laporan tugas sejarah perang nasional

25
LAPORAN TUGAS SEJARAH PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN DI BERBAGAI DAERAH MELALUI JALAN KEKERASAN DITUJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA PELAJARAN SEJARAH DI SMA NEGERI 2 KOTA BENGKULU Disusun oleh Dwi Yulystine Tanawi XI Akselerasi 1

Upload: yulystine-tanawi

Post on 01-Jul-2015

575 views

Category:

Documents


19 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN TUGAS SEJARAH PERANG NASIONAL

LAPORAN TUGAS SEJARAH

PERJUANGAN MEMPERTAHANKANKEMERDEKAAN DI BERBAGAI DAERAH

MELALUI JALAN KEKERASAN

DITUJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA PELAJARAN SEJARAH

DI SMA NEGERI 2 KOTA BENGKULU

Disusun olehDwi Yulystine Tanawi

XI Akselerasi

DINAS PENDIDIKAN NASIONAL ( DIKNAS )SMA NEGERI 2 KOTA BENGKULU

TAHUN 2010/2011

1

Page 2: LAPORAN TUGAS SEJARAH PERANG NASIONAL

Pertempuran Surabaya (10 November 1945)

Peristiwa 10 November 1945 di Kota Surabaya merupakan peristiwa besar dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia di dalam mempertahankan kemerdekaannya. Arek-arek Suroboyo yang terdiri dari berbagai suku, lapisan dan kedudukan secara gagah berani dan dengan semangat kepahlawanannya menentang setiap keinginan dari kaum penjajah yang akan kembali merampas kemerdekaan Bangsa dan Negara Indonesia. Dengan semboyan "Merdeka atau Mati", dengan gagah berani, arek-arek Suroboyo dengan senjata apa adanya menghadapi kekuatan penjajah yang menggunakan senjata modern. Dengan semangat rela berkorban demi nusa dan bangsa, jiwa dan raga mereka dipertaruhkan untuk tegaknya kemerdekaan Republik Indonesia yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 sampai titik darah penghabisan.

Mengingat betapa tinggi nilai peristiwa bersejarah ini, tentunya sebagai wahana untuk mengenang kembali betapa besar jasa para pahlawan kita yang telah rela mengorbankan jiwa dan raganya, selain memperingatinya setiap tanggal 10 November, juga dibangunnya Monumen Perjuangan TUGU PAHLAWAN, tidaklah berlebihan kalau tempat-tempat bersejarah dalam rangkaian peristiwa 10 November tersebut dijadikan suatu paket wisata sejarah "NAPAK TILAS PERTEMPURAN AREK-AREK SUROBOYO" yang berada di sekitar Jembatan Merah (Gedung Internatio), sekitar Tugu Pahlawan (Markas Kentepai Jepang / Gedung Raad Van stitie)dan Hotel Mandarin Majapahit ( Hotel Orange / Hoteru Yamato ).

Tugu PahlawanSetelah munculnya maklumat pemerintah Indonesia tanggal 31 Agustus 1945 yang

menetapkan bahwa mulai 1 September 1945 bendera nasional Sang Saka Merah Putih dikibarkan terus di seluruh wilayah Indonesia, gerakan pengibaran bendera tersebut makin meluas ke segenap pelosok kota Surabaya.

Klimaks gerakan pengibaran bendera di Surabaya terjadi pada insiden perobekan bendera di Yamato Hoteru / Hotel Yamato (bernama Oranje Hotel atau Hotel Oranye pada zaman kolonial, sekarang bernama Hotel Majapahit) di Jl. Tunjungan no. 65 Surabaya.

Sekelompok orang Belanda di bawah pimpinan Mr. W.V.Ch Ploegman pada sore hari tanggal 18 September 1945, tepatnya pukul 21.00, mengibarkan bendera Belanda (Merah-Putih-Biru), tanpa persetujuan Pemerintah RI Daerah Surabaya, di tiang pada tingkat teratas Hotel

2

Page 3: LAPORAN TUGAS SEJARAH PERANG NASIONAL

Yamato, sisi sebelah utara. Keesokan harinya para pemuda Surabaya melihatnya dan menjadi marah karena mereka menganggap Belanda telah menghina kedaulatan Indonesia, hendak mengembalikan kekuasan kembali di Indonesia, dan melecehkan gerakan pengibaran bendera Merah Putih yang sedang berlangsung di Surabaya.

Tak lama setelah mengumpulnya massa di Hotel Yamato, Residen Sudirman, pejuang dan diplomat yang saat itu menjabat sebagai Wakil Residen (Fuku Syuco Gunseikan) yang masih diakui pemerintah Dai Nippon Surabaya Syu, sekaligus sebagai Residen Daerah Surabaya Pemerintah RI, datang melewati kerumunan massa lalu masuk ke hotel Yamato dikawal Sidik dan Hariyono. Sebagai perwakilan RI dia berunding dengan Mr. Ploegman serta rombongannya dan meminta agar bendera Belanda segera diturunkan dari gedung Hotel Yamato.

Hotel YamatoDalam perundingan ini Ploegman menolak untuk menurunkan bendera Belanda dan

menolak untuk mengakui kedaulatan Indonesia. Perundingan berlangsung memanas, Ploegman mengeluarkan pistol, dan terjadilah perkelahian dalam ruang perundingan. Ploegman tewas dicekik oleh Sidik, yang kemudian juga tewas oleh tentara Belanda yang berjaga-jaga dan mendengar letusan pistol Ploegman.

Sementara Sudirman dan Hariyono melarikan diri ke luar Hotel Yamato. Sebagian pemuda berebut naik ke atas hotel untuk menurunkan bendera Belanda. Hariyono yang semula bersama Sudirman kembali ke dalam hotel dan terlibat dalam pemanjatan tiang bendera dan bersama Kusno Wibowo berhasil menurunkan bendera Belanda, merobek bagian birunya, dan mengereknya ke puncak tiang bendera kembali sebagai bendera Merah Putih dengan ukuran yang tidak seimbang dan diiringi pekikan "MERDEKA", "MERDEKA", "MERDEKA", yang disambut dengan gempita oleh massa Rakyat yang berkerumun di bawah tiang bendera dan berada di depan Hotel Orange. Tercatat dalam insiden penyobekan bendera Belanda di Hotel Orange tersebut telah gugur sebagai Kusuma Bangsa 4 (empat) orang Pemuda / Arek Suroboyo yaitu Sdr. SIDIK, Sdr. MULYADI, Sdr. HARIONO dan Sdr. MULYONO. Sedangkan dari pihak Warga Belanda Mr. Ploegman tewas terbunuh oleh amukan massa ditusuk senjata tajam.

Setelah insiden di Hotel Yamato tersebut, pada tanggal 27 Oktober 1945 meletuslah pertempuran pertama antara Indonesia melawan tentara Inggris . Serangan-serangan kecil tersebut di kemudian hari berubah menjadi serangan umum yang banyak memakan korban jiwa

3

Page 4: LAPORAN TUGAS SEJARAH PERANG NASIONAL

di kedua belah pihak Indonesia dan Inggris, sebelum akhirnya Jenderal D.C. Hawthorn meminta bantuan Presiden Sukarno untuk meredakan situasi.

Setelah kekalahan pihak Jepang, rakyat dan pejuang Indonesia berupaya melucuti senjata para tentara Jepang. Maka timbullah pertempuran-pertempuran yang memakan korban di banyak daerah. Ketika gerakan untuk melucuti pasukan Jepang sedang berkobar, tanggal 15 September 1945, tentara Inggris mendarat di Jakarta, kemudian mendarat di Surabaya pada 25 Oktober 1945. Tentara Inggris datang ke Indonesia tergabung dalam AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) atas keputusan dan atas nama Blok Sekutu, dengan tugas untuk melucuti tentara Jepang, membebaskan para tawanan perang yang ditahan Jepang, serta memulangkan tentara Jepang ke negerinya.

Namun selain itu. ternyata tentara Inggris yang datang juga membawa misi mengembalikan Indonesia kepada administrasi pemerintahan Belanda sebagai negeri jajahan Hindia Belanda. NICA(Netherlands Indies Civil Administration) ikut memboncengi rombongan tentara Inggris untuk mewujudkan tujuan tersebut. Hal ini memicu gejolak rakyat Indonesia dan memunculkan pergerakan perlawanan rakyat Indonesia di mana-mana melawan tentara AFNEI dan pemerintahan NICA.

Pada tanggal 26 Oktober 1945 malam harinya satu peleton pasukan Field Security Section di bawah pimpinan Kapten Shaw melakukan penyerangan ke penjara Kalisosok untuk membebaskan Kolonel Huiyer (seorang Kolonel Angkatan Laut Belanda) bersama kawan0kawannya. Tindakan Inggris dilanjutkan dengan melakukan pendudukan terhadap Pangkalan Udara Tanjung Perak, Kantor Pos Besar, Gedung Internatio, dan objek-objek vital lainnya.

Pada tanggal 27 Oktober 1945 pukul 11.00 pesawat terbang Inggris menyebarkan pamflet-pamflet yang berisi perintah agar rakyat Surabya pada khususnya dan Jawa Timur pada umumnya untuk menyerahkan senjata yang dirampas dari tangan Jepang. Brigadir Jenderal Mallaby mengaku tidak tahu menahu soal pamflet-pamflet tersebut. Ia bahkan berpendirian bahwa sekalipun sudah terdapat perjanjian dengan pemerintah Republik Indonesia. Tetapi ia akan melaksanakan tindakan sesuai dengan isi pamflet-pamflet tersebut. Sikap yang demikian menghilangkan kepercayaan Republik Indonesia terhadap Inggris.

Pada tanggal 27 Oktober 1945, terjadi kontak senjata yang pertama antara Indonesia dengan pasukan Inggris. Kontak senjata itu meluas, sehingga terjadi pertempuran pada tanggal 28, 29, dan 30 Oktober 1945. Dalam pertempuran tersebut, pasukan sekutu dapat dipukul mundur dan bahkan hamper dapat dihancurkan oleh pasukan Indonesia. Dan Brigadier Jenderal A. W. S. Mallaby berhasil ditawan oleh Indonesia.

Melihat kenyataan seperti itu, pemimpin sekutu menemui Gubernur Jawa Timur R.M. Soerjo untuk membicarakan maksud kedatangan mereka yang berhasil mencapai suatu kesepakatan, yaitu:

1. Inggris berjanji bahwa di antara mereka tidak terdapat angkatan perang Belanda2. Disetujuinya kerja sama antara kedua belah pihak untuk menjamin keamanan dan

ketentraman

4

Page 5: LAPORAN TUGAS SEJARAH PERANG NASIONAL

3. Akan segera dibentuk kontak biro sehingga kerja sama dapat terlaksana dengan sebaik-baiknya

4. Inggris hanya akan melucuti senjata Jepang sajaSetelah gencatan senjata antara pihak Indonesia dan pihak tentara Inggris ditandatangani

tanggal 29 Oktober 1945, keadaan berangsur-angsur mereda. Walaupun begitu, tetap saja terjadi bentrokan-bentrokan bersenjata antara rakyat dan tentara Inggris di Surabaya. Bentrokan-bentrokan bersenjata di Surabaya tersebut memuncak dengan terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby (pimpinan tentara Inggris untuk Jawa Timur), pada 30 Oktober 1945 sekitar pukul 20.30. Mobil Buick yang ditumpangi Brigadir Jenderal Mallaby berpapasan dengan sekelompok milisi Indonesia ketika akan melewati Jembatan Merah. Kesalahpahaman menyebabkan terjadinya tembak menembak yang berakhir dengan tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby oleh tembakan pistol seorang pemuda Indonesia yang sampai sekarang tak diketahui identitasnya, dan terbakarnya mobil tersebut terkena ledakan granat yang menyebabkan jenazah Mallaby sulit dikenali.

Mobil A. W. S. MallabyKematian Mallaby ini menyebabkan pihak Inggris marah kepada pihak Indonesia dan

berakibat pada keputusan pengganti Mallaby, Mayor Jenderal E.C. Mansergh untuk mengeluarkan ultimatum 10 November 1945 untuk meminta pihak Indonesia menyerahkan persenjataan dan menghentikan perlawanan pada tentara AFNEI dan administrasi NICA.

A. W. S. MallabyTom Driberg, seorang Anggota Parlemen Inggris dari Partai Buruh Inggris (Labour Party).

Pada 20 Februari 1946, dalam perdebatan di Parlemen Inggris (House of Commons) meragukan

5

Page 6: LAPORAN TUGAS SEJARAH PERANG NASIONAL

bahwa baku tembak ini dimulai oleh pasukan pihak Indonesia. Dia menyampaikan bahwa peristiwa baku tembak ini disinyalir kuat timbul karena kesalahpahaman 20 anggota pasukan India pimpinan Mallaby yang memulai baku tembak tersebut tidak mengetahui bahwa gencatan senjata sedang berlaku karena mereka terputus dari kontak dan telekomunikasi. Berikut kutipan dari Tom Driberg:

"... Sekitar 20 orang (serdadu) India (milik Inggris), di sebuah bangunan di sisi lain alun-alun, telah terputus dari komunikasi lewat telepon dan tidak tahu tentang gencatan senjata. Mereka menembak secara sporadis pada massa (Indonesia). Brigadir Mallaby keluar dari diskusi (gencatan senjata), berjalan lurus ke arah kerumunan, dengan keberanian besar, dan berteriak kepada serdadu India untuk menghentikan tembakan. Mereka patuh kepadanya. Mungkin setengah jam kemudian, massa di alun-alun menjadi bergolak lagi. Brigadir Mallaby, pada titik tertentu dalam diskusi, memerintahkan serdadu India untuk menembak lagi. Mereka melepaskan tembakan dengan dua senapan Bren dan massa bubar dan lari untuk berlindung; kemudian pecah pertempuran lagi dengan sungguh gencar. Jelas bahwa ketika Brigadir Mallaby memberi perintah untuk membuka tembakan lagi, perundingan gencatan senjata sebenarnya telah pecah, setidaknya secara lokal. Dua puluh menit sampai setengah jam setelah itu, ia (Mallaby) sayangnya tewas dalam mobilnya-meskipun (kita) tidak benar-benar yakin apakah ia dibunuh oleh orang Indonesia yang mendekati mobilnya; yang meledak bersamaan dengan serangan terhadap dirinya (Mallaby). Saya pikir ini tidak dapat dituduh sebagai pembunuhan licik... karena informasi saya dapat secepatnya dari saksi mata, yaitu seorang perwira Inggris yang benar-benar ada di tempat kejadian pada saat itu, yang niat jujurnya saya tak punya alasan untuk pertanyakan ... " 

Setelah terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, penggantinya, Mayor Jenderal Mansergh mengeluarkan ultimatum yang menyebutkan bahwa semua pimpinan dan orang Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkan senjatanya di tempat yang ditentukan dan menyerahkan diri dengan mengangkat tangan di atas. Batas ultimatum adalah jam 6.00 pagi tanggal 10 November 1945. Cuplikan isi ultimatum tersebut yaitu:

“….. semua pemimpin bangsa Indonesia dari semua pihak di kota Surabya harus dating selambat-lambatnya tanggal 10 Nopember 1945 pukul 06.00 pagi, pada tempat yang telah ditentukan dan membawa bendera Merah Putih dengan diletakkan di atas tanah pada jarak seratus meter dari tempat berdiri, lalu mengangkat tangan tanda menyerah.”

Ultimatum tersebut kemudian dianggap sebagai penghinaan bagi para pejuang dan rakyat yang telah membentuk banyak badan-badan perjuangan / milisi. Ultimatum tersebut ditolak oleh pihak Indonesia dengan alasan bahwa Republik Indonesia waktu itu sudah berdiri, dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) juga telah dibentuk sebagai pasukan negara. Selain itu, banyak organisasi perjuangan bersenjata yang telah dibentuk masyarakat, termasuk di kalangan pemuda, mahasiswa dan pelajar yang menentang masuknya kembali pemerintahan Belanda yang memboncengi kehadiran tentara Inggris di Indonesia.

Pada 10 November pagi, tentara Inggris mulai melancarkan serangan berskala besar, yang diawali dengan bom udara ke gedung-gedung pemerintahan Surabaya, dan kemudian mengerahkan sekitar 30.000 infanteri, sejumlah pesawat terbang, tank, dan kapal perang.

6

Page 7: LAPORAN TUGAS SEJARAH PERANG NASIONAL

Berbagai bagian kota Surabaya dibom bardir dan ditembak dengan meriam dari laut dan darat. Perlawanan pasukan dan milisi Indonesia kemudian berkobar di seluruh kota, dengan bantuan yang aktif dari penduduk. Terlibatnya penduduk dalam pertempuran ini mengakibatkan ribuan penduduk sipil jatuh menjadi korban dalam serangan tersebut, baik meninggal mupun terluka.

Di luar dugaan pihak Inggris yang menduga bahwa perlawanan di Surabaya bisa ditaklukkan dalam tempo tiga hari, para tokoh masyarakat seperti pelopor muda Bung Tomo yang berpengaruh besar di masyarakat terus menggerakkan semangat perlawanan pemuda-pemuda Surabaya sehingga perlawanan terus berlanjut di tengah serangan skala besar Inggris. Berikut cuplikan pidato Bung Tomo:

Selama banteng-banteng Indonesia masih mempoenjai darah merah jang dapat membikin setjarik kain poetih mendjadi merah & putih, maka selama itoe tidak akan kita maoe menjerah kepada siapapoen djuga!

Bung TomoTokoh-tokoh agama yang terdiri dari kalangan ulama serta kyai-kyai pondok Jawa seperti

KH. Hasyim Asy'ari, KH. Wahab Hasbullah serta kyai-kyai pesantren lainnya juga mengerahkan santri-santri mereka dan masyarakat sipil sebagai milisi perlawanan (pada waktu itu masyarakat tidak begitu patuh kepada pemerintahan tetapi mereka lebih patuh dan taat kepada para kyai) sehingga perlawanan pihak Indonesia berlangsung lama, dari hari ke hari, hingga dari minggu ke minggu lainnya. Perlawanan rakyat yang pada awalnya dilakukan secara spontan dan tidak terkoordinasi, makin hari makin teratur. Pertempuran skala besar ini mencapai waktu sampai tiga minggu, sebelum seluruh kota Surabaya akhirnya jatuh di tangan pihak Inggris.

Setidaknya 6.000 pejuang dari pihak Indonesia tewas dan 200.000 rakyat sipil mengungsi dari Surabaya. Korban dari pasukan Inggris dan India kira-kira sejumlah 600 orang. Pertempuran berdarah di Surabaya yang memakan ribuan korban jiwa tersebut telah menggerakkan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia untuk mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan. Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat sipil yang menjadi korban pada hari 10 November ini kemudian dikenang sebagai Hari Pahlawan oleh Republik Indonesia hingga sekarang.

7

Page 8: LAPORAN TUGAS SEJARAH PERANG NASIONAL

Pertempuran Ambarawa – Magelang

Pada tanggal 20 Oktober 1945, tentara Sekutu di bawah pimpinan Brigadir Bethell mendarat di Semarang dengan maksud mengurus tawanan perang dan tentara Jepang yang berada di Jawa Tengah. Kedatangan sekutu ini diboncengi oleh NICA. Kedatangan Sekutu ini mulanya disambut baik, bahkan Gubernur Jawa Tengah Mr Wongsonegoro menyepakati akan menyediakan bahan makanan dan keperluan lain bagi kelancaran tugas Sekutu, sedang Sekutu berjanji tidak akan mengganggu kedaulatan Republik Indonesia.

Namun, ketika pasukan Sekutu dan NICA telah sampai di Ambarawa dan Magelang untuk membebaskan para tawanan tentara Belanda, para tawanan tersebut malah dipersenjatai sehingga menimbulkan kemarahan pihak Indonesia. Insiden bersenjata timbul di kota Magelang, hingga terjadi pertempuran. Di Magelang, tentara Sekutu bertindak sebagai penguasa yang mencoba melucuti Tentara Keamanan Rakyat dan membuat kekacauan.

TKR Resimen Magelang pimpinan Letkol. M. Sarbini membalas tindakan tersebut dengan mengepung tentara Sekutu dari segala penjuru. Namun mereka selamat dari kehancuran berkat campur tangan Presiden Soekarno yang berhasil menenangkan suasana. Pada tanggal 2 November 1945 diperoleh suatu kesepakatan yang dituangkan dalam 12 pasal. Naskah kesepakatan itu di antaranya berisi:

a. Pihak sekutu tetap akan menempatkan pasukannya di Magelang untuk melindungi dan mengurus evakuasi APWI (Allied Prisoners War and Interneers atau tawanan perang dan intermiran sekutu). Jumlah pasukan sekutu dibatasi sesuai dengan keperluan itu.

b. Jalan Ambarawa – Magelang terbuka sebagai jalur lalu lintas Indonesia – Sekutu.c. Sekutu tidak akan mengakui aktivitas NICA dalam badan – badan yang berada di

bawahnya.Kemudian pasukan Sekutu secara diam-diam meninggalkan Kota Magelang menuju ke

benteng Ambarawa. Akibat peristiwa tersebut, Resimen Kedu Tengah di bawah pimpinan Letkol. M. Sarbini segera mengadakan pengejaran terhadap mereka.

Tanggal 23 November 1945 ketika matahari mulai terbit, mulailah tembak-menembak dengan pasukan Sekutu yang bertahan di kompleks gereja dan kerkhop Belanda di Jl. Margo Agoeng. Pasukan Indonesia terdiri dari Yon. Imam Adrongi, Yon. Soeharto dan Yon. Soegeng. Tentara Sekutu mengerahkan tawanan-tawanan Jepang dengan diperkuat tanknya, menyusup ke tempat kedudukan Indonesia dari arah belakang, karena itu pasukan Indonesia pindah ke Bedono.

Yon Suharto, Yon Sarjono dan Yon Sugeng mengambil posisi di sebelah Timur jalan, Yon Imam Adrongi di sebelah kiri jalan untuk merebut pertahanan musuh di pekuburan Belanda dan terjadilah pertempuran sengit.Sekutu mengerahkan pesawat terbangnya dan menggunakan pasukan Jepang yang dikawal oleh lapis baja (tank) sehingga kita sementara terpaksa mengundurkan diri ke Bedono.

8

Page 9: LAPORAN TUGAS SEJARAH PERANG NASIONAL

Setelah bantuan Dan Resimen Sarbini, Yon Pranotorekso Samodro, Polisi Istimewapimpinan Oni Sastroamijoyo dan Barisan Macan dari Yogya tiba, maka pasukan TKR maju sampai desa Jambu.Kolonel Holand Iskandar membentuk MPP (Markas Pimpinan Pertempuran) berkedudukan di Jendralan (Magelang), Ambarawa dibagi 4 sektor: Utara, Selatan, Timur dan Barat. Satu-satunya penghubung sekutu yang paling aman adalah lewat udara karena pos-pos mereka antara Ambarawa - Semarang telah kita hancurkan.

Gerakan mundur tentara Sekutu tertahan di Desa Jambu karena dihadang oleh pasukan Angkatan Muda di bawah pimpinan Oni Sastrodihardjo yang diperkuat oleh pasukan gabungan dari Ambarawa, Suruh dan Surakarta. Tentara Sekutu kembali dihadang oleh Batalyon I Soerjosoempeno di Ngipik. Pada saat pengunduran, tentara Sekutu mencoba menduduki dua desa di sekitar Ambarawa. Pasukan Indonesia di bawah pimpinan Letkol. Isdiman berusaha membebaskan kedua desa tersebut, namun ia keburu gugur terlebih dahulu.

Sejak gugurnya Letkol. Isdiman, Komandan Divisi V Banyumas, Kol. Soedirman merasa kehilangan seorang perwira terbaiknya dan dia langsung turun ke lapangan untuk memimpin pertempuran. Kehadiran Kol. Soedirman memberikan nafas baru kepada pasukan-pasukan RI. Koordinasi diadakan diantara komando-komando sektor dan pengepungan terhadap musuh semakin ketat. Siasat yang diterapkan adalah serangan pendadakan serentak di semua sektor. Bala bantuan terus mengalir dari Yogyakarta, Solo, Salatiga, Purwokerto, Magelang, Semarang, dan lain-lain.

Jend. SudirmanTanggal 28 November 1945 Mayor Suyoto beserta 21 orang anggota pasukannya gugur

sebagai kusuma bangsa dengan heroik dalam pertempuran di sekitar Lemahabang melawan tank sekutu hanya dengan berbekal pistol dan bambu runcing.

Pada tanggal 11 Desember 1945, Kol. Soedirman mengadakan rapat dengan para Komandan Sektor TKR dan Laskar. Pada tanggal 12 Desember 1945 jam 04.30 pagi, serangan mulai dilancarkan. Pembukaan serangan dimulai dari tembakan mitraliur terlebih dahulu, kemudian disusul oleh penembak-penembak karaben. Pertempuran berkobar di Ambarawa. Satu setengah jam kemudian, jalan raya Semarang-Ambarawa dikuasai oleh kesatuan-kesatuan TKR. Pertempuran Ambarawa berlangsung sengit. Kol. Soedirman langsung memimpin pasukannya yang menggunakan taktik gelar supit urang, atau pengepungan rangkap dari kedua sisi sehingga musuh benar-benar terkurung. Suplai dan komunikasi dengan pasukan induknya diputus sama sekali.

9

Page 10: LAPORAN TUGAS SEJARAH PERANG NASIONAL

Perjuangan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang dipimpin Jenderal Soedirman ini membuat tentara sekutu terjepit dan akhirnya mundur dari Ambarawa menuju Semarang. Walaupun dihadang dengan seluruh kekuatan persenjataan modern serta kemampuan taktik dan strategi sekutu, para pejuang RI tak pernah gentar sedikitpun. Mereka melancarkan serangan dengan gigih seraya melakukan pengepungan ketat di semua penjuru kota Ambarawa.

Dengan gerakan pengepungan rangkap ini sekutu benar-benar terkurung dan kewalahan.Jenderal Soedirman sebagai pemimpin pasukan menegaskan perlunya mengusir tentara sekutu dan Ambarawa secepat mungkin. Sebab sekutu akan menjadikan Ambarawa sebagai basis kekuatan untuk merebut Jawa Tengah. Dengan semboyan “Rawe-rawe rantas malang-malang putung, patah tumbuh hilang berganti”, pasukan TKR memiliki tekad bulat membebaskan Ambarawa atau dengan pilihan lain gugur di pangkuan ibu pertiwi.

Serangan pembebasan Ambarawa yang berlangsung selama empat hari empat malam dilancarkan dengan penuh semangat pantang mundur. Dari tanggal 12 hingga 15 Desember 1945, para pejuang tidak menghiraukan desingan-desingan peluru maut dan lawan.Letusan tembakan sebagai isyarat dimulainya serangan umum pembebasan Ambarawa, terdengar tepat pukul 04.30 WIB pada 12 Desember 1945. Pejuang yang telah bersiap-siap di seluruh penjuru Ambarawa mulai merayap mendekati sasaran yang telah ditentukan, dengan siasat penyerangan mendadak secara serentak di segala sektor. Seketika, dan segala penjuru Ambarawa penuh suara riuh desingan peluru, dentuman meriam, dan ledakan granat. Serangan dadakan tersebut diikuti serangan balasan musuh yang kalang kabut.

Sekitar pukul 16.00 WIB, TKR berhasil menguasai Jalan Raya Ambarawa Semarang, dan pengepungan musuh dalam kota Ambarawa berjalan dengan sempurna. Terjadilah pertempuran jarak dekat. Musuh mulai mundur pada 14 Desember 1945. Persediaan logistik maupun amunisi musuh sudah jauh berkurang.

Akhirnya, pasukan sekutu mundur dan Ambarawa sambil melancarkan aksi bumi hangus pada 15 Desember 1945, pukul 17.30 WIB. Pertempuran berakhir dengan kemenangan gemilang pada pihak TKR. Pasukan TKR berhasil merebut benteng pertahanan sekutu yang tangguh. Kemenangan pertempuran Ambarawa pada 15 Desember 1945. Keberhasilan Panglima Besar Jenderal Soedirman ini kemudian diabadikan dalam bentuk monumen Palagan Ambarawa. TNI Angkatan Darat memperingati tanggal tersebut setiap tahun sebagai Hari Infanteri.

Palagan Ambarawa

10

Page 11: LAPORAN TUGAS SEJARAH PERANG NASIONAL

Pertempuran Medan Area

Pada tanggal 9 November 1945 pasukan sekutu dibawah pimpinan Brigadir Jendral T.E.D.Kelly mendarat di sumatera utara yang diikuti oleh pasukan NICA. Pemerintah Republik Indonesia di Sumatera Utara memperbolehkan mereka untuk menempati beberapa hotel yang terdapat di kota Medan seperti Hotel de Boer, Grand Hotel, Hotel Astoria, dan hotel – hotel lainnya.

Selanjutnya mereka ditempatkan di Binjai, Tanjung Lapangan. Sehari setelah mendarat tim RAPWI mendatangi kamp tawanan yang ada di Medan atas persetujuan gubernur M. Hasan. Kelompok itu langsung dibentuk menjadi Medan Batalyon KNIL.

Dengan adanya kekuatan itu, ternyata bekas tawanan menjadi arogan dan sewena – wena dan menyebabkan terjadinya insiden tanggal 13 Oktober 1945 di jalan Bali, Medan. Insiden itu berawal dari ulah seorang penghuni hotel yang merampas dan menginjak – injak lencana Merah Putih. Akibatnya hotel itu diserang dan dirusak oleh kalangan pemuda. Dampak dari insiden itu menjalar ke beberapa kota lain, seperti Pematang Siantar dan Brastagi.

Pada tanggal 10 Oktober 1945 dibentuk TKR Sumatera Timur dengan pemimpinnya Achmad Tahir. Selanjutnya diadakan pemanggilan bekas Giyugun dan Heiho ke Sumeatera Timur. Di samping TKR terbentuk juga badan – badan perjuangan yang sejak tanggal 15 Oktober 1945 menjadi Pemuda Republik Indonesia Sumatera Timur dan kemudian diganti menjadi Pesindo.

Setelah dikeluarkannya Maklumat Pemerintah tentang terbentuknya partai – partai politik pada bulan November 1945, di Sumatera dibentuklah laskar – laskar partai. PNI memiliki laskar yang bernama Nasional Pelopor Indonesia ( Napindo ), PKI mempunyai Barisan Merah, Masyumi mempunyai laskar Hisbullah dan Parkindo mendirikan Pemuda Parkindo.

Pada tanggal 18 Oktober 1945 Brigadir Jendral T.E.D. Kelly member ultimatu agar para pemuda Medan menyerahkan senjatanya kepada sekutu. Pasukan sekutu – Inggris juga semakin memperburuk suasana dengan permusuhan di kalangan pemuda Indonesia di Sumatera.

Pada tanggal 1 Desember 1945, pihak sekutu – Inggris memasang papan – papan yang bertuliskan Fixed Boundaries Medan Area di daerah – daerah pinggiran kota Medan. Sejak saat iut nama Medan Area menjadi terkenal. Inggris bersama NICA melakukan aksi pembersihan tehadap unsur – unsur Republik Indonesia di Medan. Bahkan pada tanggal 10 Desember 1945 mereka berusaha menghancurkan konsenterasi TKR di Trepes. Aksi tersebut mendapat perlawanan yang sengit dari pemuda Medan.

Dalam peristiwa itu Brigadir Jendral T.E.D.Kelly kembali mengancam pemuda Medan agar menyerahkan senjata yang mereka miliki dan jika tidak akan ditembak mati. Pada bulan April 1946 tentara Inggris sudah mulai mendesak pemerintah Republik Indonesia di Medan. Gubernur markas besat divisi TKR di Medan dan walikota pindah ke Pematang Siantar. Inggris pun akhrinya menduduki kota Medan.

Pada tanggal 10 Agustus 1946, diselenggarakan pertemuan di Tebing Tinggi antara para komando pasukan yang berjuang di Medan yang memutuskan dibentuknya satu komando yang

11

Page 12: LAPORAN TUGAS SEJARAH PERANG NASIONAL

bernama Komando Resimen Laskar Rakyat Medan Area. Komando tersebut terdiri atas 4 sektor dan tiap sector dibagi atas 4 subsektor yang berkekuatan satu batalyon. Markas Komando resimen berkedudukan di Sudi Mengerti, Trepes.

Medan Area

Bandung Lautan Api

Peristiwa Bandung Lautan Api adalah peristiwa kebakaran besar yang terjadi di kota Bandung, provinsi Jawa Barat pada bulan Maret 1946. Dalam waktu tujuh jam, sekitar 200.000 penduduk membakar rumah dan harta benda mereka, meninggalkan kota menuju pegunungan di daerah selatan Bandung. Hal ini dilakukan untuk mencegah tentara Sekutu dan tentara NICA Belanda menguasai kota tersebut.

Keputusan untuk membumihanguskan Bandung diambil melalui musyawarah Madjelis Persatoean Perdjoangan Priangan (MP3) di hadapan semua kekuatan perjuangan, pada tanggal 24 Maret 1946 oleh Kol. Abdoel Haris Nasoetion selaku Komandan Divisi III, mengumumkan hasil musyawarah tersebut dan memerintahkan untuk meninggalkan Kota Bandung. Hari itu juga, rombongan besar penduduk Bandung mengalir panjang meninggalkan kota dan malam itu pembakaran kota berlangsung. Selanjutnya TRI melakukan perlawanan secara gerilya dari luar Bandung.

Bandung sengaja dibakar oleh TRI dan rakyat dengan maksud agar Sekutu tidak dapat menggunakannya lagi. Di sana-sini asap hitam mengepul membubung tinggi di udara. Semua listrik mati. Inggris mulai menyerang sehingga pertempuran sengit terjadi. Pertempuran yang paling seru terjadi di Desa Dayeuh kolot, sebelah selatan Bandung, di mana terdapat pabrik mesiu yang besar milik Sekutu. TRI bermaksud menghancurkan gudang mesiu tersebut.

12

Page 13: LAPORAN TUGAS SEJARAH PERANG NASIONAL

Untuk itu diutuslah pemuda Muhammad Toha dan Ramdan. Kedua pemuda itu berhasil meledakkan gudang tersebut dengan granat tangan. Gudang besar itu meledak dan terbakar, tetapi kedua pemuda itu pun ikut terbakar di dalamnya. Staf pemerintahan kota Bandung pada mulanya akan tetap tinggal di dalam kota, tetapi demi keselamatan maka pada jam 21.00 itu juga ikut keluar kota. Sejak saat itu, kurang lebih pukul 24.00 Bandung Selatan telah kosong dari penduduk dan TRI. Tetapi api masih membubung membakar kota. Dan Bandung pun berubah menjadi lautan api.

Moh. TohaPembumihangusan Bandung tersebut merupakan tindakan yang tepat, karena kekuatan TRI

dan rakyat tidak akan sanggup melawan pihak musuh yang berkekuatan besar. Selanjutnya TRI bersama rakyat melakukan perlawanan secara gerilya dari luar Bandung. Peristiwa ini melahirkan lagu "Halo-Halo Bandung" yang bersemangat membakar daya juang rakyat Indonesia.

Bandung Lautan Api kemudian menjadi istilah yang terkenal setelah peristiwa pembakaran itu. Banyak yang bertanya-tanya darimana istilah ini berawal. Almarhum Jenderal Besar A.H Nasution teringat saat melakukan pertemuan di Regentsweg (sekarang Jalan Dewi Sartika), setelah kembali dari pertemuannya dengan Sutan Sjahrir di Jakarta, untuk memutuskan tindakan apa yang akan dilakukan terhadap Kota Bandung setelah menerima ultimatum Inggris.

Jadi saya kembali dari Jakarta, setelah bicara dengan Sjahrir itu. Memang dalam pembicaraan itu di Regentsweg, di pertemuan itu, berbicaralah semua orang. Nah, disitu timbul pendapat dari Rukana, Komandan Polisi Militer di Bandung. Dia berpendapat, “Mari kita bikin Bandung Selatan menjadi lautan api.” Yang dia sebut lautan api, tetapi sebenarnya lautan air” A.H Nasution, 1 Mei 1997

A. H. Nasution

13

Page 14: LAPORAN TUGAS SEJARAH PERANG NASIONAL

Pada saat pertemuan itu memang muncul usulan untuk meledakkan Sang Hyang Tikoro, terowongan Sungai Citarum di daerah Rajamandala, agar Kota Bandung kembali menjadi danau.Istilah Bandung Lautan Api muncul pula di harian Suara Merdeka tanggal 26 Maret 1946. Seorang wartawan muda saat itu, yaitu Atje Bastaman, menyaksikan pemandangan pembakaran Bandung dari bukit Gunung Leutik di sekitar Pameungpeuk, Garut. Dari puncak itu Atje Bastaman melihat Bandung yang memerah dari Cicadas sampai dengan Cimindi. Pemandangan yang sama yang dilihat oleh A.H Nasution bersama Rukana dari arah Ciparay.

Jadi dengan ledakan itu, saya dengan Rukana naik ke atas, di tempat listrik. Melihat betul-betul dari Cimahi sampai Ujungberung sudah api semua itu.A.H Nasution, 1 Mei 1997

Istilah Bandung Lautan Api muncul pula di harian Suara Merdeka tanggal 26 Maret 1946. Seorang wartawan muda saat itu, yaitu Atje Bastaman, menyaksikan pemandangan pembakaran Bandung dari bukit Gunung Leutik di sekitar Pameungpeuk, Garut. Dari puncak itu Atje Bastaman melihat Bandung yang memerah dari Cicadas sampai dengan Cimindi.

Setelah tiba di Tasikmalaya, Atje Bastaman dengan bersemangat segera menulis berita dan memberi judul Bandoeng Djadi Laoetan Api. Namun karena kurangnya ruang untuk tulisan judulnya, maka judul berita diperpendek menjadi Bandoeng Laoetan Api.

Bandung Lautan Api

Peristiwa Merah Putih di Manado

Tanggal 14 Februari 1946, jam 01.00, sejumlah tentara KNIL yang setia kepada Republik Indonesia di tangsi militer Teling Manado bangun dari tidur, bergerak menuju lokasi sasaran di dalam tangsi dengan formasi huruf "L". Mereka melucuti senjata semua pimpinan militer Belanda di tangsi itu dan memasukkannya ke sel sebagai tahanan. 

Peristiwa itu berlanjut dengan pengibaran sang saka Merah Putih di tangsi yang terkenal angker karena pasukan yang menempati kompleks milter itu dikenal sebagai pasukan pemberani

14

Page 15: LAPORAN TUGAS SEJARAH PERANG NASIONAL

andalan Belanda. Para pejuang itu merobek warna biru bendera Kerajaan Belanda, menyisakan dwi warna Merah Putih dan mengibarkannya di tangsi itu. 

Kapten Blom, pemimpin Garnisun Manado ditangkap sekitar pukul 03.00,    setelah lebih dulu menahan Letnan Verwaayen, pimpinan tangsi militer    Teling. Siangnya, pasukan pejuang republik menangkap Komandan KNIL    Sulawesi Utara Letkol de Vries dan Residen Coomans de Ruyter beserta    seluruh anggota NICA. Sehari kemudian, para pejuang menaklukkan kamp    tahanan Jepang yang berkekuatan 8.000 serdadu.

Peristiwa ini diberitakan berulang-ulang melalui siaran radio dan    telegrafi oleh Dinas Penghubung Militer di Manado, ditangkap dan    diteruskaan oleh kapal perang Australia SS "Luna" ke Allied Head    Quarters di Brisbane. Selanjutnya Radio Australia menjadikannya    sebagai berita utama dan ikut disebar-luaskan oleh BBC-London dan    Radio San Fransisco Amerika Serikat. 

Bagi Belanda, perebutan tangsi militer Teling dan penurunan bendera    merah putih biru digantikan Sang Saka Merah Putih oleh kalangan    pejuang Indonesia merupakan pukulan telak. Bahkan kekalahan militernya    di Manado secara otomatis melumpuhkan provokasinya di luar negeri    bahwa perjuangan kemerdekaan di Indonesia cuma terbatas di pulau Jawa. 

Pada tanggal 16 Februari 1946 pemuda Manado menyatakan bahwa kekuasaan di seluruh manado telah berada di tangan Indonesia. Untuk memperkuat kedudujan Republik Indonesia, para pemimpin dan pemuda menyusun pasukan keamanan dengan nama Pasukan Pemuda Indonesia yang dipimpin oleh Mayor Waisan.

Bendera Merah Putih dikibarkan di selruh pesolok Minahasa hamper selama 1 bulan, yaitu sejak tanggal 14 Februari 1946. Dr. sam Ratulangi membuat petisi yang menyatakan bahwa rakyat Sulawesi tidak dapat dipisahkan dari Republik Indonesia. Petisi itu ditandatangani oleh 540 pemuka Manado. Oleh karena petisi tersebut, pada tahun 1946, Sam Ratulangi ditangkap dan dibuang ke Serui (Irian Barat dan sekarang Papua).

Sam Ratulangi

15

Page 16: LAPORAN TUGAS SEJARAH PERANG NASIONAL

Pertempuran Margarana (20 November 1946)

Pada tanggal 2 dan 3 Maret 1946, lebih kurang 2.000 tentara Belanda mendarat di Pulau Bali. Diikuti oleh tokoh-tokoh Bali yang pro terhadap belanda. Ketika Belanda mendarat di Pulau Bali, pimpinan Laskar bali, Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai, sedang menghadap ke Markas Tertinggi TKR di Yogyakarta.

Ketika kembali dari Yogyakata, I Gusti Ngurah Rai menemukan pasukannya porak-poranda akibat serangan dari pasukan Belanda. I Gusti Ngurah Rai berusaha untuk mempersatukan kembali pasukannya, sementara Belanda terus membujuk Ngurah Rai agar mau bekerja sama dengan pihak Belanda. Namun ajakan itu ditolaknya mentah-mentah. Penolakan itu terlihat dari isi surat balasannya yang memuat:

“Bali bukan tempat untuk perundingan dan perundingan merupakan hak dari pemimpin kami di pusat.”

Setelah berhasil menghimpun dan mempersatukan kembali pasukannya, pada tanggal 18 November 1946, Ngurah Rai bersama dengan pasukannya melakukan serangan terhadap Markas Belanda yang ada di kota Tabanan. Dalam peperangan itu pasukan Ngurah Rai mengalami kemenangan. Setelah kemenangan itu, pasukan Ngurah Rai mundur ke arah utara dan memutuskan markas perjuangannya di desa Margarana.

Oleh karena mengalami kekalahan pada tanggal 20 November 1946, Belanda mengerahkan seluruh kekuatannya yang ada di Pulau Bali dan Lombok untuk mengepung Bali. Daerah Margarana diserang dengan tiba-tiba sehingga terjadi pertempuran sengit. Dalam pertempuran itu, I Gusti Ngurah Rai menyerukan perang puputan (perang habis-habisan. I Gusti Ngurah Rai beserta pasukannya gugur dalam peristiwa itu. Semenjak saat itu, perang tersebut disebut Perang Puputan Margarana. Setiap tahun pada tanggal 20 November, rakyat Bali memperingati Hari Pahlawan Margarana.

I Gusti Ngurah Rai

16

Page 17: LAPORAN TUGAS SEJARAH PERANG NASIONAL

Monumen Perang Puputan

17