laporan pengawasan produksi bogor 2012

12

Click here to load reader

Upload: askar-sohoku

Post on 03-Jul-2015

626 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan pengawasan produksi bogor 2012

1

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kegiatan persuteraan alam merupakan kegiatan Agrokompleks yang berkembang di

Indonesia sejak tahun 1950-an. Kegiatan ini meliputi budidaya murbei dan pemeliharaan

ulat sutera di sektor hulu serta pengolahan pasca panen yakni benang sebagai produk akhir

pada sector hilir. Tahapan pengerjaannya yang relatife mudah serta melibatkan anggota

keluarga membuat usaha ini berkembang pesat pada saat itu dan memunculkan propinsi

Sulawesi selatan dan Jawa Barat sebagai sentra utama persuteraan alam di Indonesia. Di

samping masalah sosial, kondisi biofosok serta agroklimat di kedua wilayah tersebut

mendorong persuteraan alam tumbuh dan berkembang.

Awalnya, kegiatan persuteraan alam dilaksanakan secara mandiri oleh masyarakat

melalui pengetahuan dan teknologi yang sederhana. Telur ulat sutera di peroleh dengan

memproduksi sendiri bibit ulat sutera lokal seperti Lokal kuning (LK). Karena bibit tersebut

sifatnya multivoltine (dapat menetas sepanjang tahun) maka petani bisa menyesuaikan

timing produksi telur dengan jadwal pemeliharaan.Sebagai pakan ulat sutera, petani

menggunakan bibit murbei lokal seperti M.Lembang di jawa barat serta M. Nigra dan M.

Alba di Sulawesi selatan. Pada fase 1950 -1960 ini, kegiatan persuteraan alam

berkembang pesat bahkan tidak sedikitpraktisi persuteraan alamberanggapan bahwa fase

tersebut merupakan kejayaan sutera alam di Indonesia. Namun, memasuki awal dan

pertengahan 1970-an terjadi serangan pebrine massal di beberapa sentra persuteraan

alam di propinsi Sulawesi selatan seperti Soppeng, Wajo serta Enrekang. Penggunaan bibit

lokal termasuk proses produksinya di tengarai sebagai pemicu munculnya penyakit

Pebrine.Sejak saat itu, produksi kokon di Indonesia khususnya di Sulawesi selatan

mengalami penurunan.

Memasuki akhir 70-an serta tahun 80-an, Pemerintah dalam hal ini Kementerian

Kehutanan sudah mulai terlibat dalam kegiatan persuteraan alam melalui kerjasama

Page 2: Laporan pengawasan produksi bogor 2012

2

dengan Jepang. Untuk menghindari terulangnya munculnya penyakit pebrine secara

massal, maka pemerintah mulai memperkenalkan bibit Bivoltine yang berasal dari Jepang

yang lebih tahan terhadap penyakit di banding dengan bibit lokal.Tidak lama berselang,

Balai Persuteraan Alam yang merupakan kepanjangan tangan dari kementerian kehutanan

memperkenalkan bibit ulat sutera F1 yang diproduksi sendiri dan disebarkan kepada

masyarakat. Namun sejak dikeluarkannya Instruksi Menteri Kehutanan No. 02/Menhut-II/1986,

Kewenangan produksi telur ulat sutera F1 di serahkan ke pihak BUMN/swasta sedangkan Balai

Persuteraan alam sampai sekarang melakukan sertifikasi terhadap telur siap edar dari

produsen untuk memastikan agar telur ulat sutera F1 tersebut bebas penyakit serta

memonitor peredaran telur ulat sutera F1 di kalangan petani dan pengusaha.

Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah peredaran telur ulat sutera F1 di

propinsi Jawa Barat.Berdasarkan data Statistik Balai Persuteraan Alam tahun 2010,

penyerapan telur di wilayah bogor mencapai 44 Boks. Kondisi geografis serta agroklimaks

beberapa wilayah di kabupaten bogor seperti Ciapus, puncak memang sesuai untuk

pengembangan persuteraan alam. Untuk memastikan agar peredaran telur di Bogor

merupakan telur yang berasal dari produsen yang sebelumnya telah disertifikasi oleh Balai

Persuteraan Alam, maka perlu dilaksanakan kegiatan pengawasan termasuk pembinaan

pengadaan telur ulat sutera F1.

B. MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud kegiatan pengawasan dan pembinaan pengadaan dan pengedaran telur ulat

sutera adalah memastikan telur yang beredar di kalangan petani dan pengusaha di kota

bogor merupakan telur ulat sutera yang bersertifikat dan dari produsen yang telah

direkomendasikan sedangkan tujuannya adalah termonitornya jumlah telur ulat sutera F1

pada petani serta permasalahan – permasalah terkait dengan telur ulat sutera F1.

Page 3: Laporan pengawasan produksi bogor 2012

3

C. DASAR PELAKSANAAN KEGIATAN

Dasar pelaksanaan kegiatan ini adalah :

1. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) BA 29 Satker Balai Persuteraan Alam tahun

2012 Nomor : 0339/029-04.2.01/23/2012 tanggal 9 desember 2012

2. SPT Kepala Balai Persuteraan Alam No. 174/BPA-1/2012 tanggal November 2012

mengenai pelaksanaan Perjalanan Dians dalam rangka Pengawasan dan Pembinaan

Pengadaan dan Pengedaran Telur Ulat Sutera F1

Page 4: Laporan pengawasan produksi bogor 2012

4

II. PELAKSANAAN DAN METODOLOGI

A. WAKTU DAN TEMPAT

Kegiatan ini dilaksanakan selama 4 hari yakni pada tanggal 26 – 29 November 2012.

Tempat yang dikunjungi untuk melaksanakan kegiatan yakni :

1. Rumah sutera di Ciapus

2. Teaching farm Institut Pertanian Bogor di tamansari Bogor.

B. PELAKSANA KEGIATAN

Pelaksana kegiatan ini berdasarkan SPT Kepala Balai Persuteraan Alam No. 174/BPA-

1/2012 adalah :

1. Nama /NIP : Askar, S.Hut/19840201 200912 1 005

Jabatan : Calon PEH

Jabatan dalam Tim : Ketua Tim

2. Nama/NIP : Ety P.

Jabatan : Tenaga Honorer

Jabatan dalam Tim : Anggota

3. Nama/NIP : Irmawati, SP

Jabatan : Tenaga Honorer

Jabatan dalam Tim : Anggota

C. METODOLOGI

Metodologi pelaksanaan kegiatan ini adalah :

1. Mendatangi lokasi yang tercantum pada butir A pada Bab ini

2. Mengumpulkan data penyerapan telur ulat sutera F1 terhitung mulai awal tahun 2012

sampai kunjungan tim ke lokasi yang bersangkutan.

Page 5: Laporan pengawasan produksi bogor 2012

5

3. Mengidentifikasi sumber bibit ulat sutera F1, termasuk memeriksa keberadaan label

bibit bersertifikat pada kemasan yang masih ada.

4. Mengamati tujuan serta peruntukan bibit ulat F1

5. Menghimpun masalah yang berhubungan dengan telur ulat sutera F1 pada tahun 2012

dengan wawancara tidak terstruktur dengan petani/pengusaha di kedua lokasi

tersebut.

6. Mendokumentasikan kegiatan

7. Pelaporan.

Page 6: Laporan pengawasan produksi bogor 2012

6

III. HASIL PELAKSANAAN

A. TEACHING FARM IPB

Data yang di peroleh dari Teaching farm di Bogor adalah sebagai berikut :

No Sumber Jumlah (Boks) Pelaksanaan Pemeliharaan Hasil (Kg)

1 PPUS Candiroto 3 Maret - April 75

2 Cina 1 Juli 15

3 PPUS Candiroto 2 Juli - Agustus 50

4 Perhutani Soppeng 2 Oktober 60

B. RUMAH SUTERA CIAPUS

Data yang di peroleh dari Rumah Sutera di Bogor adalah sebagai berikut :

No Sumber Jumlah (Boks) Hakitate

1 PPUS Candiroto 1 08/01/12

2 PPUS Candiroto 3 21/01/12

3 PPUS Candiroto 1 06/02/12

4 PPUS Candiroto 3 21/02/12

5 PPUS Candiroto 1 06/03/12

6 PPUS Candiroto 1 21/03/12

7 PPUS Candiroto 1 06/04/12

8 PPUS Candiroto 1 22/04/12

9 PPUS Candiroto 1 06/05/12

10 PPUS Candiroto 1 21/05/12

11 PPUS Candiroto 2 06/05/12

12 PPUS Candiroto 1 21/06/12

13 PPUS Candiroto 1 06/07/12

14 PPUS Candiroto 1 16/07/12

Page 7: Laporan pengawasan produksi bogor 2012

7

15 PPUS Candiroto 2 24/08/12

16 Perum Soppeng 1 09/09/12

17 PPUS Candiroto 1 26/09/12

18 Perum Soppeng 1 11/10/12

19 BPA 2 17/10/12

20 Perum Soppeng 1 11/11/12

Page 8: Laporan pengawasan produksi bogor 2012

8

IV. PEMBAHASAN

Telur ulat sutera F1 di hasilkan dari persilangan induk/ras yang unggul. Sejak tahun 2011,

Pengada telur di Indonesia berjumlah tiga unit yakni Perum perhutani melalui PPUS Candiroto

serta KBM Perhutani Soppeng serta CV Masalangka yang memperoleh izin untuk mengimpor

telur cina. Untuk menjamin kesehatan bibit maka Bibit yang diproduksi oleh Perum Perhutani

disertifikasi oleh BPA sedangkan telur F1 impor dari cina harus menyertakan label bebas dari

penyakit pebrine dari negera asal. Telur F1 produksi perum perhutani satuannya boks dengan

perbutirnya berjumlah 25.000 sedangkan telur F1 Cina satuannya shet karena diletakkan di atas

kertas dengan perkiraan jumlah telur ulat sutera 35.000 – 40.000 butir/Shet.

A. TEACHING FARM IPB

Didirikan pada tahun 2004, Teaching farm menjadi sarana praktikum dan penelitian bagi

mahasiwa dan staf, dan juga pelatihan bagi petani dan pengusaha yang tertarik dengan

budidaya murbei dan ulat sutera serta teknologi pemintalan benang sutera. Teaching Farm

Sutera Alam memiliki demplot murbei seluas 4 ha, rumah ulat kecil 1 unit, rumah ulat

besar 1 unit, saung pelatihan, mess dan peralatan praktikum. Kegiatan yang dilakukan di

Teaching Farm Sutera Alam adalah pengolahan lahan dan budidaya murbei (penanaman,

pemupukan, penyiangan dan panen daun), serta budidaya ulat sutera yang meliputi :

persiapan alat, pembersihan dan desinfeksi ruangan dan alat, pemberian makan ulat pada

tiap instar, mengatur suhu dan kelembaban ruangan, desinfeksi waktu pemeliharan ulat,

mengatur pengokonan, memanen dan menyortir kokon. Penanggung jawab Teaching Farm

adalah Dr Clara Koesharto dari IPB.

Pada tahun 2012, kegiatan pemeliharaan ulat sutera telah dilaksanakan sebanyak 4 kali

(Hal.6).Sumber telur bervariasi mulai dari Perum Perhutani sampai telur F1 cina.berikut ini

di perbandingan ketiga jenis telur tersebut selama tahun 2012, berdasarkan data yang

diperoleh di teaching Farm

Page 9: Laporan pengawasan produksi bogor 2012

9

1. Bibit Perhutani Soppeng

Bibit perhutani Soppeng dipelihara pada Oktober 2012 dengan produksi sekitar 60 Kg

dengan umur ulat sutera sekitar 23 Hari. Sebenarnya pengelola Teaching Farm lebih

condong ke telur Ulat Sutera F1 Soppeng dibandingkan dengan Candiroto karena

menurut mereka disamping jumlah telurnya lebih banyak, ukuran kokonnya lebih besar

sehingga secara langsung berpengaruh terhadap Produksi yang dihasilkan. Namun,

telurF1Perhutani Soppeng yang bermasalah pada tahun 2011 membuat mereka pada

awal tahun 2012, berpaling ke Candiroto.

2. Bibit PPUS Candiroto

Meskipun sama – sama dikelola oleh Perhutani, namun jenis telur yang dikembangkan

oleh PPUS Candiroto berbeda dengan Soppeng. Mereka mengembangkan bibit jenis

C301 dan BS 102.Khusus untuk jenis C301 yang dipelihara, memeliki tingkat adaptasi

yang tinggi terhadap kondisi lingkungan termasuk rendahnya mortalitas karena

penyakit. Namun umur ulat yang pendek, (Umumnya berbeda 1 - 2 Hari bila

dibandingkan dengan Bibit F1 Soppeng) membuat kokon yang dihasilkan lebih kecil

sehingga produktivitas maupun rendemen benang yang dihasilkan lebih rendah bila

dikomparasikan dengan Telur Ulat sutera F1 Soppeng. Rata – rata produksi kokon yang

dihasilkan setiap pemeliharaan bibit dari PPUS Candiroto adalah 25 Kg.

3. Telur F1 Impor Cina

Pemeliharaan Telur F1 Cina dilakukan pada bulan juli sebanyak 1 boks namun hanya

menghasilkan 15 Kg Kokon. Rendahnya produksi kokon disebabkan penetasan yang

tidak seragam bahkan sampai 4 kali. Namun, kita tidak bisa membuat kesimpulan bahwa

Telur F1 Cina kurang bagus karena di waktu bersamaan di Sulawesi Selatan terjadi

peristiwa yang sama di mana di peroleh kurang lebih 60 boks di kabupaten Enrekang

telur Cina tidak menetas/Prosentase penetasan kurang. Berdasarkan informasi dari

pihak pengada, kesalahan terjadi pada pihak pengekspor (Cina) sehingga pihak produsen

cina waktu itu mengganti telur petani sutera di Kab.Enrekang untuk periode

Page 10: Laporan pengawasan produksi bogor 2012

10

pemeliharaan berikutnya.Dalam keadaan normal, telur F1 Impor cina bisa menghasilkan

35 – 40 Kg kokon.

B. RUMAH SUTERA (CV BATUGEDE)

CV.Batu Gede Sutera Alam (CV.BGSA) merupakan industri perorangan yang

bergerak dalam industri persuteraan alam dan lebih berorientasi pada kegiatan

agrowisata.CV.Batu Gede Sutera Alam berdiri sejak tahun 2000. Tujuan pertama industri ini

didirikan adalah untuk kebun percontohan di daerah Bogor yang bekerja sama dengan IPB.

Satu tahun didirikannya industri ini (tahun 2001) yaitu pada bulan Oktober dilakukan

persiapan lahan untuk penanaman tanaman murbei, sedangkan penanamannya dilakukan

pada bulan November dan Desember. Pada tahun 2002 telah diadakannya pemeliharaan

tanaman murbei,ditambah dengan pemeliharaan ulat besar untuk produksi kokon. Hasil

panen kokon dijual untuk PT. Indo Jado Sutera Pratama di daerah

Sukabumisebagaibahanbakupemintalanbenang. Namun pada tahun 2003 tepatnya bulan

Agustus PT. Indo Jado Sutera Pratama mengalami kebangkrutan sehingga CV. Batu Gede

Sutera Alam tidak dapat mengirim kembali hasil panen. Yang pada akhirnya hasil produksi

kokon diproses secara sendiri untuk dijadikan benang sutera. Untuk melaksanakan

kegiatan pemintalan maka pada tahun 2005 dibangun pabrik pemintalan dan pembelian

mesin-mesin pemintalan benang. Sekitar tahun 2006 usaha ini kemudian berubah menjadi

Agrowisata (Rumah Sutera), orientasi usaha pun beralih dari produksi menjadi wisata

dengan memperkenalkan proses – proses usaha persuteraan alam secara umum kepada

khalayak ramai dengan tetap mempertahankan aspek komersialisasi. Untuk menikmati

agrowisata sutera tentunya tidak gratis karena pengunjung harus membayar paket masuk

yang disediakan oleh pengelola.Telur yang diperoleh dari produsen kemudian ditetaskan

setelah melalui proses inkubasi, ulat sutera di pelihara di RUK (Rumah ulat kecil) dan

selanjutnya di pindahkan ke RUB (rumah ulat besar). Ketika ulat sutera telah menunjukkan

gejala akan mengokon, maka segera dipindahkan keruangan pengokonan. Proses

kemudian berlanjut ke pemintalan sampai pembuatan kain. Proses – proses inilah yang

coba ditampilkan pengelola rumah sutera kepada pengunjung.

Page 11: Laporan pengawasan produksi bogor 2012

11

Berdasarkan data yang diperoleh, sumber telur F1 untuk tahun 2011 berasal dari

PPUS Candiroto, Perum Perhutani Soppeng dan Bibit Adaptasi dari Balai Persuteraan Alam.

Total jumlah penyerapan telur sebelum tim BPA ke rumah sutera sejumlah 27 boks dengan

perincian telur F1 PPUS candiroto 23 Boks, telur F1 Soppeng 2 Boks dan Telur Adaptasi dari

BPA 2 Boks. Tidak jauh berbeda dengan teaching farm, sebenarnya pengelola lebih tertarik

dengan telur F1 Soppeng karena kokon yang dihasilkan lebih besar sehingga berpengaruh

terhadap produksi yang dihasilkan namun kondisi telur F1 Soppeng pada tahun 2011 dan

awal tahun 2012 yang rentang terhadap penyakit sehingga produksinya membuat

pengelola berpaling ke PPUS Candiroto. Setelah kondisi telur F1 Soppeng membaik,

pengelola kembali mendatangkan telur dari sana untuk dipelihara.

Page 12: Laporan pengawasan produksi bogor 2012

12

V. KESIMPULAN

1. Total jumlah penyerapan telur di Kab. Bogor sebelum SPT Pelaksanaan kegiatan ini

adalah 35 Boks.

2. Sumber bibit berasal dari produsen legal yang telah disertifikasi oleh BPA yakni PPUS

Candiroto, KBM Perhutani Kab. Soppeng maupun dari pihak swasta yang telah

memperoleh izin untuk mengimpor telur dari cina yakni CV Masalangka.