laporan ko21

29
KEPUSTAKAAN Baysinger, Grace.Et all. 2004. CRC Handbook Of Chemistry and Physics. 85 th ed. (hal : 132) http://www.aspirin-foundation.com/what/chemistry.html ( diakses tanggal 18 September 2011 Anonim,1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Anonim, 2003. Encyclopedia Aspirin , http://www.statemaster.com/encyclopedia/Aspirin . (diakses tanggal 18 September 2011 ). Ralp J. Fessenden, Joan S. Fessenden, 1990. Kimia Organik 3rd Edition. Penerbit Erlangga : Jakarta. B.S Furniss, 1978. Vogel’s Textbook of Practical Organic Chemistry. 4 th ed . Longman Group, Limited. London. Vishnoi N.K, 1982. Advanced Practical Organic Chemistry. Vikas Publishing House PVT. Ltd New Delhi. page 331-332. Fessenden RJ, Fessenden JS, 1994, Organic Chemistry, 5 th edition, Brooks/Cole Publishing Company Pasific Grove, California, page 512-513. Mc Murry J, 2000. Organic Chemistry, 5 th edision. Brooks / Cole Publishing Company Pasific Grove. USA. 864 1

Upload: sazlina-rachmadita

Post on 23-Jul-2015

326 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: laporan KO21

KEPUSTAKAAN

Baysinger, Grace.Et all. 2004. CRC Handbook Of Chemistry and Physics. 85th ed. (hal :

132)

http://www.aspirin-foundation.com/what/chemistry.html ( diakses tanggal 18 September

2011

Anonim,1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, Jakarta.

Anonim, 2003. Encyclopedia Aspirin, http://www.statemaster.com/encyclopedia/Aspirin.

(diakses tanggal 18 September 2011 ).

Ralp J. Fessenden, Joan S. Fessenden, 1990. Kimia Organik 3rd Edition. Penerbit

Erlangga : Jakarta.

B.S Furniss, 1978. Vogel’s Textbook of Practical Organic Chemistry. 4th ed. Longman

Group, Limited. London.

Vishnoi N.K, 1982. Advanced Practical Organic Chemistry. Vikas Publishing House

PVT. Ltd New Delhi. page 331-332.

Fessenden RJ, Fessenden JS, 1994, Organic Chemistry, 5 th edition, Brooks/Cole

Publishing Company Pasific Grove, California, page 512-513.

Mc Murry J, 2000. Organic Chemistry, 5 th edision. Brooks / Cole Publishing Company

Pasific Grove. USA. 864

1

Page 2: laporan KO21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Teori Dasar

Aspirin dikenal dengan nama asam asetil salisiat (disingkat ASA), merupakan suatu

senyawa salisilat berkhasiat obat yang biasa dipakai sebagai analgesik untuk meredakan

nyeri, antipiretik untuk menurunkan demam, dan pengobatan antiinflamasi.

Aspirin juga dapat digunakan sebagai antiplatelet atau antipembekuan darah, dan biasa

dipakai dalam jangka panjang, dosis rendah untuk mencegah serangan jantung, stroke dan

penggumpalan darah pada manusia dengan resiko tinggi terkena penggumpakan darah. hal

tersebut juga telah dibuktikan dengan pemberian dosis rendah aspirin dapat diberikan segera

setelah serangan jantung untuk mengurangi resiko serangan jantung ulang atau kematian

jaringan jantung.

Efek samping utamanya adalah ulker gastrointestinal, pendarahan lambung, dan tinnitus,

terutama pada pemakaian dosis ditinggikan. Pada anak-anak dan orang dewasa, aspirin tidak

dapat digunakan lebih lama untuk mengendalikan gejala-gejala seperti flu atau gejala-gejala

chickenpox atau penyakit akibat virus lainnya disebabkan resiko sindroma Reye. Dalam dosis

tinggi, aspirin dapat menyebabkan kematian. Kadar mematikan aspirin adalah LD50 1,1 g/kg

atau 1,1 gram aspirin untuk setiap 1 kilogram berat tubuh suatu organisme.

Aspirin merupakan anggota obat golongan nonsteroid antiinflamasi (NSAID) yang

pertama kali ditemukan, tidak semua salisilat, walaupun kesemuanya memiliki efek yang

mirip dan kebanyakan menghambat enzim siklooksigenase sebagai mekanisme aksinya. Kini,

2

Page 3: laporan KO21

aspirin menjadi salah satu obat yang banyak digunakan di dunia, dengan perkiraan 40000

metrik ton setiap tahunnya. Di berbagai negara aspirin didaftarkan trademark oleh Bayer

dengan istilah generiknya asam asetil salisilat (ASA).

B. Sejarah

Sejarah penemuan Aspirin sudah diawali ribuan tahun lalu sejak zamanfe mesir kuno

dimana pada saat itu orang Mesir Kuno dan Hipokrates menggunakan kulit pohon Willow

sebagai obat penghilang rasa sakit, demam dan peradangan kemudian khasiat obat ini

tersebar luas.

Reverend Edward Stone dari Chipping Norton, Inggris, merupakan orang pertama yang

mempublikasikan penggunaan medis dari aspirin. Pada tahun 1763, ia telah berhasil

melakukan pengobatan terhadap berbagai jenis penyakit dengan menggunakan senyawa

tersebut. Pada tahun 1826, peneliti berkebangsaan Italia, Brugnatelli dan Fontana, melakukan

uji coba terhadap penggunaan suatu senyawa dari daun willow sebagai agen medis. Dua

tahun berselang, pada tahun 1828, seorang ahli farmasi Jerman, Buchner, berhasil

mengisolasi senyawa tersebut dan diberi nama salicin yang berasal dari bahasa latin willow,

yaitu salix. Senyawa ini memiliki aktivitas antipiretik yang mampu menyembuhkan demam.

Penelitian mengenai senyawa ini berlanjut hingga pada tahun 1830 ketika seorang

ilmuwan Perancis bernama Leroux berhasil mengkristalkan salicin. Penelitian ini kemudian

dilanjutkan oleh ahli farmasi Jerman bernama Merck pada tahun 1833. Sebagai hasil

penelitiannya, ia berhasil mendapatkan kristal senyawa salicin dalam kondisi yang sangat

murni. Senyawa asam salisilat sendiri baru ditemukan pada tahun 1839 oleh Raffaele Piria

dengan rumus empiris C7H6O3.

Bayer meupakan perusahaan pertama yang berhasil menciptakan senyawa aspirin (asam

asetilsalisilat). Ide untuk memodifikasi senyawa asam salisilat dilatarbelakangi oleh

banyaknya efek negatif dari senyawa ini. Pada tahun 1845, Arthur Eichengrun dari

perusahaan Bayer mengemukakan idenya untuk menambahkan gugus asetil dari senyawa

asam salisilat untuk mengurangi efek negatif sekaligus meningkatkan efisiensi dan

toleransinya. Pada tahun 1897, Felix Hoffman berhasil melanjutkan gagasan tersebut dan

menciptakan senyawa asam asetilsalisilat yang kemudian umum dikenal dengan istilah

aspirin. Aspirin merupakan akronim dari:

3

Page 4: laporan KO21

A : Gugus asetil

Spir : nama bunga tersebut dalam bahasa Latin

Spiraea : suku kata tambahan yang sering kali digunakan

In : untuk zat pada masa tersebut

Aspirin adalah zat sintetik pertama di dunia dan penyebab utama perkembangan industri

farmateutikal. Bayer mendaftarkan aspirin sebagai merek dagang pada 6 Maret 1899. Felix

Hoffmann bukanlah orang pertama yang berusaha untuk menciptakan senyawa aspirin ini.

Sebelumnya pada tahun 1853, seorang ilmuwan Perancis bernama Frederick Gerhardt telah

mencoba untuk menciptakan suatu senyawa baru dari gabungan asetil klorida dan sodium

salisilat.

C. Sifat-sifat Kimia

Formula : C9H8O4

BM : 180,2

Titik didih : 140 0C

Titik lebur : 138 0C – 140 0C

Berat jenis : 1.40 g/cm³

Sinonim                        : 2-acetyloxybenzoic acid, 2-(acetyloxy)benzoic acid,

acetylsalicylate, acetylsalicylic acid, O-acetylsalicylic acid

Kelarutan dalam air : 10 mg/mL (20 °C)

Pemerian          : Hablur putih, umumnya seperti jarum atau lempengan

tersusun, atau serbuk hablur putih; tidak berbau atau berbau

lemah. Stabil di udara kering; di dalam udara lembab secara 

bertahap terhidrolisa menjadi asam salisilat dan asam asetat.

Kelarutan         : Larut dalam air ; mudah larut dalam etanol; larut dalam

kloroform, dan dalam eter; agak sukar larut dalam eter

mutlak.

Asetosal mengandung tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari 100,5% C9H8O4

dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.

4

Page 5: laporan KO21

D. Polimorfisme

Polimorfisme dalam bidang kimia dapat diartikan sebagai kemampuan zat untuk

membentuk lebih dari bentuk kristal. Polimorfisme ini sangat penting dalam pengembangan

bahan obat. Sejak tahun 1960, aspirin diketahui hanya memiliki satu struktur kristal saja.

Tetapi pada tahun 2005, Vishwesher dan teman kerjanya menemukan bahwa aspirin memiliki

dua bentuk kristal. Bentuk kristal yang kedua ditemukan setelah melakukan percobaan

kristalisasi aspirin dan levetiracetam dari asetonitril panas. Bentuk kristal kedua hanya stabil

pada suhu 100K dan akan berubah kembali menjadi bentuk kristal pertama pada suhu

lingkungan. Ditemukan dua molekul salisilat dari centrosymmetic dimmers melalui gugus

asetil dengan metal proton (asam) menjadi ikatan hydrogen karbonil pada kristal bentuk I.

Sedangkan pada kristal bentuk II, tiap molekulnya membentuk ikatan hydrogen yang sama

dengan dua molekul tetangga. Kemurnian aspirin dapat ditentukan dengan uji titik leleh. Titik

leleh aspirin murni adalah 136°C. Dan untuk mengamati kandungan analisis aspirin dapat

digunakan titrasi asam basa dengan NaOH setelah kristal aspirin dilarutkan dalam etanol.

E. Rekristalisasi

Rekristalisasi merupakan cara yang paling efektif untuk memurnikan zat – zat organik

dalam bentuk padat. Oleh karena itu teknik ini secara rutin digunakan untuk pemurnian

senyawa hasil sintesis atau hasil isolasi dari bahan alami, sebelum dianalisis lebih lanjut,

misalnya dengan instrumebn spektoskopi seperti UV, IR, NMR, dan MS.

Sebagai metoda pemurnian padatan, rekristalisai memiliki sejarah yang panjang seperti

distilasi. Wa;aupun beberapa metoda yang lebih rumit telah dikenalkan, rekristalisasi adalah

metoda yang paling penting untuk pemurnian sebabkemudahannya ( tidak perlu alat khusus )

dank arena keefektifannya. Ke depannya rekristalisasi akan tetap metoda standar untuk

memurnikan padatan.

Metoda ini sederhana, material padayan ini terlarut dalam pelarut yang cocok pada suhu

tinggi ( pada atau dekat titik didih pelarutnya ) untuk mendapatkan jumlah larutan jenuh atau

dekat jenuh. Ketika larutan panas perlahan didinginkan, Kristal akan mengendap karena

kelarutan padatan biasanya menurun bila suhu diturunkan. Diharapkan bahwa pengotor tidak

akan pengkristal karena konsentrasinya dalam larutan tidak terlalu tinggi untuk mencapai

jenuh.

5

Page 6: laporan KO21

Walaupun rekristalisasi adalah metoda yang sangat sederhana, dalam prakteknya bukan

berarti mudah dilakukan. Adapun saran-saran yang dibutuhkan untuk melakukan metoda

kristalisai adalah sebagai berikut :

1. Kelarutan material yang akan dimurnikan harus memiliki ketergantungan yang besar

pada suhu. Misalnya, ketergantungan pada suhu NaCl hamper dapat diabaikan. Jadi

pemurnian NaCl dengan rekristalisasi tidak dapat dilakukan.

2. Kristal tidak harus mengendap dari larutan jenuh dengan pendinginan karena mungkin

terbentuk super jenuh. Dalam kasus semacam ini penambahan Kristal bibt, mungkin

akan efektif. Bila tak ada Kristal bibit, menggaruk dinding mungkin akan berguna.

3. Untuk mencegah reaksi kimia antara pelarut dan zat terlarut, penggunaan pelarut non

polar lebih disarankan. Namun, pelarut non polar cenderung merupakan pelarut yang

buruk untuk senyawa polar.

4. Umumnya, pelarut dengan titik didih rendah lebih diinginkan. Namun sekali lagi

pelarut dengan titik didih lebih rendah biasanya non polar. Jadi, pemilihan pelarut

biasanya bukan masalah sederhana.

Adapun tahap – tahap yang dilakukan pada proses rekristalisasi pada umumnya, yaitu :

1. Memilih pelarut yang cocok

Pelarut yang umum digunakan jika dirutkan sesuai dengan kenaikan kepolarannya

adalah petroleum eter (n-heksan), toluene, kloroform, aseton, etil asetat, etanol,

methanol, dan air. Pelarut yang cocok untuk merekristalisasi suatu sampel zat

tertentu adalah pelarut yang dapat melarutkan secara baik zat tersebut dalam keadaan

panas, tetapi sedikit melarutkan dalam keadaan dingin.

2. Melarutkan senyawa ke dalam pelarut panas sedikit mungkin

Zat yang akan dilarutkan hendaknya dilarutkan dalam pelarut panas dengan volum

sedikit mungkin, sehingga diperkirakan tepat sekitar titik jenuhnya. Jika terlalu

encer, uapkan pelarutnya sehingga tepat jenuh. Apabila digunakan kombinasi dua

pelarut, mula – mula zat itu dilarutkan dalam pelarut yang baik dalam keadaan panas

sampai larut, kemudian ditambahkan pelarut yang kurang baik tetes demi tetes

sampai timbul kekeruhan. Tambahkan beberapa tetes pelarut yang baik agar

kekeruhannya hilang kemudian disaring.

6

Page 7: laporan KO21

3. Penyaringan

Larutan disaring dalam keadaan panas untuk menghilangkan pengotor yang tidak

larut. Penyaringan larutan dalam keadaan panas dimaksudkan untuk memisahkan

zat-zat pengotor yang tidak larut atau tersuspensi dalam larutan, seperti debu, pasir,

dan lainnya. Agar penyaringan berjalan cepat, biasanya digunakan corong Buchner.

Jika larutannya mengandung zat warna pengotor, maka sebelum disaring

ditambahkan sedikit (± 2 % berat) arang aktif untuk mengadsorbsi zat warna

tersebut. Penambahan arang aktif tidak boleh terlalu banyak karena dapat

mengadsorbsi senyawa yang dimurnikan.

4. Pendinginan filtrate

Filtrat didinginkan pada suhu kamar sampai terbentuk Kristal. Kadang – kadang

pendinginan ini dilakukan dalam air es. Penambahan umpan (seed) yang berupa

Kristal murni ke dalam larutan atau penggoresan dinding wadah dengan batang

pengaduk dapat mempercepat rekristalisasi.

5. Penyaringan dan pendinginan Kristal

Apabila proses kristalisasi telah berlangsung sempurna, Kristal yang diperoleh

perlu disaring dengan cepat menggunakan corong Buchner. Kemudian Kristal yang

diperoleh dikeringkan dalam eksikator.

7

Page 8: laporan KO21

BAB II

PEMBUATAN ASPIRIN

A. Tujuan

1. Memahami rekristalisasi

2. Terampil dalam melakukan pemurnian aspirin dengan cara rekristalisasi

menggunakan dua pelarut campuran.

B. Alat dan Bahan

1. Alat :

Timbangan gram

Kertas perkamen

Anak timbangan dan pinset

Gelas ukur

Pipet panjang dan pendek

Erlenmeyer

Corong kaca

Termometer

Penangas air

Bunsen

Kaca arloji

Kertas saring

Corong Buchner

Labu hisap

Pompa hisap

Sumbat gabus

Beaker glass

Hot plate

Magnetic bar

Pengaduk

Tabung Thiele

Pipa kapiler

8

Page 9: laporan KO21

Mikroskop (untuk menentukan titik leleh)

2. Bahan(Furniss) :

5 g asam salisilat

7 ml anhidrida asetat

3 tetes H2SO4 pekat

75 ml air dingin

15 ml etanol

37,5 ml air panas

C. Cara Kerja

Procedure B.S Furniss, page 831-832

Conversion to acetylsalicylic acid (aspirin). Place 10 g (0,725 mol) of dry

Salicylic acid and 15 g (14 ml 0,147 mol) of acetic anhydride in a small conical

dlask, add 5 drops of concentrated sulphuric acid and rotate the flask in order to

secure through mixing. Warm on water bath to about 50-60°C, stirring with a

thermometer, for about 15 minutes. Allow the mixture to cool and stir occasionally.

Add 150 ml of water, stir well and filter at the pump. Disolve the solid in about 30 ml

of hot ethanol and pour the solution into about 75 ml of warm water. If a solid

separates at this point, warm the mixture until solution is complete and then allow

the clear solution to cool slowly. Beautiful needle-like crystals will separate. The

yield is 11 g (85%). The air-dried crude product may also be recrystallised from

ether-light petroleum (b.p. 40-60°C).

Acetylsalicylic acid decomposes when heated and does not possess a true, clearly

defined m.p. decomposition point varying from 128 to 135°C have been recorded :

value of 129-133°C is obtained on an electric hot plate. Some decomposition may

occur if the compound is recrystallised from a solvent of high boiling point or if the

boiling period during recrystallisation is unduly prolonged.

1. Masukkan 5 g asam salisilat ke dalam erlenmeyer kering, tambahkan 7 ml anhidrida

asetat, lalu tambahkan 3 tetes H2SO4 pekat.

9

Page 10: laporan KO21

2. Goyang-goyang erlenmeyer searah jarum jam, agar tercampur sempurna.

3. Siapkan kertas saring untuk corong buchner.

4. Panaskan campuran zat yang ada dalam erlenmeyer tadi di atas water bath dengan

suhu 50-60°C dan aduk selama 15 menit.

5. Setelah 15 menit, erlenmeyer diangkat dari water bath, sambil terus diaduk dan

biarkan dingin. Setelah dingin lakukan tes FeCl3 dengan cara :

Ambil sedikit padatan dari larutan tersebut letakkan di atas kaca arloji.

Tambahkan beberapa tetes FeCl3

Jika larutan berwarna ungu, maka panaskan kembali larutan tadi diatas water

bath selama 10 menit kemudian lakukan lagi tes dengan menggunakan FeCl3.

Jika larutan sudah tidak berwarna, berarti asam salisilat telah bereaksi semua

menjadi asam asetil salisilat.

6. Setelah menjadi padat, tambahkan 75 ml air dingin ke dalam larutan tadi, kemudian

aduk dan lakukan penyaringan dengan segera dengan emnggunakan corong Buchner

dan labu hisap.

7. Pindahkan hasil penyaringan ke dalam erlenmeyer dan lakukan proses rekristalisasi

dengan cara :

Tambahkan etanol yang telah dipanaskan di atas hot plate dengan bantuan

magnetic stir sebanyak 15 ml ke dalam erlenmeyer sampai tepat larut.

Tambahkan air panas sebanyak 37,5 ml ke dalam erlenmeyer. Bila timbul

endapan panaskan erlenmeyer tersebut di atas hot plate dengan bantuan

magnetic stirr pada waktu melakukan penambahan etanol dan air panas.

8. Larutan g didinginkan agar terbentuk kristal yang bagus.

9. Saring dalam keadaan dingin menggunakan corong Buchner yang sudah diberikan

kertas saring, kemudian hasil serbuk dikeringkan di dalam oven.

10. Timbang hasil serbuk aspirin yang didapatkan dan tentukan titik lelehnya dengan

cara :

Menggunakan mikroskop Hot Stage

a. Ambil sedikit hasil, diletakkan di atas kaca arloji gerus dengan batang

pengaduk.

b. Ambil hasilnya dengan ujung korek api dan letakkan di antara 2 objek

glass bulat dan posisikan di mikroskop untuk penentuan titik leleh.

Dengan Tabung Thiele

10

Page 11: laporan KO21

c. Isi tabung thiele dengan menggunakan paraffin liquid sampai leher bawah,

lalu diklem.

d. Buntukanlah satu ujung pipa kapiler.

e. Isi ujung pipa kapiler yang lain dengan serbuk hasil yang telah dihaluskan

sebelumnya.

f. Ikatkan pipa kapiler dengan thermometer dengan bantuan benang jahit dan

celupkan ke tabung thiele dan ujung thermometer diberi sumbat.

g. Siapkan dan nyalakan api spritus, gerakkan ke kanan dan ke kiri di bawah

tabung thiele.

h. Ukur titik lelehnya.

D. Skema Kerja

11

5g asam salisilat + 7ml anhidrida asetat kedalam Erlenmeyer kering

+ 3tetes H2SO4 Pekat

Panaskan di Waterbath (suhu 50-60°C) sambil aduk 15 menit ad jenuh

Didinginkan, maka terbentuk Kristal kasar

Uji dengan FeCl3. Jika warna ungu, panaskan lagi.

Jika tidak ungu, maka lanjutkan kelangkah selanjutnya

+ 75ml air dingin

Saring dengan corong Buchner dan labu hisap

Page 12: laporan KO21

E. Mekanisme Reaksi

O O O- O COOHCH3 C O C CH3 + CH3 C O C CH3 OH +OH

O COCH3

O O

COOH + CH3 COOH -O C CH3 + CH3 C

12

Lakukan rekristalisasi

Masukkan kristal kasar aspirin kedalam 15ml etanol yang telah dipanaskan dihot plate lalu ditambahkan 37,5ml air panas kedalam larutan tadi

Disaring panas bila ada kotoran

Didinginkan, disaring dengan corong buchner

Dikeringkan dalam oven / vakum eksikator

Kristal ditimbang

Tentukan titik leleh dengan mikroskop hot stage / tabung thiele

Page 13: laporan KO21

OH+

COOH

F. Pemasangan Alat

13

Segera

Segera

Anhidrida asetat 7ml

padatanFeCl3

Air dipanaskan ad T=50-60°C selama

15menit

Diaduk ad homogendan panas

Asam salisilat 5gH2SO4 pkt

3tetes

Termometer Diaduk ad dingin

Page 14: laporan KO21

BAB III

HASIL PRAKTIKUM dan PEMBAHASAN

14

Dikeringkan

Dibalik cepat

Kertas saring

Kaca arloji

2

KapasMagnetic Bar

1

Air Panas 35,5mlEtanol panas 15ml Hot Plate

Tunggu ad dingin

Dioven ad keringDimasukkan botol hasil

Page 15: laporan KO21

A. Hasil Praktikum

Pada praktikum ini hasil teoritis berat aspirin yang harus dicapai adalah 5,5g. sedangkan hasil praktikum kami berat aspirin yang didapat adalah 4,2g.

Prosentase hasil = (4,2g/5,5g) x 100% = 76%

Ketetapan alam = 132-136°C

B. Pembahasan

Pada pembuatan aspirin aspirin ini mula-mula dicampurkan 5g asam salisilat dengan

anhidrida asam asetat. Reaksi yang terjadi adalah reaksi esterifikasi yang merupakan prinsip

dari pembuatan aspirin. Reaksi esterifikasi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

Ester dapat terbentuk salah satunya dengan cara mereaksikan alkohol dengan anhidrida asam.

Dalam hal ini asam salisilat berperan sebagai alkohol karena mempunyai gugus –OH,

sedangkan anhidrida asam asetat tentu saja sebagai anhidrida asam. Ester yang terbentuk

adalah asam asetil salisilat (aspirin). Gugus asetil (CH3CO-) berasal dari anhidrida asam

asetat, sedangkan gugus R-nya berasal dari asam salisilat (pada gambar di atas gugus R ada di

dalam kotak). Hasil samping reaksi ini adalah asam asetat.

Langkah selanjutnya adalah penambahan asam sulfat pekat yang berfungsi sebagai zat

penghidrasi. Telah disebutkan di atas bahwa hasil samping dari reaksi asam salisilat dan

anhidrida asam asetat adalah asam asetat. Hasil samping ini akan terhidrasi membentuk

anhidrida asam asetat. Anhidrida asam asetat akan kembali bereaksi dengan asam salisilat

membentuk aspirin dan tentu saja dengan hasil samping berupa asam asetat. Jadi, dapat

dikatakan reaksi akan berhenti setelah asam salisilat habis karena adanya asam sulfat pekat

ini. reaksi ini juga dilakukan pada air yang dipanaskan agar mempercepat tercapainya energi

15

Page 16: laporan KO21

aktivasi. Sedangkan pendinginan dimaksudkan untuk membentuk kristal, karena ketika suhu

dingin, molekul-molekul aspirin dalam larutan akan bergerak melambat dan pada akhirnya

terkumpul membentuk endapan melalui proses nukleasi (induced nucleation) dan

pertumbuhan partikel. Mekanismenya adalah sebagai berikut :

Anhidrida asetat menyerang H+

Anhidrida asam asetat mengalami resonansi

anhidrida asam asetat menyerang gugus fenol dari asam salisilat

H+ terlepas dari –OH dan berikatan dengan atom O pada anhidrida asam asetat

anhidrida asam asetat terputus menjadi asam asetat dan asam asetilsalisilat (aspirin)

H+ akan lepas dari aspirin

Tetapi harus diperhatikan bahwa sebelum dipanaskan, reaksi tidak benar-benar terjadi.

Reaksi baru akan berlangsung dengan baik pada suhu 50-60°C. Juga pada percobaan ini baru

terbentuk endapan putih (aspirin) setelah dipanaskan. Kemudian endapan tersebut dilarutkan

dalam air dan disaring untuk memisahkan aspirin dari pengotornya

Pengujian terhadap aspirin dapat dilakukan dengan penambahan FeCl3. Fenol yang

bereaksi dengan FeCl3 akan memberikan warna ungu, karena asam salisilat adalah senyawa

yang mengandung Fenol maka reaksi FeCl3 dengan asam salisilat juga akan memberikan

warna ungu. Saat aspirin yang kami buat ditetesi dengan FeCl3 memberikan warna kuning

kehijauan, berarti dalam aspirin tidak lagi mengandung asam salisilat.

Langkah terakhir pada percobaan ini adalah rekristalisasi. Kristal yang kering tadi

dilarutkan dalam etanol panas dan air panas. Hal ini dikarenakan bila hanya menggunakan

etanol saja maka jumlah etanol yang dibutuhkan melebihi jumlah yang diberikan dalam

formulasi. Selain itu etanol yang ditambahkan berlebih akan membuat aspirin yang larut saat

panas akan sulit mengkristal kembali. Setelah itu larutan tadi disaring panas-panas dan

filtratnya diambil untuk dikeringkan di oven.

Rendemen hasil praktikum ini adalah 76% , hal ini terjadi karena banyaknya Kristal

yang menempel di alat-alat sintesis seperti corong Buchner, gelas kimia dan sebagainya.

16

Page 17: laporan KO21

BAB IV

17

Page 18: laporan KO21

DISKUSI

1. Hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan sebelum mereaksikan bahan?

Jawab :

Alat-alat yang akan digunakan harus kering dan bersih. Terutama erlenmeyer

yang harus kering, karena aspirin memiliki sifat jika terkena air maka akan berubah

kembali menjadi asam asetat atau anhidrida asetat yang reaksinya bersifat reversibel

sehingga tidak dapat digunakan kembali. Selain itu pada pencampuran awal yaitu 5

gram asam salisilat + 7ml anhidrida asetat + 3 tetes H2SO4 harus dilakukan juga

dalam erlenmeyer yang kering sebab apabila erlenmeyer yang digunakan basah maka

campuran tersebut akan berwarna hitam yang dapat menyebabkan kegagalan.

2. Mengapa temperatur reaksi dilakukan pada suhu 50°-60°C ?

Jawab :

Suhu optimal dalam pembentukan aspirin yaitu 50°-60°C sehingga pada suhu

itulah reaksi pembentukan aspirin dilakukan. Jika pada pembentukan aspirin reaksi

yang dilakukan di atas dari suhu optimum tersebut, maka ester yang terbentuk akan

terurai. Sedangkan jika pembentukan aspirin dilakukan di bawah suhu optimum maka

reaksi yang terjadi akan berjalan lambat.

3. Apa gunanya hasil reaksi diuji dengan larutan FeCl3 ? bagaimana reaksinya?

Jawab :

Kegunaan dari hasil reaksi yang diuji dengan larutan FeCl3 yaitu untuk

mengetahui ada atau tidaknya asam salisilat yang tersisa dari hasil reaksi tersebut.

Apabila hasil reaksi tersebut diuji dengan larutan FeCl3 akan berwarna ungu maka

hasil reaksi tersebut masih terdapat asam salisilat dimana asam salisilat tersebut

memiliki gugus OH yang terikat pada aromatis. FeCl3 akan positif berwarna ungu

jika masih ada gugus OH yang terikat pada aromatis, sehingga FeCl3 memberikan

warna ungu pada hasil reaksi tersebut. Kemudian hasil reaksi tersebut harus dilakukan

pemanasan ulang pada suhu 50°-60°C selama 15 menit agar bereaksi semua dengan

anhidrida asetat. Lalu dilakukan pengujian kembali dengan menggunakan FeCl3

18

Page 19: laporan KO21

apabila memberikan hasil negatif menandakan bahwa semua asam salisilat telah

berubah menjadi kristal aspirin. Baru kemudian proses dapat dilanjutkan.

Reaksinya :

4. Setelah hasil reaksi menjadi padat, ditambahkan sejumlah air dan segera disaring.

Mengapa?

Jawab :

Setelah reaksi tersebut terbentuk kristal kasar kemudian ditambahkan dengan

air dingin agar anhidrida asetat akan bereaksi, yang membentuk asam asetat

sehingga hasil reaksi yang pada awalnya larut pada anhidrida asetat akan mengendap

dan membentuk kristal. Tetapi air dingin yang ditambahkan tidak boleh terlalu banyak

karena aspirin sedikit larut dalam air. Kemudian digunakan air dingin karena dengan

berkurangnya suhu, kelarutan aspirin dalam air juga akan berkurang. Setelah itu harus

disaring segera sebab reaksinya bersifat reversibel.

5. Mengapa harus direkristalisasi dengan 2 pelarut ?

Jawab :

Syarat sebagai pelarut rekristalisasi yaitu pelarut yang satu bersifat

melarutkan, sedangkan pelarut yang satunya lagi tidak melarutkan dan dapat

19

C5H5N

FeCl3

C5H5N

FeCl3 tidak dapat bereaksi dengan aspirin karena tidak

terdapat lagi gugus OH-

FeCl3

Page 20: laporan KO21

terbentuk kristal. Sehingga akan mendapatkan hasil kristal yang bagus dan

maksimum. Oleh karena itulah direkritalisasi dengan 2 pelarut.

6. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi hasil ?

Jawab :

Pada saat rekristalisasi, penambahan pelarut jangan terlalu banyak, sehingga zat

yang sudah mengkristal dapat terlarut kembali.

Pada proses penyaringan, jangan terlalu banyak tertinggal sehingga dapat

mempengaruhi jumlah yang didapatkan.

20

Page 21: laporan KO21

BAB V

KESIMPULAN

1. Aspirin dapat dibuat dengan mereaksikan asam salisilat dengan anhidrida asam asetat

dengan adanya H2SO4.

2. Prinsip pembuatan aspirin adalah reaksi esterifikasi.

3. Suhu yang digunakan adala 50°-60° C, apabila di atas suhu tersebut maka ester akan

terurai dan bila di bawah suhu tersebut maka reaksi akan berjalan lambat.

4. Aspirin murni bila ditambahkan FeCl3 tidak akan memberikan warna ungu.

5. Digunakan pelarut etanol panas dan air panas agar didapatkan kristal yang baik.

Tanda Tangan Praktikan

Novita Windasari Sazlina Rachmadita

21