laporan ko21
TRANSCRIPT
![Page 1: laporan KO21](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022050921/557201e44979599169a28d1a/html5/thumbnails/1.jpg)
KEPUSTAKAAN
Baysinger, Grace.Et all. 2004. CRC Handbook Of Chemistry and Physics. 85th ed. (hal :
132)
http://www.aspirin-foundation.com/what/chemistry.html ( diakses tanggal 18 September
2011
Anonim,1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Anonim, 2003. Encyclopedia Aspirin, http://www.statemaster.com/encyclopedia/Aspirin.
(diakses tanggal 18 September 2011 ).
Ralp J. Fessenden, Joan S. Fessenden, 1990. Kimia Organik 3rd Edition. Penerbit
Erlangga : Jakarta.
B.S Furniss, 1978. Vogel’s Textbook of Practical Organic Chemistry. 4th ed. Longman
Group, Limited. London.
Vishnoi N.K, 1982. Advanced Practical Organic Chemistry. Vikas Publishing House
PVT. Ltd New Delhi. page 331-332.
Fessenden RJ, Fessenden JS, 1994, Organic Chemistry, 5 th edition, Brooks/Cole
Publishing Company Pasific Grove, California, page 512-513.
Mc Murry J, 2000. Organic Chemistry, 5 th edision. Brooks / Cole Publishing Company
Pasific Grove. USA. 864
1
![Page 2: laporan KO21](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022050921/557201e44979599169a28d1a/html5/thumbnails/2.jpg)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Teori Dasar
Aspirin dikenal dengan nama asam asetil salisiat (disingkat ASA), merupakan suatu
senyawa salisilat berkhasiat obat yang biasa dipakai sebagai analgesik untuk meredakan
nyeri, antipiretik untuk menurunkan demam, dan pengobatan antiinflamasi.
Aspirin juga dapat digunakan sebagai antiplatelet atau antipembekuan darah, dan biasa
dipakai dalam jangka panjang, dosis rendah untuk mencegah serangan jantung, stroke dan
penggumpalan darah pada manusia dengan resiko tinggi terkena penggumpakan darah. hal
tersebut juga telah dibuktikan dengan pemberian dosis rendah aspirin dapat diberikan segera
setelah serangan jantung untuk mengurangi resiko serangan jantung ulang atau kematian
jaringan jantung.
Efek samping utamanya adalah ulker gastrointestinal, pendarahan lambung, dan tinnitus,
terutama pada pemakaian dosis ditinggikan. Pada anak-anak dan orang dewasa, aspirin tidak
dapat digunakan lebih lama untuk mengendalikan gejala-gejala seperti flu atau gejala-gejala
chickenpox atau penyakit akibat virus lainnya disebabkan resiko sindroma Reye. Dalam dosis
tinggi, aspirin dapat menyebabkan kematian. Kadar mematikan aspirin adalah LD50 1,1 g/kg
atau 1,1 gram aspirin untuk setiap 1 kilogram berat tubuh suatu organisme.
Aspirin merupakan anggota obat golongan nonsteroid antiinflamasi (NSAID) yang
pertama kali ditemukan, tidak semua salisilat, walaupun kesemuanya memiliki efek yang
mirip dan kebanyakan menghambat enzim siklooksigenase sebagai mekanisme aksinya. Kini,
2
![Page 3: laporan KO21](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022050921/557201e44979599169a28d1a/html5/thumbnails/3.jpg)
aspirin menjadi salah satu obat yang banyak digunakan di dunia, dengan perkiraan 40000
metrik ton setiap tahunnya. Di berbagai negara aspirin didaftarkan trademark oleh Bayer
dengan istilah generiknya asam asetil salisilat (ASA).
B. Sejarah
Sejarah penemuan Aspirin sudah diawali ribuan tahun lalu sejak zamanfe mesir kuno
dimana pada saat itu orang Mesir Kuno dan Hipokrates menggunakan kulit pohon Willow
sebagai obat penghilang rasa sakit, demam dan peradangan kemudian khasiat obat ini
tersebar luas.
Reverend Edward Stone dari Chipping Norton, Inggris, merupakan orang pertama yang
mempublikasikan penggunaan medis dari aspirin. Pada tahun 1763, ia telah berhasil
melakukan pengobatan terhadap berbagai jenis penyakit dengan menggunakan senyawa
tersebut. Pada tahun 1826, peneliti berkebangsaan Italia, Brugnatelli dan Fontana, melakukan
uji coba terhadap penggunaan suatu senyawa dari daun willow sebagai agen medis. Dua
tahun berselang, pada tahun 1828, seorang ahli farmasi Jerman, Buchner, berhasil
mengisolasi senyawa tersebut dan diberi nama salicin yang berasal dari bahasa latin willow,
yaitu salix. Senyawa ini memiliki aktivitas antipiretik yang mampu menyembuhkan demam.
Penelitian mengenai senyawa ini berlanjut hingga pada tahun 1830 ketika seorang
ilmuwan Perancis bernama Leroux berhasil mengkristalkan salicin. Penelitian ini kemudian
dilanjutkan oleh ahli farmasi Jerman bernama Merck pada tahun 1833. Sebagai hasil
penelitiannya, ia berhasil mendapatkan kristal senyawa salicin dalam kondisi yang sangat
murni. Senyawa asam salisilat sendiri baru ditemukan pada tahun 1839 oleh Raffaele Piria
dengan rumus empiris C7H6O3.
Bayer meupakan perusahaan pertama yang berhasil menciptakan senyawa aspirin (asam
asetilsalisilat). Ide untuk memodifikasi senyawa asam salisilat dilatarbelakangi oleh
banyaknya efek negatif dari senyawa ini. Pada tahun 1845, Arthur Eichengrun dari
perusahaan Bayer mengemukakan idenya untuk menambahkan gugus asetil dari senyawa
asam salisilat untuk mengurangi efek negatif sekaligus meningkatkan efisiensi dan
toleransinya. Pada tahun 1897, Felix Hoffman berhasil melanjutkan gagasan tersebut dan
menciptakan senyawa asam asetilsalisilat yang kemudian umum dikenal dengan istilah
aspirin. Aspirin merupakan akronim dari:
3
![Page 4: laporan KO21](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022050921/557201e44979599169a28d1a/html5/thumbnails/4.jpg)
A : Gugus asetil
Spir : nama bunga tersebut dalam bahasa Latin
Spiraea : suku kata tambahan yang sering kali digunakan
In : untuk zat pada masa tersebut
Aspirin adalah zat sintetik pertama di dunia dan penyebab utama perkembangan industri
farmateutikal. Bayer mendaftarkan aspirin sebagai merek dagang pada 6 Maret 1899. Felix
Hoffmann bukanlah orang pertama yang berusaha untuk menciptakan senyawa aspirin ini.
Sebelumnya pada tahun 1853, seorang ilmuwan Perancis bernama Frederick Gerhardt telah
mencoba untuk menciptakan suatu senyawa baru dari gabungan asetil klorida dan sodium
salisilat.
C. Sifat-sifat Kimia
Formula : C9H8O4
BM : 180,2
Titik didih : 140 0C
Titik lebur : 138 0C – 140 0C
Berat jenis : 1.40 g/cm³
Sinonim : 2-acetyloxybenzoic acid, 2-(acetyloxy)benzoic acid,
acetylsalicylate, acetylsalicylic acid, O-acetylsalicylic acid
Kelarutan dalam air : 10 mg/mL (20 °C)
Pemerian : Hablur putih, umumnya seperti jarum atau lempengan
tersusun, atau serbuk hablur putih; tidak berbau atau berbau
lemah. Stabil di udara kering; di dalam udara lembab secara
bertahap terhidrolisa menjadi asam salisilat dan asam asetat.
Kelarutan : Larut dalam air ; mudah larut dalam etanol; larut dalam
kloroform, dan dalam eter; agak sukar larut dalam eter
mutlak.
Asetosal mengandung tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari 100,5% C9H8O4
dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
4
![Page 5: laporan KO21](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022050921/557201e44979599169a28d1a/html5/thumbnails/5.jpg)
D. Polimorfisme
Polimorfisme dalam bidang kimia dapat diartikan sebagai kemampuan zat untuk
membentuk lebih dari bentuk kristal. Polimorfisme ini sangat penting dalam pengembangan
bahan obat. Sejak tahun 1960, aspirin diketahui hanya memiliki satu struktur kristal saja.
Tetapi pada tahun 2005, Vishwesher dan teman kerjanya menemukan bahwa aspirin memiliki
dua bentuk kristal. Bentuk kristal yang kedua ditemukan setelah melakukan percobaan
kristalisasi aspirin dan levetiracetam dari asetonitril panas. Bentuk kristal kedua hanya stabil
pada suhu 100K dan akan berubah kembali menjadi bentuk kristal pertama pada suhu
lingkungan. Ditemukan dua molekul salisilat dari centrosymmetic dimmers melalui gugus
asetil dengan metal proton (asam) menjadi ikatan hydrogen karbonil pada kristal bentuk I.
Sedangkan pada kristal bentuk II, tiap molekulnya membentuk ikatan hydrogen yang sama
dengan dua molekul tetangga. Kemurnian aspirin dapat ditentukan dengan uji titik leleh. Titik
leleh aspirin murni adalah 136°C. Dan untuk mengamati kandungan analisis aspirin dapat
digunakan titrasi asam basa dengan NaOH setelah kristal aspirin dilarutkan dalam etanol.
E. Rekristalisasi
Rekristalisasi merupakan cara yang paling efektif untuk memurnikan zat – zat organik
dalam bentuk padat. Oleh karena itu teknik ini secara rutin digunakan untuk pemurnian
senyawa hasil sintesis atau hasil isolasi dari bahan alami, sebelum dianalisis lebih lanjut,
misalnya dengan instrumebn spektoskopi seperti UV, IR, NMR, dan MS.
Sebagai metoda pemurnian padatan, rekristalisai memiliki sejarah yang panjang seperti
distilasi. Wa;aupun beberapa metoda yang lebih rumit telah dikenalkan, rekristalisasi adalah
metoda yang paling penting untuk pemurnian sebabkemudahannya ( tidak perlu alat khusus )
dank arena keefektifannya. Ke depannya rekristalisasi akan tetap metoda standar untuk
memurnikan padatan.
Metoda ini sederhana, material padayan ini terlarut dalam pelarut yang cocok pada suhu
tinggi ( pada atau dekat titik didih pelarutnya ) untuk mendapatkan jumlah larutan jenuh atau
dekat jenuh. Ketika larutan panas perlahan didinginkan, Kristal akan mengendap karena
kelarutan padatan biasanya menurun bila suhu diturunkan. Diharapkan bahwa pengotor tidak
akan pengkristal karena konsentrasinya dalam larutan tidak terlalu tinggi untuk mencapai
jenuh.
5
![Page 6: laporan KO21](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022050921/557201e44979599169a28d1a/html5/thumbnails/6.jpg)
Walaupun rekristalisasi adalah metoda yang sangat sederhana, dalam prakteknya bukan
berarti mudah dilakukan. Adapun saran-saran yang dibutuhkan untuk melakukan metoda
kristalisai adalah sebagai berikut :
1. Kelarutan material yang akan dimurnikan harus memiliki ketergantungan yang besar
pada suhu. Misalnya, ketergantungan pada suhu NaCl hamper dapat diabaikan. Jadi
pemurnian NaCl dengan rekristalisasi tidak dapat dilakukan.
2. Kristal tidak harus mengendap dari larutan jenuh dengan pendinginan karena mungkin
terbentuk super jenuh. Dalam kasus semacam ini penambahan Kristal bibt, mungkin
akan efektif. Bila tak ada Kristal bibit, menggaruk dinding mungkin akan berguna.
3. Untuk mencegah reaksi kimia antara pelarut dan zat terlarut, penggunaan pelarut non
polar lebih disarankan. Namun, pelarut non polar cenderung merupakan pelarut yang
buruk untuk senyawa polar.
4. Umumnya, pelarut dengan titik didih rendah lebih diinginkan. Namun sekali lagi
pelarut dengan titik didih lebih rendah biasanya non polar. Jadi, pemilihan pelarut
biasanya bukan masalah sederhana.
Adapun tahap – tahap yang dilakukan pada proses rekristalisasi pada umumnya, yaitu :
1. Memilih pelarut yang cocok
Pelarut yang umum digunakan jika dirutkan sesuai dengan kenaikan kepolarannya
adalah petroleum eter (n-heksan), toluene, kloroform, aseton, etil asetat, etanol,
methanol, dan air. Pelarut yang cocok untuk merekristalisasi suatu sampel zat
tertentu adalah pelarut yang dapat melarutkan secara baik zat tersebut dalam keadaan
panas, tetapi sedikit melarutkan dalam keadaan dingin.
2. Melarutkan senyawa ke dalam pelarut panas sedikit mungkin
Zat yang akan dilarutkan hendaknya dilarutkan dalam pelarut panas dengan volum
sedikit mungkin, sehingga diperkirakan tepat sekitar titik jenuhnya. Jika terlalu
encer, uapkan pelarutnya sehingga tepat jenuh. Apabila digunakan kombinasi dua
pelarut, mula – mula zat itu dilarutkan dalam pelarut yang baik dalam keadaan panas
sampai larut, kemudian ditambahkan pelarut yang kurang baik tetes demi tetes
sampai timbul kekeruhan. Tambahkan beberapa tetes pelarut yang baik agar
kekeruhannya hilang kemudian disaring.
6
![Page 7: laporan KO21](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022050921/557201e44979599169a28d1a/html5/thumbnails/7.jpg)
3. Penyaringan
Larutan disaring dalam keadaan panas untuk menghilangkan pengotor yang tidak
larut. Penyaringan larutan dalam keadaan panas dimaksudkan untuk memisahkan
zat-zat pengotor yang tidak larut atau tersuspensi dalam larutan, seperti debu, pasir,
dan lainnya. Agar penyaringan berjalan cepat, biasanya digunakan corong Buchner.
Jika larutannya mengandung zat warna pengotor, maka sebelum disaring
ditambahkan sedikit (± 2 % berat) arang aktif untuk mengadsorbsi zat warna
tersebut. Penambahan arang aktif tidak boleh terlalu banyak karena dapat
mengadsorbsi senyawa yang dimurnikan.
4. Pendinginan filtrate
Filtrat didinginkan pada suhu kamar sampai terbentuk Kristal. Kadang – kadang
pendinginan ini dilakukan dalam air es. Penambahan umpan (seed) yang berupa
Kristal murni ke dalam larutan atau penggoresan dinding wadah dengan batang
pengaduk dapat mempercepat rekristalisasi.
5. Penyaringan dan pendinginan Kristal
Apabila proses kristalisasi telah berlangsung sempurna, Kristal yang diperoleh
perlu disaring dengan cepat menggunakan corong Buchner. Kemudian Kristal yang
diperoleh dikeringkan dalam eksikator.
7
![Page 8: laporan KO21](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022050921/557201e44979599169a28d1a/html5/thumbnails/8.jpg)
BAB II
PEMBUATAN ASPIRIN
A. Tujuan
1. Memahami rekristalisasi
2. Terampil dalam melakukan pemurnian aspirin dengan cara rekristalisasi
menggunakan dua pelarut campuran.
B. Alat dan Bahan
1. Alat :
Timbangan gram
Kertas perkamen
Anak timbangan dan pinset
Gelas ukur
Pipet panjang dan pendek
Erlenmeyer
Corong kaca
Termometer
Penangas air
Bunsen
Kaca arloji
Kertas saring
Corong Buchner
Labu hisap
Pompa hisap
Sumbat gabus
Beaker glass
Hot plate
Magnetic bar
Pengaduk
Tabung Thiele
Pipa kapiler
8
![Page 9: laporan KO21](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022050921/557201e44979599169a28d1a/html5/thumbnails/9.jpg)
Mikroskop (untuk menentukan titik leleh)
2. Bahan(Furniss) :
5 g asam salisilat
7 ml anhidrida asetat
3 tetes H2SO4 pekat
75 ml air dingin
15 ml etanol
37,5 ml air panas
C. Cara Kerja
Procedure B.S Furniss, page 831-832
Conversion to acetylsalicylic acid (aspirin). Place 10 g (0,725 mol) of dry
Salicylic acid and 15 g (14 ml 0,147 mol) of acetic anhydride in a small conical
dlask, add 5 drops of concentrated sulphuric acid and rotate the flask in order to
secure through mixing. Warm on water bath to about 50-60°C, stirring with a
thermometer, for about 15 minutes. Allow the mixture to cool and stir occasionally.
Add 150 ml of water, stir well and filter at the pump. Disolve the solid in about 30 ml
of hot ethanol and pour the solution into about 75 ml of warm water. If a solid
separates at this point, warm the mixture until solution is complete and then allow
the clear solution to cool slowly. Beautiful needle-like crystals will separate. The
yield is 11 g (85%). The air-dried crude product may also be recrystallised from
ether-light petroleum (b.p. 40-60°C).
Acetylsalicylic acid decomposes when heated and does not possess a true, clearly
defined m.p. decomposition point varying from 128 to 135°C have been recorded :
value of 129-133°C is obtained on an electric hot plate. Some decomposition may
occur if the compound is recrystallised from a solvent of high boiling point or if the
boiling period during recrystallisation is unduly prolonged.
1. Masukkan 5 g asam salisilat ke dalam erlenmeyer kering, tambahkan 7 ml anhidrida
asetat, lalu tambahkan 3 tetes H2SO4 pekat.
9
![Page 10: laporan KO21](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022050921/557201e44979599169a28d1a/html5/thumbnails/10.jpg)
2. Goyang-goyang erlenmeyer searah jarum jam, agar tercampur sempurna.
3. Siapkan kertas saring untuk corong buchner.
4. Panaskan campuran zat yang ada dalam erlenmeyer tadi di atas water bath dengan
suhu 50-60°C dan aduk selama 15 menit.
5. Setelah 15 menit, erlenmeyer diangkat dari water bath, sambil terus diaduk dan
biarkan dingin. Setelah dingin lakukan tes FeCl3 dengan cara :
Ambil sedikit padatan dari larutan tersebut letakkan di atas kaca arloji.
Tambahkan beberapa tetes FeCl3
Jika larutan berwarna ungu, maka panaskan kembali larutan tadi diatas water
bath selama 10 menit kemudian lakukan lagi tes dengan menggunakan FeCl3.
Jika larutan sudah tidak berwarna, berarti asam salisilat telah bereaksi semua
menjadi asam asetil salisilat.
6. Setelah menjadi padat, tambahkan 75 ml air dingin ke dalam larutan tadi, kemudian
aduk dan lakukan penyaringan dengan segera dengan emnggunakan corong Buchner
dan labu hisap.
7. Pindahkan hasil penyaringan ke dalam erlenmeyer dan lakukan proses rekristalisasi
dengan cara :
Tambahkan etanol yang telah dipanaskan di atas hot plate dengan bantuan
magnetic stir sebanyak 15 ml ke dalam erlenmeyer sampai tepat larut.
Tambahkan air panas sebanyak 37,5 ml ke dalam erlenmeyer. Bila timbul
endapan panaskan erlenmeyer tersebut di atas hot plate dengan bantuan
magnetic stirr pada waktu melakukan penambahan etanol dan air panas.
8. Larutan g didinginkan agar terbentuk kristal yang bagus.
9. Saring dalam keadaan dingin menggunakan corong Buchner yang sudah diberikan
kertas saring, kemudian hasil serbuk dikeringkan di dalam oven.
10. Timbang hasil serbuk aspirin yang didapatkan dan tentukan titik lelehnya dengan
cara :
Menggunakan mikroskop Hot Stage
a. Ambil sedikit hasil, diletakkan di atas kaca arloji gerus dengan batang
pengaduk.
b. Ambil hasilnya dengan ujung korek api dan letakkan di antara 2 objek
glass bulat dan posisikan di mikroskop untuk penentuan titik leleh.
Dengan Tabung Thiele
10
![Page 11: laporan KO21](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022050921/557201e44979599169a28d1a/html5/thumbnails/11.jpg)
c. Isi tabung thiele dengan menggunakan paraffin liquid sampai leher bawah,
lalu diklem.
d. Buntukanlah satu ujung pipa kapiler.
e. Isi ujung pipa kapiler yang lain dengan serbuk hasil yang telah dihaluskan
sebelumnya.
f. Ikatkan pipa kapiler dengan thermometer dengan bantuan benang jahit dan
celupkan ke tabung thiele dan ujung thermometer diberi sumbat.
g. Siapkan dan nyalakan api spritus, gerakkan ke kanan dan ke kiri di bawah
tabung thiele.
h. Ukur titik lelehnya.
D. Skema Kerja
11
5g asam salisilat + 7ml anhidrida asetat kedalam Erlenmeyer kering
+ 3tetes H2SO4 Pekat
Panaskan di Waterbath (suhu 50-60°C) sambil aduk 15 menit ad jenuh
Didinginkan, maka terbentuk Kristal kasar
Uji dengan FeCl3. Jika warna ungu, panaskan lagi.
Jika tidak ungu, maka lanjutkan kelangkah selanjutnya
+ 75ml air dingin
Saring dengan corong Buchner dan labu hisap
![Page 12: laporan KO21](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022050921/557201e44979599169a28d1a/html5/thumbnails/12.jpg)
E. Mekanisme Reaksi
O O O- O COOHCH3 C O C CH3 + CH3 C O C CH3 OH +OH
O COCH3
O O
COOH + CH3 COOH -O C CH3 + CH3 C
12
Lakukan rekristalisasi
Masukkan kristal kasar aspirin kedalam 15ml etanol yang telah dipanaskan dihot plate lalu ditambahkan 37,5ml air panas kedalam larutan tadi
Disaring panas bila ada kotoran
Didinginkan, disaring dengan corong buchner
Dikeringkan dalam oven / vakum eksikator
Kristal ditimbang
Tentukan titik leleh dengan mikroskop hot stage / tabung thiele
![Page 13: laporan KO21](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022050921/557201e44979599169a28d1a/html5/thumbnails/13.jpg)
OH+
COOH
F. Pemasangan Alat
13
Segera
Segera
Anhidrida asetat 7ml
padatanFeCl3
Air dipanaskan ad T=50-60°C selama
15menit
Diaduk ad homogendan panas
Asam salisilat 5gH2SO4 pkt
3tetes
Termometer Diaduk ad dingin
![Page 14: laporan KO21](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022050921/557201e44979599169a28d1a/html5/thumbnails/14.jpg)
BAB III
HASIL PRAKTIKUM dan PEMBAHASAN
14
Dikeringkan
Dibalik cepat
Kertas saring
Kaca arloji
2
KapasMagnetic Bar
1
Air Panas 35,5mlEtanol panas 15ml Hot Plate
Tunggu ad dingin
Dioven ad keringDimasukkan botol hasil
![Page 15: laporan KO21](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022050921/557201e44979599169a28d1a/html5/thumbnails/15.jpg)
A. Hasil Praktikum
Pada praktikum ini hasil teoritis berat aspirin yang harus dicapai adalah 5,5g. sedangkan hasil praktikum kami berat aspirin yang didapat adalah 4,2g.
Prosentase hasil = (4,2g/5,5g) x 100% = 76%
Ketetapan alam = 132-136°C
B. Pembahasan
Pada pembuatan aspirin aspirin ini mula-mula dicampurkan 5g asam salisilat dengan
anhidrida asam asetat. Reaksi yang terjadi adalah reaksi esterifikasi yang merupakan prinsip
dari pembuatan aspirin. Reaksi esterifikasi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
Ester dapat terbentuk salah satunya dengan cara mereaksikan alkohol dengan anhidrida asam.
Dalam hal ini asam salisilat berperan sebagai alkohol karena mempunyai gugus –OH,
sedangkan anhidrida asam asetat tentu saja sebagai anhidrida asam. Ester yang terbentuk
adalah asam asetil salisilat (aspirin). Gugus asetil (CH3CO-) berasal dari anhidrida asam
asetat, sedangkan gugus R-nya berasal dari asam salisilat (pada gambar di atas gugus R ada di
dalam kotak). Hasil samping reaksi ini adalah asam asetat.
Langkah selanjutnya adalah penambahan asam sulfat pekat yang berfungsi sebagai zat
penghidrasi. Telah disebutkan di atas bahwa hasil samping dari reaksi asam salisilat dan
anhidrida asam asetat adalah asam asetat. Hasil samping ini akan terhidrasi membentuk
anhidrida asam asetat. Anhidrida asam asetat akan kembali bereaksi dengan asam salisilat
membentuk aspirin dan tentu saja dengan hasil samping berupa asam asetat. Jadi, dapat
dikatakan reaksi akan berhenti setelah asam salisilat habis karena adanya asam sulfat pekat
ini. reaksi ini juga dilakukan pada air yang dipanaskan agar mempercepat tercapainya energi
15
![Page 16: laporan KO21](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022050921/557201e44979599169a28d1a/html5/thumbnails/16.jpg)
aktivasi. Sedangkan pendinginan dimaksudkan untuk membentuk kristal, karena ketika suhu
dingin, molekul-molekul aspirin dalam larutan akan bergerak melambat dan pada akhirnya
terkumpul membentuk endapan melalui proses nukleasi (induced nucleation) dan
pertumbuhan partikel. Mekanismenya adalah sebagai berikut :
Anhidrida asetat menyerang H+
Anhidrida asam asetat mengalami resonansi
anhidrida asam asetat menyerang gugus fenol dari asam salisilat
H+ terlepas dari –OH dan berikatan dengan atom O pada anhidrida asam asetat
anhidrida asam asetat terputus menjadi asam asetat dan asam asetilsalisilat (aspirin)
H+ akan lepas dari aspirin
Tetapi harus diperhatikan bahwa sebelum dipanaskan, reaksi tidak benar-benar terjadi.
Reaksi baru akan berlangsung dengan baik pada suhu 50-60°C. Juga pada percobaan ini baru
terbentuk endapan putih (aspirin) setelah dipanaskan. Kemudian endapan tersebut dilarutkan
dalam air dan disaring untuk memisahkan aspirin dari pengotornya
Pengujian terhadap aspirin dapat dilakukan dengan penambahan FeCl3. Fenol yang
bereaksi dengan FeCl3 akan memberikan warna ungu, karena asam salisilat adalah senyawa
yang mengandung Fenol maka reaksi FeCl3 dengan asam salisilat juga akan memberikan
warna ungu. Saat aspirin yang kami buat ditetesi dengan FeCl3 memberikan warna kuning
kehijauan, berarti dalam aspirin tidak lagi mengandung asam salisilat.
Langkah terakhir pada percobaan ini adalah rekristalisasi. Kristal yang kering tadi
dilarutkan dalam etanol panas dan air panas. Hal ini dikarenakan bila hanya menggunakan
etanol saja maka jumlah etanol yang dibutuhkan melebihi jumlah yang diberikan dalam
formulasi. Selain itu etanol yang ditambahkan berlebih akan membuat aspirin yang larut saat
panas akan sulit mengkristal kembali. Setelah itu larutan tadi disaring panas-panas dan
filtratnya diambil untuk dikeringkan di oven.
Rendemen hasil praktikum ini adalah 76% , hal ini terjadi karena banyaknya Kristal
yang menempel di alat-alat sintesis seperti corong Buchner, gelas kimia dan sebagainya.
16
![Page 17: laporan KO21](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022050921/557201e44979599169a28d1a/html5/thumbnails/17.jpg)
BAB IV
17
![Page 18: laporan KO21](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022050921/557201e44979599169a28d1a/html5/thumbnails/18.jpg)
DISKUSI
1. Hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan sebelum mereaksikan bahan?
Jawab :
Alat-alat yang akan digunakan harus kering dan bersih. Terutama erlenmeyer
yang harus kering, karena aspirin memiliki sifat jika terkena air maka akan berubah
kembali menjadi asam asetat atau anhidrida asetat yang reaksinya bersifat reversibel
sehingga tidak dapat digunakan kembali. Selain itu pada pencampuran awal yaitu 5
gram asam salisilat + 7ml anhidrida asetat + 3 tetes H2SO4 harus dilakukan juga
dalam erlenmeyer yang kering sebab apabila erlenmeyer yang digunakan basah maka
campuran tersebut akan berwarna hitam yang dapat menyebabkan kegagalan.
2. Mengapa temperatur reaksi dilakukan pada suhu 50°-60°C ?
Jawab :
Suhu optimal dalam pembentukan aspirin yaitu 50°-60°C sehingga pada suhu
itulah reaksi pembentukan aspirin dilakukan. Jika pada pembentukan aspirin reaksi
yang dilakukan di atas dari suhu optimum tersebut, maka ester yang terbentuk akan
terurai. Sedangkan jika pembentukan aspirin dilakukan di bawah suhu optimum maka
reaksi yang terjadi akan berjalan lambat.
3. Apa gunanya hasil reaksi diuji dengan larutan FeCl3 ? bagaimana reaksinya?
Jawab :
Kegunaan dari hasil reaksi yang diuji dengan larutan FeCl3 yaitu untuk
mengetahui ada atau tidaknya asam salisilat yang tersisa dari hasil reaksi tersebut.
Apabila hasil reaksi tersebut diuji dengan larutan FeCl3 akan berwarna ungu maka
hasil reaksi tersebut masih terdapat asam salisilat dimana asam salisilat tersebut
memiliki gugus OH yang terikat pada aromatis. FeCl3 akan positif berwarna ungu
jika masih ada gugus OH yang terikat pada aromatis, sehingga FeCl3 memberikan
warna ungu pada hasil reaksi tersebut. Kemudian hasil reaksi tersebut harus dilakukan
pemanasan ulang pada suhu 50°-60°C selama 15 menit agar bereaksi semua dengan
anhidrida asetat. Lalu dilakukan pengujian kembali dengan menggunakan FeCl3
18
![Page 19: laporan KO21](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022050921/557201e44979599169a28d1a/html5/thumbnails/19.jpg)
apabila memberikan hasil negatif menandakan bahwa semua asam salisilat telah
berubah menjadi kristal aspirin. Baru kemudian proses dapat dilanjutkan.
Reaksinya :
4. Setelah hasil reaksi menjadi padat, ditambahkan sejumlah air dan segera disaring.
Mengapa?
Jawab :
Setelah reaksi tersebut terbentuk kristal kasar kemudian ditambahkan dengan
air dingin agar anhidrida asetat akan bereaksi, yang membentuk asam asetat
sehingga hasil reaksi yang pada awalnya larut pada anhidrida asetat akan mengendap
dan membentuk kristal. Tetapi air dingin yang ditambahkan tidak boleh terlalu banyak
karena aspirin sedikit larut dalam air. Kemudian digunakan air dingin karena dengan
berkurangnya suhu, kelarutan aspirin dalam air juga akan berkurang. Setelah itu harus
disaring segera sebab reaksinya bersifat reversibel.
5. Mengapa harus direkristalisasi dengan 2 pelarut ?
Jawab :
Syarat sebagai pelarut rekristalisasi yaitu pelarut yang satu bersifat
melarutkan, sedangkan pelarut yang satunya lagi tidak melarutkan dan dapat
19
C5H5N
FeCl3
C5H5N
FeCl3 tidak dapat bereaksi dengan aspirin karena tidak
terdapat lagi gugus OH-
FeCl3
![Page 20: laporan KO21](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022050921/557201e44979599169a28d1a/html5/thumbnails/20.jpg)
terbentuk kristal. Sehingga akan mendapatkan hasil kristal yang bagus dan
maksimum. Oleh karena itulah direkritalisasi dengan 2 pelarut.
6. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi hasil ?
Jawab :
Pada saat rekristalisasi, penambahan pelarut jangan terlalu banyak, sehingga zat
yang sudah mengkristal dapat terlarut kembali.
Pada proses penyaringan, jangan terlalu banyak tertinggal sehingga dapat
mempengaruhi jumlah yang didapatkan.
20
![Page 21: laporan KO21](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022050921/557201e44979599169a28d1a/html5/thumbnails/21.jpg)
BAB V
KESIMPULAN
1. Aspirin dapat dibuat dengan mereaksikan asam salisilat dengan anhidrida asam asetat
dengan adanya H2SO4.
2. Prinsip pembuatan aspirin adalah reaksi esterifikasi.
3. Suhu yang digunakan adala 50°-60° C, apabila di atas suhu tersebut maka ester akan
terurai dan bila di bawah suhu tersebut maka reaksi akan berjalan lambat.
4. Aspirin murni bila ditambahkan FeCl3 tidak akan memberikan warna ungu.
5. Digunakan pelarut etanol panas dan air panas agar didapatkan kristal yang baik.
Tanda Tangan Praktikan
Novita Windasari Sazlina Rachmadita
21