laporan rantai kakao di sulawesi

24
Peningkatan Pendapatan bagi Petani Kakao Indonesia dalam Pasar Berkelanjutan: Studi Kasus Kerjasama LSM – Sektor Swasta di Sulawesi September 2011 - www.vecoindonesia.org

Upload: veco-indonesia

Post on 23-Mar-2016

239 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Laporan tentang rantai komoditas kakao di Sulawesi Barat, hasil kerjasama VECO Indonesia, PT Armajaro, LSM Wasiat, dan organisasi petani AMANAH.

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Rantai Kakao di Sulawesi

1

Peningkatan Pendapatan bagi Petani Kakao Indonesia dalam Pasar Berkelanjutan:Studi Kasus Kerjasama LSM – Sektor Swasta di Sulawesi

September 2011 - www.vecoindonesia.org

Page 2: Laporan Rantai Kakao di Sulawesi

2

Latar Belakang

Indonesia merupakan penghasil kakao terbesar ketiga di dunia. Kakao ditanam di lebih dari 1,5 juta hektar lahan oleh lebih dari satu juta petani kecil dengan penghasilan ekspor sekitar USD 1,2 juta per tahun. Petani kecil menyumbangkan 93 persen dari produksi nasional, dan 71 persen dari produksi petani kecil itu berada di Sulawesi.

Walaupun tanaman kakao memiliki arti penting bagi perekonomian Indonesia, namun produktivitas, kualitas biji dan profitabilitas pertanian mengalami penurunan. Penyebabnya adalah pohon-pohon sudah tua serta praktik-praktik pertanian tidak berkelanjutan. Berbagai upaya untuk mengubah kecenderungan ini melalui investasi on-farm seperti peremajaan pohon, penanaman kembali dan langkah-langkah pertanian berkelanjutan berjalan lamban karena terbatasnya pengetahuan petani dan akses untuk mendapatkan modal. Penyebab lain adalah kurang baiknya penyampaian informasi harga kualitas yang mencerminkan kacaunya rantai pasokan kakao di Indonesia yang terlalu panjang, tidak tertata, serta penuh persaingan.

Salah satu wilayah program VECO Indonesia adalah Kabupaten Polewali Mandar (Polman), Sulawesi Barat, di mana kakao merupakan komoditas utama dan sumber penghasilan. Seperti di tempat lain, tantangan utama petani kakao di kabupaten ini adalah rendahnya mutu, hasil panen dan pendapatan.

Rantai Pasokan Kakao di Polman

Rantai pemasokan kakao yang biasa dilakukan petani Polman adalah menjual biji kakao kering kepada pengumpul dan pedagang lokal, yang kemudian menjual kepada pedagang besar di Makassar atau kota pelabuhan lain di mana kakao itu selanjutnya dikapalkan. Petani bergantung pada para tengkulak untuk mendapatkan pasokan beras dan pinjaman berbunga tinggi. Hasil panen mereka menjadi jaminan sehingga mengurangi penghasilan mereka. Karena kecilnya hasil panen, maka petani tidak dapat menjual langsung kepada pelaku yang berada di rantai lebih tinggi.

Saat ini, Armajaro, Cargill, ADM dan Olam merupakan pedagang-pedagang besar di Makassar. Pelanggan mereka adalah pabrik-pabrik penganan terkenal seperti Petra Foods, PT Mars, Nestle, Blommer

dan Hershey. Perusahaan-perusahaan ini tengah menyusun target ambisius bagi penggunaan kakao dengan sertifikat berkelanjutan pada merek-merek produk paling laris. Target ini sebagai upaya menanggapi minat pasar yang makin besar terhadap kakao yang bisa dilacak sampai ke negara produsen dan yang dihasilkan sesuai pedoman sosial dan lingkungan tertentu.

Diperkirakan bahwa jika semua target

Dewi, petani kakao, Bendahara Kelompok Petani Sinar Harapan, Desa Jambu Malea, Kecamatan Tappango, Kabupaten Polewali Mandar (Polman)

Manfaat pertama yang saya rasakan dengan adanya kerjasama antara VECO, Amanah, Wasiat, dengan Armajaro adalah makin berkembangnya kemampuan para petani, mulai bertanam dan manajemen kelompok petani, sampai perencanaan usaha serta pemasaran biji kakao. Manfaat kedua adalah transparansi harga biji kakao, yang memudahkan kami dalam mengambil keputusan menyangkut pemasaran bersama kakao sehingga dapat meningkatkan pendapatan para petani. Manfaat ketiga, pengetahuan dan pengalaman kami bertambah dengan mengikuti berbagai kegiatan seperti pelatihan dan karya wisata. Sebelum mendapat pelatihan dari Wasiat dan Koperasi Amanah, penghasilan saya kecil, tetapi sesudah memperoleh bimbingan dari VECO juga dari Wasiat, Koperasi Amanah dan Armajaro, Alhamdulillah, setiap batang pohon kini bisa menghasilkan dua kilogram per tahun.

David Ngu, Presiden Direktur, Armajaro IndonesiaBekerjasama dengan VECO melalui Wasiat dan Amanah untuk menjalin hubungan seperti ini merupakan cara untuk membantu memajukan petani agar mampu menghasilkan kakao yang memiliki nilai lebih baik sehingga dapat me-masuki pasar. Sebagai pelaku di sektor swasta, Armajaro yakin bahwa di bawah bimbingan VECO dan Wasiat, kakao yang dihasilkan petani-petani ini bisa langsung dijual ke industri.

VECO adalah organisasi terkemuka di bidang pengembangan pertanian berkelanjutan yang berpengalaman menjalin kerjasama dengan petani untuk meningkatkan penghasilan mereka. Selama lima tahun terakhir kami juga menyadari pentingnya melakukan kerjasama dengan petani melalui cara-cara yang dapat secara langsung mendukung hubungan mereka dengan pasar.

Pengalaman kami di Sulawesi melalui kemitraan dengan pedagang kakao internasional, Armajaro, menunjukkan bahwa bermitra dengan sektor swasta dapat mengoptimalkan pengaruh kami, memperbaiki pendapatan petani kecil, serta meningkatkan kesinambungan keuntungan bagi para petani.

itu terpenuhi, maka pada tahun 2020, lebih dari 25 persen kakao Sulawesi harus sudah terlacak dan bersertifikat. Hal ini menunjukkan adanya peluang baru yang menggairahkan bagi para petani. Meskipun demikian, agar penawaran panen dalam jumlah cukup tinggi, pembuatan sertifikasi – dan keterlacakan (traceability) – itu dapat terwujud, petani benar-benar harus menggabungkan diri dalam sebuah kelompok petani yang dikelola dengan baik. Dalam konteks ini, kegiatan yang

Anton Muhajir

Page 3: Laporan Rantai Kakao di Sulawesi

3

selama ini dilakukan oleh banyak LSM untuk membangun kapasitas kelompok-kelompok petani lokal merupakan mata rantai penting yang hilang.

Kerjasama LSM - swasta dalam meningkatkan rantai kakao di Polman

Berbagai upaya awal untuk mengembangkan produktivitas dan kemampuan usaha petani kakao di Polman telah dilakukan pada tahun 2000-2006 oleh ACDI-VOCA. LSM dari Amerika ini menyelenggarakan pendidikan lapangan bagi petani serta percobaan dalam pembentukan kelompok-kelompok untuk melakukan pembelian dan penjualan bersama.

Ketika program ACDI-VOCA berakhir, sebagian besar staf mereka membentuk LSM lokal yang diberi nama Wasiat untuk melanjutkan tugas mereka; 11 dari kelompok petani mereka bersatu untuk mendirikan koperasi agribisnis milik-petani dengan nama Amanah; sedangkan satu staf mereka bekerja di VECO Indonesia sehingga memudahkan VECO dalam menjalin hubungan dengan pemilik-kepentingan yang berada di dalam rantai kakao di Polman.

Di saat yang sama, Armajaro tengah berupaya membina hubungan lebih akrab dengan petani kecil agar dapat mengembangkan keterlacakan dan mutu. Sebagai satu-satunya kelompok petani kecil kakao yang terorganisir di Sulawesi, Amanah merupakan mitra pilihan tepat. Armajaro menawarkan insentif kepada Amanah untuk mendorong pemasaran bersama kepada Armajaro, memberi modal pada koperasi tersebut, serta memudahkan mereka menjangkau lebih banyak petani. Armajaro mendirikan gudang di Polman di mana penilaian mutu dapat dilakukan di hadapan para petani, bukan di Makassar; dan mengirimkan harga harian serta informasi mengenai mutu kepada pimpinan Amanah.

Sementara itu, VECO Indonesia memberi bantuan berupa peningkatan kapasitas dan teknis kepada Wasiat, lembaga yang menopang kegiatan Amanah, serta mengembangkan berbagai strategi untuk memudahkan petani dalam berhubungan dengan perusahaan-perusahaan seperti Armajaro dan Mars. Pada tahun 2010, VECO meluncurkan dan mulai mendanai suatu program lebih formal di Polman bekerjasama dengan Armajaro. Program ini bertujuan untuk semakin memperkokoh perkembangan rantai kakao berkelanjutan

di Sulawesi. Salah satu target program tersebut di antaranya adalah peningkatan pendapatan petani yang terlibat di dalamnya sebesar 68 persen di tahun 2013. Begitu pula meningkatkan pengaruh mereka di dalam rantai tersebut. Meski pekerjaan yang harus dilakukan masih banyak, tetapi hasil yang diperoleh sejauh ini cukup mengesankan.

Hasil hingga saat ini

Kerjasama dan kedekatan Armajaro dengan petani kakao di Polman menghasilkan harga, persyaratan, serta aliran informasi mengenai pasar dan kualitas yang lebih baik.

Direktur Wasiat, Muhammad Akil mengatakan bahwa sejak bekerja dengan Armajaro, petani tidak lagi mengalami kesulitan dalam menjual panenan mereka. “Mereka cukup mengambil kakao dari koperasi lalu mengirimkannya kepada pembeli. Wasiat juga membantu kelompok-kelompok petani dalam melakukan tawar-menawar harga dengan Armajaro,” katanya.

Volume penjualan Amanah kepada Armajaro terus meningkat. Mulai dari 33 ton pada tahun 2006 hingga 230 ton pada tahun 2010. Harapan untuk tahun-tahun mendatang adalah 500 ton di tahun 2011, 750 ton di tahun 2012, dan 1.000 ton untuk 2013.

Di New York, petani Amanah mendapat harga FOB (freight on board) 75 sampai 80 persen, jumlah yang sangat tinggi (bandingkan dengan 65 sampai 70 persen di Ghana) yang berarti USD 1.000 sampai 2.500 per hektar. Ini merupakan penghasilan tinggi bagi petani Indonesia. Lebih baik dari pendapatan sebelumnya atau yang diterima sesama petani yang tidak melakukan pemasaran bersama. Di masa lalu biasanya hasil panen mereka gunakan untuk membayar utang. Kini, sebagian sudah mampu membeli sepeda motor, lemari es atau bahkan mobil.

“Setelah terjalin kerjasama untuk melakukan pemasaran secara kolektif,” ujar Koordinator Lapangan VECO di Sulawesi, Peni Agustiyanto, “petani menjadi semakin memahami pasar.” Tentu saja, dengan dukungan VECO, pimpinan Amanah bisa memiliki kemampuan dalam bidang pemasaran serta membina kemitraan penjualan tidak hanya dengan Armajaro tetapi juga dengan beberapa pedagang besar lain. Mereka juga menjadi pelatih teknis terlatih, yang mengajarkan pengetahuan mereka kepada kelompok-kelompok petani

yang jumlahnya terus bertambah di kabupaten-kabupaten lain. Keanggotaan Amanah juga mengalami peningkatan, dari 11 kelompok yang masing-masing terdiri dari sekitar 25 petani pada 2006, menjadi 25 kelompok beranggotakan 636 keluarga petani yang tersebar di lima kecamatan pada pertengahan 2011. Oleh sebab itu, Amanah pun memiliki cabang koperasi kecamatan yang semuanya aktif di bidang-bidang produksi, pengelolaan pascapanen, pemasaran kolektif dan perumahan begitu pula usaha-usaha lainnya, seperti pasokan beras.

Awalnya, Amanah tidak mampu bersaing dengan para tengkulak karena kurangnya modal. Saat ini koperasi mengelola dana sebesar Rp 1,2 miliar (USD 140.000) serta meminjamkan uang kepada anggota mereka dengan tingkat bunga wajar. Masa-masa di mana petani diperas oleh tengkulak sudah berakhir.

Prospek masa depan

Harga dunia untuk kakao meningkat hingga harga tertinggi selama 32 tahun pada awal 2011. Tingginya harga kakao mendatangkan keuntungan bagi pedagang seperti Armajaro, memberi motivasi kepada petani, dan membuat volume perdagangan tinggi. Walaupun harga berubah-ubah, namun diharapkan tetap tinggi di tahun-tahun mendatang mengingat permintaan yang lebih besar dari pasokan kakao dunia.

Di Sulawesi, pedagang internasional bersaing membeli biji kakao dari petani kecil. Meskipun demikian, sebagian besar kelompok masih bersikap menerima harga apa adanya, tidak mampu memengaruhi harga dari pedagang-pedagang ini. Hingga saat ini, Amanah adalah satu-satunya organisasi petani kuat yang menangani kakao di Sulawesi. Belum ada persatuan petani kakao tingkat nasional. Oleh karena itu, organisasi-organisasi petani harus makin kokoh dan dikelola dengan lebih baik, di tingkat lokal maupun nasional, guna meningkatkan kemampuan tawar-menawar mereka dalam industri ini. Inilah prioritas utama program VECO Indonesia di masa mendatang.

Page 4: Laporan Rantai Kakao di Sulawesi

4

September 2011 - www.vecoindonesia.org

Peningkatan Pendapatan bagi Petani Kakao Indonesia dalam Pasar Berkelanjutan:Studi Kasus Kerjasama LSM – Sektor Swasta di Sulawesi

Page 5: Laporan Rantai Kakao di Sulawesi

5

PengantarVECO merupakan lembaga pengem-bangan pertanian berkelanjutan yang berpengalaman bekerjasama dengan petani untuk meningkatkan pendapatan mereka. Selama lima tahun terakhir, kami makin menyadari pentingnya memberdayakan petani dengan secara langsung membantu mereka berhubungan dengan pasar. Kami yakin bahwa menjalin kemitraan dengan sektor swasta merupakan cara terbaik untuk memaksimalkan dampak yang kami berikan serta meningkatkan pendapatan berkelanjutan bagi para petani. Sektor swasta menawarkan keahlian di bidang perdagangan dalam hal kualitas dan kuantitas yang diminta pasar. Dalam kondisi optimal, keahlian tersebut bisa saja salah seorang investor yang aktif dalam rantai pasokan bersama petani. Kemampuan petani menggunakan cara-cara baru akan lebih cepat dan lebih baik ketika mereka terhubung dengan pembeli yang memberi keuntungan finansial dan hubungan pasar yang mereka butuhkan agar berhasil. Pengembangan industri kakao yang saat ini menuju sertifikasi dan keterlacakan (traceability) telah membuka berbagai

peluang baru untuk memperluas jangkauan petani lokal melalui kemitraan-kemitraan baru. Pengalaman kami bekerjasama dengan Armajaro, pemasok kakao terbesar di dunia, menggambarkan bagaimana kami dapat bekerjasama dengan sektor swasta untuk menciptakan peluang-peluang dan sumber-sumber baru bagi petani.

Melalui proses ini, VECO mempunyai beberapa peran baru, bergeser dari pelaksana menjadi fasilitator, serta meningkatkan efektivitasnya sebagai organisasi pengembangan, dengan memperkenalkan investasi pelengkap untuk mengurangi risiko dan meningkatkan pengaruh yang kuat.

Kotak 1 : Tentang Vredeseilanden/VECO

Vredeseilanden merupakan LSM internasional berpusat di Belgia dengan pengalaman 40 tahun di bidang pengembangan pertanian berkelanjutan. Lembaga ini dikenal karena keahliannya dalam praktik-praktik pertanian berkelanjutan serta berbagai usahanya memperkuat organisasi pertanian. Kami mendukung organisasi-organisasi mitra kami melalui delapan kantor regional atau Vredes Eilanden Country Office (VECO). Itulah mengapa di luar Belgia, organisasi ini lebih dikenal dengan nama VECO.

Fokus utama VECO saat ini adalah mengembangkan rantai pertanian berkelanjutan, dari tingkat lokal sampai internasional. Kami menyelenggarakan berbagai program melalui tujuh kantor regional, bermitra dengan kelompok-kelompok petani terorganisir, LSM, lembaga-lembaga riset, badan-badan pemerintah dan para pelaku sektor swasta (pedagang, pengolah, pedagang eceran) di 20 negara.

Kami berperan sebagai fasilitator di antara para pemangku kepentingan untuk menyusun berbagai strategi umum, berdasarkan analisis serta pengawasan cermat terhadap pasar dan hambatan yang dihadapi. Tujuannya untuk memperbaiki fungsi dan meningkatkan manfaat bagi semua pihak dalam tiap rantai, khususnya peningkatan pendapatan petani, serta membentuk lingkungan yang lebih mendukung di luar rantai.

Anton Muhajir

Page 6: Laporan Rantai Kakao di Sulawesi

6

Sektor kakao di Indonesia telah mengalami pertumbuhan luar biasa dalam 25 tahun terakhir. Saat ini Indonesia merupakan penghasil kakao terbesar ketiga di dunia (711.620 ton per tahun (Askindo, 2009) setelah Pantai Gading dan Ghana dengan menghasilkan sekitar 15 persen dari keseluruhan produksi biji kakao dunia. Luas tanaman kakao di Indonesia sekitar 1,5 juta hektar dengan penghasilan untuk ekspor mencapai USD 1,2 miliar setiap tahunnya. Produksi kakao menjadi sumber pendapatan utama bagi lebih dari 1,4 juta petani kecil beserta keluarga mereka. Petani kecil menyumbangkan 93 persen dari produksi nasional; sisanya diperoleh dari perkebunan milik pemerintah dan lahan swasta. Sebagian besar (71 persen) produksi kakao Indonesia berada di pulau Sulawesi. Wilayah penghasil kakao lainnya adalah Sumatra Utara, Jawa Barat dan Papua, ditambah Bali, Flores serta beberapa pulau lain yang merupakan penghasil dalam jumlah kecil. Meski tanaman kakao memiliki arti penting dalam perekonomian Indonesia, namun selama beberapa dekade terakhir produktivitas, kualitas biji dan keuntungan perkebunan menurun akibat usia tanaman yang makin tua. Begitu pula cara-cara berkebun yang tidak berkelanjutan seperti penggunaan pupuk tidak tepat maupun pemanenan buah yang belum matang. Akibatnya, terjadi penurunan kesuburan tanah, serangan hama dan penyakit. Kualitas produk juga tidak bagus. Beberapa tahun terakhir, ke-cenderungan penurunan ini mulai berkurang dengan dilakukannya investasi di kebun berupa peremajaan tanaman, penanaman kembali dan praktik-praktik pertanian berkelanjutan. Investasi seperti itu tidak dapat dilakukan lebih awal karena keterbatasan akses petani kecil untuk mendapatkan bantuan keuangan dan pengetahuan mengenai cara-cara berkebun berkelanjutan dan buruknya penyampaian informasi tentang harga kepada petani. Kegagalan terakhir ini menggambarkan rusaknya sektor kakao di Indonesia, di mana lebih dari 90 persen hasil produksi petani kecil dijual kepada rantai pasokan yang sangat panjang, tidak tertata, dan sangat bersaing.

Permintaan terhadap kakao bersertifikat sebelumnya terbatas hanya bagi pasar-pasar tertentu di bawah merek-merek perusahaan coklat kecil. Dalam beberapa tahun terakhir, terdapat peningkatan minat pasar terhadap kakao yang dapat dilacak sampai daerah penghasil dan terhadap sistem produksi bersertifikat yang sesuai pedoman sosial dan lingkungan tertentu. Pada awal tahun 2010, Cadbury (yang diambilalih Kraft pada Februari tahun yang sama) mengumumkan bahwa mereka hanya akan menggunakan biji kakao bersertifikat Fair Trade untuk merek coklat mereka yang terlaris di Inggris, Dairy Milk. Pada April, Mars Inc. menyusul dengan mengumumkan bahwa mereka hanya menggunakan coklat bersertifikat Forest Alliance untuk merek Galaxy mereka yang terkenal. Pada tahun 2020, seluruh biji kakao yang digunakan Mars Inc. hanya akan berasal dari sumber-sumber yang bersertifikat “berkelanjutan.”

Apabila semua sasaran ini terpenuhi, maka pada tahun 2020 diperkirakan lebih dari 25 persen tanaman kakao di Sulawesi, sekitar 100.000 ton, harus

sudah dapat dilacak dan bersertifikat. Hal ini menggambarkan sebuah peluang pasar yang baru dan berkembang bagi para petani. VECO, Mars, Armajaro serta pihak-pihak lain yang berkepentingan dalam rantai pasokan kakao mempunyai kepentingan sama dalam membantu petani Indonesia menjangkau pasar ini. Tantangannya adalah agar mampu menawarkan volume yang cukup tinggi serta mewujudkan sertifikasi dan keterlacakan, maka petani harus bergabung dalam kelompok tani yang dikelola dengan baik.

2. Rantai Kakao di Kabupaten Polman

Salah satu lokasi program yang didukung VECO Indonesia terletak di Kabupaten Polewali Mandar (Polman), Sulawesi Barat. Komoditas utama di daerah ini adalah kakao dengan total produksi 79.029 ton dari luas keseluruhan kebun kakao 119.884 hektar.

Seperti daerah lain di Sulawesi, tantangan utama produksi kakao di Polman adalah kualitas serta hasil panen yang rendah akibat hama (serangga pengerek pohon kakao), penyakit dan kurangnya pemupukan. Hasil panen rata-rata hanya

Anton Muhajir

1. Latar Belakang

Sektor Kakaodi Indonesia

Kakao Bersertifikat: Peluang dan Tantangan

Gambar 1: Peta Indonesia

Page 7: Laporan Rantai Kakao di Sulawesi

7

0,5 ton per hektar per tahun. Padahal dalam keadaan sangat baik seharusnya bisa mencapai 2 ton.

Biasanya, petani memecah buah kakao kemudian menjemur bijinya hingga mencapai kelembapan 7 persen. Tidak ada proses fermentasi on-farm seperti yang umum dilakukan di Ghana dan Pantai Gading. Setelah itu biji-biji kakao itu jual kepada pedagang lokal, baik sendiri atau bersama-sama. Para pedagang lokal kemudian menjualnya ke pedagang lebih besar di Makassar atau kota pelabuhan lain. Biji-biji kakao kemudian dikapalkan.

Saat ini, Armajaro, Cargill, ADM, dan Olam merupakan pedagang kakao terbesar di Makassar. Dalam program ini, kami hanya bekerjasama dengan Armajaro. Pedagang-pedagang ini menjual biji kakao kepada pengolah dan pabrik penganan seperti Petra Foods, PT Mars, Nestle, Blommer and Hershey. Varietas kakao yang ditanam menurut kondisi tanah, iklim dan hama setempat menghasilkan produk dengan kualitas serta citarasa yang lebih disukai pasar Amerika daripada pasar Eropa.

Pelaku penting lain dalam rantai kakao adalah Dinas Perkebunan (Disbun) dan Kemitraan Kakao Berkelanjutan (Cocoa Sustainability Partnership, CSP).

Perkebunan kecil sangat penting bagi keberhasilan sektor kakao di Indonesia.

Banyak perusahaan yang tidak dapat mengalihkan pembelian mereka ke perkebunan lebih besar. Pengalaman di Malaysia membuktikan bahwa mengelola perkebunan kakao berskala besar yang menguntungkan tidaklah mudah. Perkebunan seperti itu bahkan jauh lebih rentan terhadap penyakit dan sulit untuk menerapkan bio-diversifikasi dengan tanaman pelindung serta jenis tanaman lain yang menguntungkan bagi produksi kakao. “Penanaman pohon kakao membutuhkan perawatan dan perhatian yang lembut,” kata Alfons Urlings, ahli kakao dari VECO Indonesia.

Bagi perusahaan-perusahaan seperti Armajaro dan Mars, usaha yang sedang dilakukan berbagai LSM dalam mengembangkan kemampuan kelompok petani lokal merupakan rantai utama yang selama ini hilang. Perusahaan-perusahaan ini tidak punya waktu untuk melakukan pengembangan seperti itu di bidang tersebut. Mereka juga tak terbiasa mengembangkan konsep agar kegiatan perdagangan kakao mereka sesuai kerangka lebih besar sehingga mampu mendorong pendapatan dan sistem perkebunan lebih berkelanjutan. Kegiatan LSM bersama kelompok-kelompok petani memudahkan dilakukannya peningkatan terhadap kualitas, keterlacakan dan pelabelan. Begitu pula pemasaran bersama yang memang diperlukan mengingat kecilnya hasil panen petani perorangan.

3. Program Pengembangan Rantai Kakao VECO Indonesia

Tujuan VECO adalah mengembangkan rantai pasar hasil pertanian berkelanjutan, terutama di tingkat lokal dan regional, di mana keluarga petani yang terorganisir, pria maupun wanita, mampu memengaruhi hubungan perdagangan (harga, sumber, dan kekuatan) serta meningkatkan penghasilan bersih mereka.

Tujuan dan Sasaran Khusus Program

- Cara-cara berkebun yang lebih baik. Dengan demikian petani bisa meningkatkan produktivitas serta kualitas sehingga meningkatkan pendapatan melalui hasil panen lebih besar. Sasaran program ini adalah peningkatan penghasilan bersih keluarga petani sebesar 68 persen dalam rantai kakao yang didukung program tersebut antara tahun 2010 dan 2013.

- Menguatnya pengaruh keluarga petani terorganisir, pria maupun wanita, dalam hubungan perdagangan di dalam rantai tersebut antara tahun 2010 dan 2013.

Gambar 2: Diagram rantai pasokan kakao untuk Indonesia

Page 8: Laporan Rantai Kakao di Sulawesi

8

4. Mitra-Mitra Utamadalam Program Polman

Sejarah Amanahdan Wasiat

Sejak awal pemerintahan rezim Orde Baru di Indonesia, setiap desa di Sulawesi sudah memiliki kelompok petani yang dibentuk pemerintah. Namun, kelompok-kelompok petani itu hanya berkumpul pada peristiwa-peristiwa tertentu, misalnya saat pembagian pupuk gratis atau kunjungan dari pejabat pemerintah. Kelompok petani ini tak mempunyai kegiatan tetap dan kepemimpinan yang kuat. Dahulu, petani seolah-olah ‘bagian tanah’ yang memberi pasokan kepada pengumpul dan pedagang dari sektor swasta, sementara pemerintah mulai dari tingkat atas sampai bawah bertanggungjawab terhadap kesejahteraan mereka. Para petani memerlihatkan ‘mentalitas meminta’ dan menunggu bantuan daripada berusaha mengembangkan diri sendiri. Daerah yang dihuni petani tidak mandiri menjadi basis pasokan bagi pengumpul lokal. Sekitar tahun 2000, lembaga nirlaba dari Amerika, Agricultural Cooperative

Organisasi mitra:Amanah (organisasi petani lokal), Wasiat (LSM lokal)

Jumlah penerima pada 2010:1.500 petani (sebagian besar pria, seluruhnya anggota Amanah)

Target penerima pada 2013:1.800 petani (1.260 pria/540 wanita)

Rata-rata luas perkebunan:1,12 hektar per keluarga petani

Rata-rata produksi kakao tahun 2010:327 kg per hektar

Target rata-rata produksi kakao tahun 2013: 412 kg per hektar

Harga petani tahun 2010 :Rp 20.000 (USD 2,33) per kg kakao kering

Target harga petani tahun 2013:Rp 26.620 per kg kakao kering

Rata-rata penghasilan petani per tahun 2010:USD 850

Target rata-rata penghasilan petani per tahun 2010:USD 1.430

Pendanaan dari VECO yang dimulai tahun 2010:Euro 70.000

Pendanaan untuk 2011 – 2013 :Euro 275.000

Sumber pendanaan :VECO, Direktorat Jenderal Pengembangan (DGD) pemerintah Belgia, Cordaid

Kotak 2. Ringkasan Program di Kabupaten Polman

Anton Muhajir

Page 9: Laporan Rantai Kakao di Sulawesi

9

Development International – Volunteers in Overseas Cooperative Assistance (ACDI-VOCA) mulai memberi bantuan kepada petani lokal melalui metode Farmer Field School (FFS, Sekolah Lapangan bagi Petani). Tujuan ACDI-VOCA adalah bekerjasama dengan kelompok petani desa yang sudah ada kemudian mengubah mereka menjadi unit usaha yang efektif. Setiap minggu ACDI-VOCA memberi pelatihan bagi kelompok-kelompok tertentu yang digabungkan dengan penelitian sederhana oleh petani terhadap tanah mereka. Lewat pelatihan ini terjalin hubungan intensif antara ACDI-VOCA dengan kelompok-kelompok petani. Selain kegiatan pendidikan lapangan bagi petani, mereka juga melakukan percobaan dengan membeli kebutuhan dan menjual produksi secara kolektif. Dalam hal ini, ACDI-VOCA memfasilitasi pembentukan kelompok petani, yang rata-rata beranggotakan 25 petani. Mereka kemudian disatukan ke dalam unit-unit koperasi lebih besar dengan anggota sekitar 150 petani (lihat bagan struktur organisasi petani pada Gambar 3). Ketika program ACDI-VOCA berakhir pada tahun 2006, beberapa stafnya diberi pelatihan dan dibekali dengan sarana berupa mobil, komputer dan sebuah kantor kecil, untuk mendirikan LSM mandiri dengan nama Wahana Sukses Pertanian Terpandang (Wasiat); 11 kelompok petani ACDI-VOCA bersatu guna membentuk organisasi petani baru bernama Amanah; sementara satu orang stafnya bergabung dengan tim VECO Indonesia sehingga VECO mulai menjalin hubungan dengan pemangku kepentingan di dalam rantai kakao di Polman.

Kegiatan dan Peran Mitra

VECO Indonesia

Sekitar tahun 2008, bersama Wasiat dan Amanah, VECO mulai mengembangkan dan menerapkan berbagai strategi guna memfasilitasi terjalinnya hubungan pasar antara kelompok petani kecil kakao di Polman dengan perusahaan-perusahaan seperti Armajaro dan Mars. Untuk itu, bekerjasama dengan Armajaro, VECO merancang serta memperkenalkan program lebih formal untuk memperkuat perkembangan rantai kakao berkelanjutan di Polman. VECO telah mendanai program ini sejak awal tahun 2010. Kami memberikan dukungan langsung kepada Wasiat dan Amanah dalam upaya

mereka meningkatkan kualitas dan produksi kakao, melalui : - Peningkatan kemampuan dalam

praktik-praktik perkebunan berkelan-jutan, misalnya peremajaan pohon, dan penanganan setelah panen;

- Fasilitasi, bersama Armajaro, kegiatan Wasiat di bidang pendidikan lapangan bagi petani;

- Pelatihan bulanan tentang manajemen kelompok dan manajemen pemasaran, serta pelatihan tentang gender;

- Berhubungan dengan Gernas, program pemerintah untuk merevitalisasi produksi kakao di Indonesia, dan CSP (lihat kotak 7).

Peni Agustiyanto, Koordinator Lapangan Sulawesi, VECO Indonesia

VECO memberi dukungan kepada Wasiat dan Amanah untuk memperkuat kemampuan mereka mengembangkan organisasi petani dan teknik penanaman yang baik. Kegiatan ini dilakukan VECO di dalam kerangka mengelola Sistem Pengendalian Internal untuk kakao di Polman. Berdasarkan pengaruh yang dimiliki, VECO makin dikenal sebagai pelaku cukup penting di dalam rantai kakao di Polman. Mereka berhasil memperpendek rantai antara petani dengan pasar, yang sebelumnya sangat panjang. Akibatnya, kini petani dapat langsung mengakses pasar, khususnya internasional, melalui Armajaro. Hal ini merupakan salah satu dampak terpenting yang berhasil diraih lewat pengembangan program tersebut di Polman.

Wasiat (Wahana Sukses Pertanian Terpandang)

Wasiat meneruskan karya yang telah dilakukan ACDI-VOCA, yaitu menyelenggarakan pelatihan dan kunjungan belajar petani untuk meningkatkan teknik-teknik produksi kakao dan menangani masalah pengelolaan perkebunan. Selain itu, LSM ini juga bekerjasama dengan kelompok-kelompok petani di lima kecamatan di Polman, yang sekarang berada di bawah naungan Amanah, untuk memperkuat organisasi mereka guna meningkatkan kemampuan dalam melakukan penjualan dan pembelian bersama.

Akil, Direktur Wasiat

Wasiat merupakan satu-satunya lembaga lokal di bidang kakao di Sulawesi Barat.

Sejak pembentukannya sebagai sebuah organisasi kemasyaraka-tan pada tahun 2005, Wasiat telah menangani dua masalah penting dalam memfasilitasi petani ka-kao, yaitu mendirikan organisasi petani mandiri serta mendukung diversifikasi kegiatan petani ka-kao secara berkelanjutan. Me-lalui berbagai kegiatan multipihak yang kami selenggarakan bersama VECO Indonesia, Armajaro Indo-nesia dan organisasi petani Ama-nah, kualitas dan kredibilitas pela-yanan kami terhadap petani kakao makin baik hingga memperoleh kepercayaan lebih besar dari para petani. Kami dapat mengkoordinir dengan lebih baik lagi komunikasi di antara seluruh pemangku ke-pentingan di bidang kakao di Su-lawesi Barat.

Keberhasilan penting yang dapat kami capai adalah status hukum dari koperasi-koperasi di lima kecamatan di kabupaten Polman dan satu koperasi petani di tingkat kabupaten. Secara khusus kami bangga atas pencapaian tersebut. Kami berharap kemandirian organisasi petani dapat lebih ditingkatkan di masa akan datang.

Page 10: Laporan Rantai Kakao di Sulawesi

10

Saat ini, Wasiat adalah LSM profesional penyedia jasa dan merupakan pelaku utama dalam pengembangan rantai kakao yang memperkenalkan praktik-praktik berkebun inovatif dan berkelanjutan secara ekologi. Lembaga ini bertindak sebagai pusat informasi agribisnis kakao yang juga menjadi inisiator utama bagi pertemuan antarpelaku perdagangan kakao di Sulawesi. Lembaga ini menciptakan sebuah ruang di mana para petani dapat bertemu, melakukan lobi dan perundingan dengan pelaku swasta, serta memberikan advokasi untuk memengaruhi kebijakan pemerintah agar lebih menguntungkan petani kakao. Dengan seluruh kapasitasnya ini, Wasiat mendukung perkembangan Amanah sebagai sebuah organisasi petani yang berorientasi bisnis.

Amanah Amanah secara resmi terdaftar sebagai koperasi serba usaha milik petani pada 12 Februari 2007. Keanggotaan koperasi ini berkembang pesat, dari 11 kelompok petani yang masing-masing beranggotakan 25 petani pada tahun 2006, menjadi 84 kelompok petani pada pertengahan 2011.

Karena luasnya wilayah program, Amanah membentuk kelompok-kelompok koperasi di setiap kecamatan. Pada pertengahan 2009, Amanah menjadi koperasi sekunder yang dalam menjalankan tugasnya dibantu Wasiat, juga VECO untuk proses pendaftaran. Aktivitas koperasi di tingkat kecamatan tidak jauh berbeda, meliputi produksi, pengelolaan pascapanen dan pemasaran bersama serta penyimpanan. Mereka telah memperkenalkan berbagai jenis inovasi pada bidang-bidang ini. Contohnya, dalam hal pengelolaan pascapanen. Dulu, petani cukup menebarkan kakao mereka di tepi jalan untuk pengeringan, tapi kini mereka menggunakan rak tanpa atap, atau dalam beberapa keadaan, pengering bertenaga surya dengan atap terbuat dari plastik. Perkembangan terbaru lain mengenai koperasi dijelaskan pada bagian 6 di bawah ini.

Saat ini, Amanah merupakan sebuah organisasi agribisnis yang dikelola secara profesional. Mereka menerapkan praktik-praktik perkebunan inovatif dan berkelanjutan secara ekologis berdasarkan program kerja dan rencana usaha yang jelas. Karena layanan keanggotaan berkualitas tinggi yang diberikan Amanah, maka organisasi ini dipercaya baik oleh anggotanya sendiri maupun oleh pelaku-pelaku lain di dalam rantai kakao di Sulawesi.

Chris Claes

bergabung dengan Amanah. Awalnya, jumlah anggota kami hanya 29 orang. Namun, saat ini yang terdaftar sebagai anggota Amanah sebanyak 708, sementara yang terlibat dalam proses pemasaran bersama, khususnya dalam program sertifikasi, jumlahnya meningkat menjadi 1.600 petani.

Hassani, Ketua Organisasi Petani Amanah

Perubahan paling mendasar yang kami alami adalah petani yang semula hanya memperoleh keuntungan kecil dari penjualan kakao, sekarang bisa mendapat harga serta penghasilan lebih baik melalui pemasaran langsung kepada eksportir. Kemakmuran dan kesejahteraan petani makin membaik berkat adanya kerjasama antara VECO, Wasiat dan Armajaro. Hal ini terlihat pada bertambahnya jumlah mitra yang kami miliki sebagai sebuah organisasi petani kakao, dan makin banyaknya jumlah petani yang tertarik untuk

Anton Muhajir

Noviar Ananta

Page 11: Laporan Rantai Kakao di Sulawesi

11

AmanahPolewali Mandar

Anggota : 636

WasiatJumlah staf : 7

Fokus program : KakaoWilayah kerja : Polman

Lita PembolonganKec. : Tubbi Taramanu

Anggota : 207

Talepo SejahteraKec. : Luyo

Anggota : 202

Bina Agro Usaha KakaoKec. : Mapili

Anggota : 125

Mitra Kakao AgribisnisKec. : TapangoAnggota : 102

Ulul AlbabDesa : Ambopadang

Anggota : 21

Ujung BatupangaDesa : Batupanga Daala

Anggota : 26

SamaturuDesa : LandiAnggota : 25

Mesa AteDesa : BussuAnggota : 25

Harapan BaruDesa : Ambopadang

Anggota : 36

Bina Bersama IDesa : Batupanga Daala

Anggota : 25

SippatongangDesa : Lambague

Anggota : 25

Pemuda KaryaDesa : Rappang

Anggota : 25

AlfurqanDesa : PeburruAnggota : 25

Mesa AkkataDesa : Batupanga Daala

Anggota : 26

MannannunganDesa : AndauAnggota : 25

SipaingarangDesa : Tapango Barat

Anggota : 26

London GemilangDesa : PeburruAnggota : 25

Bina Bersama IIDesa : Batupanga Daala

Anggota : 25

Bukit HarapanDesa : LandiAnggota : 25

SetujuDesa : LewaniAnggota : 25

SipannassaDesa : Batupanga Daala

Anggota : 25

Sadar KaryaDesa :TubbiAnggota : 25

LestariDesa : Batupanga Daala

Anggota : 25

Karya BaktiDesa : Ambopadang

Anggota : 25

Bunga K KakaoDesa : Batupanga Daala

Anggota : 25

TomaupaDesa : Ambopadang

Anggota : 25

SukarelaDesa : Batupanga Daala

Anggota : 25

SipakaingaDesa : LandiAnggota : 25

Tunas JayaDesa : Pelitakan

Anggota : 26

Gambar 3 : Struktur Organisasi Petani Amanah dan hubungannya dengan Wasiat

Anton Muhajir

Page 12: Laporan Rantai Kakao di Sulawesi

12

5. Kerjasama dengan ArmajaroSebagai pemasok kakao terbesar di dunia untuk industri coklat, Armajaro mempunyai kepentingan besar dalam mengatasi masalah rantai pasokan kakao di Indonesia. Armajaro memiliki komitmen terhadap keberlanjutan mengingat inilah yang menjadi masalah utama bagi para pelanggan. Armajaro juga berkomitmen pada keikutsertaan petani kecil yang terorganisir karena tidak diragukan lagi, mereka merupakan pemasok terbesar produksi kakao Indonesia, dan harus bersaing dengan pedagang lokal yang bisa memperoleh produk dari petani perorangan.

Sebagai langkah awal, Armajaro membangun gudang pedesaan dan pedalaman di beberapa lokasi di Indonesia untuk mendekati pemasok agar dapat mengembangkan perolehan biji kakao yang terlacak, berkualitas dan bersertifikat. Armajaro hanya menangani produk kakao bersertifikat apabila ada pembeli produk tersebut, di mana untuk itu dibuat nota kesepahaman dengan perusahaan tersebut.

Armajaro mempunyai satu saluran di kabupaten Polman, Sulbar dengan VECO, dan di Sumatra dengan Swiss Contact. Armajaro ingin terlibat dan membina hubungan jangka panjang dengan sebanyak mungkin kelompok petani. Mengingat Armajaro tidak bisa membeli dari petani perorangan karena jumlah produk mereka sedikit, maka dikembangkanlah beberapa cara kerjasama dan pendukung guna menjamin petani agar memperoleh keuntungan lebih besar

melalui pemasaran bersama serta harga yang lebih stabil.

1. Pada tahun 2006, Armajaro mulai memberi insentif keuangan kepada Amanah untuk mendorong pembelian secara kolektif oleh kelompok petani. Amanah menerima bayaran Rp 50 untuk setiap kg yang dijual kepada Armajaro. Dana ini memungkinkan Amanah untuk menjangkau desa-desa lain. Sejak 2007 dan seterusnya, Armajaro menaikkan pembayaran tersebut menjadi Rp 100 per kg untuk kakao yang berkualitas baik dan Rp 50 untuk kualitas lebih rendah. Dalam waktu tiga tahun, Amanah memperoleh Rp 30 juta yang digunakan untuk membeli pupuk serta kebutuhan-kebutuhan lain bagi anggotanya.

2. Pada tahun 2006, kelompok petani lain juga menerima pra-pendanaan dari Armajaro yang besarnya 70 persen dari nilai perkiraan penjualan mereka. Akan tetapi, dana ini kemudian dihentikan karena petani ternyata juga menjual kakao mereka kepada pedagang lokal apabila harga yang mereka peroleh lebih baik, atau pernah meminjam uang pada pedagang tersebut. Dalam keadaan mendesak, pedagang lokal bisa memberi pinjaman kepada petani perorangan dengan meminta komitmen jangka-panjang sebagai imbalannya. Meskipun Armajaro tidak lagi menawarkan pra-pendanaan kepada petani perorangan, tetapi mereka memberikan jaminan yang mempermudah kelompok petani dalam mendapatkan kredit dari bank.

3. Sampai pertengahan 2008, Armajaro

mengumpulkan kakao untuk dikirim ke Makassar, sekitar 8 jam perjalanan melalui darat. Informasi yang diterima petani mengenai pasar sangat minim, sementara pengawasan mutu dilakukan di daerah tujuan, Makassar. Kerap terjadi penilaian mutu di Makassar lebih rendah dari penilaian yang dilakukan petani sendiri sehingga menimbulkan ketidakpuasan. Pada tahun 2008, Armajaro membangun gudang di Kabupaten Polman dan melakukan pengawasan mutu di sana di hadapan para petani. Transparansi dan kepercayaan antara petani dan perusahaan pun makin bertambah.

4. Mulai tahun 2009, setiap hari Armajaro mengirim SMS yang memuat informasi tentang harga pasar kakao kepada ketua kelompok petani. Cara tersebut masih dilakukan sampai sekarang.

5. Tahun 2010 Armajaro mulai mendukung proses sertifikasi agar kelompok-kelompok petani Amanah dapat memenuhi persyaratan UTZ Bersertifikat untuk Nestle. Prioritas Armajaro selanjutnya adalah menjajaki peluang untuk masuk ke pasar yang bersertifikasi Fair Trade dan Forrest Alliance.

Bagi petani di Polman, Armajaro terbukti merupakan pembeli utama yang dengan makin dekatnya keberadaan, telah memberikan harga, persyaratan, serta aliran informasi mengenai pasar dan kualitas yang lebih baik. Armajaro berharap agar pada 2020, 50 hingga 100 persen dari seluruh pembeliannya diperoleh melalui cara ini.

Chris Claes

Page 13: Laporan Rantai Kakao di Sulawesi

13

David Ngu, General Manager Operasional di Indonesia untuk Armajaro,

Kelompok petani ada karena pupuk gratis yang dibagikan pemerintah melalui mereka. Akan tetapi kelompok petani ini harus diatur pada tingkat lebih tinggi dan mengembangkan kemampuan berusaha agar mampu melakukan pemasaran bersama. Biasanya, petani menjual kepada rantai yang terdiri dari pengumpul desa, pengumpul kota kecil, pengumpul kota besar, eksportir, penggilingan, dan perusahaan-perusahaan internasional yang panjang sekali. Karena rantai yang sangat panjang ini, pasar pun dipenuhi spekulasi dan persaingan tidak sehat. Kondisi bagi petani dapat ditingkatkan secara signifikan apabila ada kerjasama langsung antara kelompok petani dan eksportir.

Untuk kakao, masalah terpenting adalah peningkatan produksi dan kualitas. Perlu dijaga agar petani memiliki keinginan untuk tetap menghasilkan kakao dan agar generasi muda ikut serta, karena mereka memiliki kemampuan lebih besar. Berbagai pelaku dari rantai nilai harus ikut aktif mendukung produksi kakao agar tersedia pasokan yang mencukupi dalam jangka panjang. Oleh karena itu, keterlacakan adalah kuncinya, sementara LSM merupakan mitra penting untuk mewujudkan hal ini.

6. Perkembangan dan Pencapaian Terkini

Pengawasan Lebih Baik untuk Kinerja Lebih Baik Volume dan mutu produksi kakao baik antarkelompok maupun antarpetani dalam kelompok petani yang sama sangat berbeda satu sama lain. Sejak 2005, Amanah telah berusaha melakukan pemetaan terhadap produksi kakao dengan mengumpulkan data dari berbagai kelompok petani. Kelompok petani Amanah pun secara teratur mencatat data dasar untuk keperluan mereka sendiri, begitu pula data terkait dengan keterlacakan untuk Armajaro. Berdasarkan data-data ini, anggota dengan prestasi terbaik kini mampu menghasilkan rata-rata 750 kg/hektar per tahun, melebihi rata-rata 500 kg/hektar untuk Sulawesi, tapi jauh di bawah potensi mereka yaitu 2.000 kg/hektar. Menggunakan data yang mereka kumpulkan, kelompok-kelompok petani mengadakan pembahasan internal mengenai hal apa yang dapat meningkatkan atau menurunkan produksi, serta apa saja yang bisa mereka pelajari dari situasi tersebut. Belum lama ini, mereka bekerjasama dengan VECO dan Wasiat untuk mengembangkan Sistem Pengawasan Internal untuk menjamin agar produk kakao mereka memenuhi standar yang ditentukan pembeli terbesar mereka,

PT Armajaro Indonesia.

Pertengahan 2011, setelah melewati proses saksama selama 10 bulan, 67 kelompok petani Amanah berhasil memperoleh sertifikasi UTZ untuk biji kakao non-fermentasi yang mereka hasilkan. Mulai musim panen berikutnya pada Oktober sampai Desember 2011, Armajaro akan membeli kakao bersertifikat dari Amanah.

b e r t a n g g u n g j a w a b terhadap pengembangan program bagi peningkatan rantai pasokan kakao melalui kerjasama dengan pemangku kepentingan lain di Indonesia. Dia memainkan peranan penting dalam kerjasama antara Armajaro dan petani menyangkut masalah transparansi. Dia mengatakan:

Chris Claes

Page 14: Laporan Rantai Kakao di Sulawesi

14

Kotak 3. Profil perusahaan Armajaro

Armajaro, yang didirikan pada tahun 1998, merupakan kelompok jasa keuangan dan komoditi internasional dengan tiga jenis kegiatan usaha utama:

- Komoditi: pengadaan dan pendis-tribusian kakao, kopi dan gula.

- Manajemen aset: pengelolaan in-vestasi dana komoditas

- Produk terstruktur: menga-tur serta menangani perangkat

finansial berdasarkan pemesanan

Lebih dari 1.000 orang bekerja untuk Armajaro dan berbagai Grup Armajaro serta anak perusahaannya di seluruh dunia. Kegiatan usaha Armajaro tersebar di Eropa, Amerika Utara, Amerika Selatan, Afrika Barat dan Asia.

Armajaro dikenal sebagai salah satu pemasok kakao dan kopi terbesar di dunia, dengan operasional pengadaan dan ekspornya berada di seluruh negara penghasil utama kakao sebagaimana juga di negara-negara penghasil kopi

di Asia. Armajaro telah menjadi mitra istimewa bagi basis pelanggan yang sudah mapan terdiri dari hampir semua produsen coklat, juga produsen dan pengolah kopi terkenal dunia.

Divisi kakao dan kopi Armajaro berpusat di London, dengan kegiatan pembelian yang sepenuhnya dimiliki Armajaro berada di Ghana, Pantai Gading, Nigeria, Indonesia, Malaysia, Vietnam dan Ekuador.

Armajaro berkomitmen untuk meningkatkan pendapatan petani kakao dan kopi beserta keluarga mereka. Melalui keberadaannya di negara-negara penghasil, Armajaro aktif menyelenggarakan serta mendukung berbagai program agronomi dan pendidikan yang dapat membantu petani dalam meningkatkan keuntungan dan kondisi kerja mereka.

Tantangan yang dihadapi masyarakat kakao dan kopi bersifat kompleks dan kerap saling berkaitan. Mengingat tidak ada satu pun perusahaan atau organisasi yang mampu mengatasi

semua tantangan tersebut sendirian, Armajaro pun bekerjasama dengan pemerintah, LSM dan mitra industri guna membantu memberikan program, baik lokal maupun internasional, untuk memperbaiki kesejahteraan petani dan keluarganya.

Armajaro merupakan anggota World Cocoa Foundation (WCF –Yayasan Kakao Dunia) dan European Cocoa Association (ECA – Asosiasi Kakao Eropa), serta bekerjasama dengan Rainforest Alliance, UTZ Certified (UTZ) dan Common Code for the Coffee Community (4C – Kebijakan Bersama bagi Komunitas Kopi).

Yayasan Armajaro, yang dibentuk tahun 2001, memberi dukungan langsung pada berbagai proyek kemasyarakatan setempat.

Chris Claes

Page 15: Laporan Rantai Kakao di Sulawesi

15

Untuk menanggapi permintaan akan kakao yang berkualitas, petani di Polman, Sulawesi Barat, menerapkan Sistem Pengawasan Internal. Tujuan akhirnya adalah agar semua petani mengembangkan suatu sistem produksi kakao berkelanjutan serta menghasilkan biji kakao dengan kualitas baik.

Mulai akhir April 2011, perhatian utama para petani ditujukan pada pengurangan penggunaan bahan-bahan kimia, seperti pestisida dan insektisida, pada tanaman kakao mereka. Selain memenuhi standar dari pembeli (PT Armajaro), pengurangan penggunaan bahan kimia ini juga mengurangi biaya produksi para petani.

Petani mengaku bahwa sebelum menerapkan ICS, mereka terlalu banyak menggunakan pestisida. “Setiap kali ada hama, kami langsung menyemprot seluruh tanaman – daun, buah, dan batang,” ujar Iqbal, petani dari Desa Arabua, Kecamatan Tutar, Polman. Menurut Iqbal, pemakaian pestisida dan insektisida yang berlebihan disebabkan oleh ketidaktahuan mereka tentang penggunaan secara benar dari bahan-bahan tersebut. “Kami menyangka makin banyak pestisida yang digunakan,

makin baik pula hasil panennya. Tapi ternyata tidak benar!” katanya. Bahan kimia tidak hanya membunuh semua hama, seperti misalnya pengerek batang kakao, tetapi juga mematikan musuh alami hama tersebut, seperti semut penenun. Iqbal menjelaskan, “Hama-hama ini juga dibutuhkan untuk membantu pembuahan-silang kakao. Karena alasan itulah petani pun mengurangi penggunaan bahan kimia pada tanaman mereka.”

Sementara mengurangi pemakaian bahan kimia terhadap panenan mereka, petani kakao di Polman juga mendapat pelajaran tentang pengelolaan bahan-bahan kimia secara lebih tepat. Lewardi, petani di Desa Batu Panga Daala, Kecamatan Luyo, berkata, “Dulu kami menyimpan pestisida bersama dengan barang-barang lain di rumah. Bahkan kadang-kadang dengan makanan. Kami tidak menyadari risikonya.” Sekarang, Lewardi menyimpan seluruh pestisida, herbisida, serta peralatan berkebunnya dalam sebuah kotak khusus, berjarak sekitar 15 meter dari rumahnya. Pada kotak tersebut, Lewardi menempelkan daftar bahan kimia yang tidak boleh digunakan ketika pohon kakao tumbuh. Dengan jarak kira-kira 5 meter, Lewardi membuat sebuah tempat pembuangan untuk sisa pestisida.

“Kini kami lebih berhati-hati sewaktu menggunakan pestisida karena sudah mengetahui pengaruhnya terhadap kesehatan dan kakao kami,” dia menambahkan.

Dukungan yang mereka terima dari Wasiat, LSM lokal mitra VECO Indonesia di Polman, ikut memberi andil terhadap perubahan perilaku petani. Bersama Amanah, Wasiat mengajak petani agar beralih ke sistem perkebunan berkelanjutan. “Kami mendorong petani agar menggunakan pestisida alami serta tidak berlebihan dalam penggunaannya,” ujar Muhammad Aqil, Direktur Wasiat. “Tujuan utamanya adalah agar kualitas kakao petani Polman sesuai standar yang ditentukan pembeli. Dengan demikian mereka juga akan memperoleh harga yang lebih baik untuk kakao mereka.”

Anton Muhajir

Kotak 4. Petani Kakao Polewali Mandar Menggunakan Sistem Pengendalian Internal

Page 16: Laporan Rantai Kakao di Sulawesi

16

Akses Lebih Besar untuk Mendapatkan Modal

Rauf, Manajer Koperasi, organisasi petani Amanah

Mengingat usaha utama kami adalah pemasaran kakao, sudah tentu, banyak hal yang harus kami pikirkan untuk mendukung usaha ini. Contohnya, pengadaan kebutuhan produksi serta pengadaan peralatan atau fasilitas untuk mendukung organisasi petani maupun anggota koperasi, juga peningkatan mutu biji kakao itu sendiri. Volume biji kakao yang kami pasarkan makin besar mulai dari 46 ton pada tahun 2006, naik menjadi 86 ton hingga akhirnya mencapai 320 ton di tahun 2010-2011. Kami akan terus mengerahkan petani agar

melakukan pemasaran bersama. Ketika pertama kali kami mulai beroperasi, anggota yang terlibat sangat sedikit, begitu pula pendapatan kami, sekitar Rp 35 juta. Mulai tahun 2007, penghasilan kami meningkat hingga mencapai sekitar Rp 500 juta. Lantas di tahun 2010, kami memperoleh Rp 1,2 miliar. Peningkatan yang sangat signifikan ini karena dukungan yang kami terima dari beberapa pihak seperti Armajaro sebagai eksportir, begitu pula pemerintah serta dari anggota koperasi sendiri dalam bentuk simpanan, baik berupa iuran maupun simpanan wajib anggota. Ini membuktikan bahwa motivasi anggota untuk mengembangkan organisasi sangat bersifat partisipatif dan melibatkan semua pihak.

Salah satu keberhasilan terbesar Amanah sampai saat ini adalah mendapatkan bantuan modal dari pemerintah. Pada awalnya, Amanah tidak mampu bersaing dengan tengkulak karena kurangnya modal. Saat ini dana yang dikelola Amanah besarnya mencapai Rp 1,2 miliar dari anggota dan Rp 9,4 miliar di mana Rp 700 juta di antaranya diperoleh dari Kementerian Perumahan

dan Rp 500 juta dari pemerintah provinsi dan kabupaten. Dari jumlah Rp 1,2 miliar tadi, sebanyak Rp 1 miliar dipergunakan untuk biaya perbaikan rumah anggota. Sisanya, Rp 200 juta, sebagai dana pinjaman yang bisa dipinjam anggota tanpa jaminan dengan tingkat bunga yang wajar. Iuran anggota tetap penting untuk menjamin pendapatan koperasi yang semestinya. Petani anggota wajib memberi sumbangan dalam jumlah tertentu, besarnya bervariasi antara koperasi satu dengan koperasi lainnya. Misalnya, iuran keanggotaan untuk koperasi Mitra Agribisnis Kakao, mencakup 14 kelompok petani di Kecamatan Tapango, adalah Rp 100.000. Selain kegiatan mereka dalam rantai kakao, koperasi juga aktif menjalankan beberapa usaha lain seperti pemasokan beras. Karena tidak menanam padi sendiri, petani pun mengandalkan pasokan beras dari luar. Dulu, mereka bergantung pada tengkulak untuk memperoleh beras. Sekarang, koperasi anggota Amanah menjual 2 ton beras setiap bulannya. Petani yang bukan ang-gota juga bisa membeli beras dengan harga sedikit lebih mahal.

Anton Muhajir

Page 17: Laporan Rantai Kakao di Sulawesi

17

Kotak 5. Perumahan Baru yang Dibangun dengan Pinjaman Kepemilikan Rumah dari Amanah

Lewardi adalah Ketua Kelompok Petani Ujung Batu Panga di Desa Batu Panga Daala. Dengan bangga dia menunjukkan setiap rumah yang dibangun menggunakan dana pinjaman untuk kepemilikan rumah dari Amanah.

“Sekarang kami tidak mengalami kesulitan untuk membangun rumah, karena itu kami tidak lagi berhutang kepada tengkulak. Dahulu petani bergantung kepada tengkulak. Hasil panen kakao mereka dijadikan jaminan. Para tengkulak juga menjerat petani dengan pinjaman kepemilikan rumah. Hingga saat ini sudah 25 orang anggota kelompok petani kami yang menerima pinjaman kepemilikan rumah dari pusat koperasi petani Amanah.”

VECO Indonesia tidak secara langsung mendukung pinjaman kepemilikan rumah ini. Namun demikian, kami menganggapnya sebagai dampak dari berbagai program yang dilaksanakan para petani melalui kelompok dan koperasi mereka.

Penjualan Meningkat dan Penghasilan Lebih Baik Hasil penjualan kelompok petani Amanah kepada Armajaro mengalami peningkatan dari 33 ton pada tahun 2006, menjadi 46 ton di tahun 2007, 88 ton pada 2008, dan 230 ton pada tahun 2010. Perkiraan untuk tahun-tahun mendatang adalah 500 ton pada 2011, 750 ton pada 2012, dan 1.000 ton untuk 2013. Petani mendapat 75 sampai 80 persen harga FOB (Freight on Board) di New York, yang merupakan persentase sangat tinggi, bandingkan dengan 65 sampai 70 persen di Ghana. Artinya, hanya 10 persen sampai 15 persen dari harga FOB yang diperuntukkan bagi pedagang dan transportasi dari New York ke Amsterdam. Sisanya, 10 persen merupakan pajak ekspor untuk pemerintah Indonesia, yang langsung dipotong dari harga petani. Persentase untuk petani mencapai sekitar Rp 9,5 juta sampai Rp 23,5 juta per hektar, bagi sebagian besar petani Indonesia merupakan pendapatan baik. Jadi, bagi petani kakao terorganisir yang meningkatkan kualitas serta produktivitas mereka, pembelian kakao bersama bisa menjadi sumber pendapatan tetap. Beberapa di antara mereka kini mampu membeli sepeda motor, atau lemari es, bahkan mobil. Direktur Wasiat, Muhammad Akil, mengatakan bahwa sejak bekerjasama dengan Armajaro, para petani tidak lagi mengalami kesulitan dalam menjual produk mereka. “Mereka cukup mengambil kakao dari koperasi kemudian membawanya kepada pembeli. Wasiat juga membantu kelompok petani dalam melakukan penawaran harga dengan Armajaro,” katanya. “Setelah ada koperasi untuk pemasaran bersama, pemahaman petani tentang pasar menjadi jauh lebih baik,” ujar Peni Agustiyanto, Koordinator Lapangan VECO Indonesia di Sulawesi. Tentu saja, dengan dukungan yang mereka terima selama bertahun-tahun dari VECO dan Wasiat, pimpinan Amanah kini memiliki kemampuan di bidang pemasaran kakao. Mereka tidak hanya menjalin kemitraan di bidang penjualan dengan Armajaro, tetapi juga dengan beberapa pelaku di sektor swasta termasuk Bumi Surya, Tunas Jaya, Darma Niaga, UD Nisma, Cahaya Surya dan UD Fahri. Mereka juga memberikan pelatihan teknis, serta mengajarkan pengetahuan mereka kepada kelompok-kelompok petani yang jumlahnya makin berkembang di daerah-daerah lain.

Anton Muhajir

Page 18: Laporan Rantai Kakao di Sulawesi

18

7. Pendapat Kelompok Petani Tentang Hubungan Mereka dengan ArmajaroVECO mewawancarai beberapa ketua kelompok petani Amanah guna mengetahui pendapat mereka tentang hubungan mereka dengan Armajaro setelah menjalin kerjasama lima tahun dengan perusahaan tersebut:

Bagaimana pendapat ketua kelompok petani mengenai hubungan mereka den-gan Armajaro?

Kami menaruh kepercayaan sangat besar kepada pimpinan Armajaro Indonesia; dia benar-benar menaruh perhatian terhadap keadaan petani kecil kakao. Dukungan yang kami terima bagi pengembangan kemampuan sangat bermanfaat. Kami sangat menghargai penilaian mutu yang sekarang dilakukan di desa-desa dengan dihadiri para petani.

Kemitraan antara petani dan dunia usaha telah mengubah kedudukan petani. Dulu, mereka menerima saja berapa pun harga yang ditawarkan tengkulak; tapi sekarang mereka melakukan penawaran harga dengan para pengusaha. Petani mendapat informasi harga dunia untuk kakao. Mereka juga mendapat harga premium apabila kualitas kakao mereka melampaui persyaratan mutu minimum. Namun demikian, harga tersebut tergantung pada perubahan harga pasar yang signifikan, menurut perubahan harga pasar internasional.

Jika Armajaro memutuskan hubu-ngan ini, apakah akan menimbulkan risiko bagi kelompok-kelompok petani?

Tidak juga, karena masih ada beberapa pedagang lain. Kami sudah menjalin kontak dengan mereka, yaitu Mars, GFI, juga pedagang-pedagang lokal. Kami ingin bekerjasama dengan semua, tapi hanya atas dasar saling menguntungkan. Kadang-kadang pedagang lokal memberi harga lebih baik. Maka kami juga harus duduk bersama dengan Armajaro guna membahas keadaan tersebut.

Apakah ketua petani merasa bahwa pendapatan anggota mereka mengalami peningkatan?

Ya, setelah tujuh tahun menjadi anggota kelompok petani terorganisir dan lima tahun bekerjasama dengan Armajaro, kehidupan mereka mengalami peningkatan sangat berarti. Harga yang mereka peroleh juga lebih baik dibanding beberapa tahun sebelumnya dibandingkan petani-petani lain yang tidak menjadi anggota kelompok petani, yang tetap menjual produksi mereka langsung ke pedagang lokal. Dengan keuntungan yang mereka peroleh, petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok ini biasanya sudah mampu membeli sepeda motor, atau lemari es.

Lisman, Petani Kakao dan Ketua Kelompok Petani Ulul Albab, Desa Ambo Padang, Kabupaten Polman

Sebelum bekerjasama dengan VECO dan Wasiat, kami tidak memiliki pengetahuan mengenai mutu sama sekali. Namun, setelah mendapat bantuan mereka, kami pun mengetahui tentang SNI (Standar Nasional Indonesia), misalnya, bahwa kandungan kelembapan seharusnya 7 per-sen, kotoran 2,5 persen, dan mikroorganisme lokal atau bakteri ambien 4 persen. Sebelumnya, apabila kami menjual kakao ke Bumi Surya, mereka selalu mengurangi 0,5 persen. Tapi sejak kami bermitra dengan Armajaro, pengurangan hanya dilaku-kan sebanyak 0,2 persen. Itulah manfaat yang kami rasakan berkat bantuan melalui program VECO yang bekerjasama dengan Wasiat.Di kebun saya dulu, dari 215 pohon kami mendapat hasil 300 kg kakao. Tapi dengan bimbingan yang kami terima lewat program tersebut, sekarang kami bisa menghasilkan 400 kilogram dari 215 pohon. Oleh karena itu kami sangat berharap agar VECO tetap bekerjasama dengan Wasiat guna melanjutkan program pemberian bimbingan kepada kelompok kami supaya petani merasa bahwa mereka mampu memperoleh pendapatan dan menjadi petani mandiri di masa datang.

Dewi, Petani Kakao, Bendahara Kelompok Petani Tani Sinar Harapan, Desa Jambu Malea, Polman

Saya rasa, manfaat pertama yang diperoleh dari kerjasama yang terjalin antara VECO, Wasiat, Koperasi Amanah dan Armajaro adalah makin berkembangnya kemampuan petani, mulai dari pengolahan tanah dan manajemen kelompok, sampai perencanaan usaha dan pemasaran biji kakao. Manfaat kedua menurut saya adalah transparansi harga biji kakao sehingga kami dapat mengambil keputusan mengenai pemasaran bersama biji kakao guna meningkatkan penghasilan para petani. Ketiga, bertambahnya pengetahuan serta pengalaman kami dengan mengikuti kegiatan bersama seperti pelatihan dan karya wisata. Sebelum mengikuti pelatihan dari Wasiat dan Koperasi Amanah, pendapatan saya kecil, tetapi setelah menerima bimbingan dari VECO, Wasiat, Koperasi Amanah dan Armajaro, alhamdulillah, setiap pohon sekarang bisa menghasilkan dua kilogram per tahun.

Anton Muhajir

Page 19: Laporan Rantai Kakao di Sulawesi

19

Bagaimana dengan peningkatan terha-dap kaum perempuan?

Seorang perempuan menjawab:Perempuan senang bila suami-suami mereka mendapat harga lebih baik dan bila ada penghasilan lebih baik untuk keluarga. Sebelumnya, sebuah rumah tangga rata-rata bisa membeli beras 1 kg sehari. Sekarang meningkat menjadi 1,5 sampai 2 kg per hari. Kehidupan petani yang lain belum membaik, kadang bahkan makin memprihatinkan.

Belum ada perubahan pada pembagian kerja dalam keluarga. Seperti biasa, laki-lakilah yang menangani hasil panen, meski sesekali perempuan juga membantu. Perempuan memecah kulit kakao dengan tangan; bijinya dikeluarkan sedangkan cangkangnya dibuang. Perempuan yang lebih tua dan perempuan-perempuan lain bertugas mengeringkan biji kakao.

Apakah perempuan sudah terwakili di dalam kelompok petani?

Hanya kepala keluarga yang terdaftar dalam kelompok petani; semuanya laki-laki. Peserta pelatihan pengembangan kemampuan di bidang usaha sampai saat ini juga hanya laki-laki. Sejak keterlibatan VECO, kepekaan terhadap masalah gender makin muncul di dalam kelompok petani, jadi mungkin akan ada perubahan.

Bagaimana dengan peningkatan pada keadaan anak-anak?

Ya, sekarang anak-anak kami bersekolah sampai SMP, bahkan SMA, tidak hanya SD. Anak-anak bisa memusatkan perhatian mereka pada kegiatan sekolah.

8. Prospek Masa Depan dan Tantangannya

Awal 2011, harga kakao di New York melonjak hingga mencapai tingkat tertinggi dalam 32 tahun. Tingginya harga kakao sangat menguntungkan pedagang seperti Armajaro karena

mereka memperoleh margin tetap untuk perdagangan. Harga yang tinggi juga membuat petani tetap termotivasi dan volume perdagangan makin besar.

Diharapkan di tahun-tahun yang akan datang harga tetap tinggi mengingat permintaan yang melampaui persediaan kakao dunia. Industri penganan membutuhkan semua hasil kakao yang ada, termasuk yang dihasilkan petani kecil.

Tentu saja, harga kakao di pasar saham New York banyak mengalami fluktuasi akibat aktivitas perdagangan, juga akibat situasi tidak menentu di negara-negara penghasil kakao seperti Pantai Gading. Ini merupakan tantangan yang akan selalu dihadapi kelompok petani. Kenyataan bahwa fluktuasi harga bisa langsung diketahui oleh pasar Sulawesi sangat membantu mereka dalam melakukan tawar-menawar harga dengan pembeli, dan dalam menentukan apakah mereka menerima atau menolak harga yang ditawarkan.

Dalam hal Sulawesi, setidaknya ada enam pedagang internasional yang bersaing untuk membeli biji kakao dari petani kecil. Akan tetapi, sebagian besar kelompok petani di sana bukan penentu harga. Mereka tidak bisa terlalu memberi pengaruh terhadap harga yang ditawarkan pedagang. Sampai hari ini, Amanah menjadi satu-satunya organisasi petani yang menangani kakao di Sulawesi, tidak ada lembaga nasional kuat yang secara aktif melindungi kepentingan petani kakao. Oleh sebab itu, organisasi-organisasi petani harus makin kuat dan dikelola secara lebih baik lagi di tingkat nasional maupun lokal, agar kemampuan mereka melakukan tawar-menawar di industri ini makin bertambah baik. Inilah prioritas program VECO Indonesia di tahun-tahun mendatang.

Kotak 6. Pelabelan: Berkah atau Kutukan bagi Petani Kakao di Indonesia?Merupakan hal sulit dan membingungkan bagi petani ketika mereka dihadapkan pada lebih dari satu label untuk menyatakan bahwa produknya memenuhi keberlanjutan lingkungan. Banyak pabrik penganan menentukan target pelabelan berlebihan.

Dalam waktu 10 sampai 15 tahun, semua standar ini akan menjadi persyaratan utama bagi petani. Artinya, petani harus mengeluarkan biaya tambahan dan tidak akan lagi bisa mendapat harga premium. Sudah tentu, mereka akan mempertahankan akses mereka ke pasar, dan mudah-mudahan pada saat itu, kemampuan mereka untuk melakukan tawar-menawar harga sudah makin baik.

Hassani, Ketua Amanah

Di masa yang akan datang, berkaitan dengan kerjasama antar pemangku kepentingan, yaitu VECO, Wasiat, dengan Armajaro dan Amanah, kami berharap dapat meningkatkan posisi tawar-menawar petani, agar mereka mampu memperbaiki taraf hidup mereka.

Rauf, Manajer Koperasi Amanah

Harapan kami adalah agar dari hari ke hari, tahun ke tahun, kami bisa menjadi makin baik, misalnya melalui pengembangan kemitraan dengan eksportir dengan penyusu-nan standard operating procedure (SOP).

Kami berharap agar di masa mendatang bisa mendapat dukungan lebih besar dari mitra kami guna mendukung permodalan di tingkat akar rumput, yaitu bagi anggota-anggota kami, supaya mereka tidak terikat atau tidak diganggu lagi oleh tengkulak, serta menaruh kepercayaan lebih besar terhadap organisasi yang sudah kami bangun hingga saat ini.

Noviar Ananta

Noviar Ananta

Page 20: Laporan Rantai Kakao di Sulawesi

20

Peni Agustiyanto, Koordinator Lapangan Sulawesi, VECO Indonesia

Harapan masa depan saya adalah agar proses pengembangan antar-pemangku kepentingan ini juga diterapkan di daerah-daerah lain di Sulawesi, karena banyak hal yang semestinya dapat kita tiru dari proses tersebut, yang memberikan pengaruh positif serta perubahan signifikan terhadap perkembangan organisasi petani dan petani itu sendiri. Selain itu, saya juga berharap proses ini bisa ditiru di daerah-daerah lain di seluruh Indonesia di mana VECO berada. Dengan demikian, berbagai usaha untuk memudahkan petani memasuki pasar secara langsung, khususnya pasar internasional, dan untuk mendapatkan harga yang pantas, bisa langsung direali-sasikan. Itulah cita-cita VECO sesungguhnya.

Anton Muhajir

David Ngu, Presiden Direktur, Armajaro Indonesia

Harapan kami, agar program berjalan dengan lebih baik lagi di masa mendatang adalah kami dapat tetap menjalin kerjasama dengan VECO dan Wasiat. Dengan demikian kami bisa menjamin terlaksananya pengembangan kapasitas di tingkat kelompok sehingga lebih mendukung terjalinnya kerjasama yang baik, juga, guna memastikan agar produksi, yang saat ini mencapai 0,5 ton per hektar, bisa ditingkatkan menjadi 1 ton per hektar. Hasil yang kami peroleh sampai sejauh ini sudah bagus. Hingga saat ini produksi sudah meningkat cukup signifikan sehingga dapat diharapkan bahwa kemakmuran petani pun akan makin baik dan produksi kakao di Polman lebih berkelanjutan. Dengan demikian, sejak saat ini para petani dapat terus menanam kakao.

Akil, Direktur Wasiat

Yang sebenarnya kami ingin-kan adalah, di dalam organisasi petani yang sudah berkembang, bisa dibangun demonstration plots sebagai pusat pembelaja-ran bagi para petani anggota sen-diri. Bidang-bidang peragaan yang akan dibangun harus difokus-kan pada penggabungan pena-naman kakao yang ramah-ling-kungan dan peternakan hewan, juga pada kualitas kakao serta penanganan pascapanen secara umum. Begitu pula tempat-tempat peragaan mengenai pemasar-an bersama, sebagai tempat be-lajar bagi petani yang berada di dalam lingkup organisasi petani tingkat kecamatan.

Akhirnya, harapan kami yang teru-tama dan terpenting untuk organi-sasi petani adalah menemukan cara bagi pembentukan usaha milik petani atau BUMP (Badan Usaha Milik Petani). Saya rasa ini-lah harapan terbesar kami untuk masa depan, mengingat jalan bagi pengembangan organisasi petani atau bagi anggota organisasi pet-ani akan menjadi lebih mudah be-gitu BUMP didirikan.

Page 21: Laporan Rantai Kakao di Sulawesi

21

Kemitraan Kesinambungan Kakao (CSP) dibentuk pada bulan Januari 2006 di Makassar oleh sekelompok instansi penting pemerintah, LSM, kalangan akademis, dan pelaku sektor swasta di bidang kakao di Indonesia. Visi CSP adalah menjadi forum koordinasi bagi pengembangan industri kakao Indonesia yang berkelanjutan, menguntungkan, dan memiliki daya saing, bagi kepentingan bersama seluruh pihak.

Forum CSP mengakui bahwa tentu saja tidak mudah bagi para petani untuk mengubah praktik penanaman kakao yang selama ini mereka lakukan agar menghasilkan ‘kakao berkelanjutan’ dalam waktu singkat. Oleh sebab itu diperlukan visi yang sama mengenai apa yang bisa dicapai, menentukan sasarannya menurut tahun dan menurut wilayah, serta menyusun berbagai program guna mendukung perubahan ke arah yang telah disepakati.

Anggota CSP bertujuan membantu terwujudnya keberlanjutan dan profitabilitas bagi seluruh unsur yang termasuk dalam industri kakao. Caranya dengan memperkenalkan, memprioritaskan, mengembangkan, mendanai serta mengkoordinasikan sebuah portfolio terdiri dari program-program terpadu guna memenuhi kebutuhan jangka pendek dan jangka panjang. Program ini terutama di bidang

riset dan alih teknologi perkebunan kakao, pemberdayaan petani serta lembaga mereka, pengembangan perdagangan yang transparan dan adil, juga prosedur dan kebijakan untuk sertifikasi.

Keanggotaan CSP terbuka bagi setiap organisasi yang mempunyai program relevan yang mereka kelola sendiri, atau yang ingin menyediakan dana, prasarana maupun tenaga untuk menangani masalah-masalah yang memengaruhi keberlanjutan jangka panjang kakao. VECO merupakan anggota pendiri CSP, yang aktif dalam komisi manajemen dan subkomisi pemberdayaan. Tahun 2009 Armajaro juga bergabung dan aktif di dalam subkomisi alih teknologi.

CSP membantu VECO dalam melakukan pengawasan terhadap perkembangan serta menilai upaya-upaya yang perlu dilakukan di berbagai daerah. CSP juga menawarkan koneksi yang baik dengan badan-badan pemerintah dan kesempatan untuk berhubungan dengan serta memberi masukan bagi program revitalisasi kakao pemerintah, Gernas.

Gernas

Program Gernas (gerakan nasional bagi percepatan revitalisasi kakao) dirintis oleh Departemen Pertanian pada tahun 2009 sebagai program tiga tahun untuk memperbarui, merehabilitasi, mengintensifkan dan memperluas

Kotak 7. Peranan Kemitraan Kesinambungan Kakao (CSP) dan Program Gernas dari Pemerintah Indonesia

Najemia TJ.

perkebunan kakao di Indonesia Timur, khususnya di Sulawesi. Hingga saat ini program tersebut telah menyerap investasi cukup besar dari dana pemerintah pusat, provinsi dan lokal, juga melibatkan kerja keras dari banyak petani kakao Sulawesi, riset terkait dan organisasi pendonor, serta pemangku kepentingan dalam industri kakao.

Program tersebut bermaksud mengganti sekitar 70.000 hektar perkebunan kakao, merehabilitasi 140.000 hektar perkebunan, mengintensifkan kurang-lebih 300.000 hektar, dan menambah jumlah area tanaman kakao produktif hingga mencapai 900.000 hektar. Jumlah keseluruhan daerah produksi kakao di Indonesia adalah 1,5 juta hektar.

Tahun 2011, kabupaten Polman mendapat alokasi dana sekitar Rp 50,12 miliar dari anggaran nasional untuk mendukung kegiatan Gernas di sana, termasuk peremajaan tanaman kakao di area seluas 3.000 hektar. Program ini juga mendukung rehabilitasi 5,200 hektar lahan, serta intensifikasi dari 2.600 hektar perkebunan kakao di Polman. Dengan demikian luas lahan yang tercakup dalam program ini di kabupaten itu sampai saat ini adalah 10,800 hektar. Program Gernas telah diperpanjang sampai 2014.

Page 22: Laporan Rantai Kakao di Sulawesi

22

CSP menetapkan bahwa ‘kakao yang berkelanjutan’ adalah:

‘Kakao yang dihasilkan dan dikirim ke-pada konsumen akhir dengan cara eko-nomis, tidak merusak lingkungan serta mempertimbangkan kepentingan dan kesejahteraan sosial para pemangku ke-pentingan di dalam rantai pemasokan.’

Indikator ‘kakao Sulawesi berkelanju-tan’ meliputi kakao dari perkebunan yang:

- Memiliki sedikitnya 40 persen pelindung permanen (pengurangan cahaya), yang paling tidak terdiri dari dua tingkat;

- Menerapkan model usaha perkebunan tumpangsari atau beragam;

- Menggunakan tanaman/cang-kokan kakao yang sudah dise-

tujui oleh Dinas Perkebunan, se-dikitnya mempunyai lima genotip berbeda untuk memaksimalkan produktivitas serta mengatasi

hama dan risiko penyakit;- Menerapkan cara-cara berkebun

sesuai dengan ‘Langkah-Langkah Terbaik CSP,’ termasuk:

• Metode pemangkasan, pemanenan yang sering dan tuntas, pemupukan dan sanitasi;

• Teknik penanganan hama terpadu berdasarkan prinsip ekologi yang mengutamakan penggunaan cara-cara pengendalian hama secara fisik, mekanis, kultur, dan hayati, termasuk pengendalian hayati, biopestisida, pod sleeving, dan sebagainya serta penggunaan agrokimia dalam jumlah kecil;

• Prosedur pengelolaan tanah dan pohon berkelanjutan, termasuk pemakaian kompos, daur-ulang sampah perkebunan, dan revi-talisasi tanaman kakao secara rutin dengan cangkok me-nyamping atau sambung pucuk, dan tanaman-sela;

Kotak 8. Ketentuan CSP tentang ‘kakao berkelanjutan’ dan indikator tepat bagi ‘kakao Sulawesi berkelanjutan’ :

- Mengatur sumber air, dengan mempertimbangkan sirkulasi dan pemakaian-ulang air, mengambil air hanya dari sumber-sumber air berlimpah, serta tidak membuang air limbah yang tidak diolah ke sumber air alami; dan

- Mematuhi peraturan serta undang-undang ketenagakerjaan, perlind-ungan anak dan anti-diskriminasi.

Anton Muhajir

Page 23: Laporan Rantai Kakao di Sulawesi

23

Anton Muhajir

Page 24: Laporan Rantai Kakao di Sulawesi

24

Kantor RegionalJl. Kerta Dalem No. 7, Sidakarya, Denpasar, Bali 80224, IndonesiaTelp: +62 361-7808264, 727378 | Faks: +62 361-723217E-mail: [email protected] | Website: www.vecoindonesia.org