laporan ta 13505024 - · pdf filekualitas pelayanan yang baik. citra buruk terkait layanan...

15
III-1 Bab III Analisis Kondisi Organisasi III.1 Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pemberian layanan umum kepada masyarakat merupakan perwujudan dari fungsi pemerintah sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Layanan publik merupakan arena di mana terjadi transaksi nyata dan intensif antara masyarakat dengan pemerintah. Sektor layanan publik merupakan salah satu indikator bagi keberhasilan pemerintah dalam menyelenggarakan pemerintahan dan menjalankan mandat yang diberikan oleh masyarakat [EKO08]. Layanan publik yang dikaji dalam tugas akhir ini dibatasi pada layanan publik yang memberikan dampak positif terhadap iklim investasi di suatu kabupaten/kota. Layanan perizinan dan non-perizinan merupakan titik awal dari proses penanaman investasi dari investor di suatu daerah. Oleh karena itu, layanan perizinan dan non-perizinan yang dilakukan oleh pemerintah menjadi pokok bahasan utama dalam penulisan tugas akhir ini. Pentingnya sektor pelayanan perizinan ini sayangnya tidak didukung dengan kualitas pelayanan yang baik. Citra buruk terkait layanan perizinan dan non- perizinan terutama diakibatkan oleh proses pengurusan permohonan yang berbelit-belit dan menyulitkan konsumen. Panjangnya proses ini turut meningkatkan kerawanan untuk terjadinya pungutan liar pada setiap tahapan dari proses tersebut. Banyaknya penjual jasa liar (calo) mengindikasikan adanya kesenjangan kepentingan antara pemerintah sebagai penyedia layanan dengan pihak konsumen yaitu masyarakat. Citra buruk ini berdampak terhadap hilangnya kepercayaan dan kredibilitas pemerintah di mata masyarakat. Sudah sepatutnya pemerintah memberikan perhatian khusus terhadap kualitas pelayanannya kepada masyarakat, mengingat bahwa sektor ini merupakan gerbang interaksi yang intensif dengan masyarakatnya. Oleh karena itu, pemerintah merumuskan upaya-upaya penyempurnaan utamanya dalam kegiatan pelayanan perizinan ini. Upaya yang ditempuh diharap dapat mewujudkan

Upload: dinhthuy

Post on 06-Mar-2018

220 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

III-1

Bab III Analisis Kondisi Organisasi

III.1 Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

Pemberian layanan umum kepada masyarakat merupakan perwujudan dari fungsi

pemerintah sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Layanan publik merupakan

arena di mana terjadi transaksi nyata dan intensif antara masyarakat dengan

pemerintah. Sektor layanan publik merupakan salah satu indikator bagi

keberhasilan pemerintah dalam menyelenggarakan pemerintahan dan menjalankan

mandat yang diberikan oleh masyarakat [EKO08].

Layanan publik yang dikaji dalam tugas akhir ini dibatasi pada layanan publik

yang memberikan dampak positif terhadap iklim investasi di suatu

kabupaten/kota. Layanan perizinan dan non-perizinan merupakan titik awal dari

proses penanaman investasi dari investor di suatu daerah. Oleh karena itu, layanan

perizinan dan non-perizinan yang dilakukan oleh pemerintah menjadi pokok

bahasan utama dalam penulisan tugas akhir ini.

Pentingnya sektor pelayanan perizinan ini sayangnya tidak didukung dengan

kualitas pelayanan yang baik. Citra buruk terkait layanan perizinan dan non-

perizinan terutama diakibatkan oleh proses pengurusan permohonan yang

berbelit-belit dan menyulitkan konsumen. Panjangnya proses ini turut

meningkatkan kerawanan untuk terjadinya pungutan liar pada setiap tahapan dari

proses tersebut. Banyaknya penjual jasa liar (calo) mengindikasikan adanya

kesenjangan kepentingan antara pemerintah sebagai penyedia layanan dengan

pihak konsumen yaitu masyarakat. Citra buruk ini berdampak terhadap hilangnya

kepercayaan dan kredibilitas pemerintah di mata masyarakat.

Sudah sepatutnya pemerintah memberikan perhatian khusus terhadap kualitas

pelayanannya kepada masyarakat, mengingat bahwa sektor ini merupakan

gerbang interaksi yang intensif dengan masyarakatnya. Oleh karena itu,

pemerintah merumuskan upaya-upaya penyempurnaan utamanya dalam kegiatan

pelayanan perizinan ini. Upaya yang ditempuh diharap dapat mewujudkan

III-2

kualitas pelayanan publik yang cepat, murah, mudah, transparan, pasti dan

terjangkau serta meningkatkan hak-hak masyarakat terhadap pelayanan publik

[FAH07]. Meningkatnya kualitas pelayanan perizinan akan menyediakan akses

yang lebih luas kepada masyarakat dan investor untuk melaksanakan kegiatan

investasi di suatu daerah.

Prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan layanan publik

[FAH07], meliputi: kesederhanaan, kejelasan, transparansi, kepastian dan

ketepatan waktu, biaya yang dapat dipertanggungjawabkan, pelayanan yang

berkualitas, serta kepastian hasil dan sah secara hukum. Mengacu terhadap prinsip

tersebut, maka dalam pelaksanaan pelayanan perizinan ini perlu ditetapkan

standar yang menjadi ukuran dari kualitas pelayanan, yaitu: persyaratan, prosedur

pelayanan, waktu penyelesaian, biaya pelayanan, kompetensi petugas, penanganan

pengaduan, jaminan pelayanan, serta penilaian kinerja melalui survei indeks

kepuasan masyarakat secara periodik.

Mengacu kepada permasalahan dan upaya perbaikan dari sektor layanan perizinan

iini, pemerintah merumuskan Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap (UPTSA), di

mana menempatkan penyedia pelayanan (dinas teknis terkait yang berwenang

mengeluarkan izin) di satu lokasi pelayanan. Gambar III-1 menunjukkan pola

interaksi yang terjadi di UPTSA. Front office dari masing-masing dinas

ditempatkan bersama dalam satu lokasi, sedangkan back office tempat

dilakukannya pemrosesan perizinan masih berada di masing-masing kantor dinas

teknis. Daftar dari dinas teknis terkait di lingkungan Pemerintah Kabupaten

(Pemkab) Kutai Barat yang berwenang menyediakan layanan perizinan dan non-

perizinan dapat diacu di Lampiran A.

Walaupun UPTSA telah diterapkan dengan baik di beberapa kabupaten/kota,

pemerintah pusat kembali merumuskan Penyelenggaraaan Pelayanan Terpadu

Satu Pintu (PPTSP) yang merupakan hasil penyempurnaan dari UPTSA. PPTSP

adalah kegiatan penyelenggaraan perizinan dan non-perizinan, yang proses

III-3

pengelolaannya mulai dari tahap permohonan sampai ke tahap terbitnya dokumen

dilakukan di satu tempat [DAG06].

PPTSP memiliki kewenangan untuk menerbitkan dokumen perizinan, tidak

sekedar berupa fungsi koordinasi sebagaimana UPTSA. PPTSP tidak lagi

berperan sebagai titik layanan (service point), namun sekaligus sebagai penyedia

layanan (service provider). Pola interaksi dan komponen yang dimiliki oleh

instansi pelaksana PPTSP dapat dilihat di Gambar III-2.

Pemkab Kutai Barat di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah

(RPJMD) 2006-2011 yang dapat diacu di Lampiran A., menyatakan misi

pembangunannya yaitu untuk memfasilitasi terciptanya pertumbuhan ekonomi

dan lapangan kerja bagi masyarakat lokal dengan cara menciptakan iklim

ekonomi yang kondusif dan pola kemitraan dalam mendukung pengembangan

ekonomi kerakyatan yang berbasiskan kampung [SED06]. Misi tersebut kemudian

diterjemahkan dengan pembentukan instansi pelaksana PPTSP di Kabupaten

Kutai Barat, yaitu Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BP2T) Kutai Barat.

Karakteristik positif dari PPTSP, regulasi pusat/daerah yang mengatur

keberadaaan PPTSP dan BP2T, serta struktur organisasi dan tata kerja BP2T

Kutai Barat dapat diacu di Lampiran B.

Keberadaan BP2T diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas

pelaksanaan layanan perizinan. Pengurangan jarak geografis antar penyedia

layanan perizinan diharap dapat mempersingkat waktu pemrosesan perizinan serta

untuk mempermudah akses masyarakat terhadap layanan ini. Di balik

keunggulannya, keberadaan BP2T di sisi lain perlu dicermati dengan baik untuk

menjaga sinergi yang positif antara BP2T dengan dinas teknis terkait.

Setiap daerah (kabupaten) tentu memiliki potensi kekayaan dan sumber daya alam

yang berbeda. Perbedaan tersebut mengakibatkan perbedaan sumber pendapatan

daerah dan fokus kegiatan ekonomi antara satu daerah dengan daerah yang lain.

Arah kegiatan ekonomi yang berbeda untuk setiap daerah memunculkan

kebutuhan perizinan yang berbeda untuk setiap daerah. Jenis layanan perizinan

III-4

dan non-perizinan yang dikelola oleh Pemkab Kutai Barat dapat diacu di

Lampiran C.

Gambar III-1 Instansi Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap

III-5

Gambar III-2 Instansi Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu

III-6

III.2 Inisiasi Perencanaan Arsitektur Enterprise

Permendagri No 24 Tahun 2006, mengenai pedoman pelaksanaan PPTSP,

menyatakan bahwa instansi pelaksana PPTSP wajib memiliki SI untuk

mendukung kegiatan pelayanan perizinan. BP2T sebagai instansi pelaksana

PPTSP pun wajib melaksanakan instruksi tersebut.

Biaya investasi yang besar untuk pengadaan SI merupakan salah satu masalah

yang dihadapi oleh banyak organisasi. Besarnya biaya seringkali terjadi akibat

dilakukannya modifikasi terhadap SI yang terus berulang. Hal tersebut terjadi

akibat tidak adanya objektif yang jelas dan spesifik dari kegiatan pengadaan SI.

Oleh karena itu perlu dibuat rencana pengimplementasian SI yang didahului

dengan pembuatan rancangan arsitektur enterprise dengan menggunakan

metodologi EAP.

Inisiasi perencanaan dilakukan dengan mendefinisikan lingkup dan tujuan dari

studi EAP. Lingkup dalam studi ini meliputi aktifitas BP2T dalam menyediakan

layanan perizinan dan non-perizinan bagi masyarakat Kutai Barat. Studi ini

bertujuan untuk menghasilkan arsitektur enterprise bagi BP2T. Ketersediaan

arsitektur enterprise BP2T diharap dapat memetakan kebutuhan bisnis BP2T

terhadap kebutuhan infrastruktur SI.

Terdapat 2 metodologi pendukung yang diperlukan dalam pelaksanaan studi ini,

yaitu:

1) Business Systems Planning (BSP), untuk menerjemahkan strategi bisnis

organisasi menjadi strategi perencanaan SI.

2) Value Configuration Analysis, untuk mengidentifikasi dan

mengklasifikasikan entitas bisnis ke dalam area fungsional utama dan

pendukung.

Dukungan eksekutif dari Pemkab Kutai Barat merupakan salah satu critical

success factors dalam pelaksanaan studi ini untuk mencapai hasil yang

diharapkan.

III-7

III.3 Pemodelan Bisnis

Tahapan ini bertujuan menghimpun basis pengetahuan/informasi dengan lengkap,

komprehensif, dan konsisten yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan bisnis

organisasi. Pemahaman yang baik terhadap kegiatan bisnis dari organisasi akan

membantu dalam pendefinisian arsitektur enterprise yang berkualitas

III.3.1 Analisis Konfigurasi Nilai

Pembahasan di bab II.3.2 telah menguraikan dua alat bantu dalam analisis

konfigurasi nilai yaitu Value Chain (VC) dan Value Network (VN). Pada dasarnya

kedua alat bantu tersebut memiliki peran yang sama yaitu untuk mempermudah

identifikasi dan klasifikasi dari fungsi bisnis organisasi.

Pada bab II.3.2.1 dinyatakan bahwa VC sering juga dikenal sebagai long-linked

technology, artinya proses penciptaan nilai terjadi melalui transformasi dari input

menjadi produk akhir. Karakteristik tersebut menujukkan VC sesuai bagi

organisasi yang berjenis manufaktur. Di bab berikutnya yaitu II.3.2.2, menyatakan

bahwa penciptaan nilai di VN terjadi melalui upaya untuk memfasilitasi jaringan

relasi antar konsumen dengan memanfaatkan teknologi sebagai mediumnya.

Organisasi berperan sebagai mediator, sehingga VN sesuai untuk organisasi jasa.

Dengan mengingat aktifitas inti BP2T sebagai instansi penyedia layanan perizinan

dan non-perizinan, maka BP2T dapat diklasifikasikan sebagai organisasi yang

bergerak di bidang jasa. Oleh karena itu, pada pembahasan selanjutnya alat bantu

analisis konfigursasi nilai yang akan digunakan adalah analisis VN.

Analisis VN terbagi ke dalam dua tahapan yaitu: analisis VN eksternal dan

internal. Analisis VN eksternal merepresentasikan posisi BP2T terhadap

lingkungan luar organisasi sedangkan analisis VN internal dimanfaatkan untuk

mengidentifikasi entitas bisnis dari BP2T serta mengelompokkannya ke dalam

area fungsional utama dan pendukung.

III-8

III.3.1.1 Analisis Value Network Eksternal BP2T

Analisis VN eksternal merepresentasikan hubungan antara BP2T dengan

konsumen dan stakeholder yang terlibat dalam jaringan kerjanya. Stakeholder

yang teridentifikasi, antara lain:

1) Gubernur (Gubernur Kalimantan Timur), berperan sebagai tim pembina

dan pengawas.

2) Kepala daerah (Bupati Kutai Barat), berperan sebagai tim pembina dan

pengawas.

3) Bendahara daerah, selaku penanggung jawab terhadap pengelolaan

pemasukan dan pengeluaran uang oleh pemerintah daerah.

4) Dinas teknis terkait, sebagai instansi yang melaksanakan urusan

pemerintahan di daerah. Setiap dinas teknis diharap dapat membantu

BP2T dalam menyelenggarakan kegiatan pelayanan perizinan dan non-

perizinan.

5) Masyarakat Kutai Barat, sebagai konsumen dari layanan perizinan dan

non-perizinan.

Gubernur

Kalimantan

Timur

MasyarakatBupati Kutai

Barat

Bendahara

Daerah

Dinas Teknis

Pemerintah

Kabupaten/KotaPublik

Pembinaan dan pengawasan

berjenjang

Pembinaan dan

pengawasanPelayanan

Koordinasi teknis

Pengelolaan Keuangan

Pemerintah

Provinsi

Analisis Value Network Internal

Institusi BP2T

Gambar III-3 Analisis VN Eksternal

III-9

Gambar III-3 mengilustrasikan hasil analisis VN eksternal dari BP2T. Hasil

analisis tersebut akan membantu dalam mengidentifikasi area-area fungsional

yang dimiliki BP2T dan menjaga hubungan kemitraan dengan stakeholder.

III.3.1.2 Analisis Value Network Internal BP2T

Analisis VN internal merupakan proses identifikasi dan pengklasifikasian entitas

bisnis utama dan pendukung yang dilakukan oleh BP2T. Idenfikasi dilakukan

dengan menurunkannya berdasar area-area fungsional dari VN. Area fungsional

dalam analisis VN diklasifikasikan dalam: Network promotion and contract

management, Service provisioning, Network infrastructure operation. Terdapat 4

area fungsional pendukung, yaitu: Firm Infrastructure, Human Resource

Management, Technology Development, dan Procurement. Entitas bisnis

didefinisikan sebagai sekelompok fungsi bisnis yang menghasilkan produk, jasa

dan/atau informasi serta menggunakan sumber daya [IBM84]. Hasil dari proses

identifikasi dan klasifikasi ditampilkan di Gambar III-4.

Firm Infrastructure Keuangan; Layanan Umum

Human Resource Management Manajemen Sumber Daya Manusia

Technology Development

Network infratructure

development

Service development

Procurement Perlengkapan

Gambar III-4 Analisis VN Internal

Network Promotion & Contract

Management

• Pelayanan Informasi

• Pelayanan Pengaduan

Service Provisioning

• Pelayanan

Administrasi

Perizinan dan Non-

Perizinan

• Pengendalian

Network Infrastructure Operation

• Pemantauan dan

Evaluasi

• Pembinaan

• Pengawasan

III-10

III.3.2 Dekomposisi Fungsi dan Proses Bisnis

Identifikasi terhadap fungsi dan proses bisnis dilakukan dengan memanfaatkan

hasil analisis VN internal BP2T. Entitas bisnis yang berhasil diidentifikasi

didekomposisi menjadi himpunan fungsi bisnis. Kemudian untuk setiap fungsi

bisnis didekomposisi lagi menjadi kumpulan proses bisnis yang dikerjakan oleh

organisasi. Setiap proses bisnis dipetakan ke lokasi di mana proses bisnis

berlangsung. Hasil identifikasi dan pemetaan antara proses bisnis dengan lokasi

bisnis ditampilkan di Tabel III-1 (cuplikan dari Lampiran D). Teridentifikasi 101

proses bisnis yang dipetakan ke 7 lokasi bisnis.

III.3.3 Pemetaan Fungsi Bisnis Terhadap Unit Organisasi

Tahap ini akan memetakan fungsi bisnis terhadap unit organisasi yang ada di

BP2T. Pemetaan tersebut ditampilkan dalam bentuk matriks fungsi bisnis – unit

organisasi yang dapat dilihat pada

III-11

Tabel III-2 (cuplikan dari Lampiran D). Relasi tersebut mengidentifikasi adanya

unit organisasi yang mengerjakan terlalu banyak fungsi bisnis serta mendeteksi

bila terdapat satu fungsi bisnis yang melibatkan banyak unit organisasi.

Nilai cell dari matriks merepresentasikan derajat keterlibatan unit organisasi pada

suatu fungsi bisnis. Nilai “3” menunjukkan unit organisasi yang bertanggung

jawab dalam pengambilan keputusan, nilai “2” untuk tingkat keterlibatan penuh

tapi tidak bertangggungjawab terhadap pengambilan keputusan, dan nilai “1”

untuk tingkat keterlibatan yang terbatas.

III.4 Sistem dan Teknologi Saat Ini

Tahapan ini bertujuan mencatat keberadaan data, aplikasi dan platform teknologi

untuk mendukung proses bisnis organisasi. Hasil catatan tersebut dinamakan

Katalog Sumber Daya Informasi / Information Resource Catalog (IRC). IRC

dijadikan landasan dalam penyusunan rencana pengimplementasian SI.

III-12

Tabel III-1 Dekomposisi Enterprise

AREA FUNGSI ENTITAS BISNIS FUNGSI BISNIS PROSES BISNIS

LOKASI BISNIS

Kan

tor

Pem

da P

rovi

nsi /

K

abu

pate

n

Ba

ck-o

ffic

e B

P2

T

Lok

et c

usto

mer

ser

vice (

pus

at

info

rmas

i)

Lok

et p

enga

juan

pe

rmoh

onan

Rua

ng p

emro

sesa

n b

erka

s

Lok

et p

enye

raha

n do

kum

en

dan

kas

ir

Lok

asi S

urv

ei

Aktifitas Utama: Network Promotion & Contract Management

Pelayanan Informasi Perencanaan teknis penyebarluasan informasi

Merencanakan teknis penyebarluasan informasi X

Perencanaan teknis pelayanan informasi

Merencanakan teknis pelayanan informasi X

Pelaksanaan pelayanan informasi

Melayani pertanyaan masyarakat X

Menyebarluaskan informasi ke masyarakat X X

Penelusuran permohonan Menerima permintaan pelacakan permohonan X

Melacak keberadaan permohonan X

Pelayanan Pengaduan Perencanaan teknis pelayanan pengaduan

Merencanakan teknis pelayanan pengaduan X

Pelaksanaan pelayanan pengaduan

Menerima pengaduan X

Mengkategorikan jenis pengaduan X

Menganalisis akar masalah X

Menetapkan tindakan X X

Mendokumentasikan pengaduan

X

III-13

Tabel III-2 Relasi Fungsi Bisnis Dengan Unit Organisasi

UNIT ORGANISASI

Gu

bern

ur

Kal

iman

tan

Tim

ur

Bup

ati K

utai

Bar

at

Ben

daha

ra D

aera

h

Din

as te

knis

Ter

kait

Kep

ala

BP

2T

Sek

reta

riat

Su

bbag

Um

um

Su

bbag

Ke

uang

an

Su

bbag

Per

enca

naan

Pro

gra

m

Bid

ang

Pen

anam

an M

odal

Su

bbid

Inve

stas

i dan

Ker

jasa

ma

Su

bbid

Pen

gen

dal

ian

dan

Pen

gaw

asan

Inve

stas

i

Bid

ang

Ana

lisa

dan

Pro

mos

i

Su

bbid

An

alis

as P

ote

nsi

Su

bbid

Pro

mos

i

Bid

ang

Pe

rizin

an U

saha

Bid

ang

Pe

rizin

an T

erte

ntu

Tim

Tek

nis

FUNGSI BISNIS Pelayanan Informasi

Perencanaan teknis penyebarluasan informasi 3 1 2 1 1

Perencanaan teknis pelayanan informasi 3 1 2 1 1 Pelaksanaan pelayanan informasi 3 2 2 Penelusuran permohonan 3 2 2 1 1

Pelayanan Pengaduan

Perencanaan teknis pelayanan pengaduan 3 1 2 1 1 Pelaksanaan pelayanan pengaduan 3 2 2 1 1

Pelayanan Administrasi Perizinan dan Non-perizinan

Perencanaan teknis pelayanan perizinan dan non-perizinan 3 1 2 1 1 2 2

Perencanaan teknis bidang penanaman modal 3 1 2 1 1

Perencanaan teknis bidang analisa dan promosi 3 1 2 1 1

Peninjauan kembali peraturan daerah 3 2 2 1 1 1 1 Pengkoordinasian dengan unit kerja lain 3 2 2 1 1 1 1 1

III-14

III.4.1 Katalog Sumber Daya Informasi

III.4.1.1 Sistem Legacy

Identifikasi terhadap keberadaan sistem dan teknologi yang telah dimiliki oleh

organisasi menjadi salah satu input yang penting dalam menganalisis kondisi

organisasi saat ini. Pendokumentasian IRC dilakukan dengan mengidentifikasi

sistem legacy yang ada dimiliki organisasi. Aspek informasi yang perlu dicatat

dari setiap sistem legacy antara lain: deskripsi aplikasi, data input/output, serta

platform teknologi yang dipergunakan.

BP2T merupakan badan baru yang dibentuk di akhir tahun 2008. Pada dasarnya

BP2T mengintegrasikan fungsi layanan perizinan dan non-perizinan yang

sebelumnya dilakukan oleh dinas-dinas teknis di lingkungan Pemkab Kutai Barat.

Oleh karena itu, survei untuk mengatahui keberadaan sistem legacy dilakukan ke

dinas-dinas teknis terkait yang sebelumnya bertindak sebagai penyedia layanan

perizinan dan non-perizinan.

Hasil survei menunjukkan hanya terdapat 1 sistem legacy yang dimiliki oleh

Pemkab Kutai Barat yaitu Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK).

SIAK dimiliki oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Kutai

Barat. Deskripsi dari SIAK dapat diacu pada di Lampiran E.

III.4.1.2 Dukungan Aplikasi Terhadap Fungsi dan Proses Bisnis

Tahapan berikutnya yaitu memetasilangkan fungsi dan proses bisnis BP2T dengan

sistem legacy yang tercatat di IRC. Pemetaan ini untuk melihat tingkat persebaran

dan dukungan yang diberikan oleh sistem legacy terhadap kegiatan bisnis

organisasi .

SIAK mendukung 2 dari 100 proses bisnis BP2T (2%.) Namun SIAK hanya

dimanfaatkan secara terbatasa untuk pengurusan izin bidang kependudukan saja,

sehingga masih membutuhkan ditingkatkan fungsionalitasnya. Relasi antara

III-15

aplikasi dengan fungsi dan proses bisnis ditampilkan dalam bentuk matriks dapat

diacu di Lampiran E.

III.4.2 Platform Teknologi

Tahapan ini merelasikan sistem legacy dengan platform teknologi yang

dibutuhkannya. EAP tidak mendefinisikan format pendokumentasian platform

teknologi secara spesifik. Aspek yang didokumentasikan meliputi: perangkat

keras, data dan infomasi, jaringan, serta perangkat lunak. Pemetaan tersebut

ditampilkan dalam bentuk matriks yang dapat diacu pada Lampiran E.