laporan praktikum fisika gunung api.pdf
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA GUNUNG API
ACARA 1 TIPE LETUSAN
LABORATORIUM GEOFISIKA
PROGRAM STUDI GEOFISIKA JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2014
INDRIANI
11/316690/PA/13819
LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA GUNUNG API
ACARA 1 TIPE LETUSAN
1. DASAR TEORI
Erupsi gunungapi di Indonesia mulai tercatat dalam sejarah yang diperkirakan
ditemukan di Cina berupa tulisan mengenai erupsi Krakatau yang terjadi pada abad ke
3 Masehi. Pada abad 15 paling tidak sekitar 17 catatan sejarah ditemukan yang
melaporkan aktivitas gunungapi Kelut sebagaimana juga Krakatau (Simkin et.al,
1994). Namun catatan-catatan tersebut itu secara ilmiah banyak diliputi ketidakpastian
karena adanya keraguan baik dari sisi ketepatan lokasi (nama gunungapi) maupun
waktu kejadian erupsi. Catatan tertulis pertama erupsi gunungapi di Indonesia dibuat
oleh orang Eropa pada jaman pendudukan Portugis yaitu tentang erupsi Gunung
Wetar dan Sangeang Api pada tahun 1512.
Ada beberapa factor yang mempengaruhi karakteristik atau perilaku erupsi
diantaranya : (1) sifat magma termasuk komposisi kimia, kekentalan, kandungan gas
dan air, (2) struktur dan dimensi pipa saluran magma dan (3) posisi serta volume
kantong magma yang menentukan besarnya pasokan. Besarnya suplai magma dari
zona yang lebih dalam adalah motor utama dari aktivitas vulkanis dan yang membuat
sistim vulkanis berjalan. Suplai magma Merapi dari kedalaman terkait dengan sistim
tektonik yaitu subduksi oleh tumbukan antara lempeng samudera Indo-australia dan
lempeng benua Asia. Dalam zona subduksi, pada kedalaman antara 60-150 km, terjadi
pelelehan karena tekanan dan suhu tinggi. Pelelehan tersebut memproduksi magma
asal, disebut juga magma primitif. Kedalaman zona pelelehan, tingginya tekanan dan
suhu mempengaruhi jenis atau komposisi kimia magma primitif. Tiga parameter ini
menyebabkan gunungapi-gunungapi di Indonesia mempunyai magma yang
komposisinya berbeda satu sama lain. Magma primitif akan bermigrasi menuju
permukaan yang digerakan oleh energi permukaan dari cairan hasil lelehan, faktor
gravitasi dan efek tektonik. Dalam proses migrasi magma sistim tektonik termasuk
evolusinya merupakan faktor penting. Aktivitas tektonik menghasilkan zona lemah
yang memberi kemudahan bagi magma untuk menerobos mencapai permukaan
menjamin kontinuitas suplai magma. Konstelasi tektonik ini juga yang
memungkinkan, dua gunung yang berdekatan bisa berbeda keadaannya, misalnya
yang satu "mati", yang lain sangat aktif. Dalam proses perjalanan menuju ke
permukaan magma memasuki zona tampungan magma, dapat disebut sebagai kantong
magma atau dapur magma bila ukurannya lebih besar. Di Merapi terdapat dua zona
tampungan magma yang menentukan sifat khas Merapi. Karena letaknya relatif tidak
jauh maka kenaikan tekanan di dapur magma akan menyebabkan aliran magma
menuju kantong magma di atasnya menyebabkan naiknya tekanan di sana. Dalam hal
ini kantong magma berfungsi sebagai katup bagi magma yang naik ke permukaan.
TIPE ERUPSI
Erupsi adalah peristiwa keluarnya magma di permukaan bumi bisa dalam bentuk
yang berbeda-beda untuk setiap gunungapi. Erupsi bisa efusif yaitu lava keluar secara
perlahan dan mengalir tanpa diikuti dengan suatu ledakan atau eksplosif yaitu magma
keluar dari gunungapi dalam bentuk ledakan. Dalam erupsi yang eksplosif, terbentuk
endapan piroklastik, sedang dalam erupsi efusif terbentuk aliran lava. Secara garis
besar ada tiga tipe/jenis erupsi yaitu: Hawaiian, Strombolian dan Vulkanian. Istilah
tipe hawaiian diambil dari kata Hawaii, pulau vulkanik di tengah samudera Pasifik
yang mempunyai gunung dengan tipe erupsi khas hawaiian. Dinamika erupsi tipe
hawaiian dicirikan dengan adanya erupsi lava cair berasal dari kawah dalam waktu
cukup lama. Lava yang membentuk erupsi tipe hawaiian ini berjenis basalt. Dari
bentuk fisiknya, gunung yang bertipe erupsi hawaiian mempunyai bentuk perisai,
dalam arti bahwa diam tubuh gunung jauh lebih besar dari tinggi gunung.
Istilah tipe strombolian diambil dari kata Stromboli, nama gunungapi di pulau
Stromboli Italia yang terletak di Laut Thyrene, Mediterania. Erupsi jenis strombolian
dicirikan dengan erupsi-erupsi kecil dari gas dan fragmen-fragmen atau serpihan
magma. Material yang diletuskan jatuh kembali ke dalam kawah atau di sekitar bibir
kawah. Pada saat terjadi erupsi yang lebih besar, lava mengalir ke lereng di
sekitarnya. Secara umum suatu gunungapi disebut bertipe strombolian apabila dalam
suatu erupsi material padat yang terhamburkan kurang lebih setara dengan material
yang mengalir sebagai aliran lava. Gunungapi tipe strombolian mempunyai kawah,
biasanya berbentuk lingkaran. Tubuh dan lereng gunung tersusun dari batuan skoria
hasil lontaran saat erupsi.
Istilah tipe vulkanian berasal dari nama gunung Vulcano yang terletak di
kepulauan Lipar Italia. Erupsi bersifat eksplosif dengan tingkat eksplosivitas dari
lemah ke katastropik. Magma yang membentuk erupsi tipe vulkanian bersifat antara
basa dan asam (dari andesit ke dasit). Erupsi vulkanian terjad karena lobang kepundan
tertutup oleh sumbat lava atau magma yang membeku di pipa magma setelah kejadian
erupsi. Diperlukan suatu akumulasi tekanan yang relatif besar untuk membuka lobang
kepundan atau menghancurkan sumbat lava. Erupsi melontarkan material hancuran
dari puncak gunungap tapi juga material baru dari magma yang keluar. Salah satu ciri
dari erupsi vulkanian yaitu adanya asap erupsi yang membumbung tinggi ke atas dan
kemudian asap tersebut melebar menyerupai cendawan. Asap erupsi membawa abu
dan pasir yang kemudian akan turun sebagai hujan abu dan pasir. Tidak seperti tipe
hawaiian dan strombolian, aliran lava tidak terjadi pada tipe erupsi vulkanian. Gunung
Merapi merupakan gunungapi yang dapat dimasukkan dalam tipe vulkanian lemah
dengan ciri khas adanya peranan kubah lava dalam tiap-tiap erupsinya.
KUBAH LAVA
Magma yang sudah sampai di permukaan dapat mengalir turun ke lereng atau
langsung membeku di puncak. Untuk lava yang bersifat sangat cair proses pembekuan
di permukaan berjalan lambat dan endapannya dikenal sebagai "lava flow" atau
"coulee" umumnya lava basalt mempunyai perilaku itu. Volume dan kekentalan
menentukan jarak jangkau aliran lava yang bervariasi dari antara 3 sampai 25 km dan
dapat mencapai lebih dari 100 km. Lava kental (trakitik atau riolitik), jarak jangkau
alirannya tidak lebih dari 2-3 km dengan ketebalan 100-an m.
Pada gunungapi dengan magma yang cukup kental, lava membentuk apa yang
disebut "lava block", bongkahan lava dengan permukaan tidak teratur. Dalam posisi
tertentu, apabila kecepatan keluarnya lava cukup lambat, lava dapat langsung
tertumpuk di permukaan kemudian membeku membentuk kubah lava atau "dome".
Dapat dililiat bahwa antara kekentalan lava dan sifat alirannya ada hubungannya yaitu
aliran yang sangat encer dengan jarak jangkau yang panjang dengan ketebalan kecil,
sampai aliran sangat kental dengan jarak jangkau pendek, bahkan hanya berupa kubah
dengan ketebalan yang besar. Lava yang sangat kental dapat membeku begitu sampai
permukaan membentuk "sumbat lava".
2. ALAT YANG DIGUNAKAN
Pada percobaan ini digunakan alat dan bahan berupa :
a. Alat
Kompor gas 2 buah
Gas 2 tabung
Penyangga Labu 2 set
Tabung dan Gelas Labu 2 set
Sumbat Labu 2 buah
Pipa Panjang 2 set
b. Bahan
Air secukupnya
Teh 2 kantong
Agar-agar 2 bungkus
3. LANGKAH KERJA PENGAMBILAN DATA
a. Pengaturan Alat
Percobaan dilaksanakan dengan menggunakan dua macam situasi, yaitu
system satu kantong magma dan dua kantong magma.
Setting alat system satu kantong magma
Keterangan :
A = Pemanas/ Kompor
B = Sumber Magma/ Tabung 1
C = Kantong magma/ Tabung 2
D = Pipa Vulkanik (Vent)
E = Tripod
Setting alat sistem dua kantong magma
Keterangan:
A = Pemanas/ Kompor
B = Sumber Magma/ Tabung 1
C = Kantong magma 1/ Tabung 2
D = Kantong magma 2/ Tabung 2
E = Pipa Vulkanik (Vent)
F= Tripod
b. Langkah kerja
Model Satu Kantong Magma
Alat disusun sesuai dengan skema
Air teh dimasukkan ke dalam tabung sebagai perumpamaan
dari magma dengan viskositas rendah
Air di dalam tabung dipanaskan hingga mendidih dan menguap
Dilakukan pengamatan terhadap lama waktu pendidihan air
serta pola keluarnya air dan uap yang diumpamakan sebagai
erupsi gunung api
Model Dua Kantong Magma
Alat disusun sesuai dengan skema
Larutan agar- agar dimasukkan ke dalam tabung sebagai
perumpamaan dari magma dengan viskositas rendah
Air di dalam tabung dipanaskan hingga mendidih dan menguap
Dilakukan pengamatan terhadap lama waktu pendidihan air
serta pola keluarnya air dan uap yang diumpamakan sebagai
erupsi gunung api
4. DATA
Setelah dilakukan percobaan diperoleh data terjadinya erupsi terhadap waktu
pada masing-masing model dan dikorelasikan terhadap tipe letusan gunungapi.
PARAMETER Air teh (magma encer) Larutan agar-agar (magma
kental)
1 kantong magma 6 menit, efusif 15 menit, efusif
2 kantong magma 8 menit 4 detik, efusif 30 menit, eksplosif
5. PEMBAHASAN
Secara umum, karakteristik erupsi atau letusan gunung api dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, diantaranya:
(1) sifat magma termasuk komposisi kimia, kekentalan, kandungan gas dan air,
(2) struktur dan dimensi pipa saluran magma, dan
(3) posisi serta volume kantong magma yang menentukan besarnya pasokan
Percobaan ini memberikan gambaran langsung mengenai proses erupsi pada
gunungapi dengan menggunakan contoh pada system gunungapi dengan satu kantong
magma dan dua kantong magma.
Pada percobaan dengan asumsi magma encer (teh) diketahui bahwa waktu
erupsi jauh lebih cepat dan bersifat efusif berupa lelehan cairan teh. Viskositas cairan
teh yang diasumsikan sebagai magma encer, mengakibatkan lelehan efusif karena
tekanan yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan dengan magma kental pada suhu
(heat source) dan sistem kegunungapian yang sama. Sementara pada percobaan
dengan asumsi magma kental, terjadi ledakan pada menit ke-30 pada sistem dua
kantong magma. Hal ini terkait dengan viskositas fluida yang cukup tinggi yang
mengakibatkan peningkatan tekanan dalam sistem. Pada model satu kantong magma
tidak terjadi letusan karena jarak antara heat source dan mulut tabung cukup jauh.
6. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, dari percobaan mengenai tipe letusan
gunungapi dapat disimpulkan :
a. Periode erupsi magma encer (low-viscous magma) jauh lebih cepat
dibandingkan dengan sistem dengan tipe magma kental (high-viscous magma).
b. Periode erupsi magma dengan sistem kegunungapian dua kantong magma
lebih cepat dibandingkan sistem kantong magma tunggal.
c. Magma kental akan menghasilkan jenis letusan eksplosif sementara magma
encer menghasilkan tipe letusan efusif.
7. DAFTAR PUSTAKA
http://merapi.bgl.esdm.go.id diakses pada 4 Januari 2015
http://www.siswapedia.com diakses pada 4 Januari 2015
http://pvmbg.bgl.esdm.go.id diakses pada 4 Januari 2015
8. LAMPIRAN
LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA GUNUNG API
ACARA 2 PENGUKURAN SUHU
LABORATORIUM GEOFISIKA
PROGRAM STUDI GEOFISIKA JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2014
INDRIANI
11/316690/PA/13819
LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA GUNUNG API
ACARA 2 PENGUKURAN SUHU
1. DASAR TEORI
Suhu merupakan variabel intensif, yaitu variabel yang nilainya tidak
bergantung pada massa sistem. Dasar yang digunakan dalam pengukuran suhu adalah
hukum ke nol termodinamika, yang menyatakan : “Jika dua buah benda mempunyai
kesamaan suhu dengan benda ketiga, maka kedua benda tersebut satu dengan yang
lain mempunyai kesamaan suhu”. Dengan kata lain jika benda A dan benda B secara
terpisah dalam keadaan setimbang termal dengan benda C, maka benda A juga dalam
keadaan setimbang termal dengan benda B (Hadi, 1993).
A. Persamaan Hantaran Kalor
Konduksi adalah peristiwa perpindahan panas yang berasal dari daerah yang
bersuhu tinggi menuju ke daerah yang bersuhu lebih rendah dalam suatu medium
(padat, cair, atau gas) dan tidak diikuti oleh perpindahan zat atau mediumnya (Kreith
dan Priyono, 1994). Hubungan dasar perpindahan panas secara konduksi
dikemukakan oleh ilmuwan Perancis J. B. J Fourier pada tahun 1982. Hubungan
tersebut dalam satu dimensi dirumuskan (Keith dan Priyono, 1994):
q adalah laju aliran konduksi (W), k merupakan konduktivitas panas suatu bahan (W
m C ), A adalah luas penampang yang ditembus tegak lurus oleh aliran panas (m),
sedangkan T adalah gradien suhu atau laju perubahan suhu ( Cm).
Proses pemindahan panas ini menyebabkan aliran konduksi panas q positif
jika gradien suhu berharga negatif. Selain itu arah kenaikan jarak x merupakan aliran
konduksi panas positif, seperti ditunjukkan dalam gambar.1. Jika gradien suhu , maka
besarnya aliran konduksi panas suatu bahan merupakan jumlah energi panas yang
mengalir pada suatu bahan tiap satu satuan luas.
B. Persamaan Konduksi Panas Dalam Tiga Dimensi
Pada medium yang homogen k dianggap seragam, jika panas jenis c setara
kerapatan atau densitas dan tidak bergantung pada suhu maka persamaan umum
konduksi panas dirumuskan (Kreit dan Priyono, 1994):
K adalah difusitas panas (m s ) dirumuskan:
K=k/cp
Untuk sistem yang tidak mengandung sumber panas (q = 0), persamaan
konduksi panas yang memenuhi persamaan Fourier:
Pada sistem yang keadaannya konstan, yaitu sistem yang laju aliran panasnya
tidak berubah terhadap waktu, suhu pada setiap titik dalam sistem tidak berubah
terhadap waktu. Dalam keadaan seperti ini sistem tidak mengalami perubahan energi,
persamaan konduksi panas memenuhi persamaan Poisson:
Pada sistem yang ajeg (steady) dan tidak memiliki sumber panas, persamaan
konduksi panas memenuhi persamaan Laplace:
C. Perhitungan Energi Panas Konduksi
Estimasi pelepasan energi panas rata-rata pada daerah konduksi dihitung
berdasarkan fluks panas antara dua titik. Besarnya energi yang dilepaskan tiap satu-
satuan waktu tiap satuan luas bergantung pada perbedaan gradien antara dua titik,
dirumuskan (Kagiyana, 1988):
{(
) (
) }
Dengan (
) merupakan gradien suhu pada kedalaman 0.75 meter yang
dihitung dari suhu pada kedalaman 0.5 meter dan 1 meter, sedangkan indeks i dan o
masing-masing menunjukkan waktu yang berada pada daerah aktif (panas) dan daerah
kurang aktif (kurang panas). Fulotomi (1962, dan Kagiyama, 1988) secara teoritik dan
pengamatan lapangan merumuskan:
{(
) (
) }
di mana Ti adalah suhu pada kedalaman 1 meter dan To adalah suhu pada kedalaman
0.5 meter. Berdasarkan persamaan (3.12) dan (3.13), Kagiyama(1988) merumuskan
energi panas rata-rata yang dilepaskan tiap satuan waktu tiap satuan luas yang
ditembus tegak lurus oleh fluks panas:
ΔE = kR (Ti-To)
dengan R adalah konstanta empiris yang besarnya 0,91 m-1
.
D. Syarat Batas
Persamaan konduksi panas merupakan persamaan differensial yang memerlukan
syarat batas dan kondisi awal untuk mempermudah penyelesaian (Ozisik, 1980). Ada
tiga jenis syarat batas yaitu: syarat batas jenis pertama, syarat batas jenis kedua, syarat
batas jenis ketiga.
a. Syarat batas jenis pertama
Syarat batas jenis pertama sering disebut dengan syarat batas Dirichlet. Pada syarat
batas ini suhu yang berada pada semua permukaan sudah ditentukan. Secara
matematik syarat batas ini dapat dituliskan dalam bentuk (Ozisik, 1980):
T = f (r, t)
Dalam kondisi tertentu, yaitu pada saat di permukaan batas Si suhunya T = 0, keadaan
ini syarat batasnya disebut syarat batas Dirichlet homogen.
b. Syarat batas jenis kedua
Syarat batas jenis kedua sering disebut syarat batas Neumann, syarat batas ini secara
matematik dapat dituliskan:
dimana dt/dnt menunjukkan turunan terhadap permukaan batas S.
Dalam kondisi tertentu, yaitu pada saat di permukaan batas Si Besarnya dt/dnt
keadaan ini disebut dengan syarat batas Neumann homogen.
c. Syarat batas jenis ketiga
Syarat batas jenis ketiga ini merupakan perpaduan antara syarat batas Dirichlet dan
syarat batas Neumann. Secara numerik syarat batas jenis ini dapat dituliskan:
dalam kondisi tertentu, yaitu pada saat di permukaan batas Si besarnya
keadaan ini disebut dengan syarat batas campuran homogen.
2. ALAT YANG DIGUNAKAN
a. Seperangkat sensor suhu LM
b. Pipa besi untuk mengebor sepanjang 2 meter
c. Digital Volt Meter, 2 buah
d. Kabel 15 meter, 2 buah
e. Capit Buaya, 4 buah
f. Log Book
g. Timer/ Stopwatch
h. Baterai
3. LANGKAH KERJA PENGAMBILAN DATA
a. Tanah digali sedalam 2 meter dengan menggunakan pipa bora tau hingga
seluruh sensor dapat masuk dengan baik ke seluruh bagian dalam tanah
b. Sensor dimasukkan ke dalam lubang galian dan dipastikan seluruh sensor (1-
5) yang tersusun secara vertikal dapat masuk ke tanah
c. Alat diseting sedemikian rupa dan dihubungkan dengan Digital voltmeter
d. Setiap 5 menit, dicatat nilai keluaran dari setiap sensor yang berupa nilai
voltase kemudian tiap sensor dipindahkan dengan memutar tombol pada
kepala sensor hingga 5 kali. Langkah yang sama diulangi hingga 48 jam
pengukuran.
e. Dilakukan pengolahan data
4. DATA
Praktikum ini dilakukan selama 2 hari atau 48 jam dengan interval pengukuran setiap
5 menit. Pengukuran dilakukan pada hari Senin 15 Desember 2014 pukul 01.00 WIB
hingga Rabu, 17 Desember 2014 pukul 01.00.
Dari pengukuran ini didapatkan 576 data yang akan diolah untuk mendapatkan nilai
Skin Depth dan Gradien Geothermal (data terlampir).
5. PENGOLAHAN DATA
Pengolahan data dilakukan berdasarkan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Nilai voltase yang diperoleh dari percobaan dikonversi dari V ke mV. (data
terlampir)
b. Selanjutnya nilai konversi voltase dikonversikan menjadi nilai derajat suhu
(dalam Celcius) dengan mengalikan nilai voltase dengan 100. (data terlampir)
c. Nilai konversi suhu dikurangkan dengan nilai rata-rata suhu yang terukur
selama percobaan (data terlampir).
d. Nilai pengurangan suhu pada langkah sebelumnya selanjutnya dibagi dengan
nilai maksimum dari suhu yang terukur selama percobaan.
e. Nilai amplitude diperoleh dari pengurangan nilai maksimum dengan nilai
minimum suhu yang terukur pada masing-masing sensor. (data terlampir)
f. Nilai ln Amplitudo diperoleh dengan perhitungan pada Microsoft Excel. (data
terlampir)
g. Nilai skin depth diperoleh dari persamaan eksponensial pada plot grafik antara
amplitude dengan kedalaman sensor.(Grafik terlampir)
h. Nilai gradient thermal diperoleh dari persamaan linear pada plot grafik antara
ln amplitude dengan kedalaman sensor.(Grafik terlampir)
6. PEMBAHASAN
Berdasarkan pengolahan data, diketahui bahwa nilai rata-rata suhu dalam
percobaan senilai 22.5846 ºC. Skin depth merupakan batas kedalaman dimana
perubahan suhu permukaan tidak lagi berpengaruh terhadap suhu bawah permukaan.
Dengan menggunakan persamaan yang diperoleh dari plotting data amplitude vs
kedalaman sensor diperoleh nilai skin depth sebesar 5.34204 m. Pada kedalaman
tersebut suhu bawah permukaan diperkirakan sudah cukup stabil dan tidak lagi
terpengaruh oleh fluktuasi suhu permukaan. Berdasarkan nilai suhu terukur, diketahui
nilai simpangan suhu terbesar sebesar 1.70425 ºC. Nilai tersebut mengindikasikan
rentang perubahan suhu permukaan terkait dengan perubahan cuaca dan lama
penyinaran matahari di tempat pengukuran. Dari plotting data ln amplitude terhadap
kedalaman diperoleh nilai gradient thermal sebesar -0.0005. Nilai gradien thermal
mengindikasikan faktor pengali untuk menentukan besar keseluruhan gradient
perubahan simpangan suhu pada saat pelaksanaan percobaan.
7. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan :
a. Nilai rata-rata suhu selama pengukuran sebesar 22.5846 ºC.
b. Skin depth merupakan batas kedalaman dimana perubahan suhu permukaan
tidak lagi berpengaruh terhadap suhu bawah permukaan.
c. Besar nilai skin depth sebesar 5.34204 m.
d. Besar simpangan (amplitude) suhu maksimum adalah 1.70425 ºC.
e. Nilai gradien thermal mengindikasikan faktor pengali untuk menentukan besar
keseluruhan gradient perubahan simpangan suhu pada saat pelaksanaan
percobaan
f. Nilai gradient thermal sebesar -0.0005.
8. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2014. Dasar Teori Metode Suhu Panduan FGA 2014. Laboratorium
Geofisika FMIPA Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
9. LAMPIRAN
Gambar 1 Screenshot pengolahan data
Tabel 1 Data Awal yang telah dikonversi
DATA AWAL
WAKTU V1 V3 V4 V5
1:00 0.18 0.181 0.18 0.182
1:05 0.18 0.181 0.181 0.182
1:10 0.18 0.182 0.184 0.187
1:15 0.181 0.184 0.187 0.184
1:20 0.18 0.184 0.19 0.19
1:25 0.182 0.185 0.189 0.192
1:30 0.18 0.184 0.192 0.193
1:35 0.181 0.185 0.194 0.195
1:40 0.182 0.186 0.195 0.196
1:45 0.18 0.189 0.196 0.197
1:50 0.182 0.188 0.195 0.2
1:55 0.184 0.189 0.196 0.205
2:00 0.185 0.189 0.197 0.21
2:05 0.186 0.19 0.199 0.208
2:10 0.187 0.191 0.199 0.214
2:15 0.189 0.192 0.2 0.216
2:20 0.188 0.194 0.221 0.223
2:25 0.187 0.193 0.22 0.24
2:30 0.189 0.193 0.218 0.232
2:35 0.19 0.194 0.217 0.223
2:40 0.19 0.196 0.215 0.215
2:45 0.19 0.195 0.217 0.218
2:50 0.189 0.196 0.212 0.219
2:55 0.19 0.197 0.213 0.23
3:00 0.209 0.209 0.209 0.209
3:05 0.21 0.208 0.208 0.21
3:10 0.205 0.205 0.209 0.21
3:15 0.206 0.206 0.208 0.209
Tabel 2Konversi nilai voltase ke suhu
Konversi ke T (x 100)
T1 T3 T4 T5 RATA2
18 18.1 18 18.2 22.58462
18 18.1 18.1 18.2 18 18.2 18.4 18.7 18.1 18.4 18.7 18.4 18 18.4 19 19 18.2 18.5 18.9 19.2 18 18.4 19.2 19.3 18.1 18.5 19.4 19.5 18.2 18.6 19.5 19.6 18 18.9 19.6 19.7 18.2 18.8 19.5 20 18.4 18.9 19.6 20.5 18.5 18.9 19.7 21 18.6 19 19.9 20.8 18.7 19.1 19.9 21.4 18.9 19.2 20 21.6 18.8 19.4 22.1 22.3 18.7 19.3 22 24 18.9 19.3 21.8 23.2 19 19.4 21.7 22.3 19 19.6 21.5 21.5 19 19.5 21.7 21.8 18.9 19.6 21.2 21.9 19 19.7 21.3 23 20.9 20.9 20.9 20.9 21 20.8 20.8 21 20.5 20.5 20.9 21 20.6 20.6 20.8 20.9 20.7 20.7 20.8 20.9
Tabel 3 Prngurangan nilai suhu terhadap nilai rata-rata suhu
(Vx 100) - rata2
T1 T3 T4 T5 MAX
-4.58462 -4.48462 -4.58462 -4.38462 26.81538
-4.58462 -4.48462 -4.48462 -4.38462 -4.58462 -4.38462 -4.18462 -3.88462 -4.48462 -4.18462 -3.88462 -4.18462 -4.58462 -4.18462 -3.58462 -3.58462 -4.38462 -4.08462 -3.68462 -3.38462 -4.58462 -4.18462 -3.38462 -3.28462 -4.48462 -4.08462 -3.18462 -3.08462 -4.38462 -3.98462 -3.08462 -2.98462 -4.58462 -3.68462 -2.98462 -2.88462 -4.38462 -3.78462 -3.08462 -2.58462 -4.18462 -3.68462 -2.98462 -2.08462 -4.08462 -3.68462 -2.88462 -1.58462 -3.98462 -3.58462 -2.68462 -1.78462 -3.88462 -3.48462 -2.68462 -1.18462 -3.68462 -3.38462 -2.58462 -0.98462 -3.78462 -3.18462 -0.48462 -0.28462 -3.88462 -3.28462 -0.58462 1.415377 -3.68462 -3.28462 -0.78462 0.615377 -3.58462 -3.18462 -0.88462 -0.28462 -3.58462 -2.98462 -1.08462 -1.08462 -3.58462 -3.08462 -0.88462 -0.78462 -3.68462 -2.98462 -1.38462 -0.68462 -3.58462 -2.88462 -1.28462 0.415377 -1.68462 -1.68462 -1.68462 -1.68462 -1.58462 -1.78462 -1.78462 -1.58462 -2.08462 -2.08462 -1.68462 -1.58462 -1.98462 -1.98462 -1.78462 -1.68462 -1.88462 -1.88462 -1.78462 -1.68462 -1.78462 -1.88462 -1.58462 -1.58462 -2.28462 -2.28462 -1.68462 -1.48462 -2.18462 -2.38462 -1.48462 -1.38462 -2.18462 -2.08462 -1.38462 -1.48462
Tabel 4Pengolahan data akhir
((Vx 100) - rata2)/MAX
T1 T3 T4 T5
-0.17097 -0.16724 -0.17097 -0.16351
-0.17097 -0.16724 -0.16724 -0.16351
-0.17097 -0.16351 -0.15605 -0.14487
-0.16724 -0.15605 -0.14487 -0.15605
-0.17097 -0.15605 -0.13368 -0.13368
-0.16351 -0.15232 -0.13741 -0.12622
-0.17097 -0.15605 -0.12622 -0.12249
-0.16724 -0.15232 -0.11876 -0.11503
-0.16351 -0.14859 -0.11503 -0.1113
-0.17097 -0.13741 -0.1113 -0.10757
-0.16351 -0.14114 -0.11503 -0.09639
-0.15605 -0.13741 -0.1113 -0.07774
-0.15232 -0.13741 -0.10757 -0.05909
-0.14859 -0.13368 -0.10012 -0.06655
-0.14487 -0.12995 -0.10012 -0.04418
-0.13741 -0.12622 -0.09639 -0.03672
-0.14114 -0.11876 -0.01807 -0.01061
-0.14487 -0.12249 -0.0218 0.052782
-0.13741 -0.12249 -0.02926 0.022949
-0.13368 -0.11876 -0.03299 -0.01061
Tabel 5Tabel pengolahan data lanjutan
Maksimum 0.947791 0.899312 1 0.724039
Minimum -0.71543 -0.76391 -0.70425 -0.77883
Amplitudo 1.663225 1.663225 1.704246 1.502869
Ln Amplitudo 0.508758 0.508758 0.533123 0.407376
Kedalaman sensor (cm) 0 80 120 160
Tabel 6 Nilai Skin Depth dan Gradien Thermal
Amplitudo max (y) 1.704246
Skin depth y = 1.6997^0.0005x
nilai skin depth (x) 5.342039
gradien thermal -0.0005
Gambar 2 Gragik Amplitudo vs Kedalaman dan persamaan trendlinenya
Gambar 3 Grafik ln Amptudo vs Kedalaman dengan persamaan trendline linearnya
y = 1.6997e-5E-04x
1.45
1.5
1.55
1.6
1.65
1.7
1.75
0 50 100 150 200
Am
plit
ud
o
Kedalaman (cm)
Grafik Amplitudo vs Kedalaman
Series1 Expon. (Series1)
y = -0.0005x + 0.5304
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0 50 100 150 200
ln A
mp
litu
do
Kedalaman (cm)
Grafik ln Amplitudo vs Kedalaman
Series1 Linear (Series1)
Gambar 4Grafik Amplitudo Suhu vs Kedalaman Sensor beserta persamaan eksponensial trendline
y = 45.577e-5E-04x
40
41
42
43
44
45
46
47
0 50 100 150 200
Am
plit
ud
o S
uh
u (
ºC)
Kedalaman Sensor (cm)
Grafik Amplitudo Suhu vs Kedalaman