laporan magang teknik pembenihan ikan keraput tikus (cromileptes altivelis), mhd. sukrillah

107
LAPORAN PRAKTEK MAGANG TEKNIK PEMBENIHAN IKAN KERAPU TIKUS (Cromileptes altivelis) DI BALAI BESAR PENGEMBANGAN BUDIDAYA LAUT LAMPUNG OLEH MHD. SUKRILLAH

Upload: atika-mansur

Post on 05-Aug-2015

548 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

LAPORAN PRAKTEK MAGANG

TEKNIK PEMBENIHAN IKAN KERAPU TIKUS (Cromileptes altivelis) DI BALAI BESAR PENGEMBANGAN BUDIDAYA LAUT LAMPUNG

OLEH

MHD. SUKRILLAH

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTANUNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU2012

Page 2: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

LAPORAN PRAKTEK MAGANG

TEKNIK PEMBENIHAN IKAN KERAPU TIKUS (Cromileptes altivelis) DI BALAI BESAR PENGEMBANGAN BUDIDAYA LAUT LAMPUNG

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan Pada

Fakultas Perikanan dan Ilmu KelautanUniversitas Riau

OLEH

MHD. SUKRILLAH

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTANUNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU2012

Page 3: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS RIAUFAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

PENGESAHAN LAPORAN PRAKTEK UMUM/MAGANG

Judul : Teknik Pembenihan Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis) di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung

Nama : Mhd. SukrillahNomor Induk Mahasiswa : 0904114378Jurusan : Budidaya PerairanProgram Studi : Budidaya Perairan

Disetujui Oleh,

Ketua Jurusan

Ir. Mulyadi, M. PhilNip. 19611231 198702 1 009

Pembimbing I

Dr. Indra Suharman, S.Pi, M.ScNip. 19700710 199512 1 001

Tanggal Lulus Ujian : 10 Mei 2012

Page 4: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

RINGKASANMhd. Sukrillah, 0904114378, Teknik Pembenihan Ikan Kerapu Tikus

(Cromileptes altivelis) Di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung di bawah bimbingan Dr. Indra Suharman, S.Pi, M.Sc

Ikan kerapu tikus (Cromileptes altivelis) merupakan salah komoditas

perikanan memiliki nilai jual yang tinggi karena harganya relatif mahal baik untuk

pasar lokal maupun ekpor dan permintaan terhadap ikan ini juga sangat banyak.

Sementara itu, permintaan pasar akan ikan ini belum dapat dipenuhi secara

keseluruhan karena belum banyak pembudidaya yang mampu membudidayakan

ikan ini dalam skala besar. Hal ini disebabkan ketersedian benih ikan ini masih

sangat minim. Oleh sebab itu, maka perlu adanya praktek atau pelatihan guna

meningkatkan Sumber Daya Manusia untuk melakukan pembenihan ikan ini.

Praktek magang ini dilaksanakan pada tanggal 02 Februari 2012 sampai

tanggal 05 Maret 2012 di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL)

Lampung yang bertujuan untuk memperoleh informasi dan pengetahuan

pembenihan ikan kerapu tikus dengan melaksanakan secara langsung praktek

magang teknik pembenihan ikan kerapu tikus (Cromileptes altivelis) di Balai

Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung Provinsi Lampung sedangkan

manfaatnya dapat menambah pengalaman dan keterampilan, sehingga ilmu yang

diperoleh bisa dijadikan bekal untuk di terapkan ke masyarakat.

Kegiatan yang dilakukan pada pembenihan ikan kerapu tikus (Cromileptes

altivelis) selama praktek magang antara lain pengelolaan induk yang meliputi

persiapan wadah induk, penyediaan induk, seleksi induk, pemberian pakan induk,

pengeloaan kualitas air induk, pengendaliaan penyakit induk dan pemijahan.

Penanganan telur meliputi pemanenan telur, seleksi dan perhitungan telur.

Sedangkan metode praktek pemeliharaan larva meliputi persiapan wadah,

Page 5: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

penebaran larva, pemberian pakan, pengelolaan kualitas air larva, pengendalian

penyakit, serta pemanenan dan grading.

Wadah yang digunakan dalam pemeliharaan dan pemijahan induk berupa

bak terkontrol berbentuk tabung dengan kapasitas ± 84,86 m3. Wadah yang

digunakan untuk penetasan telur berupa akuarium fiber dengan ukuran 65 x 40 x

40 cm. Sedangkan wadah yang digunakan untuk pemeliharaan larva berupa bak

beton dengan ukuran 4 x 2 x 1,2 m dengan kapasitas 9,6 m3.

Pemijahan induk ikan kerapu tikus (Cromileptes alivelis) berlangsung

selama 7-10 hari dalam satu kali periode pemijahan. Induk yang dipijahkan

berjumlah 28 ekor terdiri dari 12 ekor jantan dan 16 ekor betina. Hasil pemijahan

tertinggi dapat mencapai 2.305.333 butir telur dan hasil pemijahan terendah

79.200 butir. Disamping itu, selama periode pemijahan terdapat satu hari induk

tidak bertelur atau disebut masa istirahat.

Tingkat penetasan telur (Haching Rate) tertinggi dapat mencapai 93,56%

dan terendah 0% atau tidak ada telur menetas. Larva yang telah menetas baru

diberi makan pada hari ke-2 (D2) sore. Pakan yang diberikan antara lain

Nannochloropsis sp atau Tetraselmis sp (D2-D25), Rotifera (D2-D25), Artemia

(D14-D40) dan pakan buatan (D16). Sementara itu, jika dilihat standart baku

mutu air, air di BBPBL Lampung hampir layak untuk dijadikan media

pemeliharaan larva.

Page 6: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan magang dan

pembuatan laporan magang ini dengan judul “Teknik Pembenihan Ikan Kerapu

Tikus (Cromileptes altivelis) di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut

Lampung”

Pada kesempatan ini, Penulis sampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Indra Suharman, S.Pi, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah

banyak memberikan bimbingan dalam penyusunan laporan praktek magang ini.

2. Ibu Dr. Saberina Hasibuan, S.Pi, MT selaku dosen penguji yang telah

memberikan kritik dan masukan dalam penyusunan laporan magang ini.

3. Bapak Silfester Basi Dhoe. Sp selaku pembimbing lapangan yang telah

membantu Penulis dalam mengumpulkan data praktek magang ini.

4. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah

membantu dalam penyusunan laporan praktek magang ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan praktek magang ini

masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan. Oleh sebab itu, kritik dan saran

yang sifatnya membangun demi kesempurnaan laporan praktek magang ini sangat

diharapkan.

Pekanbaru, Mei 2012

Mhd. Sukrillah

i

Page 7: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

DAFTAR ISI

Isi Halaman

KATA PENGANTAR................................................................................ i

DAFTAR ISI............................................................................................... ii

DAFTAR GAMBAR.................................................................................. iv

DAFTAR TABEL...................................................................................... v

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. vi

I. PENDAHULUAN................................................................................. 1

1.1. Latar Belakang.............................................................................. 11.2. Tujuan........................................................................................... 31.3. Manfaat......................................................................................... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 4

2.1. Biologi Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis)........................ 42.1.1. Klasifikasi.......................................................................... 42.1.2. Morfologi........................................................................... 42.1.3. Penyebaran dan Habitat..................................................... 52.1.4. Siklus Reproduksi dan Perkembangan Gonad................... 6

2.2. Teknik Pemeliharaan Ikan Kerapu Tikus...................................... 72.2.1. Lokasi Pembenihan............................................................ 72.2.2. Pengadaan dan Pemeliharaan Induk.................................. 72.2.3. Pemijahan........................................................................... 82.2.4. Pemanenan Telur................................................................ 92.2.5. Fekunditas.......................................................................... 102.2.6. Penetasan Telur.................................................................. 102.2.7. Pemeliharaan Larva............................................................ 112.2.8. Pendederan......................................................................... 112.2.9. Kualitas Air........................................................................ 122.2.10. Penyakit Ikan...................................................................... 132.2.11. Panen.................................................................................. 14

III. METODE PRAKTEK........................................................................ 16

3.1. Waktu dan Tempat........................................................................ 163.2. Bahan dan Alat ............................................................................163.3. Metode Praktek ............................................................................173.4. Analisis Data ............................................................................18

IV. KEADAAN UMUM............................................................................. 19

4.1. Keadaan Lokasi............................................................................. 194.2. Sejarah Singkat............................................................................. 20

ii

Page 8: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

4.3. Struktur Organisasi....................................................................... 214.4. Tenaga Kerja................................................................................. 244.5. Kegiatan Umum............................................................................ 25

4.5.1. Sarana Penunjang............................................................... 254.5.2. Sarana Pelengkap............................................................... 29

V. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................... 30

5.1. Pengelolaan Induk.......................................................................... 305.1.1. Wadah Pemeliharaan.......................................................... 305.1.2. Penyediaan Induk............................................................... 315.1.3. Seleksi Induk...................................................................... 335.1.4. Pemberiaan Pakan.............................................................. 345.1.5. Pengelolaan Kualitas Air................................................... 365.1.6. Pengendalian Penyakit....................................................... 375.1.7. Perangsang Kematangan Gonad........................................ 385.1.8. Pemijahan........................................................................... 39

5.2. Penanganan Telur.......................................................................... 415.2.1. Pemanenan Telur................................................................ 415.2.2. Seleksi dan Perhitungan Telur........................................... 41

5.3. Pemeliharaan Larva....................................................................... 435.3.1. Persiapan Wadah................................................................ 435.3.2. Penebaran Larva................................................................. 455.3.3. Pemberiaan Pakan.............................................................. 455.3.4. Pengelolaan Kualitas Air................................................... 485.3.5. Pengendaliaan Penyakit..................................................... 515.3.6. Pemanenan dan Seleksi Benih (Grading).......................... 51

VI. KESIMPULAN DAN SARAN........................................................... 53

6.1. Kesimpulan.................................................................................... 536.2. Saran.............................................................................................. 54

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

iii

Page 9: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Struktur organisasi Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung

21

2. Mesin genset (A) dan trafo listrik (B)................................................ 25

3. Tandon air tawar (A) dan tandon air laut (B)..................................... 26

4. Mesin blower

27

5. Kultur plankton skala kecil di laboratorium pakan alami.................. 27

6. Asrama (A) dan masjid (B)................................................................ 28

7. Bak pemeliharaan induk..................................................................... 30

8. Proses pencucian bak induk............................................................... 31

9. Induk kerapu tikus

32

10. Proses seleksi induk

34

11. Pakan ikan rucah dan kerang untuk induk......................................... 34

12. Filter air dan proses pemasangan filter.............................................. 36

13. Perendaman induk ke dalam air tawar............................................... 37

14. Spirulina tablet (A) dan kapsul vitamin E (B).................................... 39

15. Egg kolektor atau tempat penampungan telur.................................... 40

16. Perhitungan telur

42

17. Pencucian bak pemeliharaan larva..................................................... 44

iv

Page 10: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

18. Penebaran larva ke bak pemeliharaan................................................ 45

19. Penyiponan bak pemeliharaan larva................................................... 49

20. Seleksi benih (grading)...................................................................... 51

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Lama pengangkutan, ukuran dan jumlah benih perliter air................. 15

2. Bahan-bahan yang digunakan dalam kegiatan pembenihan ikan kerapu tikus (Cromileptes altivelis)..................................................... 18

3. Alat-alat yang digunakan dalam kegiatan pembenihan ikan kerapu tikus (Cromileptes altivelis)................................................................. 17

4. Jumlah pegawai BBPBL Lampung berdasarkan tingkat ruang atau golongan.............................................................................................. 24

5. Jumlah pegawai BBPBL Lampung berdasarkan tingkat pendidikan. . 24

6. Spesifikasi induk kerapu tikus (Cromileptes altivelis) di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung............................................ 32

7. Jadwal pemberian pakan induk ikan kerapu tikus (Cromileptes altivelis) di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung .... 35

8. Hasil pemanenan telur dalam satu priode pemijahan.......................... 43

9. Perkembangan panjang larva ikan kerapu tikus di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung............................................ 48

10. Parameter kualitas air di bak pemeliharaan larva ikan kerapu tikus di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung hari ketiga.. 50

11. Parameter kualitas air di bak pemeliharaan larva ikan kerapu tikus di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung hari keenam

.......................................................................................................50

12. Parameter kualitas air di bak pemeliharaan larva ikan kerapu tikus di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung hari kesembilan........................................................................................... 50

v

Page 11: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Peta provinsi Lampung........................................................................ 57

2. Dokumentasi kegiatan magang............................................................ 58

3. Fotocopy sertifikat magang................................................................. 60

vi

Page 12: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam. Selain

memiliki daratan dengan kondisi tanah yang subur sangat cocok untuk bidang

pertanian, Indonesia juga dikelilingi laut yang sangat luas dan memiliki potensi

yang sampai saat ini belum terkelola dengan baik dan potensi ini sangat cocok

untuk dikembang dalam bidang perikanan terutama dalam usaha budidaya. Pada

dasarnya usaha budidaya perikanan di Indonesia terbagi atas 3 kelompok, yaitu

usaha budidaya perikanan air tawar, usaha budidaya perikanan air payau dan

usaha budidaya perikanan air laut.

Dari ketiga usaha perikanan tersebut, usaha budidaya perikanan laut kini

mulai dilirik untuk dikembangkan. Usaha budidaya ini menjadi salah satu usaha

yang dapat memberikan alternatif sumber penghasilan untuk meningkatkan taraf

hidup pembudidaya ikan. Apabila usaha budidaya ini berkembang, maka hasil

produksi dapat ditingkatkan baik jumlah maupun mutunya. Dampak lebih lanjut

dari usaha ini adalah kesejahteraan masyarakat pembudidaya ikan mengalami

peningkatan. Disamping itu, negara sudah tentu diuntungkan oleh usaha ini karena

adanya peningkatan jumlah devisa sebagai hasil ekspor produk perikanan.

Dari sekian banyak jenis ikan laut yang dikembangkan, salah satunya

adalah ikan kerapu tikus (Cromileptes altivelis). Pada saat ini, ikan kerapu tikus

Page 13: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

(Cromileptes altivelis) memiliki nilai jual yang tinggi karena harganya relatif

mahal baik untuk pasar lokal maupun ekpor dan permintaan terhadap ikan ini

juga sangat banyak. Sementara itu, permintaan pasar akan ikan ini belum dapat

dipenuhi secara keseluruhan karena belum banyak pembudidaya yang mampu

membudidayakan ikan ini dalam skala besar. Hal ini disebabkan ketersedian benih

ikan ini masih sangat minim. Oleh karena itu, banyak pembudidaya hanya

mengandalkan benih ikan kerapu hasil tangkapan dari alam sedangkan

ketersediaan benih ikan ini di alam jumlahnya sedikit dan semakin lama semakin

berkurang dan dikhawatirkan akan habis dan punah. Dengan demikian,

pengembangan usaha budidaya kerapu tikus (Cromileptes altivelis) terutama

dalam usaha pembenihan atau penyediaan benih memiliki prospek yang baik.

Namun, untuk melakukan usaha pembenihan ikan kerapu tikus

(Cromileptes altivelis) bukan merupakan hal yang gampang dan dapat dilakukan

secara asal-asalan tetapi usaha ini butuh ketelitian, kesabaran dan didukung

beberapa faktor penunjang keberhasilan suatu usaha pembenihan seperti kondisi

perairan, pengaruh iklim dan cuaca, ketersediaan pakan atau nutrisi baik secara

kuantitas maupun kualitas serta faktor-faktor lain yang berkaitan dengan usaha

pembenihan. Faktor yang paling utama yang harus dimiliki agar dapat melakukan

usaha pembenihan ikan kerapu tikus (Cromileptes altivelis) yaitu ketersedian

Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas.

Untuk menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas

tersebut, perlu adanya pendidikan dan pelatihan-pelatihan yang berkenaan dengan

teknik pembenihan ikan kerapu tikus (Cromileptes altivelis) ini. Salah satu

pendidikan dan pelatihan yang dapat dilakukan adalah dengan mengikuti magang

2

Page 14: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

atau praktek secara langsung di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut

Lampung.

I.2. Tujuan

Adapun tujuan Magang yang dilaksanakan di Balai Besar Pengembangan

Budidaya Laut Lampung adalah:

1. Mendapatkan keterampilan dalam usaha pembenihan ikan kerapu tikus

(Cromileptes altivelis) yang meliputi pengadaan induk, pemijahan, penanganan

telur dan pemeliharaan larva.

2. Mengetahui dan memahami macam-macam sarana dan prasarana yang

dibutuhkan dalam menjalankan pembenihan ikan kerapu tikus (Cromileptes

altivelis).

3. Mengetahui permasalahan yang timbul dalam pembenihan ikan kerapu tikus

(Cromileptes altivelis).

4. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Riau.

I.3. Manfaat

Adapun manfaat yang akan dapat diambil dari pelaksanaan magang di

Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung adalah ilmu pengetahuan

dan pengalaman tentang pembenihan ikan kerapu tikus (Cromileptes altivelis)

sehingga nantinya dapat diterapkan dimasyarakat sebagai informasi baru dan

3

Page 15: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

diharapkan dengan informasi ini minat masyarakat akan menjadi besar untuk

melakukan pembenihan ikan kerapu tikus (Cromileptes altivelis).

II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Biologis Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis)

II.1.1. Klasifikasi

Menurut BBAP Situbondo (2007), klasifikasi ikan kerapu tikus

(Cromileptes altivelis) adalah sebagai berikut:

Phylum : Chordata

Sub Phylum : Vertebrata

Class : Osteichtyes

Sub Class : Actinopteright

Ordo : Percomorphi

Sub Ordo : Percoidea

Family : Serranidae

Sub Family : Ephinephelinae

Genus : Cromileptes

Spesies : Cromileptes altivelis

Nama menurut FAO,

Inggris : Hump Black Grouper

Perancis : Merdu Bossy

Page 16: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

Spanyol : Mero Jurobado

Nama Lokal : Kerapu Bebek

II.1.2. Morfologi

Kordi dan Gufran (2001) menyatakan bahwa ikan kerapu tikus

(Cromileptes altivelis) mempunyai kepala yang datar hampir mirip kepala

bebek, sehingga dikenal juga sebagai ikan kerapu bebek. Adapun mulut

atau moncongnya meruncing menyerupai moncong tikus, sehingga ikan ini

disebut juga ikan kerapu tikus.

Sirip-sirip ikan kerapu tikus membulat. Sirip punggung tersusun dari

10 jari-jari keras dan 17-19 jari-jari lemah. Ikan kerapu tikus bisa

mencapai panjang 70 cm bahkan lebih. Namun, ikan kerapu tikus untuk

konsumsi biasanya berukuran 30-50 cm (Kordi dan Gufran, 2001).

II.1.3. Penyebaran dan Habitat

Paimin (2000) mengemukakan bahwa ikan kerapu tikus hidup di

kawasan terumbu karang di perairan dangkal hingga 100 meter di bawah

permukaan laut. Selain perairan karang, lokasi kapal tenggelam juga

merupakan rumpun yang nyaman dan mereka berdiam di lubang-lubang

karang, menempel pada dinding-dinding karang atau rumpun-rumpun yang

relative rendah.

Paimin (2000) juga mengemukakan bahwa gerak ruayanya sempit

dan biasanya membentuk gerombolan yang tidak terlalu besar. Daerah

penyebarannya di Indonesia antara lain di wilayah pulau Sumatra,

Kepulauan Riau, Jawa, Teluk Banten, Luwuk Bangai, Teluk Temini,

5

Page 17: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

Ambon, Ternate, Kepulauan Seribu, Bangka, Lampung Selatan dan

kawasan lainnya.

Kerapu tikus muda hidup di perairan karang pantai dengan

kedalaman 0,5-3 meter. Habitat favoritnya adalah perairan dengan dasar

pasir berkarang yang tumbuh padang lamun (seagras). Selanjutnya

menginjak dewasa akan bergerak ke perairan yang lebih dalam antara 7-40

meter. Perpindahan berlangsung pada siang dan sore hari (Paimin, 2000).

Kerapu tikus merupakan salah satu ikan laut komersial yang mulai

dibudidayakan baik untuk pembenihan maupun pembesarannya.

Parameter-parameter ekologis yang cocok untuk pertumbuhan ikan kerapu

tikus yaitu temperatur antara 24˚-30˚ c, salinitas 30-33 ppt, kandungan

oksigen terlarut (DO) lebih dari 3,5 ppm dan pH antara 7,8-8,0 (Paimin,

2000).

II.1.4. Siklus Reproduksi dan Perkembangan Gonad

Menurut Antoro dkk (1999), ikan kerapu tikus bersifat hemaprodit

protogini yaitu pada masa perkembangannya mencapai dewasa (matang

gonad) berjenis kelamin betina dan akan berubah menjadi jantan apabila

ikan tersebut bertambah besar atau bertambah tua umurnya. Fenomena

perubahan jenis kelamin pada ikan kerapu tikus sangat erat kaitannya

dengan aktifitas pemijahan, indeks kelamin, umur dan ukuran.

Ikan jantan yang beratnya 1-2 kg sudah mampu menghasilkan

sperma tetapi belum fungsional, sedangkan sperma yang dihasilkan oleh

induk jantan dengan berat 2,5 kg atau lebih telah mampu membuahi telur

yang dihasilkan induk betina. Pada umumnya, kerapu bersifat soliter tetapi

6

Page 18: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

pada saat memijah bergerombol. Di perairan Indo Pasifik puncak

pemijahan berlangsung beberapa hari sebelum bulan purnama pada malam

hari. Dari hasil pengamatan di wilayah Indonesia, musim-musim

pemijahan ikan kerapu tikus terjadi pada bulan Juni, September dan

November (Antoro dkk, 1999).

II.2.Teknik Pemeliharaan Ikan Kerapu Tikus

II.2.1. Lokasi Pembenihan

Menurut Akbar (2001), usaha pembenihan ikan kerapu tikus akan

berhasil apabila factor-faktor pembatasnya dibuat sekecil mungkin.

Beberapa faktor pendukung antara lain kemudahan mendapatkan sumber

energi (PLN), kedekatan dengan lokasi budidaya dan pasar benih serta

kemudahan memperoleh kebutuhan sehari-hari. Sementara faktor

pembatasnya antara lain kualitas air laut, ketersedian air tawar, status lahan

dan keamanan. Faktor teknis merupakan segala kegiatan pemebenihan

ikan kerapu tikus seperti sumber air (laut dan tawar) dan dasar perairan,

kualitas tanah, kemiringan tanah dan ketinggian lokasi.

Sedangkan menurut Kordi dan Gufran (2001), aspek teknis meliputi

aspek sosial ekonomi yaitu dalam pemilihan lokasi harus

mempertimbangkan efesiensi dan pemasaran hasil.

II.2.2. Pengadaan dan Pemeliharaan Induk

Menurut Sudaryanto dkk (1999), syarat-syarat induk yang baik yaitu:

1. Sehat,

2. Tidak cacat fisik,

7

Page 19: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

3. Telah mencapai ukuran dewasa (lebih dari 1,5 kg untuk betina dan 3

kg untuk jantan).

Induk dipelihara pada tempat yang telah ditentukan yaitu bak

terkendali 100 m3 di darat atau pada keramba jarring apaung (KJA) di laut.

Induk yang baru datang perlu waktu untuk beradaptasi dengan lingkungan

baru. Dari hasil pengamatan waktu yang dibutuhkan untuk beradaptasi 2-3

hari. Keberhasilan induk beradaptasi ditandai dengan induk mau makan

(Sudaryanto dkk, 1999)

Pengadaptasian induk di KJA lebih cepat dari induk yang dipelihara

di bak terkendali. Hal ini dikarenakan kondisi parameter air laut cendrung

lebih sesuai dengan asal ikan dan jauh dari gangguan. Ada beberapa

keuntungan dari sistem pemeliharaan induk di KJA antara lain tidak

membutuhkan sumber listrik untuk pompa air dan blower, kualitas air

tetap baik dan perawatannya mudah (Sudaryanto dkk, 1999).

II.2.3. Pemijahan

Menurut Paimin (2000), pemijahan ikan kerapu tikus dapat

dilakukan dengan 2 cara yaitu manipulasi lingkungan dan dengan sistem

rangsangan hormonal. Induk yang memijah dengan teknik manipulasi

lingkungan diberi rangsang atau kejut faktor lingkungan dengan teknik

penjemuran atau air mengalir.

Untuk teknik rangsangan hormonal menggunakan Hormon

Gonadotropin atau HCG (Human Cloronic Gonadotropin) dan

Puberrogent yang kini dipasarkan secara bebas. Ikan bisa dipijahkan setiap

saat hanya saja harga hormon HCG dan Puberrogent sangat mahal sekitar

8

Page 20: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

Rp 1.852.800/gram. Selain itu, rangsangan hormonal mengakibatkan

perubahan tingkah laku reproduksi induk ikan yaitu induk ikan tidak akan

bertelur kecuali disuntuk (Paimin, 2000).

II.2.4. Pemanenan Telur

Menurut Mustamin (2004), sebelum melakukan pemanenan telur,

dipersiapkan terlebih dahulu akuarium yang akan diisi air laut sebanyak 90

liter dengan kapasitas akuarium 100 liter. Telur yang telah terbuahi dalam

bak pemijahan akan terapung di permukaan air dan langsung keluar

(dialiri) melalui pipa peralon dari bak egg colektor (bak penampungan

telur), egg colektor yang telah berisi telur dipasangan melalui pipa paralon

tersebut. Kemudian telur diambil dengan cara diserok dengan seser dan

dimasukkan ke dalam ember yang telah berisi air laut 0,5 dari volume

ember lalu dipindahkan ke dalam akuarium yang telah diisi air laut.

Setelah dimasukkan ke dalam inkubari telur (seleksi telur), telur

didiamkan selama 5 menit. Telur yang mengendap dapat disipon atau

dibuang. Biasanya telur yang tidak terbuahi (jelek) akan mengendap di

dasar bak dan berwarna putih susu (Mustamin, 2004).

Menurut Akbar (2001), kepadatan tebar telur sekitar 10-20 butir/liter

air media. Dengan suhu air 270-290 c. Sebelum telur ditebar, bak penetasan

telur dibersihkan dahulu dengan menggunakan beckarbon atau clorin

dengan dosis 10 ppm. Setelah clorin telah dimasukkan kemudian bak

didiamkan selama 1 hari, kemudian dibilas dengan air tawar sampai bersih

9

Page 21: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

lalu diisi air laut yang telah ditreamen dengan beckarbon dengan dosis 100

butir/hari hingga mencapai 8-10 m3. Kemudian bak dibilas lagi dengan air

twar dan air laut lalu dikeringkan selama 1 hari hari setelah itu barulah bak

siap untuk ditebar.

II.2.5. Fekunditas

Wardana (2002) mengemukakan bahwa fekunditas adalah jumlah

telur yang masak sebelum dikeluarkan pada waktu ikan memijah. Istilah

lain dari fekunditas adalah fekunditas nisbi yaitu jumlah telur (satuan) atau

panjang ikan. Dari jumlah telur yang dihasilkan induk betina dapat

diketahui fekunditas yang dihasilkan induk betina dalam 1 siklus

reproduksi. Fekunditas akan semakin meningkat seiring dengan

bertambahnya umur dan berat ikan. Selain itu, makanan dapat juga

mempengaruhi fekunditas.

II.2.6. Penetasan Telur

Menurut Antoro dkk (1999), telur pertil berwarna bening atau

tranparan, melayang di badan air atau mengapung di permukaan air

dengan diamater antara 850-950 mikron dan mempunyai gelembung

minyak dengan diameter antara 170-220 mikron terletak dibagian

posterior, sehingga posisi emberio larva menungging ke bawah. Telur

yang terbuahi akan mengalami perkembangan lebih lanjut menjadi

emberio dan menetas menjadi larva ± 19 jam sejak telur dibuahi. Telur

10

Page 22: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

yang tidak terbuahi akan segera berubah menjadi keruh atau putih dan

mengendap di dasar bak.

Telur yang baik akan menetas dalam waktu 18-22 jam pada suhu

270-280 dan salinitas 30-32 ppt (Kordi dan Gufran, 2001).

II.2.7. Pemeliharaan Larva

Menurut Paimin (2000), larva ikan kerapu tikus yang baru menetas

mempunyai panjang 1,69-1,79 mm. Biasanya cadangan makanan berupa

kuning telur (youl shack) diserap pada saat larva berumur 3 hari. Dengan

demikian, larva memerlukan pasokan makanan dari luar. Makanan dapat

diberi berupa rotifera (Brachionus pucatitis), Artemia salina, dan sok

plankton lainnya yang mempunyai nutrisi yang tinggi dan cocok dengan

bukaan mulut larva. Untuk menjaga keseimbangan kualitas air dan pakan

rotifera dalam bak pemeliharaan diberi pula phitoplankton Chlorella sp

dan Tetracelmis chuii.

Chlorella sp diberi sejak larva berumur 1 hari (D1) dengan

kepadatan 1-5 x 100 sel/ml. rotifera dengan kepadatan 5-20 ekor/ml

diberikan sejak berumur D3-D15. Selanjutnya kepadatan rotifera dikurangi

menjadi 3-5 ekor/ml sampai ikan berumur D25-D30. Selain itu, pada

umur D25-D35 mulai diberikan artemia muda dengan kepadatan 1

ekor/ml. Benih umur D35-D45 diberi pakan artemia dewasa atau udang

jambret (Paimin, 2000).

11

Page 23: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

II.2.8. Pendederan

Menurut Paimin (2000), biasanya benih mulai dipasarkan untuk

dibesarkan setelah berumur 45 hari. Saat berukuran 2-3 cm dengan bobot

rata-rata 1,2 gram. Pada umur ini ukuran larva tidak seragam, tingkat

kematiaannya masih tinggi karena itu perlu dipelihara secara khusus di bak

terkendali atau keramba jaring apung (KJA).

Padat penebaran di bak pendederan 1-2 ekor/liter. Kondisi aerasi

harus berlangsung lancar sepanjang hari dengan sistem air mengalir, ini

dimaksud agar pergantian air dapat berlangsung sempurna minimal 10%

perhari. Untuk mengurangi penurunan kualitas air akibat sisa pakan

dilakukan penyiponan (pengeluaran sisa pakan dan kotoran lain dengan

cara dihisap menggunakan selang). Penyiponan dilakukan setiap hari

setelah selesai pemberian pakan (Paimin, 2000).

Pendederan di waring apung juga harus melalui proses aklimatisasi

dengan cara yang sama. Padat penebaran di waring apung 300-500

ekor/kantong waring atau 70-80 ekor/m2, kemudian setelah masa

pemeliharaan 1,5-2 bulan kepadatan dikurangi menjadi 150 ekor/kantong

waring pendederan. Ukuran pakan pada masa pendederan disesuaikan

dengan bukaan mulut benih. Jenis pakan berupa rebon dan daging ikan

segar yang digiling. frequensi pemberiannya 4-5 kali/hari sampai benar-

benar kenyang (Paimin, 2000).

II.2.9. Kualitas Air

Kualitas air merupakan salah satu faktor yang menentukan

keberhasilan dalam suatu pembenihan ikan kerapu tikus. Pada penentasan

12

Page 24: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

telur, suhu sangat menentukan keberhasilan telur itu menetas. Telur-telur

ikan kerapu tikus yang telah terbuahi akan menetas 17-20 jam setelah

pemijahan pada suhu 290-300 c. Selama pemeliharaan larva kualitas air

yang baik yaitu suhu sekitar 270-280 c, salinitas 33-35 ppt, pH 7,1-8,1 dan

DO mencapai 5,8-7,5 (Asliyanti, 1996).

Beberapa syarat kualitas air yang perlu diperhatikan antara lain

kualitas fisik air dan kualitas kimia air. Kualitas fisik air yang dimaksud

adalah dalam memilih lokasi terbaik untuk pembenihan atau pembesaran

ikan kerapu tikus antara lain kecepatan arus dan kecerahan air. Sedangkan

kualitas kimia air biasanya menjadi pertimbangan utama dalam pemilihan

lokasi ini disebabkan kualitas air erat hubungannya dengan ikan yang

dipelihara. Untuk itu kualitas kimia air perlu diketahui sebelum lokasi

pembenihan atau pembesaran ditentukan. Adapun parameter kimia air

yaitu salinitas, suhu, pH dan DO (Akbar, 2001).

II.2.10. Penyakit Ikan

Menurut Kurniastuty dkk (1999), penyakit yang terdapat pada

pemeliharaan ikan kerapu tikus disebabkan oleh beberapa faktor,

diantaranya faktor pathogenik dan non pathogenik. Faktor pathogenik

umunya disebabkan oleh parasit dan bakteri. Parasit yang sering dijumpai

pada pembenihan ikan kerapu tikus adalah akibat serangan cacing

nematoda dan penyakit cryptocarioniasis.

Untuk menanggulangi serangan parasit ini dapat dilakukan

perendaman baik menggunakan air tawar selama 15 menit atau methylene

blue 0,1 ppm selama 30 menit. Perendaman dapat diulang sebanyak 2-3

13

Page 25: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

kali. Sedangkan terhadap infeksi sekunder seperti pembusukan sirip dapat

dicegah menggunakan acriflavin 10 ppm/ jam (Kurniastuty dkk, 1999).

Selain penyakit yang disebabkan oleh faktor pathogenik, pada

pemeliharaan ikan kerapu tikus juga timbul penyakit yang disebabkan

faktor non pathogenik yang umumnya banyak ditemui adalah penyakit

yang disebabkan seperti lingkungan. Faktor lingkungan erat kaitannya

dengan kualitas air. Kualitas air yang mempengaruhi kesehatan ikan

adalah temperatur, oksigen terlarut, bahan organik, amonia dan beberapa

senyawa yang bersifat racun. Beberapa penyakit non pathogenik pada

larva ikan kerapu tikus adalah defesiensi oksigen, acidosis dan alkalosis,

skeledosis (tubuh bengkok), gas bublle diseases serta keracunan

(Kurniastuty dkk, 1999).

II.2.11. Panen

Dalam melakukan pemanenan haruslah memalui beberapa tahapan

antara lain:

a. Pesiapan panen

Menurut Agus dkk (1999), untuk mendapatkan hasil panen yang

maksimal, maka persiapan sebelum melakukan pemanenan hendaknya

disiapkan alat panen yang akan digunakan berupa skop nett, ember dan

jaring. Umur dan ukuran sangat menentukan kemampuan benih ikan

kerapu tikus untuk dipanen. Oleh karena itu, ukuran ikan hendaknya sudah

mencapai 1,5-2 cm atau ikan telah berumur 40 hari. Waktu pemanenan

hendaknya dilakukan pada pagi atau sore hari.

b. Pemanenan

14

Page 26: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

Cara pemanenan diawali dengan mengurangkan air di dalam bak

sampai tersisa 1/3 dari volume awal. Ikan digiring dengan waring ke sudut

bak agar memudahkan penangkapannya. Ikan ditangkap dengan skop nett

dan dimasukkan ke dalam kantong plastik (Agus dkk, 1999).

c. Pasca Panen

Kegiatan pasca panen terutama pada pengangkutan menjadi faktor

penentu mutu benih di lokasi pembesaran. Cara pengangkutan benih yang

biasa digunakan antara lain pengakutan benih secara terbuka dan tertutup.

Pengakutan benih secara terbuka biasanya digunakan untuk jarak dekat

atau jalan yang dapat ditempuh melalui darat. Sedangkan pengakutan

benih secara tertutup merupakan cara yang paling umum digunakan karena

dianggap sebagai cara yang paling aman baik untuk jarak dekat maupun

jauh (Agus dkk, 1999).

Kapasitas untuk persatuan liter akan berbeda menurut lamanya

pengangkutan, ukuran dan jumlah benih.

Tabel 1. Lama pengangkutan, ukuran dan jumlah benih per liter air.

Ukuran (cm) Jumlah/liter Lama (jam)

5 – 7

5 – 7

3 – 4

2 – 3

6

10

13

15

20

10

10

10

Sumber: Agus dkk, 1999

15

Page 27: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

III. METODE PRAKTEK

3.1. Waktu dan Tempat

Praktek magang ini dilaksanakan pada tanggal 2 Februari 2012 sampai

dengan tanggal 5 Maret 2012 di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut

(BBPBL) Lampung yang terletak di jalan Yos Sudarso, Desa Hanura, Kecamatan

Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung.

3.2. Bahan dan Alat

Adapun bahan dan alat yang digunakan dalam melakukan pembenihan ikan

kerapu tikus (Cromileptes altifelis) antara lain, sebagai berikut:

Tabel 2. Bahan-bahan yang digunakan dalam kegiatan pembenihan ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altifelis)

No Nama Bahan Ukuran/Spesifikasi Kegunaan

1. Induk Kerapu Tikus Cromileptes altifelis Objek yang diteliti untuk menghasilkan larva

2. Larva Kerapu Tikus Cromileptes altifelis Objek penelitian3. Air laut Diperoleh dari perairan

sekitarMedia pemeliharaan

4. Air tawar Berasal dari air tanah Untuk membersihkan dan mensterilkan alat-alat

5. Kaporit Merek tjiwi kimia Digunakan dalam pencucian dan sterilisasi bak

6. Minyak ikan Berbentuk kapsul Penahan larva ke permukaan7. Naupli Artemia - Pakan larva8. Zooplankton Brachiounus sp Pakan larva

9. Fitoplankton Nannochloropsis sp dan Tetraselmis sp

Pakan larva dan zooplankton

10. Pakan buatan Merek love larva Pakan larva

Page 28: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

11. Ikan rucah Ikan kuniran Pakan induk12. Cumi-cumi Cumi-cumi merah Pakan induk13. Kerang - Pakan induk14. Suplemen Vitamin C, E dan Spirulina

tabletMultivitamin induk

15. Minyak cumi - Pengkayaan napli artemia16. Probiotik Merek epicore Untuk menjaga dan

memperbaiki kualitas air.17. Acriflavin Berwarna kuning Obat pencegah serangan

penyakit

Sumber: BBPBL Lampung

Tabel 3. Alat-alat yang digunakan dalam kegiatan pembenihan ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altifelis)

No Nama Bahan Ukuran/Spesifikasi Kegunaan

1. Bak pemeliharaan induk Bak beton berbentuk tabung kapasitas 50 ton

Tempat pemeliharaan dan pemijahan induk

2. Bak pemeliharaan larva Bak beton persegi volume 9,6 m3

Tempat pemeliharaan larva

3. Egg colektor 80x55x60 cm Tempat penampungan telur4. Aquarium Aquarium dengan ukuran

65x40x40 cmTempat penetasan telur

5. Tutup botol 5 ml Media sampel perhitungan telur

6. Kotak kain kasa 20x30 cm Media perhitungan telur7. Bak kultur naupli artemia Bak fiberglass berbentuk

tabungTempat mengkultur artemia

8 High blower Kapasitas 5.5 kw dan 4.0 kw Sumber oksigen9 Selang dan Batu aerasi - Penyalur oksigen dari Blower

kepada bak induk dan larva10 Selang sipon Terbuat dari pipa PVC Untuk penyiponan

11 Filter bag Terbuat dari sisa kain Menyaring air masuk pada kran pemasukan air ke bak pemeliharaan

12 Ember, baskom dan gayung

Terbuat dari plastik Alat serbaguna yang menyokong setiap kegiatan

13 Timbangan Timbangan analitik (sartorius) dengan ketelitian 0,0001 mg

Menimbang berat induk dan pakan

14 Meteran Terbuat dari karet Mengukur panjang tubuh juwana

Sumber: BBPBL Lampung

3.3. Metode Praktek

Metode yang digunakan dalam praktek ini adalah praktek langsung. Artinya

metode praktek dilakukan sesuai dengan apa yang telah dikerjakan pada saat

melaksanakan praktek magang, seperti pengelolaan induk yang meliputi persiapan

17

Page 29: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

wadah induk, penyediaan induk, seleksi induk, pemberian pakan induk,

pengeloaan keaulitas air induk, pengendaliaan penyakit induk dan pemijahan.

Penanganan telur meliputi pemanenan telur, seleksi dan perhitungan telur.

Sedangkan metode praktek pemeliharaan larva meliputi persiapan wadah,

penebaran larva, pemberian pakan, pengelolaan kualitas air, pengendalian

penyakit, serta pemanenan dan grading.

Dalam pelaksanaan praktek magang juga digunakan beberapa rumus

khususnya pada proses penanganan telur, antara lain:

Rumus perhitungan jumlah total telur

Rumus tingkat pembuahan telur (Fekunditas Rate (FR))

Rumus derajat penetasa telur (Haching Rate (HR))

3.4. Analisis Data

Data yang di peroleh selama praktek magang di analisa secara deskriptif dan

ditabulasikan dalam beberapa bentuk tabel dan gambar untuk memberikan

gambaran tentang teknik pembenihan serta permasalahannya, kemudian dicari

alternatif pemecahannya sesuai dengan kenyataan di lapangan yang mengacu pada

literatur-literatur yang ada. Data-data yang telah diperoleh dapat dilihat pada

bagian hasil dan pembahasan yang telah dikembangkan menjadi uraian tertulis.

Sampel a + Sampel b + Sampel bTotal Telur = 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel bTotal Telur = 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel bTotal Telur = 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel bTotal Telur = 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel bTotal Telur = 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel bTotal Telur = 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel bTotal Telur = 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel bTotal Telur = 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel bTotal Telur = 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel bTotal Telur = 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel bTotal Telur = 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel bTotal Telur = 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel bTotal Telur = 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel bTotal Telur = 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel bTotal Telur = 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel bTotal Telur = 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel bTotal Telur = 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel bTotal Telur = 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel bTotal Telur = 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel bTotal Telur = 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel bTotal Telur = 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel bTotal Telur = 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel bTotal Telur = 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel bTotal Telur = 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel bTotal Telur = 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel bTotal Telur = 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel bTotal Telur = 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel bTotal Telur = 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel bTotal Telur = 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel bTotal Telur = 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel bTotal Telur = 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel bTotal Telur = 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel bTotal Telur = 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel bTotal Telur = 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel bTotal Telur = 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel bTotal Telur = 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel bTotal Telur = 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel bTotal Telur = 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel bTotal Telur = 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel bTotal Telur = 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel bTotal Telur = 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel bTotal Telur = 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel bTotal Telur = 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel bTotal Telur = 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel bTotal Telur = 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel bTotal Telur = 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel bTotal Telur = 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel bTotal Telur = 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel bTotal Telur = 200 x Volume Air

3

Telur MenetasHR (%) = x 100%

Telur Terbuahi

Telur MenetasHR (%) = x 100%

Telur Terbuahi

Telur MenetasHR (%) = x 100%

Telur Terbuahi

Telur MenetasHR (%) = x 100%

Telur Terbuahi

Telur MenetasHR (%) = x 100%

Telur Terbuahi

Telur MenetasHR (%) = x 100%

Telur Terbuahi

Telur MenetasHR (%) = x 100%

Telur Terbuahi

Telur MenetasHR (%) = x 100%

Telur Terbuahi

Telur MenetasHR (%) = x 100%

Telur Terbuahi

Telur MenetasHR (%) = x 100%

Telur Terbuahi

Telur MenetasHR (%) = x 100%

Telur Terbuahi

Telur MenetasHR (%) = x 100%

Telur Terbuahi

Telur MenetasHR (%) = x 100%

Telur Terbuahi

Telur MenetasHR (%) = x 100%

Telur Terbuahi

Telur MenetasHR (%) = x 100%

Telur Terbuahi

Telur MenetasHR (%) = x 100%

Telur Terbuahi

Telur MenetasHR (%) = x 100%

Telur Terbuahi

Telur MenetasHR (%) = x 100%

Telur Terbuahi

Telur MenetasHR (%) = x 100%

Telur Terbuahi

Telur MenetasHR (%) = x 100%

Telur Terbuahi

Telur MenetasHR (%) = x 100%

Telur Terbuahi

Telur MenetasHR (%) = x 100%

Telur Terbuahi

Telur MenetasHR (%) = x 100%

Telur Terbuahi

Telur MenetasHR (%) = x 100%

Telur Terbuahi

Telur MenetasHR (%) = x 100%

Telur Terbuahi

Telur MenetasHR (%) = x 100%

Telur Terbuahi

Telur MenetasHR (%) = x 100%

Telur Terbuahi

Telur MenetasHR (%) = x 100%

Telur Terbuahi

Telur MenetasHR (%) = x 100%

Telur Terbuahi

Telur MenetasHR (%) = x 100%

Telur Terbuahi

Telur MenetasHR (%) = x 100%

Telur Terbuahi

Telur MenetasHR (%) = x 100%

Telur Terbuahi

Telur MenetasHR (%) = x 100%

Telur Terbuahi

Telur MenetasHR (%) = x 100%

Telur Terbuahi

Telur MenetasHR (%) = x 100%

Telur Terbuahi

Telur MenetasHR (%) = x 100%

Telur Terbuahi

Telur MenetasHR (%) = x 100%

Telur Terbuahi

Telur MenetasHR (%) = x 100%

Telur Terbuahi

Telur MenetasHR (%) = x 100%

Telur Terbuahi

Telur MenetasHR (%) = x 100%

Telur Terbuahi

Telur MenetasHR (%) = x 100%

Telur Terbuahi

Telur MenetasHR (%) = x 100%

Telur Terbuahi

Telur MenetasHR (%) = x 100%

Telur Terbuahi

Telur MenetasHR (%) = x 100%

Telur Terbuahi

Telur MenetasHR (%) = x 100%

Telur Terbuahi

Telur MenetasHR (%) = x 100%

Telur Terbuahi

Telur MenetasHR (%) = x 100%

Telur Terbuahi

Telur MenetasHR (%) = x 100%

Telur Terbuahi

Telur MenetasHR (%) = x 100%

Telur Terbuahi

Telur TerbuahiFR (%) = x 100%

Total Telur

Telur TerbuahiFR (%) = x 100%

Total Telur

Telur TerbuahiFR (%) = x 100%

Total Telur

Telur TerbuahiFR (%) = x 100%

Total Telur

Telur TerbuahiFR (%) = x 100%

Total Telur

Telur TerbuahiFR (%) = x 100%

Total Telur

Telur TerbuahiFR (%) = x 100%

Total Telur

Telur TerbuahiFR (%) = x 100%

Total Telur

Telur TerbuahiFR (%) = x 100%

Total Telur

Telur TerbuahiFR (%) = x 100%

Total Telur

Telur TerbuahiFR (%) = x 100%

Total Telur

Telur TerbuahiFR (%) = x 100%

Total Telur

Telur TerbuahiFR (%) = x 100%

Total Telur

Telur TerbuahiFR (%) = x 100%

Total Telur

Telur TerbuahiFR (%) = x 100%

Total Telur

Telur TerbuahiFR (%) = x 100%

Total Telur

Telur TerbuahiFR (%) = x 100%

Total Telur

Telur TerbuahiFR (%) = x 100%

Total Telur

Telur TerbuahiFR (%) = x 100%

Total Telur

Telur TerbuahiFR (%) = x 100%

Total Telur

Telur TerbuahiFR (%) = x 100%

Total Telur

Telur TerbuahiFR (%) = x 100%

Total Telur

Telur TerbuahiFR (%) = x 100%

Total Telur

Telur TerbuahiFR (%) = x 100%

Total Telur

Telur TerbuahiFR (%) = x 100%

Total Telur

Telur TerbuahiFR (%) = x 100%

Total Telur

Telur TerbuahiFR (%) = x 100%

Total Telur

Telur TerbuahiFR (%) = x 100%

Total Telur

Telur TerbuahiFR (%) = x 100%

Total Telur

Telur TerbuahiFR (%) = x 100%

Total Telur

Telur TerbuahiFR (%) = x 100%

Total Telur

Telur TerbuahiFR (%) = x 100%

Total Telur

Telur TerbuahiFR (%) = x 100%

Total Telur

Telur TerbuahiFR (%) = x 100%

Total Telur

Telur TerbuahiFR (%) = x 100%

Total Telur

Telur TerbuahiFR (%) = x 100%

Total Telur

Telur TerbuahiFR (%) = x 100%

Total Telur

Telur TerbuahiFR (%) = x 100%

Total Telur

Telur TerbuahiFR (%) = x 100%

Total Telur

Telur TerbuahiFR (%) = x 100%

Total Telur

Telur TerbuahiFR (%) = x 100%

Total Telur

Telur TerbuahiFR (%) = x 100%

Total Telur

Telur TerbuahiFR (%) = x 100%

Total Telur

Telur TerbuahiFR (%) = x 100%

Total Telur

Telur TerbuahiFR (%) = x 100%

Total Telur

Telur TerbuahiFR (%) = x 100%

Total Telur

Telur TerbuahiFR (%) = x 100%

Total Telur

Telur TerbuahiFR (%) = x 100%

Total Telur

Telur TerbuahiFR (%) = x 100%

Total Telur

18

Page 30: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

IV. KEADAAN UMUM

4.1. Keadaan Lokasi

Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung berlokasi

di Jalan Yos Sudarso, Desa Hanura, Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten

Pesawaran. Jarak lokasi ± 15 km dari kota bandar lampung. Lokasi ini dapat

ditempung menggunakan kendraan pribadi maupun angkutan umum dapat dilihat

pada Lampiran 1.

BBPBL Lampung dibangun diatas lahan seluas 5,9 ha, terletak dikawasan

Teluk Hurun yang merupakan bagian dari Teluk Lampung dengan batas-batas

wilayah sebagai berikut:

Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Sukajaya dan Desa Lempasing.

Sebelah Timur berbatasan dengan Teluk Lampung.

Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Hanura.

Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Sidodadi.

Teluk Hurun merupakan teluk kecil dengan luas perairan sekitar 1,5 km2

dengan panjang 1,5 km dan lebar 1 km. Dasar perairan teluk bagian barat daya

dan bagian selatan umumnya landai dengan kedalaman kurang dari 5 m.

Sedangkan dasar sekitar mulut teluk atau bagian tenggara cukup dalam yaitu 10-

15 m.

Page 31: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

Perairan Teluk Hurun cukup bersih dengan ombak yang relatif kecil

sepanjang tahun. Perairan ini memiliki pantai yang berdasar lumpur pasir dan

berkarang serta dikelilingi oleh hutang mangrove sehingga keadaan ini sangat

menunjang usaha budidaya.

4.2. Sejarah Singkat

Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung merupakan

unit pelaksana teknis dari Direktorat Jendral Perikanan Budidaya, Departemen

Kelautan dan Perikanan. Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL)

Lampung didirikan sejak tahun 1982 melalui proyek Pengembangan Budidaya

Laut, yang didasarkan adanya keputusan Presiden RI No.23 tahun 1982 tentang

pembangunan budidaya laut Indonesia, yang dimaksudkan agar pembangunan

budidaya laut dapat meningkatkan penghasilan nelayan atau petani ikan,

pencukupan gizi dan perluasan kerja.

Pelaksanaan pengembangan proyek tersebut tertuang dalam surat

Keputusan No.347/Kpts/Um/82 tanggal 8 Juli 1982 tentang penetapan lokasi

budidaya, teknik budidaya dan izin usaha, serta pengantarDirektorat Jendral

Perikanan No IK-21004.5055/82 sebagai salah satu Unit Pelaksanaan Teknis

(UPT) dibidang perikanan. Hingga 1985/1986, UPT ini berstatus proyek yaitu

Pelaksanaan Teknis Budidaya Laut. Melalui surat No. Kp 210/452/211/85 K

tanggal 24 Septemer 1985 diusulkan ke Departemen Pertanian untuk menjadi

Balai.

Kemudian dengan dikeluarkan Surat Keputusan No.347/Kpts/OT.201/8/86

tanggal 5 Agustus 1986 dan surat keputusan No.347/Kpts/OT.201/5/94 tanggal 6

Mei 1994 keberadaan BBPBL Lampung secara resmi diakui. Kemudian

20

Page 32: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

disempurnakan kembali dengan surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan

No. KEP.26 F/MEN/2001.

4.3. Struktur Organisasi

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.KEP.26

F/MEN/2001, tentang organisasi dan tata kerja BBPBL Lampung. Adapun

struktur organisasi BBPBL Lampung pada gambar 1.

Gambar 1. Struktur Organisasi Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung

Bagian Tata Usaha

Kepala Balai

SubBag. Keuangan

SubBag. Umum

Bid. Pelayanan Teknis

Seksi Sarana Laboratorium

Seksi Sarana Lapang

Bid. Standarisasi dan Informasi

Seksi Standarisasi

Seksi Informai

Kelompok Jabatan Fungsional(Perekayasaan/Litkayasa/PHPI/Analis

Kepegawaian/Pranata Humas/Pustakawan

21

Page 33: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

Adapun tugas dan tanggung jawab dari pegawai yang disesuaikan dengan

jabatan masing-masing, yaitu:

1. Kepala Balai

Bertugas mengawasi pelaksanaan tugas bawahan dan apabila terjadi

penyimpangan agar mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku, bertanggung jawab memimpin dan

mengkoordinasi bawahan dan memberi bimbingan serta petunjuk pelaksaan tugas

kepada bawahannya.

2. Bagian Tata Usaha

Bagian Tata Usaha bertugas melaksanakan urusan keuangan dan

pelaksanaan urusan kepegawaian, persuratan perlengkapan dan rumah tangga

serta pelaporan. Bagian tata usaha dibagi menjadi dua sub bagian yaitu sub bagian

keuangan yang bertugas mengatur urusan yang berkaitan dengan keuangan dan

sub bagian umum yaitu mengurusi segala urusan selain dari tugas sub keuangan.

3. Bidang Standarisasi dan Informasi

Bidang standarisasi dan informasi dibagi menjadi dua seksi yaitu seksi

standarisasi dan seksi informasi. Seksi standarisasi bertugas menyiapkan bahan

standar teknik pengawasan pembenihan dan pembudidayaan ikan laut,

pengendalian hama dan parasit ikan, lingkungan, sumber daya induk dan benih.

Sedangkan seksi informasi bertugas mengolahan jaringan informasi dan

perpustakaan yang ada di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung.

4. Bidang Pelayanan Teknik

Seksi pelayanan teknik bertugas melakukan pelayanan teknis kegiatan

pengembangan, pengawasan teknik pembenihan dan pembudidayaan ikan laut

serta menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan dalam proses pembenihan dan

22

Page 34: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

pembudidayaan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut. Seksi pelayanan

teknik dikelompokkan menjadi dua yaitu seksi sarana laboratorium yang

memiliki peran melayani kegiatan yang dilakukan di laboratorium dan seksi

sarana lapang memiliki peran melayani kegiatan di lapangan. Disamping itu, seksi

lapang juga yang mengkoordinir kegiatan magang, PKL dan praktek lainnya

untuk siswa, mahasiswa maupun untuk umum.

5. Kelompok Jabatan Fungsional

Kelompok jabatan fungsional bertugas melakukan kegiatan perekayasaan,

pengujian, penerapan dan bimbingan penerapan standarisasi atau sertifikat

pembenihan dan pembudidayaan ikan laut, pengendalian hama dan parasit,

pengawasan benih dan budidaya, penyuluhan, serta kegiatan lain sesuai dengan

tugas masing-masing jabatan fungsional berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung menyelenggarakan

beberapa fungsi seperti :

a. Pengkajian, pengujian dan bimbingan penerapan standar pembenihan dan

pembudidayaan ikan laut.

b. Pengkajian standar pelaksanaan sertifikat sistem mutu dan sertifikat personil,

pembenihan dan pembudidayaan ikan laut.

c. Pengkajian sistem dan tata laksana produksi dan pengelola induk sejenis dan

induk induk dasar kan laut.

d. Pelaksanaan penguji teknik pembenihan dan pembudidayaan ikan laut.

e. Pengkajian standar pengawasan benih, pembudidayaan serta pengendalian

hama dan penyakit ikan.

23

Page 35: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

f. Pengkajian standar pengendalian lingkungan sumber daya induk dan benih

ikan laut.

g. Pelaksanaan sistem jaringan laboratorium pengujian, pengawasan benih dan

pembudidayaan ikan laut.

h. Pengolahan, pelaksanaan informasi, publikasi pembenihan dan pembudidayaan

ikan laut.

i. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.

4.4. Tenaga Kerja

Tenaga kerja di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung

umumnya adalah pegawai negeri sipil (PNS). Jumlah PNS Balai Besar

Pengembangan Budidaya Laut Lampung seluruhnya berjumlah 127 orang, jumlah

CPNS dan kontrak 16 orang (Tabel 4 dan 5).

Jumlah pegawai berdasarkan ruang atau golongan adalah sebagai berikut:

Tabel 4. Jumlah Pegawai BBPBL Lampung Berdasarkan Tingkat Ruang atau Golongan

No.

StatusRuang atau Golongan

JumlahIV III II I

1.

2.

3.

PNS

CPNS

Tenaga Kontrak

9

-

-

66

1

-

47

3

10

5

-

2

127

4

12

Total 9 67 60 7 143

Sumber: BBPBL Lampung

BBPBL Lampung merupakan salah satu intansi besar milik pemerintah,

oleh sebab itu wajar jika jumlah pegawai negeri sipil (PNS) banyak bekerja di

instansi ini. Namun untuk meningkatkan produktivitas dan pengembangan,

BBPBL Lampung masih kekurangan tenaga sehingga di terimalah karyawan

24

Page 36: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

dengan status tenaga kontrak. Apabila karyawan tenaga kontrak dinilai memiliki

kemampuan yang baik, maka akan dicalonkan menjadi PNS atau diistilahkan

CPNS.

Sedangkan jumlah pegawai berdasarkan tingkat pendidikan adalah sebagai

berikut:

Tabel 5. Jumlah Pegawai BBPBL Lampung Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No StatusKepegawaian

S3 S2 S1/D4 D3 SLTA SLTP SD

1 PNS - 12 44 13 47 5 5

2 CPNS - - 1 3 - - -

3 Kontrak - - - - 10 - 2

Jumlah - 12 45 16 57 5 7

Sumber : BBPBL Lampung

Jumlah PNS di BBPBL Lampung saat ini masih didominasi oleh lulusan

SLTA dan S1, CPNS dengan pendidikan D3 dan tenaga kontrak hampir

keseluruhan lulusan SLTA.

4.5. Kegiatan Umum

Rekayasa teknologi yang dilakukan di Balai Besar Pengembangan

Budidaya Laut Lampung masih terfokus pada jenis komoditas yang secara

ekonomis mempunyai nilai jual tinggi, baik di pasaran domestik maupun pasar

luar negeri. Komoditas ini berhasil dikembangkan, baik dalam teknologi

pembenihan maupun pembesaran.

4.5.1. Sarana Penunjang

25

Page 37: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

a. Sumber Tenaga Listrik

Tenaga listrik di BBPBL Lampung bersumber dari PLN sebesar 105.000

KW dengan tegangan 220 volt dan sebagai cadangan digunakan generator set

(genset) sebanyak 3 unit dengan kapasitas masing-masing 50 KW dan 1 unit

berkapasitas 125 KWH. Ruang genset terletak berseberangan dengan mushola.

(A) (B)

Gambar 2. Mesin genset (A) dan trafo listrik (B)

b. Penyediaan Air Laut dan Air Tawar

Air Laut

Kebutuhan air laut merupakan kebutuhan pokok suatu usaha pembenihan

ikan laut. Proses pengambilan dan distribusi dari perairan sumber air

memerlukan pompa yang sesuai. Pemilihan pompa yang benar diharapkan

dapat bekerja secara efisiensi, efektif dan jangka usia ekonomisnya panjang.

Pompa tersebut mempunyai pipa saluran inlet dan pipa outlet.

Air Tawar

Air tawar dalam suatu usaha pembenihan banyak berperan dalam sanitas

dan higienitas sarana pembenihan serta untuk keperluan pengelolaan dan

26

Page 38: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

karyawan. Air tawar yang dibutuhkan dalam usaha kegiatan pembenihan di

BBPBL Lampung bersumber dari sumur bor yang dipompa dan dialirkan ke

tower tempat penampungan air tawar dan selanjutnya dialirkan keunit-unit

pembenihan dan rumah karyawan melalui pipa distribusi air tawar. Air tawar

yang terdapat di BBPBL Lampung ini tidak layak dikonsumsi oleh manusia

karena mengandung Fe tinggi, selain itu kadar salinitasnya berkisar antara 2-3

ppt.

(A) (B)

Gambar 3. Tandon air tawar (A) dan tandon air laut (B)

c. Suplai Oksigen

Suplai oksigen pemeliharaan induk, pemeliharaan larva dan kultur pakan

alami di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung berasal dari 6

unit root blower dan 4 unit vortex blower yang digunakan secara bergantian.

Sulai oksigen ini terdiri dari dari 2 unit root blower dengan merek Show Fu

yang berkapasitas 5.5 kw, 7.5 hp, A380V, 6.60A dan 1440 rpm yang

didistribusikan ke unit pembenihan dan pendederan kerapu bebek dan 2 unit

lagi didistribusikan untuk bak induk ikan kerapu kertang, pembenihan kuda

laut dan pembenihan ikan kakap. Sedangkan 2 unit root blower dan 1 unit

27

Page 39: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

vortex blower dengan merek teco Motor yang berkapasitas 4.0 kw, 5.5 hp,

A380V, 8.74A dan 1400 rpm yang disistribusikan untuk kegiatan kultur

plankton, pembenihan kerapu macan, pembenihan clownfish, pembenihan

cobia, laboratorium basah dan bak-bak unit budidaya lainnya.

Gambar 4. Mesin blower

d. Laboratorium

Laboratorium yang ada di BBPBL Lampung diantaranya laboratorium

pakan alami, laboratorium penyakit dan laboratorium lingkungan.

Laboratorium pakan alami berperan dalam kultur murni plankton skala kecil.

Gambar 5. Kultur murni plankton skala kecil di laboratorium pakan alami

28

Page 40: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

4.5.2. Sarana Pelengkap

Sarana pelengkap lainnya yang berfungsi untuk kelancaran kegiatan di

Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung Lampung adalah sarana

yang dapat memenuhi kesejahteraan karyawan. Sarana yang disediakan adalah

kantor, perumahan untuk karyawan, tempat ibadah, asrama, pos penjaga,

kendaraan dinas, sarana olah raga dan koperasi.

(A) (B)

Gambar 6. Asrama (A) dan Masjid (B)

29

Page 41: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Pengelolaan Induk

5.1.1. Wadah Pemeliharaan

Wadah merupakan bagian yang sangat penting yang harus

diperhatikan sebelum melakukan hal-hal yang berkaitan dengan

pembenihan ikan termasuk dalam pengelolaan induk. Wadah yang

digunakan di BBPBL Lampung untuk pemeliharaan dan pemijahan induk

merupakan wadah yang sama. Wadah ini terbagi atas 2 jenis yaitu

keramba jaring apung dan bak terkontrol yang terbuat dari beton dan

berbentuk tabung dengan diameter 3 dengan ketinggian 3 meter dan

kapasitas daya tampung ± 84,86 m3. Bak ini dilengkapi dengan saluran

inlet, outlet dan 10 buah aerasi.

Gambar 7. Bak pemeliharaan induk

Setiap 4-5 minggu sekali, bak induk dicuci dari kotoran lumpur dan

lumut yang menempel (Gambar 8). Sebelum dicuci, air bak dibuang

Page 42: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

hingga ketinggian air tinggal 30 cm dan induk-induk dipindahkan ke

dalam bak kecil berukuran 1,5 m x 1,5 m yang biasanya digunakan sebagai

bak penampung egg kolektor.

Bak yang telah dikeringkan kemudian dicuci dengan cara

menyiramkan kaporit sebanyak ½-1 kg yang telah dilarutkan ke dalam 15-

20 liter air. Bak kemudian disikat dan dibilas sampai bersih dan dibiarkan

sampai kering. Setelah kering, bak diisi air laut seperti keadaan semula.

Setelah bak terisi air, induk-induk lalu dipindahkan kembali ke

dalam bak tersebut. Untuk menjaga agar bak induk tetap bersih setiap hari

setelah diberi pakan, saluran outlet dibuka agar kotoran dan sisa pakan

terbuang. Selain itu, setiap seminggu sekali dasar bak disikat dari endapan

lumpur menggunakan sikat yang berukuran 4 meter.

Gambar 8. Proses pencucian bak induk

5.1.2. Penyediaan Induk

Induk kerapu tikus (Cromileptes altivelis) (Gambar 9) di BBPBL

Lampung diperoleh dari penangkapan di perairan bebas daerah Halmahera,

Ambon dan benih yang dibesarkan hingga menjadi induk. Induk yang

31

Page 43: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

dipelihara di bak terkontrol BBPBL Lampung saat ini berjumlah 28 ekor

terdiri dari 12 ekor jantan dan 16 ekor betina (Tabel 6).

Gambar 9. Induk Kerapu Tikus

Table 6. Spesifikasi Induk Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis) di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung

No.Induk Jantan Induk Betina

Panjang (cm) Berat (kg) Panjang (cm) Berat (kg)1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

16.

46

48

58

51

60

45

59

48

48

49

46

50

-

-

-

-

2,1

2,1

3,5

2,6

3,3

1,8

3,8

2,6

2,2

2,0

1,9

2,7

-

-

-

-

40

51

45,5

62

56

63

42

48

55

49

56

47

57

45

48

44

2,3

2,5

2

4,8

3,4

4,5

1,5

2,3

3,5

2,2

3,3

3,2

3,9

1,9

2

1,4

32

Page 44: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

Sumber: BBPBL Lampung

Dari data tabel diatas, ada variasi ukuran panjang dan berat induk

jantan dan betina ikan kerapu tikus. Sehingga ukuran panjang dan berat

tidak dapat dijadikan sebagai indikator perubahan jenis kelamin pada

induk seperti yang disampaikan oleh Chua dan Teng dalam Zainal (1994),

bahwa ikan kerapu tikus akan matang kelamin apabila mempunyai berat

1,5-2,5 kg untuk betina dan akan menjadi jantan setelah mencapai berat

2,5 kg atau lebih. Sementara dari data tersebut masih terdapat induk betina

dengan ukuran berat 4,8 kg dan belum berubah menjadi jantan.

5.1.3. Seleksi Induk

Ikan kerapu tikus (Cromileptes altivelis) termasuk ikan hemaprodit

protogini dimana pada awal kehidupan sampai dewasa berjenis kelamin

betina dan ketika melewati masa dewasa sampai akhir hayatnya berjenis

kelamin jantan. Hal ini sesuai dengan penyataan Antoro dkk (1999) ikan

kerapu tikus bersifat hemaprodit protogini yaitu pada masa

perkembangannya mencapai dewasa (matang gonad) berjenis kelamin

betina dan akan berubah menjadi jantan apabila ikan tersebut bertambah

besar atau bertambah tua umurnya.

Seleksi induk (Gambar 10) dilakukan untuk mengecek jumlah

induk jantan dan betina yang terdapat di dalam bak. Pengecekan dilakukan

setiap 4-5 minggu sekali atau pada saat pembersihan bak setiap

bulan.Pengecekkan induk dapat dilihat dari ciri-ciri luar induk. Induk

jantan memiliki 2 lobang genital dan agak menonjol sedang induk betina

memiliki 3 lobang genital dan tidak menonjol.

33

Page 45: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

Gambar 10. Proses seleksi induk

5.1.4. Pemberian Pakan

Pakan diberikan pada induk untuk mempertahankan hidup dan

meningkatkan perkembangan gonad. Pakan yang diberikan berupa ikan

rucah jenis ikan kuniran, cumi-cumi dan kerang-kerangan (Gambar 11).

Pakan disimpan dalam lemari pendingin guna mempertahankan kualitas

agar tetap baik. Sebelum diberikan, terlebih dahulu pakan ini di rendam

kedalam air guna mencairkan es-es yang terdapat pada pakan.

Gambar 11. Pakan ikan rucah dan kerang untuk induk

34

Page 46: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

Selain pakan ikan rucah dan cumi, induk juga diberikan vitamin C

dan E berbentuk kapsul dan spirulina berbentuk tablet. Menurut Wardoyo

dan Muchsin (1990), vitamin E dapat memperlancar kerja fungsi sel-sel

kelamin dengan bertambahnya fungsi hormon gonadotropin serta

menguatkan jaringan indung telur dan vitamin C berperan dalam menjaga

kondisi kesehatan induk, mempercepat kematangan gonad dan dapat

meningkatkan kualitas telur. Vitamin diberikan 2 kali dalam seminggu

sementara spirulina diberikan setiap hari. Vitamin dan spirulina diberikan

dengan cara menyelipkan ke dalam tubuh ikan rucah atau cumi.

Tabel 7. Jadwal pemberian pakan Induk Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis) di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung

Hari Jenis pakan Frequensi

Senin

Selasa

Rabu

Kamis

Jumat

Sabtu

Minggu

Cumi-cumi+kerang+spirulina+vitamin E

Cumi-cumi atau ikan

rucah+kerang+spirulina

Cumi-cumi atau ikan

rucah+kerang+spirulina

ikan rucah+kerang+spirulina+vitamin C

Cumi-cumi atau ikan

rucah+kerang+spirulina

Cumi-cumi atau ikan

rucah+kerang+spirulina

ikan rucah+kerang+spirulina

1 x sehari

1 x sehari

1 x sehari

1 x sehari

1 x sehari

1 x sehari

1 x sehari

35

Page 47: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

Sumber: BBPBL Lampung

Tabel di atas menjelaskan jenis-jenis pakan yang diberikan pada

induk untuk setiap harinya. Namun, jadwal ini tidak selalu berjalan dengan

baik sebab tergantung pada ketersediaan pakan yang ada. Selain itu, Pakan

ini diberikan pada pagi hari dan diberikan secara terus menerus sampai

induk kenyang (adlibitum) pada satu titik. Namun, jika dilihat rata-rata

pemberian pakan jumlah pakan yang habis sekitar 25-30 ekor ikan rucah

atau cumi perhari.

5.1.5. Pengelolaan Kualitas Air

Pengelolaan kualitas air pada bak induk kerapu tikus (Cromileptes

altivelis) mengguna sistem air mengalir 24 jam. Air masuk memalui

saluran outlet yang terdapat di permukaan bak kemudian keluar melalui

saluran outlet yang terdapat di dasar bak. Air yang masuk ke dalam bak

berasal langsung dari pompa air utama sehingga sebelum dimasukkan

terlebih dahulu difilter untuk meminimalisir lumpur atau kotoran-kotoran

lainnya agar tidak ikut masuk ke bak. Filter ini terdiri atas pasir, arang

kayu dan arang tempurung.

36

Page 48: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

Gambar 12. Filter air dan proses pemasangan bahan-bahan filter

Selain penggunaan filter, untuk menjaga kualitas air setiap 3-4 hari

sekali dasar bak disikat menggunakan sikat yang dilengkapi pipa panjang

sebagi pegangan. Hal ini dilakukan dengan cara mendorong kotoran dari

pinggir bak ke arah saluran outlet yang terletak di tengah bak sehingga

kotoran akan terbawa bersamaan dengan air yang keluar dari saluran

outlet.

5.1.6. Pengendalian Penyakit

Pengendalian terhadap penyakit induk kerapu tikus (Cromileptes

altivelis) dilakukan apabila ada induk yang terserang penyakit atau paling

tidak dilakukan sekali dalam sebulan. Parasit pembawa penyakit yang

ditemukan pada induk banyak dari jenis Argulus sp. Pencegahan dan

pengobatan dilakukan menggunakan air tawar dan obat acriflavin. Air

tawar dipakai untuk merendam induk-induk dengan tujuan agar parasit-

parasit yang menempel pada tubuh induk mati karena ada sebagian parasit

yang hidup di air laut akan mati setelah terkena air tawar. Hal ini sesuai

dengan pendapat Sugama dkk (2001), bahwa untuk menghindari serangan

penyakit disarankan untuk membersihkan induk dengan perendaman air

tawar setiap bulan sebelum induk memijah.

37

Page 49: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

Gambar 13. Perendaman induk ke dalam air

Sementara itu, acriflavin digunakan dengan dosis 1 ppm. Setelah

dilarutkan kedalam air, cairan acriflavin kemudian dioleskan ke tubuh

induk yang luka atau terdapat parasit menggunakan kapas atau busa. Induk

yang telah diobati harus terus dikontrol untuk mencegah terjadinya stres

bahkan kematian.

5.1.7. Perangsang Kematangan Gonad

Pemijahan akan terjadi apabila induk telah matang gonad.

Kematangan gonad induk terjadi secara alami apabila telah sampai

waktunya memijah. Namun, proses kematangan gonad ini dapat dipercepat

dengan perangsangan melalui beberapa perlakuan.

Di BBPBL Lampung, proses perangsangan kematangan gonad

tidak menggunakan hormon melainkan melalui pemberian pakan yang

bernutrisi tinggi dan perlakuan manipulasi lingkungan dengan penjemuran

tubuh induk. Pakan yang dapat merangsang kematangan gonad adalah

pakan yang banyak mengandung protein. Oleh sebab itu pada saat

pemberian pakan, diberikanlah pakan cumi-cumi dalam jumlah yang lebih

besar dibanding ikan rucah. Hal ini disebabkan oleh kandungan protein

cumi-cumi lebih tinggi dibanding ikan rucah. Disamping itu, pemberian

vitamin C, vitamin E dan Spirulina juga ikut memacu proses pematangan

gonad (Gambar 14).

38

Page 50: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

Selain pemberian pakan, perlakuan manipulasi lingkungan dengan

penjemuran tubuh induk juga tidak kalah penting dalam proses

kematangan gonad induk. Sudaryanto (1999) mengemukakan bahwa

metode manipulasi lingkungan memiliki kelebihan bila dibandingkan

metode lain, karena selain biayanya murah, kualitas telur terjamin,

memijah disaat waktu yang sesuai dan kecil kemungkinan terjadi efek

samping pada induk.

Perlakuan ini pada dasarnya bertujuan agar bagian kepala induk

terkena cahaya matahari sehingga organ-organ dalam kepala bekerja lebih

cepat begitu juga hipofisa. Hipofisa adalah hormon yang membantu proses

pematangan gonad. Dengan demikian, apabila hipofisa bekerja cepat maka

proses pematangan gonad induk juga cepat. Penjemuran induk dilakukan

setiap hari setelah pemberian pakan dengan cara mengurangi jumlah air di

bak dengan menyisakan air setinggi 30 cm. Perlakuan ini juga

menggunakan sistem air mengalir.

(A) (B)

Gambar 14. Spirulina tablet (A) dan Kapsul vitamin E (B)

39

Page 51: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

5.1.8. Pemijahan

Induk-induk yang telah matang gonad akibat rangsangan

menggunakan manipulasi lingkungan telah siap untuk dipijahkan. Sebelum

pemijahan, terlebih dahulu dipasang penampung telur (egg colektor) dan

pipa outlet atas (Gambar 15). Egg colektor berfungsi sebagi media

penampung telur hasil pemijahan induk-induk tersebut sedangkan pipa

outlet atas berfungsi untuk mengalirkan telur dari bak pemijahan ke egg

colektor. Egg colektor berupa kain straming berukuran 80 x 55 x 60 cm

dan pipa outlet berukuran 4 inchi.

Pemijahan kerapu tikus (Cromileptes alivelis) pada umunya

berlangsung selama 7-10 hari dalam satu kali periode pemijahan.

Pemijahan ini berlangsung antara pukul 21.00 wib sampai dengan pukul

03.00 wib. Namun menurut Sugama dkk (1998), waktu pemijahan ikan

kerapu tikus terjadi pada dini hari pukul 02.00-05.00 wib dan intensitas

pemijahan tertinggi pada saat lima hari sebelum dan sesudah bulan gelab.

Pada saat proses pemijahan diusahakan agar tidak ada cahaya yang

mengenai bak pemijahan karena hal ini dikhawatirkan dapat menyebabkan

induk tidak mau memijah.

40

Page 52: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

Gambar 15. Egg colektor atau tempat penampungan telur hasil pemijahan

Induk-induk yang telah memijah dapat ditandai dengan terciumnya

bau yang sedikit amis yang berasal dari telur di egg kolektor. Telur-telur

ini dapat tertampung ke dalam egg colektor karena telur kerapu tikus

(Cromilevtes altivelis) memiliki sifat melayang di permukaan air sehingga

terbawa arus ke egg colektor melalui pipa outlet atas. Telur-telur yang

terdapat di egg colektor selanjutnya siap untuk dipanen.

5.2. Penanganan Telur

5.2.1. Pemanenan Telur

Pemanenan telur dilakukan pada pagi hari antara pukul 07.00-08.00

wib. Pemanenan harus dilakukan secara hati-hati agar perkembangan

emberio tidak terganggu sehingga dapat berkembang dengan baik dan

sempurna. Pemanenan menggunakan scop net berukuran 400 mikron.

Telur-telur yang telah diserok dimasukkan ke dalam ember berukuran 10

atau 20 liter yang telah berisi air laut. Kemudian telur-telur tersebut

dipindahkan ke dalam akuarium yang berukuran 65 x 40 x 40 cm lalu

ditambah air hingga volume air mencapai 90 liter dan diberi aerasi.

5.2.2. Seleksi dan Perhitungan Telur

Seleksi telur bertujuan untuk memisahkan antara telur yang baik

dengan telur yang jelek. Telur yang baik memiliki ciri-ciri yaitu berwarna

bening kekuning-kuningan, memiliki emberio dan melayang-layang di

dalam air. Sedangkan telur yang jelek memiliki ciri-ciri yaitu berwarna

41

Page 53: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

putih susu dan mengendap di dasar akuarium. Mayunar dan Ahmad (1994)

mengemukakan bahwa telur yang besar memiliki kuning telur yang lebih

besar sehingga peluang untuk hidup tinggi.

Sebelum dilakukan pemisahan telur, terlebih dahulu telur akan

hitung untuk mengetahui jumlah total telur dari hasil pemijahan.

Perhitungan dilakukan menggunakan metode volumetrik. Perhitungan

dimulai dengan membesarkan aerasi akuarium penampungan telur yang

bervolume 90 liter. Hal ini bertujuan agar seluruh telur teraduk. Telur-telur

yang telah teraduk diambil menggunakan tutup botol volume 5 ml sebagai

sampel. Telur-telur tersebut kemudian dihitung di atas nampan yang

terbuat dari kain kasa 200 mikron yang berbentuk persegi panjang ukuran

20 x 30 cm. Pengambilan sampel ini sebanyak 3 kali.

Gambar 16. Perhitungan telur

Telur-telur hasil panen yang telah dihitung dicatat sebagai

pembukuan untuk membandingkan hasil telur dalam setiap priode

pemijahan. Setelah diperoleh data total telur, aerasi dimatikan dan

dibiarkan sekitar 20 menit agar telur yang jelek mengendap di dasar. Telur

yang mengendap disipon menggunakan selang kecil. Penyiponan

Sampel a + Sampel b + Sampel cTotal Telur = x 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel cTotal Telur = x 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel cTotal Telur = x 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel cTotal Telur = x 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel cTotal Telur = x 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel cTotal Telur = x 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel cTotal Telur = x 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel cTotal Telur = x 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel cTotal Telur = x 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel cTotal Telur = x 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel cTotal Telur = x 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel cTotal Telur = x 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel cTotal Telur = x 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel cTotal Telur = x 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel cTotal Telur = x 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel cTotal Telur = x 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel cTotal Telur = x 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel cTotal Telur = x 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel cTotal Telur = x 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel cTotal Telur = x 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel cTotal Telur = x 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel cTotal Telur = x 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel cTotal Telur = x 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel cTotal Telur = x 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel cTotal Telur = x 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel cTotal Telur = x 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel cTotal Telur = x 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel cTotal Telur = x 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel cTotal Telur = x 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel cTotal Telur = x 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel cTotal Telur = x 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel cTotal Telur = x 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel cTotal Telur = x 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel cTotal Telur = x 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel cTotal Telur = x 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel cTotal Telur = x 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel cTotal Telur = x 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel cTotal Telur = x 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel cTotal Telur = x 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel cTotal Telur = x 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel cTotal Telur = x 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel cTotal Telur = x 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel cTotal Telur = x 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel cTotal Telur = x 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel cTotal Telur = x 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel cTotal Telur = x 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel cTotal Telur = x 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel cTotal Telur = x 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel cTotal Telur = x 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel cTotal Telur = x 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel cTotal Telur = x 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel cTotal Telur = x 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel cTotal Telur = x 200 x Volume Air

3

Sampel a + Sampel b + Sampel cTotal Telur = x 200 x Volume Air

3

42

Page 54: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

dilakukan dengan hati-hati agar telur yang melayang di air tidak ikut

terbuang. Setelah disipon, aerasi dihidupkan dan dilakukan pehitungan

untuk melihat telur yang terbuahi menggunakan rumus yang sama. Hasil

dari perhitungan tersebut dimasukkan ke dalam rumus untuk melihat FR

(Fekunditas Rate).

Telur yang telah dihitung total dan diseleksi pada pagi hari, maka

dilakukan perhitungan kembali pada sore atau malam hari sebelum

penebaran. Hal ini dilakukan untuk mengetahui jumlah telur yang telah

menetas. Adapun hasil pemanenan telur selama pemijahan satu periode

adalah sebagai berikut.

Tabel 8. Hasil Pemanenan Telur Dalam Satu Periode Pemijahan

No Hari TanggalPemijahan

ke-

Jumlah total telur

FR HR

1 Sabtu18/02/201

21 231.000 0 0

2 Minggu19/02/201

22 209.000 0 0

3 Senin20/02/201

23 0 0 0

4 Selasa21/02/201

24 332.000 55% 92,93%

5 Rabu22/02/201

25 124.000 70,9% 93,56%

6 Kamis23/02/201

26

2.305.333

9,9% 44,4%

7 Jum’at24/02/201

27 515.000 49% 35,8%

8 Sabtu25/02/201

28 202.400 90% 0

9 Minggu26/02/201

29 79.200 30% 0

10 senin27/02/201

210 312.000 7,6% 0

Sumber: BBPBL Lampung

43

Page 55: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

5.3. Pemeliharaan Larva

5.3.1. Persiapan Wadah

Pemeliharaan larva dilakukan menggunakan bak beton berukuran 4

x 2 x 1,2 m dengan kapasitas 9,6 m3. Sebelum pemeliharaan larva yang

harus dilakukan adalah persiapan bak. Persiapan bak meliputi pencucian

bak, terpal penutup bak dan perangkat aerasi, pembilasan bak, pemasangan

perangkat aerasi dan saluran otulet serta pengisian air.

Pencucian bak menggunakan kaporit 200-300 gram yang

dilarutkan ke dalam air 15-20 liter. Larutan tersebut disebar ke sekeliling

bak secara merata menggunakan gayung lalu dibiarkan 2-3 jam,

selanjutnya disikat dan dibilas. Selain bak, terpal penutup bak juga harus

dicuci. Pencucian ini dilakukan dengan cara disikat, dibilas lalu dijemur.

Sementara itu, pencucian perangkat aerasi yang terdiri atas selang dan batu

aerasi dilakukan dengan merendam seluruh perangkat tersebut ke dalam

larutan kaporit, dibiarkan selama 1-2 hari kemudian dibilas dan dijemur.

Gambar 17. Pencucian bak pemeliharaan larva

Pembilasan bak, pemasangan perangkat aerasi dan pipa saluran

outlet serta pengisian air biasanya dilakukan pada waktu yang sama.

44

Page 56: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

Pembilasan bak bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa kaporit setelah

dicuci. Perangkat aerasi dipasang secara rapi. Jumlahnya berkisar antara

19-23 buah perbak. Setelah bak dibilas dan dipasang perangkat aerasi,

selanjutnya dilakukan penutupan saluran outlet dan pengisian air. Saluran

outlet ditutup menggunakan pipa paralon berukuran 4 inchi.

Pengisiaan air sebanyak 70% dari volume total bak. Air yang isi

yang berasal dari tandon yang telah difilter melalui filter ultraviolet yang

kemudian disaring lagi menggunakan saringan kain kasa. Bak kemudian

ditutup menggunakan terpal setelah pengisian air.

5.3.2. Penebaran Larva

Penebaran larva dilakukan setelah telur menetas yakni 18-20 jam

setelah pembuahan. Hal ini dilakukan pada malam hari pukul 20.00 wib.

Penebaran larva dilakukan dengan cara mengambil larva dari akuarium

penetasan menggunakan baskom atau gayung kemudian dipindahkan ke

bak pemeliharaan yang telah disiapkan. Penebaran harus dilakukan secara

hati-hati untuk mencegah larva stres dan mati.

45

Page 57: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

Gambar 18. Penebaran larva ke dalam bak pemeliharaan

Pada saat penebaran larva tidak dilakukan aklimatisasi, karena air

yang berada di bak pemeliharaan dan akuarium penetasan berasal dari

sumber yang sama sehingga kualitas air juga relatif sama. Padat tebar

berkisar antara 8-10 ekor/liter atau 20-25 ekor/liter.

5.3.3. Pemberian Pakan

Salah satu kunci keberhasilan hidup larva adalah adalah adanya

pasokkan makanan dari luar setelah cadangan makanan di tubuh larva

habis. Slamet dkk (1996) mengemukakan bahwa larva yang baru menetas

mempunyai kuning telur (yolk) dan pada ujung kuning telur tedapat butitan

minyak dan berfungsi sebagai cadangan makanan larva. Pemberian pakan

pertama dimulai sejak larva berumur D2 yakni pada sore hari. Adapun

jenis pakan yang diberikan antara lain, sebagai berikut:

a. Nannochloropsis sp atau Tetraselmis sp

Diberikan sejak larva berumur D2-D25 dan ini merupakan tahap awal

pemberian pakan bagi larva. Hal ini dikenal dengan metode green

water system. Adapun kepadatan untuk Nannochloropsis sp 2-4 x 105

sel/ml dan Tetraselmis sp 1-2 x 105 sel/ml. Selain untuk pakan larva,

plankton ini juga berfungsi untuk mengatur keseimbangan insensitas

cahaya dan suplai oksigen (siang hari) serta sebagai makanan rotifera.

b. Minyak ikan

Diberikan pada pagi hari saat larva umur D3-D7. Minyak ikan

diperkaya asam lemak tidak jenuh (omega 3) dengan tujuan untuk

46

Page 58: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

suplai vitamin a untuk larva dan rotifera sekaligus sebagai pelicin agar

larva tidak mengapung di permukaan air.

c. Rotifera

Rotifera diberikan pada larva mulai umur D2 tepatnya pada sore hari

sampai pada larva umur D25. Kepadatannya antara 5-7 ind/ ml bahkan

lebih, seiring bertambahnya umur larva. Rotifera diperoleh dari bak

kultur massal yang dipanen setiap hari. Pemberian ini dilakukan 2 kali

dalam sehari. Sebelum diberikan kepadatan larva dicek menggunakan

gelas kaca, bertujuan untuk mengetahui kepadatan rotifera yang

terdapat di dalam bak.

d. Artemia

Naupli artemia mulai diberikan pada larva umur D14. Pemberian

naupli artemia 2 x sehari yakni pada pagi dan sore hari. Naupli artemia

diperoleh dari hasil kultur. Kultur artemia dilakukan menggunakan bak

fiber hitam yang terdapat di ruang pembenihan. Lama pengkulturan ±

18-20 jam. Hasil panen naupli artemia dibagi menjadi 2 bagian yaitu

untuk pemberian pagi dan pemberian sore. Naupli yang diberikan pada

sore hari diberikan pengkayaan berupa minyak cumi. Ini bertujuan

untuk menambah nutrisi dan supaya ukuran artemia menjadi besar.

Kepadatan naupli artemia yang diberikan berkisar antara 1-3 ind/ml.

Pemberian naupli artemia akan dihentikan jika larva telah mampu

mengkonsumsi pakan bauatan secara utuh.

e. Pakan buatan

47

Page 59: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

Pakan yang digunakan bermerek Love Larva. Ukuran pakan yang

diberikan bervariasi tergantung umur dan ukuran larva. Pakan ini

diberikan sejak larva berumur D16. Pada awal pemberiannya, pakan

diberikan sedikit demi sedikit gunanya untuk membiasakan sekaligus

merangsang larva untuk memakan pakan ini. Pakan ini diberikan

sampai larva masuk ke tahap pendederan.

Pakan sangat berkaitan dengan pertumbuhan larva, sehingga

dilakukanlah pengukuran larva untuk melihat tingkat pertumbuhannya.

Pengukuran larva dilakukan dengan cara mengambil beberapa ekor larva

sebagai sampel lalu diukur panjang larva dan diambil rata-rata dari

pengukuran tersebut. Pengukuran panjang larva dilakukan sebilan hari

sekali atau ketika larva telah melewati masa-masa kritis dimana masa-

masa kritis yakni pada umur D7 sampai dengan D10. Hasil pengukuran

dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 9. Perkembangan Panjang Larva Kerapu Tikus di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung

Kode BakKelompok Umur

Umur 9 hari Umur 18 hari Umur 27 hari

Bak Induk F2 Laut (B)

Bak Induk Darat

0,47 cm

0,55 cm

0,7 cm

0,9 cm

1,0 cm

1,2 cm

Sumber: BBPBL Lampung

5.3.4. Pengelolaan Kualitas Air

Keberhasilan pemeliharaan larva kerapu tikus (Cromileptes

altivelis) dalam suatu pembenihan salah satunya ditentukan oleh kondisi

lingkungan atau kualitas air. Menurut Erlina dan Arif (2010),  kualitas air

48

Page 60: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

adalah salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dalam

memproduksi ikan kerapu tikus. Langkah-langkah yang digunakan di

BBPBL Lampung untuk menjaga kualitas air meliputi:

a. Filterisasi air. Meliputi penyaringan di tandon, penyaringan

menggunakan flter elektronik dan penyaringan menggunakan kain kasa.

b. Sirkulasi atau pergantian air. Pergantian air dimulai sejak umur D7

sebanyak 5% dan ditingkatkan menjadi 10% setelah berumur D10. Pada

umur D20 sampai panen pergantian air ditingkatkan menjadi 20-50%.

c. Sipon. Penyiponan dilakukan ketika larva menginjak umur D16 atau

jika banyak terdapat kotoran di dasar bak.

d. Penggunaan penutup bak. Penutup bak berbahan plastik terpal.

Tujuannya untuk menjaga kestabilan suhu dan mencegah kotoran

masuk ke dalam bak.

e. Penggunaan probiotik. Probiotik yang digunakan bertujuan untuk

menumbuhkan bakteri baik yang dapat menguraikan lumpur ataupun

kotoran-kotoran sisa pakan.

Gambar 19. Penyiponan bak pemeliharaan larva

49

Page 61: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

Selain menjaga kualitas air menggunakan metode-metode diatas,

juga dilakukan pengukuran kualitas air. Pengukuran ini dilakukan sekali

dalam 3 hari sampai larva umur D10. Hal ini disebabkan karena pada umur

ini kondisi larva masih rentan atau masih pada masa kritis sehingga perlu

perhatian khusus. Setelah itu pengukuran kualitas air dilakukan sebulan

sekali sampai larva menjadi benih. Pengukuran kualitas air dilakukan di

Laboratorium Kualitas Air BBPBL Lampung. Hasil pengukuran kualitas

air ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 10. Parameter Kualitas Air di Bak Pemeliharaan Larva Ikan Kerapu Tikus di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung Hari Ketiga.

No Parameter

Bak LarvaStandart baku

mutu air (keputusan

menteri lingkungan hidup no 51 tahun 2004)

F2 (A) F2 (B) Darat (C)

1 DO (mg/l) 4,3 4,6 4,1 > 52 Salinitas (ppt) 32,7 31,9 32,2 33-343 Suhu (0C) 27,5 28 28 28-304 pH 7,1 7,4 7,4 7-8,55 Amoniak (mg/l) 0,44 0,57 0,52 0,306 Nitrit (mg/l) 0,22 0,30 0,28 -

Sumber: BBPBL Lampung

Tabel 11. Parameter Kualitas Air di Bak Pemeliharaan Larva Ikan Kerapu Tikus di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung Hari Keenam.

No Parameter

Bak LarvaStandart baku

mutu air (keputusan

menteri lingkungan hidup no 51 tahun 2004)

F2 (A) F2 (B) Darat (C)

1 DO (mg/l) - 4,1 4,3 > 52 Salinitas (ppt) - 31,8 32,1 33-34

50

Page 62: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

3 Suhu (0C) - 27 27 28-304 pH - 7,6 7,5 7-8,55 Amoniak (mg/l) - 0,67 0,55 0,306 Nitrit (mg/l) - 0,38 0,49 -

Sumber: BBPBL Lampung

Tabel 11. Parameter Kualitas Air di Bak Pemeliharaan Larva Ikan Kerapu Tikus di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung Hari Kesembilan.

No Parameter

Bak LarvaStandart baku

mutu air (keputusan

menteri lingkungan hidup no 51 tahun 2004)

F2 (A) F2 (B) Darat (C)

1 DO (mg/l) - 4,4 4,7 > 52 Salinitas (ppt) - 31,8 32,3 33-343 Suhu (0C) - 28 28 28-304 pH - 7,2 7,5 7-8,55 Amoniak (mg/l) - 0,59 0,51 0,306 Nitrit (mg/l) - 0,33 0,46 -

Sumber: BBPBL Lampung

Jika diperhatikan Disolvet Oxigent (DO) atau oksigen terlarut,

salinitas perairan dan amoniak, hasil pengukuran menunjukkan nilai

dibawah standart baku mutu air walaupun rentan angka tidak begitu

signifikan. Sementara itu suhu dan pH, telah menunjukkan nilai positif

karena telah sesuai dengan standart baku mutu air. Dengan demikian,

dapat diketahui bahwa kualitas air di BBPBL Lampung hampir layak

dijadikan media pemeliharaan larva ikan kerapu tikus.

5.3.5. Pengendalian Penyakit

Pengendalian penyakit meliputi pencegahan dan pengobatan.

Pencegahan lebih sering dilakukan dibanding dengan pengobatan.

Pencegahan terhadap penyakit dilakukan dengan menggunakan media dan

51

Page 63: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

alat-alat yang bersih sebelum pemeliharaan larva. Selain itu, pencegahan

juga dapat dilakukan dengan pemberian 5-10 ppm acriflavin.

5.3.6. Pemanenan dan Seleksi Benih (Grading)

Pemanenan dilakukan ketika larva telah mencapai umur D35-D40

atau berukuran 1,5-2 cm. Pemanenan bertujuan untuk memindahkan larva

yang telah menjadi benih ke proses pendederan atau juga untuk dijual.

Sementara itu, selama proses pemanenan juga dilakukan grading (Gambar

20).

Bak benih yang di grading diturunkan air hingga mencapai 30 cm.

Benih ditangkap menggunakan serok lalu dipindahkan ke baskom dan

dibawa ke tempat grading. Tempat grading berupa bak fiber bulat yang

biasanya juga digunakan untuk pemeliharaan benih untuk pendederan.

Benih kemudian di grading. Grading ini dibagi menjadi 3 ukuran yaitu

kecil, sedang dan besar. Setelah dipisahkan selanjutnya benih siap ditebar

di bak pendederan sesuai ukurannya. Dari hasil grading hampir 20%

ukuran benih kecil atau belum mencapai ukuran 1,5 cm. Hal ini dapat

disebabkan karena pada masa pemeliharaannya kurang memperoleh pakan

akibat kalah dalam persaingan perebutan pakan tersebut sehingga

pertumbuhannya terhambat. Dengan demikian, maka pemeliharaan selama

larva sudah mendekati berhasil karena 80% benih telah sesuai ukuran

untuk dipanen.

52

Page 64: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

Gambar 20. Seleksi benih (grading)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari paparan hasil praktek magang yang telah dijelaskan dapat diambil

beberapa kesimpulan, antara lain:

Ikan kerapu tikus (Cromilevtes altifelis) merupakan salah satu jenis komoditi

unggulan yang terdapat di BBPBL Lampung.

Pengembangan ikan kerapu tikus (Cromilevtes altifelis) di BBPBL Lampung

meliputi pembenihan, pembesaran dan penghibritan.

Pembenihan ikan kerapu tikus (Cromilevtes altifelis) melalui beberapa tahapan-

tahapan yaitu pengelolaan induk, penangganan telur dan pemeliharaan larva.

Jumlah induk 28 ekor terdiri dari 16 ekor betina dan 12 ekor jantan.

Page 65: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

Induk-induk ikan kerapu tikus (Cromilevtes altifelis) dapat menghasilkan telur

hingga mencapai 2.305.333 butir dan tingkat penetasan 93,56% dalam sekali

pemijahan.

Pakan yang diberikan selama pemeliharaan larva antara lain, Nannochloropsis

sp atau Tetraselmis sp, minyak ikan, rotifera, artemia dan pakan buatan.

Langkah-langkah yang digunakan BBPBL Lampung dalam usaha pengelolaan

kualitas air pemeliharaan larva meliputi filterisasi air, sirkulasi air, siponisasi,

penggunaan tutup bak dan penggunaan probiotik.

Terdapat beberapa teori yang tidak sesuai dengan fakta di lapangan, seperti

pada indikator berat untuk menentukan perubahan jenis kelamin dan waktu

pemijahan induk yang tidak sama.

6.2. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap beberapa teori yang tidak

sesuai dengan dengan fakta di lapangan, seperti pada indikator berat untuk

menentukan perubahan jenis kelamin dan waktu pemijahan induk yang tidak

sama. Dengan adanya penelitian terhadap masalah tersebut diharapkan mampu

meningkatkan usaha pembenihan ikan kerapu tikus (Cromilevtes altifelis) semakin

baik.

Keberhasilan dalam usaha pembenihan ikan kerapu tikus (Cromilevtes

altifelis), tidak lepas pada pengelolaan manajemen usaha tersebut. Oleh karena itu,

perlu diterapkan manajemen usaha yang baik guna mencapai suatu usaha

pembenihan yang berkelanjutan.

54

Page 66: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

DAFTAR PUSTAKA

Agus. H, Mustamin dan Hanung. S. 1999. Panen dan Transportasi dalam Pembenihan Ikan Kerapu Tikus. Balai Budidaya Laut Lampung. Lampung

Akbar. S. 2001. Pembenihan dan Pembesaran Ikan Kerapu Bebek. Jakarta. Penebar Swadaya

Antoro. S, Endang. W dan P. Hartono. 1999. Biologi Kerapu Tikus dalam Pembenihan Ikan Kerapu Tikus. Balai Budidaya Laut Lampung. Lampung

Asliyanti. 1996. Pemeliharaan Ikan Kerapu Bebek Dengan Padat Tebar Berbeda. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Departemen Pertanian. Jakarta

BBAP Situbondo. 2007. Pelatihan Manajemen Pengendalian Mutu Pembenihan. Direktorat Perikanan Budidaya. Balai Budidaya Air Payau Situbondo. Situbondo

Erlina. D.T.S dan M. Arif. 2010. Artikel Ilmiah Teknik Pembenihan Kerapu Tikus di BBAP Situbondo. Universitas Airlangga. Surabaya

Page 67: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

Kordi .K dan Gufran. M. 2001. Pembesaran Ikan Kerapu Bebek di Tambak. Yokyakarta. Penerbit Kanisius

Kurniastuty, P. Hartono dan Agus. H. 1999. Hama dan Penyakit dalam Pembenihan Ikan Kerapu Tikus. Balai Budidaya Laut Lampung. Lampung

Mayunar dan Akhamd. 1994. Pemantauan Musim, Fekunditas dan Kualitas Telur Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis) dan hasil Pemijahan Alami dalam Kelompok. Jurnal Penelitian Budidaya Pantai. BBAP Balitbang. Maros

Mustamin. 2004. Produksi Telur dalam Pembenihan Ikan Kerapu Tikus. Balai Budidaya Laut Lampung. Lampung

Paimin. F.R.. 2000. Rahasia Membesarkan Ikan Kerapu Tikus. Jakarta. Direksi Trubus

Slamet. H, Tridjoko, E. Setiadi dan S. Kawahara. 1996. Penyerapan Nutrisi, Tabiat makan dan Morfologi Larva Ikan Kerapu tikus (Cromileptes altivelis). Jurnal Penelitian Perikanan Vol II No 2. Hal 13-21.

Sudaryanto, M. Thariq dan Herno. W. 1999. Produksi Telur dalam Pembenihan

Ikan Kerapu Tikus. Balai Budidaya Laut Lampung. Lampung

Sugama. K, B. Selamet, S. Ismi, E. Setiadi dan S. Kawahara. 2001. Petunjuk Teknis Produksi Benih Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis) Balai Besar Riset Budidaya laut Gondol. Bali.

Wardana. 2002. Budidaya Laut dan Pengembangan Seafarming di Indonesia. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

Wardoyo. STH dan I. Muchsin 1990. Menerapkan Usaha Budidaya Perairan Tangguh dalam Menyonsong Era Tinggal Landas Simposium Masa Depan Perikanan. Fakultas Perikanan. Universitas Riau. Pekanbaru. 28 hal.

Zainal. 1994. Laporan Praktek Lapangan Budidaya Ikan Kerapu di BBL Lampung. Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Page 68: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah
Page 69: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

Lampiran 1. Peta Provinsi Lampung

57

Page 70: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut LampungTeluk Hurun, Desa Hanura, Kecamatan PadangCermin

Kabupaten Peswaran Provinsi Lampun g

Lampiran 2. Dokumentasi kegiatan praktek magang

Pos Penjagaan Lab. Pembenihan Kerapu Bebek

58

Page 71: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

Packing Benih Pengecekan Telur

Alat Ukur Kualitas Air Bak Penampung Rotifera

Bak Penetasan Cyste Artemia Pengkayaan Artemia

59

Page 72: Laporan Magang Teknik Pembenihan Ikan Keraput Tikus (Cromileptes Altivelis), Mhd. Sukrillah

Foto Bersama Keluarga Pemilik Kos Foto Bersama Teknisi Pembenihan Selama Magang Bapak Wartono Bapak Sugeng

Foto Bersama Pembimbing Lapang Foto Bersama Anggota Magang Lainnya Bapak Silfester Basi Dhoe. Sp

Lampiran 3. Fotocopy sertifikat magang

60