laporan pendahuluan apendisitis

23
LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS A. LANDASAN TEORITIS PENYAKIT 1. DEFINISI Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (94 inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan lumennya kecil, appendiks cenderung menjadi tersumbat dan rentan terhadap infeksi. (Brunner dan Sudarth, 2002). Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, Arief,dkk, 2007). Apendisitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen oleh fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen merupakan penyebab utama Apendisitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat terjadi karena parasit seperti Entamoeba histolytica, Trichuris trichiura, danEnterobius vermikularis (Ovedolf, 2006). Apendisitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis, karena struktur yang terpuntir, appendiks merupakan tempat

Upload: tiya-monica-baminda

Post on 27-Jan-2016

83 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

keperawatan

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS

LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS

A. LANDASAN TEORITIS PENYAKIT

1. DEFINISI

Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (94 inci),

melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks berisi makanan dan

mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan

lumennya kecil, appendiks cenderung menjadi tersumbat dan rentan terhadap infeksi.

(Brunner dan Sudarth, 2002).

Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan merupakan penyebab

abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki

maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30

tahun (Mansjoer, Arief,dkk, 2007).

Apendisitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen oleh fekalith

(batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen merupakan

penyebab utama Apendisitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat terjadi karena parasit

seperti Entamoeba histolytica, Trichuris trichiura, danEnterobius vermikularis (Ovedolf,

2006).

Apendisitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis, karena struktur yang

terpuntir, appendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri untuk berkumpul dan multiplikasi

(Chang, 2010)

Apendisitis merupakan inflamasi di apendiks yang dapt terjadi tanpa penyebab yang

jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses atau akibat terpuntirnya apendiks atau pembuluh

darahya (Corwin, 2009).

Page 2: LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS

2. ETIOLOGI

Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor prediposisi

yaitu:

a. Factor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi

karena:

Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.

Adanya faekolit dalam lumen appendiks

Adanya benda asing seperti biji-bijian

Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.

b. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus

c. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun (remaja

dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.

d. Tergantung pada bentuk apendiks:

Appendik yang terlalu panjang

Massa appendiks yang pendek

Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks

Kelainan katup di pangkal appendiks (Nuzulul, 2009)

3. KLASIFIKASI

Page 3: LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS

a. Apendisitis akut

Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut pada

dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi

dari apendiks.

Penyebab obstruksi dapat berupa :

Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.

Fekalit

Benda asing

Tumor.

Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi

tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer

sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi.

Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks

sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada dinding

apendiks.

Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi

dari organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.

b. Apendisitis Purulenta (Supurative Appendicitis)

Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan

terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis.

Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang

ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa

sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan

mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat

fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan,

nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif.

Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-

tanda peritonitis umum.

c. Apendisitis kronik

Page 4: LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS

Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat :

riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara

makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah apendektomi.

Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding

apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus

lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis kronik antara 1-

5 persen.

d. Apendissitis rekurens

Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri

berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil patologi

menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn apendisitis akut

pertama kali sembuh spontan. Namun, apendisitis tidak perna kembali ke bentuk

aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangn lagi

sekitar 50 persen. Insidens apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi yang

diperiksa secara patologik.

Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering

penderita datang dalam serangan akut.

e. Mukokel Apendiks

Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat

adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan fibrosa.

Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun jarang,mukokel

dapat disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa menjadi ganas.

Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut

kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat bila

terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah

apendiktomi.

f. Tumor Apendiks

Adenokarsinoma apendiks

Page 5: LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS

Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu

apendektomi atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi

regional, dianjurkan hemikolektomi kanan yang akan memberi harapan hidup yang

jauh lebih baik dibanding hanya apendektomi.

g. Karsinoid Apendiks

Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis

prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan patologi atas spesimen

apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid berupa

rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karena spasme bronkus,

dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid perut. Sel

tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala tersebut di atas.

Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa memberikan

residif dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai radikal. Bila spesimen

patologik apendiks menunjukkan karsinoid dan pangkal tidak bebas tumor, dilakukan

operasi ulang reseksi ileosekal atau hemikolektomi kanan

4. ANATOMI DAN FISIOLOGI

a. ANATOMI

Page 6: LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS

Appendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira

10 cm dan berpangkal pada sekum. Appendiks pertama kali tampak saat

perkembangan embriologi minggu ke delapan yaitu bagian ujung dari protuberans

sekum. Pada saatantenatal dan postnatal, pertumbuhan dari sekum yang berlebih akan

menjadi appendiks yang akan berpindah dari medial menuju katup ileocaecal.

Pada bayi appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkal dan menyempit

kearah ujung. Keadaan ini menjadi sebab rendahnya insidens Apendisitis pada usia

tersebut. Appendiks memiliki lumen sempit di bagian proksimal dan melebar pada

bagian distal. Pada appendiks terdapat tiga tanea coli yang menyatu dipersambungan

sekum dan berguna untuk mendeteksi posisi appendiks. Gejala klinik Apendisitis

ditentukan oleh letak appendiks. Posisi appendiks adalahretrocaecal (di belakang

sekum) 65,28%, pelvic (panggul) 31,01%, subcaecal (di bawah sekum) 2,26%, preileal

(di depan usus halus) 1%, dan postileal (di belakang usus halus) 0,4%, seperti terlihat

pada gambar dibawah ini.

Appendiks pada saluran pencernaan

Page 7: LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS

Anatomi appendiks Posisi Appendiks

b. FISIOLOGI

Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal

dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran

lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis Apendisitis.

Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh Gut Associated Lymphoid Tissue

(GALT) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendiks ialah

Imunoglobulin A (Ig-A). Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap

infeksi yaitu mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus, serta mencegah penetrasi

enterotoksin dan antigen intestinal lainnya. Namun, pengangkatan appendiks tidak

mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan sedikit sekali jika

dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan seluruh tubuh.

5. PATOFISIOLOGI

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh

hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat

peradangan sebelumnya, atau neoplasma.

Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami

bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding

apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan penekanan tekanan

intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang

Page 8: LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS

mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah

terjadi terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.

Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut

akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus

dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga

menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis

supuratif akut.

Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks

yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila

dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.

Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan

akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat

apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.

Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apediks lebih panjang, dinding

apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih

kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah

terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2007) .

6. MANIFESTASI KLINIK

1. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam ringan, mual,

muntah dan hilangnya nafsu makan.

2. Nyeri tekan local pada titik McBurney bila dilakukan tekanan.

3. Nyeri tekan lepas dijumpai.

4. Terdapat konstipasi atau diare.

5. Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum.

6. Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal.

7. Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau ureter.

8. Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis.

9. Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara

paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan.

10. Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai abdomen terjadi

akibat ileus paralitik.

11. Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien mungkin

tidak mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.

Page 9: LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS

Nama pemeriksaan Tanda dan gejala

Rovsing’s sign Positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan

pada kuadran kiri bawah dan timbul nyeri

pada sisi kanan.

Psoas sign atau Obraztsova’s

sign

Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian

dilakukan ekstensi dari panggul kanan. Positif

jika timbul nyeri pada kanan bawah.

Obturator sign Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan

dilakukan rotasi internal pada panggul. Positif

jika timbul nyeri pada hipogastrium atau

vagina.

Dunphy’s sign Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah

dengan batuk

Ten Horn sign Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi lembut

pada korda spermatic kanan

Kocher (Kosher)’s sign Nyeri pada awalnya pada daerah epigastrium

atau sekitar pusat, kemudian berpindah ke

kuadran kanan bawah.

Sitkovskiy (Rosenstein)’s sign Nyeri yang semakin bertambah pada perut

kuadran kanan bawah saat pasien

dibaringkan pada sisi kiri

Aure-Rozanova’s sign Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit

triangle kanan (akan positif Shchetkin-

Bloomberg’s sign)

Blumberg sign Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi

pada kuadran kanan bawah kemudian

dilepaskan tiba-tiba

7. KOMPLIKASI

Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis. Faktor

keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita meliputi

pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan diagnosa, menunda

Page 10: LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS

diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat melakukan penanggulangan.

Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas. Proporsi

komplikasi Apendisitis 10-32%, paling sering pada anak kecil dan orang tua. Komplikasi

93% terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun dan 40-75% pada orang tua. CFR komplikasi

2-5%, 10-15% terjadi pada anak-anak dan orang tua.43 Anak-anak memiliki dinding

appendiks yang masih tipis, omentum lebih pendek dan belum berkembang sempurna

memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua terjadi gangguan pembuluh

darah. Adapun jenis komplikasi diantaranya:

1. Abses

Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di

kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon

dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila

Apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum

2. Perforasi

Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar

ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit,

tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada

70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit,

panas lebih dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan

leukositosis terutamapolymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi

bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.

3. Peritononitis

Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya yang

dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada

permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas

peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya

cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan

oligouria. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri

abdomen, demam, dan leukositosis.

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium

Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP). Pada

pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara

Page 11: LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS

10.000-18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP

ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP adalah salah satu komponen

protein fase akut yang akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses

inflamasi, dapat dilihat melalui proses elektroforesis serum protein. Angka

sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan 90%.

2. Radiologi

Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed Tomography

Scanning(CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang pada

tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-

scan ditemukan bagian yang menyilang dengan fekalith dan perluasan dari

appendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Tingkat

akurasi USG 90-94% dengan angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan

92%, sedangkan CT-Scan mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan

sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-97%.

3. Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan infeksi

saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.

4. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa

peradangan hati, kandung empedu, dan pankreas.

5. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa adanya

kemungkinan kehamilan.

6. Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan

Barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk

kemungkinan karsinoma colon.

7. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti Apendisitis,

tetapi mempunyai arti penting dalam membedakan Apendisitis dengan obstruksi

usus halus atau batu ureter kanan.

9. PENATALAKSANAAN MEDIS

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis meliputi

penanggulangan konservatif dan operasi.

1. Penanggulangan konservatif

Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak

mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian

Page 12: LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS

antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita Apendisitis perforasi,

sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian

antibiotik sistemik

2. Operasi

Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka tindakan yang

dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan

appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan

perforasi. Pada abses appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).

3. Pencegahan Tersier

Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya komplikasi yang

lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi utama adalah infeksi

luka dan abses intraperitonium. Bila diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen

dicuci dengan garam fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan

perawatan intensif dan pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan

dengan besar infeksi intra-abdomen.

Page 13: LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS

10. WOC

Page 14: LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS

B. LANDASAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

WawancaraDapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya mengenai:

Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium

menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan

bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di

epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu.Sifat keluhan nyeri

dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu

yang lama. Keluhan yang menyertai biasanya klien mengeluh rasa mual

dan muntah, panas.

Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah.

kesehatan klien sekarang.

Diet,kebiasaan makan makanan rendah serat.

Kebiasaan eliminasi.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit ringan/sedang/berat.

Sirkulasi : Takikardia.

Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.

Aktivitas/istirahat : Malaise.

Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.

Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau

tidak ada bising usus.

Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus,

yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat

karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran

kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.

Demam lebih dari 38oC.

Data psikologis klien nampak gelisah.

Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.

Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita

merasa nyeri pada daerah prolitotomi.

Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Page 15: LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS

Pre operasi

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi (distensi jaringan

intestinal oleh inflamasi)

b. Perubahan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan penurunan

peritaltik.

c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah.

d. Cemas berhubungan dengan akan dilaksanakan operasi.

Post operasi

a. Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi post operasi

appenditomi).

b. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (insisi post

pembedahan).

c. Defisit self care berhubungan dengan nyeri.

d. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

b.d kurang informasi.

Page 16: LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS

DAFTAR PUSTAKA

Elizabeth, J, Corwin. (2009). Biku saku Fatofisiologi, EGC, Jakarta.

Fatma. (2010). Askep Appendicitis. Diakses http://fatmazdnrs.blogspot.com/2010/08/askep-

appendicitis.html pada tanggal 13 Desember 2015.

Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA

Intervention Project, Mosby.

Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FKUI

Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition,

IOWA Intervention Project, Mosby.

Nuzulul (2009). Askep Appendicitis. Diakses

http://nuzulul.fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35840-Kep%20 .Tanggal 13 Desember

2015.

NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.

Smeltzer, Bare (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & suddart. Edisi 8.

Volume 2. Jakarta, EGC