laporan hcn

9
Rosaria Puspasari 2402101201119 V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN Glikosida sianogenik merupakan senyawa yang terdapat dalam bahan makanan nabati dan secara potensial sangat beracun karena dapat terurai dan mengeluarkan hidrogen sianida. Hidrogen sianida dikeluarkan bila komoditi ter dihancurkan, dikunyah, mengalami pengirisan, atau rusak. Glikosida sianogenik terdapat pada berbagai tanaman dengan nama senyawa yang berbedaseperti amigladin pada biji almonds, aprikot dan apel, dhurin pada biji sho linamarin pada kara (lima bean) dan singkong. Nama kimia bagi amigladin adala glukosida benzaldehida sianohidrin; dhurin; glukosida phidroksidabenzaldehida sianohidrin; linamarin; glukosida aseton sianohidrin (!inarno, "##"). $sam sianida disebut juga Hidrogen sianida (H%N), biasanya terdapat dala bentuk gas atau larutan dan terdapat pula dalam bentuk garamgaram alka potasium sianida. &i'atsi'at H%N murni mempunyai si'at tidak berwar menguap pada suhu kamar dan mempunyai bau khas. H%N mempunyai berat molekul yang ringan, sukar terionisasi, mudah berdi'usi dan lekas diserap mel paruparu, saluran cerna dan kulit ( ep es *+, "# -). $sam sianida dibentuk secaraenzimatis dari dua senyawa prekursor (pembentukracun) yaitu linamarin dan mertil linamarin. inamarin dan linamarin akan bereaksi dengan enzim linamarase dari oksigen dari lingkungan kemudian mengubahnya menjadi glukosa, aseton dan asam sianida. $sam sianida bersi'at cair, tidak berwarna dan larut dalam air. idalam air, as terurai menjadi ammonium 'ormiat dan zat zat amor' yang tak larut dalam air. karenanya, salah satu cara untuk mengurangi kadar asam sianida dalam bahan pa perlu dilakukan perendaman atau pencucian. 0elepasan asam sianida pada tanaman merupakan proteksi tanaman terhadap gangguan1kerusakan. $sam sianida hanya dilepaskan apabila tanaman terluka. 2a pertama dari proses degradasi adalah lepasnya molekul gula (glukosa) yang di oleh enzim glukosidase. &ianohidrin yang dihasilkan bisa berdissosiasi secara nonenzimatis untuk melepaskan asm sianida dan sebuah aldehid atau keton, namu

Upload: wildros4

Post on 06-Oct-2015

76 views

Category:

Documents


15 download

DESCRIPTION

laporan HCN

TRANSCRIPT

Rosaria Puspasari2402101201119V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASANGlikosida sianogenik merupakan senyawa yang terdapat dalam bahan makanan nabati dan secara potensial sangat beracun karena dapat terurai dan mengeluarkan hidrogen sianida. Hidrogen sianida dikeluarkan bila komoditi tersebut dihancurkan, dikunyah, mengalami pengirisan, atau rusak. Glikosida sianogenik terdapat pada berbagai tanaman dengan nama senyawa yang berbeda seperti amigladin pada biji almonds, aprikot dan apel, dhurin pada biji shorgum, dan linamarin pada kara (lima bean) dan singkong. Nama kimia bagi amigladin adalah glukosida benzaldehida sianohidrin; dhurin; glukosida p-hidroksida-benzaldehida sianohidrin; linamarin; glukosida aseton sianohidrin (Winarno, 1991).Asam sianida disebut juga Hidrogen sianida (HCN), biasanya terdapat dalam bentuk gas atau larutan dan terdapat pula dalam bentuk garam-garam alkali seperti potasium sianida. Sifat-sifat HCN murni mempunyai sifat tidak berwarna, mudah menguap pada suhu kamar dan mempunyai bau khas. HCN mempunyai berat molekul yang ringan, sukar terionisasi, mudah berdifusi dan lekas diserap melalui paru-paru, saluran cerna dan kulit (Dep Kes RI, 1987).Asam sianida dibentuk secara enzimatis dari dua senyawa prekursor (pembentuk racun) yaitu linamarin dan mertil linamarin. Linamarin dan mertil linamarin akan bereaksi dengan enzim linamarase dari oksigen dari lingkungan yang kemudian mengubahnya menjadi glukosa, aseton dan asam sianida. Asam sianida bersifat cair, tidak berwarna dan larut dalam air. Didalam air, asam sianida akan terurai menjadi ammonium formiat dan zat- zat amorf yang tak larut dalam air. Oleh karenanya, salah satu cara untuk mengurangi kadar asam sianida dalam bahan pangan perlu dilakukan perendaman atau pencucian.Pelepasan asam sianida pada tanaman merupakan proteksi tanaman terhadap gangguan/kerusakan. Asam sianida hanya dilepaskan apabila tanaman terluka. Tahap pertama dari proses degradasi adalah lepasnya molekul gula (glukosa) yang dikatalis oleh enzim glukosidase. Sianohidrin yang dihasilkan bisa berdissosiasi secara nonenzimatis untuk melepaskan asm sianida dan sebuah aldehid atau keton, namun pada tanaman reaksi ini biasanya dikatalis oleh enzim. Jika sianida sudah masuk ke dalam tubuh, efek negatifnya sukar diatasi.Praktikum kali ini mencoba menganalisa kadar asam siandia (HCN) dalam berbagai macam bahan pangan. Uji yang dilakukan terdiri dari dua jenis, yaitu uji kuantitatif dan uji kualitatif. 5.1. Uji KualitatifUji kualitatif dilakukan terhadap sampel pete, daun singkong, jengkol, picung, dan jengkol. Prinsip penentuan kadar HCN secara kualitatif sendiri yaitu dimana keberadaan HCN dideteksi oleh asam pikrat jenuh dan Na2CO3 membentuk kompleks dan berwarna merah. Sampel yang akan diuji dihaluskan terlebih dahulu dengan menggunakan blender. Hal ini bertujuan untuk mengeluarkan asam sianida yang terdapat dalam bahan. Sampel lalu ditimbang sebanyak 20 gram dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Asam tartat 5 % ditambahkan ke dalam erlenmeyer sebanyak 10 ml. Fungsi dari asam tartrat ini adalah untuk mengekstrak HCN agar lebih mudah untuk diuji. Penambahan asam tartat akan menghasilkan gas HCN, hal ini disebabkan oleh hidrogen dari asam tartarat (H2.C4H4O6) beraksi dengan ion CN- yang terlarut dalama air sehingga dihasilkanlah uap HCN. Reaksi yang berlangsung adalah 2CN- + 2H 2HCNKertas saring lalu digantungkan pada leher erlenmeyer tanpa menyentuh sampel, erlenmeyer lalu ditutup dengan menggunakan alumunium foil. Kertas saring sebelum digantungkan dalam erlenmeyer harus dicelupkan ke dalam larutan asam pikrat jenuh, diangin-anginkan hingga kering, dan kemudian dibasahi dengan larutan Na2CO3 8%. Pencelupan kertas saring ke dalam asam pikrat jenuh dan Na2CO3 8% ini bertujuan agar kertas saring dapat bereaksi dengan HCN membentuk pikrosianat. Erlenmeyer yang telah berisi sampel dan kertas saring lalu dipanaskan pada pemanas air selama 15 menit pada suhu 50oC. Pemanasan ini berfungsi untuk menguapkan HCN agar dapat beraksi dengan asam pikrat jenuh dan Na2CO3 8% yang terdapat dalam kertas saring Perubahan warna pada kertas saring diamati, dimana kertas saring yang berubah warnanya menjadi merah menandakan bahwa sampel mengandung asam sianida. Hasil pengamatan yang diperoleh adalah Tabel 1. Hasil pengamatan analisis kualitatif HCNKelompokSampelHasil AnalisisKeterangan warna

1Petai+Merah (++)

2Picung+Merah (+)

3Daun Singkong+Merah (+++++)

4Jengkol+Merah (+)

5Leunca-Kuning

6Petai+Merah (++)

7Picung+Merah (+)

8Daun Singkong+Merah (+++++)

9Jengkol+Merah (+)

10Leunca-Kuning

Sumber: Dokumentasi Pribadi (2014)Berdasarkan hasil pengamatan, sampel yang positif mengandung asam sianida adalah daun singkong, jengkol, picung, dan petai, sedangkan pada sampel leunca tidak terdapat asam sianida. Warna merah yang terdapat pada kertas saring menunjukkan adanya reaksi antara HCN dengan larutan asam pikrat jenuh dan Na2CO3 tersebut membentuk asam pikrosianat. Sampel yang memiliki kandungan HCN terbesar adalah daun singkong, dan sampel yang mengandung HCN paling kecil adalah picung. Daun singkong mengandung racun yang dalam jumlah besar cukup berbahaya. Racun singkong yang selama ini kita kenal adalah Asam biru atau Asam sianida. Baik daun maupun umbinya mengandung suatu glikosida cyanogenik, artinya suatu ikatan organik yang dapat menghasilkan racun biru atau HCN yang bersifat sangat toksik (Sosrosoedirdjo, 1993).Besarnya racun dalam singkong setiap varietas tidak konstan dan dapat berubah. Hal ini disebabkan adanya beberapa faktor yang mempengaruhi, diantaranya keadaan iklim, keadaan tanah, cara pemupukan dan cara budidayanya.Sampel leunca mengandung hasil yang yang negatif karena senyawa yang terkandung dalam sampel leunca bukanlah senyawa berbahaya. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menilai gizi tanaman leunca. Spesies ini merupakan sayuran bergizi. Daunnya mengandung cukup banyak protein, asam amino, mineral termasuk kalsium, zat besi, fosfor, vitamin A dan C, lemak, serta metionin (Edmonds and Chewya, 1997).5.2. Uji KuantitatifAnalisa kuantitatif dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode langsung dan destilasi. Pengujian kuantitatif dilakukan bertujuan untuk mengetahui kadar HCN yang terkandung dalam beberapa sampel yang terindikasi mengandung senyawa HCN. Praktikum kali ini mencoba menghitung kadar HCN dalam sampel dengan menggunakan metode destilasiSampel yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 20 gram dalam labu didih. Aquades lalu ditambahkan ke dalam labu didih hingga semua sampel terendam. Larutan AgNO3 0,1 N ditambahkan 50 ml dan 1 ml HNO3 6 N. HNO3 berfungsi agar tercipta kondisi asam, karena dalam kondisi basa Fe3+ pada FAS akan terhidrolisis dan sebagai penstabil saat titrasi karena NH4CNS merupakan basa lemah. Larutan AgNO3 berfungsi untuk menangkap HCN. Reaksi yang terjadi adalah:HCN + AgNO3 AgCN + HNO3Alat destilasi lalu dinyalakan hingga tercapai volume destilat sebanyak 150 ml. Alat destilasi yang digunakan adalah destilasi uap, sehingga hasil yang akan digunakan merupakan uap dari sampel. Pipa panjang dalam rangkaian alat destilasi yang tegak keatas berfungsi untuk mengatur tekanan agar uap air mengalir tidak kembali lagi kesampel melainkan ke dalam tabung. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan tekanan dimana tekanan di lingkungan lebih besar dibandingkan tekanan ditabung. Bila tidak ada pipa ini saat sampel dilakukan pemanasan maka uap yang terkondesasi akan kembali lagi kesampelVolume destilat yang telah mencapai 150 ml lalu disaring ke dalam erlenmeyer dengan menggunakan kertas saring. Filtrat yang diperoleh lalu dipindahkan ke dalam labu ukur 500 ml, lalu ditambahkan aquades hingga tanda batas. Larutan yang terdapat dalam labu ukur lalu dipipet sebanyak 50 ml ke dalam erlenmeyer. Indikator FAS (Ferri Ammonium sulfat) ditambahkan sebanyak 1 ml ke dalam erlenmeyer yang berfungsi untuk mendeteksi kelebihan ion tiosianat. Larutan lalu dititrasi dengan NH4CNS hingga berwarna merah. Reaksi yang terjadi adalah NH4CNS (aq) + AgNO3 sisa (aq) AgCNS (s) + NH4NO3 (aq)Warna merah yang timbul ketika titik akhir titrasi, diakibatkan adannya ammonium ferisulfat yang bereaksi dengan NH4CNS membentuk senyawa Fe(CNS)2- yang membuat larutan berubah warna menjadi merah.Fe 3+ +CNS- FeCNS2- (merah)Kadar HCN dalam sampel dapat diketahui dari volume NH4CNS yang digunakan dalam tirtasi. Kadar HCN dalam sampel dapat dihitung dengan rumus

Berikut merupakan hasil pengamatan yang diperolehTabel 2. Hasil pengamatan analisis kuantitatif HCNKel.SampelBerat(mg)V titrasi(ml)Kadar HCN(%)Literatur(%)

1&6Pete20377,90,050,1210,1-0,5%

2&7Picung20122,03,50,02950,24-0,28%

3&8Daun Singkong20069,02,40,05910,011%

4&9Jengkol20073,20,050,12241-2%

5&10Leunca20134,24,30,008050,015%

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014)Sampel yang telah diuji menghasilkan hasil positif yang menunjukkan bahwa pada sampel mengandung asam sianida. Sampel leunca merupakan tanaman yang dapat menyebabkan keracunan baik disebabkan oleh buahnya maupun pada daunnya. Dimana pada daun leunca terdapat glikoalkaloid solanin sedangkan pada buahnya mengandung alkaloid yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil pengamatan, leunca mengandung kadar HCN yang paling rendah, yaitu sebesar 0,00805%. Hasil yang didapat sedikit berbeda dengan literature, dimana pada literatir kadar HCN leunca adalah 0,015 %Sampel yang mengandung kadar HCN paling tinggi berdasarkan percobaan adalaha sampel jengkol yang mengandung HCN sebesar 0,01224. Hal ini cukup sesuai karena berdasarkan literatur, jengkol mengandung kadar HCN paling tinggi dibanding sampel-sampel lainnya. Jengkol merupakan bahan pangan yang mengandung suatu senyawa yang termasuk senyawa sianida yang dinamakan dengan asam jengkolat.Asam jengkolat merupakan senyawa yang strukturnya mirip dengan asam amino namun tidak dapat dicerna. Apabila mengkonsumsi asam jengkolat atau asam sianida secara berlebihan maka akan menyebabkan gangguan kesehatan seperti sakit pinggang, nyeri perut, muntah, sakit ketika buang air kecil, buang air kecil beraroma jengkol dan bercampur darah serta gagal ginjal yang akut. Racun jengkol dapat dikurangi dengan cara perebusan, perendaman dengan air, atau membuang mata lembaganya karena kandungan racun terbesar ada pada bagian ini. Umumnya jengkol menghasilkan kadar HCN sebesar 1-2%

Gambar 1. Struktur Asam Jengkolat(sumber : wikipedia, 2008) Kadar HCN pada sampel pete adalah sebesar 0,121 %, sedangkan menurut literatur adalah 0,1%-0,5%. Hal ini menunjukkan bahwa hasil percobaan yang diperoleh sesuai dengan literatur yang ada. Picung berdasarkan pengamatan memiliki kadar HCN sebesar 0,0295%, hasil yang didapat lebih kecil dibandingkan dengan literatur dimana pada lileratur adalah sebesar 0,24%-0,28%. Asam sianida terdapat dalam semua bagian dari tanaman picung. Sianida merupakan racun yang paling cepat reaksinya dalam tubuh, sehingga pemakian picung haruslah berhati-hati. Kandungan tertinggi terdapat dalam biji, diikuti oleh buah, daun, batang dan akar.Hal ini dipengaruhi oleh kondisi tanah, musim dan struktur bijinya. Biji dengan struktur daging dan kulit yang keras mengandung sianida cukup tinggi yaitu rata-rata 2.000 ppm, sebaliknya biji dengan struktur daging dan kulit lunak mempunyai kandungan rata-rata 1000 ppm. Dalam pengupasan buah picung tua (kulit buah berwarna hijau kecoklatan dan keras), disarankan untuk memakai masker (penutup hidung) untuk menghindari bau yang menyengat dan dapat menyebabkan sakit kepala (pusing) sebagai akibat dari sianida. Biji picung sering dipakai sebagai bumbu dapur, namun biji picung sangat beracun jika dikonsumsi secara mentah karena mengandung asam sianida dalam konsentrasi tinggi. Efek samping memakan biji picung mentah adalah pusing, mabuk dan muntah).Biji picung juga sering dipakai sebagai racun untuk mata panah.Biji picung aman dikonsumsi jika sudah direbus dan direndam terlebih dahulu.Daun singkong yang diuji menghasilkan kadar HCN sebesar 0,0591 %. Hasil yang didapatkan saat praktikum lebih tinggi dibandingkan dengan literatur. Perbedaan tersebut dapat disebabkan karena tanaman singkong mengandung sianida yang bervariasi tergantung pada kondisi tanah, musim dan jenis tanamannya. Selain itu dapat disebabkan karena daun singkong yang dianalisis kebanyakan merupakan daun singkong muda, kandungan sianida pada daun singkong muda lebih tinggi dibandingkan dengan daun singkong tua. Menurut Sutrisno dan Keman (1981) kandungan sianida pada daun singkong muda berkisar antara 560-620 ppm, dan daun tua antara 400-530 ppm.Pemasakan yang sempurna untuk mengurangi kadar sianida dibutuhkan dalam beberapa jenis bahan pangan, selain itu menurut Irmansyah (2005)bahwa dengan cara merebus, mengupas, mengiris kecil-kecil, merendam dalamair, menjemur hingga kemudian dimasak adalah proses untuk mengurangi kadarHCN. Proses pencucian dalam air mengalir dan pemanasan yang cukup, sangatampuh untuk mencegah terbentuknya HCN yang beracun, pencucian efektif untuk mengurangi racun sianida karena asam sianida mudah terlepas ke dalam air rendaman, sementara cara pengeringan dapat menguapkan senyawa itu. Selain itu kadar HCN dapat dikurangi dengan cara fermentasi. Proses penjemuran sendiri pada sinar matahari dapat menguraikan HCN 80%. Pengupasan kulit perlu dilakukan karena justru dalam kulit ini terdapat HCN dengan konsentrasi mencapai 15 kali lebih besar dari konsentrasi HCN di dalam daging umbinya.

VI. PENUTUP

6.1. Kesimpulan1. Sampel dengan kadar HCN paling tinggi adalah jengkol dengan kadar HCN sebesar 0,1224%2. Sampel dengan kadar HCN paling rendah adalah leunca dengan kadar HCN sebesar 0,00805%.3. Hasil yang diperoleh sedikit berbeda dengan literatur, karena ketika proses destilasi selesai ada kemungkinan sampel tidak langsung dititrasi sehingga asam sianida ada yang menguap4. Kandungan HCN dalam bahan pangan dapat dikurangi dengan cara melakukan proses pemasakan pengupasan kulit, pembersihan bagian-bagian bahan pangan, dan fermentasi sebelum dilakukan pengonsumsian

6.2. Saran1. Praktikan melakukan praktikum dengan hati-hati agar praktikum dapat berjalan lancar2. Penambahan alat destilator sangat diharapkan demi terlaksananya praktikum yang lancar dan efisien

DAFTAR PUSTAKA

Khopkar, S. M. 2008. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press

Sosrosoedirdjo, R.S. 1993. Bercocok Tanam Ketela Pohon. CV Yasaguna, Jakarta.

Sudarmadji, Slamet, H.Bambang, Suhardi.2003. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.

Sutrisno, D dan S. Keman. 1981. Nilai makanan hijauan segar ketela pohon untuk ternak sapi dan kerbau. Pros. Seminar Penelitian Peternakan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.

Winarno, F.G. 2002. Kimia pangan dan gizi. Jakarta : Gramedia.