laporan ii fisio
TRANSCRIPT
Bab I
Dasar Teori
Manusia memiliki lima alat indra, yaitu mata adalah indra penglihatan,
telinga adalah indra pendengar, hidung adalah indra penciuman, kulit adalah indra
peraba dan lidah adalah indera pengecap. Lidah tersusun atas otot – otot rangka
yang berbentuk longitudinal , transversal dan sirkuler. Pada bagian dorsal lidah
tertutup oleh selaput lendir sehingga selalu lembab dan tertutup papila – papila
yang mengandung kuncup pengecapan ( taste buds ).
Taste buds (kuntum pengecapan), alat indera untuk pengecapan, merupakan badan
ovoid yang berukuran 50 – 70 μm. Tiap-tiap kuntum pengecap terbentuk oleh 4
jenis sel, yaitu sel basal; sel tipe 1 dan 2, yang merupakan sel suspentakularis; dan
sel tipe 3, yang merupakan sel reseptor pengecap (gustatorik) yang membuat
hubungan sinaps dengan serat saraf sensorik. Leher dari sel-sel ini berhubungan
satu sama lain dan dengan sel epitel di sekitarnya melalui tight junction. Kuntum
pengecap ini dipersarafi oleh sekitar 50 serat saraf, dan sebaliknya, setiap serat
saraf menerima masukan dari rata-rata 5 kuntum pengecap. Sel-sel basal berasal
dari sel epitel yang mengelilingi kuntum pengecap. Sel-sel ini berdiferensiasi
menjadi sel reseptor baru, dan sel reseptor lama secara terus-menerus diganti
dengan waktu paruh sekitar 10 hari.
Beberapa factor dapat mempengaruhi rasa antara lain :
1. System indra
2. Makanan
Reseptor pada lidah dan mekanisme pencicipan
Menurut studi biologis dan elektrofisiologis, sel pencicip menggunakan
beberapa mekanisme yang berbeda dalam mentransduksi infomasi kimiawi
kepada sel-sel pembawa sinyal. Deteksi rasa asam dan asin dimediasi oleh saluran
ion (ion channels), sedangkan untuk manis, pahit dan umami, transduksi rasa
mengikutkan membran reseptor protein yang mengkait pada alur signal
1 | P a g e
intraselular. Secara kimiawi, cara pengenalan kedua kelompok rasa ini jelas
berbeda.
Ambang batas pengenalan (threshold) senyawa-senyawa pemberi sensasi
rasa bervariasi antar senyawa. Kisarannya bisa dari yang agak lemah seperti pada
kemanisan sukrosa (3-fold), keasinan garam NaCl yang menengah (80-fold)
sampai dengan kepahitan kina yang sangat kuat (200-fold). Sensitivitas lidah
dipengaruhi oleh jumlah “taste buds” yang ada. Umumnya sensitivitas alat
pencecap semakin berkurang dengan bertambahnya usianya.
Kelainan genetik dapat menyebabkan orang kehilangan sensitivitas pada rasa
tertentu. Contoh yang sering dilaporkan adalah ketidakmampuan seseorang
mengenali rasa pahit dari phenylthiourea (phenyl thiocarbamide, PTC).
Dilaporkan 1 dari 4 orang dengan gen resesif tidak dapat mengenali rasa pahit
PTC. Contoh lain dari “kebutaan rasa”(taste blindness) terjadi pada seseorang
dengan “congenital idiopathic hypoparathyroidism” dalam mengenali rasa manis,
walau yang bersangkutan mampu mengenali rasa pahit, asam dan asin secara
normal. Orang dengan keterbatasan ini akan merasakan sukrosa dan fruktosa
sebagai rasa asam, sementara galaktosa dan siklamat dirasakan sebagai pahit.
Senyawa pemberi rasa
Berbagai teori tentang mekanisme bagaimana suatu senyawa dapat memberikan
sensasi rasa tertentu telah banyak dikupas di berbagai jurnal dan buku. Masing-
masing jenis rasa memiliki mekanisme yang khas walau beberapa jenis rasa
memiliki kemiripan.
Rasa asin. Pada rasa asin, ion sodium (Na+) yang menyentuh ujung apikal dari sel
pencecap melalui saluran ion pada mikrovili akan menimbulkan rangsangan
sensasi rasa asin. Pada dasarnya semua kation dapat memberikan rasa asin namun
ukuran diameter ion akan sangat menentukan. Semakin besar ukuran garam akan
mengubah rasa asin ke arah pahit, seperti halnya NaCl (0.56 nm) asin sedang
MgCl2 (0.85 nm) cenderung pahit. Rasa asin yang serupa dengan Na+ adalah
2 | P a g e
lithium. Kalium atau kation monovalen lain juga dapat digunakan untuk
menggantikan sodium sebagai pemberi rasa asin, namun sering terkendala adanya
rasa samping (aftertaste) pahit. Selain kation, beberapa senyawa peptida juga
memiliki rasa asin atau mampu meningkatkan rasa asin seperti garam Orn-
Tau.HCl.
Satu hal yang perlu dicermati adalah kation Na+ mempunyai peran lain selain
memberi rasa asin yaitu kemampuannya untuk menstimulasi cita-rasa daging atau
meaty flavor, serta peran yang tidak bisa dipisahkan dalam membentuk rasa lezat
khas pada daging kepiting.
Rasa asam. Pada rasa asam, sensasi asam dipengaruhi oleh konsentrasi ion (H+)
dalam larutan. Namun stimulus senyawa pada saraf pencecap lebih bergantung
pada asam tertitrasi daripada pHnya. Itu sebabnya, tidak semua produk dengan pH
rendah mempunyai rasa asam. Juga asam organik memberikan kesan rasa asam
lebih kuat daripada asam in-organik terkait dengan pHnya. Rasa asam terutama
diberikan oleh garam-garam organik tak terdisosiasi seperti asam malat, tartarat,
asam sitrat, dan seterusnya. Perlu dipahami bahwa masing-masing asam tidak
murni memberi rasa asam saja, tetapi juga rasa khas pada setiap asamnya seperti
asam sitrat memberikan juga rasa kesat (tart) dan sepat (astringent) khas seperti
pada tanaman sitrus, sementara asam laktat memberi kesan khas seperti pada
yoghurt atau mentega. Oleh karenanya, perlu perhatian dalam memilih jenis
pengasam yang akan digunakan.
Rasa manis. Nampaknya lebih banyak studi yang dilakukan pada rasa manis
sehingga lebih banyak versi mekanisme yang dilaporkan. Teori tentang senyawa
dengan sensasi rasa manis yang banyak diacu adalah Shallenberger-Acree-Kie
model yang mendasarkan pada korelasi AH (donor proton)-B (penerima proton)
dengan pusat hidrofobik (gamma atau X) yang membentuk segitiga dengan jarak
tertentu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dimerisasi reseptor penting agar
senyawa manis dapat berinteraksi dengan tepat dengan reseptor yang kompleks.
Banyak faktor yang berperan dalam stimuli senyawa pemberi rasa manis, namun
3 | P a g e
secara ringkas dapat dikatakan bahwa ukuran, sifat geometri, khiralitas dan
karakteristik dari molekul larutan memegang peranan penting dalam mendeteksi
sensasi manis ini. Sensasi manis dapat dihasilkan oleh berbagai golongan senyawa
baik dari kelompol gula, asam amino-peptida-protein, amida siklis, turunan
benzene bahkan kloroform. Tentu saja mutu kemanisan dari senyawa yang
berbeda akan berbeda, termasuk keberadaan rasa sekunder seperti alkali, metalik,
lalu juga intensitas dan spektrum periode manis yang diberikan. Hal inilah yang
menjadi tantangan tersendiri dalam menggantikan pemanis gula sukrosa dengan
kelompok pemanis yang lain.
Rasa pahit. Sensasi senyawa rasa pahit diperoleh dengan mekanisme yang mirip
dengan rasa manis. Hanya saja jarak antar gugus fungsional menjadi penentu.
Rasa pahit umumnya diasosiasikan dengan kelompok komponen fenolik dan
alkaloid seperti naringin pada grapefruit dan anggur, limonin pada sitrus, kafein
pada kopi, dan sebagainya. Selain itu peptida dengan berat molekul lebih kecil
6000 atau asam amino hidrofobik dapat juga memberikan rasa pahit. Senyawa
pemberi rasa pahit terkini yang dilaporkan memiliki rasa pahit yang sangat intens
adalah “quinozolate” dengan ambang batas 0.00025 mmol/kg air (Ottinger dan
Hofmann, 2001).
Rasa umami. Pada rasa umami, seperti halnya pada rasa manis dan pahit, senyawa
pemberi sensasi ini akan berperan melalui protein G yang mengkait pada reseptor
dan mengaktifkan pembawa pesan kedua (second messenger). Senyawa pemberi
umami yang paling dikenal dan potensial adalah L-glutamat, asam amino yang
terdapat dalam protein hampir semua produk pangan terutama daging, ikan dan
kacang-kacangan. Asam glutamat bebas secara alami terdapat dalam sumber
pangan hewani, produk laut, sayur dan beberapa buah seperti tomat serta juga
pada keju. Fenomena ini dapat menjadi alasan mengapa pada studi sensasi secara
genetik terlihat bahwa hewan mampu juga merasakan sensasi ini. Mungkin terkait
dengan keberadaan asam glutamat sebagai sumber gizi yang penting.
4 | P a g e
Garam dari asam glutamat yaitu Mono sodium glutamat (MSG) juga dapat
meningkatkan karakteristik khas flavor terutama pada sensasi mouthfullness,
thickness dan continuity dari rasa. Itu sebabnya MSG dikenal sebagai flavor
enhancer. Seperti diulas sebelumnya, MSG dapat bersifat sinergis dengan garam
NaCl sehingga dapat menurunkan jumlah penggunaan keduanya untuk
mendapatkan sensasi yang sama. Senyawa pemberi sensasi umami tidak hanya
asam glutamat, tetapi juga bisa diperoleh dari kelompok ribonukleat dengan
nukleotida-5‘ seperti IMP, GMP dan beberapa peptida seperti ADP. Senyawa
penguat sensasi umami terkini diisolasi dari teh hijau yaitu theogallin, L-theanin
dan asam suksinat (Kaneko et al, 2006). Penggunaan senyawa-senyawa pemberi
rasa umami ini secara kombinasi lebih menguntungkan karena sifat sinergisnya.
After taste dari senyawa umami umumnya lebih kuat dari senyawa sensasi lain
dikarenakan pada affinitas yang dari senyawa terhadap sel reseptor.
Rasa sekunder
Senyawa pemberi rasa sekunder mempunyai mekanisme yang berbeda dari rasa
primer karena sensasi ini lebih banyak bekerja dengan syaraf trigeminal pada
wajah (terutama hidung, rongga mulut dan mata). Itu sebabnya bila kita
kepedasan, maka seluruh rongga mulut akan terasa panas bahkan seluruh wajah
bergetar dan air mata mengalir. Rasa pedas (hot) pada cabe disebabkan oleh
kapsaisin dan dihidrokapsaisin berbeda dengan pedas (pungent) merica yang
disebabkan oleh piperin, dan tentu saja sangat berbeda dengan “sengatan”
menusuk hidung oleh isotiosianat pada mustard atau wasabi. Jadi perlu dibedakan
sendiri apakah itu sensasi trigeminal rasa atau aroma (bau).
Demikian juga cooling effect yang merupakan sensasi trigeminal rasa dan minty
odor dari mentol yang berupa aroma. Oleh karena efek cooling saja dapat
diperoleh dari xilitol tanpa harus ada aroma minty. Efek cooling ini dilaporkan
diperoleh dari reaksi endoterm pada saat senyawa terlarut.
5 | P a g e
Untuk sensasi rasa sekunder seperti sepat (astringent) umumnya disebabkan oleh
senyawa polifenolik seperti pada kopi, teh, wine, coklat, dan lainnya. Dilaporkan
bahwa senyawa polifenol akan membentuk kompleks dengan protein saliva kaya
prolin (PRPs) dan pengendapan protein yang terjadi menghilangkan kelenturan
lidah sehingga menimbulkan sensasi astrigent.
6 | P a g e
Bab II
Tabel Pengamatan
3.3.1 Pengenalan Bentuk Berbagai Benda di Rongga Mulut dan Area Wajah
No
.
Bentuk Ukuran Waktu
1 √ √ 2 detik
2 √ √ 1 detik
3 √ √ 1 detik
4 √ √ 2 detik
Keterangan :
Permen 1 : Bentuk ( Segitiga ) ; Ukuran ( Besar )
Permen 2 : Bentuk ( Ellips ) ; Ukuran ( Sedang )
Permen 3 : Bentuk ( Kotak ) ; Ukuran ( Kecil )
Permen 4 : Bentuk (Ellips ) ; Ukuran ( Sangat besar )
3.3.2 Two Point Discrimination di Rongga Mulut dan Area Wajah
No. Bagian 1mm 2mm 3mm
1 Lidah depan √ √ √
2 Lidah kanan √ √ √
3 Lidah kiri √ √ √
4 Lidah ½ posterior × √ √
5 Lidah posterior × × ×
6 Palatum √ √ √
7 Mukosa pipi × √ √
8 Gusi √ √ √
9 Bibir atas √ √ √
10 Bibir bawah √ √ √
11 Leher √ √ √
7 | P a g e
12 Dahi √ √ √
13 Hidung √ √ √
14 Cuping telinga √ √ √
15 Pipi kanan kiri √ √ √
16 Dagu √ √ √
3.3.3 Pengenalan Suhu di Rongga Mulut dan Area Wajah
Bagian perlakuan Dingin Panas
Ujung lidah - -
Samping
Dorsal - -
Posterior - -
Palatum
Mukosa pipi
Gusi
Bibir atas -
Bibir bawah
Leher -
Dahi -
Hidumg
Cuping telinga - -
Pipi kiri -
Pipi kanan
Dagu -
Ket : - tidak merasakan sensasi / merasakan tapi kurang tepat
Merasakan dan tepat
8 | P a g e
3.3.4 Persepsi Rasa pada Beberapa Bagian Lidah
No. Sampel Rasa Daerah Lidah yang Peka
1 Air Gula Manis 1,2,3
2 Air Garam Asin 1,2,3
3 Air Merica Pedas 1,2,3,4,5,6,7,8
4 Air Masako Umami 1,2,3,4,5,6,7,8
5 Air Kina Pahit 4
Ket :
1 : Ujung lidah
2 : Tepi kanan lidah
3 : Tepi kiri lidah
4 : Posterior lidah
5 : ½ anterior kanan lidah
6 : ½ anterior kiri lidah
7 : ½ posterior kanan lidah
8 : ½ posterior kiri lidah
3.3.5 Rasa Nyeri pada Jaringan Rongga Mulut dan Area Wajah
A. Rangsangan Tekanan
Daerah tekanKedalaman tekanan hingga
merasakan nyeri (mm)
Lidah bagian 1
Lidah bagian 2
Lidah bagian 3
Lidah bagian 4
Lidah bagian 5
Lidah bagian 6
Lidah bagian 7
Lidah bagian 8
3 mm
10 mm
10 mm
5 mm
10 mm
7 mm
12 mm
8 mm
9 | P a g e
Mukosa pipi kanan
Gusi anterior
Pipi kanan
Bibir atas
Dahi
Leher
5 mm
2 mm
10 mm
3 mm
3 mm
3 mm
Keterangan :
Bagian Lidah 1 : Ujung lidah
2 : Lateral kanan lidah
3 : Lateral kiri lidah
4 : Posterior Lidah
5 : ½ anterior kanan lidah
6 : ½ anterior kiri lidah
7 : ½ posterior kanan lidah
8 : ½ posterior kiri lidah
B. Rangsangan Panas
No. DaerahWaktu (detik)
60º 70 º 80 º 90 º
1. Lidah 1 4.00 1.22 1.06 0.75
2. Lidah 2 2.00 1.56 1.12 0.70
3. Lidah 3 2.20 1.28 1.35 0.92
4. Lidah 4 2.46 1.01 2.29 0.65
5. Lidah 5 1.39 1.31 1.26 1.14
6. Lidah 6 1.39 0.84 0.88 1.20
7. Lidah 7 1.94 1.23 1.60 1.10
8. Lidah 8 1.33 2.11 0.95 1.03
9. Mukosa pipi 2.76 1.40 0.72 0.73
10 | P a g e
kanan
10. Gusi anterior 2.80 4.24 1.03 0.59
11. Pipi kanan 1.00 0.85 0.62 0.63
12. Bibir atas 0.75 0.65 0.70 0.68
13. Dahi 2.45 0.77 0.52 1.15
14. Leher 0.53 0.89 0.53 0.64
Keterangan :
Bagian Lidah 1 : Ujung lidah
2 : Lateral kanan lidah
3 : Lateral kiri lidah
4 : Posterior Lidah
5 : ½ anterior kanan lidah
6 : ½ anterior kiri lidah
7 : ½ posterior kanan lidah
8 : ½ posterior kiri lidah
C. Rangsangan dingin
No Bagian Waktu timbul rasa nyeri (detik) Rata-rata
20º 10º 5º 0º
1 Lidah bagian 1 1.97 1.73 0.89 3.10 1.92
2 Lidah bagian 2 0.97 0.93 0.88 1.09 0.97
3 Lidah bagian 3 1.32 0.63 0.98 1.99 1.23
4 Lidah bagian 4 1.73 1.17 0.68 1.41 1.25
5 Lidah bagian 5 1.14 1.11 0.98 1.63 1.22
6 Lidah bagian 6 0.92 0.78 0.99 0.92 0.90
7 Lidah bagian 7 2.22 1.16 0.78 1.03 1.30
8 Lidah bagian 8 2.53 1.16 0.88 1.52 1.52
9 Mukosa pipi 1.01 0.77 1.00 1.10 0.97
11 | P a g e
10 Gusi anterior 1.95 1.55 1.14 0.94 1.40
11 Pipi kanan 1.15 1.08 0.78 0.96 0.99
12 Bibir 0.98 0.84 1.58 1.33 0.93
13 Dahi 1.45 1.15 2.06 1,00 1.41
14 Leher 1.11 2.47 2.22 1.15 1.74
A.. Tes Vitalitas Gigi Dengan Suhu Dingin
Gigi Insisive Pertama Bawah Molar Pertama Bawah
Rasa Ngilu, dingin Tidak ngilu, dingin
B. Tes Vitalitas Gigi Dengan Suhu Panas
Gigi Suhu Panas Suhu Dingin
RASA
I Panas, agak ngilu Tidak berasa apapun
M Panas, ngilu dingin
I Panas, ngilu Tidak berasa apapun
M Panas, ngilu dingin
I Panas, ngilu dingin
M Panas, ngilu dingin
C. Tes Vitalitas Gigi Dengan Tekanan
Percobaan Insisive Molar
I Tidak sakit sakit
II sakit sakit
III sakit sakit
D. Tes Perkusi Gigi dan Palpasi
Percobaan Insisive Molar
I sakit sakit
II sakit sakit
III sakit Sangat sakit
12 | P a g e
Bab III
Pertanyaan
1. Bagian mulut dan wajah yang mana yang lebih sensitive terhadap
pengenalan bentuk benda?
2. Bagian mulut dan wajah yang mana yang lebih sensitive terhadap
mengenali jarak antar dua titik? Jelaskan mengapa!
3. Bagian lidah mana yang lebih sensitive terhadap suhu? Jelaskan mengapa!
4. Bagian lidah mana yang lebih sensitive terhadap nyeri? Jelaskan mengapa!
5. Apakah percobaan anda sesuai dengan teori yang anda peroleh?
6. Bagian lidah mana yang lebih sensitive terhadap rasa manis, asin, pahit,
asam, dan umami?
7. Mengapa perlu dilakukan test vitalitas gigi?
8. Untuk apa test perkusi dan palpasi dilakukan?
Jawaban
1.bagian mulut yang sensitive terhadap pengenalan bentuk benda yaitu ujung
lidah, sedangkan bagian wajah yang sensitive terhadap pengenalan bentuk
benda yaitu bibir atas, hidung, pipi kanan, dan pipi kiri.
2. dari hasil percobaan didapatkan pada daerah ujung lidah, bibir atas,
hidung, pipi kanan, dan pipi kiri. Hal ini dikarenakan lapisan terluar dari
bagian tersebut tipis dan dekat dengan daerah persyarafan sehingga tingkat
kesensitivannya lebih tinggi dibanding daerah lain terhadap adanya
sentuhan.
3. dari percobaan yang kita lakukan bagian lidah yang peka terhadap suhu
baik suhu panas ataupun dingin adalah lidah bagian samping dan lidah
bagian posterior. Hal ini dikarenakan pada daerah samping lidah dan
posterior lidah terdapat papila yang lebih banyak dibandingkan daerah
lain. Papila merupakan ujung saraf pengecapan. Semakin banyak papila di
daerah tersebut maka semakin sensitive pula terhadap adanya suatu
rangsangan terutama suhu.
13 | P a g e
4. pada percobaan didapatkan bahwa bagian lidah yang paling sensitive
terhadap nyeri adalah lidah bagian ujung depan. Hal ini dikarenakan
lapisan terluar dari ujung lidah merupakan lapisan tertipis dibandingkan
dengan daerah lidah yang lain. Sehingga apabila ada tekanan yang
menimbulkan rasa nyeri bagian ujung lidah merupakan daerah paling
sensitive terhadap nyeri.
5.dari percobaan yang kami lakukan data yang kami peroleh cukuo sesuai
dengan teori yang sebenarnya.
6. Menurut teori, bagian lidah yang peka terhadap rasa manis yaitu bagian
ujung lidah. Rasa asin dapat dirasakan lebih peka pada bagian ujung lidah
namun dikatakan bahwa bagian samping lidah juga peka terhadap rasa
asin. Rasa asam lebih peka dirasakan di dua pertiga bagian samping lidah.
Sedangkan rasa pahit paling jelas dirasakan pada bagian pangkal atau
posterior lidah, dan bias juga dirasakan dibagian palatum mole. Rasa
umami adalah rasa kelima yang merupakan perpaduan antara berbagai rasa
dan biasa disebut dengan rasa gurih. Rasa umami dapat dirasakan bagian
ujung lidah.
7. test vitalitas gigi sangat penting karena untuk mengetahui seberapa kuat
gigi kita terhadap rangsangan baik rangsangan suhu dan tekanan. Dan juga
untuk mengetahui kondisi gigi dalam keadaan baik ataupun tidak baik.
8. test perkusi dan palpasi dilakukan bertujuan untuk mengetahui kondisi gigi
dalam keadaan baik ataupun tidak baik. Dan juga untuk mengetahui
apakah subyek terkena penyakit, salah satu contohya adalah gingivitis.
14 | P a g e
Bab IV
Pembahasan
3.3.1 Pengenalan Bentuk Berbagai Benda di Rongga Mulut dan Area Wajah
Pada percobaan kali ini, orang coba tidak diperkenankan mengetahui
bentuk permen yang akan dicoba. Maka dari itu mata orang coba haruslah ditutup.
Lalu ambil salah satu permen, dan masukkan ke dalam mulut di atas lidah orang
coba dengan menggunakan pinset, lalu letakkan perlahan dan jangan menyentuh
lidah. Orang coba diminta untuk mengenali benda yang ada di atas lidahnya,
orang coba diperkenankan menutup mulut/ menggunakan seluruh organ dalam
mulut. Setelah itu, orang coba diminta untuk menyebutkan bentuk serta
ukurannya. Percobaan di lakukan beberapa kali menggunakan bentuk dan ukuran
permen yang berbeda. Lalu, catat pula waktu orang coba dapat mengenali bentuk
serta ukuran permen tersebut.
Hasil pada percobaan kali ini, orang coba mampu menyebutkan bentuk
serta ukuran permen dengan tepat, dengan rata-rata waktu 1 sampai 2 detik.
Percobaan ini menunjukkan bahwa lidah serta area wajah lain mempunyai
kemampuan/sensitivitas untuk mengenali bentuk serta ukuran benda asing.
3.3.2 Two Point Discrimination di Rongga Mulut dan Area Wajah
Pada percobaan kali ini orang coba tidak diperkenankan mengetahui apa yang
akan dicobakan. Untuk itu, mata orang coba harus ditutup. Lalu dengan
menggunakan jangka yang berjarak 1mm, 2mm, dan 3 mm, letakkan pada
beberapa bagian rongga mulut serta area wajah. Orang coba diminta untuk
menyebutkan berapa titik yang dia rasakan.
Pada praktikum kali ini, orang coba tidak dapat merasakn titik pada daerah
mukosa pipi, lidah posterior, dan lidah setengah posterior. Hal ini dikarenakan
tingkat kesensitifitas pada bagian-bagian pada rongga mulut yang berbeda-beda.
15 | P a g e
Sedangkan pada bagian-bagian yang lain, orang coba bisa dengan jelas merasakn
titik yang ditujukan pada tempat tersebut.
3.3.3 Pengenalan Suhu di Rongga Mulut dan Area Wajah
Dalam praktikum kali ini dilakukan percobaan mengenai pengenalan suhu di
rongga mulut dan area wajah. Dalam praktikum kali ini orang coba tidak di
perkenankan untuk mengetahui apa yang akan di cobakan, maka dari itu mata
orang coba harus di tutup. Percobaan pengenalan suhu di rongga mulut dan area
wajah di cobakan pada bagian anterior tidah,samping, ½ antero –posterior lidah
dan pada bagian dorsal lidah dengan ketentuan speaut yang di gunakan tidak
boleh mengenai lidah orang coba.
Dari data hasil percobaan kira memperoleh hasil sebagai berikut:
1. Dari percobaan pengenalan suhu di rongga mulut terutama pada bagian
bagian dari lidah orang coba kurang peka terhadap sensasi panas dan
dingin yang di rangsangkan, orang coba hanya dapat membedakan
dengan tepat pada rangsangan yang di berikan di bagian samping
lidah. Lidah merupakan salah satu organ di rongga mulut yang paling
peka terhadap perubahan yang terjadi di dalam tubuh. Pada dasarnya,
permukaan lidah adalah daerah yang paling banyak terpapar oleh iritasi
dan keperluan dasar hidup sehari-hari seperti makan dan minum.
Penurunan sensifitas lidah terhadap suhu mungkin dapat di sebabkan
karena adanya pengaruh usia. Hal ini disebabkan karena terjadinya
kemunduran dalam hal fisik maupun biologis. Penusuran usia dapat
mempengaruhi sensivitas reseptor perasa di dalam lidah. Selain itu
pada percobaan yang dilakukan juga dapat mempengaruhi sensivitas
reseptor perasa pada lidah itu sendiri misalnya Spada percobaan
pengenalan suhu ini di berikan suhu dingin sebesar 5 derajad celsius
dan suhu panas 80 derajad celcius. Diketahui bahwa suhu makanan
yang kurang dari 20o C maupun yang lebih dari 30oC dapat
mempengaruhi sensitivitas taste buds pada indera pengecap. Suhu
yang terlalu panas akan merusak sel-sel pada taste buds, namun
16 | P a g e
keadaan ini akan cenderung berlangsung cepat karena sel yang rusak
akan segera diperbaiki. Suhu yang terlalu dingin juga dapat membius
lidah sehingga sensitivitas lidah akan berkurang.
2. Pada percobaan pengenalan suhu di bagian rongga mulut lainnya
seperti mukosa pipi, gusi bibir atas dan bibir bawah orang coba dapat
membedakan dengan baik antara rangsangan suhu panas dan dingin,
kecuali pada bagian bibir atas. Orang coba tidak dapat meunjukkan
bagian yang di rangsang dengan rangsangan panas dengan tepat.
Kesalahan yang terjadi dari ketepatan data hasil percobaan mungkin
dikarenakan kesalahan praktikan salah satunya yaitu suhu dan takaran
yang diujikan pada orang coba tidak sama dan stabil, hal ini dapat
menimbulkan perbedaan dan kerancuan presepsi membedakan panas
dan dingin pada orang coba .
3. Pada bagian pengenalan suhu di area wajah seperti pada bagian
leher,dahi, hidung, cuping telinga,pipi kiri – kanan, dan dagu. Orang
coba memiliki kesulitan membedakan rangsangan suhu panas dan
dingin pada bagian cuping telinga. Sedangkan pada bagian yang lain
seperti pada bagian leher, orang coba tidak dapat membedakan dan
merasakan dengan tepat pemberian rangsangan dingin hal yang sama
juga terjadi saat pada bagian pipi kiri. sedagkan pada bagian dagu dan
dahi orang coba kesulitan membedakan dengan tepat dari tempat
pemberian rangsangan panas. Kesalahan yang terjadi dari ketepatan
data hasil percobaan mungkin dikarenakan kesalahan praktikan salah
satunya yaitu suhu dan takaran yang diujikan pada orang coba tidak
sama dan stabil, hal ini dapat menimbulkan perbedaan dan kerancuan
presepsi membedakan panas dan dingin pada orang coba .
3.3.4 Persepsi Rasa pada bagian lidah
Dalam praktikum kali ini kami mencoba menetukan lokasi reseptor
pengecap pada manusia dan variasi waktu sensasinya. Menurut teori ada 5
pengecap dasar yang digunakan untuk mengetahui lokasi reseptor dan variasi
waktu sensasinya, Dimana pada bagian ujung lidah lebih sensitif terhadap rasa
17 | P a g e
manis,asin dan umami , pada dua pertiga bagian samping lidah terasa asam, dan
bagian posterior dan palatum molle lidah lebih sensitif rasa pahit.
Setelah kami analisa ternyata tidak semua praktikan mempunyai lokasi
reseptor yang sesuai dengan teori. Hal ini dapat kita lihat pada pemberian
rangsangan yang pertama yaitu rasa asin, sampel dapat merasakan semua rasa
yang di berikan . pada pemberian rangasangan yang ke 2 sampel dapat merasakan
sensasi rasa asin pada bagian ujung lidah samping kanan dan kiri lidah dan juga
pada bagian posterior lidah. Pada rangsangan yang ketiga yaitu pemberian
rangsangan rasa pedas sampel dapat merasakan sensasi rasa di hampir semua
bagian lidah kecuali di bagian ½ anterior kanan lidah. Pada rangsangan yang ke 4
yaitu umami, sampel dapat merasakan rangsangan pada semua bagian lidah
dengan baik. Dan yang terakhir pada saat pemberian rangsangan pahit sampel
hanya dapat merasakan pada bagian posterior lidah. Ketidak sesuaian atau
penyimpangan yang terjadi kemungkinan disebabkan oleh kesalahan prosedur
kerja selama praktikum. Pada saat pemberian substrat, lidah tetap menjulur keluar
sampai mulai terasa pengecap dari substrat yang diletakkan tetapi kelompok kami
memasukkan lidah sesaat setelah substrat diletakkan. Memasukkan lidah dapat
merancukan lokasi reseptor pengecap. Ketika lidah dimaksukkan maka dapat
tercampur dengan saliva sehingga rasa lebih cepat dikenali. Kelembaban pada
permukaan lidah dapat juga mempengaruhi kecepatan sensasi rasa yang diperoleh.
Zat harus terlarut dalam kelembaban mulut untuk dapat diindra oleh kuncup
pengecap. Produksi saliva dapat membantu untuk mengenali suatu rasa. Saliva
berfungsi dalam pengaturan kelembaban yang dapat mempengaruhi kerja dari
kuncup pengecap. Banyaknya substrat yang diletakkan juga berpengaruh terhadap
waktu sensasi reseptor pengecap. Jika substrat yang diletakkan banyak maka akan
lebih cepat terasa jika dibandingkan dengan substrat yang sedikit. Kemungkinan
lain adalah adanya kelainan pengecapan seperti ageusia ( hilangnya daya
pengecapan ), hipogeusia ( berkurangnya kepekaan pengecapan ), dan disgeusia
( distorsi daya pengecapan ) ( Gayton & Hall, 1997 ). Tingkat sensitivitas lidah
seseorang juga mempengaruhi kemampuannya mengecap suatu rasa. Ada
beberapa hal yang mempengaruhi sensitivitas ini. Sensitivitas mungkin
18 | P a g e
disebabkan struktur dari lidah itu sendiri yang rusak atau tidak bagus akibat dari
pola makan seseorang. Hal lain yang mempengaruhi sensitivitas adalah proses
pengantaran rangsang dari organ menuju otak, hal tersebut biasanya terjadi pada
orang uang kondisi tubuhnya lemah (sakit) sehingga daya tanggap terhadap
rangsang sedikit terganggu. Cepat lambatnya seseorang dalam mengecap rasa
dapat dipengaruhi oleh kecepatan penghantaran rangsang yang diberikan jika
dalam penyampaian rangsang tersebut terjadi gangguan maka dapat
mempengaruhi waktu sensasi yang dihasilkan.
3.3.5 Rasa Nyeri Pada Jaringn Rongga Mulut dan Area Wajah
A. Rangsangan Tekanan
Percobaan kali ini bertujuan untuk mengetahui rasa nyeri pada jaringan
rongga mulut dan area wajah yang dilakukan dengan rangsangan tekanan. Dimana
didapatkan bagian yang paling sensitif dengan rangsangan tekanan ini adalah gusi
anterior, dengan kedalaman tekanan hanya 2 mm. Sensitivitas tekan dipengaruhi
oleh lapisan yang ada pada bagian tubuh itu sendiri. Semakin tipis lapisan yang
terdapat pada bagian tubuh tertentu, akan semakin sensitif terhadap rangsangan
tekanan.
Berikut ini urutan rangsangan tekanan pada setiap bagian dari yang paling
sensitif, antara lain: Gusi anterior, ujung lidah, bibir atas, dahi, leher, posterior
lidah, mukosa pipi kanan, ½ anterior kiri lidah, ½ posterior kiri lidah, lateral
kanan lidah, lateral kiri lidah, ½ anterior kanan lidah, ½ posterior kanan lidah.
B. Rangsangan Panas
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui daerah rongga mulut dan wajah yang
paling sensitive terhadap rangsangan suhu panas. Dari percobaan yang dilakukan,
di dapatkan data bahwa daerah leher merupakan rongga mulut dan wajah yang
paling sensitif terhadap rangsangan suhu panas, yaitu dengan nilai rata-rata
sebesar 0.64. Hal ini dikarenakan kulit adalah alat indera yang peka terhadap
rangsangan berupa sentuhan, tekanan, panas, dingin, dan nyeri atau
sakit..Kepekaan tersebut disebabkan karena adanya ujung-ujung saraf atau
reseptor peraba di bagian dermis yang ada pada kulit. Biasanya ujung saraf indera
19 | P a g e
peraba tersebut ada dua macam, yaitu ujung saraf bebas yang mendeteksi rasa
nyeri atau sakit, dan ujung saraf yang berselaput (berpapilia). Ujung saraf
berselaput yang mendeteksi adanya rangsangan panas ialah korpuskel ruffini.
Selain itu rangsang panas pada kulit juga menggiatkan ujung – ujung syaraf
tersebut untuk merespon rangsang taktil, lewat tulang belakang sampai keotak
syaraf – syaraf sensoris itu yang mempunyai jalannya sendiri – sendiri. Berikut
didapatkan nilai waktu rata-rata rasa nyeri yang timbul pada jaringan rongga
mulut dan area wajah akibat rangsangan suhu panas dari yang paling sensitif :
leher, bibir atas, pipi kanan, ½ anterior kiri lidah, dahi, ½ anterior kanan lidah,
lateral kanan lidah, ½ posterior kiri lidah , mukosa pipi kanan, lateral kiri lidah, ½
posterior kanan lidah , ujung lidah, posterior lidah dan gusi anterior.
C. Rangsangan Dingin
Dari percobaan yang dilakukan daerah rongga mulut yang paling sensitif
terhadap rangsangan suhu dingin adalah lidah bagian 6, yakni pada ½ posterior
kiri lidah dengan nilai rata-rata sebesar 0.90. Hal ini dikarenakan pada lidah
banyak mengandung papilla. Rangsangan suhu yang diberikan akan bekerja pada
mikrovili yang ada di pori-pori papilla untuk mencetuskan potensial generator di
sel reseptor yang menimbulkan potensial aksi di neuron sensorik. Dimana serat-
serat saraf sensorik dari papilla-papilla pengecap berjalan dengan cabang korda
timpani, nervus facialis, dan serat-serat saraf dari seperiga posterior lidah
mencapai batang otak melalui saraf glossofaringeus. Disana mereka bersinaps
dengan neuron-neuron ordo kedua yang aksonnya melintasi garis tengah dan
bertemu dengan lemikus medialis, berakhir di nucleus-nukleus pemancar sensorik
spesifik pada thalamus bersama serat untuk sensasi sentuh nyeri dan suhu. Berikut
nilai waktu rata-rata rasa nyeri yang timbul pada jaringan rongga mulut dan area
wajah akibat rangsangan suhu dingin dari yang paling sensitif , : ½ anterior kiri
lidah, ujung lidah, bibir, mukosa pipi, samping lidah kanan, pipi kanan, ½ anterior
kanan lidah, samping lidah kiri, ½ posterior kanan lidah, posterior lidah, gusi
anterior, dahi, ½ posterior kiri lidah, leher, dan ujung lidah.
3.3.6 Pemeriksaan Vitalitas Gigi
20 | P a g e
Pemeriksaan vitalitas gigi yang kami lakukan terdiri dari 4 macam, yaitu
test vitalitas gigi dengan suhu dingin, test vitalitas gigi dengan suhu panas, test
vitalitas gigi dengan tekan, dan test perkusi gigi dan palpasi. Test vitalitas gigi
dengan suhu dingin dilakukan pada gigi insisive pertama bawah dan molar
pertama bawah. Pada gigi incisive pertama bawah setelah diberi Chlor-ethyl terasa
ngilu dan dingin. Ngilu yang terjadi ini menunjukkan terjadinya sensasi tajam
yang tidak hilang atau semakin sakit sehingga merupakan pertanda terjadinya
pulpitis irreversible. Pulpitis irreversible adalah suatu kondisi inflamasi pulpa
yang persisten dapat simtomatik maupun asimtomatik yang disebabkan oleh suatu
stimuli noksius. Rasa sakit bertahan untuk beberapa menit sampai berjam-jam dan
tetap ada setelah stimuli dihilangkan. Sedangkan pada gigi molar pertama bawah
setelah diberi Chlor-ethyl tidak menimbulkan ngilu dan terasa dingin. Hal ini
menunjukkan bahwa rangsangan dari Chlor-ethyl berhenti sehingga tidak terjadi
ngilu dan merupakan pertanda bahwa gigi masih vital. Test vitalitas gigi dengan
suhu panas dilakukan dengan metode penyemprotan air panas dan air pada suhu
kamar pada permukaan gigi yang di tes hingga seluruh permukaan terbasahi.
Percobaan ini dilakukan pada gigi incisive pertama dan gigi molar pertama kanan
rahang bawah dan dilakukan sebanyak 3 kali. Pada percobaan dengan
menggunakan air panas berturut- turut sebanyak 3 kali hasilnya tetap sama yaitu
gigi terasa panas dan ngilu. Sedangkan pada percobaan dengan air pada suhu
kamar menunjukkan gigi tidak berasa apapun dan dingin untuk percobaan pertama
dan kedua, sementara pada percobaan ketiga gigi terasa dingin. Rasa panas dan
ngilu yang dialami setelah penyemprotan air panas ini menunjukkan bahwa gigi
masih vital tetapi belum tentu normal. Sedangkan tidak adanya respon
menunjukkan bahwa terdapat nekrosis pulpa. Perlu diketahui bahwa test vitalitas
gigi dengan suhu panas ini kurang efektif untuk mengetahui vitalitas pulpa,
namun dapat membantu pada pasien dengan symptom panas dan lokasi gigi
diketahui.
Test vitalitas gigi dengan tekan dilakukan dengan menekankan handle kaca
mulut pada gigi yang dites dan dilakukan sebanyak 3 kali percobaan. Test ini
dilakukan pada gigi insisiv pertama dan gigi molar pertama kanan rahang bawah.
21 | P a g e
Percobaan yang dilakukan pada gigi molar menunjukkan hasil bahwa gigi terasa
sakit setelah ditekan sehingga terbukti bahwa gigi masih dalam keadaan vital. Hal
yang sama juga terjadi pada percobaan yang dilakukan pada gigi insisiv.
Test perkusi gigi dan palpasi dilakukan dengan mengetuk- ketukkan handle
kaca mulut pada gigi yang dites dengan arah vertical, kemudian dilakukan
palpasi/perabaan pada gusi/gingival gigi yang bersangkutan. Percobaan ini
dilakukan sebanyak 3 kali. Tujuan test perkusi ini adalah untuk menetukan adanya
patosis pulpa dan jaringan periapikal. Sedangkan test palpasi bertujuan untuk
menentukan adanya proses inflamasi yang sudah sampai ke periapikal. Percobaan
yang dilakukan pada gigi insisiv menunjukkan hasil bahwa terjadi rasa sakit
setelah diketuk dengan handle kaca mulut, dan ini menandakan bahwa terjadi
inflamasi pada ligament periodontal. Sementara pada gigi molar menunjukkan
terjadi rasa yang sangat sakit setelah dilakukan test sehingga menunjukkan bahwa
terjadi inflamasi periapikal.
22 | P a g e
Bab V
Kesimpulan
1. Manusia memiliki 4 macam modalitas cita rasa dasar yang spesifik, yaitu:
manis pada ujung lidah, asin pada tepi depan, asam pada tepi belakang, dan
pahit pada pangkal lidah, akibat dari taste bud yang berbeda-beda.
2. Lokasi reseptor pengecap tidak sama pada tiap orang.
3. Waktu sensasi reseptor pengecap berbeda pada tiap orang.
23 | P a g e
Daftar Pustaka
Ganong, W. F., 2003, Fisiologi Kedokteran, penerbit Buku Kedokteran
EGC: Jakarta
Gayton & Hall., 1997 , Fisiologi Kedokteran , Penerbit Buku Kedokteran
EGC : Jakarta
Kimball, J. W. 1983. Biologi Jilid 3 edisi kelima. Penerbit Erlangga:
Jakarta.
Pearce, E.C, 2000, Anatomi & Fisiologi untuk Paramedis, PT. Gramedia:
Jakarta
24 | P a g e