laporan pendahluan

63
LAPORAN PENDAHULUAN (LP) HALUSINASI A. Kasus (Masalah Utama) 1. Pengertian Halusinasi adalah distorsi persepsi yang salah yang terjadi ketika respon neurobiologis maladaptif. Pasien biasa umumnya mengalami distorsi sensorik sebagai keadaan nyata dan meresponnya dengan sesuai. Namun, pada kasus halusinasi, tidak ada yang dapat diidentifikasi baik stimulus eksternal atau internal (Stuart, 2013). Halusinasi adalah persepsi yang tanpa dijumpai adanya rangsangan dari luar. Walaupun tampak sebagai sesuatu yang “khayal”, halusinasi sebenarnya merupakan bagian dari kehidupan mental penderita yang “teresepsi” (Yosep, 2010) Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai halusinasi di atas, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata. 2.Tanda dan Gejala Data objektif dapat perawat kaji dengan cara mengobservasi perilaku pasien, sedangkan data subjektif dapat perawat kaji dengan melakukan wawancara dengan pasien. Melalui data ini perawat dapat mengetahui isi halusinasi pasien. Data Objektif :

Upload: lisna-mcdlove-djdanger

Post on 15-Apr-2016

218 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

adds

TRANSCRIPT

Page 1: LAporan Pendahluan

LAPORAN PENDAHULUAN (LP)HALUSINASI

A. Kasus (Masalah Utama)1. Pengertian

Halusinasi adalah distorsi persepsi yang salah yang terjadi ketika

respon neurobiologis maladaptif. Pasien biasa umumnya mengalami distorsi

sensorik sebagai keadaan nyata dan meresponnya dengan sesuai. Namun,

pada kasus halusinasi, tidak ada yang dapat diidentifikasi baik stimulus

eksternal atau internal (Stuart, 2013).

Halusinasi adalah persepsi yang tanpa dijumpai adanya rangsangan

dari luar. Walaupun tampak sebagai sesuatu yang “khayal”, halusinasi

sebenarnya merupakan bagian dari kehidupan mental penderita yang

“teresepsi” (Yosep, 2010)

Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai

halusinasi di atas, maka penulis  mengambil kesimpulan bahwa halusinasi

adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap lingkungan tanpa ada

stimulus atau rangsangan yang nyata.

2. Tanda dan Gejala

Data objektif dapat perawat kaji dengan cara mengobservasi

perilaku pasien, sedangkan data subjektif dapat perawat kaji dengan

melakukan wawancara dengan pasien. Melalui data ini perawat dapat

mengetahui isi halusinasi pasien.

Data Objektif :

- Bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab,

memalingkan muka ke arah telinga seperti mendengar sesuatu,

menutup telinga, menunjuk-nunjuk kearah tertentu, ketakutan pada

sesuatu yang tidak jelas, mencium sesuatu seperti sedang

membaui bau-bauan tertentu, menutup hidung, sering meludah

meludah, muntah menggaruk-garuk permukaan kulit.

Data Subyektif :

- Mendengar suara-suara atau kegaduhan, mendengar suara yang

mengajak, bercakap-cakap, mendengar suara menyuruh

melakukan sesuatu yang berbahaya, melihat bayangan, sinar,

Page 2: LAporan Pendahluan

bentuk geometris, bentuk kartun, melihat hantu atau monster,

mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, merasa takut

atau senang dengan halusinasinya, mengatakan sering mendengar

sesuatu pada waktu tertentu saat sedang sendirian, mengatakan

sering mengikuti isi perintah halusinasi.

3. Jenis Halusinasi

Menurut (Stuart, 2013) jenis halusinasi antara lain:

1. Halusinasi pendengaran (auditory)

Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, terutama

mendengar suara orang, biasanya klien mendengar suara orang

yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan

memerintahkan untuk melakukan sesuatu, bahkan kadang-kadang

berbahaya.

2. Halusinasi penglihatan (Visual)

Karakteristik ditandai dengan adanya stimulus penglihatan

dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran geometric, gambar

kartun/ panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan biasanya

menyenangkan atau menakutkan.

3. Halusinasi penghidu (olfactory)

Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau

yang menjijikan seperti : darah, urine atau feses. Kadang-kadang

tercium bau yang harum. Biasanya berhubungan dengan stroke,

tumor, kejang, dan demensia.

4. Halusinasi pengecap (gustatory)

Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk,

amis dan menjijikan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah,

urin dan feses.

5. Halusinasi peraba (tactile)

Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak

tanpa stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik

datang dari tanah, benda mati atau orang lain.

Page 3: LAporan Pendahluan

6. Halusinasi cenesthetic

Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti

darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau

pembentukan urine.

7. Halusinasi kinesthetic

Karakteristik ditandai dengan merasakan pergerakan sementara

berdiri tanpa bergerak.

B. Proses Terjadinya Masalah1. Konsep Dasar

Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsangan

apapun pada panca indera seorang klien, yang terjadi dalam keadaan

sadar/bangun, dasarnya mungkin organic, fungsional, psikotik,

ataupun histerik (Maramis, 1994).

Tahapan halusinasi meliputi beberapa tahap yaitu :

a. Tahap I (Conforting)

- Memberikan rasa nyaman

- Tingkat ansietas sedang

- Secara umum halusinasi merupakan suatu kesenagan

- Karakteristik :

Mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah dan

ketakutan

Menbcoba berfokus pada pikiran yang dapat

menghilangkan ansietas

Pikiran dan pengalaman sensori masih ada dalam kontrol

kesadaran non psikotik.

- Prilaku Klien :

Tersenyum, tertawa sendiri

Menggerakkan bibir tanpa suara

Pergerakan mata yang cepat

Respon verbal yang lambat

Diam dan berkonsentrasi

b. Tahap II (Comdemning)

- Menyalahkan

- Tingkat kecemasan berat

Page 4: LAporan Pendahluan

- Secara umum halusinasi menyebabkan rasa antipati

- Karakteristik :

Pengalaman sensori menakutkan

Merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut

Mulai merasa kehilangan kontrol

Menarik diri dari orang lain, non psikotik

- Prilaku klien :

Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan TD

Perhatian dengan lingkungan berkurang

Konsentrasi terhadap pengalaman sensorinya

Kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan

realitas

c. Tahap III (Controling)

- Mengontrol

- Tingkat kecemasan berat

- Pengalaman halusinasi tidak dapat ditolak lagi

- Karakteristik :

Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya

Isi halusinasi menjadi atraktif

Kesepian bila pengalaman sensori berakhir, psikotik.

- Perilaku Klien :

Prilaku halusinasi ditaati

Sulit berhubungan dengan orang lain

Perhatian terhadap lingkungan berkurang, hanya

beberapa detik

Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat tampak

tremor dan berkeringat.

d. Tahap IV (Conquering)

- Klien sudah dikuasai oleh halusinasi

- Klien Panik

- Prilaku klien :

Prilaku panik

Resiko tinggi menciderai

Agitasi atau kataton

Tidak mampu berespon terhadap lingkungan

Page 5: LAporan Pendahluan

2. Pohon Masalah

Resiko perilaku kekerasan

(diri sendiri, orang lain, lingkungan,

dan verbal)

Effect

                                 

Isolasi sosial

Causa

                                3. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji

a. Identitas klien

Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan,

agama, tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal

pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.

b. Keluhan utama

Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien

dan keluarga datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga

untuk mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.

c. Faktor predisposisi

Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah

mengalami gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau

Gangguan persepsi sensori:

halusinasi

Core Problem

Page 6: LAporan Pendahluan

mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan,

kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan

pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.

d. Aspek fisik/biologis

Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu,

Pernafasan, TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.

e. Aspek psikososial

- Genogram yang menggambarkan tiga generasi

- Konsep diri

- Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam

kehidupan, kelompok, yang diikuti dalam masyarakat

- Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah

f. Status mental

Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas

motorik klien, afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi,

proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat

konsentrasi, dan berhitung.

g. Kebutuhan persiapan pulang

- Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan

alat makan kembali.

- Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan

WC serta membersihkan dan merapikan pakaian.

- Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.

- Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.

- Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah

diminum.

h. Mekanisme koping

Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik

dengan stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan

Page 7: LAporan Pendahluan

persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang

lain.

i. Masalah psikososial dan lingkungan

Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok,

lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan

kesehatan.

j. Pengetahuan

Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam

masalah.

k. Aspek medik

l. Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy

farmakologi, psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.

m. Daftar masalah keperawatan

- Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

- Perubahan sensori perseptual : halusinasi

- Isolasi sosial : menarik diri

C. Analisa data

NO DATA SUBYEKTIF DATA OBYEKTIF1.

2.

Klien mengatakan melihat atau

mendengar sesuatu.

Klien tidak mampu mengenal

tempat, waktu, orang

Klien mengatakan merasa

kesepian.

Klien mengatakan tidak dapat

berhubungan sosial.

Tampak bicara dan ketawa

sendiri.

Mulut seperti bicara tapi

tidak keluar suara.

Berhenti bicara seolah

mendengar atau melihat

sesuatu. Gerakan mata

yang cepat.

Tidak tahan terhadap

Page 8: LAporan Pendahluan

3.

4.

Klien mengatakan tidak berguna.

Klien mengungkapkan takut.

Klien mengungkapkan apa yang

dilihat dan didengar mengancam

dan membuatnya takut.

Mengungkapkan perasaan kesal

atau marah, keinginan untuk

melukai diri sendiri, orang lain dan

lingkungan, klien suka membentak

dan menyerang orang lain

kontak yang lama.

Tidak konsentrasi dan

pikiran mudah beralih saat

bicara.

Tidak ada kontak mata.

Ekspresi wajah murung,

sedih.

Tampak larut dalam pikiran

dan ingatannya sendiri.

Kurang aktivitas.

Tidak komunikatif.

Wajah klien tampak tegang,

merah.

Mata merah dan melotot.

Rahang mengatup.

Tangan mengepal.

Mondar mandir.

D. Diagnosa Diagnosa keperawatan yang dapat ditarik dari pohon masalah tersebut

adalah :

1. Gangguan persepsi sosial: Halusinasi

2. Isolasi sosial: Menarik Diri

3. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

E. Rencana Tindakan Keperawatan1. Tindakan keperawatan untuk klien

a. Tujuan tindakan untuk klien meliputi:

- Klien mengenali halusinasi yang dialaminya.

- Klien dapat mengontrol halusinasinya.

- Klien mengikuti program pengobatan secara optimal.

b. Tindakan keperawatan

Page 9: LAporan Pendahluan

1) Membantu pasien halusinasi, Membantu klien halusinasi

dengan cara melakukan diskusi dengan klien tentang isi,

waktu, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul, dan

respon klien saat halusinasi muncul.

2) Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara:

a) Menghardik (mengusir) halusinasi

Merupakan upaya mengendalikan diri terhadap

halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang muncul.

Klien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi

yang muncul atau tidak mempedulikan halusinasinya, tahap

tindakan meliputi:

- Menjelaskan cara menghardik halusinasi

- Memperagakan cara menghardik halusinasi

- Meminta pada klien untuk memperagakan ulang

- Membantu penerapan cara ini, menguatkan perilaku

Klien.

b) Bercakap-cakap dengan orang lain

Mengontrol halusinasi dapat juga dengan bercakap-

cakap dengan orang lain, maka maka terjadi distraksi

fokus. Perhatian klien akan beralih dari halusinasi ke

percakapan yang dilakukan dengan orang lain tersebut.

c) Melakukan aktivitas yang terjadwal

Untuk mengurangi risiko halusinasi muncul lagi adalah

dengan menyibukkan diri dengan aktivitas yang teratur.

Dengan aktivitas yang terjadwal klien tidak akan mengalami

waktu luang sendiri yang sering kali mencetuskan

halusinasi.

Tahap-tahap intervensinya sebagai berikut:

- Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk

mengatasi halusinasi.

- Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh

klien.

- Melatih klien melakukan aktivitas.

- Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari-sesuai dengan

aktivitas yang telah dilatih.

Page 10: LAporan Pendahluan

- Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan: memberikan

penguatan terhadap perilaku klien yang positif.

d) Menggunakan obat secara teratur

Untuk mampu mengontrol halusinasiklien juga harus

dilobi untuk menggunakan obat secara teratur sesuai

dengan program. Pasien gangguan jiwa yang dirawat

dirumah seringkali mengalami putus obat sehingga pasien

mengalami kekambuhan.bila kekambuhan terjadi maka

untuk mencapai kondisi seperti semula akan lebih sulit.

Berikut tindakan keperawatan agar pasien patuh

menggunakan obat:

- Jelaskan pentingnya penggunaan obat pada gangguan

jiwa.

- Jelaskan akibat bila obat tidak digunakan sesuai

program.

- Jelaskan akibat putus obat.

- Jelaskan cara mendapatkan obat.

- Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5

benar: benar obat, pasien, cara, waktu dan dosis.

(Tim MPKP RSJ, 2008).

2. Tindakan Keperawatan untuk Keluarga

a. Tujuan tindakan untuk keluarga meliputi:

- Keluarga mampu mengenal klien halusinasi di rumah

- Keluarga mampu merawat klien halusinasi dirumah

- Keluarga mampu mengontrol klien halusinasi di rumah

b. Tindakan keperawatan

- Memberikan pendidikan kesehatan tentang pengertian

halusinasi, jenis halusinasi yang dialami pasien, tanda

dan gejala halusinasi dan cara- cara merawat klien

halusinasi

- Melatih keluarga untuk mempraktekkan merawat klien

langsung di depan klien ( Berikan kesempatan kepada

keluarga untuk memperagakan cara merawat pasien

halusinasi langsung di depan pasien ).

Page 11: LAporan Pendahluan

3. Pemberian Psikofarmakotherapi

Gejala halusinasi sebagai salah satu gejala psikotik / skizifrenia

biasanya diatasi menggunakan obat-obatan antipsikotik (Maramis,

1994) antara lain:

Golongan gutifenon: Haloperidol, haldol, serence, ludomer,.

Pada kondisi akut bisanya diberikan dalam bentuk injeksi cukup

3 x 24 jam. Setelah itu biasanya klien diberikan dosis peroral 3 x

5 mg.

Golongan Fenotiazin: Chlorpromazin / largactile / promagtile,

biasanya diberikan peroral. Kondisi akut biasanya diberikan 3 x

100 mg pada malam hari saja.

Obat-obatan antipsikotik seringkali menimbulkan efek samping

mengantuk, tremor, mata melihat keatas, kaku otot, otot bahu

tertarik sebelah, hipersalivasi, pergerakan otot tak terkendali,

untuk mengatasi hal ini biasanya dokter memberikan obat anti

parkinsonisme yaitu: tryhexyphenidele 3 x 2 mg. yang sangat

perlu diperhatikan apabila terjadi gejala-gejala yang dialami oleh

klien tidak berkurang maka perlu diteliti apakah betul-betul

diminum atau tidak, maka dari itu keluarga perlu untuk

dijelaskan tentang pentingnya memonitor penggunaan obat

klien. Jika ada gejala-gejala yang tidak biasa minta kepada

keluarga untuk menghubungi puskesmas terdekat.

LAPORAN PENDAHULUAN (LP)RESIKO PERILAKU KEKERASAN

A. Kasus (masalah utama)

Page 12: LAporan Pendahluan

1. Pengertian

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang

melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik

kepada diri sendiri maupun orang lain. Sering di sebut juga gaduh

gelisah atau amuk di mana seseorang marah berespon terhadap suatu

stressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2007).

Perilaku kekerasan merupakan suau bentuk perilaku yang

bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis

(Budi Ana Keliat, 2005).

Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan

untuk  melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak

menginginkan datangnya tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008).

2. Tanda dan Gejala

Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala

perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:

a. Fisik

Muka merah dan tegang

Mata melotot/ pandangan tajam

Tangan mengepal

Rahang mengatup

Postur tubuh kaku

b. Verbal

Bicara kasar

Suara tinggi, membentak atau berteriak

Mengancam secara verbal atau fisik

Mengumpat dengan kata-kata kotor

Suara keras

c. Perilaku

Melempar atau memukul benda/orang lain

Menyerang orang lain

Melukai diri sendiri/orang lain

Merusak lingkungan

Amuk/agresif

d. Emosi

Page 13: LAporan Pendahluan

Tidak adekuat

Tidak aman dan nyaman

Rasa terganggu, dendam dan jengkel

Tidak berdaya

Bermusuhan

Intelektual

Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan,

sarkasme.

e. Spiritual

Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat

orang lain,  menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan

kasar.

f. Sosial

Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan,

sindiran.

g. Perhatian

Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

3. Jenis Perilaku Kekerasan

a. Verbal

Perilaku kekerasan verbal adalah perilaku melukai seseorang

dengan kata-kata yang diucapkannya.

b. Fisik

Perilaku kekerasan fisik adalah perilaku melukai seseorang

dengan cara mencedarai orang lain atau merusak lingkungan.

B. Proses Terjadinya Masalah1. Konsep Dasar

Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang

bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis.

Berdasarkan definisi ini maka perilaku kekerasan dapat dilakukan

secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.

Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu saat sedang

berlangsung kekerasan atau riwayat perilaku kekerasan (Keliat, 2006).

Rentang Respon Perilaku kekerasan yaitu sebagai berikut

Page 14: LAporan Pendahluan

Respon Adaptif Respon

Maladaptif

Keterangan

Adaptif : mempu menyatakan rasa marah tanpa menyakiti orang lain

Frustasi : merasa gagal mencapai tujuan disebabkan tujuan yang

tidak realistis

Pasif : diam saja karena merasa tidak mampu mengungkapkan

perasaan yang sedang dialami

Agresif : Tindakan destruktif terhadap lingkungan yang masih

terkontrol

Amuk : tindakan destruktif, permusuhan yang kuat dan tidak

terkontrol

Perilaku kekerasan disebabkan kerena beberapa faktor yaitu sebagai

berikut:

1. Faktor Presdiposisi

a. Psikologis

Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang

kemudian dapat timbul agresif atau perilaku

kekerasan,contohnya : pada masa anak-anak yang mendapat

perilaku kekerasan cenderung saat dewasa menjadi pelaku

perilaku kekerasan

b. Perilaku

Kekerasan didapat pada saat setiap melakukan sesuatu maka

kekerasan yang diterima sehingga secara tidak langsung hal

tersebut akan diadopsi dan dijadikan perilaku yang wajar.

c. Sosial Budaya

Budaya yang pasif – agresif dan kontrol sosial yang tidak pasti

terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah

kekerasan adalah hal yang wajar.

Asertif

Prustasi Pasif Agresif Amuk

Page 15: LAporan Pendahluan

d. Bioneurologis

Beberapa berpendapat bahwa kerusaka pada sistem limbik,

lobus frontal, lobus temporal, dan ketidakseimbangan

neurotransmitter ikut menyumbang terjadi perilaku kekerasan.

2. Faktor Presipitasi

Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan

sering kali berkaitan  dengan (Yosep, 2009):

a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan  eksistensi diri atau simbol

solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola,

geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.

b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi

sosial ekonomi.

c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga

serta tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah

cenderung melalukan

kekerasan dalam menyelesaikan konflik.

d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan

ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.

e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan

obat dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya

pada saat menghadapi rasa frustasi.

f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan

pekerjaan, perubahan tahap perkembangan, atau perubahan

tahap perkembangan keluarga.

2. Pohon Masalah

Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkunganEFEK

Page 16: LAporan Pendahluan

Perilaku Kekerasan

Gangguan konsep diri, Harga diri rendah

Koping individu inefektif

Penolakan/duka disfungsional/kehilangn

3. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji

a. Identitas klien

Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan,

agama, tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal

pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.

b. Keluhan utama

Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan

keluarga datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga

untuk mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.

c. Faktor predisposisi

Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami

gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau

mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari

lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal.

Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social

budaya.

d. Aspek fisik/biologis

Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu,

Pernafasan, TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.

e. Aspek psikososial

Genogram yang menggambarkan tiga generasi

Konsep diri

Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam

kehidupan, kelompok, yang diikuti dalam masyarakat

Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah

f. Status mental

CORE

CAUSA

Page 17: LAporan Pendahluan

Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas

motorik klien, afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi,

proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat

konsentrasi, dan berhitung.

g. Kebutuhan persiapan pulang

Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan

lat makan kembali.

Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan

WC serta membersihkan dan merapikan pakaian.

Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.

Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.

Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah

diminum.

h. Mekanisme koping

Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia

artinya di mata masyarakat untuk suatu dorongan yang

mengalami hambatan penyalurannya secara normal.

Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan

kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan

kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah

untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.

Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya

atau keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang

wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai

perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik

menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu,

mencumbunya.

Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau

membahayakan masuk ke alam sadar. Misalnya seseorang

anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak

disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang

diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua

merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan,

sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia

dapat melupakannya.

Page 18: LAporan Pendahluan

Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila

diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku

yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan.

Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan

memperlakukan orang tersebut dengan kasar.

Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan

biasanya bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu

berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan

emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia

baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena

menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain

perang-perangan dengan temannya.

i. Masalah psikososial dan lingkungan

Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok,

lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan

kesehatan.

j. Pengetahuan

Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam

masalah.

k. Aspek medik

Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy

farmakologi, psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.

C. Analisa Data

NO DATA SUBYEKTIF DATA OBYEKTIF1.

1 Mengungkapkan perasaan kesal atau marah,

Wajah klien tampak

tegang, merah.

Page 19: LAporan Pendahluan

2.

2

3.

keinginan untuk melukai diri sendiri, orang lain

dan lingkungan, klien suka membentak dan

menyerang orang lain

Sulit tidur, merasa tidak berarti, merasa tidak

berguna, merasa tidak mempunyai

kemampuan positif, merasa menilai diri

negatif, kurang konsentrasi, merasa tidak

mampu melakukan apapun

Mata merah dan

melotot.

Rahang mengatup.

Tangan mengepal.

Mondar mandir.

Lebih banyak diam,

mengkritik orang lain,

D. Diagnosa Keperawatan1. Perilaku Kekerasan

2. Harga diri rendah

E. Rencana Tindakan KeperawatanSP 1 Pasien

1. Mendiskusikan penyebab PK

2. Mendiskusikan akibat PK

3. Melatih pasien mencegah PK dengan cara fisik: tarik nafas dalam

4. Melatih cara sosial untuk mengekspresikan marah

5. Melatih cara spritual untuk mencegah PK.

6. Mendiskusikan manfaat obat

7. Menjelaska kerugian jika tidak patuh minum obat

SP 2 Pasien

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien

2. Melatih mengontrol PK dengan cara minum obat

3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

SP 3 pasien

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien

2. Melatih pasien mengontrol PK dengan cara verbal

3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

Page 20: LAporan Pendahluan

SP 4 Pasien

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien

2. Melatih pasien mengontrol PK dengan cara spiritual

3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

LAPORAN PENDAHULUAN (LP)ISOLASI SOSIAL

A. Kasus (Masalah Utama)

Page 21: LAporan Pendahluan

1. Pengertian

Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu atau

kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk

meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk

membuat kontak (Carpenito, 2008).

Isolasi sosial adalah suatu sikap individu menghindari diri

dari interaksi dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilanngan

hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi

perasaan, pikiran, prestasi, atau kegagalan (Yosep, 2009, hlm.229).

Isolasi sosial adalah keadaan ketika seorang individu

mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu

berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. (Keliat dan Kemat, 2009,

hlm. 93).

2. Tanda dan Gejala

1. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.

2. Menghidar dari orang lain (menyendiri)

3. Klien tampak memisahkan diri dari orang lain misalnya pada saat

makan.

4. Tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri.

5. Komunikasi kurang / tidak ada.

6. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain / perawat.

7. Tidak ada kontak mata : klienlebih sering menunduk.

8. Mengurung diri di kamar / tempat terpisah, klien kurang dalam

mobilitas.

9. Menolak berhubungan dengan orang lain.

10. Tidak melakukan kegiatan sehari-hari, artinya perawatan diri

dan kegiatan rumah tangga sehari-hari tidak dilakukan.

3. Jenis Isolasi Sosial

1. Isolasi ruang; dapat dipaksakan dari luar dengan meniadakan

kontak seperti yang terjadi ketika seseorang dikucilkan dari

pergaulan komunitasnya atau dipenjarakan.

Page 22: LAporan Pendahluan

2. Isolasi organik; gejala keterasingan yang disebabkan bukan

karena ketiadaan kontak yang dipaksakan dari luar, melainkan

karena ketiadaan kontak yang disebabkan karena kecacatan

individu seperti kebutaab dan ketulian.

B. Proses Terjadinya Masalah1. Konsep Dasar

Isolasi sosial adalah perilaku menghindari interaksi dengan

orang lain dan berhubungan dengan orang lain (Rowlins, 1993).

Perilku menarik diri disebabkan oleh perasaan tidak berharga, banyak

masalah, ketegangan, kekecewaan dan kecemasan. Akibat menarik

diri pasien cepat mengalami perasaan sensori persepsi, halusinasi

yang akan berakibat mencederai diri sendiri, orang lain maupun

lingkungan. Adapun penyebab dari menarik diri adalah harga diri

rendah (Stuart dan Sundeen, 1995).

Mekanisme koping yang sering dilakukan oleh pasien menarik

diri adalah regresi. Regresi dapat mempengaruhi keseluruhan atau

sebahagian kepribadian yang dapat menimbulkan bermacam-macam

perilaku antara lain : gangguan asosiasi pembicaraan, austistik,

perilaku kekanak-kanakan dan gejala katatonik lainnya. Pasien mula-

mula “merasa rendah dirinya, tidak berharga lagi dan tidak berguna,

sehingga tidak aman dalam membina hubungan dengan orang lain,

pasien dengan perilaku menarik diri biasanya berasal dari keluarga

yang penuh permasalahan. Ketegangan dan kecemasan yang tidak

menjamin/ mengembangkan kehangatan emosional dalam hubungan

yang positif dengan orang lain. Akibatnya pasien tidak dapat

membantu kuantitas diri, penghayatan diri dan kurang mampu

mengembangkan dan mempelajari cara berhubungan dengan orang

lain yang dapat menumbuhkan rasa aman pada pasien dan perilaku

menarik diri. Keadaan ini terjadi karena pada masa perkembangan

sebelumnya pasien tidak dapat mengidentifikasi dari orang tua jenis

yang sama, sehingga pasien merasa takut tak diterima bila mencintai

orang lain. Pasien memerlukan usaha-usaha melindungi diri.

Sehingga ia merasa pasif dan berkepribadian kaku. Pasien tidak mau

Page 23: LAporan Pendahluan

mencari penyebab dan bersaha menyesuaikan diri dengan kenyataan,

tetapi ia mengembangkan rasionalisasi dan menghamburkan realitas.

Isolasi sosial dapat disebabkan oleh beberapa faktor berikut :

1. Faktor Predis Posisi

Beberapa faktor pendukung yang dapat menyebabkan isolasi sosial

adalah :

a. Faktor Perkembangan

Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan

dari ibu / pengasuh kepada bayi akan memberikan rasa tidak

aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya.

b. Faktor komunikasi dalam keluarga

Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi

untuk mengembangkan gangguan tingkah laku. Sikap

bermusuhan / hostilitas. Sikap mengancam dan menjelek –

jelekkan anak. Ekspresi emosi yang tinggi. Orang tua atau

anggota keluarga sering berteriak, marah untuk persoalan kecil /

spele, sering menggunakan kekerasan fisik untuk mengatasi

masalah, selalu mengkritik, mengkhayalkan, anak tidak diberi

kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya tidak memberi

pujian atas keberhasilan anak .

c. Faktor sosial budaya

Isolasi sosial atau mengasingkan diri lingkungan merupakan

faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan.

Contoh : Individu yang berpenyakit kronis, terminal,

menyandang cacat atau lanjut usia. Demikianlah kebudayaan

yang mengizinkan seseorang untuk tidak keluar ruman (pingit)

dapat menyebabkan isolasi sosial.

d. Faktor biologi

Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan

jiwa, insiden tertinggi skizofrenia di temukan pada keluarganya

yang anggota keluarga menderita skizofrenia.

2. Faktor Presipitasi

Stresor presipitas terjadi isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor

Internal maupun eksternal meliputi.

Page 24: LAporan Pendahluan

a. Stressor sosial budaya

Stressor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam

berhubungan, terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti :

perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai kehilangan

pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat

dirumah sakit atau dipenjara . 

b. Stressor Giokimic

Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik serta

traktus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia

c. Stressor biologic dan lingkungan sosial

Beberapa penelitian membuktikan bahwa kasus skizofrenia

sering terjadi akibat interaksi antara individu, lingkungan,

maupun biologis.

d. Stressor psikologis

Kecemasan yang tertinggi akan menyebabkan menurunya

kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain.

Ego pada klien psikotik mempunyai kemampuan terbatas untuk

mengatasi stres. Hal ini berkaitan dengan adanya masalah

serius antara hubungan ibu dan anak pada fase sinibiotik

sehingga perkembangan psikologis individu terhambat.

1) Hubungan ibu dan anak

Ibu dengan kecemasan tinggi akan mengkomunikasikan

kecemasannya pada anak, misalnya dengan tekanan suara

yang tinggi, hal ini membuat anak bingung, karena belum

dapat mengklasifikasikan dan mengartikan pasien tersebut.

2) Dependen versus Interdependen

Ibu yang sering membatasi kemandirian anak, dapat

menimbulkan konflik, di satu sisi anak ingin

mengembangkan kemandiriannya.

2. Pohon Masalah

Gangguan sensori persepsi :HalusinasiEFEK

CORE

Page 25: LAporan Pendahluan

Isolasi Sosial

Gangguan Konsep Diri (Harga Diri Rendah)

Tidak efektifnya koping individu

3. Masalah Keperawatan Yang Perlu Dikaji

a. Identitas klien

Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan,

agama, tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal

pengkajian, No. Rumah Sakit dan alamat klien.

b. Keluhan utama

Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan

keluarga datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga

untuk mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.

c. Faktor predisposisi

Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami

gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau

mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari

lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal.

Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan sosial

budaya.

d. Aspek fisik/biologis

Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu,

Pernafasan, TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.

e. Aspek psikososial

Genogram yang menggambarkan tiga generasi

Konsep diri

Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam

kehidupan, kelompok, yang diikuti dalam masyarakat

Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah

CAUSA

Page 26: LAporan Pendahluan

f. Status mental

Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas

motorik klien, afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi,

proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat

konsentrasi, dan berhitung.

g. Kebutuhan persiapan pulang

Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan

lat makan kembali.

Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan

WC serta membersihkan dan merapikan pakaian.

Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.

Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.

Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah

diminum.

h. Mekanisme koping

Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik

dengan stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan

persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang

lain.

i. Masalah psikososial dan lingkungan

Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok,

lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan

kesehatan.

j. Pengetahuan

Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam

masalah.

k. Aspek medik

Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy

farmakologi, psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.

Page 27: LAporan Pendahluan

l. Daftar masalah keperawatan

Gangguan sensori persepsi : Halusinasi

Isolasi social

Gangguan konsep diri : harga diri rendah

C. Analisa Data

NO DATA SUBYEKTIF DATA OBYEKTIF1

2

Tidak berminat, perasaan berbeda

dari orang lain, tidak mampu

memenuhi harapan orang lain ,

merasa sendirian, menolak

interaksi dengan orang lain,

mengungkapkan tujuan hidup

yang tidak adekuat, merasa tidak

diterima

Sulit tidur, merasa tidak bararti,

merasa tidak berguna, merasa

tidak mempunyai kemampuan

positif, merasa menilai diri negatif,

kurang konsentrasi, merasa tidak

mampu melakukan apapun,

merasa malu.

Tidak ada dukungan orang

yang dianggap penting, afek

tumpul, adanya kecacatan

(misal fisik, mental).

Tindakan tidak berarti, tidak

kontak mata,

menyendiri/menarik diri,

tindakan berulang, afek

sedih, tidak komunikatif.

Kontak mata kurang,

murung, berjalan menunduk,

postur tubuh menunduk,

menghindari orang lain,

bicara pelan, lebih banyak

diam, lebih senang

menyendiri, aktivitas

menurun, mengkritik orang

lain

D. Diagnosa Keperawatan1. Isolasi Sosial

2. Harga diri rendah

Page 28: LAporan Pendahluan

E. Rencana Tindakan Keperawatan1. Tindakan keperawatan untuk klien

Tujuan:

- Membina hubungan saling percaya.

- Menyadari penyebab isolasi sosial.

- Berinteraksi dengan orang lain.

Tidakan:

a. Membina hubungan saling percaya.

Tindakan yang perlu perawat lakukan dalam membina hubungan

saling percaya adalah mengucapkan salam terapeutik, berjabat

tangan, menjelaskan tujuan interaksi, serta membuat kontrak

topik, waktu, dan tempat setiap kali bertemu klien.

b. Membantu klien mengenal penyebab isolasi sosial dengan:

- Menanyakan pendapat klien tentang berinteraksi dengan

orang lain

- Menanyakan apa yang menyebabkan klien tidak ingin

berinteraksi dengan orang lain.

c. Membantu klien mengenal keuntungan berinterksi dengan orang

lain.

d. Membantu klien mengenal kerugian tidak berinteraksi dengan

orang lain.

2. Tindakan keperawatan untuk keluarga

Tujuan:

- Keluarga mampu merawat klien isolasi sosial.

Tindakan:

- Mendiskusikan masalah yang dihadapai keluarga saat merawat

klien.

- Menjelaskan tentang:

- Masalah isolasi sosial dan dampaknya pada klien .

- Penyebab isolasi sosial.

- Cara merawat klien dengan isolasi sosial.

- Memperagakan cara merawat klien isolasi sosial.

Page 29: LAporan Pendahluan

- Membantu keluarga mempraktekakn cara merawat klien

dengan isolasi sosial.

- Menyusun perencanaan pulang bersama keluarga.

SP 1 Pasien

1. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien,tanda dan gejala

dan akibat isolasi sosial

2. Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi

dengan orang lain

3. Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian tidak berinteraksi

dengan orang lain

4. Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang

5. Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan latihan berbincang-

bincang dengan orang lain dalam kegiatan harian

SP 2 Pasien

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien

2. Memberikan kesempatankepada pasien mempraktekkan cara

berkenalan dengan 2-3 orang sambil melakukan kegiatan harian

3. Membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang

dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian

SP 3 Pasien

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien

2. Melatih kepada pasien berkenalan dengan 4-5 orang sambil

melakukan kegiatan kelompok

3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan

harian

SP 4 Pasien

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien

2. Melatih pasien berbicara sambil melakukan kegiatan sosial.

LAPORAN PENDAHULUAN (LP)DEFISIT PERAWATAN DIRI

Page 30: LAporan Pendahluan

A. Kasus (Masalah Utama)1. Pengertian

Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar

manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan

kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi

kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika

tidak dapat melakukan perawatan diri ( Depkes 2000).

Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk

melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting)

(Nurjannah, 2004).

Deficit perawatan diri pada pasien dengan gagguan jiwa

merupakan deficit peraatan diri yang terjadi akibat adanya perubahan

proses pikir  sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas

perawatan diri menurun (Keliat dan akemat 2007).

Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah

suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan

seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis.

2. Tanda dan Gejala

a. Fisik:

Badan bau, pakaian kotor

Rambut dan kulit kotor

Kuku panjang dan kotor

Gigi kotor disertai mulut yang bau

Penampilan tidak rapi

b. Psikologis

Malas, tidak ada inisiatif

Menarik diri, isolasi diri

Merasa tak berdaya, rendah diri, dan merasa hina

c. Sosial

Interaksi kurang

Kegiatan kurang

Page 31: LAporan Pendahluan

Tidak mampu berprilaku sesuai norma

Cara makan tidak teratur, BAB dan BAK disembarang tempat ,

gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri

3. Jenis Defisit Perawatan Diri

a. Kurang perawatan diri: mandi / kebersihan yaitu; gangguan

kemampuan untuk melakukan aktivitas mandi/ kebersihan diri

b. kurang perawatan diri; mengenakan pakaian/ berias yaitu;

gangguan kemampuan memakai pakaian dan aktivitas

berdandan sendiri

c. kurang perawatan diri; makan yaitu; gangguan kemampuan

untuk menunjukkan aktivitas makan

d. kurang perawatan diri; toileting yaitu ; gangguan kemampuan

kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas

toiletting sendiri

B. Proses Terjadinya Masalah1. Konsep Dasar

Defisit perawatan diri dapat terjadi karena individu mengalami

gangguan fungsi motorik atau kognitif yang menyebabkan penurunan

kemampuan yang melakukan fungsi aktivitas perawatan diri sehingga

masalah keperawatan ini dapat muncul pada hampir semua masalah

kejiwaan.

Defisit perawatan diri pada pasien ganggguan jiwa terjadi akibat

adanya perubahan proses fikir sehingga kemampuan yang melakukan

aktivitas perawatan diri menurun. Defisit perawatan diri tampak dari

ketidakmampuan merawat kebersihan diri, makan secara mandiri,

berhias secara mandiri dan toileting secara mandiri.

Defisit perawatan diri dapat mengakibatkan individu mengalami

gangguan keseimbangan cairan tubuh, menderita penyakit fisik karena

kurang/tidak bersih, hubungan sosial semakin buruk, tidak

berhubungan dengan orang lain selama tidak melakukan ADL dan

pada akhirnya semakin memperburuk kondisi kepribadian.

Defisit perawatan diri disebabkan oleh beberarapa faktor yaitu :

Page 32: LAporan Pendahluan

1) Faktor prediposisi

a. Perkembangan, Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan

klien sehingga perkembangan inisiatif terganggu.

b. Biologis, Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu

melakukan perawatan diri.

c. Kemampuan realitas turun, Klien dengan gangguan jiwa

dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan

ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan

diri.

d. Sosial, Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan

diri lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan

kemampuan dalam perawatan diri.

2) Faktor presipitasi

Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah

kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual,

cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga

menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.

Menurut Depkes (2000: 59) . Faktor – faktor yang mempengaruhi

personal hygiene adalah:

a. Body Image

Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi

kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik

sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.

b. Praktik Sosial

Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka

kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.

c. Status Sosial Ekonomi

Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun,

pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya

memerlukan uang untuk menyediakannya.

d. Pengetahuan

Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena

pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan.

Page 33: LAporan Pendahluan

Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus

menjaga kebersihan kakinya.

e. Budaya

Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh

dimandikan.

f. Kebiasaan seseorang

Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu

dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan

lain- lain.

g. Kondisi fisik atau psikis

Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri

berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.

2. Pohon Masalah

Perawatan diri kurang

Menurunnya motivasi perawatan diri

Isolasi Sosial

3. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji

a. Identitas

Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan,

agama, tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal

pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.

b. Keluhan utama

Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien

dan keluarga datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan

EFEK

CORE

CAUSA

Page 34: LAporan Pendahluan

keluarga untuk mengatasi masalah, dan perkembangan yang

dicapai.

c. Faktor predisposisi

Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah

mengalami gangguan jiwa pada masa lalu, pernah

melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual,

penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan

tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis,

biologis, dan sosial budaya.

d. Aspek fisik/biologis

Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu,

Pernafasan, TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh

klien.

e. Aspek psikososial

Genogram yang menggambarkan tiga generasi

Konsep diri

Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam

kehidupan, kelompok, yang diikuti dalam masyarakat

Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan

ibadah

Status mental

Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien,

aktivitas motorik klien, afek klien, interaksi selama

wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat

kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.

Kebutuhan persiapan pulang

Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta

merapikan lat makan kembali.

Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan

membersihkan WC serta membersihkan dan merapikan

pakaian.

Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.

Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.

Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah

diminum.

Page 35: LAporan Pendahluan

f. Mekanisme koping

Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik

dengan stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan

persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang

lain.

g. Masalah psikososial dan lingkungan

Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok,

lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan

pelayanan kesehatan.

h. Pengetahuan

Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam

masalah.

i. Aspek medik

Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy

farmakologi, psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.

j. Daftar masalah keperawatan

Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri

Isolasi Sosial

Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri, berdandan,

makan, BAB/BAK

C. Analisa Data

NO DATA SUBYEKTIF DATA OBYEKTIF1

2

Tidak berminat, perasaan berbeda

dari orang lain, tidak mampu

memenuhi harapan orang lain ,

merasa sendirian, menolak interaksi

dengan orang lain, mengungkapkan

tujuan hidup yang tidak adekuat,

merasa tidak diterima

Menyatakan tidak ada keinginan

mandi secara teratur, perawatan diri

Tidak ada dukungan orang

yang dianggap penting, afek

tumpul, adanya kecacatan

(misal fisik, mental).

Tindakan tidak berarti, tidak

kontak mata,

menyendiri/menarik diri,

tindakan berulang, afek

sedih, tidak komunikatif.

Tidak mampu membersihkan

badan, penampilan tidak

Page 36: LAporan Pendahluan

harus dimotivasi, menyatakan

Bab/Bak disembarang tempat,

meyatakan tidak mampu

menggunakan alat bantu makan

rapi, pakaian kotor tidak

mampu berpakaian secara

benar, tidak mampu

melaksanakan kebersihan

yang sesuai, setelah

melakukan toileting, makan

hanya beberapa suap dari

piring/porsi tidak habis

D. Diagnosa Keperawatan1. Defisit keperawatan diri

2. Isolasi sosial

E. Rencana Tindakan Keperawatan1. Tindakan keperawatan untuk klien

Tujuan:

- Klien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri

- Klien mampu berdandan secara baik.

- Klien mampu melakukan makan secara baik.

- Klien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri.

Tindakan:

- Melatih klien cara-cara perawatan kebersihan diri:

Menjelaskan pentingnya menjaga kebersihan.

Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri.

Menjelaskan cara melakukan kebersihan diri.

Melatih klien mempraktikkan cara menjaga kebersihan diri.

- Melatih klien berdandan:

Untuk klien laki-laki latihan meliputi: Berpakaian, menyisir

rambut, mencukur.

Untuk klien wanita, meliputi: Berpakaian, menyisir rambut,

berhias.

- Melatih klien makan secara mandiri:

Menjelaskan cara mempersiapkan makanan.

Menjelaskan cara makan yang tertib.

Page 37: LAporan Pendahluan

Menjelaskan cara merapikan peralatan makan setelah

makan.

Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik.

- Mengajarka klien melakukan BAB/BAK yang baik:

Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai

Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB/BAK.

2. Tindakan keperawatan ntuk keluarga

Tujuan:

- Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami

kurang perawatan diri.

Tindakan:

- Diskusikan dengan keluarga tentang masalah yang dihadapi

keluarga dalam merawat klien.

- Jelaskan pentingnya perawatan diri untuk mengurangi sigma.

- Diskusikan dengan keluarga tentang peralatan perawatn diri

yang dibutuhkan klien.

- Anjurkan keluarga untuk terlibat dalam perawatan klien

mengingatkan klien sesuai jadwal yang telah disepakati.

- Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian atas keberhasilan

klien dalam merawat diri. (Tim MPKP RSJ, 2008).

3. Strategi Pelaksanaan (SP)

a. Pasien

a) SP I : - Menjelaskan pentingnya kebersihan diri

- Menjelaskan cara menjaga kebersihan diri

- Melatih pasien cara menjaga kebersihan diri

- Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal

kegiatan harian.

b) SP II : - Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.

- Menjelaskan cara berdandan

- Melatih pasien cara berdandan

- Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal

kegiatan harian.

Page 38: LAporan Pendahluan

c) SP III : - Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.

- Menjelaskan cara eliminasi yang baik

- Melatih cara eliminasi yang baik.

- Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal

kegiatan harian.

d) SP IV : - Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.

- Menjelaskan cara makan yang baik

- Melatih pasien cara makan yang baik 

- Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal

kegiatan harian.

b. Keluarga

a) SP I :

- Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam

merawat pasien

- Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala defisit perawatan

diri, dan jenis defisit perawatan diri yang dialami pasien

beserta proses terjadinya

- Menjelaskan cara-cara merawatpasiendefisitperawatandiri 

b) SP II : - Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien

dengan defisit perawatan diri

- Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada

pasien defisit perawatan diri

c) SP III

- Membantu keluarga membuat jadual aktivitas di rumah

termasuk minum obat  (discharge planning)

- Menjelaskan  follow up pasien setelah pulang

LAPORAN PENDAHULUAN (LP)HARGA DIRI RENDAH

Page 39: LAporan Pendahluan

A. Kasus (Masalah Utama)1. Pengertian

Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang

diperoleh dengan menganalisis seberapa sesuai perilaku dengan ideal

diri (Stuart, 2005)

Harga diri rendah adalah cenderung untuk memilih dirinya

negative dan merasa lebih rendah dari orang lain (Hamid Achir Yani,

2005)

Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang

berharga dan tidak dapat bertanggung jawab pada kehidupannya

sendiri (Yoeddhas, 2010)

2. Tanda dan Gejala

Menurut Suliswati, 2005 tanda dan gejala harga diri rendah

yaitu :

Merasa dirinya lebih rendah dari orang lain

Mengkritik diri sendiri dan orang lain

Gangguan dalam berhubungan

Rasa diri penting yang berlebihan

Perasaan tidak mampu

Rasa bersalah

Pandangan hidup yang pesimis

B. Proses Terjadinya Masalah1. Konsep Dasar

Defisit perawatan diri disebabkan karena beberapa faktor yaitu :

a. Faktor Predisposisi

- Faktor yang memiliki harga diri meliputi pendataan orang

lain, harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang

berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal,

ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yang tidak

realistis.

- Faktor yang mempengaruhi penampilan peran adalah peran

seks, tuntutan peran kerja, harapan peran kultural.

Page 40: LAporan Pendahluan

- Faktor yang mempengaruhi identitas personal, meliputi

ketidak percayaan orang tua tekanan dari kelompok sebaya,

perubahan dalam stuktural sosial.

b. Faktor Presipitasi

- Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau

menyaksikan kejadian yang mengancam kehidupannya.

- Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi

yang diharapkan dimana individu  mengalaminya sebagai

frustasi

- Transisi Peran situasi adalah terjadi dengan bertambah atau

berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran dan

kematian

- Transisi peran sehat sakit akibat pergeseran dari keadaan

sehat ke sakit dicetuskan oleh kehilangan bagian tubuh,

perubahan ukuran bentuk, penampilan, fungsi tubuh,

perubahan fisik berhubungan dengan tumbang normal moral

dan prosedur medis keperawatan

Harga diri rendah dapat membuat klien menjdai tidak mau

maupun tidak mampu bergaul dengan orang lain dan terjadinya isolasi

sosial : menarik diri. Isolasi sosial menarik diri adalah gangguan

kepribadian yang tidak fleksibel pada tingkah laku yang maladaptive,

mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial (DEPKES RI,

1998 : 336).

2. Pohon Masalah

Page 41: LAporan Pendahluan

Resiko tinggi menciderai diri, orang lain dan lingkungan

Perilaku kekerasan

Harga diri rendah

Koping individu inefktif

Penolakan/duka disfungsional/kehilangan

3. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji

a. Identitas klien

Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan,

agama, tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal

pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.

b. Keluhan utama

Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan

keluarga datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga

untuk mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.

c. Faktor predisposisi

Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami

gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau

mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari

lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal.

Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social

budaya.

d. Aspek fisik/biologis

Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu,

Pernafasan, TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.

e. Aspek psikososial

- Genogram yang menggambarkan tiga generasi

- Konsep diri

EFEK

CORE

CAUSA

Page 42: LAporan Pendahluan

- Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam

kehidupan, kelompok, yang diikuti dalam masyarakat

- Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah

- Status mental

Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas

motorik klien, afek klien, interaksi selama wawancara,

persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori,

tingkat konsentrasi, dan berhitung.

f. Kebutuhan persiapan pulang

- Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan

lat makan kembali.

- Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan

WC serta membersihkan dan merapikan pakaian.

- Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.

- Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.

- Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah

diminum.

- Mekanisme koping

Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik

dengan stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan

persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang

lain.

g. Masalah psikososial dan lingkungan

Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok,

lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan

kesehatan.

h. Pengetahuan

Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam

masalah.

i. Aspek medik

Diagnosa medis yang telah dirumuskan dokter, therapy

farmakologi, psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.

j. Daftar masalah keperawatan

- Isolasi social: Menarik Diri

- Gangguan Konsep Diri: Harga Diri Rendah

Page 43: LAporan Pendahluan

- Perilaku Kekerasan

- Koping Individu Tidak Efektif

- Perubahan Persepsi Sensori

- Tidak Efektifnya Penatalaksanaan regimen terapeutik

- Koping Keluarga Tidak Efektif

C. Analisa Data

NO DATA SUBYEKTIF DATA OBYEKTIF1

2

Tidak berminat, perasaan berbeda

dari orang lain, tidak mampu

memenuhi harapan orang lain ,

merasa sendirian, menolak interaksi

dengan orang lain, mengungkapkan

tujuan hidup yang tidak adekuat,

merasa tidak diterima

Mengungkapkan perasaan kesal

atau marah, keinginan untuk

melukai diri sendiri, orang lain dan

lingkungan, klien suka membentak

dan menyerang orang lain

Tidak ada dukungan orang yang

dianggap penting, afek tumpul,

adanya kecacatan (misal fisik,

mental). Tindakan tidak berarti,

tidak kontak mata, menyendiri/

menarik diri, tindakan berulang,

afek sedih, tidak komunikatif.

Tidak ada dukungan orang yang

dianggap penting, afek tumpul,

adanya kecacatan (misal fisik,

mental). Tindakan tidak berarti,

tidak kontak mata, menyendiri/

menarik diri, tindakan berulang,

afek sedih, tidak komunikatif.

D. Diagnosa Keperawatan1. Harga diri rendah

2. Perilaku kekerasan

E. Rencana Tindakan Keperawatan1. Tindakan keperawatan untuk klien

Tujuan tindakan untuk klien meliputi:

- Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif

yang dimiliki.

- Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.

Page 44: LAporan Pendahluan

- Klien dapat menetapkan/memilih kegiatan yang sesuai

kemampuan.

- Klien dapat melatih kegiatan yang sudah dipilih sesuai

kemampuan.

- Klien dapat menyusun jadwal untuk melakukan kegiatan yang

sudah dipilih.

Tindakan:

- Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki

klien dengan cara:

Mendiskusikan sejumlah kemampuan dan aspek positif

yang dimiliki klien seperti kegiatan klien di rumah sakit atau

dirumah.

Beri pujian yang realistik.

- Membantu klien menilai kemampuan yang dapat digunakan,

dengan cara:

Mendiskusikan kemampuan yang masih dapat digunakan

saat ini.

Bantu klien menyebutkan dan memberi pengutan terhadap

kemampuan diri yang diungkapkan klien.

Perlihatkan respon yang kondusif dan menjadi pendengar

yang aktif.

- Membantu klien menetapkan kemampuan yang akan dilatih:

Mendiskusikan beberapa kegiatan yang dapat dipilih

sebagai kegiatan yang akan dilakukan sehari-hari.

Bantu klien menentukan kegiatan yang dapat dilakukan

secara mandiri atau dengan bantuan.

- Melatih kemampuan yang dipilih klien-

Mendiskusikan untuk melatih kemampuan yang dimiliki.

Bersama klien memperagakan kegiatan yang ditetapkan.

Berikan pujian terhadap kegiatan yang dapat dilakukan

klien.

- Membantu menyusun jadwal pelaksanan kegiatan yang telah

dilatih;

Page 45: LAporan Pendahluan

Memberi kesempatan kepada klien untuk mencoba

kegiatan yang telah dilatih.

Beri pujian terhadap kegiatan yang dapat dilakukan setiap

hari.

Tingkatkan kegiatan sesuai tingkat toleransi.

Susun jadwal melaksanakan kegiatan yang telah dilatih.

(Tim MPKP RSJ, 2008).

Page 46: LAporan Pendahluan

DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta :

EGC.

Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa (Terjemahan). Jakarta: EGC,

TIM IPKJI Aceh dan PPNI Komisariat RSJ Aceh. 2015. Buku Panduan Program Praktek Klinik Keperawatan Jiwa. Banda Aceh