laporan praktikum mp3 ke-1

37
LAPORAN PRAKTIKUM MESIN PERALATAN PENGOLAHAN PANGAN (KINETIKA BAHAN PANGAN SELAMA PENGGORENGAN) Oleh: Nama : Fia Noviyanti NPM : 240110100053 Hari, Tgl Praktikum : Rabu, 20 Maret 2013 Co.Ass : Hendina Pratiwi Rizky Patria Dewaner

Upload: fia-noviyanti

Post on 30-Dec-2014

400 views

Category:

Documents


19 download

DESCRIPTION

mp3

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Praktikum Mp3 Ke-1

LAPORAN PRAKTIKUM

MESIN PERALATAN PENGOLAHAN PANGAN

(KINETIKA BAHAN PANGAN SELAMA PENGGORENGAN)

Oleh:

Nama : Fia Noviyanti

NPM : 240110100053

Hari, Tgl Praktikum : Rabu, 20 Maret 2013

Co.Ass : Hendina Pratiwi

Rizky Patria Dewaner

LABORATORIUM PASCA PANEN DAN TEKNOLOGI PROSES

JURUSAN TEKNIK DAN MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2013

Page 2: Laporan Praktikum Mp3 Ke-1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penggorengan merupakan salah satu proses memasak bahan pangan secara

cepat dan praktis, dengan menggunakan media minyak atau lemak panas (Rossell,

2001). Penggorengan dengan proses pencelupan bahan pangan ke dalam minyak

panas (deep frying) sangat penting dan banyak dilakukan dalam industri makanan

(Krokida, et al., 2000).

Tujuan utama dari penggorengan bahan pangan adalah untuk membuat

bahan pangan menjadi masak dan siap dikonsumsi. Selain itu juga bertujuan untuk

memberi warna yang lebih merata dan tekstur bahan pangan yang menarik serta

mengembangkan citarasa dan aroma pada bahan pangan (Perkins and Erickson,

1996).

Tekstur merupakan salah satu parameter mutu makanan yang dapat

dirasakan oleh tangan, jari, lidah, dan gigi. Sifat tekstural suatu produk tergantung

pada macam bahan, faktor lingkungan, suhu dan kandungan air. Selama ini belum

ada pengukuran yang tepat sebagai standar nilai tekstur karena uji

indrawi/organoleptik tidak dapat digantikan dengan uji mekanis, namun dapat

dilakukan pendekatan nilai tekstur melalui pengujian kuat tekan.

Nilai tekstur ditentukan oleh gaya tekan yang diperlukan untuk

memecahkan atau merusak struktur sel bahan. Akibat serapan minyak selama

penggorengan, bahan yang digoreng pasti memiliki kadar minyak yang lebih

tinggi dari bahan dasarnya. Meski minyak sangat diperlukan untuk memberikan

sifat organoleptik tertentu, tetapi

dari segi gizi, konsumsi minyak yang berlebihan dapat mengakibatkan berbagai

gangguan kesehatan.

1.2 Tujuan Percobaan

Adapun tujuan dari dilaksanakannya praktikum kali ini adalah sebagai

berikut:

Page 3: Laporan Praktikum Mp3 Ke-1

1. Mahasiswa dapat menganalisa pengaruh suhu dan waktu penggorengan

terhadap kematangan bahan pangan.

2. Mahasiswa mampu mengamati dan menganalisa tingkat kematangan

bahan pangan dari perubahan warna, tingkat kematangan, serta

kekerasannya.

Page 4: Laporan Praktikum Mp3 Ke-1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 French Fries

French fries adalah irisan kentang berbentuk stick (biasanya berukuran

sekitar 1 × 1 × 6-7 cm yang digoreng dengan metode deep frying pada suhu 180-

200 ºC sampai matang (Burton, 1989). Dalam dunia perdagangan, french

friesbiasanya dijual dalam bentuk beku (frozen french fries) ataupun sebagai

makanan siap saji (fast food). French fries merupakan produk olahan yang

menunjukkan kecenderungan semakin populer dalam pola konsumsi masyarakat

Indonesia. Kendala ketersediaan bahan mentah (varietas) yang cocok untuk

pembuatan french fries menyebabkan sebagian besar produk tersebut masih

diimpor dalam bentuk frozen french fries (Adiyoga et al., 1999).

Varietas kentang yang banyak dibudidayakan di Indonesia adalah Granola.

Wibowo et al. (2006) menyatakan bahwa bahan kering kentang varietas Granola

berkisar antara 14-17,5 persen sehingga termasuk dalam kategori rendah. Kadar

bahan kering kentang yang kurang dari 20 persen sebaiknya digunakan untuk

sayuran atau salad dan kurang sesuai untuk bahan dasar industri (potato chips dan

french fries). Dalam perkembangannya, munculah varietas-varietas baru yang

lebih unggul dan memberikan harapan besar terhadap peningkatan produksi

kentang di Indonesia. Diantara beberapa varietas yang baru ini antara lain varietas

Krespo dan Tenggo.

French fries merupakan makanan ringan yang lebih mengutamakan

kenampakan, kerenyahan dan warna. Sehubungan dengan hal tersebut maka

diperlukan peningkatan kualitas french fries terutama dari segi warnanya. Masalah

utama yang biasa dihadapi pada kentang olahan adalah sangat mudah mengalami

perubahan warna terutama terjadinya pencoklatan atau browning enzimatis.

Pencoklatan dapat mengakibatkan perubahan-perubahan yang tidak diinginkan,

karena menyebabkan kenampakan produk yang tidak baik dan timbulnya citarasa

lain sehingga dapat menurunkan mutu (Susanto dan Saneto, 1994). Menurut

Wahyuningsih (2005), proses pencoklatan yang terjadi akan mengurangi kualitas

produk dan menurunkan minat konsumen.

Page 5: Laporan Praktikum Mp3 Ke-1

2.2 Nugget

Nugget adalah suatu bentuk produk olahan daging yang terbuat dari

daging giling yang dicetak dalam bentuk potongan empat persegi dan dilapisi

dengan tepung berbumbu (battered dan braded). Nugget dikonsumsi setelah

proses penggorengan rendam (deep fat frying). Nugget dibuat dari daging giling

yang diberi bumbu, dicampur bahan pengikat, kemudian dicetak membentuk

tertentu, dikukus, dipotong dan dilumuri perekat tepung (batter) dan diselimuti

tepung roti (breading). Nugget digoreng setengah matang dan dibekukan untuk

mempertahankan mutunya selama penyimpanan .

Nugget adalah salah satu bentuk produk makanan beku siap saji, yaitu

produk yang telah mengalami pemanasan sampai setengah matang (precooked),

kemudian dibekukan. Produk beku siap saji ini hanya memerlukan waktu

penggorengan selama 1 menit pada suhu 150º C. Tekstur nugget tergantung dari

bahan asalnya. Nugget merupakan suatu bentuk produk olahan daging yang

terbuat dari daging giling yang dicetak dalam bentuk potongan empat persegi.

Potongan ini kemudian dilapisi tepung berbumbu (battered dan breaded). Nugget

dikonsumsi setelah proses penggorengan rendam (deep frying).

Produk nugget dapat dibuat dari daging sapi, ayam, ikan dan lain-lain,

tetapi yang populer di masyarakat adalah nugget ayam. Bahan baku daging untuk

nugget, dapat menggunakan bagian daging dari karkas. Jenis daging ini bernilai

ekonomis rendah (misalnya karena cacat, bukan karena telah rusak atau tidak

segar) jika dijual dalam bentuk utuh. Dengan dibuat ke dalam bentuk nugget maka

nilai ekonomisnya menjadi jauh lebih tinggi.

2.3 Teknik Penggorengan Bahan Pangan

Penggorengan adalah proses perpindahan panas dan uap air secara

simultan yang memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan air bahan

yang dipindahkan dari permukaan bahan yang digoreng dengan minyak sebagai

media panghantar panas. Tujuan penggorengan adalah mengurangi kadar air

bahan akibat dari penguapan karena pemanasan.

Sedangkan menurut Azkenazi et al (1984), menyatakan bahwa

penggorengan adalah suatu teknik pemasakan dan pengeringan melalui kontak

Page 6: Laporan Praktikum Mp3 Ke-1

dengan minyak atau lemak panas yang melibatkan pindah panas dan massa secara

simultan. Pada proses penggorengan pemanasan bahan berlangsung secara cepat

dengan penetrasi jauh kedalam, sehingga penurunan nilai gizi dan kualitas

sensorisnya lebih kecil. Menurut Lawson (1995), proses penggorengan dapat

dibedakan menjadi 3 metode yaitu: griddling, pan frying, dan deep fat frying. Metode

griddling dan pan frying banyak digunakan dalam pengolahan pangan skala rumah

tangga.

Metoda griddling adalah proses penggorengan dengan menggunakan griddle

(alat penggoreng dengan permukaan datar) dan minyak goreng yang sangat sedikit,

sehingga membentuk lapisan film minyak pada permukaan griddle. Sedangkan

goreng gangsa (pan frying/contact frying) adalah teknik menggoreng dimana bahan

bersentuhan langsung dengan pemanas dan hanya dibatasi oleh selapis tipis

minyak/lemak. Secara tradisional umumnya proses ini hanya berlangsung pada satu

permukaan dari bahan yang digoreng, sehingga bahan perlu dibolak-balik agar

matang secara merata.

Metode deep fat frying yaitu proses menggoreng dengan menggunakan pindah

panas yang langsung dari minyak yang panas kemakanan yang dingin (Lawson,

1995). Dimana metode ini biasa digunakan dalam industri-industri makanan.

Pengertian menggoreng cenderung mengarah ke pengertian “deep fat frying”, dimana

seluruh bagian bahan pangan terendam dalam banyak minyak dan seluruh bagian

permukaannya mendapat perlakuan panas yang sama sehingga berwarna seragam.

Proses penggorengan ini terdiri dari 4 tahap. Tahap pertama disebut tahap pemanasan

awal. Pada tahap ini pindah panas yang terjadi antara minyak dan bahan adalah

konveksi dan belum terjadi penguapan air dari bahan. Sedangkan pada tahap kedua

lapisan luar bahan pangan mulai mendidih, dan penguapan air bahan mulai terjadi

sehingga terbentuk renyahan. Tahap ketiga (falling rate) ditandai dengan banyaknya

keluar air dari bahan pangan dengan suhu permukaan bahan diatas 100oC, temperatur

lapisan core mulai mencapai titik didih dan lapisan renyahan terus terbentuk.

Sedangkan pada tahap keempat yang disebut dengan bubble end point, proses yang

terjadi yaitu laju penguapan air berkurang dan tidak ada gelembung terlihat dilapisan

permukaan bahan.

Perpindahan massa yang terjadi dalam proses penggorengan ada dua, yaitu

penguapan air dan penyerapan minyak. Bahan makanan mengalami penurunan kadar

Page 7: Laporan Praktikum Mp3 Ke-1

air selama proses penggorengan dalam dua cara, pertama transfer massa air terjadi

dari dalam ke permukaan bahan kemudian menguap kelingkungan, dan kedua

perubahan massa air menjadi uap terjadi di dalam bahan.

2.4 Proses Penggorengan

Proses menggoreng adalah salah satu cara memasak bahan makanan

mentah (raw food) menjadi makanan matang menggunakan minyak goreng

(Sartika, 2009). Sedangkan menurut Muchtadi (2008) penggorengan adalah suatu

proses pemanasan bahan pangan menggunakan medium minyak goreng sebagai

penghantar panas. Minyak berfungsi sebagai medium penghantar panas,

menambah rasa gurih, menambah nilai gizi dan kalori dalam bahan pangan

(Ketaren, 1986). Sedangkan menggoreng hampa adalah menggoreng berbagai

macam produk dengan kondisi hampa udara.

Pada umumnya proses penggorengan dibedakan menjadi dua macam yaitu

pan frying dan deep frying. Ciri dari pan frying adalah bahan pangan yang

digoreng tidak sampai terendam di dalam minyak, sedangkan pada sistem deep

frying dibutuhkan banyak minyak karena bahan pangan yang digoreng harus

terendam seluruhnya. Deep fat frying didefinisikan sebagai proses dimana

makanan dimasak dengan cara direndam dalam minyak nabati atau lemak

dipanaskan di atas titik didih air. Proses ini dilakukan secara tradisional dalam

kondisi atmosfer dan suhu penggorengan biasanya mendekati 1800C

(Dobraszczyk, Ainsworth, Ibanoglu, & Bouchon, 2006 dalam Mariscal M 2008).

Menurut Djatmiko (1985) penggorengan adalah proses untuk

mempersiapkan makanan dengan jalan memanaskan makanan dalam ketel yang

berisi minyak. Selama proses penggorengan minyak akan mengalami pemanasan

pada suhu tinggi. Pemanasan akan mengakibatkan terjadinya perubahan-

perubahan alam sifat fisiko kimia minyak sehingga akan berpengaruh terhadap

mutu bahan makanan yang digoreng. Prinsip penggorengan menurut Robertson

(1967) dalam Djatmiko (1985) dapat dilihat pada gambar 1. Di sini yang menjadi

input dari ketel penggorengan adalah minyak, bahan makanan yang digoreng dan

panas, sedangkan yang menjadi output adalah makan yang telah digoreng, uap

Page 8: Laporan Praktikum Mp3 Ke-1

panas, minyak “by-products” berminyak dan potongan-potongan bahan makanan

yang dapat disaring.

Gambar 1. Proses penggorengan secara “deep-fat frying” (Robertson, 1967)

Selama penggorengan bahan pangan dapat terjadi perubahan-perubahan

fisikokimiawi baik pada bahan pangan yang digoreng, maupun minyak

gorengnya. Apabila suhu penggorengannya lebih tinggi dari suhu normal (168-

196˚C) maka akan menyebabkan degradasi minyak goreng berlangsung dengan

cepat (antara lain titik asap menurun). Titik asap minyak goreng tergantung pada

kadar gliserol bebas. Titik asap adalah saat terbentuknya akrolein yang tidak

diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan.

Penggorengan dengan suhu tinggi sehingga makanan menjadi sangat

matang memicu terjadinya reaksi browning (pencoklatan) dan akhirnya muncul

senyawa amina-amina heterosiklis penyebab kanker. Selain itu penggorengan juga

mengakibatkan penurunan kandungan zat-zat gizi karena rusak. Kesalahan teknik

menggoreng juga bisa berdampak buruk lainnya. Apabila minyak belum siap

untuk menggoreng, kadang-kadang bahan makanan akan menyerap minyak lebih

banyak. Penting diketahui bahwa meski sebagian zat gizi akan rusak selama

penggorengan, makanan yang digoreng rasanya lebih gurih dan mengandung

kalori lebih banyak. Cita rasa makanan gorengan ini sering lebih enak

dibandingkan dengan makanan rebusan.

Menurut Muchtadi (2008), Pada penggorengan deep frying (Gambar 2)

saat bahan makanan dimasukkan ke dalam minyak suhu permukaan bahan akan

segera meningkat dan air menguap, permukaan bahan pangan akan mengering,

terjadi penguapan lebih lanjut dan berbentuk kerak (crust). Suhu permukaan

Page 9: Laporan Praktikum Mp3 Ke-1

bahan akan meningkat hingga suhu minyak panas, sedangkan suhu bagian dalam

bahan pangan akan meningkat secara perlahan hingga suhu 1000C. Suhu proses

penggorengan pada tekanan atmosfer terjadi pada suhu titik didih minyak sekitar

1800C-2000C. Pada saat bahan pangan digoreng, akan terjadi pindah panas dari

sumber panas penggoreng ke bahan pangan, melalui media pindah panas minyak

goreng. Akibat proses pemanasan tersebut, bahan pangan akan melepaskan uap air

yang dikandungnya.

Permukaan bahan pangan memiliki struktur yang porous, yang memiliki

kapiler-kapiler dengan berbagai ukuran. Selama penggorengan, air dan uap air

akan dikeluarkan melalui kapiler-kapiler yang lebih besar dahulu, dan digantikan

oleh minyak panas. Uap air yang keluar dari bahan pangan pada saat

penggorengan akan dilepaskan ke udara bebas. Penguapan air menyebabkan kadar

air pada permukaan bahan pangan yang digoreng menjadi rendah, yang

menyebabkan tekstur yang renyah. Minyak juga akan melepaskan hasil degradasi

minyak yang bersifat volatil ke udara. Bahan pangan sendiri akan melepaskan

remah-remah hasil penggorengan ke dalam minyak, demikian juga berbagai

komponen yang terlarut minyak akan berada pada minyak goreng.

Suhu tinggi akan menyebabkan waktu penggorengan lebih singkat. Namun

suhu tinggi juga dapat mempercepat terjadinya kerusakan minyak akibat

pembentukan asam lemak bebas, yang mengakibatkan perubahan kekentalan,

flavor, dan warna minyak goreng. Pemanasan yang berlebihan pada bahan pangan

mengakibatkan minyak lebih banyak terperangkap dalam produk gorengan.

Produk yang diibginkan memiliki kerak yang kering dengan bagian dalam basah ,

harus digoreng pada suhu tinggi. Terbentuknya kerak pada permukaan bahan

pangan akan menghambat laju pindah panas ke bagian dalam bahan pangan.

Pemanasan pada tekanan atmosfer memungkinkan terjadinya kontak antara

minyak goreng dengan udara yang memungkinkan terjadinya oksidasi pada

minyak.

Page 10: Laporan Praktikum Mp3 Ke-1

Gambar 2. Skema penggorengan deep frying pada tekanan atmosfer

Menurut Muchtadi (2008) berdasarkan kondisi prosesnya, penggorengan

juga dapat dilakukan pada kondisi tekanan atmosferik, bertekanan lebih tingggi

dari tekanan atmosfer, dan pada kondisi vakum. Penggorengan pada kondisi

tekanan atmosfer terjadi pada penggorengan konvensional dimana proses

penggorengan dilakukan secara terbuka pada tekanan normal atmosfer. Suhu

proses penggorengan pada tekanan atmosfer terjadi pada suhu titik didih minyak

yaitu sekitar 180-200˚C. Uap air yang keluar dari bahan pangan akan

dilepaskan ke udara bebas. Proses penggorengan pada kondisi bertekanan,

dilakukan pada tekanan yang lebih tinggi dari tekanan atmosfer. Untuk keperluan

tersebut dibutuhkan peralatan penggorengan khusus dengan sistem tertutup yang

mampu menahan tekanan tinggi. Wajan penggorengan berupa wadah tertutup

yang diberi tekanan tinggi yang akan mengakibatkan proses penggorengan terjadi

pada suhu yang juga lebih tinggi. Proses penggorengan pada kondisi vakum

adalah proses yang terjadi pada tekanan lebih rendah dari tekanan atmosfer,

hingga tekanan lebih kecil dari 0 atau kondisi hampa udara.

Proses penggorengan pada tekanan yang lebih rendah akan menyebabkan

titik didih minyak goreng juga lebih rendah, misalnya dapat mencapai 900C.

Proses penggorengan yang terjadi pada suhu yang rendah ini menyebabkan proses

ini sangat sesuai digunakan untuk menggoreng bahan tidak banyak melepaskan air

yang dikandungnya. Sedangkan bila digoreng dengan kondisi vakum, suhu

Page 11: Laporan Praktikum Mp3 Ke-1

penggorengan akan lebih rendah sehingga dapat dihasilkan warna hasil gorengan

yang baik, serta tekstur yang renyah.

2.5 Uji Organoleptik

Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses

pengindraan.Pengindraan diartikan sebagai suatu proses fisio-psikologis, yaitu

kesadaran atau pengenalan alat indra akan sifat-sifat benda karena adanya

rangsangan yang diterima alat indra yang berasal dari benda tersebut. Pengindraan

dapat juga berarti reaksi mental (sensation) jika alat indra mendapat rangsangan

(stimulus). Reaksi atau kesan yang ditimbulkan karena adanya rangsangan dapat

berupa sikap untuk mendekati atau menjauhi, menyukai atau tidak menyukai akan

benda penyebab rangsangan.

    Kesadaran, kesan dan sikap terhadap rangsangan adalah reaksi psikologis

atau reaksi subyektif. Pengukuran terhadap nilai/tingkat kesan, kesadaran dan

sikap disebut pengukuran subyektif atau penilaian subyektif. Disebut penilaian

subyektif karena hasil penilaian atau pengukuran sangat ditentukan oleh pelaku

atau yang melakukan pengukuran. Jenis penilaian atau pengukuran yang lain

adalah pengukuran atau penilaian suatu dengan menggunakan alat ukur dan

disebut penilaian atau pengukuran instrumental atau pengukuran obyektif.

Pengukuran obyektif hasilnya sangat ditentukan oleh kondisi obyek atau

sesuatu yang diukur. Demikian pula karena pengukuran atau penilaian dilakukan

dengan memberikan rangsangan atau benda rangsang pada alat atau organ tubuh

(indra), maka pengukuran ini disebut juga pengukuran atau penilaian subyketif

atau penilaian organoleptik atau penilaian indrawi. Yang diukur atau dinilai

sebenarnya adalah reaksi psikologis (reaksi mental) berupa kesadaran seseorang

setelah diberi rangsangan, maka disebut juga penilaian sensorik.

Rangsangan yang dapat diindra dapat bersifat mekanis (tekanan, tusukan),

bersifat fisis (dingin, panas, sinar, warna), sifat kimia (bau, aroma, rasa). Pada

waktu alat indra menerima rangsangan, sebelum terjadi kesadaran prosesnya

adalah fisiologis, yaitu dimulai di reseptor dan diteruskan pada susunan syaraf

sensori atau syaraf penerimaan. Mekanisme pengindraan

secara singkat adalah :

1. Penerimaan rangsangan (stimulus) oleh sel-sel peka khusus pada indra

Page 12: Laporan Praktikum Mp3 Ke-1

2. Terjadi reaksi dalam sel-sel peka membentuk energi kimia

3. Perubahan energi kimia menjadi energi listrik (impulse) pada sel syaraf

4. Penghantaran energi listrik (impulse) melalui urat syaraf menuju ke syaraf

pusat otak atau sumsum belakang.

5. Terjadi interpretasi psikologis dalam syaraf pusat 

6. Hasilnya berupa kesadaran atau kesan psikologis.

Page 13: Laporan Praktikum Mp3 Ke-1

BAB III

METODOLOGI PENGAMATAN DAN PANGUKURAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

a. Deep Fryer (panci penggoreng rendam)

b. Termokopel

c. Kertas untuk meletakkan sampel

d. Penggaris

e. Pisau

f. Penetrometer

3.1.2 Bahan

a. Kentang

b. Nugget

c. Minyak goreng

3.2 Prosedur Percobaan

3.2.1 Pengukuran perubahan kekerasan sampel selama perebusan

a. Menyiapkan sampel bahan pangan berupa kentang sebanyak 2 (ulangan

suhu) x 7 (waktu) x 14 sampel (setiap menggoreng). 12 sampel digoreng

dan 2 sampel tidak digoreng sebagai t sama dengan nol.

b. Menyiapkan penggorengan berisi minyak dan memanaskannya hingga

mencapai suhu konstan (180˚C). Mengukur suhu pemanas dengan

thermometer. Suhu cairan pemanas harus selalu dimonitor.

c. Menyiapkan 12 sampel dalam saringan kawat dan kemudian

mencelupkannya dalam minyak yang telah panas secukupnya. Variasi

lama pemanasan 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 menit.

d. Mengambil 1 buah sampel untuk mengukur kekerasan dengan

penetrometer. Sisa sampel yang lain digunakan untuk uji kematangan.

Menyiapkan sampel dari setiap lama penggorengan untuk uji kematangan

dalam kertas yang disediakan. Memberi masing-masing kertas tanda sesuai

dengan lama penggorengan.

Page 14: Laporan Praktikum Mp3 Ke-1

3.2.2 Pengukuran pengaruh suhu pada laju perubahan

a. Mengerjakan cara A dengan minya pada suhu 180 dan 160˚C .

b. Melakukan pengamatan seperti A dengan lama penggorengan yang sama.

3.2.3 Uji sensori kematangan sampel

a. Menyiapkan meja terbuka. Kemudian menyiapkan sampel hasil

penggorengan dari setiap lama penggorengan. Mengambil satu sampel

oleh salah satu praktikan dari salah satu perlakuan, kemudian mencicipi

sampel untuk menentukan kematangannya, cukup dikunyah tidak perlu

ditelan. Dari pengalaman mencicipi masakan, menentukan warna sampel,

tingat kematangan dan kekerasan sampel berdasarkan skor berikut:

Perubahan Warna: Tingkat Kematanga: Kekerasan:

1. Putih

2. Putih agak kuning

3. Kuning

4. Cokelat muda

5. Cokelat tua

1. Mentah

2. Agak mentah

3. Sedang

4. Agak matang

5. Matang

1. Sangat keras

2. Agak keras

3. Sedang

4. Agak lunak

5. Lunak

b. Tingkat skor kematangan dan kekerasan hasil cicip dengan hasil

pengukuran penetrometer kerucut dihubungkan.

Page 15: Laporan Praktikum Mp3 Ke-1

BAB IV

HASIL PERCOBAAN

4.1 Tabel Hasil Pengamatan dan Grafik

Tabel 1. Kentang suhu 180˚C

No

.t (m) Uji tekan (kg) Kematangan Kelunakan Perubahan warna

Rata-rata uji

sensoris

1. 0 1,38 1 1 1 1

2. 1 1,17 1 1 2 1,33

3. 2 1,32 2 2 2 2

4. 3 1,23 3 3 2 2,67

5. 4 1,26 3 4 2 3

6. 5 1,83 5 5 2 4

7. 6 1,5 5 5 3 4,33

8. 7 1,5 5 5 4 4,67

Grafik 1. Grafik Uji Tekan dan Uji Sensoris Kentang pada Suhu 180˚C

0 1 2 3 4 5 6 70

0.20.40.60.8

11.21.41.61.8

2

00.511.522.533.544.55

Grafik Uji Tekan dan Uji Sensoris Kentang Suhu 180˚C

Uji SensorisUji Tekan

Waktu

Uji T

ekan

Uji

Sens

oris

Page 16: Laporan Praktikum Mp3 Ke-1

Tabel 2. Nugget suhu 180˚C

No. t (m)Uji tekan

(kg)Kematangan Kelunakan Perubahan warna

Rata-rata uji

sensoris

1. 0 1,73 1 1 2 1,33

2. 1 0,93 2 2 2 2

3. 2 1,05 3 3 2 2,67

4. 3 1,03 3 4 3 3,33

5. 4 1,23 4 4 3 3,67

6. 5 1,216 4 4 4 4

7. 6 1,15 5 5 4 4,67

8. 7 1,376 5 5 5 5

Grafik 2. Grafik Uji Tekan dan Uji Sensoris Nugget pada Suhu 180˚C

0 1 2 3 4 5 6 70

0.20.40.60.8

11.21.41.61.8

2

0

1

2

3

4

5

6

Grafik Uji Tekan dan Uji Sensoris Nugget Suhu 180˚C

Uji SensorisUji Tekan

Uji T

ekan

Waktu

Uji

Sens

oris

Page 17: Laporan Praktikum Mp3 Ke-1

Tabel 3. Kentang suhu 160˚C

No. t (m)Uji tekan

(kg)Kematangan Kelunakan

Perubahan

warna

Rata-rata

uji sensoris

1. 0 1,38 1 2 1 1,33

2. 1 1,02 2 2 1 1,67

3. 2 1,15 3 3 2 2,67

4. 3 1,13 3 4 3 3,33

5. 4 1,36 4 4 3 3,67

6. 5 1,33 4 4 3 3,67

7. 6 1,43 5 5 4 4,67

8. 7 2 5 5 4 4,67

Grafik 3. Grafik Uji Tekan dan Uji Sensoris Kentang pada Suhu 160˚C

0 1 2 3 4 5 6 70

0.5

1

1.5

2

2.5

00.511.522.533.544.55

Grafik Uji Tekan dan Uji Sensoris Kentang Suhu 160˚C

Uji SensoriUji Tekan

Waktu

Uji T

ekan

Uji S

enso

ris

Page 18: Laporan Praktikum Mp3 Ke-1

Tabel 4. Nugget suhu 160˚C

No. t (m)Uji tekan

(kg)Kematangan Kelunakan

Perubahan

warna

Rata-rata

uji sensoris

1. 0 1,33 1 2 2 1,67

2. 1 1,13 2 2 3 2,33

3. 2 0,73 2 3 3 2,67

4. 3 0,9 3 3 3 3

5. 4 0,2 3 3 4 3,33

6. 5 0,97 4 4 4 4

7. 6 1,13 4 4 4 4

8. 7 0,97 5 5 5 5

Grafik 3. Grafik Uji Tekan dan Uji Sensoris Nugget pada Suhu 160˚C

0 1 2 3 4 5 6 70

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

0

1

2

3

4

5

6

Uji SensorisUji Tekan

Page 19: Laporan Praktikum Mp3 Ke-1

BAB V

PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan mengenai kinetika bahan

pangan selama penggorengan. Bahan pangan yang dipergunakan pada praktikum

kali ini adalah kentang (french fries) dan nugget. Kedua bahan ini digoreng dalam

minyak bersuhu 180˚C dan 160˚C dengan menggunakan deep fryer atau panci

penggoreng rendam.

Menurut Fellows (1990) penggorengan adalah suatu operasi mengubah

eating quality suatu makanan, memberikan efek preservasi akibat destruksi termal

pada mikroorganisme dan enzim, serta mengurangi aktivitas air (aw). Shelf life

makanan goreng hampir semuanya ditentukan oleh kadar air setelah

penggorengan. Proses utama yang terjadi selama penggorengan adalah

perpindahan panas dan masa, dengan minyak yang berfungsi sebagai media

penghantar panas. Panas yang diterima bahan dipergunakan untuk berbagi proses

dalam bahan, antara lain untuk penguapan air, gelatinisasi pati, denaturasi protein,

reaksi pencoklatan dan karamelisasi. Proses yang beragam ini harus dikendalikan

sedemikian rupa sehingga tidak merusak mutu produk. Salah satu

pengendaliannya adalah dengan mengatur waktu dan suhu penggorengan

(Suyitno, 1991).

Dalam percobaan yang dilakukan dalam praktikum, dilakukan percobaan

sebanyak 8 kali, mulai dari penggorengan selama 0 menit (bahan tidak digoreng)

sampai bahan digoreng selama 7 menit dalam 2 perlakuan suhu panas 180˚C dan

160˚C untuk bahan french fries dan nugget. Setelah bahan digoreng, dilakukan uji

organoleptik dengan cara melihat perubahan warna yang terjadi pada bahan,

mengukur tingkat kematangan dengan cara mencicipi bahan, selanjutnya

dilakukan pengukuran kekerasan dengan penetrometer kerucut.

Selama proses penggorengan berlangsung, terjadi modifikasi karakteristik

fisika, kimia dan tanggapan panca indra atau sensorik. Penggorengan bahan juga

mengakibatkan serapan minyak ke dalam produk. Hal ini dipengaruhi oleh faktor

fisika-kimia dari produk dan minyak, dan suhu minyak (Krokida,et al., 2000),

Page 20: Laporan Praktikum Mp3 Ke-1

serta waktu penggorengan, perlakuan permukaan bahan, dan ukuran bahan

(Pravisani and Calvelo, 1986).

Setelah dilakukan penggorengan tersebut, bahan diletakkan berurutan

berdasarkan lamanya waktu penggorengan. Dapat dilihat bahwa terjadi perubahan

warna bahan setelah proses penggorengan, semakin lama bahan digoreng, maka

warna yang dihasilkan menjadi semakin cokelat. Selain itu tingkat kematangannya

pun semakin lama semakin matang. Hal tersebut berbanding lurus dengan

kekerasan bahan, semakin lama bahan digoreng, tingkat kekerasannya semakin

berkurang.

Menurut Marsudi (2008), yang menyatakan bahwa warna kecoklat-

coklatan yang timbul akibat penggorengan tersebut disebabkan oleh adanya reaksi

Maillard, yaitu reaksi antara asam amino pada protein dengan karbohidrat.

Sedangkan utuk rasa juga dipengaruhi oleh beberapa faktor  yang menyatakan

bahwa rasa suatu bahan makanan sebenarnya dipengaruhi oleh beberapa faktor

seperti suhu, konsentrasi satu komponen dan interaksi dari faktor-faktor lainnya.

Berdasarkan percobaan yang dilakukan pada penggorengan dengan suhu

180ºC, tingkat kematangan kentang paling maksimal terjadi pada menit ke-5,

sedangkan nugget pada menit ke-6. Untuk penggorengan pada suhu 160ºC,

tingkat kematangan kentang paling maksimal terjadi pada menit ke-6, sedangkan

nugget pada menit ke-7. Dari hasil ini bisa dilihat bahwa besarnya suhu minyak

saat penggorengan berpengaruh pada lamanya proses pematangan bahan, dimana

semakin tinggi suhu minyak maka semakin cepat proses pematangan. Akan tetapi

perlu diperhatikan bahwa dalam penggorengan, suhu minyak yang terlalu tinggi

dapat menyebabkan terjadinya case hardening pada bahan, dimana dari luar bahan

tampak matang/kering, namun bagian dalamnya belum matang.

Berdasarkan literatur yang didapat, sebenarnya produk nugget hanya

memerlukan waktu penggorengan selama 1 menit pada suhu 150ºC, tetapi dalam

pelaksanannya dalam praktikum diperlukan waktu pematangan sampai 7 menit.

Sedangkan untuk kentang goreng french fries, biasanya dilakukan 2 kali tahap

penggorengan, yaitu penggorengan awal dan penggorengan akhir.

Penggorengan awal dilakukan pada suhu 175 ºC selama 2 menit. Smith

dan Talburt (1987) menyatakan waktu yang dibutuhkan untuk penggorengan ini

Page 21: Laporan Praktikum Mp3 Ke-1

lebih singkat dan pada suhu yang lebih rendah karena karakteristik produk goreng

yang diinginkan hanya setengah matang. Adapun tujuan dari penggorengan awal

ini adalah untuk menghilangkan air yang melekat pada potongan kentang

sehingga bahan tidak lengket satu sama lain selama pembekuan.

Penggorengan akhir dilakukan pada suhu 190ºC selama 3 menit.

Penggorengan akhir memerlukan waktu yang lebih lama yaitu berkisar 2,5 sampai

5 menit tergantung dari suhu minyak goreng, ukuran bahan dan tingkat

kematangan yang diinginkan. Suhu penggorengan akhir biasanya berkisar antara

177 ºC sampai 190ºC. Smith dan Talburt (1987) menganjurkan bahwa suhu

penggorengan akhir tidak melebihi 190ºC karena pada suhu yang tinggi kerusakan

minyak akan lebih cepat terjadi.

Setelah dilakukan pengujian pada saat praktikum, selanjutnya data yang

diperoleh kemudian diplotkan ke dalam grafik. Untuk percobaan pertama, yaitu

pada kentang dan nugget yang digoreng pada suhu 180ºC, titik potong antara uji

sensoris dan uji tekan ada pada menit ke-4. Namun untuk kentang, titik potongnya

tidak benar-benar tepat seperti pada nugget. Hal tersebut dikarenakan pada

pengujian sensoris dan uji tekan tidak benar-benar sama hasilnya sehingga tidak

ditemukan titik potong yang pas. Terakhir untuk percobaan kedua, pada kentang

dan nugget yang digoreng pada suhu 160ºC, titik potong antara uji sensoris dan

uji tekan nugget ada pada menit ke-5. Namun begitu, titik potong antara uji

sensorik dan uji tekannya tidak benar-benar pas. Sedangkan untuk kentang tidak

ditemukan adanya titik potong antara uji tekan dan uji sensoriknya. Hal ini bisa

disebabkan oleh adanya kesalahan yang terjadi selama praktikum seperti

kesalahan saat pembacaan penetrmeter, kerusakan alat, atau kurangnya keakuratan

pengamat pada saat melakukan praktikum, dan bisa juga disebabkan oleh adanya

kesalahan praktikan pada saat memplotkan data.

Page 22: Laporan Praktikum Mp3 Ke-1

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, dapat disimpulkan

bahwa:

1. Penggorengan adalah suatu operasi mengubah eating quality suatu

makanan, memberikan efek preservasi akibat destruksi termal pada

mikroorganisme dan enzim, serta mengurangi aktivitas air (aw).

2. Proses yang harus dikendalikan sedemikian rupa sehingga tidak merusak

mutu produk adalah dengan mengatur waktu dan suhu penggorengan.

3. Selama proses penggorengan berlangsung, terjadi modifikasi karakteristik

fisika, kimia dan tanggapan panca indra atau sensorik.

4. Warna kecoklat-coklatan yang timbul akibat penggorengan tersebut

disebabkan oleh adanya reaksi Maillard, yaitu reaksi antara asam amino

pada protein dengan karbohidrat.

5. Suhu minyak yang terlalu tinggi dapat menyebabkan terjadinya case

hardening pada bahan, dimana dari luar bahan tampak matang/kering,

namun bagian dalamnya belum matang.

6. Suhu penggorengan yang terlalu tinggi dapat mempercepat terjadinya

kerusakan pada minyak goreng.

4.2 Saran

Disarankan kepada praktikan yang akan melakukan praktikum serupa

agar:

1. Memahami terlebih dahulu materi yang akan dipraktikkan agar

memudahkan jalannya praktikum.

2. Melakukan praktikum dengan serius dan teliti untuk meminimalisir

terjadinya kesalahan.

3. Memastikan suhu cairan pemanas pada deep fryer sudah sesuai dengan

suhu yang dikehendaki dan pastikan suhu cairan pemanas selalu

dimonitor.

Page 23: Laporan Praktikum Mp3 Ke-1

4. Melakukan perhitungan dengan teliti dan hati-hati sehingga terhindar dari

kesalahan.

Page 24: Laporan Praktikum Mp3 Ke-1

DAFTAR PUSTAKA

Amertaningtyas, 2003. Peran Bawang Putih (Allium sativum) dalam Meningkatkan Kualitas Daging Ayam Pedaging. Bagian Ilmu Kedokteran Dasar Veteriner , Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga. Surabaya

Blumenthal, M.M. A new look at the chemistry and physics of deep fat frying. Food Tech. 45:68 (1991).

Chang, S.H., Peterson, R. and Ho, C.T. Chemical reactions involved in deep fat frying of foods. J. Am. Oil Chem. Soc. 55:718 (1978).

Croon, L.B., Rogstad, A., Leth, T. and Kiutamo, T. A comparative study of analytical methods for quality evaluation of frying fat. Fette Seifen Anstrichmittel 88:87 (1986).

Hidajati, Nove. 2005. Peran Bawang Putih (Allium sativum) dalam Meningkatkan Kualitas Daging Ayam Pedaging. Bagian Ilmu Kedokteran Dasar Veteriner , Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga. Surabaya

Indra, Denny. 2011. Uji Organoleptik. Tersediahttp://poenyasemua.blogspot.com (Diakses pada tanggal 22 Maret 2013 pukul 20.28 WIB)

Lee, S., Reddy, B.R. and Chang, S. Formation of a potato chip-like flavor from methionine under deep-fat frying conditions. J. Food Sci. 38:788 (1973).

Marsudi. 2011. Artikel Pembuatan Chicken Nugget. Tersedia:http://www.stpp-bogor.ac.id (Diakses pada tanggal 22 Maret 2013 pukul 20.28 WIB)

Pratiwi, Ida Ayu Rina. 2003. Kajian Serapan Minyak dan Kinetika Tekstur pada Kentang Selama Penggorengan. Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Perkins, E.G. and Van Akkeren, L.A. Heated fats. IV. Chemical changes in fats subjected to deep fat frying process: Cottonseed oil. J. Am. Oil Chem. Soc. 42:782 (1965).

Pokorny, J. Flavor chemistry of deep fat frying in oil, in Flavor Chemistry of Lipid Foods, Min, D.B. and Smouse, T.H., Eds., American Oil Chemists’ Society, Champaign, IL, 1989, pp. 113–115.

Smith, L.M., Clifford, A.J., Hamblin, C.L. and Creveling, R.K. Changes in physical and chemical properties of shortenings used for commercial deep-fat frying. J. Am. Oil Chem. Soc. 63:1017 (1986).

Page 25: Laporan Praktikum Mp3 Ke-1

Stevenson, S.G., Vaisey-Genser, M. and Eskin, N.A.M. Quality control in the use of deep frying oils. J. Am. Oil Chem. Soc. 61:1102 (1984).

Sugitha, 1995 Perubahan Sifat Fisik Daging Ayam Broiler Post Mortem Selama Penyimpanan Temperatur Ruang. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Sumedang

Sutaryo dkk. 2006. Kadar Kolesterol, Keempukan dan Tingkat Kesukaan Chicken Nugget Dari Berbagai Bagian Karkas Broiler. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro, Kampus Baru UNDIP Tembalang Semarang

Ratu, Ayu Dewi Sartika. Pengaruh Suhu dan Lama Proses Menggoreng (Deep Frying) Terhadap Pembentukan Asam Lemak Trans. Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat: Universitas Indonesia. Makara, Sains, Vol. 13, No. 1, April 2009: 23-28.

Warner, K., Orr, P. and Glynn, M. Effect of frying oil composition on potato chip stability. J. Am. OilChem. Soc. 71:1117 (1994).

White, P.J. Methods for measuring changes in deep-fat frying oils. Food Tech. 45:75 (1991).

Page 26: Laporan Praktikum Mp3 Ke-1

LAMPIRAN

Gambar 1. Deep Fryer Gambar 2. Piring sterofoam

Gambar 3. Nugget goreng Gambar 4. Uji tekan kentang

Gambar 5. Proses penggorengan Gambar 6. Sampel kentang & nugget

Page 27: Laporan Praktikum Mp3 Ke-1

Gambar 7. Bahan Gambar 8. Termokopel & Deep Fryer

Gambar 9. Penetrometer Gambar 9. Bahan yang akan digoreng