laporan antiseptikum

20
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM 5 ANTISEPTIK Disusun untuk memenuhi tugas kelompok praktikum Mata kuliah Praktek Farmakologi II Semester IV Disusun oleh : Kelompok 3 dan 4 ( Sesi 2 ) 1.Bayu Indra Gunawan ( 11080042 ) 5. Deddy Setiadi ( 11080006 ) 2.Dwi Nita Pangestika ( 11080043 ) 6. Erna Rahma Handayani ( 11080035 ) 3.Eka Nurjanah. ( 11080079 ) 7. Fardilia Ris Ayuningtias ( 11080065 ) 4.Fitri Aprilalita ( 11080012 ) KELAS IVA Dosen Pengampu : ANGGUN SETYA WIBAWA, S. Farm, Apt.

Upload: deddy-daendidtya-setiadi

Post on 22-Jan-2016

216 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Laporan Praktikum

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Antiseptikum

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM 5

ANTISEPTIK

Disusun untuk memenuhi tugas kelompok praktikum

Mata kuliah Praktek Farmakologi II

Semester IV

Disusun oleh :

Kelompok 3 dan 4 ( Sesi 2 )

1. Bayu Indra Gunawan ( 11080042 ) 5. Deddy Setiadi ( 11080006 )

2. Dwi Nita Pangestika ( 11080043 ) 6. Erna Rahma Handayani ( 11080035 )

3. Eka Nurjanah. ( 11080079 ) 7. Fardilia Ris Ayuningtias ( 11080065 )

4. Fitri Aprilalita ( 11080012 )

KELAS IVA

Dosen Pengampu :

ANGGUN SETYA WIBAWA, S. Farm, Apt.

PROGRAM STUDI D-III FARMASI

POLITEKNIK HARAPAN BERSAMA TEGAL

Jln. Dewi Sartika No. 71 Tegal

2013

Page 2: Laporan Antiseptikum

Praktikum 5

ANTISEPTIK

I. Tujuan

Untuk mengetahui efek salep Gentamisin, Kloramfenikol, &

Hidrokortison 2%.

Membandingkan daya antiseptik mana yang paling optimal.

II. Dasar Teori

Antiseptik adalah senyawa kimia yang digunakan untuk menghambat

pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme pada jaringan hidup,

mempunyai efek membatasi dan mencegah infeksi agar tidak menjadi lebih

parah. Antiseptik digunakan pada permukaan mukosa, kutan dan luka yang

terinfeksi. Antiseptika yang ideal adalah dapat menghambat dan merusak

sel-sel bakteri, spora bakteri jamur, virus dan protozoa, tanpa merusak

jaringan tubuh. (Siswandono dan Soekardjo, 2000)

Mekanisme kerja antiseptik sebagai berikut :

a.  Penginaktifan Enzim Tertentu

Penginaktifan enzim tertentu adalah mekanisme umum dari

senyawa antiseptika, seperti turunan aldehid, etilen oksida. Aldehida dan

etilen oksid bekerja dengan mengalkilasi secara langsung gugus nukleofil

seperti gugus-gugus amino, karboksil, hidroksil, fenol dan tiol dari protein

sel bakteri. (Siswandono dan Soekardjo, 2000)

b.  Denaturasi Protein

Turunan alkohol, turunan fenol bekerja sebagai antiseptik dengan

cara denaturasi dan koagulasi protein sel bakteri. Senyawa alkohol dapat

menimbulkan denaturasi protein sel bakteri dan proses tersebut

memerlukan air. Hal ini ditunjang oleh fakta bahwa alkohol absolut, yang

tidak mengandung air, mempunyai aktivitas antibakteri jauh lebih rendah

disbanding alkohol yang mengandung air. Selain itu turunan alkohol juga

menghambat sistem fosforilasi dan efeknya terlihat jelas pada

mitokondria, yaitu pada hubungan substrat – nikotinamid adenine

nukleotida (NAD). Turunan fenol berinteraksi dengan sel bakteri melalui

proses absorbsi yang melibatkan ikatan hidrogen. Pada kadar rendah

Page 3: Laporan Antiseptikum

terbentuk kompleks protein – fenol dengan ikatan yang lemah dan segera

mengalami peruraian, diikuti penetrasi fenol ke dalam sel menyebabkan

presipitasi serta denaturasi protein. Pada kadar tinggi fenol menyebabkan

koagulasi protein dan sel membran mengalami lisis. (Siswandono dan

Soekardjo, 2000)               

c. Mengubah Permeabilitas

Turunan fenol dapat mengubah permeabilitas membran sel bakteri,

sehingga menimbulkan kebocoran konstituen sel yang esensial dan

mengakibatkan bakteri mengalami kematian. (Siswandono dan

Soekardjo, 2000)

d. Interkalasi ke dalam ADN

Beberapa zat warna, seperti turunan trifenilmetan dan akridin,

bekerja sebagai antibakteri dengan mengikat secara kuat asam nukleat,

menghambat sintesis ADN dan menyebabkan perubahan kerangka

mutasi pada sintesis protein. Turunan trifenil metan seperti gentian violet

adalah kation aktif, dapat berkompetisi dengan ikatan hidrogen

membentuk kompleks yang tak terionisasi dengan gugus bermuatan

negatif dari konstituen sel, terjadi pemblokan proses biologis yang penting

untuk kehidupan bakteri sehingga bakteri mengalami kematian.

(Siswandono dan Soekardjo, 2000)

e.  Pembentukan Kelat

Beberapa turunan fenol seperti heksaklorofen dan oksikuinolin,

dapat membentuk kelat dengan ion Fe dan Cu, kemudian bentuk kelat

tersebut dialihkan ke dalam sel bakteri. Kadar yang tinggi dari ion-ion

logam di dalam sel menyebabkan gangguan fungsi enzim-enzim

sehingga mikroorganisme mengalami kematian. (Siswandono dan

Soekardjo, 2000)

Banyak zat kimia yang digolongkan sebagai antiseptik. Berikut

antiseptik yang umumnya digunakan :

1. Alkohol 60-90% ( etil, atau isopropil, atau ”methylated spirit” ).

2. Klorheksidin glukonat 2-4% ( Hibiclens, Hibiscrub, Hibitane ).

3. Klorheksidin glukomat dan setrimide, dalam berbagai konsetrasi (Savlon).

4. Yodium 3%, yodium dan produk alkohol berisi yodium atau tincture

(yodium tingtur).

5. Iodofor 7,5-10% berbagai konsentrasi ( Betadine atau Wescodyne ).

Page 4: Laporan Antiseptikum

6. Kloroksilenol 0,5-4% ( parakloro metaksilenol atau PCMX ) berbagai

konsentrasi ( Dettol ).

7. Triklosan 0,2-2%. (Syaifudin, 2005)

Dalam pemilihan suatu antiseptik, perlu diperhatikan karakteristik yang

diinginkan (misalnya absorpsi dan daya tahan), keamanan, efektivitas,

ketersediaan, penerimaan oleh staf dan yang terpenting biayanya. (Boyce

dan Pitter, 2002; Larson, 1995; Rutala, 1996)

Keuntungan dan kerugian antiseptik, sebagai berikut : 

a. Alkohol

Etil dan isopropil alkohol 60-90% merupakan antiseptik yang baik dan

mudah diperoleh serta murah. Sangat efektif dalam mengurangi

mikroorganisme di kulit. Juga efektif terhadap virus hepatitis dan HIV,

jangan dipakai untuk selaput lendir (misalnya di vagina), karena

alkohol mengeringkan dan mengiritasi selaput lendir dan kemudian

merangsang pertumbuhan mikroorganisme.

Menurut Larson (1995) alkohol merupakan salah satu antiseptik

paling aman. Etil atau isopropil alkohol 60-70% efektif dan

pengeringan kulit kurang pada konsentrasi lebih tinggi, lebih murah

dari yang konsentrasi lebih tinggi. Karena pengeringan pada kulit

kurang, etil alkohol lebih sering digunakan pada kulit.

Ethyl alkohol merupakan suatu jenis antiseptik potensi rendah

namun dengan khasiat moderat, serta bersifat bakterisidal terhadap

banyak bakteri. Pada kulit, ethyl alkohol 70% dapat membunuh sekitar

90% bakteri kutaneus hanya dalam jangka waktu 2 menit, dan area

tempat aplikasi dapat tetap lembab. Lebih dari 75% bakteri kutaneus

mati apabila ethyl alkohol diusapkan sekali dengan menggunakan

spons yang diikuti oleh evaporasi larutan residual. Isopropyl alkohol

memiliki aktivitas bakterisidal yang sedikit lebih besar dari ethyl

alkohol karena zat ini dapat memberikan depresi yang lebih besar

terhadap tegangan permukaan.

1. Keuntungan :

- Cepat membunuh jamur dan bakteri termasuk mikrobakteri;

isopropil alkohol membunuh sebagian besar virus, termasuk HBV

dan HIV; etil alkohol membunuh semua jenis virus.

- Walaupun alkohol tidak mempunyai efek membunuh yang

persisten, pengurangan cepat mikroorganisme di kulit, melindungi

Page 5: Laporan Antiseptikum

organisme tumbuh kembali bahkan di bawah sarung tangan

selama beberapa jam.

- Relatif murah dan tersedia di mana-mana.

2. Kerugian :

- Memerlukan emulien (misalnya gliserin dan atau propilenglikol)

untuk mencegah pengeringan kulit.

- Mudah pengeringan kulit.

- Mudah diinaktivasi oleh bahan-bahan organik.

- Mudah terbakar sehingga perlu disimpan di tempat dingin atau

berventilasi baik.

- Merusak karet atau lateks.

- Tidak dapat dipakai sebagai bahan pembersih. (Syaifudin, 2005)

b. Klorheksidin Glukonat (CHG)

Klorheksidin glukonat adalah antiseptik yang sangat baik. Ia tetap aktif

terhadap mikroorganisme di kulit beberapa jam sesudah pemberian

dan aman bahkan untuk bayi dan anak. Karena klorheksidin glukonat

diinaktivasi oleh sabun, aktivitas residualnya bergantung pada

konsentrasinya. Konsentrasi 2-4% merupakan yang dianjurkan.

Formulasi baru 2% dalam air dan 1% klorheksidin tanpa air, dicampur

alkohol juga efektif.

Chlorhexidine (Hibclens) merupakan larutan chlorophenol

biguanide yang tidak berwarna, dan dapat merusak membran sel

bakteri dan sangat efektif dalam mengatasi bakteri Gram positif dan

negatif. Zat ini dapat bertahan pada kulit sehingga dapat memberikan

perlindungan antibakteri yang berkelanjutan. Apabila digunakan

sebagai zat cuci tangan atau penggosok operasi, maka chlorhexidine

2% dapat menurunkan jumlah bakteri kutaneus yang jauh lebih besar

dari povidone-iodine maupun hexachlorophene, dan zat ini memiliki

efek persisten yang sama besarnya bahkan jauh lebih besar dari

hexachlorophene. Chlorhexidine 2% lebih superior dari povidone-

iodine dalam mencegah infeksi aliran darah yang berhubungan

dengan penggunaan kateter invasif intravaskuler. Bebat yang

menggunakan chlorhexidine dapat menurunkan resiko kolonisasi pada

kateter epidural. Chlorhexidine paling sering dioleskan pada kulit

dokter bedah dan pasien sebelum melakukan operasi. Zat ini dapat

digunakan untuk mengatasi infeksi superfisial yang disebabkan oleh

Page 6: Laporan Antiseptikum

bakteri Gram positif dan untuk mendisinfeksi luka. Sebagai suatu

antiseptik, chlorhexidine memiliki onset aksi yang cepat, berikatan

kuat dengan kulit, memiliki potensi yang lebih sedikit dalam

menimbulkan sensitivitas kontak dan fotosensitivitas, serta lebih sukar

diserap oleh kulit tubuh. Larutan chlorhexidine yang menggunakan

bahan dasar alkohol tidak boleh dimasukan pada mata (menyebabkan

kebutaan) ataupun telinga tengah (ketulian).

1. Keuntungan :

- Antimikrobial spektrum luas.

- Secara kimiawi aktif paling sedikit 6 jam.

- Perlindungan kimiawi (jumlah mikroorganisme terhalang)

meningkat dengan penggunaan ulang.

- Pengaruh material organik minimal.

- Tersedia produk komersial, yang umum adalah dicampur dengan

deterjen dan alkohol.

2. Kerugian :

- Mahal dan tidak selalu tersedia.

- Efek dikurangi atau dinetrelisasi oleh sabun, air ledeng, dan

beberapa krim tangan.

- Tidak efektif terhadap basil TBC, baik dan efektif melawan jamur.

- Tidak dapat dipakai pada pH > 8 karena mengalami dekomposisi.

- Hindari kontak dengan mata, karena dapat mengakibatkan

konjungtivitas. (Syaifudin, 2005)

c. Larutan Yodium dan Iodofor

Larutan yodium 3% sangat efektif dan tersedia dalam bentuk cair

(lugol) dan tinktur (yodium dalam alkohol 70%). Iodofor 7,5-10%

adalah larutan yodium dicampur dengan Polivinil Pirolidon (Providon)

yang mengeluarkan yodium jumlah kecil. PVI adalah iodofor yang

umum dan tersedia di mana-mana.

Sejumlah yodium “bebas” menunjukkan tingkat aktivitas anti

mikrobial iodofor (misalnya 10% povidon iodin berisi 1% iodin,

menghasilkan konsentrasil “bebas” iodin dari 1 ppm (0,0001%).

Iodofor mempunyai aktivitas spektrum yang luas. Ia membunuh

bakteria vagetatif, virus mikrobakteria, dan jamur. Namun, ia

memerlukan waktu 2 menit untuk mengeluarkan yodium bebas yang

merupakan bahan kimiawi aktif. Sejak mengeluarkan yodium bebas, ia

Page 7: Laporan Antiseptikum

mempunyai efek membunuh yang cepat. Akhirnya, iodofor umumnya

nontoksik dan non-iritatif pada kulit dan selaput lendir, kecuali jika

pasiennya alergi terhadap yodium. (Anderson, 1989)

Iodine merupakan antiseptik yang memiliki onset kerja yang

sangat cepat, terutama bila tidak terdapat material organik, serta

dapat membunuh bakteri, virus, dan spora. Sebagai contoh, pada

kulit, tinktur iodine 1% dapat membunuh 90% bakteri dalam waktu 90

detik, sedangkan larutan tinktur 5% dapat melakukan aksi seperti itu

hanya dalam waktu 60 detik. Apabila terdapat material organik, maka

iodine akan berikatan secara kovalen, sehingga dapat menghilangkan

efeknya untuk sementara. Meskipun begitu, preparat komersial dari

zat ini mengandung iodine dalam jumlah banyak, sehingga efeknya

tidak lagi terpengaruh oleh material organik. Toksisitas lokal iodine

sangat rendah, dengan insidensi kutaneus terbakar hanya bisa terjadi

bila konsentrasi zat >7%. Pada kondisi yang langka, seorang individu

bisa saja alergi terhadap iodine dan bereaksi terhadap aplikasi topikal.

Reaksi alergi biasanya bermanifestasi dalam bentuk demam dan

erupsi kulit generalisata.

Fungsi paling penting dari iodine adalah disinfeksi kulit, di mana

fungsi ini lebih superior bila dibandingkan dengan antiseptik lain.

Untuk kegunaan ini, sebaiknya digunakan preparat tinktur iodine

karena alkohol dapat mempermudah penyebaran dan penetrasi

iodine. Iodine juga dapat digunakan untuk terapi luka dan abrasi.

Pengolesan larutan akua iodone 0,5% hingga 1% pada jaringan yang

terabrasi tidak akan menimbulkan iritasi yang separah penggunaan

tinktur. Yodium menewaskan semua patogen utama berikut spora-

sporanya, yang sulit diatasi oleh disinfektan dan antiseptik lain.

Beberapa orang alergi terhadap yodium. Tanda alergi yodium adalah

ruam kulit kemerahan, panas, bengkak dan terasa gatal.

Iodophor merupakan suatu elemen iodine yang berikatan

kompleks secara longgar dengan bahan organik sehingga

kelarutannya semakin besar dan dapat mengalami proses pelepasan

zat secara bertahap. Iodophor yang paling sering digunakan adalan

povidone-iodine, dimana zat organik bahan ini adalah molekul

polyvinylpyrrolidone. Larutan pivdone iodine 10% mengandung 1%

iodine, namun konsentrasi iodine bebas-nya < 1 ppm. Konsentrasi

seperti itu sangat sedikit. Karena konsentrasinya rendah, maka aksi

Page 8: Laporan Antiseptikum

bakterisidalnya secara langsung jauh lebih moderat bila dibandingkan

dengan larutan iodine.

Iodophor memiliki spektrum antimikrobial yang luas dan sering

digunakan sebagai bahan cuci tangan, termasuk penggosok dalam

proses pembedahan.; zat ini dapat dioleskan sebelum proses

pembedahan dimulai atau sebelum melakukan penusukan jarum.

Suatu bahan penggosok bedah standar berupa larutan povidone-

iodine 10% (Betadine) dapat menurunkan populasi bakteri kutaneus

hingga > 90%, namun bakteri tersebut dapat kembali ke jumlah

normal setelah 6 hingga 8 jam. Jika dibandingkan dengan povidone-

iodine, disinfektan iodophor yang mengandung isopropyl alkohol

(DuraPrep) justru jauh lebih efektif dalam menurunkan kultur kulit yang

positif sekaligus dalam menghambat pertumbuhan bakteri dan

kolonisasi di kateter epidural.

1. Keuntungan :

- Efek antimokrobial spektrum luas.

- Preparat yodium cair murah, efektif, dan tersedia di mana-mana.

- Tidak mengiritasi kulit atau selaput lendir, dan ideal untuk

pembersihan vaginal.

- Larutan 3% tidak menodai kulit.

2. Kerugian :

- Efek antimikrobial lambat atau perlahan.

- Iodofor mempunyai efek residual yang kecil.

- Cepat diinaktivasi oleh material organik seperti darah atau dahak.

- Yodium tinktur atau cairan dapat mengiritasi kulit dan harus

dibersihkan dari kulit sesudah kering (pakai alkohol).

- Absorpsi yodium bebas melalui kulit dan selaput lendir dapat

mengakibatkan hiptiroidisma pada bayi baru lahir. Oleh karena itu

batasi pemakaiannya. (Newman, 1989)

- Reaksi alergi terhadap iodin dan iodofor dapat terjadi, jadi cek

riwayat alergi. (Syaifudin, 2005)

d. Kloroheksilenol

Kloroheksilenol (para-kloro-metaksilenol atau PCMX) adalah devisi

halogen dari silenol yang luas tersedia dalam konsentrasi 0,5-4%.

Kloroheksilenol memecahkan mikroorganisme dengan memecah

dinding sel. Hal ini merupakan penghapus kuman yang beraktivitas

Page 9: Laporan Antiseptikum

rendah (Fevero, 1985) dibandingkan dengan alkohol, yodium, iodofor

dan kurang efektif dalam menurunkan flora kulit daripada CHG atau

iodofor (Sheen dan Stiles, 1982). Karena ia menembus kulit, dapat

beracun jika dioleskan pada beberapa bagian dari tubuh, dan tidak

boleh digunakan pada bayi. Meskipun, produk komersil dengan

kloroheksilenol dengan konsentrasi di atas 4% tidak boleh digunakan.

1. Keuntungan :

- Aktivitas bersepektrum luas.

- Hanya sedikit efeknya terhadap materi organik.

- Efek residu tahan sampai beberapa jam.

- Minimal efek oleh bahan organik.

2. Kerugian :

- Diinaktivasi oleh sabun (surfaktan nonionik), penggunaan untuk

persiapan kulit berkurang.

- Tidak boleh digunakan pada bayi baru lahir, karena dapat

menyerap dengan cepat dan potensial meracuni. (Syaifudin, 2005)

e. Triklosan

Triklosan adalah subtansi tidak berwarna yang terdapat dalam sabun

sebagai antimikrobial. Konsentrasi 0,2-2,0% mempunyai aktivitas

antimikrobial sedang terhadap koki gram positif, mikobakteria dan

jamur, tapi tidak terhadap baksil gram negatif, khususnya P.

aeruginosa (Larson 1995). Meskipun perhatian ditujukan pada

resistensi terhadap bahan ini bisa berkembang lebih siap dari bahan

antiseptik lain, resistensi pada flora kulit tidak ditemukan penelitian

klinis sampai saat ini.

1. Keuntungan :

- Aktivitas berspektrum luas.

- Persistensi sangat bagus.

- Sedikit efeknya oleh bahan organik.

2. Kerugian :

- Tidak ada efeknya terhadap P. aeruginosa atau baksil gram negatif

lain.

- Bakteriostatik (hanya mencegah pertumbuhan). (Syaifudin, 2005)

Page 10: Laporan Antiseptikum

EFEKTIVITAS ANTISEPTIK

Efektifitas antiseptik berdasarkan keuntungan, kerugian, aktivitas

mikrobiologi dan kegunaan potensial yang telah diuraikan di atas.

a. Alkohol

1. Efektif :

- Kecepatan membunuh bakteri 10-15 menit. (Imbang Dwi, 2009)

- Sangat efektif dalam mengurangi mikroorganisme di kulit, virus

hepatitis dan HIV.

- Menurut Larson (1995) alkohol merupakan salah satu antiseptik

paling aman. Etil atau isopropil alkohol 60-70% efektif dan

pengeringan kulit kurang pada konsentrasi lebih tinggi.

2. Tidak Efektif :

- Memerlukan emulien (misalnya gliserin dan atau propilenglikol)

untuk mencegah pengeringan kulit.

- Mudah pengeringan kulit.

- Mudah diinaktivasi oleh bahan-bahan organik.

- Tidak dapat dipakai sebagai bahan pembersih.

b. Savlon (Klorheksidin Glukonat) 

1. Efektif :

- Kecepatan membunuh bakteri 20-30 menit. (Imbang Dwi, 2009)

- Klorheksidin glukonat tetap aktif terhadap mikroorganisme di kulit

beberapa jam sesudah pemberian.

- Aman untuk bayi dan anak.

2. Tidak efektif :

- Efek dikurangi atau dinetrelisasi oleh sabun, air ledeng, dan

beberapa krim tangan.

- Tidak efektif terhadap basil TBC, baik dan efektif melawan jamur.

- Tidak dapat dipakai pada pH > 8 karena mengalami dekomposisi.

c. Betadine (Yodium dan Iodofor)

1. Efektif :

- Kecepatan membunuh bakteri 10-20 menit. (Imbang Dwi, 2009)

- Sejumlah yodium “bebas” menunjukkan tingkat aktivitas anti

mikrobial iodofor (misalnya 10% povidon iodin berisi 1% iodin,

menghasilkan konsentrasil “bebas” iodin dari 1 ppm (0,0001%).

(Anderson, 1989)

- Iodofor mempunyai aktivitas spektrum yang luas.

Page 11: Laporan Antiseptikum

- Membunuh bakteria vagetatif, virus mikrobakteria, dan jamur.

2. Tidak efektif

- Absorpsi yodium bebas melalui kulit dan selaput lendir dapat

mengakibatkan hiptiroidisma pada bayi baru lahir. Oleh karena itu

batasi pemakaiannya. (Newman, 1989)

- Reaksi alergi terhadap iodin dan iodofor dapat terjadi, jadi cek

riwayat alergi.

Maka perpaduan antiseptik antara alkohol-betadine dengan savlon-

betadine lebih efektif alkohol-betadine karena kedua antiseptik salvon dan

betadine masih ada keterkaitan dengan alkohol, misalnya :

1. Pada keuntungan salvon : Tersedia produk komersial, yang umum adalah

dicampur dengan deterjen dan alkohol.

2. Pada kerugian betadine : Yodium tinktur atau cairan dapat mengiritasi

kulit dan harus dibersihkan dari kulit sesudah kering (pakai alkohol).

Sedangkan pada segi kecepatan membunuh bakteri :

a. Alkohol-Betadine

Aktivitas mikrobiologis dan kegunaan potensial melawan bakteri

(tindakan kecepatan) relatif tergolong cepat (alkohol) dan sedang

(betadine).

b. Salvon-Betadine

Aktivitas mikrobiologis dan kegunaan potensial melawan bakteri (tindakan

kecepatan) relatif tergolong sedang (salvon) dan sedang (betadine).

Dari segi kecepatan membunuh bakteri dapat disimpulkan bahwa

antiseptik alkohol-betadine lebih cepat daripada salvon-betadine.

III. Alat dan Bahan

a. Alat : b. Bahan :

- Pisau cukur - Alkohol 70%

- Timbangan - Kapas

- Gunting - Perban

- Jarum pentul - Plester

- Betadine

- Larutan agar

- Salep Gentamisin

- Salep Kloramfenikol

- Salep Hidrokortison

Page 12: Laporan Antiseptikum

IV. Cara Kerja

V. Hasil Pengamatan

TABEL PENGAMATAN KONDISI LUKA KELINCI

HariKelinci I Kelinci II Kelinci III

(Gentamisin) (Kloramfenikol)(Hidrokortison

asetat)0 – 1 Agak kering, merah Agak kering, merah Basah

1 – 3 Agak kering, merah pudar Kering Kering

3 – 5 Kering Ada perubahan Ada perubahan

5 – 7 Tahap penyembuhan Tahap penyembuhan Tahap penyembuhan

Mencukur rambut kelinci pada posisi punggung ( 2 x 2 – 3 x 3 cm )

Mengoleskan alkohol 70% menggunakan kapas pada daerah yang dicukur

Menyayat kulit kelinci menggunakan mata pisau/ silet

dengan posisi luka sayatan miring

Ditusuk melingkar menggunakan jarum pentul yang

sudah disterilkan dengan alkohol

Mengambil gerusan agar dan dioleskan pada kulit yang luka

Mengoleskan dengan Betadine di sekitar sayatan luka

Tutup menggunakan perban (kassa steril) & tunggu selama 1 hari

Membuka plester & amati kondisi luka (basah/ kering), jika sudah

kering dapat dioleskan salep

Menutup kembali dengan perban baru & mengamatinya tiap 2 hari sekali

Setelah 2-3 hari (luka mengering), bersihkan menggunakan kapas

yang dibasahi dengan alkohol & tambahkan lagi Betadine + salep

Page 13: Laporan Antiseptikum

VI. Pembahasan

Praktikum ke-5 ini berhubungan dengan antiseptik atau senyawa kimia

yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan atau membunuh

mikroorganisme pada jaringan hidup, mempunyai efek membatasi dan

mencegah infeksi agar tidak menjadi lebih parah. Adapun tujuan praktikum

ini ialah untuk mengetahui efek salep Gentamisin, Kloramfenikol, &

Hidrokortison asetat 2% serta membandingkan daya antiseptik mana yang

paling optimal terhadap proses penyembuhan luka sayatan pada hewan uji

kelinci.

Pengolesan dengan alkohol 70% menggunakan kapas pada daerah

yang dicukur bertujuan untuk mengurangi jumlah mikroorganisme di kulit.

Sementara penyayatan luka dengan posisi miring & pemberian Betadine di

sekitar sayatan luka dimaksudkan untuk membatasi dan mencegah infeksi

agar tidak menjadi lebih parah. Sumber mikroorganisme yang digunakan

sebagai pencetus infeksi berasal dari kultur mikroba pada medium agar datar

yang telah disimpan selama 5 hari.

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan oleh kelompok

praktikan (Kelompok 5 & 6), menunjukkan pada hari ke-1 kondisi luka masih

basah. Keadaan ini dapat disebabkan karena adanya kontak dengan air

pada area yang mengalami luka, karena air dapat membuat luka lama kering

dan memperlambat kesembuhan. Luka kering tampak pada hari ke-3 &

tahap penyembuhan dimulai pada hari ke-7 kondisi luka sudah tertutup, agak

kering & berwarna merah.

Beralih pada hasil pengamatan kelompok lain, yaitu menggunakan

salep Gentamisin diperoleh data bahwa pada hari ke-1, Tidak ditemukan

luka yang masih basah, semacam keluarnya getah timun dari daerah

sayatan. Di hari ke 3, kondisi luka masih belum sepenuhnya kering kendati

sudah lebih tertutup dari pengamatan yang dilakukan sebelumnya (pada hari

ke-1). Hanya saja terjadi perubahan warna pada luka dari merah menjadi

merah pudar. Namun karena kondisi luka yang belum kering sempurna &

demi mencegah kemungkinan terbukanya luka akibat faktor intern

(misalnya : pergerakan hiperaktif hewan uji kelinci) & ekstern (misalnya :

adanya kontak dengan zat cair), maka pengolesan salep Gentamisin baru

dilakukan pada hari ke-5 saat daerah luka sudah benar-benar kering. Di hari

terakhir pengamatan (hari ke-7), kondisi luka sudah terbebas dari koreng/

luka yang mengering. Ini disebut sebagai tahap penyembuhan. Hal ini

Page 14: Laporan Antiseptikum

ditandai dengan telah mengelupasnya lapisan epidermis/ sel kulit mati dan

keseragaman warna antara daerah bekas luka dengan daerah di sekitarnya.

Pada tahapan ini, pemberian olesan salep Gentamisin sudah tidak

dibutuhkan lagi di daerah bekas luka.

Sementara untuk data pengobatan dengan pemberian salep

Kloramfenikol. Pengobatan luka dengan salep Kloramfenikol menunjukkan

hasil yang hampir mirip dengan salep Gentamisin. Hanya saja kondisi luka

kering terjadi lebih cepat, yaitu pada hari ke-3. tahap penyembuhan terjadi

pada hari terakhir pengamatan (hari ke-7).

VII. Kesimpulan

1) Tahap penyembuhan terjadi pada hari ke-7 pada semua pengobatan

dengan menggunakan ketiga jenis salep (Gentamisin, Kloramfenikol &

Hidrokortison).

2) Ketiga jenis antibiotik yang digunakan pada praktikum ini menunjukkan

daya antiseptik yang relatif sama optimalnya.

VIII. Daftar Pustaka

Saifuddin. 2005. Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas Pelayanan

Kesehatan dengan Sumber Daya Terbatas. Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo : Jakarta.

Siswandono dan Soekardjo, B. 2000. Kimia Medisinal. Airlangga University

Press : Surabaya.