laporan resmi klimatologi dasar 2014/2015

197
1 LAPORAN RESMI PRAKTIKUM KLIMATOLOGI DASAR ACARA I PENGENALAN ALAT-ALAT METEOROLOGI Oleh: Suryati Purba (13307) Ribka Gupita Hapsari (13322) Fachry Husein Rosyadi (13224) Ridya Nastitie (13325) Wita Dian Sharli (13343) Pridana Intan Susanti (13385) Golongan/Kelompok : A1/3 Asisten : Ramot Christian LABORATORIUM AGROKLIMATOLOGI JURUSAN TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2014

Upload: suryati-purba

Post on 21-Jul-2015

1.716 views

Category:

Education


32 download

TRANSCRIPT

1

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM KLIMATOLOGI DASAR

ACARA I

PENGENALAN ALAT-ALAT METEOROLOGI

Oleh:

Suryati Purba (13307)

Ribka Gupita Hapsari (13322)

Fachry Husein Rosyadi (13224)

Ridya Nastitie (13325)

Wita Dian Sharli (13343)

Pridana Intan Susanti (13385)

Golongan/Kelompok : A1/3

Asisten : Ramot Christian

LABORATORIUM AGROKLIMATOLOGI

JURUSAN TANAH

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2014

2

ACARA I

PENGENALAN ALAT-ALAT METEOROLOGI

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengukuran iklim sangat dipengaruhi oleh alat-alat di bidang klimatologi.

Bidang pertanian merupakan bidang yang sangat dipengaruhi dan tergantung

dengan kondisi iklim. Sehingga, pengenalan mengenai alat-alat pengukuran iklim

sangat diperlukan. Pengenalan ini dilakukan dengan melihat dan mengamati alat-

alat yang diperoleh dari Laboratorium Agroklimatologi Jurusan Tanah, Fakultas

Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta dan AWS Jurusan Tanah,

Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Melihat dan memperhatikan alat-alat yang ada dapat dimanfaatkan untuk

mempermudah dalam menelaah fungsi alat-alat klimatologi yang diperlukan.

Diharapkan dengan ditunjukkannya alat-alat klimatologi dasar ini dapat

meningkatkan ketepatan dalam peramalan yang akhirnya dapat menyediakan

informasi iklim yang lengkap dan akurat. Dalam praktikum ini, praktikan dituntut

untuk dapat mengenal dan mengetahui alat-alat klimatologi, bagian-bagiannya

serta fungsinya sehingga diharapkan praktikan dapat mengetahui serta mengingat

fungsi alat-alat klimatologi dan dapat menerapkannya dalam praktikum-praktikum

selanjutnya.

B. Tujuan

1. Mengenal stasiun meteorologi pertanian dan alat-alat pengukur anasir

cuaca yang biasa digunakan dalam bidang meteorologi pertanian.

2. Mempelajari prinsip kerja, cara penggunaan alat, serta macam dan kualitas

data yang dihasilkan dari suatu alat pengukur anasir cuaca.

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

Secara luas meteorologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari

atmosfer yang menyangkut keadaan fisis dan dinamisnya serta interaksinya

dengan permukaan bumi di bawahnya. Iklim dapat didefinisikan sebagai ukuran

statistik cuaca untuk jangka waktu tertentu dan cuaca menyatakan status atmosfer

pada sembarang waktu tertentu (Hermawan, 2010). Pengamatan cuaca atau

pengukuran unsur cuaca dilakukan pada lokasi yang dinamakan stasiun cuaca atau

yang lebih dikenal dengan stasiun meteorologi. Tujuan dari stasiun meteorologi

adalah menghasilkan data meteorologis seragam dan data biologis dan atau data-

data yang lain yang dapat menyumbangkan hubungan antara cuaca dan

pertumbuhan atau hidup tanaman dan hewan. Lokasi stasiun ini harus dapat

mewakili keadaan pertanian dan keadaan alami daerah tempat stasiun itu berada.

Informasi meteorologi yang secara rutin diamati antara lain ialah keadaan lapisan

atmosfer yang paling bawah, suhu dan kelengasan tanah pada berbagai

kedalaman, curah hujan, dan curahan lainnya, durasi penyinaran dan reaksi

matahari (Prawirowardoyo, 1996).

Dalam bidang pertanian, menurut Wisnubroto (2000) ilmu prakiraan

penentuan kondisi iklim atmosfer ini adalah untuk menentukan wilayah

pengembangan tanaman. Iklim mempengaruhi dunia pertanian. Presipitasi,

evaporasi, suhu, angin, dan kelembaban nisbi udara adalah unsur iklim yang

penting. Dalam dunia pertanian, air, udara, dan temperatur menjadi faktor yang

penting. Kemampuan menyimpan air oleh tanah itu terbatas. Sebagian air

meninggalkan tanah dengan cara transpirasi, evaporasi dan drainase.

Prakiraan cuaca baik harian maupun prakiraan musim, mempunyai arti

penting dan banyak dimanfaatkan dalam bidang pertanian. Prakiraan cuaca 24 jam

yang dilakukan oleh BMG, mempunyai arti dalam kegiatan harian misalnya untuk

pelaksanaan pemupukan dan pemberantasan hama. Misalnya pemupukan dan

penyemprotan hama perlu dilakukan pada pagi hari atau ditunda jika menurut

prakiraan sore hari akan hujan lebat. Prakiraan permulaan musim hujan

mempunyai arti penting dalam menentukan saat tanam di suatu wilayah. Jadi,

bidang pertanian ini memanfaatkan informasi tentang cuaca dan iklim mulai dari

perencanaan sampai dengan pelaksanaannya (Hermawan, 2010).

Ultimate
Highlight
Ultimate
Highlight

4

Pada pengamatan keadaan atmosfer di stasiun cuaca atau stasiun meteorologi

digunakan beberapa alat yang mempunyai sifat-sifat yang hampir sama dengan

alat-alat ilmiah lainnya yang digunakan untuk penelitian di dalam laboratorium,

misalnya bersifat peka dan teliti. Perbedaannya terletak pada penempatannya dan

para pemakainya. Alat-alat laboratorium umumnya dipakai pada ruang tertutup,

terlindung dari hujan dan debu-debu, angin dan lain sebagainya serta digunakan

oleh observer. Dengan demikian sifat alat-alat meteorologi disesuaikan dengan

tempat pemasangannya dan para petugas yang menggunakan (Anonim, 2008).

Adapun alat-alat meteorologi yang ada di Stasiun Meteorologi Pertanian

diantaranya alat pengukur curah hujan (Ombrometer tipe Observatorium dan

Ombrograf), alat pengukur kelembaban relatif udara (Psikrometer Assman,

Psikrometer Sangkar, Higrograf, Higrometer, Sling Psikrometer), alat pengukur

suhu udara (Termometer Biasa, Termometer Maksimum, Termometer Minimum,

dan Termometer Maximum-Minimum Six Bellani), alat pengukur suhu air

(Termometer Maksimum-Minimum Permukaan Air), alat pengukur panjang

penyinaran matahari (Solarimeter tipe Jordan, Solarimeter tipe Compbell Stokes),

alat pengukur suhu tanah (Termometer Permukaan Tanah, Termometer Selubung

Kayu, Termometer Bengkok, Termometer Maksimum-Minimum tanah,

Termometer Simons, Stick Termometer), alat pengukur intensitas penyinaran

matahari (Aktinograf), alat pengukur evaporasi (Panci Evaporasi Kelas A, Piche

Evaporimeter) dan alat pengukur kecepatan angin (Cup Anemometer, Hand

Anemometer, Biram Anemometer) (Prawirowardoyo, 1996).

Stasiun meteorologi mengadakan contoh penginderaan setiap 30 detik dan

mengirimkan kutipan statistik (sebagai contoh, rata-rata dan maksimum). Untuk

yang keras menyimpan modul-modul setiap 15 menit. Hal ini dapat menghasilkan

kira-kira 20 nilai dari hasil rekaman untuk penyimpanan akhir disetiap interval

keluaran (Elder et. al., 2009).

Klimatologi yang pengukurannnya dilakukan secara kontinyu dan meliputi

periode waktu yang lama paling sedikit 10 tahun, bagi stasiun klimatologi

pengamatan utama yang dilakukan meliputi unsur curah hujan, suhu udara, arah

dan laju angin, kelembapan, macam dan tinggi dasar awan, banglash horizontal,

durasi penyinaran matahari dan suhu tanah (Colbo and Robert, 2009). Oleh karena

5

itu persyaratan stasiun klimatologi ialah lokasi, keadaan stasiun dan lingkungan

sekitar yang tidak mengalami perubahan agar pemasangan dan perletakan alat

tetap memenuhi persyaratan untuk menghasilkan pengukuran yang dapat

mewakili (Neiburger, 1982).

6

III. METODOLOGI

Praktikum Klimatologi Dasar acara I tentang pengenalan alat – alat

meteorologi dilaksanakan pada hari Senin, 15 September 2014 di Laboratorium

Agroklimatologi, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada,

Yogyakarta dan AWS Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah

Mada, Yogyakarta.

Pada acara praktikum kali ini asisten memperkenalkan alat-alat meteorologi

pertanian. Pertama adalah alat pengukur curah hujan yang terdiri dari dua macam

alat yaitu ombrometer tipe observatorium dan ombrograf. Kedua adalah alat

pengukur kelembapan nisbi udara yang terdiri dari empat macam alat yaitu

psikometer sangkar, sling psikometer, psikometer tipe asman dan higrograf.

Ketiga adalah alat pengukur suhu udara yang terdiri dari empat macam yaitu

termometer biasa, termometer maksimum, termometer minimum, dan termometer

maksimum-minimum Six Bellani. Keempat adalah alat pengukur suhu udara

sekaligus kelembaban nisbi udara yang terdiri dari dua alat yaitu termohigrometer

dan termohigrograf. Kelima adalah alat pengukur suhu air yaitu termometer

maksimum-minimum permukaan air. Keenam adalah alat pengukur suhu tanah

yang terdiri dari enam alat yaitu termometer permukaan tanah, termometer tanah

selubung kayu, termometer tanah tipe bengkok, termometer tanah tipe symons,

stick termometer dan termometer maksimum-minimum tanah. Ketujuh adalah alat

pengukur panjang penyinaran yang terdiari dari dua macam alat yaitu solarimeter

tipe Jordan dan solarimeter tipe Compbell Stockes. Kedelapan adalah alat

pengukur intensitas penyinaran matahari yaitu aktinograf dwi logam. Kesembilan

adalah alat pengukur kecepatan angin yang terdiri dari cup anemometer, hand

anemometer, dan biram anemometer. Kesepuluh adalah alat pengukur evaporasi

yang terdiri dari piche evaporimeter dan panci evaporasi kelas-A.

Pada kesempatan ini diperkenalkan juga stasiun khusus untuk bidang

pertanian kepada praktikan. Praktikan mengamati alat-alat pengukur anasir cuaca

kemudian mencatat nama dan kegunaan alat, satuan dan ketelitian pengamatan,

keterangan singkat dari prinsip kerja, cara kerja, cara pemasangan serta cara

pengamatan. Dari hasil pengamatan kemudian praktikan membuat uraian singkat

7

mengenai perbandingan kelebihan dan kekurangan antar alat yang diamati baik

dari segi ketelitian pengamatan maupun kepraktisan.

8

IV. HASIL PENGAMATAN

A. Alat Pengukur Curah Hujan

1. Ombrometer tipe Observatorium

Keterangan Gambar :

a. Mulut penakar seluas 100 cm²

b. Corong sempit

c. Tabung penampung dengan

kapasitas setara 300-500 mm

CH

d. Kran

Gambar 1.4.1. Ombrometer tipe observatorium.

Deskripsi alat :

a. Fungsi : Mengukur jumlah hujan harian

b. Satuan alat : mm

c. Satuan pengukuran : mm

d. Ketelitian alat : 0,5 mm

e. Prinsip kerja : Penampung curah hujan

f. Cara kerja :

Air hujan masuk kemulut penangkar kemudian melalui corong sempit

masuk ketabung penampung. Air yang tertampung kemudian di ambil

melalui keran dan dan dihitung volumenya.

g. Cara pemasangan :

1) Alat ditempatkan di lapangan terbuka dengan jarak terhadap

pohon atau bangunan terdekat sekurang-kurangnya sama

dengan tinggi pohon atau bangunan tersebut.

2) Permukaan mulut corong harus benar-benar horisontal dan

dipasang pada ketinggian 120 cm dari permukaan tanah.

9

h. Cara pengamatan :

1) Pengamatan dilakukan setiap pukul 07:00an

2) Data curah hujan harian didapat dalam gelas penakar yang

bersatuan mm.

3) Ketelitian pengamatan sampai dengan 0,2 mm

2. Ombrograf

Keterangan Gambar :

a. Mulut penakar

b. Corong sempit

c. Tabung penampung I

d. Tabung penampung

utama (kapasitas setara

60 mm CH)

e. Saluran pembuangan

air dengan sistem bejana

berhubungan

f. Silinder kertas grafik

g. Pelampung

Gambar 1.4.2. Ombrograf.

Deskripsi alat :

a. Fungsi : Mengukur dan mencatat jumlah hujan

b. Satuan Alat : mm

c. Satuan Pengukuran : mm

d. Ketelitian Alat : 2 mm

e. Prinsip kerja :

Prinsip pelampung, yaitu pencatatan tinggi air komulatif dengan

pena pencatat yang dihubungkan dengan pelampung di dalam

tabung pelampung.

f. Cara kerja :

Air hujan ditampung dalam silinder yang didalamnya terdapat

sebuah pelampung yang dapat bergerak keatas oleh air hujan yang

10

tertampung. Curah hujan kemudian dicatat pada kertas grafik

dengan sebuah pena pencatat yang digerakan oleh pelampung

tersebut. Jika pena tersebut mencapai batas atas 60 mm artinya,

pelampung dalan silinder akan terbuang dan pena kemudian turun

kebatas bawah yaitu titik 0 mm disebabkan pelampungnya turun

kembali kekedudukan semula.

g. Cara pemasangan :

1) Syarat penempatan alat sama dengan ombrometer tipe

observatorium

2) Alat dipasang diatas permukaan tanah dengan tinggi

permukaan corong 40 cm dari permukaan tanah.

h. Cara pengamatan:

1) Kertas grafik dipasang pada silinder yang berputar secara

otomatis

2) Penggantian kertas dilakukan seminggu sekali

3) Pencatatan curah hujan bersifat kumulatif, dengan kapasitas

maksimum penampung 60 mm.

4) Banyaknya curah hujan dan terjadinya hujan dapat dibaca

pada kertas grafik

B. Alat Pengukur Kelembaban Nisbi Udara

1. Psikrometer Sangkar

Keterangan Gambar :

a. Statif

b. Termometer bola basah

c. Termometer bola kering

d. Kain kasa yang dibasahi

e. Bejana tempat air

Gambar 1.4.3. Psikrometer sangkar.

11

Deskripsi alat :

a. Fungsi : Mengukur kelembaban nisbi udara.

b. Satuan Alat : ºc

c. Satuan Pengukuran : %

d. Ketelitian Alat : 0,5°C

e. Prinsip kerja :

Prinsip termodinamika/adiabatik (beda TBB dan TBK)

f. Cara kerja :

Adanya suhu bola kering (T) dan suhu bola basah (t), T lebih tinggi

dari pada t karena untuk penguapan air pada kran yang membalut

bola termometer bola basah, memerlukan bahan. Bahan yang

diperlukan tersebut diambil dari udara yang bersentuhan dengan bola

basah tersebut sehingga termometer bola basah menunjukan suhu

udara tersebut yang lebih rendah. Lw adalah tekanan uap air jenuh

pada suhu T yang dapat ditentukan atau dapat dicari dari diagram

atau tabel yang memuat tekanan uap jenuh pada berbagai suhu.

g. Cara pemasangan :

1) Psikrometer sangkar dipasang di dalam sangkar meteo

2) Kain kassa pada termometer bola basah harus tetap bersih

dan dibasahi secara kapilaritas

h. Cara pengamatan :

1) Pengamatan dilakukan 3 kali sehari yaitu pukul 07.00, 13.00

atau 14.00,dan 18.00.

2) Mula-mula dilakukan pembacaan suhu TBB, kemudian TBK

3) Pembacaan dilakukan sampai ketelitian 0,1°C. Kelembaban

dicari pada tabel, berdasarkan nilai selisih suhu pada TBB

dan TBK.

12

2. Sling Psikrometer

Keterangan

Gambar :

a. Termometer bola

basah

b. Termometer

bola kering

c. Pegangan

Gambar 1.4.4. Sling psikrometer.

Deskripsi alat :

a. Fungsi : Mengukur kelembaban nisbi udara sesaat.

b. Satuan Alat : ºc

c. Satuan Pengukuran : %

d. Ketelitian Alat : 0,2ºC

e. Prinsip kerja :

Prinsip termodinamika / adiabatik (beda TBB dan TBK)

f. Cara kerja :

Cara kunci (skrup pemutar pegas) diputar – sling berputar – kalor –

pengeringan TBB.

g. Cara pemasangan : Jinjing (portable)

h. Cara pengamatan :

1) Sebelum digunakan, kain kassa tada TBB ditetesi air

secukupnya.

2) Sling psikrometer kemudian diputar 33 kali dengan

kecepatan 4 putaran per detik

3) Pengamatan selanjutnya sama seperti psikrometer sangkar.

13

3. Psikrometer Tipe Assman

Keterangan Gambar :

a. Termometer bola basah

b. Termometer bola kering

c. Kipas

d. Sekrup pemutar pegas

e. Saluran angin

Gambar 1.4.5. Psikrometer tipe Assman.

Deskripsi alat :

a. Fungsi : Mengukur kelembaban nisbi udara sesaat.

b. Satuan Alat : ºC

c. Satuan Pengukuran : %

d. Ketelitian Alat : 0,2ºC

e. Prinsip Kerja :

Prinsip termodinamika/adiabatik (beda TBB dan TBK)

f. Cara kerja :

Cara kunci (skrup pemutar pegas) diputar – kipas berputar – kalor –

pengeringan TBB.

g. Cara pemasangan : Jinjing

h. Cara pengamatan :

1) Sebelum digunakan, kain kassa pada TBB ditetesi air

secukupnya.

2) Pegas kipas diputar sehinggakipas akan mengalirkan udara

dengan kecepatan 5 m/s pada bagian reservoir

termometernya.

3) Setelah suhu termometer konstan, dilakukan pembacaan

seperti pada psikrometer sangkar.

14

4. Higrograf

Keterangan

a. Rambut

b. Sistem tuas

c. Pena / penera

grafik

d. Silinder kertas

grafik

Gambar 1.4.6. Higrograf.

Deskripsi alat :

a. Fungsi : Mengukur kelembaban nisbi udara sesaat.

b. Satuan Alat : %

c. Satuan Pengukuran : %

d. Ketelitian Alat : 0,1 %

e. Prinsip kerja :

Berdasarkan perubahan panjang bahan higroskopis jika menyerap

atau menguap air.

f. Cara kerja :

Dengan cara menggerakan tuas sehingga terjadi peregangan pada

rambut, rambut sebagai sensor.

g. Cara pemasangan: Dipasang di dalam sangkar meteo.

h. Cara pengamatan :

1) Kertas grafik dipasang pada bagian silinder yang dapat

berputar secara otomatis

2) Penggantian kertas grafik dilakukan seminggu sekali

3) Kelembaban nisbi udara dalam satuan persen dapat dibaca

pada kertas grafik.

15

C. Alat Pengukur Suhu Udara

1. Termometer Biasa

Keterangan Gambar :

a. Reservoir

b. Pipa kapiler berisi raksa

atau alkohol

Gambar 1.4.7. Termometer biasa.

Deskripsi alat :

a. Fungsi : Mengukur suhu udara.

b. Satuan Alat : ºC

c. Satuan Pengukuran : ºC

d. Ketelitian Alat : 0,5ºC

e. Prinsip kerja :

Berdasarkan kepekaan zat cair terhadap perubahan suhu.

f. Cara kerja :

Jika suhu naik air raksa mengembang dan panjang kolom air raksa

dalam tabung bertambah, sebaliknya jika penurunan suhu air raksa

mengerut dan kolom dalam air raksa memendek

g. Cara pemasangan :

Dipasang sekaligus sebagai TBK pada psikrometer sangkar

h. Cara pengamatan:

1) Suhu udara dapat dibaca pada skala termometer dengan

ketelitian 0,10C

2) Mata pengamat harus tegak lurus terhadap kolom air raksa

3) Pengamatan dilakukan 3 kali sehari yaitu pukul 07.00, 13.00

atau 14.00, dan 18.00.

16

2. Termometer Maksimum Udara

Keterangan :

a. Reservoir

b. Celah sempit

c. Pipa kapiler berisi air raksa

Gambar 1.4.8. Termometer maksimum udara.

Deskripsi alat :

a. Satuan alat : ºC

b. Satuan pengukuran : ºC

c. Ketelitian alat : 0,25 ºC

d. Prinsip kerja :

Muai ruang air raksa yang dimodifikasi dengan adanya penyempitan

pada pipa kapiler.

e. Cara kerja :

Jika suhu panas maka air raksa memuai sehingga permukaan air

raksa naik (bergerak ke kanan) tetapi jika suhu turun, permukaan air

raksa tetap pada kedudukan seperti pada waktu suhu panas, hal ini

disebabkan adanya konstriksi yang menutup air raksa yang berada

di atasnya.

f. Cara pemasangan :

Alat ini dipasang pada sangkar meteo dan dipasang miring terhadap

sumbu horizontal, dengan bagian reservoir lebih rendah.

g. Cara pengamatan :

1) Suhu maksimum dapat dibaca tepat pada permukaan kolom

air raksa.

2) Setelah pengamatan, alat dipasang pada posisi bagian

reservoir disebelah luar dan dikibaskan sampai tidak

17

terdapat pemutusan kolom air raksa pada celah sempit dan

dipasang untuk pengamatan hasil selanjutnya.

3) Pengamatan dilakukan sore hari pada pukul 16.00.

3. Termometer Minimum Udara

Keterangan :

a. Reservoir

b. Indeks penunjuk suhu minimum

c. Pipa kapiler berisi alkohol

Gambar 1.4.9. Termometer minimum udara.

Deskripsi alat :

a. Satuan alat : ºC

b. Satuan pengukuran : ºC

c. Ketelitian alat : 0,25 ºC

d. Prinsip kerja :

Muai ruang alkohol yang dimodifikasi dengan adanya indeks.

e. Cara kerja :

Jika suhu dingin, maka permukaan alkohol yang bergerak ke kiri

akan membawa indeks penunjuk yang berwarna merah dan jika

suhu naik, maka indeks akan tetap pada tempatnya meskipun

permukaan alkohol mengembang dan bergerak ke kanan.

f. Cara pemasangan :

Agar tidak ada gaya gravitasi, maka termometer minimum

diletakkan mendatar, dengan demikian gaya yang bekerja hanya

gaya permukaannya saja.

18

g. Cara pengamatan :

1) Suhu udara minimum dapat diketahui dengan membaca tepat

pada skala yang ditunjuk oleh ujung indeks yang berdekatan

dengan ujung kolam alkohol.

2) Ujung kolom alkohol menunjuk suhu udara sesaat

3) Pengamatan dilakukan pukul 16.00

4) Setelah pengamatan, indeks harus dikembalikan tepat pada

ujung kolom alkohol untuk pengamatan berikutnya.

4. Termometer Maksimum Minimum Six Bellani

Keterangan :

a. Reservoir

b. Pipa kapiler berisi air raksa

c. Pipa kapiler berisi alkohol

d. Indeks penunjuk suhu maksimum

e. Indeks penunjuk suhu minimum

f. Tombol pengembali indeks

Gambar 1.4.10. Termometer maksimum-minimum Six Bellani.

Deskripsi alat :

a. Satuan alat : ºC

b. Satuan pengukuran : ºC

c. Ketelitian alat : 0,25 ºC

d. Prinsip kerja :

Muai ruang zat cair (alkohol dan raksa)

e. Cara kerja :

Alat ini mirip seperti termometer maksimum dan termometer

minimum udara, namun untuk mengembalikan indeks tinggal

menekan tombol.

f. Cara pemasangan :

Alat ini dipasang pada sangkar meteo dengan posisi tegak.

19

g. Cara pengamatan :

1) Pengamatan dilakukan sore hari pada pukul 16.00.

2) Indeks bagian kanan menunjukkan suhu maksimum,

sedangkan indeks kiri menunjukkan suhu minimium.

3) Suhu maksimum dan minimum dapat dibaca pada ujung

bawah indeks.

4) Setelah pengamatan, untuk pengamatan hari selanjutnya

tombol ditekan sedemikian sehingga ujung bawah indeks

berhimpit dengan permukaan kolom air raksa.

D. Alat Pengukur Suhu Udara Sekaligus Kelembaban Nisbi Udara

1. Termohigrometer

Keterangan :

a. Spiral dwi logam/bimetal

b. Spiral benda higroskopis

c. Jarum penunjuk skala suhu

d. Jarum penunjuk skala kelembaban

e. Ventilasi

Gambar 1.4.11. Termohigrometer.

Deskripsi alat :

a. Satuan alat : ºC, %

b. Satuan pengukuran : ºC, %

c. Ketelitian alat : 0,5 ºC, 1%

d. Prinsip kerja :

1) Termometer : muai dwi logam

2) Higrometer : higroskopis rambut

e. Cara pemasangan :

Jinjing atau dipasang pada sangkar meteo.

20

f. Cara pengamatan :

1) Pada saat pengamatan, alat harus terlindung dari pengaruh

saat sinar matahari langsung dan tidak terkena tetesan air

hujan.

2) Suhu udara dan kelembaban alat dapat dibaca langsung pada

alat

2. Termohigrograf

Keterangan :

a. Lempeng dwi

logam/bimetal

b. Rambut

c. Sistem tuas higrograf

d. Sistem tuas termograf

e. Pena

f. Silinder kertas grafik

Gambar 1.4.12. Termohigrograf.

Deskripsi alat :

a. Satuan alat : ºC, %

b. Satuan pengukuran : ºC, %

c. Ketelitian alat : 0,5 ºC, 1%

d. Prinsip kerja :

1) Termometer : muai dwi logam

2) Higrometer : higroskopis rambut

e. Cara pemasangan :

Jinjing atau dipasang pada sangkar meteo.

f. Cara pengamatan :

1) Kertas grafik dipasang pada bagian silinder yang dapat

berputar secara otomatis.

2) Kertas grafik diganti seminggu sekali.

3) Suhu udara dan kelembaban udara suatu saat maupun

ayunannya dapat dibaca pada kertas grafik.

21

E. Alat Pengukur Suhu Air

1. Termometer Maksimum-Minimum Permukaan Air

Keterangan :

a. Reservoir

b. Pipa kapiler berisi raksa

c. Pipa kapiler berisi alkohol

d. Indeks penunjuk suhu maksimum

e. Indeks penunjuk suhu minimum

f. Pelindung reservoir

g. Pelampung

Gambar 1.4.13. Termometer maksimum-minimum permukaan air.

Deskripsi alat :

a. Satuan alat : ºC

b. Satuan pengukuran : ºC

c. Ketelitian alat : 0,5ºC

d. Fungsi : Mengukur suhu maksimum-minimum air

e. Prinsip kerja : Muai zat cair

f. Cara pemasangan :

Alat diletakkan terapung pada permukaan air (biasanya dalam panci

evaporasi kelas A) dengan kedudukan horizontal.

g. Cara pengamatan :

1) Suhu maksimum-minimum dibaca pada ujung bawah

indeks.

2) Indeks bagian kanan menunjukkan suhu maksimum, indeks

bagian kiri menunjukkan suhu minimum.

3) Pengamatan dilakukan pada pukul 16.00.

4) Setelah pengamatan, tombol kemudi ditekan sedemikian

rupa sehingga ujung bawah indeks berimpit dengan

permukaan kolom air raksa, untuk pengamatan berikutnya.

22

F. Alat Pengukur Suhu Tanah

1. Termometer Permukaan Tanah

Keterangan :

a. Termometer zat cair

b. Reservoir

c. Statif kaki tiga

d. Tabung pelindung reservoir

berventilasi

Gambar 1.4.14. Termometer permukaan tanah.

Deskripsi alat :

a. Satuan alat : ºC

b. Satuan pengukuran : ºC

c. Ketelitian alat : 0,5 ºC

d. Fungsi : Mengukur suhu permukaan tanah

e. Prinsip kerja : Muai zat cair

f. Cara pemasangan : Jinjing, diletakkan di atas permukaan tanah

g. Cara pengamatan :

Setelah stabil, suhu tanah diamati dengan membaca skala yang

ditunjukkan saat pencatatan pada suhu udara harian.

2. Termometer Tanah Selubung Kayu

Keterangan :

a. Ujung sensor sampai

jeluk 5 cm

b. Termometer zat cair

c. Pegangan tangan

d. Tabung pelindung

reservoir berventilasi

Gambar 1.4.15. Termometer tanah selubung kayu.

23

Deskripsi alat :

a. Satuan alat : °F

b. Satuan pengukuran : °C

c. Ketelitian alat : 1°F

d. Prinsip kerja : Muai ruang zat cair

e. Fungsi alat : Mengukur suhu tanah dengan jeluk 0-10

cm

f. Cara kerja :

Termometer ditancapkan pada jeluk (0-10 cm), perubahan panas

yang diterima oleh sensor akan memuaikan air raksa menunjukan

skala tertentu pada saat itu.

g. Cara pemasangan :

Jinjing (portable), bagian ujung ditancapkan ke dalam tanah sesuai

jeluk yang akan diamati

h. Cara pengamatan :

Setelah stabil, suhu tanah diamati dengan membaca pada skala

yang ditunjuk.

3. Termometer Tanah Tipe Bengkok

Keterangan :

a. Reservoir untuk jeluk

tanah 20 cm

b. Pipa kapiler berisi air

raksa

Gambar 1.4.16. Termometer tanah tipe bengkok.

Deskripsi alat :

a. Satuan alat : °C

b. Satuan pengukuran : °C

c. Ketelitian alat : 0,1°C

d. Prinsip kerja : Muai ruang zat cair

24

e. Fungsi alat : Mengukur suhu tanah dengan jeluk 20 cm

f. Cara kerja :

Tanah digali pada jeluk 20 cm, setelah ujung reservoir dimasukan

kenaikan suhu tanah menyebabkan air raksa memuai dan akan

mengisi kolom hampa udara sampai pada skala tertentu.

g. Cara pemasangan :

1) Dibuat lubang di tanah dengan jeluk tertentu dengan bor.

2) Bagian reservoir termometer dimasukkan ke dalam lubang,

kemudian ditimbun kembali dengan tanah bekas galian.

h. Cara pengamatan :

Setelah stabil, suhu tanah diamati dengan membaca pada skala

yang ditunjukkan saat pencatatan pada suhu udara harian.

4. Termometer Tanah Tipe Simons

Keterangan :

a. Pipa pelindung

termometer

b. Bagian sensor

c. Termometer zat cair

d. Reservoir

e. Rantai

Gambar 1.4.17. Termometer tanah tipe Simons.

Deskripsi alat :

a. Satuan alat : °C

b. Satuan pengukuran : °C

c. Ketelitian alat : 0,5°C

d. Prinsip kerja : Muai ruang zat cair

e. Fungsi alat : Mengukur suhu tanah dengan jeluk 50 cm

f. Cara pemasangan :

1) Dibuat lubang di tanah dengan jeluk tertentu dengan bor.

25

2) Bagian reservoir termometer dimasukkan ke dalam lubang,

kemudian ditimbun kembali dengan tanah bekas galian.

g. Cara pengamatan :

1) Termometer diangkat dari selubung bagian pelindung, suhu

tanah dapat dibaca langsung pada skala yang ditunjuk.

2) Pembacaan harus dilakukan dengan cepat.

5. Stick Termometer

Keterangan :

a. Tangkai pemutar

b. Jarum penunjuk suhu

c. Tabung bejana berisi

spiral logam sebagai

penghantar

d. Ujung peka

Gambar 1.4.18. Stick termometer.

Deskripsi alat :

a. Satuan alat : °C

b. Satuan pengukuran : °C

c. Ketelitian alat : 1°C

d. Prinsip kerja : Muai kawat dengan lilitan kumparan pada

tabung bejana

e. Fungsi alat : Mengukur suhu tanah sampai dengan jeluk

100 cm

f. Cara kerja :

Adanya tekanan, air raksa memuai dan akan menggerakan

klep/pipa logam lunak sehingga gerigi berputar dan menggerakkan

jarum penunjuk sampai skala tertentu.

g. Cara pemasangan :

Alat dimasukkan ke dalam tanah dan ditekan menurut jeluk yang

akan diamati dengan cara memutar pegangannya.

26

h. Cara pengamatan :

Setelah jarum penunjuk suhu konstan, suhu dapat dibaca pada

skala yang ditunjuk.

6. Termometer Maksimum-Minimum Tanah

Keterangan :

a. Bagian sensor

b. Pipa berisi zat cair (air

raksa)

c. Jarum hitam penunjuk

suhu sesaat

d. Jarum hijau penunjuk

suhu maksimum

e. Jarum merah penunjuk

suhu minimum

Gambar 1.4.19. Termometer maksimum-minimum tanah.

Deskripsi alat :

a. Satuan alat : °C

b. Satuan pengukuran : °C

c. Ketelitian alat : 0,5°C

d. Prinsip kerja : Muai ruang zat cair pada tabung Bourdan

e. Fungsi alat :

Mengukur suhu maksimum-minimum tanah

f. Cara kerja :

Termometer diletakkan di dalam tanah, suhu naik maka ditunjukan

oleh naiknya cairan air raksa dan jarum hijau yang akan berfungsi

penunjuk suhu maksimum, sedangkan suhu turun ditunjukkan oleh

naiknya cairan alkohol dan ditunjukan oleh jarum merah yang

berfungsi sebagai penunjuk suhu minimum.

27

g. Cara pemasangan :

Jinjing (portable), bagian sensor dibenamkan ke dalam tanah

hingga kedalaman 20 cm dan dibiarkan selama periode

pengamatan.

h. Cara pengamatan :

1) Sebelum pengamatan, ketiga jarum penunjuk dibuat saling

berhimpit dengan cara memutar sekrup.

2) Pada saat pembacaan :

a) Jarum merah menunjukkan suhu maksimum

b) Jarum hijau menunjukkan suhu minimum

c) Jarum hitam menunjukkan suhu sesaat

G. Alat Pengukur Panjang Penyinaran

1. Solarimeter Tipe Jordan

Keterangan :

a. Silinder setengah

lingkaran dengan sudut 60°

b. Celah sempit tempat

masuknya sinar

c. Pelindung celah sempit

d. Sekrup pengatur

kemiringan

Gambar 1.4.20. Solarimeter tipe Jordan.

Deskripsi alat :

a. Satuan alat : jam

b. Satuan pengukuran : %

c. Ketelitian alat : 0,5 jam

d. Prinsip kerja : Reaksi fotokhemis

e. Fungsi alat : Mengukur panjang penyinaran

f. Cara kerja :

Berkas sinar yang masuk akan bereaksi dengan Kalium ferro

sianida atau Ferro amonium sitrat yang sebelumnya telah

28

dioleskan pada kertas pias. Garam Ferro akan beroksidasi sehingga

membentuk noda apabila kertas pias kita cuci dengan aquadest.

Dari panjang noda yang terbentuk dapat diukur panjang penyinaran

aktual.

g. Cara pemasangan :

1) Alat dipasang pada tempat terbuka dan diletakkan di atas

beton yang agak tinggi, sedemikian rupa sehingga sensor

dapat menangkap sinar matahari dalam keadaan normal

pada ketinggian 3 m di atas horizon.

2) Solarimeter dipasang rupa sehingga :

a) Arah U-S dari alat sesuai dengan U-S dari tempat

pemasangan

b) Tutup kotak menghadap khatulistiwa

c) Alat dipasang dengan kemiringan ke arah

khatulistiwa terhadap sumbu horizontal, sebesar

derajat lintang tempat pemasangan (Yogyakarta

pada 7°LS)

h. Cara pengamatan :

1) Persiapan kertas pias

a) Kertas pias dicelupkan atau dilapisi dengan larutan

Kalium ferrosianida atau Feriamonium sitrat

dengan kepekatan baku, disesuaikan dengan

kepekaan kertas pias terhadap intensitas sinar

matahari.

b) Sebelum digunakan, kertas pias harus disimpan

rapat dan tidak boleh bereaksi dengan sinar

2) Dua buah kertas pias dipasang pada masing-masing tabung

dan diganti setiap sore hari pada pukul 18.00.

3) Noda yang terdapat pada kertas pias dicelupkan terlebih

dahulu dalam aquadest segera setelah digunakan, kemudian

diukur panjangnya dalam satuan jam. Nilai pengukuran ini

merupakan nilai PP aktual. Sementara PP potensial

29

merupakan panjang penyinaran yang seharusnya dapat

terjadi bila udara cerah selama 1 periode.

2. Solarimeter Tipe Compbell-Stokes

Keterangan :

a. Lensa bola kaca pejal

dengan jari-jari 7,3 cm

b. Busur pemegang bola

kaca pejal

c. Sekrup pengunci

kedudukan lensa

d. Sekrup pengatur

kemiringan

e. Mangkuk tempat kertas

pias

Gambar 1.4.21. Solarimeter tipe Compbell-Stokes.

Deskripsi alat :

a. Satuan alat : jam

b. Satuan pengukuran : %

c. Ketelitian alat : 0,5 jam

d. Prinsip kerja : Pemfokusan sinar matahari

e. Fungsi alat : Mengukur panjang penyinaran

f. Cara kerja :

Sinar yang datang difokuskan pada bola kristal yang dibawahnya

ada kertas pias, jika sinar terfokus akan membuat goresan hitam

pada kertas. Pias Combell-stokes tidak akan terbakar jika radiasi

matahari minimum belum tercapai (kira-kira 0,2 sampai (n) cm-2

menit-1).

g. Cara pemasangan :

1) Alat dipasang pada tempat terbuka dan diletakkan di atas

beton yang agak tinggi, sedemikian rupa sehingga sensor

30

dapat menangkap sinar matahari dalam keadaan normal

pada ketinggian 3 m di atas horizon.

2) Solarimeter dipasang sedemikian rupa sehingga :

a) Mangkuk tempat pemasangan pias harus menunjuk

arah timur-barat

b) Bagian bawah alat harus benar-benar datar (diatur

dengan levelling)

c) Lensa bola bersama dengan tempat pias dimiringkan

sesuai dengan letak lintang tempat pengamatan

h. Cara pengamatan :

1) Kertas pias dipasang dan diganti setiap sore hari pada pukul

18.00.

2) Kertas pias yang digunakan ada 3 macam, yaitu bentuk

lurus, bengkok panjang dan bengkok pendek.

3) Jadwal penggunaan masing-masing bentuk kertas pias

tergantung pada letak pengamatan dan kedudukan matahari

terhadap tempat tersebut.

4) Pengukuran PP aktual dilakukan dengan ketelitian 0,1 jam

dengan ketentuan sebagai berikut :

a) Noda langsung bundar, dihitung 0,5 panjang garis

tengah noda.

b) Noda bentuk titik, setiap 2 atau titik dihitung 0,1

jam.

c) Noda berbentuk garis berlubang, dihitung dikurangi

0,1 jam setiap pemutusan.

d) Noda berbentuk garis tidak berlubang, tidak perlu

dikoreksi.

31

H. Alat Pengukur Intensitas Penyinaran

1. Aktinograf Dwi Logam

Keterangan :

a. Lempeng logam warna putih

b. Lempeng logam warna hitam

c. Lembar kaca pyrex

d. Pena/penera grafik

e. Silinder kertas grafik

Gambar 1.4.22. Aktinograf dwi logam.

Deskripsi alat :

a. Satuan alat : cm2

b. Satuan pengukuran : Kal/cm2/hari

c. Ketelitian alat : 1 cm2

d. Fungsi : Mengukur intensitas penyinaran

e. Prinsip kerja : Beda muai logam hitam dan putih

f. Cara kerja :

Logam putih memantulkan radiasi yang jatuh kepermukaan, sedang

logam hitam bersifat menerimannya sehingga perbedaan murni akan

dapat menunjukkan besarnya intensitas radiasi matahari yang

ditangkap oleh sensor.

g. Cara pemasangan :

Alat dipasang pada tempat terbuka di atas tiang beton yang kuat dan

bagian atas dibuat sedemikian rupa sehingga selain surya berada 15

derajat horizon bumi, sinar harus bebas mencapai sensor.

h. Cara pengamatan :

1) Kertas grafik dipasang dan diganti setiap sore hari pada

pukul 18.00.

2) Lalu dari grafik yang tergambar diukur luasan di bawah

grafik tersebut dengan planimeter. Dari luasan terukur

disetarakan terhadap kalori/cm2/hari.

32

I. Alat Pengukur Kecepatan Angin

1. Cup Anemometer

Keterangan :

a. Mangkuk anemo

b. Pencatat jarak

c. Tiang penyangga

Gambar 1.4.23. Cup anemometer.

Deskripsi alat :

a. Satuan alat : km

b. Satuan pengukuran : km/jam

c. Ketelitian alat : 1 km

d. Fungsi : Mengukur kecepatan angin periode harian

e. Prinsip kerja : Sistem mekanik atau sistem gir.

f. Cara kerja :

Angin akan diterima dan mangkuk akan berputar, putaran ini akan

menggerakan speedmeter melalui sistem.

g. Cara pemasangan :

Alat ini dipasang pada tiang/menara dengan ketinggian 0,5m, 2m,

atau 10m sesuai dengan masing-masing penggunaan. Pemasangan

harus pada tempat terbuka, jarak benda terdekat paling sedikit 10

kali tinggi benda tersebut.

h. Cara pengamatan :

1) Tiap pagi hari pukul 07.00 dibaca angka pada pencatat.

2) Rerata kecepatan angin dapat dihitung dari besarnya selisih

pembacaan hari II dengan pembacaan I (jarak tempuh angin)

dibagi dengan waktu antara beda pengamatan tersebut

(periode satu hari : 24 jam).

33

2. Hand Anemometer

Keterangan :

a. Kipas anemo

b. Speed meter

c. Skala Beauford

d. Tangkai pegangan tangan

Gambar 1.4.24. Hand anemometer.

Deskripsi alat :

a. Satuan alat : m/s

b. Satuan pengukuran : m/s

c. Ketelitian alat : 0,5 m/s

d. Fungsi : Mengukur kecepatan angin periode sesaat

e. Prinsip kerja : Sistem GGL induksi seperti pada sistem

dinamo

f. Cara kerja :

Anemometer digerakkan sehingga menimbulkan arus listrik yang

akhirnya menunjukkan gerak jarum penunjuk skala.

g. Cara pemasangan : Jinjing

h. Cara pengamatan :

1) Kecepatan angin sesaat dapat diketahui dengan membaca

langsung pada pencatat.

2) Satuan alat dalam m/s atau skala Beaufort.

34

3. Biram Anemometer

Keterangan :

a. Kipas anemo

b. Jarum pencatat jarak 100 m

c. Jarum pencatat jarak 1000 m

d. Pengunci

Gambar 1.4.25. Biram anemometer.

Deskripsi alat :

a. Satuan alat : m

b. Satuan pengukuran : m/s

c. Ketelitian alat : 0,5 m

d. Fungsi : Mengukur kecepatan angin periode pendek

e. Prinsip kerja : Sistem mekanik.

f. Cara kerja :

Angin akan diterima kipas sehingga berputar, putaran ini akan

menggerakkan jarum skala melalui sistem gir.

g. Cara pemasangan : Portable

h. Cara pengamatan :

1) Umumnya alat digunakan untuk pengukuran rerata

kecepatan angin pada periode pendek, satuannya dalam

m/s.

2) Rerata kecepatan angin dapat dihitung dari besarnya selisih

pembacaan hari II dengan pembacaan I (jarak tempuh

angin) dibagi dengan waktu antara beda pengamatan

tersebut (periode satu hari : 24 jam).

35

J. Alat Pengukur Evaporasi

1. Piche Evaporasi

Keterangan :

a. Tabung kaca tempat air yang

berskala dalam satuan mm

b. Kawat penjepit tempat meletakkan

kertas berpori

c. Penggantung

Gambar 1.4.26. Piche evaporasi.

Deskripsi alat :

a. Satuan alat : ml

b. Satuan pengukuran : mm

c. Ketelitian alat : 0,05 ml

d. Fungsi : Mengukur penguapan

e. Prinsip kerja : Pengukuran selisih tinggi permukaan air

f. Cara kerja :

Air dalam tabung menekan kertas saring dan akan merembes pada

kertas saring akan membasahi lagi, selisih pengamatan hari pertama

dan pengamatan hari kedua diukur sebagai besarnya penguapan

pada hari itu.

g. Cara pemasangan :

Tabung diisi air dan digantung di dalam ruangan atau sangkar

meteo.

h. Cara pengamatan :

Pengamatan dilakukan sehari sekali. Mula-mula mengamati

permukaan air (PI). Pengamatan kedua dilakukan keesokan harinya.

Besarnya penguapan adalah selisih antara pengamatan pertama

dengan pengamatan kedua.

36

2. Panci Evaporasi Kelas A

Keterangan :

a. Panci evaporasi dengan diameter 120,7

cm. Tinggi 25 cm dan tebal panic 0,8 cm.

b. Rangka kayu/besi

c. Tabung peredam riak/gelombang

dengan diameter 10 cm

d. Hook (batang kait) dan skala pengukur

(nonius)

e. Sekrup pemutar batang pengukur

Gambar 1.4.27. Panci evaporasi kelas A.

Deskripsi alat :

a. Satuan alat : mm

b. Satuan pengukuran : mm

c. Ketelitian alat : 0,02 mm

d. Fungsi : Mengukur penguapan

e. Prinsip kerja : Pengukuran selisih tinggi permukaan air

f. Cara pemasangan :

Panci diletakkan di atas balok kayu yang disusun datar di atas

permukaan tanah. Air bersih dimasukkan setinggi 20cm, permukaan

air dijaga jangan kurang dari 2,5 cm dari batas tersebut, jika tinggi

air kurang dari 10 cm dari dasar dapat berakibat kesalahan hingga

15%.

g. Cara pengamatan :

1) Mula-mula ujung kail diatur dengan sekrup pemutar tepat

menyentuh permukaan air. Tinggi air kemudian dapat dibaca

pada penera.

2) Pada sore hari berikutnya, ujung kail diatur kembali sampai

menyentuh permukaan air.

3) Selisih pembacaan ke-1 (P1) dengan pembacaan ke-2 (P2)

merupakan besarnya penguapan air.

37

4) Jika terdapat hujan, rumus perhitungan evaporasi adalah :

5) Kapasitas maksimum terjadi bila terjadi hujan sebesar 50

mm pada periode pengamatan.

6) Penguapan yang terukur adalah penguapan pada permukaan

air terbuka.

38

V. PEMBAHASAN

A. Alat Pengukur Curah Hujan

1. Ombrometer tipe observatorium

Kelebihan alat ini yaitu pemakaiannya mudah dan praktis, selain itu,

ketelitian alat cukup kecil sehingga memungkinkan untuk memperoleh data hasil

pengukuran yang lebih valid. Kekurangan peralatan ini yaitu memerlukan

pengamatan berulang untuk mendapatkan data hasil karena diamati dalam periode

harian.

2. Ombrograf

Kelebihan dari ombrograf ini yaitu pengamatannya lebih efisien karena

grafik akan terbentuk secara otomatis dengan perubahan volume air di dalam

tabung penampung. Dengan data yang berbentuk grafik dapat diperoleh informasi

mengenai curah hujan secara bersinambungan dalam periode tertentu. Namun, alat

ini mempunyai kelemahan yaitu daya tampungnya hanya 60 mm sehingga tidak

bisa mengamati curah hujan lebih dari ukuran itu. Selain itu juga kelemahan pada

ketelitian alat yang mencapai 2 mm sehingga data yang dihasilkan kurang valid

dibandingkan ombrometer. Hal ini disebabkan data yang dihasilkan berdasarkan

gerakan pena yang dimungkinkan bisa bergerak juga akibat faktor selain pena

seperti halnya akibat tersenggol pengamat.

B. Alat Pengukur Kelembaban Nisbi Udara

1. Psikometer sangkar

Kelebihan dari alat ini yaitu dapat diketahui titik uap dan titik embun

sekaligus serta penggunaannya mudah. Namun kelemahan pada alat ini yaitu

kemampuan yang terbatas pada kecepatan angin dengan kisaran antara 3-5 m /

detik.

2. Sling psikometer

Kelebihan alat ini yaitu ketelitian alat hingga 0,2 C. Kelemahan dari alat ini

banyak mengeluarkan tenaga untuk mengoprasikannya dan kurang praktis.

3. Psikometer tipe Assman

Psikrometer tipe ini memiliki keunggulan dalam pengoperasian dan data

yang didapat yaitu, praktis dalam pengoperasian dengan memutar sekrup pengatur

39

pegas satu kali dan kipas akan berputar sehingga dapat mengeringkan bola basah

dan juga data yang dihasilkan cukup valid. Namun kemampuannya terbatas pada

kecepatan angin sekitar 5 m/detik.

4. Higrograf

Kelebihan alat ini yaitu dapat mengukur kelembaban relatif secara

langsung. Kelemahannya, hubungan kelembaban dan pemasangan tidak linear,

tidak terlalu teliti (sekitar 5%), meskipun rambut kuda mempunyai sifat

higroskopis yang baik.

C. Alat Pengukur Suhu Udara

1. Termometer biasa

Kelebihan alat ini adalah mudah cara pemakaian dan pengamatannya

karena air raksa yang digunakan tampak mengkilap. Sedangkan kekurangannya

adalah air raksa yang digunakan sebagai isian hanya memiliki tingkat pemuaian

kecil (volume naik hanya 0,0182 % perK).

2. Termometer Maksimum Udara

Termometer ini kelebihannya adalah adanya penyempitan pipa kapiler di

dekat reservoir. Kekurangannya adalah air raksa memiliki tingkat pemuaian kecil.

3. Termometer Minimum Udara

Termometer minimum memiliki kelebihan yaitu menggunakan zat cair

alkohol yang titik bekunya rendah sehingga dapat digunakan mengukur suhu yang

sangat rendah. Kekurangannya adalah alkohol tidak semengkilap air raksa

sehingga pengamatannya tidak terlalu jelas.

4. Termometer Maksimum Minimum Six Bellani

Alat ini memiliki kelemahan karena data yang didapat kurang valid karena

ada beda tingkat pemuaian antara raksa dan alkohol sedangkan kelebihannya yaitu

dapat diperoleh data suhu maksimum dan minimum secara bersamaan.

D. Alat Pengukur Suhu Udara Sekaligus Pengukur Kelembaban Nisbi Udara

1. Termohigrometer

Termohigrometer memiliki kelebihan diantaranya adalah suhu udara dan

kelembaban udara dapat dibaca langsung pada alat, pemasangan alat lebih

40

fleksibel; dapat dijingjing atau dipasang pada sangkar meteo, tidak perlu

melakukan penggantian kertas pias. Sedangkan kelemahan dari alat ini adalah data

yang diperoleh bersifat harian, pemasangan alat harus benar-benar terlindungi dari

pengaruh sinar matahari secara langsung dan tidak terkena tetesan air hujan.

2. Termohigrograf

Kelebihan dari alat ini yaitu menggunakan rambut ekor kuda sehinga lebih

sensitif dan lebih kuat daripada menggunakan rambut manusia. Kekurangannya

yaitu menggunakan rambut yang harus bersih dari lemak, minyak, dan debu

sehingga diperlakukan pembersihan, selain itu rambut manusia berubah panjang

2,5% akibat perubahan kelembaban nisbi udara 0-100%.

E. Alat Pengukur Suhu Air

1. Termometer Maksimum-Minimum Permukaan Air

Kelebihan termometer ini adalah dapat menunjukkan suhu maksimum dan

minimum air sekaligus dan reservoirnya aman di bawah pelindung.

Kekurangannya adalah ada beda muai antara air raksa dan alkohol sehingga alat

ini kurang teliti.

F. Alat Pengukur Suhu Air

1. Termometer maksimum-minimum air

Alat ini memiliki kelebihan yaitu alat ini dapat mengukur suhu maksimum

sekaligus suhu minimum permukaan air secara bersamaan. Sedangkan kekurangan

alat ini adalah kurang teliti karena adanya beda muai air raksa dan alkohol, sering

terjadi pemutusan kolom zat cair saat transportasi atau karena adanya adhesi yang

kuat antara cairan dan dinding kaca. Seringkali terjadi pula bahwa alkohol

menguap kemudian berkondensasi dan menempel di dinding kapiler sebelah atas.

G. Alat Pengukur Suhu Tanah

1. Termometer permukaan tanah

Alat ini memiliki kelebihan, diantaranya termometer permukaan tanah

mudah dibawa karena bersifat portable, penunjukan indeks angka lebih mudah

dilihat mengingat air raksa adalah cairan berwarna, alat memiliki pelindung

41

reservoir agar terlindung dari percikan air dan tanah sehingga tidak

mempengaruhi hasil pengamatan. Sedangkan kelemahan dari termometer

permukaan tanah adalah kemampuan terbatas hanya untuk mengukur suhu diatas

permukaan tanah, harus dilakukan pengamatan terus menerus dalam satu hari

untuk mengetahui suhu tertinggi dan terndah pada hari itu.

2. Termometer tanah selubung kayu

Alat ini memiliki kelebihan, yang diantaranya adalah mengukur suhu tanah

dengan kedalaman jeluk 0-10 cm, mudah dibawa dan dipindahtempatkan sesuai

tempat yang akan diukur. Sedangkan kelemahan alat ini adalah pengukuran suhu

terbatas pada jeluk 0-10 cm, ujung sensor jang sampai dicelup semua ke dalam

tanah karena dapat merusak sensor, pembacaan agak sulit dilakukan karena

letaknya yang terlalu rendah, selubung kayu mudah rusak.

3. Termometer tipe bengkok

Alat ini memiliki kelebihan, yang diantaranya adalah termometer tanah tipe

bengkok berfungsi untuk mengukur suhu jeluk tanah pada kedalaman 20 cm,

mudah dalam pembacaan karena bentuknya yang bengkok sedangkan kekurangan

alat ini adalah tanah harus di bor sedalam 20 cm terlebih dahulu agar termometer

tanh tipe bengkok yang terbuat dari kaca tidak rusak atau pecah.

4. Stick Termometer

Alat ini memiliki kelebihan, diantaranya adalah berfungsi untuk mengukur

suhu jeluk tanah pada kedalaman kurang lebih 100 cm, Skala suhu dapat dilihat

dengan mudah setelah suhu konstan. Termometer stick merupakan termometer

biasa yang dimodifikasi untuk pengamata suhu tanah sedangkan kekurangannya

adalah alat tidak praktis untuk dibawa atau dijinjing, mudah terjadi adhesi air

raksa dengan dinding kaca karena radiasi intensif dari sinar matahari, sehingga

bagian skala perlu dilindungi kain putih atau selubung putih yang mengikat.

5. Termometer maksimum-minimum tanah

Termometer maksimum-minumum tanah. Alat ini portable. Alat ini

memiliki kelebihan yaitu alatnya dapat dijinjing dapat mengukur hingga

kedalaman 20 cm. Sedangkan kekurangan dari alat ini adalah pemasangan

termometer harus hati-hati dan tepat karena kesalahan yang sedikit saja akan

berakibat fatal.

42

6. Termometer tanah tipe Simons

Alat ini memiliki kelebihan, diantaranya berfungsi untuk mengukur suhu

jeluk tanah pada kedalaman kurang lebih 50 cm. Sedangkan kekurangan alat ini

adalah alat tidak praktis untuk dibawa atau dijinjing, tanah dibuat lubang dengan

bor sedalam 50 cm sebelum reservoir dimasukkan, pembacaan termometer harus

dilakukan secara cepat saat skala terlihat, sementara termometer tidak bisa dibaca

langsung tetapi harus diangkat selubungnya.

H. Alat Pengukur Intensitas Penyinaran

1. Aktinograf Dwi Logam

Kelebihan dari aktinograf dwi logam adalah dapat dipergunakan untuk

keperluan pencatatan rutin, harga relatif tidak mahal, dan dapat dijinjing

(portable). Kekurangan alat ini adalah aktinograf dwi logam hanya merekam

intensitas radiasi gelombang pendek matahari total, sehingga sensor yang

disungkup dengan kubah kaca yang disyaratkan kedap terhadap radiasi gelombang

panjang serta kelambanan dalam pembacaan sekitar 5 menit dengan nilai

kesalahan sekitar 10-15%.

I. Alat Pengukur Kecepatan Angin

1. Cup Anemometer

Cup anemometer digunakan untuk pengamatan harian. Kelebihan alat ini

adalah hasil pengukurannya dapat mewakili angin sampai ketinggian 10 m dari

tanah jika tidak penghalang. Kekurangan dari alat ini adalah penempatannya yang

di atap bangunan akan menghasilkan pengukuran yang kurang akurat.

2. Hand Anemometer

Kelebihan dari hand anemometer adalah bersifat portable dan dilengkapi

skala beaufort (skala kasar kecepatan angin sesaat yang dapat diduga dari gejala

alam). Alat ini mempunyai kekurangan yaitu hanya mampu mengamati kecepatan

angin sesaat sehingga pengamatan skala harus cepat.

43

3. Biram Anemometer

Alat ini bekerja pada sistem mekanik dan digunakan untuk pengamatan

periode pendek. Kelebihan alat ini adalah praktis digunakan, namun kekurangan

dari alat ini yaitu pengamatan baru bisa dilakukan pada hari berikutnya.

J. Alat Pengukur Evaporasi

1. Piche Evaporasi

Alat ini bekerja berdasarkan prinsip pengukuran selisih tinggi permukaan

air yaitu selisih tinggi air hari pertama dan hari kedua. Kelebihan dari piche

evporimeter adalah penggunaanya lebih mudah dan murah. Kekurangan alat ini

adalah tidak dapat mengukur secara langsung baik penguapan dari permukaan air

dalam alam, evapotranspirasi nyata, maupun evapotransporasi potensial.

2. Panci Evaporasi Kelas A

Prinsip dari alat ini sama dengan piche evaporimeter, perbedaanya yaitu

menggunakan hook dan skala nonius dengan prinsip pelampung. Kelebihan dari

alat ini ketelitian dapat mencapai 0.02 mm dan merupakan dasar berbagai teknik

untuk memperkirakan penguapan danau atau evapotranspirasi. Namun

kekurangan dari alat ini kesalahan yang besar dari pengukuran evaporasi terletak

pada tinggi air dalam panci, muka air selamanya dikembalikan pada tinggi semula

yaitu 5cm di bawah bibir panci.

K. AWS (Automatic Weather Stations)

AWS (Automatic Weather Station) digunakan untuk mengamati unsur-unsur

cuaca dan iklim secara otomatis untuk pemanfaatannya diarahkan ke sektor

pertanian. Unsur-unsur cuaca/iklim yang diamati di AWS antara lain: curah hujan,

arah dan kecepatan angin, suhu udara, kelembapan udara, radiasi matahari dan

evaporasi. Suatu pos ini terdiri atas 3 bagian yaitu peralatan pengukuran, peralatan

perekam dan pengolahan data serta peralatan penunjang. Peralatan pengukuran

terdiri atas sensor untuk: curah hujan, arah dan kecepatan angin, suhu udara,

kelembapan udara, radiasi matahari dan evaporasi (penguapan. Peralatan perekam

dan pengolahan data berupa data logger. Peralatan penunjang yaitu power supply,

modem, pagar, tiang utama AWS 13 meter, box panel dan penangkal petir.

44

Peralatan-peralatan ini bekerja secara otomatis dan online selama 24 jam. Seluruh

hasil pembacaan sensor masuk ke dalam data logger kemudian data dikirim

modem ke server di BMKG pusat. Selanjutnya data diproses dan hasilnya dapat

digunakan instansi pertanian terkait juga peringatan iklim ekstrim (Khairullah,

2014).

AWS yang terdapat di Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada

menggunakan tenaga matahari yang terhubung ke accu battery di dalam box.

Kerja AWS menggunakan sistem radio yang dipancarkan melalui frekuensi

tertentu kemudian diterima oleh radio di Laboratorium Agroklimatologi. Data

analog yang diperoleh dari sensor diubah menjadi data digit oleh data logger, data

digit inilah yang diterima oleh komputer yang sudah terpasang software AWS di

Laboratorium Agroklimatologi.

Gambar 1.5.1. Denah stasiun meteorologi Fakultas Pertanian UGM.

45

VI. KESIMPULAN

A. Stasiun meteorologi pertanian adalah suatu tempat untuk mengadakan

pengamatan secara terus menerus keadaan lingkungan (atmosfer). Alat

yang digunakan dalam mengukur iklim yakni antara lain: alat pengukur

curah hujan, alat pengukur kelembaban nisbi udara, alat pengukur suhu

udara, alat pengukur suhu tanah, alat pengukur suhu angin, alat pengukur

panjang penyinaran, alat pengukur intensitas penyinaran, alat pengukur

kelembaban nisbi udara sekaligus mengukur suhu udara, dan alat pengukur

intensitas penyinaran.

B. Prinsip kerja alat-alat adalah sebagai berikut:

1. Ombrometer tipe observatorium : Penampung curah hujan.

2. Ombrograf : Prinsip pelampung.

3. Psikrometer sangkar : Prinsip termodinamika.

4. Sling psikrometer : Prinsip termodinamika.

5. Psikrometer tipe Assman : Prinsip termodinamika.

6. Higrograf : Perubahan panjang higroskopis.

7. Termometer biasa : Kepekaan zat cair terhadap perubahan suhu.

8. Termometer maksimum udara : Muai ruang air raksa.

9. Termometer minimum udara : Muai ruang alkohol.

10. Termometer maks-min Six Bellani : Muai ruang zat cair.

11. Termohigrometer : Muai dwi logam, higroskopis rambut.

12. Termohigrograf : Muai dwi logam, higroskopis rambut.

13. Termometer maks-min permukaan air : Muai zat cair.

14. Termometer permukaan tanah : Muai zat cair.

15. Termometer selubung kayu : Muai ruang zat cair.

16. Termometer tanah tipe bengkok : Muai ruang zat cair.

17. Termometer tanah tipe Simons : Muai ruang zat cair.

18. Stick termometer : Muai kawat dengan lilitan kumparan pada bejana.

19. Termometer maks-min tanah : Muai ruang zat cair tabung Bourdan.

20. Solarimeter tipe Jordan : Reaksi fotokhemis.

21. Solarimeter tipe Compbell-Stokes : Pemfokusan sinar matahari.

22. Aktinograf dwi logam : Beda muai logam hitam dan putih.

46

23. Cup anemometer : Sistem mekanik.

24. Hand anemometer : Sistem GGL induksi.

25. Biram anemometer : Mengukur kecepatan angin periode pendek.

26. Piche evaporasi : Pengukuran selisih tinggi permukaan air.

27. Panci evaporasi kelas A : Pengukuran selisih tinggi permukaan air.

47

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Pengenalan Alat-Alat.

<http://www.klimatologibanjarbaru.com/artikel /2008/12/pengenalan-

alat-alat/>. Diakses tanggal 17 September 2014.

Colbo K. And Robert A. W. 2009. Accuracy of the IMET sensor package in the

subtropics. Journal of Atmospheric and Oceanic Technology Vol 26 :

1867- 1890.

Elder, K., Don C, Angus G, Paul H., Glen E. L., Larry M., and Nick R. 2009.

NASA cold land processes experiment (clpx 2002/03): ground-based and

near-surface meteorological observations. Journal of Hydrometeorology

10 : 330 -337.

Hermawan, E. 2010. Pengelompokkan pola curah hujan yang terjadi di beberapa

kawasan P. Sumatera berbasis hasil analisis tekanik spektral. Jurnal

Meteorologi dan Geofisika 11(2) : 75 – 85.

Khairullah. 2014. Sekilas Tentang AAWS di Kalimantan Selatan.

<http://www.klimatologibanjarbaru.com/lain-lain/artikel/aaws/>. Diakses

21 September 2014.

Neiburger, M. 1982. Understanding our Atmospheric Environment. Freeman

Company, New York and Oxford.

Prawiroardoyo, S. 1996. Meteorologi. Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Wisnubroto, S. 2000. Meteorologi Pertanian Indonesia. Mitra Gama Widya,

Yogyakarta.

48

LAMPIRAN

49

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM KLIMATOLOGI DASAR

ACARA II

PENGAMATAN CUACA MIKRO

Oleh:

Suryati Purba (13307)

Ribka Gupita Hapsari (13322)

Fachry Husein Rosyadi (13224)

Ridya Nastitie (13325)

Wita Dian Sharli (13343)

Pridana Intan Susanti (13385)

Golongan/Kelompok : A1/3

Asisten : Ramot Christian

LABORATORIUM AGROKLIMATOLOGI

JURUSAN TANAH

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2014

50

ACARA II

PENGAMATAN CUACA MIKRO

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Iklim merupakan faktor yang berpengaruh dalam kegiatan pertanian.

Pengaruh unsur-unsur cuaca dan iklim menjadi sangat penting bagi kelangsungan

kegiatan pertanian terutama perkembangan tanaman. Unsur-unsur cuaca mampu

memberikan dampak positif yaitu meningkatkan hasil panen.

Unsur-unsur cuaca bekerja saling mempengaruhi. Sebagai contoh sewaktu

intensitas cahaya meningkat, suhu udara juga akan turut meningkat yang

menyebabkan rendahnya kelembaban sehingga penguapan menjadi tinggi dan

awan yang ada di angkasa bertambah banyak. Apabila awan tersebut mengalami

kondensasi dapat menyebabkan turunnya hujan. Dengan mempelajari unsur-unsur

cuaca, waktu musim tanam dan hubungannya dengan pemilihan tanaman dapat

diketahui.

B. Tujuan

1. Mengenal cara-cara mengukur anasir cuaca mikro.

2. Mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap cuaca mikro.

3. Mengetahui cuaca mikro pada berbagai ekosistem.

51

II. TINJAUAN PUSTAKA

Iklim mikro adalah faktor-faktor kondisi iklim setempat yang memberikan

pengaruh langsung terhadap lingkungan. Iklim mikro merupakan iklim di lapisan

udara dekat permukaan bumi dengan ketinggian 2 m, dimana pada daerah ini

pergerakan udara lebih kecil karena permukaan bumi yang kasar dan perbedaan

suhu yang besar. Iklim mikro meliputi suhu, kelembaban dan cahaya (Bunyamin

dan Aqil, 2010).

Iklim mikro sangat penting untuk memperbesar peluang

keberhasilan budidaya tanaman. Salah satu caranya adalah dengan substitusi

unsur iklim partial. Substitusi unsur iklim parsial tersebut dapat dilaksanakan

sampai batas tertentu. Misalnya dengan membuat naungan yang baik, naungan

fisik maupun naungan biologis untuk radiasi matahari yang terlalu tinggi,

membangun green house untuk suhu yang terlalu rendah atau hujan yang terlalu

banyak, meratakan angin dan lain-lain (Wisnubroto, 2000).

Kondisi iklim mikro bergantung pada beberapa faktor seperti suhu,

kelembaban udara, angin, penguapan, dll. Tipe tanah yang ada juga

mempengaruhi iklim mikro. Karakteristik permukaan tanah juga penting, tanah

dengan warna yang lebih terang lebih memantulkan dan kurang merespon

terhadap pemanasan harian. Hal lain yang berpengaruh terhadap iklim mikro

adalah kemampuan tanah untuk menyerap atau mempertahankan uap air, yang

bergantung pada komposisi tanah dan penggunaannya. Keberadaan vegetasi juga

berperan penting untuk mengontrol penguapan air ke udara melalui proses

transpirasi. Vegetasi atau tumbuhan bisa juga menutupi tanah di bawahnya dan

mempengaruhi perbedaan suhu (Anonim, 2010). Vegetasi secara langsung

memberikan pengaruh kepada kondisi iklim mikro yang ada melalui modifikasi

radiasi matahari dan suhu tanah. Keberadaan tanaman juga mempengaruhi tingkat

evapotranspirasi (Villegasa et al., 2010).

Modifikasi iklim mikro disekitar tanaman terutama tanaman hortikultura

merupakan suatu usaha yang telah banyak dilakukan agar tanaman yang

dibudidayakan dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Kelembaban udara

dan tanah, suhu udara dan tanah merupakan komponen iklim mikro yang sangat

52

mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan masing-masing berkaitan mewujudkan

keadaan lingkungan optimal bagi tanaman (Landsberg,1981).

Penyebaran berbagai jenis tumbuhan akan dibatasi oleh kondisi iklim dan

tanah serta daya adaptasi dari masing-masing spesies tumbuhan tersebut.

Sesungguhnya hubungan antara vegetasi dan iklim merupakan hubungan saling

pengaruh. Selain iklim dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan

tanaman, keberadaan vegetasi juga dapat mempengaruhi iklim di sekitarnya.

Semakin besar total biomassa vegetasi yang terlibat dan semakin nyata

pengaruhnya terhadap iklim wilayah tersebut. Peran vegetasi mirip bentang dan

air. Hal ini disebabkan karena tumbuhan mengandung banyak air dan tumbuhan

menyumbang banyak uap air ke atmosfer melalui proses transpirasi

(Tjasjono,1999).

Anasir iklim mikro yang mempengaruhi pertumbuhan antara lain:

1. Kecepatan Angin

Angin menyebabkan kenaikan penguapan. Namun keadaan tersebut

dapat menguntungkan jika diikuti kelembaban yang cukup. Di daerah kering

angin memiliki pengaruh yang sangat buruk karena dapat menambah

kekeringan di daerah tersebut. Angin mempunyai pengaruh mekanis yang

besar (Vink, 1984).

2. Suhu Udara

Suhu udara dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu :

a. Tinggi rendahya suatu tempat

Semakin tinggi suatu wilayah, semakin rendah suhu udaranya.

b. Jarak suatu tempat dari pantai

Semakin dekat suatu tempat dari pantai, semakin tinggi suhu

udaranya.

c. Penyerapan sinar matahari oleh permukaan bumi

Semakin banyak sinar matahari yang dipantulkan ke angkasa,

suhu udara akan semakin tinggi (efek rumah kaca).

53

3. Suhu Tanah

Suhu tanah merupakan salah satu faktor tumbuh tanaman penting

seperti air, udara dan hara. Proses pertumbuhan tanaman dari akar tanaman

dan mikroba tanah langsung dipengaruhi oleh suhu tanah.

4. Curah Hujan

Informasi atas curah hujan yang terbaik didapat dari sebuah ukuran

yang dipertahankan dalam lahan itu sendiri. Informasi tersebut tersedia dalam

catatan curah hujan. Catatan curah hujan harian lebih bermanfaat, tetapi jika

ini tidak tersedia, maka curah hujan bulanan dapat digunakan (Weisner, 2001).

5. Kelembaban Udara

Kelembaban udara merupakan kandungan uap air di udara. Udara

mudah menyerap kelengasan dalam bentuk uap air. Banyaknya uap air

bergantung pada suhu udara dan suhu air. Semakin tinggi suhu udara, semakin

banyak uap air yang dapat disimpan oleh udara (Wilson, 1993). Semakin

tinggi suatu tempat maka kelembaban udara di tempat tersebut akan semakin

tinggi.

6. Radiasi Matahari

Radiasi matahari merupakan unsur iklim/cuaca yang mempengaruhi

keadaan unsur iklim/cuaca lainnya. Perbedaan penerimaan radiasi surya antar

tempat di permukaan bumi akan menciptakan pola angin yang selanjutnya

dapat mempengaruhi curah hujan suhu udara, kelembaban nisbi udara, dll.

Lama penyinaran juga dapat berpengaruh terhadap aktivitas makhluk

hidup dan metabolisme yang berlangsung pada makhluk hidup misalnya pada

tanaman. Penyinaran yang lama akan dimanfaatkan oleh tanaman untuk proses

fotosintesis. Pergeseran garis edar matahari menyebabkan terjadinya

perbedaan lama penyinaran antar tempat. Semakin jauh letak tempat dari

ekuator, fluktuasi lama penyinaran matahari akan semakin besar (Lakitan,

1994).

54

III. METODOLOGI

Percobaan acara II praktikum Klimatologi Dasar tentang pengamatan

cuaca mikro yang dilaksanakan pada hari Senin, 22 September 2014 dilakukan di

dua daerah yang berbeda yaitu daerah berkanopi dan daerah tanpa kanopi.

Pengamatan ini dilakukan di area lembah UGM dimulai pukul 14.00.

Alat-alat yang digunakan adalah termometer biasa untuk mengukur suhu

udara, termohigrometer untuk mengukur kelembaban nisbi udara, luxmeter untuk

mengukur intensitas cahaya, digital anemometer untuk mengukur kecepatan

angin, stick termometer untuk mengukur suhu tanah, serta statif untuk

menggantung termometer yang dipasang pada ketinggian 25 cm, 75 cm, dan 150

cm dari permukaan tanah.

Dua tempat yang memiliki keadaan yang berbeda yaitu daerah yang

berkanopi dan daerah tanpa kanopi dipilih untuk mengadaakan percobaan

pengamatan cuaca mikro kali ini. Kemudian statif ditancapkan ke tanah dan

dipasang dengan termometer pada aras 25 cm, 75 cm, dan 150 cm dari permukaan

tanah. Pengamatan diukur setiap 10 menit berturut-turut sehingga mencapai 5 kali

pengamatan .

Termometer biasa ditancapkan di tanah pada jeluk 0 cm, 10 cm, dan 20 cm

dari permukaan tanah. Pengamatan dilakukan pada setiap jeluk pada setiap

pengambilan data setiap 10 menit sekali 10 menit pertama dilakukan pada jeluk

0cm, setelah itu dimasukkan hingga mencapai jeluk 10 cm, setelah sepuluh menit

dicatat lagi hasilnya pada tabel pengamatan. Kemudian termometer biasa

dimasukkan lagi pada jeluk 20 cm, setelah sepuluh menit dicatat hasil

pengamatannya pada tabel pengamatan.

Pada waktu yang bersamaan digital anemometer disiapkan sebelum waktu

ditentukan. Setelah memasuki waktu yang ditentukan yaitu bersama-sama dengan

waktu yang lainnya dimulai, digital anemometer diangkat ke atas agar tidak

terhalang dengan penghalang. Setiap sepuluh menit hasil pengamatan dicatat.

Pengamatan dilakukan setiap 10 menit berturut-turut sehingga mencapai 5 kali

pengamatan .

55

Pada pengukuran intensitas cahaya digunakan luxmeter. Alat ini memiliki

tiga skala dengan tombol pengatur di sebelah kanannya. Mula-mula diatur pada

skala yang paling rendah dengan posisi tombol pengatur ada di paling bawah,

apabila jarum penunjuk melebihi batas skala maka tombol dinaikkan dan

pembacaan skala berubah dengan membaca skala di atas skala yang sebelummya

dibaca. Begitu seterusnya. Sensor cahaya berada di atas luxmeter jika sudah tidak

digunakan maka ditutup kembali agar terlindung dari sinar matahari sehingga

tidak terjadi pengukuran intensitas cahaya. Pengamatan dilakukan setiap 10 menit

berturut-turut sehingga mencapai 5 kali pengamatan .

56

IV. HASIL PENGAMATAN

A. Suhu Udara

Tabel 2.4.1. Suhu udara tiap aras.

NO TITIK WAKTU

PENGAMATAN

ARAS

PENGAMATAN

STRATA

KANOPI TANPA

KANOPI

1 10 menit

25 cm 32°C 34.5°C

75 cm 31°C 33°C

150 cm 32°C 34°C

2 20 menit

25 cm 32°C 33°C

75 cm 30°C 32°C

150 cm 32°C 34°C

3 30 menit

25 cm 32°C 33°C

75 cm 30°C 33°C

150 cm 31.5°C 31°C

4 40 menit

25 cm 32°C 33°C

75 cm 30°C 34°C

150 cm 31.8°C 32°C

5 50 menit

25 cm 31.8°C 32°C

75 cm 30°C 31°C

150 cm 31.5°C 33°C

57

B. Kelembaban Nisbi Udara

Tabel 2.4.2. Kelembaban nisbi udara tiap aras.

NO TITIK WAKTU

PENGAMATAN

ARAS

PENGAMATAN

STRATA

KANOPI TANPA

KANOPI

1 10 menit

25 cm 30% 21%

75 cm 31% 21%

150 cm 31% 26%

2 20 menit

25 cm 32% 31%

75 cm 32% 31%

150 cm 32% 31%

3 30 menit

25 cm 31% 32%

75 cm 31% 31%

150 cm 31% 31%

4 40 menit

25 cm 31% 32%

75 cm 30% 31%

150 cm 30% 31%

5 50 menit

25 cm 32% 33%

75 cm 31% 33%

150 cm 32% 32%

58

C. Suhu Tanah

Tabel 2.4.3. Suhu tanah tiap jeluk.

NO TITIK WAKTU

PENGAMATAN

JELUK

PENGAMATAN

STRATA

KANOPI TANPA

KANOPI

1 10 menit

0 cm 31.1°C 30.8°C

10 cm 31.3°C 30.2°C

20 cm 31.5°C 31.3°C

2 20 menit

0 cm 31.4°C 30.8°C

10 cm 31.6°C 30.5°C

20 cm 31.4°C 30.1°C

3 30 menit

0 cm 30.1°C 30.5°C

10 cm 30.5°C 30.1°C

20 cm 30.6°C 29.8°C

4 40 menit

0 cm 30°C 30.7°C

10 cm 30.5°C 30.2°C

20 cm 30.6°C 29.1°C

5 50 menit

0 cm 30.3°C 31.3°C

10 cm 30.3°C 30.9°C

20 cm 30.5°C 30.6°C

D. Kecepatan Angin

Tabel 2.4.4. Kecepatan angin berkanopi-tanpa kanopi.

NO TITIK WAKTU

PENGAMATAN

ARAS/JELUK

PENGAMATAN

STRATA

KANOPI TANPA

KANOPI

1 10 menit 2.5 m/s 1.5 m/s

2 20 menit 2 m/s 5.2 m/s

3 30 menit 1.6 m/s 3 m/s

4 40 menit 0.5 m/s 3.4 m/s

5 50 menit 0.4 m/s 4.4 m/s

59

E. Intensitas Penyinaran

Tabel 2.4.5. Intensitas penyinaran berkanopi-tanpa kanopi.

NO TITIK WAKTU

PENGAMATAN

ARAS/JELUK

PENGAMATAN

STRATA

KANOPI TANPA

KANOPI

1 10 menit 60 Fc 220 Fc

2 20 menit 50 Fc 220 Fc

3 30 menit 55 Fc 220 Fc

4 40 menit 70 Fc 240 Fc

5 50 menit 60 Fc 200 Fc

60

V. PEMBAHASAN

A. Suhu Udara

Suhu udara adalah keadaan panas atau dinginnya udara. Alat untuk

mengukur suhu udara atau derajat panas disebut termometer. Suhu udara tertinggi

di muka bumi adalah didaerah tropis (sekitar ekuator) dan makin ke kutub

semakin dingin.

Suhu udara bervariasi menurut tempat dan dari waktu ke waktu di

permukaan bumi. Menurut tempat suhu udara bervariasi secara vertikal dan

horizontal dan menurut waktu dari jam ke jam dalam sehari, dan menurut bulanan

dalam setahun. Suhu dipermukaan bumi makin rendah dengan bertambahnya

lintang seperti halnya penurunan suhu menurut ketinggian. Bedanya, pada

penyebaran suhu secara vertikal permukaan bumi merupakan sumber pemanas

sehingga semakin tinggi tempat maka semakin rendah suhunya. Rata-rata

penurunan suhu udara menurut ketinggian contohnya di Indonesia sekitar 5 ˚C – 6

˚C tiap kenaikan 1000 meter. Pada umumnya suhu maksimum terjadi sesudah

tengah hari, biasannya antara jam 12.00 dan jam 14.00, dan suhu minimun terjadi

pada jam 06.00 waktu lokal atau sekitar matahari terbit.

1. Suhu udara aras 25 cm

Grafik 2.5.1. Suhu udara aras 25 cm.

30

30.5

31

31.5

32

32.5

33

33.5

34

34.5

35

10 20 30 40 50

Suh

u (

°C)

Waktu (menit)

kanopi tanpa kanopi

Ultimate
Highlight
Ultimate
Highlight
Ultimate
Highlight

61

Grafik suhu udara pada aras 25 cm, menunjukkan suhu udara yang

diukur pada 10 menit pertama dengan frekuensi 10 menit sekali hingga 5 kali

pengukuran di udara yang berkanopi dan di udara yang tidak berkanopi. Dari

grafik, dapat dilihat bahwa pada pengukuran pertama, kedua, hingga

pengukuran yang ke lima, udara yang berkanopi suhunya lebih tinggi

dibanding udara yang tidak berkanopi yakni pada udara berkanopi 32 ºC

sedangkan pada udara tanpa kanopi 34,5 ºC pada pengukuran pertama. Pada

pengukuran kedua, udara yang berkanopi mencapai suhu 32 ºC sedangkan

pada udara yang tanpa kanopi, suhu 33 ºC. Pada pengukuran ketiga, udara

yang berkanopi mencapai suhu 32 ºC sedangkan pada udara yang tanpa

kanopi, suhu udara mencapai 33 ºC. Pada pengukuran keempat, udara yang

berkanopi tetap pada suhu 32 ºC sedangkan pada udara yang tanpa kanopi,

suhu udara juga tetap pada 33 ºC. Namun, pada pengukuran kelima, suhu

udara yang berkanopi turun pada suhu 31,8 ºC sedangkan pada udara yang

tanpa kanopi, suhu udara juga turun menjadi 32 ºC. Keadaan pada pengukuran

pertama hingga kelima dengan pengukuran suhu udara aras 25 cm yakni pada

kondisi suhu udara tanpa kanopi lebih tinggi daripada suhu udara yang

berkanopi.

Pengukuran suhu suatu benda dan pengukuran di berbagai tempat pada

dasarnya merupakan pengukuran yang tidak langsung. Pada proses

pengukuran, umumnya terjadi perpindahan panas dari tempat yang akan

diukur suhunya dengan alat pengukur suhu. Suhu yang terbaca pada alat

pengukur suhu. Suhu yang terbaca pada alat pengukur suhu adalah suhu

setelah terjadi kesetaraan, suhu antara benda yang diukur tersebut dengan alat

pengukur suhu. Jadi, bukan suhu benda pada saat sebelum terjadi kontak

antara benda yang akan diukur tersebut dengan alat pengukur. Alat pengukur

suhu disebut thermometer. Termometer pada dasarnya merupakan instrumen

yang terdiri dari bahan yang perubahan sifat fisiknya, karena perubahan suhu

dapat mudah diukur. Sifat fisik yang berubah tersebut dapat berupa perubahan

volume gas, pemuaian logam, perubahan daya hantar listrik atau sifat-sifat

fisik lainnya. Masing-masing jenis termometer akan mempunyai skala yang

62

berbeda. Oleh sebab itu, perlu dikalibrasi dengan termometer yang dijadikan

patokan (standar).

2. Suhu udara aras 75 cm

Grafik 2.5.2. Suhu udara aras 75 cm.

Grafik suhu udara pada aras 75 cm, juga menunjukkan suhu udara

yang diukur pada 10 menit pertama dengan frekuensi 10 menit sekali hingga 5

kali pengukuran di udara yang berkanopi dan di udara yang tidak berkanopi.

Dari grafik, dapat dilihat bahwa pada pengukuran pertama hingga pengukuran

kelima, udara yang berkanopi suhunya lebih tinggi dibanding udara yang tidak

berkanopi yakni pada udara berkanopi 31ºC sedangkan pada udara tanpa

kanopi 33 ºC pada pengukuran pertama. Pada pengukuran kedua, udara yang

berkanopi mencapai suhu 30 ºC sedangkan pada udara yang tanpa kanopi,

suhu pada 32ºC. Pada pengukuran ketiga, udara yang berkanopi tetap pada

suhu 30 ºC sedangkan pada udara yang tanpa kanopi, suhu pada 33 ºC. Pada

pengukuran keempat, udara yang berkanopi masih tetap pada suhu 30 ºC

sedangkan pada udara yang tanpa kanopi, suhu pada 34 ºC. Pada pengukuran

kelima, udara yang berkanopi masih tetap pada suhu 30 ºC sedangkan pada

udara yang tanpa kanopi, suhu pada 31 ºC.

28

29

30

31

32

33

34

35

10 20 30 40 50

Suh

u (

°C)

Waktu (menit)

kanopi tanpa kanopi

63

Hal ini disebabkan karena pertukaran udara antara suhu udara yang

panas dengan suhu yang dingin pada daerah yang berkanopi berlangsung

sangat lambat. Ini dikarenakan udara panas yang diterimanya tidak dapat

secara bebas berpindah karena terhambat oleh kanopi-kanopi sehingga suhu

udaranya bergerak turun lebih lambat daripada daerah yang tidak berkanopi.

Suhu dipermukaan bumi makin rendah dengan bertambahnya lintang

seperti halnya penurunan suhu menurut ketinggian. Bedanya, pada penyeberan

suhu secara vertikal permukaan bumi merupakan sumber pemanas sehingga

semakin tinggi tempat maka semakin rendah suhunya. Rata-rata penurunan

suhu udara menurut ketinggian contohnya di Indonesia sekitar 5 ˚C – 6 ˚C tiap

kenaikan 1000 meter. Karena kapasitas panas udara sangat rendah, suhu udara

sangat pekat pada perubahan energi dipermukaan bumi.

3. Suhu udara aras 150 cm

Grafik 2.5.3. Suhu udara aras 150 cm.

Grafik suhu udara pada aras 150 cm, menunjukkan suhu udara yang

diukur pada 10 menit pertama dengan frekuensi 10 menit sekali hingga 5 kali

pengukuran di udara yang berkanopi dan di udara yang tidak berkanopi. Dari

grafik, dapat dilihat bahwa pada pengukuran pertama, kedua, keempat, dan

kelima, udara yang berkanopi suhunya lebih rendah dibanding udara yang

29.5

30

30.5

31

31.5

32

32.5

33

33.5

34

34.5

10 20 30 40 50

Suh

u (

°C)

Waktu (menit)

kanopi tanpa kanopi

64

berkanopi yakni pada udara berkanopi 32 ºC sedangkan pada udara tanpa

kanopi 34 ºC pada pengukuran pertama. Pada pengukuran kedua, udara yang

berkanopi tetap pada suhu 32 ºC sedangkan pada udara yang tanpa kanopi,

suhu juga tetap pada 34 ºC. Pada pengukuran ketiga, udara yang berkanopi

mencapai suhu 31,5 ºC sedangkan pada udara yang tanpa kanopi, suhu pada

31 ºC. Pada pengukuran keempat, udara yang berkanopi mencapai suhu

31,8ºC sedangkan pada udara yang tanpa kanopi, suhu pada 32ºC. Pada

pengukuran kelima, udara yang berkanopi mencapai suhu 31,5ºC sedangkan

pada udara yang tanpa kanopi, suhu pada 33ºC.

Hal ini disebabkan oleh faktor mekanisme udara pada daerah yang

tidak berkanopi sangat ekstrem karena dipengaruhi secara tidak langsung oleh

radiasi sinar matahari yang datang. dengan terlebih dahulu melewati kanopi

pada pepohonan, sehingga suhunya mengalami perubahan yang cukup

besar.Dalam kenyataannya, sebenarnya apabila cuaca pada saat itu cerah dan

tidak hujan, akan terdapat data yang normal yaitu suhu pada daerah yang tak

berkanopi akan bersuhu lebih tinggi daripada yang berkanopi. Ini disebabkan

karena sinar yang datang dari matahari akan langsung menyentuh darat tanpa

harus terhalang oleh awan tebal. Dalam pembahasan mengenai suhu udara

dapat disimpulkan bahwa anasir cuaca lain yang memberi pengaruh paling

besar terhadap suhu udara adalah panjang penyinaran serta kelembaban udara.

Semakin panjang penyinaran yang terjadi, semakin kuat radiasi yang sampai

ke bumi, maka suhu udaranya semakin naik, dan pada akhirnya membuat

kelembaban udaranya berkurang menjadi semakin lembab.

65

4. Suhu udara berkanopi

Grafik 2.5.4. Suhu udara berkanopi.

Grafik suhu udara berkanopi, menunjukkan suhu udara yang diukur

pada 10 menit pertama dengan frekuensi 10 menit sekali hingga 5 kali

pengukuran pada aras 25 cm, 75 cm dan 150 cm. Pada penyebaran suhu secara

vertikal permukaan bumi merupakan sumber panas sehingga semakin tinggi

tempat maka semakin rendah suhunya. Berdasarkan hasil pengamatan yang

berfluktuasi diperoleh suhu udara tertinggi pada aras 25 cm sedangkan yang

terendah pada aras 75 cm. Ketidaksesuaian dengan teori dapat terjadi karena

pengamatan dilakukan di tempat yang berkanopi vegetasi sehingga udara pada

aras yang tinggi cenderung lebih sejuk dibanding aras 75 cm karena adanya

proses fotosintesis yang dilakukan oleh vegetasi yang berperan sebagai

kanopi.

29

29.5

30

30.5

31

31.5

32

32.5

10 20 30 40 50

Suh

u (

°C)

Waktu (menit)

25 cm 75 cm 150 cm

66

5. Suhu udara tak berkanopi

Grafik 2.5.5. Suhu udara tak berkanopi.

Grafik suhu udara tak berkanopi, menunjukkan suhu udara yang diukur

pada 10 menit pertama dengan frekuensi 10 menit sekali hingga 5 kali

pengukuran pada aras 25 cm, 75 cm dan 150 cm. Pada penyebaran suhu secara

vertikal permukaan bumi merupakan sumber panas sehingga semakin tinggi

tempat maka semakin rendah suhunya. Berdasarkan hasil pengamatan yang

berfluktuasi diperoleh suhu udara tertinggi pada aras 25 cm sedangkan yang

terendah pada aras 75 cm. Ketidaksesuaian dengan teori dapat terjadi karena

pengamatan dilakukan di tempat yang tidak berkanopi angin yang berhembus

cukup kencang sehingga udara pada aras yang tinggi cenderung lebih sejuk

dibanding aras 75 cm.

B. Kelembaban Nisbi Udara

Kelembaban udara merupakan banyaknya uap air yang dikandung oleh

udara pada suhu dan tekanan tertentu. Dalam pengukuran cuaca ini cenderung

digunakan kelembaban nisbi untuk menyatakan nilai kelembaban udara.

Kelembaban nisbi sendiri merupakan perbandingan jumlah uap air yang

terkandung terhadap jumlah uap air maksimum yang dapat ditampung oleh udara

pada suhu dan tekanan tertentu. Pada praktikum ini dilakukan pengukuran

29

30

31

32

33

34

35

10 20 30 40 50

Suh

u (

°C)

Waktu (menit)

25 cm 75 cm 150 cm

67

kelembaban udara pada dua tempat yang berbeda, yaitu pada tempat berkanopi

dan tempat tak berkanopi pada beberapa nilai ketinggian di atas permukaan tanah

(25 cm, 75 cm, dan 150 cm).

1. Kelembaban nisbi udara aras 25 cm

Grafik 2.5.6. Kelembaban nisbi udara aras 25 cm.

Grafik di atas merupakan grafik antar dua daerah, yaitu berkanopi dan

tak berkanopi, yang menunjukkan kelembaban nisbi udara pada aras 25

cm.Pada daerah berkanopi, kelembaban udara seharusnya lebih tinggi

daripada daerah yang tak berkanopi, sebab dengan adanya kanopi

menyebabkan sinar matahari tidak dapat diteruskan sampai ke permukaan

tanah. Sedangkan, naik turunnya kelembaban udara pada setiap 10 menit

pengamatan dipengaruhi oleh waktu pengamatan (semakin siang) dan tempat

meletakkan alat yang digunakan untuk pengamatan. Pada daerah tak

berkanopi, kelembaban udaranya mengalami kenaikan dan penurunan

bergantian hingga akhir pengamatan. Hal ini disebabkan keadaan tempat yang

agak terbuka sehingga mendapatkan sinar matahari secara langsung,

banyaknya jumlah sinar matahari yang mengenai alat menyebabkan kenaikan

tekanan udara secara drastis. Beberapa hal lain yang menyebabkan naik

turunnya kelembaban nisbi udara di sekitar areal pemasangan alat adalah

ketinggian aras yang dekat dengan permukaan tanah. Pada daerah berkanopi,

0

5

10

15

20

25

30

35

10 20 30 40 50

Per

sen

(%

)

Waktu (menit)

kanopi tanpa kanopi

68

keadaan udara di sekitar areal pemasangan alat memiliki kelembaban yang

lebih tinggi dibandingkan keadaan udara dearah tak berkanopi yang

keadaannya cukup panas, selain pengaruh sinar matahari langsung, juga

adanya pengaruh tanah yang menyebabkan suasana lembab di daerah

berkanopi dan panas di daerah tak berkanopi.

2. Kelembaban nisbi udara aras 75 cm

Grafik 2.5.7. Kelembaban nisbi udara aras 75 cm.

Pada ketinggian 75 cm di atas permukaan tanah, kelembaban nisbi

udara secara umum tidak berbeda jauh dengan ketinggian 25 cm. Rerata

kelembaban udara pada tempat tak berkanopi masih lebih tinggi dibandingkan

dengan rerata kelembaban udara pada tempat berkanopi.Namun perbedaan

kelembaban setelah menit ke 20 tidak ada perbedaan yang jauh. Hali ini

ditunjukkan dengan grafik yang berhimpit dari menit ke-20 hingga menit ke-

50. Pada daerah berkanopi, kelembaban udara seharusnya lebih tinggi daripada

daerah yang tak berkanopi, sebab dengan adanya kanopi menyebabkan sinar

matahari tidak dapat diteruskan sampai ke permukaan tanah.

0

5

10

15

20

25

30

35

10 20 30 40 50

Per

sen

(%

)

Waktu (menit)

kanopi tanpa kanopi

69

3. Kelembaban nisbi udara aras 150 cm

Grafik 2.5.8. Kelembaban nisbi udara aras 150 cm.

Pada ketinggian 150 cm di atas permukaan tanah, kelembaban nisbi

udara masih menunjukkan pola yang sama. Rerata kelembaban nisbi udara

pada tempat tak berkanopi lebih tinggi daripada rerata kelembaban nisbi udara

pada tempat tidak berkanopi. Penyinaran langsung matahari yang sampai ke

permukaan menjadi faktor utama yang berperan penting dalam terjadinya

kelembaban udara.

Dari menit ke-10 hinggaa 30 kelembaban pada daerah berkanopi

menunjukkan kelembaban lebih tinggi dibanding kelembaban pada daerah tak

berkanopi. Tapi setelah menit ke-30 kelembaban pada daerah tanpa kanopi

lebih besar. Pada daerah berkanopi, kelembaban udara lebih tinggi daripada

daerah yang tak berkanopi karena dengan adanya kanopi menyebabkan sinar

matahari tidak dapat diteruskan sampai ke permukaan tanah.

0

5

10

15

20

25

30

35

10 20 30 40 50

Per

sen

(%

)

Waktu (menit)

kanopi tanpa kanopi

70

4. Kelembaban nisbi udara berkanopi

Grafik 2.5.9. Kelembaban nisbi udara berkanopi.

Pada tempat berkanopi, mulai menit ke 20 sampai dengan menit ke 40

kelembaban nisbi udara mengalami penurunan. Kemudian mulai menit ke-40

sampai dengan menit ke-50, nilai kelembaban nisbi udara cenderung mengalami

bertambah. Di sini dapat diketahui bahwa nilai kelembaban nisbi udara cenderung

bertambah dengan berjalannya waktu mendekati sore. Pertambahan ini diteruskan

sampai pagi, kemudian berkurang seiring waktu berjalan mendekati siang hari.

Berdasarkan ketinggian, diperoleh bahwa kelembaban udara di tempat

berkanopi berbanding terbalik dengan ketinggian di atas permukaan tanah.

Kelembaban udara di tempat berkanopi cenderung mengalami penurunan seiring

dengan bertambahnya ketinggian. Ini menunjukkan bahwa semakin jauh dari

permukaan tanah, semakin kecil kemampuan udara untuk mengikat uap air yang

mengakibatkan semakin kecil nilai kelembaban nisbi udara tersebut.

29

29.5

30

30.5

31

31.5

32

32.5

10 20 30 40 50

Per

sen

(%

)

Waktu (menit)

25 cm 75 cm 150 cm

71

5. Kelembaban nisbi udara tak berkanopi

Grafik 2.5.10. Kelembaban nisbi udara tak berkanopi.

Berbeda dengan kelembaban udara pada tempat yang berkanopi, pada

tempat yang tidak berkanopi kelembaban udaranya mengalami peningkatan yang

teratur. Mulai menit ke-10 sampai menit ke-50 peningkatan cenderung teratur dan

stabil sehingga dapat diketahui bahwa semakin mendekati sore, kelembaban nisbi

udara cenderung meningkat. Peningkatan kelembaban ini diteruskan sampai pagi,

kemudian menurun pada saat menjelang siang.

Pada tempat tidak berkanopi, nilai kelembaban udara berbanding terbalik

dengan ketinggian dari permukaan tanah. Pada tempat yang dekat dengan

permukaan tanah, kelembaban udara cenderung lebih tinggi daripada kelembaban

udara pada tempat yang jauh dari permukaan tanah. Hal ini menunjukkan bahwa

kemampuan udara dalam mengikat uap air akan turun seiring dengan

bertambahnya ketinggian dari permukaan tanah sehingga kelembaban udara akan

turun pula dengan bertambahnya ketinggian.

C. Suhu Tanah

Temperatur tanah merupakan salah satu faktor tumbuh tanaman yang

penting sebagaimana halnya air, udara dan unsur hara. Proses kehidupan bebijian,

akar tanaman dan mikroba tanah secara langsung dipengaruhi oleh temperatur

0

5

10

15

20

25

30

35

10 20 30 40 50

Per

sen

(%

)

Waktu (menit)

25 cm 75 cm 150 cm

Ultimate
Highlight

72

tanah. Suhu tanah pengaruhnya penting sekali pada kondisi tanah itu sendiri dan

pertumbuhan tanaman. Faktor yang mempengaruhi suhu tanah yaitu faktor luar

dan faktor dalam. Yang dimaksud dengan faktor luar yaitu radiasi matahari, awan,

curah hujan, angin, kelembapan udara. Faktor dalamnya yaitu faktor tanah,

struktur tanah, kadar air tanah, kandungan bahan organik, dan warna tanah.

Suhu tanah berpengaruh terhadap penyerapan air. Sebaliknya makin

rendah suhu, makin sedikit air yang di serap oleh akar, karena itulah penurunan

suhu tanah mendadak dapat menyebabkan kelayuan tanaman. Pengukuran di

lakukan pada tanah yang tidak berumput, namun ditanami oleh pohon-pohon

berumur tahunan dan kaya akan seresah daun. Fluktasi terbesar dipermukaan

tanah dan akan berkurang dengan bertambahnya kedalaman tanah. Temperatur

tanah sangat dikendalikan oleh temperatur permukaan dan seluruhnya tergantung

kepada keadaan cuaca di atas permukaan. Perlu diingat bahwa temperatur

maksimal yang dapat dicapai pada lapis atas tidak dapat dicapai pada lapis

dibawahnya. Amplitudo temperatur tanah paling tinggi dicapai dilapis atas, makin

kedalam makin rendah, sampai pada suatu jeluk tidak terdapat perbedaan

temperatur (Amplitudo = 0). Disamping itu, faktor vegetasi / penutup tanah juga

berpengaruh amplitudo suhu tanah. Tanah terbuka (bero) amplitudo harian /

bulanan lebih besar dibanding tanah yang tertutup vegetasi.

1. Suhu tanah jeluk 0 cm

Grafik 2.5.11. Suhu tanah jeluk 0 cm.

29

29.5

30

30.5

31

31.5

32

10 20 30 40 50

Suh

u (

°C)

Waktu (menit)

kanopi tanpa kanopi

Ultimate
Highlight
Ultimate
Highlight
Ultimate
Highlight

73

Pada grafik suhu tanah jeluk 0 cm perbedaan suhu tertinggi antara

daerah berkanopi dan tidak berkanopi sebesar 1°C. Dimana suhu tertinggi

pada daerah tidak berkanopi yaitu 31,3°C. Daerah berkanopi mula-mula

memiliki suhu konstan kemudian mengalami penurunan secara perlahan. Hal

ini disebabkan oleh intensitas radiasi matahari diterima secara tidak langsung,

sementara itu di daerah tidak berkanopi suhunya relatif tinggi dan tidak

konstan. Hal ini dikarenakan radiasi matahari diterima secara langsung. Pada

daerah berkanopi, panas dari radiasi matahari sukar untuk menembus

permukaan tanah karena terhalang oleh pepohonan yang membentuk kanopi

sehingga membuat suhu tanah lebih rendah dan relatif stabil daripada daerah

tidak berkanopi. Pada daerah tidak berkanopi, panas dari radiasi matahari

mudah diterima dan dilepaskan. Hal ini dikarenakan daerah tidak berkanopi

mempunyai vegetasi yang berupa rumput dan semak yang tidak dapat

menahan panas dari radiasi matahari sehingga menyebabkan suhu tanah relatif

tinggi pada daerah tidak berkanopi. Selain perbedaan vegetasi kemiringan

lahan juga menentukan sudut datang sinar matahari yang akan mempengaruhi

besarnya suhu yang akan diterima oleh tanah.

2. Suhu tanah jeluk 10 cm

Grafik 2.5.12. Suhu tanah jeluk 10 cm.

29

29.5

30

30.5

31

31.5

32

10 20 30 40 50

Suh

u (

°C)

Waktu (menit)

kanopi tanpa kanopi

74

Pada grafik suhu tanah jeluk 10 cm, perbedaan suhu tertinggi antara

daerah yang berkanopi dengan tidak berkanopi adalah 1° C dan yang terendah

adalah sebesar 0.3°C. dimana suhu yang tertinggi terdapat pada daerah yang

tidak berkanopi. Di daerah ini mula-mula suhu naik kemudian turun kembali

dan akhirnya menjadi stabil (selalu berfluktuasi) hingga akhir pengamatan.

Hal ini disebabkan karena cuaca selalu berubah-ubah dari mendung kembali

menjadi cerah kemudian menjadi mendung kembali (cuaca tidak menentu).

Sementara di daerah yang berkanopi suhu tanah cenderung lebih stabil karena

radiasi matahari yang diterima relatif sedikit.

3. Suhu tanah jeluk 20 cm

Grafik 2.5.13. Suhu tanah jeluk 20 cm.

Grafik suhu tanah vs waktu pada jeluk 20 cm menunjukkan suhu tanah

pada daerah yang berkanopi rata-rata memiliki suhu tanah yang lebih rendah

dan lebih stabil daripada daerah yang tidak berkanopi dengan suhu rata-rata

daerah berkanopi adalah 31°C dan suhu rata-rata di daerah tidak berkanopi

adalah 30°C, keduanya tidak memiliki perbedaan yang terlalu jauh. Keadaan

suhu tanah pada jeluk 20 cm dapat dipengaruhi oleh kadar air tanah, tekstur

tanah, kandungan bahan organik, keterolahan serta kepadatan tanah. Variasi

suhu harian ditentukan oleh variasi penerimaan radiasi sinar matahari yang

27.5

28

28.5

29

29.5

30

30.5

31

31.5

32

10 20 30 40 50

Suh

u (

°C)

Waktu (menit)

kanopi tanpa kanopi

75

mempengaruhi pertukaran panas antar lapisan. Dari fluktuasi grafik dapat

dikatakan bahwa secara umum amplitudo pada tanah daerah tidak berkanopi

lebih cepat dan banyak menyerap serta melepaskan panas daripada tanah

daerah yang berkanopi.

4. Suhu tanah berkanopi

Grafik 2.5.14. Suhu tanah berkanopi.

Grafik suhu tanah vs waktu pada daerah berkanopi pada jeluk 0 cm, 10

cm, dan 20 cm menunjukkan pada jeluk 10 cm memiliki suhu tanah rata-rata

30,38°C lebih tinggi daripada jeluk 0 cm yang memiliki suhu rata-rata tanah

30,82°C dan jeluk 20 cm yang memiliki suhu rata-rata tanah 30,18°C. Grafik

tersebut memiliki fluktuasi yang sedikit tidak stabil. Hal ini karena

penggunaan stick termometer yang ditancapkan pada tanah yang berbeda

untuk mendapatkan kedalaman 10 cm atau 20 cm. Karena adanya perbedaan

struktur pembangun tanah (ada yang gembur/ mudah untuk ditancapkan dan

ada tanah yang padat) menyebabkan data suhu tanah dengan tempat yang lain

berbeda sehingga menyebabkan fluktuasi yang tidak stabil.

29

29.5

30

30.5

31

31.5

32

10 20 30 40 50

Suh

u (

°C)

Waktu (menit)

0 cm 10 cm 20 cm

76

5. Suhu tanah tak berkanopi

Grafik 2.5.15. Suhu tanah tak berkanopi.

Grafik suhu tanah vs waktu pada daerah yang tidak berkanopi dapat

kita perhatikan bahwa rasio suhu tanah pada jeluk 0 cm, 20 cm, dan 40 cm

tidak begitu jauh perbedaannya. Rata-rata suhu tanah tertinggi pada jeluk 0 cm

yaitu sebesar 27.5°C, diikuti rata-rata suhu tanah pada jeluk 20 cm yaitu

sebesar 27°C dan suhu tanah yang terendah pada jeluk 40 cm yaitu sebesar

26°C. Dari data ini dapat kita lihat pula bahwa pada daerah tidak berkanopi

yang mendapat cahaya matahari secara langsung adalah jeluk 0 cm dan radiasi

matahari memerlukan waktu untuk mencapai jeluk 20 cm dan jeluk 40 cm.

Dapat dikatakan bahwa tiap lapisan tanah pada berbagai kedalaman mencapai

suhu tertentu tidak dalam waktu yang bersamaan, melainkan terdapat time lag

(selang waktu).

28

28.5

29

29.5

30

30.5

31

31.5

10 20 30 40 50

Suh

u (

°C)

Waktu (menit)

0 cm 10 cm 20 cm

77

D. Kecepatan Angin

Grafik 2.5.16. Kecepatan angin.

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh data dari

dua strata yang berbeda yaitu kanopi dan tanpa kanopi. Pada lima kali

pengulangan yang dilakukan diperoleh kecepatan angin sebesar 2,5 m/s ; 2 m/s;

1,6 m/s; 0,5 m/s; dan 0,4 m/s untuk daerah berkanopi, sedangkan untuk daerah

yang tidak berkanopi diperoleh hasil 1,5 m/s; 5,2 m/s; 3 m/s; 3,4 m/s; dan 4,4 m/s.

Dari data tersebut terlihat bahwa kecepatan angin di daerah yang tanpa kanopi

lebih tinggi daripada di daerah yang berkanopi. Hal ini dapat terjadi karena daerah

yang berkanopi mempunyai suhu udara yang lebih rendah sehingga tekanan

udaranya tinggi. Padahal kita ketahui bahwa angin bergerak dari daerah

bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan udara rendah. Selain itu, kecepatan

angin di daerah berkanopi terhalang oleh pepohonan sehingga kecepatan angin

menjadi berkurang. Kecepatan angin di daerah tanpa kanopi lebih tinggi karena

pergerakan angin bergerak menuju daerah yang bertekanan udara rendah, yaitu

daerah tanpa kanopi. Kecepatan angin semakin tinggi karena di sekeliling daerah

tersebut tidak ada pepohonan atau bangunan yang menjadi penghalang.

0

1

2

3

4

5

6

10 20 30 40 50

Kec

epat

an A

ngi

n (

m/s

)

Waktu (menit)

kanopi tanpa kanopi

Ultimate
Highlight
Ultimate
Highlight

78

E. Intensitas Penyinaran

Grafik 2.5.17. Intensitas penyinaran matahari.

Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh data dari dua strata yang berbeda

yaitu berkanopi dan tanpa kanopi. Pada lima kali pengulangan yang dilakukan

setiap 10 menit sekali diperoleh data intensitas penyinaran sebesar 60 Fc, 50 Fc,

55 Fc, 70 Fc, dan 60 Fc untuk daerah berkanopi. Sedangkan untuk daerah tanpa

kanopi diperoleh hasil sebesar 220 Fc, 220 Fc, 220 Fc, 240 Fc, dan 200 Fc. Dari

data tersebut terlihat bahwa daerah tanpa kanopi memiliki intensitas penyinaran

matahari yang jauh lebih besar daripada daerah yang berkanopi. Hal ini dapat

terjadi karena daerah tanpa kanopi menerima cahaya matahari secara langsung,

sehingga energi yang diterima lebih besar. Sedangkan daerah berkanopi menerima

intensitas cahaya yang lebih kecil karena di daerah tersebut terdapat banyak

penghalang berupa dedaunan pohon yang menghalangi pancaran sinar matahari.

0

50

100

150

200

250

300

10 20 30 40 50

Inte

nsi

tas

Pen

yin

aran

waktu (menit)

kanopi tanpa kanopi

79

VI. KESIMPULAN

A. Statif ditancapkan ke tanah dan dipasang dengan termometer pada aras 25 cm,

75 cm, dan 150 cm dari permukaan tanah. Pengamatan diukur setiap 10 menit

berturut-turut sehingga mencapai 5 kali pengamatan. Termometer biasa

ditancapkan di tanah pada jeluk 0 cm, 10 cm, dan 20 cm dari permukaan

tanah. Pengamatan dilakukan pada setiap jeluk pada setiap pengambilan data

setiap 10 menit sekali 10 menit pertama dilakukan pada jeluk 0cm, setelah itu

dimasukkan hingga mencapai jeluk 10 cm lalu jeluk 20 cm. Pada waktu yang

ditentukan yaitu bersama-sama dengan waktu yang lainnya dimulai, digital

anemometer diangkat ke atas agar tidak terhalang dengan penghalang.

Pengamatan dilakukan setiap 10 menit berturut-turut sehingga mencapai 5 kali

pengamatan. Luxmeter memiliki tiga skala dengan tombol pengatur di sebelah

kanannya. Mula-mula diatur pada skala yang paling rendah dengan posisi

tombol pengatur ada di paling bawah, apabila jarum penunjuk melebihi batas

skala maka tombol dinaikkan dan pembacaan skala berubah dengan membaca

skala di atas skala yang sebelummya dibaca. Pengamatan dilakukan setiap 10

menit berturut-turut sehingga mencapai 5 kali pengamatan .

B. Faktor-faktor yang mempengaruhi cuaca mikro adalah sebagai berikut:

1. Suhu udara

2. Suhu tanah

3. Radiasi matahari

4. Kecepatan angin

5. Kelembaban udara

C. Pengamatan cuaca mikro pada ekosistem berkanopi dan tanpa kanopi

dilakukan dengan pengukuran anasir cuaca mikro pada daerah berkanopi dan

tanpa kanopi.

80

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Microclimate. <http://www.britannica.

com/EBchecked/topic/380278/ microclimate>. Diakses tanggal 28

September 2014.

Bunyamin, Z. dan M. Aqil. 2010. Analisis iklim mikro tanaman jagung (Zea mays

L.) pada sistem sisip. Prosiding Pekan Serealia Nasional 294-300.

Hanafiah, K. A. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. PT. Raja Grafindo Persada,

Jakarta.

Lakitan, B. 1994. Dasar-Dasar Klimatologi. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Landsberg, H.E. 1981. General Climatology 3. Elsevier Scientific Publishing

Company, New York.

Tjasjono, B. 1999. Klimatologi Umum. Institut Teknologi Bandung Press,

Bandung.

Villegasa, J.C., David D.B., Chris B.Z. and Patrick D.R. 2010. Seasonally Pulsed

Heterogeneity in Microclimate: Phenology and Cover Effects along

Deciduous Grassland–Forest Continuum. Vadose Zone Journal 9 (3):

537-547.

Vink, G. J. 1984. Dasar-Dasar Usaha Tani di Indonesia. Yayasan Obor Indonesia,

Jakarta.

Weisner, C. J. 2001. Climate, Irrigation, and Agriculture. Angus and Robertson

L.T.D., Sidney.

Wilson, E. M. 1993. Hidrologi Teknik. ITB, Bandung.

81

Wisnusubroto, S. 2000. Meteorologi Pertanian Indonesia. Mitra Gama Widya,

Yogyakarta.

82

LAMPIRAN

83

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM KLIMATOLOGI DASAR

ACARA III

ANALISIS DATA METEOROLOGI

Oleh:

Suryati Purba (13307)

Ribka Gupita Hapsari (13322)

Fachry Husein Rosyadi (13224)

Ridya Nastitie (13325)

Wita Dian Sharli (13343)

Pridana Intan Susanti (13385)

Golongan/Kelompok : A1/3

Asisten : Ramot Christian

LABORATORIUM AGROKLIMATOLOGI

JURUSAN TANAH

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2014

84

ACARA III

ANALISIS DATA METEOROLOGI

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keadaan iklim sangat dipengaruhi oleh anasir-anasir iklim. Bidang

pertanian merupakan bidang yang sangat dipengaruhi dan bergantung pada

kondisi iklim sehingga analisis mengenai keadaan iklim sangat diperlukan.

Analisis ini dilakukan dengan mengolah data-data anasir iklim yang diperoleh dari

stasiun meteorologi. Data-data yang diperoleh dari stasiun meteorologi biasanya

berupa data mentah yang perlu diolah menjadi data matang dan akhirnya menjadi

data siap pakai yang dapat menyajikan informasi iklim yang akurat dan lengkap.

Data dapat disederhanakan dengan cara melakukan analisis statistik dan

matematik.

Metode statistik dan persamaan matematika dapat dimanfaatkan untuk

mempermudah dalam menelaah sifat-sifat iklim yang kompleks. Diharapkan

analisis statistik dapat meningkatkan ketepatan dalam peramalan yang akhirnya

dapat menyediakan informasi iklim yang lengkap dan akurat. Dalam praktikum

ini, praktikan dituntut untuk dapat mengolah data yang disajikan dalam bentuk

data mentah sehingga menjadi data siap pakai dan diharapkan praktikan dapat

mengetahui cara analisis data iklim dan dapat menerapkannya dalam pengolahan

data.

B. Tujuan

1. Melatih mahasiswa untuk mengolah dan menganalisis data

meteorologi pertanian serta menyajikan dalam bentuk siap pakai.

2. Mempelajari hubungan timbal balik di antara anasir-anasir iklim.

85

II. TINJAUAN PUSTAKA

Perubahan iklim merupakan masalah nasional, regional dan global yang tidak

dapat ditangani secara nasional maupun secara regional tetapi harus ditangani

secara bersama-sama dan menyeluruh. Karena letak geografis Indonesia sangat

rawan akan adanya perubahan iklim, dimana di daerah tropis faktor yang

mendorong perubahan iklim sangatlah kompleks dan dampaknya pun pada

sebagian besar penduduknya (Sugandhy, 2000 ).

Suatu kemajuan yang terjadi dalam pengkajian respon biologi membantu lebih

banyak terhadap perkembangan dari meteorologi murni. Beberapa penemuan

penting dan ilmiah yang berhubungan dengan tanggapan biologi terutama dalam

ilmu tanaman, secara garis besar sebagai berikut. Tahun 1919 Gardner dan Alland

menemukan fotoperiodesitas yaitu respon tumbuhan terhadap panjang penyinaran.

Mereka menanam tembakau Maryland Mammoth baik pada tempat yang disinari

maupun tidak disinari di dalam rumah kaca. Tanaman-tanaman yang terdapat

dalam rumah kaca yang tidak disinari tetap dapat tumbuh vegetatif sedangkan

yang disinari berbunga. Ini menambahkan hal baru dan kegunaan faktor

lingkungan (lama pencahayaan) dalam mempelajari meteorologi pertanian

(Wisnubroto et al., 2000).

Stasiun meteorologi pertanian menghasilkan serempak data meteorologi dan

data biologis dan atau yang lain yang dapat menyumbangkan hubungan antara

cuaca dan pertumbuhan atau hidup tanaman dan hewan. Informasi meteorologi

yang secara rutin diamati antara lain ialah keadaan lapisan atmosfer yang paling

bawah, suhu, dan kelengasan tanah pada bagian kedalaman, curah hujan, dan

curahan lainnya, durasi penyinaran dan radiasi matahari. Demikian pula turbulensi

dan pencampuran udara lapisan udara yang paling bawah. Lokasi stasiun ini harus

dapat melewati keadaan pertanian dan keadaan alami daerah tempat stasiun itu

berada (Prawirowardoyo, 2006).

Data yang dianalisis pada praktikum ini merupakan data mentah yang

diperoleh dari proses monitoring. Monitoring merupakan proses rutin

pengumpulan data. Memantau perubahan yang fokus pada proses dan keluaran.

Monitoring menyediakan data mentah untuk menjawab pertanyaan sedangkan

evaluasi adalah meletakkan data-data tersebut agar dapat digunakan dan dengan

86

demikian memberikan nilai tambah. Evaluasi adalah tempat mempelajari

kejadian, pertanyaan yang perlu dijawab, rekomendasi yang harus dibuat,

menyarankan perbaikan. Namun tanpa monitoring, evaluasi tidak memiliki

dasar untuk bekerja. Oleh karena itu monitoring dan evaluasi harus berjalan

seiring (Dhingra, et al., 2012)

Menurut Meng (2013), tujuan monitoring adalah sebagai berikut :

1. Mengkaji apakah kegiatan- kegiatan yang dilaksanakan telah sesuai

dengan rencana.

2. Mengidentifikasi masalah yang timbul agar langsung dapat diatasi

3. Melakukan penilaian apakah pola kerja dan manajemen yang digunakan

sudah tepat untuk mencapai tujuan kegiatan.

4. Mengetahui kaitan antara kegiatan dengan tujuan untuk memperoleh

kemajuan.

5. Menyesuaikan kegiatan dengan lingkungan yang berubah, tanpa

menyimpang dari tujuan

Analisis data meteorologi agar lebih bermanfaat maka dilakukan

pengorganisasian dan analisis data secara sistematis dari seluruh jaringan

pengamatan cuaca. Misalnya analisis data berdasarkan time series (pengamatan

jangka panjang), penafsiran terhadap suatu parameter yang sukar dilakukan

dengan cara didekati dengan parameter yang mempunyai hubungan dan

berdasarkan rumus antara hubungan-hubungan parameter tersebut (Wisnubroto,

2002).

Probabilitas dan prakiraan data curah hujan lebih praktis mendapatkan

perhatian, itu bisa mengubah hasil tanaman, permintaan evaporasi dan tipe tanah.

Pada faktanya periode yang dengan kalkulasinya dibutuhkan untuk mengubah

seperti nilai kritik dari curah hujan di periode ini. Masalah dari data yang tidak

tepat seperti penambahan kalkulasi dalam jangka waktu yang pendek dan curah

hujan yang rendah (Jackson, 2003).

Meteorologi dapat menggunakan metode-metode dan hukum-hukum fisika

untuk menerangkan dan menafsirkan keadaan atmosfer, sedangkan klimatologi

memerlukan teknik statistik oleh karena kegiatannya adalah mengumpulkan dan

menafsirkan pengamatan (Hasan, 2004).

87

Setiap masalah dalam meteorologi dan klimatologi dapat dianalisis dengan

menggunakan suatu model dapat berupa konsepsi mental, hubungan empirik atau

kumpulan pernyataan-pernyataan matematik statistik. Model-model dalam

meteorologi umumnya dapat dikelompokkan dalam model-model deterministik,

parametrik, stokastik atau kombinasinya. Pembagian menjadi kelompok-

kelompok tersebut tidak selalu dapat dilakukan dengan tegas, kita dapat

membayangkan model-model sebagai tersusun dari berbagai komponen yang

masing-masing seolah-olah merupakan sebuah titik dalam suatu spektrum

kontinyu tipe yang satu hingga stokastik murni pada ujung lain (Bey, 2001).

Pengambilan data cuaca atau iklim tidak hanya untuk peramalan cuaca atau

iklim, namun lebih banyak manfaatnya lainnya untuk perencanaan berbagai

bidang seperti pewilayahan komoditas pertanian, perencanaan pembangunan

bendungan serta konstruksi hidrologi lainnya, transportasi, pariwisata serta untuk

penelitian. Untuk hal-hal tertentu, misalnya untuk penentuan saat tanam serta

antisipasi banjir, data cuaca atau iklim khususnya curah hujan harus segera dapat

diakses (Setiawan, 2003).

88

III. METODOLOGI

Percobaan acara III praktikum Klimatologi Dasar tentang analisis data

meteorologi yang dilaksanakan pada hari Senin, 29 September 2014 dilakukan di

Laboratorium Agroklimatologi Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada,

Yogyakarta.

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini meliputi data bulanan

selama satu tahun dari stasiun meteorologi yang terdiri atas data curah hujan

(CH), kelembaban relatif (RH), evaporasi (EV), suhu termometer bola basah

(TBB), suhu termometer bola kering (TBK), panjang penyinaran (PP), curah

hujan (CH) dan kecepatan angin (KA), bahan ini digunakan untuk analisis,

penyajian dan interpretasi data. Sedangkan untuk analisis korelasi dan analisis

regresi digunakan data temperatur (T), kelembaban relatif (RH), evaporasi (EV),

panjang penyinaran (PP), curah hujan (CH) dan kecepatan angin (KA) bulanan

selama satu tahun yang diperoleh dari analisis data yang diperoleh.

Untuk mengolah data suhu udara (TBB dan TBK) dihitung rata-rata suhu

harian, yang mengukurnya digunakan rumus :

Untuk menghitung suhu bulanan dilakukan dengan rumus :

Sedangkan untuk menghitung suhu tahunan dilakukan dengan rumus :

T tahunan dihitung dengan rumus Braak yaitu :

Dan yang terakhir dibuat grafik suhu bulanan selama satu tahun. Kelembaban

relatif udara pada pukul 07.00, 13.00, dan 18.00 dihitung atas dasar selisih TBB

dan TBK. RH harian dan RH tahunan dihitung dengan rumus :

89

Kemudian dibuat grafik ayunan anasir iklim selama satu tahun. Selanjutnya

dibahas mengenai pola ayunan anasir iklim bulanan selama setahun. Untuk

analisis regresi dan analisis korelasi, dilakukan penghitungan nilai regresi dan

korelasi dengan bantuan data harian selama setahun diantara dua anasir iklim

sebagai berikut :

PP vs T RH vs CH

PP vs RH RH vs EV

PP vs EV KA vs EV

T vs EV KA vs RH

T vs RH KA vs CH

Analisis dilakukan dengan menggunakan kalkulator sehingga diperoleh

persamaan regresi:

Y = peubah tak bebas ( faktor yang dipengaruhi )

x = peubah bebas (faktor yang mempengaruhi )

a = pengaruh faktor lain yang tidak dipengaruhi peubah bebas ( intersep )

b = koefisien regresi

Dan yang terakhir dilakukan adalah dibuat grafik persamaan regresi dari

hubungan antara anasir iklim tersebut serta dibahas mengenai hubungan antara

anasir tersebut dan dibandingkan dengan keeratan masing-masing hubungan.

90

IV. HASIL PENGAMATAN

Tabel 3.4.1. Anasir iklim bulanan.

Bulan T (°C) RH (%) PP (%) EV (mm) CH (mm) KA

(km/jam)

Januari 26.74 84.395 29.3 53.0 428.8 1.6

Februari 26.45 83.36 30.1 66.8 466.8 1.6

Maret 27.34 82.72 44.2 64.0 65.4 1.9

April 28.43 80.84 71.2 64.7 38.0 1.5

Mei 27.79 84.38 69.8 78.1 69.5 1.4

Juni 26.95 80.60 74.1 104.2 50.1 1.7

Juli 25.36 81.55 74.1 100.2 10.3 1.9

Agustus 25.16 79.51 74.0 97.3 20.9 1.9

September 25.39 80.77 58.5 70.2 9.0 2.5

Oktober 26.99 81.23 46.5 93.6 34.2 2.8

November 26.79 84.41 49.0 64.3 229.0 2.3

Desember 27.13 81.47 50.2 36.5 426.0 1.5

Tabel 3.4.2. Regresi anasir iklim.

VARIABEL a b r PERSAMAAN

REGRESI

PP vs T 27.0236 -59.08 -0.09471 y= 27.0236 -59.08x

PP vs RH 85.848 -0.07146 -0.779 y= 85.848-0.07146x

PP vs EV 32.7641 0.74475 0.6029 y= 32.7641+0.74475x

T vs EV 287.78 -7.98 -0.832 y= 287.78-7.98x

T vs RH 74.4456 0.2273 0.17899 y= 74.4456+0.2273x

RH vs EV 652.001 -7.0565 -0.5239 y= 652.001-7.0565x

RH vs CH -6279.2023 78.597 0.6626 y= -6279.2023+78.597x

KA vs EV 47.1355 14.4811 0.30619 y= 47.1355+14.4811x

KA vs RH 82.1688 -0.1679 -0.0478233 y= 82.1688-0.1679x

KA vs CH 165.565 -13.484 -0.05028 y= 165.565-13.484x

91

Dari tabel di atas dapat ditentukan nilai r beserta persamaan regresinya sebagai

berikut :

A. R ≈ +1 adalah variabel RH vs CH dengan persamaan regresi

y= -6279.2023+78.597x

B. R ≈ 0 adalah variabel KA vs RH dengan persamaan regresi

y= 82.1688-0.1679x

C. R ≈ -1 adalah variabel T vs EV dengan persamaan regresi

y= 287.78-7.98x

92

V. PEMBAHASAN

A. Anasir Iklim

1. Suhu udara

Grafik 3.5.1. Suhu udara bulanan.

Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa suhu udara dari bulan Januari

sampai Desember mengalami fluktuasi. Fluktuasi yang terjadi tidak terlalu

besar karena pada daerah khatulistiwa fluktuasi cukup kecil. Namun pada

bulan Juni menuju Juli dan September menuju Oktober terjadi perubahan suhu

yang relatif besar. Suhu maksimum dicapai pada bulan April, dan suhu

terendah pada bulan Agustus. Adanya kenaikan dan penurunan suhu ini

disebabkan adaya pengaruh radiasi matahari, sehingga energi dari panas bumi

dapat dikembalikan lagi ke atmosfer sebagai gelombang panjang. Radiasi

tinggi berarti suhu akan semakin tinggi, hal ini mengingat besarnya sinar

matahari yang sampai ke bumi mengakibatkan panas bumi meningkat.

Terjadinya perubahan suhu dari bulan ke bulan selama satu tahun juga dapat

disebabkan oleh pengaruh intensitas penyinaran radiasi matahari atau

terjadinya insolation (incoming solar radiation). Semakin tinggi intensitas

matahari yang diikuti oleh curah hujan yang cukup tinggi akan menyebabkan

suhu menjadi semakin rendah, begitu pula sebaliknya.

23

24

25

26

27

28

29

Suh

u U

dar

a (°

C)

Bulan

T (°C)

Ultimate
Highlight

93

2. Kelembaban relatif

Grafik 3.5.2. Kelembaban relatif bulanan.

Relatif humidity (RH) atau kelembaban relatif menyatakan perbandingan

uap air yang terkandung dengan kapasitas maksimum pada suatu temperatur

dan tekanan udara tertentu. Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa terjadi

fluktuasi yang cukup besar dari Januari sampai April, kelembaban menurun

dan meningkat secara drastis pada bulan Mei, kemudian turun lagi pada bulan

Juni dan mencapai maksimum pada bulan November. Pada umumnya,

fluktuasi kelembaban udara di indonesia relatif rendah karena Indonesia

berada di daerah khatulistiwa yang memiliki iklim tropis basah sehigga terjadi

pemanasan yang hampir sama setiap bulannya dan selalu menerima hujan di

setiap tahun. Perbedaan hasil dengan teori ini mungkin disebabkan oleh

adanya pemanasan global yang menyebabkan suhu semakin panas dan

perubahan cuaca menjadi tidak tentu.

77

78

79

80

81

82

83

84

85

Ke

lem

bab

an N

isb

i (%

)

Bulan

RH (%)

94

3. Panjang penyinaran

Grafik 3.5.3. Panjang penyinaran bulanan.

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan yang cukup besar

dari bulan Februari sampai bulan April, dan penurunan yang cukup besar dari

bulan Agustus sampai bulan Oktober. Panjang penyinaran dapat

mempengaruhi kelembaban udara. Pada bulan Januari dan Februari,

prosentase panjang penyinaran yang kecil berpengaruh pada kelembaban

udara, menyebabkan kelembaban pada bulan januari dan februari sangat tinggi

bahkan mencapai maksimum. Perubahan panjang penyinaran disebabkan oleh

keadaan musim yang berubah (pancaroba) dari musim panas ke musim hujan

atau sebaliknya, dan dipengaruhi oleh letak lintang. Semakin rendah letak

garis lintangnya maka semakin lama suatu daerah mendapatkan sinar

matahari. Selain itu perubahan panjang penyinaran juga dapat disebabkan

oleh intensitas radiasi matahari. Intensitas sinar matahari yang tinggi akan

menyebabkan tingginya panjang penyinaran.

Pada bulan Maret matahari bersinar tepat pada khatulistiwa dan terbit tepat

di titik timur dan terbenam di titik barat; busur siang dan malam sama

panjangnya sehingga proporsi waktu siang dan malam sama yaitu lamanya 12

jam. Sesudah bulan Maret matahari menginjak dan bersinar pada seperdua

belahan utara, semakin hari semakin jauh dari katulistiwa, hingga pada tanggal

0

10

20

30

40

50

60

70

80

Pan

jan

g P

en

yin

aran

(%

)

Bulan

PP (%)

Ultimate
Highlight
Ultimate
Highlight
Ultimate
Highlight

95

21 Juni jarak antara katulistiwa telah mencapai 23 1/2°. Selama waktu itu

matahari terbit di utara titik timur dan terbenam di utara titik barat. Karena

amplitudo matahari dari hari ke hari semakin besar, busur siang bertambah

pendek dari pada busur malam, sehingga pada bulan Juni merupakan siang

hari yang terpendek. Akan tetapi menurut grafik di atas pada bulan Juni daerah

UGM Bulaksumur memperoleh panjang penyinaran 75 %, sehingga daerah

statiun tersebut mempunyai panjang siang hari yang cukup tinggi. Hal ini

dikarenakan daerah statiun pengamatan terletak tidak tepat di khatulistiwa,

melainkan terletak di sebelah selatan khatulistiwa.

Grafik panjang penyinaran bulanan di atas menunjukkan bahwa terjadi

penurunan panjang penyinaran dari bulan Juli sampai bulan Oktober. Akan

tetapi menurut teori gerak semu matahari, mulai bulan Juni sampai September

matahari berangsur kembali ke sebelah selatan mendekati katulistiwa,

akibatnya lamanya siang bertambah panjang sedikit, akan tetapi masih lebih

pendek dari malam hari. Ketidaksesuaian ini terjadi dimungkinkan karena

letak lintang daerah statiun pengamatan lebih tinggi dari khatulistiwa.

Pada bulan September matahari bersinar tepat di katulistiwa, keadaan ini

serupa dengan keadaan pada bulan Maret, sehingga akan dijumpai kembali

proporsi malam sama dengan proporsi siang. Mulai bulan September sampai

bulan Desember matahari mulai bergeser ke sebelah selatan katulistiwa.

Sehingga titik terbitnya berada di sebelah selatan titik timur dan titik

terbenamnya berada di sebelah selatan titik barat. Jika pada bulan Juni sampai

September busur siang lebih pendek, maka pada bulan ini busur siang menjadi

lebih panjang dari busur malamnya sehingga kita akan mengalami siang yang

lebih lama dari malam. Dan sampai pada bulan Desember merupakan saat

dimana matahari telah mencapai 23 1/2° di sebelah selatan katulistiwa,

akibatnya pada bulan Desember memiliki panjang penyinaran sebesar 50 %.

96

4. Evapotranspirasi

Grafik 3.5.4. Evapotranspirasi bulanan.

Pada grafik di atas memberi gambaran dari hasil pengamatan bahwa

tingkat evapotranspirasi pada bulan Januari hingga Desember selalu

bervariasi. Titik terendah tingkat evapotranspirasi terjadi pada bulan Januari

sedangkan evapotranspirasi tertinggi terjadi pada bulan Juni. Tingkat

evapotranspirasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain curah hujan,

kecepatan angin, temperatur, jumlah vegetasi pada daerah tersebut dan lain-

lain. Jika curah hujan tinggi, maka kecepatan angin akan relatif meningkat dan

temperatur juga akan meningkat. Hal ini akan menyebabkan menurunnya

evapotranspirasi.

Pengaruh angin terhadap evapotranspirasi potensial adalah melalui

mekanisme dipindahkannya uap air yang keluar dari pori-pori daun. Semakin

besar kecepatan angin, semakin besar pula laju evapotranspirasi yang dapat

terjadi. Dibandingkan dengan pengaruh radiasi panas matahasri, pengaruh

angin terhadap laju evapotranspirasi adalah lebih kecil.

0

20

40

60

80

100

120

Evap

otr

ansp

iras

i (m

m)

Bulan

EV (mm)

97

5. Curah hujan

Grafik 3.5.5. Curah hujan bulanan.

Berdasarkan grafik di atas, curah hujan yang tertinggi terjadi pada bulan

Februari, sedangkan curah hujan yang terendah terjadi pada bulan September.

Pada grafik curah hujan menunjukkan kondisi curah hujan yang tidak teratur

dari bulan ke bulan selama satu tahun. Di Indonesia sendiri hanya terdapat dua

musim yaitu, musim hujan dan musim kemarau hal ini tentu saja

mempengaruhi banyak curah hujan. Musim hujan terjadi antara bulan

November hingga bulan Februari, sedangkan musim kemarau terjadi pada

bulan April hingga bulan Oktober yang menyebabkan curah hujan relatif

sangat rendah. Musim hujan tertinggi berpeluang untuk terjadi pada bulan

Februari, sedangkan peluang untuk musim hujan terkecil adalah bulan

September. Ketinggian curah hujan perbulan bergantung pada nilai curah

hujannya. Faktor yang mempengaruhi curah hujan adalah jenis iklim pada

suatu daerah kaitannya temperatur dan ketinggian suatu tempat. Fluktuasi nilai

curah hujan pun tak bisa diperkirakan secara pasti, karena hal ini berkaitan

dengan kondisi alam serta iklim yang menaungi suatu daerah tertentu.

050

100

150

200

250300

350

400

450500

Cu

rah

Hu

jan

(m

m)

Bulan

CH (mm)

98

6. Kecepatan angin

Grafik 3.5.6. Kecepatan angin bulanan.

Grafik di atas menunjukkan bahwa kecepatan angin terendah terjadi

pada bulan Mei dan yang tertinggi terjadi pada bulan Oktober. Angin dapat

bergerak secara horizontal maupun vertikal dengan kecepatan bervariasi dan

berfluktuasi secara dinamis. Pada daerah tropis dan subtropis, angin

berhembus dari arah tenggara untuk belahan bumi selatan dan dari arah timur

laut untuk belahan bumi utara. Umumnya angin akan bertiup dari arah timur

laut selama 6 bulan, selanjutnya dari arah barat daya untuk 6 bulan berikutnya.

Angin pada lapisan udara yang dekat dengan permukaan bumi mempunyai

kecepatan lebih rendah bila dibandingkan dengan pada lapisan udara yang

lebih tinggi. Hal ini dapat terjadi karena hambatan akibat gesekan dengan

permukaan bumi. Pada bulan April-Oktober yang mengalami musim panas,

fluktuasi suhu hariannya lebih tinggi atau dapat dikatakan bahwa perbedaan

suhu antara siang hari dan malam hari sangat mencolok. Hal ini terjadi karena

pengaruh kondisi geografis setempat yang menyebabkan angin bertiup lebih

cepat di bulan-bulan itu, terutama saat mendekati musim kemarau. Hal yang

sebaliknya terjadi pada bulan April yang memiliki kecepatan angin terendah.

Dari grafik ini dapat dikatakan bahwa kecepatan angin di wilayah Indonesia

umumnya rendah, terutama untuk wilayah sekitar garis ekuator. Angin

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

Ke

cep

atan

An

gin

(km

/jam

)

Bulan

KA (km/jam)

99

memiliki andil besar dalam membentuk awan dan mendung,

menggerakkannya, menyusun antara sebagiannya dan sebagian yang lain,

mengangkatnya menuju tingkat lebih tinggi, mengondensasikannya dengan

atom- atom yang bermacam- macam, dan mengisinya dengan muatan listrik.

B. Persamaan Regresi

Rumus umum regresi fungsi linear sederhana adalah :

X = peubah bebas a = intercept

Y = peubah tak bebas b = gradien garis regresi

Menentukan koefisien regresi korelasi r yang mendekati R ≈ +1, R ≈ 0, R

≈ -1. Dari tabel di atas dapat ditentukan nilai r beserta persamaan regresinya.

1. Regresi RH vs CH

Grafik 3.5.7. Regresi RH vs CH.

Grafik ini mempunyai persamaan regresi y=-6279.2023+78.597x

dengan koefisien regresi korelasi r ≈ +1, yang berarti hubungan positif

sempurna, kenaikan peubah bebas (x) diikuti oleh kenaikan tak bebasnya (y).

Hal ini dapat dilihat dari data hasil perhitungan dan grafik ayunannya, setiap

kelembapan udara (RH) maka akan diikuti kenaikan curah hujan (CH) pula.

y = 57.124x - 4536.1 R² = 0.2813

0.0

50.0

100.0

150.0

200.0

250.0

300.0

350.0

400.0

450.0

500.0

79.000 80.000 81.000 82.000 83.000 84.000 85.000

Cu

rah

hu

jan

(m

m)

Relative humidity (%)

100

Dari grafik data tersebut diketahui bahwa daerah yang memiliki kelembapan

udara tinggi akan menyebabkan curah hujan akan lebih tinggi.

2. Regresi KA vs RH

Grafik 3.5.8. Regresi KA vs RH.

Grafik ini mempunyai persamaan regresi y=82.1688-0.1679x dengan

koefisien regresi korelasi r ≈ 0. Antara variabel KA vs RH hampir tidak

memiliki hubungan sama sekali dari setiap titik-titiknya. Jika dilihat grafik

tersebut, masing-masing ayunan saling tidak menentu antara turun dan

naiknya sehingga tidak memengaruhi kualitas dan kuantitas KA maupun RH.

3. Regresi T vs EV

Grafik di bawah ini mempunyai persamaan regresi y=287.78-7.98x

dengan koefisien regresi korelasi r ≈ -1, yang artinya mempunyai hubungan

negatif sempurna (sangat erat). Kenaikan peubah bebas (x) diikuti oleh

penurunan tak bebasnya (y). Koefisien regresi yang dicapai oleh variabel T vs

EV mempunyai peubah bebas yaitu suhu udara (T) dan peubah tak bebas

(EV). Pada umumnya dari data pengamatan terlihat bahwa setiap nilai T (°C)

naik maka EV akan turun. Contohnya pada bulan Februari hingga Maret, pada

bulan tersebut jika suhu udara naik maka nilai evapotranspirasi akan turun.

y = -0.8537x + 83.711 R² = 0.0489

79.000

80.000

81.000

82.000

83.000

84.000

85.000

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0

Re

lati

ve h

um

idit

y (%

)

Keceapatan angin (km/jam)

101

Grafik 3.5.9. Regresi T vs EV.

C. Manfaat Analisa Data Klimatologi

Metode statistik dapat digunakan sebagai pendekatan dalam upaya

memahami kejelasan bentuk keeratan hubungan antara unsur cuaca atau iklim.

Melalui analisis regresi dan korelasi bentuk dan tingkat keeratan hubungan antara

unsur cuaca dan iklim dapat diketahui. Dengan analisis regresi dan korelasi kita

dapat mengetahui apakah iklim dan cuaca berhubungan negatif atau positif, dan

besarnya hubungan antara iklim dan cuaca tersebut. Dengan mengetahui bentuk

dan keeratan hubungan tersebut, maka hasil dari regresi dan korelasi yang didapat

akan sangat berguna untuk menentukan perencanaan dalam melakukan usaha tani,

karena cuaca dan iklim sangat berpengaruh dalam usaha tani, sehingga kita dapat

menentukan tanaman apa yang akan kita usahakan dan bagaimana cara kita

mengantisipasi cuaca dan iklim yang akan terjadi.

y = -7.9884x + 287.78 R² = 0.1466

0.0

20.0

40.0

60.0

80.0

100.0

120.0

24 25 26 27 28 29

Evap

otr

ansp

iras

i (m

m)

Temperatur (°C)

102

VI. KESIMPULAN

A. Pengolahan data mentah menjadi data siap pakai dengan persamaan

matematika dan statistik.

B. Hubungan timbal balik anasir-anasir iklim dapat diketahui melalui

persamaan regresi sebagai berikut :

RH vs CH mendekati nilai 1

KA vs RH mendekati nilai 0

T vs EV mendekati nilai -1

103

DAFTAR PUSTAKA

Bey, A. 2001. Kapita Selekta Dalam Agroklimatologi. Direktorat Jendral Tinggi

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Bogor.

Dhingra, M., J. Lakshmi and S. K. Nandy. 2012. Resource usage monitoring in

clouds. IEEE Xplore Digital Library 184-191.

Hasan, U.M. 2004. Dasar-dasar Meteorologi Pertanian. Jilid ke-1. PT Oeroengan,

Jakarta.

Jackson, I. J. 2003. Climate, Water, and Agriculture. John Wiley and Sons. Inc.,

New York.

Meng, S. and Ling Liu. 2013. Enhanced monitoring as a service for effective

cloud management. IEEE Xplore Digital Library 62 (Issue9) 1705-1720.

Prawirowardoyo, S. 2006. Meteorologi. ITB, Bandung.

Setiawan, A.C. 2003. Data Iklim Hujan. <http://www.rudyct.topcities.com/pps

702._71034 / arief-setiawan.htm>. Diakses pada tanggal 4 Oktober 2014.

Sugandhy, A. 2000. Kebijakan Nasional dalam menghadapi perubahan iklim.

Kebijakan Nasional dalam dan pemanfaatan cuaca dan iklim di Indonesia 7-

15.

Wisnusubroto, S. 2002. Meteorologi Pertanian Indonesia. Mitra Gama Widya,

Yogyakarta.

Wisnubroto, S., L. Aminah dan Mulyono N. 2000. Asas-asas Meteorologi. Ghalia

Indonesia, Jakarta.

104

LAMPIRAN

1. BULAN JANUARI

JANUARI PUKUL 07.00

TBK = 25,26 °C

TBB = 24,07 °C

INTERPOLASI I

INTERPOLASI II

INTERPOLASI III

JANUARI PUKUL 13.00

TBK = 30.54 °C

TBB = 27.03 °C

INTERPOLASI I

INTERPOLASI II

INTERPOLASI III

105

JANUARI PUKUL 18.00

TBK = 25,91 °C

TBB = 24.61 °C

INTERPOLASI

RATA-RATA KELEMBABAN

2. BULAN FEBRUARI

FEBRUARI PUKUL 07.00

TBK = 24.61 °C

TBB = 23.50 °C

INTERPOLASI

FEBRUARI PUKUL 13.00

TBK = 30.79 °C

TBB = 27.40 °C

INTERPOLASI I

INTERPOLASI II

106

INTERPOLASI III

FEBRUARI PUKUL 18.00

TBK = 25.77 °C

TBK = 24.50 °C

INTERPOLASI

RATA RATA KELEMBABAN

3. BULAN MARET

MARET PUKUL 07.00

TBK = 25.36 °C

TBB = 24.12 °C

INTERPOLASI

MARET PUKUL 13.00

TBK = 31.67 °C

TBK = 27.63 °C

INTERPOLASI I

107

INTERPOLASI II

INTERPOLASI III

MARET PUKUL 18.00

TBK = 26.97 °C

TBK = 25.37 °C

INTERPOLASI

RATA RATA KELEMBABAN

4. BULAN APRIL

APRIL PUKUL 07.00

TBK = 26.78 °C

TBB = 25.26 °C

INTERPOLASI I

INTERPOLASI II

108

INTERPOLASI III

APRIL PUKUL 13.00

TBK = 32.23 °C

TBB = 27.38 °C

INTERPOLASI I

INTERPOLASI II

INTERPOLASI III

APRIL PUKUL 18.00

TBK = 27.11 °C

TBB = 25.84 °C

INTERPOLASI

RATA RATA KELEMBABAN

5. BULAN MEI

MEI PUKUL 07.00

TBK = 25.88 °C

109

TBB = 24.57 °C

INTERPOLASI

MEI PUKUL 13.00

TBK = 32.27 °C

TBB = 27.11 °C

INTERPOLASI I

INTERPOLASI II

INTERPOLASI III

MEI PUKUL 18.00

TBK = 27.11 °C

TBB = 25.84 °C

INTERPOLASI

110

RATA RATA KELEMBABAN

6. BULAN JUNI

JUNI PUKUL 07.00

TBK = 24.10 °C

TBB = 22.69 °C

INTERPOLASI I

INTERPOLASI II

INTERPOLASI III

JUNI PUKUL 13.00

TBK = 32.52 °C

TBB = 27.37 °C

INTERPOLASI I

INTERPOLASI II

111

INTERPOLASI III

JUNI PUKUL 18.00

TBK = 27.07 °C

TBB = 25.72 °C

INTERPOLASI

RATA RATA KELEMBABAN

7. BULAN JULI

JULI PUKUL 07.00

TBK = 21.36 °C

TBB = 20.07 C

INTERPOLASI I

INTERPOLASI II

INTERPOLASI III

JULI PUKUL 13.00

TBK = 32.07 °C

TBB = 27.19 C

112

INTERPOLASI I

INTERPOLASI II

INTERPOLASI III

JULI PUKUL 18.00

TBK = 26.64 °C

TBB = 25.36 °C

INTERPOLASI

RATA RATA KELEMBABAN

8. BULAN AGUSTUS

AGUSTUS PUKUL 07.00

TBK = 21.05 °C

TBB = 19.36 °C

INTERPOLASI

113

AGUSTUS PUKUL 13.00

TBK = 32.02 °C

TBB = 27.27 °C

INTERPOLASI I

INTERPOLASI II

INTERPOLASI III

AGUSTUS PUKUL 18.00

TBK = 26.53 °C

TBB = 25.26 °C

INTERPOLASI

RATA RATA KELEMBABAN

9. BULAN SEPTEMBER

SEPTEMBER PUKUL 07.00

TBK = 21.34 °C

TBB = 19.99 °C

114

INTERPOLASI I

INTERPOLASI II

INTERPOLASI III

SEPTEMBER PUKUL 13.00

TBK = 32.17 °C

TBB = 27.24 °C

INTERPOLASI I

INTERPOLASI II

INTERPOLASI III

SEPTEMBER PUKUL 18.00

TBK = 26.69 °C

TBB = 25.29 °C

115

INTERPOLASI

RATA-RATA KELEMBABAN

10. BULAN OKTOBER

OKTOBER PUKUL 07.00

TBK = 24.46 °C

TBB = 23.11 °C

INTERPOLASI

OKTOBER PUKUL 13.00

TBK = 32.25 °C

TBB = 27.38 °C

INTERPOLASI I

INTERPOLASI II

INTERPOLASI III

116

OKTOBER PUKUL 18.00

TBK = 26.68 °C

TBB = 25.32 °C

INTERPOLASI

RATA RATA KELEMBABAN

11. BULAN NOVEMBER

NOVEMBER PUKUL 07.00

TBK = 24.86 °C

TBB = 23.69 °C

INTERPOLASI

NOVEMBER PUKUL 13.00

TBK = 32.01 °C

TBB = 27.30 °C

INTERPOLASI I

INTERPOLASI II

117

INTERPOLASI III

NOVEMBER PUKUL 18.00

TBK = 25.42 °C

TBB = 24.98 °C

INTERPOLASI

RATA RATA KELEMBABAN

12. BULAN DESEMBER

DESEMBER PUKUL 07.00

TBK = 25.07 °C

TBB = 23.74 °C

INTERPOLASI

DESEMBER PUKUL 13.00

TBK = 32.16 °C

TBB = 27.23 °C

INTERPOLASI I

INTERPOLASI II

118

INTERPOLASI III

DESEMBER PUKUL 18.00

TBK = 26.23 °C

TBB = 24.79 °C

INTERPOLASI

RATA RATA KELEMBABAN

119

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM KLIMATOLOGI DASAR

ACARA IV

MENENTUKAN IKLIM SUATU TEMPAT

Oleh:

Suryati Purba (13307)

Ribka Gupita Hapsari (13322)

Fachry Husein Rosyadi (13224)

Ridya Nastitie (13325)

Wita Dian Sharli (13343)

Pridana Intan Susanti (13385)

Golongan/Kelompok : A1/3

Asisten : Ramot Christian

LABORATORIUM AGROKLIMATOLOGI

JURUSAN TANAH

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2014

120

ACARA IV

MENENTUKAN IKLIM SUATU TEMPAT

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan mayoritas penduduknya

bermata pencaharian di bidang pertanian. Produksi pertanian bergantung pada

faktor tanaman, faktor media, keadaan iklim dan pengelolaan manusia. Keadaan

tanaman dan media sampai batas tertentu dapat direkayasa oleh manusia untuk

mencapai keadaan yang menguntungkan sedangkan iklim merupakan faktor alam

yang tidak dapat diubah. Cuaca ekstrim dapat mengakibatkan gagal panen atau

bahkan keterlambatan penanaman karena ketidaksesuaian peramalan.

Iklim adalah suatu keseluruhan dari keadaan atmosfir dalam jangka waktu

panjang dan berbeda-beda di setiap tempat. Iklim dari suatu tempat terdiri dari

unsur-unsur yang variasinya sangat berbeda jauh, dan dapat disimpulkan bahwa

tidak mungkin bila dua tempat mempunyai iklim yang identik. Jumlah iklim di

permukaan bumi ini hampir tidak terbatas, sehingga membutuhkan penggolongan

ke dalam suatu kelas atau tipe. Manusia harus mengerti sifat-sifat iklim untuk

kemudian menyesuaikan diri seperti sehingga produksi pertanian yang optimal

dapat dicapai. Oleh karena itu mempelajari cara penetuan iklim di suatu tempat

penting untuk mengoptimalkan produksi pertanian.

B. Tujuan

1. Melatih mahasiswa menyatukan berbagai anasir iklim guna

menentukan tipe iklim.

2. Melatih mahasiswa mengetahui hubungan tipe iklim dengan keadaan

tanaman setempat.

121

II. TINJAUAN PUSTAKA

Iklim diartikan sebagai kebiasaan cuaca dan unsur-unsur atmosfer disuatu

daerah selama kurun waktu yang panjang (Trewartha and Horn, 1980 cit. Rahayu,

2010). Iklim juga diartikan sebagai kondisi rata-rata cuaca dalam jangka waktu

yang panjang. Penentuan iklim suatu tempat harus melalui pengamatan selama 30

tahun. Iklim pada suatu wilayah berbeda dengan wilayah lain karena banyak

faktor yang mempengaruhi yang berbeda antara satu wilayah dengan wilayah lain

(Lakitan, 2002).

Keadaan iklim dipengaruhi oleh garis lintang, luas wilayah perairan, arus laut,

dataran tinggi, bayangan hujan, faktor astronomi seperti posisi permukaan bumi,

komposisi atmosfer seperti konsentrasi CO2 di atmosfer, struktur permukaan

bumi, dan konstanta matahari. Keadaan iklim di indonesia sangat dipengaruhi

oleh letak geografis dan topografi. Indonesia terletak didaerah equator dan diapit

oleh dua benua. Benua asia memiliki moonson foci yang menyebabkan adanya

dua periode musim (Subarno, 1998)

Iklim disusun oleh beberapa anasir penyusun antara lain: suhu dan

kelembaban udara, radiasi matahari, curah hujan, kecepatan angin, evaporasi, dan

lain-lain. Salah satu anasir yang paling penting di kawasan tropika adalah curah

hujan, terutama dalam sebarannya per tahun (Oliver and Hidore, 2002).

Iklim telah terbagi sesuai lokasi atau daerah yang telah dideterminasikan tidak

hanya untuk satu elemen saja, tetapi dengan variasi kombinasi variabel

meteorologi. Dua tempat mungkin memiliki temperatur yang sama, tetapi ada

perbedaan curah hujan disana. Beberapa karakteristik dari distribusi iklim telah

diketahui melalui klasifikasi secara astronomi. Ada beberapa klasifikasi iklim

sesuai parameter pengukurnya yaitu klasifikasi menurut Mohr, Schmidt dan

Fergusson, Oldeman, dan Koppen. Diantara keempat jenis klasifikasi ini terdapat

persamaan dan perbedaan (Harwitz and Austin,1944).

Iklim merupakan suatu sumber daya alam yang cukup penting untuk

membentuk lahan maupun dalam berbagai aktifitas makhluk hidup. Dalam bidang

pertanian, pengaruh iklim sangat terlihat pada pengaruh hujan dalam

pembentukan tanah, perlindian, dan pemenuhan kebutuhan air untuk tanaman,

intensitas curah hujan yang tinggi, dan suhu yang rendah juga berpengaruh pada

122

perkembangan organisme pegganggu tanaman seperti jamur dan bakteri,

intensitas cahaya matahari juga berpengaruh langsung untuk proses fotosintesis

pada tanaman (Bonan, 2008). Menurut Kumar and Gautam (2014), produksi

pertanian secara langsung tergantung pada perubahan iklim dan cuaca. Perubahan

iklim merupakan ancaman besar untuk pertanian. Air merupakan masukan

pertanian yang paling penting.

Tanaman akan paling menderita karena kekeringan akibat iklim. Iklim

mempengaruhi periode pertumbuhan. Peramalan iklim dilakukan untuk

menghindari peningkatan risiko kekeringan di awal, tengah dan akhir siklus

tanaman tahunan (Aoubouazza et al., 2013)

123

III. METODOLOGI

Percobaan acara IV praktikum Klimatologi Dasar tentang menentukan iklim

suatu tempat yang dilaksanakan pada hari Senin, 6 Oktober 2014 dilakukan di

Laboratorium Agroklimatologi Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada,

Yogyakarta.

Sistem klasifikasi Mohr ditentukan dengan cara membuat tabel CH dengan

kolom-kolom bulan vs tahun, kemudian dihitung CH rerata untuk bulan sejenis

dan ditentukan derajat kebasahan bulan (DKB) berdasarkan CH rerata. Dari

kolom DKB, ditentukan bulan kering (BK), bulan lembab (BL), dan bulan basah

(BB) berdasarkan klasifikasi DKB Mohr. Tipe iklim daerah setempat ditentukan

dengan melihat jumlah bulan kering (BK), bulan lembab (BL), dan bulan basah

(BB) menurut penggolongan iklim Mohr.

Sistem klasifikasi Schmidt-Fergusson ditentukan dengan cara membuat tabel

CH dengan kolom-kolom bulan vs tahun, kemudian ditentukan DBK tiap data

berdasarkan DKB Mohr. Jumlah BK, BL, dan BB dihitung selama 10 tahun

selanjutnya rerata jumlah BK, BL, dan BB dihitung. Nilai Q dihitung dengan

menggunakan rumus:

Tipe iklim daerah setempat ditentukan dengan mencocokan nilai Q menurut

penggolongan Schmidt dan Fergusson.

Sistem klasifikasi Oldeman ditentukan dengan cara membuat tabel CH dengan

kolom-kolom bulan vs tahun, kemudian dihitung CH rerata untuk setiap bulan

selama 10 tahun dan ditentukan derajat kebasahan bulan (DKB) berdasarkan CH

rerata. Dari kolom DKB, ditentukan bulan kering (BK), bulan lembab (BL), dan

bulan basah (BB) berdasarkan klasifikasi DKB Oldeman. Tipe iklim daerah

setempat ditentukan dengan melihat jumlah bulan kering (BK) dan bulan basah

(BB) berurutan yang kemudian digambarkan pada Segitiga Agroklimat.

Untuk sistem klasifikasi Koppen, dilakukan dengan menghitung rerata curah

hujan keseluruhan data bulan vs tahun. Tipe iklim daerah setempat ditentukan

dengan melihat suhu dan curah hujan kemudian mencocokan dengan

penggolongan sistem Koppen.

124

IV. HASIL PENGAMATAN

A. Klasifikasi Iklim Mohr

Tabel 4.4.1. Data curah hujan dan analisis data klasifikasi iklim Mohr.

TAHUN Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

2002 157 128 284 200 130 181 76 33 73 140 102 181

2003 253 158 417 13 245 80 44 96 274 220 204 218

2004 340 224 402 385 368 55 100 0 237 2 301 178

2005 200 39 225 336 199 99 271 145 94 339 304 296

2006 228 207 215 207 306 185 35 97 108 69 190 110

2007 307 220 260 340 112 213 278 132 183 182 85 141

2008 143 194 211 259 51 205 333 148 153 207 501 350

2009 164 196 279 309 186 41 157 122 98 232 165 211

2010 148 161 157 164 227 320 259 144 202 235 207 217

2011 332 320 368 332 389 96 238 124 132 218 197 244

TOTAL 2272 1847 2818 2545 2213 1475 1791 1041 1554 1844 2256 2146

RERATA 227.2 184.7 281.8 254.5 221.3 147.5 179.1 104.1 155.4 184.4 225.6 214.6

BB BB BB BB BB BB BB BB BB BB BB BB

∑ BB : 12

∑ BL : 0 Golongan I

∑ BK : 0

Berdasarkan hasil pengamatan kabupaten Nunukan termasuk ke dalam golongan

daerah basah pada klasifikasi iklim Mohr karena jumlah BB Kabupaten Nunukan

lebih dari 6 dan bahkan tidak ada periode kering.

}

125

B. Klasifikasi Iklim Schmidt-Fergusson

Tabel 4.4.2. Klasifikasi iklim Schmidt-Fergusson.

THN Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des BB BL BK

2002 BB BB BB BB BB BB BL BK BL BB BB BB 9 2 1

2003 BB BB BB BK BB BL BK BL BB BB BB BB 8 2 2

2004 BB BB BB BB BB BK BL BK BB BK BB BB 8 1 3

2005 BB BK BB BB BB BL BB BB BL BB BB BB 9 2 1

2006 BB BB BB BB BB BB BK BL BB BL BB BB 9 2 1

2007 BB BB BB BB BB BB BB BB BB BB BL BB 11 1 0

2008 BB BB BB BB BK BB BB BB BB BB BB BB 11 0 1

2009 BB BB BB BB BB BK BB BB BL BB BB BB 10 1 1

2010 BB BB BB BB BB BB BB BB BB BB BB BB 12 0 0

2011 BB BB BB BB BB BL BB BB BB BB BB BB 11 1 0

∑ 98 12 10

RRT 9.8 1.2 1

(Golongan A)

Kabupaten Nunukan termasuk golongan A yang berarti daerah sangat basah

dengan vegetasi hutan hujan tropis.

126

C. Klasifikasi Iklim Oldeman

Tabel 4.4.3. Data curah hujan dan analisis data klasifikasi iklim Oldeman.

TAHUN Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

2002 157 128 284 200 130 181 76 33 73 140 102 181

2003 253 158 417 13 245 80 44 96 274 220 204 218

2004 340 224 402 385 368 55 100 0 237 2 301 178

2005 200 39 225 336 199 99 271 145 94 339 304 296

2006 228 207 215 207 306 185 35 97 108 69 190 110

2007 307 220 260 340 112 213 278 132 183 182 85 141

2008 143 194 211 259 51 205 333 148 153 207 501 350

2009 164 196 279 309 186 41 157 122 98 232 165 211

2010 148 161 157 164 227 320 259 144 202 235 207 217

2011 332 320 368 332 389 96 238 124 132 218 197 244

TOTAL 2272 1847 2818 2545 2213 1475 1791 1041 1554 1844 2256 2146

RERATA 227.2 184.7 281.8 254.5 221.3 147.5 179.1 104.1 155.4 184.4 225.6 214.6

BB BL BB BB BB BL BL BL BL BL BB BB

∑ BB berurutan : 3 Bberdasarkan Segitiga Agroklimat

∑ BK berurutan : 0 termasuk Zona D1

}

127

Menurut klasifikasi Iklim Oldeman kabupaten Nunukan termasuk ke dalam Zona

D1 yaitu daerah dengan 3-4 BB berurutan dan memungkinkan untuk penanaman

pangan sepanjang tahun.

D. Klasifikasi Iklim Koppen

CH terkering : 2 mm

R : 198.35 mm

Menurut Anonim (2012), suhu Kabupaten Nunukan adalah sebagai

berikut:

Rerata T : 21.7°C (Tipe A/C/D)

T min : 22.3°C (Tipe A)

(Aw)

Menurut Anonim (2012), rerata suhu Kabupaten Nunukan lebih dari 10°C

yaitu 21,7°C maka dapat dikelompokkan dalam tipe iklim A,C dan D. Namun

masing-masing tipe iklim tersebut dapat dibedakan lagi berdasarkan rerata suhu

bulanan terdingin. Menurut Anonim (2012), diketahui bahwa suhu terdingin

Kabupaten Nunukan adalah 22,3ºC dimana suhu tersebut lebih dari 18ºC sehingga

Kabupaten Nunukan termasuk dalam tipe A yang merupakan iklim hujan tropis.

Rata-rata jumlah curah hujan terkering di Kabupaten Nunukan kurang dari 60

mm, sehingga wilayah ini masuk ke tipe iklim antara Am dan Aw. Untuk

menentukan wilayah yang sebenarnya, dimasukkan hitungan dengan rumus 98,5-

(R/25) dimana R adalah grandmean sebesar 198,5. Hasil yang didapatkan adalah

90,566 yang lebih besar dari 2. Berdasarkan perhitungan tersebut, wilayah

Nunukan termasuk dalam golongan iklim Aw yaitu tropika basah kering. Pada

wilayah ini, jumlah hujan pada bulan-bulan basah tidak dapat mengimbangi

kekurangan hujan pada bulan kering sehingga vegetasi yang ada adalah padang

rumput dengan pohon-pohon yang jarang.

128

V. PEMBAHASAN

A. Klasifikasi Iklim

Klasifikasi iklim yang dibuat oleh manusia tersebut mempunyai kelebihan

dan kekurangan. Namun pengklasifikasian iklim tersebut dapat memudahkan

dalam mengidentifikasi iklim pada suatu daerah, karena pengklasifikasian iklim

tersebut menyederhanakan jumlah iklim lokal yang tidak terbatas jumlahnya

menjadi beberapa golongan yang jumlahnya relatif sedikit, yaitu kelas-kelas yang

mempunyai sifat penting yang bersamaan. Berikut adalah kelebihan dan

kekurangan beberapa metode klasifikasi iklim:

1. Iklim Mohr

Metode Mohr ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya

adalah walaupun jenis tanah tidak menjadi dasar sistem klasifikasi Mohr

sudah cukup mewakili berbagai jenis tanah, metode ini telah diterapkan

dengan berhasil pada daerah tropis seperti Trinidad, bahkan adapula yang

diterapkan dalam bentuk variasi seperti di Kongo. Sistem klasifikasi ini

menyajikan data curah hujan bulanan dapat diketahui pergeseran iklim tiap

bulan. Kekurangannya adalah pengklasifikasiannya didasarkan pada rata-rata

bulanan sehingga kurang sesuai untuk memberi gambaran secara sempurna

mengenai keadaan iklim Indonesia, tidak mengikutsertakan sifat fisis suatu

tanah yang juga dapat memberi pengaruh pada penetuan iklim. Selain itu,

dengan metode klasifikasi ini, tidak dapat diketahui pergeseran iklim tiap

tahun, dasar penentuannya hanya dari curah hujan sehingga hanya dapat

digunakan untuk menentukan iklim di daerah dengan curah hujan stabil

maupun periodik.

2. Iklim Schmidt Fergusson

Sistem klasifikasi Schmidt-Fergusson memiliki kelebihan dan

kekurangan. Kelebihannya adalah mengetahui pergeseran iklim tiap tahun,

mempermudah pengamatan dalam melihat kapan terjadinya bulan kering dan

bulan basah. Kekurangannya adalah kriteria untuk bulan basah ataupun bulan

kering untuk beberapa wilayah terlalu rendah, sehingga terjadi kesulitan dalam

mengelompokkan bulan kering dan bulan basah pada suatu daerah. Secara

umum klasifikasi ini banyak digunakan di bidang perkebunan dan kehutanan.

Ultimate
Highlight
Ultimate
Highlight
Ultimate
Highlight
Ultimate
Highlight

129

3. Iklim Oldeman

Sistem klasifikasi iklim oleh Oldeman memiliki kelebihan dan

kekurangan. Adapun kelebihannya adalah caranya sudah lebih maju dibanding

dengan cara-cara sebelumnya yaitu klasifikasi menurut Mohr dan Schmidt-

Fergusson. Hal ini disebabkan oleh metode Oldeman yang telah

mempertimbangkan unsur cuaca yang lain seperti radiasi matahari yang

dihasilkan dengan kebutuhan air tanaman sehingga sudah dapat diperkirakan

pola tanam dengan keterkaitan antara iklim dan tanaman. Sedangkan,

kekurangannya adalah sistem ini menjadikan curah hujan sebagai salah satu

indikator pentingnya, sehingga akan terdapat banyak kesulitan dan kendala

dalam menentukan wilayah yang mempunyai 4 musim. Selain itu, sistem

klasifikasi ini belum dapat menjelaskan pergeseran iklim bulanan.

4. Iklim Koppen

Sistem klasifikasi iklim Koppen juga memiliki kelebihan dan

kekurangan. Adapun kelebihan sistem klasifikasi ini adalah terletak dalam

penyusunan simbol-simbol tipe iklim yang dengan tepat merumuskan sifat dan

curah masing-masing tipe iklim dengan tanda yang terdiri dari kombinasi

beberapa huruf saja yang dapat dengan tepat merumuskan sifat dan corak

iklim suatu wilayah. Sedangkan, kekurangan sistem klasifikasi iklim ini

adalah jika diterapkan di Indonesia, sistem ini kurang dapat menggambarkan

kondisi detail iklim Indonesia. Hal ini disebabkan oleh besarnya perbedaan

curah hujan wilayah-wilayah di Indonesia.

B. Klasifikasi Iklim yang Cocok Diterapkan di Indonesia

Metode klasifikasi iklim yang cocok digunakan di Indonesia adalah

metode Mohr, Schmidt-Fergusson, dan metode Oldeman. Mohr dan Schmidt-

Fergusson melakukan klasifikasi berdasar curah hujan dengan melihat derajat

kebasahan suatu bulan. Metode-metode tersebut menjadikan curah hujan sebagai

indikator penting. Indikator tersebut mempermudah pengamatan bulan kering dan

bulan basah sehingga pergeseran iklim yang sering terjadi di Indonesia dapat lebih

mudah diketahui. Metode Oldeman juga menjadikan curah hujan sebagai

indikator penting, cocok diterapkan di wilayah yang mempunyai 2 musim seperti

Ultimate
Highlight
Ultimate
Highlight
Ultimate
Highlight
Ultimate
Highlight

130

Indonesia. Oldeman membuat dan menggolongkan tipe-tipe iklim di Indonesia

berdasarkan pada kriteria bulan-bulan basah dan bulan-bulan kering secara

berturut-turut. Dengan iklim yang berganti ganti pada suatu wilayah maka dengan

klasifikasi Oldeman ini wilayah tersebut dapat menentukan tindakan dan waktu

kapan petani dapat menanam padi dan kapan juga petani dapat menanam tanaman

palawija.

131

VI. KESIMPULAN

A. Menurut metode Mohr, tipe iklim Kabupaten Nunukan termasuk dareah

basah (golongan I) hampir tanpa bulan kering. Menurut metode Schmidt-

Fergusson, tipe iklim Kabupaten Nunukan termasuk daerah sangat basah

(golongan A) dengan vegetasi hutan hujan tropis. Menurut metode

Oldeman, tipe iklim kabupaten Nunukan termasuk Zona D1 yang

memungkinkan untuk penanaman pangan sepanjang tahun. Menurut

metode Koppen, tipe iklim kabupaten Nunukan termasuk ke dalam iklim

tropika basah kering.

B. Tipe iklim menentukan periode tanam, periode pertumbuhan dan

perkembangan serta masa panen hingga hasil produksi suatu tanaman.

132

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Kabupaten Nunukan. <http://migas.bisbak.com/6408.html>.

Diakses pada tanggal 11 Oktober 2014.

Aoubouazza, M., R. Rajel and R. Essafi. 2013. Impact of extreme climate events

on water resources and agriculture and biodiversity in Morocco. Journal

of Climatology Weather and Forecasting 1:104.

Bonan, G. 2008. Ecological Climatology: Concepts and Applications. Cambridge

University Press, England.

Harwitz, B. and J. M. Austin. 1944. Climatology. Mc Graw-Hill Book Company

Inc., New York.

Kumar, R. and H. R. Gautam. 2014. Climate change and its impact on agricultural

productivity in India. Journal of Climatology and Weather Forecasting

2:109.

Lakitan, B. 2002. Dasar-Dasar Klimatologi. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Oliver, J. E. and J. J. Hidore. 2002. Climatology: An Atmoshperic Science.

Prentice Hall, California.

Rahayu, S. R. 2010. Pengertian yang Berkaitan dengan Prakiraan Iklim dan

Musim. <http://cybex.deptan.go.id/penyuluhan/pengertian-yang-

berkaitan-dengan-prakiraan-iklim-dan-musim>. Diakses pada tanggal 10

Oktober 2014.

Subarno, M. T. 1998. Klimatologi Dasar. UPN Veteran Press. Yogyakarta.

133

LAMPIRAN

Tabel 4.8.1. Data curah hujan Kabupaten Nunukan.

TAHUN Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

2002 157 128 284 200 130 181 76 33 73 140 102 181

2003 253 158 417 13 245 80 44 96 274 220 204 218

2004 340 224 402 385 368 55 100 0 237 2 301 178

2005 200 39 225 336 199 99 271 145 94 339 304 296

2006 228 207 215 207 306 185 35 97 108 69 190 110

2007 307 220 260 340 112 213 278 132 183 182 85 141

2008 143 194 211 259 51 205 333 148 153 207 501 350

2009 164 196 279 309 186 41 157 122 98 232 165 211

2010 148 161 157 164 227 320 259 144 202 235 207 217

2011 332 320 368 332 389 96 238 124 132 218 197 244

A. Klasifikasi Iklim Mohr

Tabel 4.8.2. Analisis data klasifikasi iklim Mohr.

TAHUN Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

2002 157 128 284 200 130 181 76 33 73 140 102 181

2003 253 158 417 13 245 80 44 96 274 220 204 218

2004 340 224 402 385 368 55 100 0 237 2 301 178

2005 200 39 225 336 199 99 271 145 94 339 304 296

2006 228 207 215 207 306 185 35 97 108 69 190 110

2007 307 220 260 340 112 213 278 132 183 182 85 141

2008 143 194 211 259 51 205 333 148 153 207 501 350

2009 164 196 279 309 186 41 157 122 98 232 165 211

2010 148 161 157 164 227 320 259 144 202 235 207 217

2011 332 320 368 332 389 96 238 124 132 218 197 244

TOTAL 2272 1847 2818 2545 2213 1475 1791 1041 1554 1844 2256 2146

RERATA 227.2 184.7 281.8 254.5 221.3 147.5 179.1 104.1 155.4 184.4 225.6 214.6

BB BB BB BB BB BB BB BB BB BB BB BB

134

Langkah-langkah analisis:

1. Menghitung rerata curah hujan bulan sejenis.

2. Berdasarkan rerata curah hujan bulan sejenis dilakukan

pengklasifikasian BK, BL dan BB untuk setiap bulan berdasarkan

klasifikasi derajat kebasahan bulan Mohr.

3. Dihitung jumlah BB dan BK yang berurutan, penggolongan

berdasarkan klasifikasi Mohr.

B. Klasifikasi Iklim Schmidt-Fergusson

Tabel 4.8.3. Analisis data klasifikasi iklim Schmidt-Fergusson.

THN Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des BB BL BK

2002 BB BB BB BB BB BB BL BK BL BB BB BB 9 2 1

2003 BB BB BB BK BB BL BK BL BB BB BB BB 8 2 2

2004 BB BB BB BB BB BK BL BK BB BK BB BB 8 1 3

2005 BB BK BB BB BB BL BB BB BL BB BB BB 9 2 1

2006 BB BB BB BB BB BB BK BL BB BL BB BB 9 2 1

2007 BB BB BB BB BB BB BB BB BB BB BL BB 11 1 0

2008 BB BB BB BB BK BB BB BB BB BB BB BB 11 0 1

2009 BB BB BB BB BB BK BB BB BL BB BB BB 10 1 1

2010 BB BB BB BB BB BB BB BB BB BB BB BB 12 0 0

2011 BB BB BB BB BB BL BB BB BB BB BB BB 11 1 0

∑ 98 12 10

RRT 9.8 1.2 1

Langkah-langkah analisis:

1. Berdasarkan rerata curah hujan tiap bulan dilakukan pengklasifikasian

BK, BL dan BB untuk setiap bulan berdasarkan klasifikasi derajat

kebasahan bulan Mohr.

2. Dihitung jumlah BB, BL dan BK.

3. Hitung rerata BB, BL dan BK.

4. Penggolongan iklim dilakukan dengan menghitung nilai Q yang

dihitung dengan persamaan berikut:

135

C. Klasifikasi Iklim Oldeman

Tabel 4.8.4. Analisis data klasifikasi iklim Oldeman.

TAHUN Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

2002 157 128 284 200 130 181 76 33 73 140 102 181

2003 253 158 417 13 245 80 44 96 274 220 204 218

2004 340 224 402 385 368 55 100 0 237 2 301 178

2005 200 39 225 336 199 99 271 145 94 339 304 296

2006 228 207 215 207 306 185 35 97 108 69 190 110

2007 307 220 260 340 112 213 278 132 183 182 85 141

2008 143 194 211 259 51 205 333 148 153 207 501 350

2009 164 196 279 309 186 41 157 122 98 232 165 211

2010 148 161 157 164 227 320 259 144 202 235 207 217

2011 332 320 368 332 389 96 238 124 132 218 197 244

TOTAL 2272 1847 2818 2545 2213 1475 1791 1041 1554 1844 2256 2146

RERATA 227.2 184.7 281.8 254.5 221.3 147.5 179.1 104.1 155.4 184.4 225.6 214.6

BB BL BB BB BB BL BL BL BL BL BB BB

Langkah-langkah analisis:

1. Menghitung rerata curah hujan bulan sejenis.

2. Berdasarkan rerata curah hujan bulan sejenis dilakukan

pengklasifikasian BK, BL dan BB untuk setiap bulan berdasarkan

klasifikasi derajat kebasahan bulan Oldeman.

3. Dihitung jumlah BB dan BK yang berurutan kemudian digambarkan

pada segitiga agroklimat, penggolongan zona berdasarkan daerah yang

berpotongan.

136

D. Klasifikasi Iklim Koppen

Langkah-langkah analisis:

1. Suhu rerata bulanan dan suhu terdingin di wilayah Nunukan lebih dari

18°C, sehingga wilayah Nunukan termasuk dalam wilyah dengan tipe

utama A.

2. Jumlah curah hujan terkering di wilayah Nunukan lebih kecil dari 60

mm, sehingga wilayah Nunukan masuk ke wilayah tropika basah (Am)

atau tropika basah kering (Aw), bukan wilayah tropika basah (Af)

3. Lalu digunakan rumus 98,5-(R/25) dengan R merupakan grandmean

data curah hujan. Hasil perhitungan kemudian dibandingkan dengan

data jumlah curah hujan terkering sebagai berikut:

4. Berdasarkan hasl perhitungan, hasil perhitungan lebih besar daripada

jumlah curah hujan terkering, maka wilayah Nunukan masuk pada

wilayah dengan tipe iklim Aw.

137

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM KLIMATOLOGI DASAR

ACARA V

PENENTUAN POLA TANAM BERDASARKAN KEADAAN IKLIM

Oleh:

Suryati Purba (13307)

Ribka Gupita Hapsari (13322)

Fachry Husein Rosyadi (13224)

Ridya Nastitie (13325)

Wita Dian Sharli (13343)

Pridana Intan Susanti (13385)

Golongan/Kelompok : A1/3

Asisten : Ramot Christian

LABORATORIUM AGROKLIMATOLOGI

JURUSAN TANAH

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2014

138

ACARA V

PENENTUAN POLA TANAM BERDASARKAN KEADAAN IKLIM

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penentuan pola tanam tidak dapat dilepaskan dari pengetahuan dan

analisis tentang data iklim. Dengan mengetahui dan menganalisis data iklim,

dapat diketahui pola dan penyebaran kondisi iklim di suatu daerah tertentu. Hal

ini sangat penting dalam menunjang keberhasilan pertanaman untuk memperoleh

hasil maksimum.Pada dasarnya, penentuan pola tanam didasari atas ketersediaan

lengas bagi tanaman yang dapat menunjang pertumbuhan tanaman pada periode

tumbuhnya. Tercukupinya kebutuhan air tanaman pada periode tumbuh tersebut

akan sangat menentukan keberhasilan penanaman suatu jenis tanaman. Selain itu,

dengan diketahuinya pola tanam serta ketersediaan air setiap bulan selama periode

tanam tertentu dan dikaitkan dengan kebutuhan air pada suatu tanaman, petani

mampu memperkirakan jenis tanaman yang dapat di tumpangsari, tumpang gilir,

atau di tanam gilir. Hal ini untuk memaksimalkan penggunaan air serta

mendapatkan hasil yang maksimal untuk usaha taninya.

Anasir iklim yang paling berhubungan dengan ketersediaan lengas tanah

adalah curah hujan. Dengan perkiraan curah hujan yang tepat, maka dapat

ditentukan kebutuhan terhadap irigasi atau tambahan air yang diperlukan,

sehingga efisiensi penggunaan air dapat dioptimalkan sebaik-baiknya.

B. Tujuan

Mengetahui manfaat data iklim dalam menentukan pola tanam di suatu

daerah.

139

II. TINJAUAN PUSTAKA

Salah satu unsur yang penting dalam kehidupan, termasuk dalam produksi

pertanian adalah curah hujan yang berpengaruh atas sumber daya air bagi

tanaman. Sebagai unsur fisik lingkungan, hujan memiliki keragaman yang paling

besar terutama di daerah tropis, di mana terdapat periode kekurangan atau

kelebihan air yang cukup jelas (Lucas, 2003).

Tingkat ketersediaan air ditentukan atas kadar air antara 0% pada titik lahan

permanen tanaman dan 100% pada kapasitas lapang, untuk lahan yang tidak

beririgasi (Setiawan, 2005):

Cukup : kadar air sedalam jelajah akar tanaman > 60%

Sedang : kadar air sedalam jelajah akar tanaman 40-60%

Kurang : kadar air sedalam jelajah akar tanaman < 40%

Sistem tanam suatu daerah ditentukan oleh sejumlah parameter tanah dan

iklim yang menentukan pengaturan agro-ekologi secara keseluruhan untuk

makanan dan kesesuaian tanaman untuk budidaya. Informasi yang berkaitan

dengan pola tanam pada tanaman holtikultura khususnya sayuran dan tanaman

umbi tidak dikompilasi dan tersedia. Namun kendala dalam produksi dan zona

budidaya tanaman ini diberikan kesenjangan penelitian (Yadav, 1998).

Dampak dari kerusakan panas karena suhu, peningkatan udara dan

peningkatan konsentrasi CO2 di atmosfer di masa depan regular tidak dianggap.

Jika informasi tentang dampak kerusakan panas dan CO2 konsentrasi terhadap

penurunan dan atau meningkatkan hasil berbagai tanaman tersedia, dimungkinkan

untuk memasukkan faktor-faktor ini ke dalam analisis simulasi. Jika Informasi

tentang dampak kerusakan panas dan CO2 terhadap penurunan konsentrasi dan

atau meningkatkan hasil tanaman tersedia, dimungkinkan untuk memasukkan

faktor-faktor analisis ke simulasi. Khusus untuk kerusakan akibat suhu, ada

kemungkinan bahwa tingkat ambang mungkin lebih penting. Khusus untuk panas

akibat kerusakan, ada kemungkinan bahwa tingkat ambang lebih mungkin.

Sebagai contoh, tanaman musiman seperti jeruk yang lebih sensitif terhadap panas

kerusakan pada tahap berbunga. Perubahan harga dan juga masa depan bagi setiap

tanaman tidak dipertimbangkan. Dengan semakin meningkatnya kebutuhan

informasi iklim dewasa ini, perlu dilakukan pengembangan kualitas dan kuantitas

140

data dan informasi iklim. Hasil penelitian ini sangat bermanfaat dalam upaya

melengkapi kebutuhan data evapotranspirasi. Caranya adalah dengan

mengintegrasikan metode-metode pendugaan evapotranspirasi lengkap dengan

angka koreksinya masing-masing ke dalam sistem database iklim nasional.

Pengguna nanti yang akan memilih metode yang akan dipakai berdasarkan

ketersediaan data iklim yang dimilikinya (Chieko et al., 2005).

Pada kondisi iklim ekstrim, curah hujan secara nyata jauh di atas normal

(AN) atau di bawah normal (BN), baik jumlah maupun lama (durasi), serta awal

dan akhir musim. Berdasarkan pengalaman, pengaruh kejadian iklim ekstrim

seringkali menyebabkan pergeseran awal tanam dan penurunan luas areal tanam,

kekeringan, gagal panen dan penurunan produksi pangan, serta menstimulasi

ledakan (outbreak) beberapa OPT utama tanaman, seperti tikus, penggerek

batang, wereng coklat dan tungro (Prawitowardoyo, 1996).

Pengaruh yang nyata dari vegetasi terhadap curah hujan efektif adalah

adanya intersepsi air hujan oleh tajuk. Intersepsi tajuk dipengaruhi oleh umur

tanaman, kerapatan tanaman, dan jenis tanaman serta frekuensi hujan. Adanya

intersepsi ini menyebabkan air hujan yang diterima tanah tidak merata, transpirasi

terhambat dan memperkecil pengambilan air dari tanah oleh vegetasi. Air

intersepsi ini merupakan komponen kehilangan air karena penguapan oleh proses

fisika.

141

III. METODOLOGI

Percobaan acara V praktikum Klimatologi Dasar tentang penentuan pola

tanam berdasarkan keadaan iklim yang dilaksanakan pada hari Senin, 13 Oktober

2014 dilakukan di Laboratorium Agroklimatologi Fakultas Pertanian Universitas

Gadjah Mada, Yogyakarta. Peralatan yang diperlukan adalah kertas milimeter,

plastik transparansi, spidol transparansi, dan penggaris. Sedangkan bahan-bahan

yang diperlukan adalah data curah hujan harian selama 10 tahun (2001-2010),

data evaporasi potensial harian atau bulanan, nilai koefisien tanaman bulanan

untuk beberapa tanaman dan data periode fase pertumbuhan dan perkembangan

masing-masing tanaman.

Mula-mula dibuat histogram curah hujan per dasarian selama 2 tahun (rerata

10 tahun diulang 2 kali) pada kertas grafik. Lalu kebutuhan air tanaman pada

setiap fase pertumbuhan dan perkembangan tanaman dihitung dengan

menggunakan nilai Kc dari setiap fase. Kemudian dibuat histogram pola umum

kebutuhan air tanaman pada transparansi untuk beberapa jenis tanaman. Pola

tanam untuk dua tahun bagi daerah tertentu ditentukan dengan jalan memilih jenis

tanaman yang kebutuhan airnya dapat dicukupi oleh ketersediaan curah hujan

dengan mengoverlaykan histogram kebutuhan air tanaman pada histogram curah

hujan. Berdasarkan diagram tersebut, ditentukan saat tanam bagi setiap jenis

tanaman terpilih untuk kemudian dihitung kebutuhan airnya sesuai dengan data

masing-masing daerah sehingga dapat mendekati kebenaran. Pemilihan jenis

tanaman ini diulang 10 kali untuk jenis tanaman yang berbeda. Kemudian dibuat

uraian dan pembahasan mengenai pola tanam yang dihasilkan beserta alasannya

(Runtunuwu dan Pramudia, 2008).

142

IV. HASIL PENGAMATAN

Nama stasiun : UGM Bulaksumur Tinggi : 137 m

Kecamatan : Depok Lintang : 7°46’S

Kabupaten : Sleman Bujur : 110°23’E

A. Curah Hujan Dasarian

Tabel 5.4.1. Data curah hujan dasarian (mm).

Tahun Januari Februari Maret

I II III I II III I II III

2001 113 165 183 276 210 128 35 114 86

2002 257 157 310 169 195 190 100 190 109

2003 190 31 192 109 58 56 94 117 213

2004 31 221 214 232 108 161 376 166 136

2005 166 221 122 255 336 112 37 114 92

2006 106 103 112 92 95 44 49 72 84

2007 117 82 75 115 11 29 37 11 29

2008 97 43 159 223 128 116 80 109 81

2009 147 143 27 272 66 122 44 35 130

2010 147 143 27 272 66 122 44 35 130

Tahun

April Mei Juni

I II III I II III I II III

2001 89 167 98 19 0 6 2 8 0

2002 192 23 38 4 26 49 14 0 1

2003 252 39 85 90 4 7 77 46 53

2004 99 93 37 36 0 0 0 0 0

2005 41 46 69 18 4 3 62 119 6

2006 22 145 22 0 17 2 0 4 0

2007 31 122 23 42 13 0 0 0 0

2008 117 79 120 12 1 24 26 146 33

2009 116 40 62 10 31 31 62 2 0

2010 116 40 62 10 31 31 62 2 0

143

Tahun Juli Agustus September

I II III I II III I II III

2001 8 1 0 0 0 0 0 0 0

2002 48 0 0 16 0 159 136 3 7

2003 0 1 0 0 1 0 2 1 0

2004 0 0 0 0 0 0 0 4 5

2005 54 2 0 0 0 0 0 4 0

2006 0 0 0 8 2 3 0 0 0

2007 0 0 0 0 0 0 0 0 0

2008 19 42 85 23 4 0 0 18 56

2009 0 0 4 0 0 41 0 0 4

2010 0 0 4 0 0 41 0 0 4

Tahun

Oktober November Desember

I II III I II III I II III

2001 0 1 5 16 130 141 58 18 261

2002 133 60 120 54 159 121 162 71 47

2003 0 0 0 31 154 130 72 72 150

2004 0 12 6 41 45 55 181 142 35

2005 1 41 36 67 278 315 141 123 51

2006 82 65 67 129 262 91 168 146 52

2007 1 0 1 29 25 31 45 138 95

2008 25 153 82 127 76 72 32 105 171

2009 12 42 114 41 112 149 28 207 40

2010 12 42 114 41 112 149 28 207 40

B. Rangking Curah Hujan

Tabel 5.4.2. Data curah hujan dasarian berdasarkan rangking (mm).

Rangking Januari Februari Maret

I II III I II III I II III

1 257 221 310 276 336 190 376 190 213

2 190 221 214 272 210 161 100 166 136

3 166 165 192 272 195 128 94 117 130

4 147 157 183 255 128 122 80 114 130

5 147 143 159 232 108 122 49 114 109

6 117 143 122 223 95 116 44 109 92

7 113 103 112 169 66 112 44 72 86

8 106 82 75 115 66 56 37 35 84

9 97 43 27 109 58 44 37 35 81

10 31 31 27 92 11 29 35 11 29

144

Rangking

April Mei Juni

I II III I II III I II III

1 252 167 120 90 31 49 77 146 53

2 192 145 98 42 31 31 62 119 33

3 117 122 85 36 26 31 62 46 6

4 116 93 69 19 17 24 62 8 1

5 116 79 62 18 13 7 26 4 0

6 99 46 62 12 4 6 14 2 0

7 89 40 38 10 4 3 2 2 0

8 41 40 37 10 1 2 0 0 0

9 31 39 23 4 0 0 0 0 0

10 22 23 22 0 0 0 0 0 0

Rangking

Juli Agustus September

I II III I II III I II III

1 54 42 85 23 4 159 136 18 56

2 48 2 4 16 2 41 2 4 7

3 19 1 4 8 1 41 0 4 5

4 8 1 0 0 0 3 0 3 4

5 0 0 0 0 0 0 0 1 4

6 0 0 0 0 0 0 0 0 0

7 0 0 0 0 0 0 0 0 0

8 0 0 0 0 0 0 0 0 0

9 0 0 0 0 0 0 0 0 0

10 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Rangking

Oktober November Desember

I II III I II III I II III

1 133 153 120 129 278 315 181 207 261

2 82 65 114 127 262 149 168 207 171

3 25 60 114 67 159 149 162 146 150

4 12 42 82 54 154 141 141 142 95

5 12 42 67 41 130 130 72 138 52

6 1 41 36 41 112 121 58 123 51

7 1 12 6 41 112 91 45 105 47

8 0 1 5 31 76 72 32 72 40

9 0 0 1 29 45 55 28 71 40

10 0 0 0 16 25 31 28 18 35

145

C. Nomor Rangking PCH 75%

f : peluang curah hujan yang dikehendaki (75%)

n : jumlah tahun (10 tahun)

m : nomor ranking?

D. X CH 75%

Tabel 5.4.3. Peluang curah hujan 75%.

X CH

75%

Januari Februari Maret

I II III I II III I II III

103.75 72.25 63 113.5 64 53 37 35 83.25

X CH

75%

April Mei Juni

I II III I II III I II III

38.5 39.75 33.5 8.5 0.75 1.5 0 0 0

X CH

75%

Juli Agustus September

I II III I II III I II III

0 0 0 0 0 0 0 0 0

X CH

75%

Oktober November Desember

I II III I II III I II III

0 0.75 4 30.5 68.25 67.75 31 71.75 40

E. Nilai P

Tabel 5.4.4. Nilai P.

Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun

P 0.284 0.28 0.28 0.27 0.266 0.266

Bulan Jul Agu Sept Okt Nov Des

P 0.266 0.27 0.27 0.28 0.28 0.284

146

F. Nilai F

Tabel 5.4.5. Nilai F.

Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun

F 5.8 5.7 5.7 5.5 5.4 5.4

Bulan Jul Agu Sept Okt Nov Des

F 5.4 5.5 5.5 5.8 5.8 5.8

G. Eto BC Harian

Tabel 5.4.6. Nilai Eto BC harian.

Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun

Eto 3.9 3.7 3.7 4.6 3.9 3.9

Bulan Jul Agu Sept Okt Nov Des

Eto 5.1 5.2 4 4.7 3.9 3.9

H. Eto BC Bulanan dan Eto BC Dasarian

Tabel 5.4.7. Nilai Eto BC bulanan.

Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun

Eto bulanan 120.9 103.6 114.7 138 124 117

Bulan Jul Agu Sept Okt Nov Des

Eto bulanan 158.1 161.2 120 145.7 117 120.9

Tabel 5.4.8. Nilai Eto BC dasarian.

Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun

Eto

dasarian 40.3 34.53333 38.23333 46 41.33333 39

Bulan Jul Agu Sept Okt Nov Des

Eto

dasarian 52.7 53.73333 40 48.56667 39 40.3

147

I. Eto Pennman

Tabel 5.4.9. Nilai Eto Pennman.

Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun

Eto P 4.8145 4.5095 4.5095 5.882 4.967 4.8145

Bulan Jul Agu Sept Okt Nov Des

Eto P 6.6445 6.797 4.967 6.0345 4.8145 4.8145

J. Eto P Bulanan dan Eto P Dasarian

Tabel 5.4.10. Nilai Eto P bulanan.

Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun

Eto P bulanan 149.2495 126.266 139.7945 176.46 153.977 144.435

Bulan Jul Agu Sept Okt Nov Des

Eto P bulanan 205.9795 210.707 149.01 187.0695 144.435 149.2495

Tabel 5.4.11. Nilai Eto P dasarian.

Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun

Eto P dasarian 49.74983 42.08867 46.59817 58.82 51.32567 48.145

Bulan Jul Agu Sept Okt Nov Des

Eto P dasarian 68.65983 70.23567 49.67 62.3565 48.145 49.74983

K. Eto Umum

148

L. Keseluruhan

Tabel 5.4.12. Gabungan T, P, F, Eto BC dan Eto P.

Bln T

min

T

max P F

Eto BC Eto P

harian dasarian bulanan harian dasarian bulanan

1 23.29 30.79 0.284 5.8 3.9 40.3 120.9 4.8145 49.74983 149.2495

2 23.29 30.69 0.28 5.7 3.7 34.53333 103.6 4.5095 42.08867 126.266

3 23.29 31.09 0.28 5.7 3.7 38.23333 114.7 4.5095 46.59817 139.7945

4 22.89 31.39 0.27 5.5 4.6 46 138 5.882 58.82 176.46

5 22.89 31.39 0.266 5.4 3.9 40.3 120.9 4.8145 49.74983 149.2495

6 22.69 31.19 0.266 5.4 3.9 39 117 4.8145 48.145 144.435

7 21.59 31.09 0.266 5.4 5.1 52.7 158.1 6.6445 68.65983 205.9795

8 21.99 31.49 0.27 5.5 5.2 53.73333 161.2 6.797 70.23567 210.707

9 22.29 31.99 0.27 5.5 4 40 120 4.967 49.67 149.01

10 22.79 32.19 0.28 5.8 4.7 48.56667 145.7 6.0345 62.3565 187.0695

11 22.79 32.19 0.28 5.8 3.9 39 117 4.8145 48.145 144.435

12 23.29 30.99 0.284 5.8 3.9 40.3 120.9 4.8145 49.74983 149.2495

M. Kc Tanaman

Tabel 5.4.13. Nilai Kc tanaman.

Jenis

tanaman

Dasarian

I II III IV V VI VII VIII

Artichokes 0.35 0.35 0.35 0.35 0.425 0.575 0.725 0.875

Kc. Hijau 0.35 0.35 0.45 0.65 0.85 0.95 0.95 0.95

Crucifer 0.35 0.35 0.4575 0.6725 0.69 1 1 0.85

Terong 0.35 0.35 0.35 0.4225 0.5675 0.71 0.8525 0.98125

Mentimun 0.35 0.35 0.36875 0.4925 0.665 0.8225 0.9 0.9

Selada 0.35 0.35 0.35 0.425 0.575 0.725 0.875 0.95

Melon 0.35 0.35 0.37125 0.52 0.69 0.8625 0.95 0.95

B. Bombay 0.35 0.38 0.59 0.83 0.95 0.95 0.95 0.95

D. Bawang 0.35 0.35 0.37375 0.545 0.7475 0.925 0.95

Kc. Tanah 0.35 0.35 0.3725 0.535 0.72 0.9075 1 1

149

Jenis

tanaman

Dasarian

IX X XI XII XIII XIV XV

Artichokes 0.95 0.95 0.925 0.9 1.35

Kc. Hijau 0.85

Crucifer

Terong 1 1 1 1 1 1

Mentimun 0.9 0.9 0.9

Selada 0.95 1.375

Melon 0.95 0.95 0.65 0.65

B. Bombay 0.95 0.95 0.95 0.75 0.75 0.75 0.75

D. Bawang

Kc. Tanah 1 1 0.775 0.55 0.55

N. Etc Tanaman

Tabel 5.4.14. Nilai Etc tanaman.

Jenis

tanaman

Dasarian

I II III IV V VI VII VIII

Artichokes 18.8 18.8 18.8 18.8 22.9 30.9 39.0 47.1

Kc. Hijau 18.8 18.8 24.2 35.0 45.7 51.1 51.1 51.1

Crucifer 18.8 18.8 24.6 36.2 37.1 53.8 53.8 45.7

Terong 18.8 18.8 18.8 22.7 30.5 38.2 45.9 52.8

Mentimun 18.8 18.8 19.8 26.5 35.8 44.2 48.4 48.4

Selada 18.8 18.8 18.8 22.9 30.9 39.0 47.1 51.1

Melon 18.8 18.8 20.0 28.0 37.1 46.4 51.1 51.1

B. Bombay 18.8 20.4 31.7 44.7 51.1 51.1 51.1 51.1

D. Bawang 18.8 18.8 20.1 29.3 40.2 49.8 51.1 0

Kc. Tanah 18.8 18.8 20.0 28.8 38.7 48.8 53.8 53.8

Jenis

tanaman

Dasarian

IX X XI XII XIII XIV XV

Artichokes 51.1 51.1 49.8 48.4 72.6 0 0

Kc. Hijau 45.7 0 0 0 0 0 0

Crucifer 0 0 0 0 0 0 0

Terong 53.8 53.8 53.8 53.8 53.8 53.8 0

Mentimun 48.4 48.4 48.4 0 0 0 0

Selada 51.1 74.0 0.0 0 0 0 0

Melon 51.1 51.1 35.0 35.0 0 0 0

B. Bombay 51.1 51.1 51.1 40.3 40.3 40.3 40.3

D. Bawang 0 0 0 0 0 0 0

Kc. Tanah 53.8 53.8 41.7 29.6 29.6 0 0

150

V. PEMBAHASAN

Pola tanam merupakan suatu susunan urutan periode tanam dari beberapa jenis

tanaman semusim dalam periode waktu tertentu. Pada praktikum kali ini,

digunakan data curah hujan selama 10 (sepuluh) tahun, dari tahun 2001—2010,

pada stasiun pengamatan daerah UGM Bulaksumur, Depok, Sleman yang terletak

pada ketinggian 137 m dpl, pada lintang 7° 46’S, dan bujur 110° 23’E.

Pada prinsipnya, penetuan pola tanam didasarkan atas ketersediaan lengas

(moisture) dalam tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman selama periode

tumbuhnya, atau dengan kata lain berdasarkan atas kebutuhan air suatu tanaman.

Hal ini dikarenakan tanaman dapat hidup jika ada air, dan memperoleh persediaan

air melalui sistem perakaran, sedangkan perakaran itu sendiri tumbuh di dalam

tanah. Oleh karena itu, masalah kelembaban tanah merupakan masalah yang

penting. Jumlah air yang dibutuhkan pun juga harus seimbang, tidak boleh kurang

maupun lebih. Jika Jumlah air berlebihan di dalam tanah, maka akan mengubah

berbagai proses kimia dan biologis yang membatasi jumlah oksigen dan

meningkatkan pembentukan senyawa yang beracun pada akar tanaman. Curah

hujan yang tinggi dapat merusak tanaman secara langsung atau mengganggu

proses penyerbukan dan pembungaan. Oleh karena itu, musim tanam suatu

tanaman ditentukan agar penyerbukan dan pembungaan tidak terjadi pada bulan-

bulan dengan curah hujan tinggi.

Melalui perhitungan dengan analisis frekuensi kumulatif, diperoleh nomor

ranking 8,25 untuk peluang curah hujan yang dikehendaki sebesar 75%. Hal ini

berarti peluang curah hujan melampaui xmm adalah 75% atau tujuh setengah kali

dalam 10 tahun, sedang peluang tidak melampaui x mm adalah 25% atau 2,5 kali

dalam 10 tahun. Nilai x dapat dicari melalui data curah hujan selama 10 (sepuluh)

tahun tadi. Data tersebut dikelompokkan dengan menjumlahkan tiap dasarian (10

(sepuluh) hari) pengamatan curah hujan setiap bulan pada tiap tahunnya.

Selanjutnya, hasil tadi dirangking dari yang terbesar hingga yang terkecil,

kemudian dihitung peluang curah hujan 75% dengan mengunakan metode

interpolasi data curah hujan tiap dasarian tadi. Analisa peluang curah hujan sangat

penting karena secara statistik, curah hujan bervariasi menurut ruang dan waktu.

Data pengamatan hanya merupakan wakil dari populasi. Dengan menggunakan

151

analisa peluang, data curah hujan menjadi lebih berguna, karena di dalam analisis

peluang diberikan tingkat kepercayaan harga-harga yang diperoleh.

Kebutuhan air tanaman (Etc) dapat dihitung menggunakan pendekatan dengan

nilai evapotranspirasi acuan (Eto), dengan rumus Etc = Kc x Eto. Kc adalah

koefisien tanaman yang tergantung pada watak tanaman, saat tanam, tingkat

pertumbuhan dan keadaan iklim setempat. Hubungan curah hujan dan

evapotranspirasi akan menghasilkan periode tumbuh (growing period), sehingga

periode tumbuh dapat diartikan sebagai suatu jangka waktu pada saat jumlah

presipitasi lebih besar dari pada evapotranspirasinya.

Penentuan pola tanam yang tepat akan sangat mempengaruhi keberhasilan

panen, terlebih lagi pada usaha pertanian tanpa irigasi (tadah hujan), atau

setidaknya akan meningkatkan efisiensi penggunaan air irigasi. Berikut kebutuhan

air beberapa tanaman yang disesuaikan dengan ketersediaan air tiap dasariannya

selama 2 (dua) tahun, karena pola periode tanam umumnya dibuat untuk periode 2

(dua) tahun berurutan.

Terong, mentimun, melon dan kacang tanah merupakan tanaman semusim

sehingga kebutuhan airnya yang berbeda-beda. Adapun tanaman tersebut

ditumpang sarikan dengan tanaman tahunan dikarenakan dapat memanfaatkan

lahan karena pada tanaman tahunan memiliki jarak tanam yang cukup jauh.

Terong, mentimun, dan melon merupakan tanaman hortikultura yang mana

penanganan yang hampir sama, dari awal tanam hingga pasca panen. Pemilihan

tanaman ini diharapkan dapat memberikan keuntungan yang lebih dalam

memecahakan masalah perubahan iklim yang tidak menentu.

Tumpang sari merupakan sistem penanaman tanaman secara barisan di antara

tanaman semusim dengan tanaman tahunan. Tumpang sari ditunjukan untuk

memanfaatkan lingkungan sebaik-baiknya agar diperoleh produksi yang

maksimum. Sistem tumpang sari dapat dapat di atur berdasarkan sifat-sifat

perakaran dan waktu penanaman.

Pengaturan sifat-sifat perakaran sangat perlu untuk menghidarkan persaingan

unsur hara, air yang berasal dari dalam tanah. Sistem perakaran yang dalam dapat

di tumpang sarikan dengan tanaman yang berakar dangkal. Tanaman monokotil

yang bisanya memiliki perakaran yang dangkal karena berasal dari akar seminal

152

dan akar buku sedangkan tanaman dikotil pada umumnya memiliki perakaran

yang dalam karena memiliki akar tunggang. Dalam pengaturan penanaman

sistem pertanian tumpang sari dilihat dari sifat-sifat perakarannya dapat di

pandang dari perakarannya. Contoh pada tanaman jagung di tumpang sarikan

dengan jeruk manis, karena jagung termasuk jenis tanaman yang memiliki

perakaran dangkal sedangkan jeruk manis termasuk tanaman jenis perakaran

dalam maka keduanya tidak akan mengalami gangguan dalam penyerapan unsur-

unsur hara yang terdapat didalam tanah.

Perlu diingat bahwa sistem pertanian tumpang sari selalu terdapat persaingan

di atas (oksigen, CO2, suhu, kelembaban dan cahaya matahari) dan persaingan di

bawah (unsur hara dan air). Sehingga perlu di atur sedemikian rupa agar tidak

terlalu menggangu perkembangan tanaman yang dilakukan tumpang sari.

Tumpang sari juga dapat di lakukan antara tanaman semusim dengan tanaman

semusim lainya, misalnya antara kacang-kacangan dengan jagung. Jagung

menghendaki nitrogen yang tinggi sedangkan kacang-kacangan tidak terlalu

terganggu pertumbuhanya karena sediki terlindung oleh jagung. Kekurangan

nitrogen oleh jagung juga dapat terpenuhi oleh kacang-kacangan, karena kacang-

kacangan dapat memfiksasi nitrogen dari udara bebas.

Tumpang sari (intercropping) menjamin keberhasilan pertanaman yang

terganggu akibat iklim yang tidak menentu dan faktor-faktor lainnya (serangga,

hama serta fluktuasi harga). Selain itu dengan pola ini, distribusi tenaga kerja bisa

berlangsung dengan baik sehingga sangat berguna untuk daerah yang pada tenaga,

luas lahannya terbatas, kepemilikan modal untuk membeli sarana produksi yang

terbatas.

Tumpang gilir (relay cropping) adalah cara bercocok tanam dimana satu

bidang lahan ditanami dengan dua atau lebih jenis tanaman dengan pengaturan

waktu panen dan tanam. Pada sistem ini, tanaman kedua ditanam menjelang

panen tanaman musim pertama. Contohnya adalah tumpang gilir antara tanaman

jagung yang ditanam pada awal musim hujan dan kacang tanah yang ditanam

beberapa minggu sebelum panen jagung.

Pola tanam yang dilakukan secara beruntun sepanjang tahun dengan

mempertimbangkan faktor-faktor lain untuk memperoleh keuntungan maksimum.

153

A. Pengolahan yang bisa dilakukan dengan menghemat tenaga kerja, biaya

pengolahan tanah dapat ditekan dan kerusakan tanah sebagai akibat terlalu

sering diolah dapat dihindari.

B. Hasil panen secara beruntun dapat memperlancar penggunaan modal dan

meningkatkan produktivitas lahan.

C. Pola tanam dengan cara tumpang gilir dapat mencegah serangan hama dan

penyakit yang meluas.

D. Kondisi lahan yang selalu tertutup tanaman, sangat membantu mencegah

terjadinya erosi.

E. Sisa komoditi tanaman yang diusahakan dapat dimanfaatkan sebagai

pupuk hijau.

Pola tanam direncanakan pada bulan yang memiliki curah hujan tinggi, hal ini

dapat dilihat pada grafik. Ketersediaan air sangat memadai pada bulan November

dasarian I hingga bulan April dasarian III. Pada bulan Januari dasarian I hingga

bulan Februari dasarian III memiliki ketersediaan air paling besar. Pada bulan Juni

dasarian I hingga bulan Oktober dasarian I persediaan air sangat minimum karena

tidak ada curah hujan. Jika ingin menanam pada bulan–bulan Juni hingga

Oktober, harus dirancang pembangunan irigasi yang baik dan memadai.

Setiap tanaman memiliki jumlah dasarian yang berbeda-beda sehingga waktu

tanam dan waktu pemanenan juga sangat berbeda. Tanaman bawang bombay

memiliki jumlah dasarian terbanyak yaitu berjumlah 15.

Pada praktikum acara 5, dipilih 10 jenis tanaman yang kemudian dianalisis

mengenai kebutuhan airnya lalu ditentukan kapan waktu penanaman yang tepat

berdasarkan kebutuhan airnya. 10 tanaman yang dipilih yaitu melon, crucifers,

selada, terong, kacang hijau, kacang tanah, bawang bombay, daun bawang,

artichoke, mentimun. Secara umum kesepuluh tanaman tersebut dipilih karena

masa tanam dan pertumbuhannya relatif cepat sehingga diharapkan dalam waktu

setahun dapat ditanam berbagai komoditas. Selain itu, kesepuluh tanaman tersebut

juga dapat beradaptasi dengan baik di wilayah tropis dengan syarat pola tanamnya

baik.

154

Berikut adalah tanaman-tanaman yang dipilih:

A. Tanaman Artichokes

Artichoke merupakan tanaman daerah sub tropis namun dapat hidup pada

daerah tropis. Tanaman yang tumbuh selama 14 dasariaan ini cocok ditanam

di awal Oktober hingga bulan Februari karena pada periode tersebut curah

hujan relatif konstan dan selalu tersedia sehingga petani dapat mengurangi

irigasi. Irigasi hanya diperlukan pada awal tanam yaitu bulan Oktober dasarian

I dan II, sedikit tambahan air pada bulan Desember dasarian III, dan irigasi

pada akhir tanam yaitu bulan Februari dasarian I dan II.

B. Tanaman Melon

Tanaman melon termasuk dalam suku labu-labuan. Buah melon biasa

dimakan segar sebagai buah meja, atau sebagai campuran es buah. Bagian

yang dimakan adalah daging buahnya (mesokarp). Teksturnya lunak,

berwarna putih atau merah tergantung kultivar. Tanaman melon merupakan

tumbuhan semusim, merambat tetapi menjalar, tidak dapat memanjat dan

batang tidak berkayu. Bentuk daun menjari dengan lekuk moderat sehingga

seperti lingkaran yang bersudut. Tanaman melon ditanam pada bulan Februari

dasarian satu. Pada dasarian satu bulan Februari ini ketersediaan air untuk

artichoke masih berlebuh sehingga dapat dimanfaatkan untuk melon. Pada

bulan April dasarian I sampai bulan Juni dasarian I, ketersediaan air mulai

berkurang sehingga perlu adanya irigasi untuk membantu proses pertumbuhan

melon..

C. Tanaman Daun Bawang

Daun merupakan jenis tanaman semusim yang biasa digunakan untuk

memasak. Tanaman ini biasanya ditanam dengan sistem tumpang sari bersama

tanaman lain. Musim tanam yang baik untuk tanaman daun bawang adalah

pada awal musim hujan karena kebutuhan airnya dapat terpenuhi dengan baik.

Berdasarkan perhitungan curah hujan dan kebutuhan air tanaman yang telah

dilakukan, dapat dilihat bahwa tanaman daun bawang ini hanya membutuhkan

irigasi pada bulan Oktober dasarian I dan II, selebihnya kebutuhan airnya

dapat terpenuhi oleh air hujan.

155

D. Tanaman Bawang Bombay

Bawang bombay dapat ditumpang sarikan dengan artichoke karena

kebutuhan airnya hampir sama dan periode tanamya yang lebih singkat dari

pada artichoke menyebabkan pemanenannya lebih cepat sehingga setelah

bawang bombay dipanen terdapat kemungkinan untuk adanya tumpang gilir.

Sama seperti artichoke, tanaman ini membutuhkan irigasi pada awal

pertanaman yaitu bulan Oktober dasarian I dan II karena pada bulan itu curah

hujan masih rendah. Pada bulan Desember dasarian I dan III juga dibutuhkan

irigasi karena curah hujan tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan air

bawang bombay dan artichoke.

E. Tanaman Selada

Tanaman lettuce (selada) yang ditanam selama 11 dasarian cocok ditanam

pada bulan Februari dasarian I ditumpang sarikan dengan melon karena pada

awal pertanaman kebutuhan air kedua tanaman belum terlalu tinggi sehingga

kebutuhan airnya masih dapat terpenuhi oleh air hujan. Lettuce memiliki masa

tanam yang singkat, sehingga ketersediaan air hujan cenderung masih

berlebih, untuk itu dilakukan tumpang sari dengan tanaman lain. Pada bulan

Februari hingga Maret tanaman selada selalu mengalami kelebihan air hujan.

Pada bulan April dasarian I hingga Mei dasarian II curah hujan mulai

berkurang, sehingga perlu dilakukan penyiraman dan irigasi secara intensif.

F. Tanaman Kacang Tanah

Tanaman kacang tanah yang ditanam selama 13 dasarian ditanam pada

bulan Januari dasarian satu sampai Mei dasarian dua. Tanaman ini ditumpang

sarikan dengan kacang hijau pada awal pertanaman, karena pada Januari awal,

ketersediaan air masih berlebih sehingga keberadaan kacang tanah diharapkan

mampu membantu mengefisienkan pemanfaatan air hujan. Masa tanam

kacang hijau lebih singkat dari pada tanaman kacang tanah, sehingga tumpang

sari antar keduanya diharapkan tidak akan saling mengganggu. Saat kacang

tanah berada di masa pertumbuhan akhir yang telah membutuhkan banyak air,

tanaman kacang hijau sudah dapat dipanen. Pada masa akhir pertanaman

kacang tanah yaitu bulan Maret, April dan Mei curah hujan mulai berkurang

sehingga dibutuhkan irigasi.

156

G. Tanaman Mentimun

Kebutuhan air pada tanaman mentimun tidak jauh berbeda dengan kacang

tanah dan kacang hijau, sehingga tanaman yang ditanam selama 11 dasarian

ini juga masih dapat di tumpang sarikan dengan kedua tanaman tersebut.

Namun pada bulan Maret dasarian I, II, April dasarian I dan II mulai

dibutuhkan irigasi karena curah hujan mulai berkurang.

H. Tanaman Kacang Hijau

Tanaman kacang hijau yang ditanam selama 8 dasarian cocok ditanam

pada bulan Januari dasarian I karena pada bulan tersebut curah hujannya

tinggi dan kacang hijau membutuhkanpengairan yang cukup pada massa

pertumbuhan biji dan saat tumbuhan mulai tumbuh. Namun air yang diberikan

tidak boleh menggenangi tempat tumbuhnya karena akan menghambat

pertumbuhan. Pada bulan Januari curah hujan masih sangat tinggi sehingga

keberadaan air berlebih, oleh karena itu kacang hijau di tumpang sarikan

dengan kacang tanah dan mentimun. Pada bulan Maret dasarian I dan II

ketersediaan air hujan mulai berkurang, sehingga pengairan harus dibantu

dengan irigasi.

I. Tanaman Crucifer

Tanaman crucifers yang ditanam selama 9 dasarian cocok ditanam pada

bulan Oktober dasarian I walaupun curah hujannya masih sedikit, kebutuhan

air tanaman pada awal penanaman ini juga tidak terlalu banyak sehingga air

irigasi yang diberikan tidak terlalu banyak. Kebutuhan air dari tanaman

crucifers dapat dipenuhi dengan air hujan sejak bulan November dimana pada

masa itu kebutuhan air tanaman memang sedang tinggi. Dengan pola tanam

seperti ini penggunaan air irigasi akan lebih efisien karena petani hanya perlu

memberi irigasi sedikit pada awal tanam, dan saat tanaman membutuhkan

banyak air, petani dapat mengandalkan hujan. Crucifers memiliki masa tanam

yang singkat, sehingga ketersediaan air hujan cenderung masih berlebih, untuk

itu lebih baik dilakukan tumpang sari dengan tanaman lain.

J. Tanaman Terong

Terong (Solanum melomgena) merupakan jenis sayuran semusim yang

habitat aslinya memang di daerah tropis. Terong memiliki serat daging yang

157

halus dan lembut sehingga rasanya sangat enak untuk dikonsumsi. Terong

dapat tumbuh di dataran rendah dan tinggi dengan ketinggian 1-1200 dpl

sehingga mudah dibudidayakan di semua daerah. Terong yang ditanam selama

15 dasarian ini dapat ditanam pada bulan Agustus dasarian II. Walaupun pada

awal penanaman telah membutuhkan irigasi, pada akhir penanamannya

kebutuhan air terong ini dapat dipenuhi dengan air hujan. Tanaman ini di

tumpang sarikan dengan daun bawang dan cricifer karena kebutuhan air dan

periode tanamnya hampir sama.

Histogram dasarian tanaman dicocokkan dengan histogram PCH 75%

kemudian dicari tanaman apa saja yang dapat di tumpang sarikan dan di tumpang

gilirkan. Curah hujan yang tinggi dapat dimanfaatkan untuk menanam dengan

metode tumpang sari. Tumpangsari merupakan suatu usaha menanam beberapa

jenis tanaman pada lahan dalam waktu yang sama, yang diatur sedemikian rupa

dalam barisan-barisan tanaman. Untuk dapat melaksanakan pola tanam

tumpangsari secara baik perlu diperhatikan beberapa faktor lingkungan yang

mempunyai pengaruh diantaranya ketersediaan air, kesuburan tanah, sinar

matahari dan hama penyakit.

Pemanfaatan air hujan dan irigasi harus diatur sedemikian rupa agar tidak ada

air yang terbuang dan tidak pula kekurangan. Kelebihan air pada saat dimana

curah hujan tinggi akan ditampung dan digunakan pada dasarian yang kekurangan

air. Di Indonesia pola tanam tumpang gilir dan tumpangsari sudah wajar

dilakukan. Akan tetapi jika melihat analisis 10 komoditas yang dipilih, maka pola

tanam yang lebih tepat adalah pola tanam tumpangsari. Hal tersebut dikarenakan

10 komoditas tersebut merupakan komoditas yang membutuhkan air sehingga

cocok ditanam pada musim hujan. Selain itu curah hujan yang relatif lebih tinggi

daripada kebutuhan air komoditas tertentu membuat ada air berlebih yang dapat

dimanfaatkan oleh komoditas lainnya dalam waktu yang bersamaan. Sebenarnya

bisa jika dilakukan tumpang gilir karena pada musim kering, relatif tidak ada

tanaman yang ditanam. Akan tetapi komoditas yang ditanam harus sesuai dengan

kebutuhan airnya, sebab sangat sulit mencari air dalam jumlah banyak pada musin

kering.

158

VI. KESIMPULAN

A. Data iklim dapat dipergunakan untuk menentukan pola tanam, dengan

menentukan pola tanam yang baik produktivitas suatu tanaman dapat

meningkat dan memutus daur hidup hama dan penyakit tanaman.

159

DAFTAR PUSTAKA

Chieko, U., Donma S, Takanori N, and Ziya C. 2008. The efficient management

of water user associations: the case of lower seyhan irrigation project in

Turkey. In an economic and institutional analysis of the impacts of climate

change on agriculture and farm economy in eastern mediterranean and

central anatolia regions in Turkey. Research Institute for Humanity and

Nature (RIHN) : 79-90.

Lucas. 2003. Meterology and Climatology. <http:/www.greenhouse society.com/

Station. Met / Meteorologi. Htm c. Canada>. Diakses tanggal 17 Oktober

2014.

Prawirowardoyo,S. 1996. Meteorology. ITB, Bandung.

Runtunuwu, S. dan Pramudia. 2008. Validasi model pendugaan evapotranspirasi :

upaya melengkapi sistem database iklim nasional. Jurnal Tanah dan Iklim

(27) : 1-10.

Setiawan, A. C. 2005. Pengaruh Air pada Akar Tanaman.

<http://www.bmg.go.id/neracaair.asp>. Diakses pada tanggal 18 Oktober

2014.

Yadav. 1998. Predominant Cropping Systems of India: Technologies and

Strategies. Project Directorate for Cropping Systems Research, India.

160

LAMPIRAN

A. PERHITUNGAN X CH 75%

JANUARI

Dasarian I

Dasarian II

mm

Dasarian III

mm

FEBRUARI

Dasarian I

Dasarian II

mm

Dasarian III

mm

MARET

Dasarian I

mm

Dasarian II

mm

Dasarian III

mm

APRIL

Dasarian I

161

mm

Dasarian II

mm

Dasarian III

mm

MEI

Dasarian I

mm

Dasarian II

mm

Dasarian III

mm

JUNI

Dasarian I

mm

Dasarian II

mm

Dasarian III

mm

JULI

Dasarian I

mm

Dasarian II

mm

Dasarian III

mm

AGUSTUS

Dasarian I

mm

Dasarian II

mm

Dasarian III

162

mm

SEPTEMBER

Dasarian I

mm

Dasarian II

mm

Dasarian III

mm

OKTOBER

Dasarian I

mm

Dasarian II

Dasarian III

mm

NOVEMBER

Dasarian I

=

mm

Dasarian II

=

mm

Dasarian III

=

mm

DESEMBER

Dasarian I

=

mm

Dasarian II

=

mm

Dasarian III

=

mm

163

B. PERHITUNGAN P

JANUARI

FEBRUARI

MARET

APRIL

MEI

JUNI

JULI

AGUSTUS

164

SEPTEMBER

OKTOBER

NOVEMBER

P Desember:

C. PERHITUNGAN F

JANUARI

FEBRUARI

MARET

APRIL

MEI

JUNI

165

JULI

AGUSTUS

SEPTEMBER

OKTOBER

NOVEMBER

DESEMBER

D. Perhitungan Eto BC Bulanan dan Eto BC Dasarian

JANUARI

FEBRUARI

166

MARET

APRIL

MEI

167

JUNI

JULI

AGUSTUS

SEPTEMBER

168

OKTOBER

NOVEMBER

DESEMBER

169

E. Perhitungan Eto Pennman

170

F. Perhitungan Eto P Bulanan dan Eto P Dasarian

JANUARI

Eto P bulanan

Eto P dasarian =

=

FEBRUARI

Eto P bulanan

Eto P dasarian =

=

171

MARET

Eto P bulanan

Eto P dasarian =

=

APRIL

Eto P bulanan

Eto P dasarian =

=

MEI

Eto P bulanan

Eto P dasarian =

=

JUNI

Eto P bulanan

172

Eto P dasarian =

=

JULI

Eto P bulanan

Eto P dasarian =

=

AGUSTUS

Eto P bulanan

Eto P dasarian =

=

SEPTEMBER

Eto P bulanan

Eto P dasarian =

=

173

OKTOBER

Eto P bulanan

Eto P dasarian =

=

NOVEMBER

Eto P bulanan

Eto P dasarian =

=

DESEMBER

Eto P bulanan

Eto P dasarian =

=

G. Perhitungan Eto Umum

174

H. Perhitungan Kc

ARTICHOKES

Dasarian I

Dasarian II

Dasarian III

Dasarian IV

Dasarian V

=

x 1

Dasarian VI

=

x 1

Dasarian VII

=

x 1

Dasarian VIII

=

x 1

Dasarian IX

175

Dasarian X

Dasarian XI

Dasarian XII

Dasarian XIII

KACANG HIJAU

Dasarian I

Dasarian II

Dasarian III

=

x 1

Dasarian IV

=

x 1

Dasarian V

=

x 1

176

Dasarian VI

Dasarian VII

Dasarian VIII

Dasarian IX

CRUCIFER

Dasarian I

Dasarian II

Dasarian III

=

x 1

Dasarian IV

=

x 1

Dasarian V

=

x 1

177

Dasarian VI

Dasarian VII

Dasarian VIII

TERONG

Dasarian I

Dasarian II

Dasarian III

Dasarian IV

=

x 1

Dasarian V

=

x 1

Dasarian VI

=

x 1

178

Dasarian VII

=

x 1

Dasarian VIII

=

x 0.5 + 1 x 0.5

Dasarian IX

Dasarian X

Dasarian XI

Dasarian XII

Dasarian XIII

Dasarian XIV

MENTIMUN

Dasarian I

179

Dasarian II

Dasarian III

= 1 x 0.5 +

x 0.5

Dasarian IV

=

x 1

Dasarian V

=

x 1

Dasarian VI

=

x 1

Dasarian VII

Dasarian VIII

Dasarian IX

Dasarian X

Dasarian XI

180

SELADA

Dasarian I

Dasarian II

Dasarian III

Dasarian IV

=

x 1

Dasarian V

=

x 1

Dasarian VI

=

x 1

Dasarian VII

=

x 1

Dasarian VIII

Dasarian IX

181

Dasarian X

MELON

Dasarian I

Dasarian II

Dasarian III

= 0.35 x 0.5 +

x 0.5

Dasarian IV

=

x 1

Dasarian V

=

x 1

Dasarian VI

=

x 1

Dasarian VII

Dasarian VIII

182

Dasarian IX

Dasarian X

Dasarian XI

Dasarian XII

BAWANG BOMBAY

Dasarian I

Dasarian II

= 0.35 x 0.5 +

x 0.5

Dasarian III

=

x 1

Dasarian IV

=

x 1

Dasarian V

183

Dasarian VI

Dasarian VII

Dasarian VIII

Dasarian IX

Dasarian X

Dasarian XI

Dasarian XII

Dasarian XIII

Dasarian XIV

Dasarian XV

184

DAUN BAWANG

Dasarian I

Dasarian II

Dasarian III

= 0.35 x 0.5 +

x 0.5

Dasarian IV

=

x 1

Dasarian V

=

x 1

Dasarian VI

=

x 0.5 + 0.5 x 0.95

Dasarian VII

KACANG TANAH

Dasarian I

Dasarian II

185

Dasarian III

= 0.35 x 0.5 +

x 0.5

Dasarian IV

=

x 1

Dasarian V

=

x 1

Dasarian VI

=

x 1

Dasarian VII

Dasarian VIII

Dasarian IX

Dasarian X

Dasarian XI

Dasarian XII

186

Dasarian XIII

I. Perhitungan Etc

ARTICHOKES

Dasarian I

Dasarian II

Dasarian III

Dasarian IV

Dasarian V

Dasarian VI

Dasarian VII

Dasarian VIII

187

Dasarian IX

Dasarian X

Dasarian XI

Dasarian XII

Dasarian XIII

KACANG HIJAU

Dasarian I

Dasarian II

Dasarian III

Dasarian IV

Dasarian V

188

Dasarian VI

Dasarian VII

Dasarian VIII

Dasarian IX

CRUCIFER

Dasarian I

Dasarian II

Dasarian III

Dasarian IV

Dasarian V

Dasarian VI

189

Dasarian VII

Dasarian VIII

TERONG

Dasarian I

Dasarian II

Dasarian III

Dasarian IV

Dasarian V

Dasarian VI

Dasarian VII

Dasarian VIII

190

Dasarian IX

Dasarian X

Dasarian XI

Dasarian XII

Dasarian XIII

Dasarian XIV

MENTIMUN

Dasarian I

Dasarian II

Dasarian III

Dasarian IV

191

Dasarian V

Dasarian VI

Dasarian VII

Dasarian VIII

Dasarian IX

Dasarian X

Dasarian XI

SELADA

Dasarian I

Dasarian II

Dasarian III

192

Dasarian IV

Dasarian V

Dasarian VI

Dasarian VII

Dasarian VIII

Dasarian IX

Dasarian X

MELON

Dasarian I

Dasarian II

Dasarian III

193

Dasarian IV

Dasarian V

Dasarian VI

Dasarian VII

Dasarian VIII

Dasarian IX

Dasarian X

Dasarian XI

Dasarian XII

BAWANG BOMBAY

Dasarian I

194

Dasarian II

Dasarian III

Dasarian IV

Dasarian V

Dasarian VI

Dasarian VII

Dasarian VIII

Dasarian IX

Dasarian X

Dasarian XI

195

Dasarian XII

Dasarian XIII

Dasarian XIV

Dasarian XV

DAUN BAWANG

Dasarian I

Dasarian II

Dasarian III

Dasarian IV

Dasarian V

Dasarian VI

196

Dasarian VII

KACANG TANAH

Dasarian I

Dasarian II

Dasarian III

Dasarian IV

Dasarian V

Dasarian VI

Dasarian VII

Dasarian VIII

Dasarian IX

197

Dasarian X

Dasarian XI

Dasarian XII

Dasarian XIII