laporan rekjal

39
Tugas Besar SI-2241 Rekayasa Jalan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu negara yang sedang mengalami pertumbuhan, salah satunya melalui kegiatan perekonomiannya. Terjadinya suatu kegiatan perekonomian baik antar kota maupun antar pulau, mengakibatkan dibutuhkannya suatu sistem jaringan transportasi yang baik dan merata di seluruh Indonesia. Salah satunya adalah jaringan jalan. Pembangunan jalan saat ini pun semakin banyak untuk mendukung kegiatan perekonomian di suatu daerah. Akan tetapi pembangunan jalan ini terkadang belum direncanakan secara optimal. Suatu jalan akan dapat berfungsi dengan optimal, saat telah melalui suatu perencanaan yang baik. Salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam melakukan suatu perencanaan pembangunan jalan adalah kondisi geografis dari suatu wilayah dimana jalan itu akan dibangun. Hal ini merupakan salah satu faktor penting yang menentukan bagaimana merencanakan geometrik suatu jalan. Diharapkan perencanaan geometrik jalan ini dapat menjadi awal perencanaan yang baik dari pembangunan suatu jaringan jalan di Indonesia, sehingga benar-benar dapat berfungsi 1 Kelompok 10-1

Upload: baskoro13

Post on 02-Aug-2015

42 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Rekjal

Tugas Besar SI-2241 Rekayasa Jalan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan suatu negara yang sedang mengalami pertumbuhan, salah

satunya melalui kegiatan perekonomiannya. Terjadinya suatu kegiatan perekonomian

baik antar kota maupun antar pulau, mengakibatkan dibutuhkannya suatu sistem

jaringan transportasi yang baik dan merata di seluruh Indonesia. Salah satunya adalah

jaringan jalan.

Pembangunan jalan saat ini pun semakin banyak untuk mendukung kegiatan

perekonomian di suatu daerah. Akan tetapi pembangunan jalan ini terkadang belum

direncanakan secara optimal. Suatu jalan akan dapat berfungsi dengan optimal, saat

telah melalui suatu perencanaan yang baik. Salah satu aspek yang harus diperhatikan

dalam melakukan suatu perencanaan pembangunan jalan adalah kondisi geografis

dari suatu wilayah dimana jalan itu akan dibangun.

Hal ini merupakan salah satu faktor penting yang menentukan bagaimana

merencanakan geometrik suatu jalan. Diharapkan perencanaan geometrik jalan ini

dapat menjadi awal perencanaan yang baik dari pembangunan suatu jaringan jalan di

Indonesia, sehingga benar-benar dapat berfungsi secara optimal dan menjadi

prasarana transportasi yang dapat mendukung kegiatan perekonomian dengan baik.

1.2. Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan pemberian tugas besar perencanaan geometrik ini

adalah:

a. Sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang didapat saat kuliah ke dalam

pengerjaan geometrik sesungguhnya.

b. Pengintegrasian ilmu-ilmu yang telah didapat di bangku kuliah, seperti ilmu ukur

tanah, perencanaan geometri (meliputi perencanaan alinemen vertikal dan

1Kelompok 10-1

Page 2: Laporan Rekjal

Tugas Besar SI-2241 Rekayasa Jalan

horizontal, penampang melintang jalan, dll), dan ilmu-ilmu penunjang lainnya ke

dalam suatu pekerjaan.

1.3. Ruang Lingkup

Ruang lingkup laporan ini terdiri atas beberapa bagian, yaitu :

a. Bab 1 Pendahuluan

Terdiri atas latar belakang penulisan, maksud dan tujuan, serta ruang lingkup.

b. Bab 2 Perhitungan Awal

Berisi beberapa perencanaan dasar tugas ini beserta konsep dasarnya, antara lain

penentuan trase alinemen horizontal, menentukan titik-titik koordinat utama

jarak, dan azimuthnya, mengklasifikasi medan, kelas jalan, kecepatan rencana,

jarak pandang henti dan mendahului, dan sudut tikungan yang merupakan

perhitungan dasar sebelum melanjutkan dengan perhitungan geometri

berikutnya.

c. Bab 3 Perencanaan Alinemen Horisontal

Berisi konsep dasar perencanaan alinemen horizontal dan perencanaanya seperti

perhitungan tikungan (alinemen horizontal), penentuan stasioning, pelebaran

samping, dan diagram superelevasinya.

d. Bab 4 Perencanaan Alinemen Vertikal

Berisi konsep dasar perencanaan alinemen vertikal, perhitungannya untuk

alinemen vertikal, elevasi titik-titik penting, dan lengkung vertikal, penggambaran

profil tanah asli, penentuan kelandaian dan koordinasi trase alinemen horizontal

dan vertikal.

e. Bab 5 Potongan Melintang

Berisi konsep dasar potongan melintang jalan dan ukuran-ukurannya untuk tugas

ini seperti untk Damaja, Damija, dan Dawasja, serta drainase jalan.

2Kelompok 10-1

Page 3: Laporan Rekjal

B

PI2

PI1

A

U

Tugas Besar SI-2241 Rekayasa Jalan

BAB II

PERHITUNGAN AWAL

2.1. Penentuan Trase Alinemen Horizontal

Dalam tugas ini diberikan suatu peta yang akan dibuat suatu trase alinemen

horizontal dengan skala horisontal 1:1000 dan skala vertikal 1:100. Trase ditarik dari

ujung kiri peta sampai ujung kanan peta dengan membentuk dua tikungan yang saling

berlawanan arah titik pusat jari-jarinya.

Dalam pembuatan trase diusahakan agar jalan tersebut cukup landai dan tidak

terlalu menanjak untuk dilewati. Pertimbangan lainnya yaitu bahwa titik bagi tikungan

berada di daerah yang relatif datar. Trase jalan digambarkan langsung pada peta yang

diberikan. Dalam hal ini penentuan trase alinemen horizontal sudah ditentukan oleh

asisten.

Gambar 2.1 Trase Alinemen Horizontal

3Kelompok 10-1

Page 4: Laporan Rekjal

Tugas Besar SI-2241 Rekayasa Jalan

2.2. Perhitungan Koordinat, Jarak, Azimuth, dan Sudut Tikungan

2.2.1. Penentuan Koordinat

Untuk kemudahan perhitungan maka digambarkan garis-garis grid, kemudian titik

yang akan dicari koordinatnya dicari dengan acuan dari titik grid terdekat.

Koordinat titik-titik utama pada trase alinemen horizontal :

Titik A = (14088 ; 16475)

Titik PI1 = (13970 ; 16617.5)

Titik PI2 = (14051.5 ; 17006.5)

Titik B = (13936.5 ; 17111.5)

2.2.2. Perhitungan Jarak

Perhitungan jarak dilakukan dengan menggunakan persamaan :

di-j = Jarak antara titik i dan titik j, (m)

xi = Koordinat x titik i,

xj = Koordinat x titik j,

yi = Koordinat y titik i,

yj = Koordinat y titik j,

dengan rumus tersebut dihitung jarak antar titik-titik A, C, D, dan B

2.2.3. Perhitungan Azimuth

Azimuth adalah suatu sudut yang dibentuk oleh suatu garis di sebuah titik dengan

garis yang menuju arah utara. Karena pada peta tidak terdapat arah utara, maka

acuannya adalah sumbu y sebagai arah utara. Besarnya azimuth ini ditentukan dengan

besar tangen sudut yang dibentuk oleh kedua garis tersebut.

Perhitungan azimuth ini dirumuskan dengan :

4Kelompok 10-1

d i− j=√( x j−x i )2+( y j− y i )

2

d A−PI 1=√( X PI 1−X A )2+(Y PI 1−Y A )2=√ (14088−13970 )2+(16475−16617 .5 )2=185 .014 m

d PI 1−PI 2=√( X PI 2−X PI 1)2+ (Y PI 2−Y PI 1 )2=√ (13970−14051 .5 )2+(16617 .5−17006 .5 )2=397 . 446m

d PI 2−B=√ (X B−X PI 2 )2+(Y B−Y PI 2 )2=√(13936 .5−14051 .5 )2+(17111 .5−17006 .5 )2=155 . 794 m

α i=arctan(x j−xi¿y j− yi ¿

¿¿)

Page 5: Laporan Rekjal

Tugas Besar SI-2241 Rekayasa Jalan

i = azimuth dari titik awal

xi = koordinat x titik awal

yi = koordinat y titik awal

xj = koordinat x titik akhir

yj = koordinat y titik akhir

dengan rumus tersebut dicari azimuth pada trase jalan

2.2.4. Perhitungan Sudut Tikungan

Berdasarkan sketsa gambar, maka penghitungan sudut tikungan adalah sebagai

berikut :

2.3. Klasifikasi Medan

Medan jalan diklasifikasikan berdasarkan kondisi sebagian besar kemiringan medan

yang diukur tegak lurus garis kontur.

5Kelompok 10-1

α A−PI 1=tan−1 (X Pi 1−X A

Y PI 1−Y A)=−39 .63∘+360∘=320 .37∘

αPI 1−PI 2= tan−1(X PI 2−X PI 1

Y PI 2−Y PI 1)=11. 83∘

αPI 2−B= tan−1 (X B−X PI 2

Y B−Y PI 2)=−47 .60∘+360∘=314 .40∘

Δ1=αPI 1−PI 2−α A−PI 1=11.83∘−(−39.63∘)=51 .46∘ (⇒ (− ) tikungan ke kanan )Δ2=αPI 2−B−αPI 1−PI 2=−47 .60∘−11. 83∘=59 .44∘ (⇒ (+ ) tikungan ke kanan )

Page 6: Laporan Rekjal

Tugas Besar SI-2241 Rekayasa Jalan

Tabel 2.1 Kemiringan medan tiap 50 meter

No potongan

Ketinggian Kemiringan

Medan(%) (kiri-

kanan)/50 meterKiri kanan

1 50 32.833 17.17

2 53.611 33.81 19.80

3 56 35 21.00

4 51 34.667 16.33

5 42.714 35.08 7.63

6 34.636 31.375 3.26

7 31.944 33.013 1.07

8 26.487 23 3.49

9 21.5 20 1.50

10 20 24 4.00

11 23.75 28 4.25

12 24 39 15.00

13 27.333 28 0.67

14 16.65 20.114 3.46

15 15 18.78 3.78

TOTAL 122.41

Rata-rata 8.16

Klasifikasi menurut medan jalan untuk perencanaan geometrik dapat dilihat dalam tabel

di bawah ini.

Tabel 2.2 Klasifikasi Medan

Jenis Medan Notasi Kemiringan Medan (%)

Datar D <10

Perbukitan B 10-25

Pegunungan G >25

Sumber: Prinsip Dasar Perancangan Teknik Jalan Antar Kota (Bina Marga,2008)

6Kelompok 10-1

Page 7: Laporan Rekjal

Tugas Besar SI-2241 Rekayasa Jalan

Jenis medan ditentukan dengan cara membagi trase jalan tersebut tiap 50 meter. Lebih

lengkapnya dapat dilihat pada lampiran terakhir dari bab ini. Dalam kasus ini jenis medan

jalan yang digunakan adalah datar dengan kemiringan medan <10 %.

2.4. Kriteria Desain

Jalan yang akan direncanakan dalam kasus ini telah ditentukan, yaitu Jalan Raya

Kolektor Primer.

Adapun ketentuan dari jalan raya kolektor primer sebagai berikut:

Kecepatan rencana 80 km/jam, akan tetapi dalam tugas ini kami menggunakan

kecepatan rencana sebesar 70 km/jam. Hal ini dikarenakan ketidaktersediaan

daripada lahan jika di desain untuk kecepatan rencana sesuai ketentuan.

lebar RUMIJA minimal 32 meter.

Lebar jalur minimum 2×3,6 m.

Lebar median minimum 5,5 m.

Lebar bahu luar minimum 3,5 m.

Landai maksimum 4%.

Jari-jari tikungan minimum 210 m.

Jarak pandang henti

Dari tabel AASHTO 2001 didapat untuk kecepatan rencana 70 km/jam

digunakan jarak pandang henti, Jh= 105 m.

Tabel 2.3 Jarak Pandang Henti AASHTO 2001

7Kelompok 10-1

Page 8: Laporan Rekjal

Tugas Besar SI-2241 Rekayasa Jalan

Jarak pandang mendahului

Dari tabel AASHTO 2001 didapat untuk kecepatan rencana 70 km/jam

digunakan jarak pandang mendahului, Jd= 485 m.

Tabel 2.4 Jarak Pandang Mendahului AASHTO 2001

8Kelompok 10-1

Page 9: Laporan Rekjal

Tugas Besar SI-2241 Rekayasa Jalan

BAB III

ALINEMEN HORIZONTAL

3.1. Pemilihan Tikungan

Pada tikungan pertama dan kedua dipilih tikungan berjenis S-C-S karena tikungan

S-C-S merupakan jenis tikungan yang nyaman bagi pengemudi yang disebabkan oleh

adanya lengkung peralihan. Selain faktor kenyamanan dari pengguna jalan, kami

memilih tikungan S-C-S untuk kedua tikungan karena setelah dilakukan trial-error test

didapat bahwa tikungan yang paling cocok untuk trase jalan kami adalah tikungan

berjenis S-C-S.

Gambar 3.1 Tikungan S-C-S

3.2. Perhitungan Tikungan

Tikungan yang direncanakan diambil dengan kecepatan rencana 70 km/jam. Pada

tikungan 1 digunakan R= 250 m (e=8.7%) sedangkan pada tikungan kedua digunakan

R= 175 m (e= 9.9%).

Panjang kedua tikungan tersebut didesain dengan batasan :

Jumlah panjang (TS1+TS2) dari tiap tikungan tidak lebih besar dari (dPI1-PI2-30).

Dengan tujuan tersedianya cukup jarak sehingga masing–masing tikungan dapat

9Kelompok 10-1

Page 10: Laporan Rekjal

Tugas Besar SI-2241 Rekayasa Jalan

melakukan panjang pencapaian super elevasi tanpa saling berimpit. Hal ini

dimaksudkan agar setelah tikungan pertama maka potongan melintang jalan kembali

dulu ke potongan melintang normal sebelum memasuki tikungan kedua dan mulai

berubah superelevasinya. Sebagai pertimbangan untuk kenyamanan pengemudi,

maka jarak antara titik stationing TS dari tikungan berurutan diberi selang minimal

sejauh kurang lebih 30 m.

Panjang TS1 untuk tikungan pertama tidak lebih panjang dari dA-PI1.

Panjang TS2 tikungan kedua tidak lebih panjang dari dPI2-B.

Tikungan 1 (S-C-S)

Untuk jalan dengan kecepatan rencana 70 km/jam, 4 jalur ,dan R=250 m dari tabel

didapat Ls= 85 m.

θs= Ls2 R

3602 π

= 852×250

3602 π

=9.740⁰

Δ c=Δ−2θs=51.460−2×9.7400=31.980⁰

Lc= Δc360

2πR=31.980⁰360

2× π×250=139.539m Yc= Ls2

6 R= 852

6×250=4.817m

Xc=Ls− Ls3

40 R2 =85− 853

40×2502 =84.754 m k=Xc−R sinθs=84.754−250×sin 9.740⁰=42.460m p=Yc−R (1−cosθs )=4.817−250× (1−cos9.740⁰ )=1.213m Ts=(R+ p ) tan

Δ2+k= (250+1.213 ) tan

51.46⁰2

+42.460=163.523m Es=

(R+ p )

cosΔ2

−R=(250+1.213 )

cos51.46⁰

2

−250=28.862m L total=Lc+2×Ls=139.539+2×85=309.539m d A-PI1=√ (X A−X PI1 )2+(Y A−Y PI1 )2=√ (14088−13970 )2+(16475−16617.5 )2

¿185.014m Ts 1<d A-PI1 , maka Tikungan jenis S-C-S dapat digunakan pada tikungan 1.

10Kelompok 10-1

Page 11: Laporan Rekjal

Tugas Besar SI-2241 Rekayasa Jalan

Tikungan 2 (S-C-S)

Untuk jalan dengan kecepatan rencana 70 km/jam, 4 jalur ,dan R=175 m dari tabel

didapat Ls= 97 m.

θs= Ls2 R

3602 π

= 972×175

3602 π

=15.879⁰

Δ c=Δ−2θs=59.440−2×15.8790=27.682⁰

Lc= Δc360

2πR=27.682⁰360

2× π×175=84.550 m Yc= Ls2

6 R= 972

6×175=8.961m

Xc=Ls− Ls3

40 R2 =97− 973

40×1752 =96.255m k=Xc−R sinθs=96.255−175× sin 15.879⁰=48.374 m p=Yc−R (1−cosθs )=8.961−175× (1−cos15.879⁰ )=2.283m Ts=(R+ p ) tan

Δ2+k= (175+2.283 ) tan

59.44⁰2

+48.374=149.577m Es=

(R+ p )

cosΔ2

−R=(175+2.283 )

cos59.44⁰

2

−175=29.135m L total=Lc+2×Ls=84.550+2×97=278.550m d B-PI2=√ (X B−X PI2 )2+(Y B−Y PI2 )2

¿√ (13936.5−14051.5 )2−(17111.5−17006.5 )2=155.794 m

Ts 2<d PI2-B , maka Tikungan jenis S-C-S dapat digunakan pada tikungan 2.

Ts 1+Ts2<dPI1-PI2−30

163.523+149.577<397.446−30

313.1m<367.446m

Maka kedua tikungan tersebut dapat digunakan.

11Kelompok 10-1

Page 12: Laporan Rekjal

Tugas Besar SI-2241 Rekayasa Jalan

3.3. Sketsa Tikungan

Gambar 3.2 Sketsa Tikungan

3.4. Stationing

STA A = 0+000.000STA TS1 = STA A + (dA-PI1 - Ts1) = 0 + (185.014-163.523) = 0+021.491STA SC1 = STA TS1 + Ls = 21.491 + 85 = 0+106.491STA CS1 = STA SC1 + Lc = 78.158 + 139.539 = 0+246.030STA ST1 = STA CS1 + Ls = 246.030 + 85 = 0+331.030STA TS2

= STA ST1 + (dPI1-PI2 - Ts2 - Ts1) = 331.030 + (397.446-149.577-163.523)= 0+415.376

STA SC2 = STA TS2 + Ls = 415.376 + 97 = 0+512.376STA CS2 = STA SC2 + Lc = 512.376 + 84.550 = 0+596.926STA ST2 = STA CS2 + Ls = 596.926+ 97 = 0+693.926STA B = STA ST2 + (dPI2-B – Ts2) = 693.926 + (155.794 – 149.577) = 0+700.143

3.5. Pelebaran Samping

12Kelompok 10-1

Page 13: Laporan Rekjal

Tugas Besar SI-2241 Rekayasa Jalan

Pelebaran samping dimaksudkan untuk mempertahankan konsistensi geometrik jalan

agar kondisi operasional lalu lintas di tikungan sama dengan di bagian lurus. Besarnya

pelebaran samping dapat dicari dengan menggunakan tabel 3.1. Dari tabel 3.1 didapat

besarnya pelebaran samping untuk tikungan 1 adalah sebesar (1m x 2) = 2 m.

Sedangkan untuk tikungan 2 adalah sebesar (1.15 m x 2) = 2.3 m.

Tabel 3.1 Pelebaran Samping

3.6. Diagram Superelevasi

13Kelompok 10-1

Page 14: Laporan Rekjal

Tugas Besar SI-2241 Rekayasa Jalan

Gambar 3.3 Diagram Superelevasi Tikungan 1

Gambar 3.4 Diagram Superelevasi Tikungan 2

14Kelompok 10-1

Page 15: Laporan Rekjal

Tugas Besar SI-2241 Rekayasa Jalan

BAB IV

ALINEMEN VERTIKAL

4.1. Profil Tanah Asli

Gambar 4.1 Profil Tanah Asli

4.2. Kelandaian Maksimum

Dari tabel 4.1 di dapat kelandaian maksimum untuk jalan kolektor dengan Vdesign=

70 km/jam dan medan datar adalah sebesar 7%.

Tabel 4.1 Kelandaian Maksimum Jalan Kolektor

4.3. Profil Desain Rencana

Gambar 4.2 Profil Desain Rencana

4.4. Desain Lengkung Vertikal

4.4.1. Lengkung vertikal satu (cembung)

15Kelompok 10-1

Page 16: Laporan Rekjal

Tugas Besar SI-2241 Rekayasa Jalan

Gambar 4.3 Lengkung Vertikal 1

a. Jarak pandang henti (Stopping Sight Distance) = Jh = 105 m

A = |g2 - g1| = |(-5%) - 5% |= 10%

Jika Jh < L, maka: L=A Jh

2

100 (√2h1+√2h2 )2=10×1052

100 (√2×1.08+√2×0.6 )2

¿167.555m

Jh < L terpenuhi

Jika Jh > L, maka:

L=2 Jh−200 (√h1+√h2 )2

A=2×105−

200 (√1.08+√0.6 )2

10=144.2m

Jh > L tidak terpenuhi

Dimana:

L = panjang lengkung vertikal (m)

Jh = jarak pandangan (m)

A = absolut perbedaan aljabar kelandaian dalam persen

h1 = tinggi mata (1,08m untuk AASTHO)

h2 = tinggi benda (0,6m untuk standar AASTHO)

b. Jarak pandang mendahului (Passing Sight Distance) = Jd = 485 m

Jika Jd < L, maka: L=AJ d

2

100 (√2h1+√2h2 )2=10×4852

100 (√2×1.08+√2×0.6 )2

¿3574,882m

Jd < L terpenuhi

Jika Jd > L, maka:

L=2 Jd−200 (√h1+√h2 )2

A=2×485−

200 (√1.08+√0.6 )2

10

16Kelompok 10-1

Page 17: Laporan Rekjal

Tugas Besar SI-2241 Rekayasa Jalan

¿904.2m

Jd > L tidak terpenuhi

Dimana:

L = panjang lengkung vertikal (m)

Jd = jarak pandangan (m)

A = absolut perbedaan aljabar kelandaian dalam persen

h1 = tinggi mata (1,08m untuk AASTHO)

h2 = tinggi benda (0,6m untuk AASTHO)

c. Panjang minimum, dihitung sebesar:

L=0,6V =0.6×70=42m (V dalam km/jam dan L dalam meter)

d. Panjang maksimum, dihitung terkait dengan drainase, dimana maksimum

drainase diperhitungkan dengan nilai K = 51, sehingga

L=K A=51×10=510m

Dari perhitungan-perhitungan di atas maka didapat empat L yang berbeda

Tabel 4.2 Berbagai Nilai L untuk Lengkung Vertikal 1

Syarat L (m)

Jarak Pandang Henti (Jh < L) 167,555

Jarak Pandang Mendahului (Jd < L) 3574,882

Panjang Minimum 42

Drainase 510

Dari berbagai nilai L tersebut kami mengambil L = 200 m.

4.4.2. Lengkung vertikal dua (cekung)

17Kelompok 10-1

Page 18: Laporan Rekjal

Tugas Besar SI-2241 Rekayasa Jalan

Gambar 4.4 Lengkung Vertikal 2

a. Jarak pandang lampu

Mempertimbangkan kondisi pencahayaan lampu kendaraan di malam hari,

dengan asumsi, lampu kendaraan membentuk sudut 1⁰ ke atas. Agar

tercapai kondisi aman maksimum, jarak pencapaian lampu kendaraan

diasumsikan sama dengan jarak pandang henti. Panjang minimum

lengkung untuk pertimbangan ini dirumuskan sbb:

A = |g2 - g1| = |(2%) – (-5%) |= 8%

Jh = 105 m

Jika Jh < L, maka:

L=AJ h

2

120+3,5J h

= 8×1052

120+3,5×105=180.923m

Jh < L memenuhi

Jika Jh > L, maka:

L=2 Jh−( 120+3,5J h

A )=2×105−( 120+3.5×1058 )

¿149.063m

Jh > L tidak memenuhi

Dimana:

L = panjang lengkung vertikal (m)

Jh = jarak pandangan (m)

A = absolut perbedaan aljabar kelandaian dalam persen

b. Kenyamanan pengendara

Mempertimbangkan efek gaya sentripetal yg berlawanan dengan gaya

gravitasi pada kondisi lengkung vertikal cekung. Kenyamanan diukur

dengan ketentuan bahwa percepatan sentripetal tidak lebih dari 0,3m/s2.

Persamaannya menjadi:

L= AV 2

395=3×702

395=37.215 m

Dimana:

L = panjang lengkung vertikal (m)

18Kelompok 10-1

Page 19: Laporan Rekjal

Tugas Besar SI-2241 Rekayasa Jalan

V = kecepatan rencana (km/jam)

A = absolut perbedaan aljabar kelandaian dalam persen

c. Panjang minimum, dihitung sebesar:

L=0,6V =0,6×70=42m; (V dalam km/jam; L dalam m)

d. Panjang maksimum, dihitung terkait dengan drainase, dimana maksimum

drainase diperhitungkan dengan nilai K = 51, sehingga

L=K A=51×3=153m

Dari perhitungan-perhitungan di atas maka didapat empat L yang berbeda

Tabel 4.3 Berbagai Nilai L untuk Lengkung Vertikal 2

Syarat L (m)

Jarak Pandang Lampu (Jh < L) 180.923

Kenyamanan Pengendara 37,215

Panjang Minimum 42

Drainase 153

Dari berbagai nilai L tersebut kami mengambil L = 180 m.

4.5. Pehitungan Elevasi Lengkung Vertikal

Persamaan umum dirumuskan sbb:

y= A x2

2 L

Dimana:

y = selisih ketinggian FG rencana dengan lengkung vertikal desain (m)

x = jarak relatif terhadap titik PVI (m)

L = panjang lengkung vertikal (m)

a. Tikungan 1

19Kelompok 10-1

Page 20: Laporan Rekjal

Tugas Besar SI-2241 Rekayasa Jalan

Gambar 4.5 Desain Tikungan 1

b. Tikungan 2

Gambar 4.6 Desain Tikungan 2

20Kelompok 10-1

Page 21: Laporan Rekjal

Tugas Besar SI-2241 Rekayasa Jalan

BAB V

DESAIN TEBAL PERKERASAN (METODE MAK)

5.1. Komposisi Lalu Lintas

Jalan direncanakan dibuka pada awal tahun 2010 dimana data lalu lintas pada tahun

2006 adalah 30.000 kendaraan/hari/dua arah. Pertumbuhan lalu lintas dengan

proporsi kendaraan diasumsikan tetap sampai tahun 2010 yaitu sebesar 4% per

tahun. Sedangkan pertumbuhan lalu lintas selama masa layan 15 tahun adalah

sebesar 6% per tahun.

Tabel 5.1 Komposisi Kendaraan pada tahun 2006

Tipe Nama Kendaraan Total Beban(ton) Komposisi % Jumlah1 Kendaraan Penumpang 2 45 135002 Truk Kecil 8 6 18003 Truk 2 as 20 10 30004 Truk 3 as 20 6 18005 Truk 4 as 20 1 3006 Truk Gandengan (T1.2+22) 25 5 15007 Truk Gandengan (T1.22+22) 30 5 15008 Trailer (T1.2-1) 32 4 12009 Trailer (T1.2-22) 32 5 1500

10 Trailer (T1.2-222) 32 1 30011 Trailer (T1.22-22) 42 5 150012 Trailer (T1.22-222) 42 1 30013 Bus 7 5 150014 Bus 12 1 300

5.2. Jumlah Kendaraan pada Awal dan Akhir Umur Rencana

Untuk menghitung jumlah kendaraan pada awal dan akhir rencana digunakan rumus:

LHR t=LHR (1+i )n

Dimana:

LHRt = Lalu lintas harian pada waktu t tahun dari awal

LHR = Lalu lintas harian pada waktu awal

i = faktor pertumbuhan

21Kelompok 10-1

Page 22: Laporan Rekjal

Tugas Besar SI-2241 Rekayasa Jalan

n = waktu awal dikurang waktu ke t

Tabel 5.2 LHR pada Tahun 2006, 2010, dan 2025

Tipe Nama Kendaraan 2006 2010 20251 Kendaraan Penumpang 13500 15793 323542 Truk Kecil 1800 2106 43143 Truk 2 as 3000 3510 71904 Truk 3 as 1800 2106 43145 Truk 4 as 300 351 7196 Truk Gandengan (T1.2+22) 1500 1755 35957 Truk Gandengan (T1.22+22) 1500 1755 35958 Trailer (T1.2-1) 1200 1404 28769 Trailer (T1.2-22) 1500 1755 3595

10 Trailer (T1.2-222) 300 351 71911 Trailer (T1.22-22) 1500 1755 359512 Trailer (T1.22-222) 300 351 71913 Bus 1500 1755 359514 Bus 300 351 719

5.3. Menghitung Angka Ekivalen (AE)

Angka ekivalen dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

AEL=k ( L8.16 )

4

Dimana:

L = beban sumbu kendaraan (ton)

K = 1 ; untuk sumbu tunggal

= 0.086 ; untuk sumbu tandem

= 0.021 ; untuk sumbu triple

Distribusi beban pada sumbu kendaraan dapat dilihat pada tabel 5.3.

22Kelompok 10-1

Page 23: Laporan Rekjal

Tugas Besar SI-2241 Rekayasa Jalan

Tabel 5.3 Distribusi Beban pada tiap Sumbu Kendaraan

Tabel 5.4 Nilai Angka Ekivalen untuk tiap Kendaraan

Tipe Nama Kendaraan STRT AE1 Kendaraan Penumpang 0.0002 0.00042 Truk Kecil 0.0183 0.15933 Truk 2 as 0.141 11.55944 Truk 3 as 0.141 1.1235 Truk 4 as 0.141 0.3808

6 Truk Gandengan (T1.2+22)

0.141 108.4041

7 Truk Gandengan (T1.22+22)

0.141 23.1646

8 Trailer (T1.2-1) 0.141 239.87229 Trailer (T1.2-22) 0.141 4.0166

10 Trailer (T1.2-222) 0.141 2.792111 Trailer (T1.22-22) 0.141 72.847812 Trailer (T1.22-222) 0.141 2.393413 Bus 0.0183 0.07614 Bus 0.141 0.1876

23Kelompok 10-1

Page 24: Laporan Rekjal

Tugas Besar SI-2241 Rekayasa Jalan

5.4. Menghitung Nilai Lintas Ekivalen Permulaan (LEP), Lintas Ekivalen Akhir (LEA),

Lintas Ekivalen Tengah (LET), dan Lintas Ekivalen Rencana (LER)

Untuk menghitung nilai LEP, LEA, LET, dan LER dapat digunakan rumus sebagai

berikut;

LEP=∑j=1

n

LHR j .C j . E j

LEA=∑j=1

n

LHR j . (1+i )URC j . E j

LET=LEP+LEA2

LER=LET .UR10

Dimana:

j = Jenis Kendaraan

i = Faktor pertumbuhan

Cj = Koefisien distribusi kendaraan

Ej = Angka ekivalen sumbu kendaraan

Nilai Cj didapat dari tabel 5.5 yaitu di dapat untuk kendaraan ringan nilai Cj = 0.3

sedangkan untuk kendaraan berat nilai Cj = 0.45.

Tabel 5.5 Koefisien Distribusi Kendaraan

24Kelompok 10-1

Page 25: Laporan Rekjal

Tugas Besar SI-2241 Rekayasa Jalan

Tabel 5.6 Perhitungan Nilai LEP dan LEA

Tipe

Nama Kendaraan 2010 2025 AE LHR j .C j . E jLHR j . (1+i )URC j . E j

1 Kendaraan Penumpang 15793 32354 0.0004 2 42 Truk Kecil 2106 4314 0.1593 151 3093 Truk 2 as 3510 7190 11.5594 18258 374004 Truk 3 as 2106 4314 1.123 1064 21805 Truk 4 as 351 719 0.3808 60 1236 Truk Gandengan

(T1.2+22)1755 3595 108.4041 85612 175371

7 Truk Gandengan (T1.22+22)

1755 3595 23.1646 18294 37475

8 Trailer (T1.2-1) 1404 2876 239.8722 151551 3104439 Trailer (T1.2-22) 1755 3595 4.0166 3172 649810 Trailer (T1.2-222) 351 719 2.7921 441 90311 Trailer (T1.22-22) 1755 3595 72.8478 57532 11785012 Trailer (T1.22-222) 351 719 2.3934 378 77413 Bus 1755 3595 0.076 60 12314 Bus 351 719 0.1876 30 61

Total 336605 689514

Dari perhitungan yang ada di tabel didapat nilai LEP = 336605 sedangkan nilai LEA = 689514. Sehingga dengan demikian didapat nilai LET = 513059 dan LER = 769589.

5.5. Menentukan Nilai CBR dan DDT

Dari hasil eksperimen di 20 titik pada tiap-tiap segmen, didapatkan data-data sebagai berikut:Untuk segmen awal, nilai CBR (%) = 3.4; 2.9; 3.6; 3.8; 3.4; 2.9; 3.4; 3.7; 3.4; 3.2; 3.2; 3.2; 4.0; 3.7; 2.6; 3.2; 3.7; 3.0; 3.8; dan 2.5.Untuk segmen tengah, nilai CBR (%) = 4.0; 3.3; 3.1; 2.8; 2.7; 3.3; 3.7; 3.9; 3.5; 3.6; 2.9; 3.7; 2.7; 3.2; 2.9; 2.7; 2.9; 2.6; 3.8; dan 3.2.Untuk segmen akhir, nilai CBR (%) = 3.6; 3.5; 3.0; 2.9; 3.3; 2.9; 2.5; 2.8; 3.4; 3.0; 3.5; 3.9; 3.2; 3.5; 3.0; 3.0; 3.2; 2.7; 2.7; dan 3.6.

Untuk menentukan nilai CBR setiap segmen, diambil suatu nilai CBR yang dapat mewakili 90% dari data-data tersebut. Dengan cara menghitung kumulatifnya dan mencari nilai kumulatif 90% maka didapat nilai CBR untuk masing-masing segmen adalah 2.75 (awal); 2.63 (tengah); dan 2.67 (akhir).

Tabel 5.7 Perhitungan Statistik CBRNilai CBR Jumlah <= Persentase

awal

tengah akhir awal

tengah akhir

2.5 20 20 20 100 100 1003 16 12 14 80 60 703.5 7 7 6 35 35 30

25Kelompok 10-1

Page 26: Laporan Rekjal

Tugas Besar SI-2241 Rekayasa Jalan

4 1 1 0 5 5 0

Untuk mencari nilai DDT, digunakan rumus sebagai berikut:DDT=4.3 log (CBR )+1.7

Dengan memasukan nilai CBR kedalam rumus tersebut, maka didapat nilai DDT untuk tiap segmen adalah sebesar 3.59(awal); 3.50(tengah); dan 3.53(akhir).

5.6. Menentukan Tebal Perkerasan

Gambar 5.1 Struktur Perkerasan

Perkerasan yang akan dipakai yaitu:Lapis permukaan : Laston (MS-744 kg) (a=0.40)Lapis pondasi : Batu pecah kelas A (a=0.14, CBR= 100%, DDT=10.3)Lapis pondasi bawah : Sirtu kelas A (a=0.13, CBR=70%, DDT= 9.6)Nilai a didapat dari tabel 5.7.

26Kelompok 10-1

Page 27: Laporan Rekjal

Tugas Besar SI-2241 Rekayasa Jalan

Tabel 5.7 Koefisien Kekuatan relatif

Sedangkan untuk nilai faktor regional, untuk kelandaian <6% dan kendaraan berat >30% maka digunakan nilai FR= 1 yang didapat dari tabel 5.8.

Tabel 5.8 Faktor Regional

Untuk menentukan tebal perkerasan, kita membutuhkan nilai ITP yang didapatkan dari menarik garis pada nomogram untuk masing-masing nilai DDT; LER; dan FR yang telah kita ketahui.

27Kelompok 10-1

Page 28: Laporan Rekjal

Tugas Besar SI-2241 Rekayasa Jalan

Gambar 5.2 Nomogram

Dari Nomogram didapat nilai ITP2 = 32.954 dan ITP1 = 35.559. Sedangkan untuk ITP3

didapat:ITP3-awal = 46.460ITP3-tengah = 46.363ITP3-akhir = 46.342

Untuk tebal minimum lapisan perkerasan, digunakan tabel 5.9 dan 5.10

Tabel 5.9 Tebal Minimum Lapis Permukaan

28Kelompok 10-1

Page 29: Laporan Rekjal

Tugas Besar SI-2241 Rekayasa Jalan

Tabel 5.10 Tebal Minimum Lapis Pondasi

Dari kedua tabel diatas, maka didapat tebal minimum:Lapis Permukaan = 10 cmLapis Pondasi = 25 cmLapis Pondasi Bawah = 10 cm (berlaku bagi semua lapis pondasi bawah

5.6.1. Segmen awal

Data-data yang ada:ITP1 = 35.559ITP2 = 32.954ITP3 = 46.460a1 = 0.4a2 = 0.14a3 = 0.13

ITP1=a1 D 1

D 1= ITP1a1

=35.5590.4

=88.898cm

ITP2=a1 D 1+a2 D2=ITP1+a2D 2

D 2= ITP2−ITP1a2

=32.954−35.5590.14

=−18.607cm (syarat minimum 25 cm)

ITP3=a1D 1+a2 D 2+a3D 3=ITP2+a3 D3

D 3= ITP3−ITP2a3

=46.460−32.9540.13

=103.892cm

29Kelompok 10-1

Page 30: Laporan Rekjal

Tugas Besar SI-2241 Rekayasa Jalan

Gambar 5.3 Penampang Melintang Perkerasan Segmen Awal

5.6.2. Segmen tengahData-data yang ada:ITP1 = 35.559ITP2 = 32.954ITP3 = 46.363a1 = 0.4a2 = 0.14a3 = 0.13

ITP1=a1 D 1

D 1= ITP1a1

=35.5590.4

=88.898cm

ITP2=a1 D 1+a2 D2=ITP1+a2D 2

D 2= ITP2−ITP1a2

=32.954−35.5590.14

=−18.607cm (syarat minimum 25 cm)

ITP3=a1D 1+a2 D 2+a3D 3=ITP2+a3 D3

D 3= ITP3−ITP2a3

=46.363−32.9540.13

=103.146 cm

Gambar 5.4 Penampang Melintang Perkerasan Segmen Tengah

30Kelompok 10-1

Page 31: Laporan Rekjal

Tugas Besar SI-2241 Rekayasa Jalan

5.6.3. Segmen AkhirITP1 = 35.559ITP2 = 32.954ITP3 = 46.342a1 = 0.4a2 = 0.14a3 = 0.13

ITP1=a1 D 1

D 1= ITP1a1

=35.5590.4

=88.898cm

ITP2=a1 D 1+a2 D2=ITP1+a2D 2

D 2= ITP2−ITP1a2

=32.954−35.5590.14

=−18.607cm (syarat minimum 25 cm)

ITP3=a1D 1+a2 D 2+a3D 3=ITP2+a3 D3

D 3= ITP3−ITP2a3

=46.342−32.9540.13

=102.985cm

Gambar 5.4 Penampang Melintang Perkerasan Segmen Akhir

31Kelompok 10-1