laporan kasu1

13
Laporan Kasus Dermatitis Herpetiformis (Penyakit Duhring) Syaiful Jihad Al Iqbal Bagian/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FK UNRAM/RSUP NTB I Pendahuluan Penyakit Duhring atau Dermatitis herpetiformis (DH) adalah penyakit yang menahun dan residif, ruam bersifat polimorfik terutama berupa vesikel, tersusun berkelompok dan simetrik serta disertai rasa sangat gatal. 1 DH juga merupakan penyakit yang multisistim dengan manifestasi primer pada kulit. Pada tahun 1884 Louis Duhring pertama kali menerangkan gambaran klinis DH. Dalam tahun 1888 Broq melaporkan penderita dengan kelainan yang sangat mirip dan menamakannya Dermatite polymorphe prurigineuse. Pada tahun 1940 Costello memperlihatkan kegunaan ulfapiridin untuk pengobatan DH. Pierard dan Whimster serta Mac Vicar dkk pada awal tahun 1960 menemukan bahwalesi dini DH ditandai dengan adanya mikroabses netrofil pada papila dermis. Tahun 1967 Cormane menemukan bahwa kulit penderita DH mengandung timbunan IgA granuler pada ujung papila dermis. 2 Hubungan antara DH dan kelainan usus halus mula-mula diselidiki oleh Marks pada tahun 1966. Kemudian Fry dick dan Shuster dkk menamakan kelainan usus halus tersebut sebagai Gluten - sensitive – enteropathy (GSE). Penyakit ini 1

Upload: jihadponkriswandi

Post on 26-Jul-2015

80 views

Category:

Documents


18 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kasu1

Laporan Kasus

Dermatitis Herpetiformis (Penyakit Duhring)

Syaiful Jihad Al Iqbal

Bagian/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

FK UNRAM/RSUP NTB

I Pendahuluan

Penyakit Duhring atau Dermatitis herpetiformis (DH) adalah penyakit yang

menahun dan residif, ruam bersifat polimorfik terutama berupa vesikel, tersusun

berkelompok dan simetrik serta disertai rasa sangat gatal.1 DH juga merupakan

penyakit yang multisistim dengan manifestasi primer pada kulit. Pada tahun 1884

Louis Duhring pertama kali menerangkan gambaran klinis DH. Dalam tahun 1888

Broq melaporkan penderita dengan kelainan yang sangat mirip dan menamakannya

Dermatite polymorphe prurigineuse. Pada tahun 1940 Costello memperlihatkan

kegunaan ulfapiridin untuk pengobatan DH. Pierard dan Whimster serta Mac Vicar

dkk pada awal tahun 1960 menemukan bahwalesi dini DH ditandai dengan adanya

mikroabses netrofil pada papila dermis. Tahun 1967 Cormane menemukan bahwa

kulit penderita DH mengandung timbunan IgA granuler pada ujung papila dermis.2

Hubungan antara DH dan kelainan usus halus mula-mula diselidiki oleh Marks

pada tahun 1966. Kemudian Fry dick dan Shuster dkk menamakan kelainan usus

halus tersebut sebagai Gluten - sensitive – enteropathy (GSE). Penyakit ini merupakan

penyakit kronis dengan keluhan subyektif sangat gatal dan menimbulkan lesi

papulovesikuler berkelompok. Hubungan yang erat antara lesi pada kulit dan GSE

menyokong pendapat bahwa DH adalah penyakit sistemik. Perjalanan penyakit

ditandai dengan adanya remisi dan eksaserbasi. Biasanya menetap secara tidak terbatas

walaupun dengan derajat penyakit yang berbeda. Awitan dapat terjadi pada setiap usia

tetapi yang paling sering adalah dekade ke 2, ke 3 atau ke 4.1,2

Insidensi dan prevalensi DH tidak diketahui dan bergantung dari ras dan etnik.

Di Swedia dan Finlandia insidensi yang dilaporkan berkisar antara 0,86 sampai 1,45

per 100.000 populasi pertahun dengan prevalensi 10 sampai 39 per 100.000. Di Jepang

kasus ini sangat jarang. Di Unit Kulit dan Kelamin RSCM pada tahun 1985 tercatat 5

kasus baru dan pada tahun 1986 ditemukan 7 kasus baru. Insidensi laki-laki :

1

Page 2: Laporan Kasu1

perempuan adalah 3 : 2. Dalam 2 dekade terakhir ini telah terjadi perkembangan pesat

dalam pengetahuan tentang DH termasuk penemuan imunoreaktan pada kulit,

penemuan tentang hubungan antara DH dan GSE dan penemuan tentang hubungan

yang erat dengan histokompatibilitas antigen tertentu.1,2

Diagnosis pasti tidak dapat ditegakkan hanya dari pemeriksaan fisik saja. Hal ini

disebabkan karena beberapa penyakit lain juga memberikan gambaran yang sama

yaitu terbentuknya lesi vesikobulosa dan lesi ulseratif. Sehingga diperlukan

pemeriksaan biopsi insisional untuk menegakkan diagnosis dermatitis herpetiformis.1

Keadaan umum pada pasien dengan dermatitis herpetiformis lebih baik

dibandingkan dengan penyakit bula kronik lainnya yaitu Pemfigus vulgaris dan

pemfigoid bulosa. Apabila tidak diobati, penyakit ini menetap selama bertahun-tahun

dengan aktivitas rendah disertai eksaserbasi-eksaserbasi akut. Berdasarkan hal tersebut

diatas, kasus dermatitis herpetiformis penting untuk dibahas. Maka pada laporan ini

akan dibahas kasus mengenai dermatitis herpetiformis yang diderita oleh pasien rawat

jalan di Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat.

II Laporan Kasus

1. Identitas Pasien

Nama : Iq. R

Usia : 81 tahun

Pekerjaan : Tidak bekerja

Alamat : Ampenan

Suku Bangsa : Sasak

Agama : Islam

Tanggal MRS : 14 Juni 2012

Waktu Pemeriksaan : 15 Juni 2012

2. Anamnesis

Keluhan Utama : nyeri pada kulit yang melepuh pada seluruh tubuh

Riwayat Penyakit Sekarang:

Os datang ke RSUP NTB mengeluh nyeri pada kulit yang melepuh pada

seluruh tubuh. Keluhan tersebut dirasakan sejak 1 bulan yang lalu. Menurut

2

Page 3: Laporan Kasu1

pengakuan keluarga OS, awalnya kulit pada bagian perut Os nampak seperti

melepuh (bergelembung), berisi cairan bening, sebesar daun kelor, jumlahnya

3 gelembung. Namun gelembung seperti itu bertambah banyak dan meluas

hingga ke seluruh tubuh (punggung, dada, kaki, tangan dan wajah).

Gelembung pada kulit tersebut dikeluhkan muncul tiba-tiba. Os ataupun

keluarga Os menyangkal minum Obat-obatan atau makan makanan yang

sebelumnya belum pernah dimakan sebelum muncul lepuhan pada kulit.

Gelembung pecah dan mengering sekitar 3 hari kemudian menghitam. Os

juga mengeluh gatal pada kulitnya. Nyeri menelan (-). Sariawan (-). Demam

(-).

Riwayat Penyakit dahulu:

Os tidak pernah mengalami hal serupa sebelumnya, riwayat asma (-), riwayat

DM (-), riwayat hipertensi (-).

Riwayat Penyakit Keluarga:

Tidak ada keluarga Os yang mengalami hal serupa seperti Os. Tidak ada

keluarga Os yang menderita alergi terhadap makanan atau obat-obatan

tertentu.

Riwayat Alergi:

Riwayat alergi terhadap makanan (-), obat-obatan (-), debu (-), dingin (-)

Riwayat Pengobatan: (-)

3. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : sedang

Kesadaran : compos mentis

Vital Sign :

- Tekanan Darah : 110/70 mmHg

- Nadi : 76x/menit

- RR : 24x/menit

- Temperatur : 37,0 °C

Status Lokalis Kulit:

3

Page 4: Laporan Kasu1

- Pada regio pedis sinistra nampak bula soliter, berbentuk bulat dengan

diameter sekitar 3 cm, berisi cairan jernih dan berdinding tipis. Pada

palpasi tanda Nikolsky positif.

- Pada regio wajah, thoraks, abdomen, punggung, ekstremitas superior

dan inferior nampak makula eritema berbatas tegas berbentuk tidak

teratur, krusta berwarna kehitaman dan erosi (+). Makula

hiperpigmentasi (+) berbatas tegas berbentuk tidak teratur.

Pemeriksaan Penunjang

- Darah Lengkap

WBC 12,3

RBC 4,47

HGB 12,3

HCT 40,7

PLT 269

GDS 132

SC 1,3

BUN 34

SGOT 13

SGPT 18

- Pro pemeriksaan histopatologi

- Pro pemeriksaan imunologi

4. Diagnosis Banding

- Pemfigoid bulosa

- Dermatitis bulosa

- NET

5. Diagnosis Kerja

Pemfigus Vulgaris

6. Penatalaksanaan

- Metilprednisolon 16 mg/hari (4-0-0)

- Eritromisin 4x200 mg

III Ringkasan

4

Page 5: Laporan Kasu1

Pasien perempuan usia 81 tahun mengeluh nyeri pada kulit tubuh yang terkelupas

sejak 1 bulan yang lalu. Gelembung pada tubuh muncul tiba-tiba pada perut

kemudian semakin banyak. Gelembung mudah pecah. Pada pemeriksaan fisik

didapatkan keadaan umum baik, Lesi pada daerah mukosa (-) di daerah bibir dan

rongga mulut .Pemeriksaan dermatologi: bula (+) berdinding kendur berisi cairan

jernih pada punggung kaki kanan, tanda niskolsky (+), terdapat makula eritema,

krusta berwarna kehitaman generalisata, erosi (+). Pasien didiagnosis dengan

pemfigus vulgaris dan mendapatkan terapi kortikosteroid dan antibiotika sistemik.

IV Dokumentasi

5

Gambar 1. Pada dahi, nampak makula berbatas tegas, tidak beraturan, tertutup krusta kehitaman.

Gambar 2. Pada abdomen dan thoraks , nampak makula eritema berbatas tegas, tidak beraturan, tertutup krusta kehitaman.

Page 6: Laporan Kasu1

V Pembahasan

Pemfigus vulgaris merupakan penyakit autoimun, kelompok penyakit bula

kronik yang dapat menyerang kulit dan membran mukosa yang secara histologik

ditandai dengan bula intradermal. Penyebab pasti penyakit ini belum diketahui

6

Gambar 3. Pada punggung, nampak makula eritema berbatas tegas, tidak beraturan, tertutup krusta kehitaman.

Gambar 4. Pada ekstremitas, nampak makula eritema berbatas tegas, tidak beraturan, tertutup krusta kehitaman.

Gambar 5. Pada kaki dekstra, nampak adanya bula berisi cairan jernih berdinding kendur

Page 7: Laporan Kasu1

secara pasti, dimana terjadinya pembentukan antibodi IgG, beberapa faktor yang

relevan yaitu:

- Faktor genetik : molekul Major Humancompability Complex (MHC) kelas II

berhubungan dengan human leukocyte antigen DR4 dan human leukocyte

antigen DRw6

- Pemfigus sering terdapat pada pasien dengan penyakit autoimun yang lain,

terutama myastenia gravis dan thymoma

- D-penicillamine dan captopril dilaporkan dapat menginduksi terjadinya

pemfigus (jarang)

Pada pasien ini dari anamnesis dan pemeriksaan fisik mengarah ke

pemfigus vulgaris. Pada anamnesis didapatkan bahwa keluhan berupa kulit yang

melepuh (gelembung) dialaminya sejak 1 bulan yang lalu secara tiba-tiba dan

gelembung tersebut mudah pecah. Kulit yang melepuh dimulai dari daerah perut

yang kemudian menyebar ke seluruh tubuh. Setelah gelembung pecah pasien

mengeluh nyeri pada kulit tersebut dan mengeluh gatal ketika luka tersebut

mengering. Pada pemeriksaan fisik terdapat Bula pada punggung kaki sebelah

kanan yang berdinding kendur dan ditemukan tanda nikolski positif. Pada bagian

tubuh lainnya terdapat krusta kehitaman, erosi (+). Pada anamnesis dan

pemeriksaan fisik pada pasien ini tidak terdapat lesi pada membran mukosa.

Gelembung (bula) pada pasien pemfigus vulgaris disebabkan kerena

antibodi IgG mengikat pemfigus vulgaris antigen yaitu desmoglein 3 pada

permukaan sel keratinosit, mengakibatkan terbentuk dan dilepaskannya

plasminogen activator sehingga merubah plasminogen menjadi plasmin. Plasmin

yang terbentuk menyebabkan kerusakan desmosom sehingga terjadi penarikan

tonofilamen dari sitoplasma keratinosit, akibatnya terjadi pemisahan sel-sel

keratinosit (tidak adanya kohesi antara sel-sel) proses ini disebut dengan

akantolisis. kemudian terbentuk celah suprabasal dan akhirnya terbentuk bula.

Bula yang timbul berdinding kendur, mudah pecah dengan meninggalkan

kulit terkelupas, dan diikuti oleh pembentukan krusta yang lama bertahan di atas

kulit yang terkelupas tersebut. Bula dapat timbul di atas kulit yang tampak normal

atau yang eritematosa dan generalisata. Tanda Nikolski positif disebabkan oleh

adanya akantolisis. Cara mengetahui tanda tersebut ada dua yaitu dengan menekan

7

Page 8: Laporan Kasu1

dan menggeser kulit diantara dua bula dan kulit tersebut akan terkelupas atau

dengan menekan bula, maka bula akan meluas karena cairan yang di dalamnya

mengalami tekanan. Pruritus tidaklah lazim pada pemfigus, tetapi penderita sering

mengeluh nyeri pada kulit yang terkelupas. Epitelisasi terjadi setelah

penyembuhan dengan meninggalkan hipopigmentasi atau hiperpigmentasi dan

biasanya tanpa jaringan parut. Hal tersebut diatas sesuai dengan temuan klinis

pada pasien ini. Namun pada pasien ini terdapat keluhan gatal.

Pemfigus vulgaris dapat mulai sebagai lesi di kulit kepala yang berambut

atau di rongga mulut kira-kira pada 60% kasus. Semua membran mukosa dengan

epitel skuamosa dapat diserang, yakni membran mukosa pada konjungtiva,

hidung, farings, larings, esophagus, uretra, vulva, dan serviks. Kebanyakan

penderita menderita stomatitis aftosa sebelum diagnosis pasti ditegakkan. Namun

pada pasien ini tidak didapatkan keterlibatan pada selaput lendir.

Pemeriksaan penunjang dibutuhkan untuk menentukan diagnosis pasti

pemfigus vulgaris yaitu ditemukan adanya akantolisis pada biopsi (pemeriksaan

histopatologi) dan ditemukan adanya autoantibodi pada jaringan dan serum

(pemeriksaan imunopatologi). Pada pemeriksaan histopatologi sel basal walaupun

terpisah satu dengan lainnya yang disebabkan oleh hilangnya jembatan antar sel,

tetap melekat pada dermis (basement membrane) seperti susunan batu nisan (row

of tombstone). Di dalam rongga bula mengandung sel akantolisis yang dapat di

lihat dengan pemeriksaan sitologi yaitu tzanck smear (pewarnaan giemsa), yang

diambil dari dasar bula atau erosi pada mulut. Sel yang akantolisis mempunyai inti

yang kecil hiperkromatik, sitoplasmanya sering dikelilingi halo. Pemeriksaan

imunopatologi melalui tes imunofloresensi langsung didapatkan antibodi

interseluler tipe IgG dan C3. Pada tes imunofloresensi tidak langsung didapatkan

antibodi pemfigus tipe IgG. Tes yang pertama lebih terpercaya daripada tes kedua,

karena telah menjadi positif pada permulaan penyakit, sering sebelum

tes kedua menjadi positif, dan tetap positif pada waktu yang lama

meskipun penyakitnya telah membaik. Karena terbatasnya fasilitas yang tersedia

di RSUP NTB, pemberiksaan tersebut tidak dapat dilakukan.

Pengobatan utama pada pasien dengan pemfigus vulgaris ialah

kortikosteroid karena bersifat imunosupresif. Yang sering digunakan adalah

8

Page 9: Laporan Kasu1

prednison dan deksamethasone. Dosis yang digunakan bervariasi tergantung dari

berat ringannya penyakit. Dosis pemberiaan yang bervariasi juga tergantung dari

pengalaman empiris. Pada pasien ini diberikan metilprednisolone dengan dosis 18

mg per hari selama 2 minggu. Dan antibiotik eritromisin 4x200mg. Pemberian

antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi akibat turunnya imunitas karena

pemberian kortikosteroid. Pemberian kortikosteroid pada penderita pemfigus

vulgaris merupakan pengobatan utama pada penyakit ini yang diberikan dalam

jangka waktu yang lama. Selama pengobatan pasien disarankan untuk tetap

kontrol untuk evaluasi terapi. Evaluasi terapi meliputi keberhasilan terapi yang

dilihat dari remisi (tidak ada bula yang muncul lagi) dan efek samping obat.

Pemberian kortikosteroid yang berkepanjangan dapat menyebabkan osteoporosis,

supresi adrenal, ulkus peptikum, peningkatan berat badan , meningkatkan resiko

infeksi, perubahan mood, miopati, Cushing’s syndrome dan katarak. Penurunan

dosis kortikosteroid secara perlahan pada penderita pemfigus vulgaris harus

dilakukan(4).

DAFTAR PUSTAKA

1. Wiryadi,E Benny. 2008. Dermatosis Vesikobulosa Kronik dalam Ilmu

Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 5. Jakarta: Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. P 2011

2. Effendi, Evita HF. 1992. Dermatitis Herpetiformis. Cermin Dunia

Kedokteran No. 76, P 26-29

3. Mitshiro,Ohta et al. 2011. Case Report Pemphigus Vulgaris Confined to

the Gingiva. International Journal of Dentistry Volume 2011.

4. K.E.H Arman et al.2003. Guidelines for The Management of Pemphigus

Vulgaris. British Journal of Dermatology2003;149:926–937

9