laporan akuntabilitas kinerja instansi · pdf filelaporan akuntabilitas kinerja instansi...
TRANSCRIPT
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH
TAHUN 2011
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL PUSAT TEKNOLOGI LIMBAH RADIOAKTIF KAWASAN PUSPIPTEK, SERPONG TANGERANG
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2011 PTLR i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ………………………………...…………..…….……………………......... i
IKHTISAR EKSEKUTIF …….………………..…………………………………............ ii
BAB I. PENDAHULUAN ... …………………………...…….……………….......... 1
1.1. Latar Belakang ………………………….……..…....…………..….......... 1
1.2. Kedududkan, Tugas Pokok.....................................................….…............ 1
1.3. Struktur Organisasi PTLR...............….....…..…..………….…….……...... 2
1.4. Analisis Lingkungan Strategis….......……..….…………………....…....... 4
1.4.1. Aspek Sumber Daya Manusia....……...…….…...…........................ 4
1.4.2. Aspek Fasilitas Utama dan Fasilitas Penunjang....…........................ 5
1.4.3. Aspek Sumber Daya Keuangan..……………….…......................... 6
BAB II. PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KERJA ………............................... 7
2.1. Umum ……………………...……………….………....…………..…....... 7
2.2. Visi, Misi, Tujuan, Sasaran, dan Indikator Kinerja Utama …….…........... 8
2.2.1. Visi …........…………...…….………….……………….…....….... 8
2.2.2. Misi …………….…...…….………….……………….…...…....... 8
2.2.3. Tujuan ……………………...…..…….……………….…...…....... 8
2.2.4. Sasaran Strategis………....…...……..….……………….…...…..... 8
2.2.5. Indikator Kinerja Utama...…...……..….……………….…...…...... 8
2.3. Arah Kebijakan ………....................….....…..….………….…….……..... 9
2.4. Program dan Kegiatan PTLR...….......……..….…………………....…...... 10
2.5. Penetapan Kinerja PTLR Tahun 2011...…...……..….………….….…...... 11
BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA ……………………………...…................. 13
3.1. Metodologi Pengukuran Kinerja Tahun 2011…………………................. 13
3.2. Pengukuran Capaian Kinerja Tahun 2011………......…………................. 13
3.3. Analisis Capaian Kinerja PTLR Tahun 2011………………….................. 14
3.4. Akuntabilitas Keuangan.............................................................................. 32
BAB IV. PENUTUP ……………………………………………………......................... 35
Lampiran :
1. Pengukuran Kinerja PTLR Tahun 2011.
2. Daftar Publikasi Ilmiah Nasional PTLR Tahun 2011.
3. 4 Publikasi ilmiah internasional.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2011 PTLR ii
IKHTISAR EKSEKUTIF
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR) mempunyai Visi untuk menjadi sentra
nasional pengembangan teknologi dan layanan pengelolaan limbah radioaktif, keselamatan
lingkungan dan radioekologi kelautan yang handal.
Sesuai dengan Visi dan Misi yang dituangkan dalam Renstra PTLR 2010-2014,
PTLR mempunyai tujuan strategis yaitu :
1. Peningkatan kemampuan litbangrap teknologi pengelolaan limbah radioaktif,
dekontaminasi dan dekomisioning, keselamatan lingkungan serta radioekologi kelautan
termasuk aplikasi teknik nuklir dalam bidang kelautan.
2. Peningkatan layanan pengelolaan limbah radioaktif yang memenuhi kepuasan
pelanggan.
3. Penyediaan layanan dekontaminasi dan dekomisioning fasilitas nuklir.
4. Peningkatan layanan dan kendali keselamatan radiasi dan radioaktivitas lingkungan serta
pengelolaan data dosis radiasi personil
Tujuan tersebut dijabarkan ke dalam Sasaran Strategis , yaitu “ Diperoleh hasil
litbang teknologi pengelolaan limbah radioaktif dan lingkungan “ dengan Indikator Kinerja
Utama (IKU) sebagai berikut :
1. Jumlah prototipe fasilitas demo disposal limbah aktivitas rendah di kawasan nuklir Serpong 2. Jumlah dokumen teknis desain konseptual instalasi pengolahan limbah cair dan padat yang
ditimbulkan dari operasi PLTN
3. Jumlah dokumen teknis konsep desain laboratorium radioekologi kelautan di Bangka Belitung 4. Jumlah paket teknologi sitem monitoring lingkungan Kawasan Nuklir Serpong secara kontinyu 5. Jumlah jasa layanan proses pengolahan limbah radioaktif cair dan padat 6. Jumlah publikasi ilmiah nasional dan internasional hasil litbang pengelolaan limbah
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) PTLR tahun 2011
disusun berdasarkan Tujuan dan Sasaran Strategis tersebut diatas, dengan menyajikan
keberhasilan dan kegagalan dalam pencapaiannya sesuai dengan target yang telah
ditetapkan. Capaian dari Sasaran Strategis adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Capaian Sasaran Strategis Tahun 2011
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Utama Target Realisasi %
(1) (2) (3) (4) (5)
Diperoleh hasil
litbang teknologi
pengelolaan limbah
radioaktif dan
lingkungan
Jumlah prototipe fasilitas demo disposal
limbah aktivitas rendah di kawasan
nuklir Serpong
1 Dokumen
Teknis
1 Dokumen
Teknis 100 %
Jumlah dokumen teknis desain
konseptual instalasi pengolahan limbah
radioaktif cair dan padat yang
ditimbulkan dari operasi PLTN
1 Dokumen
Teknis
1 Dokumen
Teknis 100 %
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2011 PTLR iii
Jumlah dokumen teknis konsep desain
laboratorium radioekologi kelautan di
Bangka Belitung
1 Dokumen
Teknis
1 Dokumen
Teknis 100 %
Jumlah paket teknologi sitem
monitoring lingkungan Kawasan Nuklir
Serpong secara kontinyu
1 Dokumen
Teknis
1 Dokumen
Teknis 95 %
Jumlah jasa layanan proses pengolahan
limbah radioaktif cair dan padat 1 paket 1 paket 100%
Jumlah publikasi ilmiah nasional dan
internasional hasil litbang pengelolaan
limbah 4 Publikasi 4 publikasi 100 %
Berdasarkan Tabel diatas, dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Untuk capaian IKU Jumlah prototipe fasilitas demo disposal limbah aktivitas rendah di kawasan
nuklir Serpong yang ditargetkan pada tahun 2014, dicapai secara bertahap melalui pelaksanaan
kegiatan litbang di bidang teknologi penyimpanan lestari dan pada tahun 2011 menghasilkan
satu Dokumen Teknis Tapak dan Konsep Desain Keselamatan Fasilitas Disposal Limbah
Radioaktif.
2. Untuk capaian IKU Jumlah dokumen teknis desain konseptual instalasi pengolahan
limbah radioaktif cair dan padat yang ditimbulkan dari operasi PLTN yang ditargetkan
pada tahun 2014, dicapai secara bertahap melalui pelaksanaan kegiatan litbang di bidang
teknologi pengolahan limbah dekontaminasi dan dekomisioning dan pada tahun 2011
menghasilkan satu Dokumen Teknis Proses pengolahan limbah radioaktif cair dan padat
yang ditimbulkan dari operasi PLTN.
3. Untuk capaian IKU Jumlah dokumen teknis konsep desain laboratorium radioekologi
kelautan di Bangka Belitung yang ditargetkan pada tahun 2014, dicapai secara bertahap
melalui pelaksanaan kegiatan litbang di bidang radioekologi kelautan dan pada tahun
2011 menghasilkan satu Dokumen Teknis baseline data radioekologi kelautan di Bangka
Barat, Bangka Belitung.
4. Untuk mencapai IKU Jumlah paket teknologi sitem monitoring lingkungan Kawasan
Nuklir Serpong secara kontinyu, yang juga ditargetkan pada tahun 2014, dicapai secara
bertahap melalui pelaksanaan kegiatan litbang di bidang keselamatan dan lingkungan
dan pada tahun 2011 menghasilkan satu Dokumen Teknis Sistem Proteksi Radiasi
Reaktor Riset dan PLTN.
Dokumen teknis yang diperoleh dalam uraian nomor1-4 tersebut diatas merupakan
target yang dicapai oleh PTLR pada tahun 2011 sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam
Renstra PTLR 2010-2014.
5. Jumlah publikasi ilmiah internasional yang ditargetkan sejumlah 4 publikasi pada tahun
2011 dapat direalisaikan sesuai rencana, disamping itu, juga jumlah publikasi nasional
sejumlah 30 publikasi.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2011 PTLR iv
Berdasarkan hasil evaluasi kinerja PTLR dapat diambil kesimpulan bahwa Sasaran
Strategis PTLR yaitu “ Diperoleh hasil litbang teknologi pengelolaan limbah radioaktif dan
lingkungan “ telah berhasil dicapai, karena semua indikator kinerja utama (IKU) mencapai
targetnya.
1 Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2011 PTLR
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Pusat Teknologi Limbah
Radioaktif (PTLR) disusun dalam rangka memenuhi Instruksi Presiden No. 7 tahun 1999
tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP), BATAN yang merupakan
Lembaga Pemerintah Non Kementrian (LPNK) berkewajiban untuk melaksanakan instruksi
tersebut.
Berdasarkan hal tersebut maka PTLR sebagai salah satu unit kerja di BATAN berusaha
untuk mendukung pemenuhan kewajiban tersebut. dengan menyusun LAKIP sebagai bentuk
pertanggung jawaban atas kegiatan yang telah dilaksanan oleh PTLR.
LAKIP ini disusun dengan mengacu pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan reformasi Birokrasi PER/M.PAN/29/2010 tentang Pedoman Penyusunan
Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Renstra
BATAN 2010-2014 serta Renstra PTLR 2010-2014.
1.2. Kedudukan, Tugas Pokok
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR) adalah salah satu unit kerja di lingkungan
Deputi Bidang Pengembangan Teknologi Daur Bahan Nuklir dan Rekayasa – BATAN
yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran
dan Keppres No. 178 Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi dan tugas Lembaga
Pemerintah Non Departemen (LPND) yang dijabarkan dalam Peraturan Kepala BATAN
No.392/KA/XI/2005. PTLR berlokasi di BATAN Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang.
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif Serpong mempunyai tugas melaksanakan
pengembangan teknologi pengelolaan limbah radioaktif berdasarkan peraturan dan
kebijakan yang ditetapkan oleh Kepala BATAN.
Untuk penyelenggaraan tugas tersebut PTLR Serpong mempunyai fungsi :
a) melaksanakan pengembangan dan teknologi penyimpanan lestari,
b) melaksanakan pengembangan dan teknologi pengolahan limbah, dekontaminasi dan
dekomisioning fasilitas nuklir,
c) melaksanakan penelitian dan pengembangan dibidang radioekologi kelautan,
d) melaksanakan pengolahan limbah,
e) melaksanakan pengendalian keselamatan kerja dan keselamatan lingkungan,
f) melaksanakan urusan tata usaha,
g) melaksanakan program jaminan mutu, dan
h) melaksanakan pengamanan nuklir.
2 Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2011 PTLR
1.4. Strukur Organisasi
Sesuai dengan Peraturan Kepala BATAN No.392/KA/XI/2005 tentang Organisasi dan
Tata Kerja BATAN, untuk menjalankan fungsinya, PTLR dilengkapi dengan struktur
organisasi sebagai berikut :
1. Bagian Tata Usaha
2. Bidang Teknologi Penyimpanan Lestari
3. Bidang Teknologi Pengolahan Limbah, Dekontaminasi dan Dekomisioning
4. Bidang Radioekologi Kelautan
5. Bidang Operasi Sarana Penunjang
6. Bidang Pengolahan Limbah
7. Bidang Keselamatan dan Lingkungan
8. Unit Jaminan Mutu
9. Unit Pengamanan Nuklir
3 Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2011 PTLR
4 Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2011 PTLR
1.4. Analisis Lingkungan Strategis
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif dalam melaksanakan tugas, fungsi dan
kewenangannya dipengaruhi oleh kondisi lingkungan strategis, yaitu berasal dari aspek
SDM, fasilitas dan keuangan,
1.4.1. Aspek Sumber Daya Manusia
Berdasarkan data kepegawaian hingga 31 Desember 2011, PTLR mempunyai 159
orang pegawai dengan tingkat pendidikan S3 sejumlah 6 orang, 14 orang S2, S1 dan D4 68
orang, Sarjana Muda/D3 25 orang, dan tamatan D2, D1, SLTA, SLTP sejumlah 46 orang.
Sedangkan untuk jabatan fungsional, tercatat 54 orang pejabat fungsional yang tersebar
dalam 4 jabatan fungsional yaitu Peneliti, Pranata Nuklir, Pengendali Dampak Lingkungan,
dan Pranata Humas. 2 orang diantara Pejabat Peneliti memiliki kualifikasi sebagai profesor
riset. Data lengkap Profil SDM PTLR dapat dilihat dalam profil SDM berikut :
PROFIL SDM PTLR 31 Desember 2011
5 Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2011 PTLR
Dalam rangka meningkatkan kompetensi dan keahliannya, para karyawan BATAN di
arahkan untuk meniti karir melalui jenjang jabatan, fungsional, 55 orang karyawan meniti karir
di 4 jabatan fungsional dan diantara karyawan tersebut tercatat 16 orang memiliki kualifikasi
Peneliti (2 orang profesor riset).
PROFIL PEJABAT FUNGSIONAL PTLR
31 Desember 2011
1.4.2. Aspek Fasilitas Utama dan Fasilitas Penunjang
Dalam melaksanakan kegiatannya PTLR dilengkapi beberapa fasilitas/instalasi yaitu :
1). Fasilitas Utama
a. Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif
b. Fasilitas Interim Storage (IS) modul 1
c. Fasilitas Interim Storage (IS) modul 2
d. Failitas Penyimpanan Limbah Aktivitas Tinggi (PSLAT)
e. Instalasi Kanal Hubung dan Penyimpanan Bahan Bakar Bekas (KHIPSB3)
f. Instalasi Pemantauan Meteorologi
g. Instalasi Penyedia Media dan Energi
6 Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2011 PTLR
2) Fasilitas Penunjang
Untuk menunjang fungsi Fasilitas Utama, tersedia beberapa fasilitas penunjang antara
lain :
a. Laboratorium Preparasi dan Analisis Pengolahan Limbah Radioaktif
b. Laboratorium Dekontaminasi dan Dekomisioning
c. Laboratorium Radioekologi Kelautan
d. Laboratorium Geoscience (Penyimpanan Lestari)
e. Laboratorium Pemantauan Dosis Eksternal dan Internal
f. Laboratorium Pemantauan Lingkungan
Fasilitas Utama dan fasilitas penunjang ini dilengkapi dengan peralatan dan instrumen yang
handal sesuai dengan peruntukannya, diantaranya Evaporator (kapasitas 0,75 m3/jam) ,
Insenerator (kapasitas 50 kg/jam) , Kompaktor (600 kN), Chemical Treatment (kapasitas 0,5
m3/hari), Unit Sementasi, Liquid Scintilation Analyser (LSC) , Fraction Collector, Ion
Chromatografi, Peralatan Dekontaminasi (Sand Blasting, Ultra Sonic, Dekontaminasi
Kimia), Gamma Spectrometer, Alpha Spectrometer, Low Background Alpha Beta Counter
(LBC-α/β), Alat Geolistrik 2 Dimensi, Whole Body Counter (WBC), Thermoluminescence
Dosemeter (TLD) Reader , AMES Multifunctinal gamma Monitor (Alat pemantau radiasi
ambien secara kontinyu) , Cooling Tower, Compresor, Chiller, Blower, Sistem Fire Alarm,
Unit Transportasi (truk limbah padat dan cair, kendaraan operasional). Salah satu
Laboratorium tersebut, yaitu Laboratorium Pemantauan Dosis Eksternal saat ini sedang
dalam proses pengajuan Akreditasi ke Komisi Akreditasi Nasional (KAN). Sedangkan
Laboratorium lainnya sudah mendapat akreditasi dari KNAPP (Komisi Nasional Akreditasi
Pranata Penelitian dan Pengembangan) Nomor 005/Kp/KA-KNAPP/10/2007.
1.5.3. Aspek Sumber Daya Keuangan
Dalam merealisasikan sasaran dan target kegiatan tahun 2011, PTLR memperoleh
anggaran sebesar Rp. 28.796.711.000,- yang dituangkan dalam DIPA PTLR Tahun
Anggaran 2011 Nomor 0012/080-01.1.01/00/2011, Revisi-0 tanggal 20 Desember 2010.
Pada tanggal 16 Juni 2011 dilakukan Revisi-1 terhadap DIPA PTLR (Revisi Gaji) menjadi
Rp. 28 964.519.000,- dan pada tanggal 3 Oktober 2011 direvisi kembali menjadi Revisi-2
(dikarenakan adanya pemanfaatan anggaran penghematan) dengan Pagu Anggaran sebesar
Rp. 34.083.395.000,- .
Realisasi anggaran tahun 2011 adalah sebesar Rp. 32.781.071.374,- atau 96,52% .
Sedangkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk tahun 2011 dengan rencana
target penerimaan sebesar Rp. 1.310.258.000,- hanya terealisasi sebesar Rp. 342.399.251,-
atau 26,13 % . Hal ini disebabkan oleh rendahnya permintaan pengolahan limbah dari
konsumen (industri, rumah sakit, lembaga penelitian).
7 Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2011 PTLR
BAB II
PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KERJA
2.1. Umum
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif menghadapi berbagai tantangan baik yang bersifat
jangka pendek maupun panjang antara lain muncul sebagai konsekuensi dari :
Adanya Program pembangunan (PLTN), yang akan beroperasi untuk pertama kali
dalam beberapa tahun ke depan.
Peningkatan pemanfaatan llmu Pengetahuan dan Teknologi (iptek) nuklir dalam
bidang industri, medis dan penelitian dan pengembangan (litbang) iptek nuklir itu
sendiri.
Pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun internal BATAN yang juga
memerlukan penanganan sesuai dengan kaidah yang berlaku.
Penuaan fasilitas nuklir dan radiasi zat radioaktif yang harus diantisipasi dengan
program dekomisioning. Pengalaman dekomisioning fasilitas pemurnian asam
fosfat merupakan salah satu acuan untuk penyusunan program dekomisioning
fasilitas nuklir dan radiasi yang lain.
Peningkatan tuntutan keselamatan (ratifikasi konvensi, adopsi rekomendasi
terbaru) sehingga akan meningkatkan jenis limbah yang harus ditangani seperti
limbah Naturally Occurring Radioactive Materials (NORM) dan TENORM dari
kegiatan industri non nuklir (pertambangan produksi pupuk, produksi minyak dan
gas).
Program disposal bagi limbah yang saat ini dikelola, yaitu limbah yang
ditimbulkan dari kegiatan aplikasi tenaga (atau teknik) nuklir di industri, kesehatan
dan litbang dengan mempertimbangkan berbagai metode yang saat ini berkembang
serta memperhitungkan faktor sosial dan ekonomi.
Pertanyaan masyarakat terkait dengan pengelolaan jangka panjang limbah
radioaktif yang ditimbulkan dari pengoperasian dan dekomisioning PLTN.
Pengelolaan bahan bakar nuklir bekas (bbnb) dipindahkan dari reaktor serba guna
ke fasilitas penyimpanan memerlukan program penyimpanan jangka panjang
sambil menunggu disposal limbah tersebut.
Wilayah Indonesia yang terdiri dari 70% laut sehingga diperlukan institusi sentra
yang melakukan litbang radioaktivitas lingkungan kelautan.
Tuntutan peningkatan sistem keselamatan radiasi dan keamanan terkait
pengelolaan limbah radioaktif, B3, dan BBNB untuk pekerja, masyarakat dan
lingkungan.
Untuk mengantisipasi berbagai hal di atas di masa depan diperlukan penyusunan
program yang tepat, baik untuk jangka panjang berupa sebuah rencana strategik untuk 5
tahun sampai 10 tahun dan program pelaksanaannya untuk jangka pendek yaitu 1 sampai 2
tahun. Program tersebut dituangkan dalam Renstra PTLR 2010-2014 yang disusun dengan
mengacu pada kompetensi PTLR dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
8 Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2011 PTLR
2.2. Visi, Misi, Tujuan, Sasaran, dan Indikator Kinerja Utama
2.2.1. Visi
Sejalan dengan pelaksanaan tugas, fungsi, wewenang dan tanggung jawabnya,
PTLR mempunyai visi “Menjadi sentra nasional pengembangan teknologi dan
layanan pengelolaan limbah radioaktif, keselamatan lingkungan dan radioekologi
kelautan yang handal”.
2.2.2. Misi
Untuk mencapai visi PTLR tersebut di atas maka diperlukan upaya-upaya yang
terangkum dalam misi PTLR sebagai berikut :
1. Melaksanakan penelitian, pengembangan dan penerapan (litbangrap) teknologi
pengelolaan limbah radioaktif, dekontaminasi dan dekomisioning, keselamatan
lingkungan serta radioekologi kelautan.
2. Melaksanakan layanan pengelolaan limbah radioaktif, dekontaminasi dan
dekomisioning, serta keselamatan radiasi dan radioaktivitas lingkungan secara
selamat, aman, handal dan berwawasan lingkungan.
2.2.3. Tujuan
Dengan melaksanakan misi PTLR diharapkan dapat tercapai tujuan PTLR
sebagai berikut :
1. Peningkatan kemampuan litbangrap teknologi pengelolaan limbah radioaktif,
dekontaminasi dan dekomisioning, keselamatan lingkungan serta radioekologi
kelautan termasuk aplikasi teknik nuklir dalam bidang kelautan.
2. Peningkatan layanan pengelolaan limbah radioaktif yang memenuhi kepuasan
pelanggan.
3. Penyediaan layanan dekontaminasi dan dekomisioning fasilitas nuklir.
4. Peningkatan layanan dan kendali keselamatan radiasi dan radioaktivitas
lingkungan serta pengelolaan data dosis radiasi personil
2.2.4. Sasaran Strategis
Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai maka ditetapkan sasaran strategis PTLR
yang mendukung Renstra BATAN yaitu :
“ Diperoleh hasil litbang teknologi pengelolaan limbah radioaktif dan lingkungan “
2.2.5. Indikator Kinerja Utama dan Target
Sesuai dengan tujuan dan sasaran PTLR maka indikator kinerja utama PTLR adalah
sebagai berikut :
9 Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2011 PTLR
Tabel 2.1.
Indikator Kinerja Utama PTLR
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Utama
Diperoleh hasil litbang teknologi
pengelolaan limbah radioaktif dan
lingkungan
Jumlah prototipe fasilitas demo disposal
limbah aktivitas rendah di kawasan nuklir
Serpong
Jumlah dokumen teknis desain konseptual
instalasi pengolahan limbah cair dan padat
yang ditimbulkan dari operasi PLTN
Jumlah dokumen teknis konsep desain
laboratorium radioekologi kelautan di Bangka
Belitung
Jumlah paket teknologi sitem monitoring
lingkungan Kawasan Nuklir Serpong secara
kontinyu
Jumlah jasa layanan proses pengolahan
limbah radioaktif cair dan padat
Jumlah publikasi ilmiah nasional dan
internasional hasil litbang pengelolaan limbah
2.3. Arah Kebijakan
Limbah radioaktif adalah bahan yang tidak dimanfaatkan lagi dan bersifat
radioaktif serta mengandung potensi bahaya radiasi. Karena sifatnya itu pengelolaan limbah
radioaktif menjadi strategis dan diawasi oleh Badan Pengawas untuk mencegah timbulnya
bahaya radiasi terhadap pekerja, anggota masyarakat dan lingkungan hidup.
Kebijakan dan strategi dalam pengelolaan limbah radioaktif harus memenuhi :
a. Proteksi Kesehatan Manusia
Limbah radioaktif harus dikelola sedemikian rupa sehingga memenuhi tingkat
perlindungan kesehatan masyarakat
b. Perlindungan Lingkungan Hidup
Limbah radioaktif harus dikelola sedemikian rupa sehingga memberikan tingkat
perlindungan yang dapat diterima bagi lingkungan hidup.
c. Proteksi Melampaui Batas Nasional
Limbah radioaktif harus dikelola sedemikian rupa untuk memastikan bahwa
kemungkinan dampak terhadap kesehatan manusia dan lingkungan diluar perbatasan
nasional, telah dipertimbangkan.
d. Proteksi untuk Generasi Mendatang
Limbah radioaktif harus dikelola sedemikian rupa sehingga dampak terhadap
generasi yang akan datang tidak lebih besar daripada dampak yang dapat diterima
oleh generasi saat ini.
e. Beban Generasi Mendatang
Limbah radioaktif harus dikelola sedemikian rupa sehingga tidak menjadi beban
10 Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2011 PTLR
melebihi kemampuan generasi yang akan datang.
f. Kerangka Hukum Nasional
Limbah radioaktif harus dikelola dalam kerangka hukum yang tepat termasuk
alokasi tanggung jawab secara jelas dan ketentuan untuk fungsi pengawasan yang
independen.
g. Pengendalian Timbulnya Limbah Radioaktif
Timbulnya Limbah radioaktif harus diupayakan seminimal mungkin yang dapat
dicapai.
h. Saling Ketergantungan dalam Penimbulan dan Pengelolaan Limbah Radioaktif
Ketergantungan antar seluruh tahapan dalam pengelolaan dan penimbulan limbah
radioaktif harus diperhitungkan secara tepat.
i. Keselamatan Fasilitas
Keselamatan fasilitas untuk pengelolaan limbah radioaktif harus dijamin sesuai
ketentuan selama umur fasilitas tersebut.
Keselamatan pekerja, masyarakat dan lingkungan merupakan faktor utama dalam
kegiatan fasilitas nuklir di Serpong, dan PTLR bertugas melaksanakan kendali terhadap
sistem proteksi radiasi KNS yang terdiri dari 10 satuan kerja dan 1 BUMN.
Wilayah Indonesia yang sebagian besar adalah laut menuntut adanya suatu baseline
data radioaktivitas lingkungan kelautan yang dapat memberikan kontribusi bagi sistem
keselamatan lingkungan secara nasional.
Garis besar kebijakan strategi PTLR adalah :
1. Meningkatkan kegiatan libangrap Iptek Nuklir di bidang limbah radioaktif,
keselamatan lingkungan dan radioekologi kelautan.
2. Meningkatkan layanan pengelolaan limbah radioaktif nasional, limbah B3 internal
BATAN, bahan bakar nuklir bekas (bbnb), dekontaminasi & dekomisioning serta
keselamatan & lingkungan.
2.4. Program dan Kegiatan PTLR
Untuk mewujudkan Renstra BATAN 2010-2014, maka sesuai tugas pokok dan
fungsinya PTLR berperan dalam Program Penelitian Pengembangan Dan Penerapan Energi
Nuklir, Isotop Dan Radiasi. Sehubungan dengan itu, PTLR melaksanakan Kegiatan
Pengembangan teknologi pengelolaan limbah radioaktif dan lingkungan. Kegiatan tersebut
terdiri dari beberapa subkegiatan, antara lain :
1. Subkegiatan-subkegiatan litbang
teknologi pengelolaan limbah radioaktif dan bbnb
disposal limbah radioaktif
keselamatan kerja dan lingkungan
teknologi dekontaminasi dan dekomisioning fasilitas nuklir
radioekologi kelautan.
2. Subkegiatan-subkegiatan pelayanan:
Pelayanan pengelolaan limbah radioaktif dan bbnb
11 Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2011 PTLR
Sosialisasi teknologi pengelolaan limbah
Pembinaan teknis terhadap pengelola dan penghasil limbah radioaktif
Pelayanan dekontaminasi dan dekomisioning fasilitas nuklir
Pelayanan pengelolaan limbah B3 internal BATAN
Pembangunan gedung Administrasi Pelayanan Pengelolaan Limbah Radioaktif
Nasional
Pengendalian keselamatan pekerja radiasi
Pemantauan dan Analisis Dampak Lingkungan
Pengendalian keselamatan pengelolaan limbah radioaktif
Optimalisasi dan Revitalisasi Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif
Sertifikasi SB77.0001.80:2005
Akreditasi dari Komisi Akreditasi Nasional (KAN).
Penambahan Ruang Lingkup Akreditasi Komisi Nasional Akreditasi Pranata
Penelitian dan Pengembangan (KNAPPP)
Keamanan kegiatan pengelolaan limbah radioaktif.
2.5. Penetapan Kinerja PTLR Tahun 2011
PTLR menyusun penetapan kinerja tahun 2011 sesuai dengan target prioritas
bidang dan prioritas unit kerja sebagaimana tercantum dalam Renstra PTLR 2010-2014
dan Renstra BATAN 2010-2014 dapat dilihat pada Penetapan Kinerja sebagaimana
tercantum dalam Tabel 2.5
12 Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2011 PTLR
Tabel 2.5.
PENETAPAN KINERJA
Unit Organisasi Eselon II : Pusat Teknologi Limbah Radioaktif
Tahun Anggaran : 2011
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target
(1) (2) (3)
Diperoleh hasil litbang teknologi
pengelolaan limbah radioaktif dan
lingkungan.
Jumlah dokumen teknis tapak, konsep desain dan
keselamatan fasilitas disposal limbah radioaktif dan
TENORM *)
1 Dokumen
Teknis
Calon tapak terpilih Pulau Jawa dan konsep desain
fasilitas demo disposal
Jumlah dokumen teknis kajian proses pengolahan limbah
radioaktif cair dan padat yang ditimbulkan dari operasi
PLTN **)
1 Dokumen
Teknis
Karakterisasi limbah radioaktif tingkat rendah dan
sedang serta teknologi proses pengolahan
Jumlah dokumen teknis sistem proteksi radiasi reaktor
riset dan PLTN***)
1 Dokumen
Teknis
Sistem monitoring kontinyu radiasi ambient KNS,
kajian keselamatan pekerja dan masyarakat
Jumlah dokumen teknis pengelolaan pra disposal LRA cair
dan padat
1 Dokumen
Teknis
Jumlah dokumen teknis baseline data radioekologi
kelautan di Bangka Barat, Bangka Belitung****)
1 Dokumen
Teknis
Jumlah publikasi ilmiah internasional 4 Publikasi
*) indikator ini untuk mencapai prototipe fasilitas demo disposal limbah aktivitas rendah di kawasan nuklir Serpong
**) indikator ini untuk mencapai dokumen teknis konsep desain instalasi pengolah limbah radioaktif cair dan padat yang ditimbulkan dari operasi PLTN
***) indikator ini untuk mencapai paket teknologi sistem monitoring lingkungan kawasan nuklir Serpong secara kontinyu
****) indikator ini untuk mencapai dokumen teknis konsep desain laboratorium radioekologi kelautan di Babel
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2011 PTLR 13
BAB III
AKUNTABILITAS KINERJA
3.1. Metodologi Pengukuran Kinerja Tahun 2011
Pada tahun 2011, merupakan tahun kedua dari Renstra PTLR BATAN 2010-2014. Adapun metode yang digunakan dalam pengukuran pencapaian sasaran adalah dengan membandingkan antara target dan realisasi indikator kinerja utama masing-masing sasaran. Berdasarkan perbandingan tersebut dapat diperoleh informasi capaian kinerja masing-masing sasaran pada tahun 2011. Informasi ini menjadi bahan tindak lanjut perencanaan ke depan. Metode ini dimanfaatkan untuk memberikan gambaran kepada pihak-pihak internal dan eksternal tentang sejauh mana pencapaian sasaran yang telah ditetapkan untuk mewujudkan tujuan, misi dan visi BATAN.
3.2. Pengukuran Capaian Kinerja Tahun 2011
Pengukuran tingkat capaian kinerja tahun 2011 dilakukan dengan membandingkan antara target dengan realisasi masing-masing indikator kinerja utama sasaran strategis, secara lengkap Pengukuran Kinerja disajikan pada Lampiran 1.
Indikator kinerja utama merupakan ukuran capaian keberhasilan sasaran strategis organisasi. Adapun target dan pencapaian indikator kinerja utama PTLR yang telah ditetapkan tahun 2011 adalah sebagai berikut :
Tabel 3.1
Capaian Indikator Kinerja Utama PTLR Tahun 2011 Sasaran Strategis Indikator Kinerja Utama Target Realisasi %
(1) (2) (3) (4) (5) Diperoleh hasil litbang teknologi pengelolaan limbah radioaktif dan lingkungan
1. Jumlah prototipe fasilitas demo disposal limbah aktivitas rendah di kawasan nuklir Serpong
1 Dokumen Teknis
1 Dokumen Teknis 100 %-
2. Jumlah dokumen teknis desain konseptual instalasi pengolahan limbah cair dan padat yang ditimbulkan dari operasi PLTN
1 Dokumen Teknis
1 Dokumen Teknis 100 %
3. Jumlah dokumen teknis konsep desain laboratorium radioekologi kelautan di Bangka Belitung
1 Dokumen Teknis
1 Dokumen Teknis 100 %
4. Jumlah paket teknologi sitem monitoring lingkungan Kawasan Nuklir Serpong secara kontinyu
1 Dokumen Teknis
1 Dokumen Teknis 95 %
5. Jumlah jasa layanan proses pengolahan limbah radioaktif cair dan padat
1 paket 1 paket 100%
6. Jumlah publikasi ilmiah internasional hasil litbang pengelolaan limbah
4 Publikasi 4publikasi 100%
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2011 PTLR 14
Dari Tabel diatas dapat dijelaskan bahwa untuk capaian IKU nomor 1 yaitu : Jumlah prototipe fasilitas demo disposal limbah aktivitas rendah di kawasan nuklir Serpong , ditargetkan selesai pada tahun 2014. Pencapaian target ini dilaksanakan secara bertahap mulai tahun 2010 hingga 2014, melalui kegiatan litbang di bidang teknologi penyimpanan lestari. Pada tahun 2011 kegiatan ini menghasilkan satu Dokumen Teknis Tapak dan Konsep Desain Keselamatan Fasilitas Disposal Limbah Radioaktif dan TENORM Demikian pula halnya dengan capaian IKU nomor 4, yaitu : Jumlah paket teknologi sitem monitoring lingkungan Kawasan Nuklir Serpong secara kontinyu, yang juga ditargetkan pada tahun 2014, dicapai secara bertahap melalui pelaksanaan kegiatan litbang di bidang keselamatan dan lingkungan dan pada tahun 2011 menghasilkan satu Dokumen Teknis Sistem Proteksi Radiasi Reaktor Riset dan PLTN. Untuk capaian IKU lainnya telah sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Dari tabel diatas, maka secara umum dapat disimpulkan bahwa dari 6 indikator kinerja utama PTLR, 5 indikator berhasil direalisasikan 100 % dan 1 indikator yang tidak mencapai target.
Terhadap hasil kinerja yang telah dicapai PTLR pada tahun 2011, akan dilakukan evaluasi dan analisis yang komprehensif terhadap berbagai faktor yang mempengaruhi hasil kinerja dan akan dilakukan langkah-langkah perbaikan yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja
3.3. Analisis Capaian Kinerja PTLR Tahun 2011
Sebagai salah satu unit kerja yang ada di BATAN , PTLR sebagai lembaga penelitian dan pengembanagn di bidang nuklir, juga bertanggung jawab terhadap pengelolaan limbah radioaktif yang ditimbulkan dari kegiatan litbang maupun pemanfaatannya sesuai dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2002 tentang Pengeloaan Limbah Radioaktif.
Dalam rangka mendukung RPJMN 2010-2014, PTLR telah menetapkan Sasaran dalam Rencana Strategis Tahun 2010-2014 dimana PTLR menargetkan 6 indikator Kinerja Utama dengan pencapaian sebagaimana tercantum dalam Tabel 3.1. Dari 6 indikator Kinerja Utama (IKU) sebagai ukuran capaian sasaran strategis, diuraikan melalui Indikator Kinerja Antara (IKA) yang telah dijabarkan dalam Rencana Strategis tahun 2010-2014.
Indikator Kinerja Antara untuk pencapaian Sasaran Strategis pada tahun 2011, berikut target dan realisasinya adalah sebagai berikut :
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2011 PTLR 15
Tabel 3.2
Persentase Capaian Sasaran PTLR Tahun 2011
INDIKATOR KINERJA TARGET REALISASI %
1 2 3 4
1 Jumlah dokumen teknis tapak, konsep desain dan keselamatan fasilitas disposal limbah radioaktif dan TENORM
1 dokumen teknis
1 dokumen teknis 100
2 Jumlah dokumen teknis kajian proses pengolahan limbah radioaktif cair dan padat yang ditimbulkan dari operasi PLTN
1 dokumen teknis
1 dokumen teknis 100
3 Jumlah dokumen teknis sistem proteksi radiasi reaktor riset dan PLTN
1 dokumen teknis
1 dokumen teknis 95
4 Jumlah dokumen teknis pengelolaan pra disposal LRA cair dan padat
1 dokumen teknis
1 dokumen teknis 100
5 Jumlah dokumen teknis baseline data radioekologi kelautan di Bangka Barat, Bangka Belitung
1 dokumen teknis
1 dokumen teknis 100
6 Jumlah publikasi ilmiah internasional 4 publikasi 4 publikasi 100 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa secara umum capaian dan indikator kinerja
untuk sasaran strategis “Diperoleh hasil litbang teknologi pengelolaan limbah radioaktif dan lingkungan” mencapai 100%, sehingga dapat dikatakan bahwa sasaran ini berhasil.
Keberhasilan capaian dari Sasaran Strategis PTLR dapat diukur dengan membandingkan target dan realisasi hasil yang tertera dalam Tabel 3.1 dan 3.2, yaitu melalui capaian Indikator Kinerja Utama dan Indikator Kinerja Antara.
Secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Jumlah dokumen teknis tapak, konsep desain dan keselamatan fasilitas disposal
limbah radioaktif dan TENORM.
Pengembangan teknologi disposal limbah radioaktif (LRA) dilatar belakangi oleh kebutuhan akan tersedianya disposal untuk limbah radioaktif dari kegiatan nuklir di bidang industri, kesehatan dan riset serta bidang energi (PLTN) yang masih dalam tahap perencanaan. Keberadaan fasilitas disposal untuk demonstrasi disposal limbah radioaktif di Kawasan Nuklir Serpong diharapkan telah menjadi prototipe pada akhir tahun 2014 sebagaimana telah diperjanjikan dalam dokumen RPJMN 2010-2014 . “Jumlah prototipe fasilitas demo disposal limbah aktivitas rendah di Kawasan Nuklir Serpong” menjadi salah satu indikator utama dalam capaian sasaran strategis Renstra PTLR 2010-2014, dan sebagaimana dijelaskan di atas, ditargetkan tercapai pada tahun 2014. Pencapaian IKU ini dilaksanakan secara bertahap melalui kegiatan litbang di bidang teknologi penyimpanan lestari sejak tahun 2010 hingga 2014 nanti. Pada tahun 2010 kegiatan ini telah menghasilkan satu Dokumen Teknis Pengembangan Teknologi Penyimpanan Limbah Radioaktif
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2011 PTLR 16
yang memuat data geologi teknik dan hidrogeologi calon tapak demoplant disposal limbah radioaktif di Kawasan Nuklir Serpong berikut data dukung manajemennya.
Pada tahun 2011 dalam rangka capaian IKU telah ditetapkan indikator kinerja antara berupa Jumlah dokumen teknis tapak, konsep desain dan
keselamatan fasilitas disposal limbah radioaktif dan TENORM. Dalam realisasinya diperoleh 1 Dokumen Teknis Tapak, konsep desain dan keselamatan fasilitas disposal limbah radioaktif dan TENORM. Dokumen Teknis ini merupakan kompilasi dari laporan teknis kegiatan litbang disposal limbah radioaktif, yang terdiri dari kegiatan yang saling berkaitan dan menunjang dalam penentuan tapak dan desain prototipe demo disposal di Kawasan Nuklir Serpong , yaitu :
1.1. Penentuan Tapak Terpilih Disposal Limbah Radioaktif di Pulau Jawa (site
selection state, IAEA 11, G-3.1). Dalam komponen kegiatan ini dilakukan penelitian mengenai tapak terpilih disposal limbah radioaktif di Pulau Jawa yang memenuhi kriteria keselamatan, yang menghasilkan outcome berupa laporan calon tapak terpilih Pada tahun 2010 k e g i a t a n i n i telah menghasilkan beberapa calon wilayah untuk penyimpanan lestari Limbah radioaktif di Pulau Jawa dan sekitarnya (Banten, Indramayu, Majalengka, Tuban, Subang) . Pada tahun 2011 diperoleh calon tapak collocation di daerah Sumedang, Rembang dan Tuban, serta Serang, Serpong dan Jepara, dan hasil penghitungan kemampuan serap Cs-137 oleh tanah di lokasi Sumur Pantau 4 (SP4) Serpong yang dapat digunakan sebagai data awal dalam penyusunan desain prototype disposal limbah radioaktif di Kawasan Nuklir Serpong.
1.2. Penyiapan Desain Konsep Fasilitas Demo Disposal Limbah Radioaktif di
Kawasan Nuklir Serpong. Komponen kegiatan ini merupakan kegiatan lanjutan dari tahun sebelumnya berupa kegiatan lapangan untuk konfirmasi hasil desktop study terhadap wilayah potensial untuk disposal limbah radioaktif. Pada tahun 2010 telah diperoleh data karakteristik geologi teknik dan hidrogeologi tapak fasilitas demo plant of near surface disposal di Kawasan Nuklir Serpong, tepatnya di lokasi Sumur Pantau 4 (SP4) Pada tahun 2011 diperoleh data pendukung penyiapan desain konsep yang meliputi : Buffer dan Backfill, Dimensi dan Tata letak, Vault, Operasi dan Monitoring Fasilitas Demo Disposal Limbah Radioaktif di kawasan Nuklir Serpong. Data ini akan digunakan untuk penyusunan desain prototype disposal limbah radioaktif di Kawasan Nuklir Serpong sebagaimana ditargetkan dalam Renstra PTLR 2010-2014.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2011 PTLR 17
Membentangkan kabel untuk 16 elektroda pada
pengambilan data Geolistrik-2D di lokasi Demo Disposal KNS-Serpong
Persiapan pengambilan data Geolistrik-2D di lokasi Demo Disposal KNS-Serpong
Pengambilan data Geolistrik-2D di lokasi
Demo Disposal KNS-Serpong 1.3.Manajemen Teknologi Pendukung Keselamatan fasilitas Disposal Limbah
Radioaktif dan Limbah TENORM. Pada tahun 2010 telah dihasilkan laporan kesiapan teknologi
pendukung dan kajian aspek keselamatan untuk penyiapan fasilitas Penyimpanan Limbah Radioaktif (PLR)
Pada tahun 2011 dihasilkan dokumen kesiapan teknologi pendukung untuk penyiapan fasilitas PLLR, berupa daftar FEP, skenario, software, kerangka AMDAL dan LAK, lengkap dengan kajian keselamatan disposal limbah radioaktif tipe NSD dan landfill TENORM berdasarkan metode ISAM/ASAM yang telah direkomendasikan oleh IAEA.
Seluruh kegiatan diatas dapat terlaksana sesuai perencanaan dengan capaian target 100%. Laporan dan dokumen hasil litbang ketiga komponen kegiatan litbang tersebut, berupa informasi tentang calon tapak disposal limbah radioaktif di P. Jawa termasuk Serpong, hasil penghitungan kemampuan serap Cs-137 oleh tanah di lokasi Sumur Pantau 4 (SP4) Serpong , data karakteristik geologi teknik dan hidrogeologi tapak fasilitas demo plant of
near surface disposal di Kawasan Nuklir Serpong, tepatnya di lokasi Sumur Pantau 4 (SP4) dan data pendukungnya berupa hasil kajian keselamatan disposal limbah radioaktif, saling terkait dan mendukung dalam penyusunan desain prototype disposal limbah radioaktif di Kawasan Nuklir Serpong, yang telah ditargetkan tercapai pada tahun 2014.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2011 PTLR 18
2. Jumlah dokumen teknis kajian proses pengolahan limbah radioaktif cair dan
padat yang ditimbulkan dari operasi PLTN.
Dalam RPJM 2010-2014 dan Renstra BATAN salah satu outputnya adalah prarancangan Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif (IPLR) PLTN. Untuk mewujudkan hal tersebut Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR) yang bertanggungjawab dalam pengelolaan limbah radioaktif harus melakukan kajian penyiapan IPLR PLTN. Pengkajian pengelolaan limbah PLTN dan Penyiapan IPLR PLTN dilakukan sesuai dengan road map pembangunan PLTN yang direncanakan Pemerintah, sehingga ketika PLTN beroperasi maka IPLR PLTN juga sudah siap beroperasi dan dapat menyelesaikan pengelolaan limbah radioaktif secara aman dan selamat. Tujuan akhir dari pengelolaan limbah radioaktif adalah melindungi masyarakat dan lingkungan dari potensi dampak radiologi limbah radioaktif. Perlindungan keselamatan tersebut tidak saja bagi generasi saat ini yang memperoleh keuntungan pemanfaatan teknologi nuklir, tetapi juga bagi lingkungan dan generasi yang akan datang yang mungkin tidak memperoleh keuntungan. Pengelolaan limbah radioaktif adalah penanganan penampungan dan pengolahan limbah radioaktif termasuk pengungkungan (imobilisasi) unsur radioaktif dalam limbah dengan bahan matriks (pemadatan) dan penyimpanan blok hasil pengungkungan sehingga limbah radioaktif tidak membahayakan manusia dan lingkungan
Pada tahun 2011 dalam rangka capaian IKU “Jumlah dokumen teknis desain konseptual instalasi pengolahan limbah radioaktif cair dan padat yang ditimbulkan dari operasi PLTN” telah ditetapkan indikator kinerja antara berupa
Jumlah dokumen teknis kajian proses pengolahan limbah radioaktif cair dan
padat yang ditimbulkan dari operasi PLTN. Dalam realisasinya diperoleh 1 Dokumen Teknis Jumlah dokumen teknis kajian proses pengolahan limbah radioaktif cair dan padat yang ditimbulkan dari operasi PLTN. Dokumen Teknis ini merupakan kompilasi dari laporan teknis kegiatan litbang Pengolahan limbah dekontaminasi dan dekomisioning, yang terdiri dari kegiatan yang saling berkaitan dan menunjang dalam penentuan Pengolahan Limbah Radioaktif dari operasional PLTN yaitu:
2.1. Pengembangan Teknologi Pengelolaan Limbah PLTN
Pada tahun 2010 telah disusun laporan tentang jenis, jumlah dan karakteristik limbah radioaktif cair dan padat yang ditimbulkan dari operasi PLTN.
Pada tahun 2011 telah disusun laporan tentang jumlah limbah cair dan padat yang diolah dengan berbagai metode reduksi volume seperti insenerasi, kompaksi, dan evaporasi. Perhitungan jumlah bahan bakar nuklir bekas PLTN 1000 MWe dan Perhitungan jumlah limbah yang sudah diimobilisasi dalam drum 200 liter dan perhitungan luas penyimpanan sementara limbah radioaktif. Hasil ini digunakan untuk konsep prarancangan pengolahan dan reduksi limbah cair dan padat.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2011 PTLR 19
Dokumen Teknis Desain konseptual IPLR PLTN 1000 Mwe
2.2 Pengembangan Teknologi Pengolahan Limbah Pendukung Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif.
Pada tahun 2010 telah disusun laporan proses solidifikasi abu yang mengandung thorium dengam polimer poliuretan.
Pada tahun 2011 telah disusun laporan pengujian hasil imobilisasi limbah dalam polimer, yang meliputi densitas, kuat tekan, dan laju pelindihan. Hasil pengujian densitas, kuat tekan, dan laju pelindihan terhadap imobilisasi limbah digunakan sebagai pertimbangan dalam pemilihan metode imobilisasi limbah PLTN.
2.3. Pengembangan Teknologi Pengolahan Limbah Cair dari Industri.
Pada tahun 2010 telah disusun laporan proses solidifikasi sludge Limbah radioaktif cair organik dengan semen.
Pada tahun 2011 telah disusun laporan proses solidifikasi sludge limbah radioaktif cair organik dari industri dengan matriks synroc dengan kondisi optimum dari parameter suhu dan waktu sintering, serta tingkat muat limbah, dengan bahan matriks synroc yang didasarkan data uji kualitas limbah hasil imobilisasi (densitas, kuat tekan, dan laju pelindihan). Hasil penelitian penggunaan synroc dapat digunakan digunakan sebagai pertimbangan dalam pemilihan metode imobilisasi limbah aktivitas tinggi yang ditimbulkan dari operasi PLTN.
Hasil dari ketiga laporan litbang Pengolahan limbah dekontaminasi dan
dekomisioning tersebut diatas saling terkait dan menunjang dalam penentuan dan penyusunan metode pengolahan limbah cair dan padat yang ditimbulkan dari operasi PLTN dan dituangkan dalam dokumen teknis desain konseptual instalasi pengolahan limbah radioaktif cair dan padat yang ditimbulkan dari operasi PLTN
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2011 PTLR 20
3. Jumlah Dokumen teknis baseline data radioekologi kelautan di Bangka Barat, Bangka
Belitung.
Dalam rangka perizinan pembangunan PLTN pertama di Indonesia telah
dilakukan studi tapak dan studi kelayakan (STSK) pada tahun 1991 - 1996 oleh perusahaan dalam bidang konsultan teknikNewjec dari Jepang. Selain Semenajung Muria yang tetap menjadi calon lokasi PLTN di Indonesia, perkembangan terakhir adanya daerah baru yang lebih memungkinkan untuk dijadikan calon tapak PLTN yaitu daerah Bangka Belitung. Untuk menunjang kegiatan tersebut maka telah disusun Program Percepatan Persiapan Pembangunan PLTN di Indonesia untuk Tahun 2010 s/d 2014 yang dikoordinir oleh PPEN. Dalam dokumen tersebut, salahsatu kegiatan yang akan dilaksanakan adalah pemantauan radioekologi kelautan dan pembuatankonsep desain laboratorium radioekologi kelautan di wilayah Bangka Belitung.
Pada tahun 2011 dalam rangka capaian IKU “Jumlah dokumen teknis konsep
desain laboratorium radioekologi kelautan di Bangka Belitung” telah ditetapkan
indikator kinerja antara berupa Jumlah dokumen teknis baseline data
radioekologi kelautan di Bangka Barat, Bangka Belitung. Dalam realisasinya diperoleh 1 Dokumen Teknis baseline data radioekologi kelautan di Bangka Barat, Bangka Belitung. Dokumen Teknis ini merupakan kompilasi dari laporan teknis kegiatan litbang radioekologi kelautan, yang terdiri dari kegiatan penelitian dan pengkajian yang saling berkaitan dan menunjang dalam penyusunan konsep desain laboratorium radioekologi kelautan di Bangka Belitung yaitu :
3.1. Pemantauan Radioekologi Kelautan di SemenanjungMuria dan BangkaBelitung
Pada tahun 2010 telah dihasilkan laporan konsentrasi radionuklida dalam kompartemen air laut dan sedimen di Semenanjung Muria Jepara Pada tahun 2011 dihasilkan dokumen radioaktivitas lingkungan kelautan di Semenanjung Muria dan Bangka Belitung, yang diperoleh melalui survey pendahuluan dalam rangka koordinasi, penyiapan infrastruktur dan kelengkapan pengambilan cuplikan. Hasil yang telah diperoleh adalah peta dan koordinat lokasi pengambilan sampel di Semenanjung Muria dan Bangka, dan data radioaktivitas lingkungan kelautan di Semenanjung Muria dan Bangka Belitung.
3.2. Konsep Desain Laboratorium Radioekologi Kelautan di Semenanjung Muria dan
Bangka Belitung. Pada tahun 2010 telah dihasilkan dokumen laporan Analisis
Keselamatan Rancangan Laboratorium Radioekologi dan Radioaktivitas Kelautan di Semenanjung Muria.
Pada tahun 2011 dihasilkan dokumen konsep desain laboratorium radioekologi kelautan di Semenanjung Muria dan Bangka Belitung. Konsep desain laboratorium radioekologi tersebut terdiri dari 3 lantai, lantai 1 digunakan sebagai ruang perpustakaan, ruang makan karyawan, diklat dan bengkel elektrik, lantai 2 digunakan untuk ruang proteksi radiasi, WBC, TLD, penyimpanan sampel, laboratorium kimia organik dan anorganik, laboraturium analisis unsur,
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2011 PTLR 21
laboratorium radionuklida, persiapan sampel dan beberapan ruang staf. Lantai 3 terdapat laboratorium radionuklida alam, laboratorium persiapan sampel, laboratorium cacah alpha, beta dan gama, serta beberapa ruang staf, dilengkapi dengan sistem catu daya dan sistem ventilasi tempat penyimpanan sumber dan sampel dilapisi dengan dinding Pb. Ruang cacah merupakan daerah steril dari debu dan kotoran lainnya
Hasil dari kedua laporan litbang radioekologi kelautan tersebut diatas saling terkait dan
menunjang dalam penyusunan konsep desain laboratorium radioekologi kelautan di Bangka Belitung dan dituangkan dalam dokumen teknis teknis konsep desain laboratorium radioekologi kelautan di Bangka Belitung
Pengukuran arah dan kecepatan
arus
Hasil pemodelan penyebaran radionuklida dengan menggunakan persamaan hidrodinamik 3
dimensi
4. Jumlah dokumen teknis sistem proteksi radiasi reaktor riset dan PLTN.
Program proteksi radiasi Kawasan Nuklir Serpong (KNS) dikembangkan
menuju sistem proteksi radiasi yang terpadu untuk memudahkan evaluasinya dan sebagai pemenuhan ketentuan yang berlaku. Kegiatan ini merupakan bagian dari pemenuhan rekomendasi Expert Mission of International Atomic Energy Agency (IAEA) pada bulan November 2008 dalam Review of Radiation Protection in Serpong Nuclear Area. Selain itu, kompetensi personel keselamatan radiasi akan ditingkatkan sesuai dengan perkembangan di bidang proteksi radiasi. Kegiatan pemantauan daerah kerja di PTLR diperluas dalam kegiatan pengelolaan bahan bakar bekas di Kanal Hubung Instalasi Penyimpanan Bahan Bakar Bekas. Dalam rangka implementasi batasan lepasan zat radioaktif (discharge limits) secara atmosferik dan akuatik ke lingkungan akan ditentukan faktor dispersi keduanya dan penentuan batas lepasannya untuk tiap radionuklida yang relevan. Kemungkinan terjadinya perubahan kondisi lingkungan di sekitar KN Serpong akibat pengoperasian fasilitas nuklir Serpong dilakukan dengan pemutakhiran data lingkungan. Kegiatan ini juga mencakup kajian terhadap penerimaan dosis radiasi pekerja dan penduduk calon tapak PLTN sebagai data awal dalam pengoperasian PLTN di Indonesia.
Dalam rangka pencapaian IKU “Jumlah paket teknologi sistem
monitoring lingkungan Kawasan Nuklir Serpong secara kontinyu” yang ditargetkan pada tahun 2014, pelaksanaannya dilakukan secara bertahap mulai tahun 2010 hingga 2014, dengan melaksanakan kegiatan litbang di bidang
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2011 PTLR 22
keselamatan dan lingkungan, mencakup aspek keselamatan personil, daerah kerja dan lingkungan. Pada tahun 2010 kegiatan ini telah menghasilkan satu Dokumen Teknis Sistem Proteksi Radiasi PLTN yang memuat informasi tentang hasil litbang terkait sistem pemantauan lingkungan di KNS, yaitu tentang sistem pengukuran tingkat radioaktivitas udara di IPLR serta penentuan batas buang effluent radioaktif ke air dan atmosfer KNS.
Pada tahun 2011 kegiatan pencapaian IKU dilanjutkan dengan menetapkan indikator kinerja antara berupa “Jumlah dokumen teknis sistem proteksi radiasi reaktor riset dan PLTN”. Dalam realisasinya diperoleh 1 Dokumen Teknis. sistem proteksi radiasi reaktor riset dan PLTN. Dokumen Teknis ini merupakan kompilasi dari laporan teknis kegiatan litbang keselamatan dan lingkungan, yang memuat informasi hasil litbang pemantauan daerah kerja, personil dan lingkungan Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif (IPLR) dan KNS pada umumnya, untuk melengkapi data dan informasi yang telah diperoleh tahun sebelumnya guna penyusunan sistem monitoring lingkungan KNS secara kontinyu sebagaimana telah direncanakan pencapaiannya tahun 2014. Informasi dan data litbang diperoleh dari kegiatan sebagai berikut :
4.1. Peningkatan dan Pengembangan Pemantauan Daerah Kerja dalam
Pengelolaan Limbah Radioaktif dan Penyimpanan Bahan Bakar Nuklir Bekas. Kegiatan ini dilaksanakan untuk mengetahui dan memantau tingkat
radioaktivitas daerah kerja agar tidak melampaui nilai batas yang telah ditetapkan sesuai dengan peraturan dan ketetapan yang dikeluarkan oleh BAPETEN maupun organisai interansional (IAEA). Pada tahun 2010 kegiatan ini telah menghasilkan data pemantauan daerah kerja di Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif (IPLR) dan Gudang Penyimpanan Limbah Radioaktif, B3 serta di Kanal Hubung Instalasi Penyimpanan Sementara bahan Bakar Bekas (KH-IPSB3)
Pada tahun 2011 kegiatan dilanjutkan ditambah dengan peningkatan budaya proteksi radiasi di kawasan nuklir Serpong, serta revitalisasi sistem proteksi radiasi di KH-IPSB3 dan IS-2. Dalam realisasinya telah diperoleh 1 laporan data pemantauan laju dosis di IPLR, IS dan KH-IPSB3, data pemantauan tingkat kontaminasi permukaan dan tingkat kontaminasi udara daerah kerja di IPLR, IS dan KH-IPSB3
TX box dan gamma area monitor di unit kompaksi
Latihan kedaruratan nuklir
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2011 PTLR 23
4.2. Optimasi Pengendalian Dosis Personil di Kawasan Nuklir Serpong Sebagaimana halnya kegiatan 4.1, kegiatan ini juga dilakukan dalam
rangka menjaga dan memantau keselamatan personil, khususnya pekerja radiasi, agar dosis radiasi yang diterima tidak melampaui nilai batas dosis yang telah ditetapkan oleh BAPETEN dan IAEA sehingga tidak menimbulkan efek kesehatan yang tidak diharapkan.
Pada tahun 2010 P T L R telah melaksanakan kegiatan pemantauan dosis radiasi eksternal maupun radiasi internal yang diterima pekerja radiasi di Kawasan Nuklir Serpong. Jumlah pekerja radiasi yang dipantau pada tahun 2010 adalah 738 orang dan data dosis pekerja radiasi tersebut dicatat dalam system pencatatan khusus oleh bagian pengendalian personil, Bidang Keselamatan dan Lingkungan.
Pada tahun 2011 kegiatan pemantauan dilanjutkan dengan memantau 732 orang pekerja radiasi, ditambah dengan kegiatan optimasi pengendalian dosis personil di PTLR. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan keselamatan pekerja radiasi dengan mendata ulang dan menginventarisir jumlah dosis yang telah diterima pekerja radiasi di KNS, serta memperbaiki system perekaman data agar mudah ditelusur jika suatu waktu diperlukan. Dalam realisasinya telah diperoleh 1 laporan optimasi pengendalian personil di Kawasan Nuklir Serpong.
4.3. Penentuan Batas Buang Effluent Radioaktif ke Badan Air dan ke Atmosfer
Kawasan Nuklir Serpong.
Kegiatan ini terutama terkait langsung dengan keselamatan lingkungan dan penduduk sekitar lokasi reaktor riset serta lingkungan KNS pada umumnya.
Pada tahun 2010 B i d a n g K e s e l a m a t a n d a n L i n g k u n g a n P T L R telah m e l a k s a n k a n k e g i a t a n l i t b a n g d a l a m penentuan batas buang (discharge limit) effeluent radioaktif cair kebadan air untuk Lingkungan Kawasan Nuklir Serpong (KNS) yang didasarkan pada eksperimen dengan bahan perunut.
Pada tahun 2011 kegiatan dilanjutkan dengan melakukan penentuan nilai batas buang (discharge limit) radioaktif gas ke atmosfer untuk Kawasan Nukir Serpong. Kegiatan ini merupakan kegiatan eksperimen bekerjasama dengan pihak ANSTO-Australia (eksperimen lapangan dan pemodelan disperse) dan Pusat Teknologi Kalibrasi dan Metrologi Radiasi (PTKMR)
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2011 PTLR 24
untuk pembuatan standard gas SF6 dan kajian hasil eksperimen, serta Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan radiasi (PATIR) untuk analisis gas chromatografi. Kegiatan ini belum sepenuhnya selesai karena masih adanya perbaikan metode penelitian sesuai saran dan masukan dari expert ANSTO dalam eksperimen perunut atmosferik. Asistensi/pendampingan oleh expert ANSTO untuk pelaksanaan eksperimen lanjutan disetujui pada bulan Januari 2012.
Aquatic
Atmosferik
4.4. Kajian Keselamatan Radiologik Pekerja Calon PLTN Pilihan AP-1000
Untuk melengkapi data kajian keselamatan dan proteksi radiasi reaktor riset dan PLTN, maka pada tahun 2011 dilakukan kegiatan litbang atau pengkajian tentang keselamatan radiologik pekerja calon PLTN pilihan AP-1000 sebagai persiapan pembangunan PLTN pertama di Indonesia. . Dalam realisasinya diperoleh data teknis dari reaktor AP-1000, data source term dari reakctor AP-1000, estimasi dosis pekerja radiasi pada beberapa kajian kegiatan di PLTN AP 1000, pembagian zona dan laju dosis pada masing-masing zona, pra-rancangan sistem pemantauan dosis eksternal pekerja radiasi PLTN, dan pra-rancangan pembuatan perangkat lunak penghitungan dosis.
Seluruh data yang tersaji dalam laporan teknis keempat kegiatan tersebut diatas, yaitu data pemantauan daerah kerja, data dosis pekerja radiasi, data
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2011 PTLR 25
pemantauan lingkungan khususnya tentang batas buang effluent cair ke badan air dan effluent gas ke atmosfer, saling terkait dan mendukung dalam penyusunan paket teknologi sitem monitoring lingkungan Kawasan Nuklir Serpong secara kontinyu, yang ditargetkan selesai pada tahun 2014. Secara umum kegiatan dapat terlaksana sesuai perencanaan walaupun ada sedikit kendala dalam pelaksanaan eksperimen penentuan batas buang effluent gas ke atmosfir disebabkan adanya perubahan metode penelitian, sesuai saran / asistensi dari expert ANSTO. Kegiatan akan diselesaikan pada tahun 2012 hingga diperoleh data batas buang sesuai yang diharapkan.
5. Jumlah dokumen teknis pengelolaan pra disposal limbah radioaktif cair dan
padat
Seiring dengan peningkatan pemanfaatan teknologi nuklir di sektor industri, kedokteran dan riset, timbulnya limbah radioaktif dari kegiatan tersebut tidak dapat dihindari. Sesuai dengan amanat UU 10 1997 dan PP 27 2002, maka limbah radioaktif tersebut harus dikelola dengan sebaik baiknya agar kelangsungan hidup manusia dan lingkungannya dapat terjaga. Limbah radioaktif yang ditimbulkan bervariasi baik dari aktivitas, jenis radionuklidanya dan wujudnya. Untuk itu perlu dilakukan kegiatan penelitian dan pengembangan pengelolaan limbah radioaktif dan bahan bakar nuklir bekas. Kegiatan tersebut fokus pada kegiatan penguasaan dan pengembangan teknologi proses pengolahan limbah (limbah aktivitas rendah, sedang dan tinggi). Kegiatan pengelolaan pra disposal limbah radioaktif meliputi transportasi, prapengolahan, pengolahan, kondisioning, penyimpanan sementara, pengembangan sistem informasi limbah radioaktif (untuk menjamin bahwa rekaman hasil pengelolaan limbah radioaktif di PTLR tertelusur dan mudah diakses oleh kalangan terbatas), penjaminan mutu, pengamanan bahan radioaktif serta peningkatan sarana penunjang pengolahan limbah.
Pada tahun 2011 dalam rangka capaian IKU “Jumlah jasa layanan proses
pengolahan limbah radioaktif cair dan padat”, telah ditetapkan indikator kinerja antara berupa Jumlah dokumen teknis pengelolaan pra disposal LRA cair dan padat. Dalam realisasinya diperoleh 1 Dokumen Teknis pengelolaan pra disposal LRA cair dan padat. Dokumen Teknis ini merupakan kompilasi dari laporan teknis kegiatan litbang pengelolaan limbah radioaktif, termasuk didalamnya kegiatan penjaminan mutu, pengamanan bahan radioaktif serta sarana penunjang pengolahan limbah radioaktif. Semua data yang tersaji dalam dokumen teknis ini saling berkaitan dan menunjang dalam pelaksanaan jasa layanan proses pengolahan limbah radioaktif cair dan padat, yang merupakan salah satu kegiatan utama PTLR.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2011 PTLR 26
Adapun kegiatan yang menunjang tersebut terdiri dari :
5.1. Pengembangan Teknologi Proses Pengolahan Limbah Radioaktif Cair secara Evaporasi dan Sementasi.
Kegiatan pengolahan limbah cair pada tahun 2010 dilaksanakan sesuai
dengan perencanaan yaitu kegiatan penggantian terhadap dua alat inverter pada unit Chemical Treatment sehingga alat dapat bekerja sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan Pada tahun 2011 kegiatan dilanjutkan dengan realisasi pengolahan limbah radioaktif cair yang diimobilisasi menjadi 4 (empat) buah shell beton 950 liter serta dekontaminasi alat pelindung diri (jaslab dan shoecover sebanyak 30 kg).
Pengisian Resin Bekas ke dalam Shell Beton
Penyimpanan Shell Beton Hasil Immobilisasi
5.2. Pengembangan Teknologi Proses Pengolahan Limbah Radioaktif Padat
secara Insenerasi dan Kompaksi. Kegiatan Pengolahan limbah radioaktif padat pada tahun 2010 telah
dilaksanakan dengan melakukan perbaikan dan kalibrasi terhadap peralatan unit insenerasi yaitu TRC81001, TRC81002 dan TRC81004.
Pada tahun 2011 kegiatan dilanjutkan dengan melakukan pengembangan proses pengolahan limbah padat secara kondisioning langsung dengan campuran semen beton.
5.3. Pengembangan Sistem Informasi Manajemen Limbah Radioaktif, Preparasi
dan Analisis Limbah Radioaktif. Kegiatan pengembangan sistem informasi manajemen limbah
radioaktif pada tahun 2010 telah menghasilkan data base karakteristik limbah radioaktif padat yang ada di PTLR dengan menggunakan software
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2011 PTLR 27
REGISTRY. Untuk menyempurnakan sistem informasi ini, maka pada tahun 2011
kegiatan pengembangan dilanjutkan dengan menghasilkan kodifikasi limbah (Waste ID) dan sinkronisasi data sumber bekas, input data sumber bekas ke dalam software Registry, dan karakteristik limbah cair.
5.4. Pengembangan Teknologi Transportasi dan Penyimpanan Sementara Limbah
Radioaktif, Limbah B3, Limbah Aktivitas Tinggi.
Kegiatan pengembangan teknologi transportasi dan penyimpanan sementara limbah radioaktif, limbah B3, limbah aktivitas tinggi di PTLR pada tahun 2010 telah menghasilkan 2 paket pengangkutan limbah B3 internal BATAN, dan 2 paket Limbah luar BATAN, penyusunan Shell beton limbah hasil kondisining sumber bekas, perbaikan peralatan handling penyimpanan Limbah aktifitas tinggi (PSLAT) dengan sistem elektromagnet.
Pada tahun 2011 kegiatan dilanjutkan dan menghasilkan laporan teknis data limbah radioaktif yang akan diangkut dan disimpan di PTLR, pengangkutan paket sumber bekas ekternal Batan, paket pengambilan limbah B3, pemindahaan limbah yellow cake dari IS-1 ke IS-2. Dalam realisasinya diperoleh 9 paket pengambilan limbah eksternal batan, 5 paket pengambilan internal Batan dan dua paket limbah B3, pemindahan dan penimbangan yellowcake dari IS1 ke IS2, pengoperasian Instalasi KHIPSB3, pemindahan 243 bundle BBNB dari PRSG ke kolam penyimpanan KHIPSB3.
5.5. Optimalisasi Pengoperasian Sistem Penyedia Media dan Energi IPLR
Sistem Penyedia Media dan Energi IPLR merupakan fasilitas yang
menunjang pengoperasian peralatan pengolahan limbah radioaktif IPLR, antara lain Cooling tower, Chiller, Boiler, Kompresor, VAC-Off Gas, Fuel System dan lain-lain. Kegiatan optimalisasi pengoperasian sistem penyedia media dan energi IPLR pada tahun 2010 telah dilakukan dengan pengoperasian sistem catu daya serta evaluasinya . Pada tahun 2011 dilanjutkan dengan kegiatan layanan pasokan media dan energi untuk IPLR. Dalam realisasinya diperoleh pengoperasian dan perawatan sistem catu daya dan energi.
Boiler Chiller Cooling tower
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2011 PTLR 28
5.6. Sistem Manajemen Mutu Terpadu Pengelolaan Limbah Radioaktif Sistem penjaminan mutu sangat diperlukan dalam pelaksanaan jasa
layanan pengolahan limbah radioaktif agar kepuasan pelanggan terpenuhi. Untuk itu PTLR telah melaksanakan pula kegiatan yang terkait dengan manajemen mutu demi meningkatkan kualitas layanan sehingga target jasa layanan proses pengolahan limbah radioaktif cair dan padat yang ditetapkan dapat tercapai.
Kegiatan sistem manajemen mutu terpadu pengelolaan limbah radioaktif di PTLR pada tahun 2010 telah menghasilkan paket dokumen mutu yang sesuai dengan ISO/IEC 17025:2005 dan telah di sampaikan ke KAN. Untuk tindak lanjut proses akreditasi pelru adanya revisi beberapa dokumen sehingga seluruh persyaratan yang ditetapkan dapat dipenuhi.
Pada tahun 2011 kegiatan ini menghasilkan dokumen penjaminan mutu yang disajikan secara digital dengan sistem online , pengendalian dokumen teknis, sistem server dokumen digital untuk penjaminan mutu pengelolaan limbah radioaktif sesuai yang dipersyaratkan. Dalam realisasinya diperoleh Uji coba software, pelatihan, Finalisasi Dokumen SB 001, Finalisasi KAN ISO 17025, Draft Final Dokumen Mutu Terpadu, ISO SystemPlus terinstal dan Sistem Form terintegrasi.
5.7. Optimasi Sistem Pengamanan Fasilitas Pengelolaan Limbah Radioaktif. Kegiatan layanan pengolahan limbah radioaktif selain memerlukan
kemampuan teknis dan manajerial yang tepat , juga memerlukan penanganan keamanan yang memadai, baik untuk pengamanan bahan radioaktif maupun personil yang melaksanakannya. Agar pelaksanaan layanan jasa pengolahan limbah radioaktif dapat terlaksana dengan lancar, selamat dan aman, PTLR juga telah menerapkan sistem pengamanan bekerjsama dengan unit pengamanan KNS.
Kegiatan optimasi sistem pengamanan fasilitas pengelolaan limbah radioaktif di PTLR pada tahun 2010 telah membuat sistem pengamanan fasilitas pengelolaan limbah radioaktif yang tepat sesuai dengan tingkat ancaman, meningkatkan keamanan, keterampilan personil, pemahaman tugas pengamanan, dasar jenis ancaman, kordinasi dengan aparat keamanan terkait, melaksanakan sistem pengendalian akses ke tempat penyimpanan limbah radioaktif dan bahan nuklir, (pengawalan tamu kunjungan, pelayanan tamu dan pegawai).
Pada tahun 2011 PTLR telah melaksanakan sistem pengamanan fasilitas pengelolaan limbah radioaktif selama selama 24 jam dalam 7 hari dengan penjadwalan tugas 2 shift, melaksanakan mengamanan instalasi,
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2011 PTLR 29
material, personil, dan bahan keterangan, serta memberikan layanan kepada karyawan dan tamu yang berkunjung, melakukan koordinasi dengan satuan terkait POLRI, TNI, PUSPIPTEK, dan Unit Pengamanan Nuklir di Kawasan Nuklir Serpong, melaksanakan pengawalan kunjungan tamu VIP, dan kunjungan mahasiswa ke fasilitas pengelolaan limbah radioaktif, terlaksananya situasi dan kondisi lingkungan kerja tertib dan aman, memberikan layanan terhadap pegawai, tamu, dan pelajar
6. Jumlah publikasi ilmiah internasional
Salah satu IKU PTLR dalam Renstra PTLR 2010-2014 adalah “Jumlah
publikasi ilmiah nasional dan internasional hasil litbang pengelolaan limbah”. Setiap tahun PTLR mentargetkan minimal 4 publikasi ilmiah sehingga pada tahun 2014 akan diperoleh minimal 16 publikasi ilmiah. Untuk pencapaian tersebut, maka pada tahun 2011, dan sesuai dengan Penetapan Kinerja 2011, PTLR telah menetapkan indikator kinerja antara berupa “Jumlah publikasi ilmiah internasional”
dengan target pencapaiannya sejumlah 4 publikasi ilmiah internasional, dan dapat direalisasikan sesuai target. Publikasi ini adalah makalah hasil penelitian/pengkajian para peneliti PTLR yang dipresentasikan di forum resmi internasional, dengan rincian sebagai berikut.
6.1. Sorption Characterization of Radiocesium by Host Rock of Candidate Site as
Reliability Indication of Radioactive Waste Disposal Site, oleh : DR. Budi Setiawan.
Makalah ini dipresentasikan dalam “Environmental Technology and
Management Conference”, 4th ETMC 2011, tanggal 3 – 4 November 2011 di Bandung, Indonesia.
Makalah ini menguraikan tentang hasil penelitian Karakter penyerapan radiocesium pada sampel tanah liat yang cepat dan reversibel dan melibatkan reaksi pertukaran ion sederhana terjadi. Pada kondisi kesetimbangan, konsentrasi Cs lebih rendah dari konsentrasi awal. Efek konsentrasi Cs memberikan isoterm linier yang sesuai dengan mekanisme pertukaran ion logam dan efek dari kekuatan ionik menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi garam tanah kembali memberikan efek persaingan antara Na dan ion Cs menjadi hasil tanah liat samples. Mengindikasikan bahwa komposisi air tanah dapat sebagai komposisi dari tanah liat dalam mempengaruhi penyerapan ion logam ke dalam tanah liat, dan karenanya harus diperhitungkan ketika memilih sebuah situs untuk fasilitas pembuangan radwaste.
6.2. Study of Bioaccumulation Inorganic Mercury by Green Mussel (Perna
Viridis) from Jakarta Costal Bay Using Radiotracer, oleh : Dr. Heny Suseno, S.Si. M.Si.
Makalah ini dipresentasikan dalam “Environmental Technology and
Management Conference” , 4th ETMC 2011, tanggal 3 – 4 November 2011 di Bandung, Indonesia.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2011 PTLR 30
Makalah ini menguraikan tentang hasil penelitian penyerapan Hg linier dengan waktu. Faktor konsentrasi diukur pada kondisi mapan adalah 1101, 00 + 104,15 di seluruh tubuh kerang. Tingkat pembersihan konstan dari kerugian compartmental pertama adalah 0,042 + 0,003 d-1. Efisiensi asimilasi (AE) dari 203Hg2+ dalam remis dihitung menjadi studi Merkuri Bioakumulasi Anorganik Dengan Hijau Kupang (Perna Viridis) dari Teluk Jakarta menggunakan radiotracer.
6.3. Synroc Performance for Immobilization of High Level Liquid Radioactive
Waste, oleh : Drs. Gunandjar, SU. Makalah ini dipresentasikan dalam “International Conference of Basic
Science 2011, ICBS-2011”, tanggal 17-18 Februari 2011 di UNBRA Malang, Indonesia.
Makalah ini menguraikan tentang hasil penelitian Synroc adalah wasteform kristal yang terdiri dari kumpulan yang stabil dari fase titanat dipilih untuk stabilitas geokimia dan kemampuan kolektif untuk melumpuhkan semua elemen radioaktif hadir dalam HLLW. Pengembangan synroc untuk imobilisasi limbah tergantung pada yang mengandung radionuklida. Untuk aktinida mengandung HLLW adalah developend
zirconolite (CaZrTi2O7) synroc kaya, untuk limbah yang mengandung uranium dan plutonium adalah Dikembangkan piroklor (CaZrTi2O7) synroc
kaya dengan peredam neutron (Hf dan Gd) yang diperlukan untuk menekan potensi kekritisan, sedangkan untuk limbah yang mengandung Tc , Cs, dan Sr (dari panas memproduksi HLLW) dikembangkan hollandite [Ba (Al, Ti) 2Ti6O16 / perovskit CaTiO3 synroc kaya.
6.4. Biosorption Phenomena of Heavy Metals and Radionuclides by Dispersed
Bacterial Extracelular Polymeric Substances, oleh : Prof. Ir. Zainus Salimin dan Endang Nuraeni , ST.
Makalah ini dipresentasikan dalam “International Conference of
Basic Science 2011, ICBS-2011”, tanggal 17-18 Februari di UNBRA Malang, Indonesia.
Makalah ini menguraikan tentang hasil penelitian Biomassa bakteri aerob Bacillus Sp, Pseudomonas sp, arhtrobacter sp, dan Aeromonas sp, dapat melakukan biosorption Co-60, Fe-55 Sr-90, dan Cs-137 dari solusi, radionuklida sebagian besar terikat oleh EPS yang dapat berfungsi untuk pertukaran ion karena tingginya jumlah kelompok fungsional karboksil bermuatan negatif seperti, sulfat kelompok fosfat dalam EPS. Menurut urutan selektivitas nya yaitu Sr2+> Co2+> Cs2+> Fe2+ dimana Sr-90 sebagaimana pada awalnya biosorption. Untuk elemen lain, ketika pengaruh selektivitas tidak ada, namun yang menyebabkan waktu tunggu untuk radionuklida selektivitas tinggi, berat atom mengambil alih peran loading untuk flokulasi
dan pengendapan radionuklida.
Disamping itu, PTLR juga menghasilkan publikasi ilmiah yang diterbitkan pada prosiding dan jurnal internal BATAN yang di presentasikan dalam berbagai forum ilmiah , antara lain :
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2011 PTLR 31
Seminar Nasional dan Workshop Teknologi Pengelolaan Limbah IX PTLR-BATAN, pada tanggal 5-6 Oktober 2011, bertempat di Gedung DRN-Puspiptek, Serpong.
Sosialisasi Pengolahan Limbah Radioaktif di Indonesia pada tanggal 15 Nopember 2011, tempat di STTN Yogyakarta
Publikasi ilmiah yang diterbitkan pada prosiding dan jurnal internal BATAN
sebanyak 39 judul, sehingga total publikasi ilmiah yang dihasilkan pada tahun 2011 berjumlah 43 judul. Pada tahun 2010 PTLR secara keseluruhan menghasilkan publikasi ilmiah sebanyak 4..+... judul internasional makalah dan nasional (Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah, Seminar JASAKIAI, Seminar Pengelolaan Lingkungan Hidup, Seminar Nasional, Pengembangan Energi Nuklir dan Seminar Nasional). Dibandingkan tahun 2010, terjadi peningkatan publikasi ilmiah yang menunjukkan semakin meningkatnya kegiatan dan produktivitas para peneliti dan pelaksana sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas output maupun outcome kegiatan pengelolaan limbah radioaktif.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2011 PTLR 32
3.4. Akuntabilitas Keuangan
Dalam rangka menunjang tugas pokok dan fungsinya, PTLR memiliki Pagu
Anggaran tahun 2011 sebesar Rp. 34.083.395.000,- tersedia dalam DIPA PTLR tahun 2011 dan realisasi anggarannya sebesar Rp. 32.781.071.374, - atau 96,52 %, dapat dilihat secara garis besar pada Tabel 3.8. sebagai berikut.
Tabel 3.8.
Akuntabilitas Keuangan PTLR Periode tahun 2011 (dalam ribuarupiah)
ANGGARAN
SASARAN OUTPUT PAGU REALISASI %
1 2 6 7 8
Diperoleh hasil litbang teknologi pengelolaan limbah radioaktif dan Lingkungan
Dokumen Teknis Pengembangan Teknologi Pengelolaan Limbah Radioaktif dan Lingkungan
4.566.806
4.342.108,85
96,26
Dokumen Pengembangan Teknologi Pengelolaan Limbah Radioaktif dan Lingkungan
2.289.610
2.181.911,02
97,23
Laporan data dosis radiasi Eksternal dan data dosis radiasi Internal yang diterima pekerja radiasi di Kawasan Nuklir Serpong
48.169
31.518
65,43
Laporan Data Radioaktivitas Lingkungan Kawasan Nuklir Serpong 66.231
58.807
88,79
Laporan Dukungan Pengembangan Teknologi Pengelolaan Limbah Radioaktif dan Lingkungan
20.179.234
19.072.812,14
94,52
Dokumen Teknis Sistem Prateksi Radiasi Lingkungan Pasca PTLR Fukushima Daichi Disaster
6.933.345
6.820.134,60
98,39
JUMLAH 34.083.395 32.781.071,37 96,52
Pada tahun 2011 PTLR berhasil menyelesaikan 6 dari 6 IKU Sasaran Strategis “Diperoleh hasil litbang teknologi pengelolaan limbah radioaktif dan Lingkungan” yang dilaksanakan oleh 6 bidang, 1 bagian, dan 2 unit dengan total pagu anggaran Rp. 34.083.395.000,- dan penyerapan/realisasi sebesar Rp 32.781.071.374,-atau 96,52%, Data tersebut menunjukkan bahwa bidang/bagian/unit telah melaksanakan tugas dan fungsinya namun perlu peningkatan kinerja untuk mendukung Sasaran tersebut diatas, agar sesuai dengan indikator kinerja yang telah ditetapkan.
Pada output kegiatan Dokumen Teknis Pengembangan Teknologi
Pengelolaan Limbah Radioaktif dan Lingkungan yang didukung oleh 4 bidang dan 2 unit, tahun 2011 PTLR berhasil menyelesaikan 4 dari 6 IKU Sasaran PTLR yang dilaksanakan oleh Bidang Teknologi Pengolahan Limbah, Dekontaminasi dan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2011 PTLR 33
Dekomisioning (BTPLDD), Bidang Teknologi Penyimpanan Lestari (BTPL), Bidang Pengolahan Limbah (BPL), Bidang Keselamatan dan Lingkungan (BKL), Unit Jaminan Mutu (UJM), dan Unit Pengamanan Nukklir (UPN), dengan total pagu anggaran Rp. 4.566.806.000- dan penyerapan/realisasi sebesar Rp. 4.342.108.850,- atau 96,26%. data tersebut menunjukkan bahwa BTPLDD, BTPL, BPL, BKL, UJM, dan UPN, telah melaksanakan tugas dan fungsinya, namun perlu peningkatan kinerja untuk mendukung Sasaran PTLR agar sesuai dengan indikator kinerja yang telah ditetapkan.
Pada output kegiatan Dokumen Pengembangan Teknologi Pengelolaan
Limbah Radioaktif dan Lingkungan yang didukung oleh 2 bidang, tahun 2011 PTLR berhasil menyelesaikan 2 dari 6 IKU Sasaran PTLR yang dilaksanakan oleh BTPLDD dan Bidang Radioekologi Kelautan (BRK), dengan total pagu anggaran Rp.2.289.610.000,-dan penyerapan/realisasi sebesar Rp.2.181.911.020,- atau 97,23 %. data tersebut menunjukkan bahwa BTPLDD dan BRK telah melaksanakan tugas dan fungsinya namun perlu peningkatan kinerja untuk mendukung Sasaran PTLR agar sesuai dengan indikator kinerja yang telah ditetapkan.
Pada output kegiatan Laporan data dosis radiasi Eksternal dan data dosis radiasi Internal yang diterima pekerja radiasi di Kawasan Nuklir Serpong yang didukung dan dilaksanakan oleh BKL, merupakan kegiatan yang penganggarannya didasarkan pada Standar Biaya Khusus (SBK), dengan total pagu anggaran Rp. 48.169.000,- dan penyerapan/realisasi sebesar Rp.31.518.000,- atau 65,43 %. Pada output kegiatan Laporan data dosis radiasi Eksternal dan data dosis radiasi Internal yang diterima pekerja radiasi di Kawasan Nuklir Serpong, BKL merupakan bidang yang mempunyai tugas dan fungsi operasional bersifat rutin. Data tersebut menunjukkan bahwa BKL telah melaksanakan tugas dan fungsinya namun perlu peningkatan kinerja untuk mendukung Sasaran PTLR sesuai dengan indikator kinerja yang telah ditetapkan.
Pada output kegiatan Laporan Data Radioaktivitas Lingkungan Kawasan
Nuklir Serpong yang didukung dan dilaksanakan oleh BKL, juga merupakan kegiatan yang penganggarannya didasarkan pada Standar Biaya Khusus (SBK), dengan total pagu anggaran Rp. 66.231.000,- dan penyerapan/realisasi sebesar Rp.58.807.000,- atau 88,79 %. Pada output kegiatan Laporan Laporan Data Radioaktivitas Lingkungan Kawasan Nuklir Serpong, BKL merupakan bidang yang mempunyai tugas dan fungsi operasional bersifat rutin. Data tersebut menunjukkan bahwa BKLtelah melaksanakan tugas dan fungsinya namun perlu peningkatan kinerja untuk mendukung Sasaran PTLR agar sesuai dengan indikator kinerja yang telah ditetapkan.
Pada output kegiatan Laporan Dukungan Pengembangan Teknologi Pengelolaan Limbah Radioaktif dan Lingkungan yang didukung oleh 3 bidang/1 bagian, yang dilaksanakan oleh BPL, BKL, Bidang Operasi dan Sarana Penunjang (BOSP) dan Bagian tata Usaha (BTU), dengan total pagu anggaran Rp.20.179.234.000,- penyerapan/realisasi sebesar Rp.19.072.812.140,- atau 94,52%. termasuk anggaran Gaji, Lembur dan Honorarium sebesar
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2011 PTLR 34
Rp.9.349.697.000,- anggaran operasional perkantoran sebesar R p.2.548.704.000,- dan Layanan Pengolahan Limbah Radioaktif Cair dan Padat (PNBP) sebesar Rp. 1.231.118.000,- anggaran R evitalisasi Fasilitas Pengelolaan Limbah Radioaktif dan Lingkungan sebesar Rp.6.664.715.000,- serta Layanan sarana dan prasarana sebesar Rp .385.000.000,- . Pada output kegiatan Laporan Dukungan Pengembangan Teknologi Pengelolaan Limbah Radioaktif dan Lingkungan BPL,BRK,BOSP, dan BTU merupakan bidang/ bagian yang mempunyai tugas dan fungsi operasional bersifat rutin. Data tersebut menunjukkan bahwa BPL, BKL, BOSP, dan BTU telah melaksanakan tugas dan fungsinya namun perlu peningkatan kinerja untuk mendukung Sasaran PTLR agar sesuai dengan indikator kinerja yang telah ditetapkan.
Laporan Dukungan Pengembangan Teknologi Pengelolaan Limbah Radioaktif dan Lingkungan
Pada tahun 2011 PTLR mendapat tambahan kegiatan sebanyak 1 output, yaitu Sistem Proteksi Radiasi Lingkungan Pasca PLTN Fukushima Daichi Disaster, yang penganggarannya bersumber dari pemanfaatan hasil penghematan anggaran tahun 2011, dan dituangkan dalam Revisi-2 DIPA PTLR tahun 2011 dengan Pagu anggaran sebesar Rp. 6.933.345.000,- dapat diserap sebesar Rp 6.820.134.600,- (98,39%). Data tersebut menunjukkan bahwa BKL telah melaksanakan tugas dan fungsinya namun perlu peningkatan kinerja untuk mendukung Sasaran PTLR agar sesuai dengan indikator kinerja yang telah ditetapkan.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2011 PTLR 35
BAB IV
PENUTUP
Rencana Strategik PTLR yang memuat Visi dan Misi PTLR yang mendasari DIPA PTLR
tahun 2011 telah dilaksanakan. Secara umum kegiatan yang dilakukan PTLR berhasil dengan baik.
Tingkat keberhasilan tersebut terlihat dengan prosentase penyerapan dana sebesar 96,52%,.
Prosentase pencapaian target tersebut akan lebih ditingkatkan dimasa mendatang dengan tetap
mengacu pada rencana strategik PTLR dan menjalankan kebijakan-kebijakan yang diberikan
pimpinan BATAN.
Program dan kegiatan yang telah dilaksanakan dengan rincian output sebagai berikut :
1. Jumlah dokumen teknis tapak konsep desain dan keselamatan fasilitas disposal limbah radioaktif
dan TENORM.
Terdiri dari 4 komponen kegiatan, yaitu :
a. Penentuan Tapak Terpilih Disposal Limbah Radioaktif di Pulau Jawa
(site selection state, IAEA 11, G-3.1).
b. Penyiapan Desain Konsep Fasilitas Demo Disposal Limbah Radioaktif di Kawasan Nuklir
Serpong.
c. Manajemen Teknologi Pendukung Keselamatan Fasilitas Disposal Limbah Radioaktif dan
Limbah TENORM.
d. Studi Calon Tapak Disposal Limbah Radioaktif Operasi PLTN di Bangka Belitung :
Penyusunan Konsep dan Rencana Disposal.
2. Jumlah dokumen teknis kajian proses pengolahan limbah radioaktif cair dan padat yang
ditimbulkan dari operasi PLTN.
Terdiri dari 1 komponen kegiatan, yaitu :
a. Pengembangan Teknologi Pengelolaan Limbah PLTN
b. Pengembangan Teknologi Dekontaminasi Kimia dan Dekomisioning.
c. Pengembangan Teknologi Pengolahan Limbah Pendukung Instalasi Pengolahan Limbah
Radioaktif.
d. Pengembangan Teknologi Pengolahan Limbah Cair dari Industri.
3. Jumlah dokumen teknis sistem proteksi radiasi reaktor riset dan PLTN
Terdiri dari 6 komponen kegiatan, yaitu :
a. Peningkatan dan Pengembangan Pemantauan Daerah Kerja dalam Pengelolaan Limbah
Radioaktif dan Penyimpanan Bahan Bakar Bekas.
b. Optimasi Pengendalian Dosis Personil di Kawasan Nuklir Serpong
c. Penentuan Batas Buang Effluent Radioaktif ke Badan Air dan ke Atmosfer Kawasan Nuklir
Serpong.
d. Kajian Keselamatan Radiologik Penduduk Calon PLTN Pilihan AP-1000 di Bangka Belitung.
e. Pengukuran Dosis Latar pada Calon Tapak PLTN di Bangka Belitung
f. Kajian Keselamatan Radiologik Pekerja Calon PLTN Pilihan AP-1000
4. Jumlah dokumen teknis pengelolaan pra disposal LRA cair dan padat.
Terdiri dari 8 komponen kegiatan, yaitu :
a. Pengembangan Teknologi Proses Pengolahan Limbah Radioaktif Cair secara Evaporasi dan
Sementasi.
b. Pengembangan Teknologi Proses Pengolahan Limbah Radioaktif Padat secara Insenerasi dan
Kompaksi.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2011 PTLR 36
c. Pengembangan Sistem Informasi Manajemen Limbah Radioaktif, Preparasi dan Analisis
Limbah Radioaktif.
d. Pengembangan Teknlogi Transportasi dan Penyimpanan Sementara Limbah Radioaktif,
Limbah B3, Limbah Aktivitas Tinggi.
e. Pengembangan Teknologi Proses Pengolahan Limbah B3 Internal Batan.
f. Optimalisasi Pengoperasian Sistem Penyedia Media dan Energi IPLR.
g. Sistem Manajemen Mutu Terpadu Pengelolaan Limbah Radioaktif.
h. Optimasi Sistem Pengamanan Fasilitas Pengelolaan Limbah Radioaktif.
5. Jumlah dokumen teknis baseline data radioekologi kelautan di Bangka Barat, Bangka Belitung.
Terdiri dari 4 komponen kegiatan yaitu :
a. Pemantauan Radioekologi Kelautan di Semenanjung Muria dan Bangka Belitung.
b. Konsep Desain Laboratorium Radioekologi Kelautan di Semenanjung Muria dan Bangka
Belitung.
c. Pemodelan Penyebaran Radionuklida Dalam Kompartemen Laut.
d. Pengembangan Metode Analisis Radionuklida Dalam Kompartemen Ekosistem Laut.
6. Jumlah publikasi ilmiah internasional.
Terdiri dari 4 publikasi ilmiah internasional dengan judul yaitu :
1. Sorption Characterization of Radiocesium by Host Rock of Candidate Site as Reliability
Indication of radioactive Waste Disposal Site.
2. Study of Bioaccumulation Inorganic Mercury by Green Mussel (Perna Viridis) from Jakarta
Costal Bay Using Radiotracer.
3. Synroc Performance for Immobilization of High Level Liquid Radioactive Waste.
4. Biosorption Phenomena of Heavy Metals and Radionuclides by Dispersed Bacterial
Extracelular Polymeric Substances.
Perbandingan prosentase capaian sasaran Renstra PTLR pada tahun 2010 – 2011 dilakukan
melalui 5 (lima) sub output berdasarkan Indikator Kinerja PTLR tahun 2011, tahun 2010 capaian
sasaran program kegiatan dilakukan melalui 4 (empat) program kegiatan, prosentase capaian rata-
rata 99,31% yang terdiri dari :
1. Jumlah dokumen teknis tapak, konsep desain dan keselamatan fasilitas disposal limbah radioaktif
dan TENORM,
2. Jumlah dokumen teknis kajian proses pengolahan limbah radioaktif cair dan padat yang
ditimbulkan dari operasi PLTN,
3. Jumlah dokumen teknis sistem proteksi radiasi reaktor riset dan PLTN,
4. Jumlah dokumen teknis pengelolaan pra disposal LRA cair dan padat,
5. Jumlah dokumen teknis baseline data radioekologi kelautan di Bangka Barat, Bangka Belitung
6. Jumlah publikasi ilmiah internasional.
Beberapa hambatan dan permasalahan yang dihadapi baik teknis, maupun yang sifatnya
koordinasi akan dilakukan langkah-langkah antisipatif sebaik-baiknya. Tindak lanjut yang
diperlukan dalam menghadapi kendala PTLR pada tahun anggaran 2011 adalah sebagai berikut :
Koordinasi pelaksanaan proses pengadaan barang dan jasa harus lebih intensif dan lebih awal,
agar capaian kegiatan sesuai dengan target yang diinginkan.
Perbaikan metode penelitian dilakukan dengan melibatkan pihak-pihak yang kompeten antara
lain PTKMR (untuk pembuatan standard gas SF6 dan kajian hasil eksperimen), PATIR (analisis
gas chromatografi), ANSTO (pemodelan dispersi atmosferik). Persiapan teknis dan administrasi
dilakukan untuk pelaksanaan eksperimen lanjutan dengan pendamping dari ANSTO.
Melakukan sosialisasi dan koordinasi yang berkesinambungan dengan para pelanggan/pihak
penimbul limbah radioaktif, dalam hal ini pihak industri, rumah sakit, lembaga penelitian atau
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2011 PTLR 37
instansi lainnya tentang Jasa layanan pengelolaan limbah radioaktif yang dilakukan oleh PTLR,
dan koordinasi dengan BAPETEN, untuk konfirmasi daftar nama penimbul limbah di seluruh
Indonesia.
Revisi DIPA dan POK harus dilakukan lebih terencana dan lebih awal, sehingga kegiatan litbang
dapat dilaksanakan dengan optimal.
Akhirnya, dukungan dan kerjasama dari seluruh pegawai PTLR dan unit kerja di lingkungan
BATAN serta masyarakat sangat diharapkan, sehingga visi dan misi PTLR akan dapat terwujud.
TINGKAT SATUAN KERJA KEMENTRIAN/LEMBAGA
UNIT KERJA : PUSAT TEKNOLOGI LIMBAH RADIOAKTIF
SASARAN INDIKATOR SASARAN (OUTCOME) TARGET REALISASI
1 2 3 4 5
100%
100%
95%
100%
100%
100%
Lampiran 1 - Formulir PK
PENGUKURAN KINERJA
Tahun Anggaran : 2011
% CAPAIAN TARGET
Diperoleh hasil litbang teknologi pengelolaan limbah radioaktif dan lingkungan.
Jumlah dokumen teknis tapak, konsep desain dan keselamatan fasilitas disposal limbah radioaktif dan TENORM
1 Dokumen Teknis
1 Dokumen Teknis
Jumlah dokumen teknis kajian proses pengolahan limbah radioaktif cair dan padat yang ditimbulkan dari operasi PLTN
1 Dokumen Teknis
1 Dokumen Teknis
Jumlah dokumen teknis sistem proteksi radiasi reaktor riset dan PLTN
1 Dokumen Teknis
1 Dokumen Teknis
Jumlah dokumen teknis pengelolaan pra disposal LRA cair dan padat
1 Dokumen Teknis
1 Dokumen Teknis
Jumlah dokumen teknis baseline data radioekologi kelautan di Bangka Barat, Bangka Belitung
1 Dokumen Teknis
1 Dokumen Teknis
Jumlah publikasi ilmiah internasional 4 Publikasi 4 Publikasi
Jumah Anggaran Kegiatan tahun 2011 : Rp. 28.796.711.000,- Revisi-2 DIPA : Rp. 34.083.395.000,-
Jumlah Realisasi Anggaran Kegiatan tahun 2011 Rp. 32.781.071.374.000,-
Lampiran 2
DAFTAR PUBLIKASI PTLR ILMIAH DALAM NEGERI YANG TELAH DIPRESENTASIKAN DALAM SEMINAR TEKNOLOGI PENGELOLAAN LIMBAH
VIII TAHUN 2011 ISSN No. 1410-6086 DI SERPONG
NO N A M A JUDUL MAKALAH1 Ir. Aisyah, MT Pengaruh komposisi gelas frit terhadap
karakteristik gelas limbah2 Ir. Herlan Martono,MMSC Gelas frit dan polimer untuk solidifikasi limbah
cair aktivitas rendah skala industri.3 Heru Sri Wahyun, SST Inventarisasi paket limbah olahan untuk
menyimpan lestari dalam demo plant disposal 4 Drs. Gunandjar, SU Pengembangan teknologi pengolahan limbah cair
dari industri : imobilisasi sludge limbah radioaktif dari dekomisioning fasilitas permurnian asam fosfat menggunakan bahan matriks synroc.
5 Ir. Sucipta, M.Si Pemilihan tapak potensial untuk penyimpanan lestari limbah radioaktif di pulau Jawa dan sekitarnya.
6 Ir. Muljono Darjoko, SU, Ir. Nurokhim
Penggunaan computer code ORIGEN 2 untuk estimasi perhitungan radionuklida pada komponen Reaktor Riset Triga Mark II
7 Dr. Budi Setiawan, M.Eng Sorpsi radionuklida Cs-137 oleh batu lempuing formasi daerah Subang sebagai wilayah potensial untuk penyimpanan limbah lestari radioaktif.
8 Ir. Subiarto Pengolahan limbah boron -10 dari operasi PLTN type PWR
9 Kuat Heryanto,ST Optimalisasi pendingin bahan bakar bekas Reaktor Serba Guna Siwabessy di instalasi penyimpanan sementara bahan bakar nuklir bekas
10 Dewi Susilowati Konsep desain fasilitas demontration- plant penyimpanan limbah radioaktif dekat permukaan (near surface disposal) di PPTN Serpong.
11 Ir. Husen Zamroni, Pungky Ayu Artati,ST
Pengolahan limbah radioaktif terpadu dari PLTN 1000 MW .
12 Bung Tomo, ST, Irwan Santoso, Suhartono, ST
Pengolahan sumber radioaktif terbungkus bekas dari industri di Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR).
13 Frof. Ir. Zainus Salimin,M.Si Denitrifikasi limbah radioaktif cair yang mengandung asam nitrat dengan proses biooksidasi.
1
14 Ir. Endang Nur'aeni, Drs. Gunandjar,SU
Imobilisasi limbah sludge radioaktif hasil dekomisioning fasilitas PAF – PKG menggunakan bahan matriks SYNROC dengan proses sintering
15 Drs. Sutoto Pengambilan ion perak dari elektrolit bekas proses oksidasi elektrokimia limbah organiok solven.
16 Mirawaty, A.Md Imobilisasi limbang sludge dari dekomisioning fasilitas permurnian asam fosfat dengan matriks campuran bitumen dan pasir.
17 Yuli Purwanto,A.Md. Imobilisasi alumino silikon fosfat jenuh menggunakan polimer.
18 Wati, ST Penyerapan limbah uranium dalam rafinet menggunakan resin penukar ion dengan pengkomplek natrium karbonat dan imobilisasi menggunakan polimer polister tak jenuh.
19 Chevy Cahyana,M.Si Model semaran panas air kanal pendingin instalasi pembangkit listrik ke badan air laut.
20 Wahyu Retno,SSi Radioekologi kelautan di Semenanjung Muria
DAFTAR PUBLIKASI PTLR ILMIAH DALAM NEGERI YANG TELAH DIPRESENTASIKAN DALAM SEMINAR PERTEMUAN DAN
PRESENTASI ILMIAH PENELITIAN DASAR ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA
17 JULI 2011 ISSN No. 1410-8178 DAN 19 JULI 2011 ISSN No. 0216-3128
2
NO N A M A JUDUL MAKALAH1 Ir. Herlan Martono,MM.Sc, Ir.
Aisyah,MT Pengaruh Oksidasi pembentuk gelas dan oksidasi limbah terhadap ketahanan kimia gelas-limbah.
2 Ir. Gunandjar,SU Imobilisasi limbah radioaktif mengandung uranium menggunakan bahan matriks synroc titanat dengan proses sintering suhu tinggi.
3 Prof. Ir. Zainus Salimin,M.Si, Jaka Rachmadetin, S.Si
Dentriffikasi limbah radioaktif cair yang mengandung asam nitrat dengan proses biooksidasi.
4 Ir. Sucipta,M.Si, Ir. Ari Pudyo R Penyiapan AMDAL Fasilitas demontration plant disposal limbah radioaktif di kawasan Nuklir Serpong.
5 Ir. Aisyah, MT Kajian kerusakan gelas yang mengandung limbah aktivitas tinggi dalam Canister
6 Drs. Arimuladi S, Purnomo dan Ir. Sucipta.M.Si
Pengkajian keselamatan near surface disposal limbah radioaktif ditinjau dari aspek peatures, events dan process.
7 Ir. Sucipta, M.Si. Kajian keselamatan landfill limbah tenorm dari industri minyak dan gas bumi.
8 Tri Bambang L, Dra.Sri Widayati, L.Kwin P,SKM.
Pengembangan sistem monitoring dosis radiasi Interna pekerja radiasi secara in vivo
9 L.Kwin P, SKM Evaluasi keselamatan radiasi pengunjung di tempat penyimpanan sementara limbah radioaktif
10 Sugeng Purnomo, ST Penggunaan unit ozomizer untuk destruksi sianida dalam limbah bahan berbahaya dan beracun
3
International Conference of Basic Science 2011
ICBS-2011
BIOSORPTION PHENOMENA OF
HEAVY METALS AND
RADIONUCLIDES BY DISPERSED
BACTERIAL EXTRACELULAR
POLYMERIC SUBSTANCES
Zainus Salimin1, Endang Nuraeni
2
Center for Radioctive Waste Management Technology
National Nuclear Energy Agency of Indonesia (BATAN)
Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan, Banten 15314
Phone : 021-7563142, E-mail : [email protected]
Presented on
International Conference of Basic Science 2011
ICBS-2011 Universitas Brawijaya, Malang 17-18 February 2011
BIOSORPTION PHENOMENA OF HEAVY METALS AND
RADIONUCLIDES BY DISPERSED BACTERIAL
EXTRACELULAR POLYMERIC SUBSTANCES
Zainus Salimin1, Endang Nuraeni
2
Radioactive Waste Technology Center
National Nuclear Energy Agency of Indonesia
Abstract
Bacteria can accumulate the heavy metals and radionuclides from its external environment by
biosorption accumulation mechanisms of fisical, chemical, and biological processes including flocculation,
adsorption, coprecipitation, complex formation, and mass transfer phenomenas. The processes can occurs by
functional support of bacterial extracellular polymeric substance (EPS) resulting from bacterial excretion, cell
lysis or organic matter in surroundings. The EPS is composed of polysaccarides (40-95% of total EPS), protein
(1-60%), nucleic acid (1-10%), lipids (1-10%), and polymers of amino acids and other compounds of microbial
origin. The operation of Serpong Nuclear Facilities generates liquid waste containing detergent and various
radionuclides. The simulation waste containing detergent of 0,748 g/l and the radionuclides of Co-60, Fe-55,
Sr-90 and Cs-137 on the activities of 1,5x1010
, 8,16x109, 3,09x10
9 and 4,8x10
9 Bq/l respectively was treated by
biooxidation process using mixed aerob bacterias of bacillus sp, pseudomonas sp, arthrobacter sp, and
aeromonas sp. The bacteria needs the periode for adaptation of 4 days, indicated by generating of brown active
sludge of biomass. Bacterial biomass performs the biosorption of radionuclides by sequence of its selectivity i,e
Sr+2
> Co+2
> Cs+2
> Fe+2
. The Sr-90 having highest selectivity will be firstly absorbed by biomass then it is
normally followed by absorption of Co-60, Cs-137, and Fe-55. When the influence of selectivity is not coming
yet in its sequence caused of waiting time for attaching the radionuclide of high selectivity, the atom weight
(a.w) takes over the loading role for flocculation and precipitation of the radionuclides. Performance
unification between the roles of selectivity and atom weight gives the result of flocculation and precipitation
time for each element of Cs (a.w 133), Sr (a.w 88). Co (a.w 60), and Fe (a.w 56) on the value of 5, 6, 10, and 12
days respectively. On the processing time of 20 days, the activity of each element on supernatant result was
attained the standard value of environmental radioactivity level (Decree of Chairman of National Nuclear
Energy Control Agency No. 02/Ka-Bapeten/V-99) i.e 3x104 Bq/l for Fe-55, 4x10
3 Bq/l for Sr-90, 7x10
2 Bq/l for
Cs-137 and 2x103 Bq/l for Co-60.
Keywords: biosorption, extracellular polymeric substance, ion selectivity.
1. Introduction
The nuclear industry activities generates low level
radioactive organic liquid waste i.e detergent
waste from nuclear laundry, spent solven of 30%
TBP (tri-n-butyl) in kerosin from uranium
purification or uranium recovery from the
operation failure of nuclear fuel fabrication,
organic solven as xylene, toluene, dioxin, etc. The
activity of Serpong nuclear facilities as
radioisotope production, nuclear fuel fabrication,
reactor operation, radiometalurgy, radioactive
waste treatment, etc generates low level
radioactive waste water containing radionuclide
elements of Co-60, Fe-55, Sr-90, Cs-137, etc.
From the activity of laundry operation of the
contaminated cloth performing by Radioactive Waste
Technology Center at Serpong generates very low
level radioactive waste water containing persil
detergent (the compound of alkyl-aril sulfonat with
chemical formula of CH3-(CH2)10-CH2-OSO3Na)[1].
That’s detergent waste water is mixed with another
radioactive waste water to become the low level
radioactive liquid waste containing detergent of 0,748
g/l on the activity Co-60, Fe-55, Sr-90, Cs-137, etc of
109 Bq/l. At the present, that’s liquid waste is treated
by evaporation to concentrate its radioactivity on the
concentrate. The evaporation concentrate is then
solidified with cement matrix. The evaporation of
liquid waste containing detergent generates the
foam evoking the radioactivity contamination of
distillate, in this case the failure of evaporation
operation occurs. For avoding the contamination
of distillate by radionuclides elements, it is
necessary to utilize antifoaming matter as silicon-
oil[1]. The evaporation operation cost is enough
expensive cause of the fulfillment of steam need
from oil burning on the boiler, and the needs of
antifoaming and descaling matters[2].
The biodegradation of organic matters and the
biosorption of radionuclide and heavy metal
elements by bacterial bio-oxidation are the
effective processes for detoxification and
decontamination of organic and radioactive liquid
waste. It is necessary to study the bacterial bio-
oxidation process for the assessement of
alternative treatment of low level radioactive
liquid waste containing detergent.
Theory
Bio-oxidizing Process
For waste water contains the organic compound,
the removal of organic content from solution can
be perfomed by sorption, stripping and
biodegradation. Non degradable organic
compound such as detergent or solvent having
closed chair carbon compound can be removed
from waste water by sorption using biological
solid. The removal of volatile organic carbon is
performed by stripping process using the counter-
current operation process of gas-solution mass
transfer. The removal of organic contents by
biodegradation using bio-oxidizing process is
done specifically for degradable organic having
straight chain carbon compound[3].
Bio-oxidizing process of the most
remaining organic matters occurs in the aeration
tank, and the final clarifier removes the biological
sludges, which are partially returned to mix with
the incoming feed as the bacteria resources. On
the biodegradation process of organic waste water
using microorganism particularly the aerobic
bacteria, oxygen and nutrient are consumed by
bacteria for energy resources and regeneration of
new cell/new bacteria. Living cells will use the
organic compound as its food until that’s
compound changed into CO2 and H2O following
reaction on the equation 1 and equation 2. The
organic compound is toxic substances, by its
degradation into CO2 and H2O the detoxification
of solution occurs. The cells are quickly
regenerated and grew and then dead. The living
and dead of cells or new cells and non
biodegradable cellular residue according the
equation 1 and 2 respectively will form microbial
biomass which are sedimented to transform the
biological sludges[3].
In equation (1), k is a rate coefficient and is a
function of the biodegradability of the organic or the
mixture of organics in the waste water. The
coefficient a’ is the fraction of the organics removed
that is oxidized to end products for energy. The
coefficient a is the fraction of organics removed that
is synthesized to cell mass. The coefficient b is the
fraction per day of degradable biomass oxidized and
b’ the oxygen required for this oxidation. The need of
nutrients of N and P on the treatment of industrial
waste water are calculated from the ratio BOD, N,
and P on the quantities of 100 : 5 : 1. Trace nutrient
requirement for bio-oxidation is shown on the Table
1.
When water contains the organic compound,
metals and radionuclides elements (ion
contaminants), the microbial biomass will absorbs
metals and radoinuclides that mentioning
biosorption[4].
Table 1. Trace nutrient requirements for biological
oxidation[3].
Trace nutrient mg/mg BOD
Mn
Cu
Zn
Mo
Se
Mg
Co
Ca
Na
K
Fe
CO3
10x10-5
14.6x10-5
16x10-5
43x10-5
14x10-10
13x10-5
62x10-4
5x10-5
45x10-4
12x10-3
27x10-4
30x10-4
Source: Eckenfelder (1989)
The accumulation mechanism of radionuclide and
heavy metal elements on the bacterial biomass can
occurs by processes of fisical, chemical, and
biological including adsorption, precipitation,
complex formation, and mass transfer phenomena.
Living and dead cells resulting by bacterial cell as
cell wall composer, pigment, polysaccharide, metal
bonding protein, non biodegradable cellular residue,
Organics + a’O2 + N + P a new cells + H2O
+ non biodegradable soluble residue (1)
cells
k
Cells + b’O2 b CO2 + H2O + N + P +
non biodegradable soluble residue (2)
have the capability to remove the radionuclide and
metal element. The kinds of specifics bacteria for
corresponded metals and radionuclides elements
removal are shown on the Table 2.
Table 2. Some examples of bacterial heavy metal
and radionuclide accumulation[4].
Organism Element Uptake (%
dry weight)
1.Bakteria
Streptococcus sp. U 2-14
S. viridochro- mogenes U 30
Thiobacillus ferrooxidans Ag 25
Zooglea sp. Cd 4-9
Co 25
Cu 34
Ni 13
U 44
Citrobacter sp. Pb 34-40
Cd 40
U 90
Pseudomonas aeruginosa U 15
Mixed culture Cu 30
Mixed culture Ag 32
Bacillus sp. Pb 60,1
Cu 15,2
Zn 13,7
Cd 21,4
Ag 8,6
Note: U* uranium and its decay radonuclides
The biological sludges will be loaded by metals
and radionuclides elements. Table 3 shows the
bacterial cell component, each component can
function to perform the sorption radionuclide and
heavy metal elements [5]. It appears that the
metals are largely bound by the extracellular
polymeric substances (EPS), produced by
bacteria. The EPS result from bacterial excretion,
cell lysis or organic matters in surrounding. The
EPS have a complex composition consisting
polysaccharides (40-95% of total EPS), protein
(1-60%), nucleic acids (1-10%), lipids (1-10%),
and polymer of amino acid and other compounds
of microbial origin[6]. The EPS has to function
for ion exchange due to the high amount of
negatively charged functional group like carboxyl,
phosphate and sulphat group in EPS. The ion
exchange reaction on the EPS is similar to the
organic ion exchange resin as follows:
M+
1 + EPS. M2 M2 + EPS. M1
Where M1+ and M2
+ are cations of difference
species in which M1+
has the greater selectivity.
The greater selectivity is the preference for the ion
by the exchanger[7]. An ion exchanger tends to
prefer: (1) ions of higher valence, (2) ions with a
small solvated volume, (3) ions with greater ability to
polarize, (4) ions that react strongly with the ion
exchange sites of the exchanger solid, and (5) ions
that participate least with other ions to form
complexes. For the usual cation exchangers, the
preference series for the most common cations is as
follows (Helfferich. F., 1962): Ba+2
Pb+2
Sr+2
Ca+2
Ni+2
Cd+2
Cu+2
Co+2
Zn+2
Mg+2
Ag+1
Cs+1
K+1
NH4+1
Na+1
H+1
The overall process sequences are the adding of
nutrients and aeration, then the adding of conformed
bacteria, adaptation of bacteria on the organic
solution milieu, bacteria eats organic compound,
detoxification process from organic compound,
growing-regeneration-dead of bacteria by natural
cycle, formation of biomass, biosorption of metals
and radionuclides elements and detoxification process
from heavy metals.
Tabel 3. Description of bacteria cell components
functions to support biosorption
Cell
component
Function
Cell wall
Cell membrane
Ribosomes
Flagella
Fimbriae and pili
Provides strength to maintain the
cell shape and protects the cell
membrane. Some bacteria can
produce a sticky polysaccharide
layer outside the cell wall, called a
capsule or slime layer.
Controls the passage of dissolved
organics and nutrients into the cell
and the waste materials and
metabolic by-products out of the
cell.
Particles in the cytoplasm that are
composed of ribonucleic acid
(RNA) and protein and are the sites
where proteins are produced
Protein hairlike structures that
extended from the cytoplasm
membrane several bacteria lengths
out from the cell and provide
mobility by rotating at high speeds.
Short protein hairlike structures (pili
is longer) that enable bacteria to
stick to surfaces. Pili also enable
bacteria to attach to each other.
2. Experimental Details
Material
Materials utilizing on the experiment are persil
detergent, mixed mutant bacteria of bacillus sp,
pseudomonas sp, arthrobacter sp and aeromonas sp,
urea, tri super phosphate (TSP), potassium
carbonat, sulfuric acid, silver sulfate, mercury
sulfate, manganese sulfate, sodium hydroxide,
potassium iodide, sodium thiosulfate, amilum
indicator, cesium nitrate, strontium nitrate, cobalt
nitrate, and ferrous ammonium sulfate.
Equipment
Equipment utilizing on the experiment are bio-
oxidatoin process unit (see Figure 1), water
checker for measuring dissolved oxygen and pH,
UV-VIS spectrophotometer for measuring of
chemical oxygen demand, and atomic absorption
spectrophotometer for measuring of Co, Fe, Sr,
and Cs contents.
Figure 1. Biological treatment process unit.
Method
Preparation of Simulation Waste
The simulation waste is prepared by weighing of
cobalt nitrate Co(NO3)2.6H2O 2,95 g, ferrous
ammonium nitrate Fe(NH4)2 (SO4)2.6H2O 2,81 g,
strontium nitrate Sr(NO3)2 0.97 g, and cesium
nitrate CsNO3 1,17 g, then that’s salts are
dissolved into 200l of aquadest. It is obtained the
solution having the activities of Co-60 1,5 x 1010
Bq/l, Fe-55 8,16 x 109 Bq/l, Sr-90 3,09 x 10
9 Bq/l
and Cs-137 4,8 x 109 Bq/l. Percil detergent is
weighted on the quantity of 37,4 g and then
dissolved on the 200l of aquadest, it is obtained
the solution of 0,788g/l of detergent.
Waste Treatment by Bio-oxidation
Simulation liquid waste with the persil detergent
concentration of 0,748 g/l in which its BOD 68
ppm, COD 128 ppm, and the activities of Co-60,
Fe-55, Sr-90 and Cs-137 on the value of 1,5x1010
,
8,16x109 and 4,8x10
9 Bq/l respectively is putted
into bio-oxidation process unit, 120l into aeration
vessel R-01 and 50l into sludge separation vessel R-
02. The circulation pump P-01, aerators P-02, P-03
and P-04 are served in operation using the
configuration of valve V-06 close, valve V-04 and V-
05 open in which the liquid level in R-01 and R-02
constant. The nutrients of urea and TSP on the ratio
of BOD:N:P=100:5:1 is introduced into solution.
Measuring of pH and DO are performed using water
checker. The mixed bacteria is putted into the
solution. The solution of nutritient is prepared and
putted on the nutrient tank T-03, during the process
operation, valve of V-03 open so the solution of
nutrient dispensing drop by drop. The solution sample
is taked every 2 hours after adaptation of bacteria on
the solution. The content of activity of Co-60, Fe-55,
Sr-90 and Cs-137 on the solution is analized.
3. Result and Discussion The initial simulation liquid waste has the parameters
of COD 128 ppm and BOD 68 ppm. Water utilizing
for experiment is a treated water coming from
Cisadane River in which trace nutrient indicating on
the Table 1 is enough concentration in water, it is
necessary to inject trace nutrient in the solution for
experiment. The mixed bacterias utilizing on the
experiment are conformed with the kinds of
radionuclide on the liquid waste as shown on Table 2.
The bacteria needs to adapt the waste milieu during 4
days, indicated by generating of brown active sludge
of biomass. Figure 2 indicates the relation between
activity of Co-60 on the supernatant liquid and sludge
as the function of process period. It is indicated that
from the initial periode until the periode of less than
10 days the activity Co-60 on supernatant liquid
always superior than the activity on the sludge. In that
case the bacteria be still on the very small floating
coloni, the formation of bacterial biomass having the
gravity weight forces not occurred yet. The
biosorption of Co-60 be not take place yet cause of
the bacterial biomass at the beginning chose to
performs the biosorption of Sr-90 having the biggest
selectivity. After the process periode being superior
to 10 days, the activity of sludges began to increase
but the activity of supernatant liquid starts to decrease
significantly. On the process periode more than 10
days, the formation bacterial biomass occurs
significantly to become the big flocculated coloni in
which the biosorption of Co-60 occurs, it having the
weighted force for gravity precipitation.
0.00E+00
2.00E+09
4.00E+09
6.00E+09
8.00E+09
1.00E+10
1.20E+10
1.40E+10
1.60E+10
0 5 10 15
Process time (days)
Ac
tiv
itie
s C
on
ce
ntr
ati
on
(B
q/L
)
supernatant concentrate
Figure 2. Relation between activity of Co-60 on
the supernatant liquid and sludges as the function
of process periode.
Figure 3 indicates the relation between activity of
Fe-55 on the supernatant liquid and sludges as the
function of process periode. There is the same and
Fe-55 indicating by Figure 2 and Figure 3,
however the process periode on the formation of
flocculated and precipitated biomass for Fe-55 is
12 days, longer than for Co-60. Cation Fe utilized
on the experiment is ferrous ion (Fe2+
) so on the
point of view its selectivity is smaller than the
selectivity of Co2+
. The atom weight of Co is
higher than for Fe, when the element is absorbed
by biomass so the loaded floc by cation Co will
previously precipitated than cation Fe
0.00E+00
1.00E+09
2.00E+09
3.00E+09
4.00E+09
5.00E+09
6.00E+09
7.00E+09
8.00E+09
9.00E+09
0 5 10 15 Process time (days)
Ac
tiv
itie
s c
on
ce
ntr
ati
on
(b
q/L
)
supernatant concentrate
Figure 3. Relation between activity of Fe-55 on
the supernatant liquid and sludges as the function
of process periode.
Figure 4 shows the relation between activity of Sr
on the supernatant liquid and sludges as the
function of process periode. It is indicated the
difference phenomena comparing Figure 3 (For
Fe) and Figure 2 (for Co), the activity of Sr-90 on
the sludges is always superior than on the
supernatant liquid even at the beginning of the
process. That’s difference is enable because the
selectivity and atomic weight of Sr being highest
than for Co and Fe. From the beginning of process
the cation Sr is already absorbed by biomass and then
flocculated and precipitated by gravity force.
0.00E+00
2.00E+09
4.00E+09
6.00E+09
8.00E+09
1.00E+10
1.20E+10
1.40E+10
1.60E+10
0 5 10 15
Process time (days)
Acti
vit
ies c
on
cen
trati
on
(B
q/L
)
supernatant concentrate
Figure 4. Relation between activity of Sr-90 on the
supernatant liquid and sludges as the function of
process periode.
Figure 5 shows the relation between activity of Sr on
the supernatant liquid and sludges as the function of
process period, there is difference phenomena
comparing Figure 4 (for cation Sr). The activity of Cs
on the supernatant liquid is higher than on the sludges
for process periode of 5 days. That’s difference is
enable because of the selectivity of cation Cs being
smaller than for cation Sr even the atom weight of Cs
being higher than for Sr. In that case the selectivity is
more dominant than the atom weight on the formation
of precipitated biomass floc.
0.00E+00
1.00E+09
2.00E+09
3.00E+09
4.00E+09
5.00E+09
6.00E+09
0 2 4 6 8 10
Process time (days)
Ac
tiv
itie
s c
on
ce
ntr
ati
on
(B
q/L
)
supernatant concentrate
By Figure 5. Relation between activity of Cs-137 on
the supernatant liquid and sludges as the function of
process periode.
observation of Figure 2,3,4 and 5 can be concluded
that the bacterial biomass performs the biosorption
for radionuclide and heavy metals according the
selectivity sequence of Sr2+
> Co2+
> Cs2+
> Fe2+
. The
Sr-90 having highest the selectivity will be absorbed
at first by biomass, then it is normally followed by
biosorption of Co-60, Cs-137 and Fe-55. When the
influence of selectivity is not coming yet in its
sequence caused of waiting time for attaching the
radionuclide of high selectivity, the atom weight
(a.w) takes over the loading role for flocculation
and precipitation of the radionuclides.The process
periode of flocculation and settling for Co-60 (a.w
60) is longer than for Cs-137 (a.w 133). Also the
flocculation and settling time for Fe-55 (a.w 55) is
longer than for Co-60. Performance unification
between the roles of selectivity and atom weight
gives the result of flocculation and precipitation
time for each element of Cs, Sr, Co, and Fe on the
value of 5,6,10, and 12 days respectively.
According to the Table 3, the bacteria cell
components has the characteristic to support the
biosorption of radionuclide and heavy metal
elements. That’s bacteria cell components consist
of cell wall containing sticky polysaccharide layer
on the outside wall so the cation elements can be
easly attached, cell membrane controls the
passage of any substance into and or out the cell,
ribosomes and flagella composing protein that can
react with metal from its surrounding to become
the metal organoprotein, and fimbriae and pilli
having the sticky surface for attaching the cation
elements.
On the processing time of 20 days, the activity of
each element on supernatant result was attained
the standard value of environment radioactivity
level (Decree of chairman of National Nuclear
Energy Control Agency No.02/Ka-BAPETEN/V-
99) i.e 3x104 Bq/l for Fe-55, 4x10
3 Bq/l for Sr-90,
7x102 Bq/l for Cs-137 and 2x10
3 Bq/l for Co-60.
4. Conclusion The aerob bacterial biomass of bacillus sp,
pseudomonas sp, arthrobacter sp, and aeromonas
sp, can perform the biosorption of Co-60, Fe-55,
Sr-90, and Cs-137 from its solution. The
radionuclides are largely bound by EPS that can
function for ion exchange due to the high amount
of negatively charged functional group like
carboxyl, phosphate, sulphate groups in EPS.
According to the sequences of its selectivities i.e
Sr2+
> Co2+
> Cs2+
> Fe2+
in which Sr-90 as
attached at first by biosorption. For another
elements, when the influence of selectivity is not
coming yet in its sequences cause of waiting time
for attaching high selectivity radionuclide, the
atom weight takes over the loading role for
flocculation and precipitation of the radionuclides.
The radionuclide elements having higher atomic
weight gives the shorter time of flocculation and
precipitation. The result of experiment indicates
that the biosorption of radionuclides of Co-60, Fe-
55, Sr-90, and Cs-137 from liquid waste by the
bacterial biomass gives the decontamination of
solution attaining the standard value of environmental
radioactivity level.
5. Acknowledgements The research data utilizing in this paper comes from
the activity of Insentive Program for Increasing of
Capability of Researcher and Designer Year 2009
with the title of Treatment Process of Liquid
Radioactive Waste from Nuclear Industries
Containing Organic by Bio-oxidation Process and Its
Immobilization with Polymeric Matrix. We thanks to
the member of team of the Insentive Program for our
mutual cooperation on the carrying out of the jobs.
6. References
[1] Salimin, Z (1997), Evaporasi Limbah
Radioaktif Cair yang Mengandung Detergen dengan
Antibuih Minyak Silikon, Prosiding PErtemuan dan
Presentasi Ilmiah Teknologi Pengelolaan Limbah I,
Serpong.
[2] Salimin, Z (2000), Problem Solving of
Evaporator Operation on the Treatment of
Radioactive Liquid Waste in Serpong Nuclear
Facilities, Presented Paper at the Symposium on
Waste Management and Environmental Restoration,
Tucson, Arizona.
[3] Wsley, E (1989), Industrial Water Pollution
Control (2nd edition), Mc Graw-Hill Book Company:
Singapore.
[4] Fry, J.C et all (1992), Microbial Control of
Pollution, Cambridge University Press : Cambridge,
United Kingdom
[5] Tchobanoglous, G et all (2003), Wastewater
Engineering, Treatment and Reuse (Fourth Edition),
Mc Graw-Hill Book Company: Singapore
[6] Yu Tian (2008), Behaviour of Bacterial
Extracellular Polymeric Substance from Activated
Sludge: a rewiev, International Journal Environment
and Pollution, Vol 32, No. I
[7] Reynolds, T.D (1982), Unit Operation and
Processes in Environmental Engineering, PWS
Publishing Company, Boston
1
International Conference of Basic Science 2011
ICBS-2011
SYNROC PERFORMANCE FOR
IMMOBILIZATION OF HIGH LEVEL
LIQUID RADIOACTIVE WASTE
Gunandjar
Center for Radioctive Waste Management Technology
National Nuclear Energy Agency of Indonesia (BATAN)
Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan, Banten 15314
Phone : 021-7563142, E-mail : [email protected].
Presented on
International Conference of Basic Science 2011
ICBS-2011 Universitas Brawijaya, Malang 17-18 February 2011
2
SYNROC PERFORMANCE FOR IMMOBILIZATION OF
HIGH LEVEL LIQUID RADIOACTIVE WASTE
Gunandjar Center for Radioctive Waste Technology
National Nuclear Energy Agency of Indonesia (BATAN)
Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan, Banten 15314
Phone : 021-7563142, E-mail : [email protected].
Abstract
The long lived of high level liquid radioactive wastes (HLLW) is generated from reprocessing of spent
nuclear fuel. Besides that the HLLW is generated also from 99
Mo radioisotope production using
uranium target and post irradiation examination of nuclear fuel element. The HLLW has to be treated
through immobilization (solidification) process to become wasteform prepared to disposal. In this
paper was studied the synroc performance for immobilization of HLLW. Synroc is a crystalline
wasteform comprising a stable assemblage of titanate phases chosen for their geochemical stability
and collective ability to immobilize all the radioactive elements present in HLLW. Development of
synroc for waste immobilization depend on the containing of radionuclides. For the HLLW containing
actinides was developed zirconolite (CaZrTi2O7) rich synroc, for the waste containing uranium and
plutonium was developed pyrochlore (CaATi2O7, A = Gd, Hf, U, and Pu) rich synroc with neutron
absorbers (Hf and Gd) were needed to suppress criticality potential, whereas for the waste containing
Tc, Cs, and Sr (from the heat producing of HLLW) was developed hollandite/perovskite
[Ba(Al,Ti)2Ti6O16 / CaTiO3] rich synroc. All basic science studies confirm that the leach-rates and -
decay damage in synroc relatively very low and acceptable. The synroc wasteforms should succeed for
HLLW and particularly very well for immobilization of the long-lived -emitter of actinide elements.
Synroc performance for immobilization of HLLW is better than borosilicate glass. In Indonesia,
adaptation of HLLW immobilization technology using synroc materials will be carried out for HLLW
generated from 99
Mo radioisotope production and post irradiation examination of nuclear fuel
element.
Keywords: synroc, waste immobilization, high level liquid radioactive waste.
1. Introduction Nuclear technology development and its
application has been much utilized in the
world for energy generation and non energy
application such as in industries, nuclear
medicine, etc. The radioactive wastes
generated from the activities has to be
managed conform to the safety standard for
protect occurring the radiologic impact which
hazardous to the public and environment. One
of the radioactive waste type generated from
nuclear application is the long lived of high
level liquid radioactive wastes (HLLW).
In some countries which have closed nuclear
fuel cycle strategy, the HLLW are generated
from the first cycle extraction of the spent fuel
reprocessing plant. Reprocessing of spent
nuclear fuel is a process to recover the
remaining uranium (U) and plutonium (Pu)
elements in spent nuclear fuels. The HLLW
contains fission product elements as major
elements and transuranic elements as minor
(contaminated) elements. In the second cycle
extraction is generated transuranic liquid waste
(TRULW) containing transuranic elements as
major elements and fission product as minor
elements.
In the other hand, some countries which have
open fuel cycle strategy, such as Indonesia,
the high level radioactive waste (HLW) means
the spent fuel it self. At present in Indonesia,
the HLLW are generated from Mo-99
radioisotope production (using uranium target)
at Radioisotope Production Plant (RPP) and
post irradiation examination of nuclear fuel at
Radiometallurgy Installation (RMI). The
HLLW has to be immobilized through
solidification process to become wasteform
readily to be stored for long-term (many
2
million of years) in the disposal facility (Deep
Geological Disposal Facility).
At present, the nuclear power industry strategy
of incorporating fission product wastes (in
HLLW) from nuclear fuel reprocessing in
borosilicate glass (by vitrification process),
followed by deep burial, was subject to little
question until early 1970s. However it was
then realized by geochemists that borosilicate
glasses were not particularly stable when
buried in the ground, because radiogenic
heating (gamma heating) within the glass and
groundwater could not be guaranteed to avoid
contact with the glasses, even when a series of
additional barriers such as metal containers
and clay overpacks were introduced into a
geological repository [1].
Technology development was carried-out
continuously to find faithfully the
immobilization technology of HLLW. The
synroc is a alternative matrix material for
immobilzation of long lived radioactive waste
especialy for HLLW. The immobilization
technology using synroc has been developed in
Australia, United State of America, and Japan.
Synroc is a crystalline wasteform comprising a
stable assemblage of titanate phases chosen for
their geochemical stability and collective
ability to immobilize all the radioactive
elements present in HLLW [2].
In this paper was studied the synroc
performance for immobilization of HLLW,
related to the basic science studies concerning
the solid-state chemistry of synroc phases and
wasteform development, and basic research
results for synroc performance with review
some parameters especially leach-rates
(aqueous durability) and -decay damage (-
radiation durability) of the synroc. The both
parameters are very importance to evaluate the
immobilization technology of HLLW. The
study was carried-out by assessment based on
various data gathering from a lot of references.
This paper also studies adaptation especially
for immobilization of long lived HLLW types
in Indonesia.
2. Experimental Detail Based on the data related the experimental
detail concerning basic research for synroc
performance, there are three main components
for basic research concerning the development
of synroc as matrix material for
immobilization of HLLW, namely : solid-state
chemistry of synroc phases and wasteform
development, aqueous durability, and studies
of radiation damage phenomena.
2.1. Solid-state chemistry of synroc phases
and wasteform development
The R&D was started by immobilization of
Purex type HLLW into synroc-C. Further
development of synroc for many other types of
HLLW that synroc variants had potential for
immobilization, where safe containment is
required over geological timescales.
Development of synroc composition
comprising of synroc phases depend on the
content of radionuclides in the HLLW.
2.2. Aqueous durability of synroc
In the aqueous durability study, leach rate is a
parameter to know the leaching behavior of
synroc wasteform. Based on IAEA procedures,
whereby the wasteform of synroc is leached by
a fixed volume of deionized water in a closed
container for a specific period, after which the
leaching solution is decanted, analysed and
replaced by fresh deionized water. Leach rates
are calculated according to the relationship [3]:
Leach rate = ( Cl / Cs) (w/t.s) (4)
Where Cl = quantity of each species in
solution, Cs = quantity of each species in solid
sample, w = initial weight of solid test
specimen, t = duration of leaching, and s =
geometrical surface area of sample. The synroc
performance concerning the leach-rates
parameter is compared with borosilicate glass.
In this study, waste loading is one of synroc
performance for incorporating the waste
containing fission products and associated
actinides in the crystalline lattices of synroc.
2.3. Studies of radiation damage phenomena
Radiation damage studies were perfomed with
diffraction studies of metamict synroc
analogue minerals, and electron, neutron, and
heavy ion irradiated syntetic samples,
including the use of incorporated actinides -
emitters such as 244
Cm and 238
Pu (half-lives of
18 and 87 years respectivelly). In this study
was carried-out by experiments concerning the
-radiation effects on synroc damage and it
was related to the leaching rate, swelling, and
microcracking.
3. Result of Studies and Discussion
3.1. Solid-state chemistry of synroc phases
and wasteform development
The synroc production method is basically to
first mix the HLLW in nitric acid solution with
the precursor oxides to make the synroc
minerals. The standard synroc precursor has
the following composition (wt% oxide) : Al2O3
(5,4); BaO (5,6); CaO (11,0); TiO2 (71,4);
and ZrO2 (6,6). The mixture is dried, calcined,
and hot pressed under reducing condition at
about 1200 oC to form a dense multiphase
ceramic [1]. The major phases of minerals in
synroc are : hollandite [Ba(Al,Ti)2Ti6O16],
zirconolite (CaZrTi2O7), and perovskite
(CaTiO3), besides that are titan-oxsides and
3
alloy phases in small amount. Table 1 shows
the phase constitution of synroc-C, containing
20 wt% HLW, and radionuclides
incorporated in the various mineral-analogue
phases present.
Tabel 1 : Composition and mineralogy of
synroc-C (synroc standard)
containing 20 wt% HLW [1].
Phases wt
%
Radionuclides in
lattice
-Hollandite,
Ba(AlTi)2Ti6O16
-Zirconolite,
CaZrTi2O7
-Perovskite,
CaTiO3
-Titan Oxsides
-Alloy phases
30
30
20
10
5
- Cs and Rb.
- Rare earths (RE),
Actinides (An).
- Sr, RE, and
Actinides (An).
- Tc, Pd, Rh, Ru,
etc.
The formation of major phases in synroc
minerals occur at high temperature at about
1200 oC by equation of reaction as follows :
BaO + Al2O3 + 8 TiO2 Ba(Al,Ti)2Ti6O16
(Hollandite) + 2 O2 (1)
CaO + ZrO2 + 2 TiO2 CaZrTi2O7
(Zirconolite) (2)
CaO + TiO2 CaTiO3 (Perovskite) (3)
Since 1984 onwards, the production of synroc
has been prepared by hydrolysing a slurry
mixture of Al, Ti, and Zr alkoxides with an
aqueous slurry of Ba and Ca hydroxides (as the
precursor rather than using oxides) [4]. This
precursor provides better solid-state reactivity
with formation of phases mentioned above.
Further of the synroc development were
known existing some the other phases formed
from derivative of major phases caused by
exchange (substitution) of elements in mineral
phases with some elements contained in the
waste. The derivative phases are pyrochlore
CaATi2O7 (A= Gd, Hf, Pu, U), brannerite
(AnTi2O6), and freudenbergite (Na2Fe2Ti6O16),
they are derivative phases from zirconolite,
perovskite, and hollandite respectivelly.
Development of synroc for waste
immobilization depend on the containing of
radionuclides. The HLLW containing actinides
was developed zirconolite (CaZrTi2O7) rich
synroc, the waste containing U and Pu was
developed pyrochlore (CaATi2O7) rich synroc
with neutron absorbers (Hf and Gd) were
needed to suppress criticality potential,
whereas for the waste containing Tc, Cs, and
Sr (from the heat producing of HLLW) was
developed hollandite [Ba(Al,Ti)2Ti6O16 /
perovskite CaTiO3] rich synroc.
3.2. Result of Studies for Aqueous
Durability of Synroc
Basic research result giving detail experiment
data concerning the aqueous durability of
synroc performance related to the leaching
behavior of synroc compared with leaching
behavior of borosilicate glass are shown at
Figure 1-2.
Figure 1 : Comparative leaching behaviour of
synroc + 9% HLW at 95 oC and PNL 76-68
borosilicate glass at 75 oC in pure water
[5,6,7,8].
Figure 2:Comparative leaching behaviour of
synroc + 9% HLW and PNL 76-68
borosilicate glass at 200 oC in pure water
[6,8].
At Figure 1 and 2, leach rates for a typical
borosilicate glass developed for radioactive
waste immobilization (PNL 76-68) remain
essentially constant over long periods as the
glass dissolves in a quasi-congruent manner,
4
with value of leach rate about 0,8 – 1,0
g/m2.day. On the other hand, leach rates for
synroc exhibit a wide range for different
elements and cannot be characterized by a
single representative value at given
temperature. Moreover, the leach-rates are not
constant but fall rapidly in the first 10-30 days,
after which they level off. After 10-30 days in
pure water at 95 oC, the leachabilities of
univalent and divalent elements (Cs, Ca, Sr,
and Ba) are 500 to 2000 times smaller than
those of borosilicates glass. Multivalent
elements display even lower leachabilities from
synroc. Nd, Ti, Zr, and U are on the average
about 10,000 times less leachable from synroc
than from boroslicate glass. Similar behavior is
displayed at 200 oC (Figure 2).
It is evident that synroc is vastly more resistant
to leaching by ground-waters than is
borosilicate glass. The difference is most
pronounced in the case of multivalent elements
(modeled by U and Nd). It follows that synroc
wasteforms should succeed particularly well in
immobilizing the long-lived alpha-emitting
actinides elements.
The leaching performance of synroc at 95 oC
and 200 oC as a function of waste loading are
shown at Figure 3 and 4. It is important to note
that its leaching characteristics are very
similar, as waste loadings increase from 9 to
16 to 20 wt %. These data provide evidence of
the synroc capacity to tolerate variations in
waste-stream composition. Moreover, it was
shown that waste loading of 20 % could be
readily accepted by synroc without
significantly impairing its resistance to
leaching by groundwaters.
Figure 3 : Ca and Cs leach-rates for Synroc
with waste-loadings of 9, 16, and 20 weight
% at 95 oC [6,8].
The other experiment for transuranic wastes,
the solubility of actinides in zirconolite and
perovskite is quite high and the actinides
partition between these two phases. The leach
rates of actinides from synroc are very low and
decrease in the order of Np > Pu > Am > Cm.
The normalised total leach rates after 1000
days tend to approach 10-5
to 10-6
g/m2.day at
70 oC [9]. For alkalis and alkaline earths
showed also leaching behavior similar with the
Figure 1-4, that leach rates of alkalis and
alkaline earths at 90 oC in water are typically <
0,1 g/m2.day for the first few days, and they
decrease asymptotically to values of ~ 10-5
g/m2.day after 2000 days. Leach rates of 10
-5
g/m2.day correspond to ~ 1 nm/day [1].
Figure 4 : Leach-rates at 200
oC for synroc
with waste-loadings of 9 and 20 weight % (for
HLW containing Ba, Ca, Sr, Cs , U, Ti, Zr, and
Nd ) [6,8]. 3.3. Radiation Effects (-radiation
durability) of synroc
Radiation damage studies were perfomed with
diffraction studies of metamict synroc
analogue minerals, and electron, neutron, and
heavy-ion irradiated syntetic samples,
including the use of incoporated 244
Cm and 238
Pu -emitters. It was shown that the only
significant and permanent damage processes to
solid wasteforms arise from -decays events,
with the main damage arising from the recoil
atom, not the -particle itself. Because of the
short range (~20 nm) of the recoil atoms, most
of the damage occurs in the phases which host
the actinides. The experiments results
concerning the -radiation effects on synroc
damage indicated by increasing of leaching
5
rate, swelling, and microcracking are shown at
Table 2.
The effects on leachability, microcracking and
X-ray structure of Cm-doping (-emitters) of
synroc-type wasteforms was studied and the
leach rate increases accompanying the
amorphism of Cm-doped zirconolite were only
~ 10 times or only a factor of 10 leach rate
enhancements (1x10-5
become 1x10-4
g/m2.day). The long-term research on synroc
has been most fruitful in understanding the
behaviour of synroc subjected to high dose
rates of -radiation, it has indicated no sign of
intergranular cracking in hot pressed synroc-C
[10]. The other experiment showed that 238
Pu
doped zirconolite/pyrochlore expanded by ~
6% when it was rendered X-ray amorphous
[11].
Table 2 : The effects of -radiation on synroc
damage.
Types of
synroc
Doping
of -
emitter
Effects of -radiation
on synroc
Synroc-C
and
Synroc
amorf phase
zirconolite
244Cm
Leach-rates increases
accompanying the
amorphous of Cm-
doped zirconolite
were only ~ 10 times
(1x10-5 become 1x10-
4 g/m2.day) [10].
Synroc
zirconolite /
pyrochlore
rich
238Pu
The swelling occur ~
6 vol. % [11].
Synroc-C
and single
phase
specimens of
zirconolite
and
perovskite.
238Pu and 244Cm .
The swelling occur:
4,0–6,9 vol.%.
Differential swelling
of the various
crystaline phases did
not cause micro-
cracking. [12].
Synroc
containing
zirconolite,
pyrochlore
and
brannerite.
-emitter
Actinides
It are occured the
microstructural
changes (amorphise)
caused from -
radiation in synroc
by approximately a
factor of 3 [13,14].
A principle concern with crystalline waste
forms containing a high actinide content is α-
decay damage which may render them
amorphous and could lead to significant
changes in physical and chemical properties.
The most extensive measurements of -decay
damage have been performed on synroc-C and
single phase specimens of zirconolite and
perovskite, containing up to 11.2 wt% 238
PuO2
or 4% 244
Cm2O3 with doses up to 1.5x1019
-
decays/g. At 300 oK, the saturation swelling in
synroc-C ranges between 4.0 and 6.9 vol%,
depending on the relative amounts of
zirconolite (CaZrTi2O7) and perovskite
(CaTiO3)[12]. Differential swelling of the
various crystaline phases did not cause
microcracking in synroc-C.
Naturally-occuring zirconolites exposed to
about 3x1020
-decays/g have been shown to
have retained actinides for periods of up to
2.5x109 years. The nature of the micro-
structural changes in accelerated tests on
synthetic zirconolite, pyrochlores, and
brannerite are similar to those in natural
zirconolites containing uranium and/or thorium
and the onset of amorphisation occurs at
similar -doses [13]. The doses of heavy ions
(simulating α-recoil nuclei) required to
amorphise the different actinide-bearing
phases vary by approximately a factor of 3
[14]. Based on all basic science studies mentioned
above confirm that the leaching-rates and -
decay damage in synroc relatively very low
and acceptable. Synroc performance for
immobilization of HLLW is better than
borosilicate glass.
3.4. Adaptation of HLLW Immobilization
Technology Using Synroc in Indonesia In Indonesia, The Center for Radioactive
Waste Technology – BATAN will performed
adaptation of immobilization technology using
synroc materials. The first step, adaptation
have been carried-out for immobilization of
sludge waste containing uranium generated
from decommisioning of phosphoric acid
purification facility (Petrokimia Gresik). The
sludge waste contains uranium including long-
live alpha waste classification, must be
immobilized by solidification process. The
immobilization of radioactive sludge waste
using matrix material of synroc by sintering
process. Immobilization process of the waste
in synroc was carried-out by mix the
radioactive sludge waste with precursor oxide
standard. The mixture is dried, calcined, and
pressed in the moulder, then the wasteform of
pressing result was prosessed by sintering at
the temperature of 1000 – 1200 oC form the
solid multiphase ceramic. The performance of
the synroc wasteform was determinated by test
of density, pressing streng, and leaching-rate.
The test results showed that the optimum
performance of synroc wasteform was
obtained at the waste loading 30% weight,
sintering process at 1200 oC for 3 hours with
values of density 2, 8 g/cm3, pressing strength
10, 4 kN/cm2, and total of leach-rate at the
first day is 2,64 x 10-4
g/cm2.day [15]. The
performance of the synroc wasteform
6
producted by sintering process relativelly
conform to the hot pressing process. Further,
the adaptation of immobilization technology
using synroc materials will be carried-out for
HLLW generated from 99
Mo radioisotope
production and post irradiation examination of
nuclear fuel element.
3. Conclusion Synroc is a crystalline wasteform comprising a
stable assemblage of titanate phases chosen for
their geochemical stability and collective
ability to immobilize all the radioactive
elements present in HLLW. Development of
synroc for wastes immobilization depend on
the containing of radionuclides. For the HLLW
containing actinides was developed zirconolite
(CaZrTi2O7) rich synroc, for the waste
containing uranium and plutonium was
developed pyrochlore (CaATi2O7) rich synroc
with neutron absorbers (Hf and Gd) were
needed to suppress criticality potential,
whereas for the waste containing Tc, Cs, and
Sr (from the heat producing of HLLW) was
developed hollandite [Ba(Al,Ti)2Ti6O16 /
perovskite CaTiO3] rich synroc. All basic
science studies confirm that the leach-rates and
-decay damage in synroc relatively very low
and acceptable. The synroc wasteforms should
succeed for HLLW and particularly very well
for immobilization of the long-lived -emitter
of actinide elements. Synroc performance for
immobilization of HLLW is better than
borosilicate glass. In Indonesia, adaptation of
HLLW immobilization technology using
synroc materials will be carried out for HLLW
generated from 99
Mo radioisotope production
and post irradiation examination of nuclear
fuel elements.
5. References [1].Vance E.R.,(1999), Status of Synroc
Ceramics for HLW, Proc. of The 2nd
Bianual Int. Workshop on HLRW
Management, Dep. of Nuclear Eng.,
Faculty of Engeneering, Gadjah Mada
University, Yogyakarta, 10-17.
[2].Ringwood, A.E., Kesson, S.E and Ware,
N.G.,(1980), Immobilization of US
Defence Nuclear Waste Using the
Synroc Process, in Scientific Basis for
Nuclear Waste Management, Vol 2,
Plenum Press, New York, p 265.
[3].Hespe, E.D. , (1971), Leach testing of
immobilized waste solids, a proposal for
a standard method, Atomic Energy
Review 9, 1-12.
[4].Ringwood, A.E, Kesson, S.E, Reeve K.D.,
Levins, D.M and Ramm, E.J.,(1988), In
Radioactive Waste Form for the Future,
Elsevier, North-Holland, p. 233-334.
[5].Vance E.R., Day, R.A., Carter, M.L., and
Jostsons, A., (1996), A Melting Route to
Synroc for Hanford HLW
Immobilisation, in Scientific Basis for
Nuclear Waste Management XIX,
Materials Research Society, Pittsburgh,
PA, USA, p. 289-296.
[6].Oversby, V.M. and Ringwood, A.E.,
(1980), ”Leach testing of Synroc and
glass samples at 85 oC and 200
oC”,
Nuclear Chem. Waste Management.
[7].Ringwood A.E., Oversby V.M., and
Kesson S.E.,(1982), Synroc : Leaching
Performance and Process Technology,
Research School of Earth Science, The
Australian National University,
Australia, p. 495-506.
[8].Coles, D.G. and Bazan, F. (1980),”
Contiuous flow leaching studies of
crushed and cored synroc”, UCRL
preprint 84679, also Jour. of Nuclear
Technology.
[9].Coles, D.G., Bazan, F., Weed, H.C., and
Schweiger, (1981), J.S., Leaching
behavior of Synroc, Unpublished
results.
[10].Weber, W.J., Wald, J.W., and Matzke
H.J.,(1986), “Effects of Self-Radiation
Damage in Cm-Doped Gd2Ti2O7 and
CaZrTi2O7, Journal of Nuclear
Materials, 138, p.196.
[11].Clinard, F.W.Jr., Peterson, D.E., Rohr,
D.L., and Hobbs, L.W., (1984), Journal
of Nuclear Materials, 126, p. 245.
[12].Ewing, R.C., Weber W.J., and Clinard,
F.W.Jr., (1995), “Radiation Effects in
Nuclear Waste Forms for High Level
Radioactive Waste”, Program in
Nuclear Energy, 29, p.63.
[13].Lumpkin, G.R., Hart, K.P., McGlinn, P.J.,
Payne, T.E., Giere, R., and Williams,
C.T, (1994), “Retention of Actinides in
Natural Pyrochlores and Zirconolites”,
Radiochemica Acta, Vol. 66/67, p.
469.
[14].Smith, K.L., Zaluzec, N.J., and Lumpkin,
G.R., (1998), “Scientific Basis for
Nuclear Waste Management XXI,
Materials Research Society, Pittsburgh,
PA,USA, p.931.
[15].Endang Nuraeni and Gunandjar, (2010),
Technology Development of
Radioactive Waste Treatment from
Industry : The Immobilization of
Radioactive Sludge Waste using Matrix
Material of Synroc by Sintering
Process, Research Activity Report, The
7
Center for Radioactive Waste Technology-BATAN.
File : My doc. PERS.KTI 2011 [Int.Conf.BS.2011/ Gunandjar.SYNROC.ICBS 2011.Final] 7-2-2011
Invironmental Technology and Management Conference4th ITMC 2011, November 3d - 4th 2011, Sandung - tndonesia
Sorption Characterization of Radiocesium
by llost Rock of Candidate Site as Reliability Indication
of Radioactive Waste Disposal Site
Budi SETIAWANT
rRadwaste Technology Center-BATAN, Serpong-TangerangINDONESIA I53IO
Abstract. The research of sorption characterization of radiocesium by host rockof candidate site as reliability indication of radioactive waste disposal site hasbeen done. This activity is to anticipate the existence ofradioactive waste due tothe activities of nuclear technology and radioactive materials applications in thefuture suoh as the introduction of the use of nuclear power as energy sourcewhich is expected to contribute radioactive waste in huge quantities. Also toeliminate transportation risk from the sources to the facility, for tlat reason theexistence of a disposal facility for radioactive waste in Java need to beconsidered. Jawa Island with soil and rocks character that cracked, causing thehost rock with low hydraulic conductivity ('10-7 m / s) such as clay is verydesirable and n€eds to be studied. Host rock reliability for disposal facilities willbe tested through a series of sorption-desorption studies. The purpose of thisactivity is xo obtain specification data on sorption-desorption characteristics ofclay as a host rock from Java lsland when interacting with radiocesium.Radiocesium used as a tracer on the experiments and roles as radionuclidereference for low-level radioactive waste (LLW) due to its long half-live anddominantly on LLW inventory. This research was conducted in a lab by usingbatch method. Contact time, effect of variation of CsCl concentration and ionicstrength parameters irnposed on the samples. Samples are periodically checkedto obtain the kinetics of sorption-desorption, the influence of metal ionconcentration and also the influence of ionic strength. By compa ng theconcenfation of metal ions at the beginning and end of activity, the soughtspecific data can be obtained. The results showed that the desorption kinetics ofmetal ions for longer time compared with its sorption kinetics, the effecl of CMr
in solution have provided information about the absorption capacity of clay.Then the influence of ionic strength in solution showed the existence of sorptioncompetition between the salt backgrounds wilh metal ions on clay. The highsorption of metal ions / RN in the clay is estimated to isolate the RN distdbutionfrom the disposal facility into the environment. The amount of clay ability toretard the radiocesium spreading into environment will give effect to theenvironmental safety and safety ofdisposal facility
Keryordsr Host loch radwaste disposal, rqdiocesium, sorption-desorption.
Green Cities GCI-1
Budi SETIAWAN
1 Introduction
Introduction of the first nuclear power plant (NPP) planning in Indonesia sincethe beginning should be anticipated in the technolory and all things related tothe plan including providing its disposal facilities plan so that people can feelsafe to accept the existence of technologr NPP as a future enerry source inIndonesia, This activity is also intended to anticipate the impact of the use ofnuclear science and technology in Indonesia so far, mainly in Java, due to JavaIsland is the source of the major users of radioactive materials in industry,hospitals, education, research etc. In the other reason also to eliminate the riskof radioactive material trarsport from the processing facility of waste to thedisposal facilities hence it is logical if the first disposal facility possibility couldbe on the Jawa Island and this option needs to be seriously considered. JawaIsland with the character that has a high rate rainfall [1], its soil and rock arecracks caused the rock / soil with clay typed became highly favored as a hostrock for radioactive waste disposal. And based on previous investigations,several locations in the area of Tuban and Subang had the type of soil/rockdesired [2]. Clay minerals are known to absorb radionuclide such as
radiocesium and could restrict its mobility [3], this is one of the reasons for theuse of clays as barriers in the disposal of radioactive waste.
Radiocesium used were Cs-137 isotope that has a relatively long half-life,dominant at lowlevel radwaste inventory, easier assimilated by plants andorganisms in the water or on soil as well as mobile in many environmentalsystems [4]. ln general, it is efficiently absorbed in soils, sediments or surfacewaters depend on the adsorption capacity ofthe solid phase [5].
The number of radiocesium is absorbed by the clay will indicate the reliabilityof clay as a host rock of radwaste disposal facility. The aim of the study wasdetermine how certain pammeter influence Cs sorption into clay samples byconsidering the effect of contact time, effect of variation of CsCl concentrationand ionic strength on the extent ofadsorption ofCs.
2 Methodology
Samples of clay were collected from a region in the vicinity of Tuban-East Jawaand Subang-West Jaw4 this area is under consideration as a potential region fordisposal facility. The present experiments were carried out on two samples Tl(from Tuban) and Sl (from Subang), and the chemical compositions of twosamples are shown in Table 1.
Green Cities GCl-2
Sorption Characterization ofRadiocesium by Host Rock
Table I Chemical compositions ofsamples were used in experiments [6,7].
Elcments s1
K
Ca
Mg
Na
Fe
AI
Mn
Coarse Silicate
0,22vo
0,55 o/o
I,10 yo
0,15%
3,02 %
6,99 %
499 ppm
75,34 %
0,37 0/o
0,ao/o
o,tt o/o
0,07 0/.
2,14 o/o
4,tt o/o
I187 ppm
3,95 yo
The samples were briefly clean up, crushed and then grinder. Characterizationand sorption experiments were carried out with the <100 mesh size-fraction ofclay samples by dry sieving. The grinding treatrnent will increase the surfacearea of samples and enhance the number of potential sorption sites. Allexperiments were carried out in laboratory with room temperature condition. Acontact time experiments was carried out with solid/liquid ratio of t0' g/ml andCs. was l0-8 M CsCl in a 20 ml PE vial, and the bulk suspension was sampled atinterval. The clay and solution contained CsCl and NaCl were shaking withgeological roller equipment. However for the effect of variation of CsClconcentration and ionic strength experiments were conducted in a CsClconcentration ranging fiom 10-8 to 10n M CsCl, and NaCl concentrations of0.1to 1.0 M NaCl. Cesium solution was labeled with Cs-137 tmcer andmeasurements were carried out using a Nal(Tl) well type detector. Distributioncoemcients (Kd values) were calculated from the difference between the countrates of the initial and final solution. Once the Kd from the effect of contacttime experiments reached the steady state, all other susp€nsions were sampledand measured as [8],
,. Co -C, YKd: ---:--------- (l)L/ m
Where Co and C, are initial and final concentrations of Cs in solution,respectively, Zis total volume ofsolution (ml), ,', is mass weight ofclay (g) andKd is distribution coefficient ofCs-137 in solid and solution when reached anequilibrium condition. All of the activities were done on the 2009 and 20 I 0 FYin Chemical Lab on the Division ofDisposal Technology-Radwaste Technologr
Green Cities GCI-3
Budi SETIAWAN
Center of BATAN, Serpong-Tangerang, Banten. Then obtained contact timefrom the kinetic experiment was used for shaking time of other experiments(effect of variation of CsCl concentration and ionic strength).
3 Results and Discussions
Kinetic: sorption-desorption
Sorption kinetics of Cs by host rock/samples were expressed by Kd valuesversus coniact time, shown in Figure I . A part of radiocesium was sorbed intoclay samples and the value becomes constant alier contact time on 48 and 100hours with Kd values were 5000 and 6500 ml/g for Tl and Sl samples,respectively. Increasing of contact time caused the number of radiocesiuninserted into samples, after 48 and 100 hours clay samples saturated withradiocesium and curves become flat. Equilibrium condition were reach after 48and 100 hours contact times, this showed that sorption processes ofradiocesiumin solution into clay was quick reaction. Equilibrium time obtained from thekinetic sorption result then used as a reference ofcontact time to conduct furtherexperiments.
61 50@
EE4@Y
Ev 40m'tt!z
206
oooo
& '100 '20
1,O 160
t (ieh)
aa a aaa
1(x) 150
t 0am)
Figure 1 Sorption kinetic ofradiocesium as function ofcontact time
Desorption ofCsCl from clay samples to solution was done by replacing CsClcontained solution with fresh solution, then the vial containing solution-claymixture were reshaking. The existence of replacement solution in the vial witha fresh solution caused forming a new equilibrium condition in solution. Someparts of Cs in clay samples will retum back to the solution, and called as
desorption processes. New equilibrium conditions were obtained aftercontacted time for 72 and 120 hours, and new Kd values become 3700 and 3400ml/g for Tl and Sl samples, respectively. The result was showed in Figure 2.Rapid sorption-desorption reactions that occur between CsCl and clay samples
Green Cities GC 1-4
Sorption Characterization ofRadiocesium by Host Rock
were expected due to a simple ionic exchange reaction occurred in clay [8].similar resulted have also found in other research by using a Rasadiye clay.
oE
'EY
o,r n^
aa aa6m
Elm!.
l(p 150 2d) 26.)
{lm}
Figure 2 Desorption kinetic ofradiocesiun from clay samples
Effect of Ccr
The experiment was performed by contacting clay samples with solutioncontaining various CsCl concentrations ranged from I 0{ to 1 04 M. The resultwas shown in Figure 3. Generally Kd values of radiocesium decreased withincreasing of CsCl concentrations in solution. In high concentration of CsCl insolution Kd value of radiocesium decreased drastically into lower saturationvalues [4,9].
oeo
o
-7a5Lo! cc.q 0O
Figure 3 Effect ofCscl concentrations to Kd values
oEov
oEEv
1m
@
2m0
0
55Lo! Cc.q{M}
Green Cities GC1-5
Budi SETIAWAN
These results also can be reflected as the result of isotherm sorption in alogarithmic form such as shown in Figure 4. The curve increased along withincreasing in CsCl concentration in the solution/liquid phase to reach a flatgraph condition of CsCl in solid phase at higher concintrations of CsCl insolution. On the flat curve state sorption capacity of clay samples could beobtained in the experiments were 8.76 x 10-6 and 1.26 x l0-4 mea/g for Tl andS 1 samples, respectively.
BE
B
(.,4
€15Los ctiquid (mlqnr )
.7€6.aLog cfquid (m.qh0
Figure 4 Sorption isotherm ofclay samples
Effect of ionic strength
The result was shown in Figure 5, where increasing in NaCl concentration asbackground salt in solution will decrease on Kd value. Competition betweenNa ions with Cs ions in solution absorbed into clay samples occurred. Sodiumions neutralized negative ions existed in clay samples immediately and thenprevent Cs ions interact with clay samples [10].
.D
EEY
E
EEY
4@
3q
20(p
02 0,1 0'6 0a 1.0
l(M N.CD0J 02 0]1 0.6 03
l(M Nicl)
Figure 5 Effect ofionic strength to Kd values
a
a
a
a
Green Cities GC1-6
Sorption Characterization ofRadiocesium by Host Rock
4 Conclusion
The character of radiocesium sorption on clay samples were fast and reversibleand involved a simple ion exchange reaction occurred. At equilibriumcondition, concentrations ofCs lower than that ofthe initial concentration. Theeffect of Cs concentration gave a linear isotherm which in accordance with ametal ion exchange mechanism and the effect of ionic strength showed tlatincreased in back ground salt concentration gave an competition effect betweenNa and Cs ions into clay samples. The results indicated that the composition ofgroundwater can be as important as the composition ofclay in influencing metalion sorption into clay, and hence must be taken into account when choosing asite for a radwaste disposal facility.
5 Acknowledgement
A pad of the experiment was supported by a grant from Ministry of Researchand Technologr-Republic of Indonesia under the incentive research programs2009 and 2010 FY. Thanks are due to Mr. Teddy Sumantry and Ms. NurulEfriekaningrum from Radwaste Technolory Center-BATAN for their helps andradioactive material preparation.
6 References
tll Ministry of Intemal Affair, Annually Rainfall Rate Map, scalel:2.500.000, Dir. of Land Use, Dir.Gen of Agrarian Affair, Septembert981.
12) Setiawan, B. et.al., Preparation of Radwaste Disposal Siting on JcrwaIsland, Proc. Of Research Results of RWTC 2007 FY, PTLR-BATAN,2008 (in Indonesian).
t3] Aksoyoglu, 5., Cesium Sorption on Mylonile, J. Radioanal. Nucl. Chem.1240,301-313, 1990.
t4l Staunton, S., Roubaud, M., Adsorption t37Cs on Montmorillonite andIllite, Clay & Clay Minerals Vol.45, No.2,251-260,1997.
t5l Mironenko, M.V., et.al., Experimental Study of Sorption of Np(lt) onKaolinite,Herald, ofthe Department ofthe Earth Sciences RAS, (2004).
t6l Soil Research Lab, Result of Soil Sample Analysis, Certificate, Dept.ofAgriculture-Bogor (2009).
l7l Soil Research Lab, Result of Soil Sample Analysis, Certifrcate, Dept.ofAgriculture-Bogor (20 I 0).
t8] Erten, H.N. el.al., Sorption of Cesizun and Strontium on Montmorilloniteand Kaolinite, Radiochim. Acta 44145,147-151, 1988.
t9l Wendling, L.A., Harsh, J.B., Palmer, C.D., HAMILTON, M.A. Flury,M., Cesiun Sorption lllite, Clays and Clay Minerals, Vol. 52, No. 3, 375-381,2004.
Green Cities GC1-7
Budi SETTAWAN
t10l Uru W.Y and Papelis, C., Sorption Mechanisms of Sr od Pb onkolitized Ttffs From Ihe Nevda Test Site a a Function of pH adIonic strength, Atu Mineralogis! vol. 88,2028-2039,2003.
Itt
t
:
L
IrI
L
brI
iErI
III
Environmental Technology and Management Conference4th ETMC 2011, November 3'd - 4th 2011, Bandung - lndonesia
Study of Bioaccumulation Inorganic Mercury by GreenMussel (Perna viridis\ from Jakarta Costal Bay
Using Radiotracer
Heny Susenor
rDivision of Marine Radioeootogy -Radioactive Waste Technology Center -National Nuclear Energy Agency oflndonesia
email: [email protected]
Abstract. Mercury is a very toxic metal and anthropogenic activity contributesgeatly to its elevated environmental concentrations in air, soil and aquatic environm€nt'
Mercury bioaccumulation in aquatic food chains is of growing concem due to health
effect in human being. Most field studies examined the bioaccumulation of mercury
compounds collecting various abiotic (water and sediment) and biotic (phytoplankton,
zooplankton, and fish) compartments and then analyzing the respective mercurycompounds concentmtions. Howev€r, these studies did not provide informationregarding the uptake and removal kinetics of the mercury compounds. More over theroutes of mercury bioaccumulation in spesific species mussels, including the relative
importance ofdifferent mercury specios (inorganic and organic) and exposure pathways(aqu€ous vs dietary), are not yet well undeBtood. Perna iridis is an impofiantcommercial mussel species widely cultured in Indonesia coastal. In this study, we
therefore quantified and compared the biokinetics of Hg* in green rnussel both fiomthe aqueous and dietary phases using radiotracer techniques. This research aims to studythe behavior of bioaocumulation of mercury by Perna viridis using biokineticapproach. Radiotracer was used as short cut and for solve some problems ofbioaccumulation experimenl at laboratory. These biokinetic parameters included the
dissolved uptake rate constant (k.), the assimilation efliciency (AE) from th€ ingested
prey, and the efflux rate constant (k). Based on these kinetic measurements, then
employed a biokinetic model for Hg assess the overall mercury accumulation. The
maximum of Concentration Factor (CF) Hgn were 1101. Contributions through thewater on the total bioaccumulation Hg2t were 12,98o/o.
Keyword,s: Bioaccumulation, biokinetic, inorganic mercury, Perna viridis
Natural Resources Management NRM17-1
Henv Suseno
1 Introduction
Green mussel (Perna viridis) is an economically important musselbelonging to family of Mytiladea. This mussel is widely and cultured inJakarta bay or northtem of Java coastal Indonesia. Jakarta Bay a semi-enclosebay is estuaries ecosystem, located to the North of Jakarta City near the JavaSea. The Jakarta bay is exposed to high pollution load transported in from up-land region by 13 rivers (Arifin, 2004). In the last two decades the phenomenaof eutrophication and heavy metal pollution have occurred in Jakarta Bay(Taurusman, 2010). Green mussel can accumulate mercury either through foodor directly from the water. In natural ecosystems, it is most likely that musselaccumulate mercury via tlese two vectors concurrently. However, the relativeimportance of these two uptake processes has not been clearly established evenunder laboratory conditions and is probably related to species and site-specificconditions (Streit, 1 992).
Radioisotopes have been employed extensively for studying theaccumulation of contaminants in aquatic organisms, including metals,radionuclides associated with wastes from the nuclear fuel cycle, and diverseorganic contaminants. In recent years these studies have included the absorptionof dissolved contaminants by both aquatic plants and animals, the assimilationof ingested contaminants by animals, and the efllux rates ofassimilated/absorbed contaminants out of aquatic organisms into ambientwaters. These kinetic parameters have been determined in laboratoryexperiments with diverse aquatic organisms and have been used in quantitativemodels to evaluate the processes regulaiing contaminant concentrations in theseorganisms (Fisher, 2003)
The objective ofthis study is to evaluate the bioaccumulation in organicmercury by Perna viridis. The focus of this paper is on simultaneouslymodelling the time course of uptake and depuration of water-bome metals withreference to a set of independent experiments.
2 Method
Mussel and Radioisotopes:Twenty five green mussels from a mussel culture in Jakarta Bay and wereacclimated to laboratory conditions for 4 in a 250 I glass (constantly aerated,
closed-circuit aquarium; salinity: 32"/..: pH:7.88; light/dark cycle:12h/l2h).During this period, green mussels were fed daily an algal (Isochrysis galbana),The radiotracers: 'o'Hg (trt= 46.9 d, in 0.1 N HCI purchased from Center forRadioisotope Production-Nationa.l Nuclear Enerry Agency of Indonesia)
Natural Resources Management NRMIT-2
Study Of Bioaccumulation Inorganic Mercury By Green Mussel (PernaViridis) From Jakarta Costal Bay Using Radiotracer
Hg Uptake at Different Ambient Concetrtrations:The uptake of Hg2* was determined at one ambient concentrations: 0.2 pgl-r(added as stable Hg2* ). Radioactivity addition was 1,28 kBq l-1. Threeindividual mussel were exposed in l0 1 of 0.22 pm filtered sea water at eachconcentration. At time intervals the mussel were removed from the radioactivemedium, rinsed twice (transferred from one beaker to another) with filtered non-radioactive water and their radioactivity counted non-destructively by a NaIgamma detector at 279 keY, and was conected for counting efficiency andgeometry. Following the radioactivity measurements, the mussel were retumedto the radioactive medium. The radioactivity in the water was measured at thebeginning of exposure and during the measurements of radioactivity in musselat each time point.Measu rements of H g Assimilat ion Eflicien cy(A E) :The ,l,E of 'zoilH,{* were measured using technique, described in Wang &Wong(2003) with some modification. The diet were used is Isocftrysr's galbana wereradiolabeled with 20rHg2* in 200 ml 0.22 pm filtered sea water. Radioactivityadditions were 3.7 kBq for 203Hg2*. After 36 h exposure to radiotracers, the preywere removed from their exposure medium, rinsed thoroughly with seawater,and fed to the mussels naturally. After the radioactive feeding, the musselswere placed in nonradioactive water (20 l) and depurated of their ingestedmetals for 48 h. The radioactivity remaining in the mussels was quantifiednondestructively at 3,6, 12, 18,24,36, and48h. Water was renewed every 12
h to ensure that the amount of radioactivity in the water was negligible withinthe 48 h depuration period. The lE was calculated as the percentage of metalretained in the mussels at 24 h.Data AnalJ)ses:Uptake of the radiotracers from water was expressed as change in concentrationfactors (CF). The concentration factor (CF) of 203Hg2* was calculated as theratio of the radioactivity in the mussels (Bq.g-t) to the radioactivity in thewater (Bq.ml-l ), calculated as the mean before and after exposure for each timepoint. The uptake-rate was calculated as the slope of the linear regressionbetween th CF and the time of exposure multiplied by the dissolved Hgconcentrations. Uptake kinetics in were described using a single-componentfi rst-order kinetic model:
{F= f,F"o.,,{t -"-r') (l)where CF and CF are concentration factors at time t (d) and steady state,respectively, and,( is the eksretion rate constant (d ). Radiotracer eliminationwas expressed in terms of percentage of remaining radioactivity, i.e.radioactivity at time I divided by initial radioactivity measured in the organismsat the beginning of the depuration period. When radiotracer loss plotted againsttime displayed an exponential shape, the kinetics were described by single-component exponential model
Natural Resources Management NRM17-3
Heny Suseno
A, = loc-lt (2)where A, and As are remaining activities (%) at time t (d) and 0, respectively,and fte is the depuration ftfe constant (dr) which allows the calculation of theradiotracer biological halfJife (716 ).
ln!tr:r =* (3)
Modeling Eryosurc and Food-chain TtansfeftUnder steady-state conditions, Hg accumulation in mussels can be calculated bythe following equation (Wang ard Wong 2003):
5J{F = :!&" kriwhere BAF is the Hg Bioaccumulaion Factor in the mussel (ml. g.r), h is tnemetal net-uptake rate-constant from the aqueous phase (ml.g'' d-'), ft" is theelimination rate constant following uptake from the dissolved phase (d-t), lE isthe metal-assimilation efficiency, IR is the mussels feeding rate (in fraction ofbody weight d') and ,t7 is the elimination rate constant following uptake fiomfood (dr). [n this experiment we used an IR value of 0.073/ d dry-wt basis(Pickhardt et a[) The growth rate constant was ignored in the calculation,Assuming that Cr can be predicted based on the bioconcentration factor ofmetals @CF, under assumption of equilibrium) in the prey and on Cw (Cf =BCF x Cw).
3 Result and discussion
Upake of 203W2+ in whole-body Perna viridis displayed linear kinetics andreaching a steady state (Figure 1).
Natural Resources Management NRMIT-4
Study Of Bioaccumulation Inorganic Mercury By Green Mussel (PernaViidis) Frcm lakarta Costal Bay Using Radiotracer
!P roo
E
(J
t0 15 zo
Duration (d)
Figure I Figure l. Uptake 203Hg2+ by Pema viridis from aqeous phase
Although the experimental contamination via seawater was only caried out fora short period of time, the activities recorded in the whole mussels suggest thatthey would efficiently accumulate this element directly from water. Pemaviridid showed a rapid accumulation of203Hg2+ during the first 10d followedby a slower accumulation phase. Between 1 and 10d of exposure, the quantifiedconcentration factor (CF, radioactivity in mussel divided by radioactivity in thewater) exhibited an approximately linear uptake pattem. The concentrationfactors measured at the steady state were 1101,00 + 104.15 in whole bodymussels. Because 203Hg2+ accumulation in mussels was linear over 0 to l0 dexposure, it was possible to calculated uptake rate of 203H92+ from kineticmeasurements. We regressed the calculated of 203H82+ Concentration Factorof mussels againts time of exposure (0 to l0 d) at each 203Hg2+ concentration.The slope of linear regression representated the uptake rate. The uptake rateconstant was 101.9 ml.g-l.d-1. It must be recognized that that metals cross cellmembranes in a process that is essentially passive, although endocltosis mayoccur. It is thought that cell membranes possess aqueous channels that are linedwith hydrophobic portions of protein and lipid molecules. The diameter ofthesechannels could impede solute transport due to steric hindrances at the site ofentrance. Type B metals such as Hg can form complexes that cross membranesbased on their lipid solubility (Carvalho et al 1999).
Natural Resources Management NRM 17.5
Heny Suseno
When non-contaminating conditions were restored, the whole-body depurationkinetics of ZO3Hg}+ were best described by a one component exponentialmodel. The retention of 203Hg2+ in the mussels following 12 d ofexposure isshown in Figure. 2.
Figure 2 Figure 2. Mercury depuration in live mussels from aqueous exposrres
There was an slow loss of 'otHgt* from tle mussels within the 1 2d during theremaining depuration period .The depuration rate constant from the firstcompartmental loss \ as 0.042 + 0.003 d{.
It is well established that dietary exposwe to metals can result in accumulationof metals in aquatic organisms. After ingestion, some of the dietary metal canbe released from the ingested particle into the gashointestinal fluids of theanimal and become available for assimilation into the tissues of the animal andthe tissues of its consumer (i.e., trophic transfer). Assimilation efficiency (i.e.,the net amount of metal retained in tissues relative to the amount ingested fromfood) is a common measure ofthe bioavailability ofa chemical
from food (Wang and Fisher, 1999). In our experiment, retention of ingested
'o'Hd- Uy the mussels following shortterm pulse radioactive feeding is shownin Figure 3.
100
90
a>, a0
:t
:E 60
Fas0
-t oo
R30
20
Natural Resources Management NRMIT-6
100
80
^60alrJ{qo
20
0
o 7 2 3 4 2021 22 23 24 26
Duration (h)
Study Of Bioaccumulation Inorganic Mercury By Green Mussel (PernaViridis) From Jakarta Costal Bay Using Radiotracer
Figure 3. Mercury depuration in live mussels fiom dietary exposures as a percentage ofthe initial burden ater consumption of lab eled Isocfuysis galbana ptey for H{*
Assimilation Effeciency (AE) of 203Hg2* in mussels was calculated to be 56,88+ 8.35%. Realistic quantification ofthe exposure pafiways of radionuclides inthe mussels requires a kinetic approach (Wang & Fisher 1999b). Applicationsof one-compartment biokinetic models using laboratory-based measurements ofkey model parameters (assimilation efficiency, metal uptake rates from waterand food elimination rates) have been extended to field situations forpopulations of a diverse array of aquatic species, including freshwaler andmarine bivalves, various crustaceans such as copepods, amphipods, and crab,aquatic insects, and fish (e.g.,Luoma and Rainbow, 2005). Site specific modelpredictions for metal concentrations in animal tissues are strikingly close toindependent field measurements for diverse water bodies, suggesting that it ispossible for risk assessors to account for the major processes govemingcontaminant ooncentrations in aquatic animals and that laboratory-derivedkinetic parameters are applicable to natural conditions (Luoma and Rainbow,2005). In our experiment, modeling analysis of the exposure and trophictransfer factor of Hg in tilapia requires measurements of several of theparameters in Eq. (4), including AE, k* k", IR and BF Yalues of AE. The k, , AEand have been taken from this study and BCFr (20000) was taken fromliteratute (Wang and Wong, 2003). We assume the IR was 0.1 to 10%. Thevalues estimated for the kinetic parameters and their associated statistics areshown in Table 1.
Natural Resources Management NRM I7.7
Heny Suseno
Concentration Factor at Steady state (Ctr'.,,)uptake constant Rate (r,)Depuration Consctant Rate (t)Half time biological ( t12)Assimilation Effesiency (A E)
1 101 ml.g-r| 01.9 ml.grd-r0.042 dl17.1 d56.88o/o
Figure 4 shows the predicted Bioaccumulation Factor (BAF) of Hg2* from tledietary and water phase
Figur€ 4 Predioted Bioaccumulation Factor (BAF) of Hg2+ fiom the dietary and waterphase
The model predicted Hg Bioaccumulation Factor for Pema viidis that wercwell within the observed for concentration Hg2* in water were 5134.76 to29511.90. The upake of Hg2* by Perna viridid was predominantly due to thefooi exposure. Contributions through the water on the total bioaccumulationHg?* were 12,98%.at different IR 6% values.
4 Conclusion
In conclusion, Hg uptake was almost linear with time. The conc€ntration factorsmeasured at tle steady state were I 101,00 + 104.15 in whole body mussels. Thedepuration rate constant from the first compartmental loss was 0-042 + 0.003 d-I. Assimilation Effeciency (AE) of 203H€f* in mussels was calculated to be
Table 1. Whole body uptake and loss kinetic Darameter
30000
25000
-9 zoooo
ELL 15000
co
10000
5000
0
,/
/
/./
46
rR (%)
Natural Resources Management NRM17-8
Study Of Bioaccumulation Inorganic Mercury By Green Mussel (PernaViridis) From lakarta Costal Bay Using Radiotracer
56,88 + 8.35%. The model predicted Hg Bioaccumulation Factor for Pemaviridis that were \rtell within the observed for concentration Hg?+ in water were5134.76 to 29511.90
5
t1l
l2l
Refferences
Anfrn, Z (2004) Local Millenium Ecosystem Assessment: Condition andTrend of The Greater Jakaxta Bay Ecosystem Report. The Ministry ofEnvironment, Republic ol lndonesia.Carvalho, R.C., Benfield,M.C., Santschi, P.H.(1999) Comparativebioaccumulation studies of colloidally complexed and free-ionic heavymetals in juvenile brown shrimp Penaeus aztecus (Crustacea: Decapoda:Penaeidae). Limnol. Oceanogr ., 44,2: 403414Fisher, N.S(2003) Advantage and Problems in The Apllication ofRadiotracer for Determining The Bioaccumulation of Contaminant inAquatic Organism, RCM on Biomonitoring, IAEA, MonacoLuoma., S., Rainbow, P(2005) Why ls Metal Bioaccumulation SoVariable? Biodynamics as a Unifying Concept Critical Review.Environmental Science & Technolog, 39(7): 192l-1931.Pickhardt, P.C., Stepanov4M.C., Fisher, N.S. (2006). ContrastingUptake Routes and Tissue Distributions of Inorganic and Methylmercuryin Mosquitofish (Gambusia a{Iinis) and Redear Sunfish (Lepomismicrolophus) Environ. Toxicol. Chem. 25,8: 2132-2142Stokes, P.M and Wren, C.D (1987) Bioaccumulation of Mercury byAquatic Biota in Hydroelectric Reservoirs: A Review and Considerationof Mechanisms Lead, Mercury. Cadmium and Arsenic in theEnvironment. Edited by Hutchinson, T.C and Meem4 K. M. Publishedby John Wiley & Sons LtdStreit, B (1992). Bioaccumulation processes in ecosystem experiential48: Birkhauser Verlag CH 4010. Basel Switzerland, 955. Vijayaraman,K. 1994.Taurusmar; A.A (2010) Community structure of macrozoobenthicfeeding guilds in responses to eutrophication in Jakarta BayBIODIVERSITAS l1 (3): 133-138,Wang W.X., Wong, R.S.K (2003). Bioaccumulation Kinetics andExposure Pathways of Inorganic Mercury And Methylmercury in aMarine Fish, The Sweetlips Plectorhinchus gibbosus. Mar Ecol Prog Ser.,261: 257 -268.Wang, W.X., Fisher, N.S (1999). Assimilation Efficiencies of ChemicalContaminants in Aquatic Invertebrates: A synthesis. Environ ToxicolChem, 18: 2034-2045.
t3l
t4l
tsl
t6l
t7l
t8l
tel
tl0l
Natural Resources Management NRMIT-9