laporan kasus ckd.docx
TRANSCRIPT
Laporan Kasus
PGK DERAJAT V DENGAN HIPERTENSI DERAJAT II, ANEMIA
NORMOSITIK NORMOKROMIK, DAN HIPERGLIKEMI
Disusun untuk Memenuhi Persyaratan Stase di Bagian Patologi Klinik
FK.Universitas Diponegoro / RSUP. DR.Kariadi
Disusun oleh :
Basuki Widodo
PEMBIMBING
dr.Meita Hendrianingtyas, SpPK
dr.Niken Puruhita, MMed.Sc.,SpGK
PESERTA PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS -1 GIZI KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO/RS KARIADI
SEMARANG
2013
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Kasus
PGK DERAJAT V DENGAN HIPERTENSI DERAJAT II, ANEMIA NORMOSITIK NORMOKROMIK, DAN HIPERGLIKEMI
Telah dipresentasikan tanggal 29 Mei 2013
Oleh:Basuki Widodo
Menyetujui:
Pembimbing I Pembimbing II
dr.Meita Hendrianingtyas, SpPK dr. Niken Puruhita, M.Med.Sc., SpGK
Mengetahui,
Ketua Program Studi Patologi Klinik
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro/RSUP. Dr. Kariadi Semarang
dr. Purwanto AP, SpPK(K)
2
DAFTAR ISIBAB I PENDAHULUAN.............................................................................................3
1.1. Definisi PGK...................................................................................................31.2. Prevalensi........................................................................................................31.3. Klasifikasi PGK..............................................................................................31.4. Etiologi dan Faktor Risiko..............................................................................41.5. Patofisiologi....................................................................................................51.6. Manifestasi Klinis...........................................................................................61.7. Diagnosis.........................................................................................................71.8. Pemeriksaan penunjang..................................................................................8
1.8.1. Pemeriksaan laboratorium...........................................................................81.8.2. Pemeriksaan Radiologi..............................................................................121.8.3. Pemeriksaan EKG......................................................................................121.8.4. Pemeriksaan Biopsi Ginjal........................................................................12
1.9. Komplikasi....................................................................................................131.10. Penatalaksanaan PGK.....................................................................................131.11.Penatalaksanaan Gizi.......................................................................................17
BAB II LAPORAN KASUS.......................................................................................212.1. Identitas Penderita............................................................................................212.2. Anamnesis........................................................................................................212.3. Pemeriksaan Fisik.............................................................................................222.4. Pemeriksaan Penunjang....................................................................................242.5. Masalah Medis..................................................................................................252.6. Masalah Gizi.....................................................................................................252.7. Penatalaksanaan................................................................................................252.8. Terapi Gizi........................................................................................................262.9. Program............................................................................................................262.10. Perjalanan Penyakit........................................................................................262.11. Hasil Rekap Laboratorium..............................................................................282.12. Pembahasan....................................................................................................30
BAB III SIMPULAN DAN SARAN..........................................................................34DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................35
3
4
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Definisi PGK
Penyakit ginjal kronis (PGK) didefinisikan berdasarkan adanya kerusakan
ginjal atau laju filtrasi glomerulus (LFG < 60 ml / menit per 1.73 m2) selama 3 bulan
atau lebih, terlepas dari penyebab, dan diklasifikasikan ke dalam lima tahap
berdasarkan tingkat LFG.1 Krause’s menyebutkan gagal ginjal kronik merupakan
suatu sindrom yang progresif dan tidak dapat kembali lagi menahun dari rusaknya
fungsi ekskresi, endokrin dan metabolisme dari ginjal akibat adanya kerusakan dari
ginjal itu sendiri.2
1.2. Prevalensi
Data National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES)
menunjukkan peningkatan prevalensi PGK derajat 3 ke atas sampai dengan 7,7%
pada tahun 2004.3 Prevalensi PGK pada usia dewasa lebih dari 30 tahun adalah 7,2%.
Prevalensi PGK pada orang berusia 64 tahun atau lebih meningkat dari 23,4%
menjadi 35,8%.4 Prevalensi PGK pada usia dewasa di Indonesia menurut survei
Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) adalah sebesar 12,5% atau 18 juta.5
1.3. Klasifikasi PGK
Pedoman Kidney Disease Outcomes Quality Initative (KDOQI)
mendefinisikan PGK sebagai kerusakan ginjal durasi 3 bulan atau lebih, akibat
kelainan struktural atau fungsional dengan atau tanpa LFG menurun. Tanda patologis,
kelainan pada darah atau urine, atau radiologi, dapat mengungkapkan disfungsi ginjal.
PGK juga dapat diidentifikasikan sebagai LFG yang masih rendah < 60
ml/min/1.73m2 selama 3 bulan atau lebih, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.6
Menurut KDOQI dari data NHANES tahap dari PGK dibagi menjadi lima.
4
Tabel 1. Tahapan dari PGK.7
DERAJAT DESKRIPSI LFG(ml/mnt per 1,73m2)
1
2
3
4
5
Kerusakan ginjal dengan normal
atau peningkatan LFG
Kerusakan ginjal dengan
penurunan LFG ringan
Penurunan LFG sedang
Penurunan LFG berat
Gagal ginjal
≥ 90
60 – 89
30 – 59
15 - 29
< 15 atau dialisis
Definisi dan klasifikasi penyakit ginjal kronis diusulkan oleh National Kidney
Foundation – Kidney Disease Quality Outcomes Initiative (NKF-KDQOI) pada tahun
2002 dan disahkan oleh Kidney Disease:Improving Global Outcomes (KDIGO) pada
tahun 2004. KDIGO dimulai pada bulan Oktober 2009 untuk menentukan hubungan
estimasi LFG dan albuminuria dengan angka mortalitas dan kerusakan ginjal.8
1.4. Etiologi dan Faktor Risiko
PGK bisa menjadi manifestasi dari penyakit kronis lain yang menyebabkan
kerusakan organ ginjal, seperti diabetes Mellitus atau hipertensi. Penyakit ginjal
kronis dapat menjadi penyakit intrinsik ginjal, seperti penyakit ginjal polikistik.
Diabetes adalah penyebab yang paling menonjol dari penyakit ginjal kronis sebanyak
33% dari kasus LFG. Sebanyak 20% sampai 40% dari penderita diabetes akan
berkembang menjadi nefropati diabetik. Peningkatan kejadian DM menjadi salah satu
penyebab peningkatan kejadian PGK. Tanda awal penyakit ginjal diabetes adalah
mikroalbuminuria diikuti dengan meningkatnya proteinuria karena membran filtrasi
glomerulus rusak. Perkembangan selanjutnya terjadi hipertensi, diikuti dengan
penurunan LFG. Kedua tipe diabetes yaitu DM tipe 1 dan 2 semua dapat
menyebabkan PGK, jumlah kasus DM tipe 2 lebih banyak, paling sering dikaitkan
dengan PGK.
5
Penyakit pembuluh darah (terutama hipertensi) merupakan penyebab umum
kedua penyakit ginjal kronis ( menyebabkan sebanyak 21% kasus penyakit ginjal
kronis). Hipertensi nephrosclerosis dikaitkan dengan tanda-tanda kerusakan organ
karena hipertensi jangka panjang yang kurang terkontrol.9 Data oleh Indonesian
Renal Registry (IRB) pada tahun 2007- 2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak
sebagai berikut glomerulonephritis (25%), DM (23%\, hipertensi (20%) dan ginjal
polikistik (10%).10 Faktor risiko utama perkembangan PGK adalah: diabetes mellitus,
hipertensi arteri atau penyakit kardiovaskular, merokok, usia lebih dari 50 tahun,
riwayat keluarga penyakit ginjal, infeksi berulang saluran kemih, paparan kronis non
steroid anti inflammatory drugs (NSAID), antibiotik aminoglikosida seperti
gentamisin dan kontras seperti iodium.11
1.5. Patofisiologi
PGK dapat dikategorikan sebagai berkurangnya cadangan ginjal, insufisiensi
ginjal, atau gagal ginjal (End Stage Renal Disease/ ESRD). Awalnya jaringan ginjal
kehilangan fungsinya, kehilangan 75% dari jaringan ginjal menyebabkan penurunan
LFG hanya 50% dari normal. Penurunan fungsi ginjal mengganggu kemampuan
ginjal untuk mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit. Kemampuan untuk
berkonsentrasi mengalami penurunan yang akan diikuti dengan penurunan
kemampuan untuk mengeluarkan fosfat, asam, dan kalium. Gagal ginjal lanjut (LFG
≤ 10 mL/min/1.73 m2), kemampuan untuk mencairkan urin hilang, sehingga
osmolalitas urin biasanya tetap dekat dengan plasma (300-320 mOsm / kg), dan
volume urin tidak merespon cepat terhadap variasi dalam asupan air. Konsentrasi
plasma kreatinin dan urea (yang sangat tergantung pada glomerular filtrasi) mulai
naik karena LFG berkurang. LFG turun di bawah 10 mL/min/1.73 m2 (normal = 100
mL/min/1.73 m2), tingkat kreatinin dan urea meningkat dengan cepat dan biasanya
berhubungan dengan manifestasi sistemik (uremia).12
6
1.6. Manifestasi Klinis
Pada gagal ginjal kronik timbul gangguan keseimbangan homeostatik pada seluruh
tubuh sehingga akan berpengaruh pada sistem lain dan menimbulkan kelainan pada
berbagai sistem/organ tubuh.
Manifestasi klinik PGK pada beberapa sistem/organ tubuh antara lain:
1. Gangguan pada Sistem Gastrointestinal
- Anoreksia, nausea, dan vomitus akibat gangguan metabolisme protein dalam
usus, terbentuknya zat toksik (amonia dan metil guanidin) akibat metabolisme
bakteri usus, serta sembabnya mukosa usus.
- Foetor uremik, akibat ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh bakteri
di mulut menjadi amonia sehingga nafas berbau amonia.
- Cegukan (hiccup), sebabnya yang pasti belum diketahui.
2. Kulit
- Pucat (akibat anemia) dan kekuning-kuningan (akibat penimbunan urokrom)
- Gatal-gatal dengan ekskoriasi akibat toksin uremik dan pengendapan kalsium
di pori-pori kulit.
- Bekas garukan karena gatal.
3. Sistem Hematologi
- Anemia normositik normokromik yang disebabkan karena berkurangnya
produksi eritropoetin sehingga rangsangan eritropoesis pada sumsum tulang
menurun, hemolisis akibat uremia toksik, defisiensi asam folat dan besi akibat
kurangnya asupan makan, perdarahan gastrointestinal akibat disfungsi
trombosit, fibrosis sumsum tulang akibat hiperparatiroidisme sekunder, dan
kehilangan darah secara berulang selama proses dialisis.
- Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia yang mengakibatkan
perdarahan serta masa perdarahan yang memanjang.
- Gangguan fungsi lekosit sehingga menurunkan imunitas dan mudah timbul
infeksi.
4. Sistem Saraf dan Otot
7
- Pegal pada tungkai bawah sehingga kaki selalu digerakkan (Restless leg
sydrome)
- Rasa kesemutan dan seperti terbakar terutama di telapak kaki (burning feet
syndrome)
- Ensefalopati metabolik: lemah, tidak bisa tidur, gangguan konsentrasi, kejang.
- Miopati: kelemahan dan hipotropi otot.
5. Sistem Kardiovaskular
- Hipertensi (akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktivitas
sistem renin-angiotensin-aldosteron)
- Nyeri dada dan sesak napas (akibat perikarditis, efusi perikardial, penyakit
jantung koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini, dan gagal jantung
akibat penimbunan cairan dan hipertensi)
- Gangguan irama jantung (akibat aterosklerosis dini, gangguan elektrolit dan
kalsifikasi metastatik)
- Edema (akibat penimbunan cairan)
6. Sistem Endokrin
- Gangguan seksual. Libido, fertilitas, dan ereksi menurun pada laki-laki dan
pada wanita terjadi gangguan menstruasi dan ovulasi sampai amenorea.
- Gangguan toleransi glukosa
- Gangguan metabolisme lemak
- Gangguan metabolime vitamin D
7. Gangguan sistem lain
- Tulang: osteodistrofi renal.
- Asidosis metabolik akibat penimbunan asam organik (hasil metabolisme)
- Elektrolit: hiperfosfatemia, hiperkalemia, hipokalsemia.16,17,22
1.7. Diagnosis
Diagnosis PGK ditegakkan berdasarkan kriteria dari Kidney Disease Outcomes
Quality Initiative (KDOQI). yaitu jika memenuhi satu dari dua kriteria berikut:
8
1. Kerusakan ginjal berlangsung selama tiga bulan yaitu adanya gangguan fungsi
atau struktur ginjal, dengan atau tanpa penurunan LFG yang manifestasi salah
satu di bawah ini:
a. Ada kelainan patologis, atau
b. Ada petanda kerusakan ginjal, mencakup kelainan komposisi darah
atau urin atau kelainan pada tes-tes imaging.
2. LFG < 60 ml/min/1,73 m2 selama tiga bulan, dengan atau tanpa kerusakan
ginjal.14
1.8. Pemeriksaan penunjang
1.8.1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menetapkan adanya gagal ginjal
kronik, menentukan ada tidaknya kegawatan, menentukan derajat gagal ginjal
kronik, menetapkan gangguan sistem, dan membantu menetapkan etiologi.
Pemeriksaan yang dilakukan pada gagal ginjal kronik adalah kimia darah,
hematologi, dan urinalisis.16
1. Pemeriksaan kimia darah
Pemeriksaan fungsi ginjal untuk menentukan jumlah cairan yang mengalir
melalui semua glomerulus ke dalam tubulus dalam waktu tertentu. Penurunan
atau LFG yang rendah digunakan sebagai indeks pada penyakit ginjal kronik.
Rumus persamaan yang sering digunakan untuk memperkirakan LFG (e-
GFR/estimated GFR) adalah rumus Cockroft-Gault :17,18
e-GFR (ml/menit) : (140 – umur) x berat badan (kg) x (0,85 jika wanita)
72 x serum kreatinin ( mg/dl )
Estimasi GFR menurut Modification of Diet in Renal Disease (MDRD) :
GFR (mL/min/1.73 m2) = 175 × (Scr)-1.154 × (Age)-0.203 × (0.742 if female) ×
(1.212 if African American).19
9
Menurut Chronic Kidney Disease-Epidemiology Collaboration (CKD-EPI),
eGFR rumusnya:
GFR = 141 × min (Scr /κ, 1)α × max(Scr /κ, 1)-1.209 × 0.993Age × 1.018 [if
female] × 1.159 [if black] dimana Scr adalah serum creatinine dalam mg/dL, κ
adalah 0.7 untuk perempuan dan 0.9 untuk laki-laki, α adalah -0.329 untuk
perempuan dan -0.411 untuk laki-laki, min mengindikasikan minimum dari
Scr /κ atau 1, dan max mengindikasikan maksimum dari Scr /κ or 1.20
Tes kimia darah yang perlu dilakukan adalah: ureum, nitogen urea darah, asam urat,
analisis gas darah (blood gas analysis/BGA), elektrolit (kalium, natrium. kalsium,
fosfor, magnesium), albumin, gula darah sewaktu, dan profil lipid (kolesterol total,
kolesterol - high density lipoprotein/HDL, kolesterol - low density lipoprotein/LDL,
trigliserida).
Hasil tes kimia darah biasanya didapatkan:
- Ureum serum meningkat, ureum adalah produk buangan dari protein yang
dieliminasi oleh ginjal. Fungsi ginjal menurun, jumlah ureum naik.
- Kreatinin serum meningkat, kreatinin adalah produk sampingan dari hasil
pemecahan fosfokreatin (kreatin) di otot yang dibuang melalui ginjal, apabila
fungsi ginjal menurun, kadar kreatinin meningkat.
- Asam urat meningkat, karena asam urat disintesis dalam hati,diangkut
sirkulasi di ginjal, fungsi ginjal menurun asam urat meningkat.
- Hiperkalemia, disebabkan kemampuan ekskresi kalium dari ginjal menurun
sehingga terjadi kelebihan kalium.
- Hiperfosfatemia, dikarenakan dialisa menurun,sehingga ginjal tidak mampu
membuang kelebihan fosfat.
- Hipokalsemia, karena fosfat berlebihan akan membentuk kompleks
berpasangan dengan kalsium, maka terjadi penurunan jumlah kalsium dalam
darah.
- Hipoalbuminemia, disebabkan kadar kalsium berkurang maka kadar albumin
juga rendah, karena mayoritas kalsium terikat pada albumin.
10
- Kadar glukosa darah meningkat,pasien dengan uremia mengakibatkan
gangguan metabolism glukosa, kemudian menyebabkan resistensi insulin.
- Dislipidemia, dikarenakan resistensi insulin menyebabkan trigliserid
meningkat dan kolesterol HDL menurun.
- Asidosis metabolik, sebab fungsi ginjal terganggu maka keseimbangan asam
basa juga terganggu, terjadi asidosis tubulus ginjal. 16,17,21,31,32
2. Pemeriksaan hematologi
Pemeriksaan hematologi yang dilakukan antara lain; darah rutin, hapus darah tepi,
ferritin dan transferrin saturation (TSAT).
Pemeriksaan darah rutin
Meliputi hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), lekosit (hitung lekosit dan hitung
jenis), hitung trombosit, laju endap darah (LED), hitung eritrosit. Pada PGK
terjadi anemia (Hb < 10 g/dL) karena penyakit kronis (biasanya anemia
normokromik normositik). Kadar Ht dengan kadar Hb biasanya dikaitkan
dengan derajat anemia yang diderita. Hitung lekosit pada PGK tergantung ada
tidaknya infeksi sekunder, apabila infeksi akut bisa lekositosis (lekosit
meningkat), sedangkan infeksinya kronis akan terjadi lekopeni (lekosit
menurun).Hitung jenis lekosit pada PGK, karena akibat penyakit kronis
terjadi peningkatan jumlah neutrofil (baik segmen maupun batang) relatif
dibanding limfosit dan monosit yang disebut shift to the left. Hitung trombosit
akan meningkat karena merupakan tanda anemia penyakit kronis yang biasa
terjadi pada PGK. Penanda peradangan seperti LED seringkali meningkat
pada anemia akibat penyakit kronis. Hitung eritrosit menurun karena adanya
anemia penyakit kronis.
Pemeriksaan hapus darah tepi
Retikulosit biasanya meningkat karena kehilangan darah kronis. Khas pada
penderita gagal ginjal terdapat sel Burr (membran eritrosit keriput ireguler)
Pemeriksaan ferritin dan transferrin saturation
11
Ferritin dan transferrin saturation rendah pada pasien gagal ginjal kronik
yang mendapatkan dialisis, timbul perdarahan gastrointestinal, dan rendahnya
asupan zat besi dari makanan.16,22,23,33,34
3. Pemeriksaan urinalisis
Pemeriksaan urinalisis yang dilakukan antara lain: berat jenis, pH, glukosa,
protein, keton, bilirubin, urobilirubin, nitrit, eritrosit, lekosit, silinder, kristal,
bakteri, jamur, dan parasit.
Pada gagal ginjal kronis bisa didapatkan hasil:
- Berat jenis urin yang kurang dari normal karena gangguan fingsi ginjal
yang berat.
- pH urin dapat dipengaruhi karena gangguan keseimbangan asam basa.
Pada PGK pH akan basa, karena terjadi asidosis tubulus ginjal dan terjadi
infeksi saluran kemih.
- Glukosuria karena gangguan metabolisme glukosa pada PGK. Glukosuria
(kelebihan gula dalam urin) terjadi karena nilai ambang ginjal terlampaui
atau daya reabsorbsi tubulus yang menurun
- Proteinuria karena gangguan fungsi ginjal. Protein terdiri atas fraksi
albumin dan globulin. Peningkatan ekskresi albumin merupakan petanda
yang sensitif untuk penyakit ginjal kronik yang disebabkan karena
penyakit glomeruler, DM, dan hipertensi.
- Silinder hialin merupakan silinder protein dari mukoprotein yang
dikeluarkan tubulus ginjal. Apabila ginjal mengalami kerusakan, dalam
urin didapatkan silinder hialin.
- Ekskresi lekosit meningkat yang disebabkan karena adanya perubahan
permeabilitas membran glomerulus atau perubahan motilitas lekosit. Bisa
terjadi juga karena proses infeksi, seperti infeksi saluran kemih.
- Sel epitel tubulus ginjal berbentuk bulat atau oval, lebih besar dari lekosit,
mengandung inti bulat atau oval besar, bergranula dan biasanya terbawa
12
ke urin dalam jumlah kecil. Jumlah sel tubulus ≥ 13 / LPK atau penemuan
fragmen sel tubulus dapat menunjukkan adanya penyakit ginjal
- Silinder granular adalah silinder selular yang mengalami degenerasi.
Disintegrasi sel selama transit melalui sistem saluran kemih menghasilkan
perubahan membran sel, fragmentasi inti, dan granulasi sitoplasma.
- Bakteri pada urin (bakteriuira) pada penyakit ginjal biasanya terjadi
disebabkan adanya infeksi saluran kemih.24,35
1.8.2. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologis bertujuan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat
komplikasi ginjal. Pemeriksaan radiologi yang bisa dilakukan yaitu: foto polos
abdomen, pielogravi intra vena, USG, renogram, serta pemeriksaan radiologi jantung,
tulang, dan paru.16 Kontras dengan USG untuk pengukuran parameter perfusi.
Multidetector Computed Tomography (MCT) dan Magnetic Resonance Imaging
(MRI) untuk mengukur fungsi diferensial filtrasi. 25
1.8.3. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri( bisa juga dengan radiologi),
tanda-tanda perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia, hipokalsemia).16
Gambaran EKG pada hipokalemia adalah semakin mendatarnya gelombang T dan
timbulnya gelombang U. Hipokalemia berat dapat memperpanjang interval PR,
memperlebar dan menurunkan voltase kompleks QRS dan menyebabkan aritmia
ventrikuler. Gambaran EKG pada hiperkalemia adalah semakin mendatarnya sampai
menghilangnya gelombang P, meningginya gelombang T, melebarnya kompleks QRS
sampai kepada perlambatan konduksi atrioventrikuler.36
1.8.4. Pemeriksaan Biopsi Ginjal
Dilakukan untuk mengetahui etiologinya, apakah komplikasi dari DM atau hipertensi
atau bukan, sebaiknya dilakukan pemeriksaan biopsi ginjal.16,33
13
1.9. Komplikasi
Komplikasi yang terkait dengan PGK, antara lain: anemia, hiperlipidemia, gizi,
osteodistrofi, dan risiko kardiovaskular. Anemia pada PGK dikarenakan defisiensi
eritropoetin, ginjal yang rusak tidak dapat memproduksi hormon eritropoetin
sehingga gagal memproduksi sel darah merah. Hiperlipidemia terjadi hipertrigliserida
yang merupakan salah satu ciri yang menonjol pada gagal ginjal kronis, hal tersebut
disebabkan oleh karena kurang berfungsinya lipoprotein lipase (LPL) dan hepatik
trigliserid lipase (HTGL) sehingga terjadi peningkatan kolesterol dan lipida total
(hiperlipidemia). PGK menyebabkan penderita kurang nafsu makan yang akhirnya
masukan/intake makanan tidak cukup sehingga penderita menjadi kurang gizi
diakibatkan tidak seimbangnya persediaan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan
badan.Osteodistrofi pada PGK terjadi karena gangguan metabolism kalsium dan
fosfat,karena hiperfosfatemi terjadi hipokalsemia,mempengaruhi mineralisasi
tulang.Peningkatan kolesterol, trigliserid pada PGK akan memperbesar risiko
penyakit kardiovaskuler. 26,37
PGK juga dikaitkan dengan komplikasi infeksi terutama yang dari rumah sakit yaitu
pneumonia, sepsis/bakteremia dan infeksi saluran kemih.27
1.10. Penatalaksanaan PGK
Tujuan penatalaksanaan PGK adalah mengobati penyakit yang mendasarinya dan
memperlambat perkembangan penyakit lebih lanjut. Penatalaksanaan konservatif
gagal ginjal kronik bermanfaat bila faal ginjal masih pada tahap insufisiensi ginjal
dan gagal ginjal kronik dengan faal ginjal antara 10-50% atau nilai kreatinin serum
2 - 10 mg%. PGK tahap akhir terapi pengganti sudah harus dilaksanakan.16,17,18
Penatalaksanaan pada PGK bersifat konservatif. Penatalaksanaan ini lebih bermanfaat
bila penurunan fungsi ginjal masih ringan. Pengobatan konservatif ini terdiri dari 3
strategi, yaitu :
1. Memperlambat laju penurunan fungsi ginjal
a. Pengobatan hipertensi.
Target penurunan tekanan darah yang dianjurkan <140/90 mmHg.
14
b. Pembatasan asupan protein
Bertujuan untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus dengan demikian
diharapkan progresifitas akan diperlambat.
c. Pembatasan fosfor
Untuk mencegah hiperparatiroidisme sekunder.
d. Mencegah albuminuria.
Terdapat korelasi antara albuminuria dan penurunan fungsi ginjal
terutama pada glomerulonefritis kronik dan DM.
e. Mengendalikan hiperlipidemia.
Telah terbukti bahwa hiperlipidemia yang tidak terkendali dapat
mempercepat progresifitas gagal ginjal. Pengendalian meliputi diet
dan olahraga. Pada peningkatan yang berlebihan diberikan obat-obat
penurun lemak darah.
2. Mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut
a. Pencegahan kekurangan cairan
Dehidrasi dan kehilangan elektrolit dapat menyebabkan gangguan
prerenal yang masih dapat diperbaiki. Oleh sebab itu perlu ditanyakan
mengenai keseimbangan cairan (muntah, keringat, diare, asupan cairan
sehari-hari), penggunaan obat (diuretik, manitol, fenasetin), dan
penyakit lain (DM, kelaian gastrointestinal, ginjal polikistik).
b. Pencegahan terjadinya sepsis
Sepsis dapat disebabkan berbagai macam infeksi, terutama infeksi
saluran kemih. Penatalaksanaan ditujukan untuk mengkoreksi kelainan
urologi dan antibiotik yang telah terpilih untuk mengobati infeksi.
c. Pengendalian hipertensi
Tekanan darah umumnya meningkat sesuai dengan perburukan fungsi
ginjal. Kenaikan tekanan darah ini akan menurunkan fungsi ginjal.
Akan tetapi penurunan tekanan darah yang berlebihan juga aka
15
menyebabkan perfusi ginjal menurun. Obat yang dapat diberikan
adalah furosemid, beta blocker, vasodilator, calcium antagonist dan
alfa blocker. Golongan tiazid kurang bermanfaat. Spironolakton tidak
dapat digunakan karena meningkatkan kalium.
d. Hindari obat-obat nefrotoksik
Obat-obat aminoglikosida, obat anti inflamasi non steroid (OAINS),
kontras radiologi, dan obat-obat yang dapat menyebabkan nefritis
interstitialis harus dihindari.
3.Pengelolaan uremia dan komplikasinya
a.Mencegah gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Pasien dengan PGK sering mengalami peningkatan jumlah cairan
karena retensi cairan dan natrium. Peningkatan cairan intravaskular
menyebabkan hipertensi, sementara ekspansi cairan ke interstitial
menyebabkan edema. Hiponatremia sering juga dijumpai.
Penatalaksanaan yang tepat meliputi retriksi asupan cairan dan
natrium, dan pemberian terapi diuretik. Asupan cairan dibatasi < 1
liter/hari, pada keadaan berat < 500ml/hari. Natrium diberikan <2-4
gr/hari, tergantung dari beratnya edema. Jenis diuretik yang menjadi
pilihan adalah furosemid. Karena efek furosemid tergantung dari
sekresi aktifnya di tubulus proksimal, pasien dengan PGK umumnya
membutuhkan dosis yang tinggi (300-500 mg), namun hati-hati
terhadap efek sampingnya. Apabila tindakan ini tidak membantu harus
dilakukan dialisis.
b.Mencegah asidosis metabolik
Penurunan kemampuan sekresi asam pada PGK menyebabkan
terjadinya asidosis metabolik, umumnya bila LFG < 25 ml/mnt. Diet
rendah protein 0.6 gr/hr dapat membantu mengurangi asidosis. Bila
bikarbonat turun sampai < 15-17 mEq/L harus diberikan stubtitusi
alkali.
c.Mencegah hiperkalemia
16
Hiperkalemia dapat menyebabkan aritmia kordis yang fatal. Untuk
mengatasi ini, dapat diberikan : Kalsium glukonas 10% 10 ml dalam
10 menit IV Bikarbonas natrikus 50-150 IV dalam 15-30 menit Insulin
dan glukosa 6U insulin dan glukosa 50g dalam waktu 1 jam
Kayexalate (resin pengikat kalium) 25-50 gr oral atau rektal Bila
hiperkalemia tidak dapat diatasi, maka sudah merupakan indikasi
untuk dialisis.
d. Diet rendah protein
Diet rendah protein dianggap akan mengurangi akumulasi hasil akhir
metabolisme protein yaitu ureum dan toksik uremik lainya. Selain itu
telah terbukti bahwa diet tinggi protein akan mempercepat timbulnya
glomerulosklerosis sebagai akibat meningkatnya beban kerja
glomerulus dan fibrosis interstitial. Kebutuhan kalori harus dipenuhi
supaya tidak terjadi pemecahan protein dan merangsang pengeluaran
insulin. Kalori yang diberikan adalah sekitar 35 kal/kgBB, protein
0.6gr/ kgBB/ hari dengan nilai biologis tinggi (40% as.amino
esensial).
e. Mengobati anemia
Penyebab utama anemia pada PGK adalah terjadinya defisiensi
eritropoeitin. Penyebab lainnya adalah perdarahan gastrointestinal,
umur eritrosit yang pendek, serta adanya faktor yang menghambat
eritropoiesis (toksin uremia), malnutrisi dan defisiensi besi. Transfusi
darah hanya diberikan bila perlu dan apabila trasnfusi tersebut dapat
memperbaiki keadaan klinis secara nyata.Terapi terbaik apabila Hb <8
g% adalah pemberian eritropoietin, tetapi pengobatan ini masih
terbatas karena mahal.
f. Mencegah gangguan metabolisme kalsium dan fosfor
Terdapat 3 mekanisme yang saling berhubungan yaitu hipokalsemia
dengan hipoparatiroid sekunder, retensi fosfor oleh ginjal, gangguan
pembentukan 1,25 dihidroksikalsiferol metabolit aktif vitamin D. Pada
17
keadaan ini dengan LFG < 30 mL/mnt diperlukan pemberian fosfor
seperti kalsium bikarbonat atau kalsium asetat yang diberikan pada
saat makan. Pemberian vitamin D juga perlu diberikan untuk
meningkatkan absorbsi kalsium di usus.
g. Mengobati hiperurisemia
Alopurinol sebaiknya diberikan 100-300 mg, apabila kadar asam urat
> 10 mg/dl atau apabila terdapat riwayat gout.16,38,39
1.11.Penatalaksanaan Gizi
Penilaian status gizi pada pasien dengan PGK :28
Antropometri Berat badan/ tinggi badanIndeks Massa Tubuh (IMT)Tebal lemak subkutanLingkar otot lengan atas (LOLA)Kekuatan otot
BiokimiaSerum albumin Serum transferin Serum insulin-like growth factor (IGF)-1 Serum prealbumin Kolesterol total: pada pasien dialisis lamaKonsentrasi plasma dan asam amino otot Serum Kreatinin: pada perawatan pasien dialisisC-reactive protein (CRP): berkorelasi secara negatif dengan serum albumin Blood urea nitrogen (BUN): pada pasien hemodialisa lama
Komposisi tubuhBioelectrical impedance analysis (BIA) Dual-energy radiograph absorptiometry (DEXA)
Komposisi penilaian Subjective global assessment (SGA) Composite nutritional index (CNI): SGA + antropometri dan serum albumin Malnutrition-inflammation score (MIS): SGA + IMT, serum albumin dan total iron-binding capacity (TIBC)
Penilaian asupan Dietary protein intake (DPI) Protein equivalent of total nitrogen appearance (PNA).
18
Tujuan terapi diet untuk PGK adalah untuk mempertahankan status gizi yang
baik, perkembangan lambat, dan untuk mengobati komplikasi. Komponen untuk diet
memperlambat PGK berkembang adalah:
• Mengontrol tekanan darah dengan mengurangi asupan natrium
• Mengurangi asupan protein, jika berlebihan
• Mengelola diabetes.29
Malnutrisi sering terjadi pada pasien dengan gagal ginjal kronik, terutama mereka
yang sedang menjalani dialisis. Penelitian menunjukkan bahwa prevalensi malnutrisi
(kurang energi protein) sekitar 20%-70% di antara pasien dialisis dewasa. Tanda dan
gejala dari malnutrisi timbul saat LFG menurun sampai 30 mL / menit, dan bisa
berkembang menjadi gizi buruk saat LFG menjadi 10 mL / menit. Pembatasan diet
yang berkaitan dengan PGK menambah potensi asupan gizi yang tidak memadai.
Penilaian terhadap pola diet dan asupan makanan, intoleransi makanan tertentu,
pembatasan zat gizi tertentu, dan kekhawatiran pasien salah memilih jenis makanan
perlu dilakukan.
Terapi gizi pada PGK disesuaikan dengan tahapan PGK dan status kesehatan umum
pasien. PGK derajat I-II terapi gizi harus fokus pada faktor komorbid (DM,
hipertensi, dan hiperlipidemia) dan upaya memperlambat perkembangan terjadinya
penyakit. Manajemen diet untuk DM, hipertensi, dan hiperlipidemia sesuai pedoman
yang direkomendasikan NKF K/DOQI, yaitu diet modifikasi gaya hidup.
Pemeriksaan status gizi harus dilakukan secara teratur (interval 1-3 bulan) untuk
menjaga atau meningkatkan status gizi selama perkembangan penyakit. PGK derajat
III-IV NKF K/DOQI memberikan pedoman nutrisi untuk orang dewasa PGK dengan
LFG < 30 ml/menit yang tidak sedang menjalani dialisis yang bertujuan mencukupi
kecukupan energi yang adekuat untuk mencegah malnutrisi, mencukupi kebutuhan
protein yang adekuat untuk mempertahankan massa otot dan serum protein,
memperbaiki abnormalitas absorbsi, penggunaaan dan ekskresi vitamin dan mineral,
dan normalisasi kadar lemak darah.18
Tabel 3. Diet modifikasi gaya hidup pada pasien gagal ginjal kronik.18
19
Diet modifikasi gaya hidup pada pasien gagal ginjal kronik
Zat gizi Rekomendasi asupan
Jumlah energi/kalori seimbang antara asupan & kebutuhan utk
mencapai BB yg diinginkan/mencegah BB↑
Karbohidrat 50-60% jumlah kalori
Protein ± 15% jumlah kalori
Lemak jenuh < 7% jumlah kalori
Lemak tak jenuh tunggal ± 10% jumlah kalori
Lemak tak jenuh ganda ± 20% jumlah kalori
Lemak Total ± 25-35% jumlah kalori
Kolesterol < 200 mg/hari
Tabel 4. Pedoman Nutrisi pada PGK derajat III-IV.18
Pedoman nutrisi pada PGK derajat III-IV
Zat gizi Jumlah
Energi 30-35 kkal/kg BB
Protein 0,6-0,75 g/kg BB ; ≥ 50% HBV (High Biological Volume)
Natrium 1-3 g/hari
Kalium Biasanya tidak dibatasi, kecuali jika kadar serum tinggi
Fosfor 800-1000 mg/hari, pertahankan kadar serum P dan PTH dbn
Kalsium sesuai DRI, pertahankan kadar serum dbn
Cairan Biasanya tidak dibatasi
Vitamin dan mineral Vit Bc dan C sesuai DRI. Vit D yang adekuat
Fe dan Zn: individual
Fiber 20-30 g/hari
NKF K/DOQI memberikan pedoman terapi gizi untuk pasien PGK derajat V
dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan gizi, mencegah kekurangan gizi,
meminimalkan uremia dan komplikasi PGK (penyakit jantung, anemia,
hiperparatiroidisme sekunder), mempertahankan tekanan darah dan status cairan.
Terapi gizi untuk pasien PGK yang menerima dialisis (hemodialisis atau peritoneal
dialisis) secara umum adalah tinggi protein dan mengontrol asupan kalium, fosfor,
20
cairan, dan sodium. Faktor-faktor yang berkaitan dengan pemberian tinggi protein
tinggi meliputi: asam amino yang hilang ± 10-12 g/hari, albumin yang hilang 5-15
g/hari, metabolisme asidosis meningkatkan degradasi asam amino, inflamasi, dan
infeksi. Pertimbangan lain adalah termasuk kontrol tekanan darah, peningkatan berat
badan interdialisis pada pasien hemodialisis, adanya edema, dan gagal jantung
kongestif.18
Tabel 5. Pedoman diet untuk PGK derajat V yang mendapat dialisis.18
Zat gizi Rekomendasi asupan
Jumlah energi/kalori seimbang antara asupan dan kebutuhan untuk
mencapai BB yang diinginkan/mencegah kenaikan BB
Karbohidrat 50-60% jumlah kalori
Protein 1,2 g/kgBB (± 15% jumlah kalori)
Lemak jenuh < 7% jumlah kalori
Lemak tak jenuh tunggal ± 10% jumlah kalori
Lemak tak jenuh ganda ± 20% jumlah kalori
Lemak Total ± 25-35% jumlah kalori
Kolesterol < 200 mg/hari
Kalium 2-3 g/hari
Natrium 2-3 g/hari
Cairan 1 lt/hari ditambah urin out put harian
Kalsium <2000 mg/hari
Fosfor 800-1000 mg/hari atau <17 mg/kg
Modifikasi diet menurunkan progresisifitas PGK :
1. Pembatasan protein
2. Pembatasan Phosphate
3. Pembatasan sodium.30
21
BAB II LAPORAN KASUS
2.1. Identitas PenderitaNama : Ny. S
Umur : 52 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Kalialang Baru, Gunung Pati RT 01/ RW 07,50221
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
No. RM : B180901
No. Reg. : 7272919
Status : JAMKESMAS
Ruang : C3B bed 7
2.2. AnamnesisAutoanamnesis dan alloanamnesis dilakukan pada tanggal 30 April 2013
Keluhan utama : tubuh terasa sangat lemas dan pusing
Riwayat penyakit sekarang :
Penderita mengeluh mulai sering lemas dan pusing ± 1 bulan sebelum masuk rumah
sakit. Penderita sudah 2x berobat ke dokter umum tapi keluhan belum hilang. Lemas
dirasakan semakin memberat terutama jika aktifitas dan terus-menerus sehingga
penderita hanya bisa tiduran. Jika tiduran rasa lemas berkurang. Pusing yang
dirasakan penderita juga diperberat dengan aktifitas. Lima hari sebelum masuk rumah
sakit penderita mulai merasakan sering mual, kadang muntah disertai kedua kaki
mulai bengkak. Kencing 2x sehari, air kencing keluar sedikit-sedikit, warna kencing
kuning jernih, nyeri saat kencing (-), sesak nafas (-), demam (-). Makan dan minum
penderita berkurang selera makannya. BAB normal.
Riwayat penyakit dahulu :
- Belum pernah sakit seperti ini
22
- Riwayat hipertensi sejak 10 tahun yang lalu tetapi tidak minum obat secara
teratur
- Riwayat sakit jantung (-)
- Riwayat kencing manis (-)
- Riwayat minum obat-obatan, minum jamu dan alkohol disangkal
Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada keluarga yang sakit seperti ini
Riwayat gizi
Sebelum sakit penderita sehari-hari makan 3 kali sehari, nasi satu piring penuh, lauk
pauk berganti, sayur-sayuran, tahu, tempe, telur, kadang-kadang daging atau ikan.
Setiap hari selalu makan camilan atau gorengan diantara waktu makan besar. Selama
sakit nafsu makan berkurang.
Riwayat asupan di RS
Bubur ¼ porsi, sayur hanya kuah, lauk 2 gigitan.
Kesan : berat badan normal
Riwayat sosial ekonomi
Penderita tidak bekerja, suami bekerja sebagai buruh bangunan. Anak 3 orang. Biaya
ditanggung oleh JAMKESMAS.
Kesan : sosial ekonomi kurang
2.3. Pemeriksaan FisikKeadaan umum: tampak lemah dan pucat. Kesadaran : compos mentis
Tanda vital : TD : 170/100 mmHg
N : 64 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
RR : 20 x/menit
T : 36,5°C
Antropometri : BB : 51 kg ; TB : 149 cm ; BMI : 22,9 kg/m2 (normoweight)
Kulit : petekie (-), pucat (+), sawo matang
Kepala : mesosefal, turgor cukup
Mata : konjungtiva palpebra anemis +/+, sklera ikterik -/-
23
Telinga : tidak ada kelainan
Hidung : nafas cuping hidung (-); epistaksis (-)
Mulut : bibir sianosis (-); ginggiva pucat (+); ginggiva hipertrofi (-)
Tenggorokan : pembesaran tonsil -/-; faring tidak hiperemis
Leher : trakea di tengah; pembesaran limfonodi (-); JVP tidak meningkat
Thorax :
Paru I : Simetris, statis, dinamis
Pa : Stem fremitus kanan=kiri
Pc : Sonor seluruh lapangan paru
A : Ronki -/-
Jantung I : Ictus cordis tak tampak
Pa : Ictus cordis di SIC VI, 2 cm lateral LMC sinistra ; thrill ( - )
Ictus cordis kuat angkat (-), thrill (-)
Pc : Konfigurasi jantung dbn
A : BJ I-II murni, gallop (-), bising (-)
Abdomen I : Cembung
A : Bising usus (+) normal
Pa : Supel, hepar dan lien tidak teraba
Pc : Timpani, pekak alih (-), pekak sisi (-), undulasi (-)
Inguinal : pembesaran kelenjar (-)
Genetalia : tidak ada kelainan
Ekstremitas : Superior Inferior
Pucat +/+ +/+
Sianosis -/- -/-
Bengkak -/- +/+ (pitting)
Petekie -/- -/-
Nyeri otot -/- -/-
24
2.4. Pemeriksaan Penunjang Hematologi
Hemoglobin (13-16 gr%) 8,10
Hematokrit (40-54%) 23,0
Eritrosit (4,5-6,5 juta/mmk) 2,52
MCV (76-96 fL) 91,0
MCH (27-32 pg) 32,0
MCHC (29-36 gr/dl) 35,20
Lekosit (4-11 ribu/mmk) 4,20
Trombosit (150-400 ribu/mmk) 152,0
RDW (11,6-14,8%) 14,20
MPV (4,0-11,0 fL) 6,50
Protrombin time(10,0-15,0detik) 12,5
PPT kontrol 12,1
Tromboplastin time (23,4-36,8detik) 23,7
Kimia klinik :
GDS (80-140 mg/dl) 160
Ureum (15-39 mg/dl) 161
Creatinin (0,60-1,30 mg/dl) 11,04
Protein total (6,8-8,2 g/dl) 7,3
Albumin (3,4-5,0 g/dl) 3,8
Bilirubin Total (0,00-1,00mg/dl) 0,36
Bilirubin Direk (0,00-0,30mg/dl) 0,07
SGOT (15-37U/l) 24
SGPT (30-65 U/l) 43
Alkali Fosfatase (50,0-136,0U/l) 77
Gamma GT (5-85U/l) 20
Na (136-145 mmol/L) 143
K (3,5-5,1 mmol/L) 4,7
Cl (98-107 mmol/L) 107
Ca (2,12-2,52 mmol/L) 2,08
Urin lengkap
Warna Kuning/jernih
BJ 1.015
pH 6,00
Protein ≥ 300 (mg/dl)
Reduksi Negatif (mg/dl)
Urobilinogen 0,2 mg/dl
(Normal=negatif)
Bilirubin Negatif
Aseton Negatif
Nitrit Negatif
Sedimen epitel 5-10 LPK
Sedimen lekosit 5-8 LPB
Sedimen eritrosit 1-3 LPB
Sedimen ca oxalate Negatif
Sedimen asam urat Negatif
Sedimen triple fosfat Negatif
Amorf Negatif
Sedimen silinder hyaline Negatif
Sed. Sil. Granula kasar Negatif
Sed.sil granula halus Negatif
Sed.sil epitel Negatif
Eritrosit Negatif
.leukosit Negatif
Bakteri Positif/+
25
Analisa Gas Darah
pH ( 7,3 – 7,45 )
pCO2 ( 35,0 – 45,0 )
pO2 ( 83,0 – 108,0 )
HCO3 ( 18,0 – 23,0 )
BE ( -30 – 30 )
O2 Sat
7.36
34
34
15,8
-10,6
60,0
2.5. Masalah Medis1. PGK derajat V
2. Hipertensi derajat II
3. Anemia normositik normokromik
4. Hiperglikemi
2.6. Masalah GiziStatus Gizi : SGA B, berat badan tampak normal, azotemia, anemia
Status Metabolik : meningkat, hipermetabolik
Status GI : fungsional
Status Asam/Basa : asidosis metabolik terkompensasi
Status Cairan : cukup
2.7. PenatalaksanaanMEDIS :
- Inf NaCl 0,9 % 10 tpm
- Inj. Furosemide 1x1 amp
- Captopril 3 x 25 mg
- Diltiazem 3 x 60 mg
- CaCO3 3x 500 mg
- Asam folat 1 x 1
- Tranfusi PRC 1 kolf/hr s/d Hb > 10 g%
2.8. Terapi Gizi :
26
- Kebutuhan kalori 1700 kkal/hari
- Kebutuhan protein 30 gr/120 kkal/hari
- Kebutuhan karbohidrat 255 gr/1020 kkal/hari
- Kebutuhan lemak 62 gr/560 kkal/hari
- Kebutuhan cairan 1785 ml/hr
- Bentuk diet : Lunak rendah protein rendah garam 1700 kkal/30 gr
protein
2.9. Program- KUTV / 8 jam, BC / 24 jam
- Profil lipid, GD I/II, HbA1c
- Foto BNO
- Koreksi Hb, transfusi PRC
- Pro HD
2.10. Perjalanan PenyakitTANGGAL KLINIS PROBLEM TERAPI ASUPAN
29/4/2013 KU: tampak lemah, compos mentis
T : 210/100 mmHg
N : 100 x/mnt
RR : 20x/mnt
t : 37 0 C
Azotemia
Hipertensi derajat III
Anemia
Inf D5% 10 tpm
Captopril 3x25mg
Diltiazem 3x60mg
Furosemide 1x40mg
Inj Metoclopramide bila muntah
Bubur 3-5 sendok, sayur dan lauk tidak dimakan
30/4/2013 KU : masih lemah,compos mentis
T :170/100 mmHg
N : 64 x/mnt
RR: 20x/mnt
t: 36,5 0C
PGK derajat V
Hipertensi derajat II
Anemia normositik normokromik
Hiperglikemia
Inf NaCl 0,9% 10 tpm
Captopril 3x25mg
Diltiazem 3x60mg
Asam Folat 1x1000µg
CaCO3 3x500mg
Tranfusi PRC 1 kolf/hr s/d Hb>10g
Bubur ¼ porsi, sayur hanya kuah,lauk 2 gigitan
27
%
1/5/2013 KU : lemah, compos mentis
T: 160/70 mmHg
N: 68x/mnt
RR: 22x/mnt
t: 36,70 C
PGK derajat V
Hipertensi derajat II
Anemia normositik normokromik
Hiperglikemia
Inf NaCl 0,9% 10 tpm
Captopril 3x25mg
Diltiazem 3x60mg
Asam Folat 1x1000µg
CaCO3 3x500mg
Tranfusi PRC 1
kolf/hr s/d Hb>10g
%
Bubur ½ porsi,
sayur hanya
kuah, lauk ½
porsi
2/5/2013 KU : lemah, compos mentis
T: 190/100 mmHg
N: 80x/mnt
RR: 20x/mnt
t: 36,10 C
PGK derajat V
Hipertensi derajat II
Anemia normositik normokromik
Hiperglikemia
Inf NaCl 0,9% 10 tpm
Captopril 3x25mg
Diltiazem 3x60mg
Asam Folat 1x1000µg
CaCO3 3x500mg
Tranfusi PRC 1
kolf/hr s/d Hb>10g
%
Bubur 2/3
porsi, sayur ½
porsi,lauk
habis
3/5/2013 KU : compos mentis
T: 180/70 mmHg
N: 80x/mnt
RR: 20x/mnt
t: 36,50 C
PGK derajat V
Hipertensi derajat II
Anemia normositik normokromik
Hiperglikemia
Inf NaCl 0,9% 10 tpm
Captopril 3x25mg
Diltiazem 3x60mg
Asam Folat 1x1000µg
CaCO3 3x500mg
Tranfusi PRC 1
kolf/hr s/d Hb>10g
%
Bubur
habis,sayur ½
porsi, lauk
habis
4/5/2013 KU : compos mentis PGK derajat V Inf NaCl 0,9% 10 Bubur habis,
28
T: 150/80 mmHg
N: 68 x/mnt
RR: 18 x/mnt
t: 36 0 C
Hipertensi derajat II
Anemia normositik normokromik
Hiperglikemia
tpm
Captopril 3x25mg
Diltiazem 3x60mg
Asam Folat 1x1000µg
CaCO3 3x500mg
sayur ½ porsi,
lauk ¾ porsi
2.11. Hasil Rekap Laboratorium29/4 30/4 2/5 4/5
Hb (13-16 gr%) 8,10↓ 10,70↓ 10,11↓Ht (40-54%) 23,0↓ 29,9↓ 29,2↓Eri (4,5-6,5 juta/mmk) 2,52↓ 3,42↓ 3,32↓Leko (4-11 ribu/mmk) 4,20 4,63 4,35Trombosit (150-400ribu/mmk) 152,0 150,7 144,4↓MCV (76-96 fl) 91,0 87,40 87,95MCH (27-32 pg) 32,0 31,30 30,45MCHC (29-36 gr/dl) 35,20 35,80 34,62RDW (11,6-14,8%) 14,20MPV (4,0-11 fL) 6,50GDS (80-140 mg/dl) 160↑ 275↑GDP (70-125mg/dl) GD 2 jam PP (<180mg/dl)Ureum (15-39 mg/dl) 161↑ 143↑ 86↑Creatinin (0,60-1,30 mg/dl) 11,04↑ 8,50↑ 6,12↑Protein total (6,4-8,2 gr/dl) 7,3Albumin (3,4-5,0 gr/dl) 3,8Globulin (2-3,5 gr/dl)Asam urat (2,60-7,20 mg/dl)Kolesterol (50-200 mg/dl)Trigliserida (30-150 mg/dl)Natrium (136-145 mmol/L) 143 142 140Kalium (3,5-5,1 mmol/L) 4,7 5,0 4,2Chlorida (98-107 mmol/L) 107 111↑ 101Calcium 2,08Magnesium 0,97Analisa Gas Darah 29/4 30/4 2/5 4/5pH (7,1-7,45) 7,36 7,41pCO2 (35,0-45,0) 34 38pO2 (83,0-108,0) 34 106,0HCO3 (18,0-23,0) 15,8 19,0BE (-30 – 30) -10,6 -15,6O2 sat (100) 60,0 98,0
29
Urin lengkap 29/4 30/4 2/5 4/5Warna Kuning,jer
nihBJ 1.015pH 6,00Protein (negatif) ≥300Reduksi (negatif) Neg Urobilinogen (negatif) 0,2Bilirubin (negatif) NegAseton (negatif) NegNitrit (negatif) NegSed. Epitel 3-4 Leukosit 8-10 Eritrosit 0-1 Ca oxalat Neg Asam urat Neg Triple fosfat Neg Amorf Neg Sil. Hyalin 0-1 Sil. Granula kasar 1-2 Sil. Granula halus 0-1 Sil. Epitel Neg Sil. Eritrosit Neg Sil. Leukosit Neg Bakteri +/pos Lain-lain NegKultur urin
30
2.12. Pembahasan
Seorang wanita umur 52 tahun, BB: 51 kg, TB: 149 cm datang ke RSUP Dr.
Kariadi pada tanggal 29 April 2013 dengan keluhan utama tubuh terasa sangat lemas
dan semakin memberat terutama saat aktifitas. Keluhan lain yang dirasakan adalah
sering pusing, mual dan kadang disertai muntah, air kencing keluar sedikit-sedikit,
dan kedua kaki bengkak. Sebelmnya tidak pernah sakit seperti ini, namun mempunyai
riwayat hipertensi yang diketahui sejak 10 tahun yang lalu.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak lemah, pucat,
tekanan darah 170/100 mmHg, nadi 64 x/menit; pernapasan 20 x/menit; suhu 36,5 0C
konjungtiva palpebra anemis, terdapat edema pada kedua ekstremitas inferior.
Hasil pemeriksaan laboratorium yang abnormal saat masuk rumah sakit yaitu:
Hb : 8,10 gr%; Ht : 23,0 %; eritrosit : 2,52 juta/mmk; ureum: 161 mg/dl, kreatinin
11,04 mg/dl, anemia normositik normokromik, proteinuria (+), dan bakteriuria (+).
Masalah medis maupun gizi yang ditemukan saat awal masuk RS, yaitu:
1. PGK derajat V
Tinjauan laboratorium
Ditandai dengan peningkatan kadar ureum dan kreatinin. LFG yang menurun,
menyebabkan pengeluaran ureum menurun, sehingga timbul uremia.
Kreatinin merupakan indikator bagi fungsi ginjal. Kadar yang lebih tinggi
menunjukkan adanya gangguan fungsi ginjal. Peningkatan kadar kreatinin
serum hingga dua kali lipat mengindikasikan penurunan fungsi ginjal sebesar
50%. LFG penderita ini adalah 4,79 ml/menit/1,73 m2 (rumus Cockroft-
Gault), CKD-EPI : 3,6 ml/mnt.1,73 m2, MDRD : 3,9 ml/mnt/1,73 m2.
Berdasar hal tersebut pasien ini dapat didiagnosis PGK derajat V (LFG < 15)
Tinjauan gizi
Diet yang diberikan harus membatasi asupan protein, yaitu antara 0,6 – 0,8
g/kgBB/hari. Pasien ini telah diatur asupan proteinnya 0,6 g/kgBB/hari atau
30 gram (120 kkal). Tujuan dari pemberian diet rendah protein adalah agar
tidak memberatkan kerja ginjal yang telah rusak serta menurunkan kadar
31
ureum dan kreatinin dalam darah. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam diet
rendah protein adalah kalori yang diberikan harus mencukupi agar protein
dalam tubuh tidak dipakai sebagai sumber energi, protein yang dikonsumsi
dipilih dari protein yang memiliki bioavailabilitas tinggi, yaitu 50%
diutamakan dari protein hewani. Dengan diet rendah protein kadar ureum dan
kreatinin pasien mengalami penurunan yang signifikan, yaitu pada hari
pertama ureum 161 dan kreatinin 11,04 menjadi ureum 86 dan kreatinin 6,12
pada hari keenam.
2. Hipertensi derajat II.
Pasien ini mengetahui bahwa dia menderita hipertensi derajat II ± 10 tahun
yang lalu tetapi tidak berobat secara teratur. Hipertensi diketahui merupakan
salah satu faktor risiko terjadinya PGK. Selama dirawat di RS tekanan darah
penderita sering tidak terkendali sampai pada hipertensi berat.
Klasifikasi Hipertensi menurut Joint National Committee 7 (JNC 7)
Kategori Sistol (mmHg) Dan/atau Diastol (mmHg)Normal <120 Dan <80Pre hipertensi 120-139 Atau 80-89Hipertensi tahap 1 140-159 Atau 90-99Hipertensi tahap 2 ≥ 160 Atau ≥ 100
Tinjaun laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada hipertensi untuk mengetahui etiologi atau
faktor risiko dari hipertensi itu sendiri. Pasien ini pada pemeriksaan darah
didapatkan peningkatan ureum, kreatinin dan pemeriksaan urin terjadi
proteinuria mengindikasikan hipertensi dengan gangguan fungsi ginjal.
Tinjauan gizi
Hipertensi derajat II membuat pasien harus membatasi asupan natriumnya.
Diet yang diberikan berupa diet rendah garam, yang mengandung 600-800 mg
Natrium (± 2 g garam/ hari atau kira-kira ½ sendok teh garam dapur).
Penyebab gagal ginjal pada penderita ini besar kemungkinan karena hipertensi
yang telah lama diderita sebelumnya tanpa diketahui penderita. Setiap bentuk
32
hipertensi menyebabkan kerusakan ginjal. Hipertensi yang berlangsung lama
akan merusak arteriol ginjal dan glomerulus serta dalam perjalanannya
menyebabkan iskemik ginjal. Jadi hipertensi primer ekstrarenal dapat
menyebabkan hipertensi renalis melalui pembentukan nefrosklerosis.
Penurunan perfusi ginjal merangsang pelepasan renin yang melalui
angiotensin dan aldosteron akan meningkatkan tekanan darah. Selain itu
terjadinya hipertensi juga dibantu oleh penurunan ekskresi NaCl dan H2O
yang terjadi akibat penurunan LFG.
3. Anemia normositik normokromik.
Tinjauan laboratorium
Hasil pemeriksaan darah menunjukkan penurunan kadar hemoglobin 8,10 g%,
hematokrit 23,0 % serta eritrosit 2,52 jt/mm3. Kadar MCV 91,0 fL ( normal-
normositik ) dan MCHC 35,20 g/dL ( normal-normokromik ), yang
menunjukkan bahwa tidak ada perubahan bentuk dan warna pada eritrosit.
Anemia pada penderita tersebut disebabkan karena berkurangnya produksi
eritropoetin sehingga rangsangan eritropoesis pada sumsum tulang menurun
dan hemolisis akibat uremia toksik.
Tinjauan gizi
Anemia pada PGK terjadi karena penyakit kronis dan berkurangnya asupan
makan pada penderita. Pasien ini mengalami penurunan asupan makan selama
sakit, sehingga sangat rentan terjadi defisiensi besi dan asam folat. Untuk
mencegah tersebut diberikan dosis pemeliharaan suplemen besi dan asam
folat, yaitu sehari 1 kali.
4. Hiperglikemia.
Tinjauan laboratorium
Resistensi insulin terjadi secara bersamaan dengan penurunan LFG pada
PGK. Penurunan fungsi ginjal akan didiikuti penurunan kliren insulin oleh
ginjal, akumulasi toksik uremia memicu resistensi insulin. Penurunan
sensitifitas pada jaringan perifer menyebabkan terjadinya gangguan
metabolisme glukosa, sehingga mengakibatkan kadar gula darah meningkat
33
yang disebut hiperglikemia. Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan GDS hari
1 masuk rumah sakit 160 mg/dl, terjadi peningkatan pada hari ke 6, yaitu 275
mg/dl.
Tinjauan gizi
Pasien ini terjadi peningkatan kadar gula darah, yang bisa dikarenakan stress
metabolik, resistensi insulin atau asupan makanan dari luar rumah sakit.
5. Proteinuria (+), silinder hialin (+), granula kasar (+).
Proteinuria terjadi karena kebocoran glomerulus dan kerusakan tubulus
proksimalis. Dengan adanya albumin protein, yang disekresi oleh tubulus
akan terbentuk silinder. Pada pasien ini terdapat silinder hialin dan granula
kasar, yaitu silinder yang biasanya didapatkan pada PGK.
34
BAB III SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan data hasil pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang
lain dapat disimpulkan penderita didiagnosis penyakit ginjal kronik derajat V dengan
hipertensi derajat II, anemia normokrom normositer, hperglikemia dan piuria.
Penderita mendapatkan terapi konservatif berupa medikamentosa dan asupan zat gizi
sesuai pedoman yang direkomendasikan. Diet yang diberikan adalah diet lunak
rendah protein, rendah garam dengan pembatasan garam maksimal 2 g/hari.
Saran
1. Pemeriksaan darah rutin, ureum, kreatinin, protein, albumin, globulin, dan urin
rutin untuk memantau perkembangan penyakit dan follow up terapi.
2. Perlu pemeriksaan profil lipid dan gula darah puasa, gula darah 2 jam setelah
makan serta HbA1C untuk evaluasi faktor risiko.
3. Perlu pemantauan dan evaluasi asupan makan dan status gizi pasien agar tetap
sesuai dengan yang direkomendasikan.
4. Perlu dibentuk tim terpadu yang terdiri dari dokter ahli penyakit dalam, dokter
ahli patologi klinik, dokter spesialis gizi, perawat, ahli gizi, dan psikolog untuk
menangani pasien ini agar tujuan terapi yang ditetapkan tercapai.
35
DAFTAR PUSTAKA
1. Quigley R., Chronic Kidney Disease: Highlights for the General Pediatrician
Hindawi Publishing Corporation International Journal of Pediatrics Volume
2012, Article ID 943904, 5 pages doi:10.1155/2012/943904.
2. Wilkens K. Medical Nutrition Therapy for Renal Disorders. In: Mahan,
Kathleen L, Stump S, editors. Krause's.Food, Nutrition, & Diet
Therapy.11th .2004;970-988
3. Bellizzi V., Prevalence of chronic kidney disease, G Ital Nefrol. 2008 Sep-
Oct;25 Suppl 42:S3-7.
4. Zhang QL, Rothenbacher D., Prevalence of chronic kidney disease in
population-based studies: Systematic review, BMC Public Health 2008, 8:117
doi:10.1186/1471-2458-8-117.
5. Thaha M, Mohani CI, Widodo, Polimorfisme gen MTHFR dan pengaruh N-
Asetil Sistein peroral terhadap pertanda stress oksidatif dan proteinuria pada
penderita PGK Nondiabetik Stadium 1-4 dengan proteinuria, penelitian ITD
Unair,2009.
6. Carrol LE., The Stages of Chronic Kidney Disease and The Estimated
Glomerular Filtration Rate, The Journal of Lancaster General Hospital, Fall
2006, Vol. 1, No. 2.
7. Bauer C, Melamed ML, Hostetter TH, Staging of Chronic Kidney Disease :
time for a course correction, J Am Soc Nephrol 19: 844–846, 2008. doi:
10.1681/ASN.2008010110.
8. Levey AS., et al, The definition, classification and prognosis of chronic
kidney disease: a KDIGO Controversies Conference report, . Levey A et al
Kidney International (2011)
9. Murphree DD., Thelen SM., Chronic Kidney Disease in Primary Care, J Am
Board Fam Med. 2010;23(4):542-550.
10. Husna C, Gagal Ginjal Kronis dan Penanganannya : literature review, Jurnal
Keperawatan Vol.3 No 2 ~ September 2010 : 67 – 73.
36
11. Campbell S., Woods M. and Sankey J., (2008) Chronic kidney disease and the
primary health care framework. Ren Soc Aust J 4(3) 81-89.
12. Lewis R., The pathophysiology underlying chronic kidney disease, Prim Care
Cardiovasc J 2009; Special Issue: Chronic Kidney Disease: 11-13
doi:10.3132/pccj.2009.028.
13. López-Novoa JM., et al.,Common pathophysiological mechanisms of chronic
kidney disease : Therapeutic Perpective, Pharmacology & Therapeutics 128
(2010) 61–81.
14. K/DOQI. Definition and Classification of Stages of Chronic Kidney Disease.
Clinical Practice K/DOQI. Definition and Classification of Stages of Chronic
Kidney Disease. Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease:
Evaluation, Classification and Srtatification. American Journal of Kidney
Diseases. Vol 39. No. 2, Suppl 1, February 2002; S46-47.
15. UNJ Kidney Center,Common physical symptoms of Chronic Kidney Disease,
diunduh tanggal 10 Mei 2013, didapat dari:
http://www.unckidneycenter.org/.../Common-Physical-Symptoms-of-CKD.
16. Suhardjono, Lydia A, Kapojos EJ, Sidabutar RP., Gagal Ginjal Kronik, Ilmu
Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, Edisi III, 2001, 427 – 434.
17. Chronic Kidney Disease. In: Harrison's. Principle of Internal Medicine. Vol.I.
Mc.Graw-Hill;2005:104-108.
18. Nelms M, Sucher K, Long S, Nutrition Therapy and Pathophysiology.
Thomson Corporation.USA. 2007;615-64.
19. National Kidney Disease Education Program (NKDEP), Improving the
understanding, detection, and management of kidney disease., diunduh
tanggal:13 Mei 2013, didapat dari:
http://nkdep.nih.gov/lab-evaluation/gfr/estimating.shtml
20. Matsushita K., et al., Comparison of risk prediction using the CKD-EPI
equation and the MDRD study equation for estimated glomerular filtration
rate., JAMA. 2012 May 9;307(18):1941-51. doi: 10.1001/jama.2012.3954.
37
21. Joana M, Anavarelaa B, Jose´ Luı´Smedinaa B. Dyslipidemia In renal disease:
Causes, Consequences and treatment. J.Endonu. 2010; 06.003.
22. O’mara N., Anemia In Patients With Chronic Kidney Disease, Diabetes
Spectrum. 2008; 21: 1.
23. Bakta IM., Hematologi Klinik Ringkas, EGC, Cetakan 2012.
24. Sacher A, Ronald A, Richard., Tinjauan Klinis Pemeriksaan Laboratorium.
Edisi 11. EGC. 2004.
25. Grenier N, Quaia E, Prasad PV, Juillard L, Radiology imaging of renal
structure and function by computed tomography, magnetic resonance
imaging, and ultrasound, Semin Nucl Med. 2011 Jan;41(1):45-60. doi:
10.1053/j.semnuclmed.2010.09.001.
26. Thomas R, Kanso A, Sedor JR, Chronic Kidney Disease and its
complications, Prim Care. 2008 June ; 35(2): 329–vii.PMC.
27. Nagyi SB, Collins AJ, Infectious complications in chronic kidney disease,
Adv Chronic Kidney Dis. 2006 Jul;13(3):199-204.
28. Chung S, Koh ES, Shin SJ, Park CW, Malnutrition in patients with chronic
kidney disease, Open Journal of Internal Medicine, 2012, 2, 89-99 OJIM
doi:10.4236/ojim.2012.22018 Published Online June 2012.
29. National Kidney Disease Education Program (NKDEP), Chronic Kidney
Disease (CKD) and Diet: assessment, management, and treatment, Clinical
Journal of the American Society of Nephrology. 2006;1(1):52-57.
30. Scottish Intercollegiate Guidelines Network (SIGN), Diagnosis and
management of chronic kidney disease, A national clinical guideline, ISBN
978 1 905813 30 8 Published 2008.
31. Sutedjo AY, Buku saku mengenal penyakit melalui hasil pemeriksaan
laboratorium, 2006, Amara Books.
32. Kobayashi S, Maesato K, Moriya H.,Insulin Resistance in Patient with
Chronic Kidney Disease, Am J Kid Dis.2005, p. 275 – 280.
33. Davey P, At a glance medicine, alih bahasa Rahmalia A, Novianty C, editor
Safitri A, Jakarta; Erlangga 2005.
38
34. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J, Lecture Notes Kedokteran Klinis Edisi
Keenam, Erlangga,2007.
35. Hasil Pemeriksaan Urin Rutin/Urinalisis (Lengkap), diunduh tanggal 21 Mei
2013, didapat dari : http://labkesehatan.blogspot.com/2010/02/urinalisis-2-
analisis-mikroskopik.html.
36. Ermawan R, Prijatini D, Gangguan Elektrolit Serum dan Aritmia Jantung
pada Populasi Lanjut Usia, Tinjauan Kepustakaan Departemen-SMF
Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga - RSUD Dr.Soetomo Surabaya, 22 Februari 2011.
37. Unita L, Profil Lipida Penderita Gagal Ginjal Kronis Pada Predialisis Dan
Hemodialisis, diunduh tanggal 22 Mei 2013, didapat dari :
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/6170.
38. Penatalaksanaan CKD, diunduh tanggal 23 Mei 2013, didapat dari :
http://ml.scribd.com/doc/42933101/PENATALAKSANAAN-CKD.
39. Levin A, et al, Guidelines for management Chronic kidney disease, CMAJ
NOVEMBER 18, 2008 , 179(11).
39