laporan praktikum fisika gunung api.pdf

21
LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA GUNUNG API ACARA 1 TIPE LETUSAN LABORATORIUM GEOFISIKA PROGRAM STUDI GEOFISIKA JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS GADJAH MADA 2014 INDRIANI 11/316690/PA/13819

Upload: indriani-asnawi

Post on 26-Dec-2015

695 views

Category:

Documents


77 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA GUNUNG API.pdf

LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA GUNUNG API

ACARA 1 TIPE LETUSAN

LABORATORIUM GEOFISIKA

PROGRAM STUDI GEOFISIKA JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM

UNIVERSITAS GADJAH MADA

2014

INDRIANI

11/316690/PA/13819

Page 2: LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA GUNUNG API.pdf

LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA GUNUNG API

ACARA 1 TIPE LETUSAN

1. DASAR TEORI

Erupsi gunungapi di Indonesia mulai tercatat dalam sejarah yang diperkirakan

ditemukan di Cina berupa tulisan mengenai erupsi Krakatau yang terjadi pada abad ke

3 Masehi. Pada abad 15 paling tidak sekitar 17 catatan sejarah ditemukan yang

melaporkan aktivitas gunungapi Kelut sebagaimana juga Krakatau (Simkin et.al,

1994). Namun catatan-catatan tersebut itu secara ilmiah banyak diliputi ketidakpastian

karena adanya keraguan baik dari sisi ketepatan lokasi (nama gunungapi) maupun

waktu kejadian erupsi. Catatan tertulis pertama erupsi gunungapi di Indonesia dibuat

oleh orang Eropa pada jaman pendudukan Portugis yaitu tentang erupsi Gunung

Wetar dan Sangeang Api pada tahun 1512.

Ada beberapa factor yang mempengaruhi karakteristik atau perilaku erupsi

diantaranya : (1) sifat magma termasuk komposisi kimia, kekentalan, kandungan gas

dan air, (2) struktur dan dimensi pipa saluran magma dan (3) posisi serta volume

kantong magma yang menentukan besarnya pasokan. Besarnya suplai magma dari

zona yang lebih dalam adalah motor utama dari aktivitas vulkanis dan yang membuat

sistim vulkanis berjalan. Suplai magma Merapi dari kedalaman terkait dengan sistim

tektonik yaitu subduksi oleh tumbukan antara lempeng samudera Indo-australia dan

lempeng benua Asia. Dalam zona subduksi, pada kedalaman antara 60-150 km, terjadi

pelelehan karena tekanan dan suhu tinggi. Pelelehan tersebut memproduksi magma

asal, disebut juga magma primitif. Kedalaman zona pelelehan, tingginya tekanan dan

suhu mempengaruhi jenis atau komposisi kimia magma primitif. Tiga parameter ini

menyebabkan gunungapi-gunungapi di Indonesia mempunyai magma yang

komposisinya berbeda satu sama lain. Magma primitif akan bermigrasi menuju

permukaan yang digerakan oleh energi permukaan dari cairan hasil lelehan, faktor

gravitasi dan efek tektonik. Dalam proses migrasi magma sistim tektonik termasuk

evolusinya merupakan faktor penting. Aktivitas tektonik menghasilkan zona lemah

yang memberi kemudahan bagi magma untuk menerobos mencapai permukaan

menjamin kontinuitas suplai magma. Konstelasi tektonik ini juga yang

memungkinkan, dua gunung yang berdekatan bisa berbeda keadaannya, misalnya

yang satu "mati", yang lain sangat aktif. Dalam proses perjalanan menuju ke

Page 3: LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA GUNUNG API.pdf

permukaan magma memasuki zona tampungan magma, dapat disebut sebagai kantong

magma atau dapur magma bila ukurannya lebih besar. Di Merapi terdapat dua zona

tampungan magma yang menentukan sifat khas Merapi. Karena letaknya relatif tidak

jauh maka kenaikan tekanan di dapur magma akan menyebabkan aliran magma

menuju kantong magma di atasnya menyebabkan naiknya tekanan di sana. Dalam hal

ini kantong magma berfungsi sebagai katup bagi magma yang naik ke permukaan.

TIPE ERUPSI

Erupsi adalah peristiwa keluarnya magma di permukaan bumi bisa dalam bentuk

yang berbeda-beda untuk setiap gunungapi. Erupsi bisa efusif yaitu lava keluar secara

perlahan dan mengalir tanpa diikuti dengan suatu ledakan atau eksplosif yaitu magma

keluar dari gunungapi dalam bentuk ledakan. Dalam erupsi yang eksplosif, terbentuk

endapan piroklastik, sedang dalam erupsi efusif terbentuk aliran lava. Secara garis

besar ada tiga tipe/jenis erupsi yaitu: Hawaiian, Strombolian dan Vulkanian. Istilah

tipe hawaiian diambil dari kata Hawaii, pulau vulkanik di tengah samudera Pasifik

yang mempunyai gunung dengan tipe erupsi khas hawaiian. Dinamika erupsi tipe

hawaiian dicirikan dengan adanya erupsi lava cair berasal dari kawah dalam waktu

cukup lama. Lava yang membentuk erupsi tipe hawaiian ini berjenis basalt. Dari

bentuk fisiknya, gunung yang bertipe erupsi hawaiian mempunyai bentuk perisai,

dalam arti bahwa diam tubuh gunung jauh lebih besar dari tinggi gunung.

Istilah tipe strombolian diambil dari kata Stromboli, nama gunungapi di pulau

Stromboli Italia yang terletak di Laut Thyrene, Mediterania. Erupsi jenis strombolian

dicirikan dengan erupsi-erupsi kecil dari gas dan fragmen-fragmen atau serpihan

magma. Material yang diletuskan jatuh kembali ke dalam kawah atau di sekitar bibir

kawah. Pada saat terjadi erupsi yang lebih besar, lava mengalir ke lereng di

sekitarnya. Secara umum suatu gunungapi disebut bertipe strombolian apabila dalam

suatu erupsi material padat yang terhamburkan kurang lebih setara dengan material

yang mengalir sebagai aliran lava. Gunungapi tipe strombolian mempunyai kawah,

biasanya berbentuk lingkaran. Tubuh dan lereng gunung tersusun dari batuan skoria

hasil lontaran saat erupsi.

Istilah tipe vulkanian berasal dari nama gunung Vulcano yang terletak di

kepulauan Lipar Italia. Erupsi bersifat eksplosif dengan tingkat eksplosivitas dari

lemah ke katastropik. Magma yang membentuk erupsi tipe vulkanian bersifat antara

Page 4: LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA GUNUNG API.pdf

basa dan asam (dari andesit ke dasit). Erupsi vulkanian terjad karena lobang kepundan

tertutup oleh sumbat lava atau magma yang membeku di pipa magma setelah kejadian

erupsi. Diperlukan suatu akumulasi tekanan yang relatif besar untuk membuka lobang

kepundan atau menghancurkan sumbat lava. Erupsi melontarkan material hancuran

dari puncak gunungap tapi juga material baru dari magma yang keluar. Salah satu ciri

dari erupsi vulkanian yaitu adanya asap erupsi yang membumbung tinggi ke atas dan

kemudian asap tersebut melebar menyerupai cendawan. Asap erupsi membawa abu

dan pasir yang kemudian akan turun sebagai hujan abu dan pasir. Tidak seperti tipe

hawaiian dan strombolian, aliran lava tidak terjadi pada tipe erupsi vulkanian. Gunung

Merapi merupakan gunungapi yang dapat dimasukkan dalam tipe vulkanian lemah

dengan ciri khas adanya peranan kubah lava dalam tiap-tiap erupsinya.

KUBAH LAVA

Magma yang sudah sampai di permukaan dapat mengalir turun ke lereng atau

langsung membeku di puncak. Untuk lava yang bersifat sangat cair proses pembekuan

di permukaan berjalan lambat dan endapannya dikenal sebagai "lava flow" atau

"coulee" umumnya lava basalt mempunyai perilaku itu. Volume dan kekentalan

menentukan jarak jangkau aliran lava yang bervariasi dari antara 3 sampai 25 km dan

dapat mencapai lebih dari 100 km. Lava kental (trakitik atau riolitik), jarak jangkau

alirannya tidak lebih dari 2-3 km dengan ketebalan 100-an m.

Pada gunungapi dengan magma yang cukup kental, lava membentuk apa yang

disebut "lava block", bongkahan lava dengan permukaan tidak teratur. Dalam posisi

tertentu, apabila kecepatan keluarnya lava cukup lambat, lava dapat langsung

tertumpuk di permukaan kemudian membeku membentuk kubah lava atau "dome".

Dapat dililiat bahwa antara kekentalan lava dan sifat alirannya ada hubungannya yaitu

aliran yang sangat encer dengan jarak jangkau yang panjang dengan ketebalan kecil,

sampai aliran sangat kental dengan jarak jangkau pendek, bahkan hanya berupa kubah

dengan ketebalan yang besar. Lava yang sangat kental dapat membeku begitu sampai

permukaan membentuk "sumbat lava".

2. ALAT YANG DIGUNAKAN

Pada percobaan ini digunakan alat dan bahan berupa :

a. Alat

Kompor gas 2 buah

Page 5: LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA GUNUNG API.pdf

Gas 2 tabung

Penyangga Labu 2 set

Tabung dan Gelas Labu 2 set

Sumbat Labu 2 buah

Pipa Panjang 2 set

b. Bahan

Air secukupnya

Teh 2 kantong

Agar-agar 2 bungkus

3. LANGKAH KERJA PENGAMBILAN DATA

a. Pengaturan Alat

Percobaan dilaksanakan dengan menggunakan dua macam situasi, yaitu

system satu kantong magma dan dua kantong magma.

Setting alat system satu kantong magma

Keterangan :

A = Pemanas/ Kompor

B = Sumber Magma/ Tabung 1

C = Kantong magma/ Tabung 2

D = Pipa Vulkanik (Vent)

E = Tripod

Setting alat sistem dua kantong magma

Page 6: LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA GUNUNG API.pdf

Keterangan:

A = Pemanas/ Kompor

B = Sumber Magma/ Tabung 1

C = Kantong magma 1/ Tabung 2

D = Kantong magma 2/ Tabung 2

E = Pipa Vulkanik (Vent)

F= Tripod

b. Langkah kerja

Model Satu Kantong Magma

Alat disusun sesuai dengan skema

Air teh dimasukkan ke dalam tabung sebagai perumpamaan

dari magma dengan viskositas rendah

Air di dalam tabung dipanaskan hingga mendidih dan menguap

Dilakukan pengamatan terhadap lama waktu pendidihan air

serta pola keluarnya air dan uap yang diumpamakan sebagai

erupsi gunung api

Model Dua Kantong Magma

Alat disusun sesuai dengan skema

Larutan agar- agar dimasukkan ke dalam tabung sebagai

perumpamaan dari magma dengan viskositas rendah

Page 7: LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA GUNUNG API.pdf

Air di dalam tabung dipanaskan hingga mendidih dan menguap

Dilakukan pengamatan terhadap lama waktu pendidihan air

serta pola keluarnya air dan uap yang diumpamakan sebagai

erupsi gunung api

4. DATA

Setelah dilakukan percobaan diperoleh data terjadinya erupsi terhadap waktu

pada masing-masing model dan dikorelasikan terhadap tipe letusan gunungapi.

PARAMETER Air teh (magma encer) Larutan agar-agar (magma

kental)

1 kantong magma 6 menit, efusif 15 menit, efusif

2 kantong magma 8 menit 4 detik, efusif 30 menit, eksplosif

5. PEMBAHASAN

Secara umum, karakteristik erupsi atau letusan gunung api dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor, diantaranya:

(1) sifat magma termasuk komposisi kimia, kekentalan, kandungan gas dan air,

(2) struktur dan dimensi pipa saluran magma, dan

(3) posisi serta volume kantong magma yang menentukan besarnya pasokan

Percobaan ini memberikan gambaran langsung mengenai proses erupsi pada

gunungapi dengan menggunakan contoh pada system gunungapi dengan satu kantong

magma dan dua kantong magma.

Pada percobaan dengan asumsi magma encer (teh) diketahui bahwa waktu

erupsi jauh lebih cepat dan bersifat efusif berupa lelehan cairan teh. Viskositas cairan

teh yang diasumsikan sebagai magma encer, mengakibatkan lelehan efusif karena

tekanan yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan dengan magma kental pada suhu

(heat source) dan sistem kegunungapian yang sama. Sementara pada percobaan

dengan asumsi magma kental, terjadi ledakan pada menit ke-30 pada sistem dua

kantong magma. Hal ini terkait dengan viskositas fluida yang cukup tinggi yang

mengakibatkan peningkatan tekanan dalam sistem. Pada model satu kantong magma

tidak terjadi letusan karena jarak antara heat source dan mulut tabung cukup jauh.

6. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, dari percobaan mengenai tipe letusan

gunungapi dapat disimpulkan :

Page 8: LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA GUNUNG API.pdf

a. Periode erupsi magma encer (low-viscous magma) jauh lebih cepat

dibandingkan dengan sistem dengan tipe magma kental (high-viscous magma).

b. Periode erupsi magma dengan sistem kegunungapian dua kantong magma

lebih cepat dibandingkan sistem kantong magma tunggal.

c. Magma kental akan menghasilkan jenis letusan eksplosif sementara magma

encer menghasilkan tipe letusan efusif.

7. DAFTAR PUSTAKA

http://merapi.bgl.esdm.go.id diakses pada 4 Januari 2015

http://www.siswapedia.com diakses pada 4 Januari 2015

http://pvmbg.bgl.esdm.go.id diakses pada 4 Januari 2015

8. LAMPIRAN

Page 9: LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA GUNUNG API.pdf

LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA GUNUNG API

ACARA 2 PENGUKURAN SUHU

LABORATORIUM GEOFISIKA

PROGRAM STUDI GEOFISIKA JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM

UNIVERSITAS GADJAH MADA

2014

INDRIANI

11/316690/PA/13819

Page 10: LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA GUNUNG API.pdf

LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA GUNUNG API

ACARA 2 PENGUKURAN SUHU

1. DASAR TEORI

Suhu merupakan variabel intensif, yaitu variabel yang nilainya tidak

bergantung pada massa sistem. Dasar yang digunakan dalam pengukuran suhu adalah

hukum ke nol termodinamika, yang menyatakan : “Jika dua buah benda mempunyai

kesamaan suhu dengan benda ketiga, maka kedua benda tersebut satu dengan yang

lain mempunyai kesamaan suhu”. Dengan kata lain jika benda A dan benda B secara

terpisah dalam keadaan setimbang termal dengan benda C, maka benda A juga dalam

keadaan setimbang termal dengan benda B (Hadi, 1993).

A. Persamaan Hantaran Kalor

Konduksi adalah peristiwa perpindahan panas yang berasal dari daerah yang

bersuhu tinggi menuju ke daerah yang bersuhu lebih rendah dalam suatu medium

(padat, cair, atau gas) dan tidak diikuti oleh perpindahan zat atau mediumnya (Kreith

dan Priyono, 1994). Hubungan dasar perpindahan panas secara konduksi

dikemukakan oleh ilmuwan Perancis J. B. J Fourier pada tahun 1982. Hubungan

tersebut dalam satu dimensi dirumuskan (Keith dan Priyono, 1994):

q adalah laju aliran konduksi (W), k merupakan konduktivitas panas suatu bahan (W

m C ), A adalah luas penampang yang ditembus tegak lurus oleh aliran panas (m),

sedangkan T adalah gradien suhu atau laju perubahan suhu ( Cm).

Proses pemindahan panas ini menyebabkan aliran konduksi panas q positif

jika gradien suhu berharga negatif. Selain itu arah kenaikan jarak x merupakan aliran

konduksi panas positif, seperti ditunjukkan dalam gambar.1. Jika gradien suhu , maka

besarnya aliran konduksi panas suatu bahan merupakan jumlah energi panas yang

mengalir pada suatu bahan tiap satu satuan luas.

Page 11: LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA GUNUNG API.pdf

B. Persamaan Konduksi Panas Dalam Tiga Dimensi

Pada medium yang homogen k dianggap seragam, jika panas jenis c setara

kerapatan atau densitas dan tidak bergantung pada suhu maka persamaan umum

konduksi panas dirumuskan (Kreit dan Priyono, 1994):

K adalah difusitas panas (m s ) dirumuskan:

K=k/cp

Untuk sistem yang tidak mengandung sumber panas (q = 0), persamaan

konduksi panas yang memenuhi persamaan Fourier:

Pada sistem yang keadaannya konstan, yaitu sistem yang laju aliran panasnya

tidak berubah terhadap waktu, suhu pada setiap titik dalam sistem tidak berubah

terhadap waktu. Dalam keadaan seperti ini sistem tidak mengalami perubahan energi,

persamaan konduksi panas memenuhi persamaan Poisson:

Pada sistem yang ajeg (steady) dan tidak memiliki sumber panas, persamaan

konduksi panas memenuhi persamaan Laplace:

C. Perhitungan Energi Panas Konduksi

Estimasi pelepasan energi panas rata-rata pada daerah konduksi dihitung

berdasarkan fluks panas antara dua titik. Besarnya energi yang dilepaskan tiap satu-

satuan waktu tiap satuan luas bergantung pada perbedaan gradien antara dua titik,

dirumuskan (Kagiyana, 1988):

{(

) (

) }

Dengan (

) merupakan gradien suhu pada kedalaman 0.75 meter yang

dihitung dari suhu pada kedalaman 0.5 meter dan 1 meter, sedangkan indeks i dan o

Page 12: LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA GUNUNG API.pdf

masing-masing menunjukkan waktu yang berada pada daerah aktif (panas) dan daerah

kurang aktif (kurang panas). Fulotomi (1962, dan Kagiyama, 1988) secara teoritik dan

pengamatan lapangan merumuskan:

{(

) (

) }

di mana Ti adalah suhu pada kedalaman 1 meter dan To adalah suhu pada kedalaman

0.5 meter. Berdasarkan persamaan (3.12) dan (3.13), Kagiyama(1988) merumuskan

energi panas rata-rata yang dilepaskan tiap satuan waktu tiap satuan luas yang

ditembus tegak lurus oleh fluks panas:

ΔE = kR (Ti-To)

dengan R adalah konstanta empiris yang besarnya 0,91 m-1

.

D. Syarat Batas

Persamaan konduksi panas merupakan persamaan differensial yang memerlukan

syarat batas dan kondisi awal untuk mempermudah penyelesaian (Ozisik, 1980). Ada

tiga jenis syarat batas yaitu: syarat batas jenis pertama, syarat batas jenis kedua, syarat

batas jenis ketiga.

a. Syarat batas jenis pertama

Syarat batas jenis pertama sering disebut dengan syarat batas Dirichlet. Pada syarat

batas ini suhu yang berada pada semua permukaan sudah ditentukan. Secara

matematik syarat batas ini dapat dituliskan dalam bentuk (Ozisik, 1980):

T = f (r, t)

Dalam kondisi tertentu, yaitu pada saat di permukaan batas Si suhunya T = 0, keadaan

ini syarat batasnya disebut syarat batas Dirichlet homogen.

b. Syarat batas jenis kedua

Syarat batas jenis kedua sering disebut syarat batas Neumann, syarat batas ini secara

matematik dapat dituliskan:

dimana dt/dnt menunjukkan turunan terhadap permukaan batas S.

Dalam kondisi tertentu, yaitu pada saat di permukaan batas Si Besarnya dt/dnt

keadaan ini disebut dengan syarat batas Neumann homogen.

c. Syarat batas jenis ketiga

Syarat batas jenis ketiga ini merupakan perpaduan antara syarat batas Dirichlet dan

syarat batas Neumann. Secara numerik syarat batas jenis ini dapat dituliskan:

Page 13: LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA GUNUNG API.pdf

dalam kondisi tertentu, yaitu pada saat di permukaan batas Si besarnya

keadaan ini disebut dengan syarat batas campuran homogen.

2. ALAT YANG DIGUNAKAN

a. Seperangkat sensor suhu LM

b. Pipa besi untuk mengebor sepanjang 2 meter

c. Digital Volt Meter, 2 buah

d. Kabel 15 meter, 2 buah

e. Capit Buaya, 4 buah

f. Log Book

g. Timer/ Stopwatch

h. Baterai

3. LANGKAH KERJA PENGAMBILAN DATA

a. Tanah digali sedalam 2 meter dengan menggunakan pipa bora tau hingga

seluruh sensor dapat masuk dengan baik ke seluruh bagian dalam tanah

b. Sensor dimasukkan ke dalam lubang galian dan dipastikan seluruh sensor (1-

5) yang tersusun secara vertikal dapat masuk ke tanah

c. Alat diseting sedemikian rupa dan dihubungkan dengan Digital voltmeter

d. Setiap 5 menit, dicatat nilai keluaran dari setiap sensor yang berupa nilai

voltase kemudian tiap sensor dipindahkan dengan memutar tombol pada

kepala sensor hingga 5 kali. Langkah yang sama diulangi hingga 48 jam

pengukuran.

e. Dilakukan pengolahan data

4. DATA

Praktikum ini dilakukan selama 2 hari atau 48 jam dengan interval pengukuran setiap

5 menit. Pengukuran dilakukan pada hari Senin 15 Desember 2014 pukul 01.00 WIB

hingga Rabu, 17 Desember 2014 pukul 01.00.

Dari pengukuran ini didapatkan 576 data yang akan diolah untuk mendapatkan nilai

Skin Depth dan Gradien Geothermal (data terlampir).

5. PENGOLAHAN DATA

Pengolahan data dilakukan berdasarkan langkah-langkah sebagai berikut :

Page 14: LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA GUNUNG API.pdf

a. Nilai voltase yang diperoleh dari percobaan dikonversi dari V ke mV. (data

terlampir)

b. Selanjutnya nilai konversi voltase dikonversikan menjadi nilai derajat suhu

(dalam Celcius) dengan mengalikan nilai voltase dengan 100. (data terlampir)

c. Nilai konversi suhu dikurangkan dengan nilai rata-rata suhu yang terukur

selama percobaan (data terlampir).

d. Nilai pengurangan suhu pada langkah sebelumnya selanjutnya dibagi dengan

nilai maksimum dari suhu yang terukur selama percobaan.

e. Nilai amplitude diperoleh dari pengurangan nilai maksimum dengan nilai

minimum suhu yang terukur pada masing-masing sensor. (data terlampir)

f. Nilai ln Amplitudo diperoleh dengan perhitungan pada Microsoft Excel. (data

terlampir)

g. Nilai skin depth diperoleh dari persamaan eksponensial pada plot grafik antara

amplitude dengan kedalaman sensor.(Grafik terlampir)

h. Nilai gradient thermal diperoleh dari persamaan linear pada plot grafik antara

ln amplitude dengan kedalaman sensor.(Grafik terlampir)

6. PEMBAHASAN

Berdasarkan pengolahan data, diketahui bahwa nilai rata-rata suhu dalam

percobaan senilai 22.5846 ºC. Skin depth merupakan batas kedalaman dimana

perubahan suhu permukaan tidak lagi berpengaruh terhadap suhu bawah permukaan.

Dengan menggunakan persamaan yang diperoleh dari plotting data amplitude vs

kedalaman sensor diperoleh nilai skin depth sebesar 5.34204 m. Pada kedalaman

tersebut suhu bawah permukaan diperkirakan sudah cukup stabil dan tidak lagi

terpengaruh oleh fluktuasi suhu permukaan. Berdasarkan nilai suhu terukur, diketahui

nilai simpangan suhu terbesar sebesar 1.70425 ºC. Nilai tersebut mengindikasikan

rentang perubahan suhu permukaan terkait dengan perubahan cuaca dan lama

penyinaran matahari di tempat pengukuran. Dari plotting data ln amplitude terhadap

kedalaman diperoleh nilai gradient thermal sebesar -0.0005. Nilai gradien thermal

mengindikasikan faktor pengali untuk menentukan besar keseluruhan gradient

perubahan simpangan suhu pada saat pelaksanaan percobaan.

7. KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan :

a. Nilai rata-rata suhu selama pengukuran sebesar 22.5846 ºC.

b. Skin depth merupakan batas kedalaman dimana perubahan suhu permukaan

tidak lagi berpengaruh terhadap suhu bawah permukaan.

c. Besar nilai skin depth sebesar 5.34204 m.

d. Besar simpangan (amplitude) suhu maksimum adalah 1.70425 ºC.

Page 15: LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA GUNUNG API.pdf

e. Nilai gradien thermal mengindikasikan faktor pengali untuk menentukan besar

keseluruhan gradient perubahan simpangan suhu pada saat pelaksanaan

percobaan

f. Nilai gradient thermal sebesar -0.0005.

8. DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2014. Dasar Teori Metode Suhu Panduan FGA 2014. Laboratorium

Geofisika FMIPA Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

9. LAMPIRAN

Gambar 1 Screenshot pengolahan data

Tabel 1 Data Awal yang telah dikonversi

DATA AWAL

WAKTU V1 V3 V4 V5

1:00 0.18 0.181 0.18 0.182

1:05 0.18 0.181 0.181 0.182

1:10 0.18 0.182 0.184 0.187

1:15 0.181 0.184 0.187 0.184

1:20 0.18 0.184 0.19 0.19

1:25 0.182 0.185 0.189 0.192

1:30 0.18 0.184 0.192 0.193

1:35 0.181 0.185 0.194 0.195

Page 16: LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA GUNUNG API.pdf

1:40 0.182 0.186 0.195 0.196

1:45 0.18 0.189 0.196 0.197

1:50 0.182 0.188 0.195 0.2

1:55 0.184 0.189 0.196 0.205

2:00 0.185 0.189 0.197 0.21

2:05 0.186 0.19 0.199 0.208

2:10 0.187 0.191 0.199 0.214

2:15 0.189 0.192 0.2 0.216

2:20 0.188 0.194 0.221 0.223

2:25 0.187 0.193 0.22 0.24

2:30 0.189 0.193 0.218 0.232

2:35 0.19 0.194 0.217 0.223

2:40 0.19 0.196 0.215 0.215

2:45 0.19 0.195 0.217 0.218

2:50 0.189 0.196 0.212 0.219

2:55 0.19 0.197 0.213 0.23

3:00 0.209 0.209 0.209 0.209

3:05 0.21 0.208 0.208 0.21

3:10 0.205 0.205 0.209 0.21

3:15 0.206 0.206 0.208 0.209

Page 17: LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA GUNUNG API.pdf

Tabel 2Konversi nilai voltase ke suhu

Konversi ke T (x 100)

T1 T3 T4 T5 RATA2

18 18.1 18 18.2 22.58462

18 18.1 18.1 18.2 18 18.2 18.4 18.7 18.1 18.4 18.7 18.4 18 18.4 19 19 18.2 18.5 18.9 19.2 18 18.4 19.2 19.3 18.1 18.5 19.4 19.5 18.2 18.6 19.5 19.6 18 18.9 19.6 19.7 18.2 18.8 19.5 20 18.4 18.9 19.6 20.5 18.5 18.9 19.7 21 18.6 19 19.9 20.8 18.7 19.1 19.9 21.4 18.9 19.2 20 21.6 18.8 19.4 22.1 22.3 18.7 19.3 22 24 18.9 19.3 21.8 23.2 19 19.4 21.7 22.3 19 19.6 21.5 21.5 19 19.5 21.7 21.8 18.9 19.6 21.2 21.9 19 19.7 21.3 23 20.9 20.9 20.9 20.9 21 20.8 20.8 21 20.5 20.5 20.9 21 20.6 20.6 20.8 20.9 20.7 20.7 20.8 20.9

Page 18: LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA GUNUNG API.pdf

Tabel 3 Prngurangan nilai suhu terhadap nilai rata-rata suhu

(Vx 100) - rata2

T1 T3 T4 T5 MAX

-4.58462 -4.48462 -4.58462 -4.38462 26.81538

-4.58462 -4.48462 -4.48462 -4.38462 -4.58462 -4.38462 -4.18462 -3.88462 -4.48462 -4.18462 -3.88462 -4.18462 -4.58462 -4.18462 -3.58462 -3.58462 -4.38462 -4.08462 -3.68462 -3.38462 -4.58462 -4.18462 -3.38462 -3.28462 -4.48462 -4.08462 -3.18462 -3.08462 -4.38462 -3.98462 -3.08462 -2.98462 -4.58462 -3.68462 -2.98462 -2.88462 -4.38462 -3.78462 -3.08462 -2.58462 -4.18462 -3.68462 -2.98462 -2.08462 -4.08462 -3.68462 -2.88462 -1.58462 -3.98462 -3.58462 -2.68462 -1.78462 -3.88462 -3.48462 -2.68462 -1.18462 -3.68462 -3.38462 -2.58462 -0.98462 -3.78462 -3.18462 -0.48462 -0.28462 -3.88462 -3.28462 -0.58462 1.415377 -3.68462 -3.28462 -0.78462 0.615377 -3.58462 -3.18462 -0.88462 -0.28462 -3.58462 -2.98462 -1.08462 -1.08462 -3.58462 -3.08462 -0.88462 -0.78462 -3.68462 -2.98462 -1.38462 -0.68462 -3.58462 -2.88462 -1.28462 0.415377 -1.68462 -1.68462 -1.68462 -1.68462 -1.58462 -1.78462 -1.78462 -1.58462 -2.08462 -2.08462 -1.68462 -1.58462 -1.98462 -1.98462 -1.78462 -1.68462 -1.88462 -1.88462 -1.78462 -1.68462 -1.78462 -1.88462 -1.58462 -1.58462 -2.28462 -2.28462 -1.68462 -1.48462 -2.18462 -2.38462 -1.48462 -1.38462 -2.18462 -2.08462 -1.38462 -1.48462

Page 19: LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA GUNUNG API.pdf

Tabel 4Pengolahan data akhir

((Vx 100) - rata2)/MAX

T1 T3 T4 T5

-0.17097 -0.16724 -0.17097 -0.16351

-0.17097 -0.16724 -0.16724 -0.16351

-0.17097 -0.16351 -0.15605 -0.14487

-0.16724 -0.15605 -0.14487 -0.15605

-0.17097 -0.15605 -0.13368 -0.13368

-0.16351 -0.15232 -0.13741 -0.12622

-0.17097 -0.15605 -0.12622 -0.12249

-0.16724 -0.15232 -0.11876 -0.11503

-0.16351 -0.14859 -0.11503 -0.1113

-0.17097 -0.13741 -0.1113 -0.10757

-0.16351 -0.14114 -0.11503 -0.09639

-0.15605 -0.13741 -0.1113 -0.07774

-0.15232 -0.13741 -0.10757 -0.05909

-0.14859 -0.13368 -0.10012 -0.06655

-0.14487 -0.12995 -0.10012 -0.04418

-0.13741 -0.12622 -0.09639 -0.03672

-0.14114 -0.11876 -0.01807 -0.01061

-0.14487 -0.12249 -0.0218 0.052782

-0.13741 -0.12249 -0.02926 0.022949

-0.13368 -0.11876 -0.03299 -0.01061

Tabel 5Tabel pengolahan data lanjutan

Maksimum 0.947791 0.899312 1 0.724039

Minimum -0.71543 -0.76391 -0.70425 -0.77883

Amplitudo 1.663225 1.663225 1.704246 1.502869

Ln Amplitudo 0.508758 0.508758 0.533123 0.407376

Kedalaman sensor (cm) 0 80 120 160

Tabel 6 Nilai Skin Depth dan Gradien Thermal

Amplitudo max (y) 1.704246

Skin depth y = 1.6997^0.0005x

nilai skin depth (x) 5.342039

gradien thermal -0.0005

Page 20: LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA GUNUNG API.pdf

Gambar 2 Gragik Amplitudo vs Kedalaman dan persamaan trendlinenya

Gambar 3 Grafik ln Amptudo vs Kedalaman dengan persamaan trendline linearnya

y = 1.6997e-5E-04x

1.45

1.5

1.55

1.6

1.65

1.7

1.75

0 50 100 150 200

Am

plit

ud

o

Kedalaman (cm)

Grafik Amplitudo vs Kedalaman

Series1 Expon. (Series1)

y = -0.0005x + 0.5304

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0 50 100 150 200

ln A

mp

litu

do

Kedalaman (cm)

Grafik ln Amplitudo vs Kedalaman

Series1 Linear (Series1)

Page 21: LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA GUNUNG API.pdf

Gambar 4Grafik Amplitudo Suhu vs Kedalaman Sensor beserta persamaan eksponensial trendline

y = 45.577e-5E-04x

40

41

42

43

44

45

46

47

0 50 100 150 200

Am

plit

ud

o S

uh

u (

ºC)

Kedalaman Sensor (cm)

Grafik Amplitudo Suhu vs Kedalaman