laporan praktikum urinalisa

29
I. TINJAUAN TEORI 1.1 Pemeriksaan Jumlah Urin Urinalisa adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui tentang keadaan ginjal dan saluran urin. Selain itu urinalisa dapat juga digunakan untuk mengetahui keadaan fisiologis berbagai organ lain dalam tubuh seperti hati, saluran empedu, pankreas, korteks adrenal, dan lain-lain. Sistem urinaria terdiri dari ginjal, ureter, kandung kemih, uretra. Sistem ini membantu mempertahankan homeostasis dengan menghasilkan urine yang merupakan hasil sisa metabolisme (Soewolo, 2005). Ginjal yang mempertahankan susunan kimia cairan tubuh melalui beberapa proses, yaitu: 1) Filtrasi Glomerular, yaitu filtrasi plasma darah oleh Glomerulus 2) Reabsorpsi tubular, melakukan reabsorpsi (absorpsi kembali) secara selektif zat –zat seperti garam, air, gula sederhana, asam amino dari tubulus ginjal ke kapiler peritubular. 3) Sekresi peritubular, sekresi zat – zat dari kapiler darah ke dalam lumen tubulus, proses sekresi ini mengikutsertakan penahanan kalium, asam urat, amino organik dan ion hidrogen, yang berfungsi untuk memperbaiki komponen buffer darah dan mengeluarkan zat – zat yang mungkin merugikan. Urine atau air seni atau air kencing merupakan cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal kemudian dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksreksi urine diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Urine disaring di dalam ginjal, dibawa melalui ureter menuju kandung kemih, akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra. Dalam Basoeki (2000) disebutkan bahwa pada proses urinalisis terdapat banyak cara metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi zat-zat apa saja yang terkandung di dalam urine. Analisis urine dapat berupa analisis fisik, analisi kimiawi dan anlisis secara mikroskopik.

Upload: marcheli-alexandra-t-kaligis

Post on 19-Dec-2015

191 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

Laporan

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan praktikum Urinalisa

I. TINJAUAN TEORI

1.1 Pemeriksaan Jumlah Urin

Urinalisa adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui tentang keadaan ginjal dan saluran urin. Selain itu urinalisa dapat juga digunakan untuk mengetahui keadaan fisiologis berbagai organ lain dalam tubuh seperti hati, saluran empedu, pankreas, korteks adrenal, dan lain-lain.

Sistem urinaria terdiri dari ginjal, ureter, kandung kemih, uretra. Sistem ini membantu mempertahankan homeostasis dengan menghasilkan urine yang merupakan hasil sisa metabolisme (Soewolo, 2005). Ginjal yang mempertahankan susunan kimia cairan tubuh melalui beberapa proses, yaitu:1)   Filtrasi Glomerular, yaitu filtrasi plasma darah oleh Glomerulus2)   Reabsorpsi tubular, melakukan reabsorpsi (absorpsi kembali) secara

selektif zat –zat seperti garam, air, gula sederhana, asam amino dari tubulus ginjal ke kapiler peritubular.

3)   Sekresi peritubular, sekresi zat – zat dari kapiler darah ke dalam lumen tubulus, proses sekresi ini mengikutsertakan penahanan kalium, asam urat, amino organik dan ion hidrogen, yang berfungsi untuk memperbaiki komponen buffer darah dan mengeluarkan zat – zat yang mungkin merugikan.

Urine atau air seni atau air kencing merupakan cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal kemudian dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksreksi urine diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Urine disaring di dalam ginjal, dibawa melalui ureter menuju kandung kemih, akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra.

Dalam Basoeki (2000) disebutkan bahwa pada proses urinalisis terdapat banyak cara metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi zat-zat apa saja yang terkandung di dalam urine. Analisis urine dapat berupa analisis fisik, analisi kimiawi dan anlisis secara mikroskopik.

Jumlah urin dapat digunakan untuk memeriksa adanya gangguan fisiologis ginjal, gangguan, keseimbangan cairan tubuh dan menafsirkan hasil pemeriksaan kuantitatif dan semi kuantitatif dengan urin. Mengukur jumlah urin dapat dilakukan dengan menggunakan urin 24 jam, urin siang 12 jam dan urin malam 12 jam atau urin sewaktu.

Proses eksresi merupakan suatu proses pengeluaran zat-zat sisa yang tidak dipergunakan lagi. Zat ini berbentuk cairan contohnya urin, keringat dan air. Fungsi utama organ eksresi adalah menjaga konsentrasi ion (Na+, K+, Cl-, Ca2+ dan H+), menjaga volume cairan tubuh (kandungan air), menjga konsentrasi kandungan osmotik, membuang hasil akhir metabolisme (urea, asam urat) dan mengeluarkan substansi asing atau produk metabolismnya (Dahelmi, 1991).

Page 2: Laporan praktikum Urinalisa

Pengukuran  volume  urine  berguna  untuk  menentukan  adanya  gangguan fatal  ginjal  dan keseimbangan  cairan  tubuh,  serta  penentuan  kuantitatif  suatu  zat  dalam  urine,  biasanya dilakukan  pada  urin  kumpulan  24  jam. Setiap orang memiliki jumlah urin yang bebeda-beda, tergantung pada faktor seperti usia, berat badan, jenis kelamin, makanan, minuman, suhu badan, aktivitas, iklim, dan lain-lain. Rata-rata jumlah urin 24 jam orang dewasa ialah 800-1300 ml (Tim Dosen Anatomi Fisiologi Manusia, 2014)

Faktor yang mempengaruhi urin adalah: 1) jumlah air yang diminum, 2) sistem saraf, 3) hormon ADH, 4) banyak garam yang harus dikeluarkan dari darah agar tekanan osmosis tetap,5) pada penderita diabetes mellitus, pengeluaran glukosa diikuti oleh kenaikan volume urin (Thenawijaya, 1995). Volume urine normal adalah 750-2.000 ml/24hr. Pengukuran volume ini pada pengambilan acak (random) tidak relevan. Karena itu pengukuran volume harus dilakukan secara berjangka selama 24 jam untuk memperoleh hasil yang akurat.

1.2 Makroskopi : Bau, Warna, dan Kejernihan Urin

Warna Urin

Memperhatikan warna urin  bermakna karena kadang kadang didapat kelainan yang bermakna untuk klinik.Warna urin diuji  pada tebal lapisan 7-10 cm dengan cahaya  tembus ,tindakan itu  dapat dilakukan dengan mengisis tabung reaksi sampai ¾  penuh dan ditinjau  dalam sikap serong/miring.

Nyatakan warna urin dengan:tidak berwarna ,kuning muda, kuning, kuning tua, kuning bercampur merah, merah bercampur kuning, merah, coklat kuning bercampur hijau ,putih serupa susu,dll.

Pada umumnya warna urin ditentukan  oleh besarnya dieresis,makin besar dieresis makin muda warna urin itu,,biasanya warna normal urin berkisar antara kuning muda dan kuning tua.warna itu disebabkan oleh beberapa macam zat warna,terutama urochrom dan urobilin. Berikut beberapa penyebab berbeda-bedanya warna urin :Kuning

1. Zat warna normal dalam jumlah besar: urochrom dan urobilin.2. Zat warna abnormal: bilirubin3. Obat obat dan diagnostika: sanatonin,PSV,riboflavin dan lain lain

Hijau1. Zat warna abnormal dalam jumlah besar:indikan2. Obat obat dan diagnostika:methylenblue,Evan’s blue3. Kuman kuman:Ps.aeruginosa

Merah1. Zat warna normal dalam jumlah besar:uroerythrin.2. Zat warna abnormal:hemoglobin,porfirin,porfobilin.3. Obat obat dan diagnostika: santonin,psp,amidoprin dan lain lain4. Kuman kuman:B.poridigous

Coklat1. Zat warna normal dalam jumlah besar:urobilin2. Zat warna abnormal:bilirubin,hematin,porfobilin

Coklat tua atau hitam1. Zat warna normal dalam jumlah besar:indikan2. Zat warna abnormal:darah tua,alkapton.melamin

Page 3: Laporan praktikum Urinalisa

3. Obat obat:derivate derivate fenol,argyolSerupa susu

1. Zat warna normal dalam jumlah besar:fosfat,urat2. Zat warna abnormal:pus.getah pospat,shylus

Kejernihan urin

Cara mengujji kejernihan sama seperti menguji warna. Nyatakan pendapat dengan: jernih, agak keruh, keruh atau sangat keruh. Pentinglah untuk menemukan apakah urin itu telah keruh pada waktu dikeluarkan atau baru kemudian,yaitu jika dibiarkan. Tidak semua macam kekeruhan bersifat abnormal.Urin normal pun akan menjadi agak keruh jika dibiarkan atau didinginkan: kekeruhan ringan itu disebut nubecula dan terjadi dari lender,sel epitel dan leukosit.

Berikut ini adalah penyebab terjadinya kekeruhan pada urin1. Fosfat amorf dan karbonat dalam jumlah besar.Mungkin terjadi setelah seseorang makan

banyak.Kekeruhan itu hilang jika urin diberikan asam asetat encer.Sediment mengandung banyak Kristal fosfat atau karbonat

2. Bakteri bakteri.Kekeruhan yang terjadi bukan saja disebabkan oleh berkembangbiaknya kuman,tetapi juga oleh bertambahnya unsure sediment seperti sel epitel,leukosit,dsb.

3. Unsur-unsur sediment dalam jumlah besar. a. Eritrosit eritosit yang menyebabkan urin menjadi keruh dan berupa serupa air

dagingb. Leukosit leukosit: adanya dibenarkan dengan pemeriksaan mikroskopik sediment.c. Sel sel epitel.akan terlihat juga dalam sediment pada pemeriksaan lebih lanjut.

Bau urinPada urine yang segar atau baru biasanya tidak berbau keras atau menyengat, tetapi pada

urine yang telah lama dikeluarkan dari tubuh uranium yang terkandung di dalamnya akan diubah menjadi amoniak oleh bakteri yang ada dalam urine sehingga menimbulkan bau yang keras atau menyengat. Dalam keadaan patologis urine dapat berbau:

- Manis : biasanya disebabkan oleh adanya acetone, misalnya pada koma diabetic- Busuk: biasanya disebabkan oleh adanya infeksi, misalnya pada cystitis.

1.3 Menetapkan Berat Jenis Urin

Penetapan berat jenis urin biasanya cukup teliti dengan menggunakan urinometer.Apabila sering melakukan penetapan berat jenis dengan contoh urin yang volumenya kecil,sebaiknya memakai refraktometer untuk tujuan itu.Berat jenis urin sangat erat hubunganya dengan dieresis,makin besar diuresis, makin rendah berat jenis dan sebaliknya.Berat jenis urin 24 jam dari orang normal biasanya berkisar antara ,1,016 – 1,024.

Berat jenis urin tertinggi terdapat pada urine pertama pagi hari, sedangkan berat jenis terendah terdapat dalam urin yang dihasilkan 1 jam setelah intake cairan yang cukup banyak. Berat jenis ini memberikan gambaran tentang fungsi dari tubulus. Isosthenuri adalah suatu keadaan dimana berat jenis urine seseorang selalu tetap 1,010 sepanjang hari, yaitu sama dengan berat jenis protein free plasma. Keadaan ini terjadi pada penderita penyakit ginjal yang kronis dan berat.

Teknik pemeriksaan fungsi urine:

Page 4: Laporan praktikum Urinalisa

a. Dengan memakai alat urometer atau urinometer.

b. Dengan menggunakan metode carik celup.

1.4 Menetapkan Derajat Keasaman Urin

Penetapan reaksi atau pH tidak banyak berarti dalam pemeriksaan penyaring, tetapi pada gangguan keseimbangan asam-basa penetapan tersebut dapat memberi kekesan tentang keadaan dalam tubuh. Selain itu, pemeriksaan pH urin segar dapat member petunjuk kea rah etiologi infeksi saluran kemih. Contoh, infeksi yang disebabkan oleh proteus, yang merombak ureum menjadi amoniak, akan menyebabkan urin menjadi basa. Derajat keasaman normal urin segar adalah 4,8 – 7,8 (Tim Dosen Anatomi Fisiologi Manusia, 2014)

Filtrat glomerular plasma darah biasanya diasamkan oleh tubulus ginjal dan saluran pengumpul dari pH 7,4 menjadi sekitar 6 di final urin. Namun, tergantung pada status asam- basa, pH kemih dapat berkisar dari 4,5 –  8,0. pH bervariasi sepanjang hari, dipengaruhi oleh konsumsi makanan, bersifat basa setelah makan, lalu menurun dan menjadi kurang basa menjelang makan berikutnya. Urine pagi hari (bangun tidur) adalah yang lebih asam. Obat-obatan tertentu dan penyakit gangguan keseimbangan asam-basa juga dapat mempengaruhi pH urin.

Reaksi urine biasanya asam dengan pH kurang dari 6 (berkisar 4,7 - 8). Bila masukan protein tinggi, urine menjadi asam sebab fosfat dan sulfat berlebihan dari hasil katabolisme protein. Keasaman meningkat pada asidosis dan demam. Urine menjadi alkali karena perubahan urea menjadi ammonia dan kehilangan CO2 di udara. Urine menjadi alkali pada alkalosis seperti setelah banyak muntah. Pigmen utama pada urine adalah urokrom, sedikit urobilin dan hematofopirin (Soewolo, 2005).

1.5 Melakukan Uji Protein

Protein adalah sumber asam amino yang mengandung unsur C,H,O dan N . Protein sangat penting sebagai sumber asam amino yang digunakan untuk membangun struktur tubuh. Selain itu protein juga bisa digunakan sebagai sumber energi bila terjadi defisiensi energi dari karbohidrat dan/atau lemak. Sifat-sifat protein beraneka ragam, dituangkan dalam berbagai sifatnya saat bereaksi dengan air, beberapa reagen dengan pemanasan serta beberapa perlakuan lainnya.

Urin atau air seni adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Pengeluaran urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Volume urin normal per hari adalah 900 – 1200 ml, volume tersebut dipengaruhi banyak faktor diantaranya suhu, zat-zat diuretika (teh, alcohol, dan kopi), jumlah air minum, hormon ADH, dan emosi.

Page 5: Laporan praktikum Urinalisa

Komposisi Urine :

1. Air sebanyak 95 %2. Urea, asam ureat dan ammonia3. Zat warna empedu (Bilirubin dan Biliverdin)4. Garam mineral, terutama NaCl (Natrium Chlorida)5. Zat-zat bersifat racun seperti sisa obat dan hormon

Secara kimiawi kandungan zat dalam urine diantaranya adalah sampah nitrogen (ureum, kreatinin dan asam urat), asam hipurat zat sisa pencernaan sayuran dan buah, zat sisa metabolisme lemak, ion-ion elektrolit (Na, Cl, K, Amonium,sulfat, Ca dan Mg), hormone, zat toksin (obat, vitamin dan zat kimia asing).

Secara umum urin berwarna kuning. Urin encer warna kuning pucat (kuning jernih), urin kental berwarna kuning pekat, dan urin baru / segar berwarna kuning jernih. Urin yang didiamkan agak lama akan berwarna kuning keruh. Urin berbau khas jika dibiarkan agak lama berbau ammonia. Ph urin berkisar antara 4,8 – 7,5, urin akan menjadi lebih asam jika mengkonsumsi banyak protein,dan urin akan menjadi lebih basa jika mengkonsumsi banyak sayuran. Berat jenis urin 1,002 – 1,035.

Interpretasi warna urin dapat menggambarkan kondisi kesehatan organ dalam seseorang.

a. Keruh.Kekeruhan pada urin disebabkan adanya partikel padat pada urin seperti bakteri, sel epithel, lemak, atau kristal-kristal mineral.

b. Pink, merah muda dan merah. Warna urin seperti ini biasanya disebabkan oleh efek samping obat-obatan dan makanan tertentu seperti bluberi dan gula-gula, warna ini juga bisa digunakan sebagai tanda adanya perdarahan di system urinaria, seperti kanker ginjal, batu ginjal, infeksi ginjal, atau pembengkakkan kelenjar prostat.

c. Coklat muda warna ini merupakan indicator adanya kerusakan atau gangguan hati seperti hepatitis atau serosis.

d. Kuning gelap. Warna ini disebabkan banyak mengkonsumsi vitamin B kompleks yang banyak terdapat dalam minuman berenergi.

Proses Terbentuknya Urine

Penyaringan darah pada ginjal lalu terjadilah urine. Darah masuk ginjal melalui pembuluh nadi ginjal. Ketika berada di dalam membrane glomerulus, zat-zat yang terdapat dalam darah (air, gula, asam amino dan urea) merembes keluar dari pembuluh darah kemudian masuk kedalam simpai/kapsul bowman dan menjadi urine primer. Proses ini disebut filtrasi. Urine primer dari kapsul bowman mengalir melalui saluran-saluran halus (tubulus kontortokus proksimal). Di saluran-saluran ini zat-zat yang masih berguna, misalnya gula, akan diserap kembali oleh darah melalui pembuluh darah yang mengelilingi saluran tersebut sehingga terbentuk urine sekunder. Proses ini disebut reabsorpsi.

Urine sekunder yang terbentuk kemudian masuk tubulus kotortokus distal dan mengalami penambahan zat sisa metabolism maupun zat yang tidak mampu disimpan dan akhirnya

Page 6: Laporan praktikum Urinalisa

terbentuklah urnine sesungguhnya yang dialirkan ke kandung kemih melalui ureter. Proses ini disebut augmentasi. Apabila kandung kemih telah penuh dengan urine, tekanan urine pada dinding kandung kamih akan menimbulkan rasa ingin buang air kecil. Banyaknya urine yang dikeluarkan dari dalam tubuh seseorang yang normal sekitar 5 liter setiap hari.

Proses jalannya pengeluaran urine dalam tubulus kolektivus

1. Pengeluaran urine diatur oleh hormone ADH (Anti Diuretika Hormone).Bila air minum yang masuk banyak maka pengeluaran hormone ADH akan berkurang, sehingga urine yang dikeluarkan juga banyak. Hal ini terjadi karena penyerapan air terhadap hormone ADH sedikit.

2. Bila air minum yang masuk sedikit maka pengeluaran hormone ADH akan terpacu menjadi lebih banyak, sehingga urine yang dikeluarkan akan menjadi sedikit. Hal ini terjadi karena penyerapan air terhadap hormone ADH banyak.

1.6 Melakukan Uji Glukosa Urin

Urin atau air seni adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Urin normal mengandung urea, kreatinin, asam urat, kalium, chloride, kalsium. Sedangkan urin obnormal akan mengandung zat lain seperti protein, gula, benda-benda keton, darah, billirubin dan garam-garam folat.

Urin diproses dalam ginjal melalui tiga tahapan yaitu filtrasi, reabsorpsi dan augmentasi. Setelah itu urine akan di keluarkan melalui saluran kencing. Keluarnya urin abnormal karena terdapat gangguan dalam tahap pembentukan urin. Urin yang mengandung glukosa disebabkan karena terjadi gangguan saat proses reabsorbsi urin yang terjadi di tubulus kontortus proksimal, lengkung henle, dan sebagian tubulus kontortus distal. Dalam proses reabsobsi zat-zat yang direabsorpsi adalah air, glukosa, asam amino, ion-ion Na+, K+, Ca2+, Cl-, HCO3-, HbO42-, dan sebagian urea. Glukosa dan asam amino direabsorpsi secara transpor aktif di tubulus proksimal. Hasil reabsorpsi ini berupa urin skunder yang memiliki kandungan air, garam, urea dan pigmen empedu yang berfungsi memberi warna dan bau pada urin.

Adanya glukosa dalam urin yang dikeluarkan seseorang selain dapat mengindikasikan terjadinya gangguan pada ginjal dapat mengindikasikan adanya penyakit yang diderita seseorang. Beberapa penyakit yang dapat diketahui dengan uji kandungan glukosa dalam urin adalah glukosuria, pentosuria, laktosuria dan diabetes mellitus.

Glikosuria adalah ditemukannya glukosa pada urin. Adanya glukosa dalam urin menunjukkan adanya kerusakan pada tabung ginjal. Darah yang disaring pada ginjal akan meloloskan sebagian kecil gula. Namun, saluran pada ginjal memiliki kemampuan untuk menyerap kembali gula tersebut sehingga tidak ada gula yang keluar melalui air kemih. Bila ditemukan adanya gula yang keluar pada air kemih maka terdapat dua kecurigaan, yakni kadar gula dalam darah yang terlalu tinggi sehingga tidak mampu disaring oleh ginjal atau terdapat kerusakan pada saluran ginjal sehingga kehilangan kemampuan untuk menyerap kembali gula tersebut. Saluran pada ginjal mampu menyerap kembali gula darah hingga 180 mg/dl. Pada orang normal, gula pada ginjal tidak melebihi angka tersebut.

Glukosuria, laktosuria dapat terjadi pada ibu selama kehamilan, laktasi maupun menyapih. Pentosuria terjadi sementara sesudah makan makanan yang mengandung gula

Page 7: Laporan praktikum Urinalisa

pentosa. Gula bersifat menyerap air. Dengan demikian, pada penderita glikosuria akan terjadi peningkatan volume air kemih. Penderita akan merasa sering buang air kecil bahkan sering terbangun malam hari saat tidur untuk berkemih. Jika kondisi ini terus terjadi, penderita dapat mengalami dehidrasi, lemas, sering merasa haus, dan kekurangan cairan.

Diabetes militus adalah penyakit yang disebabkan pankreas tidak menghasilkan atau hanya menghasilkan sedikit insulin. Insulis adalah hormon yang mampu mengubah glukosa menjadi glikogen sehingga mengurangi kadar gula dalam darah. Selain itu, Insulis juga membantu jaringan tubuh menyerap glukosa sehingga dapat digunakan sebagai sumber energi. Diabetes militus juga dapat terjadi jika sel-sel di hati, otot, dan lemak memiliki respons rendah terhadap insulin. Kadar glukosa di urin penderita diabetes militus sangat tinggi. Ini menyebabkan sering buang air kecil, cepat haus dan lapar, serta menimbulkan masalah pada metabolisme lemak dan protein.

Pengobatan yang dilakukan untuk penyakit yang ditimbulkan karena banyaknya glukosa dalam urin disesuaikan dengan penyebabnya. Pada penderita kencing manis, penderita harus mengonsumsi obat agar tercapai target kada gula darahnya. Penderita juga harus diet rendah gula, rajin berolah raga, dan bagi penderita yang gemuk dianjurkan untuk menurunkan berat badan. Bila target kadar gula darah sudah tercapai maka kondisi berlebihnya gula dalam urin pun akan membaik. Demikian pula glikosuria yang diakibatkan oleh kelaianan pada saluran ginjal. Perlu diperiksa dengan mendetail penyebab kerusakan pada saluran ginjal tersebut. Terapi yang tepat sesuai dengan penyebabnya akan memperbaiki kondisi glukosiria. Untuk penderita penyakit diabetes selain penanganan seperti penderita kencing manis harus diimbangi dengan terapi penyembuhan pankreas atau penambahan insulin buatan untuk tubuh.

Terdapat dua metode pemeriksaan, yakni pemeriksaan kuantitatif (mencantumkan angka besaran kadar gula pada urine) dan kualitatif (mencantumkan skala kadar gula: skala berupa angka 1  hingga 4). Selain itu, uji glukosa dalam urin dapat menggunakan metode uji carik celup dan uji pereaksi seperti menggunakan reagen benedict, fehling a dan b atau tollens.

Uji Carik CelupCarik celup dilekati kertas berisi dua macam enzim yaitu glukosa-oksidasa dan peroksidase

bersama dengan semacam zat seperti o-tolidine yang berubah warna jika dioksidasi. kalau ada glukosa, maka oleh pengaruh glukosa-oksidase glukosa menghasilkan asam glukonat dan hydrogen peroksida, oleh pengaruh peroksidase menghasilkan oksigen kepada o-tolidine yang berubah warna menjadi biru. lebih banyak glukosa lebih tua warna yang terjadi pada reaksi ini, sehingga penilaian semikuantitatif juga mungkin.

Selain kromogen o-tolidine yang menjadi biru ada pula carik celup yang menggunakan iodide sebagai kromogen, warna coklatlah yang menandakan reaksi positif.

Hasil negatif palsu terjadi bila urin mengandung zat mereduksi seperti vitamin C, keton dan asam homogentisat. penilaian semikuantitatif harus benar-benar menuruti petunjuk yang diberikan oleh pembuat carik celup mengenai saat membandingkan warna yang timbul dengan skala warna yang mendampingi carik celup. penilaian semikuantitatif yang berlaku untuk reagen Benedict.

Uji BenedictDengan menggunakan sifat glukosa sebagai zat preduksi, adanya glukosa dalam urin dapat

ditentukan. Pada tes ini, pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan reagen tertentu yang mengandung zat yang berubah sifat dan warnanya jika direduksi oleh glukosa. jenis reagen yang

Page 8: Laporan praktikum Urinalisa

mengandung garam cupri adalah jenin yang paling banyak digunakan untuk menyatakan adanya reduksi dan diantara jenis reagen yang mengandung garam cupri, reagen benedict adalah yang terbaik. hasil pemeriksaan reduksi disebut cara semikuantitatif dilakukan dengan cara menyesuaikan perubahan warna yang terjadi dengan tabel berikut :

Nilai Simbol DeskripsiNegatif Warna tetap biru jernih atau sedikit kehijauan dan agak

keruh.Positif + 1+ Hijau kekuning-kuningan dan keruh, kadar glukosa

antara 0,5 – 1 %.Positif ++ 2+ Kuning keruh, kadar glukosa antara 1 – 1,5 %.Positif +++ 3+ Jingga atau warna lumpur keruh, kadar glukosa anatar 2

– 3,5 %.Positif ++++ 4+ Merah keruh, kadar glukosa lebih dari 3,5 %.

II. HASIL

Waktu dan Tempat PengamatanHari dan tanggal : 4 November 2014Tempat : Laboratorium Fisiologi Kampus B UNJ

2.1 Pemeriksaan Jumlah Urin

No.

Nama OP ∑ Urin (ml) Usia L/P

Sewaktu 12 Jam 24 Jam

1. Akbar 45 91 136 20 L

2. Hanif Annisyah (38) 280 514 20 L

3. Mai Marzuki (125) 71 306 20 L

4. Vika 125 80 165 20 P

5. Vina Anggita (40) 370 470 20 P

6. Yosua 43 315 627 20 L

7. Leni 25 125 195 20 P

Tabel 2.1 Hasil Pemeriksaan Jumlah Urin

2.2 Pemeriksaan Warna, Kejernihan, dan Bau Urin

Nama OP Jenis Kelamin Warna Kejernihan Bau

Page 9: Laporan praktikum Urinalisa

Annisyah P Kuning Jernih AmoniakNurhamitha P Kuning muda Jernih Amoniak

Marzuki F.R. L Kuning muda Jernih AmoniakVika Z. P Kuning seulas Sangat jernih Tidak berbau

Rinda K. P Kuning tua Keruh AmoniakYosua R. L Kuning tua Jernih Amoniak

Anggita W. P Kuning muda Jernih AmoniakLeni Melisa P Kuning muda Jernih Amoniak

Tabel 2.2 Hasil Pemeriksaan Warna, Kejernihan, dan Bau Urin

2.3 Menetapkan Berat Jenis Urin

Nama OP Jenis Kelamin Usia Berat JenisAkbar M. L 20 1023

Leni Melisa P 20 1030Hanif L 20 1022

Vika Z P 20 1011Mai T. P 20 1027Vina N. P 19 1015

Rinda K. P 20 1025Yousa R L 20 1015

Tabel 2.3 Hasil Pemeriksaan Berat Jenis Urin

2.4 Menetapkan Derajat Keasaman Urin

No.

Nama OP L/P Reaksi Lakmus Nilai Derajat Keasaman

Biru Merah

1. Yosua L Merah Merah 6

2. Leni P Biru Biru 7

3. Annisyah P Merah Merah 5

4. Marzuki L Biru Biru 7

5. Vika P Biru Merah 7

6. Nurhamitha P Merah Merah 6

7. Rinda P Merah Merah 7

8. Anggita P Merah Merah 6

Tabel 2.4 Hasil Penetapan Derajat Keasaman Urin

2.5 Pemeriksaaan Uji Protein

No. Nama OP Usia Presipitasi ProteinNilai Simbol Deskripsi

1. Akbar Maulana 20 Negatif ˗ Tidak Keruh

Page 10: Laporan praktikum Urinalisa

2. Hanif 20 Negatif ˗ Tidak Keruh3. Mai Turgiyanti 20 Negatif ˗ Tidak Keruh4. Vika Zakiatun Nisa 20 Negatif ˗ Tidak Keruh5. Vina Novianti 20 Negatif ˗ Jernih6. Yosua Reginald 20 Negatif ˗ Tidak Keruh7 Leni Melisa 20 Positif + Keruh

Tabel 2.5 Hasil Pemeriksaan Uji Protein

2.6 Pemeriksaan Uji Glukosa

Tabel 2.6 Hasil Pemeriksaan Uji Glukosa

NO. NAMA OP USIA PRESPITASI GLUKOSANILAI SIMBOL DESKRIPSI

1. Akbar Maulana 20 th Negatif - Tetap Biru2. Hanif 20 th Negatif - Tetap Biru3. Mai Turgiyanti 20 th Negatif - Tetap Biru4. Vika Zakiyatunnisa 20 th Negatif - Tetap Biru5. Anggita Wijayanti 19 th Negatif - Tetap Biru6. Yosua Reginald 20 th Negatif - Tetap Biru Jernih7. Leni Melisa 20 th Negatif - Tetap Biru Jernih

Page 11: Laporan praktikum Urinalisa

III. PEMBAHASAN

3.1 Pemeriksaan Jumlah Urin

Pada praktikum pemeriksaan jumlah urin yang diperiksa adalah urin sewaktu, urin 12 jam dan urin 24 jam. Urin ditampung atau dikumpulkan oleh setiap OP setiap mengeluarkan urin hingga 24 jam. Kemudian pada waktu 12 jam siang urin di ukur jumlahnya dan pada 24 jam urin kembali diukur jumlahnya. Urin sewaktu juga diukur untuk melihat jumlah urin yang dikeluarkan sewaktunya atau setiap OP membuang air kecil. Pemeriksaan jumlah urin digunakan untuk menenukan ada tidaknya gangguan fisiologis ginjal, keseimbangan cairan tubuh dan menafsirkan hasil pemeriksaan kuantitatif dan semi kuantitatif dengan urin.

Pengamatan pemeriksaan jumlah urin dilakukan oleh tujuh OP. Dapat dilihat pada tabel pengamatan jumlah urin yang menunjukkan bahwa dari ketujuh OP memiliki jumlah urin yang berbeda-beda. Rata-rata dari ketujuh OP memiliki jumlah urin yang relatif sedikit pada waktu 12 jam, begitupun pada waktu 24 jam urin yang dihasilkan semua OP relatif sedikit. Jumlah urin paling banyak pada waktu 12 adalah Vina dengan berjenis kelamin perempuan dan usia 20 tahun dengan jumlah urin 370 ml, sedangkan yang paling sedikit adalah Mai berjenis kelamin perempuan usia 20 tahun dengan jumlah urin 71 ml. Pada waktu 24 jam jumlah urin paling banyak adalah Yosua berjenis kelamin laki-laki usia 20 tahun dengan jumlah urin 627 ml, sedangkan jumlah urin paling sedikit adalah Akbar berjenis kelamin laki-laki usia 20 tahun dengan jumlah urin 136 ml. Pada urin sewaktu jumlah urin paling banyak adalah Marzuki berjenis kelamin laki-laki usia 20 tahun dan Vika berjenis kelamin perempuan usia 20 tahun dengan jumlah urin 125 ml, sedangkan jumlah urin yang paling sedikit adalah Leni berjenis kelamin perempuan usia 20 tahun dengan jumlah urin 25 ml. Menurut kelompok kami, ini ada kesalahan dalam pengukuran jumlah urin. Mungkin ada sebagian urin yang tidak terhitung, sehingga menyebabkan terjadinya kekurangan pada volume urin.

Menurut analisa kelompok kami, praktikum ini dipengaruhi oleh suhu yang pada waktu itu suhu sedang panas. Ketika suhu panas atau banyak mengeluarkan keringat, konsentrasi air dalam darah turun mengakibatkansekresi ADH meningkat sehingga urin yang di hasilkan sedikit. Sebaliknya jika suhu udara dingin konsentrasi air dalam darah naik sehingga menghalangi sekresi ADH maka produks iurin banyak. Keadaan seperti ini disebut sebagai poliurin. Poliurin disebabkan juga oleh jumlah minuman yang diminum ataupun minuman yang mempunyai efek diuretika.

Bila didapatkan volume urin selama 24 jam lebih dari 2000 ml maka keadaan itu disebut poliuri. Poliuri ini mungkin terjadi pada keadaan fisiologik seperti pemasukan cairan yang berlebihan, nervositas, minuman yang mempunyai efek diuretika. Selain itu poliuri dapat pula

Page 12: Laporan praktikum Urinalisa

disebabkan oleh perubahan patologik seperti diabetes mellitus, diabetes insipidus, hipertensi, pengeluaran cairan dari edema. Bila volume urin selama 24 jam 300-750 ml maka keadaan ini dikatakan oliguri. Keadaan ini mungkin didapat pada diarrhea, muntah-muntah, demanedema, nefritis menahun. Anuri adalah suatu keadaan dimana jumlah urin selama 24 jam kurang dari 300 ml.

Dari pemeriksaan jumlah urin yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa jumlah urin setiap orang atau OP berbeda-beda. Namun jumlah urin dari ketujuh OP dikatakan sebagai oliguria artinya jumlah urin yang dikeluarkan kurang dari nilai normal dimana diketahui volume urin 24 jam didaerah tropik antara 800 ± 1300 ml untuk orang dewasa. Setiap orang memiliki jumlah urin yang bebeda-beda, tergantung pada faktor seperti usia, berat badan, jenis kelamin, makanan, minuman, suhu badan, aktivitas, iklim, dan lain-lain.

3.2 Pemeriksaan Warna, Kejernihan, dan Bau urin

Pada praktikum uji urinalisa secara maksokopis dilakukan dengan cara melihat warna, kejernihan, bau, dan berat jenis urin. Pada uji makroskopis urin yang digunakan adalah urin sewaktu. Pada uji warna, pemeriksaan warna urin dilakukan dengan cara menuangkan urin ke dalam tabung reaksi sebanyak ¾ bagian tabung. Selanjutnya tabung dimiringkan dan disinari menggunakan senter. Penyinaran ini berfungsi untuk memperjelas warna urin yang akan diamati.Berdasarkan data praktikum, diperoleh hasil bahwa keseluruh OP memiliki warna urin yang normal yaitu kuning muda dan kuning tua. Warna terutama disebabkan oleh pigmen urokrom yang berwarna kuning dan sejumlah kecil oleh urobilin dan hematoporfirin. Faktor yang mempengaruhi warna urin diantaranya adalah banyaknya cairan yang dikonsumsi oleh OP, jenis makanan yang dikonsumsi atau obat-obatan yang dikonsumsi oleh OP.

Pada praktikum kejernihan urin, pemeriksaan kejernihan urin dilakukan dengan cara menuangkan urin ke dalam tabung reaksi sebanyak ¼ bagian tabung. Selanjutnya tabung dimiringkan dan disinari menggunakan senter. Penyinaran ini berfungsi untuk memperjelas kekeruhan urin yang akan diamati. Berdasarkan data praktikum diperoleh hasil bahwa sebagian besar OP memiliki urin yang jernih kecuali pada Rinda yang urinnya keruh. Urin normal biasanya jernih pada waktu dikeluarkan, tetapi bila dibiarkan dalam waktu lama akan timbul kekeruhan disebabkan oleh nucleoprotein, mukoid, atau sel-sel epitel. Selain itu pada urin yang alkalis, kekeruhan dapat disebabkan oleh endapan fosfat sedangkan pada urin asam biasanya disebabkan oleh endapan urat.

Urin yang telah keruh pada waktu dikeluarkan dapat disebabkan oleh sedimen seperti epitel, leukosit dan eritrosit dalam jumlah banyak. Kristal asam urat, kalsium oksalat, triple fosfat dan bahan amorf merupakan kristal yang sering ditemukan dalam sedimen dan tidak mempunyai arti, karena kristal-kristal itu merupakan hasil metabolisme yang normal (Anonymous, 2011). Pada urine normal juga dapat dilihat kristal-kristal seperti amorf dan asam urat.

Pada praktikum bau urin, pemeriksaan bau urin dilakukan dengan cara menampung urin ke dalam wadah lalu mengidentifikasi bau yang keluar dari urin tersebut. Berdasarkan data praktikum diperoleh hasil bahwa sebagian besar OP memiliki bau urin berbau amoniak, hanya

pada vika yang tidak berbau pada urinnya. Urin yang baru dikeluarkan mempunyai bau khas.

Page 13: Laporan praktikum Urinalisa

Bila urin mengalami dekomposisi, timbul bau ammonia yang tidak enak. Hal tersebut masih normal karena bau tersebut disebabkan perombakan ureum oleh bakteri dan biasanya terjadi pada urin yang dibiarkan tanpa pengawet. Pada penderita diabetes mellitus dengan ketosis maka urin akan berbau aseton. Sementara penyebab urin tidak berbau disebabkan karena banyaknya cairan yang dikonsumsi oleh OP sehingga menyebabkan proses perombakan ureum oleh bakteri belum sempurna. Faktor yang mempengaruhi bau urin diantaranya adalah banyaknya cairan yang dikonsumsi oleh OP, jenis makanan yang dikonsumsi atau obat-obatan yang dikonsumsi oleh OP.

3.3 Menetapkan Berat Jenis Urin

Pada praktikum berat jenis urin, urin yang digunakan adalah urin yang dikeluarkan dari tubuh selama 24 jam. Pada penentuan berat jenis ini menggunakan urinometer. Urinometer mengapung dan langsung menunjukkan skala yang merupakan berat jenis urine. Hal ini dilakukan dengan memasukkan urinometer ke dalam tabung besar yang telah berisi urin. Berdasarkan data praktikum diperoleh hasil bahwa berat jenis keseluruh OP normal. Berat jenis urin normal antara 1,003-1,030 tergantung pada jumlah zat-zat yang terlarut di dalamnya dan volume urin. Jumlah total zat padat dalm urin 24 jam kira-kira 50 gram. Berat jenis urin berubah terutama pada penyakit ginjal.

Menurut Evelin C. Pearce (2006) bahwa berat jenis urine, tergantung dari jumlah air yang larut di dalam urine atau terbawa di dalam urine. Berat jenis plasma (tanpa protein) adalah 1,010. Bila ginjal mengencerkan urine (misalnya sesudah minum air) maka berat jenisnya kurang dari 1,010. bila ginjal memekatkan urine (sebagaimana fungsinya) maka berat jenis urine naik diatas 1010. Daya pemekatan ginjal diukur menurut berat jenis tertinggi yang dapat dihasilkan, yang seharusnya dapat lebih dari 1,025.

Berat jenis urine sewaktu pada orang normal antara 1,003 - 1,030. Berat jenis urine berhubungan erat dengan diuresa, makin besar diuresa makin rendah berat jenisnya dan sebaliknya. Makin pekat urine makin tinggi berat jenisnya, jadi berat jenis bertalian dengan faal pemekat ginjal. Urine sewaktu yang mempunyai berat jenis 1,020 atau lebih, menunjukkan bahwa faal pemekat ginjal baik. Keadaan ini dapat dijumpai pada penderita dengan demam dan dehidrasi. Sedangkan berat jenis urine kurang dari 1,009 dapat disebabkan oleh intake cairan yang berlebihan hipotermi, alkalosis dan kegagalan ginjal yang menahun.

3.4 Menetapkan Derajat Keasaman Urin

Pada praktikum penetapan derajat keasaman urin dilakukan untuk menetapkan reaksi atau pH dan menetapkan derajat keasaman urin. Urin yang diperiksa adalah urin sewaktu atau urin segar, karena bila disimpan terlalu lama maka pH akan berubah menjadi basa.

Pengamatan reaksi atau pH urin dilakukan oleh delapan OP . Urin yang dihasilkan dari kedelapan OP kemudian di uji reaksi atau pHnya menggunakan kertas lakmus apakah asam atau basa. Kertas lakmus dicelupkan pada urin dan dapat diketahui hasilnya, jika kertas lakmus biru dicelupkan dalam urin tetap menjadi biru maka pHnya basa, ini terdapat pada beberapa OP yaitu Leni, Vika, dan Marzuki, namun jika berubah menjadi merah maka pHnya asam, ini terdapat juga pada beberapa OP yaitu Yosua, Annisyah, Nurhamitha, Rinda dan Anggita. Sedangkan jika

Page 14: Laporan praktikum Urinalisa

kertas lakmus merah dicelupkan dalam urin berubah menjadi biru maka pHnya asam, ini terdapat pada OP Leni, dan Marzuki, namun jika kertas lakmus merah dicelupkan dalam urin berubah menjadi merah maka pH urin dikatakan asam, ini terdapat pada OP Yosua, Annisyah, Vika, Nurhamitha, Rinda dan Anggita. Dari praktikum dengan menggunakan kertas lamkus kemudian agar diketahui penetapan pH lebih lanjut dilakukan dengan indikator universal.

Pada penetapan pH dengan indikator universal, dilakukan dengan cara membasahi kertas indikator universal pada urin OP, kemudian ditunggu beberapa menit dan terjadi perubahan warna. Setelah itu dibandingkan dengan daftar warna derajat keasaman yang tersedia pada indikator universal dan dapat diketahui nilai pHnya. Nilai derajat keasaman 5 didapatkan pada OP Annisyah, nilai derajat keasaman 6 adalah Yosua, Nurhamitha, dan Anggita, serta nilai derajat keasaman 7 terdapat pada Leni, Marzuki, Vika dan Rinda. Dari kedelapan OP yang diperiksa rata-rata nilai derajat keasaman bernilai 5 – 7. Berdasarkan referensi, derajat keasaman normal urin segar adalah 4,8 – 7,8. Ini menunjukkan bahwa semua OP derjat keasamannya normal.

Urin basa dapat memberi hasil negatif atau tidak memadai terhadap albuminuria dan unsure-unsur mikroskopik sedimen urin seperti eritrosit, silinder yang akan mengalami lisis. pH urin yang basa sepanjang hari atau 24 jam kemungkinan adanya infeksi. Sedangkan urin dengan pH yang terlalu asam dapat menyebabkan terjadinya batu asam urat. Untuk pemeriksaan derajat keasaman urine ini harus dipakai urine yang segar (baru). Karena urine yang telah lama derajat keasamannya akan berubah menjadi alkalis. Pada urin yang telah dikeluarkan dari tubuh, maka ammonium yang terkandung didalamnya akandiubah oleh bakteri dalam urine menjadi amoniak yang bersifat alkalis. Beberapa keadaan yang dapat membuat urin menjadi asam adalah:

Acidosis Kelaparan Diarrhea Diabetes mellitus

Beberapa keadaan yang dapat membuat urine menjadi alkalis adalah: Alkalosis Muntah-muntah yang hebat Infeksi saluran kencing

Berikut ini adalah keadaan-keadaan yang dapat mempengaruhi pH urin :a.    pH basa : setelah makan, vegetarian, alkalosis sistemik, infeksi saluran kemih (Proteus atau

Pseudomonas menguraikan urea menjadi CO2 dan ammonia), terapi alkalinisasi, asidosis tubulus ginjal.

b.    pH asam : ketosis (diabetes, kelaparan, penyakit demam pada anak), asidosis sistemik (kecuali pada gangguan fungsi tubulus, asidosis respiratorik atau metabolic memicu pengasaman urine dan meningkatkan ekskresi NH4

+), terapi pengasaman.

3.5 Pemeriksaan Uji Protein

Pada praktikum uji protein ini praktikan melakukan percobaan mengenai pengujianprotein di dalam urin. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui cara sederhana untuk menguji protein dalam urin dan melakukan pengujian protein pada urin. Praktikan yang menjadi OP adalah Mai Turgiyanti. OP yang digunakan dianjurkan untuk membawa urin 24 jam. Alat yang dugunakan untuk pemeriksaan yaitu tabung reaksi, alat pemabakar (bunsen), penjepit

Page 15: Laporan praktikum Urinalisa

tabung reaksi, pipet tetes dan senter sementara bahan yang digunakan adalah urin 24 jam dan larutan asam asetat.

Pertama-tama yaitu memasukkan urin ke dalam tabung reaksi hingga mengisi 2/3 tabung dan menjepit tabung reaksi bagian bawah dengan menggunakan penjepit. Lalu memiringkan tabung sehingga bagian atas tabung dapat dipanasi diatas alat pembakar (bunsen) sampai mendidih selama 30 detik. Setelah itu, memberikan penyinaran pada tabung dengan menggunakan senter dan memperhatikan apakah terjadi kekeruhan di lapisan atas urin tersebut. Jika terjadi kekeruhan, mungkin disebabkan oleh adanya protein, tetapi mungkin juga karena kalsium fosfat atau kalsium karbonat.

Kemudian untuk menentukan apakah kekeruhan yang terjadi adalah akibat kalsium fosfat, maka selanjutnya meneteskan 3-5 tetes larutan asam asetat. Jika setelah penetesan larutan asam asetat kekeruhan juga akan hilang, maka kekeruhan itu hanya disebabkan oleh adanya kalsium karbonat tetapi jika kekeruhan tetap ada atau menjadi bertambah keruh, berarti adanya protein didalam urin tersebut.

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari tabel data, semua OP menunjukkan hasil nilai negatif (-) kecuali OP yang bernama Leni Melisa (usia 20 tahun) menunjukkan hasil positif (+). Untuk OP yang menunjukkan presipitasi protein yaitu berupa nilai negatif (-) dengan deskripsi tidak keruh, ini mengartikan bahwa setelah dilakukan pengujian berupa pemanasan urin selama 30 detik diberikan penyinaran menunjukkan adanya kekeruhan. Namun setelah ditetesi larutan asam asetat kekeruhan pun menghilang. Hal ini menandakan kekeruhan terjadi karena adanya kandungan kalsium fosfat atau kalsium karbonat dalam urin sehingga uji protein pun negatif (tidak terdapat kandungan didalam urin).

Sementara pada OP Leni Melisa yang menunjukkan hasil positif (+), ini menunjukkan presipitasi protein berupa nilai positif (+) dengan deskripsi keruh. Hal ni mengartikan bahwa setelah dilakukan pengujian berupa pemanasan urin selama 30 detik diberikan penyinaran menunjukkan adanya kekeruhan. Namun setelah ditetesi larutan asam asetat kekeruhan pun tetap ada atau bahkan bertambah. Kekeruhan yang tetap ada dalam urin ini menandakan bahwa adanya kandungan protein didalam urin sehingga uji protein pun positif (terdapat kandungan protein didalam urin).

Seharusnya didalam urin normal hanya mengandung komposisi urin yaitu air sebanyak 95 %, urea, asam ureat dan ammonia, zat warna empedu (Bilirubin dan Biliverdin), garam mineral, terutama NaCl (Natrium Chlorida), dan zat-zat bersifat racun seperti sisa obat dan hormon.Biasanya, hanya sebagian kecil protein plasma disaring di glomerulus yang diserap oleh tubulus ginjal dan diekskresikan ke dalam urin. Ekskresi normal protein biasanya tidak melebihi 150 mg/24 jam atau 10 mg/dl urin. Lebih dari 10 mg/dl didefinisikan sebagai proteinuria. Dalam praktikum pengamatan dan pengujian urin ini, OP Leni Melisa yang urinnya terdapat protein, dimana adanya kandungan protein dalam urin yang disebut proteinuria.

Proteinuria yaitu urin seseorang yang terdapat protein yang melebihi nilai normalnya yaitu lebih dari 150 mg/24 jam atau pada anak-anak lebih dari 140 mg/m2.Dalam keadaan normal, protein didalam urin sampai sejumlah tertentu masih dianggap fungsional.Sejumlah protein yang ditemukan pada pemeriksaan urin masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan adanya penyebab/kelainan ginjal/ penyakit dasarnya. Proteinuria tidak selalu

Page 16: Laporan praktikum Urinalisa

merupakan indikasi adanya kelainan ginjal.Biasanya proteinuria baru dikatakan patologis bila kadarnya diatas 200mg/hari pada beberapa kali pemeriksaan dalam waktu yang berbeda.Ada yang mengatakan proteinuria persisten jika protein urin telah menetap selama 3 bulan atau lebih dan jumlahnya biasanya hanya sedikit diatas nilai normal.Dikatakan proteinuria massif bila terdapat protein di urin melebihi 3500 mg/hari dan biasanya mayoritas terdiri atas albumin. Dalam keadaan normal, walaupun terdapat sejumlah protein yang cukup besar atau beberapa gram protein plasma yang melalui nefron setiap hari, hanya sedikit yang muncul didalam urin. Hal ini disebabkan 2 faktor utama yang berperan yaitu filtrasi glomerulus dan reabsorbsi protein tubulus pada ginjal.

3.6 Pemeriksaan Uji Glukosa

Pada percobaan uji kandungan glukosa dalam urin dengan tujuan mengetahui ada tidaknya glukosa dalam urin dan mengetahui sebab dan akibat yang timbul jika terdapat glukosa dalam urin. pada percobaan ini menggunakan urin 24 jam dari 7 objek penelitian, yaitu Akbar Maulana, Hanif, Mai Turgiyanti, Vika Zakiyatunnisa, Anggita Wijayanti, Yosua Reginald, dan Leni Melisa. Uji kandungan glukosa dalam urin ini menggunakan reagen benedict

Percobaan dimulai dengan mencampurkan 5 ml reagen benedict dengan 5-8 tetes urin 24 jam didalam tabung reaksi. lalu campuran larutan tersebut dipanaskan selama 2 menit hingga mendidih. Setelah mendidih akan terjadi perubahan warna jika urin yang diuji positif mengandung glukosa.

Dari hasil percobaan ketujuh OP, tidak terdapat perubahan setelah urin dari masing-masing OP diuji, urin tetap berwarna biru. Hal ini menunjukkan bahwa ketujuh OP negatif memiliki kandungan glukosa dalam urinnya. Karena bila terjadi perubahan warna menjadi hijau kekuning-kuningan, kuning, jingga atau warna lumpur ataupun merah. Urin positif mengandung glukosa. perubahan warna terjadi karena adanya rekasi reduksi oksidasi antara reagen benedict dengan glukosa. Perbedaan warna yang timbul tergantung dari banyak sedikitnya kandungan glukosa dalam urin yang diuji. warna merah menunjukkan bahwa urin mengandung glukosa dengan kadar yang tinggi sedangkan warna kuning menunjukkan bahwa urin mengandung glukosa dengan kadar yang rendah.

Reagen benedict digunakan sebagai peaksi untuk menguji glukosa selain pereaksi Fehling dan Pereaksi Tollens. Karena glukosa merupakan salah satu kelompok gula pereduksi sehingga digunakan ketiga perekasi tersebut untuk menentukan kandungan gula pereduksi seperti glukosa. Pengujian gula pereduksi dengan pereaksi benedict berdasarkan pada reduksi Cu2+ dari pereaksi menjadi Cu+. Perekasi Benedict yang bereaksi dengan gula pereduksi dapat membentuk endapan berwarna merah bata. berdasarkan reaksi berikut :

2Cu2+ + R – C = O → R – C = O + Cu2O + H2O | | H O-

Pereaksi + Gula Pereduksi → Endapan warna merah + air

Berdasarkan reaksi diatas, terbukti bahwa ion Cu2+ dari peraksi direduksi menjadi ion Cu+

dalam senyawa Cu2O. sedangkan pada larutan gula pereduksi mengalami oksidasi yang ditandai dengan perubahan gugus fungsional H menjadi O- (Sutresna, ). Pemanasan yang dilakukan dalam percobaan ini digunakan untuk mempercepat reaksi yang terjadi antara larutan pereaksi dengan larutan gula pereduksi yaitu glukosa.

Page 17: Laporan praktikum Urinalisa

Ada tidaknya glukosa dalam urin dapat digunakan untuk mengetahui gejala dari penyakit diabetes mellitus dan glikosuria seseorang. Bila seseorang positif mengandung glukosa dalam urinnya maka orang tersebut memiliki penyakit glikosuria atau diabetes mellitus, sebaliknya bila seseorang negatif mengandung glukosa dalam urinnya maka orang tersebut tidak memiliki gejala penyakit glikosuria ataupun diabetes mellitus.

Glikosuria adalah kondisi di mana terjadi peningkatan pengeluaran glukosa atau gula darah melalui urine (air kemih) dan diabetes mellitus yang biasa dikenal sebagai kencing manis adalah penyakit yang ditandai dengan hiperglikemik atau peningkatan kadar gula darah yang terjadi secara terus menerus dan bervariasi tertutama setelah makan.

Hasil percobaan urin dari ketujuh OP yang diuji mendapatkan hasil negatif sehingga dapat disimpulkan bahwa ketujuh OP tidak terdeteksi terdapat gejala penyakit glikosuria dan diabetes mellitus dan ginjal mereka dalam keadaan normal tidak mengalami kelainan.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Urinalisa digunakan untuk mengetahui keadaan fisiologis berbagai organ lain dalam tubuh seperti hati, saluran empedu, pankreas, korteks adrenal, dan lain-lain.

2. Faktor- faktor yang mempengaruhi jumlah urin yaitu usia, berat badan, jenis kelamin, makanan, minuman, suhu badan, aktivitas, iklim, dan lain-lain.

3. Rata-rata jumlah urin 24 jam orang dewasa ialah 800-1300 ml.4. Ketujuh OP dikatakan sebagai oliguria artinya jumlah urin yang dikeluarkan kurang dari nilai

normal dimana diketahui volume urin 24 jam didaerah tropik antara 800 ± 1300 ml untuk orang dewasa.

5. Faktor lain dari sedikitnya jumlah urin OP adalah kesalahan dalam pengukuran jumlah urin. Mungkin ada sebagian urin yang tidak terhitung, sehingga menyebabkan terjadinya kekurangan pada volume urin.

6. Untuk menguji urinalisa makroskopis urin bisa dilakukan dengan mengamati warna, kejernihan, dan bau urin.

7. Berdasarkan data praktikum keseluruh OP memilik warna urin yang normal yaitu dikisaran kuning muda dan kuning tua.

8. Berdasarkan data praktikum sebagian besar OP memiliki kejernihan urin yang normal, kecuali pada Rinda yang memeliki urin yang keruh.

9. Berdasarkan data praktikum sebagian besar OP memiliki bau urin seperti bau amoniak, kecuali pada vika yang urinnya tidak berbau.

10. Berdasarkan data praktikum keseluruh OP memiliki berat jenis urin yang normal.11. Berat jenis urin normal pada manusia antara 1,003-1,030.12. Uji Urinalisa sangat penting dilakukan untuk mendeteksi kesehatan dari fungsi ginjal.13. Dari kedelapan OP yang diperiksa rata-rata nilai derajat keasaman bernilai 5 – 7. Ini

menunjukkan bahwa semua OP derjat keasamannya normal. 14. pH urin yang basa sepanjang hari atau 24 jam kemungkinan adanya infeksi. Sedangkan urin

dengan pH yang terlalu asam dapat menyebabkan terjadinya batu asam urat.15. Untuk pemeriksaan derajat keasaman urin ini harus dipakai urine yang segar (baru) karena

urin yang telah lama derajat keasamannya akan berubah menjadi alkalis.

Page 18: Laporan praktikum Urinalisa

16. Semua OP menunjukkan hasil nilai negatif (-) kecuali OP yang bernama Leni Melisa (usia 20 tahun) menunjukkan hasil positif (+).

17. Kekeruhan pada urin mungkin disebabkan oleh adanya protein, tetapi mungkin juga karena kalsium fosfat atau kalsium karbonat.

18. Untuk OP yang menunjukkan hasi negatif (-), hal ini menandakan kekeruhan terjadi karena adanya kandungan kalsium fosfat atau kalsium karbonat dalam urin sehingga uji protein pun negatif (tidak terdapat kandungan didalam urin).

19. Untuk OP yang menunjukkan hasi negatif (+), hal ini menandakan kekeruhan terjadi karena adanya kandungan protein dalam urin sehingga uji protein pun positif (terdapat kandungan protein didalam urin).

20. Komposisi urin normal hanya mengandung air sebanyak 95 %, urea, asam ureat dan ammonia, zat warna empedu (Bilirubin dan Biliverdin), garam mineral, terutama NaCl (Natrium Chlorida), dan zat-zat bersifat racun seperti sisa obat dan hormon.

21. Sejumlah protein yang ditemukan pada pemeriksaan urin OP Leni Melisa yang disebut proteinuria, masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan adanya penyebab/kelainan pada ginjal. Namun, proteinuria tidak selalu merupakan indikasi adanya kelainan ginjal.

22. Hasil uji kandungan glukosa pada ketujuh OP negatif.23. Tidak terjadi perubahan warna urin dengan reagen benedict setelah dipanaskan menunjukkan

bahwa urin tidak mengandung glukosa.24. Terjadinya perubahan warna urin dengan reagen benedict setelah dipanaskan menunjuukan

bahwa urin positif mengandung glukosa.25. Perbedaan warna yang timbul tergantung dari banyak sedikitnya kandungan glukosa dalam

urin yang diuji. warna merah menunjukkan bahwa urin mengandung glukosa dengan kadar yang tinggi sedangkan warna kuning menunjukkan bahwa urin mengandung glukosa dengan kadar yang rendah.

26. Ada tidaknya glukosa dalam urin digunakan untuk mengetahui gejala penyakit diabetes mellitus dan glikosuria serta mengetahui gangguan yang terjadi pada ginjal seseorang.

27. Reagen benedict digunakan sebagai peaksi untuk menguji glukosa selain pereaksi Fehling dan Pereaksi Tollens.

28. Reaksi yang terjadi antara reagen benedict dengan glukosa adalah reaksi reduksi oksidasi.29. Pemanasan dilakukan untuk mempercepat reaksi antara dua larutan uji.

Page 19: Laporan praktikum Urinalisa

DAFTAR PUSTAKA

Basoeki, Soedjono, dkk. 2000. Petunjuk Praktikum Anatomi dan Fisiologi Manusia. Malang: FMIPA UM.

Dahelmi. 1991. Fisiologi Hewan. UNAND. Padang.

Juncquiera, L, Carlos dkk. 1997. Histologi Dasar. Jakarta : EGC.

Murtiati, Tri, dkk. 2014. Buku Penuntun Praktikum Anatomi dan Fisiologi Manusia. Jakarta : Universitas Negeri Jakarta.

Pearce, Evelyn C, Anatomi dan Fisiologis Untuk Paramedis, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Robert K. Murray,Daryl K. Granner, Victor W. Rodwell. 2006. Biokimia Harper. Jakarta :Penerbit EGC.

Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia. Jakarta:EGC.

Soewolo. 2005. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Malang: FMIPA UM.Sutresna, Nana. 2007.Cerdas Belajar Kimia. Bandung : Grafindo Media Pratama.

Thenawijaya, M. 1995. Uji Biologi. Erlangga: Jakarta

http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:KuiJfnOWCrsJ:digilib.unimus.ac.id/download.php%3Fid%3D5790+&cd=4&hl=en&ct=clnk Diakses pada tanggal 9 November 2014 Pukul 9.16 WIB.

http://library.med.utah.edu (diakses pada tanggal 8 November pukul 19.51 WIB)

http://www.nlm.nih.gov(diakses pada tanggal 8 November pukul 19.55 WIB)

http://www.medicinenet.com(diakses pada tanggal 8 November pukul 19.57 WIB)

http://digilib.unimus.ac.id(diakses pada tanggal 8 November pukul 20.08 WIB)

http://bloggerboegist.blogspot.com/2011/12/sifat-sifat-urin.html diakses pada tanggal 9

november 2014 pada pukul 21.20 WIB.