laporan kasus hipertiroid

21
Pendahuluan Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi atau gambaran morfologinya. 1 Istilah struma toksik dan struma non toksik dipakai karena adanya perubahan dari segi fungsi fisiologis kelenjar tiroid seperti hipertiroid dan hipotiroid. Berdasakan fisiologisnya struma dapat diklasifikasikan menjadi eutiroidisme, hipotiroidisme, dan hipertiroidisme. 1 Hipotiroidisme dapat disebabkan oleh proses patologis yang merusak kelenjar tiroid, defisiensi sekresi TSH hifofisis, dan hipotiroid kongenital akibat kekurangan hormon tiroid sebelum atau segera sesudah lahir. Terdapat pula keadaan yang dikenal sebagai hipotiroidisme iatrogenik yang terjadi pascatiroidektomi atau pascapengobatan iodium radioaktif. 2 Hipertiroidisme dapat didefinisikan sebagai respons jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan. 2 Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid yang hiperaktif. Tirotoksikosis ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam sirkulasi. Dapat pula karena pasien mengkonsumsi hormon tiroid berlebihan dimana penyebab ini digolongkan tirotoksikosis tanpa hipertiroidisme yang biasanya self-limiting disease. Penggolongan sebab tirotoksikosis hipertiroidisme primer 70% karena penyakit grave’s, dan sisanya karena gondok multinodular toksik. Pada sebab tirotoksikosis hipertiroidisme sekunder bisa karena tirotoksikosis gestrasi (trimester pertama). 3 1 | Page

Upload: manda-ubra

Post on 08-Jul-2016

45 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Makalah hipertiroid

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kasus Hipertiroid

Pendahuluan

Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena

pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi atau

gambaran morfologinya.1 Istilah struma toksik dan struma non toksik dipakai karena adanya

perubahan dari segi fungsi fisiologis kelenjar tiroid seperti hipertiroid dan hipotiroid.

Berdasakan fisiologisnya struma dapat diklasifikasikan menjadi eutiroidisme,

hipotiroidisme, dan hipertiroidisme.1 Hipotiroidisme dapat disebabkan oleh proses patologis

yang merusak kelenjar tiroid, defisiensi sekresi TSH hifofisis, dan hipotiroid kongenital

akibat kekurangan hormon tiroid sebelum atau segera sesudah lahir. Terdapat pula keadaan

yang dikenal sebagai hipotiroidisme iatrogenik yang terjadi pascatiroidektomi atau

pascapengobatan iodium radioaktif.2 Hipertiroidisme dapat didefinisikan sebagai respons

jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan.2 Hipertiroidisme

adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid yang hiperaktif. Tirotoksikosis

ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam sirkulasi. Dapat pula

karena pasien mengkonsumsi hormon tiroid berlebihan dimana penyebab ini digolongkan

tirotoksikosis tanpa hipertiroidisme yang biasanya self-limiting disease. Penggolongan sebab

tirotoksikosis hipertiroidisme primer 70% karena penyakit grave’s, dan sisanya karena

gondok multinodular toksik. Pada sebab tirotoksikosis hipertiroidisme sekunder bisa karena

tirotoksikosis gestrasi (trimester pertama).3

Berdasarkan morfologinya, Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma difus

toksik dan struma nodusa toksik. Istilah difus dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan

bentuk anatomi dimana struma difus toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. Sementara

struma nodusa toksik akan memperlihatkan benjolan yang secara klinik teraba satu atau lebih

benjolan (struma multinoduler toksik). Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik

yang dibagi menjadi struma difus nontoksik dan struma nodusa nontoksik. Struma nontoksik

disebabkan oleh kekurangan iodium yang kronik. Struma ini disebut sebagai simple goiter,

struma endemik, atau goiter koloid yang sering ditemukan di daerah yang air minumya

kurang sekali mengandung iodium atau terpapar goitrogen yang bisa menghambat sintesa

hormon.1,4

Struma diffusa toksik adalah penyebab tersering hipertiroidisme. Struma Diffusa

toksik/grave’s disease adalah penyakit autoimun dengan terjadi peningkatan pelepasan

hormon tiroid, yaitu thyroid stimulating immunoglobulin (TSI), suatu IgG yang sepertinya

“mirip” reseptor TSH dimana terdapat trias pada struma diffusa toksik ini yaitu tirotoksikosis

1 | P a g e

Page 2: Laporan Kasus Hipertiroid

akibat pembesaran difus tiroid yang hiperfungsional, oftamolpati infiltratif yang

menyebabkan eksopthalmus, dan dermopati infiltratif lokal pada sebagian kecil pasien.5 Di

negara Amerika Serikat, struma difusa toksik adalah bentuk yang paling umum dari

hipertiroid. Sekitar 60-80% kasus tirotoksikosis akibat struma diffusa toksik. Kejadian

tahunan struma diffusa toksik ditemukan menjadi 0,5 kasus per 1000 orang selama periode

20-tahun, dengan terjadinya puncak pada orang berusia 20-40 tahun. Gondok multinodular

(15-20% dari tirotoksikosis) lebih banyak terjadi di daerah defisiensi yodium. Kebanyakan

orang di Amerika Serikat menerima yodium cukup, dan kejadian gondok multinodular

kurang dari kejadian di wilayah dunia dengan defisiensi yodium. Prevalensi hipertiroid

berdasarkan umur dengan angka kejadian lebih kurang 10 per 100.000 wanita dibawah umur

40 tahun dan 19 per 100.000 wanita yang berusia di atas 60 tahun. Prevalensi kasus

hipertiroid di Amerika terdapat pada wanita sebesar (1 ,9%) dan pria (0,9%). Di Eropa

ditemukan bahwa prevalensi hipertiroid adalah berkisar (1-2%). Di negara lnggris kasus

hipertiroid terdapat pada 0.8 per 1000 wanita pertahun.6

Laporan ini dibuat antara lain untuk meningkatkan pemahaman secara garis besar

tentang struma diffusa toksik sehingga diharapkan kita dapat lebih waspada terhadap keluhan

dan gejala yang diutarakan dan dengan demikian dapat memberikan penanganan yang tepat

sesegera mungkin guna mencegah dan mengurangi terjadinya komplikasi yang berpotensi

mengancam nyawa. Pembuatan ini ditujukan dalam rangka pemenuhan tugas laporan kasus

dalam proses pembelajaran kami di bagian Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Mardi Rahayu,

Kudus.

Laporan Kasus

Seorang wanita A berusia 53 tahun, masuk unit gawat darurat RS Mardi Rahayu pada

tanggal 21 November 2015 dengan keluhan dada berdebar-debar. Dada berdebar-debar

dirasakan sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit yang dialami terus menerus sepanjang

hari. Keluhan tersebut tidak disertai dengan sakit dada dan sesak nafas, namun pasien

mengeluh tangan sering gemetaran, sering kepanasan, mudah berkeringat banyak, dan

menjadi lebih mudah marah. Selain itu, pasien mengeluh berat badannya dirasakan terus

menurun sejak 2 bulan ini padahal nafsu makan meningkat. Frekuensi buang air besar pasien

meningkat (3-4x/hari) tanpa disertai perubahan jumlah maupun konsistensi fesesnya. Riwayat

memiliki penyakit yang sama sebelumnya diakui 2 bulan yang lalu. Riwayat batuk-batuk

dalam waktu yang lama disangkal. Riwayat DM disangkal. Riwayat Jantung disangkal. Tidak

2 | P a g e

Page 3: Laporan Kasus Hipertiroid

ada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama. Pasien tidak merokok dan minum

alkohol.

Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum tampak lemah dengan kesadaran compos

mentis. Tinggi badan 150 cm, berat badan 52 kg. Tekanan darah 110/70 mmHg, frekuensi

nadi 84 kali/menit, irregular, dan kuat angkat, frekuensi nafas 18 kali/menit , suhu aksilla

36,50C. Pada pemeriksaan kepala dalam batas normal. Pada pemeriksaan mata didapatkan

eksoftalmus. Pada pemeriksaan telinga, hidung, mulut dalam batas normal. Pada pemeriksaan

leher tekanan vena jugularis dalam batas normal, lingkar leher 36 cm, terdapat pembesaran

kelenjar tiroid dengan batas tidak jelas , konsistensi kenyal, tidak ada nyeri tekan, dan tidak

terdengar bruit disekitar kelenjar tiroid yang membesar. Dada simetris , tidak ada retraksi sela

iga , tidak terdapat lesi , tidak nyeri tekan, tidak teraba masa, perkusi sonor, suara nafas

vesikuler , tidak ada wheezing , tidak ada ronki. Bunyi jantung I-II murni regular, tidak ada

gallop, tidak ada murmur. Abdomen dalam batas normal. Pada pemeriksaan ekstremitas atas

terdapat tremor halus.

Selain itu dalam menegakkan diagnosis, penggunaan Indeks Wayne dapat digunakan

dengan gejala-gejala berikut seperti yang terdapat pada kasus dengan skor tersendiri untuk

masing-masing gejala7 : berdebar-debar (+2) , suka udara dingin (+5) , keringat berlebih

(+3) , nafsu makan naik(+3) , berat badan turun(+3) dan tanda berikut : thyroid teraba (+3) ,

Exopthalmus(+2), Tremor jari(+1). Seorang pasien didiagnosis menderita hipertiroid apabila

skor Indeks Wayne lebih dari 20 maka pada kasus ini pasien didiagnosis hipertiroid karena

total indeks wayne +22. Berdasarkan indeks New Castle didapatkan tanda-tanda usia saat

onset 53 tahun (+12) , goiter(+3), fine finger tremor(+7) , Exopthalmus (+9) dengan total

skor +31 dimana dikategorikan probability hypertiroid dengan range (+24 – (-39)).

Berdasarkan interpretasi dari anamnesis pasien, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan indeks

Wayne maupun New Castle, maka diduga pasien menderita hypertiroid et causa Struma

Diffusa Toksik/Grave’s Disease. Adapun untuk memastikan harus dilakukan pemeriksaan

penunjang sebagai berikut : pada pemeriksaan laboratorium: FT4 meningkat :66.01pmol/L

(normal :9 - 20 ), TsHS menurun:0.013uIU/mL (normal : 0.25-5 ) sehingga diagnosis kerja

adalah struma diffusa toksik.

Tindakan : Propiltiourasil (PTU) 3 x 100mg/hari

3 | P a g e

Page 4: Laporan Kasus Hipertiroid

Pembahasan

Pada pengaturan faal kelenjar tiroid, TRH(Thyrotrophin Releasing Hormone)

melewati median eminence, tempat ia disimpan dan dikeluarkan lewat sistem

hipotalamohipofiseal ke sel tirotrop hipofisis. TSH(Thyroid Stimulating Hormone) disintesis

oleh sel tirotrop hipofisis anterior. Akibatnya TSH meningkat. TSH(Thyroid Stimulating

Hormone) adalah stimulus untuk sekresi hormon tiroid. Hormon tiroid tampak bekerja

dengan cara umpan balik negatif pada hipotalamus untuk menurunkan pelepasan TRH lebih

lanjut.2

Gambar 1 : Negative Feedback8

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penggunaan indeks Wayne, dapat

dipikirkan kemungkinan struma diffusa toksik sebagai diagnosis kerja, dengan diagnosis

banding berdasarkan keluhan utama berdebar-debar adalah struma nodular toksik dan

berdasarkan pembesaran leher adalah struma diffusa non toksik. Untuk lebih menguatkan

penegakkan diagnosis, dapat diusulkan pemeriksaan laboratorium FT4 dan TSHs sebagai

gold standar diagnosis, Foto Thorax, EKG, dan USG tiroid.2.3 Menurut Bayer MF, pada

kondisi yang meragukan kombinasi hasil pemeriksaan laboratorium Thyroid Stimulating

Hormone sensitif (TSHs) yang tak terukur atau jelas subnormal dan free T4 (FT4) meningkat,

jelas menunjukan hipertiroidisme.

4 | P a g e

Page 5: Laporan Kasus Hipertiroid

Secara klinis pada hipertiroid dapat ditemukan dua kelompok gambaran utama, yaitu

tiroidal dan ekstratiroidal yang keduanya dapat juga tidak tampak. Tiroidal dapat berupa

goiter karena hiperplasia kelenjar tiroid dan hipertiroidisme akhibat sekresi hormon tiroid

yang berlebihan. Gejala hipertiroidisme dapat berupa hipermetabolisme dan aktivitas simpatis

yang meningkat seperti pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan panas, keringat berlebih,

berat badan menurun sementara nafsu makan meningkat, palpitasi, takikardi, dan diare.

Manifestasi ekstratiroidal dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik yang akan dibahas lebih

lanjut.

Berdasarkan teori, keluhan berdebar-debar, disebabkan peningkatan kadar

tiriodotironin(T3) sebagai salah satu hormon tiroid yang dapat merangsang saraf simpatis

yang berkaitan dengan hormon-hormon yang dibentuk medulla suprarenal, yaitu epinephrin

dan norepinephrin. Kedua hormon tersebut dapat meningkatkan frekuensi denyut jantung

dengan cara menstimulasi α dan β reseptor, terutama β reseptor yang berada di membran

plasma otot jantung.9

Peningkatan frekuensi buang air besar dengan konsistensi normal disebabkan hormon

tiroid berperan dalam meningkatkan kecepatan sekresi getah pencernaan dan pergerakan

saluran cerna, sehingga hipertiroidisme seringkali menyebabkan diare.

Nafsu makan meningkat, tetapi berat badan turun juga disebabkan tingginya kadar

hormon tiroid yang menyebabkan terjadinya peningkatan metabolisme pada tubuh aehingga

tubuh memerlukan asupan makanan yang lebih banyak untuk megimbanginya.

Berat badan turun, peningkatan metabolisme yang terjadi karena banyaknya hormon

tiroid membuat tubuh menggunakan senyawa-senyawa glukagonik yang ada di dalam otot

untuk membentuk glukosa melalui proses glukoneogenesis. Karena diambil dari otot, maka

pemakaian senyawa glukogenik secara terus-menerus dapat mengurangi massa otot sehingga

berat badan pun bisa mengalami penurunan9..

Anamnesis riwayat keluarga dan penyakit turunan, pada hipertiroid perlu juga

mengonfirmasi apakah ada riwayat keluarga yang memiliki penyakit yang sama atau

memiliki penyakit yang berhubungan dengan autoimun.3

.Pada kasus ini, dimana pada anamnesis ditemukan manifestasi tirotoksikosis dengan

keluhan dada berdebar-debar. Pasien juga mengeluh tangan sering gemetaran, sering

kepanasan, mudah berkeringat banyak, dan menjadi lebih mudah marah, berat badan pasien

turun dan nafsu makan meningkat, frekuensi buang air besar pasien meningkat (3-4x/hari)

tanpa disertai perubahan jumlah maupun konsistensi fesesnya akibat dari peningkatan saraf

simpatis dan hipertabolisme karena peningkatan hormon tiroid tersebut.

5 | P a g e

Page 6: Laporan Kasus Hipertiroid

Hipertiroid akibat penyakit struma diffusa toksik disebabkan karena T limfosit yang

mengenali antigen didalam kelenjar tiroid akibat hipersensitivitas, dengan memicu T limfosit

untuk menstimulasi B limfosit untuk menghasilkan antibodi stimulasi hormon tiroid (TSH-

Ab) atau thyroid stimulating immunoglobulin (TSI) ini akan berinteraksi dengan reseptor

tiroid di membran epitel folikel tiroid sehingga merangsang sel-sel folikel tiroid untuk

memproduksi atau mensekresi simpanan hormon tiroid (T3 dan T4), hal ini karena reseptor

tiroid tersebut mengenali TSH-Ab sebagai TSH, yang sebenarnya bukan merupakan TSH

yang dikeluarkan oleh hipofisis anterior.2 Penyakit Graves ini selain mempengaruhi kelenjar

tiroid juga mempengaruhi mata, karena sel T sitotoksik mengenali antigen fibroblast-tiroid di

mata akibat hipersensitivitas sehingga memicu sel T sitotoksik menghasilkan antibodi

sitotoksik, yang mengakibatkan inflamasi fibroblast orbital dan extraokular otot mata yang

berakibat bola mata menjadi terlalu menonjol keluar yang disebut exophtalmus. Selain itu

penyakit graves juga mengakibatkan goiter, sehingga pada struma diffusa toksik/penyakit

graves dikenal adanya “trias graves” yaitu hipertiroid, exophtalmus, dan goiter.7

Gambaran yang khas pada struma diffusa toksik : hiperplasia difus tiroid, oftalmopati,

dan dermopati. Pembesaran difus tiroid terdapat pada semua kasus penyakit graves. Akibat

sekresi produksi atau pengeluaran simpanan hormon tiroid yaitu Triiodotironin (T3) dan

Tetraiodotironin (T4) oleh sel-sel kelenjar tiroid maka sel-sel ini akan mengalami

penambahan jumlah sel atau hyperplasia, sehingga penderita hipertiroid ini sebagian besar

kelenjar tiroidnya menjadi goiter atau pembesaran kelenjar tiroid. Peningkatan aliran darah ke

kelenjar yang hiperaktif kadang menimbulkan bruit yang dapat didengar. Aktivitas berlebihan

saraf simpatis menyebabkan pasien menatap dengan lebar dan melotot serta kelopak mata

membuka. Oftalmopati pada panyakit graves disebabkan oleh kombinasi infiltrasi limfosit,

pengendapan glikosaminoglikan, dan adipogenesis dalam jaringan ikat orbita sehingga terjadi

penonjolan abnormal bola mata (eksoftalmos). Dermopati yang kadang disebut miksedema

pratibia, terdapat pada sebagian kecil kasus. Kelainan ini biasanya bermanifestasi sebagai

penebalan dan hiperpigmentasi kulit lokal di aspek anterior kaki dan tungkai bawah. Tremor

pada struma diffusa toksik merupakan tremor halus, bukan tremor kasar. Tremor halus terjadi

dengan frekuensi 10-15 x/detik, dan dianggap sebagai efek dari bertambahnya kepekaan

sinaps saraf pengatur tonus otot di daerah medulla.5

Pemeriksaan fisik diawali dengan melakukan inspeksi pada kelenjar tiroid pada leher

bagian depan dan samping dengan posisi pasien duduk. Setiap bekas luka, massa, dan distensi

vena yang terlihat haruslah dicatat. Setelah itu, dilakukan palpasi pada kelenjar tiroid dengan

meminta pasien untuk menelan air, untuk menilai adakah kelenjar tiroid akan ikut bergerak

6 | P a g e

Page 7: Laporan Kasus Hipertiroid

seiring dengan pergerakan menelan itu tadi.7 Antara hal yang harus dicatat saat melakukan

palpasi kelenjar tiroid adalah ukuran, konsistensi, nodul, mobilitas dan fiksasi. Pada keadaan

normal, biasanya ukuran tiroid dapat mencapai 12-20g dan hasil dari palpasi dapat

dipindahkan kedalam bentuk gambaran secara kasar. Auskultasi dilakukan dengan tujuan

mencari adanya bunyi bruit disekitar kelenjar tiroid yang membesar dan hal ini menunjukkan

bahwa adanya peningkatan vaskularisasi seperti yang terjadi pada kasus hipertiroidisme.

Apabila batas bawah lobus tiroid tidak dapat teraba dengan jelas, pembesaran yang terjadi

berada pada bagian retrosternal. Pembesaran kelenjar tiroid pada bagian retrosternal dapat

menyebabkan distensi vena sehingga menyebabkan kesukaran bernafas. Selain itu, massa

apapun yang membesar diatas kelenjar tiroid akan mengakibatkan lidah terangkat.

Pemeriksaan limadenopati pada bagian supraklavikular dan servikal di leher harus dilakukan

juga.

Pada pemeriksaan fisik kasus ini, ditemukan tanda khas struma diffusa toksik dimana

pasien tampak eksoftalmus pada pemeriksaan mata. Pada pemeriksaan lingkar leher 36 cm,

terdapat pembesaran dengan batas tidak jelas, konsisntensi kenyal, tidak ada nyeri tekan.

Temuan ini menunjukkan pembesaran difus tiroid. Pada pemeriksaan ekstremitas atas

terdapat tremor halus yang juga merupakan tanda dari struma diffusa toksik. Dari anamnesis

dan pemeriksaan fisik secara klinis diagnosis kerja struma diffusa toksik dapat diajukan

karena jelas triasnya dimana pada anamnesis ditemukan manifestasi tirotoksikosis, struma

diffusa, dan ekspothalmus dengan manifestasi tirotoksikosis yang dapat ditemukan pada

kasus yaitu keluhan utama dada berdebar-debar. Pasien juga mengeluh tangan sering

gemetaran, sering kepanasan, mudah berkeringat banyak, dan menjadi lebih mudah marah,

berat badan pasien turun dan nafsu makan meningkat, frekuensi buang air besar pasien

meningkat (3-4x/hari) tanpa disertai perubahan jumlah maupun konsistensi fesesnya akibat

dari peningkatan saraf simpatis dan hipertabolisme karena peningkatan hormon tiroid

tersebut. Pada pemeriksaan fisik tampak eksoftalmus pada pemeriksaan mata. Pada

pemeriksaan leher menunjukkan pembesaran difus tiroid.

Berdasarkan interpretasi dari anamnesis pasien, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

indeks Wayne maupun New Castle, maka diduga pasien menderita hypertiroid et causa

Struma Diffusa Toksik/Grave’s Disease. Penggunaan Indeks Wayne dan New Castle dapat

digunakan dengan gejala-gejala pada kasus dengan skor tersendiri untuk masing-masing

gejala:7

7 | P a g e

Page 8: Laporan Kasus Hipertiroid

Tabel 1. Indeks Wayne7

Tabel 2 : Indeks New Castle7

8 | P a g e

Page 9: Laporan Kasus Hipertiroid

Pada kasus ini berikut skor yang didapatkan :berdebar-debar (+2) , suka udara dingin

(+5) , keringat berlebih (+3) , nafsu makan naik(+3) , berat badan turun(+3) dan tanda berikut

: thyroid teraba (+3) , Exopthalmus(+2), Tremor jari(+1). Seorang pasien didiagnosis

menderita hipertiroid apabila skor Indeks Wayne lebih dari 20 maka pada kasus ini pasien

didiagnosis hipertiroid karena total indeks wayne +22. Berdasarkan indeks New Castle

didapatkan tanda-tanda pada kasus yaitu usia saat onset 53 tahun (+12) , goiter(+3), fine

finger tremor(+7) , Exopthalmus (+9) dengan total skor +31 dimana dikategorikan probability

hypertiroid dengan range (+24 – (-39)). Adapun untuk memastikan harus dilakukan

pemeriksaan penunjang sebagai berikut : FT4 meningkat :66.01pmol/L (normal :9 - 20 ),

TsHS menurun:0.013uIU/mL (normal : 0.25-5 ) sehingga diagnosis kerja adalah struma

diffusa toksik.

Penggunaan obat-obatan tertentu, penyakit tertentu serta faktor genetik dapat

mempengaruhi kadar hormon tiroid yang berikatan dengan protein dalam darah. Oleh karena

hanya hormon tiroid yang bebas berikatan terdeteksi normal dalam kondisi-kondisi seperti

diatas, adalah disarankan untuk melakukan pemeriksaan hormone tiroid bebas berikatan

dalam rangka menilai kadar hormone tiroid. Pada penyakit Graves awal dan rekuren, T3

dapat disekresikan pada jumlah berlebih sebelum T4, jadi serum T4 dapat normal sementara

T3 meningkat. Jadi, jika TSH disupresi dan FT4I tidak meningkat, maka T3 harus diukur.

Autoantibodi biasanya ada, terutama imunoglobulin yang menstimulasi TSH-R Ab. Ini

merupakan uji diagnostik yang membantu pada pasien tiorid yang “apatetik" atau pada pasien

yang mengalami eksoftalmus unilateral tanpa tanda-tanda yang jelas.7

Diagnosis banding pertama pada keluhan utama debar-debar yang dikeluhkan pasien

yaitu struma nodural toksik. Struma nodular toksik (Plummer’s Disease) adalah kelenjar

tiroid yang mengandung nodul tiroid yang mempunyai fungsi yang otonomik, yang

menghasilkan suatu keadaan hipertiroid. Struma nodular toksik (Plummer’s disease) pertama

sekali dideskripsikan oleh Henry Plummer pada tahun 1913. Struma nodular toksik

merupakan penyebab hipertiroid terbanyak kedua setelah Graves disease. Pada struma

nodular toksik menampilkan spectrum penyakit nodul hiperfungsi multipel dengan manifetasi

tirotoksikosis yang menunjukkan symptom yang tipikal dengan hipertiroid seperti tidah tahan

terhadap udara panas, palpitasi, tremor, kehilangan berat badan, kelaparan dan peningkatan

frekuensi pergerakan saluran cerna.2

Pada pemeriksaan fisik terdapat takikardia, hiperkinesis, banyak berkeringat, kulit

lembab, tremor, dan kelemahan otot proksimal. Pembesaran kelenjar thyroid bervariasi.

9 | P a g e

Page 10: Laporan Kasus Hipertiroid

Nodul yang dominan ataupun multiple irregular dengan variasi ukuran biasanya dijumpai.

Kelenjar yang kecil dengan multinodul hanya bisa dijumpai dengan USG. Pada pemeriksaan

laboratorium menunjukkan penekanan TSH dan elevasi T3 serum dan sedikit elevasi T4

serum.2

Diagnosis banding plummer’s disease diajukan karena sama seperti pada kasus

terdapat manifetasi tirotoksikosis yang menunjukkan symptom yang tipikal dengan

hipertiroid seperti tidah tahan terhadap udara panas, palpitasi,kehilangan berat badan,

kelaparan dan peningkatan frekuensi pergerakan saluran cerna. Pada pemeriksaan fisik juga

terdapa tremor. Pada pemeriksaan laboratorium menunjukkan penekanan TSH dan elevasi T3

serum dan sedikit elevasi T4 serum. Diagnosis banding ini disingkirkan karena pada

pemeriksaan fisik didapatkan goiter nodular yang kecil atau cukup besar dan kadang sampai

pada substernal yang tidak ditemukan pada pemeriksaan leher pasien ini dengan diagnosis

kerja struma diffusa toksik. Untuk lebih memastikan ada tidaknya nodul yang mungkin tidak

terdeksi dapat dilakukan USG tiroid.

Diagnosis banding yang kedua adalah struma diffusa non toksik. Strum diffusa non

toksik adalah bentuk goiter yang membentuk satu buah pembesaran yang tampak tanpa

membentuk nodul. Bentuk ini biasa ditemukan dengan sifat non-toksik (fungsi tiroid normal),

oleh karena itu bentuk ini disebut juga goiter simpel. Pada goiter simpel, terdapat dua fase

evolusinya, yaitu hiperplastik dan involusi koloid. Pada fase hiperplastik, kelenjar tiroid

membesar secara difus dan simetris, walaupun pembesarannya tidak terlalu besar (hingga

100-150 gram). Folikel-folikelnya dilapisi oleh sel kolumner yang banyak dan berdesakan.

Akumulasi sel ini tidak sama di keseluruhan kelenjar. Apabila setelah itu konsumsi iodin

ditingkatkan atau kebutuhan tubuh akan hormon tiroid menurun, terjadi involusi sel epitel

folikel sehingga terbentuk folikel yang besar dan dipenuhi oleh koloid. Biasanya secara

makroskopik tiroid akan terlihat coklat dan translusen, sementara secara histologis akan

terlihat bahwa folikel dipenuhi oleh koloid serta sel epitelnya gepeng dan kuboid. Etiologi

struma difusa nontoksik diantaranya defisiensi iodium dan stimulasi reseptor TSH oleh TSH

dari tumor hipofisis.

Struma diffusa non toksik dimana dipilih sebagai diagnosis banding karena pada

pemeriksaan fisik leher terdapat pembesaran difus tiroid. Diagnosis banding ini disingkirkan

karena pasien mungkin akan mengeluhkan ada pembesaran di leher tanpa disertai gejala-

gejala hipertiroid karena struma diffusa non toksik merupakan struma diffusa tanpa disertai

gejala-gejala hipertiroid. Pada hasil pemeriksaan penunjang juga dapat disingkirkan karena

pada kasus ini, pasien mengalami penurunan TSH, sedangkan pada struma diffusa non toksik

10 | P a g e

Page 11: Laporan Kasus Hipertiroid

mengalami peningkatan TSH karena kapasitas kelenjar tiroid untuk menyekresikan tiroksin

terganggu, dan meningakibatkan peningkatan kadar TSH dan hiperplasia dan hipertrofi

folikel-folikel tiroid.2

Komplikasi yang dapat terjadi pada hipertiroid adalah fibrilasi atrial. Manifestasi

klinis atrial fibrilasi antara lain : selain palpitasi, sesak napas, nyeri dada, pusing atau

pingsan, dan mudah lelah. Fibrilasi atrial timbul pada tiga keadaan klinis yang berbeda: (1)

primer, tanpa kelainan struktur jantung; (2) sekunder, tanpa kelainan struktur jantung, tapi

terdapat kelainan sistemik yang mempermudah timbulnya aritmia; (3) sekunder terhadap

kelainan jantung yang mempengaruhi atrium.10 Fibrilasi atrial pada tirotoksikosis termasuk

jenis kedua.

Efek hormon tiroid terhadap jantung terjadi secara langsung di tingkat seluler, dan

tidak langsung melalui sistem saraf simpatis. Secara langsung, efek T3 di tingkat seluler

terutama melalui aktivasi mRNA dalam pengkodean protein-protein spesifik melalui ikatan

dengan reseptor-reseptor hormon tiroid pada inti sel . Reseptor hormon tiroid predominan di

jantung adalah jenis 1 yang diketahui mempunyai afinitas yang tinggi terhadap T3. Ikatan

hormon tiroid dengan reseptor tersebut menyebabkan perubahan densitas populasi miosin

dari beta (miosin lambat) ke alfa (miosin cepat), yang berakibat peningkatan kecepatan

kontraksi miokard; pelepasan kalsium dari retikulum sarkoplasmik juga bertambah yang

mempengaruhi kecepatan diastolik.10

Hormon tiroid juga diduga mengubah hubungan sistem saraf simpatis dengan jantung.

Pada keadaan hipertiroid ditemukan adanya peningkatan densitas reseptor adrenergik,

peningkatan respon reseptor adrenergik otot jantung terhadap rangsang adrenergik yang

normal, dan peningkatan daur ulang katekolamin pada sinaps reseptor.11

Atrium lebih sensitif daripada ventrikel terhadap kerja hormon tiroid. Hal ini

disebabkan lebih tingginya densitas reseptor beta adrenergik di atrium dan perbedaan

persarafan otonom antara atrium dan ventrikel. Hormon tiroid meningkatkan pelepasan

impuls nodus sinoatrial, dan menurunkan ambang rangsang depolarisasi atrium. Penurunan

ambang rangsang depolarisasi atrium ini yang diduga merupakan predisposisi terjadinya

fibrilasi atrial pada keadaan hipertiroid. Respon ventrikel pada fibrilasi atrial biasanya cepat

karena adanya peningkatan laju konduksi melalui nodus atrioventrikular.1

Kebanyakan pasien dengan fibrilasi atrial telah mengalami kelainan irama tersebut

sejak 4 sampai 8 minggu sebelum diagnosis tirotoksikosis.11 Karena gangguan irama ini

semata-mata disebabkan perubahan elektrofisiologi akibat berlebihannya hormon tiroid,

maka bila kadar hormon tiroid telah kembali normal, irama jantung seringkali kembali sinus

11 | P a g e

Page 12: Laporan Kasus Hipertiroid

secara spontan. Jika tidak ada tanda-tanda kronisitas kemungkinan kembali ke irama sinus

dalam 8 sampai 12 minggu setelah eutiroid adalah tinggi, seperti Pada pasien usia lanjut,

dengan fibrilasi atrial kronik, kemungkinan kembali ke irama sinus lebih kecil.6 Pasien usia

lanjut dengan tirotoksikosis subklinis memiliki risiko timbulnya fibrilasi atrial persisten tiga

kali lebih tinggi daripada subyek normal.11 Timbulnya fibrilasi atrial pada pasien hipertiroid

akan memperburuk kinerja jantung. Pada pasien usia lanjut, atau dengan riwayat kelainan

jantung sebelumnya, timbulnya fibrilasi atrial seringkali mencetuskan gagal jantung.

Adanya pemeriksaan yang bisa meramalkan kemungkinan timbulnya fibrilasi atrial

pada pasien tirotoksikosis akan sangat menolong. Montereggi dkk dengan menggunakan alat

EKG resolusi tinggi menganalisa gelombang P signal-averaged mendapatkan bahwa pasien

hipertiroid yang kemudian mengalami fibrilasi atrial memiliki durasi gelombang P lebih

besar secara bermakna dibanding pasien hipertiroid yang tidak mengalami fibrilasi atrial.11

Pada pasien kasus ini secara anamnesis dan pemeriksaan fisik tidak terjadi komplikasi

fibrilasi atrial karena pada anamnesis tidak disertai sesak nafas dan nyeri dada. Pada

pemeriksaan fisik tekanan vena jugular dalam batas normal, tidak ada pergeseran letak ictus

cordis yang menandakan adanya perbesaran ventrikel kiri, dan pada auskultasi bunyi jantung

normal dimana dari temuan-temuan ini tidak mengarah kelainan pada jantung. Untuk lebih

memastikan dapat diusulkan pemeriksaan penunjang EKG dimana didapatkan pola yang

sangat khas fibrilasi atrial pada interval RR yang sangat tidak beraturan.

Ringkasan

Telah dilaporkan seorang wanita berusia 53 tahun datang ke IGD RS Mardi Rahayu

dengan diagnosis struma diffusa toksik. Diagnosis ini dibuat berdasarkan interpretasi dari

anamnesis pasien dimana terdapat manifestasi tirotoksikosis dengan keluhan dada berdebar-

debar. Pasien juga mengeluh tangan sering gemetaran, sering kepanasan, mudah berkeringat

banyak, dan menjadi lebih mudah marah, berat badan pasien turun dan nafsu makan

meningkat. Pada pemeriksaan indeks Wayne didapatkan berdebar-debar (+2) , suka udara

dingin (+5) , keringat berlebih (+3) , nafsu makan naik(+3) , berat badan turun(+3) dan tanda

berikut : thyroid teraba (+3) , Exopthalmus(+2), Tremor jari(+1). Seorang pasien didiagnosis

menderita hipertiroid apabila skor Indeks Wayne lebih dari 20 maka pada kasus ini pasien

didiagnosis hipertiroid karena total indeks wayne +22. Berdasarkan indeks New Castle

didapatkan tanda-tanda usia saat onset 53 tahun (+12) , goiter(+3), fine finger tremor(+7) ,

Exopthalmus (+9) dengan total skor +31 dimana dikategorikan probability hypertiroid

dengan range (+24 – (-39)). Berdasarkan interpretasi dari anamnesis pasien, pemeriksaan

12 | P a g e

Page 13: Laporan Kasus Hipertiroid

fisik, dan pemeriksaan indeks Wayne maupun New Castle, maka diduga pasien menderita

hypertiroid et causa Struma Diffusa Toksik. Adapun untuk memastikan harus dilakukan

pemeriksaan penunjang sebagai berikut : pada pemeriksaan laboratorium: FT4

meningkat :66.01pmol/L (normal :9 - 20 ), TsHS menurun:0.013uIU/mL (normal : 0.25-5 )

sehingga diagnosis kerja adalah struma diffusa toksik. Penatalaksanaan farmakologis lini

pertama dipilih propiltiourasil(PTU) 3 x 100mg karena menghambat sintesis hormon tiroid.

Kepustakaan :

1. Sjamsuhidayat R. Buku ajar ilmu bedah. Jakarta:EGC.2002.

2. Prince, Sylvia A. Patofisiologi volume 2. Edisi 6. Jakarta :EGC.2006.

3. R. Djokomoeljanto. Hipertiroidisme. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,

editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. edisi 5. Jakarta : Departemen Ilmu

Penyakit Dalam FKUI;2009.

4. Sabiston, David. C. Buku ajar bedah Sabiston, Alih Bahasa Petrus Andrianto, Timan

IS, Editor Jonatan Oswari, Penerbit EGC;Jakarta:2001.

5. Pauline, M. Chamacho., Hossein, Gharib., Glen, W. Sizemore. Evidence-Based

Endocrinology.2007

6. Kumar, dkk. Buku Ajar Patologi, vol 2. Jakarta: EGC.2007.

7. Harrison, Tinsley R. Harrison’s Principles of Internal Medicine 16th Edition. United

States of America: McGraw-Hill Companies;2005.

8. Bowen R. Control of Thyroid Hormone Synthesis and Secretion. USA : The

McGraw-Hill Companies, Inc:2007.

9. Guyton, Arthur C. Hall, John E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta:

EGC;2007.

10. Ghanie A. Pengantar Diagnosis Ekokardiografi. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B,

Alwi I, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. edisi 5. Jakarta : Departemen

Ilmu Penyakit Dalam FKUI ;2009.

11. Cooper DS, Greenspan FS, Ladenson PW. The Thyroid Gland. Dalam : Gardner DG,

Shoback D, editor. Greenspan‟s Basic & Clinical Endocrinology. Edisi 8. USA : The

McGraw-Hill Companies, Inc; 2007.

13 | P a g e