merupakan bagian dari influenza.

Etiologi Demam:

a. Infeksi, suhu mencapai 37,9`C, penyebab: virus, bakteri, parasit.

b. Non infeksi, seperti kanker, tumor.

c. Demam fisiologis, penyebab: dehidrasi, suhu udara yang terlalu panas.

d. Demam tanpa penyebab yang jelas ( Fever of Unknown Origin / FUO ).

e. Imunisasi.

f. Faktor lingkungan.

E. Bagaimana patofisiologi dari sakit tenggorok (terkait dengan syaraf)?

Bakteri melalui udara masuk ke saluran pernafasan menempel pada silia di faring bakteri

menembus silia ke tunica mukosa, pada daerah ini, bakteri dideteksi oleh imun non spesifik

histamin peradangan/inflamasi distimulasi oleh mekanik dan sensorik transmisi

sinyal kornu dorsalis ke thalamus dimodulasi ke syaraf perifer nyeri dihantar ke

syaraf efferen syaraf parasimpatis persarafan motorik dan sensorik daerah faring yang

berasal dari pleksus faringealis (Pleksus ini dibentuk oleh cabang faringeal dari n. vagus,

cabang dari n.glossofaringeus) tersensitisasi sakit tenggorokan

F. Bagaimana patofisiologi dari demam?

Infeksi bakteri (pirogen eksogen) di saluran pernafasan makrofag menyerang antigen

mengeluarkan mediator inflamasi seperti IL-1, IL-2, TNF-α (pirogen endogen) merangsang

sel endotel di hypothalamus (di termostat) melepaskan as.arakhidonat dibantu enzim

fospolipase A2 memacu sintesis PGE2 (prostaglandin E2) melalui jalur cox

(Cyclooxigenase) meningkatkan set point di hypothalamus suhu tubuh naik demam

G. Adakah hubungan antara sakit tenggorok dan demam?

13

Page 14: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

Mikroorganisme menyebabkan demam Demam merusak epitel squamous di tenggorokan

sensorik nya terganggu menstimulasi sakit kornu dorsalis nyeri menelan (sakit

tenggorokan)

H. Bagaimana epidemiologi dari keluhan yang dialami oleh Panji (terkait umur,jenis

kelamin)?

Faringitis merupaka salah satu penyakit yang sering terjadi pada anak. Keterlibatan

tonsil pada faringitis tidak menyebabkan perubahan derajat beratnya penyakit.

Tonsilofaringitis biasanya terjadi pada anak, meskipun jarang terjadi pada anak di bawah usia

1 tahun. Insiden meningkat sesuai dengan beratambahnya usia, mencapai puncak pada umur

4-7 tahun, dan berlanjut hingga dewasa. Insiden tonsilofaringitis tertinggi pada usia 5-18

tahun, jarang di bawah usia 3 tahun dan perbandingan antara laki-laki dengan perempuan

yaitu 52% : 48%.

Faringitis: terjadi pada semua umur dan tidak dipengaruhi jenis kelamin, tetapi frekuensi yang

paling tinggi terjadi pada anak-anak

Rinitis: diperkirakan sekitar 20% – 30% populasi orang dewasa Amerika dan lebih dari 40%

anak-anak menderita penyakit ini.

Tonsiltis : sering terjadi pada anak-anak pada umur 5-10 tahun dan dewasa muda antara 15-25

tahun

2. Sejak tiga hari yang lalu Panji sudah menderita batuk dan pilek. Keluhan nyeri dan

keluar cairan dari telinga disangkal oleh ibu penderita

A. Adakah hubungan antara sakit tenggorok dan demam dengan batuk pilek?

Karena batuk pilek merupakan mekanisme awal pertahanan tubuh terutama pada saluran nafas

atas yaitu terdapat banyak mukosa dengan sel mukus bersilia dengan sel goblet yang dapat

menghasilkan mucus. Apabila terjadi infeksi, akan terjadi sekresi mucus yang lebih banyak

dari biasanya sebagai usaha tubuh untuk memerangkap bakteri atau virus ke dalam mucus

yang akan dikeluarkan oleh mekanisme batuk dan pilek. Jika infeksi berlanjut dan sekresi

mucus tidak cukup untuk mengeluarkan kuman, akan terjadi infeksi di saluran pernafasan dan

menyebabkan reaksi inflamasi di sekitarnya (tenggorokan) dan terjadi aktivasi makrofag

pengeluaran sitokin TNF α, IL-1, IL-6 Memacu pelepasan asam arakidonat ↑↑ sintesis

prostaglandin E2 Mencapai hipotamalus ↑↑ set point pada termostat hipotalamus

Penyimpanan panas tubuh dan ↑↑ pembentukan panas Suhu meningkat – Demam

14

Page 15: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

B. Apa saja yang menyebabkan (etiologi) batuk dan pilek ?

Etiologi Batuk

Iritan :

Rokok

Asap

SO2

Gas di tempat kerja

Mekanik :

Retensi sekret bronkopulmoner

Benda asing dalam saluran nafas

Postnasal drip

Aspirasi

Penyakit paru obstruktif :

Bronkitis kronis

Asma

Emfisema

Fibrosis kistik

Bronkiektasis

Penyakit paru restriktif :

Pnemokoniosis

Penyakit kolagen

Penyakit granulomatosa

Infeksi :

Laringitis akut

Bronkitis akut

Pneumonia

Pleuritis

Perikarditis

15

Page 16: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

Tumor :

Tumor laring

Tumor paru

Etiologi Pilek

Picornavirus (contohnya rhinovirus)

Virus influenz

Virus sinsisial pernafasan.

C. Bagaimana patofisiologi batuk ?

Benda asing masuk melalui hidung → Impuls aferen dari saluran nafas berjalan melalui n.

vagus ke medula otak → 2,5 L udara diinspirasi secara cepat → Epiglottis menutup dan pita

suara menutup erat untuk men jerat udara dalam paru → Otot abdomen berkontraksi dengan

kuat mendorong diafragma dan otot ekspirasi lainnya juga berkontraksi kuat → Tekanan

dalam paru meningkat secara cepat dan bronkus serta trakea kolaps → Pita suara dan

epiglottis terbuka lebar tiba-tiba → Udara bertekanan tinggi dalam paru meledak keluar →

Refleks batuk

D. Bagaimana patofisiologi dari pilek?

Bakteri yang masuk melalui saluran pernafasan akan ditangkap oleh makrofag yang bekerja

sebagai antigen presenting cells (APC) Menghasilkan histamin yang meningkatkan

permeabilitas kapiler terbuka pori sehinggan cairan,edem, sel-sel radang, IgG, PMN,dll

masuk IL1 keluar Tcell ditangkap oleh Th1 / CMI (Cell Mediator Inflamation) beta

cell memproduksi IgG peningkatan sekresi dari sel goblet sekresi mukus berlebihan

pilek

E. Mengapa pada kasus Panji tidak ada keluhan nyeri dan keluar cairan dari telinga?

Karena tidak terjadi infeksi di telinga tengah.

16

dae69ab713

Page 17: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

3. Keluhan serupa dialami Panji tiga bulan yang lalu, sembuh setelah berobat di

puskesmas

A. Apa hubungan keluhan yang dialami 3 bulan yang lalu dengan keluhan yang dialami

sekarang?

Ada 2 kemungkinan yang terjadi pada Panji.Pertama, penyakit pasien yang 3 bulan

lalu sudah benar-benar sembuh dan terjadi infeksi oleh patogen baru, jadi pasien masih dalam

fase infeksi akut.Kedua, keluhan yang muncul kembali akibat eksaserbasi dari keluhan yang

dulu, hal ini bisa disebabkan oleh imunitas yang sedang menurun dan pengobatan yang tidak

adekuat sehingga masih ada patogen yang tersisa dalam tubuh walaupun tidak menimbulkan

gejala yang mengganggu pasien,sehingga dianggap sembuh. Namun, patogen aktif dan

berkembang biak kembali karena faktor yang sudah disebutkan di atas. Hal ini menandakan

terjadinya fase kronik.

3 bulan lalu Panji mengalami infeksi bakteri sehingga keluhannya serupa dengan

keluhan yang dia alami sekarang.3 hari yang lalu Panji terinfeksi virus (kemungkinan

rhinovirus) sehingga menjadi factor pencetus aktifnya bakteri yang tidur di tonsil.

4. Pemeriksaan fisik , Status lokalis, laboratorium

A. Bagaimana interpretasi serta mekanisme dari suhu yang abnormal?

Normal : 36,5 -37,2 ° C

Skenario : 37,8 oC (subfebris)

Mikroorganisme yang masuk ke dalam jaringan atau darah akan difagositosis oleh

leukosit darah, makrofag, dan sel mast. Setelah memfagositosis, sel ini akan

mengeluarkan IL-1 ke dalam cairan tubuh disebut sebagai pirogen endogen. IL-1

menginduksi pembentukan prostaglandin akan menstimulus hipotalamus sebagai

pusat termoregulator untuk meningkatkan temperatur tubuh dan terjadi demam

atau panas.

B. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari rhinoskopi dan orofaring?

Rhinoskopi anterior hidung kanan dan kiri:

Pemeriksaan Hasil Normal Interpretasi

Rhinoskopi Mukosa

Hiperemis

Mukosa berwarna

merah muda dan

Peradangan

17

Page 18: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

selalu basah

Konka inferior

edema +/++

Tidak edema Peradangan

Konka inferior

hiperemis +/+

Berwarna merah

muda

Peradangan

Sekret kenal

berwarna putih

- Peradangan

Mukosa hiperemis (+)

Infeksi saluran pernapasan atas → kerusakan sel epitel lapisan mukosa →

aktivasi sel mast → pelepasan mediator inflamasi (histamine, leukotrien,

prostaglandin) → vasodilatasi pembuluh darah → hiperemis mukosa dan

edema*

Konka inferior edema +/+, hiperemis

a) Reaksi inflamasi pelepasan mediator-mediator radang vasodilatasi

ekstravasasi sel-sel radang ke konka inferior edema

b) Reaksi inflamasi berulang konka mengalami hipertropi terlihat

edema

Sekret kental berwarna putih

a) Pajanan antigen sel-sel goblet memproduksi lebih banyak mukus

b) Reaksi inflamasi pelepasan mediator- mediator radang vasodilatasi

pembuluh darah ektravasasi sel-sel radang fagositosis antigen oleh

sel-sel radang keluar sebagai sekret kental berwarna putih

c) Agen infeksius memasuki saluran napas atas ditangkap oleh respon

imun mekanis dari system mukosiliaris pengeluaran secret mucus yang

disertai sel-sel imun secret kental berwarna putih

OROFARING

18

Page 19: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

Tonsil T3-T3

Klasifikasi pembesaran tonsil :

T0 : (-)/sudah dilakukan pengangkatan tonsil

T1 : Bila besarnya ¼ jarak arcus anterior dan uvula

T2 : Bila besaranya ½ jarak arcus anterior dan uvula

T3 : Bila besaranya ¾ jarak arcus anterior dan uvula

T4 : Bila besarnya mencapai uvula atau lebih

(A)T1. (B) T2. (C) T3. (D) T4.

Pembengkakan tonsil ini terjadi karena meningkatkan aktivitas tonsil sebagai alat

pertahanan tubuh.

detritus (+)

Infiltrasi bakteri pada epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang, sehingga

keluarlah leukosit polimorfonuklear. Kumplan dari leukosit yang tersisa, bakteri yang

19

Page 20: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

mati, dan epitel yang terlepas inilah yang disebut detritus. Detritus ini biasanya

tampak sebagai bercak kuning pada korpus tonsil.

kripta melebar

Karena peradangan yang berulang akan menyebabkan epitel mukosa jaringan limfoid

terkikis, sehingga dalam proses penyembuhan jaringan limfoid diganti dengan

jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripta melebar.

Dinding faring hiperemis (+)

Terjadi karena vaskularisasi di area faring meningkat untuk memudahkan transport

dari tentara pertahanan tubuh seperti leukosit,makrofag,dan limfosit dalam melawan

mikroorganisme sehingga dinding faring tampak merah.

granula (+)

merupakan tanda adanya faringitis kronik karena granula merupakan jaringan limfoid

yang membentuk gumpalan-gumpalan di dinding faring

C. Bagaimana cara pemeriksaan otoskopi, rhinoskopi, dan orofaring?

Pemeriksaan Otoskopi

Jika anak kooperatif, periksa telinga dengan posisintidur miring, duduk, atau berdiri.

Jika anak berdiri atau duduk, angkat kepala anak sedikit kearah bahu yang berlawanan untuk

mendapatkan hasil yang lebih baik untuk melihat gendang telinga. Dengan ibu jari dan

telunjuk tangan yang bebas (biasanya tangan yang tidak dominan), pegang aurikula. Pegang

otoskop dengan posisi bagian atas dibawah disambungan kepala dan pegangannya dengan ibu

20

Page 21: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

jari dan telunjuk. Tempatkan jari yang lainnya menempel pada kepala anak untuk

memungkinkan pergerakan otoskop jika anak tiba-tiba bergerak. Jika pemeriksaan dilakukan

pada anak yang kooperatif, pegang pegangan otoskop dengan kepala otik ke kanan atas atau

terbalik. Gunakan tangan dominan untuk memeriksa kedua telinga atau tangan yang lain

untuk masing-masing telinga, bergantung pada mana yang lebih nyaman.

Sebelum menggunakan otoskop, visualisasi telinga eksterna dan membran timpani

seperti yang digambarkan pada jam. Angka-angka menjadi letak geografis yang penting.

Masukkan spekulum ke dalam meatus diantara posisi jam 3 dan jam 9 dalam posisi ke bawah

dan ke depan. Karena saluran melengkung, spekulum tidak mungkin melihat membran

timpani kecuali jika saluran diliruskan. Pada anak yang berusia lebih dari 3 tahun, saluran

melengkung kebawah dan kedepan. Oleh karena itu, tarik pina ke atas dan ke belakang ke

arah posisi jam 10. Jika terdapat kesulitan dalam melihat membran, cobalah mereposisikan

kepala, masukkan spekulum pada sudut yang berbeda, dan tarik pina ke arah yang sedikit

berbeda. Jangan memasukkan spekulum melewati bagian kartilago (bagian paling luar)

saluran, biasanya pada jarak 0,60 sampai 1,25 cm pada anak yang lebih tua. Insersi spekulum

ke dalam bagian posterior saluran atau bagian saluran yang bertulang menyebabkan nyeri.

Pemeriksaan Rhinoskopi

Rhinoskopi anterior

Memeriksa rongga hidung bagian dalam dari depan disebut rinoskopi anterior.Otoskop

dapat digunakan untuk melihat bagian dalam hidung terutama untuk mencari benda

21

Page 22: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

asing.Spekulum dimasukkan dalam lubang hidung dengan hati-hati dan dibuka setelah

spekulum berada di dalam .Vestibulum hidung,septum terutama bagian anterior,konka

inferior,konka media,dan konka superior serta meatus sinus para nasal dan keadaan mukosa

rongga hidung harus diperhatikan.Apabila rongga hidung karena adanya edema mukosa,pada

keadaan ini untuk melihat organ-organ yang disebut diatas perlu dimasukkan tampon kapas

adrenalin pantokain beberapa menit untuk mengurangi mukosa dan menciutkan

konka,sehingga rongga hidung menjadi lapang.

Rhinoskopi posterior

- Cermin kecil kita pegang dengan tangan kanan. Sebelum memasukkan dan

menempatkannya ke dalam nasofaring pasien, kita terlebih dahulu memanaskan

punggung cermin pada lampu spritus yang telah kita nyalakan

- Minta pasien membuka mulutnya lebar-lebar. Lidahnya ditarik ke dalam mulut,

jangan digerakkan dan dikeraskan. Bernapas melalui hidung

- Spatula kita pegang dengan tangan kiri. Ujung spatula kita tempatkan pada punggung

lidah pasien di depan uvula. Punggung lidah kita tekan ke bawah di paramedian

kanan lidah sehingga terbuka ruangan yang cukup luas untuk menempatkan cermin

kecil dalam nasofaring pasien

- Masukkan cermin kedalam faring dan kita tempatkan antara faring dan palatum mole

kanan pasien. Cermin lalu kita sinari dengan menggunakan cahaya lampu kepala

- Khusus pasien yang sensitif, sebelum kita masukkan spatula, kita berikan lebih dahulu

tetrakain 1% 3-4 kali dan tunggu ± 5 menit.

Ada 4 tahap pemeriksaan yang akan kita lalui saat melakukan rinoskopia posterior, yaitu :

Tahap 1 : pemeriksaan tuba kanan.

Tahap 2 : pemeriksaan tuba kiri.

Tahap 3 : pemeriksaan atap nasofaring.

Tahap 4 : pemeriksaan kauda konka nasi inferior

Pemeriksaan orofaring

PEMERIKSAAN MULUT DAN FARING( OROFARING )

22

Page 23: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

Dua per tiga bagian depan lidah ditekan dengan spatula lidah kemudian diperhatikan:

1. Dinding belakang faring: warnanya, licin atau bergranula, sekret ada atau tidak dan gerakan

arkus faring.

2. Tonsil: besar, warna, muara kripti, apakah ada detritus, adakah perlengketan dengan pilar,

ditentukan dengan lidi kapas.

Ukuran tonsil

- To Tonsil sudah diangkat

- T1 Tonsil masih di dalam fossa tonsilaris

- T2 Tonsil sudah melewati pilar posterior belum melewati garis para Median

- T3 Tonsil melewati garis paramedian belum lewat garis median (pertengahan uvula)

- T4 Tonsil melewati garis median, biasanya pada tumor

3. Mulut :bibir, bukal, palatum, gusi dan gigi geligi.

4. Lidah: gerakannya dan apakah ada massa tumor, atau adakah berselaput.

5. Palpasi rongga mulut diperlukan bila ada massa tumor, kista dan lain-lain.

6. Palpasi kelenjar liur mayor (parotis dan mandibula).

PEMERIKSAAN HIPOFARING DAN LARING

Pasien duduk lurus agak condong ke depan dengan leher agak fleksi. Lidah pasien

dijulurkan kemudian dipegang dengan tangan kiri memakai kasa (dengan jari tengah dibawah

23

Page 24: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

dan jempol diatas lidah di pegang, telunjuk di bawah hidung, jari manis dan kelingking di

bawah dagu). Pasien diminta bernafas melalui mulut denggan tenang. Kaca tenggorok no 9

yang telah dihangatkan dipegang dengan tangan kanan seperti memegang pensil, diarahkan ke

bawah, dimasukkan ke dalam mulut dan diletakkan di muka uvula. Diperhatikan :

- Epiglotis yang berberbentuk omega

- Aritenoid berupa tonjolan 2 buah

- Plika ariepiglotika yaitu lipatan yang menghubungkan aritenoid dengan epiglottis

- Rima glottis

- Pita suara palsu (plika ventrikularis): warna, edema atau tidak, tumor.

- Pita suara (plika vokalis): warna, gerakan adduksi pada waktu fonasi dan abduksi

pada waktu inspirasi, tumor dan lain-lain

- Valekula: adakah benda asing

- Sinus piriformis : apakah banyak secret

Perbedaan tonsilitis bentuk akut, eksaserbasi akut dan kronik:

Akut

Tonsil hiperemis dan edema

Kripti tidak melebar

Destruitus +/-

Perlengketan –

Kronik eksaserbasi akut

Tonsil hiperemis dan edemaKripti melebar

Destruitus +

Perlengketan

Kronik

Tonsil membesar/mengecil tidak hiperemis

Kripti melebar

Destruitus +

Perlengketan

24

Page 25: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

D. Bagaimana gambaran pemeriksaan otoskopi, rhinoskopi, dan orofaring?

Gambaran otoskopi

Gambaran rhinoskopi

Bagian yang diperiksa Normal Abnormal

Septum Membagi saluran hidung

menjadi dua ruang yang

sama besar

-Perforasi septum dapat

disebabkan karena iritasi

kronis atau trauma atau

mungkin menunjukkan

perusakkan oleh gumma

pada sifilis

Membrana Berwarna merah muda

sampai merah

-membrana yang lembab

dan merah menunjukkan

menunjukkan

iritasi,seringkali karena

infeksi virus

-Membrana merah pucat

dengan konsistensi yang

lunak dan basah

mengarahkan pada alergi.

Hapusan sekresi hidung <10% Kalau ditemukan

bahwa jumlah eosinofi

lebih dari 10% maka

kemungkinan keluhan-25

Page 26: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

keluhan hidung adalah

alergi,

Konkha A.Yang dapat

dilihat konkha inferior

yang halus,diatasnya

terlihat ujung anterior

konkha media.

B.Ceruk diantara

kedua konkha ini adalah

meatus media yang

normalnya tidak ada

sekret purulent.

A.konkha yang

mengalami

hipertrofi(terlihat seperti

suatu masa,peka terhadap

manipulasi)

B.Sekret yang

purulen yang keluar dari

meatus menunjukan

sinusitis.

Polip hidung Tidak ada Lazim ditemukan

pada pasien atopik,terlihat

seperti suatu massa seperti

anggur,merah muda

pucat,dan relatif

mobil.Keganasan terlihat

berwarna putih keabu-

abuan,rapuh dan relatif

tidak sensitif.

g

Gambaran rhinoskopi pada rhinitis kronis dengen sekret kental berwarna putih

mukosa hiperemis,konka yang mengalami hipertrofi.

26

Page 27: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

Gambaran orofaring

Gambar : Pembesaran Tonsil

Besar tonsil diperiksa sebagaiberikut:

T0 = tonsil berada di dalam fossa tonsil atau telah diangkat

T1= bila besarnya 1/4 jarak arkus anterior dan uvula

T2= bila besarnya 2/4 jarak arkus anterior dan uvula

T3 = bila besarnya 3/4 jarak arkus anterior dan uvula

T4 = bila besarnya mencapai arkus anterior atau lebih

Gambar : Detritus berbentuk folikel

Detritus ini merupakan kumpulan

leukosit, bakteri yang mati dan epitel

yang terlepas. Secara klinis detritus

ini mengisi kripte tonsil dan tampak

sebagai bercak kekuningan.

Gambar : Kripta tonsil melebar.

Tonsil terdiri dari banyak jaringan limfoid

yang disebut folikel. Setiap folikel memiliki

kanal (saluran) yang ujungnya bermuara pada

permukaan tonsil. Muara tersebut tampak oleh

kita berupa lubang yang disebut kripta. Kripta

melebar akibat terkikisnya epitel mukosa dan

jaringan limfoid

27

Page 28: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

Gambar : Dinding faring hiperemis Gambar : Post nasal drip

Drainase mukosa yang berlebihanatau secret

mukoporulentdaribagianbelakanghidungdalam

faring

E. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan laboratorium?

Pemeriksaan Kasus Normal Keterangan

Hb 12,5g% 12g%-14g% Normal

WBC 12.000ɥL 5000-14.000ɥL Normal

Trombosis 250.000/mm3 150.000-400.000/mm3 Normal

F. Adakah pemeriksaan penunjang lainnya yang bisa dilakukan pada kasus ini?

- Baku emas penegakan diagnosis rhinotonsilofaringitis bakteri atau virus adalah

melalui pemeriksaan kultur dari apusan tenggorok. Apusan tenggorok yang adekuat

pada area tonsil diperlukan untuk menegakkan adanya bakteri ataupun virus. Untuk

memaksimalkan akurasi maka diambil apusan dari dinding faring posterior dan regio

tonsil, lalu diinokulasi pada media segar darah dan piringan basitrasin, kemudian

ditunggu 24 jam

- Tes monospot (antibodi heterophile) perlu dilakukan pada pasien dengan tonsilitis dan

bilateral cervical lymphadenophaty

- Plain radiographs, pandangan jaringan lunak lateral dari nasopharynx dan oropharynx

dapat membantu dokter dalam menyingkirkan diagnosis abses retropharyngeal

- CT Scan, untuk mengetahui adanya kumpulan cairan hypodense di apex tonsil yang

terinfeksi.

5. A. Bagaimana cara menegakkan diagnosis kasus ini?

a. Anamnesis28

Page 29: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

Penderita sering datang dengan keluhan rasa sakit pada tenggorok yang terus

menerus, sakit waktu menelan, nafas bau busuk, malaise, sakit pada sendi, kadang-

kadang ada demam dan nyeri pada leher, Pada anak, tonsil yang hipertrofi dapat

terjadi obstruksi saluran nafas atas yang dapat menyebabkan hipoventilasi alveoli

yang selanjutnya dapat terjadi hiperkapnia dan dapat menyebabkan kor polmunale.

Obstruksi yang berat menyebabkan apnea waktu tidur, gejala yang paling umum

adalah mendengkur yang dapat diketahui dalam anamnesis (nurjanna, 2011).

Gejala tonsillitis kronis menurut Mawson (1977), dibagi menjadi :

1.) gejala local, yang bervariasi dari rasa tidak enak di tenggorok, sakit tenggorok,

sulit sampai sakit menelan

2.) gejala sistemik, rasa tidak enakbadan atau malaise, nyeri kepala, demam

subfebris, nyeri otot dan persendian

3.) gejala klinis tonsil dengan debris di kriptenya (tonsillitis folikularis kronis),

udema atau hipertrofi tonsil (tonsillitis parenkimatosa kronis), tonsil fibrotic dan

kecil (tonsillitis fibrotic kronis), plika tonsilaris anterior hiperemis dan

pembengkakan kelenjar limfe regional (Kurien, 2003).

b. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata,

kriptus membesar, dan kriptus berisi detritus. Gambaran klinis yang lain yang

sering adalah ketika tonsil yang kecil, biasanya

29

Page 30: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

gambar 1.ukuran tonsil (Kurien 2003 )

Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan Gambar 1.

Ukuran onsil (Nurjanna, 2011) mengukur jarak antara kedua pilar anterior

dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi

pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi :

a. TO : tonsil masuk di dalam fossa atau sudah diangkat

b. T1 : <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

c. T2 : 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

d. T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

e. T4 : > 75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

Tabel 1. Perbedaan tonsilitis (Nurjanna, 2011)

c. Pemeriksaan penunjang

- Mikrobiologi

Penatalaksanaan dengan anti mikroba sering gagal untuk mengeradikasi kuman

patogen dan mencegah kekambuhan infeksi pada tonsil. Kegagalan mengeradikasi

organisme patogen disebabkan ketidaksesuaian pemberian antiabiotika atau

penetrasi antibiotika yang inadekuat (Hammouda et al, 2009). Gold Standard

pemeriksaan tonsil adalah kultur dari dalam tonsil. Berdasarkan penelitian Kurien

di India terhadap 40 penderita tonsilitis kronis yang dilakukan tonsilektomi,

didapatkan kesimpulan bahwa kultur yang dilakukan dengan swab permukaan 30

Page 31: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

tonsil untuk menentukan diagnosis yang akurat terhadap flora bakteri tonsilitis

kronis tidak dapat dipercaya dan juga valid. Kuman terbanyak yang ditemukan

yaitu Strptococcus β hemolyticus diikuti staphylococcus aureus (Kurien, 2000)

- Histopatologi

Penelitian yang dilakukan Ugras dan Kutluhan tahun 2008 di Turkey terhadap 480

spesimen tonsil, menunjukkan bahwa diagnosis tonsilitis kronis dapat ditegakkan

berdasarkan pemeriksaan histopatologi dengan 3 kriteria histopatologi yaitu

ditemukan ringan-sedang infiltrasi limfosit, adanya Ugra’s abses dan infiltrasi

limfosit yang difus. Kombinasi ketiga hal tersebut ditambah temuan histopatologi

lainnya dapat dengan jelas menegakkan diagnosa tonsilitis kronis (Ugra, 2008).

Pada kasus :

a. Anamnesis

1. Keluhan utama

Panji, 6 tahun, diantar ibunya ke klinik THT RSMH dengan keluhan sakit

tenggorok dan demam sejak satu hari yang lalu.

2. Riwayat perjalanan penyakit

Sejak tiga hari yang lalu Panji sudah menderita batuk pilek. Keluhan nyeri dan

keluar cairan dari telinga disangkal oleh ibu penderita. Keluhan serupa dialami

Panji tiga bulan yang lalu, sembuh setelah berobat di puskesmas.

b. Pemeriksaan fisik

Tekanan darah normal, denyut nadi normal, frekuensi pernapasan normal, suhu

37,8 C

Pemeriksaan status lokalis:

Otoskopi dalambatas normal

Rhinoskopi anterior hidung kanan dan kiri:

Mukosa hiperemis

Konka inferior edema +/++ hiperemis +/+

Secret kental berwarna putih

31

Page 32: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

Orofaring :

Tonsil T3-T3, detritus (+), kripta melebar

Dinding faring hiperemis (+), granula (+)

c. Pemeriksaan penunjang

- Hb : 12,5 g%

- WBC : 12.000/µL

- Trombosis : 250.000/µL

- Dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa kultur dan uji resistensi

kuman dari sediaan apusan tonsil untuk mengetahui bakteri penyebab.

B.Apa diagnosis banding pada kasus ini?

Kasus Tonsilopharingitis Tonsillitis diteri Rhinotonsilopharingitis

Disfagia + + +

Odinofagia + + +

Batuk + - +

Pilek - - +

Demam + subfebris +

Pem.kelenjar + + +

Pharynx

hiperemis

+ - +

Detritus (+) + + +

Tonsil T3/T3 + + +

Konka Edema - - +

AKUT KRONIS EKSASERBASI AKUT KRONIS

Tonsil hiperemis + + -

Tonsil edema + + +/-

Kriptus melebar + + +

Destruitus + + +

Perlengketan - + +

32

Page 33: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

C. Apa diagnosis kerja kasus ini?

Rhinotonsilofaringitis kronik eksaserbasi akut

D. Bagaimana manifestasi klinis kasus ini?

a. Nyeri tenggorok

b. Nyeri telan

c. Sulit menelan

d. Demam

e. Mual

f. Anoreksia

g. Kelenjar limfa leher membengkak

h. Faring hiperemis

i. Edema faring

j. Pembesaran tonsil

k. Tonsil hyperemia

l. Mulut berbau

m. Otalgia ( sakit di telinga )

n. Malaise

Gejala :

Tanda :

33

Page 34: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

E. Bagaimana komplikasi kasus ini?

Komplikasi tonsillitis akut dan kronik menurut Mansjoer, (2000), yaitu:

a. Abses pertonsil

Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole,vabses ini

terjadi beberapa hari setelah infeksi akut dan biasanya disebabkan oleh

streptococcus group A.

b. Otitis media akut

Infeksis dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius (eustachi) dan

dapat mengakibatkan otitis media yang dapat mengakibatkan otitis media yang

dapat mengarah pada rupture spontan gendang telinga.

c. Mastoiditis akut

Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebar infeksi ke dalam sel-sel

mastoid.

Komplikasi faringitis:

- Demam scarlet, yang ditandai dengan demam dan bintik kemerahan

- Demam reumatik, yang dapat menyebabkan inflamasi sendi atau kerusakan pada

katup jantung.

- Gromerulonefritis, komplikasi berupa gromerulonefritis akut merupakan respon

inflamasi terhadap protein M spesifik. Kompleks antigen antibodi yang terbentuk

berakumulasi pada gromerulus ginjal yang akhirnya menyebabkan

gromerulonefritis ini.

34

Page 35: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

- Abses peritonsilar yang biasanya disertai dengan nyeri faringeal, disfagia, demam,

dan dehidrasi.

- Shock

Komplikasi rhinitis:

1. Otitis media akut

2. Sinusitis paranasalis

3. Infeksi traktus respiratorius bagian bawah seperti laring, tracho bronchitis,

pneumonia

4. Akibat tidak langsung pada penyakit-penyakti lain yaitu jangung dan asma

bronchial

F. Apa prognosis kasus ini?

Dubia ad bonam

G. Apa KDU kasus ini?

3B

6. A. Bagaimana tatalaksana kasus ini?

Usaha untuk membedakan tonsilofaringitis bakteri atau virus bertujuan agar

pemberian antibiotik sesuai indikasi. Tonsilofaringitis streptokokus grup A merupakan satu-

satunya tonsilofaringitis yang memiliki indikasi kuat dan aturan khusus dalam penggunaan

antibiotik.

Penggunaan antibiotik tidak diperlukan pada tonsilofaringitis virus karena tidak akan

mempercepat waktu penyembuhan atau mengurangi derajat keparahan. Istirahat cukup dan

pemberian cairan intravena yang sesuai terpi suportif yang dapat diberikan. Selain tiu,

pemberian obat kumur dan obat hisap, pada anak yang cukup besar dapat meringankan

keluhan nyeri tenggorok. Apabilaterdapat nyeri atau demam, dapat diberikan paracetamol

atau ibuprofen. Pemberian aspirin tidak dianjurkan, terutama pada infeksi Influenza, karena

insiden sidrom Reye kerap terjadi.

Pemberian antibiotik pada faringitis harus berdasar pada gejal klinis dannhasil kultur

positif pada pemeriksaan usapan tenggorok. Antibiotik pilihan pada terapi tonsilofaringitis

35

Page 36: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

akut Streptokokus grup A adalah Penisilin V oral 15-30 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis selam

10 hari atau benzatin penisilin G IM dengan dosis 600.000 IU (BB<30kg) dan 1.200.000 IU

(BB>30kg). Amoksisilin dapat digunakan sebagai pengganti penisilin pada anak yang lebih

kecil, karena selain efeknya sama, amoksisilin juga memiliki rasa yang lebih enak.

Amoksisilin dengan dosis 50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis selama 6 hari, efektivitasnya

sama dengan penisilin V oral selama 10 hari. Untuk anak alergi dapat diberikan eritromisin

etil suksinat 40 mg/kgBB/hari, eritromisin estolat 20-40 mg/kgBB/hari, dengan pemberian 2-4

kali per hari selama 10 hari.

Pembedahan elektif adenoid dan tonsil telah digunakan secara luas untuk mengurangi

frekuensi tonsilitis rekuran. Dasar tindakan ini masih belum jelas. Pengobatan dengan

adenoidektomi dan tonsilektomi telah menurun dalam 2 tahun terakhir. Ukuran tonsil dan

adenoid bukanlan indikator yang tepat. Tonsilektomi biasanya dilakukkan pada

tonsilofaringits berulang atau kronis.

Terapi untuk kasus ini antara lain berupa medikamentosa dan KIE:

Medikamentosa :

- Antibiotik : Amoxicilin tab 3 x 250 mg

- Analgetik dan anti-inflamasi : Asam mefenamat 3 x 1

- Obat kumur

- Vitamin : untuk menjaga daya tahan tubuh

KIE :

a. Kumur dengan air garam hangat

b. Banyak minum air putih sejuk

c. Selalu jaga higiene mulut

d. Perbanyak istirahat

e. Banyak makan makanan yang bergizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh

f. KIE pasien untuk dilakukan Tonsilektomi

Tonsilektomi merupakan terapi pembedahan berupa tindakan pengangkatan

jaringan tonsil (tonsila palatina) yang merupakan salah satu organ imun dari fossa

36

Page 37: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

tonsilaris, dimana tonsil merupakan massa jaringan berbentuk bulat kecil, terutama

jaringan limfoid.

Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronik, gejala

sumbatan, serta kecenderungan neoplasma. Indikasi tonsilektomi menurut American

Academy of Otolaryngology – Head and Neck Surgery Clinical Indicators Compendium

tahun 1995 menetapkan : Indikasi tonsilektomi menurut The American Academy of

Otolaryngology,Head and Neck Surgery:

a) Indikasi absolut:

i) Pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan jalan nafas atas, disfagia

menetap, gangguan tidur atau komplokasi kardiopulmunar.

ii) Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan

gangguan pertumbuhan orofacial

iii) Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak

hilang dengan pengobatan. Otitis media efusi atau otitis media supuratif.

iv) Tonsilitis yang menimbulkan febris dan konvulsi

v) Biopsi untuk menentukan jaringan yang patologis (dicurigai keganasan)

b) Indikasi relatif :

i) Penderita dengan infeksi tonsil yang kambuh 3 kali atau lebih dalam setahun

meskipun dengan terapi yang adekuat

ii) Bau mulut atau bau nafas yang menetap yang menandakan tonsilitis kronis

tidak responsif terhadap terapi media

iii) Tonsilitis kronis atau rekuren yang disebabkan kuman streptococus yang

resisten terhadap antibiotik betalaktamase

iv) Pembesaran tonsil unilateral yang diperkirakan neoplasma

37

Page 38: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

c) Kontra indikasi :

i) Diskrasia darah kecuali di bawah pengawasan ahli hematologi

ii) Usia di bawah 2 tahun bila tim anestesi dan ahli bedah fasilitasnya tidak

mempunyai pengalaman khusus terhadap bayi

iii) Infeksi saluran nafas atas yang berulang

iv) Perdarahan atau penderita dengan penyakit sistemik yang tidak terkontrol.

v) Celah pada palatum

B. Bagaimana pencegahan kasus ini? (ARASY, GANDA)

Primer:

a. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan

b. Cuci tangan sebelum dan sesudah makan

c. Cuci tangan setelah melakukan kontak dengan penderita

d. Pemberian imunisasi influensza

e. Meningkatkan imunitas tubuh dengan konsumsi makanan bergizi

f. Mengkonsumsi vitamin

g. Hindari merokok dan menghirup zat-zar iritan lainnya

h. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA

Sekunder:

a. Pengobatan yang adekuat

b. Meningkatkan imunitas

c. Istirahat yang cukup

d. Menghindari infeksi berulang

e. Menghindari factor resiko yang menyebabkan komplikasi

IV. HIPOTESIS

Panji menderita rhinotonsilofaringitis kronis eksaserbasi akut

38

Page 39: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

Panji , 6 th Terinfeksi mikroorganisme patofgen

Sistem imun menurunRiwayat infeksi 3 bulan yg lalu

Menempel di mukosa hidung

Difagosit APC (sel mast)

histamin

Sekresi mukus >>

pilek

Permeabilitas kapiler ↑

Darah menumpuk

Konka hiperemis

rhinitis

Masuk ke sal. napas

Merangsang reseptor batuk

batuk

Masuk ke faring

Epitel terkikis

Reaksi: jar.limfoid superficial sekresi leukosit PMN

Reaksi sitokin demam

eksudat

Menempel ke mukosa faring

Hiperemis /edem

faringitis

Lewat sal.limfe masuk ke tonsil

tonsilitisRadag terus menerus

Proses penyembuhan jar. Limfoid diganti dengan jar. parut

mengkerut

Kripta melebar

Menembus kapsul tonsil

Tonsilofaringitis kronik eksaserbasi akut

Merangsang serabut-serabut nyeri

Sakit tenggorokan

V. KERANGKA KONSEP

39

Page 40: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

VI. SINTESIS

A.ANATOMI THT

1) Anatomi Telinga

a. Telinga Luar

Telinga luar, yang terdiri dari aurikula (atau pinna) dan kanalis auditorius eksternus,

dipisahkan dari telinga tengan oleh struktur seperti cakram yang dinamakan membrana

timpani (gendang telinga).Telinga terletak pada kedua sisi kepala kurang lebih setinggi

mata.Aurikulus melekat ke sisi kepala oleh kulit dan tersusun terutama oleh kartilago, kecuali

lemak dan jaringan bawah kulit pada lobus telinga.Aurikulus membantu pengumpulan

gelombang suara dan perjalanannya sepanjang kanalis auditorius eksternus. Tepat di depan

meatus auditorius eksternus adalah sendi temporal mandibular. Kaput mandibula dapat

dirasakan dengan meletakkan ujung jari di meatus auditorius eksternus ketika membuka dan

menutup mulut. Kanalis auditorius eksternus panjangnya sekitar 2,5 sentimeter. Sepertiga

lateral mempunyai kerangka kartilago dan fibrosa padat di mana kulit terlekat. Dua pertiga

medial tersusun atas tulang yang dilapisi kulit tipis.Kanalis auditorius eksternus berakhir pada

membrana timpani.Kulit dalam kanal mengandung kelenjar khusus, glandula seruminosa,

yang mensekresi substansi seperti lilin yang disebut serumen.Mekanisme pembersihan diri

telinga mendorong sel kulit tua dan serumen ke bagian luar tetinga.Serumen nampaknya

mempunyai sifat antibakteri dan memberikan perlindungan bagi kulit.

b. Telinga Tengah

Telinga tengah tersusun atas membran timpani (gendang telinga) di sebelah lateral dan

kapsul otik di sebelah medial celah telinga tengah terletak di antara kedua Membrana timpani

terletak pada akhiran kanalis aurius eksternus dan menandai batas lateral telinga, Membran ini

sekitar 1 cm dan selaput tipis normalnya berwarna kelabu mutiara dan translulen.Telinga

40

Page 41: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

tengah merupakan rongga berisi udara merupakan rumah bagi osikuli (tulang telinga tengah)

dihubungkan dengan tuba eustachii ke nasofaring berhubungan dengan beberapa sel berisi

udara di bagian mastoid tulang temporal.

Telinga tengah mengandung tulang terkecil (osikuli) yaitu malleus, inkus

stapes.Osikuli dipertahankan pada tempatnya oleh sendian, otot, dan ligamen, yang membantu

hantaran suara.Ada dua jendela kecil (jendela oval dan dinding medial telinga tengah, yang

memisahkan telinga tengah dengan telinga dalam.Bagian dataran kaki menjejak pada jendela

oval, di mana suara dihantar telinga tengah.Jendela bulat memberikan jalan ke getaran

suara.Jendela bulat ditutupi oleh membrana sangat tipis, dan dataran kaki stapes ditahan oleh

yang agak tipis, atau struktur berbentuk cincin.anulus jendela bulat maupun jendela oval

mudah mengalami robekan. Bila ini terjadi, cairan dari dalam dapat mengalami kebocoran ke

telinga tengah kondisi ini dinamakan fistula perilimfe.

Tuba eustachii yang lebarnya sekitar 1mm panjangnya sekitar 35 mm, menghubngkan

telingah ke nasofaring.Normalnya, tuba eustachii tertutup, namun dapat terbuka akibat

kontraksi otot palatum ketika melakukan manuver Valsalva atau menguap atau menelan.Tuba

berfungsi sebagai drainase untuk sekresi dan menyeimbangkan tekanan dalam telinga tengah

dengan tekanan atmosfer.

c. Telinga Dalam

Telinga dalam tertanam jauh di dalam bagian tulang temporal.Organ untuk

pendengaran (koklea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis), begitu juga kranial VII

(nervus fasialis) dan VIII (nervus koklea vestibularis) semuanya merupakan bagian dari

komplek anatomi.Koklea dan kanalis semisirkularis bersama menyusun tulang labirint. Ketiga

kanalis semisi posterior, superior dan lateral erletak membentuk sudut 90 derajat satu sama

lain dan mengandung organ yang berhubungan dengan keseimbangan. Organ ahir reseptor ini

distimulasi oleh perubahan kecepatan dan arah gerakan seseorang.

Koklea berbentuk seperti rumah siput dengan panjang sekitar 3,5 cm dengan dua

setengah lingkaran spiral dan mengandung organ akhir untuk pendengaran, dinamakan organ

Corti. Di dalam lulang labirin, namun tidak sem-purna mengisinya,Labirin membranosa

terendam dalam cairan yang dinamakan perilimfe, yang berhubungan langsung dengan cairan

serebrospinal dalam otak melalui aquaduktus koklearis. Labirin membranosa tersusun atas

utrikulus, akulus, dan kanalis semisirkularis, duktus koklearis, dan organan Corti.Labirin

membranosa memegang cairan yang dina¬makan endolimfe.Terdapat keseimbangan yang

sangat tepat antara perilimfe dan endolimfe dalam telinga dalam; banyak kelainan telinga

dalam terjadi bila keseimbangan ini terganggu. Percepatan angular menyebabkan gerakan

41

Page 42: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

dalam cairan telinga dalam di dalam kanalis dan merang-sang sel-sel rambut labirin

membranosa. Akibatnya terja¬di aktivitas elektris yang berjalan sepanjang cabang vesti-bular

nervus kranialis VIII ke otak.Perubahan posisi kepala dan percepatan linear merangsang sel-

sel rambut utrikulus. Ini juga mengakibatkan aktivitas elektris yang akan dihantarkan ke otak

oleh nervus kranialis VIII. Di dalam kanalis auditorius internus, nervus koklearis (akus-dk),

yang muncul dari koklea, bergabung dengan nervus vestibularis, yang muncul dari kanalis

semisirkularis, utrikulus, dan sakulus, menjadi nervus koklearis (nervus kranialis VIII).Yang

bergabung dengan nervus ini di dalam kanalis auditorius internus adalah nervus fasialis

(nervus kranialis VII). Kanalis auditorius internus mem-bawa nervus tersebut dan asupan

darah ke batang otak

2) Anatomi Hidung

Hidung atau naso adalah saluran pernafasan yang pertama. Ketika proses pernafasan

berlangsung, udara yang diinspirasi melalui rongga hidung akan menjalani tiga proses

yaitu penyaringan (filtrasi), penghangatan, dan pelembaban. Hidung terdiri atas

bagian- bagian sebagai berikut:

- Bagian luar dinding terdiri dari kulit.

- Lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan.

- Lapisan dalam terdiri dari selaput lender yang berlipat-lipat yang dinamakan

karang hidung ( konka nasalis ), yang berjumlah 3 buah yaitu: konka nasalis

inferior, konka nasalis media, dan konka nasalis superior.

Diantara konka nasalis terdapat 3 buah lekukan meatus, yaitu: meatus superior,

meatus inferior dan meatus media. Meatus-meatus ini yang dilewati oleh udara

42

Page 43: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

pernafasan , sebelah dalam terdapat lubang yang berhubungan dengan tekak yang

disebut koana.

Dasar rongga hidung dibentuk oleh rahang atas ke atas rongga hidung berhubungan

dengan rongga yang disebut sinus paranasalis yaitu sinus maksilaris pada rahang atas,

sinus frontalis pada tulang dahi, sinus sfenoidalis pada rongga tulang baji, dan sinus

etmoidalis pada rongga tulang tapis.

Pada sinus etmoidalis keluar ujung-ujung saraf penciuman yang menuju ke konka

nasalis . Pada konka nasalis terdapat sel-sel penciuman , sel tersebut terutama terdapat

pada di bagian atas. Pada hidung di bagian mukosa terdapat serabut saraf atau reseptor

dari saraf penciuman ( nervus olfaktorius ).

Di sebelah konka bagian kiri kanan dan sebelah atas dari langit-langit terdapat satu

lubang pembuluh yang menghubungkan rongga tekak dengan rongga pendengaran

tengah . Saluran ini disebut tuba auditiva eustachi yang menghubungkan telinga

tengah dengan faring dan laring. Hidung juga berhubungan dengan saluran air mata

atau tuba lakrimalis.

Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak mengandung

vaskular yang disebut mukosa hidung. Lendir di sekresi secara terus-menerus oleh sel-

sel goblet yang melapisi permukaan mukosa hidung dan bergerak ke belakang ke

nasofaring oleh gerakan silia.

3) Anatomi Tenggorokan

43

Page 44: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

Saluran udara dan bertindak sebagai pembentuk suara. Pada bagian pangkal ditutup

oleh sebuanh empang tenggorok yang disebut epiglottis, yang terdiri dari tulang-

tulanng rawan yang berfungsi ketika menelan makanan dengan menutup laring.

Terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit, glandula tyroidea,

dan beberapa otot kecila, dan didepan laringofaring dan bagian atas esopagus.

Cartilago / tulang rawan pada laring ada 5 buah, terdiri dari sebagai berikut:

- Cartilago thyroidea 1 buah di depan jakun ( Adam’s apple) dan sangat jelas

terlihat pada pria. Berbentuk V, dengan V menonjol kedepan leher sebagai jakun.

Ujung batas posterior diatas adalah cornu superior, penonjolan tempat melekatnya

ligamen thyrohyoideum, dan dibawah adalah cornu yang lebih kecil tempat

beratikulasi dengan bagian luar cartilago cricoidea.

- Cartilago epiglottis 1 buah. Cartilago yang berbentuk daun dan menonjol keatas

dibelakang dasar lidah. Epiglottis ini melekat pada bagian belakang V cartilago

thyroideum. Plica aryepiglottica, berjalan kebelakang dari bagian samping

epiglottis menuju cartilago arytenoidea, membentuk batas jalan masuk laring.

- Cartilago cricoidea 1 buah yang berbentuk cincin. Cartilago berbentuk cincin

signet dengan bagian yang besar dibelakang. Terletak dibawah cartilago tyroidea,

dihubungkan dengan cartilago tersebut oleh membrane cricotyroidea. Cornu

inferior cartilago thyroidea berartikulasi dengan cartilago tyroidea pada setiap sisi.

Membrana cricottracheale menghubungkan batas bawahnya dengan cincin trachea

I.

- Cartilago arytenoidea 2 buah yang berbentuk beker. Dua cartilago kecil berbentuk

piramid yang terletak pada basis cartilago cricoidea. Plica vokalis pada tiap sisi

melekat dibagian posterio sudut piramid yang menonjol kedepan

4) Anatomi Tonsil

Tonsil merupakan suatu akumulasi dari limfonoduli permanen yang letaknya dibawah

epitel yang telah terorganisir sebagai suatu organ.Pada tonsil terdapat epitelpermukaan yang

ditunjang oleh jaringan ikat retikuler dan kapsel jaringan ikat serta kriptus didalamnya.Tonsil

berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai10-30 kriptus yang

meluas kedalam jaringan tonsil.Tonsil tidak mengisi seluruh fosatonsilaris, daerah yang

kosong di atasnya dikenal sebagai fossa supratonsilaris.Bagian luartonsil terikat longgar pada

muskulus konstriktor faring superior, sehingga tertekan setiap kalimakan. Walaupun tonsil

terletak di orofaring karena perkembangan yang berlebih tonsildapat meluas ke arah

44

Page 45: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

nasofaring sehingga dapat menimbulkan insufisiensi velofaring atau obstruksi hidung walau

jarang ditemukan

Arah perkembangan tonsil tersering adalah ke arah hipofaring, sehingga

seringmenyebabkan terjaganya anak saat tidur karena gangguan pada jalan nafas.

Secaramikroskopik mengandung 3 unsur utama yaitu:

1. Jaringan ikat/trabekula sebagai rangka penunjang pembuluh darah, saraf dan limfa.

2. Folikel germinativum dan sebagai pusat pembentukan sel limfoid muda.

3. Jaringan interfolikuler yang terdiri dari jaringan limfoid dalam berbagai stadium.

Berdasarkan lokasinya, tonsil dibagi menjadi sebagai berikut :

- Tonsilla lingualis, terletak pada radix linguae.

- Tonsilla palatina (tonsil), terletak pada isthmus faucium antara arcus

glossopalatinusdan arcus glossopharingicus.

- Tonsilla pharingica (adenoid), terletak pada dinding dorsal dari nasofaring.

- Tonsilla tubaria, terletak pada bagian lateral nasofaring di sekitar ostium

tubaauditiva.

- Plaques dari peyer (tonsil perut), terletak pada ileum.

Tonsilla lingualis, tonsilla palatina, tonsilla faringeal dan tonsilla tubaria

membentuk cincin jaringan limfe pada pintu masuk saluran nafas dan saluran pencernaan.

Cincin inidikenal dengan nama cincin Waldeyer. Kumpulan jaringan ini melindungi anak

terhadapinfeksi melalui udara dan makanan. Jaringan limfe pada cincin Waldeyer menjadi

hipertrofifisiologis pada masa kanak-kanak, adenoid pada umur 3 tahun dan tonsil pada usia 5

tahun, dan kemudian menjadi atrofi pada masa pubertas. Tonsil palatina dan adenoid

(tonsilfaringeal) merupakan bagian terpenting dari cincin waldeyer.

Gambar 1. Cincin Waldeyer

45

Page 46: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

Jaringan limfoid lainnya yaitu tonsil lingual, pita lateral faring dan kelenjar-kelenjar

limfoid. Kelenjar ini tersebar dalam fossa Rossenmuler, dibawah mukosa dinding faring

posterior faring dan dekat orificium tuba eustachius (tonsil Gerlach’s).

Tonsila Palatina

Tonsilla palatina adalah dua massa jaringan limfoid berbentuk ovoid yang

terletak pada dinding lateral orofaring dalam fossa tonsillaris. Tiap tonsilla ditutupi membran

mukosa dan permukaan medialnya yang bebas menonjol kedalam faring.Permukaannya

tampak berlubang-lubang kecil yang berjalan ke dalam “Cryptae Tonsillares” yang berjumlah

6-20kripta. Pada bagian atas permukaan medial tonsilla terdapat sebuah celah intratonsil

dalam.Permukaan lateral tonsilla ditutupi selapis jaringan fibrosa yang disebut Capsula

tonsillapalatina, terletak berdekatan dengan tonsilla lingualis.

Adapun struktur yang terdapat disekitar tonsilla palatina adalah:

1. Anterior : arcus palatoglossus

2. Posterior : arcus palatopharyngeus

3. Superior : palatum mole

4. Inferior : 1/3 posterior lidah

5. Medial : ruang orofaring

6. Lateral : kapsul dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis superior

Gambar 2. Anatomi normal Tonsil Palatina

Infeksi dapat menuju ke semua bagian tubuh melalui perjalanan aliran getah

bening.Aliran limfa dari daerah tonsil akan mengalir ke rangkaian getah bening servikal

profundaatau disebut juga deep jugular node. Aliran getah bening selanjutnya menuju ke

kelenjartoraks dan pada akhirnya ke duktus torasikus

46

Page 47: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

 

Vaskularisasi dan Aliran Getah Bening

Tonsil mendapat vaskularisasi dari cabang-cabang a. karotis eksterna yaitu:

a.maksilaris eksterna (a. fasialis) yang mempunyai cabang a. tonsilaris dan a. palatina

asenden,a. maksilaris interna dengan cabangnya yaitu a.palatina desenden, a. lingualis

dengancabangnya yaitu a. lingualis dorsal dan a. faringeal asenden. a. tonsilaris berjalan ke

atas dibagian luar m. konstriktor superior dan memberikan cabang untuk tonsil dan palatum

mole.Arteri palatina asenden, mengirim cabang-cabangnya melalui m. konstriktor

posterior menujutonsil. Arteri faringeal asenden juga memberikan cabangnya ke tonsil

melalui bagian luar m.konstriktor superior.Arteri lingualis dorsal naik ke pangkal lidah

dan mengirim cabangnya ketonsil, plika anterior dan plika posterior.Arteri palatina desenden

atau a. palatina posterioratau lesser palatina artery member vaskularisasi tonsil dan palatum

mole dari atas danmembentuk anastomosis dengan a. palatina asenden.vena-vena dari tonsil

membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring.

 

Gambar 3. Vaskularisasi Tonsil

Tonsil tidak mempunyai sistem limfatik aferen. Aliran limfe dari parenkim

tonsilditampung pada ujung pembuluh limfe eferen yang terletak pada trabekula, yang

kemudianmembentuk pleksus pada permukaan luar tonsil dan berjalan menembus m.

KonstriktorFaringeus Superior, selanjutnya menembus fascia bucofaringeus dan akhirnya

menujukelenjar servikalis profunda yang terletak sepanjang pembuluh darah besar leher,

47

Page 48: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

di belakangdan di bawah arkus mandibula. Kemudian aliran limfe dilanjutkan ke nodulus

limfatikusdaerah dada untuk selanjutnya bermuara ke dalam duktus torasikus

.

Gambar 4. Aliran Limfe Tonsil

48

Page 49: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

B.HISTOLOGI THT

HISTOLOGI TELINGA

Telinga Luar

1. Auricula

Dibungkus oleh perikondrium yang mengandung serat elastin.

Terdiri dari tulang rawan elastin.

2. Meatus akustikus eksternus

Sepertiga bagian luar berupa tulang rawan, dua pertiga bagian dalam bagian dari

tulang temporal.

Kulitnya dilapisi oleh perikondrium dan perioestium.

Sepertiga luar dilapisi oleh rambut kasar.

Meatus akustikus eksternus mengandung kelenjar sebasea dan kelenjar seruminosa

yang menyekresikan serumen.

Lumen kelenjar besar dan epitelnya selapis gepeng.

Telinga Tengah

1. Kavum Timpani

Dilapisi sel gepeng di dekat muara tuba eustachius dan sel kuboid silia di tepian.

2. Tulang pendengaran: dihubungkan oleh sendi diartrosis dan disokong oleh ligamen halus

3. Membran Timpani

Semi transparan, lonjong dan seperti kerucut.

Terdiri dari dua lapisan berupa serat kolagen dan fibroblas serta jalinan tipis serat

elastin (bagian luar radial dan bagian dalam melingkar).

Bagian luar membran timpani dilapisi kulit tipis tanpa rambut/ kelenjar, di odalamnya

dilapisi mukosa dengan sel epitel gepeng, lamina propria tipis dan sedikit serat

kolagen dan kapiler.

49

Page 50: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

4. Tuba eustachius

Sepertiga pertama disokong oleh tulang, di medial dilapisi oleh tulang rawan dan di

lateral dilapisi oleh jaringan ikat fibrosa.

Hampir seluruh tuba dilapisi oleh tulang rawan elastin, tetapi di dekat ujung faring

dilapisi tulang rawan hialin.

Bagian tulang tuba relatif tipis, terdiri dari epitel kolumnar rendah bersilia, lamina

propria tipis.

Bagian tulang rawan, terdiri dari sel kolumnar tinggi, bersilia dan di lamina propria

banyak limfosit.

Telinga Dalam

1. Labirin oseosa

2. Labirin membranosa:

a. Utrikulus

Lapisan luar: lapisan fibrosa

Lapisan tengah: jaringan ikat vascular halus

Lapisan dalam: sel gepeng dan kuboid rendah

b. Sakulus

Makula sakuli – duktus sakulus dan utrikulus menyatu menjadi duktus endolimfatikus:

dilapisi oleh epitel kuboid sampai gepeng, dekat ujung ada kolumnar tingga berupa sel

gelap dan sel terang.

c. Duktus semisirkularis (anterior, posterior dan lateral), berisi cairan endolimfe.

Pada duktus semisirkularis mengalami pelebaran yang disebut ampula dan berisi krista

ampula. Krista ampula mengandung epitel sensoris, terbagi dua: sel rambut dan sel

penyokong.

3. Koklea

Skala vestibuli: dinding dilapisi jaringan ikat tipis dengan epitel selapis gepeng.

Skala media: dibentuk oleh stria vascularis dengan epitel bertingkat dan mengandung

anyaman kapiler intraepitelial yang terbentuk dari pembuluh-pembuluh darah yang

mendarahi jaringan ikat di ligamentum spirale.

Skala timpani: dilapisi jaringan ikat tipis dengan epitel selapis gepeng.

50

Page 51: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

HISTOLOGI HIDUNG

Strukur histologi hidung, terdiri atas:

Jika dilihat pada mikroskop, rongga hidung terdiri dari:

- tulang

- tulang rawan hialin

- otot bercorak

- jaringan ikat

Kulit luar hidung, secara mikroskopik nampak:

- Mempunyai lapisan sel yaitu epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk.

- Terdiri atas rambut-rambut halus.

- Mengandung kelenjar sebasea dan kelenjar keringat.

Vestibulum nasi. Secara anatomi, vestibulum nasi merupakan bagian dari cavum nasi yang

terletak tepat di belakang nares anterior. Secara histologi, vestibulum nasi terdiri atas:

- Epitel berlapis gepeng.

- Terdapat vibrissae, yaitu rambut-rambut kasar yang berfungsi menyaring udara

pernafasan.

- Terdapat kelenjar sebasea dan kelenjar keringat.

Konka nasalis. Secara anatomi pada dinding lateral cavum nasi terdapat tiga tonjolan tulang

disebut konka.

51

Page 52: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

- Konka nasalis superior tersusun atas epitel khusus yaitu epitel olfaktorius untuk

penciuman.

- Konka nasalis media dan konka nasalis inferior dilapisi epitel bertingkat torak bersilia

bersel goblet.

- Epitel yang melapisi konka nasalis inferior banyak terdapat plexus venosus yang

disebut swell bodies yang berperan untuk menghangatkan udara yang melalui hidung.

Bila alergi akan terjadi pembengkakan swell bodies yang abrnormal pada kedua konka

nasalis, sehingga aliran udara yang masuk sangat terganggu.

Mukosa hidung. Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologis dan fungsional

dibagi atas mukosa pernafasan (mukosa respiratori) dan mukosa penghidu (mukosa

olfaktorius).

Regio respiratorius

- Tersusun atas epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet.

- Pada lamina propria terdapat glandula nasalis yang merupakan kelenjar campur

penghasil sekret, untuk menjaga kelembaban cavum nasi dan menangkap partikel-

partikel debu yang halus dalam udara inspirasi.

- Terdapat noduli limfatisi.

- Lamina propria menjadi satu dengan periosteum/ perikondrium (dinding konka

nasalis), oleh karena itu membran mukosa di hidung sering disebut mukoperiosteum/

mukoperikondrium/ membran Schneider.

- Terdapat serat kolagen, serat elastin, limfosit, sel plasma, dan sel makrofag.

Regio olfaktorius

- Bagian dinding lateral atas dan atap posterior kavum nasi terdapat organ olfaktorius.

- Pada konka nasalis superior terdapat epitel khusus/ epitel olfaktorius yang terdapat

pada pertengahan kavum nasi.

- Daerah epitel olfaktorius mencakup 8 – 10 mm ke bawah pada tiap sisi septum nasi

dan pada permukaan konka nasalis superior, dengan batas tidak teratur dan luas 500

m2 dengan mukosa warna coklat kekuningan.

- Tunika mukosa terdapat epitel olfaktorius yang tersusun atas empat macam sel, yaitu:

52

Page 53: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

o Sel olfaktorius

Terletak diantara sel basal dan sel penyokong. Merupakan neuron bipolar

dengan dendrit ke permukaan dan akson ke lamina propria. Ujung dendrit

menggelembung disebut vesikula olfaktorius. Dari permukaan keluar 6-8 silia

olfaktorius. Akson tak bermyelin dan bergabung dengan akson reseptor lain di

lamina propria membentuk nervus olfaktorius.

o Sel sustentakuler/ sel penyokong

Bentuk sel silindris tinggi dengan bagian apeks lebar dan bagian basal

menyempit. Inti lonjong. Pada permukaan terdapat mikrovili. Sitoplasma

mempunyai granula kuning kecoklatan.

o Sel basal

Bentuk segitiga. Inti lonjong. Merupakan reserve cell/ sel cadangan yang akan

membentuk sel penyokong dan mungkin menjadi sel olfaktorius.

o Sel sikat

Sel yang mempunyai mikrovili di bagian apikal.

- Lamina propria mempunyai banyak vena. Mengandung kelenjar terutama jenis serosa/

kelenjar Bowman, berperan untuk membasahi epitel dan silia, dan juga sebagai pelarut

zat-zat kimia yang dalam bentuk bau/ dapat melarutkan bau-bauan.

HISTOLOGI TRAKEA

1. Tube, 12 cm/ 2 cm

2. C-ring of hyaline cartilage (10-12) horseshoe-shaped

3. Inter perichondrium, fibroelastic c.t flexibility to the trachea

open ends posteriorly, connected by smooth muscle

trachealis muscle Contraction of lumen

4. Mucosa

respiratory epithelium,

lamina propria (loose con tissue), Mucous Glands, lymphoid element

5. Submucosa.

dense, irregular fibroelastic con. tissue

mucous and seromucous glands (short ducts open onto the surface)

53

Page 54: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

lymphoid elements

rich blood and lymph supply,

6. Adventitia

hyaline C-ring (HC)

C.FISIOLOGI THT

FISIOLOGI TELINGA

PENDENGARAN

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energy bunyi oleh daun telinga dalam

bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang kekoklea. Getaran tersebut

menggetarkan membran timpani diteruskan ketelinga tengah melalui rangkaian tulang

pendengaran yang akan mengimplikasi getaran melalui daya ungkit tulang

pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong.

Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang

menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibule bergerak.

Getaran diteruskan melalui membrane Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga

akan menimbulkan gerak relative antara membran basilaris dan membran tektoria.

Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi

stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion

bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel

rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan

menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus

auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.

54

Page 55: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

Gambar 2.6 : Fisiologi Pendengaran

FISIOLOGI HIDUNG

Hidung berfungsi sebagai indra penghidu , menyiapkan udara inhalasi agar dapat digunakan

paru serta fungsi filtrasi. Sebagai fungsi penghidu, hidung memiliki epitel olfaktorius berlapis

semu yang berwarna kecoklatan yang mempunyai tiga macam sel-selsyaraf yaitu sel

penunjang, sel basal dan sel olfaktorius. Fungsi filtrasi, memanaskan dan melembabkan udara

inspirasi akan melindungi saluran napas dibawahnya dari kerusakan. Partikel yang besarnya

5-6 mikrometer atau lebih, 85 % -90% disaring didalam hidung dengan bantuan TMS. Fungsi

hidung terbagi atas beberapa fungsi utama yaitu (1)Sebagai jalan nafas, (2) Alat pengatur

kondisi udara, (3) Penyaring udara, (4) Sebagai indra penghidu, (5) Untuk resonansi suara, (6)

Turut membantuproses bicara, (7) Reflek nasal.

FISIOLOGI TENGGOROKAN

Fungsi faring yang terutama ialah untuk respirasi, waktu menelan, resonasi suara dan untuk

Artikulasi.

Proses menelan

55

Page 56: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

Proses penelanan dibagi menjadi tiga tahap. Pertama gerakan makanan dari mulut ke

faring secara volunter. Tahap kedua, transport makanan melalui faring dan tahap

ketiga, jalannya bolus melalui esofagus, keduanya secara involunter. Langkah yang

sebenarnya adalah: pengunyahan makanan dilakukan pada sepertiga tengah lidah.

Elevasi lidah dan palatum mole mendorong bolus ke orofaring. Otot supra hiod

berkontraksi, elevasi tulang hioid dan laring intrinsik berkontraksi dalam gerakan

seperti sfingter untuk mencegah aspirasi. Gerakan yang kuat dari lidah bagian

belakang akan mendorong makanan kebawah melalui orofaring, gerakan dibantu oleh

kontraksi otot konstriktor faringis media dan superior. Bolus dibawa melalui introitus

esofagus ketika otot konstriktor faringis inferior berkontraksi dan otot krikofaringeus

berelaksasi. Peristaltik dibantu oleh gaya berat, menggerakkan makanan melalui

esofagus dan masuk ke lambung.

Proses Berbicara

Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot palatum dan

faring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum mole kearah dinding

belakang faring. Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat dan melibatkan mula-mula

m.salpingofaring dan m.palatofaring, kemudian m.levator veli palatine bersama-sama

m.konstriktor faring superior. Pada gerakan penutupan nasofaring m.levator veli

palatini menarik palatum mole ke atas belakang hampir mengenai dinding posterior

faring. Jarak yang tersisa ini diisi oleh tonjolan (fold of) Passavant pada dinding

belakang faring yang terjadi akibat 2 macam mekanisme, yaitu pengangkatan faring

sebagai hasil gerakan m.palatofaring (bersama m,salpingofaring) oleh kontraksi aktif

m.konstriktor faring superior. Mungkin kedua gerakan ini bekerja tidak pada waktu

bersamaan. Ada yang berpendapat bahwa tonjolan Passavant ini menetap pada periode

fonasi, tetapi ada pula pendapat yang mengatakan tonjolan ini timbul dan hilang secara

cepat bersamaan dengan gerakan palatum.

D.RHINOTONSILOFARINGITIS

Rhinitis

A. Pengertian

Rhinitis adalah inflamasi membrane mukosa hidung yang dikelompokkan

rhinitis alergik dan non alergik. Rhinitis non alergik suatu peradangan pada selaput

lendir hidung tanpa latar belakang alergi. Rhinitis alergik mungkin suatu tanda dari

alergi.

56

Page 57: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

B. Etiologi

Rhinitis Alergik dapat dibagi :

~ Spesifik yang penyebabnya debu yang penyebabnya debu rumah, bulu binatang,

asap rokok, tepung sari, makanan, mainan dan sebagainya.

~ Non-spesifik yang disebabkan oleh gangguan metabolik.

Jenis – jenis Rhinitis non-alergika, antara lain :

~ Rinitis Infeksiosa.

Rinitis infeksiosa biasanya disebabkan oleh infeksi pada saluran pernafasan

bagian atas, baik oleh bakteri maupun virus.

~ Rinitis Non-Alergika Dengan Sindroma Eosinofilia

Penyakit ini diduga berhubungan dengan kelainan metabolisme prostaglandin.

Pada hasil pemeriksaan apus hidung penderitanya, ditemukan eosinofil sebanyak

10-20%.

~ Rinitis Okupasional

Gejala-gejala rinitis hanya timbul di tempat penderita bekerja. Gejala-gejala

rinitis biasanya terjadi akibat menghirup bahan-bahan iritan (misalnya debu kayu,

bahan kimia). Penderita juga sering mengalami asma karena pekerjaan.

~ Rinitis Hormonal

Beberapa penderita mengalami gejala rinitis pada saat terjadi gangguan pada

keseimbangan hormon (misalnya selama kehamilan, hipotiroid, pubertas,

pemakaian pil KB).

~ Rinitis Karena Obat-obatan

Obat-obatan yang berhubungan dengan terjadinya rinitis adalah:

- ACE inhibitor

- reserpin

- guanetidin

- fentolamin

- metildopa

- beta-bloker

- klorpromazin

- gabapentin

- penisilamin

- aspirin

- obat anti peradangan non-steroid

- kokain

57

Page 58: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

- estrogen eksogen

- pil KB.

~ Rinitis Gustatorius

Rinitis gustatorius terjadi setelah mengkonsumsi makanan tertentu, terutama

makanan yang panas dan pedas.

~ Rinitis Vasomotor

Rinitis vasomotor diyakini merupakan akibat dari terganggunya keseimbangan

sistem parasimpatis dan simpatis. Parasimpatis menjadi lebih dominan sehingga

terjadi pelebaran dan pembengkakan pembuluh darah di hidung.

Gejala biasanya dipicu oleh:

- cuaca dingin

- bau yang menyengat

- stres

- bahan iritan.

C. Patofisiologi

Rangsangan saraf parasimpatis akan menyebabkan terlepasnya asetilkolin,

sehingga terjadi dilatasi pembuluh darah dalm konka serta meningkatkan permiabilitas

kapiler dan sekresi kelenjar, sedangkan rangsangan sraaf simpatis mengakibatkan

sebaliknya.( kapita)

D. Manifestasi klinik

Manifestasi kliniknya pada umumnya untuk rhinitis adalah gatal pada nasal,

hidung tersumbat, beringus, kongesti nasal, bersin-bersin, tinnitus (rasa ada dengung

di telinga).

· Rhinitis infeksiosa

Manifestasi klinisnya adalah lendir hidung yang bernanah, yang disertai dengan nyeri

dan tekanan pada wajah, penurunan fungsi indera penciuman serta batuk.

· Rhinitis Vasomotor

Hidung tersumbat bergantian kanan dan kiri,disertai bersin, disertai gatal pada mata.

gejala memburuk pada pagi hari waku bangun tidur karena perubahan suhu yang

ekstrim, udara lembab, juga asap rokok dan sebagainya.

E. Pemeriksaan Penunjang

Dilakukan pemeriksaan untuk menyingkirkan kemungkinan rhinitis alergik.

Pemeriksaan Sitologi hidung sebagai pemeriksaan pelengkap. Ditemukan eosinofil

dalam jumlah yang banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan, basofil

kemungkinan alergi ingestinal dan sel polimorfonuklear menunjukkan infeksi bakteri.

58

Page 59: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

Pemeriksaan yang lebih bermakna tes IgE spesifik dengan RAST (radio

immunosorbent test) atau ELIZA (enzyme linked immunoassay).

F. Penatalaksanaan

Secara umum, terbagi atas :

- Menghindari kontak alergen penyakit

- Terapi Simtomatis dilakukan dengan pemberian antihistamin.

ä PENGKAJIAN

1. Riwayat kesehatan pasien yang lengkap.

Menunjukkan kemungkinan tanda gejala sakit, nyeri sekitar mata dan pada

kedua sisi hidung, indra penciuman terganggu, batuk, hidung tersumbat, demam,

suara serak, dan rasa tidak nyaman.

Menetapkan kapan gejala mulai timbul, apa yang menjadi pencentusnya, apa

yang dapat menghilangkan atau meringankan gejal tersebut dan apa yang

memperburuk gejala tersebut merupakan bagian dari pengkajian, juga

mengindentifikasi riwayat alergi.

2. Riwayat penyakit pernapasan.

Mengkaji penyakit pernapasan yang pernah diderita, bagaimana pengobatannya,

3. Pola Hidup.

4. Adanya faktor pencetus rhinitis.

ä Diagnosa Keperawatan

· Nyeri yang behubungan dengan iritasi jalan napas akibat infeksi.

· Ketidakefektifan bersihan jalan napasyang berhubungan dengan sekresilendir

berlebihan akibat inflamasi.

· Defisit pengetahuan mengenai pencegahan infeksi pernapasan atas.

Masalah komplikasi pada rhinitis yang tidak ditangani :

▪ Sepsis

▪ Abses peritonilar

▪ Othitis media

▪ Sinusitis

ä Perencanaan dan Implementasi

Tujuan : tujuan utama pasien dapat mencakup pemeliharaan potensi jalan napas,

menghilangkan nyeri, dan pengetahuan tentang pencegahan infeksi jalan napas atas dan

tidak terdapat komplikasi.

ä Intervensi Keperawatan

1. Tindakan Meningkatkan Kenyamanan

59

Page 60: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

Infeksi traktus respiratorius atas biasanya menyebabkan gangguan rasa aman

dan nyaman. Gangguan rasa aman dan nyaman disebabkan karena rasa tidak enak

badan dengan disertai nyeri pada otot-otot hidung, hidung tersumbat, gatal pada

hidung, nyeri kepala dan sebagainya. Menyarankan pasien untuk istirahat, hal ini

dapat membantu rasa tidak nyaman pada umumnnya. Perawat mengintruksikan

pasien tentang teknik hygiene pada mulut dan hidung untuk membantu

menghilangkan rasa tidak nyaman setempat dan untuk mencegah penyebaran

infeksi.

2. Pembersihan Jalan Napas

penumpukan sekresi lendir dapat menghambat jalan napas pada pasien.

Perubahan pola pernapasan dan upaya bernapas yang dibutuhkan untuk dapat

melewati sumbatan tersebut menjadi meningkat. Memonitor jumlah pernapasan

pasien, gunanya untuk mengetahui status pernapsan pasien. Dan juga terdapat

beberapa tindakan yang dapat mengencerkan sekresi antara lain Hydro terapi

dengan minum air hangat, menghirup uap air panas. Melembabkan lingkungan

dengan vaporizer ruangan juga dapat mengencerkan sekresi dan menguranngi

inflamsi membrane mukosa. Pasien diintruksikan istirahat dengan posisi yang

nyaman, bila terjadi sesak atur posisi fowler untuk meningkatkan

mengembangan paru-paru.

3. Penyuluhan Pasien

Penyuluhan pasien penting dalam mencegah infeksi, penyebaran ke orang

lain dan meminimalkan terjadinya komplikasi. Pencegahan infeksi pernapasan

atas kebanyakan sulit karena banyak potensi penyebabnya. Patogen yang

bertanggung jawab biasanya sukar diidentifikasi dan vaksin belum tentu

tersedia. Kondisi alergi, perubahan cuaca, dan beberapa penyakit sistemik

mengkin menjadi faktor pencentusnya. mencuci tangan masih merupakan hal

penting dalam mencegah penyebaran infeksi.

Perawat mengintruksikan pasien tentang pentingnya menjaga kesehatan

dengan baik. Mengkonsumsi makanan yang bergizi, olahraga, istirahat dan

tidur yang cukup, pentinng untuk mendukung daya tahan tubuh dan

mengurangi kerentanan terhadap infeksi pernapasan. Instruksi tentang cara

pencegahan infeksi silang pada anggota yang lain dengan cara memakai sapu

tangan saat bersin, menutup mulut saat batuk dan pembuangan tisu yang baik.

60

Page 61: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

4. Instruksikan pasien yang alergik untuk menghindari allergen seperti debu, bulu,

asap dan lain sebagainya.

5. Ajarkan teknik penggunaan obat-obatan seperti sprei dan serosol.

ä Evaluasi

Þ Hasil yang diharapkan

▪ Melaporkan keadaan yang lebih nyaman

Mengikuti tindakan untuk mencapai dengan anangesik, istirahat, kantung

panas, dan memperagakan hygiene mulut yang adekuat.

▪ Mempertahankan jalan napas pasien dengan mengatasi sekresi

▪ Mengidentifikasi strategi untuk pencegahan infeksi pernapasan dan reaksi

alergi.

▪ Menunjukkan tingkat pengetahuan yang cukup dan melakukan perawatan

dini terhadap infeksi pernapasan atas.

▪ Bebas dari tanda dan gejala infeksi.

Menunjukan tanda-tanda vital normal dan bebas dari nyeri pada hidung,

nyeri kepala, dan sebagainya.

Faringitis

Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus (40-

60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, toksin, dan lain-lain. Virus dan bakteri melakukan

invasi ke faring dan menimbulkan reaksi inflamasi lokal. Penularan infeksi melalui sekret

hidung dan ludah/droplet infection.

Jenis-jenis faringitis:

1.    Faringitis Akut

a.       Faringitis Viral

Etiologi : Rinovirus

Gejala dan Tanda: Demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorok, dan sulit menelan. Pada

pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis. EBV menyebabkan faringitis yang disertai

produksi eksudat pada faring yang banyak dan terdapat pembesaran kelenjar limfa seluruh

tubuh terutama retroservikal dan splenomegali. Sedangkan virus influenza tidak menghasilkan

eksudat.

Terapi: Istirahat dan minum cukup, kumur dengan air hangat, analgetika jika perlu dan tablet

isap.

b.      Faringitis Bakterial

61

Page 62: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

Etiologi : infeksi Streptococcus  hemolitikus grup A

Gejala dan Tanda: Nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang-kadang disertai demam dengan

suhu yang tinggi, jarang disertai batuk.  Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring

dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat di permukaannya.  Beberapa hari kemudian timbul

bercak petechie pada palatum dan faring. Kelenjar limfe leher anterior membesar, kenyal, dan

nyeri pada penekanan.

Terapi: a) Antibiotik: penicillin G banzatin, amoksisilin, eritromisin, b) Kortikosteroid:

deksametason, c) Analgetika, d) Kumur dengan air hangat atau antiseptik.

c.       Faringitis fungal

d.      Faringitis gonorea

2.    Faringitis Kronik

Faktor predisposisi proses radang kronik di faring ini ialah rinitis kronik, sinusitis, iritasi

kronik oleh rokok, minum alkohol, inhalasi uap yang merangsang mukosa faring, dan debu.

a.       Faringitis kronik hiperplastik

Terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring menjadi tidak rata dan bergranular.

Gejala: Pasien mengeluh mula-mula tenggorok kering gatal dan akhirnya batuk yang beriak.

Terapi: Pengobatan simtomatis dengan obat kumur atau hisap. Jika perlu dapat diberikan obat

batuk antitusif atau ekspektoran.

b.      Faringitis kronik atrofi

Sering timbul bersamaan dengan rinitis atrofi. Pada rinitis atrofi udara pernapasan tidak diatur

suhu serta kelembabannya, sehingga menimbulkan rangsangan serta infeksi pada faring.

Gejala dan Tanda: Pasien mengeluh tenggorok kering dan tebal serta mulut berbau. Tampak

mukosa faring ditutupi lendir kental dan bila diangkat tampak mukosa kering.

Terapi: Pengobatan ditujukan pada rinitis atrofi dan untuk faringitisnya ditambahkan obat

kumur dan menjaga kebersihan mulut.

(Rusmarjono dan Efiaty, 2007)

Tonsilitis

Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin

Waldeyer. Penyebaran infeksi melalui udara, tangan, dan ciuman. Terjadi terutama pada anak.

Jenis-jenisnya:

1. Tonsilitis Akut

a.    Tonsilitis viral

Gejala: Lebih menyerupai common cold disertai nyeri tenggorok. Penyebab tersering adalah

EBV.

62

Page 63: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

Terapi: Istirahat, minum cukup, analgetik, dan antivirus jika gejala berat.

b.    Tonsilitis bakterial

Etiologi   : kuman grup A Streptococcus β hemoliticus

Gejala dan Tanda: nyeri tenggorok, nyeri menelan, demam tinggi, lesu, nyeri pada sendi,

otalgia. Tampak tonsil membengkak, hiperemis, dan terdapat detritus (kumpulan leukosit,

bakteri yang mati, dan epitel yang terlepas yang tampak sebagai bercak kuning). Kelenjar

submandibula bengkak dan nyeri tekan.

Terapi: Antibiotik spektrum lebar penisilin, eritromisin. Antipiretik dan obat kumur

mengandung desinfeksan.

Komplikasi: Otitis media akut, sinusitis, abses peritonsil, dll.

2. Tonsilitis Membranosa

a.    Tonsilitis difteri

b.    Tonsilitis septik

c.    Angina Plaut Vincent

d.   Penyakit kelainan darah

3. Tonsilitis Kronik

Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik ialah rangsangan yang menahun dari rokok,

beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan

pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.

Gejala dan Tanda : Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak

rata, kriptus melebar dan terisi detritus. Ada rasa mengganjal di tenggorok, kering, dan napas

berbau.

Terapi : Terapi lokal ditujukan pada hygiene mulut dengan berkumur atau obat isap.

Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronik, gejala sumbatan jalan

napas, serta kecurigaan neoplasma.

VII. KESIMPULAN

63

Page 64: Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

DAFTAR PUSTAKA

A, Adenan._. Kumpulan kuliah telinga. Bagian THT FK USU/RS Dr.Pirngadi. Medan.

A, Wright. 1997. Anatomy and ultrastructure of the human ear 6th Ed. Great Britain :

Butterworth- Heinemann.

Bailey J. Byron, Coffey Amy, R. 1996. Atlas of Head & Neck Surgery-Otolaryngology.

Boeis, Higler, Priest. Fundamental of Otolaryngology, “ A textbook of Ear, Nose, and Throat

Disease”, fourth Edition.

E, Hadjar. 1990. Gangguan keseimbangan dan kelumpuhan nervus fasial Edisi ke-3. Jakarta :

Balai Penerbit FK UI.

GF, Moore, dkk. 1989. Anatomy and embryology of the ear Ed. Textbook of otolaryngology

and head and neck surgery.New York : Elsevier Science Publishing.

I, Soetirto. 1990. Tuli akibat bising ( Noise induced hearing loss ) Edisi ke-3. Jakarta : Balai

Penerbit FK UI.

JJ, Ballenger. 1994. Aplikasi Kilinis Anatomi dan Fisiologi Hidung dan Sinus Paranasal Edisi

ke-13. Jakarta : Binarupa Aksara.

SL, Liston,dan Duvall AJ. 1997. Embriologi, anatomi dan fisiologi telinga Edisi ke-6.

Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Soetjipto, Damayanti dan Endang Mangunkusumo.1997. Hidung. Ed. Buku Ajar Ilmu

Penyakit THT. Jakarta : Balai Penerbit FK UI.

Soepardi, Arsyad, SpTHT. 2001. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok

Kepala Leher. Edisi ke-5. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

64