laporan proyek fisiologi hewan - pengaruh antidiare jus daun jambu biji (psidium guajava) dan...

23
1 PROPOSAL PENELITIAN PENGARUH ANTIDIARE JUS DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava) DAN LAKSATIF JUS DAUN ASAM JAWA (Tamarindus indica) TERHADAP TEKSTUR FESES TIKUS (Mus musculus) Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Fisiologi Hewan Dosen Pengampu : Dra. Aditya Marianti, M.Si dan drh. Wulan Christijanti, M.Si Disusun oleh Rini Madhawati 4401411010 Siti Farida 4401411020 Muspita Dewi 4401411025 Ita Aulanisa 4401411036 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2013

Upload: rini-madhawati

Post on 30-Nov-2015

359 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Laporan Proyek Fisiologi Hewan. Proposal mengenai hasil penelitian.PENGARUH ANTIDIARE JUS DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava) DAN LAKSATIF JUS DAUN ASAM JAWA (Tamarindus indica) TERHADAP TEKSTUR FESES TIKUS (Mus musculus)Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Fisiologi Hewan Dosen Pengampu : Dra. Aditya Marianti, M.Si dan drh. Wulan Christijanti, M.SiDisusun olehRini Madhawati 4401411010Siti Farida 4401411020Muspita Dewi 4401411025Ita Aulanisa 4401411036 JURUSAN BIOLOGIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS NEGERI SEMARANG2013

TRANSCRIPT

1

PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH ANTIDIARE JUS DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava)

DAN LAKSATIF JUS DAUN ASAM JAWA (Tamarindus indica)

TERHADAP TEKSTUR FESES TIKUS (Mus musculus)

Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Fisiologi Hewan

Dosen Pengampu : Dra. Aditya Marianti, M.Si dan drh. Wulan Christijanti, M.Si

Disusun oleh

Rini Madhawati 4401411010

Siti Farida 4401411020

Muspita Dewi 4401411025

Ita Aulanisa 4401411036

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2013

2

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Diare atau gastroenteritis merupakan salah satu penyakit yang sering

dijumpai di masyarakat. Setiap tahun, diperkirakan terdapat 2 miliar kasus

diare di seluruh dunia. Penderita diare terutama anak-anak berumur di bawah lima

tahun. Bersamaan dengan makin tingginya insidensi diare dalam masyarakat,

maka banyak dilakukan upaya-upaya pengobatan diare. Sampai sekarang,

pengobatan antidiare baik yang tradisional maupun kimia telah banyak

dikembangkan.

Masyarakat di Indonesia sendiri, terutama masyarakat golongan

menengah kebawah, lebih sering mengatasi diare ini dengan berbagai macam

tanaman obat. Adapun contoh tanaman obat yang banyak digunakan sebagai

antidiare adalah rimpang kunyit, daun jambu biji, daun salam, temulawak.

Tanaman-tanaman ini mempunyai zat tertentu yang berperan dalam

menghentikan diare. Dibandingkan obat kimia, obat herbal ini memiliki

beberapa keuntungan yaitu lebih murah, efek sampingnya lebih minimal, dan

memiliki lebih banyak manfaat.

Secara tradisional masyarakat menggunakan daun jambu biji sebagai obat

diare karena telah terbukti mampu mengurangi bahkan menghentikan diare. Daun

jambu biji banyak mengandung bahan aktif, antara lain: tanin, kuersetin,

guayaverin, leukosianidin, minyak atsiri, asam malat, damar, dan asam oksalat

(Anonymous, 2009)

Masyarakat memanfaatkan daun jambu biji dengan cara membuat

ekstraknya secara sederhana yaitu dengan merebus daun jambu biji sampai tanin

yang terdapat didalamnya dapat terekstrak. Diantara kelebihan pohon jambu biji

sebagai tanaman obat adalah kemampuannya untuk berbuah sepanjang tahun tanpa

mengenal musim dan dapat hidup dengan baik di segala kondisi tanah, iklim, dan

kelembaban. Pohonnya mudah diperbanyak dengan beragam cara baik dengan

tunas, biji, maupun dengan tunas berakar.

3

Jambu yang digemari masyarakat umumnya berdaging lunak, tebal, rasanya

manis, berbiji sedikit, dan buahnya berukuran besar. Jambu biji mengandung

vitamin C yang paling tinggi dan cukup mengandung vitamin A dibanding buah-

buah lainnya. Vitamin C ini sangat baik sebagai zat antioksidan. Sebagain besar

vitamin C jambu biji ini terkonsentrasi pada kulit dan daging bagian luar yang

lunak dan tebal. Selain pemasok andal vitamin C, jambu biji juga kaya serat

khususnya pektin (serat larut air) yang dapat digunakan untuk bahan pembuat gel

atau jeli (Anonymous, 1998).

Sembelit dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain kurang

makanan yang mengandung serat, kurang minum air atau karena ketegangan syaraf

atau stress, tetapi dapat juga disebabkan efek samping dari obat-obatan yang

dikonsumsi. Menurut penggolongannya laksansia berfungsi: a) sebagai zat

merangsang langsung dinding usus, b) memperbesar isi usus misalnya sayur-

sayuran berserat, c) sebagai zat pelicin dan d) merangsang menimbulkan

reflek defikasi di poros usus. Laksansia atau pencahar bekerja dengan cara

menstimulasi gerakan peristaltik dinding usus sehingga mempermudah buang

air besar (defikasi) dan meredakan sembelit. Tujuannya adalah untuk menjaga

agar tinja (feces) tidak mengeras dan defikasi menjadi normal.

Banyak obat pencahar yang mudah didapat, dimana penggunaan yang

kurang tepat dapat menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan. Dewasa

ini dengan adanya pencanangan Jamu dimasukkan ke dalam pelayanan

kesehatan formal, perlu lebih digalakkan penggunaan tanaman obat sebagai

obat alternatif, yang tentunya ditunjang dengan penelitian yang efektif untuk

mengetahui khasiatnya.

Tanaman asam jawa (Tamarindus indica Linn.) dikenal masyarakat

sebagai pohon rindang dan ditemukan hampir di seluruh wilayah Indonesia. Di

beberapa daerah digunakan sebagai pohon pelindung. Hampir seluruh bagian

tanaman ini bermanfaat, kayunya dapat digunakan untuk bahan bangunan,

buahnya yang masak sebagai bumbu masak atau makanan yang dicampur gula

pasir atau obat yang terlebih dahulu dibuat asam kawak. Daunnya yang disebut

”sinom” dalam bahasa jawa juga digunakan sebagai sayur maupun obat.

Secara empiris asam jawa digunakan untuk encok, orok, bisul, pencahar,

4

demam, obat menggugurkan, radang dan pembersih logam. Dan dari informasi

ternyata asam jawa mempunyai potensi untuk ekspor ke luar negeri.

Daun asam jawa yang masih muda dapat digunakan untuk mengobati

sembelit dengan ketentuan daun muda yang berada 6 tangkai di ujung teratas. Daun

ini dapat mempengaruhi dinding usus besar dengan jalan memperkuat peistaltiknya

dengan demikian akan memperlunak tinja.

Penelitian Dian Sundari (2010) menunjukan bahwa jus daun asam jawa

bersifat laksatif dimana konsentrasi yang paling efektif yaitu konsentrasi 40%.

B. RUMUSAN MASALAH

a. Bagaimana pengaruh zat laksatif terhadap tekstur feses pada tikus normal?

b. Bagaimana pengaruh zat antidiare tehadap tekstur feses pada tikus yang

mengalami diare?

C. TUJUAN

a. Mengetahui pengaruh zat laksatif terhadap tekstur feses pada tikus normal.

b. Mengetahui pengaruh zat antidiare tehadap tekstur feses pada tikus yang

mengalami diare.

D. MANFAAT

a. Memberikan informasi tentang pengaruh zat laksatif terhadap tekstur feses

pada tikus normal.

b. Memberikan informasi tentang pengaruh zat antidiare tehadap tekstur feses

pada tikus yang mengalami diare.

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. LAKSATIF

Laksatif adalah makanan atau obat-obatan yang diminum untuk membantu

mengatasi sembelit dengan membuat kotoran bergerak dengan mudah di usus. Dalam

operasi pembedahan, obat ini juga diberikan kepada pasien untuk membersihkan usus

sebelum operasi dilakukan. Laksatif merupakan obat bebas. obat yang biasanya digunakan

untuk mengatasi konstipasi atau sembelit. Biasanya obat ini hanya digunakan saat

mengalami konstipasi atau sembelit saja karena mempunyai efek samping.

Kelompok laksatif:

1. Pencahar pembentuk tinja (bulk laxative)

Pencahar jenis ini umum beredar di pasaran, baik yang berasal dari serat alamiah

seperti psyllium ataupun serat buatan sepertu metil selullosa. Keduanya sama efektif

dalam meningkatkan volume tinja. Obat ini cukup aman digunakan dalam waktu

yang lama tetapi memerlukan asupan cairan yang cukup.

2. Pelembut tinja/feses

Obat jenis ini dipakai oleh usia lanjut sebagai sebagai pelembut feses. Obat ini

mempunyai efek sebagai surfaktan yang menurunkan tegangan permukaan feses,

sehingga dapat meresap dan feses jadi lembek.

3. Pencahar stimulan/perangsang

Contoh golongan ini adalah senna, bisacordil. Senna aman dipakai untuk usia

lanjut.Efek obat ini menstimulasi dan meningkatkan peristaltik atau gerakan usus.

4. Pencahar hiperosmoler (osmotic laxative)

Mempunyai efek menahan cairan dalan usus dan mengatur distribusi cairan dalam

tinja. Jenis ini mempunyai cara kerja seperti spon sehingga tinja mudah melewati

usus. Jenis golongan ini seperti laktulosa dan sorbitol.

5. Enema

Enema dimaksudkan untuk merangsang terjadinya evakuasi tinja sehingga bisa

keluar. Pemberian ini harus hati – hati pada usia lanjut karena sering mengakibatkan

efek samping. Fungsi: Memperlancar persiapan gerakan usus, sembelit kronis,

Imobilitas kronis.

6

B. DAUN ASAM JAWA SEBAGAI ZAT LAKSATIF

Asam jawa, asam atau asem adalah sejenis buah yang masam rasanya; biasa

digunakan sebagai bumbu dalam banyak masakan Indonesia sebagai perasa atau

penambah rasa asam dalam makanan, misalnya pada sayur asam atau kadang-kadang

kuah pempek. Daun majemuk menyirip genap, panjang 5-13 cm, terletak berseling,

dengan daun penumpu seperti pita meruncing, merah jambu keputihan. Anak daun

lonjong menyempit, 8-16 pasang, masing-masing berukuran 0,5-1 × 1-3,5 cm, bertepi rata,

pangkalnya miring dan membundar, ujung membundar sampai sedikit berlekuk.

Daun mudanya (Jw. sinom) digunakan dengan kunyit dan bahan ramuan lain untuk

membuat jamu jawa tradisional yaitu jamu sinom untuk minuman kesegaran, jamu gepyok

diminum untuk melancarkan dan memperbanyak air susu ibu dan juga bisa digunakan

sebagai tapal (dioleskan pada atau ditempelkan di permukaan kulit) untuk mengurangi

radang dan rasa sakit di persendian, di atas luka atau pada sakit rematik. Daun muda yang

direbus untuk mengobati batuk dan demam.

Selain itu, daun asam jawa yang masih muda dapat digunakan untuk mengobati

sembelit dengan ketentuan daun muda yang berada 6 tangkai di ujung teratas. Daun ini

dapat mempengaruhi dinding usus besar dengan jalan memperkuat peistaltiknya dengan

demikian akan memperlunak tinja.

Penelitian Dian Sundari (2010) menunjukan bahwa jus daun asam jawa bersifat

laksatif dimana konsentrasi yang paling efektif yaitu konsentrasi 40%.

Klasifikasi ilmiah

Kingdom: Plantae

Divisio: Magnoliophyta

Kelas: Magnoliopsida

Ordo: Fabales

Familia: Fabaceae

Sub

familia

Caesalpinioideae

7

Genus: Tamarindus

Spesies: T. indica

Nama binomial

Tamarindus indica

L.

Daun asam jawa juga berkhasiat sebagai obat melancarkan pengeluaran empedu,

penurun panas, penghilang nyeri dan antiseptik. Selain itu bisa digunakan untuk

menurunkan kadar kolesterol darah yang tinggi, pengobatan demam, rematik, sakit kuning,

cacingan, sriawan, sukar tidur, koreng, bisul, ekzema dan luka. Kandungan kimia daun

asam jawa yaitu: Sitexin, isovitexin, orientin, isoorientin dan L-malic acid.

C. ANTIDIARE

Diare adalah peningkatan volume, keenceran atau frekuensi buang air besar. Diare

yang disebabkan oleh masalah kesehatan biasanya jumlahnya sangat banyak, bisa

mencapai lebih dari 500 gram/hari.

Orang yang banyak makan serat sayuran, dalam keadaan normal bisa menghasilkan

lebih dari 500 gram, tetapi konsistensinya normal dan tidak cair. Dalam keadaan normal,

tinja mengandung 60-90% air, pada diare airnya bisa mencapai lebih dari 90%. Diare

merupakan suatu gejala, pengobatannya tergantung pada penyebabnya.

Kebanyakan penderita diare hanya perlu menghilangkan penyebabnya, misalnya

permen karet diet atau obat-obatan tertentu, untuk menghentikan diare. Kadang-kadang

diare menahun akan sembuh jika orang berhenti minum kopi atau minuman cola yang

mengandung cafein.

Untuk membantu meringankan diare, diberikan obat seperti difenoksilat, codein,

paregorik (opium tinctur) atau loperamide. Kadang-kadang, bulking agents yang

digunakan pada konstipasi menahun (psillium atau metilselulosa) bisa membantu

meringankan diare.

Untuk membantu mengeraskan tinja bisa diberikan kaolin, pektin dan attapulgit

aktif. Bila diarenya berat sampai menyebabkan dehidrasi, maka penderita perlu dirawat di

8

rumah sakit dan diberikan cairan pengganti dan garam melalui infus. Selama tidak muntah

dan tidak mual, bisa diberikan larutan yang mengandung air, gula dan garam. Untuk

pemilihan golongan obat diare ini yang tepat ada baiknya anda harus periksakan diri dan

konsultasi ke dokter.

Uraian obat Diare

a. Racecordil

Anti diare yang ideal harus bekerja cepat, tidak menyebabkan konstipasi,

mempunyai indeks terapeutik yang tinggi, tidak mempunyai efek buruk terhadap

sistem saraf pusat, dan yang tak kalah penting, tidak menyebabkan ketergantungan.

Racecordil yang pertama kali dipasarkan di Perancis pada 1993 memenuhi semua

syarat ideal tersebut. Berdasarkan uji klinis didapatkan bahwa anti diare ini

memberikan hasil klinis yang baik dan dapat ditoleransi oleh tubuh. Produk ini juga

merupakan anti diare pertama yang cara kerjanya mengembalikan keseimbangan

sistem tubuh dalam mengatur penyebaran air dan elektrolit ke usus. Selain itu,

Hidrasec pun mampu menghambat enkephalinase dengan baik. Dengan demikian,

efek samping yang ditimbulkannya sangat minimal.

b. Loperamide

Loperamide merupakan golongan opioid yang bekerja dengan cara emeperlambat

motilitas saluran cerna dengan mempengaruhi otot sirkuler dan longitudinal usus.

Obat diare ini berikatan dengan reseptor opioid sehingga diduga efek konstipasinya

diakibatkan oleh ikatan loperamid dengan reseptor tersebut. Efek samping yang

sering dijumpai ialah kolik abdomen, sedangkan toleransi terhadap efek konstipasi

jarang sekali terjadi.

c. Nifuroxazide

Nifuroxazide adalah senyawa nitrofuran memiliki efek bakterisidal terhadap

Escherichia coli, Shigella dysenteriae, Streptococcus, Staphylococcus dan

Pseudomonas aeruginosa. Nifuroxazide bekerja lokal pada saluran pencernaan.

Aktifitas antimikroba Nifuroxazide lebih besar dari obat anti infeksi intestinal biasa

seperti kloroyodokuin. Pada konsentrasi encer (1 : 25.000) Nifuroxazide masih

memiliki daya bakterisidal. Obat diare ini diindikasikan untuk dire akut, diare yang

disebabkan oleh E. coli & Staphylococcus, kolopatis spesifik dan non spesifik, baik

digunakan untuk anak-anak maupun dewasa.

d. Dioctahedral smectite

9

Dioctahedral smectite (DS), suatu aluminosilikat nonsistemik berstruktur filitik,

secara in vitro telah terbukti dapat melindungi barrier mukosa usus dan menyerap

toksin, bakteri, serta rotavirus. Smectite mengubah sifat fisik mukus lambung dan

melawan mukolisis yang diakibatkan oleh bakteri. Zat ini juga dapat memulihkan

integritas mukosa usus seperti yang terlihat dari normalisasi rasio laktulose-manitol

urin pada anak dengan diare akut.

D. DAUN JAMBU BIJI SEBAGAI ZAT ANTIDIARE

Daun jambu biji Menurut Kartasapoetra (1996), mengandung zat-zat penyamak

(psiditanin) sekitar 9 %, minyak atsiri berwarna kehijauan yang mengandung eugenol 0,4

%, minyak lemak 6 %, damat 3 % dan garam mineral.

Klasifikasi ilmiah

Kingdom: Plantae

Divisio: Magnoliophyta

Kelas: Magnoliopsida

Ordo: Myrtales

Familia: Myrtaceae

Sub

familia

Myrtoideae

Genus: Psidium

Spesies: P. guajava

Nama binomial

Psidium guajava

L.

10

Psiditanin adalah tanin yang terdapat di dalam daun jambu biji. Tanin adalah

kumpulan senyawa organik amorf, bersifat asam, berasa cepat, mengendapkan alkaloid dan

glukosida dari lautan digunakan sebagai penyamak dan untuk membuat tinta dari besi atau

tanin juga kumpulan senyawa yang mengandung fenol dan dapat mengendapkan protein.

Minyak atsiri adalah minyak yang menguap yang ditemukan pada tumbuhan aromatik

yang terdiri atas campuran dua atau lebih terpena tau campuran oleopten dengan stearopten

(essentia oil) dan minyak lemak adalah campuran atas lemak dan esterriya (triglirserda)

atau fatty oil minyak tanaman dan hewan yang tidak menguap.

Menurut Nana Wildiana (2002) , jambu biji mempunyai zat kimia yang sebagai zat

aktif adalah flavonoid, alkaloid, tanin, pektin, minyak atsiri, tanin yang dapat digunakan

sebagai anti bakteri, absorbent (pengelat atau penetral racun), astringent (melapisi dinding

mukosa usus terhadap rangsangan isi usus) dan antispasmolotik (kontraksi usus). Nana

Wildiana (2002) menyatakan bahwa zat aktif dalam daun jambu biji yang dapat mengobati

diare adalah tanin. Makin halus serbuk daunnya, makin tinggi kandungan taninnya. Hal ini

didukung oleh beberapa penelitian sebelumnya antara lain : Natsir (1986), hasil penelitian

invitro terhadap kontraksi usus dengan menggunakan usus marmot menunjukkan rebusan

daun jambu biji konsentrasi 5 %, 10 % dan 20 % dapat mengurangi kontraksi usus halus.

Sedangkan penelitian terhadap kemampuan rebusan daun jambu biji dalam menghambat

pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan staphylococcus aureus menunjukkan kadar

terendah 2 % dapat menghambat Escherichia coli. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak,

maka daya hambatnya semakin besar dan juga semakin lebar daerah hambat yang

terbentuk.

Secara tradisional daun jambu biji digunakan untuk mengobati penyakit-penyakit

seperti diare, sariawan, luka berdarah, kencing manis, keputihan, haid tidak lancar, anti

radang dan penghentian pendarahan (hemostatis). Karena daun jambu biji dapat digunakan

untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri, maka daun jambu biji dapat

digolongkan sebagai zat antimikrobia.

11

E. HEWAN PERCOBAAN

Hewan coba atau sering disebut hewan laboratorium adalah hewan yang khusus

diternakkan untuk keperluan penelitian biologik. Hewan labboratorium tersebut digunakan

sebagai model untuk peneltian pengaruh bahan kimia atau obat pada manusia. Beberapa

jenis hewan dari yang ukurannya terkecil dan sederhana ke ukuran yang besar dan lebih

komplek digunakan untuk keperluan penelitian ini, yaitu: Tikus, tikus, kelinci, dan kera.

Tikus (Mus musculus) adalah anggota Muridae (tikus-tikusan) yang berukuran

kecil. Dalam hal genetika, tikus adalah mamalia dicirikan paling lengkap.

Klasifikasi Ilmiah

Kerajaan: Animalia

Filum: Chordata

Kelas: Mammalia

Ordo: Rodentia

Famili: Muridae

Upafamili: Murinae

Genus: Mus

Spesies: M. musculus

Nama binomial

Mus musculus

Linnaeus, 1758

Konsumsi pakan per hari 15g/100g BB / hari

Konsumsi air minum per hari 15 ml/100g BB / hari

lama hidup 1.5 – 3 tahun

Bobot badan dewasa

- Jantan

- Betina

20-40 gram

25 – 40 gram

12

Frekuensi pernapasan 94-163 napas / menit

Denyut jantung 325-780 denyut / menit

Suhu normal rata-rata 99,5 ° F

Rumuh gigi 2 (I 1 / 1, M 3 / 3) = 16

13

BAB III

METODE PENELITIAN

A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan mulai

Hari/ tanggal : Kamis, 23 Mei 2013

Waktu : 08.00 WIB – selesai

Tempat : Laboratorium Biologi D11 Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam

B. JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan

sederhana (Post Test Control Group Design). Rancangan penelitian ini dengan 2 perlakuan

2 kali ulangan, maka unit percobaan ada 6 unit dengan menggunakan post test.

R P0 O0

S P1 O1

P2 O2

Keterangan:

S : hewan percobaan

R : pembagian secara acak menjadi 3 kelompok

P0 : perlakuan control normal

P1 : perlakuan I

P2 : Perlakuan 2

O0 : hasil hasil pengamatan tekstur feses setelah perlakuan pada kelompok control

normal

O1 : hasil pengamatan tekstur feses setelah perlakuan pada kelompok perlakuan I

O2 : hasil pengamatan tekstur feses setelah perlakuan pada kelompok perlakuan 2

14

C. VARIABEL PENELITIAN

1. Variabel bebas : pemberian dosis laksatif (jus daun asam jawa) dan antidiare (jus

daun jambu biji) pada tikus

2. Variable terikat : tekstur feses tikus

3. Variable control : berat badan tikus

D. SAMPEL

1. Kelompok kontrol normal (P0): tikus dicekok aquades.

2. Kelomok perlakuan I (P1): tikus dicekok dengan jus daun asam jawa 3ml/200 g bb

3. Kelomok perlakuan I (P1): tikus dicekok dengan jus daun asam jawa 3ml/200 g bb

kemudian di cekokin jus daun jambu biji 2ml/200 g bb

E. HIPOTESIS

Ho = tidak ada pengaruh pemberian jus daun asam jawa dan jus daun jambu biji

terhadap tekstur feses tikus putih

Ha = ada pengaruh pemberian jus daun asam jawa dan jus daun jambu biji terhadap

tekstur feses tikus putih

ALAT DAN BAHAN PENELITIAN

Alat:

a) sonde tikus

b) gelas ukur

c) timbangan digital

d) kandang

F. PROSEDUR PENELITIAN

Adapun tahapan dalam penelitian ini adalah:

a. Tahap Persiapan

Menyiapkan zat laksatif yaitu jus daun asam jawa yang muda dengan ketentuan daun yang

berada 6 tangkai dari ujung daun teratas, cuci bersih lalu dibuat jus dengan kosentrasi 40%,

yaitu 40 g daun asam jawa dilarutkan dalam 100 ml akuades kemudian diblender, disaring

dan filtratnya sebagai bahan uji.

Menyiapkan zat antidiare berupa daun jambu biji yang muda dengan ketentuan daun yang

berada 3 tangkai dari ujung daun teratas secara terpisah dicuci bersih lalu dibuat jus dengan

Bahan:

a) tikus putih dengan bobot badan

berkisar 200 gram

b) Aquadest

c) Jus daun asam jawa

d) Jus daun jambu biji

e)

15

kosentrasi 10%, yaitu 10 g daun jambu biji dilarutkan dalam 100 ml akuades kemudian

diblender, disaring dan filtratnya sebagai bahan uji.

b. Pelaksanan penelitian

1) Membagi tikus secara random menjadi 3 kelompok masing-masing kelompok

terdiri dari 2 tikus

2) Menempatkan tikus dalam kandang, setiap kandang berisi 2 tikus dan

dikelompokan sesuai perlakuan

3) Sebelum perlakuan, tikus diadaptasikan dengan kondisi kandan dengan tetap

menberi makan dan minum 3 kali sehari.

4) Memberi perlakuan sesuai dengan alur kerja penelitian

1. Kelompok 1 (control normal)

2. Kelompok II

Dua ekor tikus dicekok jus daun asam jawa sebanyak 3ml /200 g bb.

Diberikan secara oral pada tikus menggunakan sonde.

3. Kelompok III

Dua ekor tikus dicekok dengan jus daun asam jawa sebanyak 3ml /200

g bb. Mengamati fesesnya empat jam setelahnya. Kemudian dicekok

dengan jus daun jambu biji sebanyak 2 ml / 200 g bb. Diberikan secara

oral pada tikus menggunakan sonde.

5) Melakukan pengamatan terhadap tekstur feses yang dikeluarkan setiap satu

jam sampai feses kembali normal.

6) Membandingkan tekstur feses pada masing- masing kelompok.

7) Mencatat dalam tabel pengamatan.

Tabel Pengamatan

Kelompok Perlakuan Tikus ke- Kriteria tekstur feses

Jam ke-4 Jam ke-6 Jam ke-8

1 Kontrol

normal

1

2

2 Perlakuan

1

1

2

3 Perlakuan

2

1

2

16

Kriteria tekstur feses:

Kriteria Keterangan

0 Konsistensi feses padat, ditandai dengan bentuk feses seperti

kaplet dan tidak mengalami perubahan fisik dari sebelumnya

1 Konsistensi feses setengah padat, ditandai dengan bentuk feses

terpecah/tidak utuh

2 Konsitensi feses lembek, kandungan air lebih banyak.

3 Konsistensi feses cair, kandungan air sangat banyak.

17

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

Pada percobaan ini diambil dua ekor tikus untuk masing-masing variasi perlakuan

(perlakuan 1 dan perlakuan 2) dan dua ekor tikus untuk kontrol normal yang diamati

fesesnya, sehingga ada 6 ekor tikus yang dijadikan sampel percobaan. Pengambilan feses

pertama dilakukan empat jam setelah perlakuan pertama. Pengambilan feses ke dua

dilakukan setiap dua jam setelah perlakuan kedua

Dari hasil feses diperoleh data seperti di bawah ini :

Kelompok Perlakuan

Gambar

Jam ke-4

(pukul 15.00)

Jam ke-6

(Pukul 17.00)

Jam ke-8

(Pukul 19.00)

1 Kontrol

normal

2 Perlakuan 1

3 Perlakuan 2

18

Kelompok Perlakuan Tikus ke-

Kriteria tekstur feses

Jam ke-4

(pukul

15.00)

Jam ke-6

(Pukul

17.00)

Jam ke-8

(Pukul

19.00)

1 Kontrol

normal

1 0 0 0

2 0 0 0

2 Perlakuan

1

1 2 1 0

2 2 1 0

3 Perlakuan

2

1 2 2 1

2 2 2 1

Keterangan kriteria tekstur feses.

Kriteria Keterangan

0 Konsistensi feses padat, ditandai dengan bentuk feses seperti

kaplet dan tidak mengalami perubahan fisik dari sebelumnya

1 Konsistensi feses setengah padat, ditandai dengan bentuk feses

terpecah/tidak utuh

2 Konsitensi feses lembek, kandungan air lebih banyak.

3 Konsistensi feses cair, kandungan air sangat banyak.

B. ANALISIS DATA

Pada perlakuan normal, tikus 1 dan 2 menghasilkan feses pada kriteria 0 (konsistensi feses

padat, ditandai dengan bentuk feses seperti kaplet dan tidak mengalami perubahan fisik

dari sebelumnya) pada setiap pengamatan (jam ke-2, ke-4, ke-6, dan ke-8).

Pada perlakuan I, tikus 1 dan 2 menghasilkan feses pada kriteria:

Jam ke-4 yaitu pukul 15.00 WIB feses yang dihasilkan masuk kriteria 2 (konsitensi

feses lembek, kandungan air lebih banyak)

Jam ke-6 yaitu pukul 17.00 WIB feses yang dihasilkan masuk kriteria 1

(konsistensi feses setengah padat, ditandai dengan bentuk feses terpecah/tidak

utuh)

19

Jam ke-8 yaitu pukul 19.00 WIB feses yang dihasilkan masuk kriteria 0

(Konsistensi feses padat, ditandai dengan bentuk feses seperti kaplet dan tidak

mengalami perubahan fisik dari sebelumnya)

Pada perlakuan II, tikus 1 dan 2 menghasilkan feses pada kriteria:

Jam ke-4 yaitu pukul 15.00 WIB feses yang dihasilkan masuk kriteria 2 (konsitensi

feses lembek, kandungan air lebih banyak)

Jam ke-6 yaitu pukul 17.00 WIB feses yang dihasilkan masuk kriteria 2 (konsitensi

feses lembek, kandungan air lebih banyak)

Jam ke-8 yaitu pukul 19.00 WIB feses yang dihasilkan masuk kriteria 1

(konsistensi feses setengah padat, ditandai dengan bentuk feses terpecah/tidak

utuh)

C. PEMBAHASAN

Percobaan kali ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh zat laksatif dan anti diare

terhadap tekstur feses tikus. Pengambilan sampling feses didapatkan dengan cara

menunggu feses keluar sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Akan tetapi

apabila feses belum juga keluar dalam waktu yang telah ditentukan tersebut, maka

dilakukan cara lain dengan membuat kondisi tikus menjadi stress sehingga

mengeluarkan feses.

Dari percobaan tersebut, didapatkan hasil yaitu pada perlakuan normal, tikus 1

dan 2 menghasilkan feses pada kriteria 0 (konsistensi feses padat, ditandai dengan

bentuk feses seperti kaplet dan tidak mengalami perubahan fisik dari sebelumnya)

dalam setiap pengamatan (jam ke-4, ke-6, dan ke-8). Pada perlakuan normal ini tikus

tidak mendapatkan zat laksatif berupa jus daun asam jawa dan zat anti diare berupa jus

daun jambu biji.

Pada perlakuan I, tikus mendapatkan zat laksati berupa pemberian jus daun asam

jawa dengan konsentrasi 40% sebanyak 3 ml, dimana daun asam jawa sebanyak 30

gram dilarutkan dalam 50 ml aquades. Pemberian jus asam jawa ini dilakukan pada

pukul 11.00 WIB di Laboratorium Fisiologi Hewan dengan cara oral menggunakan

sonde. Pada jam ke-4 yaitu pukul 15.00 WIB, feses yang dihasilkan masuk kriteria 2

yaitu konsitensi feses lembek, kandungan air lebih banyak. Pukul 17.00 WIB

dilakukan pengamatan kembali. Fese yang dihasilkan masuk kriteria 1 yaitu

konsistensi feses setengah padat, ditandai dengan bentuk feses terpecah atau tidak

20

utuh. Data ini menandakan sudah mulai ada pemulihan di dalam tubuh tikus. Pukul

19.00 WIB dilakukan pengamatan kembali. Feses yang dihasilkan masuk kriteria 0

yaitu konsistensi feses padat, ditandai dengan bentuk feses seperti kaplet dan tidak

mengalami perubahan fisik dari sebelumnya. Data ini menunjukan bahwa di dalam

tubuh tikus sudah benar-benar terjadi pemulihan feses, dimana tekstur feses pada jam

ini sudah sama dengan tekstur feses pada tikus dengan perlakuan normal.

Pada perlakuan II, tikus mendapatkan perlakuan berupa pemberian jus asam jawa

pada pukul 11.00 WIB. Pada jam ke-4 yaitu pukul 15.00 WIB dilakukan pengamatan

terhadap tekstur feses, dan diperoleh feses dengan kriteria 2 yaitu konsitensi feses

lembek, kandungan air lebih banyak. Selanjutnya tikus pada kelompok ini

mendapatkan perlakuan berupa pemberian jus daun jambu biji dengan konsentrasi

10% dimana daun jambu biji dengan berat 10 gram dilarutkan dalam aquades

sebanyak 100 ml. Dan sebanyak 2 ml dimasukan ke dalam tubuh tikus dengan cara

oral.

Kemudian, pada jam ke-6 yaitu pukul 17.00 WIB dilakukan kembali pengamatan

feses dimana feses yang dihasilkan yang dihasilkan masih masuk kriteria 2 yaitu

konsitensi feses lembek, kandungan air lebih banyak. Dalam hal ini belum ada efek

dari jus daun jambu biji, sebab tekstur feses yang dihasilkan masih sama dengan

sebelumnya dan belum ada perubahan.

Pada jam ke-8 yaitu pukul 19.00 WIB, dilakukan pengamatan kembali dan

diperoleh data tekstur feses dengan kriteria 1 yaitu konsistensi feses setengah padat,

ditandai dengan bentuk feses terpecah atau tidak utuh. Dalam hal ini sudah terjadi

perubahan tekstur feses dari tekstur yang sebelumnya, yaitu feses dengan kriteria 2

kini menjadi feses dengan kriteria 1. Berarti sudah ada efek dari pemberian jus daun

jambu biji.

Pada pukul 15.00 dihasilkan feses lembek (kriteria 2). Hal ini disebabkan karena

daun asam jawa dapat mempengaruhi gerak peristaltic pada sel usus menjadi semakin

cepat. Semakin cepatnya gerak peristaltic usus tentu saja dapat membuat makanan

yang ada di dalam usus mengalami pencernaan mekanik lebih banyak sehingga

makanan menjadi lebih lembek.

Pada perlakuan I, pada jam ke-6 yaitu pukul 17.00 diperoleh data feses dengan

kriteria 1, dengan kata lain sudah terjadi pemulihan dari yang sebelumnya masuk

kriteria 2 menjadi kriteria 1. Hal ini dapat terjadi karena sudah berkurangnya efek dari

daun asam jawa, sehingga gerak peristaltic pada usus sudah mulai normal kembali.

21

Selanjutnya pada jam ke-8, pukul 19.00 tekstur feses pada kelompok ini masuk dalam

kriteria 0 dimana tekstur feses ini sudah sama dengan tekstur pada tikus dengan

perlakuan normal. Hal ini dapat terjadi karena usus tikus sudah sepenuhnya pulih dari

pengaruh yang ditimbulkan oleh daun asam jawa.

Pada perlakuan II, pada jam ke-6 yaitu pukul 17.00 diperoleh feses dengan tekstur

yang masih sama dengan sebelumnya yaitu feses pada kriteria 2. Padahal sudah

dilakukan pemberian jus daun jambu biji sebagai antidiare, dimana di dalamnya

terdapat senyawa tannin yang berfungsi untuk mengurangi gerak peristaltik usus, agar

feses yang dihasilkan tidak terlalu lembek dan sudah mengalami perubahan menjadi

lebih padat. Akan tetapi data yang diperoleh tidaklah demikian. Senyawa tannin di

dalam usus sudah dapat memberikan efek, dan menyebabkan kontraksi usus menjadi

berkurang. Sehingga gerak peristaltiknyapun menurun. Penurunan gerak peristaltik ini

dapat menyebabkan makanan yang melewati usus bergerak lebih lambat. Sehingga

penyerapan air menjadi lebih optimal. Dalam penelitian ini, pemberian daun jambu

biji dilakukan dengan cara melarutkanya dalam air. Jadi, ada kemungkinan air dalam

jus jambu biji belum terabsorbsi secara sempurna. Hal inilah yang menyebabkan

tekstur feses yang dihasilkan masih masuk dalam kriteria 2. Pada pukul 19.00,

diperoleh feses dengan kriteria 1. Dalam hal ini, penyerapan didalam usus sudah

sempurna.

Dalam praktikum ini terdapat kesalahan secara teknis maupun non teknis, yaitu ;

1. Kurang telitinya dalam melakukan penimbangan massa maupun pengukuran volume

dalam pembuatan jus.

2. Pemberian jus yang digunakan belum sangat signifikan dari batas optimum sehingga

efek kerjanya kurang terlalu terlihat.

3. Cara pengamatan feses kurang tepat, karena feses dipindahkan dari kandangnya

dengan menggunakan pinset. Seharusnya, pengamatan dilakukan langsung didalam

kandang tikus.

22

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

- Pemberian jus daun asam jawa dan jus daun jambu biji dapat memberikan

pengaruh terhadap tekstur feses.

- Pemberian jus daun asam jawa menyebabkan tekstur feses menjadi lebih lembek.

- Pemberian jus daun jambu biji menyebabkan tekstur feses yang lembek menjadi

lebih padat.

- Daun asam jawa dapat digunakan sebagai zat laksatif.

- Daun jambu biji dapat digunakan sebagai zat antidiare.

- Secara fisiologi, tikus yang terkena diare ringan dapat pulih dengan sendirinya

tanpa diberi zat antidiare.

B. SARAN

- Peneliti harus memahami dengan benar mekanisme kerja sistem pencernaan, zat

antidiare dan zat laksatif.

- Perlu dilakukan ketelitian dalam pembuatan jus daun asam jawa dan jus daun

jambu biji baik konsentrasi maupun komposisinya.

- Perlu dilakukan teknik yang benar dalam proses pemberian jus secara oral dengan

sonde.

- Pengamatan feses dilakukn ditempatnya tanpa memindahkan ketempat yang lain.

- Pengambilan gambar dilakukan ditempat yang terang agar terlihat jelas tekstur

fesesnya.

23

DAFTAR PUSTAKA

Anugrah, Elfira Teresa. 2012. Antidiarrheal Effect of Ethanol Extract of Turmeric

Rhizome (Curcuma domestica val. ) on Swiss Webster Male Mice. Jurnal Bahan

Alam Indonesia ISSN 1412-2855 Vol. 5, No. 1.

Darsono, Farida Lanawati dan Stephanie Devi Artemisia. 2003. Aktivitas Antimikroba

Ekstrak Daun Jambu Biji dari Beberapa Kultivar Terhadap Staphylococcus

aureusatcc 25923 Dengan "Hole-Plate Diffusion Method". Berkas Penelitian Hayati:

Vol. 9 halaman 49-51.

Madani, Warta. 2013. Kandungan Kimia Daun Jambu Biji.

http://www.wartamadani.com/2013/02/kandungan-kimia-daun-jambu-biji.html

(diakses Sabtu, 27 April 2013. Pukul 18.21 WIB)

Mun’im Abdul, Endang Hanani, dan Rahmadiah. 2009. Karakterisasi Ekstrak Etanolik

Daun Asam Jawa (Tamarindus indica L.). Majalah Ilmu Kefarmasian. ISSN : 1693-

9883, Vol. VI, No. 1, halaman 38 – 44.

Sundari, Dian dan M. Wien Winarno. 2010. Laxative Effect of Leaf Tamarind Juice

(Tamarindus indica Linn.) on White Rats Induced with Gambier Media Litbang

Kesehatan Volume XX. Halamana 100-103.

Tjay, Tan Hoan; Kirana Rahardja.2007.Obat-Obat Penting.Edisi keenam.Jakarta: P.T. Alex

Media Komputindo.

Sumali W. 2000 Kimia dan Farmakologi Bahan Alam. Direktorat Pembinaan dan

Pengabdian Pada Masyarakat. Ditjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan

Nasional Jakarta.

T. Chairun Filhayani. 1991. Efek Antipiretik Infus Daun Tamarindus indsica L.

Terhadap Burung Merpati.