laporan rekayasa teknik jalan rel

234
PERENCANAAN WESEL DAN GEOMETRIK JALAN REL TUGAS TERSTRUKTUR diajukkan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Rekayasa Teknik Jalan Rel di Program Studi S-1 Teknik Sipil Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan Universitas Pendidikan Indonesia Dosen : Dr. Ir. Drs. H. Iskandar Muda Purwaamijaya, MT. oleh ALIFIA YUDHA NIRBAYA 1101806 PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL S1 DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2016

Upload: alifia-yudha-nirbaya

Post on 14-Apr-2016

552 views

Category:

Documents


107 download

DESCRIPTION

merupakan tugas besar rekayasa teknik jalan rel

TRANSCRIPT

PERENCANAAN WESEL DAN GEOMETRIK JALAN REL

TUGAS TERSTRUKTUR

diajukkan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Rekayasa Teknik Jalan Rel

di Program Studi S-1 Teknik Sipil Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia

Dosen : Dr. Ir. Drs. H. Iskandar Muda Purwaamijaya, MT.

oleh

ALIFIA YUDHA NIRBAYA

1101806

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL S1

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2016

i

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim…

Alhamdulillah, segala puji dan rasa syukur penyusun haturkan kehadirat

Allah SWT, karena berkat Ridho dan Rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan

Laporan Perhitungan Wesel dan Geometrik Jalan Rel dalam mata kuliah Rekayasa

Teknik Jalan Rel di Program Studi Teknik Sipil S1 di Fakultas Pendidikan

Teknologi dan Kejuruan Universitas Pendidikan Indonesia.

Penyusun menghaturkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Drs. Ir. H Iskandar Muda P, MT., selaku dosen mata kuliah

Rekayasa Teknik Jalan Rel di Program Studi Teknik Sipil S1 di Fakultas

Pendidikan Teknologi dan Kejurian Universitas Pendidikan Indonesia.

2. Keluarga tercinta atas segala dukungannya.

3. Rekan-rekan Program Studi Teknik Sipil S1.

4. Seluruh pihak yang turut membantu dalam penyusunan laporan ini, baik

moril maupun materil.

Semoga amal baik rekan-rekan dapat dibalas oleh Allah SWT dengan

balasan yang lebih baik dan dicatat sebagai amal soleh. Amin.

Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan Laporan Rekayasa Teknik

Jalan Rel ini masih banyak kekurangan. Penyusun mengharapkan kritik dan saran

yang membangun dalam perbaikan penyusunan Laporan Rekayasa Teknik Jalan

Rel selanjutnya.

Bandung, Januari 2016

Alifia Yudha Nirbaya

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kereta api merupakan kendaraan transportasi darat yang sangat merakyat

keberadaannya, dengan ongkos yang cukup murah kita dapat berpergian ke

berbagai tujuan tanpa harus merasakan kemacetan, karena yang digunakan

merupakan jalan tunggal. Artinya untuk satu ruas atau petak jalan-antara satu

stasiun dengan stasiun lain-hanya boleh dijalankan satu kereta, sehingga

(mestinya) tidak akan terjadi tabrakan.

Kereta api mengusung misi menyelenggarakan jasa transportasi sesuai

keinginan Stake Holder dengan meningkatkan keselamatan dan pelayanan serta

penyelenggaraan yang semakin efisien. Kereta api tidak mengenal kemacetan,

karena jalan yang digunakan merupakan jalan tunggal.

Selain itu kereta api merupakan moda transportasi dengan multi

keunggulan komparatif: hemat lahan & energi, rendah polusi, besifat massal,

adaptif dengan perubahan teknologi, yang memasuki era kompetisi, potensinya

diharapkan dapat dimobilisasi dalam skala nasional, sehingga mampu

menciptakan keunggulan kompetitif terhadap produksi dan jasa domestik dipasar

global. Dengan tugas pokok dan fungsi memobilisasi arus penumpang dan barang

diatas jalan rel, maka ikut berperan menunjang pertumbuhan ekonomi nasional.

Rel merupakan sarana atau jalur jalan kereta api. Rel tidak berdiri sendiri akan

tetapi mempunyai bagian-bagiannya. Konstruksi rel terbagi menjadi dua yaitu

bagian atas dan bagian bawah. Bagian atas terdiri dari rel, bantalan dan

perlengkapan baja kecil.

Bagian atas dari rel terdiri dari sepur yang tidak bisa menyambung dengan

sendirinya akan tetapi memerlukan plat penyambung. Sedangkan rel, agar tetap

2

berdiri pada bantalan maka memerlukan alat penambat. Alat penambat ini berguna

untuk mengokohkan kedudukan rel.

Wesel adalah konstruksi rel kereta api yang bercabang (bersimpangan)

tempat memindahkan jurusan jalan kereta api. Wesel terdiri dari sepasang rel yang

ujungnya diruncingkan sehingga dapat melancarkan perpindahan kereta api dari

jalur yang satu ke jalur yang lain dengan menggeser bagian rel yang runcing.

Dulu jaringan KA merambah ke mana-mana, tetapi ribuan kilometer

relnya dicabuti karena berbagai pertimbangan. Antara lain karena rel berada di

sepanjang sisi jalan raya sehingga kalah ketika jalan raya dilebarkan. Sulit sekali

membangun jalur baru, karena selain pulau Jawa padat penduduk sehingga nyaris

tak ada tanah kosong yang panjang, juga karena biayanya sangat mahal.

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan penulisan tugas makalah ini adalah :

Pengenalan jalan atau rel kereta api dan sejarahnya

Mengetahui komponen rel

Mengetahui pengertian wesel

Mengetahui jenis-jenis wesel

Dapat merencanakan dan menghitung wesel

Dapat mengetahui pengamanan dan pemeliharaan jalan kereta api

Dapat menghitung gaya sentrifugal

Dapat merencanakan geometrik jalan rel

Dapat menghitung cut and fill

Dapat membuat stacking out

3

1.3 Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembahasan materi dibuat uraian permasalahan

yang terdiri dari beberapa bab. Hal ini juga dimaksudkan untuk memberikan

gambaran dari materi yang dibahas antara lain :

BAB I PENDAHULUAN, membahas tentang latar belakang, tujuan, ruang

lingkup, dan sistematika penulisan.

BAB II SEJARAH dan TEKNOLOGI TERKINI JALAN REL, menjelaskan

sejarah serta perkembangan perkembangan yang terjadi pada awal perkembangan

jalan rel hingga perkembangan nya hingga sekarang.

BAB III KOMPONEN JALAN REL, membahas tentang komponen rel dari

mulai komposisi/bahan, bentuk dan dimensi rel serta perhitungan umur rel.

BAB IV GEOMETRI JALAN REL, memuat perhitungan lengkung horizontal,

lengkung peralihan, perhitungan geometri jalan rel.

BAB V KONSTRUKSI JALAN REL, memuat definisi jalan rel secara umu,

pengertian wesel, jenis-jenis wesel, gambar-gambar wesel, komponen wesel, rel

dan geometri wesel, perancangan wesel, persilangan/crossing, Persilangan

Dengan Jalan Raya/ Perlintasan Sebidang.

BAB VI PERHITUNGAN WESEL DAN GAYA SENTRIFUGAL, memuat

perhitungan wesel biasa, perhitungan wesel simetris , perhitungan wesel inggris

perhitungan wesel tergeser beserta perhitungan gaya sentrifugal.

BAB VII PERHITUNGAN ALINYEMEN HORIZONTAL DAN

ALINYEMEN VERTIKAL, memuat pengecekan trase dan perhitungan

alignment horizontal, vertical dan perencanaan diagram super elevasi.

4

BAB VIII PERHITUNGAN STAKING OUT (PEMATOKAN), memuat

perhitungan staking out vertikal, stacking out horizontal dan stationing.

BAB IX PERHITUNGAN GALIAN DAN TIMBUNAN, memuat perrhitungan

galian dan timbunan atau biasa disebut cut and fill.

BAB X PERENCANAAN SALURAN DRAINASE, memuat perhitungan

perencanaan dimensi saluran drainase dan gorong-gorong.

BAB XI SITASI REKAYASA TEKNIK JALAN REL, berisi tentang kutipan

dari artikel.

BAB XII PENUTUP, memuat kesimpulan dari perhitungan yang telah dilakukan,

dan saran sebagai pembelajaran.

5

BAB II

SEJARAH DAN TEKNOLOGI TERKINI JALAN REL

2.1 Sejarah Jalan Rel

Kereta api, sejarah munculnya kereta api yang dibawa bersama teknologi

mesin uap, yang dikembangkan pada awal abad ke-18, dan kuda-atau gerobak

bertenaga manusia-cara yang digunakan dalam pertambangan sejak abad ke-16.

Insinyur Britania Richard Trevithick (1771-1833) adalah orang pertama yang

membangun lokomotif uap untuk berjalan di kereta-cara seperti itu (1804); lain-

lokomotif uap pionir, juga Inggris, adalah John Blenkinsop (1783-1831), William

Hedley ( 1779-1843), dan George Stephenson (1781-1848).. Awal lokomotif cacat

oleh kelemahan rel kereta api yang tersedia: hal itu tidak sampai kemajuan teknis

dibuat dalam konstruksi jalur kereta api yang menjadi benar-benar praktis.

Stockton dan Darlington Kereta Api (1825) adalah orang pertama yang

membawa kedua barang dan penumpang.. Pada tahun 1830 itu diikuti oleh

Liverpool dan Manchester Kereta Api, baris yang menandakan awal era kereta

api dengan menggunakan Stephenson's Rocket sebagai lokomotif. Pada 1847,

250.000 navvies yang bekerja dalam pembangunan rel di Inggris, dan di Amerika

Serikat, di mana perusahaan kereta api agen utama dari ekspansi ke barat, hampir

34.000 km (21.100 mil) dari rel kereta api dibangun antara tahun 1850 dan 1860.

By the end of the century railway networks covered Europe, the USA, Canada,

and parts of imperial Russia. Pada akhir abad ke jaringan kereta api menutupi

Eropa, Amerika Serikat, Kanada, dan bagian dari kekaisaran Rusia. Di Eropa

perjalanan murah dan mudah membantu untuk memecahkan perbedaan provinsi,

sementara di Swiss dan Mediterania industri liburan terus dikembangkan.

Railways were important for both sides in the American Civil War, for moving

troops and supplies. Kereta api itu penting bagi kedua belah pihak dalam Perang

Saudara Amerika, untuk memindahkan pasukan dan persediaan.. Lokomotif

listrik pertama telah didemonstrasikan di Berlin pada 1879. Salah satu pengguna

6

awal lokomotif listrik pada rute utama adalah Italia, di mana garis dibuka pada

tahun 1902.

Ternyata kereta api penting secara strategis di semua bidang dalam

Perang Dunia I. Setelah perang banyak perusahaan kereta api dikelompokkan

bersama sebagai sistem kereta api nasional atau besar masalah geografis.. Pada

akhir 1930-an lokomotif uap mencapai puncaknya, tapi lokomotif listrik sudah

digunakan secara luas di Eropa dan Skandinavia, dan main-line diesel lokomotif

yang masuk ke layanan di Amerika Serikat. Dalam periode ini jalan dan

transportasi udara mulai menantang kereta api.

Setelah Perang Dunia II ada periode rekonstruksi: lokomotif uap yang

baru diperkenalkan di Inggris dan daratan Eropa, dan mesin diesel baru juga yang

diuji. Produksi lokomotif uap berakhir di Amerika Serikat pada 1950-an, dan di

Eropa pada 1960-an, dan, seperti kompetisi dari jalan meningkat, ada

penghematan besar dalam jaringan rel Di Jepang pada tahun 1964, kecepatan

tinggi Shinkansen atau 'peluru' kereta mulai beroperasi, berjalan pada jalur

khusus dikembangkan pada kecepatan hingga 210 km / h (130 mph). Pada sekitar

periode yang sama eksperimen mulai menggunakan sistem bimbingan tanah

selain jalur konvensional.

Gambar 2. 1 Kereta Api di Jepang (Shinkansen)

Pada kuartal terakhir abad ke-20, pembangunan kereta api di seluruh dunia

mulai tumbuh lagi, meskipun di negara maju beberapa jalur baru dibangun. Di

Eropa, terutama di Perancis dan Jerman yang lebih baru-baru ini, lain kereta api

7

berkecepatan tinggi telah dikembangkan. Ada juga investasi yang cukup besar di

komuter kereta api dan kereta api ringan sistem transit cepat untuk mengurangi

kemacetan di jalan dan polusi. Sebuah perkembangan baru di Jakarta, Indonesia,

adalah Aeromovel, ringan, powered by engineless kereta udara tekan ditiup

melalui saluran di bawah rel. Kereta api bawah tanah baru telah dibangun di

beberapa kota-kota besar yang lebih baru (misalnya, Metro di Mexico City),

sedangkan di jaringan kereta api Cina tumbuh dengan laju sekitar 1000 km (600

mil) per tahun. Terowongan Channel rel antara Inggris dan Perancis mulai

beroperasi pada tahun 1994. Following a model adopted by Sweden in the early

1990s, Mengikuti model yang diadopsi oleh Swedia pada awal 1990-an, Britania

diprivatisasi dengan jaringan kereta api pada pertengahan 1990-an.

2.2 Sejarah Jalan Rel di Indonesia

Secara de-facto hadirnya kerata api di Indonesia ialah dengan dibangunnya

jalan rel sepanjang 26 km pada lintas Kemijen-Tanggung yang dibangun oleh NV.

Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NIS). Pembangunan jalan rel

tersebut dimulai dengan penyangkulan pertama pembangunan badan jalan rel oleh

Gubernur Jenderal Belanda Mr. L.A.J. Baron Sloet Van De Beele pada hari

Jum‘at tanggal 17 Juni 1864. Jalur kereta api lintas Kemijen-Tanggung mulai

dibuka untuk umum pada hari Sabtu, 10 Agustus 1867. Sedangkan landasan de-

jure pembangunan jalan rel di jawa ialah disetujuinya undang-undang

pembangunan jalan rel oleh pemerintah Hindia Belanda tanggal 6 April 1875.

Pembangunan diprakarsai oleh "Naamlooze Venootschap Nederlandsch

Indische Spoorweg Maatschappij" (NV. NISM) yang dipimpin oleh Ir. J.P de

Bordes dari Kemijen menuju desa Tanggung (26 Km) dengan lebar sepur 1435

mm. Ruas jalan ini dibuka untuk angkutan umum pada hari Sabtu, 10 Agustus

1867 seperti yang di sebutkan sebelumnya.

8

Gambar 2. 2 Pembangunan Jalan Rel di Indonesia

(Sumber : leosentosa0.wordpress.com)

Dengan telah adanya undang-undang pembangunan jalan rel yang

dikeluarkan oleh pemerintah Hindia Belanda dan dengan berhasilnya operasi

kereta api lintas Kemijen-Temanggung (yang kemudian pembangunannya

diteruskan hingga ke Solo), pembangunan jalan rel dilakukan di beberapa tempat

bahkan hingga di luar Jawa, yaitu di Sumatera dan Sulawesi.

Kereta listrik pertama beroperasi 1925, menghubungkan Weltevreden

dengan Tandjoengpriok.

Keberhasilan swasta, NV. NISM membangun jalan KA antara Samarang-

Tanggung, yang kemudian pada tanggal 10 Februari 1870 dapat menghubungkan

kota Semarang - Surakarta (110 Km), akhirnya mendorong minat investor untuk

membangun jalan KA di daerah lainnya. Tidak mengherankan, kalau

pertumbuhan panjang jalan rel antara 1864 - 1900 tumbuh dengan pesat. Kalau

tahun 1867 baru 25 km, tahun 1870 menjadi 110 km, tahun 1880 mencapai 405

km, tahun 1890 menjadi 1.427 km dan pada tahun 1900 menjadi 3.338 km

Namun sejarah jalan rel di Indonesia mencatat adanya masa yang

memprihatinkan yaitu pada masa pendudukan Jepang. Beberapa jalan rel di pulau

Sumatera dan pulau Sulawesi serta sebagian lintas cabang di pulau Jawa

dibongkar untuk diangkut dan dipasang di Burma (Myanmar). Bahkan

pemindahan jalan rel ini juga disertai dengan dialihkannya sejumlah tenaga kereta

9

api Indonesia ke Myanmar. Akibat tindakan Jepang tersebut ialah berkurangnya

jaringan jalan rel di Indonesia. Data tahun 1999 memberikan informasi bahwa

panjang jalan rel di Indonesia ialah 4615,918 km, terdiri atas Lintas Raya

4292,322 km dan Lintas Cabang 323,596.

Jalan rel KA di Indonesia dibedakan de`ngan lebar sepur 1.067 mm; 750

mm (di Aceh) dan 600 mm di beberapa lintas cabang dan tram kota. Jalan rel yang

dibongkar semasa pendudukan Jepang (1942 - 1943) sepanjang 473 km,

sedangkan jalan KA yang dibangun semasa pendudukan Jepang adalah 83 km

antara Bayah - Cikara dan 220 km antara Muaro - Pekanbaru. Ironisnya, dengan

teknologi yang seadanya, jalan KA Muaro - Pekanbaru diprogramkan selesai

pembangunannya selama 15 bulan yang memperkerjakan 27.500 orang, 25.000

diantaranya adalah Romusha. Jalan yang melintasi rawa-rawa, perbukitan, serta

sungai yang deras arusnya ini, banyak menelan korban yang makamnya

bertebaran sepanjang Muaro - Pekanbaru.

Dalam masa perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia peran kereta api

sangatlah besar. Sejarah mencatat peran kereta api dalam distribusi logistik untuk

keperluan perjuangan dari Ciroyom (Bandung) ke pedalaman Jawa Tengah,

mobilisasi prajurit pejuang di wilayah Jogjakarta-Magelang-Ambarawa.

Hijrahnya pemerintahan republik Indonesia dari Jakarta ke Jogjakarta tahun 1946

tidak lepas pula dari peran kereta api. Tanggal 3 Januari 1946 rombongan

Presiden Soekarno berhasil meninggalkan Jakarta menggunakan kereta api, tiba di

Jogjakarta tanggal 4 Januari 1946 pukul 09.00 disambut oleh Sri Sultan

Hamengkubuwono IX.

Sejarah perjuangan Bangsa Indonesia mencatat pengambilalihan

kekuasaan perkereta-apian dari pihak Jepang oleh Angkatan Moeda Kereta Api

(AMKA) pada peristiwa bersejarah tanggal 28 September 1945. Pengelolaan

kereta api di Indonesia telah ditangani oleh institusi yang dalam sejarahnya telah

mengalami beberapa kali perubahan. Institusi pengelolaan dimulai dengan

nasionalisasi seluruh perkereta-apian oleh Djawatan Kereta Api Indonesia

(DKARI), yang kemudian namanya dipersingkat dengan Djawatan Kereta Api

(DKA), hingga tahun 1950. Institusi tersebut berubah menjadi Perusahaan Negara

10

Kereta Api (PNKA) pada tahun 1963 dengan PP. No. 22 tahun 1963, kemudian

dengan PP. No. 61 tahun 1971 berubah menjadi Perusahaan Jawatan Kereta Api

(PJKA). Perubahan kembali terjadi pada tahun 1990 dengan PP. No. 57 tahun

1990 status perusahaan jawatan diubah menjadi perusahaan umum sehingga

PJKA berubah menjadi Perusahaan Umum Kerata Api (Perumka). Perubahan

besar terjadi pada tahun 1998, yaitu perubahan status dari Perusahaan Umum

Kereta Api menjadi PT Kereta Api (persero), berdasarkan PP. No. 19 tahun 1998.

Perkembangan dalam dunia kereta api di Indonesia terus berlangsung,

begitu pula dengan teknologinya. Tanggal 31 Juli 1995 diluncurkan KA Argo

Bromo (dikenal juga sebagai KA JS 950) Jakarta-Surabaya dan KA Argo Gede

(JB 250) Jakarta-Bandung. Peluncuran kedua kereta api tersebut mendandai

apresiasi perkembangan teknologi kereta api di Indonesia dan sekaligus banyak

dikenal sebagai embrio teknologi nasional. Saat ini selain kedua KA ―Argo‖

tersebut di atas, telah beroperasi pula KA Argo Lawu, KA Argo Dwipangga, KA

Argo Wilis, KA Argo Muria.

Kemampuan dalam teknologi perkereta-apian di Indonesia juga terus

berkembang baik dalam prasarana jalan rel maupun sarana kereta apinya. Dalam

rancang bangun, peningkatan dan perawatan kereta api, perkembangan

kemampuan tersebut dapat dilihat di PT. Inka (Industri kereta Api) di Madiun, dan

balai Yasa yang terdapat di beberapa daerah.

Jaringan rel di Indonesia

Pengembangan jaringan rel kereta api 1875 - 1925 dalam 4 tahap, yaitu:

1875 - 1888,

1889 - 1899,

1900 - 1913

1914 - 1925.

Jaringan setelah tahun 1875 hingga tahun 1888

Pembangunan Tahap I terjadi tahun 1876-1888. Awal pembangunan rel

adalah 1876, berupa jaringan pertama di Hindia Belanda, antara Tanggung dan

Gudang di Semarang pada tahun 1876, sepanjang 26 km. Setelah itu mulai

dibangun lintas Semarang - Gudang. Pada tahun 1880 dibangun lintas Batavia

11

(Jakarta) - Buitenzorg (Bogor) sepanjang 59 km, kemudian dilanjutkan ke

Cicalengka melalui Cicurug - Sukabumi - Cibeber - Cianjur - Bandung.

Jaringan rel terbangun hingga tahun 1899

Pada tahun 1877 dibangun lintas Kediri - Blitar, dan digabungkan dengan

lintas Surabaya - Cilacap lewat Kertosono - Madiun - Solo, dan juga lintas Jogya -

Magelang.

Hingga tahun 1888 jaringan rel terbangun adalah:

Batavia - Buittenzorg - Sukabumi - Bandung - Cicalengka

Batavia - Tanjung Priok dan Batavia - Bekasi

Cilacap - Kutoarjo - Yogya - Solo - Madiun - Sidoarjo - Surabaya

Kertosono - Kediri - Blitar

Sidoarjo - Malang dan Bangil - Pasuruan - Probolinggo

Solo - Purwodadi - Semarang dan Semarang - Rembang

Tegal – Balapulang

Jaringan setelah tahun 1889 hingga tahun 1899

Hingga tahun 1899 jaringan rel terbangun adalah:

Djogdja - Tjilatjap

Soerabaja - Pasoeroean - Malang

Madioen - Solo

Sidoardjo - Modjokerto

Modjokerto - Kertosono

Kertosono - Blitar

Kertosono - Madioen - Solo

Buitenzorg (Bogor) - Tjitjilengka

Batavia - Rangkasbitung

Bekasi - Krawang

Cicalengka - Cibatu (Garut) - Tasikmalaya - Maos - Banjarnegara

Cirebon - Semarang dan Semarang - Blora

Yogya - Magelang

Blitar - Malang dan Krian - Surabaya

Sebagian jalur Madura

12

Jaringan setelah tahun 1899 hingga tahun 1913

Hingga tahun 1913 jaringan rel terbangun adalah:

Rangkasbitung - Labuan dan Rangkasbitung - Anyer

Krawang - Cirebon dan Cikampek - Bandung

Pasuruan - Banyuwangi

Seluruh jaringan Madura

Blora - Bojonegoro - Surabaya

Jaringan setelah tahun 1813 hingga tahun 1925

Hingga tahun 1925 jaringan rel terbangun adalah:

Sisa jalur Pulau Jawa

Elektrifikasi Jatinegara - Tanjung Priok

Elektrifikasi Batavia - Bogor:

Sumatera Selatan: Panjang - Palembang dan

Sumatera Barat: sekitar Sawahlunto dan Padang

Sumatera Utara: Tanjung Balai - Medan - Pematangsiantar; dan Medan -

Belawan - Pangkalansusu.

Sulawesi: Makasar - Takalar dan rencana Makasar - Maros - Sinkang

Sulawesi Utara: rencana Manado - Amurang

Kalimantan: rencana Banjarmasin - Amuntai; dan rencana Pontianak -

Sambas.

Untuk Kalimantan dan Sulawesi tidak terlaksana karena baru akan dimulai

dibangun tahun 1941 dan Perang Dunia II meletus.

Masa Pembangunan Stasiun

Berikut daftar stasiun besar:

1. Stasiun Karanganyar - 1875

2. Stasiun Jakarta Kota - diresmikan 1929

3. Stasiun Tanjung Priok - 1914

4. Stasiun Gambir (dulu Weltevreden) - 1914

5. Stasiun Jatinegara (dulu Meester Cornelis)

6. Stasiun Manggarai - 1969

7. Stasiun Pasar Senen - 1916

13

8. Stasiun Cikampek - 1894

9. Stasiun Bogor - 1880

10. Stasiun Bandung - 1887

11. Stasiun Yogyakarta - 1887

12. Stasiun Solo Balapan - 1876

13. Stasiun Semarang Tawang - 1873

14. Stasiun Cirebon - 1920

15. Stasiun Madiun - 1897

16. Stasiun Purwokerto - 1922

17. Stasiun Malang - 1941

18. Stasiun Surabaya Kota - 1878 dan renovasi 1911

19. Stasiun Surabaya Gubeng - 1913

20. Stasiun Pasar Turi - 1938

Jaringan kereta listrik Batavia - Buitenzorg 1918

Stasiun Bogor (Buitenzorg) dibangun tahun 1880 pada waktu membuat lintas

Buitenzorg - Soekaboemi - Tjiandjoer - Tjitjalengka. Namun jaringan kereta

listrik hanya ada di Batavia (Jakarta) ke Buitenzorg (Bogor) yang dibangun tahun

1918, kemudian tahun 1925 jaringan listrik juga dibuat ke Meester Cornelis

(Jatinegara) ke Tandjoeng Priok.

2.3 Teknologi Terkini Jalan rel

Pada zaman ini disaat teknologi sangat berkembang pesat, hal ini juga

mempengaruhi perkembangan teknologi dibidang transportasi khususnya pada

bidang kereta api.

2.3.1 Aeromovel

Kereta angin yang dinamai aeromovel itu hingga kini masih terhitung

barang langka di dunia. Indonesia merupakan negara asing pertama yang

mengoperasikan kereta angin buatan perusahaan Sur Coester S/A, Brasil. Di

negeri asalnya, lintasan aeromovel baru ada satu, di Kota Porto Alegre 1.500 km

di selatan Rio de Janeiro.

14

Rel aeromovel berupa lekukan besi panjang. Keenam pasang roda besi

kereta itu bergerak mengikuti rel cekung itu. Jika lintasan tak berkelok-kelok,

kereta ini bisa dioperasikan tanpa dlsertai seorang masinis pun. Aeromovel tak

doyan bensin. Dia juga tak memerlukan listrik. Sebagai sumber tenaga kereta ini

mengandalkan tiupan angin dari lorong berpenampang 1 m2 yang bersembunyi di

bawah rel, terbungkus beton. Kereta ini memiliki dua buah "layar" yang melintang

rapat pada dinding lorong angin. Gagang layar itu menancap pada kedua ujung

perut kereta. Tiupan angin akan mendorong layar, dan berikutnya bisa

menggerakkan tubuh kereta. Kedua gagang layar itu bergeser mengikuti sebuah

celah yang mirip bibir terkatup. Dua bibir karet itu cukup elastis, mudah terkuak

oleh dorongan gagang layar, tapi tidak memberikan celah sedikit pun untuk

meloloskan angin. Tiupan angin itu diperoleh dari sebuah motor yang mengubah

tenaga listrik menjadi gerak putar baling-baling. Coester mengklaim, instalasinya

mampu menghasilkan aliran udara sebesar 1.350 m3 per menit. Kendati kereta

penuh penumpang, dorongan udara sejumlah itu, bisa memberikan kecepatan

sampai 75 km per jam. Jumlah instalasi angin yang diperlukan tergantung panjang

lintasan dan jumlah kereta yang dioperasikan pada trayek itu.

Kereta itu bisa berhenti secara otomatis di setiap halte. Ada sensor

magnetik yang bisa mengenali posisi kereta. Ketika kereta itu mendekat ke halte,

sensor itu memberikan sinyal ke pusat kendali pada sistem lintasan itu. Sinyal itu

diolah oleh mikroprosesor seherhana. Alhasil, komputer akan memberi perintah

supaya klep pembuangan terbuka, agar dorongan angin mengendur. Pada saat

yang sama, klep lain menutup jalur lain, agar udara mampat dan menahan gerak

layar. Jika komputer rusak, masih ada alat cadangan lain yang disebut dengan

sensor darurat. Jika kereta meluncur melewati sensor darurat masih dengan

kecepatan tinggi, maka sensor itu akan mengontak sistem pengendali yang ada

dalam kereta. Rem pun akan bergerak menghentikan gerak roda.

2.3.1.1 Sejarah Aeromovel di Indonesia

Usaha-usaha yang dilakukan oleh Pemerintah dalam rangka memecahkan

masalah transsportasi kota telah banyak dilakukan baik dengan meningkatkan dan

15

membangun jaringan jalan raya, maupun dengan mengatur lalu lintas (traffic

management) serta menambah armada angkutan umum.

Namun, sudah merupakan kenyataan bahwa pertumbuhan kebutuhan

angkutan kota akibat hasil pembangunan dan urbanisasi, masih menuntut

pelayanan angkutan yang lebih besar, lebih aman dan lebih nyaman. Dari hasil

studi yang dilakukan oleh beberapa Departemen, terdapat kecenderungan untuk

memberikan pelayanan angkutan missal kepada masyarakat. Untuk

melaksanakannya, banyak masalah yang timbul akibat batasan-batasan yang harus

dipenuhi, terutama batasan sumberdaya.

Di beberapa kawasan yang tingkat perkembangannya sudah sangat padat,

batasan fisik sangat menonjol, sehingga usaha membangun prasarana transportasi

hanya dimungkinkan jika dibangun tidak sebidang dengan prasarana jalan raya

yang ada, apakah secara melayang (elevated) atau dibawah tanah yang tentunya

akan melibatkan biaya besar dan teknologi rumit.

Dalam usaha untuk mencari teknologi transportasi yang memenuhi

batasan-batasan tersebut telah dikaji beberapa teknologi transportasi yang

digunakan dibeberapa Negara. Melalui metoda ―Value Engineering‖ yang

menekankan pada fungsi sebagai sasaran utama dan mengusahakan biaya yang

serendah-rendahnya, maka dapat disarankan penggunaan teknologi transportasi

baru yang disebut Aeromovel (di Indonesia disebut Aeromovel SHS-23,

diciptakan oleh Dr. Oskar Coester – Brasil.

Didalam rangka pengembangan teknologi tersebut di Indonesia telah

disepakati kerja sama teknik dengan P.T. Citra Patenindo Nusa Pratama –

Indonesia.

Dari hasil pengamatan P.T. Citra Patenindo Nusa Pratama mengenai

masalah transportasi kota di Indonesia pada umumnya, dan DKI Jakarta pada

khususnya, penggunaan Aeromovel tersebut sangat sesuai dengan kebutuhan

transportasi di kawasan padat lalu lintas dan merupakan pemecahan

komplementer, sebagai sub sistem dari sistem transportasi total kota. Didalam

uraian singkat ini, akan dicoba untuk mengadakan pengkajian terhadap salah satu

16

koridor dari sistem transportaasi kota Jakarta, dan relevansi penggunaan

Aeromovel SHS-23 sebagai sub sistemnya.

2.3.1.2 Spesifikasi teknis Teknologi Aerotrain:

Rangkaian kereta pendek (satu kereta 2 gerbong) dimensi 2 x 15 x 3 meter,

mampu mengangkut 300 orang, selang kedatangan antar kereta dapat

mencapai 3 menit, kecepatan mencapai 70 km/jam

Guideway merupakan jalur khusus diketinggian (jalur layang) minimal 4.5

meter diatas tanah (tidak terganggu macet, aman terhadap jangkauan

orang)

Jarak antar stasiun 500-3000meter, kapasitas angkut 9000 pph kapasitas

angkut dapat mencapai 135000 orang per hari pada jarak perjalanan 2 x 10

km

Tikungan dengan radius minimum 25 meter, tanjakan / turunan dapat

mencapai 10% tinggi bebas dibawah guideway minimal 4.50m

Tiang penyangga diameter 2m, lebar single track 3m, double track 7.5m,

rumah blower 3m x 7m x2,5m, setasiun 20m x 15m

Simulasi pre-feasibility study sistem Aerotrain dengan panjang single

track 20 km

Asumsi Pre-Feasibility Study

• Satu stasiun dan satu blower untuk setiap 1 km

• Kereta yang digunakan 20 buah @ 2 gerbong

• Berjalan searah susul menyusul

• Kapasitas penumpang 200 orang per kereta

• Beroperasi 13 jam sehari (4 jam sibuk dan 9 jam normal)

• Tarif Rp 5000 per trip naik 10% pertahun

• Penumpang naik bertahap dari 30% pada tahun ke-1 kemudian naik ke

100% pada tahun ke5

17

Gambar 2. 3 Aeromovel di TMII

2.3.1.3 Tinjauan 8 tahun pertama ke-ekonomian Teknologi sistem Aeromovel

PENGELUARAN

Investasi (termasuk bunga bank) = Rp 660 Milyard

Beaya operasi dan Maintenance = Rp 113 Milyard

Total cash out untuk 8 tahun = Rp 773 Milyard

PENDAPATAN

Total pendapatan selama 8 tahun = Rp 933 Milyard

Catatan

Masih ada kemungkinan menaikkan revenue dengan meningkatkan

kapasitas dua kali lipat jika penumpang.

18

Gambar 2. 4 Teknologi Aeromovel telah “proven” selama 25 tahun di Taman

Mini Indonesia Indah

2.3.1.4 Kelebihan Aeromovel

Bagi masyarakat yang tinggal disekitar lintasan Aeromovel

mempunyai kelebihan :

Udara yang dihembuskan oleh blower udara, sebagai tenaga

bergerak, samasekali tidak akan menimbulkan polusi terhadap

lingkungan.

Baik pilar maupun bentangan lintasan Aeromovel dibuat secara

pre-fabricated, pre-cast, sehingga pelaksanaan pemasangan lintasan

tersebut tidak akan menimbulkan gangguan pada daerah

sekitarnya, dan tidak mengganggu kelancaran lalu lintas.

Kereta wagon Aeromovel samasekali tidak memiliki mesin-mesin

penggerak pada konstruksinya, maka tingkat kebisingan yang

dihasilkan lebih kecil dari suara mobil ataupun bus kota,

menyebabkan Aeromovel dapat dengan tenang meluncur diantara

gedung-gedung ataupun perumahan penduduk.

Bagi pemerintah, sistem Aeromovel memberikan keuntungan ditinjau

dari segi ekonomi :

Biaya pemasangan yang murah

Pemakaian lahan yang minimum

19

Kebutuhan energy yang kecil karena ringannya kendaraan

Memerlukan tenaga listrik untuk menjalankan sistem blower

Bagi pengelola, sistem Aeromovel memberikan keuntungan sebagai

berikut :

Adanya otomatisasi dalam cara operasi Aeromovel, akan mampu

menekan biaya operasi.

Keandalan yang tinggi, karena sistem yang sederhana.

Biaya perawatan yang rendah mengingat Aeromoveladalah kendaraan yang ringan

dan sederhana.

2.3.1.5 Sistem Percontohan Aeromovel

Sistem terletak di pusat kota Porto Alegre, Brasil. Sistem ini terdiri dari

antar-jemput rel tunggal dengan satu kendaraan dan dua stasiun. Tujuan utama

adalah untuk menguji, menunjukkan, mengembangkan dan sertifikasi komponen

dan subsistem. Ini juga menyediakan prototipe untuk menyatakan garis lain.

Di Indonesia, sistem terletak dalam kompleks tema rekreasi, Taman Mini

Indonesia Indah, di Jakarta, Indonesia. Sistem ini telah membawa lebih dari tiga

juta penumpang selama sembilan tahun terakhir. Sistem ini terdiri dari rel tunggal

ditinggikan guideway menghubungkan enam stasiun penumpang di sepanjang

loop (2mi) 3.2km. Tiga tunggal diartikulasikan kendaraan beroperasi di baris

secara simultan. Setiap kendaraan terdiri dari dua kompartemen dengan akses

internal penuh. Dua kendaraan yang dirancang untuk membawa 104 penumpang

duduk dan yang ketiga dirancang untuk 48 duduk dan 252 penumpang berdiri.

2.3.1.6 Teknologi Aeromovel

Aeromovel bekerja mendorong blower udara (tekanan rendah) melalui

saluran dibangun ke dalam guideway. Udara bertekanan mendorong piring

propulsi melekat pada bagian bawah kendaraan. Ini pelat propulsi bertindak

seperti terbalik berlayar, mendorong kendaraan ke depan dan membantu untuk

menghentikan itu ketika aliran udara dibalik.

20

Fitur Umum

Kendaraan

Sistem propulsi

Sistem Kontrol

mudah Fabrikasi

Fitur keselamatan

Dampak Lingkungan

Fitur Umum

Aeromovel dengan eksklusif kanan jalan dan headways relatif

singkat dirancang untuk membawa sampai 10.000 penumpang per

jam per arah.

Bobot yang ringan kendaraan AEROMOVEL ® memastikan

energi yang tidak terbuang bergerak bobot mati berat (kendaraan

kosong); ekstrim kesederhanaan dan kehandalan yang tinggi hasil

AEROMOVEL ® dalam persyaratan pemeliharaan berkurang.

Propulsi udara menghilangkan masalah traksi rel berat; keausan

pada roda dan trek dikurangi menjadi minimum.

Percepatan dan perlambatan yang halus dan efisien; traksi

kebisingan dan getaran diminimalkan, kecepatan kendaraan bisa

mencapai 80 km per jam (50 mph) dalam aplikasi perkotaan.

Kombinasi penggerak pneumatik dan non-poros desain roda

kendaraan aeromovel izin untuk mendaki curam gradien hingga

12% dan melintasi kurva tajam dengan radius serendah 25 meter

(82 kaki).

Penggunaan blower udara stasioner memungkinkan desain yang

optimal pembangkit listrik dalam kaitannya dengan persyaratan

tertentu untuk setiap segmen rute. Penghematan biaya besar

diperoleh dengan ukuran yang tepat dari blower udara untuk setiap

bagian rute.

21

Modal dan biaya pemeliharaan rendah, karena kesederhanaan

desain dan kehandalan yang tinggi komponen, seperti terbukti

blower udara industri.

Motor listrik pada blower udara kokoh, unit benar-benar

independen. Karena tujuan dari motor adalah pompa udara, tidak

mengemudi kendaraan, persyaratan perawatan yang minimal.

Operasi ini sepenuhnya otomatis. Tidak ada driver yang diperlukan

on-board. Sistem keandalan yang tinggi otomatisasi yang

digunakan untuk perlindungan, pengendalian dan pengawasan

operasi kendaraan.

Kendaraan

Bebas dari berat on-board peralatan traksi dan motor, kendaraan

sangat ringan dan sederhana, membawa orang 2 sampai 3 kali lebih

per ton bobot mati dari alternatif yang paling.

Pelat propulsi tertutup kaku melekat di bawah penggelinciran

mencegah kendaraan.

Baja roda dikombinasikan dengan kendaraan ringan memastikan

mengurangi kebisingan dan tingkat getaran.

Para AEROMOVEL ® baru kendaraan berisi state-of-the-art fitur

aerodinamis, yang membedakannya dari banyak kendaraan APM

saat ini.

Kendaraan ini sepenuhnya sesuai dengan NFPA, ADA dan AS

lainnya kode dan standar.

Ketika diminta, AEROMOVEL ® kendaraan akan dilengkapi

dengan modern, atap dipasang unit HVAC yang efisien. Unit-unit

opsional telah banyak digunakan oleh industri transit dan

memberikan kenyamanan maksimal dengan biaya minimal.

Propulsion SISTEM

Kendaraan ini digerakkan oleh sistem propulsi pneumatik yang

mengubah tenaga listrik menjadi aliran udara dan mengirimkan

22

dorong langsung ke kendaraan tanpa gigi atau sirkuit listrik

intervensi.

Blower listrik stasioner, terletak dekat dengan stasiun penumpang

menghasilkan udara bertekanan yang diperlukan, yang dihasilkan

sesuai dengan tingkat percepatan kendaraan dan kecepatan yang

diinginkan.

Keandalan sistem yang sangat baik dicapai dengan menggunakan

ini, komponen kokoh industri terbukti.

Unit tenaga propulsi yang sepenuhnya terkandung dalam suara-

terisolasi unit rumah.

Kecepatan motor meningkatkan efisiensi variabel dan

meminimalkan kehilangan energi.

Besar, motor kuat menyediakan ® AEROMOVEL dengan berbagai

kemampuan pergerakan udara, sekaligus menjaga biaya operasi dan

pemeliharaan minimal.

Unit-unit listrik stasioner propulsi mengurangi keausan dan

memungkinkan pemeliharaan sederhana dan efisien, karena mereka

dipisahkan dari vehicle.A bergerak dan AS lainnya kode dan

standar.

Ketika diminta, AEROMOVEL ® kendaraan akan dilengkapi

dengan modern, atap dipasang unit HVAC yang efisien. Unit-unit

opsional telah banyak digunakan oleh industri transit dan

memberikan kenyamanan maksimal dengan biaya minimal.

Sistem Kontrol

AEROMOVEL ® bergabung dengan Divisi Otomasi Industri

Allen-Bradley Sistem Rockwell International untuk menghasilkan

sebuah "canggih" sistem transit kontrol. Sistem ini sepenuhnya

otomatis dan menggunakan Programmable Logic Controller

terbukti.

Pendekatan Otomasi Industri sangat handal, aman dan

menghilangkan kesalahan manusia.

23

Filsafat modular memungkinkan pengembangan standar modul

dapat digunakan kembali banyak. Pra-diprogram modul dapat

diterapkan dari proyek untuk proyek dengan perubahan yang

minimal dan keandalan yang maksimum.

Sistem Pengendalian juga merupakan pusat komunikasi, stasiun

pengawasan dan penyimpanan dari semua fungsi vital.

KONSTRUKSI RAPID

Para guideway tetap AEROMOVEL ® terdiri dari balok kotak pre-

fabrikasi, yang mendukung jalur dan kendaraan, dan melalui mana

udara bersirkulasi.

Untuk konstruksi yang cepat dan gangguan minimum untuk

kegiatan sekitarnya, guideway yang didirikan di pra-fabrikasi

bagian modular pra menekankan beton atau baja, yang mungkin

siap diangkat ke tempatnya dengan siang atau malam.

Para guideway tinggi dapat menampung gradien hingga 12%, dan

kurva horisontal erat dengan jari-jari serendah 25 meter.

FITUR KESELAMATAN

Kendaraan perjalanan pada guideway tinggi dan eksklusif,

menghilangkan kongesti melintasi kelas dan kecelakaan.

Konsep propulsi memiliki fitur keselamatan intrinsik dari suatu

buffer udara antara pelat propulsi yang membantu untuk mencegah

tabrakan antara kendaraan.

Kendaraan tidak bisa menggagalkan; propulsi pelat dalam empedu

yang kaku terhubung ke truk kendaraan.

Otomasi termasuk sistem keandalan yang berlebihan dan tinggi.

Pengoperasian kendaraan diawasi oleh sistem perlindungan kereta

otomatis.

Propulsi ganda dan rem gesekan darurat disediakan.

Keluar darurat di kedua ujung kendaraan memungkinkan evakuasi

penumpang mudah.

24

Para guideway itu sendiri bertindak sebagai jalan keluar

penumpang.

Komunikasi dua arah antara kendaraan dan pos kontrol pusat

adalah standar.

Gesekan rem pada kendaraan tidak diperlukan kecuali untuk parkir

di stasiun dan pada dasarnya berlebihan karena kendaraan dapat

berhenti menggunakan sistem propulsi sendiri.

DAMPAK LINGKUNGAN

Mungkin AEROMOVEL ® 's Manfaat terbesar adalah pengaruh

positif terhadap pola-pola penggunaan lahan. AEROMOVEL ®

berkonsentrasi pada pertumbuhan dan pembangunan,

meningkatkan nilai tanah di sekitarnya sementara pada saat yang

sama mengurangi kebutuhan untuk membangun infrastruktur

mahal. Ada kebisingan emisi minimal dan tidak ada polusi udara.

Kemacetan lalu lintas dan insiden penyeberangan kelas dieliminasi,

pembebasan lahan dan relokasi utilitas direduksi menjadi

minimum.

AEROMOVEL ® dapat diletakkan di mana pun dibutuhkan

dengan sedikit dampak pada sistem ekologi. Ekuilibrium

lingkungan tidak hanya ditopang namun disempurnakan oleh

estetika menyenangkan dari AEROMOVEL ®. Dalam sebuah

komunitas, AEROMOVEL ® sesuai dengan tagihan dari tetangga

yang baik - tetangga bahwa setiap orang bangga telah.

2.3.2 Maglev

MagLev adalah singkatan dari MAGnetically LEVitated trains yang

terjemahan bebasnya adalah kereta api yang mengambang secara magnetis. Sering

juga disebut kereta api magnet.

Seperti namanya, prinsip dari kereta api ini adalah memanfaatkan gaya

angkat magnetik pada relnya sehingga terangkat sedikit ke atas, kemudian gaya

dorong dihasilkan oleh motor induksi. Kereta ini mampu melaju dengan

25

kecepatan sampai 650 km/jam (404 mpj) jauh lebih cepat dari kereta biasa.

Beberapa negara yang telah menggunakan kereta api jenis ini adalah Jepang,

Perancis, Amerika, dan Jerman. Dikarenakan mahalnya pembuatan relnya, di

dunia pada 2005 hanya ada dua jalur Maglev yang dibuka umum, di Shanghai dan

Kota Toyota.

Maglev atau "levitasi magnet" adalah teknik mengangkat objek

menggunakan prinsip magnet dalam fisika dasar. Dua kutub magnet yang sama

(misalnya, utara-utara atau selatan-selatan) akan tolak-menolak. Sedangkan dua

kutub magnet yang berlainan, yaitu utara dan selatan, akan tarik-menarik.

Maglev adalah metode menggunakan pasukan yang dihasilkan baik dari

listrik magnet atau magnet permanen untuk menangguhkan, dukungan, panduan,

terpisah dan / atau mendorong benda. Transportasi sistem menggunakan beberapa

bentuk levitasi magnetik dikenal sebagai maglevs dan terdiri dari kendaraan yang

bergerak sepanjang guideways berdedikasi. Menggunakan levitasi magnetik

sebagai alat penggerak merupakan sebuah revolusi dalam transportasi karena

karakteristik inheren tidak diinginkan beberapa transportasi roda dieliminasi atau

dikurangi secara dramatis, yaitu gesekan (aus & air mata), getaran dan kebisingan.

Teknologi Maglev tidak "melatih" teknologi dan tidak kompatibel dengan

setiap desain jalur kereta api konvensional. Memang, tantangan ilmiah dan

rekayasa pengembangan ultra-aman dan sistem keandalan tinggi maglev

transportasi darat dengan kecepatan puncak sebanding dengan pesawat turboprop

dan jet (500-580 kph), saingan salah satu prestasi besar di dunia teknik; termasuk

dunia yang paling maju ruang program. Sebagai contoh, algoritma kompleks

digunakan untuk mengontrol dan mengoperasikan kendaraan maglev dan hemat

biaya teknik konstruksi harus dikembangkan untuk membangun struktur

dukungan yang sangat tepat dan sangat stabil, yang dikenal sebagai ‘guideways‘.

Secara umum, pengembangan teknologi maglev bisa dikategorikan dalam

dua prinsip itu, yakni gaya tarik dan gaya tolak magnet. Eksplorasi teknik tersebut

dipelopori dua negara maju, yaitu Jerman dan Jepang. Jerman menggunakan EMS

(sistem suspensi elektromagnetik) dan Jepang menggunakan EDS (sistem

26

suspensi elektrodinamis). EMS menggunakan prinsip gaya tarik magnet,

sedangkan EDS menggunakan gaya tolak magnet.

Tentunya, sangat tidak efisien kereta membawa batang magnet yang

berkekuatan besar yang nanti digunakan untuk mengangkat kereta tersebut.

Karena itu, kita harus berterima kasih kepada fisikawan berkebangsaan Estonia,

Lenz. Fisikawan yang hidup pada 1804-1865 itu berhasil menjelaskan fenomena

magnetisme dan merumuskannya dalam sebuah hukum yang terkenal dengan

nama hukum Lenz.

Hukum tersebut menyatakan, perubahan fluks magnet dalam ruang yang

dikelilingi sistem kawat yang membentuk kumparan tertutup akan mengakibatkan

terciptanya medan magnet yang melawan perubahan fluks magnet dalam sitem

itu. Hal tersebut terjadi karena alam, dalam hal ini kumparan tertutup itu, ingin

mempertahankan kondisi awal fluks magnet yang dimiliki ruang dalam lingkaran

kawat tertutup tersebut. Hukum itu juga sering disebut kelembaman magnetik.

Hukum tersebut kemudian digunakan menciptakan medan magnet yang

cukup besar. Medan magnet itu diperhadapkan dengan medan magnet lain yang

akan menciptakan gaya tarik, jika kedua kutub magnet yang berhadapan

berlawanan arah atau gaya tolak jika kedua kutub magnet tersebut berlawanan.

Ada tiga jenis teknologi maglev:

Yang tergantung pada magnet superkonduktivitas (suspensi elektrodinamik)

Yang tergantung pada elektromagnetik terkontrol (suspensi

elektromagnetik)

Yang terbaru, mungkin lebih ekonomis, menggunakan magnet permanen

(Inductrack)

Jepang dan Jerman merupakan dua negara yang aktif dalam pengembangan

teknologi maglev menghasilkan banyak pendekatan dan desain. Dalam suatu

desain, kereta dapat diangkat oleh gaya tolak magnet dan dapat melaju dengan

motor linear. Pengangkatan magnetik murni menggunakan elektromagnet atau

magnet permanen tidak stabil karena teori Earnshaw, diamagnetik dan magnet

superkonduktivitas dapat menopang maglev dengan stabil.

27

Berat dari elektromagnet besar juga merupakan isu utama dalam desain.

Medan magnet yang sangat kuat dibutuhkan untuk mengangkat kereta yang berat.

Efek dari medan magnetik yang kuat tidak diketahui banyak. Oleh karena itu

untuk keamanan penumpang, pelindungan dibutuhkan, yang dapat menambah

berat kereta. Konsepnya mudah namun teknik dan desainnya kompleks.

Sistem yang lebih baru dan tidak terlalu mahal disebut Inductrack. Teknik ini

memiliki kemampuan membawa beban yang berhubungan dengan kecepatan

kendaraan, karena ia tergantung kepada arus yang diinduksi pada sekumpulan

elektromagnetik pasif oleh magnet permanen. Dalam contoh, magnet permanen

berada di gerbong; secara horizontal untuk menciptakan daya angkat, dan secara

vertikal untuk memberikan kestabilan. Sekumpulan kabel putar berada di rel.

Magnet dan gerbong tidak membutuhkan tenaga, kecuali untuk pergerakan

gerbong. Inductrack pada awalnya dikembangkan sebagai motor magnetik dan

penopang untuk "flywheel" untuk menyimpan tenaga. Dengan sedikit perubahan,

penopang ini diluruskan menjadi jalur lurus. Inductrack dikembangkan oleh

fisikawan Wiliiam Post di Lawrence Livermore National Laboratory.

Inductrack menggunakan array Halbach untuk penstabilan. Array Halbach

adalah pengaturan dari magnet permanen yang menstabilisasikan putaran kabel

yang bergerak tanpa penstabilan elektronik. Array Halback mulanya

dikembangkan untuk pembimbing sinar dari percepatan partikel. Mereka juga

memiliki medan magnet di pinggir rel, dan mengurangi efek potensial bagi

penumpang.

Dalam suatu desain, kereta dapat diangkat oleh gaya tolak magnet dan dapat

melaju dengan motor linear.Pengangkatan magnetik murni menggunakan

elektromagnet atau magnet permanen tidak stabil karena teori Earnshaw;

Diamagnetik dan magnet superkonduktivitas dapat menopang maglev dengan

stabil.Berat dari elektromagnet besar juga merupakan isu utama dalam desain.

Medan magnet yang sangat kuat dibutuhkan untuk mengangkat kereta yang

berat.Efek dari medan magnetik yang kuat tidak diketahui banyak. Oleh karena itu

untuk keamanan penumpang, pelindungan dibutuhkan, yang dapat menambah

berat kereta. Konsepnya mudah namun teknik dan desainnya kompleks. Kereta

28

maglev, merupakan kereta yang menggunakan magnet sebagai alat bantu dalam

bergerak. Kereta jenis ini tidak beroda layaknya model kereta konvensional, tetapi

akan melayang secara magnetis, kelebihan jenis kereta ini adalah kecepatan nya

yang tinggi dan juga tidak perlu melakukan perawatan pada bagian roda roda nya

seperti kereta lain nya. Kereta ini banyak dijumpai di Jepang, prancis, amerika dan

jerman. Kereta ini mengambang sekitar 110 mm diatas rel,Dorongan ke depan

dilakukan melalui interaksi antara rel magnetik dengan mesin induksi yang juga

menghasilkan medan magnetik di dalam kereta.Untuk kereta jenis ini terdapat 3

kategori yaitu Yang tergantung pada magnet superkonduktivitas (suspensi

elektrodinamik), Yang tergantung pada elektromagnetik terkontrol (suspensi

elektromagnetik), Yang terbaru, mungkin lebih ekonomis, menggunakan magnet

permanen (Inductrack), Jepang and Jerman merupakan dua negara yang aktif

dalam pengembangan teknologi maglev menghasilkan banyak pendekatan dan

desain. Dalam suatu desain, kereta dapat diangkat oleh gaya tolak magnet dan

dapat melaju dengan motor linear.Pengangkatan magnetik murni menggunakan

elektromagnet atau magnet permanen tidak stabil karena teori Earnshaw;

Diamagnetik dan magnet superkonduktivitas dapat menopang maglev dengan

stabil.

Sekarang ini, NASA melakukan riset penggunaan sistem Maglev untuk

meluncurkan pesawat ulang alik. Untuk dapat melakukan ini, NASA harus

mendapatkan peluncuran pesawat ulang alik maglev mencapai kecepatan

pembebasan, suatu tugas yang membutuhkan pewaktuan pulse magnet yang rumit

(lihat coilgun) atau arus listrik yang sangat cepat, sangat bertenaga (lihat railgun).

Kereta Maglev mengambang kurang lebih 10 mm di atas rel magnetiknya.

Dorongan ke depan dilakukan melalui interaksi antara rel magnetik dengan mesin

induksi yang juga menghasilkan medan magnetik di dalam kereta (lihat gambar).

Berat dari elektromagnet besar juga merupakan isu utama dalam desain.

Medan magnet yang sangat kuat dibutuhkan untuk mengangkat kereta yang berat.

Efek dari medan magnetik yang kuat tidak diketahui banyak. Oleh karena itu

untuk keamanan penumpang, pelindungan dibutuhkan, yang dapat menambah

berat kereta. Konsepnya mudah namun teknik dan desainnya kompleks.

29

Maglevs tidak hanya teknologi transportasi eksotis yang dirancang untuk

kecepatan tinggi, mereka benar-benar kendaraan bagi perubahan sosial. Misalnya,

penyebaran jaringan berkecepatan tinggi yang luas maglev untuk bertenaga listrik

transportasi antarkota secara signifikan akan menurunkan ketergantungan

Amerika pada suplai dunia yang semakin tidak stabil minyak.

Penggunaan yang lebih rendah kecepatan maglevs untuk aplikasi komuter

atau untuk transit dalam kota juga akan semakin menurunkan ketergantungan

minyak dengan membujuk orang keluar dari mobil mereka bagi mereka lagi

point-to-point perjalanan. Ini lebih rendah kecepatan sistem juga memiliki

keunggulan yang hampir diam dan getaran-bebas, sementara dapat beroperasi

dengan aman pada curam nilai, bahkan selama cuaca buruk. Yang terpenting,

sistem ini dirancang untuk menjadi lebih aman daripada moda transportasi lainnya

yang pernah ditemukan, karena derailments hampir tidak mungkin karena cara

kendaraan sesuai di sekitar atau di dalam guideways mereka. Selain itu,

pengereman membutuhkan gesekan tidak ada dan karena itu tidak terpengaruh

oleh kondisi permukaan (es, salju, hujan).

Meskipun kebijaksanaan konvensional mungkin berlaku untuk kereta api

konvensional, kota-kota Amerika tidak terlalu tersebar untuk sistem kecepatan

tinggi nasional maglev yang akan kompetitif dengan perjalanan udara. Sebuah

kecepatan tinggi kecepatan jelajah atas maglev adalah lebih dari 500 kilometer per

jam (310 mph), dan dikombinasikan dengan akselerasi sangat cepat dan

perlambatan, membuatnya menjadi teknologi yang sempurna untuk jarak tempuh

antara 50 sampai 1.000 kilometer (30 sampai 600 mil), khususnya, ketika

perjalanan waktu, operasi yang handal, dampak lingkungan secara keseluruhan,

konsumsi energi dan keselamatan digabungkan untuk dipertimbangkan.

30

Gambar 2. 5 Bagian Rel Kereta Maglev

Sejarah Kereta Maglev:

Pertama kali maglev didorong oleh motor linear pada 1969

Riset Maglev tahun 1970 studi maglev dimulai dan tahun 1979 pengujian

pertama dilakukan

Pada tahun 1986 kereta dengan 3 mesin mencapai kecepatan 352.4 km/j

Desember 1997 kereta maglev mencapai kecepatan 531 km/j

Superkonduktor temperatur tinggi diuji sukses pada 31 Desember 2000 di

Chengdu, China. Menggunakan Liquid Nitrogen untuk mendinginkan

Superkonduktor

Tahun 2000 MLX01-5mesin dengan 552 km/j (345mph)

Ada tiga jenis teknologi maglev:

Yang tergantung pada magnet superkonduktivitas (suspensi

elektrodinamik)

Yang tergantung pada elektromagnetik terkontrol (suspensi

elektromagnetik)

Yang terbaru, mungkin lebih ekonomis, menggunakan magnet permanen

(Inductrack)

Jepang dan Jerman merupakan dua negara yang aktif dalam pengembangan

teknologi maglev menghasilkan banyak pendekatan dan desain. Dalam suatu

desain, kereta dapat diangkat oleh gaya tolak magnet dan dapat melaju dengan

motor linear.

31

Pengangkatan magnetik murni menggunakan elektromagnet atau magnet

permanen tidak stabil karena teori Earnshaw; Diamagnetik dan magnet

superkonduktivitas dapat menopang maglev dengan stabil.

Berat dari elektromagnet besar juga merupakan isu utama dalam desain.

Medan magnet yang sangat kuat dibutuhkan untuk mengangkat kereta yang berat.

Efek dari medan magnetik yang kuat tidak diketahui banyak. Oleh karena itu

untuk keamanan penumpang, pelindungan dibutuhkan, yang dapat menambah

berat kereta. Konsepnya mudah namun teknik dan desainnya kompleks.

Sistem yang lebih baru dan tidak terlalu mahal disebut Inductrack. Teknik ini

memiliki kemampuan membawa beban yang berhubungan dengan kecepatan

kendaraan, karena ia tergantung kepada arus yang diinduksi pada sekumpulan

elektromagnetik pasif oleh magnet permanen. Dalam contoh, magnet permanen

berada di gerbong; secara horizontal untuk menciptakan daya angkat, dan secara

vertikal untuk memberikan kestabilan. Sekumpulan kabel putar berada di rel.

Magnet dan gerbong tidak membutuhkan tenaga, kecuali untuk pergerakan

gerbong. Inductrack pada awalnya dikembangkan sebagai motor magnetik dan

penopang untuk "flywheel" untuk menyimpan tenaga. Dengan sedikit perubahan,

penopang ini diluruskan menjadi jalur lurus. Inductrack dikembangkan oleh

fisikawan Wiliiam Post di Lawrence Livermore National Laboratory.

Inductrack menggunakan array Halbach untuk penstabilan. Array Halbach

adalah pengaturan dari magnet permanen yang menstabilisasikan putaran kabel

yang bergerak tanpa penstabilan elektronik. Array Halback mulanya

dikembangkan untuk pembimbing sinar dari percepatan partikel. Mereka juga

memiliki medan magnet di pinggir rel, dan mengurangi efek potensial bagi

penumpang.

Sekarang ini, NASA melakukan riset penggunaan sistem Maglev untuk

meluncurkan pesawat ulang alik. Untuk dapat melakukan ini, NASA harus

mendapatkan peluncuran pesawat ulang alik maglev mencapai kecepatan

pembebasan, suatu tugas yang membutuhkan pewaktuan pulse magnet yang rumit

(lihat coilgun) atau arus listrik yang sangat cepat, sangat bertenaga (lihat railgun).

32

1. Jepang

Gambar 2. 6 Maglev di Jepang

JR-Maglev MLX-01 (Experimental) - 361 mph (580.97 kmh)

Jepang merupakan negara pelopor pada kereta api berkecepatan tinggi pada tahun

1964 dengan kecepatan 130 mph (209 kmh) Namun untuk kereta maglev mulai

dikembangan sejak tahun 1970. Pengembangan kedepan Jalur Tokyo, Nagoya,

Osaka.

2. Inggris

Gambar 2. 7 Aeromovel di Inggris

EURPSTAR 3313(750 Penumpang) - 208 mph (334 kmh)

Menghubungkan London dengan negara Perancis dan Belgia melalui

terowongan bawah tanah di Selat Inggris

3. Perancis

33

Gambar 2. 8 Aeromovel di Perancis

TGV V150 (Experimental) - 357 mph (574,53 kmh)

Kereta seri TGV yang dikomersilkan terbatas pada kecepatan 200 mph

(321.86 kmh) Kereta Experimental mampu mencapai kecepatan 357 mph

(574.53 kmh) pada uji coba tahun 2007. Digunakan di negara Inggris,

Belgia, Belanda, Jerman

4. China

Gambar 2. 9 Aeromovel di China

CRH380AL (600 Penumpang) - 302 mph (486 kmh)

Dengan rute Beijing – Shanghai sepanjang 819 mil (1318 km) , walaupun

kereta dapat melaju dengan kecepatan 486km/j untuk pelayanan komersil

hanya 300km/j

34

5. Jerman

Gambar 2. 10 Aeromovel di Jerman

Transrapid TR-07(Experimental) - 207.3 mph (333.6 kmh)

Meskipun Jerman termasuk negara pengembang Maglev tetapi negara ini tidak

pernah menggunakan secara komersil. Tahun 2006 dalam uji coba menewaskan

25 orang

6. Spanyol

Gambar 2. 11 Aeromovel di Spanyol

AVE Class 103 (404 Penumpang) - 251 mph (403 kmh)

Spanyol memiliki jaringan rel kecepatan tinggi terpanjang di eropa dengan 3433

mil (4800km)

35

7. Italy

Gambar 2. 12 Aeromovel di Italy

ETR 500 (590 Penumpang) - 225 mph (362 kmh)

200 orang terluka akibat unjuk rasa menentang pembangunan terowongan rel

maglev sepanjang 36 km memotong rute Paris – Milan , pengunjuk rasa

mengatakan pembangunan akan merusak daerah konstruksi tersebut

2.3.3 Kereta Gantung

Gambar 15 Kereta Gantung

Kereta gantung adalah sebuah kereta yang menggantung yang berjalan

menggunakan kabel. Jalur kereta gantung umumnya berupa garis lurus dan hanya

dapat berbelok pada sudut yang kecil di stasiun antara. Awalnya kereta gantung

digunakan pada tempat-tempat wisata misalnya di daerah bersalju, daerah

pegunungan seperti pegunungan Alpen, atau taman hiburan, namun kini telah juga

digunakan untuk transportasi umum di daerah perkotaan seperti misalnya di kota

Medellin, Colombia.

36

Kapasitas kereta gantung dapat mencapai 3000 penumpang per jam,

dengan kecepatan 4-6 meter per detik.

Jenis kabin yang umum digunakan adalah gondola dengan kapasitas 4

hingga 12 penumpang. Ada pula jenis kabin yang kapasitasnya lebih besar hingga

dapat menampung 150 penumpang. Kabin dengan tipe khusus dapat berputar 360

derajat untuk menikmati pemandangan ke segala arah.

Kereta gantung di seluruh dunia

Afrika

Afrika Selatan

Table Mountain memiliki kereta gantung yang dapat berotasi yang

membawa penumpang ke dan dari puncak gunung.

Asia

China

Chongqing - Kereta gantung digunakan sebagai transportasi untuk

menyebrangi sungai Yangtze. Kereta gantung tersebut memiliki panjang

740 meter dan berkecepatan 8m/s. Setiap kabin dapat membawa

maksimum 45 penumpang, dengan total kapasitas 900 penumpang per jam

untuk satu arah.

India

Gangtok - Kereta gantung dioperasikan di bagain timur kota dearah

Himalaya, Gangtok. Kereta gantung tersebut mengangkut turis dari satu

dearah di kota tersebut ke daerah lainnya.

Phelagham - dalam resor ski di Jammu dan Kashmir, kereta gantung

mengangkut penumpang ke puncak lereng ski.

Indonesia

Taman Mini Indonesia Indah. Kereta gantung TMII ini memiliki 85 kabin

penumpang yang menempuh 3 stasiun A, B dan C. Jalur membentuk huruf

"V" dan jarak tempuh keseluruhan yaitu 2.688 m dengan ketinggian

mencapai 20 m dari permukaan tanah. Pengunjung dapat menyaksikan

indahnya "Nusantara" dalam keberagaman; jajaran pulau-pulau, anjungan

daerah, dan seluruh sarana rekreasi di TMII dari angkasa.

37

Taman Impian Jaya Ancol. Kereta gantung gondola digunakan sebagai

sarana rekreasi dan transportasi di lingkungan internal Taman Impian Jaya

Ancol.

Pulau Kumala di tengah sungai Mahakam kota Tenggarong, kabupaten

Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, menghubungkan tempat wisata

pulau Kumala dengan daratan Kalimantan di sisi Tenggarong Seberang

sebelah timur sungai.

Jepang

Kereta gantung Katsuragi, Nara. Panjangnya 1421m dengan kemiringan

30.5 derajat. Kapasitas 51 penumpang. Mengakut penumpang ke puncak

Gunung Katsuragi sambil menikmati pemandangan 360 derajat kota Nara

dan Osaka.

Malaysia

Kereta Gantung Genting Skyway, menghubungkan Gothong Jaya ke resor

Genting Highlands di puncak bukit.

Kereta Gantung Awana, menghubungkan resor Awana Country Club, juga

ke resor Genting Highlands.

Kereta Gantung Pulau Langkawi

Singapura

Kereta gantung Singapura [1]

dari Gunung Faber ke Pulau Sentosa;

menariknya, kereta gantung ini mempunyai perhentian di tengah-tengah,

dan merupakan yang pertama di dunia yang melintasi pelabuhan.

Korea Selatan

Kereta gantung Namsan, Seoul.

Eropa

Perancis

Kereta gantung Téléphérique de l'Aiguille du Midi, dibuka pada tahun

1955, dapat mengangkut 75 penumpang pada sesi pertama dan 65

penumpang pada sesi kedua. Dimulai dari Chamonix dengan ketinggian

1030 meter ke dataran de l'Aiguille di ketinggian 2317 meter untuk sesi

pertama. Sesi kedua tiba di puncak Aiguille du Midi di stasiun dengan

38

ketinggian 3777 meter. Kereta gantung ini adalah yang tertinggi di

dunia.[2]

Kereta gantung Vanoise Express, dibuka pada Desember 2003 dengan

biaya 15 juta euro. Kereta gantung ini bertingkat dua sehingga mampu

mengangkut 200 penumpang di setiap kabinnya. Melintasi Ponturin pada

ketinggian 380 meter di atas permukaan tanah, menghubungkan resor La

Plagne dan Les Arcs ke resor ski Paradiski dalam empat menit. Biasanya,

dua kabinnya berjalan terpisah pada kabelnya masing-masing. [3]

Jerman

Kereta gantung Eibsee Seilbahn, mengangkut penumpang ke puncak

gunung tertinggi di Jerman,Zugspitze.

Kereta gantung Tegelbergbahn, atau Tegelbahn, dekat Schwangau di

Bavaria dengan pemandangan indah gunung Alpen.

Kereta gantung Kölner Seilbahn, di Cologne, dirakit pada 1966 dan

menyebrangi sungai Rhine dari kebun binatang ke Rheinpark. Ini adalah

kereta gantung pertama di Eropa yang melintasi sungai.

Italia

Rittnerbahn di South Tyrol, kereta gantung terpanjang di dunia dengan

satu lintasan. (lihat Guinness Book of World Records).

Norwegia

Fjellheisen di Tromsø.[4]

Krossobanen di Tinn adalah kereta gantung tertua di Eropa bagian utara,

dibangun pada tahun 1928.

Ulriksbanen di atas gunung Ulriken di Bergen.

Swiss

Di Swiss, banyak kereta gantung yang digunakan, antara lain:

Kereta gantung Adliswil ke kereta gantung Felsenegg, bagian dari sistem

transportasi publik suburban Zürich.

Melayani gunung Schilthorn di Bernese Oberland. Muncul dalam film

James Bond On Her Majesty's Secret Service. Dengan panjang 6931 m

(22.739 kaki) dalam 4 lintasan, ini adalah yang terpanjang di Alpen dan

39

sistem kereta gantung yang terpanjang di dunia. Mendaki lebih dari 2103

meter.Daftar kereta gantung di Swiss.

Amerika Utara

Kanada

Gunung belerang Gondola ke puncak gunung belerang, dekatBanff,

Alberta. (gondola)

Gunung Grouse di Vancouver, British Columbia, mempunyai dua kereta

gantung yang berjalan paralel.

Kereta gantung Jasper ke puncak The Whistlers, dekat Jasper, Alberta.

Kereta gantung Spanish di atas Whirlpool Rapids (sejenis arung jeram) di

Niagara Falls, Ontario.

Amerika Serikat

Resor Ski Alyeska di Alaska

The Cannon Mountain Tram di Franconia, New Hampshire.

Kereta gantung di El Paso, Texas mendaki gunung Franklin sebagai

bagian dari sistem Taman Negara Bagian Texas.

Resor Ski Jay Peak di Jay, Vermont. Dibangun pada 1967 oleh Von Roll

dari Swiss; kabin-kabinnya diganti pada tahun 2000.

Kereta gantung Palm Springs di Palm Springs, California, yang

mengangkut penumpang ke puncak gunung San Jacinto.

Kereta gantung Roosevelt Island, Manhattan, New York, AS, dahulu

adalah kereta gantung satu-satunya di Amerika Utara yang digunakan

sebagai transportasi komuter.

Kereta gantung Sandia Peak di Albuquerque, New Mexico kereta gantung

dengan kabel tunggal terpanjang di dunia.

Kereta gantung di Snowbird, Utah, dan resor ski musim panas dan dingin

lainnya di dekat kota Salt Lake.

Di Squaw Valley ski resort, California, AS, menaikan peski dari bawah ke

puncak ski.

Kereta gantung Stone Mountain, dekat Atlanta.

40

Kereta gantung di Teton Village, Wyoming mengalami perubahan

ketinggian setinggi 4000 kaki.

Amerika Selatan

Brasil

Kereta gantung yang sangat terkenal terletak di Rio de Janeiro. Terdiri atas

dua sistem kereta gantung yang terpisak, satu pergi dari kota menuju

Morro de Urca (dahulu adalah kasino yang terkenal), dan yang kedua pergi

dari bukit ke puncak gunung Sugarloaf, Brasil.

Kolombia

Di Bogotá, sebuah kereta gantung dapat digunakan untuk bepergian dari

level kota (2962 meter di atas permukaan laut) ke puncak bukit

Monserrate (3152 meter di atas permukaan laut). Dinagun pada tahun

1955, dan memiliki dua kabin masing-masing bermuatan 40 orang.

Dengan panjang 880 meter, kereta gantung ini dapat menempuh tujuannya

dalam 7 menit, dengan pemandangan indah pusat kota. Di atas bukit, ada

sebuah kuil di dalam sebuah gereja, restoran dan atraksi turis yang tidak

begitu besar.

Di Parque Nacional del Café di Montenegro, departemen Quindío, ada

kereta gantung untuk melihat taman.

Venezuela

Kereta gantung Mérida mempunyai perbedaan sebagai yang tertinggi di

dunia pada ketinggian 4765 m (15,633 kaki), sekaligus sebagai yang

terpanjang (7.77 mil). Terbentang di atas kwasan taman nasional yang

disebut Sierra Nevada dan menghubungkan kota Merida dengan daerah

disekitarnya yang memiliki ketinggian sama.

Kereta gantung Ávila, di Karakas, dibangun pada tahun dan dibangun

kembali pada awal 1990an dan diresmikan pada tahun 2000, adalah salah

satu yang paling modern di dunia. Kereta gantung ini mendaki dari

ketinggian 1000 meter ke 2100 meter di Ávila Mágica Park dan Hotel

Humbolt. Kereta gantung aslinya memiliki dua jalaur yang

41

menghubungkan ke kota La Guaira di sisi lain Gunung Ávila; pengelola

kereta gantung tersebut berencana memperbaiki jalur tersebut.

Oceania

Australia

Kereta gantung pemandangan alam Katoomba menikmati pemandangan

Three Sisters Rock.

42

BAB III

KOMPONEN JALAN REL

3.1 Pengertian Umum

Rel merupakan struktur balok menerus yang diletakkan di atas tumpuan

bantalan yang berfungsi sebagai penuntun/mengarahkan pergerakan roda kereta

api. Rel juga disediakan untuk menerima secara langsung dan menyalurkan beban

kereta api kepada bantalan tanpa menimbulkan defeksi yang berarti pada bagian

balok rel diantara tumpuan bantalan. Oleh itu, harus memiliki nilai kekakuan

balok tertentu sehingga perpindahan beban titik roda dapat menyebar secara baik

pada tumpuan di bantalan.

Rel juga berfungsi sebagai struktur pengikat dalam pembentukan struktur

jalan relying kokoh. Oleh sebab itu, bentuk dan geometrik rel dirancang

sedemikian sehingga dapat berfungsi sebagai penahan gaya akibat pergerakan dan

beban kereta api. Pertimbangan yang diperlukan dalam membuat geometrik rel

adalah :

1. Permukaan rel harus dirancang memiliki permukaan yang cukup lebar

untuk membuat tegangan kontak diantara rel dan roda sekecil mungkin.

2. Kepala rel harus cukup tebal untuk memberikan umur manfaat yang

panjang.

3. Badan rel harus cukup tebal untuk menjaga dari pengaruh korosi dan

mampu menahan tegangan lentur serta tegangan horisontal.

4. Dasar rel harus cukup lebar untuk dapat mengecilkan distribusi

tegangan ke bantalan baik melalui pelat andas maupun tidak.

5. Dasar rel juga harus tebal untuk tetap kaku dan menjaga bagian yang

hilang akibat korosi.

6. Momen inersia harus cukup tinggi, sehingga tinggi rel diusahakan

tinggi dan mencukupi tanpa bahaya tekuk.

7. Tegangan horisontal diusahakan dapat direduksi oleh kepala dan dasar

rel dengan perencanaan geometriknya yang cukup lebar.

43

8. Stabilitas horisontal dipengaruhi oleh perbandingan lebar dan tinggi rel

yang mencukupi.

9. Titik Pusat sebaiknya di tengah rel.

10. Geometrik badan rel harus sesuai dengan pelat sambung.

11. Jari-jari kepala rel harus cukup besar untuk mereduksi tengangan

kontak.

Pertimbangan lainnya adalah perencanaan rel dengan berat yang sama

tetapi memiliki geometrik yang berbeda sesuai dengan tujuan yang diinginkan.

Contohnya, ARA (American Railways Association) membagi rel menjadi kelas A

dan B. Kepala rel jenis A dibuat tipis dengan tujuan agar momen inersia tinggi

sehingga rel ini dipakai untuk kereta api berkecepatan tinggi. Lain halnya dengan

kepala rel jenis B yang dibuat sedemikian sehingga memiliki momen inersia

cukup untuk menahan bahaya aus karena beban gandar yang tinggi dengan

kecepatan kereta api sedang.

3.2 Komposisi Bahan Rel

3.2.1 Komposisi Bahan

Rel dipilih dan disusun dari beberapa komposisi bahan kimia sedemikian

sehingga dapat tahan terhadap keausan akibat gesekan akibat roda dan korositas.

Dalam klasifikasi UIC dikenal 3 macam rel tahan aus (wear resistance rails –

WR), yaitu rel WR-A, WR-B dan WR-C. Komposisi/kadar kimia bahan karbon

(C) dan Mn diberikan dalam Tabel 5.1. Rel yang digunakan di Indonesia

(PJKA) saat ini merupakan rel WR-A, dimana termasuk jenis baja dengan kadar

yang tinggi (high steel carbon), sedangkan WR-B dan WR-C merupakan baja

dengan kadar C yang sedang dan rendah. Percobaan di laboratorium (Masutomo

et al. 1982) menunjukkan bahwa rel dengan kadar karbon yang tinggi lebih tahan

aus daripada baja berkadar karbon sedang.

44

Tabel 3. 1 Kadar C dan Mn pada rel WR dan PJKA

Jenis Rel C Mn

WR-A 0,60 – 0,75 0,80 – 1,30

WR-B 0,50 – 0,65 1,30 – 1,70

WR-C 0,45 – 0,60 1,70 – 2,10

PJKA 0,60 – 0,80 0,90 – 1,10

Ketahanan aus rel WR-A hingga mencapai 2 – 4 kali lebih baik daripada

rel biasa. Keausan rel maksimum yang diijinkan oleh PD 10 tahun 1986 diukur

dalam 2 arah yaitu pada sumbu vertikal (a) dan pada arah 45° dari sumbu vertikal

(e). Gambar 4.1 menunjukkan ukuran-ukuran keausan rel menurut PD 10 tahun

1986. Nilai-nilai maksimum tersebut ditentukan berdasarkan :

emaksimum = 0,54 h – 4 (3.1)

amaksimum = dibatasi oleh kedudukan kasut roda dan pelat sambungan.

Nilai maksimum keausan rel vertikal tercapai pada saat yang bersamaan dengan

keausan maksimum pada roda dan sayap kasut roda (flens) tidak sampai

menumbuk pelat sambung.

Gambar 3. 1 Nilai Maksimum Keausan Rel Menurut PD 10 tahun 1986

3.2.2 Jenis Rel dengan Komposisi Bahan Khusus

Pada lintas yang berat (beban lalu lintas tinggi), kerusakan rel sering

terjadi yang disebabkan oleh gesekan dan benturan roda kendaraan pada rel, selain

45

juga dapat diakibatkan oleh pengaruh korositas lingkungan. Kerusakan ini terjadi

pada keseluruhan bagian rel yang lemah.

Untuk mengatasi permasalahan di atas, maka dipilih rel dengan

penambahan komposisi khusus pada bagian-bagian rel tertentu sesuai dengan

kerusakan dominan yang terjadi. Pada kerusakan rel yang terjadi pada ujung rel

atau sambungan dapat diakibatkan oleh mutu ral rendah, kondisi pemasangan

sambungan dan geometrik rel yang sudah buruk, dan kondisi roda kendaraan

(kereta). Untuk itu digunakan rel dengan pengerasan di ujung rel atau dikenal

sebagai end-hardened rails .

Gambar 3. 2 Perbandingan Komposisi Kimia Rel Pengerasan di Ujung dan el

Standar

Gambar 3. 3 Bentuk Struktur Makro Rel dengan Pengerasan di Ujung

Besarnya tegangan kontak gesekan roda dengan rel dapat menyebabkan

kerusakan kepala rel dengan sangat cepat baik karena keausan maupun kelelahan

(fatigue). Kondisi ini sering terjadi terutamanya pada jalan rel dengan radius

46

kecil. Untuk mengatasi tegangan kontak di atas maka dapat digunakan rel dengan

pengerasan di kepala (head hardened rails). Keuntungan penggunaan rel ini

adalah peningkatan umur manfaat rel hingga mencapai 2 kali lipat dan harga lebih

rendah dari nilai peningkatannya. Kepala rel dengan kedalaman hingga mencapai

10 mm mempunyai kekuatan minimal 13.000 kg/cm2 dan bagian badan

berkekuatan 9000 kg/cm2. Penggunaannya di Indonesia dapat dilihat pada

geometrik jalur angkutan batubara Kereta Api Babaranjang di Sumatera Selatan.

Gambar 5.4 di bawah ini menunjukkan komposisi dan bentuk rel dengan

pengerasan di bagian kepala.

3.2.3 Bentuk Dan Dimensi Rel Di Indonesia

3.2.3.1 Bentuk dan Dimensi Rel

Suatu komponen rel terdiri dari 4 bagian utama yaitu :

1. Permukaan Rel untuk pergerakan kereta api atau disebut sebagai running

surface (rail thread),

2. Kepala Rel (head),

3. Badan Rel (web),

4. Dasar Rel (base).

Ukuran/dimensi bagian-bagian profil rel di atas dijelaskan dalam table

untuk dimensi rel yang digunakan di Indonesia sesuai PD 10 tahun 1986.

Penamaan tipe rel untuk tujuan klasifikasi rel di Indonesia disesuaikan dengan

berat (dalam kilogram, kg) untuk setiap 1 meter panjangnya, misalnya : tipe R 54

berarti rel memliki berat sekitar 54 kg untuk setiap 1 meter panjangnya.

47

Tabel 3. 2 Klasifikasi Tipe Rel di Indonesia

Gambar 3. 4 Profil Rel R 60 dan R 54

18,00/24,00167014015954,40UIC 54/

R54

17,001563,812715350,40R50

16,574,315017260,34R60

13,60-17,0013,568,511013842,18R14A/

R42

11,90-13,60-17,0013,56811013841,52R14/

R41

11,90-13,60115810513433,40R3/

R33

6,80-10,2010539011025,74R2/

R25

Panjang Standar/

normal (m)

Tebal Badan

(mm)

LebarKepala

(mm)

LebarKaki

(mm)

Tinggi

(mm)

Berat

(kg/m)Tipe

18,00/24,00167014015954,40UIC 54/

R54

17,001563,812715350,40R50

16,574,315017260,34R60

13,60-17,0013,568,511013842,18R14A/

R42

11,90-13,60-17,0013,56811013841,52R14/

R41

11,90-13,60115810513433,40R3/

R33

6,80-10,2010539011025,74R2/

R25

Panjang Standar/

normal (m)

Tebal Badan

(mm)

LebarKepala

(mm)

LebarKaki

(mm)

Tinggi

(mm)

Berat

(kg/m)Tipe

48

Gambar 3. 5 Profil R 24 dan R 41

Masing-masing profil rel memiliki dimensi momen inersia, jarak terhadap

garis netral luas penampang yang berbeda untuk keperluan perencanaan dan

pemilihan dimensi yang tepat untuk struktur jalan rel sebagaimana dijelaskan

dalam Tabel 4.3 PD 10 tahun 1986.

3.2.3.2 Penentuan Dimensi Rel

Tabel 3. 3Dimensi Profil R 42, R 50, R 54 dan R 60

(Sumber : Peraturan Dinas No.10 tahun 1986)

49

Penentuan dimensi rel didasarkan kepada tegangan lentur yang terjadi

pada dasar rel akibat beban dinamis roda kendaraan (Sbase). Tegangan ini tidak

boleh melebihi tegangan ijin lentur baja (Si). Jika suatu dimensi rel dengan beban

roda tertentu menghasilkan Sbase < Si, maka dimensi ini dianggap cukup.

a. Tegangan Ijin

Tegangan ijin tergantung pada mutu rel yang digunakan. Untuk

perencanaan dimensi rel yang akan digunakan, Perumka (Indonesia)

menggunakan dasar kelas jalan untuk menentukan tegangan ijinnya. Tabel 4.4

menjelaskan tegangan ijin setiap kelas jalan dan tegangan dasar rel untuk

perhitungan dimensi rel.

b. Perhitungan Dimensi Rel

Dalam perhitungan perencanaan dimensi rel digunakan konsep "beam on

elastic foundation" sebagaimana telah dijelaskan dalam Bab 4. Secara umumnya,

alur perhitungan dimensi rel dapat dijelaskan dalam Gambar 4.3 di bawah. Pada

dasarnya, pembebanan untuk roda tunggal denganjarak roda yang jauh saat ini

hampir tidak ada. Sebagian besar roda digabung dalam satu bogie yang memiliki

2 atau 3 roda. Oleh karena itu, akan terjadi reduksi momen maksimum yang

terjadi pada titik di bawah beban roda akibat superposisi dan konfigurasi roda.

Tabel 3. 4 Tegangan Ijin Profil Rel Berdasarkan Kelas Jalan di Indonesia

50

Calculate

Ps

Calculate

Pd

Rail Parameters:

Rail Type,

Rail Moment of Inertia,

Rail Modulus of Elasticity,

Traffic Design,

Speed Design

Calculate

Ma = 0.85 Mmax

= (Ma × y)/Ix Sbase = Ma/Wb

P0,75Ma

sinλicosλoe4λ

PMa λx

4

1i

P0,82Ma

sinλicosλoe4λ

PMa λx

6

1i

P0,85Ma

Gambar 3. 6 Bagan Alir Perencanaan Dimensi Rel

Untuk reduksi perhitungan momen akibat konfigurasi roda 4 (BB) dan 6 (CC)

digunakan persamaan sebagai berikut :

a. Konfigurasi roda 4 (BB) :

(3.2)

b. Konfigurasi roda 6 (CC) :

(3.3)

Jika konfigurasi roda tidak diperhitungkan maka digunakan persamaan reduksi

momen sebagai berikut :

(3.4)

51

3.3 Umur Rel

Panjang pendeknya umur rel ditentukan oleh mutu rel (berkaitan dengan

komposisi bahan kimia penyusun rel), keadaan lingkungan dan beban yang

bekerja (daya angkut lintas). Dalam perencanaan struktur jalan rel, perancangan

umur rel diperlukan untuk memperkirakan umur aus, pemeliharaan dan tahun

penggantian rel. Ini akan berkait dengan perencanaan keselamatan pergerakan

kereta api di atas rel. Dalam proses perencanaan umur rel, dapat dilakukan

dengan pendekatan analisis melalui tiga aspek, yaitu :

1. Kerusakan pada ujung rel,

2. Keausan rel, baik pada bagian lurus maupun tikungan,

3. Lelah.

3.4 Stabilitas Rel Panjang

Menurut PD 10 tahun 1986, rel dapat diklasifikasikan sesuai dengan

panjangnya, meliputi :

1. Rel Standar, dengan panjang 25 meter (sebelumnya 6 – 10 meter)

2. Rel Pendek, dengan panjang maksimum 100 meter atau 4 x 25 meter

3. Rel Panjang, adalah rel yang mempunyai panjang statis, yaitu daerah yang

tidak terpengaruh pergerakan sambungan rel, biasanya dengan panjang

minimal 200 meter.

Sambungan rel adalah titik-titik perlemahan dan jika terjadi beban kejut

yang besar pada sambungan akan dapat merusak struktur jalan rel. Oleh itu, rel

dari pabrik akan diproduksi 25 meter dan selanjutnya akan dilas dengan ―flash

butt welding‖ untuk mendapatkan rel-rel pendek dan di lapangan dapat disambung

lagi dengan las ―thermit welding‖ sehingga akan menjadi rel panjang.

Dalam perencanaan, rel panjang perlu diperhatikan panjang minimum dan

stabilitasnya terutama akibat pengaruh Bahaya Tekuk (buckling) oleh gaya

longitudinal dan perubahan suhu. Oleh karena itu, sebagai penyelesaiannya, rel

tidak boleh berkembang bebas dan hanya akan dihambat oleh perkuatan pada

bantalan dan balas.

52

L

AEΔLF

1. Penentuan Panjang Minimum Rel Panjang

Permasalahan yang ditimbulkan dalam rel panjang adalah penentuan

panjang minimal rel panjang yang diakibatkan oleh dilatasi pemuaian

sebagaimana dituliskan dalam persamaan berikut :

L = L T (3.10)

dimana :

L = Pertambahan panjang (m)

L = Panjang rel (m)

= Koefisien muai panjang (˚ C -1

)

T = Kenaikan temperature (˚ C)

Menurut hukum Hooke, gaya yang terjadi pada rel dapat diturunkan menjadi

persamaan sebagai berikut :

(3.11)

dimana :

E = modulus elastisitas Young (kg/cm2)

A = luas penampang (cm2)

Jika disubstitusi persamaan (4.10) pada (4.11), maka akan menjadi :

F = E A T (3.12)

Diagram gaya normal sesuai persamaan 4.12 dapat digambarkan sebagai :

L

F = E A T

53

Diagram gaya lawan bantalan dapat digambarkan sebagai berikut :

Panjang l dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

ℓ = O M = r

ΔTαAE (3.13)

r = tg = gaya lawan bantalan per satuan panjang (3.14)

Untuk mendapatkan panjang minimum rel panjang digunakan persamaan (3.13)

dan (4.14) sebagai berikut :

L ≥ 2 ℓ (3.15)

dimana ℓ dihitung dengan persamaan 4.14.

dengan demikian persyaratan L ≤ 2 ℓ digunakan untuk penentuan panjang rel

pendek.

ℓ ℓ

F = E A T = r l

M' O' M O

54

2. Gaya longitudinal (Longitudinal Creep Resistance)

Gambar 3. 7 Kerusakan Akibat Gaya Longitudinal

(Hidayat & Rachmadi, 2001)

Gambar menunjukkan kerusakan pada rel panjang akibat gaya

longitudinal. Gaya longitudinal (Longitudinal Creep Resistance) pada rel panjang

dapat ditentukan melalui pengaruh perubahan suhu, sebagai berikut :

2.1 Gaya akibat suhu

P = EA (t-tp) (3.16)

dimana,

P : gaya longitudinal akibat perubahan suhu,

E : modulus elastisitas baja

tp : suhu pemasangan

Dalam penentuan suhu pemasangan, PD. No.10 tahun 1986 memberikan

aturan bahwa untuk rel ukuran standar dan rel pendek yang panjangnya 50 m

ditentukan sebesar 20˚C yaitu suhu terendah yang pernah diperoleh pada

pengukurannya di Semarang sedangkan rel lainnya diambil suhu tertinggi yang

menghasilkan besar celah maksimum 16 mm (Penjelasan PD.10 tahun 1986 hal.

55

3-17 s.d. 3-18). Batas suhu maksimum untuk semua jenis rel ditentukan sebagai

suhu tertinggi yang menghasilkan celah sebesar 2 mm.

2.2 Pergerakan sambungan (Gap)

Jika suhu mulai meningkat, rel merayap yang ditahan oleh bantalan dan

balas sampai menutup sambungan. Ada bagian yang bergerak (breathing length)

dan ada bagian yang tidak bergerak/tetap (static, unmovable). Oleh karena itu,

diperlukan gap (celah) dengan batasan terukur supaya struktur ujung rel tidak

cepat rusak.

Untuk rel pendek dan standar digunakan persamaan untuk menghitung

celah/gab sebagai berikut :

G = L (40 – t) + 2 (3.17)

Sedangkan untuk rel panjang digunakan penurunan persamaan sebagai berikut :

Ditinjau suatu elemen rel di daerah muai sepanjang dx (sebagaimana

dijelaskan pada Gambar 4.11), pada jarak x dari ujung rel. Akibat adanya

perubahan suhu, maka terdapat perpanjangan dG yang besarnya sebagai :

dG = dG1 — dG2 (3.18)

Gambar 3. 8 Strukturisasi Elemen Rel pada Daerah Muai

x dx

Ldm

Ps – R(x)

R(x)

R(x) = r

P(x) = Ps = E.A..T A B

0 Xb

56

dimana :

dG1 = perpanjangan elemen dx jika tidak ada tahanan balas

dG2 = perpanjangan yang dihambat oleh tahanan balas

untuk :

dG1 = .t.dx (3.19)

dG2 = EA

dxR (X) (3.20)

maka persamaan 2.18 menjadi :

dG = .t.dx - EA

dxR (X) (3.21)

Jika diketahui bahwa : Ps = E.A..t (Gambar 4.11), maka dapat diperoleh :

.t = EA

Ps (3.22)

sehingga :

dG = dxEA

R-Ps (X) (3.23)

Dari persamaan 4.17, besar celah pada rel diperoleh :

G = dG = dx)RPs(EA

1 Xb

0)x( (3.24)

Dari gambar 4.11 terlihat bahwa :

dx)RPs(Xb

0)x( = luas OAB = ½ Ldm PS (3.25)

Sesuai dengan persamaan 4.13, diperoleh bahwa :

Ldm = r

ΔTαAE (3.26)

Maka :

G = EA

1 ½

r

ΔTαAE E.A..T (3.27)

57

G = E A 2

(t-tp)2/ 2r (3.28)

Dalam Railway Technical Research Institute – JNR, persamaan 3.28 diturunkan

untuk nilai r yang tetap (r = K.dG, dimana K = koefisien reaksi balas awah

horizontal). Dari hasil analisis JNR, perbedaaan antara r tetap dan tidak tetap

adalah 1 – 3 mm. Oleh karena itu besar celah untuk rel panjang dapat juga

ditentukan menggunakan persamaan :

G = 22r

t)(50αAE 22

(3.29)

3. Gaya Tekuk (Buckling Force)

Gaya Tekuk (Buckling Force) dapat ditentukan dengan persamaan :

QbDπ

Wl

Qb

πl

16D

CπEI

l

πPb

2

22

s2

2

(3.30)

dimana,

Is = momen inersia (2 Iy) (cm4)

E = modulus elastisitas rel = 2,1.106 kg/cm

2

C = koefisien torsi penambat (tm/rad, kgm/rad)

D = jarak bantalan (cm)

W = tahanan lateral balas (kg/meter)

l = panjang ketidaklurusan (meter)

Qb = ketidaklurusan, misalignment (meter/cm/mm)

Beberapa koefisien jalan rel diatas ditentukan dari pengujian di laboratorium,

seperti :

a. Tahanan Torsi Penambat,

Nilai koefisien torsi penambat diperolehi dari pengujian terhadap penambat di

laboratorium. Satuan koefisien yang diperolehi adalah ton inch/rad0.5

.

58

Gambar 3. 9 Pengujian Tahanan Torsi Penambat di Laboratorium

b. Tahanan Momen Lateral

Tahanan momen lateral dapat diketahui dengan pengujian tahanan momen lateral

dari struktur rel, penambat dan bantalan.

Gambar 3. 10 Pengujian Tahanan Momen Lateral di Laboratorium

(Hidayat & Rachmadi, 2001)

c. Tahanan Balas

Tahanan balas (ballast resistance) dapat diketahui dengan pengujian tahanan

lateral dan longitudinal balas. Tahanan lateral dapat diperbesar dengan

memperberat bantalan, penggemukan bahu jalan dan memakai safety caps.

59

Gambar 3. 11 Pengujian Tahanan Balas di Laboratorium

(Hidayat & Rachmadi, 2001)

4. Distribusi Gaya Longitudinal :

Perhitungan distribusi gaya longitudinal pada rel dapat dihitung berdasarkan

tahapan berikut ini :

Tentukan nilai Gaya Longitudinal Maksimum (P maksimum) menggunakan

persamaan 2.16.

Tentukan lebar dan suhu dimana celah tertutup maksimum (G maksimum),

menggunakan persamaan 2.28.

Tentukan nilai-nilai gaya longitudinal lainnya berdasarkan variasi suhunya.

60

BAB IV

GEOMETRIK JALAN REL

Geometrik jalan rel yang dimaksud ialah bentuk dan ukuran jalan rel, baik

pada arah memanjang maupun arah melebar yang meliputi lebar sepur,

kelandaian, lengkung horizontal, dan lengkung vertikal, peninggian rel,

pelebarang sepur. Geometri jalan rel harus direncanakan dan dirancang

sedemikian rupa sehingga dapat mencapai hasil yang efisien, aman, nyaman,

ekonomis. Uraian mengenai geometrik jalan rel berikut terutama berdasarkan

pada standar yang digunakan di Indonesia oleh PT. Kereta Api (persero), dan

ditambah dengan bahan dari acuan yang lain.

4.1 Lebar Sepur

Di Indonesia sendiri digunakan lebar sepur (track) 1067 mm (3 feet 6

inches) yang tergolong pada sepur sempit. Pada bab tersebut telah pula dijelaskan

bahwa yang dimaksud dengan lebar sepur ialah jarak terpendek antara kedua

kepala rel, diukur dari sisi dalam kepala yang satu sampai sisi dalam kepala rel

lainnya (Gambar 2.3). Hubungan antara lebar sepur, ukuran dan posisi roda di atas

kepala rel ialah sebagai berikut (lihat Gambar 7.1).

S = r + 2.f + 2.c (7.1)

dengan :

S : lebar sepur (mm)

r : jarak antara bagian terdalam roda (mm)

f : tebal flens (mm)

c : celah antara tepi-dalam flens dengan kepala rel (mm)

61

Gambar 4. 1 Lebar sepur

Lebar sepur 1067 mm dan hubungan tersebut (4.1) ialah untuk jalur lurus

dan besarnya tetap, tidak tergantung pada jenis serta dimensi rel yang digunakan.

Sedangkan pada lengkung horizontal, lebar sepur memerlukan pelebaran yang

tergantung pada jari-jari lengkung horizontalnya.

4.2 Lengkung Horizontal

Apabila dua bagian lintas lurus perpanjangannya bertemu membentuk sudut,

maka dua bagian tersebut harus dihubungkan oleh suatu lengkung horizontal (lihat

Gambar 7.2). Lengkung horizontal dimaksudkan untuk mendapatkan perubahan

serta berangsur-angsur arah alinemen horizontal sepur.

Gambar 4. 2 Lengkung Horizontal

Pada saat kereta api berjalan melalui lengkung horizontal, timbul gaya

sentrifugal ke arah luar yang akan berakibat :

a) Rel luar mendapatkan tekanan yang lebih besar dibandingkan dengan rel

dalam,

62

b) Keausan rel luar akan lebih banyak dibandingkan dengan yang terjadi pada rel

dalam, dan

c) Bahaya tergulingnya kereta api.

Untuk mencegah terjadinya akibat-akibat tersebut di atas, maka lengkung

horizontal perlu diberi peninggian pada rel luarnya. Oleh karena itu, maka

perancangan lengkung horizontal berkaitan dengan peninggian rel.

Terdapat tiga jenis lengkung horizontal, yaitu : lengkung lingkaran,

lengkung transisi dan lengkung S. Ketiga jenis lengkung horizontal tersebut akan

diuraikan berikut :

4.2.1 Lengkung Lingkaran

Pada saat kereta api melalui lengkung horizontal, kedudukan

kereta/gerbong/ lokomotif, gaya berat kereta, gaya sentrifugal yang timbul dan

dukungan komponen struktur jalan rel, dapat digambarkan dengan Gambar 4.3.

Gambar 4. 3 Kedudukan kereta pada saat lengkung horizontal

Pada kedudukan seperti yang tergambar pada Gambar 7.3 dimaksud, untuk

berbagai kecepatan, jari-jari minimum yang digunakan perlu ditinjau dari dua

kondisi, yaitu :

1. Gaya sentrifugal yang timbul diimbangi oleh gaya berat saja.

2. Gaya sentrifugal yang timbul diimbangi oleh berat dan kemampuan dukung

komponen struktur jalan rel.

63

Kedua kondisi tersebut di atas dapat diuraikan berikut.

1. Gaya sentrifugal yang timbul diimbangi oleh gaya berat saja

Untuk uraian ini, lihat Gambar 4.3.

Gaya sentrifugal yang timbul :

dengan :

C : gaya sentrifugal

R : jari-jari lengkung lingkaran

V : kecepatan kereta api

g : percepatan gravitasi = 9,81 m/detik2

Gaya sentrifugal yang timbul diimbangi oleh gaya berat, maka :

G. sin α = C. Cos α

sehingga :

dengan satuan praktis, yaitu :

V : kecepatan perancangan (km/jam)

R : jari-jari lengkung horizontal (m)

w : jarak antara kedua titik kontak roda dan rel, sebesar 1120 mm

h : peninggian rel pada lengkung horizontal (mm)

g : percepatan gravitasi, sebesar 9,81 m/det2

, didapat :

64

sehingga :

(7.2)

Dengan peninggian maksimum, hmaks = 110 mm (lihat uraian pada 7.5

PENINGGIAN REL) maka :

atau R = 0,08 V

2

Dengan demikian maka jari-jari minimum lengkung lingkaran pada kondisi

ini ialah :

Rminimum = 0,08 V2 (7.3)

dengan :

Rminimum : jari-jari minimum (meter yang diperlukan pada kondisi gaya

sentrifugal yang timbul diimbangi oleh gaya berat saja, dan menggunakan

peninggian maksimum).

V : kecepatan perancangan (km/jam)

2. Gaya sentrifugal yang timbul diimbangi oleh gaya berat dan kemampuan

dukung komponen struktur jalan rel

Kemampuan dukung komponen struktur jalan rel yang dimaksud disini ialah

kemampuan dukung total yang dapat diberikan oleh komponen struktur jalan

rel,yaitu rel, sambungan, penambat rel, bantalan dan balas. Lihat gambar 4.3 ,

gaya sentrifugal yang timbul diimbangi oleh gaya berat dan kemampuan dukung

komponen jalan rel sehingga :

C cos α = G sin α + D cos α

Besarnya dukungan komponen struktur jalan rel bergantung pada massa dan

percepatan sentrifugal,yaitu :

D = m.a

65

Dengan :

a : Percepatan sentrifugal

m : massa

Oleh karena :

Tan α =

Maka :

G =

=

a = (

) g

Karena V dalam satuan km/jam , maka perlu diubah menjadi dalam satuan

m/detik,sehingga :

a = 0,077

atau :

a =

a +

13R =

Percepatan sentrifugal (a) ialah dalam satuan m/ .Berapakah besarnya

percepatan sentrifugal yang digunakan ?

Agar supaya kereta api masih merasa nyaman,besarnya percepatan

sentrifugal maksimum (a maks) ialah 0,0478 g .

13R =

Dengan w yang merupakan jarak antara kedua titik kontak roda dan rel,yaitu

sebesar 1120 mm, maka diperoleh :

13R =

66

Dengan penggunaan peninggian maksimum (h maks) sebesar 110 mm ,

maka :

13R =

R = 0,0537

R ≈ 0,054

Sehingga digunakan :

R minimum = 0,054

Dengan :

R minimum : Jari-jari minimum (meter) yang diperlukan pada kondisi gaya

sentrifugal yang timbul diimbangi oleh gaya berat dan kemampuan dukung

komponen struktur jalan rel , dan menggunakan peninggian maksimum,

V : kecepatan perancangan (km/jam)

4.2.2 Lengkung Lingkaran Tanpa Lengkung Transisi

Pada bentuk lengkung horizontal tanpa adanya lengkung transisi dan tidak

ada peninggian rel yang harus dicapai,berdasarkan pada persamaan peniggian

minimum yaitu :

h = 8,8

Karena h = 0 ( tidak ada peninggian rel), maka :

R = 0,164

Tabel 4.1 memuat daftar jari-jari minimum lengkung horisontal tanpa

lengkung transisi dan jari-jari minimum yang diijinkan untuk berbagai kecepatan

perancangan yang digunakan oleh PT.Kereta Api (persero).

67

Tabel 4. 1 Persyaratan jari-jari minimum lengkung horisontal

Kecepatan perancangan

(km/jam)

Jari-jari minimum

lengkung lingkaran tanpa

lengkung transisi (m)

Jari-jari minimum

lengkung lingkaran yang

diijinkan dengan

lengkung transisi (m)

120 2370 780

110 1990 660

100 1650 550

90 1330 440

80 1050 350

70 810 270

60 600 200

4.2.3 Lengkung Transisi

Untuk mengurangi pengaruh perubahan gaya sentrifugal sehingga

penumpang kereta api tidak terganggu kenyamanannya , dapat digunakan

lengkung transisi (transition curve). Panjang lengkung transisi tergantung pada

perubahan gaya sentrifugal tiap satuan waktu,kecepatan,dan jari-jari lengkung

lingkaran.Untuk mendapatkan panjang lengkung transisi dapat dijelaskan berikut.

Gaya sentrifugal = m.a =

Apabila t adalah waktu yang diperlukan untuk berjalan melintasi lengkung

transisi, maka :

t =

Dengan :

L : Panjang lengkung transisi,

V : Kecepatan kereta api

Sehingga :

68

Dengan digunakan a maksimum = 0,0478 g , maka dengan menggunakan

satuan prakts diperoleh :

Berdasarkan persamaan 7.10

diperoleh :

L = 0,01.h.V

Oleh karena itu , maka panjang minimum lengkung transisi yang diperoleh

ialah :

Lh = 0,01.h.V

Dengan :

Lh = Panjang minimum lengkung transisi (m)

h = Peninggian rel pada lengkung lingkaran (mm)

V = Kecepatan perencangan (Km/jam)

R = Jari-jari lengkung lingkaran (m)

Salah satu bentuk lengkung transisi ialah Cubic Parabola(parabola pangkat

tiga) seperti yang diuraikan berikut.

Diagram Kelengkungan pada lengkung transisi ialah seperti Gambar 7.4

dibawah ini

69

Gambar 4. 4 Diagram kelengkungan lengkung transisi

Persamaan cubic parabola ialah sebagai berikut :

(7.8)

Gambar 4. 5 Lengkung transisi bentuk cubic parabola

Pada gambar 4.5 di atas dapat dilihat bahwa :

TS : titik pertemuan antara bagian lurus dengan lengkung transisi,

SC : titik pertemuan antara lengkung transisi dengan lengkung lingkaran.

Dengan L adalah panjang lengkungnperalihan (Lh). Sedangkan lengkung

transisi berbentuk parabola dari TS melalui A hingga titik SC. Mulai SC

didapatkan lengkung lingkaran.

70

Dengan lengkung transisi seperti tersebut di atas terjadi pergeseran letak

lengkung, yaitu dari letak lengkung semula (original curve) yang tanpa lengkung

transisi, ke letak lengkung yang bergeser (shified curve) karena menggunakan

lengkung transisi.

4.2.4 Lengkung S

Pada dua lengkung dari suatu lintas yang berbeda arah lengkungnya terletak

bersambungan, akan membentuk suatu lengkung membalik (reverse curve)

dengan bentuk S, sehingga dikenal sebagai ―lengkung S‖. antara kedua lengkung

yang berbeda arah sehingga memebentu huruf S ini harus di beri bagian lurus

minimum 20 meter di luar lengkung transisi, seperti yang digambarkan dengan

gambar 4.6.

Gambar 4. 6 Bentuk Lengkung S

4.3 Percepatan Sentrifugal

Telah disebutkan di depan bahwa pada saat kereta api berjalan melintasi

lengkung horizontal terjadi gaya sentrifugal kea rah luar. Gaya sentrifugal adalah

fungsi dari mass benda dan percepatan sentrifugal. Percepatan sentrifugal adalah

fungsi dari kecepatan dan jari-jari lengkung seperi berikut ini :

Dengan :

a : percepatan sentrifugal,

V : kecepatan,

R : jari-jari lengkung.

71

Percepatan sentrifugal yang timbul akan berpengaruh pada :

a) Kenyamanan penumpang kereta api.

b) Tergesernya (kea rah luar)barang-barang di dalam kereta/gerbong/lokomotif

dan

c) Gaya sentrifugal yang berpengaruh pada keausan rel dan bahaya tergulingnya

kereta api.

Untuk mengatasi pengaruh tersebut di atas, perlu dilakukan langkah-langkah

berikut :

a) Pemilihan jari-jari lengkung horizontal ® yang cukup besar.

b) Pembatasan kecepatan kereta api (V), dan

c) Peningian rel sebelah luar.

Dengan pertimbangan agar supaya kenyamanan penumpang tetap terjaga

dan barang-barang di dalam kereta/gerbong/lokomotif tidak tergeser, percepatan

sentrifugal yang terjadi perlu dibatasi sebagai berikut :

(7.9)

Dengan :

g = percepatan gravitasi (m/detik2)

4.4 Peninggian Rel

Kegunaan peninggian rel dan kaitannya dengan perancangan lengkung

horizontal telah disebutkan di depan. Terdapat tiga peninggian rel, yaitu :

a) Peninggian normal,

b) Peninggian minimum,

c) Peninggian maksimum, dan akan diyraikan sebagai berikut :

1. Peninggian Normal

Peninggian normal berdasar pada kondisi komponen jalan rel tidak ikut

menahan gaya sentrifugal. Pada kondisi ini gaya sentrifugal sepenuhnya

diimbangi oleh gaya berat saja.

Atau :

72

Apabila persamaan tentang hubungan antara h dengan V dan R di atas

diwujudkan dalam bentuk :

dan dapatdiperoleh k = 5,95 sehingga :

(7.10)

Dengan :

V :kecepatan rencana (km/jam)

R : jari-jari lengkung horizontal (m).

Hnormal : peninggian normal (mm).

2. Peninggian Minimum

Peninggian minimum berdasarkan pada kondisi gaya maksimum yang dapat

ditahan oleh komponen jalan rel dan kenyamanan penumpang kereta api.

Maka :

Karena :

w = 1120 mm,

73

g = 9,81 (m/detik2),

a = 0,0478 g (m/detik2)

diperoleh :

Sehingga digunakan :

(7.11)

Dengan :

Hminimum : peninggian minimum (mm)

V :kecepatan rencana (km/jam)

R : jari-jari lengkung horizontal (m)

3. Peninggian Maksimum.

Peninggian maksimum ditentukan berdasarkan pada stabilitas kereta api

pada saat berhenti di bagian lengkung horizontal dengan pembatasan kemiringan

maksimum sebesar10%. Apabila kemiringan melebihi 10% maka benda-benda

yang terletak pada lantai kereta api dapat bergeser kea rah sisi dalam. Dengan

digunakan kemiringan maksimum 10% peninggian rel maksimum yang digunakan

ialah 110 mm.

Mengenai factor keamanan terhadap bahaya guling

kereta/gerbong/lokomotif saat berhenti di bagian lengkung horizontal dengan

peninggian rel sebesar 110 mm dapat dijelaskan sebagai berikut :

Momem terhadap titik O ialah :

Dengan :

SF : factor keamanan terhadap bahaya guling.

74

Padahal :

Apabila digunakan h = hmaks = 110 mm, w = 1120 mm dan y untuk kereta

/gerbong/lokomotif yang digunakan di Indonesia = 1700 mm, maka :

SF = 3,35

Dengan demikian maka factor keamanan terhadap bahaya guling pada saat

berhenti di bagian lengkung horizontal dengan hmaks sebesar 110 mm ialah sebesar

sekitar 3,3.

4. Penggunaan Peninggian Rel

Dari uraian pada 7.5.1 hingga 7.5.3 dapat disimpulkanbahwa peninggian rel

pada lengkung horizontal ditentukan berdasarkan hnormal, yaitu :

(lihat persamaan 7.10),

Dengan batas-batas sebagai berikut :

(lihat persamaan 7.11)

Dengan pertimbangan penerapannya di lapangan, maka peninggian rel yang

diperoleh melalui perhitungan teoritis di atas, dibulatkan ke 5 mm terdekat keatas.

Sebagai contoh apabila dalam perhitungan diperoleh h = 3,5, mm maka

peninggian rel yang diguakan ialah 5 mm.

Dengan pelaksanaannya peninggian rel dilakukan dengan cara meninggikan

rel luar, bukan menurunkan rel dalam. Dengandemikian maka peninggian rel

dicapai dengan cara menempatkan rel-dalam tetap pada elevasinya dan rel-luar

75

ditinggikan. Hal ini dipilih karena pekerjaan meninggikan elevasi rel relative lebih

mudah dibandingkan dengan menurunkan elevasi rel.

(7.12)

Dengan :

Ph = panjang minimum ―panjang transisi‖ (m),

h = peninggian rel pada lengkung lingkaran (mm),

v = kecepatan perancangan (km/jam).

Diagram peninggian rel dapat dilihat pada gambar 7.7.di bawah ini :

Gambar 4. 7 Diagram peninggian rel

Diagram peninggian rel seperti diuraikan di atas sering disebut pula dengan

Diagram Superelevasi.

76

Tabel 4. 2 Peninggian rel Lengkung Horizontal berdasarkan peninggian

normal

4.5 Pelebaran Sepur

Analisis pelebaran sepur didasarkan pada kereta/gerbong yang

menggunakan dua gandar. Dua gandar tersebut yaitu gandar depan dan gandar

belakang merupakan satu kesatuan yang teguh, sehingga disebut sebagai Gnadar

77

Teguh (rigid wheel base). Karena merupakan kesatuan yang teguh itu maka

gandar belakang akan tetap sejajar dengan gandar depan, sehingga pada waktu

kereta dengan gandar teguh melalui suatu lengkung, akan terdapat 4 kemungkinan

posisi, yaitu sebagai berikut :

a) Posisi 1 : gandar depan mencapai rel luar, gandar belakang pada posisi

bebas diantara rel dalam dan rel luar. Posisi seperti ini disebut sebagai Jalan

Bebas,

b) Posisi 2 : gandar depan mencapai rel luar, gandar belakang menempel pada

rel dalam tetapi tidak menekan, dan gandar belakang posisina radial terhadap

pusat lengkung horizontal,

c) Posisi 3 : gandar depan menempel pada rel luar, gandar belakang menempel

dan menekan rel dalam. Baik gandar depan maupun gandar belakang tidak

pada posisi radial terhadap pusat lengkung horizontal, dan

d) Posisi 4 : gandar depan dan gandar belakang menempel pada rel luar. Posisi

ini dapat terjadi pada kereta/gerbong dengan kecepatan yang tinggi. Posisi 4

ini disebut Jalan Tali Busur.

Gaya tekan yang timbul akibat terjepitnya roda kereta/gerbong akan

mengakibatkan keausan rel dan roda menjadi lebih cepat. Untuk mengurangi

percepatan keausan rel dan roda tersebut, perlu dibuat perlebaran sepur. Ukuran

perlebaran sepur dimaksud dipengaruhi oleh: a. jari-jari lengkung horizontal,

b. jarak gandar depan dan gandar belakang pada gandar teguh,

c. kondisi keausan roda kereta dan rel.

78

Gambar 4. 8 Posisi roda dan gardar teguh pada saat kereta melalui lengkung

Karena beragamnya ukuran lebar sepur dan gardar teguh yang digunakan

oleh tiap-tiap Negara, maka terdapat perbedaan pendekatan dalam penetapan

besarnya pelebaran sepur. PT. Kereta Api (Persero) dalam PD. No. 10

menggunakan ukuran-ukuran sebagai berikut :

Gambar 4. 9 Ukuran gardar teguh yang digunakan di Indonesia

Berikut ini disampaikan pendekatan perhitungan pelebaran sepur yang

digunakan di Indonesia.Lihat Gambar 7.10. agar posisi 3 tidak sering terjadi,

maka perlu dibuat pelebaran sepur (p) yang ukurannya sedemikian sehingga dapat

dicapai posisi 1 atau posisi 2. Pada Gambar 7.10. dapat dilihat bahwa gardar

79

belakang mempunyai posisi radial terhadap pusat lengkung horizontal, sehingga

pada waktu roda melintasi lengkung horizontal dapat disederhanakan.

Gambar 4. 10 Gardar teguh dan rel pada posisi 2

Keterangan :

u : jarak antar titik sentuh flens roda dengan tengah-tengah gardar,

d : jarak gardar,

c : kelonggaran flens terhadap tepi rel pada sepur lurus,

R : jari-jari lengkung,

p : pelebaran sepur

Ru : jari-jari lengkung luar.

Dengan penyederhanaan seperti gambar 7.11. dapat diperoleh pendekatan

matematis berikut ini.

80

Gambar 4. 11 Penyederhanaan posisi roda pada waktu melintasi lengkung

(d + u)² =Ru² - (Ru - s) ²

(d + u) = 2. Ru .s - s²

Karena :

a) Nilai s² sangat kecil dibandingkan dengan nilai Ru

b) NIlai u sangat kecil dibandingkan dengan nilai d,

Maka persamaan 7.13, dapat disederhanakan menjadi:

s =

atau :

2c +p =

Bila Ru= R, maka:

p =

– 2. C

pada persamaan 7.14 diaats terlihat bahwa besarnya pelebaran sepur (p)

dipengaruhi oleh:

a) Jarak gardar depan dan gardar belakang,

b) Kelonggaran flens roda kereta terhadap tepi kepala rel pada sepur lurus,

81

c) Jari-jari lengkung horizontal.

Untuk lebar sepur 1067mm, PT. Kereta Api (persero) menggunakan c = 4 mm.

Dengan digunakan R dalam satuan m, maka apabila jarak gardar depan terhadap

gardar belakang (d) = 3 meter (3000 mm), diperoleh :

p =

dan apabila jarak gardar depan terhadap gardar belakang = 4 meter (4000mm),

diperoleh:

p =

dengn :

p : pelebaran sepur (mm),

R : jari-jari lengkung tikungan (m)

Berdasarkan pada persaman 7.15 dam 7.16. dapat disajikan Tabel 4.3 yang

berisi pelebaran sepur untuk beberapa jari-jari legkung horizontal dan jarak

gardar. Mengingat adanya pembatasan pelebaran sepur maksimum, maka tidak

semua angka pada Tabel 4.3 dimaksud dapat digunakan. Besarnya pelebaran

sepur yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4. 3 Pelebaran sepur sesuai jari-jari lengkung horizontal

Catatan : tabel dibuat berdasarkan persamaan 4.15 dan 4.16

Pelebaran sepur dibuat dengan cara menggeser rel-dalam kearah dalam (kea

rah pusat lengkung) seperti halnnya pada peninggian rel, pelebaran sepur dicapai

dan dihilangkan tidak secara mendadak tetapi secara berangsur-angsur sepanjang

82

lengkung transisi (persamaan 7.7) atau ―panjang transisi‖ (persamaan 7.12).

Menurut Honing (1975) pada jalan rel yang tidak menggunakan transisi,

pelebaran sepur dan peninggian rel dilakukan dengan rata melewati suatu jarak

(panjang trasisi) antara 400 sampai 1000 x peninggian rel.

Pada lengkung horizontal, untuk mengurangi gaya tekan roda

kereta/gerbong/lokomotif pada rel luar dan untuk menjaga terhadap bahaya

keluarnya roda dari rel (deraillement), pada rel dalam dipasang Rel Penahan (anti

deraillement). Subarkah (1981) menyatakan bahwa lebar celah antara rel-dalam

dan rel penahan ialah sebagai berikut:

a) 65 mm untuk jari-jari lengkung horizontal sebesar 150 meter

b) 60 mm untuk jari-jari lengkung horizontal sebesar 200 meter.

Konstruksi rel penahan dapat dilihat pada Gambar 7.12.

Agar pada roda melewati lengkung horizontal masih terdapat tapak roda

yang cukup lebar menapak diatas kepala rel, maka PT. Kereta Api (persero)

menggunakan batasan perlebaran sepur maksimum (Pmaks) ialah 20 mm, sehingga

perlebaran sepur sesuai dengan jari-jari lengkung horizontal yang digunakan ialah

seperti yang tertuang pada Tabel 4.4.

4.6. Kelandaian

Dalam geometri jalan rel dikenal dua jenis landau, yaitu :

a) Landai penentu,

b) Landai curam.

Tabel 4. 4 Perlebaran sepur yang digunakan oleh PT. Kereta Api (persero)

83

Gambar 4. 12 Konstruksi rel penahan

4.6.1 Landai Penentu

Salah satu masalah teknis yang penting dalam perencanaan dan perancangan

geometri jalan rel ialah tanjakan. Pada tanjakan yang terjal, dengan menggunakan

satu lokomotif, berat rangkaian kereta api yang dapat dioperasikan lebih kecil

dibandingkan dengan pada tanjakan yang landai. Sehingga untuk menentukan

geometri yang ekonomis perlu ditetapkan adanya Landai Penentu (ruling Grande).

Landai penentu (Sp) didefinisikan sebagai kelandaian (tanjakan) terbesar

yang ada pada satu lintas lurus. Besar landai penentu berpengaruh pada daya

lokomotif yang digunakan dan berat rangkaian kereta api yang dioperasikan.

Besarnya landai penentu tergantung pada kelas jalan relnya seperti yang tertulis

pada Tabel 7.5.

4.6.2 Landai Curam

Dalam keadaan tertentu, misalnya pada lintas yang melalui pegunungan,

kelandaian (tanjakan) pada satu lintas lurus kadang terpaksa melebihi landai

84

penentu. Kelandaian yang melebihi landai penentu tersebut disebut dengan Landai

Curam (Sc).

Tabel 4. 5 Landai penentu jalan rel

Panjang maksimum landai curam dibatasi dengan persamaan berikut ini :

Dengan :

lc : panjang maksimum landai curam yang diijinkan (meter)

Vk : kecepatan minimum yang diijinkan di kaki landai curam (m/detik)

Vp : kecepatan minimum yang dapat diterima di puncak landai curam

(m/detik). Dengan ketentuan Vp > 0,5 Vk

g : percepatan gravitasi (m/detik2)

Sp : landai penentu

Sc : landai curam

Gambar 4. 13 Landai Curam

85

4.7. Lengkung Vertikal

Alinyemen vertikal yang merupakan proyeksi sumbu jalan rel pada bidang

vertikal yang melalui sumbu jalan rel dimaksud, terdiri atas (lihat gambar 7.14) :

a. Garis lurus, dengan atau tanpa kelandaian.

b. Lengkung vertikal.

Gambar 4. 14 Alignment Vertikal

Lengkung vertikal dimaksudkan sebagai lengkung transisi dari satu

kelandaian ke kelandaian berikutnya, sehingga perubahan kelandaiannya akan

berangsur-angsur dan beraturan. Selain itu lengkung vertikal juga dimaksudkan

untuk memberikan pandangan yang cukup dan keamanan/keselamatan kereta api.

Terdapat dua kelompok lengkung vertikal yaitu :

a. Lengkung cembung

b. Lengkung cekung

4.7.1. Lengkung Cembung

Lengkung cembung ialah lengkung vertikal yang kecembungannya

(convexity) ke atas (lihat gambar 4.15). lengkung vertikal seperti ini di beberapa

negara dikenal sebagai summit Curve atau syur Curve. Secara umum, pada

dasarnya lengkung cembung dibuat pada kondisi tanjakan bertemu dengan

turunan, lihat gambar 4.15 (a), atau tanjakan bertemu dengan tanjakan yang lain

dengan kelandaian yang lebih kecil, lihat gambar 4.15 (b), atau tanjakan bertemu

dengan jalan datar, periksa gambar 4.15 (c).

86

Gambar 4. 15 Lengkung Cembung

Pada perubahan dari jalan datar ke satu turunan yang tidak terdapat

lengkung transisi, roda kereta akan melayang melalui satu bentuk lengkung.

Apabila melayangnya roda kereta lebih besar dibandingkan dengan tinggi flens

roda kereta api ke luar dari rel. Subarkah (1981) memberikan contoh, pas

aperubahan kelandaian dari jalan datar ke jalan turunan dengan lendaian 1:40,

dengan kecepatan kereta api sebesar 100 km/jam, melayangnya roda kereta api di

atas rel ialah 3,125 cm, padahal tinggi flens roda kereta api hanya 2,7, sehingga

terdapat bahaya besar yaitu roda dapat ke luar terlepas dari rel. Untuk

menghindari terjadinya bahaya roda ke luar dari rel, maka diperlukan adanya

lengkung transisi.

Besarnya jari-jari minimum lengkung vertikal yang berupa lengkung

lingkaran pada kecepatan perancangan. Tabel 4.6 menunjukkan besarnya jari-jari

minimum lengkung vertikal sesuai dengan kecepatan perancangannya.

87

Tabel 4. 6 Jari-jari minimum lengkung vertikal

Lengkung vertikal yang digunakan ialah berbentuk lengkung lingkaran,

sehingga dapat dihitung melalui pendekatan berikut.

Gambar 4. 16 Lengkung vertikal berbentuk lengkung lingkaran

Keterangan untuk gambar 4.16 :

R : jari-jari lengkung vertikal

L : panjang lengkung vertikal

A : titik pertemuan antara perpanjangan kedua landai/garis lurus

0 : perbedaan landai

OA : 0,5 L

Untuk menentukan letak titik A (Xm, Ym) digunakan persamaan sebagai

berikut :

88

Dengan demikian apabila jari-jari lengkung vertikal (R) sudah ditetapkan

dan perbedaan landai (0) dapat dihitung, maka Xm dan Ym dapat dihitung.

4.7.2. Lengkung Cekung

Lengkung cekung ialah lengkung vertikal yang kecekungannya (concavity)

ke bawah. Lengkung vertikal berbentuk cekung seperti ini di beberapa negara

dikenal sebagai valley Curve atau sag Curve. Seperti halnya pada lengkung

cembung, pada dasarnya lengkung cekung dibuat pada kondisi turunan bertemu

dengan tanjakan, atau turunan bertemu dengan turunan yang lain dengan

kelandaian yang lebih kecil, atau turunan bertemu dengan jalan datar.

Selain berbentuk lengkung lingkaran, lengkung vertikal dapat juga dibuat

dengan bentuk parabola. Panjang lengkung vertikal sebaiknya dalam kelipatan

100 ft (Hay, 1982). Apabila lengkung vertikal menggunakan bentuk lengkung

parabola, maka panjang lengkung vertikal dapat ditentukan dengan persamaan

sebagai berikut :

Dengan :

G1 dan G2 : dua kemiringan yang bertemu, positif (+), bila naik/tanjakan dan

negatif (-) bila turun/turunan

L : panjang lengkung (dalam kelipatan 100 ft)

r : tingkat perubahan kemiringan (dalam persen) tiap 100 ft.

89

BAB V

KONSTRUKSI JALAN REL

5.1 Pengenalan Jalan Rel

Jalan rel adalah suatu jalan diatas, dimana kereta-kereta pengangkut dapat

menggerakkan diri melalui satu jalan yang tertentu. Pada ummnya jalan rel terdiri

dari 2 batang baja yang dinamakan batang-batang jalan atau rel yang diletakkan

diatas bantalan kayu, beton atau baja. Kuat tarik minimum rel adalah 90 km/ mm2,

dengan perpanjangan minimum 10 % dan kekerasan kepala rel tidak boleh kurag

daripada 240 Brinell.

Rel untuk kereta api berbentuk I, dengan bagian-bagian sebagai berikut :

Gambar 5. 1 Rel

Jalan rel dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok, beradasarkan

masing – masing pembagian tersebut maka dapat dikelompokkan menjadi :

a. Jalan rel berdasarkan lebarnya :

o 1435 mm untuk luar negeri

o 1607 mm lebar sepur normal di Indonesia

o 750 mm lebar sepur di Aceh

o 600 mm lebar sepur di Jawa pada perkebunan tebu

b. Jalan rel berdasarkan kelas :

o Jalan rel kelas I dengan kecepatan maksimum 100 km/jam

o Jalan rel kelas II dengan kecepatan maksimal 59 km/ jam

o Jalan rel kelas III dengan kecepatan maksimal 45 km/jam

90

c. Jalan rel berdasarkan lerengan

o Jika lerengan maksimum tidak lebih dari 1 / 100, dikatakan sebagai

jalan datar

o Jika lerengan maksimum lebih besar dari 1 / 100 dikatakan sebagai

jalan gunung

d. Jalan rel berdasarkan panjang rel

o Rel standar dengan panjangnya 25 m

o Rel pendek dengan panjangnya maksimal 100 m

o Rel panjang dengan panjangnya lebih dari 100 m

e. Jalan rel berdasarkan berat

o R – 33 dengan berat 33 kg/m

o R – 42 dengan berat 42 kg/m

o R – 54 dengan berat 54 kg/m

Gambar 5. 2 Profil Rel R-60, R-54

Pada dasarnya jalan rel dibagi dalam :

a. Jalan rel biasa.

b. Jalan rel luar biasa.

91

Gambar 5. 3 Track Geotechnology and Substructure Management

5.2 Konstruksi Jalan Rel

Konstruksi Jalan rel adalah jalan yang terdiri dari dua batang rel baja yang

dipasang sejajar satu sama lainnya. Pada jarak tertentu dan dimana batang

pengantar untuk jalannya kendaraan yang bekerja diatasnya, dan batang – batang

rel itu dibuat dari baja lumur dan diberi profil (bentuk penampang melintang)

yang diproduksi oleh pabrik baja.

Gambar 5. 4 Konstruksi jalan rel

Sumber : PD 10 – Perencanaan Konstruksi Jalan Rel

92

Bagian atas terdiri dari :

a. Rel

Rel digunakan pada jalur kereta api. Rel mengarahkan/memandu

kereta api tanpa memerlukan pengendalian. Rel merupakan dua batang rel

kaku yang sama panjang dipasang pada bantalan sebagai dasar landasan.

Rel-rel tersebut diikat pada bantalan dengan menggunakan paku rel,

sekrup penambat, atau penambat e (seperti penambat Pandrol).

Jenis penambat yang digunakan bergantung kepada jenis bantalan

yang digunakan. Paku ulir atau paku penambat digunakan pada bantalan

kayu, sedangkan penambat e digunakan untuk bantalan beton atau semen.

Rel biasanya dipasang di atas badan jalan yang dilapis dengan batu

kericak atau dikenal sebagai Balast. Balast berfungsi pada rel kereta api

untuk meredam getaran dan lenturan rel akibat beratnya kereta api. Untuk

menyeberangi jembatan, digunakan bantalan kayu yang lebih elastis

ketimbang bantalan beton.

Gambar 5. 5 Rel kereta api

Rel yang digunakan berguna untuk meneruskan tekanan yang

ditimbulkan oleh roda lokomotif dan oleh roda-roda kereta pengangkut ke

bantalan terus ke alas ballas dan tubuh jalan. Tekanan pada rel-rel yang

arahnya mendatar siku-siku pada arah membujurnya jalan rel yang

ditimbulkan oleh bergoyangnya kereta pada waktu sedang berjalan dan

oleh tekanan angin. Tekanan pada rel-rel yang arahnya mendatar searah

dengan arah membujurnya jalan yang ditimbulkan oleh muatan yang

bergerak maju.

93

Tabel 5. 1 Klasifikasi Jalan Rel

Sumber : PD 10 – Perencanaan Konstruksi Jalan Rel

Rel yang digunakan di Indonesia menggunakan standar UIC

dengan standar:

Rel 25 yang berarti 25 kg/m

Rel 33 yang berarti 33 kg/m

Rel 44 yang berarti 44 kg/m

Rel 52 yang berarti 52 kg/m

Rel 54 yang berarti 54 kg/m

Rel 60 yang berarti 60 kg/m

Antara rel yang satu dengan rel yang lain disambungkan dengan

pelat penyambung. Sambungan antar rel terdiri dari sambungan tegak dan

sambungan gantung.

1. Sambungan tegak

Sambungan tegak adalah sambungan yang terletak di atas bantalan-

bantalan untuk mencegah melenturnya ujung-ujunga rel. Keuntungan

sambungan ini yaitu tekanan muatan langsung dipikul oleh bantalan-

bantalan sehingga pelat penyambung hanya berfungsi untuk mencegah

bergesernya ujung-ujung rel ke arah samping. Kerugiannya yaitu terjadi

hentakan-hentakan pada waktu roda-roda kendaraan melewati sambungan.

94

Gambar 5. 6 Sambungan tegak

Sumber : PD 10 – Perencanaan Konstruksi Jalan Rel

2. Sambungan gantung

Sambungan gantung yaitu sambungan yang terletak diantara dua

bantalan. Bantalan biasa yang digunakan pada daerah sambungan adalah

ukuran 13 x 22 x 200 cm3. Jarak antara kedua bantalan ujung sebesar 30

cm adalah jarak minimum yang diperlukan untuk pekerjaan memadatkan

balas di bawah bantalan. Keuntungan sambungan ini yaitu tidak terjadi

hentakan-hentakan pada saat roda-roda kendaraan melewatinya sehingga

memberikan rasa nyaman pada penumpangnya. Kerugiannya yaitu pelat

penyambung yang digunakan tidak hanya mencegah bergesernya ujung-

ujung rel ke arah samping tetapi juga harus mampu menahan momen

lentur.

Gambar 5. 7 Sambungan gantung

Sumber : PD 10 – Perencanaan Konstruksi Jalan Rel

b. Bantalan

Bantalan rel kereta api adalah suatu landasan tempat dimana rel

tersebut bertumpu dan juga diikat dengan pemambat rel, sehingga bantalan

rel tersebut harus kuat untuk menyangga atau menahan beban dari kereta

api tersebut. Dengan demikian kereta api tersebut tidak terguling atau

anjlok. Pada saat pemilihan bahan yang akan digunakkan untuk bantalan

rel kereta api, harus menggunakan bahan pilihan, baik dari kayu, beton

maupun bahan – bahan bantalan rel yang lain.

95

Tabel 5. 2 Klasifikasi Jalan Rel Dan Siklus Perawatan Menyeluruh

Sumber : Penjelasan PD 10 – Perencanaan Konstruksi Jalan Rel

Dalam pemasangan bantalan untuk rel kereta api juga harus

memperhatikan jarak dari setiap bantalan tersebut. Dengan memperhatikan

jarak dari setiap bantalan tersebut maka akan mengurangi beban yang

harus diterima oleh tiap bantalan rel. Jarak normal yang digunakan untuk

jarak tiap bantalan adalah 0,6 m atau 60 cm.

Bantalan – bantalan yang digunakan pada rel ada beberapa macam

dan setiap bantalan tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan

tersendiri. Macam – macam bantalan tersebut antara lain :

1. Bantalan Kayu

Bantalan kayu adalah suatu bantalan yang pertama kali digunakan

dalam bantalan rel. Bantalan kayu tersebut pertama digunakan karena pada

waktu itu hanya masih mengenal kayu dan belum mengenal beton maupun

baja. Bantalan kayu tersebut digunakan karena pada saat itu kayu mudah

sekali didapatkan dan harganya relatif murah. Penggunaan bantalan kayu

harus memenuhi persyaratan berikut :

utuh dan padat

tidak bermata

tidak ada lubang bekas ulat

tidak ada tanda-tanda permulaan lapuk

Geometri bantalan kayu yang dipakai pada saat ini, yaitu :

a) bantalan jalur lurus :

- 200 x 22 x 13 (PJKA)

96

- 210 x 20 x 14 (JNR)

b) bantalan jembatan :

- 180 x 22 x 20 atau

- 180 x 22 x 24

Jenis kayu yang dapat dipakai untuk bantalan adalah kayu besi dan

kayu jati.

Dalam pemakaian untuk bantalan rel, memiliki keuntungan dan

kerugian dalam pemakaiannya yaitu :

Keuntungannya :

Memiliki tingkat elastisitas yang tinggi.

Pada saat dilalui terasa nyaman karena tidak mengakibatkan

getaran yang tinggi.

Kerugiannya :

Tidak tahan lama, terutama pada yang memiliki curah hujan dan

tingkat kelembaban yang tinggi yang mengakibatkan kayu mudah

lapuk.

Sulit untuk mencari bahan yang cocok sehingga harganya mahal (

Pada beberapa tahun ini )

Gambar 5. 8 Bantalan kayu

Sumber : www.google.com

2. Bantalan Baja

Bantalan baja dipergunakan dalam jalan rel dikarenakan lebih

ringan, sehingga memudahkan pengangkutan. Selain itu jika dilihat dari

penampang melintangnya kurang baik karena stabilitas lateral dan

97

axialnya didapat dari konstruksi cengramannya, karena berat sendiri yang

kecil (47,1 kg) dan gesekan antara dasar bantalan dan balas juga kecil.

Bantalan terbuat dari baja, gunanya adalah untuk menghindari retak-retak

yang timbul (pasti terdapat) pada bantalan dan kayu. Pada bantalan baja

hal ini tidak telihat karena elastisitas lebih besar.

Bantalan dari palat baja biasanya dipasang pada lengkungan saja

dan tidak pada seluruh bagian lintasan kereta api. Kelebihan dan

kekurangan bantalan yang terbuat dari baja yaitu :

Keuntungannya :

Lebih kuat untuk menahan beban.

Lebih tahan lama.

Kerugiannya :

Harganya yang mahal bahkan melebihi harga bantalan beton.

Mudah anjlok terutama pada daerah yang berpasir karena memiliki

beban yang lebih besar.

Gambar 5. 9 Bantalan baja

Sumber : www.google.com

3. Bantalan Beton

Penelitian mengenai bantalan beton balok tunggal di Eropa telah

dirintis sebelum perang dunia II, tetapi pemakaiannya yang dalam jumlah

banyak baru terjadi setelah perang itu berakhir, yaitu ketika banyak negara

di Eropa mulai membangun kembali prasarana-prasarana perhubungan

98

termasuk jalan rel, yang 56 rusak waktu perang. Kebutuhan akan bantalan

dalam jumlah yang besar yang harus dipenuhi dalam waktu yang relative

singkat, tidak dapat dilayani dengan hanya mengadakan bantalan kayu

saja. Kebutuhan bantalan dalam jumlah yang besar juga menjadi salah satu

faktor yang menunjang kelayakan (feasibility) pembangunan pabrik-pabrik

bantalan beton. Ide pembuatan bantalan beton pratekan bermula dari usaha

untuk mengurangi retak-retak yang biasanya timbul padabagian-bagian

yang mengalami tegangan tarik. Pada bantalan beton praktekan, setelah

bebannya lewat, retakan-retakan itu relatif merapat kembali karena adanya

gaya tekan kabel-kabel praktekannya.

Ada 2 cara penarikan kabel, yaitu :

- Kabel ditarik sebelum beton dicor (pretension).

- Kabel ditarik sesudah dicor (post tension).

Berapa tipe bantalan beton yang menggunakan pratekan pretension

antara lain adalah :

- Inggris : Dow-Mac ; Stent

- Jerman : BV-53

- Perancis : SNCF-VW

- Indonesia : WIKA ; kodja ; Bina Sarana Dirgantara

- Beberapa tipe bantalan beton yang menggunakan praktekan

‟pretension‟ adalah :

- Jerman : B-55

- Belgia : Frankin Bagion

Penggunaan bantalan beton memiliki keuntungan dan kerugian

antara lain yaitu :

Memiliki daya tahan yang tinggi.

Tahan terhadap cuaca dibandingkan dengan bantalan yang terbuat

dari kayu.

Lebih ekomonis, karena bisa tahan sampek 20 tahun.

Lebih kuat untuk menahan tekanan beban kereta.

Harga bahan bantalan yang mahal.

99

Memerlukan ketelitian yang cukup tinggi sehingga membutuhkan

tenaga ahli.

Lebih kaku, sehingga getaran yang ada cukup terasa.

Gambar 5. 10 Bantalan beton

4. Bantalan slab

Bantalan slab adalah suatu bantalan yang langsung menjadi satu

dengan badan jalan yang dicor dalam bentu slab. Investasi untuk

pembangunan lintasan dengan bantalan slab sangatlah beasar dari bantalan

yang lain seperti beton dan juga baja, tetapi memiliki perawatan yang

mudah. Bantalan ini digunakan untuk membangun lintasan kerata api

cepat dan arus yang tinggi.

Pada jalur lurus, satu buah bantalan beton blok ganda mempunyai

ukuran, sebagai berikut:

- Panjang = 700 mm

- Lebar = 300 mm

- Tinggi rata-rata = 200 mm

Pada bagian jalur yang lain, hanya panjang batang penghubungnya

yang disesuaikan. Mutu campuran beton harus mempunyai kuat tekan

karakteristik tidak kurang dari 385 kg/cm2, mutu baja untuk tulang lentur

tidak kurang dari U- 32 dan mutu baja untuk batang penghubung, tidak

kurang dari U-32. Panjang batang penghubung, harus dibuat sedemikian

rupa.

100

Pusat Berat Baja Prategang harus selalu terletak pada daerah galih

sepanjang bantalan. Perhitungan kehilangan tegangan pada gaya prategang

cukup diambil sebesar 20 % gaya prategang awal. Kecuali jika diadakan

hitungan teoritis, maka diambil lain dari 20 %.

Pada bantalan slab juga terdapat kekurangan dan kelebihan

tersendiri. Kekurangan dan kelebihan tersebut antara lain :

Kekurangan :

Membutuhkan tenaga khusus dalam pengerjaannya.

Memiliki tinggkat ketelitian yang sangat tinggi.

Membutuhkan dana yang sangat besar.

Kelebihan :

Memiliki kualitas yang sangat tinggi.

Lebih nyaman dari pada bantalan yang lain.

Perawatannya sangat mudah.

Gambar 5. 11 Bantalan slab

c. Perlengkapan baja kecil

Plat penyambung

Sepasang pelat penyambung harus sama panjang dan mempunyai

ukuran yang sama. Bidang singgung antara pelat penyambung dengan sisi

bawah kepala rel dan sisi atas kaki rel harus sesuai kemiringannya, agar

didapat bidang geser yang cukup.

Kemiringan tepi bawah kepala rel dan tepi atas rel tercantum pada

table berikut ini :

101

Tabel 5. 3 Kemiringan Tepi Bawah Kepala Rel Dan Tepi Atas

Kaki Rel.

Sumber : PD 10 – Perencanaan Konstruksi Jalan Rel Ukuran-ukuran standar pelat penyambung untuk rel R.42, R.50,

dan R.54 Ø lubang 24 mm. Tebal pelat 20 mm. Tinggi disesuaikan dengan

masing-masing rel.

Gambar 5. 12 Pelat penyambung untuk rel R.42, R.50 dan R.54.

Sumber : PD 10 – Perencanaan Konstruksi Jalan Rel

Ukuran-ukuran standar pelat penyambung ukuran rel R. 60 Ø

lubang 25 mm. Tebal pelat 20 mm.

Gambar 5. 13 Pelat penyambung untuk rel R.60.

Sumber : PD 10 – Perencanaan Konstruksi Jalan Rel

Kuat tarik bahan penyambung tidak boleh kurang dari pada 58

kg/mm2 dengan perpanjangan minimum 15%.

Penambat Rel

102

Penambat rel adalah suatu komponen yang menambatkan rel pada

bantalan sedemikian rupa sehingga kedudukan rel adalah tetap, kokoh dan

tidak bergeser. Jenis penambat yang dipergunakan adalah penambat elastic

dan penambat kaku. Penambat kaku terdiri atas tirpon , mur dan baut.

Penambat elastik tunggal dan penambat elastik ganda. Penambat elastik

ganda terdiri dari pelat andas, pelat atau batang jepit elastik, alas rel,

tarpon, mur dan baut. Pada bantalan beton, tidak diperlukan pelat andas,

tetapi dalam hal ini tebal karet las (rubber pad) rel harus disesuaikan

dengan kecepatan maksimum.

Penambat kaku tidak boleh dipakai untuk semua kelas jalan rel.

Penambat elastic tunggal hanya boleh dipergunakan pada jalan kelas 4 dan

kelas 5. Penambat elastik ganda dapat dipergunakan pada semua kelas

jalan rel, tetapi tidak dianjurkan untuk jalan rel kelas 5.

Jenis penambat yang tergolong dalam jenis penambat elastic ganda

mempunyai berbagai bentuk dengan hak paten tersendiri. Pemilihan model

penambat harus disetujui oleh pemberi tugas. Selain dapat meredam

getaran, alat penambat elastic juga mampu menghsilkan gaya jepit

(clamping force) yang tinggi dan mampu memberikan perlawanan rangkak

(creep resistance). Gaya jepit rata-rata dari sepasang penambat elastic

Nabla pada bantalan beton adalah 22 KN (2.244) dan pada bantalan kayu

adalah 20 KN (2.040 kg).

103

Gambar 5. 14 Penambat Elastik Nabla

Sumber : Penjelasan PD 10 – Perencanaan Konstruksi Jalan Rel

Keterangan :

1. Pelat andas

2. Nabla

3. Tirpon

4. Alas karet

Bagian bawah terdiri dari :

a. Alas balas

Alas ballas merupakan konstruksi yang terbuat dari kerikil dan

pasir (2cm<Ø<6cm). Lapisan ini disebut pula sebagai Tack Bed, karena

fungsinya sebagai tempat pembaringan trek rel KA. Lapisan Ballast

merupakan suatu lapisan berupa batu-batu berukuran kecil yang

ditaburkan di bawah trek rel, tepatnya di bawah, samping, dan sekitar

bantalan rel (sleepers). Bahkan terkadang dijumpai bantalan rel yang

―tenggelam‖ tertutup lapisan ballast, sehingga hanya terlihat batang relnya

saja.

Ballast yang ditabur biasanya adalah batu kricak (bebatuan yang

dihancurkan menjadi ukuran yang kecil) dengan diameter sekitar 28-50

mm dengan sudut yang tajam (bentuknya tidak bulat). Ukuran partikel

104

ballast yang terlalu kecil akan mengurangi kemampuan drainase, dan

ukuran yang terlalu besar akan mengurangi kemampuannya dalam

mentransfer axle load saat rangkaian KA melintas. Dipilih yang sudutnya

tajam untuk mencegah timbulnya rongga-rongga di dalam taburan ballast,

sehingga lapisan ballast tersebut susunannya menjadi lebih rapat.

Ballast ditaburkan dalam dua tahap. Pertama saat sebelum

perakitan trek rel, yakni ditaburkan diatas formation layer dan menjadi

track bed atau ―kasur‖ bagi bantalan rel, agar bantalan tidak bersentuhan

langsung dengan lapisan tanah. Karena jika bantalan langsung bersentuhan

dengan tanah (formation layer) bisa-bisa bantalan tersebut akan ambles,

karena axle load yang diterima bantalan langsung menekan frontal ke

bawah karena ketiadaan ballast untuk menyebarkan axle load. Kedua

ketika trek rel selesai dirakit, untuk menambah ketinggian lapisan ballast

hingga setinggi bantalan, mengisi rongga-rongga antarbantalan, dan di

sekitar bantalan itu sendiri. Ballast juga ditabur disisi samping bantalan

hingga jarak minimal 50cm dengan kemiringan (slope) tertentu sehingga

membentuk ―bahu‖ ballast yang berfungsi menahan gerakan lateral dari

trek rel.

Pada kasus tertentu, sebelum ballast, ditaburkan terlebih dahulu

lapisan sub-ballast, yang berupa batu kricak yang berukuran lebih kecil.

Fungsinya untuk memperkuat lapisan ballast, meredam getaran saat

rangkaian KA lewat, dan sekaligus menahan resapan air dari lapisan

blanket dan subgrade di bawahnya agar tidak merembes ke lapisan ballast.

Ketebalan lapisan ballast minimal 150 mm hingga 500 mm, karena jika

kurang dari 150 mm menyebabkan mesin pecok ballast (Plasser and

Theurer Tamping Machine) justru akan menyentuh formation layer yang

berupa tanah, sehingga bercampurlah ballast dengan tanah, yang akan

mengurangi elastisitas ballast dalam menahan trek rel dan mengurangi

kemampuan drainasenya.

Secara periodik, dilakukan perawatan terhadap lapisan ballast

dengan dibersihkan dari lumpur dan debu yang mengotorinya, dipecok,

105

atau bahkan diganti dengan yang baru. Untuk itu, dilakukan perawatan

dengan mesin khusus yang diproduksi oleh Plasser and Theurer Austria.

Di Indonesia ada mesin pemecok ballast (Ballast Tamping Machine) untuk

mengembalikan ballast yang telah bergeser ke tempatnya semula,

sekaligus merapatkan lapisan ballast di bawah bantalan agar bantalan tidak

bersinggungan langsung dengan tanah.

Intinya lapisan ballast harus (1) rapat, (2) bersih tidak bercampur

tanah dan lumpur, (3) harus ada di bawah bantalan (karena kalau bantalan

langsung bersinggungan dengan tanah, akan mengurangi kestabilan jalan

rel KA), dan juga (4) elastis (elastis bukan dalam arti material ballastnya

yang elastis, tetapi formasi/susunannya yang tidak kaku, dapat bergerak-

gerak sedikit) sehingga dapat ―mencengkeram‖ bantalan rel saat rangkaian

KA lewat.

Fungsi dari alas balas yaitu :

Memindahkan tekanan roda lokomotif kereta penumpang dan

gerbong pengangkut barang pada rel dan bantalan ke tubuh jalan

dengan merata.

Memberikan kedudukan yang mantap, kuat dan kokoh pada

bantalan berikut rel baik dalam arah memanjang maupun

melintang.

Mengalirkan air hujan yang jatuh di atas jalan rel dengan segera

dan cepat keluar dari tubuh jalan rel.

Menjaga supaya jalan baja tetap tinggal elastis atau kenyal.

b. Tubuh jalan

Tubuh jalan adalah bagian yang paling dasar dari konstruksi

jalan rel. Tubuh jalan terdiri dari dua yaitu :

1) Tubuh jalan dalam peninggian

2) Tubuh jalam dalam galian

5.3 Jalan Rel Luar Biasa

Yang termasuk jenis-jenis jalan rel luar biasa adalah :

106

a. Jalan rel gigi (cog railway).

b. Jalan kabel (cable railway).

c. Jalan kabel layang.

d. Jalan rel satu atau jalan monorail.

a. Jalan rel gigi (cag railway)

Gambar 5. 15 Jalur Rel Gigi

Jalur rel gigi

Jalur rel gigi ialah sistem rel pegunungan dengan rel bergigi khusus

yang dinaiki di atas bantalan rel antara rel yang terbentang. Kereta api

dicocokkan dengan 1 roda gigi atau lebih yang yang bertautan dengan rel

para-para ini. Ini memungkinkan lokomotif mengangkat KA melalui

lereng yang curam.

Miring tanjakan jalan rel biasa ini terbatas. Pada jalan rel dimana

kereta api ditarik oleh lokomotif uap miring tanjakannya dapat dibuat

sampai maksimal 40 %0 atau 4 %.

Kalau kereta ditarik oleh lokomotif listrik maka miring tanjakan jalan

rel dapat dibuat sampai maksimal 45 %0 atau 4,5 %.

107

Untuk memungkinkan kereta berjalan diatas rel yang lebih besar

kemiringan tanjakannya maka pada jaman dahulu digunakan jalan rel gigi

(cag railway). Jalan rel bnergigi ialahj jalan baja yang terdiri dari dua rel

biasa dan siku rel gigi yang dipasang ditengah-tengah jarak antara kedua

rel biasa.

Guna rel-rel biasa adalah untuk mendukung beban yang ditimbulkan

oleh kereta dan untuk mengantarkan jalannya roda kendaraan. Untuk

memungkinkan lokomotif bergerak naik dan turun serta menarik kereta

digunakan rel gigi yang diberi lubang-lubang gigi. Lokomotif yang

digunakan untuk menarik kereta dilengkapi dengan roda-roda gigi. Untuk

mencapai tempat yang tertentu tingginya di daerah pegunungan ada

kalanya diperlukan lintas jalan yang panjang jika digunakan jalan rel biasa

sehingga diperlukan biaya pembuatan jalan yang tinggi.

Sampai saat ini, masih banyak terdapat didunia jalan rel bergigi. Di

USA terdapat jalan rel gigi antara Madison dan Indiana sepanjang 2 km

dengan miring tanjakan 59 %0. Di Pilatus (Swiss) terdapat rel gigi dengan

miring tanjakan = 48 %0. Di Indonesia terdapat rel gigi antara stasiun

Gemawang dan stasiun Jambu dekat kota Ambarawa Selatan Semarang

dengan tanjakan = 65 %0.

Sistem

Berbagai macam sistem jalur rel gigi telah dikembangkan:

Sistem Riggenbach menggunakan rak tangga, membentuk plat baja

yang dihubungkan ruji bulat pada jarak yang beraturan. Sistem

Riggenbach merupakan sistem pertama yang ditemukan, dan

menderita masalah di mana rak tertentunya lebih rumit dan mahal

untuk dibangun daripada sistem lain. Terkadang sistem ini dikenal

sebagai sistem Marsh, karena penemuan serempak oleh penemu

Amerika, Syvester Marsh, pembangun jalur rel Mount Washington.

Sistem Abt ditemukan oleh Roman Abt, insinyur lokomotif Swiss yang

mengerjakan jalur yang diperlengkapi dengan sistem Riggenbach,

sebagai sistem rak yang diperbaiki. Rak Abt menonjolkan plat baja

108

yang naik secara vertikal dan sejajar dengan rel, dengan gigi rak yang

dimesinkan ke profil tepat padanya. Ini memakai gigi ujung sayap

lokomotif yang lebih lancar daripada sistem Riggenbach. 2 atau 3 set

paralel plat rak Abt digunakan, dengan sejumlah ujung sayap yang

menggerakkan pada lokomotif yang berhubungan, untuk memastikan

bahwa 1 gigi ujung sayap selalu digunakan dengan aman.

Sistem Strub mirip dengan Abt namun hanya menggunakan 1 baris

plat rak yang lebih lebar. Merupakan sistem rak termudah untuk

dibiayai dan telah banyak terkenal.

Sistem Locher menggunakan gigi gir yang dipotong di sisinya

daripada di atas rel, digunakan oleh 2 roda gigi di lokomotif. Sistem ini

memungkinkan penggunaan pada tanjakan daripada sistem lain, yang

giginya bisa melompat dari rak. Digunakan di jalur rel Gunung Pilatus.

Sistem menurun (sebenarnya bukan sistem rak/para-para)

menggunakan rel tengah yang timbul yang dipegang dengan

mekanisme pada mesin.

Sebagian besar jalur rel gigi menggunakan sistem Abt.

Beberapa sistem rel, dikenal sebagai 'rak dan adhesi', hanya

menggunakan jalan bergigi di titik tertinggi dan di tempat lain berlaku

seperti jalur rel biasa. Lainnya hanya rak. Di tipe terakhir, umumnya roda

lokomotif free-wheeling dan meski rupanya tak menyumbang

pengendaraan kereta.

b. Jalan kabel (cable railway)

Untuk mengangkut orang melalui lintas jalan yang pendek pada lereng

gunung yang sangat curam digunakan jalan kabel.

109

Gambar 5. 16 Cable Railway

Jenis jalan kabel yang pertama ialah jalan kabel di darat jalan ini terdiri

dari dua rel seperti jalan baja biasa. Dua buah kereta penumpang diatrik

naik dan turun dengan bergiliran antara stasiun di lembah dan stasiun di

puncak dengan perantaraan kabel dan roda yang dijalankan secara elektris.

Kalau kereta api penumpang yang satu ada di stasiun lembah maka

kereta penumpang yang lain di stasiun puncak.

Kabel diantara melalui gelinding-gelinding yang dapat berputar. Agar

supaya pada waktu yang sama dapat dijalankan dua kereta penumpang,

maka ditengah-tengah jarak antara dua stasiun di lembah dan di puncak

dibuat stasiun simpangan kecil yang memungkinkan kereta-kereta

penumpang itu bersimpangan di tengah jalan. Miring tanjakan yang dapat

dicapai dengan menggunakan jalan kabel ini ialah 750 %0.

c. Jalan kabel layang

Pada jalan kabel layang kereta penumpang menggantung pada kabel-

kabel baja yang dipasang diatas tanah antara puncak tiang penunjang yang

satu dengan puncak tiang penunjang yang lain. Kabel gantung ini selain

110

berguna untuk mendukung juga untuk mengantarkan jalannya kereta

penumpang. Sebatang kabel lain yang dinamakan kabel tarik berfungsi

untuk menarik kereta penumpang ke atas (ke stasiun puncak) dan ke

bawah (stasiun di lembah).

Kabel-kabel pendukung dapat dipasang dengan bebas diatas lembah

dan jurang pada jarak yang cukup jauh dan ada kalanya lebih dari 1 km. Di

Italia nisalnya turis dapat mengunjungi kawah gunung Visuvius dengan

naik kereta kabel layang. Dengan jalan kabel layang dapat dibuat jalan

kereta dengan miring tanjakan sampai 750 %0 = 75 %. Jalan kabel layang

terpanjang di dunia adalah jalan kabel layang San Remo Monte Bignone di

Italia panjangnya = 7,7 km.

d. Jalan rel satu atau jalan monorail

Monorel adalah sebuah metro atau rel dengan jalur yang terdiri dari rel

tunggal, berlainan dengan rel tradisional yang memiliki dua rel paralel dan

dengan sendirinya, kereta lebih lebar daripada relnya. Biasanya rel terbuat

dari beton dan roda keretanya terbuat dari karet, sehingga tidak sebising

kereta konvensional.

Gambar 5. 17 Mono Rail di Malaysia

Jalan monorail ini tidak dibuat diatas tanah tapi dibuat pada semacam

jembatan yang disangga oleh pilar-pilar beton bertulang pada jarak

tertentu.

111

Pada tipe pelan kereta berjalan menggantung pada rel. Mula-mula rel

jalan monorail itu dibuat dari baja, tetapi kemudian dibuat dari beton

pratekan dengan lebar = 0,80 m dan tinggi = 1,4 m.

Jalan monorail dibuat di Jepang untuk menghubungkan lapangan

terbang Homeda dengan pusat kota Tokyo. Kecepatan di atas jalan

monorail = 80 km/jam. Jarak Homeda dan Tokyo bisa ditempuh dalam

waktu = 14 menit sepanjang 13 km. Dengan kereta monorail dapat

mengangkut rata-rata 30.000 orang pada hari kerja dan rata-rata 50.000

orang pada hari minggu dan hari raya.

Tipe Monorel

Sampai saat ini terdapat dua jenis monorel, yaitu:

Tipe straddle-beam dimana kereta berjalan di atas rel.

Tipe suspended dimana kereta bergantung dan melaju di bawah rel.

Kelebihan dan Kekurangan

Kelebihan

Membutuhkan ruang yang kecil baik ruang vertikal maupun

horizontal. Lebar yang diperlukan adalah selebar kereta dan karena

dibuat di atas jalan, hanya membutuhkan ruang untuk tiang penyangga.

Terlihat lebih "ringan" daripada kereta konvensional dengan rel

terelevasi dan hanya menutupi sebagian kecil langit.

Tidak bising karena menggunakan roda karet yang berjalan di beton.

Bisa menanjak, menurun, dan berbelok lebih cepat dibanding kereta

biasa.

Lebih aman karena dengan kereta yang memegang rel, resiko terguling

jauh lebih kecil. Resiko menabrak pejalan kaki pun sangat minim.

Lebih murah untuk dibangun dan dirawat dibanding kereta bawah

tanah.

Kekurangan

Dibanding dengan kereta bawah tanah, monorel terasa lebih memakan

tempat.

112

Dalam keadaan darurat, penumpang tidak bisa langsung dievakuasi

karena tidak ada jalan keluar kecuali di stasiun.

Kapasitasnya masih dipertanyakan.

Daftar sebagian dari sistem monorel

Sistem monorel telah dibangun di banyak negara di dunia, banyak di

antaranya adalah rel tinggi melintasi wilayah ramai yang mungkin akan

membutuhkan pembangunan jalur bawah tanah yang mahal atau kerugian

dari jalur atas tanah.

Gambar 5. 18 Jalur monorel Tama Toshi, Tokyo, Jepang

5.4 Emplasemen

Emplasemen adalah bagian dari kompleks stasiun yang berupa

lapangan terbuka dan terdapat susunan jalan-jalan kereta api (sepur) beserta

kelengkapannya.

Sama seperti stasiun, emplasemen juga mengalami pembagian.

Emplasemen dibagi berdasarkan luas dan kecilnya serta berdasarkan

kegunaannya. Berikut ini penjelasan mengenai pembagian emplasemen.

1. Emplasemen menurut luas dan kecilnya, terbagi menjadi :

Emplasemen stasiun kecil

Jumlah sepur di emplasemen stasiun kecil terbatas hanya pada 2 atau 3

buah sepur dan sebuah sepur yang melayani pengiriman dan penerimaan

113

barang. Sepur luncur adalah sepur yang digunakan untuk luncuran kereta api

yang datang. Sepur luncur dimaksudkan adar tidak terjadi tabrakan Kereta Api

dan panjang sepur luncur dapat mencapai lebih dari 100 meter harus dalam

keadaan kosong.

Gambar 5. 19 Emplasemen Stasiun Kecil

Sumber : Diktat Perkuliahan Jalan Rel

Sepur luncur adalah sepur yang digunakan untuk luncuran kereta api

yang datang. Sepur luncur dimaksudkan agar tidak terjadi tabrakan KA.

Panjang sepur luncur dapat ≤ 100 m harus dalam keadaan kosong.

Emplasemen stasiun sedang

Jumlah susunan sepur pada stasiun sedang ini lebih banyak rangkaian

kereta lebih dibandingkan dengan emplasemen stasiun kecil. Selain

emplasemen stasiun terdapat pula emplasemen langsir dan emplasemen traksi.

Emplasemen stasiun besar

Jumlah susunan sepur maupun banyaknya jenis emplasemen lebih

lengkap, bahkan tiap emplasemen sesuai dengan kegunaannya sudah diadakan

pemisahan. Berhubung jumlah barang sudah banyak, maka diadakan pula

jembatan timbangan untuk menimbang barang – barang yang akan dikirim

maupun yang tiba.

Menurut kegunaannya, emplasmen dapat dibagi sebagai berikut :

a. Emplasmen stasiun Pencantuman

Dalam merencanakan dan membuat stasiun pencantuman, harus

diusahakan agar peralihan kereta api antar lintas cabang dengan lintas

induk dapat dilakukan dengan mudah. Hal ini yang menjadi syarat utama

agar semua kereta api mulai dan mengakhiri perjalanan di stasiun tersebut.

I

II

114

Kerugiannya adalah apabila kereta api harus beralih hanya terdapat

satu sepur peron, maka aturan diatas menjadi terikat satu sama lain.

Pergantian kereta api secara langsung dari kereta api berhenti, dimana

kereta api cepat jurusan yang sama tidak mungkin melaju. Akhirnya

bahaya tabrakan jika signal dalam kedudukan tidak aman dilanggar. Jadi,

peralihan kereta api pada waktu berangkat adalah lebih baik.

b. Emplasemen penyusun

Pada stasiun dimana kereta express dan kereta api cepat mulai

mengakhiri perjalannya, diadakan tempat untuk membersihkan,

memeriksa, memperbaiki kerusakan kecil, dan melengkapi kereta – kereta,

menyusun kereta – kereta kembali menjadi rangkaian kereta api yang

disiapkan disepur untuk berangkat di emplasemen penumpang. Agar tidak

menggganggu stasiun penumpang, untuk segala pekerjaan itu dibuat suatu

emplasemen penyusun atau disebut juga emplasemen dipo kereta.

Emplasemen ini sebaiknya jangan terlalu jauh dari emplasemen

stasiun, agar perjalanan rangkaian – rangkaian kereta api dalam keadaan

kosong dari stasiun penumpang ke emplasemen penyusun atau sebaliknya

agar tidak banyak kehilangan waktu, tenaga, dan biaya.

Emplasemen penyusun ini harus dapat dicapai langsung dari sepur

kereta api agar dalam mengeluarkan rangkaian dari emplasemen penyusun

ke sepur berangkat di emplasemen stasiun penumpang tidak terlalu

membuat gerakan – gerakan gergaji.

c. Emplasmen Langsir

Emplasemen Langsir biasanya dipakai di kota – kota besar yang

banyak terdapat pelayanan barang, dimana lalu lintas barang ramai sekali

dan banyak sekali kereta api barang yang datang atau berangkat.

Fungsi dari emplasemen Langsir sendiri adalah untuk :

Melangsir kereta api yang datang dari berbagai jurusan menjadi

rangkaian baru yang siap untuk melakukan perjalanan lagi.

Melangsir rangkaian dari stasiun luar juga melagsir rangkaian

setempat guna menyortirnya.

115

d. Emplasmen Traksi

Emplasemen traksi berfungsi untuk :

Melayani lokomotif dari stasiun setempat ataupun dari stasiun lain

yang perlu menginap dan melakukan persiapan untuk dapat

melanjutkan perjalanan selanjutnya.

Emplasemen Traksi untuk kereta api penumpang dan kereta api

barang pada umumnya disatukan dan harus ada hubungannya

dengan emplasemen stasiun yang akan dilayani.

Emplasemen traksi dapat dibedakan menjadi ;Traksi hewan, Traksi Uap,

Traksi Listrik, dan Traksi Motor

e. Emplasmen pelabuhan

Emplasemen pelabuhan pada dasarnya seperti emplasemen langsir, tetapi

hanya ada dua jurusan yaitu dari emplasemen.Emplasemen pelabuhan

terutama digunakan untuk kereta barang. Kereta api barang yang datang

dari emplasemen stasiun dipisahkan menurut kelompok – kelompok

pembagi.

5.5 Wesel/Turnout

Wesel adalah penghubung antara dua jalan rel. Menurut Peraturan Dinas No.

10 Tahun 1986 fungsi wesel adalah untuk mengalihkan kereta dari satu sepur

ke sepur yang lain.

5.6 Jenis Wesel

• Wesel biasa: a. wesel biasa kiri dan b. wesel biasa kanan.

• Wesel dalam Lengkung: a. wesel searah lengkung; b. wesel berlawanan

arah lengkung dan wesel Inggris

• Wesel tiga jalan : a. wesel Tiga Jalan Searah ; b. Wesel tiga jalan

berlawanan arah ; c. Wesel tiga jalan searah tergeser d. wesel tiga jalan

berlawanan arah

• Wesel Inggris : wesel inggris penuh dan wesel inggres setengah

116

Gambar 5. 20 Wesel

5.7 Gambar macam-macam wesel

1) Wesel biasa kiri 2) Wesel biasa searah 3) W. Searah Lengkung

4) W. Berlawanan arah 5) Wesel Simetris 6) 3 Jalan Searah Lengkung

7) 3 Jalan Berlawanan arah 8) 3 Jalan Searah bergeser 9). 3 Jalan berlawanan

tergeser arah

Gambar 5. 21 Gambar Macam-Macam Wesel

Gambar 5. 22 Wesel Inggris Penuh

N E T H E R L A N D S R A I L W A Y S ( N S )

K I J F H O E K Y a r d

117

Gambar 5. 23 Wesel Inggris Setengah

Perbedaan wesel biasa dan Inggris

Wesel Biasa Wesel Inggris penuh

Komponen wesel biasa Komponen Wesel Inggris penuh :

a. 4 pasang lidah a. 4 pasang lidah

b. 2 rel bengkok b. 4 rel bengkok

c. 2 jarum , masing-masing dengan rel paksa c. 6 jarum, dengan 6 rel

paksa

d. Dua buah jantung d. 6 jantung

Kombinasi wesel

Gambar 5. 24 Sentral stasiun di Milan dengan 24 platform tracks

118

5.8 Komponen wesel

Wesel 2 jalur / double line turnout

1) Rel lantak , Lintas utama / Maintrack

2) Ujung rail lintasan / Stock rail

3) Sambungan Lintasan dari ujung /stock rail yang satu ke ujung yang lainnya

4) Lidah / tongue rail

5) Tumit atau blok pembagi

6) Rel paksa / guided rail/ Check

7) Sayap / wing rail

8) Penggerak wesel / Switch lever box

Gambar 5. 25 Bagian-bagian wesel

Lidah : - Berputar ( engsel di akar lidah )

Lidah Berpegas ( akar lidah dijepit – dapat melentur )

119

Gambar 5. 26 Wesel Biasa Arah kanan

Gambar 5. 27 Ujung lidah wesel

Jarum ( frog) , Rel lantak , rel paksa , dan sayap/ wing rail

Gambar 5. 28 Jarum

Rel Lantak

Penampang melintang rel lantak dan lidah ( tongue)

Gambar 5. 29 Rel Lantak

120

Penggerak wesel

Gambar 5. 30 Tuas penggerak lidah rel

Gambar 5. 31 Motor penggerak lidah rel

Gambar 5. 32 Posisi pemasangan bantalan pada wesel

121

Gambar 5. 33 Kombinasi Wesel dan Crossing

5.9 Rel dan Geometrik Wesel

a. Ketentuan teknis

1) Pelebaran dan lengkung wesel sekitar 250 mm didepan ujung lidah

2) Pelebaran ujung lidah 5-10 mm

3) Pelebaran sepur maksimum dalam lengkung 1500-2500 didepan jarum

bagian lurus

4) Jari-jari lengkung dibuat 150- 230 m

b. Kecepatan rencana dan sudut Simpang Arah

1) Tangen sudut simpang arah ,nomor wesel dan kecepatan izin

Tabel 5. 4 Kecepatan KA pada wesel

122

2) Skema wesel

Gambar 5. 34 Skema Wesel

Dimana :

M: TITIK PUSAT WESEL ( TITIK POTONG ANTARA SUMBU TRACK

LURUS DENGAN SUMBU TRACK LENGKUNG)

A : AWAL WESEL ( TEMPAT SAMBUNGAN REL LANTAK DAN REL

BIASA )

B : ACHIR WESEL

L : TANGEN SUDUT SIMPANG ARAH

5.10 Perancangan Wesel

a. Komponen yang diperlukan

Data-data yang diperlukan dalam perencanaan wesel adalah sbb:

1). Kecepatan kereta

2). Panjang jarum ( frog )

123

3). Panjang lidah ( tongue )

4). Jari-jari lengkung

Gambar 5. 35 Frog

b. Formula

Perhitungan panjang jarum

P = (B+C)/ 2 tg ( α /2 ) - d

Dimana:

P : panjang jarum

B : lebar kepala rel

C : lebar kaki rel

: sudut simpang arah

d : celah antara jarum dan ujung rel

Panjang jarum tergantung pada lebar kepala rel, lebar kaki rel sudut

simpang arah dan celah antara jarum dan rel.

Panjang lidah pada lidah berputar

Tergantung pada besarnya sudut tumpu lebar kepala rel dan jarak antara akar

lidah dan rel lantak.

Dimana :

124

Panjang lidah pada lidah berpegas

Dimana :

Jari jari lengkung luar

Dimana :

Pedoman :

Jari-jari lengkung luar

Tidak boleh lebih besar dari formula dibawah ini :

R = V2

/ 7,8

Dimana:

R = jari-jari lengkung luar

V = Kecepatan rencana wesel ( km/jam )

125

Rd ( jari-jari lengkung dalam ) ditentukan berdasarkan Rl ( jari-jari

lengkung luar ) dengan memperhitungkan perlunya pelebaran track.

5.11 Persilangan ( Crossing)

Persilangan adalah pertemuan antara dua sepur atau lebih yang tidak

memiliki alat penggerak lidah seperti wesel pada umumnya (wesel mati).

Gambar 5. 36 Crossing

Gambar 5. 37 Tumpuan roda pada persilangan

a. Type persilangan

1) Persilangan siku-siku ( sudut potong 900)

Gambar 5. 38 Persilangan siku

126

Persilangan miring ( sudut potong< 900)

Gambar 5. 39 Persilangan Miring

1) Persilangan tajam /Acute angle crossing (sudut potong < 400)

a) Pusat jantung satu buah

b) ujung jantung 2 buah

c) rel paksa satu buah

Gambar 5. 40 Persilangan miring (Tajam)

Penempatan jarum identik seperti wesel

Gambar 5. 41 Penempatan jarum

Gab pada ujung jantung dengan rel paksa tidak terlalu renggang sehingga roda

bisa lewat tanpa terperangkap.

127

2) Persilangan tumpul /Obtuse angle ( sudut potong > 400)

Gambar 5. 42 Persilangan Tumpul

Komponen-komponen dari persilangan/Part of crossing (Acute angle crossing)

Gambar 5. 43 Part of Crossing (Acute angle crossing)

Persilangan Sudut tumpul atau diamond/Obtuse angle or Diamond crossing :

128

Gambar 5. 44 Diamond Crossing

Persilangan tegak lurus/Square Crossing

Gambar 5. 45 Squae Crossing

b. Berbagai type persilangan pada track ( Type of Track Juntions)

1) Wesel ( Turnout)

2) Persilangan dengan sudut tumpul (Obtuse Crossing)

3) Persilangan sudut tajam (Acute angle crossing / Vee crossing)

4) Perlintasan dengan 2 set wesel dengan dengan posisi track lurus

sejajar (Cross Over)

5) Perlintasan gunting (Scissors crossing)

6) Gelincir (Slips)

7) Single slip

8) Double slip

9) Persilangan tiga arah (Three Throw switch)

10) Wesel ganda (Double turnout or Tandem)

11) Gauntlet track

12) Ganthering lines/Ladder track

13) Segitiga ( Triangle)

129

5.12 Persilangan dengan Jalan Raya/ Perlintasa Sebidang

a. Pintu perlintasan dengan palang pintu

Pintu perlintasan dengan palang pintu :

1) Digerakkan dengan tenaga motor listrik

2) Digerakkan dengan sumber tenaga surya.

3) Tanpa tenaga listrik , buka-tutup dilakukan oleh penjaga pintu pelintasan

(palang pintu/ pitu dorong biasa).

Gambar 5. 46 Perlintasan dengan palang pintu

Tabel 5. 5 Jumlah perlintasan di seluruh Indonesia

b. Perlintasan tanpa palang pintu tanpa dijaga

Pada perlintasan kereta api, perlintasan dengan jalan raya adalah

perlintasan yang pengaturannya dengan pola yang berbeda. Sesuai dengan UU 13

tentang KA, lintasan kereta api diberi prioritas untuk jalan lebih dulu dari

130

kendaraan. Bahayanya bila jarak pandang terhalang pada perlitasan yang tidak

berpintu dan tidak dijaga dimana pengemudi kendaraan tidak cukup waktu

melihat KA akan lewat untuk mengantisipasinya karena terhalangnya pandangan.

Untuk keamanan lalu lintas maka jarak pandang harus dipenuhi.

Formula dibawah ini memberikan jarak teknis yang dinilai aman terhadap

besarnya jarak yang aman bagi kendaraan melintasi rel KA dimana pengemudi

dapat melihat KA akan dating atau memutskan berhenti dekat perlintasan

c. Jarak pandang pada perlintasan sebidang

Formula :

Jarak pandang bebas minimum sepanjang jalan raya dan jarak pandang bebas

minimum sepanjang jalan rel.

Dimana :

d. Contoh Type kasus

Type I : Pengemudi kendaraan dapat melihat kereta api yang mendekat tetapi

mempunyai waktu dan aman untuk melintasi jalan rel sebelum kedatangan

kereta api.

Type II : Pengemudi dapat melihat KA lewat dan kendaraan dapat berhenti

sebelum memasuki daerah persilangan

131

1). Type Kasus I

Kendaraan aman melintas rel

Dimana :

Tabel 5. 6 Koefisien gesek ( f)

132

2). Type kasus II

Dimana :

da = Jarak yang ditempuh kendaraan pada saat mempercepat untuk mencapai

kecepatan paling tinggi pada posisi gigi pertama ( posisi kendaraan pada

gigi 1 ).

Tabel 5. 7 Panjang pengereman

133

134

BAB VI

PERHITUNGAN WESEL DAN GAYA SENTRIFUGAL

Diketahui :

Besar-besar sudutnya sebagai berikut:

αA = 1 :16 βA = 1 :85 WESEL TERGESER

αC = 1 :16 βC = 1 :75 WESEL BIASA

αD = 1 :16 βD = 1 :80 WESEL INGGRIS

αJ = 1 :16 βJ = 1 :87,5 WESEL SIMETRIS

Kecepatan lurus sepur yang di perkenankan ( Vr ) = 60 km/jam

Tegangan tanah dasar rata-rata ( t ) = 17 kg/cm2

6.1 Wesel Biasa Tipe C

a. Ketentuan – ketentuan

α = 1 : 16

= 1 : 75

Lidah pegas

Jarum terbuat dari baja

Bantalan rel dari kayu

Jenis rel yang dipakai = rel standar dengan panjang 25000 mm

b. Perhitungan – perhitungan sudut

tg α = 1 : 16 = 0,0625 α = 3,5763

tg = 1 : 75 = 0,0133 = 0,7639

sin α = 0,0624

cos α = 0,9981

sin = 0,0133

cos = 0,9999

c. Perhitungan panjang jarum

135

P = dtg

CB

)2

(2

)(

=

= 2842,786 mm

Keterangan : C = lebar kepala rel = 68,5 mm

B = lebar kaki rel = 110 mm

d = jarak siar = 16 mm

d. Perhitungan panjang lidah (t)

t = B Cotg

= 110 x 75

= 8250 mm

e. Perhitungan panjang jari-jari lengkung luar (Ru)

Ru =

coscos

sinsin.

PtS

=

=419504,7888 mm 419505 mm

Keterangan : S = lebar sepur = 1067 mm

t = panjang lidah

P = panjang jarum

f. Nilai P yang sebenarnya

P =

sin

)cos(cossin. RutS

=

= 2842,994 mm

136

g. Kontrol nilai Ru dengan harga P yang sebenarnya

Ru =

coscos

sinsin

PtS

=

= 419505 mm

h. Menghitung panjang (l)

l = t cos + P cos α + Ru (sin α – sin )

= 8249,267 + 2837,457 +419505 (0,062–0,013)

= 311661,824 mm

i. Menghitung panjang wesel (L)

Panjang rel R42 = 25000 mm

Diambil 2 batang rel (x) dan siar = 16 mm, maka :

L = x panjang rel + x siar

= 2 . 25000 + 2 . 16

= 50032 mm

Jika, In = jarak bantalan biasa = 700 mm

Id = jarak bantalan sambungan = 600 mm

Maka, jarak antara dua bantalan (AB)

AB = In + ½ Id

= 700 + ½ 600

= 1000 mm

j. Menghitung panjang lengkung luar (busur)

CD = Rux .2360

)(

=

2.. 419505

= 20591,934 mm

137

k. Menghitung panjang jarum (EF)

Rel tipe R42 B = 110 mm

C = 68,5 mm

d = 16 mm

maka, EF = dtg

BC2/1

2/12

)(

=

= 2850,786 mm

FG = L – AB – l – EF

= 50032 – 1000 – 31661,824 – 2850,79

= 14519,39 mm

l. Menghitung panjang lengkung bagian dalam

Ditentukan :

- d = 4000 mm

- e = 4 mm

Besar pelebaran sepur untuk berbagai jari-jari tikungan adalah seperti yang

tercantum dalam Tabel 7.1 berikut :

Tabel 6. 1 Besar pelebaran sepur

Peraturan dinas No.10

Pelebaran Sepur (mm) Jari-jari tikungan (m)

0 R>600

5 550<R<600

10 400<R<550

15 350<R<400

20 100<R<350

Sumber : Peraturan Dinas No. 10

Vb= eRu

d2

.2

2

Ketentuan :

Jika Ru < 600 m, maka gunakan rumus Vb di atas

138

Jika Vb > 20 mm maka ambil 20 mm dan Vt = 3 mm

Jika Ru > 600 m, maka gunakan rumus Vb di atas

Jika Vb > 3 mm maka Vt = 3 mm, jika Vb < 3 mm maka Vt = Vb

Maka, Vb = eRu

d2

.2

2

=

= 11,07 mm

Karena Vb hitung > 3mm

Maka, Vt = 3 mm

m. Menghitung panjang kaki bagian dalam

St = S + Vt = 1067 + 3 = 1070 mm

Sb = S + Vb = 1067 + 11,07 = 1078,07 mm

Rt = Ru - St = 419505 – 1070 = 418435 mm

Ri = Ru – Sb = 419505 – 1070 = 418426,93 mm

√(

)

=

√(

)

= 418447,609 mm

n. Menghitung panjang lengkung bagian dalam

HK =

sin

)cos( SStAB

=

= 767,867 mm

KN =

sin

cossin SStt

=

139

= 8467,887 mm

NO = )])([( VtVbRtRi

= 2598,76 mm

PQ =

= 2835,784 mm

o. Manghitung dan

tg = 006,093,2418426

76,2598

Ri

NO

= 0,3558

tg = 0068,0419505

994,2842

Ru

P

= 0,3883

p. Menghitung panjang lengkung OP

OP = Rix .180

=

.418426,93

= 17940,289 mm

Kontrol :

NO + OP < CD

2598,76 + 17940,289 < 20591,934 mm

20539,049 mm < 20591,934 mm …….Ok!!!

q. Menghitung koordinat-koordinat

Titik A

XA = - AB = -1000

YA = 0

140

Titik B

XB = 0

YB = 0

Titik C

XC = t cos = 8249,267

YC = -t sin = - 109,99

Titik D

XD = I – p cos α = 28824,367

YD = -S - P sin α = - 889,659

Titik E

XE = l = 31661,824

YE = -S = - 1067

Titik F

XF = l + EF = 34512,61

YF = - S = -1067

Titik G

XG = L -AB = 49032

YG = - S = - 1067

Titik H

XH = XA = -1000

YH = - S = -1067

Titik K

XK = X(H) + HK = -232,133

YK = - S = - 1067

Titik M

XM= t cos - Ru. sin - AB = 1656,36

YM = Y(C.) = - 109,99

Titik N

XN = X(M) + AB + Rt sin = 8235

141

YN = Y(M) - St cos = -1179,895

Titik O

XO = X(N) + (Ri . sin ( + ) – Rt sin) = 10833,27

YO = Y(N) – (Rt cos - Ri cos (+ )) = -1230,68

Titik P

XP = X(O) + Ri (sin α – sin ( + )) = 28757,12

Yp = Y(O) – Ri (cos (+ ) - cos α ) = -1965,63

Titik Q

XQ = X(P) + (RP sin (α + ) - Ri sin α) = 31587,39

YQ = Y(P) – (Ri cos α - RP . cos (α + )) = -2141,06

6.2 Wesel Simetris Tipe J

a. Ketentuan – ketentuan :

16:1α

5,87:1β

Lidah pegas

Jarum terbuat dari baja

Bantalan rel dari kayu

Type rel R42

Jenis rel yang dipakai adalah rel standart dengan panjang 25000 mm

b. Perhitungan sudut

tg 16:1α = 0,0625 α = 3,576

tg β = 1: 67,5 = 0,0114 = 0,655

sin ½ α = 0,0312

cos ½ α = 0,9995

sin ½ β = 0,0057

cos ½ β = 0,99998

tg ½ α = 0,0312

tg ½ β = 0,0057

142

c. Perhitungan Panjang Jarum (P)

P =

mm966,570216

.3,5764

12.tg

68,50110d

α.4

12.tg.

CB

Keterangan :

B = Lebar kepala rel

C = lebar kaki rel

d = jarak siar

d. Perhitungan Panjang Lidah (t)

t = B cotg ½ β

= 110 x 175,006

= 19250,63 mm

e. Perhitungan Panjang Jari – jari Lengkung Luar (Ru)

S‘ = mm01,5351,9999

31067

β2.cos1/2

VtS

Ru =αcos1/2βcos1/2

αsin1/2 Pβt.sin1/2S'

9995,099998,0

957,177-998,10901,535

= 524920,53 mm ≈ 524921 mm

Keterangan :

S = Lebar sepur

t = Panjang Lidah

P = Panjang jarum

f. Menghitung P sebenarnya

P =

2/1sin

)2/1cos2/1(cos2/1sin.' RutS

143

= 5702,958 mm

g. Kontrol nilai Ru dengan harga P yang sebenarnya

Ru =

coscos

sinsin

PtS

=

= 524921 mm

h. Menghitung panjang l

l = t.cos ½ β + P.cos ½ α + Ru(sin ½ α - sin ½ β)

= 38330,907 mm

i. Menghitung Panjang Jarum (EF)

Rel type R42 :B =110 mm

C = 68,5 mm

d = 16 mm

maka :

EF =

d.2/1α2/1tg

BC2./1

= 5709,573 mm

j. Menghitung Panjang Lengkung Luar (busur)

CD =

Ru..180

2/12/1o

πβα

= 13383,054 mm

k. Menghitung Panjang Lengkung bagian dalam

Ketentuan :

d = 4000 mm

e = 4 mm

144

Tabel 6. 2 Besar pelebaran sepur untuk berbagai jari-jari tikungan

Pelebaran Sepur (mm) Jari-jari tikungan (m)

0 R>600

5 550<R<600

10 400<R<550

15 350<R<400

20 100<R<350

Sumber: Peraturan Dinas No 10

Vb = eRu

d2

.2

2

Ketentuan :

Jika Ru < 600 m, maka gunakan rumus Vb di atas

Jika Vb > 20 mm maka ambil 20 mm dan Vt = 3 mm

Jika Ru > 600 m, maka gunakan rumus Vb di atas

Jika Vb > 3 mm maka Vt = 3 mm, jika Vb < 3 mm maka Vt = Vb

Maka: Vb = eRu

d2

.2

2

= 8 524921 x 2

4000 2

= 7,2404 mm

Maka: V t = 3 mm

l. Menghitung Panjang kaki bagian dalam

St = 2.S‘ + Vt = 1070,017+ 3 = 1073,017 mm

Sb = 2.S‘ + Vb = 1070,017 + 7,24 = 1077,158 mm

Rt = Ru – St = 524921 – 1073,017 = 523847,982 mm

Ri = Ru – Sb = 524921 – 1077,258 = 523843,742 mm

√(

)

= 523884,916 mm

m. Menghitung Panjang Lengkung bagian Luar

AB = Ln + ½ Ld

145

= 699,988 + ½ 600

= 1000 mm

HK =

006,0

000,1070017,10731000

β2/1sin

β2/1coss2StAB

= 471,917 mm

KN =

2/1sin

.22/1cos.2/1.sin SStt

= 19772,59 mm

NO = VtVbRtRi .

= 2107,752 mm

PQ =

= 5691,047 mm

Menghitung dan

tan = 004,0742,523843

752,2107

Ri

NO

= 0,2305

tan = 0109,0524921

958,5702

Ru

p

= 0,6225

Menghitung Panjang Lengkung OP

OP = Ri..180

γβ2/11/2αo

= 11247,848 mm

Control :

NO + OP < CD

2107,752 + 11247,848 < 13383,054 mm

13355,6 mm < 13383,054 mm…………ok!

n. Menghitung koordinat – koordinat

Titik A

XA = - AB = - 1000

146

YA = ½ S= ½ .1067 = 533,5

Titik B

XB = 0

YB = S`= 535,0087

Titik C

XC = 2/1cos.t

= 19250,629 x 1,000 = 19250,629

YC = Y(B) - 2/1sin.t

= 535,0087 – ( -19250,629) x 0,0057 = 425,0105

Titik D

XD = l – p cos ½ α = 32630,725

YD = 2/1sin.P = 177,957

Titik E

XE = l = 38330,907

YE = 0

Titik F

XF = l + EF

= 38330,907 + 5709,573 = 44040,479

YF = 0

Titik F‘

XF‘ = l + EF (cos ½ α)2

= 44034,92

YF‘ = - EF cos ½ α. Sin ½ α

= - 178,077

Titik H

XH = - XA = - 1000

YH = -(½ S) = (½ .1067) = -533,50

Titik K

XK = X(H) + HK

= -1000 + 471,917 = -528,083

YK = - S‘ = - 533,5

147

Titik M

XM = t cos ½ - Ru. sin ½ - AB

= 15250,924

YM = YC = 425,0105

Titik N

XN = 2/1sin.RtABXM

= 19244,183

YN = 2/1cosStYM

= 425,0105 – 1072,9999 = -647,989

Titik O

XO = )2/1sin2/1sin.( RtRiXN

= 21351,84

YO = YN –(Rt cos ½ -Ri cos (½ +))

= -668,51

Titik P

XP = XO + Ri (sin ½ α – sin ( ½ + ))

= 32597,11

YP = YO -Ri (cos ( ½ + ) - cos ½ α)

= -898,78

Titik Q

XQ = XP + (Rp sin (½ α+) – Ri sin ½ α)

= 38286,02

YQ = YP – ( Ri cos ½ α - Rp cos (½ α + ))

= -1066,12

6.3 Wesel Inggris Tipe D

a. Ketentuan-ketentuan :

o α = 1 : 18

o β = 1 : 60

148

o lidah pegas

o jarum terbuat dari baja

o bantalan rel dari kayu

o type rel R42

o jenis rel yang dipakai = rel standar dengan panjang 25.000 mm

b. Perhitungan-perhitungan sudut

o tg α = 0,0625 α = 3,5763

o tg β = 0,0125 β = 0,7162

o Sin α = 0,0624

o Cos α = 0,9981

o Sin β = 0,0125

o Cos β = 0,9999

o Cos ( ½ - ) = 0,9998

o Sin ( ½ - ) = 0,0187

o Tg ( ½ - ) = 0,0187

c. Perhitungan panjang jarum (p)

mm

tg

dtg

CBp 786,2842

2

3,57632

1105,68

212

d. Perhitungan Panjang Lidah (t)

t = B cotg = 5480 mm

mmSin

SS 98,17096

0624,0

1067

212

'

e. Perhitungan Panjang jari – jari lengkung luar (Ru)

149

mmRu

Ru

Sin

tCosPCosSRu

73,469108

0187,0

041,5479402,284198,17096

21

21

21'

Ru = 469000 mm

f. Menghitung panjang ED

mmED

CosRutSinpSinSED

66,16823

211

21

21'

g. Lenghitung lengkung Luar

mmCBBBEEEDDC

xtCC

mmxPDDI

mmTgAEEE

mmECCBABAE

mmxRuSinEC

xtCD

mmxpCosAB

59,175482112

mm525,1020187,05480sin.2

707,88312,0786,28422/1sin.

696,5330,0312 x 17094,9472

1.11

17094,947 111111

504,87740187,04690002

111

mm 041,47959998,05480cos.11

402,28419995,0786,28422

11

h. Menhitung Panjang Lengkung Bagian Dalam (Vb)

Ketentuan :

d = 4000 mm

e = 4 mm

150

Tabel 6. 3 Besar pelebaran sepur untuk berbagai jari-jari tikungan

Pelebaran Sepur (mm) Jari-jari tikungan (m)

0 R>600

5 550<R<600

10 400<R<550

15 350<R<400

20 100<R<350

Sumber: Peraturan Dinas No 10

Vb = eRu

d2

.2

2

Ketentuan :

Jika Ru < 600 m, maka gunakan rumus Vb di atas

Jika Vb > 20 mm maka ambil 20 mm dan Vt = 3 mm

Jika Ru > 600 m, maka gunakan rumus Vb di atas

Jika Vb > 3 mm maka Vt = 3 mm, jika Vb < 3 mm maka Vt = Vb

Maka: Vb = eRu

d2

.2

2

= 8 469000 x 2

4000 2

= 9,0576 mm

Maka: V t = 3 mm

i. Menghitung panjang kaki bagian dalam

mmVtVbRiRtNO

mmSin

SStCostSinKM

mmSbRuOMRi

mmVbSSb

mmStRuNMRt

mmVtSSt

966,2380

33,805713,3922

942,467923

058,1076058,91067

467930

107031067

151

j. Menghitung sudut

0059,0467930

9662,2380 = sin

Rt

NO

= 0,29

k. Menghitung Panjang Lengkung OP

mmOP

RiOP

94,6373

.180

21

l. Menghitung panjang jarum (EF)

mmd

Tg

CBEF 712,21378

083,0

1105,68

212

Kontrol :

NO + OP < CD

2380,966 + 6373,937 < 8775,016

8754,904 mm < 8775,016 mm …….Ok!!!

m. Menghitung koordinat titik

o Titik E1

XE1 = 0 mm

YE1 = 0 mm

o Titik A

XA = -AE1 = - 17094,947 mm

YA = 0 mm

o Titik C

XC = - CE1 = -5479,041 mm

YC = DD1 + CC2

= 533,696 – 171= 362,696 mm

o Titik D

XD =- XC – D1C1 = -14253,545

152

YD = DD1 = 88,707

o Titik E

XE= XE1 = 0 mm

YE = EE1 = 533,696 mm

o Titik N

XN = XD + Sb sin ½

= -14253,545 + 33,578= -14219,967 mm

YN = YD – Sb cos α

= 88,707 – 1075,5336 = -986,826 mm

o Titik O

XO = Xc + St sin β

= - 5479,041 + 13,374 = -5465,667

YO = YC – St cos β

= 362,697 - 1069,916 = -707,22 mm

o Titik P

XP= XE1 = 0 mm

YP= YE = -EE1 = -533,696 mm

6.4 Wesel Tergeser Tipe A

a. Ketentuan – ketentuan

α = 1 : 16

= 1 : 85

Lidah pegas

Jarum terbuat dari baja

Bantalan rel dari kayu

Jenis rel yang dipakai = rel standar dengan panjang 25000 mm

b. Perhitungan – perhitungan sudut

tg α = 1 : 16 = 0,0625 α = 3,5763

tg = 1 : 85 = 0,0118 = 0,674

sin α = 0,0624

153

cos α = 0,9981

tan α = 0,0625

sin = 0,0118

cos = 0,9999

tan = 0,0118

c. Perhitungan panjang jarum

P = dtg

CB

)2

(2

)(

=

= 2842,786 mm

Keterangan : B = lebar kepala rel = 68,5 mm

C = lebar kaki rel = 110 mm

d = jarak siar = 16 mm

d. Perhitungan panjang lidah (t)

t = B x Cotg 1/2

= 68,50 x 85

= 5822,5 mm

e. Perhitungan panjang jari-jari lengkung luar (Ru)

Ru =

coscos

sinsin.

PtS = 437208,96 mm 437209 mm

Keterangan : S = lebar sepur = 1067 mm

t = panjang lidah

P = panjang jarum

154

f. Nilai P yang sebenarnya

P =

sin

)cos(cossin. RutS

= 2758,75 mm

g. Kontrol nilai Ru dengan harga P yang sebenarnya

Ru =

coscos

sinsin

PtS

= 440000 mm

h. Menghitung panjang (l)

l = t cos + P cos α + Ru (sin α – sin )

= 300845,81 mm

i. Menghitung panjang wesel (L)

Panjang rel R42 = 25000 mm, diambil 2 batang rel (x) dan siar = 16 mm,

maka :

L = x panjang rel + x siar

= 2 . 25000 + 2 . 16

= 50032 mm

Jika, In = jarak bantalan biasa = 700 mm

Id = jarak bantalan sambungan = 600 mm

Maka, jarak antara dua bantalan (AB)

AB = In + ½ Id

= 700 + ½ 600

= 1000 mm

j. Menghitung panjang lengkung luar (busur)

CD = Rux .2360

)(

= 22288,04 mm

155

k. Menghitung panjang jarum (EF)

Rel tipe R42 C = 110 mm

B = 68,5 mm

d = 16 mm

maka, EF = dtg

BC2/1

2/12

)(

= 2850,786 mm

FG = L – AB – l – EF

= 15335,408 mm

l. Menghitung panjang lengkung bagian dalam

Ditentukan :

d = 4000 mm

e = 4 mm

Tabel 6. 4 Besar pelebaran sepur untuk berbagai jari-jari tikungan

Pelebaran Sepur (mm) Jari-jari tikungan (m)

0 R>600

5 550<R<600

10 400<R<550

15 350<R<400

20 100<R<350

Sumber: Peraturan Dinas No 10

Vb = eRu

d2

.2

2

Ketentuan :

Jika Ru < 600 m, maka gunakan rumus Vb di atas

Jika Vb > 20 mm maka ambil 20 mm dan Vt = 3 mm

Jika Ru > 600 m, maka gunakan rumus Vb di atas

Jika Vb > 3 mm maka Vt = 3 mm, jika Vb < 3 mm maka Vt = Vb

156

Maka, Vb = eRu

d2

.2

2

=

= 10,1818 mm

Maka Vt = 3 mm

m. Menghitung panjang kaki bagian dalam

St = S + Vt = 1067 + 3 = 1070 mm

Sb = S + Vb = 1067 + 10,182 = 1077,182 mm

Rt = Ru - St = 440000 – 1070 = 438930 mm

Ri = Ru – Sb = 440000 – 1077,182 = 438922,818 mm

√(

)

= 438941,627 mm

n. Menghitung panjang lengkung bagian dalam

HK =

sin

)cos( SStAB

=

= 738,706 mm

KN =

sin

cossin SStt

=

= 6071,22 mm

NO = )])([( VtVbRtRi

= 2510,892 mm

PQ =

= 2752,08 mm

o. Menghitung dan

tg = 006,0818,438922

892,2510

Ri

NO

= 0,3278

157

tg = 0063,0440000

747,2758

Ru

P

= 0,3592

p. Menghitung panjang lengkung OP

OP = Rix .180

= 19722,62 mm

Kontrol :

NO + OP < CD

2510,89 + 19722,62 < 22288,04

22233,508 mm < 22288,04 mm …….Ok!!!

q. Pergeseran sebesar X = XD = l – p cos α

= 30845,81 – 2753,375

= 28092,431 mm

r. Menghitung koordinat-koordinat sebelum pergeseran

Titik A

XA = - AB = -1000

YA = 0

Titik B

XB = 0

YB = 0

Titik C

XC = t cos = 5822,5 x 0,9999 = 5822,1

YC = - t sin = -5822,5 x 0,0118 = -68,495

Titik D

XD = I – p cos α = 28092,431

YD = -S - P sin α = -894,91

Titik E

158

XE = l = 30845,806

YE = -S = - 1067

Titik F

XF = l + EF = 33696,592

YF = - S = -1067

Titik G

XG = L -AB = 50032 - 1000 = 49032

YG = - S = - 1067

Titik H

XH = XA = -1000

YH = - S = -1067

Titik K

XK = X(H) + HK = -1000 + 738,706 = -261,294

YK = - S = - 1067

Titik M

XM = t cos - Ru. sin - AB = -354,02

YM = YC = -68,495

Titik N

XN = X(M) + AB + Rt sin

= -354,02 + 1000 + 5163,525= 5809,51

YN = Y(M) - St cos

= -68,495 - 1069,926 = -1138,421

Titik O

XO = X(N) + (Ri . sin ( + ) – Rt sin)

= 83320,02

YO = Y(N) – (Rt cos - Ri cos (+ ))

= -1182,32

Titik P

XP = X(O) + Ri (sin α – sin ( + ))

= 28025,24

159

Yp = Y(O) – Ri (cos (+ ) - cos α ) = -1970

Titik Q

XQ = X(P) + (RP sin (α + ) - Ri sin α )

= 30772,57

YQ = Y(P) – (Ri cos α - RP . cos (α + ))

= -2131,5

s. Menghitung koordinat-koordinat setelah pergeseran

Titik A‘

XA‘ = X + X(A) = 28092,43 + (-1000) = 27092,43

YA‘ = -S = -1067

Titik B‘

XB‘ = X = 28092,43

YB‘ = -S = -1067

Titik C‘

XC‘= X + XC = 33914,53

YC‘= -YC - S = -998,505

Titik D‘

XD‘ = X + XD = 56184,861

YD‘ = -YD - S = -172,09

Titik E‘

XE‘ = X + XE = 58938,236

YE‘ = 0

Titik H‘

XH‘ = XA‘ = 27092,431

YH‘ = 0

Titik K‘

XK‘ = X + XK = 27831,137

YK‘ = 0

Titik M‘

160

XM‗ = X + XM = 27738,42

YM‘= YC‘ = -998,505

Titik N‘

XN‗= X + XN = 33901,94

YN‘ = -YN – S = 71,421

Titik O‘

XO‘ = X + XO = 36412,45

YO‘ = -YO - S = 115,32

Titik P‘

XP‘ = X + XP = 56117,67

Yp‘ = -YP - S = 903

Titik Q‘

XQ‘ = X + XQ = 58865

YQ‘ = -YQ - S = 1064,5

6.5 Perhitungan Gaya Sentrifugal

Wesel Biasa

Rumus :

mR

VF .

2

2

SRuR

Dimana :

Ru = Jari-jari lengkung luar = 419505 mm = 419,505 m

S = 1067 mm = 1,067 m

V = 60 km/jam

M = 86000 kg

mS

RuR 972,4182

067,1505,419

2

2/411,73895286000.972,418

3600.

2

mkgmR

VF

161

Tabel 6. 5 Variasi gaya sentrifugal terhadap macam-macam gerbong kereta

pada wesel biasa

R (m)

F (kg/m2)

Lokomotif G.

Eksekutif G. Bisnis Loco

Ru 419,505 738012,66 304644,76 256588,12 669360,32

Rt 418,435 739899,86 305423,78 257244,25 671071,97

Ri 418,426 739915,78 305820,28 257249,79 671086,4

Rp 418,447 739878,65 305430,35 257236,89 671052,72

Wesel Simetris

Tabel 6. 6 Variasi gaya sentrifugal terhadap macam-macam gerbong kereta

pada wesel simetris

R (m)

F (kg/m2)

Lokomotif G.

Eksekutif G. Bisnis Loco

Ru 523,959 590886,492 243912,447 205436,118 535920,307

Rt 523,315 591613,647 244212,61 205688,931 536579,82

Ri 523,311 591618,169 244214,477 205690,503 536583,921

Rp 523,352 591571,821 244195,345 205674,389 536541,884

162

Wesel Inggris

Tabel 6. 7 Variasi gaya sentrifugal terhadap macam-macam gerbong kereta

pada wesel inggris

R (m)

F (kg/m2)

Lokomotif G.

Eksekutif G. Bisnis Loco

Ru 468,467 660879,7 272804,992 229770,965 599402,519

Rt 467,397 662392,637 273429,519 230296,975 600774,717

Ri 476,391 649881,015 268267,314 225949,09 589432,409

Wesel Tergeser

Tabel 6. 8 Variasi gaya sentrifugal terhadap macam-macam gerbong kereta

pada wesel tergeser

R (m)

F (kg/m2)

Lokomotif G.

Eksekutif G. Bisnis Loco

Ru 439,467 704490,558 290807,149 244933,345 638956,553

Rt 438,397 706210,018 291516,926 245531,157 640516,063

Ri 438,39 706221,294 291521,581 245535,078 641305,999

Rp 438,409 706190,687 291508,947 245524,347 640498,53

163

BAB VII

PERHITUNGAN ALIGNMENT HORIZONTAL DAN

VERTIKAL

7.1 Perencanaan Dan Perhitungan Alignment Horizontal

Perencanaan geometrik jalan rel disini merupakan perencanaan dari awal,

dengan menggunakan peta topografi. Rencana kelas jalan yang diambil yaitu

kelas III.

Data – Data Perencanaan :

1. Kelas jalan III

2. Kecepatan (Vmaks) : Vmaks = 100 km/jam

3. Vrencana = V maks = 100 km/jam untuk perencanaan jari-jari lengkung

lingkaran dan lengkung peralihan (Sumber Peraturan Dinas No. 10 hal. 02)

4. e max = 0,1 (Daftar 16 hal 70 Buku Geometrik Jalan Raya)

5. f max = 0,115 (Daftar 16 hal 70 Buku Geometrik Jalan Raya)

6. α toleransi = 25°

Perhitungan Sudut Belok Patokan

Rumus : Dmax =

=

=

= 28,9110

7.2 Perencanaan Garis Trase Jalan

Pada tugas perencanaan jalan rel kali ini dibuat tiga trase sebagai alternatif.

Namun dengan mempertimbangkan ketentuan, persyaratan dan hasil justifikasi

maka dipilih alternatif 3 sebagai perhitungan perencanaan jalan rel. Dengan data

sebagai berikut :

164

Tabel 7. 1 Data trase

Titik Koordinat

ΔPI Kelaas

Jalan

Vr

(km.jam)

Panjang

Tangen (m) X Y

A 540373,4664 9540271,1740 - III 100 2168,14545

PI-1 542105,5802 9541575,2586 20,074 III 100 2013,50537

PI-2 543200,7520 9543264,8746 16,401 III 100 1855,50209

PI-3 543729,2735 9545043,5126 13,257 III 100 1953,66026

B 544700,3907 9546738,7176 - III 100 -

7.3 Perhitungan Sudut Belok Betul

Rumus yang digunakan untuk perhitungan ini :

Perhitungan azimuth :

Perhitungan sudut tangent : ΔPI = αA-1 - α1-2

A. Perhitungan hasil koordinat

αA-1 = arctg

= 53,024

0 (kuadran I ; x ( + ), y (

+ ))

αA-1 = 53,0240

α1-2 = arctg

= 32,95

0 (kuadran I ; x ( + ), y (

+ ))

α1-2 = 32,950

α2-3 = arctg

= 16,549

0 (kuadran I ; x ( + ), y (

+ ))

α2-3 = 16,5490

α2-B = arctg

= 29,807

0 (kuadran I ; x ( + ), y (

+ ))

α2-B = 29,8070

165

B. Maka sudut belok betul diperoleh :

ΔP1 = │αA-1 – α1-2│

= │53,0240

– 32,950│ = 10,074

0

ΔP2 = │α1-2 – α2-3│

= │32,950– 16,549

0│ = 16,401

0

ΔP3 = │ α2-3 – α3-B│

= │16,4010– 29,807

0│ = 13,257

0

7.4 Perhitungan panjang tangen

Rumus :22 )1()1( YAYXAX

d1 = 22 )49540271,1799541575,25()540373,466542105,58( =

2168,145 m

d2 = 22 )99541575,25 - 59543264,87()542105,58 - 543200,752( =

2013,505 m

d3 = 22 )59543264,87 - 39545043,51() 543200,752 - 543729,274( =

1855,502 m

d4 = 22 )39545043,51 - 89546738,71() 543729,274 - 544700,391( =

1953,66 m

Maka, ∑d = d1 + d2 + d3 + d4

= 2168,145 m + 2013,505 m + 1855,502 m + 1953,66 m

= 7990,813 m

166

Kontrol Hasil Perencanaan

Tabel 7. 2 Kontrol sudut belok

Vr (km/jam) Sudut belok patokan Sudut belok rencana

Kontrol Ket. Dmax Dmin Peta Perhitungan

100 12,0207253 0,0000000 20,074 20,073997 1,2E-06 OKE

100 12,0207253 0,0000000 16,401 16,401123 8,9E-07 OKE

100 12,0207253 0,0000000 13,257 13,257428 4,7E-07 OKE

Kontrol hasil perencanaan panjang garis tangen

Tabel 7. 3 Kontrol panjang tangen

Tangen Peta (m) Perhitungan (m) Kontrol Ket.

d1 2168,1455 2168,1455 2E-06 OKE

d2 2013,5054 2013,5053 -5E-06 OKE

d3 1855,5021 1855,5021 2E-06 OKE

d4 1953,6603 1953,6603 3E-06 OKE

Σd 7990,8132 7990,8132 3E-07 OKE

7.5 Perhitungan Tikungan Pertama (PI – 1)

Data perencanaan titik PI - 1

∆ = 20,074

Vr = 100 km/jam

d1 = 2168,145 m

Data Kecepatan Rencana :

Kelas Jalan III (5 × 106 s.d. 10 × 10

6 ton/tahun).

Kecepatan Operasi : 100 km/jam

Kecepatan Maksimum : 100 km/jam

167

Kecepatan Rencana untuk Perencanaan Jari-Jari Lengkung dan

Lengkung Peralihan :

Vr1 = V maksium = 100 km/jam

Perencanaan Jari-Jari Horizontal :

Rmin = 550 m ; dengan lengkung peralihan (Tabel 2.1 Peraturan Dinas

No. 10)

Rrencana = 900 m

Perencanaan Peninggian Rel :

V rencana = 100 km/jam

h maksimum = 110 mm (Tabel 2.3 Peraturan Dinas No. 10)

Syarat :

h minimum < h normal < h maksimum

99,278 mm < 104,08 mm < 110,000 mm

Maka peninggian rel yang direncanakan adalah 100 mm

Perencanaan lengkung lingkaran

L = Ls x 2 = 315,32 x 2 = 630,641 m

168

Perencanaan komponen lengkung lingkaran

P = Ys – (R - (1 - Cos θs)) = 18,412 – (900-(1- Cos 10,037)) = 4,638 m

k = Xs- (R x Sin θs) = – ( 900 x Sin 10,037) = 157,497 m

Kontrol:

L < 2Ts

630,641 m < 635,223 m OKE

Perencanaan Diagram Super Elevasi

Jenis Tikungan = Spiral - Spiral

Panjang Tangen = 317,612 m

hrencana = 100 mm

Lebar Jalur Lalu Lintas (B) = 1067 mm

Vr = 100 km/jam

R = 900 m

Panjang Lengkung (L) = 630,641 m

Ls = 315,32 m

emaks = 0,10

en = 0,029

169

Tikungan PI - 1

7.6 Perhitungan Tikungan Kedua (PI – 2)

Data perencanaan titik PI - 2

∆2 = 16,4010

Vr2 = 100 km/jam

d2 = 2013,505 m

Data Kecepatan Rencana :

Kelas Jalan III (5 × 106 s.d. 10 × 10

6 ton/tahun).

Kecepatan Operasi : 100 km/jam

Kecepatan Maksimum : 100 km/jam

Kecepatan Rencana untuk Perencanaan Jari-Jari Lengkung dan

Lengkung Peralihan :

Vr2 = V maksium = 100 km/jam

Perencanaan Jari-Jari Horizontal :

170

Rmin = 550 m ; dengan lengkung peralihan (Tabel 2.1 Peraturan Dinas

No. 10)

Rrencana = 900 m

Perencanaan Peninggian Rel :

V rencana = 100 km/jam

h maksimum = 110 mm (Tabel 2.3 Peraturan Dinas No. 10)

Syarat :

h minimum < h normal < h maksimum

99,278 mm < 104,08 mm < 110,000 mm

Maka peninggian rel yang direncanakan adalah 100 mm

Perencanaan lengkung lingkaran

L = Ls x 2 = x 2 = 515,254 m

Perencanaan komponen lengkung lingkaran

P = Ys – (R - (1 - Cos θs)) = 12,291 – (900-(1- Cos 8,201)) = 3,088 m

k = Xs- (R x Sin θs) = 257,099 – ( 900 x Sin 8,201) = 128,725 m

171

Kontrol:

L < 2Ts

515,254 m < 517,742 m OKE

Perencanaan Diagram Super Elevasi

Jenis Tikungan = Spiral - Spiral

Panjang Tangen = 258,871 m

hrencana = 100 mm

Lebar Jalur Lalu Lintas (B) = 1067 mm

Vr = 100 km/jam

R = 900 m

Panjang Lengkung (L) = 515,254 m

Ls = 257,627 m

emaks = 0,10

en = 0,029

Tikungan PI - 2

172

7.7 Perhitungan Tikungan Kedua (PI – 3)

Data perencanaan titik PI - 3

∆3 = 13,2570

Vr3 = 100 km/jam

d3 = 1855,502 m

Data Kecepatan Rencana :

Kelas Jalan III (5 × 106 s.d. 10 × 10

6 ton/tahun).

Kecepatan Operasi : 100 km/jam

Kecepatan Maksimum : 100 km/jam

Kecepatan Rencana untuk Perencanaan Jari-Jari Lengkung dan

Lengkung Peralihan :

Vr3 = V maksium = 100 km/jam

Perencanaan Jari-Jari Horizontal :

Rmin = 550 m ; dengan lengkung peralihan (Tabel 2.1 Peraturan Dinas

No. 10)

Rrencana = 900 m

Perencanaan Peninggian Rel :

V rencana = 100 km/jam

h maksimum = 110 mm (Tabel 2.3 Peraturan Dinas No. 10)

173

Syarat :

h minimum < h normal < h maksimum

99,278 mm < 104,08 mm < 110,000 mm

Maka peninggian rel yang direncanakan adalah 100 mm

Perencanaan lengkung lingkaran

L = Ls x 2 = x 2 = 416,493 m

Perencanaan komponen lengkung lingkaran

P = Ys – (R - (1 - Cos θs)) = 8,031 – (900-(1- Cos 6,629)) = 2,014 m

k = Xs- (R x Sin θs) = 207,968 – ( 900 x Sin 6,629) = 104,076 m

Kontrol:

L < 2Ts

416,493 m < 417,802 m OKE

Perencanaan Diagram Super Elevasi

Jenis Tikungan = Spiral - Spiral

Panjang Tangen = 208,901 m

hrencana = 100 mm

Lebar Jalur Lalu Lintas (B) = 1067 mm

174

Vr = 100 km/jam

R = 900 m

Panjang Lengkung (L) = 416,493 m

Ls = 208,246 m

emaks = 0,10

en = 0,029

Tikungan PI - 3

175

BAB VIII

STACKING OUT

8.1 Perhitungan Stacking Out Horizontal

Tikungan PI – 1

Data : R = 900 m

Ls = 315,32 m

θ = 10,0370

jml.seg = 28

a = Ls / jumlah segment = 11,261 (a max = 12,5)

Tabel 8. 1 Stacking out horizontal PI - 1

No li (m) Xi (m) Yi (m)

No li (m) Xi (m) Yi (m)

1 11,261 11,261 0,001

15 168,922 168,879 2,831

2 22,523 22,523 0,007

16 180,183 180,124 3,436

3 33,784 33,784 0,023

17 191,445 191,365 4,121

4 45,046 45,046 0,054

18 202,706 202,600 4,892

5 56,307 56,307 0,105

19 213,967 213,828 5,753

6 67,569 67,568 0,181

20 225,229 225,049 6,710

7 78,830 78,829 0,288

21 236,490 236,261 7,768

8 90,092 90,090 0,429

22 247,752 247,462 8,931

9 101,353 101,350 0,611

23 259,013 258,651 10,205

10 112,614 112,609 0,839

24 270,275 269,827 11,595

11 123,876 123,867 1,116

25 281,536 280,987 13,106

12 135,137 135,123 1,449

26 292,798 292,130 14,742

13 146,399 146,378 1,843

27 304,059 303,252 16,509

14 157,660 157,630 2,302

28 315,320 314,353 18,412

Tikungan PI – 2

Data : R = 900 m

176

Ls = 257,627 m

θ = 8,2010

jml.seg = 22

a = Ls / jumlah segment = 11,71 (a max = 12,5)

Tabel 8. 2 Stacking out horizontal PI – 2

No li (m) Xi (m) Yi (m)

No li (m) Xi (m) Yi (m)

1 11,710 11,710 0,001

12 140,524 140,498 1,995

2 23,421 23,421 0,009

13 152,234 152,196 2,536

3 35,131 35,131 0,031

14 163,945 163,890 3,167

4 46,841 46,841 0,074

15 175,655 175,577 3,896

5 58,552 58,551 0,144

16 187,365 187,258 4,728

6 70,262 70,261 0,249

17 199,076 198,930 5,671

7 81,972 81,971 0,396

18 210,786 210,592 6,732

8 93,683 93,679 0,591

19 222,496 222,243 7,917

9 105,393 105,387 0,841

20 234,207 233,879 9,234

10 117,103 117,093 1,154

21 245,917 245,499 10,690

11 128,814 128,797 1,536

22 257,627 257,099 12,291

Tikungan PI – 3

Data : R = 900 m

Ls = 208,246 m

θ = 6,6290

jml.seg = 18

a = Ls / jumlah segment = 11,569 (a max = 12,5)

Tabel 8. 3 Stacking out horizontal PI – 3

No li (m) Xi (m) Yi (m)

No li (m) Xi (m) Yi (m)

1 11,569 11,569 0,001

10 115,692 115,678 1,377

2 23,138 23,138 0,011

11 127,262 127,238 1,833

3 34,708 34,708 0,037

12 138,831 138,794 2,380

4 46,277 46,277 0,088

13 150,400 150,345 3,025

177

5 57,846 57,846 0,172

14 161,969 161,890 3,779

6 69,415 69,414 0,297

15 173,539 173,427 4,647

7 80,985 80,982 0,472

16 185,108 184,953 5,640

8 92,554 92,549 0,705

17 196,677 196,468 6,765

9 104,123 104,114 1,004

18 208,246 207,968 8,031

8.2 Perhitungan Stacking Out Vertikal

8.2.1 Perencanaan Landai Jalan

1. Sta. 0+000 – Sta. 1+600

h1 = 28 m

h2 = 24 m

Δh = 4 m

d = 1600 m

g1 = Δh / d x 1000 = -2,5‰ (menurun) < 5‰ OKE

2. Sta. 1+600 – Sta. 3+405,978

h1 = 24 m

h2 = 26 m

Δh = 2 m

d = 1805,978 m

g2 = Δh / d x 1000 = 1,107‰ (menanjak) < 5‰ OKE

3. Sta. 3+405,978 – Sta. 5+000

h1 = 26 m

h2 = 23 m

Δh = 3 m

d = 1594,022 m

g3 = Δh / d x 1000 = -1,882‰ (menurun) < 5‰ OKE

4. Sta. 5+000 – Sta. 6+400

h1 = 23 m

h2 = 24 m

Δh = 1 m

d = 1400 m

178

g3 = Δh / d x 1000 = 0,714‰ (menanjak) < 5‰ OKE

5. Sta. 6+400 – Sta. 7+990,81

h1 = 24 m

h2 = 23 m

Δh = 1 m

d = 1590,81 m

g3 = Δh / d x 1000 = -0,629‰ (menurun) < 5‰ OKE

8.2.2 Stacking Out Vertikal

1. PPV 1 (Cekung)

g1 = -2,5 ‰

g2 = 1,107 ‰

A = |g1 – g2| = 3,607

Lv = 100 m

Ev = A x Lv /800 = 0,451 m

½ Lv = 50 m

Elv. A = 28 m

Elv. PPV = 24 m

Jarak A-PPV = 1600 m

Jarak A-PLV = 1550 m

Elv. PLV = 24,125 m

Elv. PTV = 24,055 m

(

)

(

)

Elv Grade Line = Ti + Yi

C = ti – Ti

179

F = Ti – ti

Tabel 8. 4 Stacking out vertikal PPV 1

Titik

Grade

Line

Xi

(m) Yi (m) Ti (m)

Elevasi

Grade

Line

(m)

ti (m)

C (ti-

Ti)

(m)

F (Ti-

ti) (m)

PLV 0 0 24,125 24,125 25 0,875 -

1 10 0,018 24,100 24,118 25 0,900 -

2 20 0,0721 24,075 24,147 25 0,925 -

3 30 0,1623 24,050 24,212 25 0,950 -

4 40 0,2886 24,025 24,314 25 0,975 -

PPV 50 0,4509 24,000 24,451 25 1,000 -

6 60 0,2886 24,011 24,300 25 0,989 -

7 70 0,1623 24,022 24,184 25 0,978 -

8 80 0,0721 24,033 24,105 25 0,967 -

9 90 0,018 24,044 24,062 25 0,956 -

PTV 100 0 24,055 24,055 25 0,945 -

2. PPV 2 (Cembung)

g2 = 1,107 ‰

g3 = -1,882 ‰

A = |g2 – g3| = 2,989

Lv = 100 m

Ev = A x Lv /800 = 0,374 m

½ Lv = 50 m

Elv. 0+600 = 24 m

Elv. PPV = 26 m

Jarak 1+600 -PPV= 1805,978 m

Jarak 1+600 -PLV= 1755,978 m

Elv. PLV = 25,945 m

180

Elv. PTV = 25,906 m

(

)

(

)

Elv Grade Line = Ti - Yi

C = ti – Ti

F = Ti – ti

Tabel 8. 5 Stacking out vertikal PPV 2

Titik

Grade

Line

Xi

(m) Yi (m) Ti (m)

Elevasi

Grade

Line

(m)

ti (m)

C (ti-

Ti)

(m)

F (Ti-

ti) (m)

PLV 0 0 25,945 25,945 26,777 0,832 -

1 10 0,0149 25,956 25,941 26,722 0,766 -

2 20 0,0598 25,967 25,907 26,667 0,700 -

3 30 0,1345 25,978 25,843 26,612 0,634 -

4 40 0,2392 25,989 25,750 26,556 0,567 -

PPV 50 0,3737 26,000 25,626 26,49 0,490 -

6 60 0,2392 25,981 25,742 26,416 0,435 -

7 70 0,1345 25,962 25,828 26,342 0,380 -

8 80 0,0598 25,944 25,884 26,268 0,324 -

9 90 0,0149 25,925 25,910 26,194 0,269 -

PTV 100 0 25,906 25,906 26,12 0,214 -

3. PPV 1 (Cekung)

g3 = -1,882 ‰

g4 = 0,714 ‰

181

A = |g3 – g4| = 2,596

Lv = 100 m

Ev = A x Lv /800 = 0,324 m

½ Lv = 50 m

Elv. 3+405,978 = 26 m

Elv. PPV 23 m

Jarak 3+405,978-PPV = 1594,022 m

Jarak 3+405,978-PLV = 1544,022 m

Elv. PLV = 23,094 m

Elv. PTV = 23,036 m

(

)

(

)

Elv Grade Line = Ti + Yi

C = ti – Ti

F = Ti – ti

Tabel 8. 6 Stacking out vertikal PPV 3

Titik

Grade

Line

Xi

(m) Yi (m) Ti (m)

Elevasi

Grade

Line

(m)

ti (m)

C (ti-

Ti)

(m)

F (Ti-

ti) (m)

PLV 0 0 23,094 23,094 23,01 - 0,084

1 10 0,013 23,075 23,088 23,008 - 0,067

2 20 0,0519 23,056 23,108 23,006 - 0,051

3 30 0,1168 23,038 23,154 23,004 - 0,034

4 40 0,2077 23,019 23,226 23,002 - 0,017

PPV 50 0,3245 23,000 23,325 23 - 0,000

182

6 60 0,2077 23,007 23,215 23 - 0,007

7 70 0,1168 23,014 23,131 23 - 0,014

8 80 0,0519 23,021 23,073 23 - 0,021

9 90 0,013 23,029 23,042 23 - 0,029

PTV 100 0 23,036 23,036 23 - 0,036

4. PPV 2 (Cembung)

g4 = 0,714 ‰

g5 = -0,629 ‰

A = |g2 – g3| = 1,343

Lv = 100 m

Ev = A x Lv /800 = 0,168 m

½ Lv = 50 m

Elv. 5+000 = 23 m

Elv. PPV = 24 m

Jarak 5+000 -PPV= 1400 m

Jarak 5+000 -PLV= 1350 m

Elv. PLV = 23,964 m

Elv. PTV = 23,968 m

(

)

(

)

Elv Grade Line = Ti - Yi

C = ti – Ti

F = Ti – ti

183

Tabel 8. 7 Stacking out vertikal PPV 4

Titik

Grade

Line

Xi

(m) Yi (m) Ti (m)

Elevasi

Grade

Line

(m)

ti (m)

C (ti-

Ti)

(m)

F (Ti-

ti) (m)

PLV 0 0 23,964 23,964 22,797 - 1,167

1 10 0,0067 23,971 23,965 22,788 - 1,183

2 20 0,0269 23,979 23,952 22,779 - 1,199

3 30 0,0604 23,986 23,925 22,771 - 1,215

4 40 0,1074 23,993 23,885 22,762 - 1,231

PPV 50 0,1679 24,000 23,832 22,753 - 1,247

6 60 0,1074 23,994 23,886 22,746 - 1,247

7 70 0,0604 23,987 23,927 22,74 - 1,248

8 80 0,0269 23,981 23,954 22,733 - 1,248

9 90 0,0067 23,975 23,968 22,727 - 1,248

PTV 100 0 23,969 23,969 22,72 - 1,249

8.3 Perhitungan Stasioning

Tikungan PI 1

Sta. A = 0 m

Sta. P1 = Sta. A + d1 = 0,000 + 2168,145 = 2168,145 m

Sta. Ts 1 = Sta. P1 - Ts 1 = 2168,145 - 317,612 = 1850,534 m

Sta. Ss 1 = Sta. Ts 1 + Ls 1 = 1850,534 + 315,320 = 2165,854 m

Sta. St 1 = Sta. Ss 1 + Ls 1 = 2165,854 + 315,320 = 2481,175 m

Tikungan PI 2

Sta. P2 = Sta. St 1 + (d2-Ts1) = 2481,175 + 1695,894 = 4177,068 m

Sta. Ts 2 = Sta. P2 - Ts 2 = 4177,068 - 258,871 = 3918,198 m

184

Sta. Ss 2 = Sta. Ts 2 + Ls 2 = 3918,198 + 257,627 = 4175,825 m

Sta. St 2 = Sta. Ss 2 + Ls 2 = 4175,825 + 257,627 = 4433,452 m

Tikungan PI 3

Sta. P3 = Sta. St 2 + (d3-Ts2) = 4433,452 + 1596,631 = 6030,083 m

Sta. Ts 3 = Sta. P3 - Ts 3 = 6030,083 - 208,901 = 5821,182 m

Sta. Ss 3 = Sta. Ts 3 + Ls 3 = 5821,182 + 208,246 = 6029,429 m

Sta. St 3 = Sta. Ss 3 + Ls 3 = 6029,429 + 208,246 = 6237,675 m

Sta. B = Sta. St 3 + (d4-LS 3) = 6237,675 + 1745,414 = 7983,089 m

Kontrol Stationing :

Panjang Trase = 7990,813 m

Panjang Stationing sampai titik B = 7983,089 m

Maka Kontrol

X1 = (∑d – Sta B) x 100 % <3 %

= (7990,813 – 7983,089) x 100 % < 3 %

= 0,1 % < 3 % OKE

185

BAB IX

PERHITUNGAN GALIAN DAN TIMBUNAN

9.1 Perhitungan Galian dan Timbunan

Volume galian dan timbunan tanah dapat dihitung berdasarkan gambar

rencana alignment horizontal dan alignment vertikal.

Pada perhitungan kali ini digunakan metode cross section yaitu dengan

mengkombinasikan gambar perencanaan alignment horizontal dengan alignment

vertikal, sehingga irisan penampang melintang jalan dapat digambarkan tegak

lurus terhadap sumbu jalan sedemikian rupa sejauh daerah badan jalan, sesuai

dengan topografi dan keaadaan daerah setempat, serta ketentuan spesifikasi jalan

yang bersangkutan. Irisan cross section yang digambarkan pada perhitungan ini

adalah setiap titik stasion (per 100 meter), setiap titik Ts, dan St. Banyaknya luas

galian dan timbunan didapat dari gambar penampang melintang jalan rel.

Setelah luas penampang galian dan timbunan didapat, maka perhitungan

volume dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Dimana :

V : volume galian atau timbunan antara dua stasion

t1 : luas penampang melintang timbunan satu stasion/patok awal

t2 : luas penampang melintang timbunan satu stasion/patok berikutnya

g1 : luas penampang melintang galian satu stasion/patok awal

g2 : luas penampang melintang galian satu stasion/patok berikutnya

d : jarak antara dua stasion

Volume galian dan timbunan tanah dapat dihitung dengan menggunakan

planimetri, atau dengan menghitung luas masing-masing irisan penampang

melintang.

186

Untuk mempermudah perhitungan selanjutnya, maka dibuatkan table

kubikasi galian dan timbunan seperti berikut :

Tabel 9. 1 Volume galian dan timbunan

Sta.

Luas penampang

(m2) Jarak

(m)

Volume (m3)

Galian Timbunan Galian Timbunan

0+000 15,3229 3,531

100 1376,815 353,1

0+100 12,2134 3,531

100 1070,79 353,1

0+200 9,2024 3,531

100 755,05 353,1

0+300 5,8986 3,531

100 454,305 353,1

0+400 3,1875 3,531

100 407,445 353,1

0+500 4,9614 3,531

100 663,65 353,1

0+600 8,3116 3,531

100 1015,81 353,1

0+700 12,0046 3,531

100 1662,525 353,1

0+800 21,2459 3,531

100 2498,885 353,1

0+900 28,7318 3,531

100 2844,965 353,1

1+000 28,1675 3,531

100 2522,1 353,1

1+100 22,2745 3,531

100 1906,08 353,1

187

1+200 15,8471 3,531

100 1746,65 353,1

1+300 19,0859 3,531

100 2100,63 353,1

1+400 22,9267 3,531

100 2498,53 353,1

1+500 27,0439 3,531

100 2901,41 353,1

1+600 30,9843 3,531

100 3006,815 353,1

1+700 29,152 3,531

100 2825,12 353,1

1+800 27,3504 3,531

50,534 1375,273 178,4356

1+850,534 27,0792 3,531

49,466 1317,621 173,685

1+900 26,1946 3,4914

100 2531,555 349,14

2+000 24,4365 3,4914

100 2356,65 349,14

2+100 22,6965 3,4914

65,854 1472,36 229,9227

2+165,854 22,0194 3,4914

34,146 767,404 119,2173

2+200 22,929 3,4914

100 2513,715 349,14

2+300 27,3453 3,4914

100 2943,43 349,14

2+400 31,5233 3,4914

81,175 2558,904 283,4144

188

2+481,175 31,5233 3,4914

18,825 662,832 66,09834

2+500 38,8971 3,531

100 3889,71 353,1

2+600 38,8971 3,531

100 4349,96 353,1

2+700 48,1021 3,531

100 4633,15 353,1

2+800 44,5609 3,531

100 4806,575 353,1

2+900 51,5706 3,531

100 5072,415 353,1

3+000 49,8777 3,531

100 4726,41 353,1

3+100 44,6505 3,531

100 4188,615 353,1

3+200 39,1218 3,531

100 3674,41 353,1

3+300 34,3664 3,531

100 2888,57 353,1

3+400 23,405 3,531

100 1918,03 353,1

3+500 14,9556 3,531

100 1097,465 353,1

3+600 6,9937 3,531

100 620,32 353,1

3+700 5,4127 3,531

100 490,145 353,1

3+800 4,3902 3,531

100 425,555 353,1

189

3+900 4,1209 3,531

18,198 80,01024 64,25714

3+918,198 4,6724 3,531

81,802 314,0461 325,0484

4+000 3,0058 4,4162

100 300,29 547,14

4+100 3 6,5266

75,825 228,002 562,7845

4+175,825 3,0139 8,3177

24,175 72,71719 198,1359

4+200 3,002 8,0741

100 300,285 732,48

4+300 3,0037 6,5755

100 300,2 586,455

4+400 3,0003 5,1536

43,452 143,7175 195,5514

4+443,452 3,6147 3,8472

56,548 246,5606 208,6112

4+500 5,1057 3,531

100 826,815 353,1

4+600 11,4306 3,531

100 1235,445 353,1

4+700 13,2783 3,531

100 1427,48 353,1

4+800 15,2713 3,531

100 1410,03 353,1

4+900 12,9293 3,531

100 1414,935 353,1

5+000 15,3694 3,531

100 1516,255 353,1

190

5+100 14,9557 3,531

100 1975,515 353,1

5+200 24,5546 3,531

100 3036,86 353,1

5+300 36,1826 3,531

100 4537,175 353,1

5+400 54,5609 3,531

100 6496,82 353,1

5+500 75,3755 3,531

100 7437,8 353,1

5+600 73,3805 3,531

100 6056,705 353,1

5+700 47,7536 3,531

100 3516,18 353,1

5+800 22,57 3,531

21,182 459,8273 74,79364

5+821,182 20,8468 3,531

78,818 1415,871 276,7458

5+900 15,0808 3,4914

100 1159,74 349,14

6+000 8,114 3,4914

29,429 204,2402 102,7484

6+029,429 5,7662 3,4914

70,571 369,2275 246,3916

6+100 4,6978 3,4914

100 412,48 365,01

6+200 3,5518 3,8088

37,675 122,2686 152,4952

6+237,675 2,9389 4,2865

62,325 185,3359 294,3953

191

6+300 3,0085 5,1606

100 300,72 584,6

6+400 3,0059 6,5314

100 300,33 646,715

6+500 3,0007 6,4029

100 302,15 636,775

6+600 3,0423 6,3326

100 302,25 579,71

6+700 3,0027 5,2616

100 318,275 460,15

6+800 3,3628 3,9414

100 372,97 373,62

6+900 4,0966 3,531

100 1056,315 353,1

7+000 17,0297 3,531

100 1951,27 353,1

7+100 21,9957 3,531

100 2248,49 353,1

7+200 22,9741 3,531

100 2329,75 353,1

7+300 23,6209 3,531

100 2279,12 353,1

7+400 21,9615 3,531

100 2144,905 353,1

7+500 20,9366 3,531

100 2380,825 353,1

7+600 26,6799 3,531

100 2802,07 353,1

7+700 29,3615 3,531

100 2690,73 353,1

192

7+800 24,4531 3,531

100 2244,295 353,1

7+900 20,4328 3,531

90,81 1629,004 320,6501

7+990,81 15,4444 3,531

Σ 166395 30752,24

Perbandingan 5,410824 1

Jadi, perbandingan untuk galian dan timbunan adalah :

.....OK

193

BAB X

PERENCANAAN SALURAN DRAINASE

10.1 Perencanaan Dimensi Saluran Samping

Pada perencanaan dimensi saluran samping diperlukan data curah hujan,

dan data yang diperoleh adalah sebagai berikut :

Tabel 10. 1 Data Curah Hujan

No. Tahun Stasiun

No. Periode

Yt Faktor Reduksi Rt (mm)

Rerata Kolbano Ulang Yn Sn Kolbano

1 1986 786,52 1 2 0,3665 0,522 1,0565 450,60 37,55

2 1987 601,30 2 5 1,4999

625,70 52,14

3 1988 217,60 3 10 2,2504

741,63 61,80

4 1989 394,70 4 20 2,9702

852,83 71,07

5 1990 326,10 5 50 3,9019

996,77 83,06

6 1991 404,70 6 100 4,6001

1.104,63 92,05

7 1992 555,00 7 200 5,2958

1.212,10 101,01

8 1993 656,00 8 500 6,2136

1.353,88 112,82

9 1994 575,50 9 1000 6,9073

1.461,04 121,75

10 1995 665,50

11 1996 671,50

12 1997 470,50

13 1998 471,00

14 1999 387,00

15 2000 390,20

16 2002 376,60

17 2003 537,10

18 2004 380,00

19 2005 151,00

194

Jumlah 9.017,82

Rata-rata 474,62

SD 163,21

Varians 26.637,94

Skewnes -0,05

Didapat (Rmaks) adalah 121,75 mm/bulan = 121,75 x

= 0,169

mm/hari

a) Perhitungan Dimensi Saluran

Data yang diperoleh :

C = 1

Cs = 0,8

I = 0,169 mm/hari = 0,0001691 m/hari

L = 7990,813 m

b‘ = 30 m ket : 15 m ke kanan dan 30 m ke kiri

A = L x b‘ = 7990,813 x 30 = 239724,395 m2

b) Debit rencana

Qp = 0,0278 x C x Cs x A x I = 0,0278 x 1 x 0,8 x 239724,395 m2 x

0,0001691 m/hari = 0,9016 m3/det

c) Dimensi Saluran

Dicoba untuk dimensi saluran dengan data :

Bentuk saluran trapesium

b = 50 cm = 0,5 m

h = 80 cm = 0,8 m

m = 1

v = 1 m2/det

s = 0,001

n = 0,015

195

Penyelesaian :

Luas penampang basah saluran (A) dapat dihitung dengan menggunakan

persamaan rumus :

A = (b+mxh)xh = (0,5 + 1 x 0,8) x 0,8 = 1,04 m2

Keliling basah saluran (P)

√ √

Jari-jari hidrolis (R)

Syarat

Q >Qp = 1,099 m3/det > 0,902 m

3/det .....OK

Maka dimensi saluran diatas dapat digunakan

Dan besar tinggi jagaan (w) sebesar 20cm = 0,2 m

Gambar 10. 1 Penampang Saluran

10.2 Perencanaan Dimensi Gorong – gorong

Gorong – gorong berfungsi untuk menampung dan membawa air

menyeberang/memotong jalan menuju ke saluran drainase, tiga bagian konstruksi

utama gorong-gorong, yaitu :

Pipa utama berfungsi untuk mengalirkan air dari hulu ke hilir secara langsung

196

Tembok Kepala berfungsi untuk menopang ujung dan lereng jalan serta

tembok penahan yang dipasang bersudut dengan tembok kepala untuk

menopang bahu jalan serta kemiringan jalan.

Gorong – gorong yang direncanakan berbentuk lingkaran ( gorong-gorong

pipa ), data – data untuk perhitungan, sebagai berikut :

Q = 1,099 m3/det

nd = 0,015

s = 0,001

d = 0,8 D

F = 1/8 (θ – Sin θ) x D2

θ = 4,5

Ket :

nd = Nilai koefisien kekerasan (n) ditentukan berdesarkan bahan yang

digunakan untuk pembuatan saluran samping yaitu terbuat dari pasangan batu.

S = Kemiringan saluran

d = diameter rencana

F = Luas Aliran

Θ = sudut

F = 1/8 (θ – Sin θ) x D2

Fd = 0,484 D2

F = Fd = 0,34 m2

d = 0,8 x D = 0,8 x 0,8 = 0,64 m

Gorong – gorong berpenampang bulat dengan diameter 80 cm

F = ¼ x π x (0,8)2 = 0,502 m

2

K = π x (0,8) = 2,512 m

197

Debit aliran yang ditampung :

Qr = V x F = 0,721 x 0,502 = 0,362 m3/det

Kontrol :

Qs = 0,4 m3/det Qr = 0,362 m

3/det .....OK

1. Kemiringan gorong-gorong untuk membuang air

P = 2.r.θ = 2. 0,4.4,5 = 3,6

Maka digunakan gorong – gorong dengan diameter 80 cm

Gambar 10. 2 Penampang gorong-gorong

2. Pengecekan Sedimentasi

.....OK

198

BAB XI

SITASI REKAYASA TEKNIK JALAN REL

11.1 Sitasi (kutipan) Artikel Jalan Rel Dr.Ir.H.Iskandar Muda

Purwaamijaya. MT

MODEL PERUBAHAN LINGKUNGAN DI KORIDOR JALAN UNTUK

MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (093L)

Iskandar Muda Purwaamijaya 1, Wahyu Wibowo

2, Herwan Dermawan

3 dan Rina

Marina Masri 4

1,2Jurusan Pendidikan Teknik Sipil, Universitas Pendidikan Indonesia, Jl.Dr. Setiabudhi

No 207 Bandung

Email: [email protected]

3,4 Jurusan Pendidikan Teknik Sipil, Universitas Pendidikan Indonesia, Jl. Dr. Setiabudhi

No 207 Bandung

Email: [email protected]

ABSTRAK

Pembangunan prasarana dan sarana jalan yang pesat meningkatkan

pergerakan jasa, barang dan manusia untuk pengembangan wilayah.

Ketidakseimbangan pertumbuhan prasana dan sarana jalan serta eksternalitas

di koridor jalan menimbulkan banyak dampak negatif selain dampak positif

dari maksud dan tujuan awal pembangunan prasarana dan sarana jalan. Model

perubahan lingkungan di koridor jalan sangat penting dikembangkan untuk

meningkatkan dampak positif dan mengurangi dampak negatif melalui

pengenalan variabel-variabel yang memiliki kepekaan tinggi terhadap

perubahan lingkungan secara signifikan. Penelitian menggunakan metode

deskriptif yang digunakan untuk menyajikan prasarana dan sarana jalan di

dalam ruang yang meliputi komponen-komponen fisik-kimia, sosial-ekonomi

dan biologis lingkungan serta mekanis eksplanatoris untuk fenomena-

fenomena sebab akibat seluruh komponen lingkungan. Metode deskriptif

memungkinkan para perencana dan pelaksana pembangunan menganalisis

secara tepat dalam ruang tentang keselarasan dan penyimpangan aktivitas

199

rencana dan pemanfaatan lahan di koridor jalan terhadap kemampuan

lahannya. Metode mekanis eksplanatoris memungkinkan para pengambil

kebijakan menemukan variabel-variabel yang paling memiliki kepekaan tinggi

terhadap perubahan lingkungan yang positif dan negatif serta mengusulkan

peraturan dan perundangan untuk meningkatkan kualitas lingkungan serta

mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Metode ini diterapkan untuk aplikasi

studi kasus di Jalan Soekarno-Hatta Kota Bandung Provinsi Jawa Barat Indonesia.

Studi kasus ini digunakan untuk penerapan metode dan relevansi dengan

pelayanan prasarana dan sarana jalan bagi masyarakat di Kota Bandung.

Dengan menggunakan metode ini untuk meningkatkan pelayanan prasarana

dan sarana jalan, dinas jalan dan jembatan di seluruh Indonesia dapat secara

efektif dan efisien menginvestasikan sumber daya prasarana dan sarana jalan

dalam ruang secara akurat serta mengoperasikan dan memelihara seluruh

infrastuktur jalan di masa depan.

Kata kunci: model perubahan lingkungan, koridor jalan, pembangunan

berkelanjutan

1. PENDAHULUAN

Pembangunan transportasi (darat, laut dan udara) dilakukan untuk menunjang

pertumbuhan ekonomis, stabilitas nasional, pemerataan dan penyebaran

pembangunan dengan menembus keterasingan dan keterbelakangan daerah

terpencil sehingga semakin memantapkan perwujudan wawasan nusantara

serta memperkokoh ketahanan nasional (Soejono dan Ramelan, 1994).

Pembangunan dan pengembangan transportasi terus ditingkatkan untuk

mengantisipasi pertumbuhan permintaan akan angkutan penumpang dan barang.

Pedoman Penentuan Standar Pelayanan Minimal Bidang Penataan Ruang,

Perumahan dan Permukiman dan Pekerjaan Umum berdasarkan Keputusan

Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 534/KPTS/M/2001 untuk

bidang pelayanan prasarana jalan wilayah terdiri dari bidang pelayanan jaringan

jalan dan ruas jalan. Bidang pelayanan jaringan jalan terdiri dari aspek

aksesibilitas, mobilitas dan kecelakaan dengan indikator tersedianya jaringan

jalan yang mudah diakses oleh masyarakat, dapat menampung mobilitas

200

masyarakat serta dapat melayani pemakai jalan dengan aman. Bidang

pelayanan ruas jalan terdiri dari aspek kondisi jalan dan kondisi pelayanan

dengan indikator tersedianya ruas jalan yang dapat memberikan kenyamanan

pemakai jalan serta dapat memberikan kelancaran pemakai jalan.

Secara keseluruhan sarana angkutan jalan raya untuk mobil penumpang, bus,

truk dan sepeda motor mengalami kenaikan rata-rata 8,88 % per tahun.

Kondisi prasarana jalan yang mengalami kerusakan mencapai 32,60 % dan

pertumbuhan sarana angkutan jalan raya sebesar 8,88 % menimbulkan penurunan

kinerja jaringan jalan.

Pembangunan prasarana dan pertumbuhan sarana jalan yang tidak seimbang

dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, yaitu berupa

keresahan masyarakat akibat pembebasan lahan (tahap pra-konstruksi),

pencemaran udara, kebisingan, debu, getaran, gangguan aliran permukaan,

pencemaran air, kerusakan utilitas, peningkatan limbah, kemacetan (tahap

konstruksi), kecelakaan lalu-lintas, pencemaran udara, kebisingan, perubahan

bentang alam dan tataguna lahan (tahap operasi dan pemeliharaan).

2. KAJIAN PUSTAKA

Kajian rona wilayah adalah kajian untuk menemukenali potensi dan masalah

pembangunan wilayah serta jenis tipologis wilayah untuk menyusun skenario

penataan wilayah dalam rangka mencapai sasaran pembangunan (Amien,

1992). Rona wilayah terdiri dari komponen fisik-kimia, biologis dan sosial

(Direktorat Jenderal Bina Marga, 1996). Komponen fisik-kimia terdiri dari

iklim, fisiografis, hidrologis, ruang, lahan, tanah, kualitas udara dan

kebisingan. Komponen biologis terdiri dari flora dan fauna. Komponen sosial

terdiri dari demografis, ekonomis, budaya dan kesehatan masyarakat. Kajian

rona wilayah dapat dikelompokkan berdasarkan pendekatan taksonomi

wilayah atau mengikuti model perkembangan rona sosial, ekonomis, fisik

(sumberdaya alam dan lingkungan), struktur tataruang dan alokasi pemanfaatan

ruang serta kelembagaan (Amien, 1992).

Proses pembangunan dan operasional jalan dapat dibagi menjadi tahap pra-

konstruksi, tahap konstruksi dan tahap pasca-konstruksi (Direktorat Jenderal

201

Bina Marga, 1996; Tamboen, 1994). Tahap pra-konstruksi adalah kegiatan

yang berkaitan dengan masalah pengadaan lahan dan pemindahan penduduk

(Direktorat Jenderal Bina Marga, 1996). Kegiatan pra-konstruksi maksudnya

untuk menyelesaikan segala sesuatu yang terkait dengan upaya memperoleh

lahan yang diperlukan. Kegiatan pra-konstruksi termasuk pula merumuskan

kebijakan pembayaran ganti rugi serta pemindahan penduduk. Kegiatan

pengadaan lahan perlu didukung dengan data yang lengkap mengenai lokasi,

luas, jenis peruntukan dan penduduk yang memiliki lahan atau menempati

lahan. Untuk melengkapi data yang dibutuhkan pada pra-konstruksi dilakukan

survei areal dengan melakukan pemancangan dan perintisan (Tamboen, 1994).

Tahap konstruksi adalah kegiatan pelaksanaan fisik konstruksi seperti

kegiatan mobilisasi tenaga kerja atau alat-alat berat, pengoperasian base camp,

penyiapan tanah dasar, pekerjaan konstruksi jalan atau jembatan serta kegiatan

pengangkutan sesuai dengan gambar dan syarat-syarat teknis yang telah

dirumuskan serta disiapkan pada kegiatan kegiatan-kegiatan perencanaan

teknis (Direktorat Jenderal Bina Marga, 1996). Tahap pasca-konstruksi

adalah kegiatan mengoperasikan prasarana dan sarana transportasi yang telah

dibangun pada masa garansi oleh kontraktor (Direktorat Jenderal Bina

Marga, 1996). Tahap pasca-konstruksi meningkatkan aksesibilitas, geometrik

jalan dan penggunaan kendaraan (Tamboen, 1994).

Klasifikasi fungsional atau hirarki jalan diatur dalam UURI No.13 tahun 1980

tentang jalan dan Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 1985 tentang jalan. Hirarki

jalan penting dan mempunyai pengaruh yang sangat luas. Ada berbagai macam

klasifikasi jalan sesuai dengan keperluannya. Pengelompokan jalan dapat

dibagi berdasarkan wewenang pembinaan, perancangan teknis dan fungsi jalan

(Ditjen Bangda dan LPM ITB, 1994). Pengelompokkan jalan menurut

wewenang pembinaan terbagi atas : jalan nasional yaitu jalan umum yang

pembinaannya dilakukan oleh menteri dan jalan daerah yang terdiri dari

jalan propinsi, jalan kota dan jalan kabupaten yang pembinaannya dilakukan

oleh Pemerintah Daerah. Pengelompokkan jalan menurut perancangan teknis

(design) yang sesuai dengan Rancangan Pedoman Perancangan Geometrik Jalan

202

Kota tahun 1998 dibagi menjadi jalan tipe I kelas I dan II serta tipe II kelas I, II,

III dan IV. Pengelompokan jalan menurut Peraturan Pemerintah No. 43 tahun

1992 dibagi menjadi kelas I, II, III A, III B, III C berdasarkan muatan

sumbu terberat (MST) kendaraan serta konstruksi jalan. Pengelompokkan

jalan menurut fungsi yang sesuai dengan UU 13/1980 dan PP 26/1985

dibagi menjadi jaringan jalan primer dan sekunder yang masing-masing terdiri

dari jalan arteri, kolektor serta lokal. Jalan arteri adalah jalan yang melayani

angkutan jarak jauh dengan kecepatan rata-rata kendaraan tingi dan jumlah

jalan masuk dibatasi secara efisien. Jalan kolektor adalah jalan yang yang

melayani angkutan jarak sedang sebagai pengumpul dan pembagi kendaraan

dengan kecepatan rata-rata kendaraan sedang serta jumlah jalan masuk

dibatasi. Jalan lokal adalah jalan yang melayani angkutan jarak dekat dengan

kecepatan rata-rata kendaraan rendah serta jumlah jalan masuk tidak dibatasi

(Ditjen Bangda dan LP ITB, 1993). Keputusan Menteri Permukiman dan

Prasarana Wilayah No. 534/KPTS/M/2001 mengenai Pedoman Penentuan

Standar Pelayanan Minimal Bidang Penataan Ruang, Perumahan dan

Permukiman dan Pekerjaan Umum bidang pelayanan prasarana jalan wilayah

terdiri dari Jaringan Jalan dan Ruas Jalan (Depkimpraswil, 2003). Bidang

pelayanan jaringan jalan memiliki aspek aksesibilitas, mobilitas dan

kecelakaan. Ruas jalan memiliki aspek kondisi jalan dan kondisi pelayanan.

Aspek aksesibilitas indikatornya adalah tersedianya jaringan jalan yang

mudah diakses oleh masyarakat, aspek mobilitas indikatornya adalah

tersedianya jaringan jalan yang dapat menampung mobilitas masyarakat dan

aspek kecelakaan indikatornya adalah tersedianya jaringan jalan yang dapat

melayani pemakai jalan dengan aman. Bidang pelayanan ruas jalan memiliki

aspek kondisi jalan dan kondisi pelayanan. Aspek kondisi jalan indikatornya

adalah tersedianya ruas jalan yang dapat memberikan kenyamanan pemakai

jalan dan aspek kondisi pelayanan indikatornya adalah tersedianya ruas jalan

yang dapat memberikan kelancaran pemakai jalan.

Dampak pembangunan jalan terhadap lingkungan adalah merupakan hubungan

antara kegiatan pembangunan jalan dengan komponen lingkungan. Kegiatan

203

pembangunan jalan dapat dibagi dalam 3 tahapan, yaitu : pra-konstruksi,

konstruksi dan pasca-konstruksi. Dalam kegiatan pra-konstruksi dapat

disebutkan survei areal dan pembebasan lahan. Pembebasan lahan dapat

dirinci menjadi kegiatan penentuan batas areal dan ganti rugi lahan.

Kegiatan aktivitas dalam tahapan pra-konstruksi jelas memberikan pengaruh pada

komponen lingkungan.

Kegiatan masa konstruksi yang diperkirakan akan memberikan pengaruh

pada komponen lingkungan ialah mobilisasi alat berat, pembersihan

areal/bukit, pembuatan jalan dan jembatan. Mobilisasi alat-alat berat akan

memberikan pengaruh pada kondisi prasarana transportasi. Pembersihan

areal/bukit memberikan pengaruh pada perubahan tataguna lahan, eksistensi

flora dan fauna serta tenaga kerja. Pembuatan jalan akan memberikan pengaruh

pada tenaga kerja dan kualitas air. Pembuatan jembatan akan memberikan

pengaruh terhadap tenaga kerja, kualitas air dan perubahan pola air sungai.

Kegiatan pasca-konstruksi akan meningkatkan aksesibilitas, geometrik jalan

serta penggunaan sarana kendaraan. Peningkatan tingkat aksesibilitas pemakai

jalan akan menghemat waktu perjalanan, meningkatkan arus informasi,

menyebabkan perubahan tataguna lahan serta mengubah karakteristik perjalanan

(trip). Peningkatan geometrik jalan akan memberikan pengaruh terhadap

keselamatan perjalanan serta dampak estetis peninggalan sejarah. Penggunaan

kendaraan yang meningkat akibat beroperasinya suatu ruas jalan akan

memberikan dampak terhadap semakin meningkatnya produksi kendaraan serta

volume lalu-lintas.

Dampak kegiatan pembangunan jalan terhadap komponen lingkungan dapat

bersifat relatif pendek atau panjang jangka waktunya. Dampak dapat

berbentuk polusi yang diakibatkan oleh sarana jalan atau penipisan (deplisi)

sumberdaya alam yang diakibatkan oleh rute prasarana jalan.

3. METODOLOGI

Penelitian dilakukan di Kota Bandung dengan posisi 107o32' 48",39 Bujur

Timur sampai dengan 107o

44' 07",55 Bujur Timur serta 06o 58' 16",72

Lintang Selatan sampai dengan 06o 50' 21",06 Lintang Selatan terutama di

204

Kecamatan Babakan Ciparay, Bojongloa Kaler, Bojongloa Kidul,

Astanaanyar, Regol, Lengkong, Bandung Kidul, Margacinta, Rancasari, Cibiru,

Ujungberung, Arcamanik, Kiaracondong, Batununggal, Andir dan Cibeunying

Kidul. Jalan yang akan diteliti adalah Jalan Soekarno Hatta Bandung yang

memiliki panjang 17,67 km. Lokasi penelitian disajikan pada Gambar 1. Peta

Lokasi Penelitian. Waktu penelitian dilakukan selama 8 bulan dari bulan

Februari 2013 sampai dengan September 2013.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini dikelompokkan

berdasarkan tahap pembangunan prasarana jalan yang diawali dengan rona awal

wilayah studi untuk mengenali karakteristik wilayah studi. Bahan dan alat yang

digunakan pada tahap mengenali rona awal wilayah studi dikelompokkan

berdasarkan komponen sosial kependudukan, ekonomis, struktur tata ruang,

alokasi pemanfaatan ruang dan sumberdaya alam. Bahan-bahan yang digunakan

untuk mengenali rona awal wilayah studi adalah : Buku laporan statistik

Kota Bandung dalam Angka, Buku laporan Neraca Kependudukan dan

Lingkungan Hidup Daerah, Buku laporan statistik Transportasi di Kota

Bandung.

205

Bahan dan alat yang digunakan pada tahap pra-konstruksi jalan adalah hasil

angket (questioner) dan angket yang disebarkan kepada masyarakat untuk

keperluan pengadaan tanah dan pemukiman kembali penduduk. Bahan dan alat

yang digunakan pada tahap konstruksi jalan adalah buku laporan, peta dan

gambar tahap pengembangan daerah kerja, pekerjaan konstruksi jalan dan

pengembangan daerah kerja ke kondisi semula atau mendekati kondisi semula.

Bahan dan alat yang digunakan pada tahap pasca-konstruksi dikelompokkan

berdasarkan dampak-dampak yang ditimbulkan, yaitu : gangguan terhadap arus

lalu-lintas berupa formulir isian survey lalu-lintas dengan menggunakan alat

counter dan video camera recorder, peningkatan pencemaran udara dan

kebisingan berupa udara yang berada di koridor jalan dengan menggunakan

perangkat alat analisis pencemar udara dan perangkat alat pengukur kebisingan

(sound level meter), peningkatan pencemaran air dan volume air harian

berupa air yang berada di badan air di koridor jalan dengan menggunakan

perangkat alat analisis pencemar air dan perangkat alat pengukur debit air,

penurunan kesehatan masyarakat berupa buku laporan kesehatan masyarakat,

perubahan penggunaan dan tutupan lahan berupa peta-peta penggunaan lahan

menggunakan perangkat lunak dan keras alat analisis spasial digital,

perubahan sosial berupa angket yang disebarkan ke kantor-kantor kecamatan

yang dilalui oleh jalan, perubahan fauna dan flora berupa laporan jumlah fauna

dan flora yang berada di koridor jalan.

Analisis yang dilakukan dalam penelitian terdiri dari : analisis spasial

menggunakan system informasi geografik, analisis fisik lingkungan yang

meliputi analisis fisik-kimia air, udara dan tanah, analisis sosial ekonomi,

analisis flora dan fauna serta analisis system dinamis.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Perubahan lingkungan pada tahap pra-konstruksi Jalan Soekarno-Hatta di

Kota Bandung mengenai 33.962 orang dengan luas wilayah mencapai 3,534

km2 dengan biaya pembebasan lahan mencapai nilai Rp. 7.068.000.000,00

(tujuh milyard enam puluh delapan juta rupiah). Produksi lahan pertanian

yang hilang pada tahap pra-konstruksi jalan mencapai 2.120,4 ton gabah kering

206

giling per tahun dengan nilai mencapai Rp. 212.040.000,00 (dua ratus dua belas

juta empat puluh ribu rupiah). Jumlah kepala keluarga petani yang kehilangan

pekerjaan dari sektor pertanian mencapai 3.774 kepala keluarga. Selisih

pendapatan petani per kapita dari hasil pembebasan lahan dengan dari sektor

pertanian adalah sebesar Rp. 1.816.600,00 (satu juta delapan ratus enam

belas ribu enam ratus rupiah). Kegiatan tahap pra-konstruksi secara finansial

tidak merugikan petani selama 12 bulan. Perubahan lingkungan pada tahap

konstruksi Jalan Soekarno-Hatta di Kota Bandung mengenai 33.962 orang

dengan luas wilayah mencapai 7,068 km2. Perubahan guna lahan dari

pertanian menjadi luas perkerasan adalah 247.380.000 m2, untuk median

jalan seluas 17.670.000 m2, untuk bahu jalan seluas 35.340.000 m2 dan

untuk saluran drainase seluas 17.670.000 m2. Jenis flora yang hilang dari

lahan sawah yang menjadi daerah milik jalan adalah padi (Oryza sativa spp)

sebanyak 3.600.000.000 rumpun, kangkung (Ipomoea aquatica) sebanyak

560.000.000 rumpun dan genjer (Limnocharis flava) sebanyak 560.000.000

rumpun pula. Jenis fauna yang hilang dari lahan sawah yang menjadi daerah

milik jalan adalah katak (Rana macrodon, R. Cancrivora,R. Limnocharis)

sebanyak 3.180.600 ekor, belut (Monopterus albus) sebanyak 6.361.200 ekor

dan ular sawah (Phyton reticulatus) sebanyak 3.180.600 ekor pula. Jumlah

orang yang dipekerjakan pada tahap konstruksi sebanyak 1.736 orang yang

mengerjakan pembangunan konstruksi jalan, bangunan bawah jembatan dan

bangunan atas jembatan. Perubahan prasarana transportasi yang

menghubungkan Jalan Sudirman di sebelah barat dengan Cibiru di sebelah timur

Kota Bandung melalui ruas jalan Sudirman-Pasir Koja (1.500,16 meter), ruas

jalan Pasir Koja-Kopo (2.366,00 meter), ruas jalan Kopo-Cibaduyut (664,53

meter), ruas jalan Cibaduyut-Mohammad Toha (1.643,48 meter), ruas jalan

Mohammad Toha-Buah Batu (2.635,61 meter), ruas jalan Buah Batu-

Kiaracondong (957,15 meter), ruas jalan Kiaracondong-Gede Bage (5.995,12

meter) dan ruas jalan Gede Bage-Cibiru (2.809,67 meter). Perubahan

kualitas air sungai yang melewati Jalan Soekarno-Hatta di Kota Bandung

Jawa Barat menyebabkan parameter BOD (standar baku mutu 30 mg/L),

207

COD (standar baku mutu 60 mg/L) dan Nitrogen (standar baku mutu 0,06

mg/L) melampaui standar baku mutu yang ditetapkan oleh PDAM Kota

Bandung. Perubahan lingkungan pada tahap pasca-konstruksi jalan

menghemat waktu tempuh perjalanan dari Jalan Soedirman ke Cibiru

sekurangnya selama 1 jam 20 menit 37,86 detik dengan kecepatan kendaraan

mencapai 20 km/jam. Perubahan lingkungan jalan tahap pasca-konstruksi

mengenai 1.084.006 orang pada awal operasi jalan dan 1.145.728 orang pada

akhir tahun 2003 dengan luas wilayah persebaran dampak di 18 kecamatan yang

memiliki luas mencapai 7.708.491,1 m2. Perubahan guna lahan permukiman

cenderung naik dari seluas 69,20 km2 pada tahun 1992 menjadi 85,40 km2 pada

akhir tahun 2000. Perubahan guna lahan pertanian terus menurun dari 27,10

km2 pada tahun 1992 menjadi hanya seluas 15,44 km2 pada akhir tahun

2000. Jumlah kendaraan yang melewati Jalan Soekarno-Hatta di Kota

Bandung cenderung naik dengan puncak volume lalu-lintasnya berada di

Jalan Buah Batu dan Leuwi Panjang (18.000 satuan mobil penumpang

selama 24 jam). Parameter kualitas udara yang melampaui baku mutu di sekitar

daerah pengukuran Jalan Soekarno-Hatta pada tahun 2003 adalah O3 (oksidan)

0,538 ppm per jam (baku mutu 0,08 ppm per jam), SPM (suspended particulate

matter) 151,12g/m3/jam (baku mutu 150g/m3/jam), HC (hidrocarbon) 1,256

/3 jam (baku mutu 0,24 / 3 jam) dan kebisingan (noise) 75,23 dBA (baku

mutu 50 dBA untuk ruang terbuka hijau).

Hasil pemantauan polusi udara yang dilakukan oleh kendaraan laboratorium

polusi udara selama 8 jam sehari pada Bulan Desember 2004 di Jalan Sukarno

Hatta pada lokasi Jalan Elang, Leuwi Panjang, Buah Batu, Margahayu Raya,

Gede Bage dan Cibiru untuk kualitas udara parameter NOx (baku mutu 0,05 ppm)

dan SPM (baku mutu 150 g/m3) melampaui baku mutu berdasarkan Standard

Baku Mutu Udara Ambien (Kep.41/MENKLH/1999) pada selang waktu jam

08.00 sampai dengan jam 11.00 dan jam 14.00 s.d jam 15.00. Untuk parameter

kualitas udara O3 (baku mutu 0,10 ppm), SO2 (baku mutu 0,10 ppm) dan

CO (20 ppm) tidak melampaui baku mutu pada semua waktu pengamatan

dan di semua lokasi pengukuran. Untuk kualitas udara parameter HC4 (baku mutu

208

0,24 ppm) dan non-HC (baku mutu 0,24 ppm) melampaui baku mutu di

semua lokasi pengukuran dan pada semua selang waktu. Parameter kualitas

udara yang harus dikendalikan karena prasarana dan sarana jalan adalah

NOx, SPM, HC4 dan non-HC.

Perubahan lingkungan yang terjadi pada tahapan pra-konstruksi jalan karena

kegiatan pembebasan lahan untuk komponen sosial, ekonomi dan budaya

memberikan perubahan besar dan penting terhadap sektor pertanian yang

sifat perubahannya permanen dan memiliki pengaruh ke tahapan konstruksi

dan sektor-sektor pembangunan lain. Perubahan lingkungan yang terjadi pada

tahap konstruksi jalan karena pekerjaan galian dan timbunan untuk

komponen fisik dan biologis memberikan perubahan besar dan penting terhadap

lahan-lahan pertanian yang dilewati oleh koridor jalan yang sifat perubahannya

permanen dan memiliki pengaruh berganda terhadap komponen sosial dan

ekonomi serta menjadi pemicu perubahan lingkungan untuk tahap pasca-

konstruksi. Perubahan lingkungan yang terjadi pada tahap pasca-konstruksi

karena jumlah sarana kendaraan yang melewati jalan untuk komponen

sosial, ekonomis dan budaya memberikan perubahan besar dan penting

terhadap pengembangan wilayah dan pergeseran sektor pertanian ke sektor-

sektor pembangunan lain yang sifat perubahannya dinamis. Perubahan

komponen fisik dan kimia yang disebabkan oleh sarana kendaraan yang melewati

jalan berupa perubahan besar dan penting terhadap kualitas udara dan air yang

selanjutnya akan berpengaruh terhadap kesehatan lingkungan. Perubahan tidak

langsung komponen biologis yang disebabkan oleh sarana kendaraan yang

melewati jalan berupa perubahan besar dan penting terhadap jumlah flora dan

fauna karena kenaikan terjadinya konversi lahan-lahan pertanian menjadi

lahan-lahan industri dan permukiman.

Pola perubahan lingkungan untuk komponen sosial, ekonomi dan budaya pada

tahap pra-konstruksi jalan dari hasil permodelan dinamis menunjukkan pola

perubahan linier mengikuti perubahan linier panjang koridor jalan yang

dibebaskan untuk pembangunan jalan. Pola perubahan lingkungan untuk

komponen sosial, ekonomi dan budaya, fisik dan biologis pada tahap

209

konstruksi jalan dari hasil permodelan dinamis menunjukkan pola perubahan

linier mengikuti pola perubahan linier implementasi pembangunan konstruksi

jalan dan jembatan. Pola perubahan lingkungan untuk komponen sosial,

ekonomi dan budaya serta fisik-kimia pada tahap pasca-konstruksi jalan

menunjukkan pola perubahan yang fluktuatif (turun naik) mengikuti perubahan

fluktuatif jumlah sarana kendaraan yang melewati jalan. Pola perubahan

lingkungan untuk komponen fisik dan biologis pada tahap pasca-konstruksi

jalan hasil permodelan dinamis menunjukkan pola perubahan linier mengikuti

pola perubahan linier populasi di wilayah yang dilewati jalan.

Komponen-komponen lingkungan pada tahap pra-konstruksi jalan yang

memiliki kepekaan (sensitivitas) tinggi terhadap lingkungan adalah parameter

(1) harga lahan, (2) jumlah penduduk yang terkena pembebasan lahan, (3)

fraksi luas lahan sawah terhadap luas pembebasan lahan, (4) jumlah kepala

keluarga petani, (5) kepadatan penduduk, (6) penerimaan penjualan gabah

kering giling, (7) harga jual gabah kering giling per bobot, (8) produksi gabah

kering per luas lahan sawah, (9) penerimaan bersih pertanian, (10) lebar

pembebasan lahan, (11) kelahiran dan (12) inmigrasi. Komponen-komponen

lingkungan pada tahap pra-konstruksi jalan yang memiliki kepekaan

(sensitivitas) tinggi terhadap lingkungan adalah parameter (1) biaya

perkerasan jalan, (2) biaya bangunan bawah jembatan, (3) tenaga kerja untuk 1

km pembangunan jalan, (4) tenaga kerja untuk 1 m3 volume bangunan atas, (5)

tenaga kerja untuk 1 m3 volume bangunan bawah, (6) kerapatan padi

(flora) dan (7) kerapatan katak (fauna). Komponen-komponen lingkungan

pada tahap pra-konstruksi jalan yang memiliki kepekaan (sensitivitas) tinggi

terhadap lingkungan adalah parameter (1) fraksi penduduk terhadap lahan

permukiman dan pertanian, (2) konstanta penggunaan lahan, dan (3) fraksi fisik-

kimia air dan udara terhadap satuan mobil penumpang per jam.

5. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian mengenai pola

perubahan lingkungan yang disebabkan oleh prasarana dan sarana jalan

(studi kasus : di Jalan Soekarno-Hatta Kota Bandung Jawa Barat), yaitu :

210

(1) Hasil evaluasi proses pembangunan dan operasional prasarana dan sarana

jalan mengenali 3 tahapan pembangunan jalan yang memberikan dampak

(perubahan) positif dan negatif terhadap lingkungan yang pengelolaan dan

pemantauan lingkungannya harus mempertimbangkan peningkatan perekonomian

daerah, mengurangi perubahan bentang alam, mengurangi penurunan kualitas

lingkungan dan mengurangi keresahan masyarakat. (2) Rona awal lingkungan

wilayah studi termasuk wilayah tipe 1, yaitu wilayah yang memiliki

growth potentials (keunggulan sumberdaya atau lokasi) yang besar tetapi

tingkat dan arah perkembangannya memiliki potensi untuk melampaui daya

dukung wilayahnya. (3) Perubahan penting terhadap lingkungan pada tahap

pra-konstruksi terjadi pada komponen sosial, ekonomi dan budaya. Perubahan

penting terhadap lingkungan pada tahap konstruksi terjadi pada komponen sosial,

ekonomi, budaya, fisik dan biologis. Perubahan penting terhadap lingkungan

pada tahap pasca-konstruksi terjadi pada komponen sosial, ekonomi, budaya,

fisik, kimia dan biologis. Kebijakan-kebijakan lingkungan pada tahap pra-

konstruksi jalan yang dapat mengurangi dampak negatif dan meningkatkan

dampak positif terhadap lingkungan adalah :

Harga lahan untuk pembebasan lahan harus bernilai di antara nilai jual objek

pajak (NJOP) dengan harga pasar agar pihak penjual lahan dan pemerintah

memperoleh manfaat dan pengorbanan yang seimbang dan wajar.

Jumlah penduduk yang terkena pembebasan lahan harus didekati secara

manusiawi dan memperoleh informasi yang cukup mengenai rencana

pembebasan lahan dengan melakukan sosialisasi kepada semua penduduk

yang terkena pembebasan lahan.

Fraksi luas lahan sawah terhadap luas pembebasan lahan harus diukur

secara akurat agar alokasi ketetapan jumlah dana pembebasan lahan

untuk lahan sawah dan non-sawah tidak menimbulkan ketidakpuasan

dari para pemilik lahan.

Jumlah kepala keluarga petani harus dicacah dengan tepat melalui data

dari kelurahan untuk mengantisipasi kegiatan yang membutuhkan

informasi jumlah kepala keluarga petani, seperti rencana relokasi

211

penduduk ke tempat lain dengan karakteristik wilayah yang mirip dengan

wilayah asal.

Kepadatan penduduk harus diketahui untuk kegiatan pra-konstruksi jalan agar

dapat digunakan untuk merancang urutan prioritas pembebasan lahan dari

yang wilayahnya memiliki kepadatan rendah ke wilayah yang memiliki

kepadatan tinggi.

Penerimaan penjualan gabah kering giling harus dihitung dengan akurat

agar para petani mengetahui secara benar bahwa nilai dana pembebasan

lahan telah memperhitungkan kerugian para petani berupa pengorbanannya

kehilangan penerimaan penjualan gabah kering yang diperoleh jika lahan

sawah petani tidak dibebaskan.

Harga jual gabah kering giling per bobot harus ditetapkan secara wajar

mengikuti mekanisme pasar agar studi kelayakan ekonomis rencana

pembangunan jalan dapat diterima berdasarkan fenomena lapangan dan oleh

semua pihak yang terlibat

Produksi gabah kering per luas lahan sawah harus diketahui secara

tepat melalui survei ke lapangan agar para pemilik lahan memperoleh

informasi secara benar komponen penerimaan produksi lahannya untuk

komponen penerimaan analisis finansial kegiatan pertanian.

Penerimaan bersih pertanian merupakan selisih dari penerimaan kotor

produksi lahan sawah terhadap total pengeluaran bersih dan pajak.

Penerimaan bersih pertanian harus dapat ditetapkan secara akurat agar nilai

harga pembebasan lahan dapat diterima para petani dengan sukarela.

Lebar pembebasan lahan harus direncanakan dengan jelas agar para

pemilik lahan yang terkena pembebasan lahan memperoleh kepastian

hukum terhadap lahannya.

Kelahiran penduduk harus disurvei dengan akurat karena mempengaruhi

pula jumlah penduduk yang terkena pembebasan lahan dan program-

program kependudukan untuk pemulihan.

212

Inmigrasi harus disurvei dengan akurat untuk menghindarkan terjadinya

konflik antara penduduk pribumi dengan para pendatang karena kegiatan

spekulasi lahan.

Kebijakan-kebijakan lingkungan pada tahap konstruksi jalan yang

dapat mengurangi dampak negatif dan meningkatkan dampak positif terhadap

lingkungan adalah :

Biaya perkerasan jalan harus dihitung dengan tepat memperhitungkan

inflasi agar konstruksi perkerasan yang dibangun memenuhi spesifikasi

teknis yang ditetapkan dan memenuhi umur rencana sehingga tidak

terjadi pemborosan dana pembangunan.

Biaya bangunan bawah jembatan harus dihitung secara teliti karena

memberikan dampak terhadap keselamatan para pengguna sarana kendaraan

yang melewati jembatan.

Tenaga kerja untuk 1 km pembangunan jalan harus dihitung dengan tepat

agar waktu pembangunan jalan dapat dicapai sesuai rencana sehingga jalan

dapat dioperasikan tepat waktu dan tidak memboroskan biaya konstruksi

jalan.

Tenaga kerja untuk 1 m3 volume bangunan atas harus dihitung dengan

tepat agar waktu pembangunan konstruksi bentang jembatan dapat dicapai

sesuai rencana sehingga jalan dapat dioperasikan tepat waktu dan tidak

memboroskan biaya konstruksi bentang jembatan.

Tenaga kerja untuk 1 m3 volume bangunan bawah harus dihitung

dengan tepat agar waktu pembangunan konstruksi pondasi dan abutment

dapat dicapai sesuai rencana sehingga jalan dapat dioperasikan tepat waktu

dan tidak memboroskan biaya konstruksi pondasi dan abutment jembatan.

Kerapatan padi (flora) harus dihitung dengan tepat sebagai masukan bagi

para pengambil keputusan bidang pertanian untuk menggantikan tingkat

produktivitas jumlah rumpun yang hilang dengan produksi di lahan lain

atau merekomendasikan varietas lain dengan jumlah produksi yang lebih

besar.

213

Kerapatan katak (fauna) harus dihitung dengan tepat sebagai masukan

bagi para perencana terhadap keseimbangan ekosistem dan perannya

dalam rantai makanan sehingga jika terjadi ledakan hama dan penyakit

pada lingkungan dapat dipecahkan secara tepat melalui upaya budidaya atau

relokasi fauna.

Kebijakan-kebijakan lingkungan pada tahap pasca-konstruksi jalan

yang dapat mengurangi dampak negatif dan meningkatkan dampak positif

terhadap lingkungan adalah :

Fraksi penduduk terhadap lahan permukiman dan pertanian harus dapat

diketahui secara akurat melalui sensus pertanian sebagai masukan bagi para

pengambil keputusan yang berkepentingan dengan perencanaan tataruang.

Konstanta penggunaan lahan harus diketahui dengan tepat melalui

serangkaian penelitian empiris di lokasi-lokasi yang berbeda dengan

waktu pengamatan yang berbeda pula sehingga dapat dirancang penggunaan

lahan yang fungsinya saling sinergis dalam ruang dan mengurangi

berbagai masalah kemacetan, pemborosan bahan bakar, waktu dan tenaga.

Fraksi fisik-kimia air dan udara terhadap satuan mobil penumpang per jam

harus diteliti secara lebih terperinci dengan memperhatikan kontribusi

sumber-sumber dari industri, permukiman dan gejala di alam sehingga dapat

diperkirakan satuan mobil penumpang yang tepat terkait dengan kualitas

fisik-kimia air dan udara.

Pengelolaan lingkungan pada tahap pra-konstruksi jalan adalah dengan melakukan

metode partisipasi dan sosialisasi kepada semua pihak yang terkait. Metode

partisipasi dan sosialisasi pada tahap pra-konstruksi jalan untuk

menghindarkan adanya penolakan oleh masyarakat dan keresahan di

lapangan sehingga tujuan dan sasaran tahap pra-konstruksi jalan dapat tercapai

dengan tepat guna, berdayaguna dan optimal. Metode partisipasi dan sosialisasi

pada tahap pra-konstruksi jalan merupakan upaya menilai kelayakan sosial

pembangunan jalan. Pengelolaan lingkungan pada tahap konstruksi jalan

harus dilakukan dengan suatu survei pengukuran dan pemetaan lahan di

214

sepanjang koridor jalan, penyelidikan tanah, pekerjaan galian dan timbunan,

pembangunan pondasi jalan dan perkerasan jalan berikut perlengkapannya.

Implementasi metode perencanaan jaringan (network planning) pada tahap

konstruksi jalan dengan demikian menjadi penting agar tahap konstruksi

jalan dapat diselesaikan tepat pada waktunya dan tidak memboroskan dana

pembangunan. Kelayakan teknis dan finansial pada tahap konstruksi jalan

adalah upaya menilai diterima atau tidaknya kegiatan pada tahap konstruksi dari

standar teknis dan standar finansial lembaga-lembaga yang berwenang.

Pengelolaan lingkungan pada tahap pasca-konstruksi jalan adalah dengan cara

menerapkan penghargaan dan sangsi (reward and punishment) para pihak yang

terkait dan pengguna prasarana dan sarana kendaraan. Prasarana jalan harus

diperbaiki sistem drainasenya untuk menghindarkan bahaya banjir dan

memperpanjang umur pakai perkerasan jalan. Sarana kendaraan yang

melewati jalan harus dibatasi dengan cara penerapan jalur-jalur searah untuk

selang waktu tertentu, pembatasan umur kendaraan, penerapan batas minimal

penumpang dan uji emisi kendaraan untuk periode waktu tertentu. Lahan-lahan

di koridor jalan dihijaukan dengan tanaman-tanaman yang mampu menyerap

emisi gas buang dan kebisingan serta dicadangkan sejumlah lahan untuk ruang

terbuka hijau dan luasan perairan dalam bentuk danau.

Cara pemantauan lingkungan pada tahap pra-konstruksi jalan adalah dengan

melibatkan para fasilitator di wilayah-wilayah yang dilewati koridor jalan dan

dikoordinir oleh seorang ketua tim kegiatan pembebasan lahan. Para

fasilitator di lapangan mempunyai peran sebagai sumber informasi dari

pelaksana pembebasan lahan untuk pembangunan jalan kepada masyarakat di

lapangan. Para fasilitator juga memberikan laporan kemajuan pembebasan lahan

kepada ketua tim serta melaporkan berbagai kendala yang terjadi di lapangan

untuk didiskusikan pemecahan masalahnya secara bersama-sama. Cara

pemantauan lingkungan pada tahap konstruksi jalan adalah dengan cara

menugaskan para penyelia teknis untuk pembangunan jalan dan jembatan

yang dibekali dengan suatu perangkat kendali kurva s dan jadwal

penyediaan bahan, jadwal kerja tenaga kerja dan jadwal waktu pelaksanaan.

215

Para penyelia lapangan akan dipantau oleh ketua tim melalui bukti kemajuan yang

tergambar pada perbandingan kurva s pelaksanaan dengan kurva s dari lapangan.

Cara pemantauan lingkungan pada tahap pasca-konstruksi adalah dengan cara

menerapkan izin mendirikan bangunan dan pajak bumi dan bangunan yang tinggi

untuk lahan-lahan pertanian yang terkonversi. Prasarana jalan dipantau dengan

melakukan pemeriksaan rutin oleh pemerintah terhadap perkerasan jalan dan

drainase jalan. Sarana kendaraan dipantau dengan survei lalu-lintas pada periode

waktu tertentu berikut pemantauan kualitas udara dan air oleh laboratorium

berjalan seperti laboratorium mobil.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada DP2M DIKTI, Ketua LPPM UPI,

Rektor UPI, Dekan FPTK UPI, Ketua Jurusan Pendidikan Teknik Sipil FPTK

UPI, Kepala BAPPEDA Kota Bandung, Dinas Perhubungan Kota Bandung, Dinas

Tata Ruang Provinsi Jawa Barat, Badan Pertanahan Nasional Kota Bandung,

Masyarakat di koridor Jalan Soekarno-Hatta Kota Bandung serta berbagai

pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan data, finansial,

tenaga serta perizinan yang telah diberikan. Semoga Alloh SWT membalas budi

baik Bapak/Ibu, Saudara dan Saudari dengan pahala yang berlipat ganda. Amin

Yaa Robbal Alamin.

DAFTAR PUSTAKA

Amien, M. (1992). ―Studi Tipologi Kabupaten‖. Direktorat Tata Kota dan Tata

Daerah,Direktorat Jenderal Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum.

Ujung Pandang.

Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. (2003).―Informasi Produk

Pengaturan Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah dalam

Pelaksanaan Otonomi Daerah‖. Sekretariat Jenderal Depkimpraswil.

Jakarta.

Direktorat Jenderal Bina Marga. (1996).―Aspek Lingkungan pada Pekerjaan

Jalan (Perencanaan)‖. Kabupaten Roads Master Training Plan.

Departemen Dalam Negeri, Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah,

Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga. Jakarta.

216

Lembaga Penelitian ITB. (1993). ―Kebutuhan Transportasi. Pelatihan

Pengelolaan Sistem Transportasi Kota. Direktorat Pembangunan Kota‖,

Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah, Departemen Dalam Negeri,

Lembaga Penelitian ITB. Bandung.

Soejono dan Ramelan, S. (1994). ―Arah Pengembangan Sarana Transportasi

dalam Memasuki PJP II Khususnya Repelita VI.Proceedings. Fifth

Annual Conference on Road Engineering. Himpunan Pengembangan

Jalan Indonesia, Direktorat Jenderal Bina Marga, Badan Litbang Pekerjaan

Umum. Bandung.

Tamboen, F. (1994).‖Metodologi Andal Transportasi‖. Technical Papers.

Fifth Annual Conference on Road Engineering. Himpunan

Pengembangan Jalan Indonesia, Direktorat Jenderal Bina Marga,

Badan Litbang Pekerjaan Umum. Bandung.

217

BAB XII

PENUTUP

12.1 Simpulan

Rel adalah struktur balok menerus yang diletakkan di atas tumpuan

bantalan yang berfungsi sebagai penuntun/mengarahkan pergerakan roda kereta

api yang terbuat dari batangan baja. Rel juga disediakan untuk menerima secara

langsung dan menyalurkan beban kereta api kepada bantalan tanpa menimbulkan

defeksi yang berarti pada bagian balok rel diantara tumpuan bantalan. Oleh itu,

harus memiliki nilai kekakuan balok tertentu sehingga perpindahan beban titik

roda dapat menyebar secara baik pada tumpuan di bantalan. Batang rel tentunya

tidak bisa berdiri sendiri, harus ada satu kesatuan dengan sub sistem yang lain

sehingga membuat suatu konstruksi rel yang baik.

Wesel adalah pertemuan dua sepur yang menyebabkan kereta berbelok.

Wesel terdiri dari berbagai jenis sesuai dengan fungsi dan jumlah arah beloknya.

Biasanya wesel dapat ditemukan di emplasemen, sebagai tempat berputarnya arah

kereta api di stasiun. Seperti rel pada umunya wesel juga didirikan diatas bantalan

wesel. Bantalan wesel diberi tanda dan diletakan sesuai dengan gambar kerja

kemudian dipasangkan dengan bagian yang lainnya dengan dimulai pada gerakan

lidah supaya dapat memudahkan pemasangan bantalan wesel dari baja. Apabila

sebual wesel baru harus dimasukan pada rel yang lama maka wessel tersebut

disetel terlebih dahulu pada suatu tempat yg ditinggikan. Panjang wesel diambil

genap dari panjang batang rel ditambah renggangan.

Pada Proses Pemeliharaan kereta api merupakan hal yang sangat penting

mengingat kerugian yang akan ditimbulkan jika proses tersebut diabaikan. Jika

dilihat dari sisi organisasi angkutan yang baik, PT KAI seharusnya mempunyai

sistem perawatan yang dianggarkan secara khusus dan terlepas dari organisasi PT

KAI sehingga bisa lebih optimal, Kalau ada yang rusak dapat segera diperbaiki

218

atau memprediksi kemungkinan lainnya. Ini memang bisa menjadi boros, namun

dengan sistem perawatan yang ada saat ini masih potensial menempatkan

konsumen sebagai korban.

Setelah melakukan perhitungan maka didapatkan kordinat-kordinat dari

setiap wesel:

Tabel 12. 1 Koordinat wesel biasa

Koordinat

Titik X Y

A -1000,0000 0,0000

B 0,0000 0,0000

C 8249,2668 -109,9902

D 28824,3668 -889,6589

E 31661,8240 -1067,0000

F 34512,6104 -1067,0000

G 49032,0000 -1067,0000

H -1000,0000 -1067,0000

K -232,1330 -1067,0000

M 1656,3639 -109,9902

N 8235,0014 -1179,8951

O 10833,2654 -1230,6801

P 28757,1187 -1965,6296

Q 31587,3850 -2141,0569

Tabel 12. 2 Koordinat wesel simetris

Koordinat

Titik X Y

A -1000,00 533,50

B 0,00 535,01

C 19250,31 425,01

D 32630,73 177,96

E 38330,91 0,00

F 44040,48 0,00

F' 44034,92 -178,08

219

H -1000,00 -533,50

K -528,08 -533,50

M 15250,92 425,01

N 19244,18 -647,99

O 21351,84 -668,51

P 32597,11 -898,78

Q 38286,02 -1066,12

Tabel 12. 3 Koordinat wesel inggris

Koordinat

Titik X Y

EI 0,0000 0,0000

A -17094,9471 0,0000

C -5479,0408 362,6966

D -14253,5451 88,7073

N -14219,9675 -986,8263

O -5465,6669 -707,2198

P 0,0000 -533,6964

E 0,0000 533,6964

A' 17094,9471 0,0000

C' 5479,0408 362,6966

D' 14253,5451 88,7073

N' 14219,9675 -986,8263

O' 5465,6669 -707,2198

P' 0,0000 -533,6964

Tabel 12. 4 Koordinat wesel tergeser

Koordinat Sebelum Pergeseran

Titik X Y

A -1000,00000 0,00000

B 0,00000 0,00000

C 5822,09710 -68,49526

D 28092,43062 -894,91406

220

E 30845,80564 -1067,00000

F 33696,59198 -1067,00000

G 49032,00000 -1067,00000

H -1000,00000 -1067,00000

K -261,29390 -1067,00000

M -354,01529 -68,49526

N 5809,50974 -1138,42122

O 8320,01808 -1182,32112

P 28025,23786 -1969,99815

Q 30772,57107 -2131,50479

Koordinat Sesudah Pergeseran

Titik X Y

A' 27092,43062 -1067,00000

B' 28092,43062 -1067,00000

C' 33914,52772 -998,50474

D' 56184,86123 -172,08594

E' 58938,23626 0,00000

H' 27092,43062 0,00000

K' 27831,13672 0,00000

M' 27738,41533 -998,50474

N' 33901,94035 71,42122

O' 36412,44869 115,32112

P' 56117,66848 902,99815

Q' 58865,00169 1064,50479

Alignment Horizontal

Kelas Jalan Rel III

Vr = 100 km/jam

Alternatif yang dipakai = Alternatif 3

Panjang trase = 7990,813 m

221

PI-1 :

Jenis Lengkung = Spiral - Spiral

R = 900m

L = 630,641 m

Ls = 315,32 m

Ts = 317,612 m

Es = 18,699 m

PI-2 :

Jenis Lengkung = Spiral - Spiral

R = 900m

L = 515,254 m

Ls = 257,627 m

Ts = 258,871 m

Es = 12,418 m

PI-3 :

Jenis Lengkung = Spiral - Spiral

R = 900m

L = 416,493 m

Ls = 208,246 m

Ts = 208,901 m

Es = 8,085 m

Galian dan Timbunan

Perbandingan Galian dan Timbunan yang didapat dari perhitungan adalah :

Galian = 166395,952 m3

Timbunan = 30752,237 m3

Galian : Timbunan

5,411 : 1

222

12.2 Saran

Pemeliharaan tidak hanya dilakukan pada kereta apinya saja, fasilitas-

fasilitas yang mendukung berjalannya kereta api perlu dilakukan perawatan,

contohnya rel kereta yang harus rajin diinspeksi untuk melihat apakah ada rel

yang rusak, atau kerusakan pada modul sinyal atau terputusnya kabel konektor

sehingga menyebabkan gangguan pada komunikasi data antara stasiun dan kereta

api. Semua masalah teknis ini menggila lantaran kualitas perawatan ternyata

begitu buruk yang mengakibatkan terjadinya kecelakaan.

Dalam mendisain wesel, kita harus mempunyai panduan yang bisa

digunakan sebagai referensi. Salah satu referensi yang bisa digunakan adalah PD

10.

Dalam pengerjaan tugas ini harus sangat teliti dan paham akan

konstruksi jalan rel, agar dapat mempermudah langkah-langkah dalam pengerjaan

tugas ini, selain itu peralatan menggambar seperti penggaris, penghapus, pensil,

spidol, dll harus senantiasa dimiliki karena akan dipakai pada saat penggambaran

wesel manual. Selain itu juga kita harus mahir dalam mengoperasikan progam

AUTOCAD, karena setelah gambar manual selesai maka gambar tersebut akan

dipindahkan dan digambar ulang dalam AUTOCAD. Ketelitian juga dibutuhkan

dalam penyekalaan gambar.

223

DAFTAR PUSTAKA

Hapsoro,Tri Utomo Suryo. 2009. Jalan Rel .Fakultas Teknik Sipil – Universitas

Gajah Mada. Beta Offfset Yogyakarta.

H. Hidayat dan Rachmadi. 2001. Catatan Kuliah Rekayasa Jalan Rel. Penerbit

ITB. Bandung

PD 10 Perencanaan Konstruksi Jalan Rel.2012

Penjelasan Peraturan Perencanaan Konstruksi Jalan Rel.2012

Perusahaan Jawatan Kereta Api.1986. Perencanaan Konstruksi Jalan Rel .

PJKA.Bandung

PJKA. 1986. Peraturan Perencanaan Konstruksi Jalan Rel (Peraturan Dinas No.

10). Bandung

Prasarana Transportasi Jalan Rel. Jurusan Teknik Sipil UMY. Yogyakarta.

Purwaamijaya, I.M. 2013. RekayasaTeknik Jalan Rel. Laboratorium Ukur Tanah

FPTK UPI. Bandung.

Purwaamijaya, Iskandar Muda, dkk. ―Model Perubahan Lingkungan di Koridor

Jalan Untuk mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan.‖ (Halaman : 15-22)

Supratman, Agus, DRTS. 2002. Geometri Jalan Raya. Bandung : FPTK UPI

Utomo, Suryo Hapsoro Tri, Ir., Ph.D. 2009. Jalan Rel. Yogyakarta : Beta Offset

xi

224

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

DAFTAR GAMBAR..............................................................................................vi

DAFTAR TABEL...................................................................................................ix

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Maksud dan Tujuan .................................................................................. 2

1.3 Sistematika Penulisan ............................................................................... 3

BAB II SEJARAH DAN TEKNOLOGI TERKINI JALAN REL ......................... 5

2.1 Sejarah Jalan Rel ...................................................................................... 5

2.2 Sejarah Jalan Rel di Indonesia .................................................................. 7

2.3 Teknologi Terkini Jalan rel .................................................................... 13

2.3.1 Aeromovel .......................................................................................... 13

2.3.1.1 Sejarah Aeromovel di Indonesia ......................................................... 14

2.3.1.2 Spesifikasi teknis Teknologi Aerotrain: ............................................. 16

2.3.1.3 Tinjauan 8 tahun pertama ke-ekonomian Teknologi sistem Aeromovel

17

2.3.1.4 Kelebihan Aeromovel ......................................................................... 18

2.3.1.5 Sistem Percontohan Aeromovel.......................................................... 19

2.3.1.6 Teknologi Aeromovel ......................................................................... 19

2.3.2 Maglev ................................................................................................ 24

2.3.3 Kereta Gantung ................................................................................... 35

BAB III KOMPONEN JALAN REL .................................................................... 42

3.1 Pengertian Umum ................................................................................... 42

3.2 Komposisi Bahan Rel ............................................................................. 43

ii

225

3.2.1 Komposisi Bahan ................................................................................ 43

3.2.2 Jenis Rel dengan Komposisi Bahan Khusus ....................................... 44

3.2.3 Bentuk Dan Dimensi Rel Di Indonesia............................................... 46

3.2.3.1 Bentuk dan Dimensi Rel ..................................................................... 46

3.2.3.2 Penentuan Dimensi Rel ....................................................................... 48

3.3 Umur Rel ................................................................................................ 51

3.4 Stabilitas Rel Panjang ............................................................................. 51

BAB IV GEOMETRIK JALAN REL .................................................................. 60

4.1 Lebar Sepur ............................................................................................ 60

4.2 Lengkung Horizontal .............................................................................. 61

4.2.1 Lengkung Lingkaran ........................................................................... 62

4.2.2 Lengkung Lingkaran Tanpa Lengkung Transisi ................................. 66

4.2.3 Lengkung Transisi .............................................................................. 67

4.2.4 Lengkung S ......................................................................................... 70

4.3 Percepatan Sentrifugal ............................................................................ 70

4.4 Peninggian Rel ....................................................................................... 71

4.5 Pelebaran Sepur ...................................................................................... 76

4.6. Kelandaian .............................................................................................. 82

4.6.1 Landai Penentu ................................................................................... 83

4.6.2 Landai Curam ..................................................................................... 83

4.7. Lengkung Vertikal .................................................................................. 85

4.7.1. Lengkung Cembung ............................................................................ 85

4.7.2. Lengkung Cekung ............................................................................... 88

BAB V KONSTRUKSI JALAN REL .................................................................. 89

5.1 Pengenalan Jalan Rel .............................................................................. 89

iii

226

5.2 Konstruksi Jalan Rel ............................................................................... 91

5.3 Jalan Rel Luar Biasa ............................................................................. 105

5.4 Emplasemen ......................................................................................... 112

5.5 Wesel/Turnout ...................................................................................... 115

5.6 Jenis Wesel ........................................................................................... 115

5.7 Gambar macam-macam wesel .............................................................. 116

5.8 Komponen wesel .................................................................................. 118

5.9 Rel dan Geometrik Wesel ..................................................................... 121

5.10 Perancangan Wesel ............................................................................... 122

5.11 Persilangan ( Crossing) ........................................................................ 125

5.12 Persilangan dengan Jalan Raya/ Perlintasa Sebidang ........................... 129

BAB VI PERHITUNGAN WESEL DAN GAYA SENTRIFUGAL ................. 134

6.1 Wesel Biasa Tipe C .............................................................................. 134

6.2 Wesel Simetris Tipe J ........................................................................... 141

6.3 Wesel Inggris Tipe D ........................................................................... 147

6.4 Wesel Tergeser Tipe A ......................................................................... 152

6.5 Perhitungan Gaya Sentrifugal............................................................... 160

BAB VII PERHITUNGAN ALIGNMENT HORIZONTAL DAN VERTIKAL

............................................................................................................................. 163

7.1 Perencanaan Dan Perhitungan Alignment Horizontal .......................... 163

7.2 Perencanaan Garis Trase Jalan ......................................................... 163

7.3 Perhitungan Sudut Belok Betul ........................................................ 164

7.4 Perhitungan panjang tangen .............................................................. 165

7.5 Perhitungan Tikungan Pertama (PI – 1) ........................................... 166

7.6 Perhitungan Tikungan Kedua (PI – 2) .............................................. 169

iv

227

7.7 Perhitungan Tikungan Kedua (PI – 3) .............................................. 172

BAB VIII STACKING OUT .............................................................................. 175

8.1 Perhitungan Stacking Out Horizontal ................................................... 175

8.2 Perhitungan Stacking Out Vertikal ....................................................... 177

8.2.1 Perencanaan Landai Jalan ................................................................. 177

8.2.2 Stacking Out Vertikal ....................................................................... 178

8.3 Perhitungan Stasioning ......................................................................... 183

BAB IX PERHITUNGAN GALIAN DAN TIMBUNAN ................................. 185

9.1 Perhitungan Galian dan Timbunan ....................................................... 185

BAB X PERENCANAAN SALURAN DRAINASE ......................................... 193

10.1 Perencanaan Dimensi Saluran Samping ............................................... 193

10.2 Perencanaan Dimensi Gorong – gorong ............................................... 195

BAB XI SITASI REKAYASA TEKNIK JALAN REL......................................198

11.1 Sitasi (kutipan) Artikel Jalan Rel Dr.Ir.H.Iskandar Muda Purwaamijaya.

MT ......................................................................................................................198

BAB XI PENUTUP.............................................................................................217

11.1 Simpulan ............................................................................................... 217

11.2 Saran ..................................................................................................... 222

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 223

v

228

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Kereta Api di Jepang (Shinkansen) .................................................... 6

Gambar 2. 2 Pembangunan Jalan Rel di Indonesia ................................................. 8

Gambar 2. 3 Aeromovel di TMII .......................................................................... 17

Gambar 2. 4 Teknologi Aeromovel telah ―proven‖ selama 25 tahun di Taman Mini

Indonesia Indah ..................................................................................................... 18

Gambar 2. 5 Bagian Rel Kereta Maglev ............................................................... 30

Gambar 2. 6 Maglev di Jepang ............................................................................. 32

Gambar 2. 7 Aeromovel di Inggris ....................................................................... 32

Gambar 2. 8 Aeromovel di Perancis ..................................................................... 33

Gambar 2. 9 Aeromovel di China ......................................................................... 33

Gambar 2. 10 Aeromovel di Jerman ..................................................................... 34

Gambar 2. 11 Aeromovel di Spanyol .................................................................... 34

Gambar 2. 12 Aeromovel di Italy ......................................................................... 35

Gambar 3. 1 Nilai Maksimum Keausan Rel Menurut PD 10 tahun 1986 ............. 44

Gambar 3. 2 Perbandingan Komposisi Kimia Rel Pengerasan di Ujung dan el

Standar .................................................................................................................. 45

Gambar 3. 3 Bentuk Struktur Makro Rel dengan Pengerasan di Ujung ............... 45

Gambar 3. 4 Profil Rel R 60 dan R 54 .................................................................. 47

Gambar 3. 5 Profil R 24 dan R 41 ......................................................................... 48

Gambar 3. 6 Bagan Alir Perencanaan Dimensi Rel ............................................. 50

Gambar 3. 7 Kerusakan Akibat Gaya Longitudinal .............................................. 54

Gambar 3. 8 Strukturisasi Elemen Rel pada Daerah Muai .................................. 55

Gambar 3. 9 Pengujian Tahanan Torsi Penambat di Laboratorium ..................... 58

Gambar 3. 10 Pengujian Tahanan Momen Lateral di Laboratorium .................... 58

Gambar 3. 11 Pengujian Tahanan Balas di Laboratorium .................................... 59

Gambar 4. 1 Lebar sepur ....................................................................................... 61

Gambar 4. 2 Lengkung Horizontal ........................................................................ 61

Gambar 4. 3 Kedudukan kereta pada saat lengkung horizontal ............................ 62

Gambar 4. 4 Diagram kelengkungan lengkung transisi ........................................ 69

vi

229

Gambar 4. 5 Lengkung transisi bentuk cubic parabola ......................................... 69

Gambar 4. 6 Bentuk Lengkung S ......................................................................... 70

Gambar 4. 7 Diagram peninggian rel .................................................................... 75

Gambar 4. 8 Posisi roda dan gardar teguh pada saat kereta melalui lengkung ..... 78

Gambar 4. 9 Ukuran gardar teguh yang digunakan di Indonesia .......................... 78

Gambar 4. 10 Gardar teguh dan rel pada posisi 2 ................................................. 79

Gambar 4. 11 Penyederhanaan posisi roda pada waktu melintasi lengkung ........ 80

Gambar 4. 12 Konstruksi rel penahan ................................................................... 83

Gambar 4. 13 Landai Curam ................................................................................. 84

Gambar 4. 14 Alignment Vertikal ......................................................................... 85

Gambar 4. 15 Lengkung Cembung ....................................................................... 86

Gambar 4. 15 Lengkung vertikal berbentuk lengkung lingkaran ......................... 87

Gambar 5. 1 Rel .................................................................................................... 89

Gambar 5. 2 Profil Rel R-60, R-54 ....................................................................... 90

Gambar 5. 3 Track Geotechnology and Substructure Management ..................... 91

Gambar 5. 4 Konstruksi jalan rel .......................................................................... 91

Gambar 5. 5 Rel kereta api .................................................................................... 92

Gambar 5. 6 Sambungan tegak ............................................................................. 94

Gambar 5. 7 Sambungan gantung ......................................................................... 94

Gambar 5. 8 Bantalan kayu ................................................................................... 96

Gambar 5. 9 Bantalan baja ................................................................................... 97

Gambar 5. 10 Bantalan beton ................................................................................ 99

Gambar 5. 11 Bantalan slab ............................................................................... 100

Gambar 5. 12 Pelat penyambung untuk rel R.42, R.50 dan R.54. ...................... 101

Gambar 5. 13 Pelat penyambung untuk rel R.60. ............................................... 101

Gambar 5. 14 Penambat Elastik Nabla ............................................................... 103

Gambar 5. 15 Jalur Rel Gigi ............................................................................... 106

Gambar 5. 16 Cable Railway .............................................................................. 109

Gambar 5. 17 Mono Rail di Malaysia ................................................................. 110

Gambar 5. 18 Jalur monorel Tama Toshi, Tokyo, Jepang .................................. 112

Gambar 5. 19 Emplasemen Stasiun Kecil ........................................................... 113

vii

230

Gambar 5. 20 Wesel ............................................................................................ 116

Gambar 5. 21 Gambar Macam-Macam Wesel .................................................... 116

Gambar 5. 22 Wesel Inggris Penuh..................................................................... 116

Gambar 5. 23 Wesel Inggris Setengah ................................................................ 117

Gambar 5. 24 Sentral stasiun di Milan dengan 24 platform tracks ..................... 117

Gambar 5. 25 Bagian-bagian wesel .................................................................... 118

Gambar 5. 26 Wesel Biasa Arah kanan .............................................................. 119

Gambar 5. 27 Ujung lidah wesel ......................................................................... 119

Gambar 5. 28 Jarum ............................................................................................ 119

Gambar 5. 29 Rel Lantak .................................................................................... 119

Gambar 5. 30 Tuas penggerak lidah rel ............................................................. 120

Gambar 5. 31 Motor penggerak lidah rel ............................................................ 120

Gambar 5. 32 Posisi pemasangan bantalan pada wesel ...................................... 120

Gambar 5. 33 Kombinasi Wesel dan Crossing ................................................... 121

Gambar 5. 34 Skema Wesel ................................................................................ 122

Gambar 5. 35 Frog .............................................................................................. 123

Gambar 5. 36 Crossing ........................................................................................ 125

Gambar 5. 37 Tumpuan roda pada persilangan .................................................. 125

Gambar 5. 38 Persilangan siku ........................................................................... 125

Gambar 5. 39 Persilangan Miring ....................................................................... 126

Gambar 5. 40 Persilangan miring (Tajam) .......................................................... 126

Gambar 5. 41 Penempatan jarum ........................................................................ 126

Gambar 5. 42 Persilangan Tumpul ..................................................................... 127

Gambar 5. 43 Part of Crossing (Acute angle crossing) ...................................... 127

Gambar 5. 44 Diamond Crossing ........................................................................ 128

Gambar 5. 45 Squae Crossing ............................................................................. 128

Gambar 5. 46 Perlintasan dengan palang pintu ................................................... 129

Gambar 10. 1 Penampang Saluran ...................................................................... 195

Gambar 10. 2 Penampang gorong-gorong .......................................................... 197

viii

231

DAFTAR TABEL

Tabel 3. 1 Kadar C dan Mn pada rel WR dan PJKA ............................................ 44

Tabel 3. 2 Klasifikasi Tipe Rel di Indonesia ......................................................... 47

Tabel 3. 3Dimensi Profil R 42, R 50, R 54 dan R 60 ............................................ 48

Tabel 3. 4 Tegangan Ijin Profil Rel Berdasarkan Kelas Jalan di Indonesia ........ 49

Tabel 4. 1 Persyaratan jari-jari minimum lengkung horisontal............................. 67

Tabel 4. 2 Peninggian rel Lengkung Horizontal berdasarkan peninggian normal 76

Tabel 4. 3 Pelebaran sepur sesuai jari-jari lengkung horizontal .......................... 81

Tabel 4. 4 Perlebaran sepur yang digunakan oleh PT. Kereta Api (persero) ........ 82

Tabel 4. 5 Landai penentu jalan rel ....................................................................... 84

Tabel 4. 6 Jari-jari minimum lengkung vertikal.................................................... 87

Tabel 5. 1 Klasifikasi Jalan Rel............................................................................. 93

Tabel 5. 2 Klasifikasi Jalan Rel Dan Siklus Perawatan Menyeluruh .................... 95

Tabel 5. 3 Kemiringan Tepi Bawah Kepala Rel Dan Tepi Atas Kaki Rel. ......... 101

Tabel 5. 4 Kecepatan KA pada wesel ................................................................. 121

Tabel 5. 5 Jumlah perlintasan di seluruh Indonesia ............................................ 129

Tabel 5. 6 Koefisien gesek ( f) ........................................................................... 131

Tabel 5. 7 Panjang pengereman .......................................................................... 132

Tabel 6. 1 Besar pelebaran sepur ........................................................................ 137

Tabel 6. 2 Besar pelebaran sepur untuk berbagai jari-jari tikungan ................... 144

Tabel 6. 3 Besar pelebaran sepur untuk berbagai jari-jari tikungan ................... 150

Tabel 6. 4 Besar pelebaran sepur untuk berbagai jari-jari tikungan ................... 155

Tabel 6. 5 Variasi gaya sentrifugal terhadap macam-macam gerbong kereta pada

wesel biasa .......................................................................................................... 161

Tabel 6. 6 Variasi gaya sentrifugal terhadap macam-macam gerbong kereta pada

wesel simetris ...................................................................................................... 161

Tabel 6. 7 Variasi gaya sentrifugal terhadap macam-macam gerbong kereta pada

wesel inggris ....................................................................................................... 162

Tabel 6. 8 Variasi gaya sentrifugal terhadap macam-macam gerbong kereta pada

wesel tergeser ...................................................................................................... 162

Tabel 7. 1 Data trase............................................................................................ 164

ix

232

Tabel 7. 2 Kontrol sudut belok ............................................................................ 166

Tabel 7. 3 Kontrol panjang tangen ...................................................................... 166

Tabel 8. 1 Stacking out horizontal PI - 1 ............................................................. 175

Tabel 8. 2 Stacking out horizontal PI – 2 ............................................................ 176

Tabel 8. 3 Stacking out horizontal PI – 3 ............................................................ 176

Tabel 8. 4 Stacking out vertikal PPV 1 ............................................................... 179

Tabel 8. 5 Stacking out vertikal PPV 2 ............................................................... 180

Tabel 8. 6 Stacking out vertikal PPV 3 ............................................................... 181

Tabel 8. 7 Stacking out vertikal PPV 4 ............................................................... 183

Tabel 9. 1 Volume galian dan timbunan ............................................................. 186

Tabel 10. 1 Data Curah Hujan............................................................................. 193

Tabel 12. 1 Koordinat wesel biasa ...................................................................... 218

Tabel 12. 2 Koordinat wesel simetris .................................................................. 218

Tabel 12. 3 Koordinat wesel inggris ................................................................... 219

Tabel 12. 4 Koordinat wesel tergeser .................................................................. 219

x