laporan kemajuan

91
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Diabetes mellitus (DM) atau yang biasa disebut dengan kencing manis merupakan suatu penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia. Ada 2 tipe diabetes mellitus, yang pertama adalah DM tipe 1 yang bergantung dengan insulin karena adanya kelainan pada sekresi insulin sedangkan DM tipe 2 tidak bergantung insulin. Kasus yang banyak terjadi saat ini adalah DM tipe 2. Hal ini dikarenakan banyaknya penderita yang tidak mampu mengatur serta menjaga pola makannya (Soegondo, 2005). Diabetes mellitus ini merupakan penyakit yang sudah umum menjangkiti penduduk di seluruh belahan dunia termasuk Indonesia. Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) penderita diabetes mellitus di Indonesia memiliki jumlah yang sangat besar. Jumlah penderita diabetes mellitus pada tahun 2000 telah mencapai 8,4

Upload: kesa-camelya

Post on 26-Sep-2015

64 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

contoh laporan kemajuan pkm-t

TRANSCRIPT

62

BAB IPENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANGDiabetes mellitus (DM) atau yang biasa disebut dengan kencing manis merupakan suatu penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia. Ada 2 tipe diabetes mellitus, yang pertama adalah DM tipe 1 yang bergantung dengan insulin karena adanya kelainan pada sekresi insulin sedangkan DM tipe 2 tidak bergantung insulin. Kasus yang banyak terjadi saat ini adalah DM tipe 2. Hal ini dikarenakan banyaknya penderita yang tidak mampu mengatur serta menjaga pola makannya (Soegondo, 2005).

1Diabetes mellitus ini merupakan penyakit yang sudah umum menjangkiti penduduk di seluruh belahan dunia termasuk Indonesia. Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) penderita diabetes mellitus di Indonesia memiliki jumlah yang sangat besar. Jumlah penderita diabetes mellitus pada tahun 2000 telah mencapai 8,4 juta jiwa, pada tahun 2003 jumlah penderita 13.797.470 jiwa sedangkan pada tahun 2005 jumlahnya telah mencapai sekitar 24 juta orang. Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat pada tahun tahun berikutnya. Berbagai penelitian epidemiologis di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi nasional diabetes mellitus tahun 2007 pada penduduk yang berusia lebih dari lima belas tahun adalah sebesar 5,7%. Menurut WHO, apabila dilihat dari pola pertambahan penduduk saat ini, diperkirakan pada tahun 2030 nanti akan terjadi kenaikan sebesar 21,3 juta penduduk di Indonesia menderita diabetes mellitus dibandingkan pada tahun 2007 (diabetes.xtreemhost.com, 2013).Fakta menunjukkan bahwa sampai saat ini masih banyak para penderita diabetes yang masih belum mampu mengontrol kadar gula darahnya akibat perawatan yang kurang tepat. Kendala ini justru mampu menimbulkan efek yang lebih komplek yakni munculnya komplikasi. Oleh karena itu, penderita diabetes ini dianjurkan untuk senantiasa melakukan pengecekan terhadap kadar gula darahnya. Penderita diabetes akan ditusuk salah satu jari tangannya menggunakan lanset untuk mengambil sampel darah penderita dan diuji kadar gula darahnya. Metode secara invasive ini menyebabkan penderita merasa nyeri dan tidak nyaman.Seorang peneliti dari Massachusetts Institute of Technology ( MIT ) di Laboratorium Spektroskopi mencari solusi untuk mengurangi rasa sakit dan ketidaknyamanan tersebut dengan metode non-invasive untuk mengukur kadar glukosa darah dengan menggunakan lampu yang dinamakan dengan Raman Spektroskopi Inframerah. Metode ini melihat spektroskopi dari penyerapan radiasi inframerah dengan panjang gelombang menengah untuk mengukur kadar glukosa darah. The Mid infrared region has certainly distinct advantages over the other electromagnetic radiation in terms of selectivity to be absorbed by specific analyte for a qualitative and quantitative analysis of the ana Teknik ini dapat mengungkapkan kadar glukosa dengan hanya memindai tangan pasien atau jari dengan menggunakan near infrared, sehingga menghilangkan keharusan untuk mengambil darah (Trafton, 2010)Penelitian yang dilakukan oleh peneliti dari MIT ini berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh A.L.Hull (2004) yang menunjukkan penyinaran infrared dengan jarak dekat mampu mendeteksi kadar gula darah secara non invasive. Kemudian hasil penelitian ini diperkuat oleh penelitian J. Kapalan, dkk (2010) tentang pengukuran glukosa darah pada daerah transkutan dengan menggunakan inframerah menunjukan bahwa metode Raman spektroskopi inframerah secara akurat dapat memprediksi kadar glukosa plasma selama hipoglikemia pada manusia. Hanya saja penelitian dengan menggunakan spektroskopi ini menghasilkan alat yang terlalu besar untuk dibawa kemana mana sehingga cenderung tidak efisien.Eric C. Green memulai penelitian pada tahun 2005 untuk mencari metode yang tepat dalam mengukur kadar gula darah secara non invasive menggunakan gelombang mikro dengan memanfaatkan keadaan permitivitas tubuh. Eric memfokuskan penelitiannya pada bentuk mikrostrip yang digunakan sebagai elektroda. Ada beberapa macam jenis miksrostrip yang diujikan pada penelitian ini dan dari pengujian tersebut didapatkan hasil bahwa bentuk mikrostrip yang paling baik untuk menangkap nilai permitivitas tubuh adalah mikrostrip dengan bentuk single-spiral.Mellanie McClung menyempurnakan penelitian yang dilakukan Eric pada tahun 2008 dengan memodifikasi bentuk mikrostrip agar lebih mudah digunakan. McClung juga mendapatkan hasil bahwa frekuensi microwaves yang untuk digunakan adalah pada kisaran 0.5 GHz 5 GHz. Seorang mahasiswa dari UTM, Muhammad Bin Nurdin pada tahun 2010 kembali meneliti tentang tipe tipe single-spiral untuk memperkuat hasil penelitian sebelumnya.Penelitian yang akan dilakukan ini adalah mengembangkan sebuah set up penelitian kadar gula darah secara non - invasive menggunakan microwaves berbasis Labview yang dilengkapi dengan penyimpanan data pengukuran sehingga penderita diabetes dapat melakukan kontroling terhadap dirinya sendiri.

1.2 RUMUSAN MASALAHRumusan masalah dalam penelitian ini adalah :1. Apakah sensor microwaves dapat digunakan untuk mendeteksi kadar gula darah secara non invasive?2. Bagaimana hasil perbandingan pengukuran glukosa darah dari alat hasil penelitian dengan glukometer invasive biasa? 3. Apakah pengukuran kadar gula darah secara non invasive ini dapat dijadikan solusi alternatif untuk menggantikan alat pengukur kadar gula darah secara invasive?

1.3 BATASAN MASALAHUntuk memudahkan penelitian agar topik penelitian tidak meluas, maka penulis membatasi masalah penelitian ini dengan hal hal berikut :1. Rentang frekuensi microwaves yang digunakan adalah 0.5 GHz 2 GHz berasal dari osilator dalam VNA.2. Menggunakan sensor microwaves yang merupakan antenna mikrostrip tipe single-spiral.3. Proses pengukuran parameter-S dilakukan oleh VNA dan kemudian data dari VNA diolah di Labview.4. Penelitian ini di set up dalam skala laboratorium.1.4 TUJUAN PENELITIANTujuan penelitian ini adalah:1. Membuat rancang bangun alat ukur kadar gula darah secara non invasive menggunakan detektor microwaves.2. Mengetahui karakteristik sensor microwaves ketika digunakan sebagai sensor untuk mengukur kadar gula darah.3. Mengetahui perbandingan pengukuran glukosa darah dari alat hasil penelitian dengan glukometer invasive biasa.

1.5 MANFAAT PENELITIANManfaat dari penelitian ini adalah :1. Penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan sebuah rancang bangun alat yang nantinya akan memudahkan prosedur pengukuran kadar gula darah dengan hasil yang cukup baik sehingga bisa menjadi salah satu alternatif pengukuran kadar gula darah yang nyaman dengan hasil yang akurat.2. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar dari pengembangan penelitian selanjutnya sehingga nantinya alat ini bisa benar benar diterapkan di bidang medis dan digunakan oleh masyarakat luas.

BAB IIDASAR TEORI

2.1 Diabetes Mellitus dan Glukosa DarahDiabetes Mellitus merupakan jenis penyakit yang ditandai dengan tingginya kadar gula dalam darah akibat kurangnya insulin yang diproduksi oleh tubuh atau insulin yang dihasilkan tidak bisa digunakan secara efektif oleh tubuh. Keadaan ini menyebabkan glukosa tetap berada di dalam darah dan tidak mampu untuk masuk ke dalam jaringan terlebih sel tubuh (CDC, 2012). Insulin merupakan hormon peptida yang disekresikan oleh sel dari kelenjar pankreas. Fungsi dari insulin adalah untuk mengatur kadar glukosa darah untuk tetap berada dalam keadaan normal. Kerja insulin ini dengan cara memperantarai uptake glukosa seluler, regulasi metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein, serta mendorong pemisahan dan pertumbuhan sel melalui efek motigenik pada insulin (Wilcox, 2005).

6Kontrol utama atas sekresi insulin adalah sistem umpan balik negatif langsung antara sel pankreas yang menghasilkan insulin dengan konsentrasi glukosa dalam darah. Peningkatan kadar glukosa darah, sepeti yang terjadi setelah proses pencernaan makanan secara langsung akan merangsang sintesa dan sekresi insulin oleh sel pancreas. Peningkatan kadar insulin akan menurunkan kadar glukosa darah ke tingkat yang normal karena terjadi peningkatan pemakaian dan penyimpanan glukosa (Brooks GA, 1984).Sebaliknya penurunan kadar glukosa darah akan secara langsung menghambat sekresi insulin. Penurunan kecepatan sekresi insulin ini menyebabkan perubahan metabolisme dari keadaan absorptif ke keadaan pasca absorptif. Sistem umpan balik negatif sederhana ini mampu mempertahankan pasokan glukosa ke jaringan secara konstan tanpa memerlukan fungsi hormon insulin. Faktor lain yang mengontrol sekresi hormon insulin adalah: (1) Peningkatan kadar asam amino plasma. (2) Hormon pencernaan utama yang disekresikan oleh saluran pencernaan sebagai respon adanya makanan.

Konsentrasi asam amino meningkatKonsentrasi glukosa meningkatHomon pencernaan meningkat(3) Sistem saraf otonom

Kontrol utamaAsupan makanan++ +

Stimulasi simpatis (dan ephinephrine)Sel sel pankreasStimulasi parasimpatis + + -

Asupan makanan

Glukosa darah , asam lemak darah , asam amino darah , sintesa protein , simpanan glukosa

Gambar 2.1 alur sekresi hormone insulin (sumber : Brooks GA, 1984)2.1.1 Jenis Jenis Diabetes MellitusMenurut National Center for Chronic Disease Prevention and Health Promotion, 2012, Ada 3 jenis penyakit diabetes, yakni diabetes tipe 1, tipe 2 dan diabetes gestasional.1. Diabetes Mellitus tipe 1Diabetes Mellitus tipe 1 adalah penyakit diabetes mellitus dimana tubuh penderita tidak mampu menghasilkan insulin akibat dari kerusakan sel beta pankreas, sehingga untuk tetap bertahan hidup harus menggunakan injeksi insulin secara terus - menerus. Diabetes tipe 1 ini dapat sering terjadi ketika penderita masih anak anak atau remaja tetapi juga bisa terjadi pada orang dewasa akibat dari faktor lingkungan seperti pola hidup (CDC, 2012). 2. Diabetes Mellitus tipe 2Diabetes Mellitus tipe 2 adalah keadaan dimana insulin yang dihasilkan seseorang tidak mampu bekerja secara efektif. Berdasarkan data dari seluruh kasus Diabetes Mellitus yang ada, 95% diantaranya menderita Diabetes Mellitus tipe 2 dan terjadi pada usia dewasa. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa pola makan sehat, olahraga teratur dan mengikuti resep dari dokter dapat mengontrol kadar gula darah pada penderita diabetes tipe ini (CDC, 2012).Kelenjar pankreas yang dimiliki oleh penderita Diabetes tipe 2 berada dalam kondisi normal dan dapat terus menghasilkan insulin, bahkan terkadang pada tingkat lebih tinggi dari normal akan tetapi, tubuh manusia resisten terhadap efek insulin, sehingga tidak ada insulin yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh (Merck, 2008).3. Diabetes Mellitus GestasionalDiabetes Mellitus Gestasional menurut American Diabetes Association (ADA), adalah intoleransi glukosa pada waktu kehamilan, pada wanita normal atau yang mempunyai gangguan toleransi glukosa setelah terminasi kehamilan. Teori yang lain mengatakan bahwa diabetes tipe 2 ini disebut sebagai unmasked atau baru ditemukan saat hamil dan patut dicurigai pada wanita yang memiliki ciri gemuk, riwayat keluarga diabetes, riwayat melahirkan bayi > 4 kg, riwayat bayi lahir mati, dan riwayat abortus berulang (Anonimus, 2010).Masalah yang ditemukan pada bayi yang ibunya menderita diabetes dalam kehamilan adalah kelainan bawaan, makrosomia (bayi besar > 4 kg), hipoglikemia (kadar gula darah rendah), hipokalsemia (kadar kalsium dalam tubuh rendah), hiperbilirubinemia (bilirubun berlebihan dalam tubuh), sindrom gawat napas, dan kematian janin. Faktor maternal (pada ibu) yang berkaitan dengan peningkatan angka kejadian makrosomia adalah obesitas, hiperglikemia, usia tua, dan multiparitas (jumlah kehamilan > 4). Makrosomia memiliki risiko kematian janin saat dilahirkan karena ketika melahirkan, bahu janin dapat nyangkut serta dan peningkatan jumlah operasi caesar. Hipoglikemia pada bayi dapat terjadi beberapa jam setelah bayi dilahirkan. Hal ini terjadi karena ibu mengalami hiperglikemia (kadar gula darah berlebihan) yang menyebabkan bayi menjadi hiperinsulinemia (kadar hormon insulin dalam tubuh janin berlebihan).Komplikasi yang didapatkan pada ibu dengan diabetes gestasional berkaitan dengan hipertensi, preeklampsia, dan peningkatan risiko operasi Caesar (Anonimus, 2010).

2.1.2 Komplikasi Penyakit Diabetes MellitusKadar gula darah pada penderita diabetes tidak terkontrol akan menyebabkan komplikasi hingga kematian. Resiko kematian pada pasien penderita diabetes menjadi dua kali lebih besar daripada pasien yang tidak menderita diabetes.Diabetes merupakan penyebab terbesar dari munculnya penyakit jantung ataupun stroke. Angka kematian akibat penyakit jantung dan stroke yang disertai diabetes 2 4 kali lebih tinggi dibandingkan yang tidak disertai dengan diabetes. Beradasarkan sebuah penelitian di Amerika Serikat, 67% penderita diabetes juga menderita penyakit lain seperti hipertensi, kolesterol, penyakit jantung dan stroke. penyakit tersebut, diabetes mellitus dapat menjadi pemicu penyakit lain seperti gagal ginjal, kehilangan penglihatan, dan amputasi karena gangren.

2.2 Jaringan Tubuh ManusiaJaringan tubuh manusia memiliki beberapa daerah disperse dalam rentang frekuensi yang besar. Perubahan permitivitas jaringan berbanding terbalik dengan perubahan frekuensi yang ada. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan hasil bahwa bagian imajiner dari permitivitas kompleks tidak menjelaskan perubahan frekuensi, akan tetapi bagian permitivitas imajiner dapat menunjukkan perubahan frekuensi pada beberapa nilai disperse yang ditunjukkan dengan adanya penurunan grafik pada gambar 2.2. Para ilmuan memberi nama pada daerah penurunan permitivitas itu dengan sebutan , , dan . Dispersi terjadi pada frekuensi yang lebih rendah dibandingkan dispersi . Dispersi nilai terdapat pada kisaran microwave, begitu juga dengan dispersi yang merupakan tambahan dari wilayah dispersi juga masuk dalam kisaran microwave.Para peneliti menempatkan sensor pada tubuh manusia dan mencari untuk mengetahui efek dari setiap sel yang berbeda seperti kulit, lemak, otot, tulang dan yang terpenting adalah darah. Peneliti ini sudah memiliki beberapa model matematika untuk kesemua jaringan tersebut. Model Cole Cole adalah salah satu dari persamaan matematis yang paling terkenal untuk menghitung permitivitas sel yang berbeda pada rentang frekuensi yang luas (Gabriel, 1996).

Gambar 2.2 Wilayah Dispersi yang ideal dalam jaringan tubuh manusiaNilai nilai dari parameter di atas di ambil dari buku The dielectric properties of biological tissues: III. Parametric models for the dielectric spectrum of tissues karya S. Gabriel, R. W. Lau, and C. Gabriel. Akan tetapi, penulis buku ini tdak mengikuti metode regresi last-square yang populer untuk model data Chole Chole tersebut. Alasan tidak digunakannya regresi tersebut karena nilai nilai permitivitas pada frekuensi rendah jauh lebih tinggi sehingga model yang digunakan memiliki kecenderungan untuk memberikan tingkat akurasi yang lebih rendah untuk data frekuensi tinggi. Penulis lebih menggunakan pendekatan grafis dengan cara model data yang digunakan sebagai parameter utama diamsumsikan pada parameter distribusi ke nol dan model data dari frekuensi rendah ke frekuensi tinggi, kemudian nilai sehingga lebih sesuai. Nilai dari tetap konstan pada kisaran 2,5 4 pada keadaan tinggi atau rendahnya kadar air dalam sebuah jaringan. Parameter dari persamaan tersebut dijelaskan pada tabel 2.1 dan pejabaran dari permitivitas dijelaskan pada gambar 2.3 (Eric, 2005).

Tabel 2.1 Nilai parameter dari model Chole Chole (sumber : Eric, 2005)

Gambar 2.3 Konstanta dielektrik di jaringan pada frekuensi 10Hz 100Hz (sumber : Eric, 2005)Pengamatan terpenting dalam pembahasan ini adalah permitivitas darah tidak mengalami banyak perubahan ketika berada pada frekuensi 1 MHz. Daerah dispersi ini penting karena perubahan permitivitas darah terjadi akibat perubahan kadar glukosa dalam darah yang menyebabkan perubahan frekuensi resonansi.

2.3 Permitivitas Darah dan Konsentrasi Glukosa

Gambar 2.4 Model hipotesis dari perubahan permitivitas membrane selsebanding dengan konsentrsi glukosa dalam darah (sumber : Hayashi, 2003)Hayashi dan kawan - kawan mengatakan bahwa perubahan sifat dielektrik darah sebanding dengan konsentrasi glukosa dalam darah. Mereka beranggapan bahwa perubahan kapasitansi pada membran sel dalam sel darah merah menunjukkan perubahan konsentrasi glukosa dalam darah. Gambar 2.4 menjelaskan model hipotesis dari perubahan permitivitas membrane sel sebanding dengan konsentrsi glukosa dalam darah.Semua struktur glukosa dapat diklasifikasikan menjadi 2 kategori, yakni glukosa-D dan glukosa-L. Glukosa-D umumnya dikenal sebagai dektrosa karena strukturnya berputar ke arah cahaya polarisasi secara tepat, sedangkan struktur glukosa-L merupakan pencerminan dari glukosa-D. Glukosa-D inilah yang berperan terhadap penyakit diabetes mellitus. Seperti yang dapat dilihat pada gambar 2.4 dimana penambahan glukosa-D pada transporter glukosa GLUT1 dapat mengubah transporter tersebut menjadi ATP melalui proses metabolisme. ATP ini kemudia bereperan untuk mengatur regulasi kanal pada membran sel untuk prosesn tranportasi partikel ion seperti Na+ dan K+ sehingga menyebabkan ternjadinya perubahan kapasitasi pada membran sel.Livshits dan kawan kawan mencari hubungan perubahan kapasitansi membran dengan perubahan konsentrasi gukosa. Gambar 2.5 memperlihatkan nilai dari kapasitansi ketika konsentasi glukosa bernilai 0 20mM. Gambar tersebut menjelaskan bahwa bahwa kapasitansi membran meningkat sekitar 30% ketika konsentrasi glukosa mengalami kenaikan dari 0 mM ke 20 Mm.

Gambar 2.5 Normalisasi kapasitansi membran sel pada suspensi sel darah merah dibandingkan glukosa-D dan glukosa-L (sumber : Hayashi, 2003)

2.4 Gelombang ElektromagnetikGelombang elektromagnetik adalah gelombang yang dapat merambat walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.6 energi elektromagnetik merambat dalam gelombang dengan beberapa parameter yang bisa diukur, yaitu : panjang gelombang, frekuensi, amplitudo, dan kecepatan. Amplitudo adalah tinggi gelombangnya, sedangkan panjang gelombang adalah jarak antara dua puncak. Frekuensi adalah jumlah gelombang yang melalui suatu titik dalam satu satuan waktu. Frekuensi tergantung dari kecepatan merambatnya gelombang. Karena kecepatan energi elektromagnetik adalah konstan (kecepatan cahaya), panjang gelombang dan frekuensi berbanding terbalik. Semakin panjang suatu gelombang, semakin rendah frekuensinya, dan semakin pendek suatu gelombang semakin tinggi frekuensinya (Lorrain et al, 1970).

Gambar 2.6 Perambatan gelombang elektromagnetik yang terdiri dari medanlistrik E dan medan magnetik B (Sumber : anonym, 2004)Beberapa sifat yang dimiliki oleh gelombang elektromagnetik adalah : 1. Gelombang elektromagnetik dapat merambat dalam ruang tanpa medium. 2. Perubahan medan listrik dan medan magnetik terjadi pada saat yang bersamaan, sehingga kedua medan memiliki harga maksimum dan minimum pada saat yang sama dan pada tempat yang sama. 3. Arah medan listrik dan medan magnetik saling tegak lurus dan keduanya tegak lurus terhadap arah rambat gelombang (transversal). 4. Gelombang elektromagnetik mengalami peristiwa pemantulan, pembiasan, dan difraksi.

2.4.1 Perambatan Gelombang ElektromagnetikMenurut Cowan, 1968, ada beberapa mekanisme dasar perambatan gelombang elektromagnetik yang dikenal, yaitu : 1. Refleksi (Pemantulan) Refleksi terjadi ketika gelombang elektromagnetik mengenai obyek yang memiliki dimensi lebih besar dibandingkan dengan panjang gelombang sinyal dari pemancar gelombang. Refleksi ini terjadi pada permukaan bumi, bangunan, tembok, dan penghalang yang lain. Ketika gelombang elektromagnetik mengenai bahan dielektrik sempurna, sebagian dari energinya ditransmisikan ke medium kedua, dan sebagian lagi dipantulkan kembali ke medium pertama sehingga tidak ada kehilangan energi karena penyerapan. Jika medium kedua adalah konduktor yang sempurna, maka semua energinya terpantul kembali ke medium pertama tanpa kehilangan energi.2.Scattering (Hamburan/Penyebaran) Scattering terjadi ketika medium dimana gelombang merambat mengandung obyek yang lebih kecil dibandingkan dengan panjang sinyal gelombang tersebut dan jumlah obyek perunit volume sangat besar. Gelombang tersebar dihasilkan dari permukaan kasar, benda kecil, atau obyek seperti tiang lampu dan pohon.3.Refraksi (Pembiasan) Refraksi digambarkan sebagai pembelokan gelombang radio yang melewati medium yang memiliki kepadatan yang berbeda. Dalam ruang hampa udara, gelombang elektromagnetik merambat pada kecepatan sekitar 300.000 km/detik. Ini adalah nilai konstan c, yang umum disebut dengan kecepatan cahaya tetapi sebenarnya merujuk kepada kecepatan cahaya dalam ruang hampa. Dalam udara, air, gelas, dan media transparan, gelombang elektromagnetik merambat pada kecepatan yang lebih rendah dari c. Ketika suatu gelombang elektromagnetik merambat dari satu medium ke medium lain dengan kepadatan berbeda maka kecepatannya akan berubah. Akibatnya adalah pembelokan arah gelombang pada batas kedua medium tersebut. Jika merambat dari medium yang kurang padat ke medium yang lebih padat, maka gelombang akan membelok ke arah medium yang lebih padat.4.Difraksi (Lenturan) Difraksi terjadi ketika garis edar radio antara pengirim dan penerima dihambat oleh permukaan yang tajam atau dengan kata lain kasar. Pada frekuensi tinggi, difraksi, seperti halnya pada refleksi, tergantung pada ukuran objek yang menghambat dan amplitudo, fase, dan polarisasi dari gelombang pada titik difraksi.

2.4.2 Interaksi Gelombang Elektromagnetik dengan Materi di Jaringan TubuhMenurut Vorst et al dalam bukunya yang berjudul RF/Microwaves Interaction with Biological Tissue pada tahun 2006, ketika material konduktif seperti tubuh manusia terkena gelombang elektromagnetik, material tersebut akan memiliki nilai dielektrik karena pergerakan ion ion yang terjadi pada material tersebut. Arus yang dimiliki material tersebut berada pada nilai yang terbatas karena adanya tabrakan electron terhadap ion positif.Konduktor yang baik seperti emas, perak dan tembaga akan mengabaikan nilai dielektrik karena pergerakan ion sehingga nilai konduktivitas sebanding dengan nilai medan listrik yang melewati material tersebut. Material biologi, salah satu contohnya adalah tubuh manusia, bukanlah suatu konduktor yang baik. Material biologi bersifat konduktif untuk melewatkan arus akan tetapi nilai arus yang hilang juga cukup besar.

(1)(1)Propagasi gelombang elektromagnetik dalam materi di atur oleh persamaan difusi yang terjadi dalam suatu bahan. Persamaan difusi ini merupakan penurunan dari persamaan Maxwell dan berlaku terutama pada suatu material dengan nilai konduktivitas yang baik, dimana besarnya nilai konduktivitas arus berhubungan dengan perpindahan arus dan memperlihatkan peluruhan nilai medan listrik secara eksponensial ketika berinteraksi dengan materi. Untuk mengetahui seberapa dalam gelombang elektromagnetik menembus suatu jaringan, persamaan yang digunakan adalah :

Nilai disini adalah kedalaman kulit dan nilai ini sama dengan ketebalan yang dimiliki suatu material dimana keberadaan partikel dalam material akan mengurangi nilai frekuensi gelombang elektromagnetik yang masuk hingga setengahnya (sekitar 37%) dari nilai frekuensi yang dimiliki oleh gelombang elektromagnetik tersebut ketika berada di permukaan. Berkurangnya kedalaman kulit akan meningkatkan nilai frekuensi dan konduktivitas material kulit.Efek dari material kulit ketika ditembus oleh gelombang elektromagnetik adalah adanya medan listrik, arus dan konsentrasi di sekitar permukaan material. Aplikasi gelombang elektromagnetik pada bidang medis menunjukkan semakin tingi frekuensi maka akan semakin kecil nilai penetrasi yang dapat dilakukan sehingga akan menurunkan nilai efisiensi dari aplikasi gelombang elektromagnetik itu sendiri sehingga pemilihan nilai frekuensi yang tepat akan berpengaruh pada kualitas pengukuran. Aplikasi di bidang media menunjukkan gelombang elektromagnetik pada frekuensi tinggi membuat organ organ tubuh lebih terlindungi dibanding pada frekuensi rendah.

2.5 Microwaves

(2)Microwaves merupakan salah satu gelombang elektromagnetik yang mempunyai frekuensi 100MHz 300GHz. Microwaves dikatakan sebagai gelombang mikro karena panjang gelombangnya yang sangat pendek yakni sekitar 1 30 cm. Panjang gelombang dari microwaves dapat dijabarkan dalam persamaan :

Gambar 2.7 Gelombang Elektromagnetik (Sumber : Nurdin, 2010)

Microwaves lebih memungkinkan untuk melakukan penetrasi pada beberapa jenis material karena memiliki panjang gelombang yang lebih panjang. Banyak metode pengukuran yang digunakan saat ini mampu mengukur panjang gelombang hingga mencapai frekuensi 50Hz (L.C. Shen, 1995).

2.5.1 Penggunaan Microwaves dalam Aplikasi MedisJenis LingkunganJumlah paparan di seluruh tubuhJumlah paparan di separuh tubuhJumlah paparan di tangan, kaki, pergelangan kaki dan tangan

Terkontrol0,4 W/kg8 W/kg20 W/kg

tidak terkontrol0,08 W/Kg1,6 W/kg4 W/kg

Tabel 2.2 Tingkat SAR yang diterima untuk paparan di dalam tubuh manusia pada rentang frekuensi 3 MHz 6 GHz (sumber : IEEE, 1999)Saat ini, microwaves telah banyak digunakan dalam kehidupan sehari hari seperti pada radar, satelit, ponsel maupun koneksi internet nirkabel. Selain itu, mulai banyak aplikasi medis yang menggunakan teknologi microwaves seperti Short Wave Diathermy (SWD), tomografi dan obat obatan terapeutik. Hal ini menyebabkan banyaknya penggunaan microwaves dalam kehidupan sehari hari. Salah satu isu yang berkembang adalah adanya paparan radiasi akibat dari penggunaan ponsel.Radiasi ini diukur berdasarkan Specific Absorption Rate (SAR) yang merupakan spesifikasi tingkat penyerapan atau banyaknya waktu dimana energi elektromagnetik frekuensi radio disampaikan pada unsur massa dari jaringan tubuh. Semua alat yang di desain dan disetujui untuk digunakan harus memenuhi uji standar yang sangat ketat sehingga perangkat yang dibuat tidak berbahaya untuk jaringan tubuh manusia. Menurut Institute of Electrical and Electronics Engineers ada perbedaan radiasi yang diterima di setiap jaringan tubuh. Hal ini bergantung pada lingkungan dimana radiasi tersebut terjadi. Besarnya radiasi yang terjadi pada bagian tubuh tertentu dengan frekuensi radiasi 3 MHz 6 GHz dapat dilihat pada tabel 2.2 (IEEE, 1999)

2.6 Sensor MicrowavesAda beberapa peralatan yang bisa digunakan untuk pengukuran nilai parameter S seperti probe dielektrik, radiometer, waveguide, semua jenis sensor yang dapat dihubungkan dengan VNA dan digunakan untuk mengukur respon material pada gelombang mikro. Probe koaksial, seperti yang ditunjukkan oleh gambar 2.10 merupakan suatu bahan yang tersegel dengan bahan logam yang strukturnya tidak beraturan, sehingga tahan terhadap bahan kimia yang korosif dan juga segel yang digunakan mampu bertahan pada suhu yang tinggi sehingga memungkinkan untuk melakukan pengukuran menggunakan variabel frekuensi dan suhu pengukuran dilakukan dengan cara menempelkan probe pertama ke probe kedua lalu membenamkannya ke material yang akan diuji (Anonimus, 2006). Namun kelemahan dari material ini adalah bahan-bahan pengukuran yang harus berbentuk padat untuk mengurangi adanya kontak dengan udara.Hal tersebut membuat sensor ini tidak lagi memungkinkan untuk mengukur permitivitas darah secara non-invasive karena tubuh manusia bukanlah materi yang memungkinkan tidak adanya kontak dengan udara. Dalam kasus ini, probe dielektrik dapat digunakan untuk pengukuran secara non-invasive.Metode pengukuran permitivitas yang lain adalah dengan menggunakan waveguide. Waveguide ini membatasi adanya ruang bebas bagi perambatan gelombang elektromagnetik untuk dimensi tunggal. Nilai dari refleksi waveguide yang hilang cenderung rendah yang mempelihatkan bahwa gelombang dapat merambat dengan adanya lintasan perambatan tanpa adanya atenuasi yang tinggi.

Gambar 2.10 (a) probe dengan temperature tinggi (b) skema probe (sumber : Nurdin, 2010)2.6.1 Antena MikrostripAntena mikrostrip merupakan antena yang memiliki massa ringan, mudah untuk difabrikasi, dengan sifatnya yang konformal sehingga dapat ditempatkan pada hampir semua jenis permukaan dan ukurannya kecil dibandingkan dengan antena jenis lain, karena sifat yang dimilikinya, antena mikrostrip sangat sesuai dengan kebutuhan saat ini sehingga dapat diintegrasikan dengan peralatan telekomunikasi lain yang berukuran kecil, akan tetapi antena mikrostrip juga memiliki beberapa kekurangan yaitu: bandwidth yang sempit, gain dan directivity yang kecil, serta efisiensi rendah. Struktur dari sebuah antena mikrostrip ditunjukkan oleh gambar 2.11. Secara umum, antena mikrostrip terdiri atas 3 bagian, yaitu patch, substrat, dan ground plane. Patch terletak di atas substrat, sementara ground plane terletak pada bagian paling bawah.

Gambar 2.11 Struktur Antena MiksrostripPada umumnya, patch terbuat dari logam konduktor seperti tembaga atau emas dan mempunyai bentuk yang bermacam-macam. Bentuk patch antena mikrostrip yang sering dibuat, misalnya segi empat, segi tiga, lingkaran, dan lain-lain. Patch berfungsi sebagai pemancar (radiator). Patch dan saluran pencatu biasanya terletak di atas substrat. Tebal patch relatif jauh lebih tipis dibandingkan dengan tebal substrat. Substrat sendiri bisa terbuat dari berbagai macam material yang memiliki nilai konstanta dielektrik sesuai dengan karakteristik dibutuhkan oleh suatu antena. Nilai konstanta dielektrik yang terdapat pada suatu material antara 2,2 < r < 12 yang digunakan untuk membuat antena dengan frekuensi operasi 1 GHz 12 GHz.Antena mikrostrip mempunyai nilai radiasi yang paling kuat terutama pada daerah pinggiran di antara tepi patch. Untuk performa antena yang baik, biasanya substrat dibuat tebal dengan konstanta dielektrik yang rendah. Hal ini akan menghasilkan efisiensi dan radiasi yang lebih baik serta bandwidth yang lebih lebar, namun akan menambah ukuran dari antena itu sendiri. Oleh sebab itu, kejelian dalam menetapkan spesifikasi, ukuran, dan performa akan menghasilkan antena mikrostrip yang mempunyai ukuran yang kompak dengan performa yang masih dalam batas toleransi.

2.6.2 Permitivitas dan Parameter SSeluruh material yang berisi partikel, ketika bersinggungan dengan medan magnet dan medan listrik akan menghasilkan medan sekunder. Medan listrik dan medan magnet yang melewati suatu material akan menghasilkan konduksi, polarisasi ataupun magnetisasi pada partikel di material tersebut. Polarisasi yang terjadi pada partikel akan menyebabkan material tersebut memiliki nilai dielektrik (Rao, 1987).Permitivitas () adalah nilai dari efek medan listrik terhadap suatu material ketika suatu medan listrik melewati bidang dielektrik dari awal sampai akhir. Inti dari permitivitas adalah kemampuan suatu material untuk mentransmisikan medan listrik dan ditentukan oleh kemampuan material tersebut untuk mempolarisasi partikel sehingga terpengaruh oleh medan listrik (Anonimus melalui McClung, 2006). Permitivitas relatif (r) dari suatu material disebut sebagai konstanta dielektrik dan hal merupakan parameter hasil pengukuran (Rao, 1987). Permitivitas relatif adalah perbandingan dari permitivitas suatu material dan permitivitas ruang.

(3)

(4)Ketika medan listrik melewati medium yang besifat konduktif, maka persamaan yang digunakan untuk permitivitas kompleks adalah :

Bagian real untuk permitivitas yang kompleks adalah konstanta dielektrik dari sebuat material atau persediaan energi yang dimiliki oleh material tersebut. Sedangkan bagian imajinernya adalah hilangnya energi yang dimiliki oleh medan listrik ketika melewati suatu material (Cheng, 1993). Banyak dari material di dalam tubuh yang bersifat tidak permeabel terhadap keadaan di luar material tersebut, sehingga permeabilitas tidak menjadi perhatian dalam tes kadar gula darah, yang memungkinkan tes untuk fokus pada variasi frekuensi dari permitivitas relatif dari hasil tes tersebut. Sifat dielektrik dari suatu material bergantung pada struktur molekul dari material tersebut, karenanya perubahan struktur molekul dari suatu material akan menyebabkan perubahan sifat dielektrik dari material tersebut. Pengukuran sifat dielektrik suatu material secara tidak langsung akan mengukur sifat lain dari material tersebut yang memiliki korelasi dengan struktur molekulnya. Hal ini menjadi sesuatu yang penting ketika sifat yang ingin diketahui sulit diukur secara langsung.Rata rata pengukuran yang menggunakan prinsip microwaves dan permitivitas dilakukan dengan menggunakan Vector Network Analyzer (VNA). VNA adalah perangkat yang digunakan untuk mengukur parameter S dalam rentang frekuensi yang dimiliki oleh microwaves.

Gambar 2.12 Vector Network Analyzer (VNA) (sumber : McClung, 2006)Parameter S menggambarkan kinerja dari 2 puah port jaringan secara menyeluruh. Hal ini berhubungan dengan pola gelombang yang tersebar atau dipantulkan ketika jaringan dimasukkan ke dalam saluran transmisi dengan karakteristik impedansi tertentu dan hal ini juga menunjukkan pola linier dari 2 buah port jaringan ini. |S11| dan |S21| adalah 2 buah parameter yang menarik dari penelitian ini dan hal ini ditentukan dengan mengukur besarnya magnitude, fase, refleksi dan transmisi sinyal ketika nilai output di akhiri dengan sempurna. Parameter |S11| merepresentasikan refleksi yang merupakan respon dari port yang sinyalnya dikirim keluar dan parameter |S21| merepresentasikan transmisi dimana responnya merupakan kebalikan dari sinyal yang sudah dikirim (Sischka, 2002). Gambar 2.13 merepresentasikan 2 buah port jaringan.

V1+V2+2 PortNetwork

V1-V2-

Gambar 2.13 2 buah port jaringan (Sumber : McClung, 2006)Persamaan matematis berasal dari pemodelan parameter S pada 2 buah port jaringan. Pertama, persamaan matriks yang berhubungan dengan tegangan masukan dan keluaran dari gelombang :

(5)parameter |S11| merepresentasikan input port koefisien refleksi tegangan,

(6)parameter |S12| adalah penguatan tegangan reserve,

(7)parameter |S21| adalah penguatan tegangan masukan,

(8)parameter |S22| adalah port keluaran dari nilai koefisien tegangan refleksi,

(9)

2.6.3 Penempatan Sensor

(10)Penempatan sensor untuk mengukur kadar glukosa darah disarankan pada tempat yang memiliki sedikit kandungan lemak. Tujuan dari desain sensor untuk memaksimalkan jumlah energi yang masuk dan kembali keluar dari jaringan. Untuk melakukan transmisi microwaves ini lapisan antar jaringan harus dimaksimalkan penggunaannya. Koefisien transmisi yang melewatkan sinyal di antara lapisan yang memiliki konstanta dielektrik berbeda dapat dinyatakan dalam persamaan :

(10)dimana i adalah nilai impedansi dalam material yang didefinisikan sebagai :

(11)dimana adalah permeabilitas magnetik dari suatu material (Green, 2005). Apabila kedua persamaan di atas disubstitusikan, akan menjadi :

(12) Pada frekuensi 1 GHz, perjalanan gelombang di antara jaringan kulit dan jaringan lemak mengalami transmisi gelombang sekitar 50%, sedangkan perjalanan gelombang antara jaringan kulit dan otot mengalami transmisi gelombang sebesar 93%. Hal ini dikarenakan jaringan lemak kurang tervaskularisasi dibandingkan jaringan otot sehingga sensor yang melakukan kontak dengan darah lebih banyak melakukan transmisi gelombang pada jaringan otot dibandingkan jaringan lemak. Apabila lebih banyak darah yang mengalami transmisi gelombang maka kadar gula darah yang didapatkan akan lebih baik. Akan tetapi dari ini semua, sensor harus mampu mendeteksi perubahan permitivitas darah. Darah merupakan cairan homogen, tetapi sebenarnya terdiri dari suspense sel, hormon, protein, glukosa, serta partikel lainnya. Permitivitas darah dipengaruhi oleh masing masing kandungannya. Oleh karena itu dibutuhkan sensor microwaves yang mampu mengukur suatu parameter spesifik dalam suatu lingkungan yang memiliki beberapa parameter yang dapat berubah, sehingga secara spesifik akan mengukur kadar glukosa dalam darah.

2.7 LabVIEW LabVIEW adalah sebuah software pemograman yang diproduksi oleh National Instruments dengan konsep yang berbeda. Seperti bahasa pemograman lainnya yaitu C++, matlab atau Visual basic , LabVIEW juga mempunyai fungsi dan peranan yang sama, perbedaannya bahwa labVIEW menggunakan bahasa pemrograman berbasis grafis atau blok diagram sementara bahasa pemrograman lainnya menggunakan basis text. Program labVIEW dikenal dengan sebutan Vi atau Virtual instruments karena penampilan dan operasinya dapat meniru sebuah instrument. Pada labVIEW, user pertama-tama membuat user interface atau front panel dengan menggunakan control dan indikator, yang dimaksud dengan kontrol adalah knobs, push buttons, dials dan peralatan input lainnya sedangkan yang dimaksud dengan indikator adalah graphs, LEDs dan peralatan display lainnya. Setelah menyusun user interface, lalu user menyusun blok diagram yang berisi kode-kode VIs untuk mengontrol front panel. Software LabVIEW terdiri dari tiga komponen utama, yaitu :1. Front panel Front panel adalah bagian window yang berlatar belakang abu-abu serta mengandung control dan indikator. front panel digunakan untuk membangun sebuah VI, menjalankan program dan mendebug program. Tampilan dari front panel dapat di lihat pada Gambar 2.14.

Gambar 2.14 Front Panel2. Blok diagram dari Vi Blok diagram adalah bagian window yang berlatar belakang putih berisi source code yang dibuat dan berfungsi sebagai instruksi untuk front panel. Tampilan dari blok diagram dapat lihat pada Gambar 2.15. 3. Control Pallete Control dan Functions Pallete digunakan untuk membangun sebuah Vi. Control Pallete merupakan tempat beberapa control dan indikator pada front panel, control pallete hanya tersedia di front panel, untuk menampilkan control pallete dapat dilakukan dengan mengkilk windows >> show control pallete atau klik kanan pada front panel. Contoh control pallete ditunjukkan pada Gambar 2.16.

Gambar 2.15 Blok Diagram Vi

Gambar 2.16 Control Pallete4. Functions Pallete Functions Pallete di gunakan untuk membangun sebuah blok diagram, functions pallete hanya tersedia pada blok diagram, untuk menampilkannya dapat dilakukan dengan mengklik windows >> show control pallete atau klik kanan pada lembar kerja blok diagram. Contoh dari functions pallete ditunjukkan pada Gambar 2.17.

Gambar 2.17 Function Pallete

34BAB IIIMETODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Instrumentasi Medis Program Studi Teknobiomedik, Departemen Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga dan Laboratorium Antena dan Propagasi, Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh September, Surabaya selama 4 bulan dimulai dari bulan Februari sampai dengan Mei 2014.

3.2 Bahan dan Alat Penelitian3.2.1 BahanBerikut ini disampaikan bahan-bahan yang diperlukan dalam pembuatan alat pengukur kadar gula secara non invasive untuk penderita diabetes mellitus :1. TimahSebagai bahan untuk merekatkan sensor microwaves dengan SMA Female PCB.2. FR4Merupakan material PCB dari bahan fiber dengan harga yang cukup terjangkau dengan konstanta dielektrik bernilai 4.3 dan ketebalan substrat 1.6 mm.

3. Roger 3010Material PCB yang merupakan komposit dari polimer PTFE yang di isi keramik dengan nilai uji mekanik yang baik sehingga ideal untuk digunakan untuk pembuatan sensor microwaves. Roger 3010 ini memiliki konstanta dielektrik 10.2 dengan ketebalan substrat 0.64 mm.4. TembagaBahan untuk membuat jalur transmisi microwaves pada PCB Roger 3010 dan FR4.5. SMA Female PCBKomponen untuk menghubungkan Antara PCB dengan konektor SMA Male pada kabel koaksial.6. Lem EpoxyLem untuk merekatkan PCB Roger 3010 dengan FR4.

3.2.2 AlatSebagai penunjang dalam melaksanakan pembuatan, pengukuran, pengamatan, maupun pengujian alat pengukur kadar gula darah secara non invasive, akan digunakan beberapa alat sebagai berikut :1. SolderAlat untuk memanaskan timah sehingga bisa menempel pada tembaga di jalur sensor microwaves dan SMA Female PCB.

2. Penyedot TimahAlat untuk menyedot timah ketika terjadi kesalahan pencatuan pada sensor microwaves.3. Kabel koaksialKabel yang menghubungkan sensor Microwaves dengan Vector Network Analyzer (VNA)4. Vector Network Analyzer (VNA)Alat untuk mengukur parameter S21 yang dihasilkan oleh sensor sehingga bisa mengetahui nilai frekuensi yang dibutuhkan untuk menguku nilai kadar gula dalam darah.

3.2.3SoftwareAda beberapa macam software yang dibutuhkan untuk menunjang pembuatan sensor microwaves ini, yaitu :1. CST Suite Studio 2011Software ini digunakan untuk mendesain sensor microwaves kemudian disimulasikan untuk melihat apakah sensor yang di desain sudah memenuhi syarat yang dibutuhkan yakni bisa menangkap sinyal dengan frekuensi 500 MHz 2000 MHz.2. CorelDRAW X7Software ini merupakan software untuk mengolah hasil desain sensor yang sudah dibuat di CST Suite Studio 2011 hingga kemudian menjadi desain yang siap cetak.3. LabVIEW 2011LabVIEW 2011 merupakan software untuk mengolah data dari VNA yang disimpan di USB.

3.3 Prosedur PenelitianProsedur penelitian pada Rancang Bangun Alat Pengukur Kadar Gula Darah Secara Non Invasive (Glucometer Non Invasive) akan dilaksanakan dalam beberapa tahap pelaksanaan. Adapun tahapan-tahapan tersebut mulai dari persiapan alat dan bahan, perancangan sensor microwaves, fabrikasi dan pencatuan sensor microwaves, pengujian sensor, pengkalibrasian sistem, pengambilan data, perancangan software, serta uji validitas metode.

3.3.1 Perancangan sensorDiagram Alir Penelitian

Fabrikasi dan pencatuan sensor

Pengujian sensor

Pegambilan data

Perancangan software

Uji validitas metodeGambar 3.1 Diagram alir penelitian3.3.2 Perancangan Sensor MicrowavesDesain sensor microwaves yang dibuat ditunjukkan pada gambar 3.2.

Gambar 3.2 single spiral microstrip menggunakan pemodelan CST - MWSGambar 3.2 menunjukkan jenis microstrip dari sensor microwaves yang digunakan dalam penelitian untuk mengetahui kadar gula dalam darah secara non - invasive. Penelitian Green, 2005 menunjukkan bahwa single spiral microstrip memberikan hasil terbaik dari uji pengukuran kadar gula darah.Bentuk dari single spiral microtsrip ini akan mengalami sedikit perubahan dari yang awalnya berpola circular mejadi pola ovular. Hal ini merujuk dari hasil penelitian Nurdin, 2010 yang menyatakan bahwa pola ovular spiral menghasilkan nilai yang lebih akurat karena seluruh area perasa pada ibu jari akan tercover.Sensor mikrostrip ini terdiri dari dua lapisan yang kemudian ditempelkan menjadi satu. Lapisan sensor yang pertama berbahan material FR4 dan yang kedua Roger seri 3010. Roger seri 3010 adalah material komposit dari polimer PTFE yang diisi oleh keramik. Digunakannya kedua material tersebut karena keduanya memiliki sifat mekanik yang stabil sehingga ideal untuk merancang sensor mikrostrip ini.Perancangan desain ini menggunakan CST Suite Studio 2011 dengan spesifikasi CST Microwaves Studio (CST MWS) yang mampu mendesain sensor sehingga sensor bisa bekerja pada frekuensi gelombang mikro. Desain sensor ini kemudian disimulasikan untuk megetahui apakah sensor yang didesain sudah memenuhi kebutuhan dan siap dicetak.Ada 3 kombinasi ketebalan material sensor yang dibuat dalam penelitian ini. Tujuan dari kombinasi material sensor adalah untuk mengetahui perbandingan hasil keakuratan sensor antara kombinasi material pertama, kedua dan ketiga sehingga bisa dihasilkan sebuat set-up alat ukur kadar gula darah yang memiliki nilai ketelitian tinggi. Ketiga kombinasi sensor menggunakan material FR4 dengan ketebalan yang sama yakni 1,6 mm, adapun variasi ketebalan dari sensor terdapat pada material Roger3010 dimana sensor pertama memiliki ketebalan 0.13 mm, sensor kedua 0.64 mm dan sensor ketiga dengan ketebalan 1.28 mm. Tabel 3.1 menjabarkan kombinasi dari ketebalan material sensor yang dibuat.Tabel 3.1 Kombinasi ketebalan material sensor microwavesKetebalanSensor 1Sensor 2Sensor 3

FR 41.6 mm1.6 mm1.6 mm

Roger 30100.13 mm0.64 mm1.28 mm

3.3.3 Fabrikasi dan Pencatuan Sensor MicrowavesDesain sensor yang sudah di-export dari CST Suite Studio 2011 ke CorelDRAWX7 dicetak ke plastik transparan kemudian dicetak ke PCB FR4 dan Roger3010. PCB FR4 untuk mencetak bagian jalur sensor microwaves sementara PCB Roger3010 sebagai bagian grounding untuk menghilangkan sinyal sinyal yang tidak diinginkan (noise). Waktu yang dibutuhkan untuk fabrikasi sensor ini selama 1 minggu.Setelah selesai difabrikasi, dilakukan pencatuan sensor dengan menggunakan timah dan solder. Penyolderan dilakukan untuk menyambungkan antara sensor microwaves dengan SMA Female PCB. SMA ini yang menghubungkan Antara sensor microwaves dengan kabel koaksial. Gambar 3.4 menunjukkan hasil sensor microwaves setelah selesai difabrikasi dan dicatu sehingga siap untuk di uji menggunakan VNA.

Gambar 3.4 Sensor microwaves yang sudah selesai dan siap di uji coba.

3.3.4 Set-up PenelitianSensor microwaves yang sudah didesain, difabrikasi, dan dicatu digunakan untuk mendeteksi kadar gula darah menggunakan gelombang mikro. Gambar dari sensor microwaves diperlihatkan pada gambar 3.4. Skema dari penelitian yang dilakukan ditunjukkan pada gambar 3.5 dan untuk Set Up alat pada gambar 3.6.

OscillatorVNASensor MicrowavesUSBLabVIEW

Oscillator dan VNASensor microwavesGambar 3.5 Skema Alat

USB

LabVIEWGambar 3.6 Set Up PenelitianMekanisme kinerja alat yaitu ibu jari sebagai bagian tubuh yang diukur detempelkan pada sensor microwaves dengan pola penempatan yang sesuai dengan pola sensor. Kemudian ketika power pada VNA dinyalakan maka akan dimulai proses pengukuran kadar gula dalam darah. Oscillator pada VNA akan mentransmisikan gelombang-gelombang mikro pada sensor melalui kabel koaksial, kemudian sensor mentransmisikan gelombang mikro ke tubuh melalui ibu jari yang berupa jaringan. Gelombang yang masuk ke dalam tubuh kemudian mengalami absorbsi sehingga frekuensi gelombang yang ditransmisikan dengan gelombang yang kembali tidak akan sama. Gelombang yang kembali ini ditangkap oleh detektor kemudian dikembalikan lagi dalam VNA untuk kemudian diolah. Dalam VNA nilai frekuensi gelombang yang kembali akan diolah untuk dengan cara mencari parameter S, dari nilai parameter S ini akan diketahui berapa nilai frekuensi gelombang mikro yang kembali. Nilai frekuensi yang didapat kemudian diolah hingga berubah menjadi satuan kadar gula darah dan ditampilkan pada from panel LabVIEW dalam bentuk angka serta informasi apakah kadar gula darahnya berada pada level normal atau tidak.

3.3.5 Pembuatan SoftwareAlur kerja software dari alat ukur kadar gula darah ini berdasarkan dari flowchart gambar 3.7. Software yang digunakan adalah LabVIEW 2011

Start

Ambil data

Menentukan nilai frekuensi ketika Intensitas Minimum

Nilai Frekuensi dan S21

Hitung BGL

YBGL