laporan spektral
TRANSCRIPT
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Molekul yang berperan penting dalam aktivitas biologi memiliki sifat-
sifat spektral. Sifat spektral ini biasanya digunakan sebagai parameter
senyawa tertentu serta sebagai penentu keadaan utuh atau rusaknya suatu
molekul. Masing-masing molekul memiliki karakteristik dan sifat yang
berbeda-berbeda. Sifat spektral merupakan salah satu pembedanya, dimana
sifat spektral merupakan hasil interaksi antara energi radiasi, baik itu
penyerapan, pantulan maupun hamburan dengan atom-atom atau
molekul-molekul yang menyusun materi.
Salah satu jenis molekul penyusun suatu bahan pangan adalah
protein. Protein dapat ditemukan pada beberapa bahan pangan, baik itu
bahan pangan nabati maupun hewani seperti pada susu, telur, ikan, dan lain
sebagainya. Protein penyusun setiap bahan pangan berbeda-beda, bahan
pangan yang memiliki kandungan protein terlengkap adalah telur.
Protein pada telur terletak pada bagian putih telur yang sering disebut
dengan albumin telur. Albumin telur merupakan protein yang berasal dari
putih telur sehingga karakteristik albumin umumnya akan mengalami
perubahan struktur akibat pemanasan, pH, logam berat serta penambahan
zat-zat kimia. Sifat dan karakteristik dari albumin telur tersebut termasuk
sifat spektral yang dipengaruhi oleh interaksi beberapa bahan kimia dan
perlakuan. Hal ini melatarbelakangi dilakukannya praktikum tentang
pengaruh penambahan zat-zat kimia seperti HCl, NaOH, CuSO4 dan FeSO4
terhadap struktur pada albumin telur, serta pengaruh pH terhadap struktur
albumin tersebut.
B. Tujuan Praktikum
Tujuan dilakukan praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengaruh penambahan NaOH, HCl, dan logam berat
pada albumin terhadap nilai pH.
2. Untuk mengetahui pengaruh Untuk mengetahui pengaruh penambahan
NaOH, HCl, dan logam berat pada albumin terhadap nilai absorbansi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Albumin (Protein Telur)
Telur tersusun atas sebagian besar air. Bahan padat terdiri dari bahan
organik yaitu protein, lipida dan karbohidrat, sedangkan bahan anorganik
tersusun atas mineral (abu).Bagian terbesar dari isi telur adalah air, terdapat
sekitar 75% dari berat isi telur. Selanjutnya diikuti bahan organik, yang terdiri
atas protein, lipida, masing-masing 12% dan karbohidrat dalam jumlah kecil,
yaitu 1%. Bahan anorganik terdapat sekitar 1% dari berat isi
telur. Zat makanan pada putih telur yang terbanyak adalah protein albumin
dan paling sedikit adalah lemak. Sedangkan pada kuning telur porsi terbanyak
adalah lemak dan bagian yang paling sedikit adalah hidrat arang. Dengan
kata lain, putih telur merupakan sumber lemak. Titik isoelektrik pada albumin
adalah pada pH 4,55-4,90. Albumin merupakan unsur utama yang terdapat
pada putih telur (ovalbumin). Albumin dapat terkoagulasi atau terdenaturasi
oleh panas, alkohol, atau asam (Triatmojo, 2001).
B. Sifat Spektral
Spektral adalah hasil interaksi antara energi elektromagnetik (EM)
dengan suatu objek. Objek yang ada di permukaan bumi mempunyai
karakteristik yang berbeda sati dengan lainnya (khas). Ada objek yang
mempunyai sifat dara serapnya (absorpsi) terhadap EM tinggi dan
pantulannya rendah, sebaliknya ada objek yang mempunyai daya serap yang
rendah dan daya pantulnya tinggi. Pola pantulan dan absorpsi ini berbeda
untuk panjang gelombang (wavelength) yang berbeda. Jika dikaitkan dengan
citra satelit, maka masing-masing objek akan memberikan pantulan EM yang
berbeda, sehingga kita mampu membedakan suatu objek dengan objek yang
lain (identifikasi) . Adapun alat untuk mengukur nilai reflektansi dari suatu
objek adakal spektrometer. Spektrometer yang ada di pasaran saat
menyediakan spektrometer yang lebih tinggi resolusi spektralnya, selain itu
ada pula spektrometer yang dapat digunakan di bawah air (underwater).
Karakteristik spektral terkait dengan panjang gelombang yang digunakan
untuk mendeteksi obyek-obyek. Semakin sempit julat (range)
panjanggelombang yang digunakan maka, semakin tinggi kemampuan sensor
itu dalam membedakan obyek (Anonim, 2010).
C. Spektrofotometer
Faktor-faktor yang menyebabkan absorbansi dan konsentrasi tidak
linear berdasarkan Anonim (2012a) yaitu:
1. Adanya serapan oleh pelarut. Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan
blangko, yaitu larutan yang berisi selain komponen yang akan dianalisis
termasuk zat pembentuk warna.
2. Serapan oleh kuvet. Kuvet yang ada biasanya dari bahan gelas atau
kuarsa, namun kuvet dari kuarsa memiliki kualitas yang lebih baik.
3. Kesalahan fotometrik normal pada pengukuran dengan absorbansi
sangat rendah atau sangat tinggi, hal ini dapat diatur dengan pengaturan
konsentrasi, sesuai dengan kisaran sensitivitas dari alat yang digunakan
(melalui pengenceran atau pemekatan). Banyaknya sinar yang diserap
akan bergantung pada banyak molekul yang berinteraksi dengan sinar.
Jika pengukuran dilakukan pada suatu zat warna organik yang kuat/tajam
berupa larutan pekat, maka akan diperoleh absorbansi yang sangat tinggi
karena ada banyak molekul yang berinteraksi dengam sinar. Namun
dalam larutan yang sangat encer, sangat sulit untuk melihat warnanya
(absorbansinya sangat rendah). Hal ini dapat menyebabkan kesalahan
pengukuran (akibat variasi konsentrasi larutan). Konsentrasi larutan yang
terlalu pekat perlu dilakukan pengenceran agar absorbansinya dapat
terbaca pada spektrofotometer.
Pengukuran absorbansi atau konsentrasi transmitans dibuat
berdasarkan suatu seri (rangkaian) larutan pada panjang gelombang yang
telah ditetapkan. Panjang gelombang yang palingsesuai ditentukan dengan
membuat spektrum absorbsi dimana panjang gelombang yang paling sesuai
adalah yang menghasilkan absorbansi maksimum. Selanjutnya panjang
gelombang ini digunakan untuk pengukuran kuantitatif. Dengan
menggunakan panjang gelombang dari absorbansi yang maksimum maka
jika terjadi penyimpangan (deviasi) kecil panjang gelombang dari cahaya
masuk hanya akan menyebabkan kesalahan yang kecil dalam pengukuran
tersebut. Nilai absorbansi yang didapatkan akan semakin meningkat sesuai
dengan bertambahnya konsentrasi larutan uji yang menggandung protein.
Sehingga hal ini membuktikan bahwa semakin besar konsentrasi larutan uji
maka akan semakin besar absorbansi yang diperoleh. Skala dalam
pembacaan alat spektrofotometer menunjukkan bahwa semakin besar
panjang gelombang yang digunakan maka semakin kecil nilai absorbansi
yang dihasilkan (Anonim, 2012b).
D. Pengaruh Penambahan HCl (AsamKlorida) Pada Protein
Protein dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu yang panas dan
dingin, sinar ultraviolet, gelombang ultrasonik, pengocokan yang kuat,
suasana asam dan basa yang ekstrim, kation logam berat, penambahan
garam jenuh, serta bahan kimia seperti aseton, alkohol, dan sebagainya dapat
mengalami proses denaturasi. Denaturasi itu sendiri dapat diartikan sebagai
suatu proses perubahan konfigurasi tiga dimensi molekul protein tanpa
menyebabkan kerusakan ikatan peptida (Sudarmadji, 1989).
Kontak protein dengan beberapa bahan kimia tertentu dapat
mengakibatkan protein tersebut mengalami denaturasi. Perubahan pH yang
terjadi karena penambahan asam mineral atau penambahan basa pada
protein dapat merusak ikatan garam yang terdapat pada protein tersebut.
Seperti kita ketahui, ikatan garam dalam molekul protein adalah secara ionik
dan terjadi karena gaya tarik menarik antara gugus COO- dan gugus NH3+
yang berdekatan. Protein juga memiliki titik isoelektrik dimana jumlah
muatan positif dan muatan negatif pada protein adalah sama penambahan
asam dan basa dapat mengacaukan jembatan garam yang terdapat pada
protein. Ion positif dan negatif pada garam dapat berganti pasangan dengan
ion positif dan negatif dari asam ataupun basa sehingga jembatan garam
pada protein menjadi kacau dan protein dapat dikatakan
terdenaturasi (Anonim, 2011).
E. Pengaruh Penambahan Basa NaOH (Natrium Hidroksida)
Penambahan basa misalnya KOH atau NaOH dapat menyebabkan
denaturasi. Hal ini karena terjadi pemecahan ikatan peptida baik sebagian
atau keseluruhan. Ion OH- akan bereaksi dengan gugus amino. Pada
umumnya jika protein ditambah NaOH akan mengalami denaturasi karena
terikatnya ion Na+ pada gugus karboksil asam amino. Penambahan NaOH
juga bertujuan untuk membentuk larutan buffer (penyangga) yang dapat
mempertahankan pH suatu larutan (Sudarmadji, dkk., 1989).
Pada larutan asam (pH rendah), gugus amino bereaksi dengan H+,
sehingga protein bermuatan positif. Sebaliknya, dalam larutan basa (pH tinggi)
molekul protein akan bereaksi sebagai asam atau bermuatan negatif. Pada
pH isolistrik muatan gugus amino dan karboksil bebas akan saling
menetralkan sehingga molekul bermuatan nol (Winarno, 2002).
F. Pengaruh Logam Berat CuSO4 dan FeSO4 Terhadap Protein
Denaturasi protein akibat logam berat merupakan reaksi yang terjadi
antara logam berat dengan protein akan mengakibatkan terbentuknya
protein logam yang tidak larut. Protein akan mengalami presipitasi bila
bereaksi dengan ion logam. Pengendapan oleh ion positif (logam berat)
diperlukan pH larutan diatas pI karena protein bermuatan negative sedangkan
pengendapan oleh ion negative diperlukan pH larutan dibawah pI karena
protein bermuatan positif. Ion-ion positif yang dapat mengendapkan protein
adalah; Ag+, Ca2+, Zn2+, Hg2+, Fe2+,Cu2+ dan Pb2+, sedangkan ion-ion negatif
yang dapat mengendapkan protein adalah; ion salisilat, triklorasetat, piktrat,
tanat dan sulfo salisilat. Logam berat juga merusak ikatan disulfide karena
afinitasnya yang tinggi dan kemampuannya untuk menarik sulfur sehingga
mengakibatkan denaturasi protein. Pengaruh penambahan garam protein
akan mengalami kenaikan kelarutan yang disebabkan oleh pengaruh garam
netral. Sejumlah ion – ion dari molekul protein sehingga mengurangi interaksi
antar molekul itu sendiri. Akibatnya kelarutan bertambah. Peristiwa ini disebut
salting in bila konsentrasi garam netral tinggi maka molekul protein akan
diendapkan. Peristiwa ini disebut dengan salting out. Garam divalent atau
trivalent peristriwa ini dibandiing dengan garam nonvalen.
Mekanisme salting out disebabkan oleh dehidrasi protein oleh garam yang
menyebabkan ion–ion garam molekul air dari protein sehingga menurunkan
kelarutannya (Anna, 1994).
G. pH
pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat
keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan.
pH didefinisikan sebagai kologaritma aktivitas ion hidrogen H+ yang terlarut.
Koefisien aktivitas ion hidrogen tidak dapat diukur secara eksperimental,
sehingga nilainya didasarkan pada perhitungan teoritis. Skala pH bukanlah
skala absolut. pH bersifat relatif terhadap sekumpulan larutan standar yang
pH-nya ditentukan berdasarkan persetujuan internasional. Penambahan
basa menyebabkan pH menjadi naik. Ini menyebabkan pH semakin besar
dan semakin banyak OH- maka muatan ion semakin
negatif (Anonim, 2012b).
Pengaruh pH juga dapat mengakibatkan denaturasi protein sehingga
terjadi koagulasi protein. semakin kecil pH , semakin banyak endapannya.
Karena pH yang kecil dan banyak membantuk endapan berarti selisih
muatan listriknya antara yang positif dan negatif sama. Sehingga, tidak dapat
bergerak dan membantuk endapan atau warna keruh. Protein seperti asam
amino bebas memiliki titik isoelektrik yang berbeda-beda. Titik Isoelektrik
(TI) adalah daerah pH tertentu dimana protein tidak mempunyai selisih
muatan atau jumlah muatan positif dan negatifnya sama, sehingga tidak
bergerak ketika diletakkan dalam medan listrik. Pada pH isoelektrik (pI),
suatu protein sangat mudah diendapkan karena pada saat itu muatan
listriknyanol. Nilai pH putih telur segar 7,6 kemudian akan meningkat
menjadi 9,0 atau 9,7 setelah satu minggu (Ummi, 2010).
III. METODOLOGI PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Praktikum Aplikasi Mikrobiologi Kemanan Pangan ini dilakukan pada
hari Senin, 25 Februari 2013 pukul 08.30-12.00 WITA, di Laboratorium Kimia
Analisa dan Pengawasan Mutu Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi
Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas
Hasanuddin, Makassar.
B. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
- spektrofotometer
- gelas kimia
- pH meter
- pipet volum
- labu ukur
- tabung reaksi
- kuvet
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai
berikut:
- aquadest
- FeSO4
- HCL
- albumin telur
- NaOH
- kasein
- CuSO4
C. Prosedur Praktikum
Prosedur praktikum yang dilakukan pada praktikum ini adalah:
1. Persiapan pereaksi dan larutan
a. Persiapan HCL 0,1 N
- diambil 20 ml HCl 0,5 N
- diencerkan dengan aquades sebanyak 100 ml
b. Persiapan NaOH 0,1 N
- ditimbang NaOH sebanyak 5,4 gram
- diencerkan dalam 100 ml air
c. Persiapan CuSO4
- ditimbang padatan CuSO4 sebanyak 7,9 gram
- dilarutkan dengan aquades sebanyak 10 ml
- dipanaskan.
d. Persiapan FeSO4
- ditimbang padatan FeSO4 sebanyak 7,6 gram
- dilarutkan dengan aquades sebanyak 10 ml
- dipanaskan hingga larut.
2. Persiapan bahan
a. Blanko
1) Diambil 5 ml putih telur
2) Diukur pHnya menggunakan pH meter dan diinkubasi pada suhu
5oC selama 5 menit
b. Basa
1) Diambil 2 tabung reaksi
2) Dipipet putih telur masing-masing tabung sebanyak 5 ml
3) Ditambahkan 2,5 ml NaOH pada tabung 1 dan 0,5 ml NaOH pada
tabung 2
4) Diukur pHnya menggunakan pH meter dan diinkubasi pada suhu
5oC selama 5 menit.
c. Asam
1) Dimbil 2 tabung reaksi
2) Dipipet putih telur masing-masing tabung sebanyak 5 ml
3) Ditambahkan 2,5 ml HCl pada tabung 1 dan 0,5 ml HCl pada
tabung 2
4) Diukur pHnya menggunakan pH meter dan diinkubasi pada suhu
5oC selama 5 menit
d. Logam Berat
1) Diambil 2 tabung reaksi
2) Dipipet putih telur masing-masing tabung sebanyak 5 ml
3) Ditambahkan 2,5 ml CuSO4 pada tabung 1 dan 2,5 ml FeSO4 pada
tabung 2
4) Diukur pHnya menggunakan pH meter dan diinkubasi pada suhu
5oC selama 5 menit
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Hasil dari praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai
berikut :
Tabel 3. Tabel Hasil pengaruh Absorbansi
No. SampelA-B
195 200 210 240 3001 Putih telur 5 ml 0 0 0 0 0
2Putih Telur + 2,5
ml NaOH 0 0 0 0 0,076
3Putih Telur + 0,5
ml NaOH 0 0 0 0 0,099
4Putih Telur + 2,5
ml HCl 0 0 0 0 0,305
5Putih Telur + 0,5
ml HCl 0 0 0 0 0,403
6Putih Telur + 2,5
CuSO4 0 0 0 0 0,064
7Putih Telur + 2,5
FeSO4 0 0 0 0 -0,099Sumber : Data sekunder Praktikum Aplikasi Biokimia Pasca Panen, 2013.
Keterangan:
A = AbsorbansiB = Blanko
Grafik 1. Hubungan Sampel dan Absorbansi
180 200 220 240 260 280 300 320
-0.2-0.1
00.10.20.30.40.5
Kurva Hubungan antara Panjang Gelombang dan Absorbansi
Series2Series4Series6Series8Series10Series12Series14
Panjang Gelombang
Ab
sorb
ansi
Keterangan:
Series 1 = Putih telur 5 mlSeries 2 = Putih telur + 2,5 ml NaOHSeries 3 = Putih telur + 0,5 ml NaOHSeries 4 = Putih telur + 2,5 ml HClSeries 5 = Putih telur + 0,5 ml HClSeries 6 = Putih telur + 2,5 ml CuSO4 SerieS 7 = Putih telur + 2,5 ml FeSO4
Grafik 2. pH sampel dan blanko
Putih telur
PT+2,5 m
l NaO
H
PT+0,5 m
l NaO
H
PT+2,5 m
l HCl
PT+0,5 m
l HCl
PT+2,5 CuSO
4
PT+2,5Fe
SO4
0
2
4
6
8
10
129.46 9.92 10
9.01 9.04
4.88
7.29
pH
B. Pembahasan
Hasil pengukuran pH putih telur yang diperoleh adalah 9,46. Hal ini
disebabkan oleh penyimpanan telur yang telah melebihi satu mingggu,
karena pada dasarnya pH putih telur berada pada kisaran 7,6.. Hal ini sesuai
dengan Ummi ( 2010) bahwa nilai pH putih telur segar 7,6 kemudian akan
meningkat menjadi 9,0 atau 9,7 setelah satu minggu.
Putih telur memiliki pH 9,46 dan setelah ditambahkan basa maka
pH-nya meningkat hingga kisaran 9,92-10,0. Hal ini disebabkan karena
penambahan basa pada putih telur akan menambah jumlah ion OH- pada
putih telur sehingga mengakibatkan pH putih telur naik drastis dibanding pH
awalnya. Hal ini sesuai dengan Anonim (2012b) bahwa penambahan basa
menyebabkan pH menjadi naik. Ini menyebabkan pH semakin besar dan
semakin banyak OH- maka muatan ion semakin negative.
Hasil praktikum menunjukkan bahwa penambahan asam mampu
menurunkan pH putih telur yang awalnya berada pada nilai 9,46 menjadi turun
hingga kisaran 9,01 dan 9,04. Hal ini disebabkan karena bertambahnya ion
H+ sehingga larutan menjadi semakin asam dan pH semakin turun. Hal ini
sesuai dengan winarno (2002), bahwa larutan asam (pH rendah), gugus
amino bereaksi dengan H+, sehingga protein bermuatan positif. Sebaliknya,
dalam larutan basa (pH tinggi) molekul protein akan bereaksi sebagai asam
atau bermuatan negatif. Pada pH isolistrik muatan gugus amino dan karboksil
bebas akan saling menetralkan sehingga molekul bermuatan nol.
Sampel putih telur memiliki pH 9,46 setelah melalui pengukuran.
Namun, setelah masing-masing putih telur ditambahkan logam berat FeSO4
dan CuSO4, pH putih telur mengalami penurunan yakni 4,88 (CuSO4)
dan 7,29 (FeSO4). Hal ini terjadi akibat terdenaturasinya atau terganggunya
titik isoelektrik albumin telur sehingga terjadi pengendapan. Seperti
diketahui bahwa banyak protein yang terkandung dalam putih telur,
salah satunya adalah albumin yang diketahui memiliki titik isoelektrik pada
kisaran pH 4,55-4,90. Jika putih telur ditambahkan logam berat (ion positif),
maka otomatis pH-nya akan naik melebihi titik isoelektrik karena
logam akan mengendapkan protein (ion negatif) jika pH telur berada diatas
titik isoelektriknya. Hal ini sesuai dengan Triatmojo(2001) bahwa titik
isoelektrik pada albumin adalah pada pH 4,55-4,90. Hal ini juga di pertegas
oleh Anna (1994) bahwa pengendapan oleh ion positif (logam berat)
diperlukan pH larutan diatas pI karena protein bermuatan negatif.
Absorbansi blanko putih telur yang diperoleh adalah 0. Namun,
absorbansi sampel putih telur yang telah dicampurkan dengan asam, basa,
dan logam berat mengalami perubahan nilai absorbansi. Lima
sampel mengalami kenaikan absorbansi dengan nilai 0,076 (pada
penambahan 2,5 ml NaOH), 0,099 (pada penambahan 0,5 ml
NaOH), 0,0305 (pada penambahan 2,5 ml HCl), 0,403 (pada
penambahan 0,5 ml HCl), dan 0,064 (pada penambahan 2,5 ml CuSO4). Hal
ini disebabkan karena konsentrasi sampel bertambah sehingga
absorbansinya meningkat. Hal ini sesuai dengan Anonim (2012b) bahwa nilai
absorbansi yang didapatkan akan semakin meningkat sesuai dengan
bertambahnya konsentrasi larutan uji yang menggandung protein. Sehingga
hal ini membuktikan bahwa semakin besar konsentrasi larutan uji maka akan
semakin besar absorbansi yang diperoleh.
Nilai absorbansi FeSO4 yang diperoleh adalah -0,099. Seharusnya
absorbansinya meningkat, karena konsentrasi larutan sampel meningkat
akibat penambahan logam berat FeSO4. Hal ini diduga terjadi akibat
konsentrasi larutan yang terlalu pekat sehingga perlu diencerkan agar
absorbansinya dapat terbaca oleh spektrofotometer. Hal ini sesuai dengan
Anonim (2012a) bahwa kesalahan fotometrik normal pada pengukuran
dengan absorbansi sangat rendah atau sangat tinggi, hal ini dapat diatur
dengan pengaturan konsentrasi, sesuai dengan kisaran sensitivitas dari alat
yang digunakan (melalui pengenceran atau pemekatan). Banyaknya sinar
yang diserap akan bergantung pada banyak molekul yang berinteraksi dengan
sinar. Jika pengukuran dilakukan pada suatu zat warna organik yang
kuat/tajam berupa larutan pekat, maka akan diperoleh absorbansi yang
sangat tinggi karena ada banyak molekul yang berinteraksi dengam sinar.
Namun dalam larutan yang sangat encer, sangat sulit untuk melihat warnanya
(absorbansinya sangat rendah). Hal ini dapat menyebabkan kesalahan
pengukuran (akibat variasi konsentrasi larutan). Konsentrasi larutan yang
terlalu pekat perlu dilakukan pengenceran agar absorbansinya dapat terbaca
pada spektrofotometer.
Pengaruh beberapa pereaksi terhadap protein putih telur yakni,
Albumin. Albumin adalah komponen utama yang dimiliki putih telur. Albumin
mudah terkoagulasi dan terdenaturasi jika bereaksi dengan panas, asam, atau
alkohol. Hal ini sesuai dengan Triatmojo (2001) bahwa albumin merupakan
unsur utama yang terdapat pada putih telur (ovalbumin). Albumin dapat
terkoagulasi atau terdenaturasi oleh panas, alkohol, atau asam.
Pengaruh penambahan HCl (asam) dan NaOH (basa) pada putih
telur akan mengakibatkan protein telur terdenaturasi. Terdenaturasi
dalam artian struktur-struktur atau ikatan-ikatan yang terdapat dalam protein
telur mengalami modifikasi seperti pelepasan, terputus, dan perubahan
ion-ion pada protein telur akibat adanya pengaruh suhu panas, penambahan
asam, basa, dan faktor lainnya. Salah satu denaturasi yang terjadi
akibat penambahan HCl dan NaOH terhadap telur akan menyebabkan ion
positif dan ion negatif yang terdapat pada jembatan garam telur
akan bertukar dengan ion positif dan ion negatif yang dimiliki HCl
dan NaOH. Hal ini sesuai dengan Anonim (2011) protein juga memiliki titik
isoelektrik dimana jumlah muatan positif dan muatan negatif pada protein
adalah sama penambahan asam dan basa dapat mengacaukan jembatan
garam yang terdapat pada protein. Ion positif dan negatif pada garam dapat
berganti pasangan dengan ion positif dan negatif dari asam ataupun basa
sehingga jembatan garam pada protein menjadi kacau dan protein dapat
dikatakan terdenaturasi.
Logam berat seperti FeSO4 dan CuSO4 juga dapat menyebabkan
protein telur terdenaturasi. Hal ini disebabkan oleh terganggunya ikatan
disulfida (S-S) yang terdapat dalam protein. Ilustrasi yang terjadi adalah logam
berat mampu menarik sulfur pada protein telur (ikatan disulfida mengalami
gangguan), sehingga protein telur terdenaturasi. Hal ini sesuai dengan Anna
(1994) bahwa denaturasi protein akibat logam berat merupakan reaksi yang
terjadi antara logam berat dengan protein akan mengakibatkan terbentuknya
protein logam yang tidak larut. Protein akan mengalami presipitasi bila
bereaksi dengan ion logam.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari praktikum ini adalah sebagai
berikut :
1. Penambahan zat-zat kimia seperti NaOH, HCl CuSO4, dan FeSO4 pada
albumin telur dapat menyebabkan protein pada albumin telur mengalami
denaturasi.
2. pH berpengaruh terhadap struktur protein karena pH dapat mengakibatkan
denaturasi protein dalam hal ini protein yang ada pada kasein dan albumin
sehingga terjadi koagulasi protein.
B. Saran
Sebaiknya praktikum selanjutnya berlangsung lebih efisien lagi serta
diusahakan praktikan semua dapat berperan aktif ketika praktikum
berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2010. Spektral. http://andhikaprima.wordpress.com/. Akses tanggal 26 Februari 2013. Makasar.
Anonim, 2011. Sifat Protein. http://meliazrini.blogspot.com/2012/10/sifat-sifat- protein-tugas-gizi-i.html . Akses tanggal 27 februari 2013. Makassar.
Anonim, 2012a. Spektrofotometer. http://itatrie.blogspot.com/2012/10/laporan-kimia-analitik-spektrofotometri.htm l . Akses tanggal 27 februari 2013. Makassar
Anonim, 2012b. Panjang Gelombang. harisdianto.files.wordpress.com/.../spektofotometri....Akses tanggal 27 Februari 2013. Makassar.
Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.
Sudarmadji, dkk., 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty dan PAU Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta.
Surrade, Ummi. 2010. Polipeptida. http://biokimiascience.blogspot.com/2010/04/polipeptida.html. Diakses tanggal 27 Februari 2013.Makassar.
Triatmojo , S., Soepomo, Rihastuti, Indratiningsih, 2001. Dasar THT. Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta.
.Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia : Jakarta.
LAMPIRAN
1. Lampiran Tabel 4. Hasil Pengukuran pHNo. Sampel pH1. Putih telur 9,462. Putih Telur + 2,5 ml NaOH 9,923. Putih Telur + 0,5 ml NaOH 10,004. Putih Telur + 2,5 ml HCL 9,015. Putih Telur + 0,5 ml HCL 9,046. Putih Telur + 2,5 ml CuSO4 4,087. Putih Telur + 2,5 ml FeSO4 7,29
2. Lampiran Tabel 5. Hasil pengukuran absorbansiNo.
SampelPanjang Gelombang
195 200 210 240 3001. Putih telur -0,100 -0,100 -0,100 -0,100 -0,008
2.Putih Telur + 2,5 ml
NaOH -0,100 -0,100 -0,100 -0,100 0,068
3.Putih Telur + 0,5 ml
NaOH -0,100 -0,100 -0,100 -0,100 0,091
4.Putih Telur + 2,5 ml
HCL -0,100 -0,100 -0,100 -0,100 0,297
5.Putih Telur + 0,5 ml
HCL -0,100 -0,100 -0,100 -0,100 0,395
6.Putih Telur + 2,5 ml
CuSO4 -0,100 -0,100 -0,100 -0,100 0,056
7.Putih Telur + 2,5 ml
FeSO4 -0,100 -0,100 -0,100 -0,100 -0,107
LAPORAN PRAKTIKUMAPLIKASI BIOKIMIA PASCA PANEN
SIFAT SPEKTRAL MOLEKUL
OLEH :
KELOMPOK V (LIMA)
1. EVI KUMALASARI G311 11 0122. HARIYATI G311 11 0073. TRI NOVIYANI G311 11 0134. RESKY AFRIANI OETAMI G311 11 2635. AGUNG MAHARDIKA A.H G311 11 2646. A. MUH.ROEM LATIF G311 11 272
ASISTEN : 1. NUR AZIZAH AMIN 2. MUKARRAMAH LUBIS 3. MUHPIDAH
LABORATORIUM KIMIA ANALISA DAN PENGAWASAN MUTU PANGANPROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIANFAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR
2013