laporan resmi klimatologi dasar 2014/2015
TRANSCRIPT
1
LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM KLIMATOLOGI DASAR
ACARA I
PENGENALAN ALAT-ALAT METEOROLOGI
Oleh:
Suryati Purba (13307)
Ribka Gupita Hapsari (13322)
Fachry Husein Rosyadi (13224)
Ridya Nastitie (13325)
Wita Dian Sharli (13343)
Pridana Intan Susanti (13385)
Golongan/Kelompok : A1/3
Asisten : Ramot Christian
LABORATORIUM AGROKLIMATOLOGI
JURUSAN TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014
2
ACARA I
PENGENALAN ALAT-ALAT METEOROLOGI
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengukuran iklim sangat dipengaruhi oleh alat-alat di bidang klimatologi.
Bidang pertanian merupakan bidang yang sangat dipengaruhi dan tergantung
dengan kondisi iklim. Sehingga, pengenalan mengenai alat-alat pengukuran iklim
sangat diperlukan. Pengenalan ini dilakukan dengan melihat dan mengamati alat-
alat yang diperoleh dari Laboratorium Agroklimatologi Jurusan Tanah, Fakultas
Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta dan AWS Jurusan Tanah,
Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Melihat dan memperhatikan alat-alat yang ada dapat dimanfaatkan untuk
mempermudah dalam menelaah fungsi alat-alat klimatologi yang diperlukan.
Diharapkan dengan ditunjukkannya alat-alat klimatologi dasar ini dapat
meningkatkan ketepatan dalam peramalan yang akhirnya dapat menyediakan
informasi iklim yang lengkap dan akurat. Dalam praktikum ini, praktikan dituntut
untuk dapat mengenal dan mengetahui alat-alat klimatologi, bagian-bagiannya
serta fungsinya sehingga diharapkan praktikan dapat mengetahui serta mengingat
fungsi alat-alat klimatologi dan dapat menerapkannya dalam praktikum-praktikum
selanjutnya.
B. Tujuan
1. Mengenal stasiun meteorologi pertanian dan alat-alat pengukur anasir
cuaca yang biasa digunakan dalam bidang meteorologi pertanian.
2. Mempelajari prinsip kerja, cara penggunaan alat, serta macam dan kualitas
data yang dihasilkan dari suatu alat pengukur anasir cuaca.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
Secara luas meteorologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari
atmosfer yang menyangkut keadaan fisis dan dinamisnya serta interaksinya
dengan permukaan bumi di bawahnya. Iklim dapat didefinisikan sebagai ukuran
statistik cuaca untuk jangka waktu tertentu dan cuaca menyatakan status atmosfer
pada sembarang waktu tertentu (Hermawan, 2010). Pengamatan cuaca atau
pengukuran unsur cuaca dilakukan pada lokasi yang dinamakan stasiun cuaca atau
yang lebih dikenal dengan stasiun meteorologi. Tujuan dari stasiun meteorologi
adalah menghasilkan data meteorologis seragam dan data biologis dan atau data-
data yang lain yang dapat menyumbangkan hubungan antara cuaca dan
pertumbuhan atau hidup tanaman dan hewan. Lokasi stasiun ini harus dapat
mewakili keadaan pertanian dan keadaan alami daerah tempat stasiun itu berada.
Informasi meteorologi yang secara rutin diamati antara lain ialah keadaan lapisan
atmosfer yang paling bawah, suhu dan kelengasan tanah pada berbagai
kedalaman, curah hujan, dan curahan lainnya, durasi penyinaran dan reaksi
matahari (Prawirowardoyo, 1996).
Dalam bidang pertanian, menurut Wisnubroto (2000) ilmu prakiraan
penentuan kondisi iklim atmosfer ini adalah untuk menentukan wilayah
pengembangan tanaman. Iklim mempengaruhi dunia pertanian. Presipitasi,
evaporasi, suhu, angin, dan kelembaban nisbi udara adalah unsur iklim yang
penting. Dalam dunia pertanian, air, udara, dan temperatur menjadi faktor yang
penting. Kemampuan menyimpan air oleh tanah itu terbatas. Sebagian air
meninggalkan tanah dengan cara transpirasi, evaporasi dan drainase.
Prakiraan cuaca baik harian maupun prakiraan musim, mempunyai arti
penting dan banyak dimanfaatkan dalam bidang pertanian. Prakiraan cuaca 24 jam
yang dilakukan oleh BMG, mempunyai arti dalam kegiatan harian misalnya untuk
pelaksanaan pemupukan dan pemberantasan hama. Misalnya pemupukan dan
penyemprotan hama perlu dilakukan pada pagi hari atau ditunda jika menurut
prakiraan sore hari akan hujan lebat. Prakiraan permulaan musim hujan
mempunyai arti penting dalam menentukan saat tanam di suatu wilayah. Jadi,
bidang pertanian ini memanfaatkan informasi tentang cuaca dan iklim mulai dari
perencanaan sampai dengan pelaksanaannya (Hermawan, 2010).
4
Pada pengamatan keadaan atmosfer di stasiun cuaca atau stasiun meteorologi
digunakan beberapa alat yang mempunyai sifat-sifat yang hampir sama dengan
alat-alat ilmiah lainnya yang digunakan untuk penelitian di dalam laboratorium,
misalnya bersifat peka dan teliti. Perbedaannya terletak pada penempatannya dan
para pemakainya. Alat-alat laboratorium umumnya dipakai pada ruang tertutup,
terlindung dari hujan dan debu-debu, angin dan lain sebagainya serta digunakan
oleh observer. Dengan demikian sifat alat-alat meteorologi disesuaikan dengan
tempat pemasangannya dan para petugas yang menggunakan (Anonim, 2008).
Adapun alat-alat meteorologi yang ada di Stasiun Meteorologi Pertanian
diantaranya alat pengukur curah hujan (Ombrometer tipe Observatorium dan
Ombrograf), alat pengukur kelembaban relatif udara (Psikrometer Assman,
Psikrometer Sangkar, Higrograf, Higrometer, Sling Psikrometer), alat pengukur
suhu udara (Termometer Biasa, Termometer Maksimum, Termometer Minimum,
dan Termometer Maximum-Minimum Six Bellani), alat pengukur suhu air
(Termometer Maksimum-Minimum Permukaan Air), alat pengukur panjang
penyinaran matahari (Solarimeter tipe Jordan, Solarimeter tipe Compbell Stokes),
alat pengukur suhu tanah (Termometer Permukaan Tanah, Termometer Selubung
Kayu, Termometer Bengkok, Termometer Maksimum-Minimum tanah,
Termometer Simons, Stick Termometer), alat pengukur intensitas penyinaran
matahari (Aktinograf), alat pengukur evaporasi (Panci Evaporasi Kelas A, Piche
Evaporimeter) dan alat pengukur kecepatan angin (Cup Anemometer, Hand
Anemometer, Biram Anemometer) (Prawirowardoyo, 1996).
Stasiun meteorologi mengadakan contoh penginderaan setiap 30 detik dan
mengirimkan kutipan statistik (sebagai contoh, rata-rata dan maksimum). Untuk
yang keras menyimpan modul-modul setiap 15 menit. Hal ini dapat menghasilkan
kira-kira 20 nilai dari hasil rekaman untuk penyimpanan akhir disetiap interval
keluaran (Elder et. al., 2009).
Klimatologi yang pengukurannnya dilakukan secara kontinyu dan meliputi
periode waktu yang lama paling sedikit 10 tahun, bagi stasiun klimatologi
pengamatan utama yang dilakukan meliputi unsur curah hujan, suhu udara, arah
dan laju angin, kelembapan, macam dan tinggi dasar awan, banglash horizontal,
durasi penyinaran matahari dan suhu tanah (Colbo and Robert, 2009). Oleh karena
5
itu persyaratan stasiun klimatologi ialah lokasi, keadaan stasiun dan lingkungan
sekitar yang tidak mengalami perubahan agar pemasangan dan perletakan alat
tetap memenuhi persyaratan untuk menghasilkan pengukuran yang dapat
mewakili (Neiburger, 1982).
6
III. METODOLOGI
Praktikum Klimatologi Dasar acara I tentang pengenalan alat – alat
meteorologi dilaksanakan pada hari Senin, 15 September 2014 di Laboratorium
Agroklimatologi, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta dan AWS Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.
Pada acara praktikum kali ini asisten memperkenalkan alat-alat meteorologi
pertanian. Pertama adalah alat pengukur curah hujan yang terdiri dari dua macam
alat yaitu ombrometer tipe observatorium dan ombrograf. Kedua adalah alat
pengukur kelembapan nisbi udara yang terdiri dari empat macam alat yaitu
psikometer sangkar, sling psikometer, psikometer tipe asman dan higrograf.
Ketiga adalah alat pengukur suhu udara yang terdiri dari empat macam yaitu
termometer biasa, termometer maksimum, termometer minimum, dan termometer
maksimum-minimum Six Bellani. Keempat adalah alat pengukur suhu udara
sekaligus kelembaban nisbi udara yang terdiri dari dua alat yaitu termohigrometer
dan termohigrograf. Kelima adalah alat pengukur suhu air yaitu termometer
maksimum-minimum permukaan air. Keenam adalah alat pengukur suhu tanah
yang terdiri dari enam alat yaitu termometer permukaan tanah, termometer tanah
selubung kayu, termometer tanah tipe bengkok, termometer tanah tipe symons,
stick termometer dan termometer maksimum-minimum tanah. Ketujuh adalah alat
pengukur panjang penyinaran yang terdiari dari dua macam alat yaitu solarimeter
tipe Jordan dan solarimeter tipe Compbell Stockes. Kedelapan adalah alat
pengukur intensitas penyinaran matahari yaitu aktinograf dwi logam. Kesembilan
adalah alat pengukur kecepatan angin yang terdiri dari cup anemometer, hand
anemometer, dan biram anemometer. Kesepuluh adalah alat pengukur evaporasi
yang terdiri dari piche evaporimeter dan panci evaporasi kelas-A.
Pada kesempatan ini diperkenalkan juga stasiun khusus untuk bidang
pertanian kepada praktikan. Praktikan mengamati alat-alat pengukur anasir cuaca
kemudian mencatat nama dan kegunaan alat, satuan dan ketelitian pengamatan,
keterangan singkat dari prinsip kerja, cara kerja, cara pemasangan serta cara
pengamatan. Dari hasil pengamatan kemudian praktikan membuat uraian singkat
7
mengenai perbandingan kelebihan dan kekurangan antar alat yang diamati baik
dari segi ketelitian pengamatan maupun kepraktisan.
8
IV. HASIL PENGAMATAN
A. Alat Pengukur Curah Hujan
1. Ombrometer tipe Observatorium
Keterangan Gambar :
a. Mulut penakar seluas 100 cm²
b. Corong sempit
c. Tabung penampung dengan
kapasitas setara 300-500 mm
CH
d. Kran
Gambar 1.4.1. Ombrometer tipe observatorium.
Deskripsi alat :
a. Fungsi : Mengukur jumlah hujan harian
b. Satuan alat : mm
c. Satuan pengukuran : mm
d. Ketelitian alat : 0,5 mm
e. Prinsip kerja : Penampung curah hujan
f. Cara kerja :
Air hujan masuk kemulut penangkar kemudian melalui corong sempit
masuk ketabung penampung. Air yang tertampung kemudian di ambil
melalui keran dan dan dihitung volumenya.
g. Cara pemasangan :
1) Alat ditempatkan di lapangan terbuka dengan jarak terhadap
pohon atau bangunan terdekat sekurang-kurangnya sama
dengan tinggi pohon atau bangunan tersebut.
2) Permukaan mulut corong harus benar-benar horisontal dan
dipasang pada ketinggian 120 cm dari permukaan tanah.
9
h. Cara pengamatan :
1) Pengamatan dilakukan setiap pukul 07:00an
2) Data curah hujan harian didapat dalam gelas penakar yang
bersatuan mm.
3) Ketelitian pengamatan sampai dengan 0,2 mm
2. Ombrograf
Keterangan Gambar :
a. Mulut penakar
b. Corong sempit
c. Tabung penampung I
d. Tabung penampung
utama (kapasitas setara
60 mm CH)
e. Saluran pembuangan
air dengan sistem bejana
berhubungan
f. Silinder kertas grafik
g. Pelampung
Gambar 1.4.2. Ombrograf.
Deskripsi alat :
a. Fungsi : Mengukur dan mencatat jumlah hujan
b. Satuan Alat : mm
c. Satuan Pengukuran : mm
d. Ketelitian Alat : 2 mm
e. Prinsip kerja :
Prinsip pelampung, yaitu pencatatan tinggi air komulatif dengan
pena pencatat yang dihubungkan dengan pelampung di dalam
tabung pelampung.
f. Cara kerja :
Air hujan ditampung dalam silinder yang didalamnya terdapat
sebuah pelampung yang dapat bergerak keatas oleh air hujan yang
10
tertampung. Curah hujan kemudian dicatat pada kertas grafik
dengan sebuah pena pencatat yang digerakan oleh pelampung
tersebut. Jika pena tersebut mencapai batas atas 60 mm artinya,
pelampung dalan silinder akan terbuang dan pena kemudian turun
kebatas bawah yaitu titik 0 mm disebabkan pelampungnya turun
kembali kekedudukan semula.
g. Cara pemasangan :
1) Syarat penempatan alat sama dengan ombrometer tipe
observatorium
2) Alat dipasang diatas permukaan tanah dengan tinggi
permukaan corong 40 cm dari permukaan tanah.
h. Cara pengamatan:
1) Kertas grafik dipasang pada silinder yang berputar secara
otomatis
2) Penggantian kertas dilakukan seminggu sekali
3) Pencatatan curah hujan bersifat kumulatif, dengan kapasitas
maksimum penampung 60 mm.
4) Banyaknya curah hujan dan terjadinya hujan dapat dibaca
pada kertas grafik
B. Alat Pengukur Kelembaban Nisbi Udara
1. Psikrometer Sangkar
Keterangan Gambar :
a. Statif
b. Termometer bola basah
c. Termometer bola kering
d. Kain kasa yang dibasahi
e. Bejana tempat air
Gambar 1.4.3. Psikrometer sangkar.
11
Deskripsi alat :
a. Fungsi : Mengukur kelembaban nisbi udara.
b. Satuan Alat : ºc
c. Satuan Pengukuran : %
d. Ketelitian Alat : 0,5°C
e. Prinsip kerja :
Prinsip termodinamika/adiabatik (beda TBB dan TBK)
f. Cara kerja :
Adanya suhu bola kering (T) dan suhu bola basah (t), T lebih tinggi
dari pada t karena untuk penguapan air pada kran yang membalut
bola termometer bola basah, memerlukan bahan. Bahan yang
diperlukan tersebut diambil dari udara yang bersentuhan dengan bola
basah tersebut sehingga termometer bola basah menunjukan suhu
udara tersebut yang lebih rendah. Lw adalah tekanan uap air jenuh
pada suhu T yang dapat ditentukan atau dapat dicari dari diagram
atau tabel yang memuat tekanan uap jenuh pada berbagai suhu.
g. Cara pemasangan :
1) Psikrometer sangkar dipasang di dalam sangkar meteo
2) Kain kassa pada termometer bola basah harus tetap bersih
dan dibasahi secara kapilaritas
h. Cara pengamatan :
1) Pengamatan dilakukan 3 kali sehari yaitu pukul 07.00, 13.00
atau 14.00,dan 18.00.
2) Mula-mula dilakukan pembacaan suhu TBB, kemudian TBK
3) Pembacaan dilakukan sampai ketelitian 0,1°C. Kelembaban
dicari pada tabel, berdasarkan nilai selisih suhu pada TBB
dan TBK.
12
2. Sling Psikrometer
Keterangan
Gambar :
a. Termometer bola
basah
b. Termometer
bola kering
c. Pegangan
Gambar 1.4.4. Sling psikrometer.
Deskripsi alat :
a. Fungsi : Mengukur kelembaban nisbi udara sesaat.
b. Satuan Alat : ºc
c. Satuan Pengukuran : %
d. Ketelitian Alat : 0,2ºC
e. Prinsip kerja :
Prinsip termodinamika / adiabatik (beda TBB dan TBK)
f. Cara kerja :
Cara kunci (skrup pemutar pegas) diputar – sling berputar – kalor –
pengeringan TBB.
g. Cara pemasangan : Jinjing (portable)
h. Cara pengamatan :
1) Sebelum digunakan, kain kassa tada TBB ditetesi air
secukupnya.
2) Sling psikrometer kemudian diputar 33 kali dengan
kecepatan 4 putaran per detik
3) Pengamatan selanjutnya sama seperti psikrometer sangkar.
13
3. Psikrometer Tipe Assman
Keterangan Gambar :
a. Termometer bola basah
b. Termometer bola kering
c. Kipas
d. Sekrup pemutar pegas
e. Saluran angin
Gambar 1.4.5. Psikrometer tipe Assman.
Deskripsi alat :
a. Fungsi : Mengukur kelembaban nisbi udara sesaat.
b. Satuan Alat : ºC
c. Satuan Pengukuran : %
d. Ketelitian Alat : 0,2ºC
e. Prinsip Kerja :
Prinsip termodinamika/adiabatik (beda TBB dan TBK)
f. Cara kerja :
Cara kunci (skrup pemutar pegas) diputar – kipas berputar – kalor –
pengeringan TBB.
g. Cara pemasangan : Jinjing
h. Cara pengamatan :
1) Sebelum digunakan, kain kassa pada TBB ditetesi air
secukupnya.
2) Pegas kipas diputar sehinggakipas akan mengalirkan udara
dengan kecepatan 5 m/s pada bagian reservoir
termometernya.
3) Setelah suhu termometer konstan, dilakukan pembacaan
seperti pada psikrometer sangkar.
14
4. Higrograf
Keterangan
a. Rambut
b. Sistem tuas
c. Pena / penera
grafik
d. Silinder kertas
grafik
Gambar 1.4.6. Higrograf.
Deskripsi alat :
a. Fungsi : Mengukur kelembaban nisbi udara sesaat.
b. Satuan Alat : %
c. Satuan Pengukuran : %
d. Ketelitian Alat : 0,1 %
e. Prinsip kerja :
Berdasarkan perubahan panjang bahan higroskopis jika menyerap
atau menguap air.
f. Cara kerja :
Dengan cara menggerakan tuas sehingga terjadi peregangan pada
rambut, rambut sebagai sensor.
g. Cara pemasangan: Dipasang di dalam sangkar meteo.
h. Cara pengamatan :
1) Kertas grafik dipasang pada bagian silinder yang dapat
berputar secara otomatis
2) Penggantian kertas grafik dilakukan seminggu sekali
3) Kelembaban nisbi udara dalam satuan persen dapat dibaca
pada kertas grafik.
15
C. Alat Pengukur Suhu Udara
1. Termometer Biasa
Keterangan Gambar :
a. Reservoir
b. Pipa kapiler berisi raksa
atau alkohol
Gambar 1.4.7. Termometer biasa.
Deskripsi alat :
a. Fungsi : Mengukur suhu udara.
b. Satuan Alat : ºC
c. Satuan Pengukuran : ºC
d. Ketelitian Alat : 0,5ºC
e. Prinsip kerja :
Berdasarkan kepekaan zat cair terhadap perubahan suhu.
f. Cara kerja :
Jika suhu naik air raksa mengembang dan panjang kolom air raksa
dalam tabung bertambah, sebaliknya jika penurunan suhu air raksa
mengerut dan kolom dalam air raksa memendek
g. Cara pemasangan :
Dipasang sekaligus sebagai TBK pada psikrometer sangkar
h. Cara pengamatan:
1) Suhu udara dapat dibaca pada skala termometer dengan
ketelitian 0,10C
2) Mata pengamat harus tegak lurus terhadap kolom air raksa
3) Pengamatan dilakukan 3 kali sehari yaitu pukul 07.00, 13.00
atau 14.00, dan 18.00.
16
2. Termometer Maksimum Udara
Keterangan :
a. Reservoir
b. Celah sempit
c. Pipa kapiler berisi air raksa
Gambar 1.4.8. Termometer maksimum udara.
Deskripsi alat :
a. Satuan alat : ºC
b. Satuan pengukuran : ºC
c. Ketelitian alat : 0,25 ºC
d. Prinsip kerja :
Muai ruang air raksa yang dimodifikasi dengan adanya penyempitan
pada pipa kapiler.
e. Cara kerja :
Jika suhu panas maka air raksa memuai sehingga permukaan air
raksa naik (bergerak ke kanan) tetapi jika suhu turun, permukaan air
raksa tetap pada kedudukan seperti pada waktu suhu panas, hal ini
disebabkan adanya konstriksi yang menutup air raksa yang berada
di atasnya.
f. Cara pemasangan :
Alat ini dipasang pada sangkar meteo dan dipasang miring terhadap
sumbu horizontal, dengan bagian reservoir lebih rendah.
g. Cara pengamatan :
1) Suhu maksimum dapat dibaca tepat pada permukaan kolom
air raksa.
2) Setelah pengamatan, alat dipasang pada posisi bagian
reservoir disebelah luar dan dikibaskan sampai tidak
17
terdapat pemutusan kolom air raksa pada celah sempit dan
dipasang untuk pengamatan hasil selanjutnya.
3) Pengamatan dilakukan sore hari pada pukul 16.00.
3. Termometer Minimum Udara
Keterangan :
a. Reservoir
b. Indeks penunjuk suhu minimum
c. Pipa kapiler berisi alkohol
Gambar 1.4.9. Termometer minimum udara.
Deskripsi alat :
a. Satuan alat : ºC
b. Satuan pengukuran : ºC
c. Ketelitian alat : 0,25 ºC
d. Prinsip kerja :
Muai ruang alkohol yang dimodifikasi dengan adanya indeks.
e. Cara kerja :
Jika suhu dingin, maka permukaan alkohol yang bergerak ke kiri
akan membawa indeks penunjuk yang berwarna merah dan jika
suhu naik, maka indeks akan tetap pada tempatnya meskipun
permukaan alkohol mengembang dan bergerak ke kanan.
f. Cara pemasangan :
Agar tidak ada gaya gravitasi, maka termometer minimum
diletakkan mendatar, dengan demikian gaya yang bekerja hanya
gaya permukaannya saja.
18
g. Cara pengamatan :
1) Suhu udara minimum dapat diketahui dengan membaca tepat
pada skala yang ditunjuk oleh ujung indeks yang berdekatan
dengan ujung kolam alkohol.
2) Ujung kolom alkohol menunjuk suhu udara sesaat
3) Pengamatan dilakukan pukul 16.00
4) Setelah pengamatan, indeks harus dikembalikan tepat pada
ujung kolom alkohol untuk pengamatan berikutnya.
4. Termometer Maksimum Minimum Six Bellani
Keterangan :
a. Reservoir
b. Pipa kapiler berisi air raksa
c. Pipa kapiler berisi alkohol
d. Indeks penunjuk suhu maksimum
e. Indeks penunjuk suhu minimum
f. Tombol pengembali indeks
Gambar 1.4.10. Termometer maksimum-minimum Six Bellani.
Deskripsi alat :
a. Satuan alat : ºC
b. Satuan pengukuran : ºC
c. Ketelitian alat : 0,25 ºC
d. Prinsip kerja :
Muai ruang zat cair (alkohol dan raksa)
e. Cara kerja :
Alat ini mirip seperti termometer maksimum dan termometer
minimum udara, namun untuk mengembalikan indeks tinggal
menekan tombol.
f. Cara pemasangan :
Alat ini dipasang pada sangkar meteo dengan posisi tegak.
19
g. Cara pengamatan :
1) Pengamatan dilakukan sore hari pada pukul 16.00.
2) Indeks bagian kanan menunjukkan suhu maksimum,
sedangkan indeks kiri menunjukkan suhu minimium.
3) Suhu maksimum dan minimum dapat dibaca pada ujung
bawah indeks.
4) Setelah pengamatan, untuk pengamatan hari selanjutnya
tombol ditekan sedemikian sehingga ujung bawah indeks
berhimpit dengan permukaan kolom air raksa.
D. Alat Pengukur Suhu Udara Sekaligus Kelembaban Nisbi Udara
1. Termohigrometer
Keterangan :
a. Spiral dwi logam/bimetal
b. Spiral benda higroskopis
c. Jarum penunjuk skala suhu
d. Jarum penunjuk skala kelembaban
e. Ventilasi
Gambar 1.4.11. Termohigrometer.
Deskripsi alat :
a. Satuan alat : ºC, %
b. Satuan pengukuran : ºC, %
c. Ketelitian alat : 0,5 ºC, 1%
d. Prinsip kerja :
1) Termometer : muai dwi logam
2) Higrometer : higroskopis rambut
e. Cara pemasangan :
Jinjing atau dipasang pada sangkar meteo.
20
f. Cara pengamatan :
1) Pada saat pengamatan, alat harus terlindung dari pengaruh
saat sinar matahari langsung dan tidak terkena tetesan air
hujan.
2) Suhu udara dan kelembaban alat dapat dibaca langsung pada
alat
2. Termohigrograf
Keterangan :
a. Lempeng dwi
logam/bimetal
b. Rambut
c. Sistem tuas higrograf
d. Sistem tuas termograf
e. Pena
f. Silinder kertas grafik
Gambar 1.4.12. Termohigrograf.
Deskripsi alat :
a. Satuan alat : ºC, %
b. Satuan pengukuran : ºC, %
c. Ketelitian alat : 0,5 ºC, 1%
d. Prinsip kerja :
1) Termometer : muai dwi logam
2) Higrometer : higroskopis rambut
e. Cara pemasangan :
Jinjing atau dipasang pada sangkar meteo.
f. Cara pengamatan :
1) Kertas grafik dipasang pada bagian silinder yang dapat
berputar secara otomatis.
2) Kertas grafik diganti seminggu sekali.
3) Suhu udara dan kelembaban udara suatu saat maupun
ayunannya dapat dibaca pada kertas grafik.
21
E. Alat Pengukur Suhu Air
1. Termometer Maksimum-Minimum Permukaan Air
Keterangan :
a. Reservoir
b. Pipa kapiler berisi raksa
c. Pipa kapiler berisi alkohol
d. Indeks penunjuk suhu maksimum
e. Indeks penunjuk suhu minimum
f. Pelindung reservoir
g. Pelampung
Gambar 1.4.13. Termometer maksimum-minimum permukaan air.
Deskripsi alat :
a. Satuan alat : ºC
b. Satuan pengukuran : ºC
c. Ketelitian alat : 0,5ºC
d. Fungsi : Mengukur suhu maksimum-minimum air
e. Prinsip kerja : Muai zat cair
f. Cara pemasangan :
Alat diletakkan terapung pada permukaan air (biasanya dalam panci
evaporasi kelas A) dengan kedudukan horizontal.
g. Cara pengamatan :
1) Suhu maksimum-minimum dibaca pada ujung bawah
indeks.
2) Indeks bagian kanan menunjukkan suhu maksimum, indeks
bagian kiri menunjukkan suhu minimum.
3) Pengamatan dilakukan pada pukul 16.00.
4) Setelah pengamatan, tombol kemudi ditekan sedemikian
rupa sehingga ujung bawah indeks berimpit dengan
permukaan kolom air raksa, untuk pengamatan berikutnya.
22
F. Alat Pengukur Suhu Tanah
1. Termometer Permukaan Tanah
Keterangan :
a. Termometer zat cair
b. Reservoir
c. Statif kaki tiga
d. Tabung pelindung reservoir
berventilasi
Gambar 1.4.14. Termometer permukaan tanah.
Deskripsi alat :
a. Satuan alat : ºC
b. Satuan pengukuran : ºC
c. Ketelitian alat : 0,5 ºC
d. Fungsi : Mengukur suhu permukaan tanah
e. Prinsip kerja : Muai zat cair
f. Cara pemasangan : Jinjing, diletakkan di atas permukaan tanah
g. Cara pengamatan :
Setelah stabil, suhu tanah diamati dengan membaca skala yang
ditunjukkan saat pencatatan pada suhu udara harian.
2. Termometer Tanah Selubung Kayu
Keterangan :
a. Ujung sensor sampai
jeluk 5 cm
b. Termometer zat cair
c. Pegangan tangan
d. Tabung pelindung
reservoir berventilasi
Gambar 1.4.15. Termometer tanah selubung kayu.
23
Deskripsi alat :
a. Satuan alat : °F
b. Satuan pengukuran : °C
c. Ketelitian alat : 1°F
d. Prinsip kerja : Muai ruang zat cair
e. Fungsi alat : Mengukur suhu tanah dengan jeluk 0-10
cm
f. Cara kerja :
Termometer ditancapkan pada jeluk (0-10 cm), perubahan panas
yang diterima oleh sensor akan memuaikan air raksa menunjukan
skala tertentu pada saat itu.
g. Cara pemasangan :
Jinjing (portable), bagian ujung ditancapkan ke dalam tanah sesuai
jeluk yang akan diamati
h. Cara pengamatan :
Setelah stabil, suhu tanah diamati dengan membaca pada skala
yang ditunjuk.
3. Termometer Tanah Tipe Bengkok
Keterangan :
a. Reservoir untuk jeluk
tanah 20 cm
b. Pipa kapiler berisi air
raksa
Gambar 1.4.16. Termometer tanah tipe bengkok.
Deskripsi alat :
a. Satuan alat : °C
b. Satuan pengukuran : °C
c. Ketelitian alat : 0,1°C
d. Prinsip kerja : Muai ruang zat cair
24
e. Fungsi alat : Mengukur suhu tanah dengan jeluk 20 cm
f. Cara kerja :
Tanah digali pada jeluk 20 cm, setelah ujung reservoir dimasukan
kenaikan suhu tanah menyebabkan air raksa memuai dan akan
mengisi kolom hampa udara sampai pada skala tertentu.
g. Cara pemasangan :
1) Dibuat lubang di tanah dengan jeluk tertentu dengan bor.
2) Bagian reservoir termometer dimasukkan ke dalam lubang,
kemudian ditimbun kembali dengan tanah bekas galian.
h. Cara pengamatan :
Setelah stabil, suhu tanah diamati dengan membaca pada skala
yang ditunjukkan saat pencatatan pada suhu udara harian.
4. Termometer Tanah Tipe Simons
Keterangan :
a. Pipa pelindung
termometer
b. Bagian sensor
c. Termometer zat cair
d. Reservoir
e. Rantai
Gambar 1.4.17. Termometer tanah tipe Simons.
Deskripsi alat :
a. Satuan alat : °C
b. Satuan pengukuran : °C
c. Ketelitian alat : 0,5°C
d. Prinsip kerja : Muai ruang zat cair
e. Fungsi alat : Mengukur suhu tanah dengan jeluk 50 cm
f. Cara pemasangan :
1) Dibuat lubang di tanah dengan jeluk tertentu dengan bor.
25
2) Bagian reservoir termometer dimasukkan ke dalam lubang,
kemudian ditimbun kembali dengan tanah bekas galian.
g. Cara pengamatan :
1) Termometer diangkat dari selubung bagian pelindung, suhu
tanah dapat dibaca langsung pada skala yang ditunjuk.
2) Pembacaan harus dilakukan dengan cepat.
5. Stick Termometer
Keterangan :
a. Tangkai pemutar
b. Jarum penunjuk suhu
c. Tabung bejana berisi
spiral logam sebagai
penghantar
d. Ujung peka
Gambar 1.4.18. Stick termometer.
Deskripsi alat :
a. Satuan alat : °C
b. Satuan pengukuran : °C
c. Ketelitian alat : 1°C
d. Prinsip kerja : Muai kawat dengan lilitan kumparan pada
tabung bejana
e. Fungsi alat : Mengukur suhu tanah sampai dengan jeluk
100 cm
f. Cara kerja :
Adanya tekanan, air raksa memuai dan akan menggerakan
klep/pipa logam lunak sehingga gerigi berputar dan menggerakkan
jarum penunjuk sampai skala tertentu.
g. Cara pemasangan :
Alat dimasukkan ke dalam tanah dan ditekan menurut jeluk yang
akan diamati dengan cara memutar pegangannya.
26
h. Cara pengamatan :
Setelah jarum penunjuk suhu konstan, suhu dapat dibaca pada
skala yang ditunjuk.
6. Termometer Maksimum-Minimum Tanah
Keterangan :
a. Bagian sensor
b. Pipa berisi zat cair (air
raksa)
c. Jarum hitam penunjuk
suhu sesaat
d. Jarum hijau penunjuk
suhu maksimum
e. Jarum merah penunjuk
suhu minimum
Gambar 1.4.19. Termometer maksimum-minimum tanah.
Deskripsi alat :
a. Satuan alat : °C
b. Satuan pengukuran : °C
c. Ketelitian alat : 0,5°C
d. Prinsip kerja : Muai ruang zat cair pada tabung Bourdan
e. Fungsi alat :
Mengukur suhu maksimum-minimum tanah
f. Cara kerja :
Termometer diletakkan di dalam tanah, suhu naik maka ditunjukan
oleh naiknya cairan air raksa dan jarum hijau yang akan berfungsi
penunjuk suhu maksimum, sedangkan suhu turun ditunjukkan oleh
naiknya cairan alkohol dan ditunjukan oleh jarum merah yang
berfungsi sebagai penunjuk suhu minimum.
27
g. Cara pemasangan :
Jinjing (portable), bagian sensor dibenamkan ke dalam tanah
hingga kedalaman 20 cm dan dibiarkan selama periode
pengamatan.
h. Cara pengamatan :
1) Sebelum pengamatan, ketiga jarum penunjuk dibuat saling
berhimpit dengan cara memutar sekrup.
2) Pada saat pembacaan :
a) Jarum merah menunjukkan suhu maksimum
b) Jarum hijau menunjukkan suhu minimum
c) Jarum hitam menunjukkan suhu sesaat
G. Alat Pengukur Panjang Penyinaran
1. Solarimeter Tipe Jordan
Keterangan :
a. Silinder setengah
lingkaran dengan sudut 60°
b. Celah sempit tempat
masuknya sinar
c. Pelindung celah sempit
d. Sekrup pengatur
kemiringan
Gambar 1.4.20. Solarimeter tipe Jordan.
Deskripsi alat :
a. Satuan alat : jam
b. Satuan pengukuran : %
c. Ketelitian alat : 0,5 jam
d. Prinsip kerja : Reaksi fotokhemis
e. Fungsi alat : Mengukur panjang penyinaran
f. Cara kerja :
Berkas sinar yang masuk akan bereaksi dengan Kalium ferro
sianida atau Ferro amonium sitrat yang sebelumnya telah
28
dioleskan pada kertas pias. Garam Ferro akan beroksidasi sehingga
membentuk noda apabila kertas pias kita cuci dengan aquadest.
Dari panjang noda yang terbentuk dapat diukur panjang penyinaran
aktual.
g. Cara pemasangan :
1) Alat dipasang pada tempat terbuka dan diletakkan di atas
beton yang agak tinggi, sedemikian rupa sehingga sensor
dapat menangkap sinar matahari dalam keadaan normal
pada ketinggian 3 m di atas horizon.
2) Solarimeter dipasang rupa sehingga :
a) Arah U-S dari alat sesuai dengan U-S dari tempat
pemasangan
b) Tutup kotak menghadap khatulistiwa
c) Alat dipasang dengan kemiringan ke arah
khatulistiwa terhadap sumbu horizontal, sebesar
derajat lintang tempat pemasangan (Yogyakarta
pada 7°LS)
h. Cara pengamatan :
1) Persiapan kertas pias
a) Kertas pias dicelupkan atau dilapisi dengan larutan
Kalium ferrosianida atau Feriamonium sitrat
dengan kepekatan baku, disesuaikan dengan
kepekaan kertas pias terhadap intensitas sinar
matahari.
b) Sebelum digunakan, kertas pias harus disimpan
rapat dan tidak boleh bereaksi dengan sinar
2) Dua buah kertas pias dipasang pada masing-masing tabung
dan diganti setiap sore hari pada pukul 18.00.
3) Noda yang terdapat pada kertas pias dicelupkan terlebih
dahulu dalam aquadest segera setelah digunakan, kemudian
diukur panjangnya dalam satuan jam. Nilai pengukuran ini
merupakan nilai PP aktual. Sementara PP potensial
29
merupakan panjang penyinaran yang seharusnya dapat
terjadi bila udara cerah selama 1 periode.
2. Solarimeter Tipe Compbell-Stokes
Keterangan :
a. Lensa bola kaca pejal
dengan jari-jari 7,3 cm
b. Busur pemegang bola
kaca pejal
c. Sekrup pengunci
kedudukan lensa
d. Sekrup pengatur
kemiringan
e. Mangkuk tempat kertas
pias
Gambar 1.4.21. Solarimeter tipe Compbell-Stokes.
Deskripsi alat :
a. Satuan alat : jam
b. Satuan pengukuran : %
c. Ketelitian alat : 0,5 jam
d. Prinsip kerja : Pemfokusan sinar matahari
e. Fungsi alat : Mengukur panjang penyinaran
f. Cara kerja :
Sinar yang datang difokuskan pada bola kristal yang dibawahnya
ada kertas pias, jika sinar terfokus akan membuat goresan hitam
pada kertas. Pias Combell-stokes tidak akan terbakar jika radiasi
matahari minimum belum tercapai (kira-kira 0,2 sampai (n) cm-2
menit-1).
g. Cara pemasangan :
1) Alat dipasang pada tempat terbuka dan diletakkan di atas
beton yang agak tinggi, sedemikian rupa sehingga sensor
30
dapat menangkap sinar matahari dalam keadaan normal
pada ketinggian 3 m di atas horizon.
2) Solarimeter dipasang sedemikian rupa sehingga :
a) Mangkuk tempat pemasangan pias harus menunjuk
arah timur-barat
b) Bagian bawah alat harus benar-benar datar (diatur
dengan levelling)
c) Lensa bola bersama dengan tempat pias dimiringkan
sesuai dengan letak lintang tempat pengamatan
h. Cara pengamatan :
1) Kertas pias dipasang dan diganti setiap sore hari pada pukul
18.00.
2) Kertas pias yang digunakan ada 3 macam, yaitu bentuk
lurus, bengkok panjang dan bengkok pendek.
3) Jadwal penggunaan masing-masing bentuk kertas pias
tergantung pada letak pengamatan dan kedudukan matahari
terhadap tempat tersebut.
4) Pengukuran PP aktual dilakukan dengan ketelitian 0,1 jam
dengan ketentuan sebagai berikut :
a) Noda langsung bundar, dihitung 0,5 panjang garis
tengah noda.
b) Noda bentuk titik, setiap 2 atau titik dihitung 0,1
jam.
c) Noda berbentuk garis berlubang, dihitung dikurangi
0,1 jam setiap pemutusan.
d) Noda berbentuk garis tidak berlubang, tidak perlu
dikoreksi.
31
H. Alat Pengukur Intensitas Penyinaran
1. Aktinograf Dwi Logam
Keterangan :
a. Lempeng logam warna putih
b. Lempeng logam warna hitam
c. Lembar kaca pyrex
d. Pena/penera grafik
e. Silinder kertas grafik
Gambar 1.4.22. Aktinograf dwi logam.
Deskripsi alat :
a. Satuan alat : cm2
b. Satuan pengukuran : Kal/cm2/hari
c. Ketelitian alat : 1 cm2
d. Fungsi : Mengukur intensitas penyinaran
e. Prinsip kerja : Beda muai logam hitam dan putih
f. Cara kerja :
Logam putih memantulkan radiasi yang jatuh kepermukaan, sedang
logam hitam bersifat menerimannya sehingga perbedaan murni akan
dapat menunjukkan besarnya intensitas radiasi matahari yang
ditangkap oleh sensor.
g. Cara pemasangan :
Alat dipasang pada tempat terbuka di atas tiang beton yang kuat dan
bagian atas dibuat sedemikian rupa sehingga selain surya berada 15
derajat horizon bumi, sinar harus bebas mencapai sensor.
h. Cara pengamatan :
1) Kertas grafik dipasang dan diganti setiap sore hari pada
pukul 18.00.
2) Lalu dari grafik yang tergambar diukur luasan di bawah
grafik tersebut dengan planimeter. Dari luasan terukur
disetarakan terhadap kalori/cm2/hari.
32
I. Alat Pengukur Kecepatan Angin
1. Cup Anemometer
Keterangan :
a. Mangkuk anemo
b. Pencatat jarak
c. Tiang penyangga
Gambar 1.4.23. Cup anemometer.
Deskripsi alat :
a. Satuan alat : km
b. Satuan pengukuran : km/jam
c. Ketelitian alat : 1 km
d. Fungsi : Mengukur kecepatan angin periode harian
e. Prinsip kerja : Sistem mekanik atau sistem gir.
f. Cara kerja :
Angin akan diterima dan mangkuk akan berputar, putaran ini akan
menggerakan speedmeter melalui sistem.
g. Cara pemasangan :
Alat ini dipasang pada tiang/menara dengan ketinggian 0,5m, 2m,
atau 10m sesuai dengan masing-masing penggunaan. Pemasangan
harus pada tempat terbuka, jarak benda terdekat paling sedikit 10
kali tinggi benda tersebut.
h. Cara pengamatan :
1) Tiap pagi hari pukul 07.00 dibaca angka pada pencatat.
2) Rerata kecepatan angin dapat dihitung dari besarnya selisih
pembacaan hari II dengan pembacaan I (jarak tempuh angin)
dibagi dengan waktu antara beda pengamatan tersebut
(periode satu hari : 24 jam).
33
2. Hand Anemometer
Keterangan :
a. Kipas anemo
b. Speed meter
c. Skala Beauford
d. Tangkai pegangan tangan
Gambar 1.4.24. Hand anemometer.
Deskripsi alat :
a. Satuan alat : m/s
b. Satuan pengukuran : m/s
c. Ketelitian alat : 0,5 m/s
d. Fungsi : Mengukur kecepatan angin periode sesaat
e. Prinsip kerja : Sistem GGL induksi seperti pada sistem
dinamo
f. Cara kerja :
Anemometer digerakkan sehingga menimbulkan arus listrik yang
akhirnya menunjukkan gerak jarum penunjuk skala.
g. Cara pemasangan : Jinjing
h. Cara pengamatan :
1) Kecepatan angin sesaat dapat diketahui dengan membaca
langsung pada pencatat.
2) Satuan alat dalam m/s atau skala Beaufort.
34
3. Biram Anemometer
Keterangan :
a. Kipas anemo
b. Jarum pencatat jarak 100 m
c. Jarum pencatat jarak 1000 m
d. Pengunci
Gambar 1.4.25. Biram anemometer.
Deskripsi alat :
a. Satuan alat : m
b. Satuan pengukuran : m/s
c. Ketelitian alat : 0,5 m
d. Fungsi : Mengukur kecepatan angin periode pendek
e. Prinsip kerja : Sistem mekanik.
f. Cara kerja :
Angin akan diterima kipas sehingga berputar, putaran ini akan
menggerakkan jarum skala melalui sistem gir.
g. Cara pemasangan : Portable
h. Cara pengamatan :
1) Umumnya alat digunakan untuk pengukuran rerata
kecepatan angin pada periode pendek, satuannya dalam
m/s.
2) Rerata kecepatan angin dapat dihitung dari besarnya selisih
pembacaan hari II dengan pembacaan I (jarak tempuh
angin) dibagi dengan waktu antara beda pengamatan
tersebut (periode satu hari : 24 jam).
35
J. Alat Pengukur Evaporasi
1. Piche Evaporasi
Keterangan :
a. Tabung kaca tempat air yang
berskala dalam satuan mm
b. Kawat penjepit tempat meletakkan
kertas berpori
c. Penggantung
Gambar 1.4.26. Piche evaporasi.
Deskripsi alat :
a. Satuan alat : ml
b. Satuan pengukuran : mm
c. Ketelitian alat : 0,05 ml
d. Fungsi : Mengukur penguapan
e. Prinsip kerja : Pengukuran selisih tinggi permukaan air
f. Cara kerja :
Air dalam tabung menekan kertas saring dan akan merembes pada
kertas saring akan membasahi lagi, selisih pengamatan hari pertama
dan pengamatan hari kedua diukur sebagai besarnya penguapan
pada hari itu.
g. Cara pemasangan :
Tabung diisi air dan digantung di dalam ruangan atau sangkar
meteo.
h. Cara pengamatan :
Pengamatan dilakukan sehari sekali. Mula-mula mengamati
permukaan air (PI). Pengamatan kedua dilakukan keesokan harinya.
Besarnya penguapan adalah selisih antara pengamatan pertama
dengan pengamatan kedua.
36
2. Panci Evaporasi Kelas A
Keterangan :
a. Panci evaporasi dengan diameter 120,7
cm. Tinggi 25 cm dan tebal panic 0,8 cm.
b. Rangka kayu/besi
c. Tabung peredam riak/gelombang
dengan diameter 10 cm
d. Hook (batang kait) dan skala pengukur
(nonius)
e. Sekrup pemutar batang pengukur
Gambar 1.4.27. Panci evaporasi kelas A.
Deskripsi alat :
a. Satuan alat : mm
b. Satuan pengukuran : mm
c. Ketelitian alat : 0,02 mm
d. Fungsi : Mengukur penguapan
e. Prinsip kerja : Pengukuran selisih tinggi permukaan air
f. Cara pemasangan :
Panci diletakkan di atas balok kayu yang disusun datar di atas
permukaan tanah. Air bersih dimasukkan setinggi 20cm, permukaan
air dijaga jangan kurang dari 2,5 cm dari batas tersebut, jika tinggi
air kurang dari 10 cm dari dasar dapat berakibat kesalahan hingga
15%.
g. Cara pengamatan :
1) Mula-mula ujung kail diatur dengan sekrup pemutar tepat
menyentuh permukaan air. Tinggi air kemudian dapat dibaca
pada penera.
2) Pada sore hari berikutnya, ujung kail diatur kembali sampai
menyentuh permukaan air.
3) Selisih pembacaan ke-1 (P1) dengan pembacaan ke-2 (P2)
merupakan besarnya penguapan air.
37
4) Jika terdapat hujan, rumus perhitungan evaporasi adalah :
5) Kapasitas maksimum terjadi bila terjadi hujan sebesar 50
mm pada periode pengamatan.
6) Penguapan yang terukur adalah penguapan pada permukaan
air terbuka.
38
V. PEMBAHASAN
A. Alat Pengukur Curah Hujan
1. Ombrometer tipe observatorium
Kelebihan alat ini yaitu pemakaiannya mudah dan praktis, selain itu,
ketelitian alat cukup kecil sehingga memungkinkan untuk memperoleh data hasil
pengukuran yang lebih valid. Kekurangan peralatan ini yaitu memerlukan
pengamatan berulang untuk mendapatkan data hasil karena diamati dalam periode
harian.
2. Ombrograf
Kelebihan dari ombrograf ini yaitu pengamatannya lebih efisien karena
grafik akan terbentuk secara otomatis dengan perubahan volume air di dalam
tabung penampung. Dengan data yang berbentuk grafik dapat diperoleh informasi
mengenai curah hujan secara bersinambungan dalam periode tertentu. Namun, alat
ini mempunyai kelemahan yaitu daya tampungnya hanya 60 mm sehingga tidak
bisa mengamati curah hujan lebih dari ukuran itu. Selain itu juga kelemahan pada
ketelitian alat yang mencapai 2 mm sehingga data yang dihasilkan kurang valid
dibandingkan ombrometer. Hal ini disebabkan data yang dihasilkan berdasarkan
gerakan pena yang dimungkinkan bisa bergerak juga akibat faktor selain pena
seperti halnya akibat tersenggol pengamat.
B. Alat Pengukur Kelembaban Nisbi Udara
1. Psikometer sangkar
Kelebihan dari alat ini yaitu dapat diketahui titik uap dan titik embun
sekaligus serta penggunaannya mudah. Namun kelemahan pada alat ini yaitu
kemampuan yang terbatas pada kecepatan angin dengan kisaran antara 3-5 m /
detik.
2. Sling psikometer
Kelebihan alat ini yaitu ketelitian alat hingga 0,2 C. Kelemahan dari alat ini
banyak mengeluarkan tenaga untuk mengoprasikannya dan kurang praktis.
3. Psikometer tipe Assman
Psikrometer tipe ini memiliki keunggulan dalam pengoperasian dan data
yang didapat yaitu, praktis dalam pengoperasian dengan memutar sekrup pengatur
39
pegas satu kali dan kipas akan berputar sehingga dapat mengeringkan bola basah
dan juga data yang dihasilkan cukup valid. Namun kemampuannya terbatas pada
kecepatan angin sekitar 5 m/detik.
4. Higrograf
Kelebihan alat ini yaitu dapat mengukur kelembaban relatif secara
langsung. Kelemahannya, hubungan kelembaban dan pemasangan tidak linear,
tidak terlalu teliti (sekitar 5%), meskipun rambut kuda mempunyai sifat
higroskopis yang baik.
C. Alat Pengukur Suhu Udara
1. Termometer biasa
Kelebihan alat ini adalah mudah cara pemakaian dan pengamatannya
karena air raksa yang digunakan tampak mengkilap. Sedangkan kekurangannya
adalah air raksa yang digunakan sebagai isian hanya memiliki tingkat pemuaian
kecil (volume naik hanya 0,0182 % perK).
2. Termometer Maksimum Udara
Termometer ini kelebihannya adalah adanya penyempitan pipa kapiler di
dekat reservoir. Kekurangannya adalah air raksa memiliki tingkat pemuaian kecil.
3. Termometer Minimum Udara
Termometer minimum memiliki kelebihan yaitu menggunakan zat cair
alkohol yang titik bekunya rendah sehingga dapat digunakan mengukur suhu yang
sangat rendah. Kekurangannya adalah alkohol tidak semengkilap air raksa
sehingga pengamatannya tidak terlalu jelas.
4. Termometer Maksimum Minimum Six Bellani
Alat ini memiliki kelemahan karena data yang didapat kurang valid karena
ada beda tingkat pemuaian antara raksa dan alkohol sedangkan kelebihannya yaitu
dapat diperoleh data suhu maksimum dan minimum secara bersamaan.
D. Alat Pengukur Suhu Udara Sekaligus Pengukur Kelembaban Nisbi Udara
1. Termohigrometer
Termohigrometer memiliki kelebihan diantaranya adalah suhu udara dan
kelembaban udara dapat dibaca langsung pada alat, pemasangan alat lebih
40
fleksibel; dapat dijingjing atau dipasang pada sangkar meteo, tidak perlu
melakukan penggantian kertas pias. Sedangkan kelemahan dari alat ini adalah data
yang diperoleh bersifat harian, pemasangan alat harus benar-benar terlindungi dari
pengaruh sinar matahari secara langsung dan tidak terkena tetesan air hujan.
2. Termohigrograf
Kelebihan dari alat ini yaitu menggunakan rambut ekor kuda sehinga lebih
sensitif dan lebih kuat daripada menggunakan rambut manusia. Kekurangannya
yaitu menggunakan rambut yang harus bersih dari lemak, minyak, dan debu
sehingga diperlakukan pembersihan, selain itu rambut manusia berubah panjang
2,5% akibat perubahan kelembaban nisbi udara 0-100%.
E. Alat Pengukur Suhu Air
1. Termometer Maksimum-Minimum Permukaan Air
Kelebihan termometer ini adalah dapat menunjukkan suhu maksimum dan
minimum air sekaligus dan reservoirnya aman di bawah pelindung.
Kekurangannya adalah ada beda muai antara air raksa dan alkohol sehingga alat
ini kurang teliti.
F. Alat Pengukur Suhu Air
1. Termometer maksimum-minimum air
Alat ini memiliki kelebihan yaitu alat ini dapat mengukur suhu maksimum
sekaligus suhu minimum permukaan air secara bersamaan. Sedangkan kekurangan
alat ini adalah kurang teliti karena adanya beda muai air raksa dan alkohol, sering
terjadi pemutusan kolom zat cair saat transportasi atau karena adanya adhesi yang
kuat antara cairan dan dinding kaca. Seringkali terjadi pula bahwa alkohol
menguap kemudian berkondensasi dan menempel di dinding kapiler sebelah atas.
G. Alat Pengukur Suhu Tanah
1. Termometer permukaan tanah
Alat ini memiliki kelebihan, diantaranya termometer permukaan tanah
mudah dibawa karena bersifat portable, penunjukan indeks angka lebih mudah
dilihat mengingat air raksa adalah cairan berwarna, alat memiliki pelindung
41
reservoir agar terlindung dari percikan air dan tanah sehingga tidak
mempengaruhi hasil pengamatan. Sedangkan kelemahan dari termometer
permukaan tanah adalah kemampuan terbatas hanya untuk mengukur suhu diatas
permukaan tanah, harus dilakukan pengamatan terus menerus dalam satu hari
untuk mengetahui suhu tertinggi dan terndah pada hari itu.
2. Termometer tanah selubung kayu
Alat ini memiliki kelebihan, yang diantaranya adalah mengukur suhu tanah
dengan kedalaman jeluk 0-10 cm, mudah dibawa dan dipindahtempatkan sesuai
tempat yang akan diukur. Sedangkan kelemahan alat ini adalah pengukuran suhu
terbatas pada jeluk 0-10 cm, ujung sensor jang sampai dicelup semua ke dalam
tanah karena dapat merusak sensor, pembacaan agak sulit dilakukan karena
letaknya yang terlalu rendah, selubung kayu mudah rusak.
3. Termometer tipe bengkok
Alat ini memiliki kelebihan, yang diantaranya adalah termometer tanah tipe
bengkok berfungsi untuk mengukur suhu jeluk tanah pada kedalaman 20 cm,
mudah dalam pembacaan karena bentuknya yang bengkok sedangkan kekurangan
alat ini adalah tanah harus di bor sedalam 20 cm terlebih dahulu agar termometer
tanh tipe bengkok yang terbuat dari kaca tidak rusak atau pecah.
4. Stick Termometer
Alat ini memiliki kelebihan, diantaranya adalah berfungsi untuk mengukur
suhu jeluk tanah pada kedalaman kurang lebih 100 cm, Skala suhu dapat dilihat
dengan mudah setelah suhu konstan. Termometer stick merupakan termometer
biasa yang dimodifikasi untuk pengamata suhu tanah sedangkan kekurangannya
adalah alat tidak praktis untuk dibawa atau dijinjing, mudah terjadi adhesi air
raksa dengan dinding kaca karena radiasi intensif dari sinar matahari, sehingga
bagian skala perlu dilindungi kain putih atau selubung putih yang mengikat.
5. Termometer maksimum-minimum tanah
Termometer maksimum-minumum tanah. Alat ini portable. Alat ini
memiliki kelebihan yaitu alatnya dapat dijinjing dapat mengukur hingga
kedalaman 20 cm. Sedangkan kekurangan dari alat ini adalah pemasangan
termometer harus hati-hati dan tepat karena kesalahan yang sedikit saja akan
berakibat fatal.
42
6. Termometer tanah tipe Simons
Alat ini memiliki kelebihan, diantaranya berfungsi untuk mengukur suhu
jeluk tanah pada kedalaman kurang lebih 50 cm. Sedangkan kekurangan alat ini
adalah alat tidak praktis untuk dibawa atau dijinjing, tanah dibuat lubang dengan
bor sedalam 50 cm sebelum reservoir dimasukkan, pembacaan termometer harus
dilakukan secara cepat saat skala terlihat, sementara termometer tidak bisa dibaca
langsung tetapi harus diangkat selubungnya.
H. Alat Pengukur Intensitas Penyinaran
1. Aktinograf Dwi Logam
Kelebihan dari aktinograf dwi logam adalah dapat dipergunakan untuk
keperluan pencatatan rutin, harga relatif tidak mahal, dan dapat dijinjing
(portable). Kekurangan alat ini adalah aktinograf dwi logam hanya merekam
intensitas radiasi gelombang pendek matahari total, sehingga sensor yang
disungkup dengan kubah kaca yang disyaratkan kedap terhadap radiasi gelombang
panjang serta kelambanan dalam pembacaan sekitar 5 menit dengan nilai
kesalahan sekitar 10-15%.
I. Alat Pengukur Kecepatan Angin
1. Cup Anemometer
Cup anemometer digunakan untuk pengamatan harian. Kelebihan alat ini
adalah hasil pengukurannya dapat mewakili angin sampai ketinggian 10 m dari
tanah jika tidak penghalang. Kekurangan dari alat ini adalah penempatannya yang
di atap bangunan akan menghasilkan pengukuran yang kurang akurat.
2. Hand Anemometer
Kelebihan dari hand anemometer adalah bersifat portable dan dilengkapi
skala beaufort (skala kasar kecepatan angin sesaat yang dapat diduga dari gejala
alam). Alat ini mempunyai kekurangan yaitu hanya mampu mengamati kecepatan
angin sesaat sehingga pengamatan skala harus cepat.
43
3. Biram Anemometer
Alat ini bekerja pada sistem mekanik dan digunakan untuk pengamatan
periode pendek. Kelebihan alat ini adalah praktis digunakan, namun kekurangan
dari alat ini yaitu pengamatan baru bisa dilakukan pada hari berikutnya.
J. Alat Pengukur Evaporasi
1. Piche Evaporasi
Alat ini bekerja berdasarkan prinsip pengukuran selisih tinggi permukaan
air yaitu selisih tinggi air hari pertama dan hari kedua. Kelebihan dari piche
evporimeter adalah penggunaanya lebih mudah dan murah. Kekurangan alat ini
adalah tidak dapat mengukur secara langsung baik penguapan dari permukaan air
dalam alam, evapotranspirasi nyata, maupun evapotransporasi potensial.
2. Panci Evaporasi Kelas A
Prinsip dari alat ini sama dengan piche evaporimeter, perbedaanya yaitu
menggunakan hook dan skala nonius dengan prinsip pelampung. Kelebihan dari
alat ini ketelitian dapat mencapai 0.02 mm dan merupakan dasar berbagai teknik
untuk memperkirakan penguapan danau atau evapotranspirasi. Namun
kekurangan dari alat ini kesalahan yang besar dari pengukuran evaporasi terletak
pada tinggi air dalam panci, muka air selamanya dikembalikan pada tinggi semula
yaitu 5cm di bawah bibir panci.
K. AWS (Automatic Weather Stations)
AWS (Automatic Weather Station) digunakan untuk mengamati unsur-unsur
cuaca dan iklim secara otomatis untuk pemanfaatannya diarahkan ke sektor
pertanian. Unsur-unsur cuaca/iklim yang diamati di AWS antara lain: curah hujan,
arah dan kecepatan angin, suhu udara, kelembapan udara, radiasi matahari dan
evaporasi. Suatu pos ini terdiri atas 3 bagian yaitu peralatan pengukuran, peralatan
perekam dan pengolahan data serta peralatan penunjang. Peralatan pengukuran
terdiri atas sensor untuk: curah hujan, arah dan kecepatan angin, suhu udara,
kelembapan udara, radiasi matahari dan evaporasi (penguapan. Peralatan perekam
dan pengolahan data berupa data logger. Peralatan penunjang yaitu power supply,
modem, pagar, tiang utama AWS 13 meter, box panel dan penangkal petir.
44
Peralatan-peralatan ini bekerja secara otomatis dan online selama 24 jam. Seluruh
hasil pembacaan sensor masuk ke dalam data logger kemudian data dikirim
modem ke server di BMKG pusat. Selanjutnya data diproses dan hasilnya dapat
digunakan instansi pertanian terkait juga peringatan iklim ekstrim (Khairullah,
2014).
AWS yang terdapat di Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada
menggunakan tenaga matahari yang terhubung ke accu battery di dalam box.
Kerja AWS menggunakan sistem radio yang dipancarkan melalui frekuensi
tertentu kemudian diterima oleh radio di Laboratorium Agroklimatologi. Data
analog yang diperoleh dari sensor diubah menjadi data digit oleh data logger, data
digit inilah yang diterima oleh komputer yang sudah terpasang software AWS di
Laboratorium Agroklimatologi.
Gambar 1.5.1. Denah stasiun meteorologi Fakultas Pertanian UGM.
45
VI. KESIMPULAN
A. Stasiun meteorologi pertanian adalah suatu tempat untuk mengadakan
pengamatan secara terus menerus keadaan lingkungan (atmosfer). Alat
yang digunakan dalam mengukur iklim yakni antara lain: alat pengukur
curah hujan, alat pengukur kelembaban nisbi udara, alat pengukur suhu
udara, alat pengukur suhu tanah, alat pengukur suhu angin, alat pengukur
panjang penyinaran, alat pengukur intensitas penyinaran, alat pengukur
kelembaban nisbi udara sekaligus mengukur suhu udara, dan alat pengukur
intensitas penyinaran.
B. Prinsip kerja alat-alat adalah sebagai berikut:
1. Ombrometer tipe observatorium : Penampung curah hujan.
2. Ombrograf : Prinsip pelampung.
3. Psikrometer sangkar : Prinsip termodinamika.
4. Sling psikrometer : Prinsip termodinamika.
5. Psikrometer tipe Assman : Prinsip termodinamika.
6. Higrograf : Perubahan panjang higroskopis.
7. Termometer biasa : Kepekaan zat cair terhadap perubahan suhu.
8. Termometer maksimum udara : Muai ruang air raksa.
9. Termometer minimum udara : Muai ruang alkohol.
10. Termometer maks-min Six Bellani : Muai ruang zat cair.
11. Termohigrometer : Muai dwi logam, higroskopis rambut.
12. Termohigrograf : Muai dwi logam, higroskopis rambut.
13. Termometer maks-min permukaan air : Muai zat cair.
14. Termometer permukaan tanah : Muai zat cair.
15. Termometer selubung kayu : Muai ruang zat cair.
16. Termometer tanah tipe bengkok : Muai ruang zat cair.
17. Termometer tanah tipe Simons : Muai ruang zat cair.
18. Stick termometer : Muai kawat dengan lilitan kumparan pada bejana.
19. Termometer maks-min tanah : Muai ruang zat cair tabung Bourdan.
20. Solarimeter tipe Jordan : Reaksi fotokhemis.
21. Solarimeter tipe Compbell-Stokes : Pemfokusan sinar matahari.
22. Aktinograf dwi logam : Beda muai logam hitam dan putih.
46
23. Cup anemometer : Sistem mekanik.
24. Hand anemometer : Sistem GGL induksi.
25. Biram anemometer : Mengukur kecepatan angin periode pendek.
26. Piche evaporasi : Pengukuran selisih tinggi permukaan air.
27. Panci evaporasi kelas A : Pengukuran selisih tinggi permukaan air.
47
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Pengenalan Alat-Alat.
<http://www.klimatologibanjarbaru.com/artikel /2008/12/pengenalan-
alat-alat/>. Diakses tanggal 17 September 2014.
Colbo K. And Robert A. W. 2009. Accuracy of the IMET sensor package in the
subtropics. Journal of Atmospheric and Oceanic Technology Vol 26 :
1867- 1890.
Elder, K., Don C, Angus G, Paul H., Glen E. L., Larry M., and Nick R. 2009.
NASA cold land processes experiment (clpx 2002/03): ground-based and
near-surface meteorological observations. Journal of Hydrometeorology
10 : 330 -337.
Hermawan, E. 2010. Pengelompokkan pola curah hujan yang terjadi di beberapa
kawasan P. Sumatera berbasis hasil analisis tekanik spektral. Jurnal
Meteorologi dan Geofisika 11(2) : 75 – 85.
Khairullah. 2014. Sekilas Tentang AAWS di Kalimantan Selatan.
<http://www.klimatologibanjarbaru.com/lain-lain/artikel/aaws/>. Diakses
21 September 2014.
Neiburger, M. 1982. Understanding our Atmospheric Environment. Freeman
Company, New York and Oxford.
Prawiroardoyo, S. 1996. Meteorologi. Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Wisnubroto, S. 2000. Meteorologi Pertanian Indonesia. Mitra Gama Widya,
Yogyakarta.
49
LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM KLIMATOLOGI DASAR
ACARA II
PENGAMATAN CUACA MIKRO
Oleh:
Suryati Purba (13307)
Ribka Gupita Hapsari (13322)
Fachry Husein Rosyadi (13224)
Ridya Nastitie (13325)
Wita Dian Sharli (13343)
Pridana Intan Susanti (13385)
Golongan/Kelompok : A1/3
Asisten : Ramot Christian
LABORATORIUM AGROKLIMATOLOGI
JURUSAN TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014
50
ACARA II
PENGAMATAN CUACA MIKRO
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Iklim merupakan faktor yang berpengaruh dalam kegiatan pertanian.
Pengaruh unsur-unsur cuaca dan iklim menjadi sangat penting bagi kelangsungan
kegiatan pertanian terutama perkembangan tanaman. Unsur-unsur cuaca mampu
memberikan dampak positif yaitu meningkatkan hasil panen.
Unsur-unsur cuaca bekerja saling mempengaruhi. Sebagai contoh sewaktu
intensitas cahaya meningkat, suhu udara juga akan turut meningkat yang
menyebabkan rendahnya kelembaban sehingga penguapan menjadi tinggi dan
awan yang ada di angkasa bertambah banyak. Apabila awan tersebut mengalami
kondensasi dapat menyebabkan turunnya hujan. Dengan mempelajari unsur-unsur
cuaca, waktu musim tanam dan hubungannya dengan pemilihan tanaman dapat
diketahui.
B. Tujuan
1. Mengenal cara-cara mengukur anasir cuaca mikro.
2. Mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap cuaca mikro.
3. Mengetahui cuaca mikro pada berbagai ekosistem.
51
II. TINJAUAN PUSTAKA
Iklim mikro adalah faktor-faktor kondisi iklim setempat yang memberikan
pengaruh langsung terhadap lingkungan. Iklim mikro merupakan iklim di lapisan
udara dekat permukaan bumi dengan ketinggian 2 m, dimana pada daerah ini
pergerakan udara lebih kecil karena permukaan bumi yang kasar dan perbedaan
suhu yang besar. Iklim mikro meliputi suhu, kelembaban dan cahaya (Bunyamin
dan Aqil, 2010).
Iklim mikro sangat penting untuk memperbesar peluang
keberhasilan budidaya tanaman. Salah satu caranya adalah dengan substitusi
unsur iklim partial. Substitusi unsur iklim parsial tersebut dapat dilaksanakan
sampai batas tertentu. Misalnya dengan membuat naungan yang baik, naungan
fisik maupun naungan biologis untuk radiasi matahari yang terlalu tinggi,
membangun green house untuk suhu yang terlalu rendah atau hujan yang terlalu
banyak, meratakan angin dan lain-lain (Wisnubroto, 2000).
Kondisi iklim mikro bergantung pada beberapa faktor seperti suhu,
kelembaban udara, angin, penguapan, dll. Tipe tanah yang ada juga
mempengaruhi iklim mikro. Karakteristik permukaan tanah juga penting, tanah
dengan warna yang lebih terang lebih memantulkan dan kurang merespon
terhadap pemanasan harian. Hal lain yang berpengaruh terhadap iklim mikro
adalah kemampuan tanah untuk menyerap atau mempertahankan uap air, yang
bergantung pada komposisi tanah dan penggunaannya. Keberadaan vegetasi juga
berperan penting untuk mengontrol penguapan air ke udara melalui proses
transpirasi. Vegetasi atau tumbuhan bisa juga menutupi tanah di bawahnya dan
mempengaruhi perbedaan suhu (Anonim, 2010). Vegetasi secara langsung
memberikan pengaruh kepada kondisi iklim mikro yang ada melalui modifikasi
radiasi matahari dan suhu tanah. Keberadaan tanaman juga mempengaruhi tingkat
evapotranspirasi (Villegasa et al., 2010).
Modifikasi iklim mikro disekitar tanaman terutama tanaman hortikultura
merupakan suatu usaha yang telah banyak dilakukan agar tanaman yang
dibudidayakan dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Kelembaban udara
dan tanah, suhu udara dan tanah merupakan komponen iklim mikro yang sangat
52
mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan masing-masing berkaitan mewujudkan
keadaan lingkungan optimal bagi tanaman (Landsberg,1981).
Penyebaran berbagai jenis tumbuhan akan dibatasi oleh kondisi iklim dan
tanah serta daya adaptasi dari masing-masing spesies tumbuhan tersebut.
Sesungguhnya hubungan antara vegetasi dan iklim merupakan hubungan saling
pengaruh. Selain iklim dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
tanaman, keberadaan vegetasi juga dapat mempengaruhi iklim di sekitarnya.
Semakin besar total biomassa vegetasi yang terlibat dan semakin nyata
pengaruhnya terhadap iklim wilayah tersebut. Peran vegetasi mirip bentang dan
air. Hal ini disebabkan karena tumbuhan mengandung banyak air dan tumbuhan
menyumbang banyak uap air ke atmosfer melalui proses transpirasi
(Tjasjono,1999).
Anasir iklim mikro yang mempengaruhi pertumbuhan antara lain:
1. Kecepatan Angin
Angin menyebabkan kenaikan penguapan. Namun keadaan tersebut
dapat menguntungkan jika diikuti kelembaban yang cukup. Di daerah kering
angin memiliki pengaruh yang sangat buruk karena dapat menambah
kekeringan di daerah tersebut. Angin mempunyai pengaruh mekanis yang
besar (Vink, 1984).
2. Suhu Udara
Suhu udara dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu :
a. Tinggi rendahya suatu tempat
Semakin tinggi suatu wilayah, semakin rendah suhu udaranya.
b. Jarak suatu tempat dari pantai
Semakin dekat suatu tempat dari pantai, semakin tinggi suhu
udaranya.
c. Penyerapan sinar matahari oleh permukaan bumi
Semakin banyak sinar matahari yang dipantulkan ke angkasa,
suhu udara akan semakin tinggi (efek rumah kaca).
53
3. Suhu Tanah
Suhu tanah merupakan salah satu faktor tumbuh tanaman penting
seperti air, udara dan hara. Proses pertumbuhan tanaman dari akar tanaman
dan mikroba tanah langsung dipengaruhi oleh suhu tanah.
4. Curah Hujan
Informasi atas curah hujan yang terbaik didapat dari sebuah ukuran
yang dipertahankan dalam lahan itu sendiri. Informasi tersebut tersedia dalam
catatan curah hujan. Catatan curah hujan harian lebih bermanfaat, tetapi jika
ini tidak tersedia, maka curah hujan bulanan dapat digunakan (Weisner, 2001).
5. Kelembaban Udara
Kelembaban udara merupakan kandungan uap air di udara. Udara
mudah menyerap kelengasan dalam bentuk uap air. Banyaknya uap air
bergantung pada suhu udara dan suhu air. Semakin tinggi suhu udara, semakin
banyak uap air yang dapat disimpan oleh udara (Wilson, 1993). Semakin
tinggi suatu tempat maka kelembaban udara di tempat tersebut akan semakin
tinggi.
6. Radiasi Matahari
Radiasi matahari merupakan unsur iklim/cuaca yang mempengaruhi
keadaan unsur iklim/cuaca lainnya. Perbedaan penerimaan radiasi surya antar
tempat di permukaan bumi akan menciptakan pola angin yang selanjutnya
dapat mempengaruhi curah hujan suhu udara, kelembaban nisbi udara, dll.
Lama penyinaran juga dapat berpengaruh terhadap aktivitas makhluk
hidup dan metabolisme yang berlangsung pada makhluk hidup misalnya pada
tanaman. Penyinaran yang lama akan dimanfaatkan oleh tanaman untuk proses
fotosintesis. Pergeseran garis edar matahari menyebabkan terjadinya
perbedaan lama penyinaran antar tempat. Semakin jauh letak tempat dari
ekuator, fluktuasi lama penyinaran matahari akan semakin besar (Lakitan,
1994).
54
III. METODOLOGI
Percobaan acara II praktikum Klimatologi Dasar tentang pengamatan
cuaca mikro yang dilaksanakan pada hari Senin, 22 September 2014 dilakukan di
dua daerah yang berbeda yaitu daerah berkanopi dan daerah tanpa kanopi.
Pengamatan ini dilakukan di area lembah UGM dimulai pukul 14.00.
Alat-alat yang digunakan adalah termometer biasa untuk mengukur suhu
udara, termohigrometer untuk mengukur kelembaban nisbi udara, luxmeter untuk
mengukur intensitas cahaya, digital anemometer untuk mengukur kecepatan
angin, stick termometer untuk mengukur suhu tanah, serta statif untuk
menggantung termometer yang dipasang pada ketinggian 25 cm, 75 cm, dan 150
cm dari permukaan tanah.
Dua tempat yang memiliki keadaan yang berbeda yaitu daerah yang
berkanopi dan daerah tanpa kanopi dipilih untuk mengadaakan percobaan
pengamatan cuaca mikro kali ini. Kemudian statif ditancapkan ke tanah dan
dipasang dengan termometer pada aras 25 cm, 75 cm, dan 150 cm dari permukaan
tanah. Pengamatan diukur setiap 10 menit berturut-turut sehingga mencapai 5 kali
pengamatan .
Termometer biasa ditancapkan di tanah pada jeluk 0 cm, 10 cm, dan 20 cm
dari permukaan tanah. Pengamatan dilakukan pada setiap jeluk pada setiap
pengambilan data setiap 10 menit sekali 10 menit pertama dilakukan pada jeluk
0cm, setelah itu dimasukkan hingga mencapai jeluk 10 cm, setelah sepuluh menit
dicatat lagi hasilnya pada tabel pengamatan. Kemudian termometer biasa
dimasukkan lagi pada jeluk 20 cm, setelah sepuluh menit dicatat hasil
pengamatannya pada tabel pengamatan.
Pada waktu yang bersamaan digital anemometer disiapkan sebelum waktu
ditentukan. Setelah memasuki waktu yang ditentukan yaitu bersama-sama dengan
waktu yang lainnya dimulai, digital anemometer diangkat ke atas agar tidak
terhalang dengan penghalang. Setiap sepuluh menit hasil pengamatan dicatat.
Pengamatan dilakukan setiap 10 menit berturut-turut sehingga mencapai 5 kali
pengamatan .
55
Pada pengukuran intensitas cahaya digunakan luxmeter. Alat ini memiliki
tiga skala dengan tombol pengatur di sebelah kanannya. Mula-mula diatur pada
skala yang paling rendah dengan posisi tombol pengatur ada di paling bawah,
apabila jarum penunjuk melebihi batas skala maka tombol dinaikkan dan
pembacaan skala berubah dengan membaca skala di atas skala yang sebelummya
dibaca. Begitu seterusnya. Sensor cahaya berada di atas luxmeter jika sudah tidak
digunakan maka ditutup kembali agar terlindung dari sinar matahari sehingga
tidak terjadi pengukuran intensitas cahaya. Pengamatan dilakukan setiap 10 menit
berturut-turut sehingga mencapai 5 kali pengamatan .
56
IV. HASIL PENGAMATAN
A. Suhu Udara
Tabel 2.4.1. Suhu udara tiap aras.
NO TITIK WAKTU
PENGAMATAN
ARAS
PENGAMATAN
STRATA
KANOPI TANPA
KANOPI
1 10 menit
25 cm 32°C 34.5°C
75 cm 31°C 33°C
150 cm 32°C 34°C
2 20 menit
25 cm 32°C 33°C
75 cm 30°C 32°C
150 cm 32°C 34°C
3 30 menit
25 cm 32°C 33°C
75 cm 30°C 33°C
150 cm 31.5°C 31°C
4 40 menit
25 cm 32°C 33°C
75 cm 30°C 34°C
150 cm 31.8°C 32°C
5 50 menit
25 cm 31.8°C 32°C
75 cm 30°C 31°C
150 cm 31.5°C 33°C
57
B. Kelembaban Nisbi Udara
Tabel 2.4.2. Kelembaban nisbi udara tiap aras.
NO TITIK WAKTU
PENGAMATAN
ARAS
PENGAMATAN
STRATA
KANOPI TANPA
KANOPI
1 10 menit
25 cm 30% 21%
75 cm 31% 21%
150 cm 31% 26%
2 20 menit
25 cm 32% 31%
75 cm 32% 31%
150 cm 32% 31%
3 30 menit
25 cm 31% 32%
75 cm 31% 31%
150 cm 31% 31%
4 40 menit
25 cm 31% 32%
75 cm 30% 31%
150 cm 30% 31%
5 50 menit
25 cm 32% 33%
75 cm 31% 33%
150 cm 32% 32%
58
C. Suhu Tanah
Tabel 2.4.3. Suhu tanah tiap jeluk.
NO TITIK WAKTU
PENGAMATAN
JELUK
PENGAMATAN
STRATA
KANOPI TANPA
KANOPI
1 10 menit
0 cm 31.1°C 30.8°C
10 cm 31.3°C 30.2°C
20 cm 31.5°C 31.3°C
2 20 menit
0 cm 31.4°C 30.8°C
10 cm 31.6°C 30.5°C
20 cm 31.4°C 30.1°C
3 30 menit
0 cm 30.1°C 30.5°C
10 cm 30.5°C 30.1°C
20 cm 30.6°C 29.8°C
4 40 menit
0 cm 30°C 30.7°C
10 cm 30.5°C 30.2°C
20 cm 30.6°C 29.1°C
5 50 menit
0 cm 30.3°C 31.3°C
10 cm 30.3°C 30.9°C
20 cm 30.5°C 30.6°C
D. Kecepatan Angin
Tabel 2.4.4. Kecepatan angin berkanopi-tanpa kanopi.
NO TITIK WAKTU
PENGAMATAN
ARAS/JELUK
PENGAMATAN
STRATA
KANOPI TANPA
KANOPI
1 10 menit 2.5 m/s 1.5 m/s
2 20 menit 2 m/s 5.2 m/s
3 30 menit 1.6 m/s 3 m/s
4 40 menit 0.5 m/s 3.4 m/s
5 50 menit 0.4 m/s 4.4 m/s
59
E. Intensitas Penyinaran
Tabel 2.4.5. Intensitas penyinaran berkanopi-tanpa kanopi.
NO TITIK WAKTU
PENGAMATAN
ARAS/JELUK
PENGAMATAN
STRATA
KANOPI TANPA
KANOPI
1 10 menit 60 Fc 220 Fc
2 20 menit 50 Fc 220 Fc
3 30 menit 55 Fc 220 Fc
4 40 menit 70 Fc 240 Fc
5 50 menit 60 Fc 200 Fc
60
V. PEMBAHASAN
A. Suhu Udara
Suhu udara adalah keadaan panas atau dinginnya udara. Alat untuk
mengukur suhu udara atau derajat panas disebut termometer. Suhu udara tertinggi
di muka bumi adalah didaerah tropis (sekitar ekuator) dan makin ke kutub
semakin dingin.
Suhu udara bervariasi menurut tempat dan dari waktu ke waktu di
permukaan bumi. Menurut tempat suhu udara bervariasi secara vertikal dan
horizontal dan menurut waktu dari jam ke jam dalam sehari, dan menurut bulanan
dalam setahun. Suhu dipermukaan bumi makin rendah dengan bertambahnya
lintang seperti halnya penurunan suhu menurut ketinggian. Bedanya, pada
penyebaran suhu secara vertikal permukaan bumi merupakan sumber pemanas
sehingga semakin tinggi tempat maka semakin rendah suhunya. Rata-rata
penurunan suhu udara menurut ketinggian contohnya di Indonesia sekitar 5 ˚C – 6
˚C tiap kenaikan 1000 meter. Pada umumnya suhu maksimum terjadi sesudah
tengah hari, biasannya antara jam 12.00 dan jam 14.00, dan suhu minimun terjadi
pada jam 06.00 waktu lokal atau sekitar matahari terbit.
1. Suhu udara aras 25 cm
Grafik 2.5.1. Suhu udara aras 25 cm.
30
30.5
31
31.5
32
32.5
33
33.5
34
34.5
35
10 20 30 40 50
Suh
u (
°C)
Waktu (menit)
kanopi tanpa kanopi
61
Grafik suhu udara pada aras 25 cm, menunjukkan suhu udara yang
diukur pada 10 menit pertama dengan frekuensi 10 menit sekali hingga 5 kali
pengukuran di udara yang berkanopi dan di udara yang tidak berkanopi. Dari
grafik, dapat dilihat bahwa pada pengukuran pertama, kedua, hingga
pengukuran yang ke lima, udara yang berkanopi suhunya lebih tinggi
dibanding udara yang tidak berkanopi yakni pada udara berkanopi 32 ºC
sedangkan pada udara tanpa kanopi 34,5 ºC pada pengukuran pertama. Pada
pengukuran kedua, udara yang berkanopi mencapai suhu 32 ºC sedangkan
pada udara yang tanpa kanopi, suhu 33 ºC. Pada pengukuran ketiga, udara
yang berkanopi mencapai suhu 32 ºC sedangkan pada udara yang tanpa
kanopi, suhu udara mencapai 33 ºC. Pada pengukuran keempat, udara yang
berkanopi tetap pada suhu 32 ºC sedangkan pada udara yang tanpa kanopi,
suhu udara juga tetap pada 33 ºC. Namun, pada pengukuran kelima, suhu
udara yang berkanopi turun pada suhu 31,8 ºC sedangkan pada udara yang
tanpa kanopi, suhu udara juga turun menjadi 32 ºC. Keadaan pada pengukuran
pertama hingga kelima dengan pengukuran suhu udara aras 25 cm yakni pada
kondisi suhu udara tanpa kanopi lebih tinggi daripada suhu udara yang
berkanopi.
Pengukuran suhu suatu benda dan pengukuran di berbagai tempat pada
dasarnya merupakan pengukuran yang tidak langsung. Pada proses
pengukuran, umumnya terjadi perpindahan panas dari tempat yang akan
diukur suhunya dengan alat pengukur suhu. Suhu yang terbaca pada alat
pengukur suhu. Suhu yang terbaca pada alat pengukur suhu adalah suhu
setelah terjadi kesetaraan, suhu antara benda yang diukur tersebut dengan alat
pengukur suhu. Jadi, bukan suhu benda pada saat sebelum terjadi kontak
antara benda yang akan diukur tersebut dengan alat pengukur. Alat pengukur
suhu disebut thermometer. Termometer pada dasarnya merupakan instrumen
yang terdiri dari bahan yang perubahan sifat fisiknya, karena perubahan suhu
dapat mudah diukur. Sifat fisik yang berubah tersebut dapat berupa perubahan
volume gas, pemuaian logam, perubahan daya hantar listrik atau sifat-sifat
fisik lainnya. Masing-masing jenis termometer akan mempunyai skala yang
62
berbeda. Oleh sebab itu, perlu dikalibrasi dengan termometer yang dijadikan
patokan (standar).
2. Suhu udara aras 75 cm
Grafik 2.5.2. Suhu udara aras 75 cm.
Grafik suhu udara pada aras 75 cm, juga menunjukkan suhu udara
yang diukur pada 10 menit pertama dengan frekuensi 10 menit sekali hingga 5
kali pengukuran di udara yang berkanopi dan di udara yang tidak berkanopi.
Dari grafik, dapat dilihat bahwa pada pengukuran pertama hingga pengukuran
kelima, udara yang berkanopi suhunya lebih tinggi dibanding udara yang tidak
berkanopi yakni pada udara berkanopi 31ºC sedangkan pada udara tanpa
kanopi 33 ºC pada pengukuran pertama. Pada pengukuran kedua, udara yang
berkanopi mencapai suhu 30 ºC sedangkan pada udara yang tanpa kanopi,
suhu pada 32ºC. Pada pengukuran ketiga, udara yang berkanopi tetap pada
suhu 30 ºC sedangkan pada udara yang tanpa kanopi, suhu pada 33 ºC. Pada
pengukuran keempat, udara yang berkanopi masih tetap pada suhu 30 ºC
sedangkan pada udara yang tanpa kanopi, suhu pada 34 ºC. Pada pengukuran
kelima, udara yang berkanopi masih tetap pada suhu 30 ºC sedangkan pada
udara yang tanpa kanopi, suhu pada 31 ºC.
28
29
30
31
32
33
34
35
10 20 30 40 50
Suh
u (
°C)
Waktu (menit)
kanopi tanpa kanopi
63
Hal ini disebabkan karena pertukaran udara antara suhu udara yang
panas dengan suhu yang dingin pada daerah yang berkanopi berlangsung
sangat lambat. Ini dikarenakan udara panas yang diterimanya tidak dapat
secara bebas berpindah karena terhambat oleh kanopi-kanopi sehingga suhu
udaranya bergerak turun lebih lambat daripada daerah yang tidak berkanopi.
Suhu dipermukaan bumi makin rendah dengan bertambahnya lintang
seperti halnya penurunan suhu menurut ketinggian. Bedanya, pada penyeberan
suhu secara vertikal permukaan bumi merupakan sumber pemanas sehingga
semakin tinggi tempat maka semakin rendah suhunya. Rata-rata penurunan
suhu udara menurut ketinggian contohnya di Indonesia sekitar 5 ˚C – 6 ˚C tiap
kenaikan 1000 meter. Karena kapasitas panas udara sangat rendah, suhu udara
sangat pekat pada perubahan energi dipermukaan bumi.
3. Suhu udara aras 150 cm
Grafik 2.5.3. Suhu udara aras 150 cm.
Grafik suhu udara pada aras 150 cm, menunjukkan suhu udara yang
diukur pada 10 menit pertama dengan frekuensi 10 menit sekali hingga 5 kali
pengukuran di udara yang berkanopi dan di udara yang tidak berkanopi. Dari
grafik, dapat dilihat bahwa pada pengukuran pertama, kedua, keempat, dan
kelima, udara yang berkanopi suhunya lebih rendah dibanding udara yang
29.5
30
30.5
31
31.5
32
32.5
33
33.5
34
34.5
10 20 30 40 50
Suh
u (
°C)
Waktu (menit)
kanopi tanpa kanopi
64
berkanopi yakni pada udara berkanopi 32 ºC sedangkan pada udara tanpa
kanopi 34 ºC pada pengukuran pertama. Pada pengukuran kedua, udara yang
berkanopi tetap pada suhu 32 ºC sedangkan pada udara yang tanpa kanopi,
suhu juga tetap pada 34 ºC. Pada pengukuran ketiga, udara yang berkanopi
mencapai suhu 31,5 ºC sedangkan pada udara yang tanpa kanopi, suhu pada
31 ºC. Pada pengukuran keempat, udara yang berkanopi mencapai suhu
31,8ºC sedangkan pada udara yang tanpa kanopi, suhu pada 32ºC. Pada
pengukuran kelima, udara yang berkanopi mencapai suhu 31,5ºC sedangkan
pada udara yang tanpa kanopi, suhu pada 33ºC.
Hal ini disebabkan oleh faktor mekanisme udara pada daerah yang
tidak berkanopi sangat ekstrem karena dipengaruhi secara tidak langsung oleh
radiasi sinar matahari yang datang. dengan terlebih dahulu melewati kanopi
pada pepohonan, sehingga suhunya mengalami perubahan yang cukup
besar.Dalam kenyataannya, sebenarnya apabila cuaca pada saat itu cerah dan
tidak hujan, akan terdapat data yang normal yaitu suhu pada daerah yang tak
berkanopi akan bersuhu lebih tinggi daripada yang berkanopi. Ini disebabkan
karena sinar yang datang dari matahari akan langsung menyentuh darat tanpa
harus terhalang oleh awan tebal. Dalam pembahasan mengenai suhu udara
dapat disimpulkan bahwa anasir cuaca lain yang memberi pengaruh paling
besar terhadap suhu udara adalah panjang penyinaran serta kelembaban udara.
Semakin panjang penyinaran yang terjadi, semakin kuat radiasi yang sampai
ke bumi, maka suhu udaranya semakin naik, dan pada akhirnya membuat
kelembaban udaranya berkurang menjadi semakin lembab.
65
4. Suhu udara berkanopi
Grafik 2.5.4. Suhu udara berkanopi.
Grafik suhu udara berkanopi, menunjukkan suhu udara yang diukur
pada 10 menit pertama dengan frekuensi 10 menit sekali hingga 5 kali
pengukuran pada aras 25 cm, 75 cm dan 150 cm. Pada penyebaran suhu secara
vertikal permukaan bumi merupakan sumber panas sehingga semakin tinggi
tempat maka semakin rendah suhunya. Berdasarkan hasil pengamatan yang
berfluktuasi diperoleh suhu udara tertinggi pada aras 25 cm sedangkan yang
terendah pada aras 75 cm. Ketidaksesuaian dengan teori dapat terjadi karena
pengamatan dilakukan di tempat yang berkanopi vegetasi sehingga udara pada
aras yang tinggi cenderung lebih sejuk dibanding aras 75 cm karena adanya
proses fotosintesis yang dilakukan oleh vegetasi yang berperan sebagai
kanopi.
29
29.5
30
30.5
31
31.5
32
32.5
10 20 30 40 50
Suh
u (
°C)
Waktu (menit)
25 cm 75 cm 150 cm
66
5. Suhu udara tak berkanopi
Grafik 2.5.5. Suhu udara tak berkanopi.
Grafik suhu udara tak berkanopi, menunjukkan suhu udara yang diukur
pada 10 menit pertama dengan frekuensi 10 menit sekali hingga 5 kali
pengukuran pada aras 25 cm, 75 cm dan 150 cm. Pada penyebaran suhu secara
vertikal permukaan bumi merupakan sumber panas sehingga semakin tinggi
tempat maka semakin rendah suhunya. Berdasarkan hasil pengamatan yang
berfluktuasi diperoleh suhu udara tertinggi pada aras 25 cm sedangkan yang
terendah pada aras 75 cm. Ketidaksesuaian dengan teori dapat terjadi karena
pengamatan dilakukan di tempat yang tidak berkanopi angin yang berhembus
cukup kencang sehingga udara pada aras yang tinggi cenderung lebih sejuk
dibanding aras 75 cm.
B. Kelembaban Nisbi Udara
Kelembaban udara merupakan banyaknya uap air yang dikandung oleh
udara pada suhu dan tekanan tertentu. Dalam pengukuran cuaca ini cenderung
digunakan kelembaban nisbi untuk menyatakan nilai kelembaban udara.
Kelembaban nisbi sendiri merupakan perbandingan jumlah uap air yang
terkandung terhadap jumlah uap air maksimum yang dapat ditampung oleh udara
pada suhu dan tekanan tertentu. Pada praktikum ini dilakukan pengukuran
29
30
31
32
33
34
35
10 20 30 40 50
Suh
u (
°C)
Waktu (menit)
25 cm 75 cm 150 cm
67
kelembaban udara pada dua tempat yang berbeda, yaitu pada tempat berkanopi
dan tempat tak berkanopi pada beberapa nilai ketinggian di atas permukaan tanah
(25 cm, 75 cm, dan 150 cm).
1. Kelembaban nisbi udara aras 25 cm
Grafik 2.5.6. Kelembaban nisbi udara aras 25 cm.
Grafik di atas merupakan grafik antar dua daerah, yaitu berkanopi dan
tak berkanopi, yang menunjukkan kelembaban nisbi udara pada aras 25
cm.Pada daerah berkanopi, kelembaban udara seharusnya lebih tinggi
daripada daerah yang tak berkanopi, sebab dengan adanya kanopi
menyebabkan sinar matahari tidak dapat diteruskan sampai ke permukaan
tanah. Sedangkan, naik turunnya kelembaban udara pada setiap 10 menit
pengamatan dipengaruhi oleh waktu pengamatan (semakin siang) dan tempat
meletakkan alat yang digunakan untuk pengamatan. Pada daerah tak
berkanopi, kelembaban udaranya mengalami kenaikan dan penurunan
bergantian hingga akhir pengamatan. Hal ini disebabkan keadaan tempat yang
agak terbuka sehingga mendapatkan sinar matahari secara langsung,
banyaknya jumlah sinar matahari yang mengenai alat menyebabkan kenaikan
tekanan udara secara drastis. Beberapa hal lain yang menyebabkan naik
turunnya kelembaban nisbi udara di sekitar areal pemasangan alat adalah
ketinggian aras yang dekat dengan permukaan tanah. Pada daerah berkanopi,
0
5
10
15
20
25
30
35
10 20 30 40 50
Per
sen
(%
)
Waktu (menit)
kanopi tanpa kanopi
68
keadaan udara di sekitar areal pemasangan alat memiliki kelembaban yang
lebih tinggi dibandingkan keadaan udara dearah tak berkanopi yang
keadaannya cukup panas, selain pengaruh sinar matahari langsung, juga
adanya pengaruh tanah yang menyebabkan suasana lembab di daerah
berkanopi dan panas di daerah tak berkanopi.
2. Kelembaban nisbi udara aras 75 cm
Grafik 2.5.7. Kelembaban nisbi udara aras 75 cm.
Pada ketinggian 75 cm di atas permukaan tanah, kelembaban nisbi
udara secara umum tidak berbeda jauh dengan ketinggian 25 cm. Rerata
kelembaban udara pada tempat tak berkanopi masih lebih tinggi dibandingkan
dengan rerata kelembaban udara pada tempat berkanopi.Namun perbedaan
kelembaban setelah menit ke 20 tidak ada perbedaan yang jauh. Hali ini
ditunjukkan dengan grafik yang berhimpit dari menit ke-20 hingga menit ke-
50. Pada daerah berkanopi, kelembaban udara seharusnya lebih tinggi daripada
daerah yang tak berkanopi, sebab dengan adanya kanopi menyebabkan sinar
matahari tidak dapat diteruskan sampai ke permukaan tanah.
0
5
10
15
20
25
30
35
10 20 30 40 50
Per
sen
(%
)
Waktu (menit)
kanopi tanpa kanopi
69
3. Kelembaban nisbi udara aras 150 cm
Grafik 2.5.8. Kelembaban nisbi udara aras 150 cm.
Pada ketinggian 150 cm di atas permukaan tanah, kelembaban nisbi
udara masih menunjukkan pola yang sama. Rerata kelembaban nisbi udara
pada tempat tak berkanopi lebih tinggi daripada rerata kelembaban nisbi udara
pada tempat tidak berkanopi. Penyinaran langsung matahari yang sampai ke
permukaan menjadi faktor utama yang berperan penting dalam terjadinya
kelembaban udara.
Dari menit ke-10 hinggaa 30 kelembaban pada daerah berkanopi
menunjukkan kelembaban lebih tinggi dibanding kelembaban pada daerah tak
berkanopi. Tapi setelah menit ke-30 kelembaban pada daerah tanpa kanopi
lebih besar. Pada daerah berkanopi, kelembaban udara lebih tinggi daripada
daerah yang tak berkanopi karena dengan adanya kanopi menyebabkan sinar
matahari tidak dapat diteruskan sampai ke permukaan tanah.
0
5
10
15
20
25
30
35
10 20 30 40 50
Per
sen
(%
)
Waktu (menit)
kanopi tanpa kanopi
70
4. Kelembaban nisbi udara berkanopi
Grafik 2.5.9. Kelembaban nisbi udara berkanopi.
Pada tempat berkanopi, mulai menit ke 20 sampai dengan menit ke 40
kelembaban nisbi udara mengalami penurunan. Kemudian mulai menit ke-40
sampai dengan menit ke-50, nilai kelembaban nisbi udara cenderung mengalami
bertambah. Di sini dapat diketahui bahwa nilai kelembaban nisbi udara cenderung
bertambah dengan berjalannya waktu mendekati sore. Pertambahan ini diteruskan
sampai pagi, kemudian berkurang seiring waktu berjalan mendekati siang hari.
Berdasarkan ketinggian, diperoleh bahwa kelembaban udara di tempat
berkanopi berbanding terbalik dengan ketinggian di atas permukaan tanah.
Kelembaban udara di tempat berkanopi cenderung mengalami penurunan seiring
dengan bertambahnya ketinggian. Ini menunjukkan bahwa semakin jauh dari
permukaan tanah, semakin kecil kemampuan udara untuk mengikat uap air yang
mengakibatkan semakin kecil nilai kelembaban nisbi udara tersebut.
29
29.5
30
30.5
31
31.5
32
32.5
10 20 30 40 50
Per
sen
(%
)
Waktu (menit)
25 cm 75 cm 150 cm
71
5. Kelembaban nisbi udara tak berkanopi
Grafik 2.5.10. Kelembaban nisbi udara tak berkanopi.
Berbeda dengan kelembaban udara pada tempat yang berkanopi, pada
tempat yang tidak berkanopi kelembaban udaranya mengalami peningkatan yang
teratur. Mulai menit ke-10 sampai menit ke-50 peningkatan cenderung teratur dan
stabil sehingga dapat diketahui bahwa semakin mendekati sore, kelembaban nisbi
udara cenderung meningkat. Peningkatan kelembaban ini diteruskan sampai pagi,
kemudian menurun pada saat menjelang siang.
Pada tempat tidak berkanopi, nilai kelembaban udara berbanding terbalik
dengan ketinggian dari permukaan tanah. Pada tempat yang dekat dengan
permukaan tanah, kelembaban udara cenderung lebih tinggi daripada kelembaban
udara pada tempat yang jauh dari permukaan tanah. Hal ini menunjukkan bahwa
kemampuan udara dalam mengikat uap air akan turun seiring dengan
bertambahnya ketinggian dari permukaan tanah sehingga kelembaban udara akan
turun pula dengan bertambahnya ketinggian.
C. Suhu Tanah
Temperatur tanah merupakan salah satu faktor tumbuh tanaman yang
penting sebagaimana halnya air, udara dan unsur hara. Proses kehidupan bebijian,
akar tanaman dan mikroba tanah secara langsung dipengaruhi oleh temperatur
0
5
10
15
20
25
30
35
10 20 30 40 50
Per
sen
(%
)
Waktu (menit)
25 cm 75 cm 150 cm
72
tanah. Suhu tanah pengaruhnya penting sekali pada kondisi tanah itu sendiri dan
pertumbuhan tanaman. Faktor yang mempengaruhi suhu tanah yaitu faktor luar
dan faktor dalam. Yang dimaksud dengan faktor luar yaitu radiasi matahari, awan,
curah hujan, angin, kelembapan udara. Faktor dalamnya yaitu faktor tanah,
struktur tanah, kadar air tanah, kandungan bahan organik, dan warna tanah.
Suhu tanah berpengaruh terhadap penyerapan air. Sebaliknya makin
rendah suhu, makin sedikit air yang di serap oleh akar, karena itulah penurunan
suhu tanah mendadak dapat menyebabkan kelayuan tanaman. Pengukuran di
lakukan pada tanah yang tidak berumput, namun ditanami oleh pohon-pohon
berumur tahunan dan kaya akan seresah daun. Fluktasi terbesar dipermukaan
tanah dan akan berkurang dengan bertambahnya kedalaman tanah. Temperatur
tanah sangat dikendalikan oleh temperatur permukaan dan seluruhnya tergantung
kepada keadaan cuaca di atas permukaan. Perlu diingat bahwa temperatur
maksimal yang dapat dicapai pada lapis atas tidak dapat dicapai pada lapis
dibawahnya. Amplitudo temperatur tanah paling tinggi dicapai dilapis atas, makin
kedalam makin rendah, sampai pada suatu jeluk tidak terdapat perbedaan
temperatur (Amplitudo = 0). Disamping itu, faktor vegetasi / penutup tanah juga
berpengaruh amplitudo suhu tanah. Tanah terbuka (bero) amplitudo harian /
bulanan lebih besar dibanding tanah yang tertutup vegetasi.
1. Suhu tanah jeluk 0 cm
Grafik 2.5.11. Suhu tanah jeluk 0 cm.
29
29.5
30
30.5
31
31.5
32
10 20 30 40 50
Suh
u (
°C)
Waktu (menit)
kanopi tanpa kanopi
73
Pada grafik suhu tanah jeluk 0 cm perbedaan suhu tertinggi antara
daerah berkanopi dan tidak berkanopi sebesar 1°C. Dimana suhu tertinggi
pada daerah tidak berkanopi yaitu 31,3°C. Daerah berkanopi mula-mula
memiliki suhu konstan kemudian mengalami penurunan secara perlahan. Hal
ini disebabkan oleh intensitas radiasi matahari diterima secara tidak langsung,
sementara itu di daerah tidak berkanopi suhunya relatif tinggi dan tidak
konstan. Hal ini dikarenakan radiasi matahari diterima secara langsung. Pada
daerah berkanopi, panas dari radiasi matahari sukar untuk menembus
permukaan tanah karena terhalang oleh pepohonan yang membentuk kanopi
sehingga membuat suhu tanah lebih rendah dan relatif stabil daripada daerah
tidak berkanopi. Pada daerah tidak berkanopi, panas dari radiasi matahari
mudah diterima dan dilepaskan. Hal ini dikarenakan daerah tidak berkanopi
mempunyai vegetasi yang berupa rumput dan semak yang tidak dapat
menahan panas dari radiasi matahari sehingga menyebabkan suhu tanah relatif
tinggi pada daerah tidak berkanopi. Selain perbedaan vegetasi kemiringan
lahan juga menentukan sudut datang sinar matahari yang akan mempengaruhi
besarnya suhu yang akan diterima oleh tanah.
2. Suhu tanah jeluk 10 cm
Grafik 2.5.12. Suhu tanah jeluk 10 cm.
29
29.5
30
30.5
31
31.5
32
10 20 30 40 50
Suh
u (
°C)
Waktu (menit)
kanopi tanpa kanopi
74
Pada grafik suhu tanah jeluk 10 cm, perbedaan suhu tertinggi antara
daerah yang berkanopi dengan tidak berkanopi adalah 1° C dan yang terendah
adalah sebesar 0.3°C. dimana suhu yang tertinggi terdapat pada daerah yang
tidak berkanopi. Di daerah ini mula-mula suhu naik kemudian turun kembali
dan akhirnya menjadi stabil (selalu berfluktuasi) hingga akhir pengamatan.
Hal ini disebabkan karena cuaca selalu berubah-ubah dari mendung kembali
menjadi cerah kemudian menjadi mendung kembali (cuaca tidak menentu).
Sementara di daerah yang berkanopi suhu tanah cenderung lebih stabil karena
radiasi matahari yang diterima relatif sedikit.
3. Suhu tanah jeluk 20 cm
Grafik 2.5.13. Suhu tanah jeluk 20 cm.
Grafik suhu tanah vs waktu pada jeluk 20 cm menunjukkan suhu tanah
pada daerah yang berkanopi rata-rata memiliki suhu tanah yang lebih rendah
dan lebih stabil daripada daerah yang tidak berkanopi dengan suhu rata-rata
daerah berkanopi adalah 31°C dan suhu rata-rata di daerah tidak berkanopi
adalah 30°C, keduanya tidak memiliki perbedaan yang terlalu jauh. Keadaan
suhu tanah pada jeluk 20 cm dapat dipengaruhi oleh kadar air tanah, tekstur
tanah, kandungan bahan organik, keterolahan serta kepadatan tanah. Variasi
suhu harian ditentukan oleh variasi penerimaan radiasi sinar matahari yang
27.5
28
28.5
29
29.5
30
30.5
31
31.5
32
10 20 30 40 50
Suh
u (
°C)
Waktu (menit)
kanopi tanpa kanopi
75
mempengaruhi pertukaran panas antar lapisan. Dari fluktuasi grafik dapat
dikatakan bahwa secara umum amplitudo pada tanah daerah tidak berkanopi
lebih cepat dan banyak menyerap serta melepaskan panas daripada tanah
daerah yang berkanopi.
4. Suhu tanah berkanopi
Grafik 2.5.14. Suhu tanah berkanopi.
Grafik suhu tanah vs waktu pada daerah berkanopi pada jeluk 0 cm, 10
cm, dan 20 cm menunjukkan pada jeluk 10 cm memiliki suhu tanah rata-rata
30,38°C lebih tinggi daripada jeluk 0 cm yang memiliki suhu rata-rata tanah
30,82°C dan jeluk 20 cm yang memiliki suhu rata-rata tanah 30,18°C. Grafik
tersebut memiliki fluktuasi yang sedikit tidak stabil. Hal ini karena
penggunaan stick termometer yang ditancapkan pada tanah yang berbeda
untuk mendapatkan kedalaman 10 cm atau 20 cm. Karena adanya perbedaan
struktur pembangun tanah (ada yang gembur/ mudah untuk ditancapkan dan
ada tanah yang padat) menyebabkan data suhu tanah dengan tempat yang lain
berbeda sehingga menyebabkan fluktuasi yang tidak stabil.
29
29.5
30
30.5
31
31.5
32
10 20 30 40 50
Suh
u (
°C)
Waktu (menit)
0 cm 10 cm 20 cm
76
5. Suhu tanah tak berkanopi
Grafik 2.5.15. Suhu tanah tak berkanopi.
Grafik suhu tanah vs waktu pada daerah yang tidak berkanopi dapat
kita perhatikan bahwa rasio suhu tanah pada jeluk 0 cm, 20 cm, dan 40 cm
tidak begitu jauh perbedaannya. Rata-rata suhu tanah tertinggi pada jeluk 0 cm
yaitu sebesar 27.5°C, diikuti rata-rata suhu tanah pada jeluk 20 cm yaitu
sebesar 27°C dan suhu tanah yang terendah pada jeluk 40 cm yaitu sebesar
26°C. Dari data ini dapat kita lihat pula bahwa pada daerah tidak berkanopi
yang mendapat cahaya matahari secara langsung adalah jeluk 0 cm dan radiasi
matahari memerlukan waktu untuk mencapai jeluk 20 cm dan jeluk 40 cm.
Dapat dikatakan bahwa tiap lapisan tanah pada berbagai kedalaman mencapai
suhu tertentu tidak dalam waktu yang bersamaan, melainkan terdapat time lag
(selang waktu).
28
28.5
29
29.5
30
30.5
31
31.5
10 20 30 40 50
Suh
u (
°C)
Waktu (menit)
0 cm 10 cm 20 cm
77
D. Kecepatan Angin
Grafik 2.5.16. Kecepatan angin.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh data dari
dua strata yang berbeda yaitu kanopi dan tanpa kanopi. Pada lima kali
pengulangan yang dilakukan diperoleh kecepatan angin sebesar 2,5 m/s ; 2 m/s;
1,6 m/s; 0,5 m/s; dan 0,4 m/s untuk daerah berkanopi, sedangkan untuk daerah
yang tidak berkanopi diperoleh hasil 1,5 m/s; 5,2 m/s; 3 m/s; 3,4 m/s; dan 4,4 m/s.
Dari data tersebut terlihat bahwa kecepatan angin di daerah yang tanpa kanopi
lebih tinggi daripada di daerah yang berkanopi. Hal ini dapat terjadi karena daerah
yang berkanopi mempunyai suhu udara yang lebih rendah sehingga tekanan
udaranya tinggi. Padahal kita ketahui bahwa angin bergerak dari daerah
bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan udara rendah. Selain itu, kecepatan
angin di daerah berkanopi terhalang oleh pepohonan sehingga kecepatan angin
menjadi berkurang. Kecepatan angin di daerah tanpa kanopi lebih tinggi karena
pergerakan angin bergerak menuju daerah yang bertekanan udara rendah, yaitu
daerah tanpa kanopi. Kecepatan angin semakin tinggi karena di sekeliling daerah
tersebut tidak ada pepohonan atau bangunan yang menjadi penghalang.
0
1
2
3
4
5
6
10 20 30 40 50
Kec
epat
an A
ngi
n (
m/s
)
Waktu (menit)
kanopi tanpa kanopi
78
E. Intensitas Penyinaran
Grafik 2.5.17. Intensitas penyinaran matahari.
Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh data dari dua strata yang berbeda
yaitu berkanopi dan tanpa kanopi. Pada lima kali pengulangan yang dilakukan
setiap 10 menit sekali diperoleh data intensitas penyinaran sebesar 60 Fc, 50 Fc,
55 Fc, 70 Fc, dan 60 Fc untuk daerah berkanopi. Sedangkan untuk daerah tanpa
kanopi diperoleh hasil sebesar 220 Fc, 220 Fc, 220 Fc, 240 Fc, dan 200 Fc. Dari
data tersebut terlihat bahwa daerah tanpa kanopi memiliki intensitas penyinaran
matahari yang jauh lebih besar daripada daerah yang berkanopi. Hal ini dapat
terjadi karena daerah tanpa kanopi menerima cahaya matahari secara langsung,
sehingga energi yang diterima lebih besar. Sedangkan daerah berkanopi menerima
intensitas cahaya yang lebih kecil karena di daerah tersebut terdapat banyak
penghalang berupa dedaunan pohon yang menghalangi pancaran sinar matahari.
0
50
100
150
200
250
300
10 20 30 40 50
Inte
nsi
tas
Pen
yin
aran
waktu (menit)
kanopi tanpa kanopi
79
VI. KESIMPULAN
A. Statif ditancapkan ke tanah dan dipasang dengan termometer pada aras 25 cm,
75 cm, dan 150 cm dari permukaan tanah. Pengamatan diukur setiap 10 menit
berturut-turut sehingga mencapai 5 kali pengamatan. Termometer biasa
ditancapkan di tanah pada jeluk 0 cm, 10 cm, dan 20 cm dari permukaan
tanah. Pengamatan dilakukan pada setiap jeluk pada setiap pengambilan data
setiap 10 menit sekali 10 menit pertama dilakukan pada jeluk 0cm, setelah itu
dimasukkan hingga mencapai jeluk 10 cm lalu jeluk 20 cm. Pada waktu yang
ditentukan yaitu bersama-sama dengan waktu yang lainnya dimulai, digital
anemometer diangkat ke atas agar tidak terhalang dengan penghalang.
Pengamatan dilakukan setiap 10 menit berturut-turut sehingga mencapai 5 kali
pengamatan. Luxmeter memiliki tiga skala dengan tombol pengatur di sebelah
kanannya. Mula-mula diatur pada skala yang paling rendah dengan posisi
tombol pengatur ada di paling bawah, apabila jarum penunjuk melebihi batas
skala maka tombol dinaikkan dan pembacaan skala berubah dengan membaca
skala di atas skala yang sebelummya dibaca. Pengamatan dilakukan setiap 10
menit berturut-turut sehingga mencapai 5 kali pengamatan .
B. Faktor-faktor yang mempengaruhi cuaca mikro adalah sebagai berikut:
1. Suhu udara
2. Suhu tanah
3. Radiasi matahari
4. Kecepatan angin
5. Kelembaban udara
C. Pengamatan cuaca mikro pada ekosistem berkanopi dan tanpa kanopi
dilakukan dengan pengukuran anasir cuaca mikro pada daerah berkanopi dan
tanpa kanopi.
80
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2013. Microclimate. <http://www.britannica.
com/EBchecked/topic/380278/ microclimate>. Diakses tanggal 28
September 2014.
Bunyamin, Z. dan M. Aqil. 2010. Analisis iklim mikro tanaman jagung (Zea mays
L.) pada sistem sisip. Prosiding Pekan Serealia Nasional 294-300.
Hanafiah, K. A. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Lakitan, B. 1994. Dasar-Dasar Klimatologi. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Landsberg, H.E. 1981. General Climatology 3. Elsevier Scientific Publishing
Company, New York.
Tjasjono, B. 1999. Klimatologi Umum. Institut Teknologi Bandung Press,
Bandung.
Villegasa, J.C., David D.B., Chris B.Z. and Patrick D.R. 2010. Seasonally Pulsed
Heterogeneity in Microclimate: Phenology and Cover Effects along
Deciduous Grassland–Forest Continuum. Vadose Zone Journal 9 (3):
537-547.
Vink, G. J. 1984. Dasar-Dasar Usaha Tani di Indonesia. Yayasan Obor Indonesia,
Jakarta.
Weisner, C. J. 2001. Climate, Irrigation, and Agriculture. Angus and Robertson
L.T.D., Sidney.
Wilson, E. M. 1993. Hidrologi Teknik. ITB, Bandung.
83
LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM KLIMATOLOGI DASAR
ACARA III
ANALISIS DATA METEOROLOGI
Oleh:
Suryati Purba (13307)
Ribka Gupita Hapsari (13322)
Fachry Husein Rosyadi (13224)
Ridya Nastitie (13325)
Wita Dian Sharli (13343)
Pridana Intan Susanti (13385)
Golongan/Kelompok : A1/3
Asisten : Ramot Christian
LABORATORIUM AGROKLIMATOLOGI
JURUSAN TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014
84
ACARA III
ANALISIS DATA METEOROLOGI
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keadaan iklim sangat dipengaruhi oleh anasir-anasir iklim. Bidang
pertanian merupakan bidang yang sangat dipengaruhi dan bergantung pada
kondisi iklim sehingga analisis mengenai keadaan iklim sangat diperlukan.
Analisis ini dilakukan dengan mengolah data-data anasir iklim yang diperoleh dari
stasiun meteorologi. Data-data yang diperoleh dari stasiun meteorologi biasanya
berupa data mentah yang perlu diolah menjadi data matang dan akhirnya menjadi
data siap pakai yang dapat menyajikan informasi iklim yang akurat dan lengkap.
Data dapat disederhanakan dengan cara melakukan analisis statistik dan
matematik.
Metode statistik dan persamaan matematika dapat dimanfaatkan untuk
mempermudah dalam menelaah sifat-sifat iklim yang kompleks. Diharapkan
analisis statistik dapat meningkatkan ketepatan dalam peramalan yang akhirnya
dapat menyediakan informasi iklim yang lengkap dan akurat. Dalam praktikum
ini, praktikan dituntut untuk dapat mengolah data yang disajikan dalam bentuk
data mentah sehingga menjadi data siap pakai dan diharapkan praktikan dapat
mengetahui cara analisis data iklim dan dapat menerapkannya dalam pengolahan
data.
B. Tujuan
1. Melatih mahasiswa untuk mengolah dan menganalisis data
meteorologi pertanian serta menyajikan dalam bentuk siap pakai.
2. Mempelajari hubungan timbal balik di antara anasir-anasir iklim.
85
II. TINJAUAN PUSTAKA
Perubahan iklim merupakan masalah nasional, regional dan global yang tidak
dapat ditangani secara nasional maupun secara regional tetapi harus ditangani
secara bersama-sama dan menyeluruh. Karena letak geografis Indonesia sangat
rawan akan adanya perubahan iklim, dimana di daerah tropis faktor yang
mendorong perubahan iklim sangatlah kompleks dan dampaknya pun pada
sebagian besar penduduknya (Sugandhy, 2000 ).
Suatu kemajuan yang terjadi dalam pengkajian respon biologi membantu lebih
banyak terhadap perkembangan dari meteorologi murni. Beberapa penemuan
penting dan ilmiah yang berhubungan dengan tanggapan biologi terutama dalam
ilmu tanaman, secara garis besar sebagai berikut. Tahun 1919 Gardner dan Alland
menemukan fotoperiodesitas yaitu respon tumbuhan terhadap panjang penyinaran.
Mereka menanam tembakau Maryland Mammoth baik pada tempat yang disinari
maupun tidak disinari di dalam rumah kaca. Tanaman-tanaman yang terdapat
dalam rumah kaca yang tidak disinari tetap dapat tumbuh vegetatif sedangkan
yang disinari berbunga. Ini menambahkan hal baru dan kegunaan faktor
lingkungan (lama pencahayaan) dalam mempelajari meteorologi pertanian
(Wisnubroto et al., 2000).
Stasiun meteorologi pertanian menghasilkan serempak data meteorologi dan
data biologis dan atau yang lain yang dapat menyumbangkan hubungan antara
cuaca dan pertumbuhan atau hidup tanaman dan hewan. Informasi meteorologi
yang secara rutin diamati antara lain ialah keadaan lapisan atmosfer yang paling
bawah, suhu, dan kelengasan tanah pada bagian kedalaman, curah hujan, dan
curahan lainnya, durasi penyinaran dan radiasi matahari. Demikian pula turbulensi
dan pencampuran udara lapisan udara yang paling bawah. Lokasi stasiun ini harus
dapat melewati keadaan pertanian dan keadaan alami daerah tempat stasiun itu
berada (Prawirowardoyo, 2006).
Data yang dianalisis pada praktikum ini merupakan data mentah yang
diperoleh dari proses monitoring. Monitoring merupakan proses rutin
pengumpulan data. Memantau perubahan yang fokus pada proses dan keluaran.
Monitoring menyediakan data mentah untuk menjawab pertanyaan sedangkan
evaluasi adalah meletakkan data-data tersebut agar dapat digunakan dan dengan
86
demikian memberikan nilai tambah. Evaluasi adalah tempat mempelajari
kejadian, pertanyaan yang perlu dijawab, rekomendasi yang harus dibuat,
menyarankan perbaikan. Namun tanpa monitoring, evaluasi tidak memiliki
dasar untuk bekerja. Oleh karena itu monitoring dan evaluasi harus berjalan
seiring (Dhingra, et al., 2012)
Menurut Meng (2013), tujuan monitoring adalah sebagai berikut :
1. Mengkaji apakah kegiatan- kegiatan yang dilaksanakan telah sesuai
dengan rencana.
2. Mengidentifikasi masalah yang timbul agar langsung dapat diatasi
3. Melakukan penilaian apakah pola kerja dan manajemen yang digunakan
sudah tepat untuk mencapai tujuan kegiatan.
4. Mengetahui kaitan antara kegiatan dengan tujuan untuk memperoleh
kemajuan.
5. Menyesuaikan kegiatan dengan lingkungan yang berubah, tanpa
menyimpang dari tujuan
Analisis data meteorologi agar lebih bermanfaat maka dilakukan
pengorganisasian dan analisis data secara sistematis dari seluruh jaringan
pengamatan cuaca. Misalnya analisis data berdasarkan time series (pengamatan
jangka panjang), penafsiran terhadap suatu parameter yang sukar dilakukan
dengan cara didekati dengan parameter yang mempunyai hubungan dan
berdasarkan rumus antara hubungan-hubungan parameter tersebut (Wisnubroto,
2002).
Probabilitas dan prakiraan data curah hujan lebih praktis mendapatkan
perhatian, itu bisa mengubah hasil tanaman, permintaan evaporasi dan tipe tanah.
Pada faktanya periode yang dengan kalkulasinya dibutuhkan untuk mengubah
seperti nilai kritik dari curah hujan di periode ini. Masalah dari data yang tidak
tepat seperti penambahan kalkulasi dalam jangka waktu yang pendek dan curah
hujan yang rendah (Jackson, 2003).
Meteorologi dapat menggunakan metode-metode dan hukum-hukum fisika
untuk menerangkan dan menafsirkan keadaan atmosfer, sedangkan klimatologi
memerlukan teknik statistik oleh karena kegiatannya adalah mengumpulkan dan
menafsirkan pengamatan (Hasan, 2004).
87
Setiap masalah dalam meteorologi dan klimatologi dapat dianalisis dengan
menggunakan suatu model dapat berupa konsepsi mental, hubungan empirik atau
kumpulan pernyataan-pernyataan matematik statistik. Model-model dalam
meteorologi umumnya dapat dikelompokkan dalam model-model deterministik,
parametrik, stokastik atau kombinasinya. Pembagian menjadi kelompok-
kelompok tersebut tidak selalu dapat dilakukan dengan tegas, kita dapat
membayangkan model-model sebagai tersusun dari berbagai komponen yang
masing-masing seolah-olah merupakan sebuah titik dalam suatu spektrum
kontinyu tipe yang satu hingga stokastik murni pada ujung lain (Bey, 2001).
Pengambilan data cuaca atau iklim tidak hanya untuk peramalan cuaca atau
iklim, namun lebih banyak manfaatnya lainnya untuk perencanaan berbagai
bidang seperti pewilayahan komoditas pertanian, perencanaan pembangunan
bendungan serta konstruksi hidrologi lainnya, transportasi, pariwisata serta untuk
penelitian. Untuk hal-hal tertentu, misalnya untuk penentuan saat tanam serta
antisipasi banjir, data cuaca atau iklim khususnya curah hujan harus segera dapat
diakses (Setiawan, 2003).
88
III. METODOLOGI
Percobaan acara III praktikum Klimatologi Dasar tentang analisis data
meteorologi yang dilaksanakan pada hari Senin, 29 September 2014 dilakukan di
Laboratorium Agroklimatologi Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini meliputi data bulanan
selama satu tahun dari stasiun meteorologi yang terdiri atas data curah hujan
(CH), kelembaban relatif (RH), evaporasi (EV), suhu termometer bola basah
(TBB), suhu termometer bola kering (TBK), panjang penyinaran (PP), curah
hujan (CH) dan kecepatan angin (KA), bahan ini digunakan untuk analisis,
penyajian dan interpretasi data. Sedangkan untuk analisis korelasi dan analisis
regresi digunakan data temperatur (T), kelembaban relatif (RH), evaporasi (EV),
panjang penyinaran (PP), curah hujan (CH) dan kecepatan angin (KA) bulanan
selama satu tahun yang diperoleh dari analisis data yang diperoleh.
Untuk mengolah data suhu udara (TBB dan TBK) dihitung rata-rata suhu
harian, yang mengukurnya digunakan rumus :
Untuk menghitung suhu bulanan dilakukan dengan rumus :
Sedangkan untuk menghitung suhu tahunan dilakukan dengan rumus :
T tahunan dihitung dengan rumus Braak yaitu :
Dan yang terakhir dibuat grafik suhu bulanan selama satu tahun. Kelembaban
relatif udara pada pukul 07.00, 13.00, dan 18.00 dihitung atas dasar selisih TBB
dan TBK. RH harian dan RH tahunan dihitung dengan rumus :
89
Kemudian dibuat grafik ayunan anasir iklim selama satu tahun. Selanjutnya
dibahas mengenai pola ayunan anasir iklim bulanan selama setahun. Untuk
analisis regresi dan analisis korelasi, dilakukan penghitungan nilai regresi dan
korelasi dengan bantuan data harian selama setahun diantara dua anasir iklim
sebagai berikut :
PP vs T RH vs CH
PP vs RH RH vs EV
PP vs EV KA vs EV
T vs EV KA vs RH
T vs RH KA vs CH
Analisis dilakukan dengan menggunakan kalkulator sehingga diperoleh
persamaan regresi:
Y = peubah tak bebas ( faktor yang dipengaruhi )
x = peubah bebas (faktor yang mempengaruhi )
a = pengaruh faktor lain yang tidak dipengaruhi peubah bebas ( intersep )
b = koefisien regresi
Dan yang terakhir dilakukan adalah dibuat grafik persamaan regresi dari
hubungan antara anasir iklim tersebut serta dibahas mengenai hubungan antara
anasir tersebut dan dibandingkan dengan keeratan masing-masing hubungan.
90
IV. HASIL PENGAMATAN
Tabel 3.4.1. Anasir iklim bulanan.
Bulan T (°C) RH (%) PP (%) EV (mm) CH (mm) KA
(km/jam)
Januari 26.74 84.395 29.3 53.0 428.8 1.6
Februari 26.45 83.36 30.1 66.8 466.8 1.6
Maret 27.34 82.72 44.2 64.0 65.4 1.9
April 28.43 80.84 71.2 64.7 38.0 1.5
Mei 27.79 84.38 69.8 78.1 69.5 1.4
Juni 26.95 80.60 74.1 104.2 50.1 1.7
Juli 25.36 81.55 74.1 100.2 10.3 1.9
Agustus 25.16 79.51 74.0 97.3 20.9 1.9
September 25.39 80.77 58.5 70.2 9.0 2.5
Oktober 26.99 81.23 46.5 93.6 34.2 2.8
November 26.79 84.41 49.0 64.3 229.0 2.3
Desember 27.13 81.47 50.2 36.5 426.0 1.5
Tabel 3.4.2. Regresi anasir iklim.
VARIABEL a b r PERSAMAAN
REGRESI
PP vs T 27.0236 -59.08 -0.09471 y= 27.0236 -59.08x
PP vs RH 85.848 -0.07146 -0.779 y= 85.848-0.07146x
PP vs EV 32.7641 0.74475 0.6029 y= 32.7641+0.74475x
T vs EV 287.78 -7.98 -0.832 y= 287.78-7.98x
T vs RH 74.4456 0.2273 0.17899 y= 74.4456+0.2273x
RH vs EV 652.001 -7.0565 -0.5239 y= 652.001-7.0565x
RH vs CH -6279.2023 78.597 0.6626 y= -6279.2023+78.597x
KA vs EV 47.1355 14.4811 0.30619 y= 47.1355+14.4811x
KA vs RH 82.1688 -0.1679 -0.0478233 y= 82.1688-0.1679x
KA vs CH 165.565 -13.484 -0.05028 y= 165.565-13.484x
91
Dari tabel di atas dapat ditentukan nilai r beserta persamaan regresinya sebagai
berikut :
A. R ≈ +1 adalah variabel RH vs CH dengan persamaan regresi
y= -6279.2023+78.597x
B. R ≈ 0 adalah variabel KA vs RH dengan persamaan regresi
y= 82.1688-0.1679x
C. R ≈ -1 adalah variabel T vs EV dengan persamaan regresi
y= 287.78-7.98x
92
V. PEMBAHASAN
A. Anasir Iklim
1. Suhu udara
Grafik 3.5.1. Suhu udara bulanan.
Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa suhu udara dari bulan Januari
sampai Desember mengalami fluktuasi. Fluktuasi yang terjadi tidak terlalu
besar karena pada daerah khatulistiwa fluktuasi cukup kecil. Namun pada
bulan Juni menuju Juli dan September menuju Oktober terjadi perubahan suhu
yang relatif besar. Suhu maksimum dicapai pada bulan April, dan suhu
terendah pada bulan Agustus. Adanya kenaikan dan penurunan suhu ini
disebabkan adaya pengaruh radiasi matahari, sehingga energi dari panas bumi
dapat dikembalikan lagi ke atmosfer sebagai gelombang panjang. Radiasi
tinggi berarti suhu akan semakin tinggi, hal ini mengingat besarnya sinar
matahari yang sampai ke bumi mengakibatkan panas bumi meningkat.
Terjadinya perubahan suhu dari bulan ke bulan selama satu tahun juga dapat
disebabkan oleh pengaruh intensitas penyinaran radiasi matahari atau
terjadinya insolation (incoming solar radiation). Semakin tinggi intensitas
matahari yang diikuti oleh curah hujan yang cukup tinggi akan menyebabkan
suhu menjadi semakin rendah, begitu pula sebaliknya.
23
24
25
26
27
28
29
Suh
u U
dar
a (°
C)
Bulan
T (°C)
93
2. Kelembaban relatif
Grafik 3.5.2. Kelembaban relatif bulanan.
Relatif humidity (RH) atau kelembaban relatif menyatakan perbandingan
uap air yang terkandung dengan kapasitas maksimum pada suatu temperatur
dan tekanan udara tertentu. Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa terjadi
fluktuasi yang cukup besar dari Januari sampai April, kelembaban menurun
dan meningkat secara drastis pada bulan Mei, kemudian turun lagi pada bulan
Juni dan mencapai maksimum pada bulan November. Pada umumnya,
fluktuasi kelembaban udara di indonesia relatif rendah karena Indonesia
berada di daerah khatulistiwa yang memiliki iklim tropis basah sehigga terjadi
pemanasan yang hampir sama setiap bulannya dan selalu menerima hujan di
setiap tahun. Perbedaan hasil dengan teori ini mungkin disebabkan oleh
adanya pemanasan global yang menyebabkan suhu semakin panas dan
perubahan cuaca menjadi tidak tentu.
77
78
79
80
81
82
83
84
85
Ke
lem
bab
an N
isb
i (%
)
Bulan
RH (%)
94
3. Panjang penyinaran
Grafik 3.5.3. Panjang penyinaran bulanan.
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan yang cukup besar
dari bulan Februari sampai bulan April, dan penurunan yang cukup besar dari
bulan Agustus sampai bulan Oktober. Panjang penyinaran dapat
mempengaruhi kelembaban udara. Pada bulan Januari dan Februari,
prosentase panjang penyinaran yang kecil berpengaruh pada kelembaban
udara, menyebabkan kelembaban pada bulan januari dan februari sangat tinggi
bahkan mencapai maksimum. Perubahan panjang penyinaran disebabkan oleh
keadaan musim yang berubah (pancaroba) dari musim panas ke musim hujan
atau sebaliknya, dan dipengaruhi oleh letak lintang. Semakin rendah letak
garis lintangnya maka semakin lama suatu daerah mendapatkan sinar
matahari. Selain itu perubahan panjang penyinaran juga dapat disebabkan
oleh intensitas radiasi matahari. Intensitas sinar matahari yang tinggi akan
menyebabkan tingginya panjang penyinaran.
Pada bulan Maret matahari bersinar tepat pada khatulistiwa dan terbit tepat
di titik timur dan terbenam di titik barat; busur siang dan malam sama
panjangnya sehingga proporsi waktu siang dan malam sama yaitu lamanya 12
jam. Sesudah bulan Maret matahari menginjak dan bersinar pada seperdua
belahan utara, semakin hari semakin jauh dari katulistiwa, hingga pada tanggal
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Pan
jan
g P
en
yin
aran
(%
)
Bulan
PP (%)
95
21 Juni jarak antara katulistiwa telah mencapai 23 1/2°. Selama waktu itu
matahari terbit di utara titik timur dan terbenam di utara titik barat. Karena
amplitudo matahari dari hari ke hari semakin besar, busur siang bertambah
pendek dari pada busur malam, sehingga pada bulan Juni merupakan siang
hari yang terpendek. Akan tetapi menurut grafik di atas pada bulan Juni daerah
UGM Bulaksumur memperoleh panjang penyinaran 75 %, sehingga daerah
statiun tersebut mempunyai panjang siang hari yang cukup tinggi. Hal ini
dikarenakan daerah statiun pengamatan terletak tidak tepat di khatulistiwa,
melainkan terletak di sebelah selatan khatulistiwa.
Grafik panjang penyinaran bulanan di atas menunjukkan bahwa terjadi
penurunan panjang penyinaran dari bulan Juli sampai bulan Oktober. Akan
tetapi menurut teori gerak semu matahari, mulai bulan Juni sampai September
matahari berangsur kembali ke sebelah selatan mendekati katulistiwa,
akibatnya lamanya siang bertambah panjang sedikit, akan tetapi masih lebih
pendek dari malam hari. Ketidaksesuaian ini terjadi dimungkinkan karena
letak lintang daerah statiun pengamatan lebih tinggi dari khatulistiwa.
Pada bulan September matahari bersinar tepat di katulistiwa, keadaan ini
serupa dengan keadaan pada bulan Maret, sehingga akan dijumpai kembali
proporsi malam sama dengan proporsi siang. Mulai bulan September sampai
bulan Desember matahari mulai bergeser ke sebelah selatan katulistiwa.
Sehingga titik terbitnya berada di sebelah selatan titik timur dan titik
terbenamnya berada di sebelah selatan titik barat. Jika pada bulan Juni sampai
September busur siang lebih pendek, maka pada bulan ini busur siang menjadi
lebih panjang dari busur malamnya sehingga kita akan mengalami siang yang
lebih lama dari malam. Dan sampai pada bulan Desember merupakan saat
dimana matahari telah mencapai 23 1/2° di sebelah selatan katulistiwa,
akibatnya pada bulan Desember memiliki panjang penyinaran sebesar 50 %.
96
4. Evapotranspirasi
Grafik 3.5.4. Evapotranspirasi bulanan.
Pada grafik di atas memberi gambaran dari hasil pengamatan bahwa
tingkat evapotranspirasi pada bulan Januari hingga Desember selalu
bervariasi. Titik terendah tingkat evapotranspirasi terjadi pada bulan Januari
sedangkan evapotranspirasi tertinggi terjadi pada bulan Juni. Tingkat
evapotranspirasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain curah hujan,
kecepatan angin, temperatur, jumlah vegetasi pada daerah tersebut dan lain-
lain. Jika curah hujan tinggi, maka kecepatan angin akan relatif meningkat dan
temperatur juga akan meningkat. Hal ini akan menyebabkan menurunnya
evapotranspirasi.
Pengaruh angin terhadap evapotranspirasi potensial adalah melalui
mekanisme dipindahkannya uap air yang keluar dari pori-pori daun. Semakin
besar kecepatan angin, semakin besar pula laju evapotranspirasi yang dapat
terjadi. Dibandingkan dengan pengaruh radiasi panas matahasri, pengaruh
angin terhadap laju evapotranspirasi adalah lebih kecil.
0
20
40
60
80
100
120
Evap
otr
ansp
iras
i (m
m)
Bulan
EV (mm)
97
5. Curah hujan
Grafik 3.5.5. Curah hujan bulanan.
Berdasarkan grafik di atas, curah hujan yang tertinggi terjadi pada bulan
Februari, sedangkan curah hujan yang terendah terjadi pada bulan September.
Pada grafik curah hujan menunjukkan kondisi curah hujan yang tidak teratur
dari bulan ke bulan selama satu tahun. Di Indonesia sendiri hanya terdapat dua
musim yaitu, musim hujan dan musim kemarau hal ini tentu saja
mempengaruhi banyak curah hujan. Musim hujan terjadi antara bulan
November hingga bulan Februari, sedangkan musim kemarau terjadi pada
bulan April hingga bulan Oktober yang menyebabkan curah hujan relatif
sangat rendah. Musim hujan tertinggi berpeluang untuk terjadi pada bulan
Februari, sedangkan peluang untuk musim hujan terkecil adalah bulan
September. Ketinggian curah hujan perbulan bergantung pada nilai curah
hujannya. Faktor yang mempengaruhi curah hujan adalah jenis iklim pada
suatu daerah kaitannya temperatur dan ketinggian suatu tempat. Fluktuasi nilai
curah hujan pun tak bisa diperkirakan secara pasti, karena hal ini berkaitan
dengan kondisi alam serta iklim yang menaungi suatu daerah tertentu.
050
100
150
200
250300
350
400
450500
Cu
rah
Hu
jan
(m
m)
Bulan
CH (mm)
98
6. Kecepatan angin
Grafik 3.5.6. Kecepatan angin bulanan.
Grafik di atas menunjukkan bahwa kecepatan angin terendah terjadi
pada bulan Mei dan yang tertinggi terjadi pada bulan Oktober. Angin dapat
bergerak secara horizontal maupun vertikal dengan kecepatan bervariasi dan
berfluktuasi secara dinamis. Pada daerah tropis dan subtropis, angin
berhembus dari arah tenggara untuk belahan bumi selatan dan dari arah timur
laut untuk belahan bumi utara. Umumnya angin akan bertiup dari arah timur
laut selama 6 bulan, selanjutnya dari arah barat daya untuk 6 bulan berikutnya.
Angin pada lapisan udara yang dekat dengan permukaan bumi mempunyai
kecepatan lebih rendah bila dibandingkan dengan pada lapisan udara yang
lebih tinggi. Hal ini dapat terjadi karena hambatan akibat gesekan dengan
permukaan bumi. Pada bulan April-Oktober yang mengalami musim panas,
fluktuasi suhu hariannya lebih tinggi atau dapat dikatakan bahwa perbedaan
suhu antara siang hari dan malam hari sangat mencolok. Hal ini terjadi karena
pengaruh kondisi geografis setempat yang menyebabkan angin bertiup lebih
cepat di bulan-bulan itu, terutama saat mendekati musim kemarau. Hal yang
sebaliknya terjadi pada bulan April yang memiliki kecepatan angin terendah.
Dari grafik ini dapat dikatakan bahwa kecepatan angin di wilayah Indonesia
umumnya rendah, terutama untuk wilayah sekitar garis ekuator. Angin
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
Ke
cep
atan
An
gin
(km
/jam
)
Bulan
KA (km/jam)
99
memiliki andil besar dalam membentuk awan dan mendung,
menggerakkannya, menyusun antara sebagiannya dan sebagian yang lain,
mengangkatnya menuju tingkat lebih tinggi, mengondensasikannya dengan
atom- atom yang bermacam- macam, dan mengisinya dengan muatan listrik.
B. Persamaan Regresi
Rumus umum regresi fungsi linear sederhana adalah :
X = peubah bebas a = intercept
Y = peubah tak bebas b = gradien garis regresi
Menentukan koefisien regresi korelasi r yang mendekati R ≈ +1, R ≈ 0, R
≈ -1. Dari tabel di atas dapat ditentukan nilai r beserta persamaan regresinya.
1. Regresi RH vs CH
Grafik 3.5.7. Regresi RH vs CH.
Grafik ini mempunyai persamaan regresi y=-6279.2023+78.597x
dengan koefisien regresi korelasi r ≈ +1, yang berarti hubungan positif
sempurna, kenaikan peubah bebas (x) diikuti oleh kenaikan tak bebasnya (y).
Hal ini dapat dilihat dari data hasil perhitungan dan grafik ayunannya, setiap
kelembapan udara (RH) maka akan diikuti kenaikan curah hujan (CH) pula.
y = 57.124x - 4536.1 R² = 0.2813
0.0
50.0
100.0
150.0
200.0
250.0
300.0
350.0
400.0
450.0
500.0
79.000 80.000 81.000 82.000 83.000 84.000 85.000
Cu
rah
hu
jan
(m
m)
Relative humidity (%)
100
Dari grafik data tersebut diketahui bahwa daerah yang memiliki kelembapan
udara tinggi akan menyebabkan curah hujan akan lebih tinggi.
2. Regresi KA vs RH
Grafik 3.5.8. Regresi KA vs RH.
Grafik ini mempunyai persamaan regresi y=82.1688-0.1679x dengan
koefisien regresi korelasi r ≈ 0. Antara variabel KA vs RH hampir tidak
memiliki hubungan sama sekali dari setiap titik-titiknya. Jika dilihat grafik
tersebut, masing-masing ayunan saling tidak menentu antara turun dan
naiknya sehingga tidak memengaruhi kualitas dan kuantitas KA maupun RH.
3. Regresi T vs EV
Grafik di bawah ini mempunyai persamaan regresi y=287.78-7.98x
dengan koefisien regresi korelasi r ≈ -1, yang artinya mempunyai hubungan
negatif sempurna (sangat erat). Kenaikan peubah bebas (x) diikuti oleh
penurunan tak bebasnya (y). Koefisien regresi yang dicapai oleh variabel T vs
EV mempunyai peubah bebas yaitu suhu udara (T) dan peubah tak bebas
(EV). Pada umumnya dari data pengamatan terlihat bahwa setiap nilai T (°C)
naik maka EV akan turun. Contohnya pada bulan Februari hingga Maret, pada
bulan tersebut jika suhu udara naik maka nilai evapotranspirasi akan turun.
y = -0.8537x + 83.711 R² = 0.0489
79.000
80.000
81.000
82.000
83.000
84.000
85.000
0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0
Re
lati
ve h
um
idit
y (%
)
Keceapatan angin (km/jam)
101
Grafik 3.5.9. Regresi T vs EV.
C. Manfaat Analisa Data Klimatologi
Metode statistik dapat digunakan sebagai pendekatan dalam upaya
memahami kejelasan bentuk keeratan hubungan antara unsur cuaca atau iklim.
Melalui analisis regresi dan korelasi bentuk dan tingkat keeratan hubungan antara
unsur cuaca dan iklim dapat diketahui. Dengan analisis regresi dan korelasi kita
dapat mengetahui apakah iklim dan cuaca berhubungan negatif atau positif, dan
besarnya hubungan antara iklim dan cuaca tersebut. Dengan mengetahui bentuk
dan keeratan hubungan tersebut, maka hasil dari regresi dan korelasi yang didapat
akan sangat berguna untuk menentukan perencanaan dalam melakukan usaha tani,
karena cuaca dan iklim sangat berpengaruh dalam usaha tani, sehingga kita dapat
menentukan tanaman apa yang akan kita usahakan dan bagaimana cara kita
mengantisipasi cuaca dan iklim yang akan terjadi.
y = -7.9884x + 287.78 R² = 0.1466
0.0
20.0
40.0
60.0
80.0
100.0
120.0
24 25 26 27 28 29
Evap
otr
ansp
iras
i (m
m)
Temperatur (°C)
102
VI. KESIMPULAN
A. Pengolahan data mentah menjadi data siap pakai dengan persamaan
matematika dan statistik.
B. Hubungan timbal balik anasir-anasir iklim dapat diketahui melalui
persamaan regresi sebagai berikut :
RH vs CH mendekati nilai 1
KA vs RH mendekati nilai 0
T vs EV mendekati nilai -1
103
DAFTAR PUSTAKA
Bey, A. 2001. Kapita Selekta Dalam Agroklimatologi. Direktorat Jendral Tinggi
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Bogor.
Dhingra, M., J. Lakshmi and S. K. Nandy. 2012. Resource usage monitoring in
clouds. IEEE Xplore Digital Library 184-191.
Hasan, U.M. 2004. Dasar-dasar Meteorologi Pertanian. Jilid ke-1. PT Oeroengan,
Jakarta.
Jackson, I. J. 2003. Climate, Water, and Agriculture. John Wiley and Sons. Inc.,
New York.
Meng, S. and Ling Liu. 2013. Enhanced monitoring as a service for effective
cloud management. IEEE Xplore Digital Library 62 (Issue9) 1705-1720.
Prawirowardoyo, S. 2006. Meteorologi. ITB, Bandung.
Setiawan, A.C. 2003. Data Iklim Hujan. <http://www.rudyct.topcities.com/pps
702._71034 / arief-setiawan.htm>. Diakses pada tanggal 4 Oktober 2014.
Sugandhy, A. 2000. Kebijakan Nasional dalam menghadapi perubahan iklim.
Kebijakan Nasional dalam dan pemanfaatan cuaca dan iklim di Indonesia 7-
15.
Wisnusubroto, S. 2002. Meteorologi Pertanian Indonesia. Mitra Gama Widya,
Yogyakarta.
Wisnubroto, S., L. Aminah dan Mulyono N. 2000. Asas-asas Meteorologi. Ghalia
Indonesia, Jakarta.
104
LAMPIRAN
1. BULAN JANUARI
JANUARI PUKUL 07.00
TBK = 25,26 °C
TBB = 24,07 °C
INTERPOLASI I
INTERPOLASI II
INTERPOLASI III
JANUARI PUKUL 13.00
TBK = 30.54 °C
TBB = 27.03 °C
INTERPOLASI I
INTERPOLASI II
INTERPOLASI III
105
JANUARI PUKUL 18.00
TBK = 25,91 °C
TBB = 24.61 °C
INTERPOLASI
RATA-RATA KELEMBABAN
2. BULAN FEBRUARI
FEBRUARI PUKUL 07.00
TBK = 24.61 °C
TBB = 23.50 °C
INTERPOLASI
FEBRUARI PUKUL 13.00
TBK = 30.79 °C
TBB = 27.40 °C
INTERPOLASI I
INTERPOLASI II
106
INTERPOLASI III
FEBRUARI PUKUL 18.00
TBK = 25.77 °C
TBK = 24.50 °C
INTERPOLASI
RATA RATA KELEMBABAN
3. BULAN MARET
MARET PUKUL 07.00
TBK = 25.36 °C
TBB = 24.12 °C
INTERPOLASI
MARET PUKUL 13.00
TBK = 31.67 °C
TBK = 27.63 °C
INTERPOLASI I
107
INTERPOLASI II
INTERPOLASI III
MARET PUKUL 18.00
TBK = 26.97 °C
TBK = 25.37 °C
INTERPOLASI
RATA RATA KELEMBABAN
4. BULAN APRIL
APRIL PUKUL 07.00
TBK = 26.78 °C
TBB = 25.26 °C
INTERPOLASI I
INTERPOLASI II
108
INTERPOLASI III
APRIL PUKUL 13.00
TBK = 32.23 °C
TBB = 27.38 °C
INTERPOLASI I
INTERPOLASI II
INTERPOLASI III
APRIL PUKUL 18.00
TBK = 27.11 °C
TBB = 25.84 °C
INTERPOLASI
RATA RATA KELEMBABAN
5. BULAN MEI
MEI PUKUL 07.00
TBK = 25.88 °C
109
TBB = 24.57 °C
INTERPOLASI
MEI PUKUL 13.00
TBK = 32.27 °C
TBB = 27.11 °C
INTERPOLASI I
INTERPOLASI II
INTERPOLASI III
MEI PUKUL 18.00
TBK = 27.11 °C
TBB = 25.84 °C
INTERPOLASI
110
RATA RATA KELEMBABAN
6. BULAN JUNI
JUNI PUKUL 07.00
TBK = 24.10 °C
TBB = 22.69 °C
INTERPOLASI I
INTERPOLASI II
INTERPOLASI III
JUNI PUKUL 13.00
TBK = 32.52 °C
TBB = 27.37 °C
INTERPOLASI I
INTERPOLASI II
111
INTERPOLASI III
JUNI PUKUL 18.00
TBK = 27.07 °C
TBB = 25.72 °C
INTERPOLASI
RATA RATA KELEMBABAN
7. BULAN JULI
JULI PUKUL 07.00
TBK = 21.36 °C
TBB = 20.07 C
INTERPOLASI I
INTERPOLASI II
INTERPOLASI III
JULI PUKUL 13.00
TBK = 32.07 °C
TBB = 27.19 C
112
INTERPOLASI I
INTERPOLASI II
INTERPOLASI III
JULI PUKUL 18.00
TBK = 26.64 °C
TBB = 25.36 °C
INTERPOLASI
RATA RATA KELEMBABAN
8. BULAN AGUSTUS
AGUSTUS PUKUL 07.00
TBK = 21.05 °C
TBB = 19.36 °C
INTERPOLASI
113
AGUSTUS PUKUL 13.00
TBK = 32.02 °C
TBB = 27.27 °C
INTERPOLASI I
INTERPOLASI II
INTERPOLASI III
AGUSTUS PUKUL 18.00
TBK = 26.53 °C
TBB = 25.26 °C
INTERPOLASI
RATA RATA KELEMBABAN
9. BULAN SEPTEMBER
SEPTEMBER PUKUL 07.00
TBK = 21.34 °C
TBB = 19.99 °C
114
INTERPOLASI I
INTERPOLASI II
INTERPOLASI III
SEPTEMBER PUKUL 13.00
TBK = 32.17 °C
TBB = 27.24 °C
INTERPOLASI I
INTERPOLASI II
INTERPOLASI III
SEPTEMBER PUKUL 18.00
TBK = 26.69 °C
TBB = 25.29 °C
115
INTERPOLASI
RATA-RATA KELEMBABAN
10. BULAN OKTOBER
OKTOBER PUKUL 07.00
TBK = 24.46 °C
TBB = 23.11 °C
INTERPOLASI
OKTOBER PUKUL 13.00
TBK = 32.25 °C
TBB = 27.38 °C
INTERPOLASI I
INTERPOLASI II
INTERPOLASI III
116
OKTOBER PUKUL 18.00
TBK = 26.68 °C
TBB = 25.32 °C
INTERPOLASI
RATA RATA KELEMBABAN
11. BULAN NOVEMBER
NOVEMBER PUKUL 07.00
TBK = 24.86 °C
TBB = 23.69 °C
INTERPOLASI
NOVEMBER PUKUL 13.00
TBK = 32.01 °C
TBB = 27.30 °C
INTERPOLASI I
INTERPOLASI II
117
INTERPOLASI III
NOVEMBER PUKUL 18.00
TBK = 25.42 °C
TBB = 24.98 °C
INTERPOLASI
RATA RATA KELEMBABAN
12. BULAN DESEMBER
DESEMBER PUKUL 07.00
TBK = 25.07 °C
TBB = 23.74 °C
INTERPOLASI
DESEMBER PUKUL 13.00
TBK = 32.16 °C
TBB = 27.23 °C
INTERPOLASI I
INTERPOLASI II
118
INTERPOLASI III
DESEMBER PUKUL 18.00
TBK = 26.23 °C
TBB = 24.79 °C
INTERPOLASI
RATA RATA KELEMBABAN
119
LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM KLIMATOLOGI DASAR
ACARA IV
MENENTUKAN IKLIM SUATU TEMPAT
Oleh:
Suryati Purba (13307)
Ribka Gupita Hapsari (13322)
Fachry Husein Rosyadi (13224)
Ridya Nastitie (13325)
Wita Dian Sharli (13343)
Pridana Intan Susanti (13385)
Golongan/Kelompok : A1/3
Asisten : Ramot Christian
LABORATORIUM AGROKLIMATOLOGI
JURUSAN TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014
120
ACARA IV
MENENTUKAN IKLIM SUATU TEMPAT
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan mayoritas penduduknya
bermata pencaharian di bidang pertanian. Produksi pertanian bergantung pada
faktor tanaman, faktor media, keadaan iklim dan pengelolaan manusia. Keadaan
tanaman dan media sampai batas tertentu dapat direkayasa oleh manusia untuk
mencapai keadaan yang menguntungkan sedangkan iklim merupakan faktor alam
yang tidak dapat diubah. Cuaca ekstrim dapat mengakibatkan gagal panen atau
bahkan keterlambatan penanaman karena ketidaksesuaian peramalan.
Iklim adalah suatu keseluruhan dari keadaan atmosfir dalam jangka waktu
panjang dan berbeda-beda di setiap tempat. Iklim dari suatu tempat terdiri dari
unsur-unsur yang variasinya sangat berbeda jauh, dan dapat disimpulkan bahwa
tidak mungkin bila dua tempat mempunyai iklim yang identik. Jumlah iklim di
permukaan bumi ini hampir tidak terbatas, sehingga membutuhkan penggolongan
ke dalam suatu kelas atau tipe. Manusia harus mengerti sifat-sifat iklim untuk
kemudian menyesuaikan diri seperti sehingga produksi pertanian yang optimal
dapat dicapai. Oleh karena itu mempelajari cara penetuan iklim di suatu tempat
penting untuk mengoptimalkan produksi pertanian.
B. Tujuan
1. Melatih mahasiswa menyatukan berbagai anasir iklim guna
menentukan tipe iklim.
2. Melatih mahasiswa mengetahui hubungan tipe iklim dengan keadaan
tanaman setempat.
121
II. TINJAUAN PUSTAKA
Iklim diartikan sebagai kebiasaan cuaca dan unsur-unsur atmosfer disuatu
daerah selama kurun waktu yang panjang (Trewartha and Horn, 1980 cit. Rahayu,
2010). Iklim juga diartikan sebagai kondisi rata-rata cuaca dalam jangka waktu
yang panjang. Penentuan iklim suatu tempat harus melalui pengamatan selama 30
tahun. Iklim pada suatu wilayah berbeda dengan wilayah lain karena banyak
faktor yang mempengaruhi yang berbeda antara satu wilayah dengan wilayah lain
(Lakitan, 2002).
Keadaan iklim dipengaruhi oleh garis lintang, luas wilayah perairan, arus laut,
dataran tinggi, bayangan hujan, faktor astronomi seperti posisi permukaan bumi,
komposisi atmosfer seperti konsentrasi CO2 di atmosfer, struktur permukaan
bumi, dan konstanta matahari. Keadaan iklim di indonesia sangat dipengaruhi
oleh letak geografis dan topografi. Indonesia terletak didaerah equator dan diapit
oleh dua benua. Benua asia memiliki moonson foci yang menyebabkan adanya
dua periode musim (Subarno, 1998)
Iklim disusun oleh beberapa anasir penyusun antara lain: suhu dan
kelembaban udara, radiasi matahari, curah hujan, kecepatan angin, evaporasi, dan
lain-lain. Salah satu anasir yang paling penting di kawasan tropika adalah curah
hujan, terutama dalam sebarannya per tahun (Oliver and Hidore, 2002).
Iklim telah terbagi sesuai lokasi atau daerah yang telah dideterminasikan tidak
hanya untuk satu elemen saja, tetapi dengan variasi kombinasi variabel
meteorologi. Dua tempat mungkin memiliki temperatur yang sama, tetapi ada
perbedaan curah hujan disana. Beberapa karakteristik dari distribusi iklim telah
diketahui melalui klasifikasi secara astronomi. Ada beberapa klasifikasi iklim
sesuai parameter pengukurnya yaitu klasifikasi menurut Mohr, Schmidt dan
Fergusson, Oldeman, dan Koppen. Diantara keempat jenis klasifikasi ini terdapat
persamaan dan perbedaan (Harwitz and Austin,1944).
Iklim merupakan suatu sumber daya alam yang cukup penting untuk
membentuk lahan maupun dalam berbagai aktifitas makhluk hidup. Dalam bidang
pertanian, pengaruh iklim sangat terlihat pada pengaruh hujan dalam
pembentukan tanah, perlindian, dan pemenuhan kebutuhan air untuk tanaman,
intensitas curah hujan yang tinggi, dan suhu yang rendah juga berpengaruh pada
122
perkembangan organisme pegganggu tanaman seperti jamur dan bakteri,
intensitas cahaya matahari juga berpengaruh langsung untuk proses fotosintesis
pada tanaman (Bonan, 2008). Menurut Kumar and Gautam (2014), produksi
pertanian secara langsung tergantung pada perubahan iklim dan cuaca. Perubahan
iklim merupakan ancaman besar untuk pertanian. Air merupakan masukan
pertanian yang paling penting.
Tanaman akan paling menderita karena kekeringan akibat iklim. Iklim
mempengaruhi periode pertumbuhan. Peramalan iklim dilakukan untuk
menghindari peningkatan risiko kekeringan di awal, tengah dan akhir siklus
tanaman tahunan (Aoubouazza et al., 2013)
123
III. METODOLOGI
Percobaan acara IV praktikum Klimatologi Dasar tentang menentukan iklim
suatu tempat yang dilaksanakan pada hari Senin, 6 Oktober 2014 dilakukan di
Laboratorium Agroklimatologi Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Sistem klasifikasi Mohr ditentukan dengan cara membuat tabel CH dengan
kolom-kolom bulan vs tahun, kemudian dihitung CH rerata untuk bulan sejenis
dan ditentukan derajat kebasahan bulan (DKB) berdasarkan CH rerata. Dari
kolom DKB, ditentukan bulan kering (BK), bulan lembab (BL), dan bulan basah
(BB) berdasarkan klasifikasi DKB Mohr. Tipe iklim daerah setempat ditentukan
dengan melihat jumlah bulan kering (BK), bulan lembab (BL), dan bulan basah
(BB) menurut penggolongan iklim Mohr.
Sistem klasifikasi Schmidt-Fergusson ditentukan dengan cara membuat tabel
CH dengan kolom-kolom bulan vs tahun, kemudian ditentukan DBK tiap data
berdasarkan DKB Mohr. Jumlah BK, BL, dan BB dihitung selama 10 tahun
selanjutnya rerata jumlah BK, BL, dan BB dihitung. Nilai Q dihitung dengan
menggunakan rumus:
Tipe iklim daerah setempat ditentukan dengan mencocokan nilai Q menurut
penggolongan Schmidt dan Fergusson.
Sistem klasifikasi Oldeman ditentukan dengan cara membuat tabel CH dengan
kolom-kolom bulan vs tahun, kemudian dihitung CH rerata untuk setiap bulan
selama 10 tahun dan ditentukan derajat kebasahan bulan (DKB) berdasarkan CH
rerata. Dari kolom DKB, ditentukan bulan kering (BK), bulan lembab (BL), dan
bulan basah (BB) berdasarkan klasifikasi DKB Oldeman. Tipe iklim daerah
setempat ditentukan dengan melihat jumlah bulan kering (BK) dan bulan basah
(BB) berurutan yang kemudian digambarkan pada Segitiga Agroklimat.
Untuk sistem klasifikasi Koppen, dilakukan dengan menghitung rerata curah
hujan keseluruhan data bulan vs tahun. Tipe iklim daerah setempat ditentukan
dengan melihat suhu dan curah hujan kemudian mencocokan dengan
penggolongan sistem Koppen.
124
IV. HASIL PENGAMATAN
A. Klasifikasi Iklim Mohr
Tabel 4.4.1. Data curah hujan dan analisis data klasifikasi iklim Mohr.
TAHUN Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
2002 157 128 284 200 130 181 76 33 73 140 102 181
2003 253 158 417 13 245 80 44 96 274 220 204 218
2004 340 224 402 385 368 55 100 0 237 2 301 178
2005 200 39 225 336 199 99 271 145 94 339 304 296
2006 228 207 215 207 306 185 35 97 108 69 190 110
2007 307 220 260 340 112 213 278 132 183 182 85 141
2008 143 194 211 259 51 205 333 148 153 207 501 350
2009 164 196 279 309 186 41 157 122 98 232 165 211
2010 148 161 157 164 227 320 259 144 202 235 207 217
2011 332 320 368 332 389 96 238 124 132 218 197 244
TOTAL 2272 1847 2818 2545 2213 1475 1791 1041 1554 1844 2256 2146
RERATA 227.2 184.7 281.8 254.5 221.3 147.5 179.1 104.1 155.4 184.4 225.6 214.6
BB BB BB BB BB BB BB BB BB BB BB BB
∑ BB : 12
∑ BL : 0 Golongan I
∑ BK : 0
Berdasarkan hasil pengamatan kabupaten Nunukan termasuk ke dalam golongan
daerah basah pada klasifikasi iklim Mohr karena jumlah BB Kabupaten Nunukan
lebih dari 6 dan bahkan tidak ada periode kering.
}
125
B. Klasifikasi Iklim Schmidt-Fergusson
Tabel 4.4.2. Klasifikasi iklim Schmidt-Fergusson.
THN Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des BB BL BK
2002 BB BB BB BB BB BB BL BK BL BB BB BB 9 2 1
2003 BB BB BB BK BB BL BK BL BB BB BB BB 8 2 2
2004 BB BB BB BB BB BK BL BK BB BK BB BB 8 1 3
2005 BB BK BB BB BB BL BB BB BL BB BB BB 9 2 1
2006 BB BB BB BB BB BB BK BL BB BL BB BB 9 2 1
2007 BB BB BB BB BB BB BB BB BB BB BL BB 11 1 0
2008 BB BB BB BB BK BB BB BB BB BB BB BB 11 0 1
2009 BB BB BB BB BB BK BB BB BL BB BB BB 10 1 1
2010 BB BB BB BB BB BB BB BB BB BB BB BB 12 0 0
2011 BB BB BB BB BB BL BB BB BB BB BB BB 11 1 0
∑ 98 12 10
RRT 9.8 1.2 1
(Golongan A)
Kabupaten Nunukan termasuk golongan A yang berarti daerah sangat basah
dengan vegetasi hutan hujan tropis.
126
C. Klasifikasi Iklim Oldeman
Tabel 4.4.3. Data curah hujan dan analisis data klasifikasi iklim Oldeman.
TAHUN Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
2002 157 128 284 200 130 181 76 33 73 140 102 181
2003 253 158 417 13 245 80 44 96 274 220 204 218
2004 340 224 402 385 368 55 100 0 237 2 301 178
2005 200 39 225 336 199 99 271 145 94 339 304 296
2006 228 207 215 207 306 185 35 97 108 69 190 110
2007 307 220 260 340 112 213 278 132 183 182 85 141
2008 143 194 211 259 51 205 333 148 153 207 501 350
2009 164 196 279 309 186 41 157 122 98 232 165 211
2010 148 161 157 164 227 320 259 144 202 235 207 217
2011 332 320 368 332 389 96 238 124 132 218 197 244
TOTAL 2272 1847 2818 2545 2213 1475 1791 1041 1554 1844 2256 2146
RERATA 227.2 184.7 281.8 254.5 221.3 147.5 179.1 104.1 155.4 184.4 225.6 214.6
BB BL BB BB BB BL BL BL BL BL BB BB
∑ BB berurutan : 3 Bberdasarkan Segitiga Agroklimat
∑ BK berurutan : 0 termasuk Zona D1
}
127
Menurut klasifikasi Iklim Oldeman kabupaten Nunukan termasuk ke dalam Zona
D1 yaitu daerah dengan 3-4 BB berurutan dan memungkinkan untuk penanaman
pangan sepanjang tahun.
D. Klasifikasi Iklim Koppen
CH terkering : 2 mm
R : 198.35 mm
Menurut Anonim (2012), suhu Kabupaten Nunukan adalah sebagai
berikut:
Rerata T : 21.7°C (Tipe A/C/D)
T min : 22.3°C (Tipe A)
(Aw)
Menurut Anonim (2012), rerata suhu Kabupaten Nunukan lebih dari 10°C
yaitu 21,7°C maka dapat dikelompokkan dalam tipe iklim A,C dan D. Namun
masing-masing tipe iklim tersebut dapat dibedakan lagi berdasarkan rerata suhu
bulanan terdingin. Menurut Anonim (2012), diketahui bahwa suhu terdingin
Kabupaten Nunukan adalah 22,3ºC dimana suhu tersebut lebih dari 18ºC sehingga
Kabupaten Nunukan termasuk dalam tipe A yang merupakan iklim hujan tropis.
Rata-rata jumlah curah hujan terkering di Kabupaten Nunukan kurang dari 60
mm, sehingga wilayah ini masuk ke tipe iklim antara Am dan Aw. Untuk
menentukan wilayah yang sebenarnya, dimasukkan hitungan dengan rumus 98,5-
(R/25) dimana R adalah grandmean sebesar 198,5. Hasil yang didapatkan adalah
90,566 yang lebih besar dari 2. Berdasarkan perhitungan tersebut, wilayah
Nunukan termasuk dalam golongan iklim Aw yaitu tropika basah kering. Pada
wilayah ini, jumlah hujan pada bulan-bulan basah tidak dapat mengimbangi
kekurangan hujan pada bulan kering sehingga vegetasi yang ada adalah padang
rumput dengan pohon-pohon yang jarang.
128
V. PEMBAHASAN
A. Klasifikasi Iklim
Klasifikasi iklim yang dibuat oleh manusia tersebut mempunyai kelebihan
dan kekurangan. Namun pengklasifikasian iklim tersebut dapat memudahkan
dalam mengidentifikasi iklim pada suatu daerah, karena pengklasifikasian iklim
tersebut menyederhanakan jumlah iklim lokal yang tidak terbatas jumlahnya
menjadi beberapa golongan yang jumlahnya relatif sedikit, yaitu kelas-kelas yang
mempunyai sifat penting yang bersamaan. Berikut adalah kelebihan dan
kekurangan beberapa metode klasifikasi iklim:
1. Iklim Mohr
Metode Mohr ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya
adalah walaupun jenis tanah tidak menjadi dasar sistem klasifikasi Mohr
sudah cukup mewakili berbagai jenis tanah, metode ini telah diterapkan
dengan berhasil pada daerah tropis seperti Trinidad, bahkan adapula yang
diterapkan dalam bentuk variasi seperti di Kongo. Sistem klasifikasi ini
menyajikan data curah hujan bulanan dapat diketahui pergeseran iklim tiap
bulan. Kekurangannya adalah pengklasifikasiannya didasarkan pada rata-rata
bulanan sehingga kurang sesuai untuk memberi gambaran secara sempurna
mengenai keadaan iklim Indonesia, tidak mengikutsertakan sifat fisis suatu
tanah yang juga dapat memberi pengaruh pada penetuan iklim. Selain itu,
dengan metode klasifikasi ini, tidak dapat diketahui pergeseran iklim tiap
tahun, dasar penentuannya hanya dari curah hujan sehingga hanya dapat
digunakan untuk menentukan iklim di daerah dengan curah hujan stabil
maupun periodik.
2. Iklim Schmidt Fergusson
Sistem klasifikasi Schmidt-Fergusson memiliki kelebihan dan
kekurangan. Kelebihannya adalah mengetahui pergeseran iklim tiap tahun,
mempermudah pengamatan dalam melihat kapan terjadinya bulan kering dan
bulan basah. Kekurangannya adalah kriteria untuk bulan basah ataupun bulan
kering untuk beberapa wilayah terlalu rendah, sehingga terjadi kesulitan dalam
mengelompokkan bulan kering dan bulan basah pada suatu daerah. Secara
umum klasifikasi ini banyak digunakan di bidang perkebunan dan kehutanan.
129
3. Iklim Oldeman
Sistem klasifikasi iklim oleh Oldeman memiliki kelebihan dan
kekurangan. Adapun kelebihannya adalah caranya sudah lebih maju dibanding
dengan cara-cara sebelumnya yaitu klasifikasi menurut Mohr dan Schmidt-
Fergusson. Hal ini disebabkan oleh metode Oldeman yang telah
mempertimbangkan unsur cuaca yang lain seperti radiasi matahari yang
dihasilkan dengan kebutuhan air tanaman sehingga sudah dapat diperkirakan
pola tanam dengan keterkaitan antara iklim dan tanaman. Sedangkan,
kekurangannya adalah sistem ini menjadikan curah hujan sebagai salah satu
indikator pentingnya, sehingga akan terdapat banyak kesulitan dan kendala
dalam menentukan wilayah yang mempunyai 4 musim. Selain itu, sistem
klasifikasi ini belum dapat menjelaskan pergeseran iklim bulanan.
4. Iklim Koppen
Sistem klasifikasi iklim Koppen juga memiliki kelebihan dan
kekurangan. Adapun kelebihan sistem klasifikasi ini adalah terletak dalam
penyusunan simbol-simbol tipe iklim yang dengan tepat merumuskan sifat dan
curah masing-masing tipe iklim dengan tanda yang terdiri dari kombinasi
beberapa huruf saja yang dapat dengan tepat merumuskan sifat dan corak
iklim suatu wilayah. Sedangkan, kekurangan sistem klasifikasi iklim ini
adalah jika diterapkan di Indonesia, sistem ini kurang dapat menggambarkan
kondisi detail iklim Indonesia. Hal ini disebabkan oleh besarnya perbedaan
curah hujan wilayah-wilayah di Indonesia.
B. Klasifikasi Iklim yang Cocok Diterapkan di Indonesia
Metode klasifikasi iklim yang cocok digunakan di Indonesia adalah
metode Mohr, Schmidt-Fergusson, dan metode Oldeman. Mohr dan Schmidt-
Fergusson melakukan klasifikasi berdasar curah hujan dengan melihat derajat
kebasahan suatu bulan. Metode-metode tersebut menjadikan curah hujan sebagai
indikator penting. Indikator tersebut mempermudah pengamatan bulan kering dan
bulan basah sehingga pergeseran iklim yang sering terjadi di Indonesia dapat lebih
mudah diketahui. Metode Oldeman juga menjadikan curah hujan sebagai
indikator penting, cocok diterapkan di wilayah yang mempunyai 2 musim seperti
130
Indonesia. Oldeman membuat dan menggolongkan tipe-tipe iklim di Indonesia
berdasarkan pada kriteria bulan-bulan basah dan bulan-bulan kering secara
berturut-turut. Dengan iklim yang berganti ganti pada suatu wilayah maka dengan
klasifikasi Oldeman ini wilayah tersebut dapat menentukan tindakan dan waktu
kapan petani dapat menanam padi dan kapan juga petani dapat menanam tanaman
palawija.
131
VI. KESIMPULAN
A. Menurut metode Mohr, tipe iklim Kabupaten Nunukan termasuk dareah
basah (golongan I) hampir tanpa bulan kering. Menurut metode Schmidt-
Fergusson, tipe iklim Kabupaten Nunukan termasuk daerah sangat basah
(golongan A) dengan vegetasi hutan hujan tropis. Menurut metode
Oldeman, tipe iklim kabupaten Nunukan termasuk Zona D1 yang
memungkinkan untuk penanaman pangan sepanjang tahun. Menurut
metode Koppen, tipe iklim kabupaten Nunukan termasuk ke dalam iklim
tropika basah kering.
B. Tipe iklim menentukan periode tanam, periode pertumbuhan dan
perkembangan serta masa panen hingga hasil produksi suatu tanaman.
132
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Kabupaten Nunukan. <http://migas.bisbak.com/6408.html>.
Diakses pada tanggal 11 Oktober 2014.
Aoubouazza, M., R. Rajel and R. Essafi. 2013. Impact of extreme climate events
on water resources and agriculture and biodiversity in Morocco. Journal
of Climatology Weather and Forecasting 1:104.
Bonan, G. 2008. Ecological Climatology: Concepts and Applications. Cambridge
University Press, England.
Harwitz, B. and J. M. Austin. 1944. Climatology. Mc Graw-Hill Book Company
Inc., New York.
Kumar, R. and H. R. Gautam. 2014. Climate change and its impact on agricultural
productivity in India. Journal of Climatology and Weather Forecasting
2:109.
Lakitan, B. 2002. Dasar-Dasar Klimatologi. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Oliver, J. E. and J. J. Hidore. 2002. Climatology: An Atmoshperic Science.
Prentice Hall, California.
Rahayu, S. R. 2010. Pengertian yang Berkaitan dengan Prakiraan Iklim dan
Musim. <http://cybex.deptan.go.id/penyuluhan/pengertian-yang-
berkaitan-dengan-prakiraan-iklim-dan-musim>. Diakses pada tanggal 10
Oktober 2014.
Subarno, M. T. 1998. Klimatologi Dasar. UPN Veteran Press. Yogyakarta.
133
LAMPIRAN
Tabel 4.8.1. Data curah hujan Kabupaten Nunukan.
TAHUN Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
2002 157 128 284 200 130 181 76 33 73 140 102 181
2003 253 158 417 13 245 80 44 96 274 220 204 218
2004 340 224 402 385 368 55 100 0 237 2 301 178
2005 200 39 225 336 199 99 271 145 94 339 304 296
2006 228 207 215 207 306 185 35 97 108 69 190 110
2007 307 220 260 340 112 213 278 132 183 182 85 141
2008 143 194 211 259 51 205 333 148 153 207 501 350
2009 164 196 279 309 186 41 157 122 98 232 165 211
2010 148 161 157 164 227 320 259 144 202 235 207 217
2011 332 320 368 332 389 96 238 124 132 218 197 244
A. Klasifikasi Iklim Mohr
Tabel 4.8.2. Analisis data klasifikasi iklim Mohr.
TAHUN Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
2002 157 128 284 200 130 181 76 33 73 140 102 181
2003 253 158 417 13 245 80 44 96 274 220 204 218
2004 340 224 402 385 368 55 100 0 237 2 301 178
2005 200 39 225 336 199 99 271 145 94 339 304 296
2006 228 207 215 207 306 185 35 97 108 69 190 110
2007 307 220 260 340 112 213 278 132 183 182 85 141
2008 143 194 211 259 51 205 333 148 153 207 501 350
2009 164 196 279 309 186 41 157 122 98 232 165 211
2010 148 161 157 164 227 320 259 144 202 235 207 217
2011 332 320 368 332 389 96 238 124 132 218 197 244
TOTAL 2272 1847 2818 2545 2213 1475 1791 1041 1554 1844 2256 2146
RERATA 227.2 184.7 281.8 254.5 221.3 147.5 179.1 104.1 155.4 184.4 225.6 214.6
BB BB BB BB BB BB BB BB BB BB BB BB
134
Langkah-langkah analisis:
1. Menghitung rerata curah hujan bulan sejenis.
2. Berdasarkan rerata curah hujan bulan sejenis dilakukan
pengklasifikasian BK, BL dan BB untuk setiap bulan berdasarkan
klasifikasi derajat kebasahan bulan Mohr.
3. Dihitung jumlah BB dan BK yang berurutan, penggolongan
berdasarkan klasifikasi Mohr.
B. Klasifikasi Iklim Schmidt-Fergusson
Tabel 4.8.3. Analisis data klasifikasi iklim Schmidt-Fergusson.
THN Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des BB BL BK
2002 BB BB BB BB BB BB BL BK BL BB BB BB 9 2 1
2003 BB BB BB BK BB BL BK BL BB BB BB BB 8 2 2
2004 BB BB BB BB BB BK BL BK BB BK BB BB 8 1 3
2005 BB BK BB BB BB BL BB BB BL BB BB BB 9 2 1
2006 BB BB BB BB BB BB BK BL BB BL BB BB 9 2 1
2007 BB BB BB BB BB BB BB BB BB BB BL BB 11 1 0
2008 BB BB BB BB BK BB BB BB BB BB BB BB 11 0 1
2009 BB BB BB BB BB BK BB BB BL BB BB BB 10 1 1
2010 BB BB BB BB BB BB BB BB BB BB BB BB 12 0 0
2011 BB BB BB BB BB BL BB BB BB BB BB BB 11 1 0
∑ 98 12 10
RRT 9.8 1.2 1
Langkah-langkah analisis:
1. Berdasarkan rerata curah hujan tiap bulan dilakukan pengklasifikasian
BK, BL dan BB untuk setiap bulan berdasarkan klasifikasi derajat
kebasahan bulan Mohr.
2. Dihitung jumlah BB, BL dan BK.
3. Hitung rerata BB, BL dan BK.
4. Penggolongan iklim dilakukan dengan menghitung nilai Q yang
dihitung dengan persamaan berikut:
135
C. Klasifikasi Iklim Oldeman
Tabel 4.8.4. Analisis data klasifikasi iklim Oldeman.
TAHUN Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
2002 157 128 284 200 130 181 76 33 73 140 102 181
2003 253 158 417 13 245 80 44 96 274 220 204 218
2004 340 224 402 385 368 55 100 0 237 2 301 178
2005 200 39 225 336 199 99 271 145 94 339 304 296
2006 228 207 215 207 306 185 35 97 108 69 190 110
2007 307 220 260 340 112 213 278 132 183 182 85 141
2008 143 194 211 259 51 205 333 148 153 207 501 350
2009 164 196 279 309 186 41 157 122 98 232 165 211
2010 148 161 157 164 227 320 259 144 202 235 207 217
2011 332 320 368 332 389 96 238 124 132 218 197 244
TOTAL 2272 1847 2818 2545 2213 1475 1791 1041 1554 1844 2256 2146
RERATA 227.2 184.7 281.8 254.5 221.3 147.5 179.1 104.1 155.4 184.4 225.6 214.6
BB BL BB BB BB BL BL BL BL BL BB BB
Langkah-langkah analisis:
1. Menghitung rerata curah hujan bulan sejenis.
2. Berdasarkan rerata curah hujan bulan sejenis dilakukan
pengklasifikasian BK, BL dan BB untuk setiap bulan berdasarkan
klasifikasi derajat kebasahan bulan Oldeman.
3. Dihitung jumlah BB dan BK yang berurutan kemudian digambarkan
pada segitiga agroklimat, penggolongan zona berdasarkan daerah yang
berpotongan.
136
D. Klasifikasi Iklim Koppen
Langkah-langkah analisis:
1. Suhu rerata bulanan dan suhu terdingin di wilayah Nunukan lebih dari
18°C, sehingga wilayah Nunukan termasuk dalam wilyah dengan tipe
utama A.
2. Jumlah curah hujan terkering di wilayah Nunukan lebih kecil dari 60
mm, sehingga wilayah Nunukan masuk ke wilayah tropika basah (Am)
atau tropika basah kering (Aw), bukan wilayah tropika basah (Af)
3. Lalu digunakan rumus 98,5-(R/25) dengan R merupakan grandmean
data curah hujan. Hasil perhitungan kemudian dibandingkan dengan
data jumlah curah hujan terkering sebagai berikut:
4. Berdasarkan hasl perhitungan, hasil perhitungan lebih besar daripada
jumlah curah hujan terkering, maka wilayah Nunukan masuk pada
wilayah dengan tipe iklim Aw.
137
LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM KLIMATOLOGI DASAR
ACARA V
PENENTUAN POLA TANAM BERDASARKAN KEADAAN IKLIM
Oleh:
Suryati Purba (13307)
Ribka Gupita Hapsari (13322)
Fachry Husein Rosyadi (13224)
Ridya Nastitie (13325)
Wita Dian Sharli (13343)
Pridana Intan Susanti (13385)
Golongan/Kelompok : A1/3
Asisten : Ramot Christian
LABORATORIUM AGROKLIMATOLOGI
JURUSAN TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014
138
ACARA V
PENENTUAN POLA TANAM BERDASARKAN KEADAAN IKLIM
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penentuan pola tanam tidak dapat dilepaskan dari pengetahuan dan
analisis tentang data iklim. Dengan mengetahui dan menganalisis data iklim,
dapat diketahui pola dan penyebaran kondisi iklim di suatu daerah tertentu. Hal
ini sangat penting dalam menunjang keberhasilan pertanaman untuk memperoleh
hasil maksimum.Pada dasarnya, penentuan pola tanam didasari atas ketersediaan
lengas bagi tanaman yang dapat menunjang pertumbuhan tanaman pada periode
tumbuhnya. Tercukupinya kebutuhan air tanaman pada periode tumbuh tersebut
akan sangat menentukan keberhasilan penanaman suatu jenis tanaman. Selain itu,
dengan diketahuinya pola tanam serta ketersediaan air setiap bulan selama periode
tanam tertentu dan dikaitkan dengan kebutuhan air pada suatu tanaman, petani
mampu memperkirakan jenis tanaman yang dapat di tumpangsari, tumpang gilir,
atau di tanam gilir. Hal ini untuk memaksimalkan penggunaan air serta
mendapatkan hasil yang maksimal untuk usaha taninya.
Anasir iklim yang paling berhubungan dengan ketersediaan lengas tanah
adalah curah hujan. Dengan perkiraan curah hujan yang tepat, maka dapat
ditentukan kebutuhan terhadap irigasi atau tambahan air yang diperlukan,
sehingga efisiensi penggunaan air dapat dioptimalkan sebaik-baiknya.
B. Tujuan
Mengetahui manfaat data iklim dalam menentukan pola tanam di suatu
daerah.
139
II. TINJAUAN PUSTAKA
Salah satu unsur yang penting dalam kehidupan, termasuk dalam produksi
pertanian adalah curah hujan yang berpengaruh atas sumber daya air bagi
tanaman. Sebagai unsur fisik lingkungan, hujan memiliki keragaman yang paling
besar terutama di daerah tropis, di mana terdapat periode kekurangan atau
kelebihan air yang cukup jelas (Lucas, 2003).
Tingkat ketersediaan air ditentukan atas kadar air antara 0% pada titik lahan
permanen tanaman dan 100% pada kapasitas lapang, untuk lahan yang tidak
beririgasi (Setiawan, 2005):
Cukup : kadar air sedalam jelajah akar tanaman > 60%
Sedang : kadar air sedalam jelajah akar tanaman 40-60%
Kurang : kadar air sedalam jelajah akar tanaman < 40%
Sistem tanam suatu daerah ditentukan oleh sejumlah parameter tanah dan
iklim yang menentukan pengaturan agro-ekologi secara keseluruhan untuk
makanan dan kesesuaian tanaman untuk budidaya. Informasi yang berkaitan
dengan pola tanam pada tanaman holtikultura khususnya sayuran dan tanaman
umbi tidak dikompilasi dan tersedia. Namun kendala dalam produksi dan zona
budidaya tanaman ini diberikan kesenjangan penelitian (Yadav, 1998).
Dampak dari kerusakan panas karena suhu, peningkatan udara dan
peningkatan konsentrasi CO2 di atmosfer di masa depan regular tidak dianggap.
Jika informasi tentang dampak kerusakan panas dan CO2 konsentrasi terhadap
penurunan dan atau meningkatkan hasil berbagai tanaman tersedia, dimungkinkan
untuk memasukkan faktor-faktor ini ke dalam analisis simulasi. Jika Informasi
tentang dampak kerusakan panas dan CO2 terhadap penurunan konsentrasi dan
atau meningkatkan hasil tanaman tersedia, dimungkinkan untuk memasukkan
faktor-faktor analisis ke simulasi. Khusus untuk kerusakan akibat suhu, ada
kemungkinan bahwa tingkat ambang mungkin lebih penting. Khusus untuk panas
akibat kerusakan, ada kemungkinan bahwa tingkat ambang lebih mungkin.
Sebagai contoh, tanaman musiman seperti jeruk yang lebih sensitif terhadap panas
kerusakan pada tahap berbunga. Perubahan harga dan juga masa depan bagi setiap
tanaman tidak dipertimbangkan. Dengan semakin meningkatnya kebutuhan
informasi iklim dewasa ini, perlu dilakukan pengembangan kualitas dan kuantitas
140
data dan informasi iklim. Hasil penelitian ini sangat bermanfaat dalam upaya
melengkapi kebutuhan data evapotranspirasi. Caranya adalah dengan
mengintegrasikan metode-metode pendugaan evapotranspirasi lengkap dengan
angka koreksinya masing-masing ke dalam sistem database iklim nasional.
Pengguna nanti yang akan memilih metode yang akan dipakai berdasarkan
ketersediaan data iklim yang dimilikinya (Chieko et al., 2005).
Pada kondisi iklim ekstrim, curah hujan secara nyata jauh di atas normal
(AN) atau di bawah normal (BN), baik jumlah maupun lama (durasi), serta awal
dan akhir musim. Berdasarkan pengalaman, pengaruh kejadian iklim ekstrim
seringkali menyebabkan pergeseran awal tanam dan penurunan luas areal tanam,
kekeringan, gagal panen dan penurunan produksi pangan, serta menstimulasi
ledakan (outbreak) beberapa OPT utama tanaman, seperti tikus, penggerek
batang, wereng coklat dan tungro (Prawitowardoyo, 1996).
Pengaruh yang nyata dari vegetasi terhadap curah hujan efektif adalah
adanya intersepsi air hujan oleh tajuk. Intersepsi tajuk dipengaruhi oleh umur
tanaman, kerapatan tanaman, dan jenis tanaman serta frekuensi hujan. Adanya
intersepsi ini menyebabkan air hujan yang diterima tanah tidak merata, transpirasi
terhambat dan memperkecil pengambilan air dari tanah oleh vegetasi. Air
intersepsi ini merupakan komponen kehilangan air karena penguapan oleh proses
fisika.
141
III. METODOLOGI
Percobaan acara V praktikum Klimatologi Dasar tentang penentuan pola
tanam berdasarkan keadaan iklim yang dilaksanakan pada hari Senin, 13 Oktober
2014 dilakukan di Laboratorium Agroklimatologi Fakultas Pertanian Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta. Peralatan yang diperlukan adalah kertas milimeter,
plastik transparansi, spidol transparansi, dan penggaris. Sedangkan bahan-bahan
yang diperlukan adalah data curah hujan harian selama 10 tahun (2001-2010),
data evaporasi potensial harian atau bulanan, nilai koefisien tanaman bulanan
untuk beberapa tanaman dan data periode fase pertumbuhan dan perkembangan
masing-masing tanaman.
Mula-mula dibuat histogram curah hujan per dasarian selama 2 tahun (rerata
10 tahun diulang 2 kali) pada kertas grafik. Lalu kebutuhan air tanaman pada
setiap fase pertumbuhan dan perkembangan tanaman dihitung dengan
menggunakan nilai Kc dari setiap fase. Kemudian dibuat histogram pola umum
kebutuhan air tanaman pada transparansi untuk beberapa jenis tanaman. Pola
tanam untuk dua tahun bagi daerah tertentu ditentukan dengan jalan memilih jenis
tanaman yang kebutuhan airnya dapat dicukupi oleh ketersediaan curah hujan
dengan mengoverlaykan histogram kebutuhan air tanaman pada histogram curah
hujan. Berdasarkan diagram tersebut, ditentukan saat tanam bagi setiap jenis
tanaman terpilih untuk kemudian dihitung kebutuhan airnya sesuai dengan data
masing-masing daerah sehingga dapat mendekati kebenaran. Pemilihan jenis
tanaman ini diulang 10 kali untuk jenis tanaman yang berbeda. Kemudian dibuat
uraian dan pembahasan mengenai pola tanam yang dihasilkan beserta alasannya
(Runtunuwu dan Pramudia, 2008).
142
IV. HASIL PENGAMATAN
Nama stasiun : UGM Bulaksumur Tinggi : 137 m
Kecamatan : Depok Lintang : 7°46’S
Kabupaten : Sleman Bujur : 110°23’E
A. Curah Hujan Dasarian
Tabel 5.4.1. Data curah hujan dasarian (mm).
Tahun Januari Februari Maret
I II III I II III I II III
2001 113 165 183 276 210 128 35 114 86
2002 257 157 310 169 195 190 100 190 109
2003 190 31 192 109 58 56 94 117 213
2004 31 221 214 232 108 161 376 166 136
2005 166 221 122 255 336 112 37 114 92
2006 106 103 112 92 95 44 49 72 84
2007 117 82 75 115 11 29 37 11 29
2008 97 43 159 223 128 116 80 109 81
2009 147 143 27 272 66 122 44 35 130
2010 147 143 27 272 66 122 44 35 130
Tahun
April Mei Juni
I II III I II III I II III
2001 89 167 98 19 0 6 2 8 0
2002 192 23 38 4 26 49 14 0 1
2003 252 39 85 90 4 7 77 46 53
2004 99 93 37 36 0 0 0 0 0
2005 41 46 69 18 4 3 62 119 6
2006 22 145 22 0 17 2 0 4 0
2007 31 122 23 42 13 0 0 0 0
2008 117 79 120 12 1 24 26 146 33
2009 116 40 62 10 31 31 62 2 0
2010 116 40 62 10 31 31 62 2 0
143
Tahun Juli Agustus September
I II III I II III I II III
2001 8 1 0 0 0 0 0 0 0
2002 48 0 0 16 0 159 136 3 7
2003 0 1 0 0 1 0 2 1 0
2004 0 0 0 0 0 0 0 4 5
2005 54 2 0 0 0 0 0 4 0
2006 0 0 0 8 2 3 0 0 0
2007 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2008 19 42 85 23 4 0 0 18 56
2009 0 0 4 0 0 41 0 0 4
2010 0 0 4 0 0 41 0 0 4
Tahun
Oktober November Desember
I II III I II III I II III
2001 0 1 5 16 130 141 58 18 261
2002 133 60 120 54 159 121 162 71 47
2003 0 0 0 31 154 130 72 72 150
2004 0 12 6 41 45 55 181 142 35
2005 1 41 36 67 278 315 141 123 51
2006 82 65 67 129 262 91 168 146 52
2007 1 0 1 29 25 31 45 138 95
2008 25 153 82 127 76 72 32 105 171
2009 12 42 114 41 112 149 28 207 40
2010 12 42 114 41 112 149 28 207 40
B. Rangking Curah Hujan
Tabel 5.4.2. Data curah hujan dasarian berdasarkan rangking (mm).
Rangking Januari Februari Maret
I II III I II III I II III
1 257 221 310 276 336 190 376 190 213
2 190 221 214 272 210 161 100 166 136
3 166 165 192 272 195 128 94 117 130
4 147 157 183 255 128 122 80 114 130
5 147 143 159 232 108 122 49 114 109
6 117 143 122 223 95 116 44 109 92
7 113 103 112 169 66 112 44 72 86
8 106 82 75 115 66 56 37 35 84
9 97 43 27 109 58 44 37 35 81
10 31 31 27 92 11 29 35 11 29
144
Rangking
April Mei Juni
I II III I II III I II III
1 252 167 120 90 31 49 77 146 53
2 192 145 98 42 31 31 62 119 33
3 117 122 85 36 26 31 62 46 6
4 116 93 69 19 17 24 62 8 1
5 116 79 62 18 13 7 26 4 0
6 99 46 62 12 4 6 14 2 0
7 89 40 38 10 4 3 2 2 0
8 41 40 37 10 1 2 0 0 0
9 31 39 23 4 0 0 0 0 0
10 22 23 22 0 0 0 0 0 0
Rangking
Juli Agustus September
I II III I II III I II III
1 54 42 85 23 4 159 136 18 56
2 48 2 4 16 2 41 2 4 7
3 19 1 4 8 1 41 0 4 5
4 8 1 0 0 0 3 0 3 4
5 0 0 0 0 0 0 0 1 4
6 0 0 0 0 0 0 0 0 0
7 0 0 0 0 0 0 0 0 0
8 0 0 0 0 0 0 0 0 0
9 0 0 0 0 0 0 0 0 0
10 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Rangking
Oktober November Desember
I II III I II III I II III
1 133 153 120 129 278 315 181 207 261
2 82 65 114 127 262 149 168 207 171
3 25 60 114 67 159 149 162 146 150
4 12 42 82 54 154 141 141 142 95
5 12 42 67 41 130 130 72 138 52
6 1 41 36 41 112 121 58 123 51
7 1 12 6 41 112 91 45 105 47
8 0 1 5 31 76 72 32 72 40
9 0 0 1 29 45 55 28 71 40
10 0 0 0 16 25 31 28 18 35
145
C. Nomor Rangking PCH 75%
f : peluang curah hujan yang dikehendaki (75%)
n : jumlah tahun (10 tahun)
m : nomor ranking?
D. X CH 75%
Tabel 5.4.3. Peluang curah hujan 75%.
X CH
75%
Januari Februari Maret
I II III I II III I II III
103.75 72.25 63 113.5 64 53 37 35 83.25
X CH
75%
April Mei Juni
I II III I II III I II III
38.5 39.75 33.5 8.5 0.75 1.5 0 0 0
X CH
75%
Juli Agustus September
I II III I II III I II III
0 0 0 0 0 0 0 0 0
X CH
75%
Oktober November Desember
I II III I II III I II III
0 0.75 4 30.5 68.25 67.75 31 71.75 40
E. Nilai P
Tabel 5.4.4. Nilai P.
Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun
P 0.284 0.28 0.28 0.27 0.266 0.266
Bulan Jul Agu Sept Okt Nov Des
P 0.266 0.27 0.27 0.28 0.28 0.284
146
F. Nilai F
Tabel 5.4.5. Nilai F.
Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun
F 5.8 5.7 5.7 5.5 5.4 5.4
Bulan Jul Agu Sept Okt Nov Des
F 5.4 5.5 5.5 5.8 5.8 5.8
G. Eto BC Harian
Tabel 5.4.6. Nilai Eto BC harian.
Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun
Eto 3.9 3.7 3.7 4.6 3.9 3.9
Bulan Jul Agu Sept Okt Nov Des
Eto 5.1 5.2 4 4.7 3.9 3.9
H. Eto BC Bulanan dan Eto BC Dasarian
Tabel 5.4.7. Nilai Eto BC bulanan.
Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun
Eto bulanan 120.9 103.6 114.7 138 124 117
Bulan Jul Agu Sept Okt Nov Des
Eto bulanan 158.1 161.2 120 145.7 117 120.9
Tabel 5.4.8. Nilai Eto BC dasarian.
Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun
Eto
dasarian 40.3 34.53333 38.23333 46 41.33333 39
Bulan Jul Agu Sept Okt Nov Des
Eto
dasarian 52.7 53.73333 40 48.56667 39 40.3
147
I. Eto Pennman
Tabel 5.4.9. Nilai Eto Pennman.
Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun
Eto P 4.8145 4.5095 4.5095 5.882 4.967 4.8145
Bulan Jul Agu Sept Okt Nov Des
Eto P 6.6445 6.797 4.967 6.0345 4.8145 4.8145
J. Eto P Bulanan dan Eto P Dasarian
Tabel 5.4.10. Nilai Eto P bulanan.
Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun
Eto P bulanan 149.2495 126.266 139.7945 176.46 153.977 144.435
Bulan Jul Agu Sept Okt Nov Des
Eto P bulanan 205.9795 210.707 149.01 187.0695 144.435 149.2495
Tabel 5.4.11. Nilai Eto P dasarian.
Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun
Eto P dasarian 49.74983 42.08867 46.59817 58.82 51.32567 48.145
Bulan Jul Agu Sept Okt Nov Des
Eto P dasarian 68.65983 70.23567 49.67 62.3565 48.145 49.74983
K. Eto Umum
148
L. Keseluruhan
Tabel 5.4.12. Gabungan T, P, F, Eto BC dan Eto P.
Bln T
min
T
max P F
Eto BC Eto P
harian dasarian bulanan harian dasarian bulanan
1 23.29 30.79 0.284 5.8 3.9 40.3 120.9 4.8145 49.74983 149.2495
2 23.29 30.69 0.28 5.7 3.7 34.53333 103.6 4.5095 42.08867 126.266
3 23.29 31.09 0.28 5.7 3.7 38.23333 114.7 4.5095 46.59817 139.7945
4 22.89 31.39 0.27 5.5 4.6 46 138 5.882 58.82 176.46
5 22.89 31.39 0.266 5.4 3.9 40.3 120.9 4.8145 49.74983 149.2495
6 22.69 31.19 0.266 5.4 3.9 39 117 4.8145 48.145 144.435
7 21.59 31.09 0.266 5.4 5.1 52.7 158.1 6.6445 68.65983 205.9795
8 21.99 31.49 0.27 5.5 5.2 53.73333 161.2 6.797 70.23567 210.707
9 22.29 31.99 0.27 5.5 4 40 120 4.967 49.67 149.01
10 22.79 32.19 0.28 5.8 4.7 48.56667 145.7 6.0345 62.3565 187.0695
11 22.79 32.19 0.28 5.8 3.9 39 117 4.8145 48.145 144.435
12 23.29 30.99 0.284 5.8 3.9 40.3 120.9 4.8145 49.74983 149.2495
M. Kc Tanaman
Tabel 5.4.13. Nilai Kc tanaman.
Jenis
tanaman
Dasarian
I II III IV V VI VII VIII
Artichokes 0.35 0.35 0.35 0.35 0.425 0.575 0.725 0.875
Kc. Hijau 0.35 0.35 0.45 0.65 0.85 0.95 0.95 0.95
Crucifer 0.35 0.35 0.4575 0.6725 0.69 1 1 0.85
Terong 0.35 0.35 0.35 0.4225 0.5675 0.71 0.8525 0.98125
Mentimun 0.35 0.35 0.36875 0.4925 0.665 0.8225 0.9 0.9
Selada 0.35 0.35 0.35 0.425 0.575 0.725 0.875 0.95
Melon 0.35 0.35 0.37125 0.52 0.69 0.8625 0.95 0.95
B. Bombay 0.35 0.38 0.59 0.83 0.95 0.95 0.95 0.95
D. Bawang 0.35 0.35 0.37375 0.545 0.7475 0.925 0.95
Kc. Tanah 0.35 0.35 0.3725 0.535 0.72 0.9075 1 1
149
Jenis
tanaman
Dasarian
IX X XI XII XIII XIV XV
Artichokes 0.95 0.95 0.925 0.9 1.35
Kc. Hijau 0.85
Crucifer
Terong 1 1 1 1 1 1
Mentimun 0.9 0.9 0.9
Selada 0.95 1.375
Melon 0.95 0.95 0.65 0.65
B. Bombay 0.95 0.95 0.95 0.75 0.75 0.75 0.75
D. Bawang
Kc. Tanah 1 1 0.775 0.55 0.55
N. Etc Tanaman
Tabel 5.4.14. Nilai Etc tanaman.
Jenis
tanaman
Dasarian
I II III IV V VI VII VIII
Artichokes 18.8 18.8 18.8 18.8 22.9 30.9 39.0 47.1
Kc. Hijau 18.8 18.8 24.2 35.0 45.7 51.1 51.1 51.1
Crucifer 18.8 18.8 24.6 36.2 37.1 53.8 53.8 45.7
Terong 18.8 18.8 18.8 22.7 30.5 38.2 45.9 52.8
Mentimun 18.8 18.8 19.8 26.5 35.8 44.2 48.4 48.4
Selada 18.8 18.8 18.8 22.9 30.9 39.0 47.1 51.1
Melon 18.8 18.8 20.0 28.0 37.1 46.4 51.1 51.1
B. Bombay 18.8 20.4 31.7 44.7 51.1 51.1 51.1 51.1
D. Bawang 18.8 18.8 20.1 29.3 40.2 49.8 51.1 0
Kc. Tanah 18.8 18.8 20.0 28.8 38.7 48.8 53.8 53.8
Jenis
tanaman
Dasarian
IX X XI XII XIII XIV XV
Artichokes 51.1 51.1 49.8 48.4 72.6 0 0
Kc. Hijau 45.7 0 0 0 0 0 0
Crucifer 0 0 0 0 0 0 0
Terong 53.8 53.8 53.8 53.8 53.8 53.8 0
Mentimun 48.4 48.4 48.4 0 0 0 0
Selada 51.1 74.0 0.0 0 0 0 0
Melon 51.1 51.1 35.0 35.0 0 0 0
B. Bombay 51.1 51.1 51.1 40.3 40.3 40.3 40.3
D. Bawang 0 0 0 0 0 0 0
Kc. Tanah 53.8 53.8 41.7 29.6 29.6 0 0
150
V. PEMBAHASAN
Pola tanam merupakan suatu susunan urutan periode tanam dari beberapa jenis
tanaman semusim dalam periode waktu tertentu. Pada praktikum kali ini,
digunakan data curah hujan selama 10 (sepuluh) tahun, dari tahun 2001—2010,
pada stasiun pengamatan daerah UGM Bulaksumur, Depok, Sleman yang terletak
pada ketinggian 137 m dpl, pada lintang 7° 46’S, dan bujur 110° 23’E.
Pada prinsipnya, penetuan pola tanam didasarkan atas ketersediaan lengas
(moisture) dalam tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman selama periode
tumbuhnya, atau dengan kata lain berdasarkan atas kebutuhan air suatu tanaman.
Hal ini dikarenakan tanaman dapat hidup jika ada air, dan memperoleh persediaan
air melalui sistem perakaran, sedangkan perakaran itu sendiri tumbuh di dalam
tanah. Oleh karena itu, masalah kelembaban tanah merupakan masalah yang
penting. Jumlah air yang dibutuhkan pun juga harus seimbang, tidak boleh kurang
maupun lebih. Jika Jumlah air berlebihan di dalam tanah, maka akan mengubah
berbagai proses kimia dan biologis yang membatasi jumlah oksigen dan
meningkatkan pembentukan senyawa yang beracun pada akar tanaman. Curah
hujan yang tinggi dapat merusak tanaman secara langsung atau mengganggu
proses penyerbukan dan pembungaan. Oleh karena itu, musim tanam suatu
tanaman ditentukan agar penyerbukan dan pembungaan tidak terjadi pada bulan-
bulan dengan curah hujan tinggi.
Melalui perhitungan dengan analisis frekuensi kumulatif, diperoleh nomor
ranking 8,25 untuk peluang curah hujan yang dikehendaki sebesar 75%. Hal ini
berarti peluang curah hujan melampaui xmm adalah 75% atau tujuh setengah kali
dalam 10 tahun, sedang peluang tidak melampaui x mm adalah 25% atau 2,5 kali
dalam 10 tahun. Nilai x dapat dicari melalui data curah hujan selama 10 (sepuluh)
tahun tadi. Data tersebut dikelompokkan dengan menjumlahkan tiap dasarian (10
(sepuluh) hari) pengamatan curah hujan setiap bulan pada tiap tahunnya.
Selanjutnya, hasil tadi dirangking dari yang terbesar hingga yang terkecil,
kemudian dihitung peluang curah hujan 75% dengan mengunakan metode
interpolasi data curah hujan tiap dasarian tadi. Analisa peluang curah hujan sangat
penting karena secara statistik, curah hujan bervariasi menurut ruang dan waktu.
Data pengamatan hanya merupakan wakil dari populasi. Dengan menggunakan
151
analisa peluang, data curah hujan menjadi lebih berguna, karena di dalam analisis
peluang diberikan tingkat kepercayaan harga-harga yang diperoleh.
Kebutuhan air tanaman (Etc) dapat dihitung menggunakan pendekatan dengan
nilai evapotranspirasi acuan (Eto), dengan rumus Etc = Kc x Eto. Kc adalah
koefisien tanaman yang tergantung pada watak tanaman, saat tanam, tingkat
pertumbuhan dan keadaan iklim setempat. Hubungan curah hujan dan
evapotranspirasi akan menghasilkan periode tumbuh (growing period), sehingga
periode tumbuh dapat diartikan sebagai suatu jangka waktu pada saat jumlah
presipitasi lebih besar dari pada evapotranspirasinya.
Penentuan pola tanam yang tepat akan sangat mempengaruhi keberhasilan
panen, terlebih lagi pada usaha pertanian tanpa irigasi (tadah hujan), atau
setidaknya akan meningkatkan efisiensi penggunaan air irigasi. Berikut kebutuhan
air beberapa tanaman yang disesuaikan dengan ketersediaan air tiap dasariannya
selama 2 (dua) tahun, karena pola periode tanam umumnya dibuat untuk periode 2
(dua) tahun berurutan.
Terong, mentimun, melon dan kacang tanah merupakan tanaman semusim
sehingga kebutuhan airnya yang berbeda-beda. Adapun tanaman tersebut
ditumpang sarikan dengan tanaman tahunan dikarenakan dapat memanfaatkan
lahan karena pada tanaman tahunan memiliki jarak tanam yang cukup jauh.
Terong, mentimun, dan melon merupakan tanaman hortikultura yang mana
penanganan yang hampir sama, dari awal tanam hingga pasca panen. Pemilihan
tanaman ini diharapkan dapat memberikan keuntungan yang lebih dalam
memecahakan masalah perubahan iklim yang tidak menentu.
Tumpang sari merupakan sistem penanaman tanaman secara barisan di antara
tanaman semusim dengan tanaman tahunan. Tumpang sari ditunjukan untuk
memanfaatkan lingkungan sebaik-baiknya agar diperoleh produksi yang
maksimum. Sistem tumpang sari dapat dapat di atur berdasarkan sifat-sifat
perakaran dan waktu penanaman.
Pengaturan sifat-sifat perakaran sangat perlu untuk menghidarkan persaingan
unsur hara, air yang berasal dari dalam tanah. Sistem perakaran yang dalam dapat
di tumpang sarikan dengan tanaman yang berakar dangkal. Tanaman monokotil
yang bisanya memiliki perakaran yang dangkal karena berasal dari akar seminal
152
dan akar buku sedangkan tanaman dikotil pada umumnya memiliki perakaran
yang dalam karena memiliki akar tunggang. Dalam pengaturan penanaman
sistem pertanian tumpang sari dilihat dari sifat-sifat perakarannya dapat di
pandang dari perakarannya. Contoh pada tanaman jagung di tumpang sarikan
dengan jeruk manis, karena jagung termasuk jenis tanaman yang memiliki
perakaran dangkal sedangkan jeruk manis termasuk tanaman jenis perakaran
dalam maka keduanya tidak akan mengalami gangguan dalam penyerapan unsur-
unsur hara yang terdapat didalam tanah.
Perlu diingat bahwa sistem pertanian tumpang sari selalu terdapat persaingan
di atas (oksigen, CO2, suhu, kelembaban dan cahaya matahari) dan persaingan di
bawah (unsur hara dan air). Sehingga perlu di atur sedemikian rupa agar tidak
terlalu menggangu perkembangan tanaman yang dilakukan tumpang sari.
Tumpang sari juga dapat di lakukan antara tanaman semusim dengan tanaman
semusim lainya, misalnya antara kacang-kacangan dengan jagung. Jagung
menghendaki nitrogen yang tinggi sedangkan kacang-kacangan tidak terlalu
terganggu pertumbuhanya karena sediki terlindung oleh jagung. Kekurangan
nitrogen oleh jagung juga dapat terpenuhi oleh kacang-kacangan, karena kacang-
kacangan dapat memfiksasi nitrogen dari udara bebas.
Tumpang sari (intercropping) menjamin keberhasilan pertanaman yang
terganggu akibat iklim yang tidak menentu dan faktor-faktor lainnya (serangga,
hama serta fluktuasi harga). Selain itu dengan pola ini, distribusi tenaga kerja bisa
berlangsung dengan baik sehingga sangat berguna untuk daerah yang pada tenaga,
luas lahannya terbatas, kepemilikan modal untuk membeli sarana produksi yang
terbatas.
Tumpang gilir (relay cropping) adalah cara bercocok tanam dimana satu
bidang lahan ditanami dengan dua atau lebih jenis tanaman dengan pengaturan
waktu panen dan tanam. Pada sistem ini, tanaman kedua ditanam menjelang
panen tanaman musim pertama. Contohnya adalah tumpang gilir antara tanaman
jagung yang ditanam pada awal musim hujan dan kacang tanah yang ditanam
beberapa minggu sebelum panen jagung.
Pola tanam yang dilakukan secara beruntun sepanjang tahun dengan
mempertimbangkan faktor-faktor lain untuk memperoleh keuntungan maksimum.
153
A. Pengolahan yang bisa dilakukan dengan menghemat tenaga kerja, biaya
pengolahan tanah dapat ditekan dan kerusakan tanah sebagai akibat terlalu
sering diolah dapat dihindari.
B. Hasil panen secara beruntun dapat memperlancar penggunaan modal dan
meningkatkan produktivitas lahan.
C. Pola tanam dengan cara tumpang gilir dapat mencegah serangan hama dan
penyakit yang meluas.
D. Kondisi lahan yang selalu tertutup tanaman, sangat membantu mencegah
terjadinya erosi.
E. Sisa komoditi tanaman yang diusahakan dapat dimanfaatkan sebagai
pupuk hijau.
Pola tanam direncanakan pada bulan yang memiliki curah hujan tinggi, hal ini
dapat dilihat pada grafik. Ketersediaan air sangat memadai pada bulan November
dasarian I hingga bulan April dasarian III. Pada bulan Januari dasarian I hingga
bulan Februari dasarian III memiliki ketersediaan air paling besar. Pada bulan Juni
dasarian I hingga bulan Oktober dasarian I persediaan air sangat minimum karena
tidak ada curah hujan. Jika ingin menanam pada bulan–bulan Juni hingga
Oktober, harus dirancang pembangunan irigasi yang baik dan memadai.
Setiap tanaman memiliki jumlah dasarian yang berbeda-beda sehingga waktu
tanam dan waktu pemanenan juga sangat berbeda. Tanaman bawang bombay
memiliki jumlah dasarian terbanyak yaitu berjumlah 15.
Pada praktikum acara 5, dipilih 10 jenis tanaman yang kemudian dianalisis
mengenai kebutuhan airnya lalu ditentukan kapan waktu penanaman yang tepat
berdasarkan kebutuhan airnya. 10 tanaman yang dipilih yaitu melon, crucifers,
selada, terong, kacang hijau, kacang tanah, bawang bombay, daun bawang,
artichoke, mentimun. Secara umum kesepuluh tanaman tersebut dipilih karena
masa tanam dan pertumbuhannya relatif cepat sehingga diharapkan dalam waktu
setahun dapat ditanam berbagai komoditas. Selain itu, kesepuluh tanaman tersebut
juga dapat beradaptasi dengan baik di wilayah tropis dengan syarat pola tanamnya
baik.
154
Berikut adalah tanaman-tanaman yang dipilih:
A. Tanaman Artichokes
Artichoke merupakan tanaman daerah sub tropis namun dapat hidup pada
daerah tropis. Tanaman yang tumbuh selama 14 dasariaan ini cocok ditanam
di awal Oktober hingga bulan Februari karena pada periode tersebut curah
hujan relatif konstan dan selalu tersedia sehingga petani dapat mengurangi
irigasi. Irigasi hanya diperlukan pada awal tanam yaitu bulan Oktober dasarian
I dan II, sedikit tambahan air pada bulan Desember dasarian III, dan irigasi
pada akhir tanam yaitu bulan Februari dasarian I dan II.
B. Tanaman Melon
Tanaman melon termasuk dalam suku labu-labuan. Buah melon biasa
dimakan segar sebagai buah meja, atau sebagai campuran es buah. Bagian
yang dimakan adalah daging buahnya (mesokarp). Teksturnya lunak,
berwarna putih atau merah tergantung kultivar. Tanaman melon merupakan
tumbuhan semusim, merambat tetapi menjalar, tidak dapat memanjat dan
batang tidak berkayu. Bentuk daun menjari dengan lekuk moderat sehingga
seperti lingkaran yang bersudut. Tanaman melon ditanam pada bulan Februari
dasarian satu. Pada dasarian satu bulan Februari ini ketersediaan air untuk
artichoke masih berlebuh sehingga dapat dimanfaatkan untuk melon. Pada
bulan April dasarian I sampai bulan Juni dasarian I, ketersediaan air mulai
berkurang sehingga perlu adanya irigasi untuk membantu proses pertumbuhan
melon..
C. Tanaman Daun Bawang
Daun merupakan jenis tanaman semusim yang biasa digunakan untuk
memasak. Tanaman ini biasanya ditanam dengan sistem tumpang sari bersama
tanaman lain. Musim tanam yang baik untuk tanaman daun bawang adalah
pada awal musim hujan karena kebutuhan airnya dapat terpenuhi dengan baik.
Berdasarkan perhitungan curah hujan dan kebutuhan air tanaman yang telah
dilakukan, dapat dilihat bahwa tanaman daun bawang ini hanya membutuhkan
irigasi pada bulan Oktober dasarian I dan II, selebihnya kebutuhan airnya
dapat terpenuhi oleh air hujan.
155
D. Tanaman Bawang Bombay
Bawang bombay dapat ditumpang sarikan dengan artichoke karena
kebutuhan airnya hampir sama dan periode tanamya yang lebih singkat dari
pada artichoke menyebabkan pemanenannya lebih cepat sehingga setelah
bawang bombay dipanen terdapat kemungkinan untuk adanya tumpang gilir.
Sama seperti artichoke, tanaman ini membutuhkan irigasi pada awal
pertanaman yaitu bulan Oktober dasarian I dan II karena pada bulan itu curah
hujan masih rendah. Pada bulan Desember dasarian I dan III juga dibutuhkan
irigasi karena curah hujan tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan air
bawang bombay dan artichoke.
E. Tanaman Selada
Tanaman lettuce (selada) yang ditanam selama 11 dasarian cocok ditanam
pada bulan Februari dasarian I ditumpang sarikan dengan melon karena pada
awal pertanaman kebutuhan air kedua tanaman belum terlalu tinggi sehingga
kebutuhan airnya masih dapat terpenuhi oleh air hujan. Lettuce memiliki masa
tanam yang singkat, sehingga ketersediaan air hujan cenderung masih
berlebih, untuk itu dilakukan tumpang sari dengan tanaman lain. Pada bulan
Februari hingga Maret tanaman selada selalu mengalami kelebihan air hujan.
Pada bulan April dasarian I hingga Mei dasarian II curah hujan mulai
berkurang, sehingga perlu dilakukan penyiraman dan irigasi secara intensif.
F. Tanaman Kacang Tanah
Tanaman kacang tanah yang ditanam selama 13 dasarian ditanam pada
bulan Januari dasarian satu sampai Mei dasarian dua. Tanaman ini ditumpang
sarikan dengan kacang hijau pada awal pertanaman, karena pada Januari awal,
ketersediaan air masih berlebih sehingga keberadaan kacang tanah diharapkan
mampu membantu mengefisienkan pemanfaatan air hujan. Masa tanam
kacang hijau lebih singkat dari pada tanaman kacang tanah, sehingga tumpang
sari antar keduanya diharapkan tidak akan saling mengganggu. Saat kacang
tanah berada di masa pertumbuhan akhir yang telah membutuhkan banyak air,
tanaman kacang hijau sudah dapat dipanen. Pada masa akhir pertanaman
kacang tanah yaitu bulan Maret, April dan Mei curah hujan mulai berkurang
sehingga dibutuhkan irigasi.
156
G. Tanaman Mentimun
Kebutuhan air pada tanaman mentimun tidak jauh berbeda dengan kacang
tanah dan kacang hijau, sehingga tanaman yang ditanam selama 11 dasarian
ini juga masih dapat di tumpang sarikan dengan kedua tanaman tersebut.
Namun pada bulan Maret dasarian I, II, April dasarian I dan II mulai
dibutuhkan irigasi karena curah hujan mulai berkurang.
H. Tanaman Kacang Hijau
Tanaman kacang hijau yang ditanam selama 8 dasarian cocok ditanam
pada bulan Januari dasarian I karena pada bulan tersebut curah hujannya
tinggi dan kacang hijau membutuhkanpengairan yang cukup pada massa
pertumbuhan biji dan saat tumbuhan mulai tumbuh. Namun air yang diberikan
tidak boleh menggenangi tempat tumbuhnya karena akan menghambat
pertumbuhan. Pada bulan Januari curah hujan masih sangat tinggi sehingga
keberadaan air berlebih, oleh karena itu kacang hijau di tumpang sarikan
dengan kacang tanah dan mentimun. Pada bulan Maret dasarian I dan II
ketersediaan air hujan mulai berkurang, sehingga pengairan harus dibantu
dengan irigasi.
I. Tanaman Crucifer
Tanaman crucifers yang ditanam selama 9 dasarian cocok ditanam pada
bulan Oktober dasarian I walaupun curah hujannya masih sedikit, kebutuhan
air tanaman pada awal penanaman ini juga tidak terlalu banyak sehingga air
irigasi yang diberikan tidak terlalu banyak. Kebutuhan air dari tanaman
crucifers dapat dipenuhi dengan air hujan sejak bulan November dimana pada
masa itu kebutuhan air tanaman memang sedang tinggi. Dengan pola tanam
seperti ini penggunaan air irigasi akan lebih efisien karena petani hanya perlu
memberi irigasi sedikit pada awal tanam, dan saat tanaman membutuhkan
banyak air, petani dapat mengandalkan hujan. Crucifers memiliki masa tanam
yang singkat, sehingga ketersediaan air hujan cenderung masih berlebih, untuk
itu lebih baik dilakukan tumpang sari dengan tanaman lain.
J. Tanaman Terong
Terong (Solanum melomgena) merupakan jenis sayuran semusim yang
habitat aslinya memang di daerah tropis. Terong memiliki serat daging yang
157
halus dan lembut sehingga rasanya sangat enak untuk dikonsumsi. Terong
dapat tumbuh di dataran rendah dan tinggi dengan ketinggian 1-1200 dpl
sehingga mudah dibudidayakan di semua daerah. Terong yang ditanam selama
15 dasarian ini dapat ditanam pada bulan Agustus dasarian II. Walaupun pada
awal penanaman telah membutuhkan irigasi, pada akhir penanamannya
kebutuhan air terong ini dapat dipenuhi dengan air hujan. Tanaman ini di
tumpang sarikan dengan daun bawang dan cricifer karena kebutuhan air dan
periode tanamnya hampir sama.
Histogram dasarian tanaman dicocokkan dengan histogram PCH 75%
kemudian dicari tanaman apa saja yang dapat di tumpang sarikan dan di tumpang
gilirkan. Curah hujan yang tinggi dapat dimanfaatkan untuk menanam dengan
metode tumpang sari. Tumpangsari merupakan suatu usaha menanam beberapa
jenis tanaman pada lahan dalam waktu yang sama, yang diatur sedemikian rupa
dalam barisan-barisan tanaman. Untuk dapat melaksanakan pola tanam
tumpangsari secara baik perlu diperhatikan beberapa faktor lingkungan yang
mempunyai pengaruh diantaranya ketersediaan air, kesuburan tanah, sinar
matahari dan hama penyakit.
Pemanfaatan air hujan dan irigasi harus diatur sedemikian rupa agar tidak ada
air yang terbuang dan tidak pula kekurangan. Kelebihan air pada saat dimana
curah hujan tinggi akan ditampung dan digunakan pada dasarian yang kekurangan
air. Di Indonesia pola tanam tumpang gilir dan tumpangsari sudah wajar
dilakukan. Akan tetapi jika melihat analisis 10 komoditas yang dipilih, maka pola
tanam yang lebih tepat adalah pola tanam tumpangsari. Hal tersebut dikarenakan
10 komoditas tersebut merupakan komoditas yang membutuhkan air sehingga
cocok ditanam pada musim hujan. Selain itu curah hujan yang relatif lebih tinggi
daripada kebutuhan air komoditas tertentu membuat ada air berlebih yang dapat
dimanfaatkan oleh komoditas lainnya dalam waktu yang bersamaan. Sebenarnya
bisa jika dilakukan tumpang gilir karena pada musim kering, relatif tidak ada
tanaman yang ditanam. Akan tetapi komoditas yang ditanam harus sesuai dengan
kebutuhan airnya, sebab sangat sulit mencari air dalam jumlah banyak pada musin
kering.
158
VI. KESIMPULAN
A. Data iklim dapat dipergunakan untuk menentukan pola tanam, dengan
menentukan pola tanam yang baik produktivitas suatu tanaman dapat
meningkat dan memutus daur hidup hama dan penyakit tanaman.
159
DAFTAR PUSTAKA
Chieko, U., Donma S, Takanori N, and Ziya C. 2008. The efficient management
of water user associations: the case of lower seyhan irrigation project in
Turkey. In an economic and institutional analysis of the impacts of climate
change on agriculture and farm economy in eastern mediterranean and
central anatolia regions in Turkey. Research Institute for Humanity and
Nature (RIHN) : 79-90.
Lucas. 2003. Meterology and Climatology. <http:/www.greenhouse society.com/
Station. Met / Meteorologi. Htm c. Canada>. Diakses tanggal 17 Oktober
2014.
Prawirowardoyo,S. 1996. Meteorology. ITB, Bandung.
Runtunuwu, S. dan Pramudia. 2008. Validasi model pendugaan evapotranspirasi :
upaya melengkapi sistem database iklim nasional. Jurnal Tanah dan Iklim
(27) : 1-10.
Setiawan, A. C. 2005. Pengaruh Air pada Akar Tanaman.
<http://www.bmg.go.id/neracaair.asp>. Diakses pada tanggal 18 Oktober
2014.
Yadav. 1998. Predominant Cropping Systems of India: Technologies and
Strategies. Project Directorate for Cropping Systems Research, India.
160
LAMPIRAN
A. PERHITUNGAN X CH 75%
JANUARI
Dasarian I
Dasarian II
mm
Dasarian III
mm
FEBRUARI
Dasarian I
Dasarian II
mm
Dasarian III
mm
MARET
Dasarian I
mm
Dasarian II
mm
Dasarian III
mm
APRIL
Dasarian I
161
mm
Dasarian II
mm
Dasarian III
mm
MEI
Dasarian I
mm
Dasarian II
mm
Dasarian III
mm
JUNI
Dasarian I
mm
Dasarian II
mm
Dasarian III
mm
JULI
Dasarian I
mm
Dasarian II
mm
Dasarian III
mm
AGUSTUS
Dasarian I
mm
Dasarian II
mm
Dasarian III
162
mm
SEPTEMBER
Dasarian I
mm
Dasarian II
mm
Dasarian III
mm
OKTOBER
Dasarian I
mm
Dasarian II
Dasarian III
mm
NOVEMBER
Dasarian I
=
mm
Dasarian II
=
mm
Dasarian III
=
mm
DESEMBER
Dasarian I
=
mm
Dasarian II
=
mm
Dasarian III
=
mm
165
JULI
AGUSTUS
SEPTEMBER
OKTOBER
NOVEMBER
DESEMBER
D. Perhitungan Eto BC Bulanan dan Eto BC Dasarian
JANUARI
FEBRUARI
170
F. Perhitungan Eto P Bulanan dan Eto P Dasarian
JANUARI
Eto P bulanan
Eto P dasarian =
=
FEBRUARI
Eto P bulanan
Eto P dasarian =
=
171
MARET
Eto P bulanan
Eto P dasarian =
=
APRIL
Eto P bulanan
Eto P dasarian =
=
MEI
Eto P bulanan
Eto P dasarian =
=
JUNI
Eto P bulanan
172
Eto P dasarian =
=
JULI
Eto P bulanan
Eto P dasarian =
=
AGUSTUS
Eto P bulanan
Eto P dasarian =
=
SEPTEMBER
Eto P bulanan
Eto P dasarian =
=
173
OKTOBER
Eto P bulanan
Eto P dasarian =
=
NOVEMBER
Eto P bulanan
Eto P dasarian =
=
DESEMBER
Eto P bulanan
Eto P dasarian =
=
G. Perhitungan Eto Umum
174
H. Perhitungan Kc
ARTICHOKES
Dasarian I
Dasarian II
Dasarian III
Dasarian IV
Dasarian V
=
x 1
Dasarian VI
=
x 1
Dasarian VII
=
x 1
Dasarian VIII
=
x 1
Dasarian IX
175
Dasarian X
Dasarian XI
Dasarian XII
Dasarian XIII
KACANG HIJAU
Dasarian I
Dasarian II
Dasarian III
=
x 1
Dasarian IV
=
x 1
Dasarian V
=
x 1
176
Dasarian VI
Dasarian VII
Dasarian VIII
Dasarian IX
CRUCIFER
Dasarian I
Dasarian II
Dasarian III
=
x 1
Dasarian IV
=
x 1
Dasarian V
=
x 1
177
Dasarian VI
Dasarian VII
Dasarian VIII
TERONG
Dasarian I
Dasarian II
Dasarian III
Dasarian IV
=
x 1
Dasarian V
=
x 1
Dasarian VI
=
x 1
178
Dasarian VII
=
x 1
Dasarian VIII
=
x 0.5 + 1 x 0.5
Dasarian IX
Dasarian X
Dasarian XI
Dasarian XII
Dasarian XIII
Dasarian XIV
MENTIMUN
Dasarian I
179
Dasarian II
Dasarian III
= 1 x 0.5 +
x 0.5
Dasarian IV
=
x 1
Dasarian V
=
x 1
Dasarian VI
=
x 1
Dasarian VII
Dasarian VIII
Dasarian IX
Dasarian X
Dasarian XI
180
SELADA
Dasarian I
Dasarian II
Dasarian III
Dasarian IV
=
x 1
Dasarian V
=
x 1
Dasarian VI
=
x 1
Dasarian VII
=
x 1
Dasarian VIII
Dasarian IX
181
Dasarian X
MELON
Dasarian I
Dasarian II
Dasarian III
= 0.35 x 0.5 +
x 0.5
Dasarian IV
=
x 1
Dasarian V
=
x 1
Dasarian VI
=
x 1
Dasarian VII
Dasarian VIII
182
Dasarian IX
Dasarian X
Dasarian XI
Dasarian XII
BAWANG BOMBAY
Dasarian I
Dasarian II
= 0.35 x 0.5 +
x 0.5
Dasarian III
=
x 1
Dasarian IV
=
x 1
Dasarian V
183
Dasarian VI
Dasarian VII
Dasarian VIII
Dasarian IX
Dasarian X
Dasarian XI
Dasarian XII
Dasarian XIII
Dasarian XIV
Dasarian XV
184
DAUN BAWANG
Dasarian I
Dasarian II
Dasarian III
= 0.35 x 0.5 +
x 0.5
Dasarian IV
=
x 1
Dasarian V
=
x 1
Dasarian VI
=
x 0.5 + 0.5 x 0.95
Dasarian VII
KACANG TANAH
Dasarian I
Dasarian II
185
Dasarian III
= 0.35 x 0.5 +
x 0.5
Dasarian IV
=
x 1
Dasarian V
=
x 1
Dasarian VI
=
x 1
Dasarian VII
Dasarian VIII
Dasarian IX
Dasarian X
Dasarian XI
Dasarian XII
186
Dasarian XIII
I. Perhitungan Etc
ARTICHOKES
Dasarian I
Dasarian II
Dasarian III
Dasarian IV
Dasarian V
Dasarian VI
Dasarian VII
Dasarian VIII
187
Dasarian IX
Dasarian X
Dasarian XI
Dasarian XII
Dasarian XIII
KACANG HIJAU
Dasarian I
Dasarian II
Dasarian III
Dasarian IV
Dasarian V
188
Dasarian VI
Dasarian VII
Dasarian VIII
Dasarian IX
CRUCIFER
Dasarian I
Dasarian II
Dasarian III
Dasarian IV
Dasarian V
Dasarian VI
189
Dasarian VII
Dasarian VIII
TERONG
Dasarian I
Dasarian II
Dasarian III
Dasarian IV
Dasarian V
Dasarian VI
Dasarian VII
Dasarian VIII
190
Dasarian IX
Dasarian X
Dasarian XI
Dasarian XII
Dasarian XIII
Dasarian XIV
MENTIMUN
Dasarian I
Dasarian II
Dasarian III
Dasarian IV
191
Dasarian V
Dasarian VI
Dasarian VII
Dasarian VIII
Dasarian IX
Dasarian X
Dasarian XI
SELADA
Dasarian I
Dasarian II
Dasarian III
192
Dasarian IV
Dasarian V
Dasarian VI
Dasarian VII
Dasarian VIII
Dasarian IX
Dasarian X
MELON
Dasarian I
Dasarian II
Dasarian III
193
Dasarian IV
Dasarian V
Dasarian VI
Dasarian VII
Dasarian VIII
Dasarian IX
Dasarian X
Dasarian XI
Dasarian XII
BAWANG BOMBAY
Dasarian I
194
Dasarian II
Dasarian III
Dasarian IV
Dasarian V
Dasarian VI
Dasarian VII
Dasarian VIII
Dasarian IX
Dasarian X
Dasarian XI
195
Dasarian XII
Dasarian XIII
Dasarian XIV
Dasarian XV
DAUN BAWANG
Dasarian I
Dasarian II
Dasarian III
Dasarian IV
Dasarian V
Dasarian VI
196
Dasarian VII
KACANG TANAH
Dasarian I
Dasarian II
Dasarian III
Dasarian IV
Dasarian V
Dasarian VI
Dasarian VII
Dasarian VIII
Dasarian IX