laporan kpg

22
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tahu dan tempe merupakan makanan yang digemari masyarakat, baik masyarakat kalangan bawah hingga atas. Keberadaannya sudah lama diakui sebagai makanan yang sehat, bergizi dan harganya murah. Hampir ditiap kota di Indonesia dijumpai industri tahu dan tempe. umumnya industri tahu dan tempe termasuk ke dalam industri kecil yang dikelola oleh rakyat dan beberapa di antaranya masuk dalam wadah Koperasi Pengusaha Tahu dan Tempe (KOPTI). Proses pembuatan tahu dan tempe masih sangat tradisional dan banyak memakai tenaga manusia. Bahan baku utama yang digunakan adalah kedelai (Glycine spp). Konsumsi kedelai Indonesia pada Tahun 1995 telah mencapai 2.287.317 Ton (Sri Utami, 1997). Sarwono (1989) menyatakan bahwa lebih dari separuh konsumsi kedelai Indonesia dipergunakan untuk diolah menjadi tempe dan tahu. Shurtleff dan Aoyagi (1979) memperkirakan jumlah pengusaha tahu di Indonesia sekitar 10.000 buah, yang sebagian besar masih berskala rumah tangga, dan terutama terpusat di Pulau Jawa, sebagai bandingan di Jepang sekitar 38 000 buah, 1

Upload: chimcim

Post on 03-Aug-2015

57 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN KpG

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tahu dan tempe merupakan makanan yang digemari masyarakat, baik

masyarakat kalangan bawah hingga atas. Keberadaannya sudah lama diakui

sebagai makanan yang sehat, bergizi dan harganya murah. Hampir ditiap kota di

Indonesia dijumpai industri tahu dan tempe. umumnya industri tahu dan tempe

termasuk ke dalam industri kecil yang dikelola oleh rakyat dan beberapa di

antaranya masuk dalam wadah Koperasi Pengusaha Tahu dan Tempe (KOPTI).

Proses pembuatan tahu dan tempe masih sangat tradisional dan banyak

memakai tenaga manusia. Bahan baku utama yang digunakan adalah kedelai

(Glycine spp). Konsumsi kedelai Indonesia pada Tahun 1995 telah mencapai

2.287.317 Ton (Sri Utami, 1997). Sarwono (1989) menyatakan bahwa lebih dari

separuh konsumsi kedelai Indonesia dipergunakan untuk diolah menjadi tempe

dan tahu. Shurtleff dan Aoyagi (1979) memperkirakan jumlah pengusaha tahu di

Indonesia sekitar 10.000 buah, yang sebagian besar masih berskala rumah tangga,

dan terutama terpusat di Pulau Jawa, sebagai bandingan di Jepang sekitar 38 000

buah, di Korea 1 470 buah, Taiwan 2 500 buah dan Cina 158 000 buah.

Air banyak digunakan sebagai bahan pencuci dan merebus kedelai untuk

proses produksinya. Akibat dari besarnya pemakaian air pada proses pembuatan

tahu dan tempe, limbah yang dihasilkan juga cukup besar. Sebagai contoh limbah

industri tahu tempe di Semanan, Jakarta Barat kandungan BOD 5 mencapai 1 324

mg/l, COD 6698 mg/l, NH 4 84,4 mg/l, nitrat 1,76 mg/l dan nitrit 0,17 mg/l

(Prakarindo Buana, 1996). Jika ditinjau dari Kep-03/MENKLH/11/1991 tentang

baku mutu limbah cair, maka industri tahu dan tempe memerlukan pengolahan

limbah.

Pada saat ini sebagian besar industri tahu tempe masih merupakan industri

kecil skala rumah tangga yang tidak dilengkapi dengan unit pengolah air limbah,

1

Page 2: LAPORAN KpG

sedangkan industri tahu dan tempe yang dikelola koperasi beberapa diantaranya

telah memiliki unit pengolah limbah. Unit pengolah limbah yang ada umumnya

menggunakan sistem anaerobik dengan efisiensi pengolahan 60-90%. Dengan

sistem pengolah limbah yang ada, maka limbah yang dibuang ke peraian kadar

zat organiknya (BOD) masih terlampau tinggi yakni sekitar 400 – 1 400 mg/l.

Untuk itu perlu dilakukan proses pengolahan lanjut agar kandungan zat organik

di dalan air limbah memenuhi standar air buangan yang boleh dibuang ke saluran

umum.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dilakukan identifikasi masalah

sebagai berikut:

1. Apakah lidah buaya dapat bermanfaat bagi kesehatan

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah daging lidah buaya yang diekstrak dengan metode terpilih

mengandung senyawa aktif fenol, flavonoid, alkaloid, saponin, tanin,

terpenoid, dan steroid.

2. Apakah metode ekstraksi yang di gunakan mampu menghasilkan senyawa

aktif yang terdapat pada lidah buaya.

D. Tujuan Praktikum

1. Mengetahui senyawa aktif yang terdapat pada daging lidah buaya yang

diekstraksi dengan metode pilih.

2. Dapat memisahkan golongan-golongan yang ada pada simplisia

3. Mengetahui macam-macam metode ekstraksi

E. Manfaat Praktikum

Praktikum ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah tentang

manfaat lidah buaya bagi kesehatan.

BAB II

2

Page 3: LAPORAN KpG

TINJAUAN PUSTAKA

A. Limbah

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik

industri maupun domestik (rumah tangga). Dimana masyarakat bermukim,

disanalah berbagai jenis limbah akan dihasilkan. Ada sampah, ada air kakus

(black water), dan ada air buangan dari berbagai aktivitas domestik lainnya (grey

water).

Limbah padat lebih dikenal sebagai sampah, yang seringkali tidak

dikehendaki kehadirannya karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau

secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia Senyawa organik dan Senyawa

anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat

berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia,

sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan

yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah.

Beberapa faktor yang memengaruhi kualitas limbah adalah volume

limbah, kandungan bahan pencemar, dan frekuensi pembuangan limbah. Untuk

mengatasi limbah ini diperlukan pengolahan dan penanganan limbah. Pada

dasarnya pengolahan limbah ini dapat dibedakan menjadi:

1. Pengolahan menurut tingkatan perlakuan

2. Pengolahan menurut karakteristik limbah

Untuk mengatasi berbagai limbah dan air limpasan (hujan), maka suatu

kawasan permukiman membutuhkan berbagai jenis layanan sanitasi. Layanan

sanitasi ini tidak dapat selalu diartikan sebagai bentuk jasa layanan yang

disediakan pihak lain. Ada juga layanan sanitasi yang harus disediakan sendiri

oleh masyarakat, khususnya pemilik atau penghuni rumah, seperti jamban

misalnya.

3

Page 4: LAPORAN KpG

1. Layanan air limbah domestik: pelayanan sanitasi untuk menangani limbah

Air kakus.

2. Jamban yang layak harus memiliki akses air besrsih yang cukup dan

tersambung ke unit penanganan air kakus yang benar. Apabila jamban

pribadi tidak ada, maka masyarakat perlu memiliki akses ke jamban

bersama atau MCK.

3. Layanan persampahan. Layanan ini diawali dengan pewadahan sampah

dan pengumpulan sampah. Pengumpulan dilakukan dengan menggunakan

gerobak atau truk sampah. Layanan sampah juga harus dilengkapi dengan

tempat pembuangan sementara (TPS), tempat pembuangan akhir (TPA),

atau fasilitas pengolahan sampah lainnya. Dibeberapa wilayah

pemukiman, layanan untuk mengatasi sampah dikembangkan secara

kolektif oleh masyarakat. Beberapa ada yang melakukan upaya kolektif

lebih lanjut dengan memasukkan upaya pengkomposan dan pengumpulan

bahan layak daur-ulang.

4. Layanan drainase lingkungan adalah penanganan limpasan air hujan

menggunakan saluran drainase (selokan) yang akan menampung limpasan

air tersebut dan mengalirkannya ke badan air penerima. Dimensi saluran

drainase harus cukup besar agar dapat menampung limpasan air hujan dari

wilayah yang dilayaninya. Saluran drainase harus memiliki kemiringan

yang cukup dan terbebas dari sampah.

5. Penyediaan air bersih dalam sebuah pemukiman perlu tersedia secara

berkelanjutan dalam jumlah yang cukup. Air bersih ini tidak hanya untuk

memenuhi kebutuhan makan, minum, mandi, dan kakus saja, melainkan

juga untuk kebutuhan cuci dan pembersihan lingkungan.

Karakteristik Limbah

1. Berukuran mikro

2. Dinamis

3. Berdampak luas (penyebarannya)

4. Berdampak jangka panjang (antar generasi)

4

Page 5: LAPORAN KpG

Limbah Industri

Berdasarkan karakteristiknya limbah industri dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu:

1. Limbah cair biasanya dikenal sebagai entitas pencemar air. Komponen

pencemaran air pada umumnya terdiri dari bahan buangan padat, bahan

buangan organik dan bahan buangan anorganik

2. Limbah padat

3. Limbah gas dan partikel

Proses Pencemaran Udara Semua spesies kimia yang dimasukkan atau

masuk ke atmosfer yang “bersih” disebut kontaminan. Kontaminan pada

konsentrasi yang cukup tinggi dapat mengakibatkan efek negatif terhadap

penerima (receptor), bila ini terjadi, kontaminan disebut cemaran

(pollutant).Cemaran udara diklasifihasikan menjadi 2 kategori menurut cara

cemaran masuk atau dimasukkan ke atmosfer yaitu: cemaran primer dan cemaran

sekunder. Cemaran primer adalah cemaran yang diemisikan secara langsung dari

sumber cemaran. Cemaran sekunder adalah cemaran yang terbentuk oleh proses

kimia di atmosfer.

Sumber cemaran dari aktivitas manusia (antropogenik) adalah setiap

kendaraan bermotor, fasilitas, pabrik, instalasi atau aktivitas yang mengemisikan

cemaran udara primer ke atmosfer. Ada 2 kategori sumber antropogenik yaitu:

sumber tetap (stationery source) seperti: pembangkit energi listrik dengan bakar

fosil, pabrik, rumah tangga,jasa, dan lain-lain dan sumber bergerak (mobile

source) seperti: truk, bus, pesawat terbang, dan kereta api.

Lima cemaran primer yang secara total memberikan sumbangan lebih dari

90% pencemaran udara global adalah:

1. Karbon monoksida (CO)

2. Nitrogen oksida (Nox)

3. Hidrokarbon (HC)

5

Page 6: LAPORAN KpG

4. Sulfur oksida (SOx)

5. Partikulat.

Selain cemaran primer terdapat cemaran sekunder yaitu cemaran yang

memberikan dampak sekunder terhadap komponen lingkungan ataupun cemaran

yang dihasilkan akibat transformasi cemaran primer menjadi bentuk cemaran yang

berbeda. Ada beberapa cemaran sekunder yang dapat mengakibatkan dampak

penting baik lokal,regional maupun global yaitu:

1. CO2 (karbon monoksida)

2. Cemaran asbut (asap kabut) atau smog (smoke fog)

3. Hujan asam

4. CFC (Chloro-Fluoro-Carbon/Freon)

5. CH4 (metana)

Limbah Berbahaya dan Beracun

Secara umum yang disebut limbah adalah bahan sisa yang dihasilkan dari

suatu kegiatan dan proses produksi, baik pada skala rumah tangga, industri,

pertambangan, dan sebagainya. Bentuk limbah tersebut dapat berupa gas dan

debu, cair atau padat. Di antara berbagai jenis limbah ini ada yang bersifat

beracun atau berbahaya dan dikenal sebagai limbah Bahan Berbahaya dan

Beracun (Limbah B3).

Suatu limbah digolongkan sebagai limbah B3 bila mengandung bahan

berbahaya atau beracun yang sifat dan konsentrasinya, baik langsung maupun

tidak langsung, dapat merusak atau mencemarkan lingkungan hidup atau

membahayakan kesehatan manusia.Yang termasuk limbah B3 antara lain adalah

bahan baku yang berbahaya dan beracun yang tidak digunakan lagi karena rusak,

sisa kemasan, tumpahan, sisa proses, dan oli bekas kapal yang memerlukan

penanganan dan pengolahan khusus. Bahan-bahan ini termasuk limbah B3 bila

memiliki salah satu atau lebih karakteristik berikut: mudah meledak, mudah

6

Page 7: LAPORAN KpG

terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, bersifat korosif, dan lain-

lain, yang bila diuji dengan toksikologi dapat diketahui termasuk limbah B3.

Macam Limbah Beracun

Limbah mudah meledak adalah limbah yang melalui reaksi kimia dapat

menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat

dapat merusak lingkungan.

Limbah mudah terbakar adalah limbah yang bila berdekatan dengan api,

percikan api, gesekan atau sumber nyala lain akan mudah menyala atau

terbakar dan bila telah menyala akan terus terbakar hebat dalam waktu

lama.

Limbah reaktif adalah limbah yang menyebabkan kebakaran karena

melepaskan atau menerima oksigen atau limbah organik peroksida yang

tidak stabil dalam suhu tinggi.

Limbah beracun adalah limbah yang mengandung racun yang berbahaya

bagi manusia dan lingkungan. Limbah B3 dapat menimbulkan kematian

atau sakit bila masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan, kulit atau mulut.

Limbah penyebab infeksi adalah limbah laboratorium yang terinfeksi

penyakit atau limbah yang mengandung kuman penyakit, seperti bagian

tubuh manusia yang diamputasi dan cairan tubuh manusia yang terkena

infeksi.

Limbah yang bersifat korosif adalah limbah yang menyebabkan iritasi

pada kulit atau mengkorosikan baja, yaitu memiliki pH sama atau kurang

dari 2,0 untuk limbah yang bersifat asam dan lebih besar dari 12,5 untuk

yang bersifat basa.

Pengelolaan Limbah B3 adalah rangkaian kegiatan yang mencakup

reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan,

dan penimbunan limbah B3. Pengelolaan Limbah B3 ini bertujuan untuk

mencegah, menanggulangi pencemaran dan kerusakan lingkungan, memulihkan

7

Page 8: LAPORAN KpG

kualitas lingkungan tercemar, dan meningkatan kemampuan dan fungsi kualitas

lingkungan

Pengolahan Limbah

1. Limbah Padat

Limbah padat industri pangan terutama terdiri dari bahan bahan organik

seperti karbohidrat, protein, lemak, serat kasar dan air. Bahan-bahan ini mudah

terdegradasi secara biologis dan menyebabkan pencemaran lingkungan, terutama

menimbulkan bau busuk (Gambar 12).

Gambar 12. Karakteristik Limbah Padat Industri Pangan

Pengomposan merupakan salah satu altematif pemecahan masalah

manajemen limbah padat industri pangan. Pengomposan adalah suatu proses

biologis dimana bahan organik didegradasi pada kondisi aerobik terkendali.

Dekomposisi dan transformasi tersebut dilakukan oleh bakteri fungi dan

mikroorganisme lainnya. Pada kondisi optimum, pengomposan dapat mereduksi

volume bahan bau sebesar 50-70 %.

Kompos memiliki tekstur dan bau seperti tanah. Kompos dapat

meningkatkan kandungan bahan organik dan nutrien, serta memperbaiki tekstur

8

Page 9: LAPORAN KpG

dan kemampuan untuk mempertahankan kelembaban tanah. Kompos dapat

diaplikasikan untuk pertamanan, pengendalian erosi, dan kondisioner tanah

kebun, pembibitan, dan lapangan golf. Potensi pasar terbesar bagi kompos adalah

sektor pertanian, penimbunan atau reklamasi, pertamanan, dan ekspor (misalnya

ke negara-negara timur tengah). Beberapa keuntungan lain pengomposan sampah

adalah perbaikan manajemen lingkungan industri, terutama di daerah padat

penduduk. Bisnis pengomposan juga dapat menyerap tenaga keda.

Selama pengomposan bahan-bahan organik seperti karbohidrat, selulosa,

hemiselulosa dan lemak dirombak menjadi C02 dan air, Protein dirombak menjadi

amida, asam amino, amonium, C02 dan air. Pada proses pengomposan tedadi

pengikatan unsurunsur hara (nutrien), seperti nitrogen, fosfor dan kalsium oleh

mikroorganisme, tetapi unsur-unsur tersebut akan dilepas lagi ke kompos apabila

m1kroorganisme tersebut mati. Oleh karena itu, selama proses pengomposan

terjadi peningkatan ratio N/C dan P/C.

Proses pengomposan dianggap baik jika 1katan-1katan yang mengandung

fosfor dan kalsium dirombak menjadi ikatan yang mudah diserap oleh tanaman.

Sebagian besar kalsium dan fosfor dalam kompos berada dalam bentuk mudah

diserap oleh tanaman, yaitu mencapai 90-100% untuk kalsium dan 50-60% untuk

fosfor.

;

9

Page 10: LAPORAN KpG

Gambar 13. Keuntungan pengomposan relatif terhadap landfill/ open dumping

Pengomposan dapat digunakan untuk manajemen limbah padat industri

pangan, seperti kulit buah-buahan, bunga biji lapuk, bungkil kacang, tongkol

jagung, jerami, kotoran ternak, serbuk gergaji dan limbah prabik lain yang

mengandung banyak bahan organik. Meskipun hampir semua bahan organik dapat

dikomposkan, tetapi beberapa bahan organik perlu dihindari untuk dikomposkan,

karena dapat menimbulkan bau busuk dan merupakan media tumbuh beberapa

jenis mikroba patogen. Bahan yang harus dihindari, untuk dikomposkan antara,

lain daging, ikan, tulang, produk susu dan sisa makanan berlemak.

2. Limbah Cair

Limbah cair industri pangan merupakan salah satu sumber pencemaran

lingkungan. Jumlah dan karakteristik air limbah industri bervariasi menurut jenis

industrinya. Sebagai contoh industri tapioka. Limbah cair industri tapioka

tradisional mencapai 14 - 18 m 3 per ton ubi kayu. Dengan teknologi yang lebih

baik jumlah limbah cair dapat direproduksi menjadi 8 M3 /ton ubi kayu

(Winarrio, 1980). Limbah cair industri tapioka mengandung padatan tersuspensi

1.000 - 10.000 mg/L dan bahan organik 1.500 - 5.300 mg/L. Contoh lain adalah

10

Page 11: LAPORAN KpG

industri tahu dan tempe. Industri tahu dan tempe mengandung banyak bahan

organik dan padatan terlarut. Untuk memproduksi 1 ton tahu atau tempe

dihasilkan limbah sebanyak 3.000 - 5.000 Liter (Tabel 1).

Tabel 1: Karakteristik beberapa limbah cair industri kerupuk kulit

dan industri tahu tempe.

No Parameter IndustriKerupuk Kullit Tahu – Tempe

1 BOD (mg/L) 2.850 9502 COD (mg/L) 8430 1.5343 TSS (mg/L) 6.291 3094 PH (-) 13 55 Volume (m3/ton) 2,5 3 – 5

Sebagian besar limbah cair industri pangan dapat ditangani dengan mudah

dengan sistem b1ologis, karena polutan utamanya berupa bahan organik, seperti

karbohidrat, lemak, protein, dan vitamin. Polutan tersebut umumnya dalam bentuk

tersuspensi atau terlarut.

Sebelum dibuang, ke lingkungan, limbah cair industri pangan harus diolah

untuk melindungi keselamatan masyarakat dan kualitas lingkungan. Tujuan dasar

pengolahan limbah cair adalah untuk menghilangkan sebagian besar padatan

tersuspensi dan bahan terlarut, kadang-kadang juga untuk penyisihan unsur hara

(nutrien) berupa nitrogen dan fosfor.

Secara umum, pengolahan limbah cair dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu

pengolahan primer, pen,-,olahan sekunder, dan pengolahan tersier. Pengolahan

primer merupakan pengolahan secara fisik untuk menyisihkan benda-benda

terapung atau padatan tersuspensi terendapkan (seltleable solids). Pengolahan

primer ini berupa penyaringan kasar, dan pengendapan primer untuk memisahkan

bahan inert seperti butiran pasir / tanah. Saringan kasar digunakan untuk metlah4n

benda berukuran relatif besar. Karena butiran pasir / tanah merupakan bahan non-

biodegradable dan dapat terakumulasi di dasar instalasi pengolahan limbah cair,

maka bahan tersebut harus dipisahkan dari limbah cair yang akan diolah.

11

Page 12: LAPORAN KpG

Penyisihan butiran pasir / tanah dapat dilakukan dengan bak pengendapan primer.

Pengendapan primer ini umumnya dirancang untuk waktu tinggal sekitar 2 jam.

Pengolahan primer hanya dapat mengurangi kandungan bahan yang

mengambang atau bahan yang dapat terendapkan oleh gaya gravitasi. Sebagian

polutan limbah cair industri pangan terdapat dalam bentuk tersuspensi dan terlarut

yang relatif tidak terpengaruh oleh pengolahan primer tersebut. Untuk

menghilangkan / mengurangi kandungan polutan tersuspensi atau terlarut

diperlukan pengolahan sekunder dengan proses biologis (aerobik maupun

anaerobik).

Pengolahan secara biologis pada prinsipnya adalah pemanfaatan aktivitas

mikroorganisme seperti bakteri dan protozoa. Mikroba tersebut mengkonsumsi

polutan organik biodegradable dan mengkonversi polutan organik tersebut

menjadi karbondioksida, air dan energi untuk pertumbuhan dan reproduksinya.

Oleh karena itu, sistem pengolahan limbah cair secara biologis harus mampu

memberikan kondisi yang optimum bagi mikroorganisme, sehingga

mikroorganisme tersebut dapat menstabilkan polutan organik biodegradable

secara optimum. Guna mempertahankan agar mikroorganisme tetap aktif dan

produktif, mikroorganisme tersebut harus dipasok dengan oksigen yang cukup,

cukup waktu untuk kontak dengan polutan organik, temperatur dan komposisi

medium yang sesuai. Perbandingan BOD5 : N : P juga harus seimbang. BOD5 : N

: P juga = 100 : 5 : I dianggap optimum untuk proses pengolahan limbah cair

secara aerobik. Sistem pengolahan limbah cair yang dapat diterapkan untuk

pengolahan sekunder limbah cair industri pangan skala antara lain adalah sistem

lumpur aktif (activated sludge), trickling filter, Biodisc atau Rotating Biological

Contactor (RBC), dan Kolam Oksidasi.

Mikroorganisme anaerobik telah dapat juga diterapkan untuk pengolahan

limbah cair dengan kandungan padatan organik tersuspensi tinggi. Pengolahan

limbah cair dengan sistem ini memiliki berbagai keuntungan seperti rendahnya

produksi lumpur (Sludge), rendahnya konsumsi energi, dan dihasilkannya gas

metana (gas bio) sebagai produk samping yang bermanfaat. Sistem anaerobik

12

Page 13: LAPORAN KpG

untuk pengolahan limbah cair industri pangan skala kecil, antara lain sistem septik

dan UASB (Upj7ow Anaerobic Sludge Blanket).

Dengan pengolahan. sekunder BOD dan TSS dalam limbah cair dapat

dikurangi secara signifikan, tetapi efluen masih mengandung amonium atau nitrat,

dan fosfor dalam bentuk terlarut. Kedua bahan ini merupakan unsur hara (nutrien)

bagi tanaman akuatik. Jika unsur nutrien ini dibuang ke perairan (sungai atau

danau), akan menyebabkan pertumbuhan biota air dan alp-a secara berlebih yang

dapat mengakibatkan eutrofikasi dan pendangkalan badan air tersebut. Oleh

karena itu, unsur hara tersebut perlu dieliminasi dari efluen. Nitrogen dalam

efluen instalasi pengolahan sekunder kebanyakan dalam bentuk senyawa amonia

atau ammorimm, tergantung pada nilai pH. Senyawa amonia ini bersifat toksik

terhadap ikan, Jika konsentrasinva cukup tinggi. Permasalahan lain yang berkaitan

dengan amonia adalah penggunaan oksigen terlarut selama proses konversi dari

amonia nien. Jadi nitrat oleh mikroorganisme (nitfifikasi). Oleh karena itu, untuk

meningkatkan kualitas efluen dibutuhkan pengolahan tambahan, yang, dikenal

sebagai pengolahan tersier (advanced waste waten treatment) untuk mengurangi /

menghilangkan konsentrasi BOD, TSS dan nutrien. (N,P). Proses pengolahan

tersier yang dapat diterapkan antara lain adalah filtrasi pasir, eliminasi nitrogen

(nitrifikasi dan denitrifikasi), dan eliminasi fosfor (secara kimia maupun biologis).

3. Limbah Gas

Salah satu cara yang efektif untuk pengolahan limbah gas adalah

pengolahan secara biologis, karena komponen penyebab bau umumnya dalam,

konsentrasi sangat rendah. Pengolahan limbah gas secara biologis didasarkan pada

kemampuan m1kroorganisme untuk mengoksidasi senyawa organik maupun

anorganik dalam limbah gas penvebab bau. misainva amonia, amina, fenol,

formaldefild, fildrogen sulfida, ketone, asam-asam lemak. Skema proses

pengolahan limbah gas secara biologis dapat dilihat pada Gambar 14. Dalam hal

ini, polutan tersebut berfungsi sebagai makanan (substrat) bagi mikroorganisme,

13

Page 14: LAPORAN KpG

dan diubah menjadi produk-produk yang tidak menimbulkanm asalah, seperti air,

karbon dioksida, biomassa, garam-garaman, dll.

Gambar 14. Skema proses pengolahan limbah gas secara

biologis

Untuk mempercepat proses perobakan polutan, konsentrasi

mikroorganisme di dalam sistem pengolahan limbah gas perlu dipertahankan

tinggi, misalnya dengan cara ammobilisasi pada permukaan media padat yang

sesuai.

Pengolahan limbah gas secara biologis dapat diaplikasikan untuk

merombak polutan yang bersifat toksik, korosif, dan odor intensif, misalnya

amonia, amina., fenol, formaldehid, hidrogen sulfida, ketone, dan asam-asam

lemak. Limbah gas dapat berasal dari berbagai jenis industri misalnya industri

penyamakan kulit, industri tapioka., industri karet, peternakan, dll.

B. Hipotesis

Daging lidah buaya (Aloe vera) mengandung senyawa fenol, antrakuinon, dan

tanin

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

14

Page 15: LAPORAN KpG

A. Tempat dan Waktu penelitian

B. Alat dan Bahan Penelitian

C. Pola Penelitian

D. Cara Kerja

E. Analisis Data

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

B. Pembahasan

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Limbah

LAMPIRAN-LAMPIRAN

15