laporan akhir penelitian unggulan … · (kaji tindak pada klaster-klaster industri kecil di jawa...
TRANSCRIPT
i
LAPORAN AKHIR
PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI
MODEL PENGEMBANGAN
USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH (UMKM)
MELALUI PENDEKATAN CLUSTERING YANG DINAMIS DAN INTEGRATIF
(Kaji Tindak pada Klaster-klaster Industri Kecil di Jawa Timur)
Tahun ke dua dari rencana tiga tahun
Ketua : Arif Hoetoro, SE., MT., PhD (NIDN: 0022097001)
Anggota : Prof. Munawar Ismail, SE., DEA., PhD (NIDN: 0012025705)
: Dr. Ir. Imam Santoso, MP (NIDN: 0005106806)
Dr. Ir. Maftuch, MSi (NIDN: 0025086604)
Dibiayai oleh:
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Melalui DIPA Universitas Brawijaya
Nomor: DIPA-023.04.2.414989/2013, Tanggal 5 Desember 2013, dan berdasarkan
SK Rektor Universitas Brawijaya Nomor: 157/SK/2014 tanggal 10 April 2014
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Desember 2014
Bidang Unggulan PT: Good Governance
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Penelitian : Model Pengembangan UMKM Melalui Pendekatan
Clustering yang Dinamis dan Integratif (Kaji Tindak
pada Klaster-klaster Industri Kecil di Jawa Timur)
Ketua Peneliti :
a. Nama Lengkap : Arif Hoetoro, SE., MT., PhD
b. NIDN : 0022097001
c. Jabatan Fungsional : Lektor
d. Program Studi : Ilmu Ekonomi
e. Nomor HP : 085235269884
f. Alamat surel (e-mail) : [email protected], [email protected]
Anggota (1) :
a. Nama Lengkap : Prof. Munawar Ismail, SE., DEA., PhD
b. NIDN : 0012025705
c. Perguruan Tinggi : Universitas Brawijaya
Anggota (2)
a. Nama Lengkap : Dr. Ir. Imam Santoso, MP
b. NIDN : 0005106806
c. Perguruan Tinggi : Universitas Brawijaya
Anggota (3)
a. Nama Lengkap : Dr. Ir. Maftuch, MSi
b. NIDN : 0025086604
c. Perguruan Tinggi : Universitas Brawijaya
Lama Penelitian Keseluruhan
Penelitian Tahun ke
:
:
3 Tahun
2
Biaya Penelitian Keseluruhan : Rp. 475.000.000,-
Biaya Tahun Berjalan
- Diusulkan ke DIKTI
- Dana internal PT
- Dana institusi lain
:
:
:
:
Rp. 125.000.000,-
-
-
Malang, 20 Desember 2014
Mengetahui
Dekan FEB UB Ketua Peneliti
Prof. Chandra Fajri Ananda, SE., MSc., PhD. Arif Hoetoro, SE., MT., PhD
NIP. 196201101987011001 NIP. 19700922 199512 1 002
Menyetujui
Ketua LPPM UB
Prof. Dr. Ir. Woro Busono, MS
NIP. 19560403 198003 1 002
iii
RINGKASAN
Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dengan menggunakan
pendekatan pengklasteran sudah jamak dilakukan. Di Indonesia, bahkan, pendekatan tersebut
diadopsi sebagai program nasional dalam mengembangkan UMKM di semua daerah yang
sampai saat ini masih diwujudkan dalam bentuk sentra-sentra UMKM. Termasuk pula di
Jawa Timur, terdapat banyak sentra UMKM yang tersebar di setiap kabupaten maupun kota.
Namun demikian, masih terdapat celah yang perlu diisi dalam pengklasteran ini yaitu
perlunya penguatan kelembagaan sentra-sentra UMKM yang dapat memfasilitasi
berkembangnya lingkungan bisnis yang sehat secara dinamis dan integratif. Sekalipun sebuah
sentra dapat dianggap sebagai klaster, pendekatan pengklasteran UMKM dalam penelitian ini
dimaksudkan untuk lebih meningkatkan rantai nilai antar UMKM dan lembaga-lembaga
pendukungnya. Dengan kata lain, sentra-sentra UMKM di Jawa Timur perlu ditransformasi-
kan ke dalam bentuk klaster UMKM yang dinamis dan integratif.
Dalam konteks ini, yang dimaksud dengan istilah “dinamis” adalah menggali
kekuatan-kekuatan yang mendorong dinamika internal klaster UMKM yaitu seberapa dalam
derajat kerjasama dan persaingan UMKM dalam klaster mampu menciptakan “collective
efficiency” bagi UMKM. Sedangkan yang dimaksud dengan “integratif” adalah mengintegra-
sikan antar klaster UMKM yang terkait ke dalam sebuah mekanisme “networking” yang
efektif sehingga mampu meningkatkan kapabilitas inovasi dan skala usaha UMKM.
Hasil-hasil yang ditulis dalam penelitian ini adalah ditemukannya kecenderungan
UMKM di Jawa Timur untuk menjalin berbagai kaitan usaha antar firma baik yang bersifat
vertikal maupun horisontal. Kaitan usaha antar firma ini dimaksudkan oleh pelaku-pelaku
UMKM untuk menjalin kerja sama dengan mitra mereka agar dapat memperoleh skala
efisiensi dalam usaha. Seiring dengan hal itu, setiap pelaku UMKM juga menerapkan strategi
bisnis yang efektif agar dapat memenangi persaingan pasar. Namun demikian, ditengarai
bahwa UMKM dalam sentra di Jawa Timur cenderung lebih mengutamakan persaingan
bisnis ketimbang kerjasama di antara mereka. Hal ini tampak dari menguatnya strategi bisnis
yang diterapkan oleh setiap UMKM daripada tindakan-tindakan kolektif yang diperlukan
dalam membangun kerjasama antar UMKM dalam sentra. Oleh karena itu, perlu diatur
bagaimana derajat kerjasama dan persaingan ini dapat berjalan dengan seimbang sehingga
memberi mereka manfaat “collective efficiency” bagi kinerja perusahaan. Keberhasilan
UMKM untuk memajukan usaha mereka di sentra-sentra UMKM adalah jika para pelaku
iv
UMKM di Jawa Timur mampu memperoleh efisiensi kolektif ini melalui kerjasama dan
persaingan yang sehat.
Usaha untuk memperoleh efisiensi kolektif tersebut adalah mentransformasikan sentra
UMKM dalam bentuk klaster. Penelitian ini telah melakukan usaha transformasi tersebut
dengan membentuk forum-forum interaktif dalam sentra yang disebut sebagai “Forum
Rembug Klaster” (FRK). Sentra-sentra yang telah dibentuk FRK adalah sentra mebel
Tunjung Sekar di Kota Malang, sentra mamin-agro Sidomulyo Kota Batu, sentra kerajinan
rumah tangga (cobek) Beji Kota Batu, dan sentra kulit Magetan. Fungsi penting dari FRK ini
adalah menjadi institusi yang menginisiasi tindakan-tindakan kolektif antar UMKM dalam
klaster sehingga nantinya diperoleh efisiensi kolektif klaster UMKM tersebut. FRK juga
berfungsi sebagai dinamisator dan stabilisator antara pencapaian tujuan-tujuan bisnis
individual UMKM dan kepentingan-kepentingan kolektif klaster.
Selama setahun sejak terbentuknya FRK di kota Malang dan Batu ditemukan adanya
usaha-usaha untuk membangun efisiensi kolektif di klaster mebel kota Malang, klaster cobek
dan klaster mamin-agro kota Batu. Usaha-usaha tersebut mewujud dalam hal: 1) tumbuhnya
kesadaran kolektif pelaku UMKM dalam klaster; 2) transformasi tindakan kolektif; 3)
peningkatan daya tawar klaster; 4) spesialisasi kerja dalam klaster; dan 5) peran aktif peme-
rintah dalam pengembangan klaster UMKM.
v
ABSTRAK
Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dengan menggunakan
pendekatan klastering sudah jamak dilakukan. Di Jawa Timur, pendekatan tersebut
diwujudkan dalam bentuk sentra-sentra UMKM yang dimaksudkan untuk mengembangkan
UMKM di setiap kabupaten dan kota. Namun demikian, masih terdapat celah yang perlu diisi
dalam klastering ini yaitu perlunya penguatan kelembagaan klaster-klaster UMKM yang
memfasilitasi berkembangnya lingkungan bisnis yang sehat secara dinamis dan integratif.
Dalam konteks ini, sentra-sentra UMKM yang banyak ditemukan di penjuru Jawa Timur itu
memerlukan sebuah institusi yang mampu mendinamisasi sentra UMKM ke dalam klaster
yang sebenarnya. Oleh Karena itu, pada penelitian sebelumnya telah dibentuk Forum
Rembug Klaster (FRK) sebagai institusi penggerak klaster di empat sentra UMKM yaitu;
FRK Sido Rukun di sentra mebel Tunjung Sekar Malang, FRK Barokah di sentra cobek
Junrejo Batu, FRK Tani Wisata di sentra mamin-agro Sidomulyo Batu, dan FRK Kulit
Magetan. Dengan menggunakan metode analisis kebijakan, analisis lingkungan internal-
eksternal, dan analisis SWOT, penelitian ini dimaksudkan untuk mengkonstruksi
kelembagaan FRK di Jawa Timur yang terkoordinasi mulai di tingkat kabupaten/kota sampai
tingkat provinsi. Empat FRK yang telah terbentuk tersebut dipilih sebagai sampel penelitian
ini.
Kata-kata kunci: FRK, UMKM, klastering, dinamis-integratif, collective efficiency
vi
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Pengesahan……………………………………………………………….
Abstrak……………………………………………………………………………..
Daftar Isi……………………………………………………………………………
I
ii
iii
Daftar Tabel dan Gambar………………………………………………………….
Iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................................ 5
1.4 Output Penelitian ................................................................................................ 6
1.5 Batasan Penelitian .............................................................................................. 6
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Pendekatan Klastering (Clustering) UMKM ..................................................... 8
2.2 Interaksi antar Klaster UMKM........................................................................... 10
2.3 Kebijakan Pengembangan Klaster UMKM……………………………………. 12
2.4 Road Map Penelitian Unggulan Universitas Brawijaya: Good Governance ..... 15
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Model Penelitian ................................................................................................ 18
3.1.1 Model Klastering UMKM yang Dinamis .................................................. 18
3.1.2 Model Klastering UMKM yang Integratif ................................................ 20
3.2 Sampel Penelitian ............................................................................................... 22
3.3 Pengumpulan Data ............................................................................................. 22
3.4 Metode Analisis Data ......................................................................................... 23
3.4.1 Analisis Kebijakan..................................................................................... 23
3.4.2 Analisis (SWOT) Lingkungang Internal-Eksternal ................................... 23
3.5 Indikator Capaian Tahunan…………………………………………………….
BAB IV EKSISTENSI FORUM REMBUG KLASTER
4.1 Kerjasama dan Persaingan dalam Klaster……………………………………...
4.2 Forum Rembug Klaster………………………………………………………...
4.2.1 FRK Mebel “Sido Rukun” Tunjung Sekar Kota Malang…………………….
4.2.2 FRK “Tani Wisata” Sidomulyo Kota Batu…………………………………..
4.2.3 FRK Cobek “Barokah” Junrejo Keto Batu…………………………………..
4.3 Kondisi Eksisting FRK…………………………………………………………
4.3.1 Kendala dan Permasalahan…………………………………………………..
4.3.2 Prospek……………………………………………………………………….
26
27
33
34
36
39
43
43
44
vii
BAB V DINAMIKA FORUM REMBUG KLASTER
5.1 Transformasi Kesadaran Kolektif……………………………………………...
5.1.1 FRK mebel Sido Rukun Tunjung Sekar Malang………………………...
5.1.2 FRK Cobek Barokah Junrejo Batu……………………………………….
5.1.3 FRK Tani Wisata Sidomulyo Batu……………………………………….
5.2 Transformasi Tindakan Kolektif (Collective Action)…………………………..
5.2.1 FRK mebel Sido Rukun Tunjung Sekar Malang………………………...
5.2.2 FRK Cobek Barokah Junrejo Batu……………………………………….
5.2.3 FRK Tani Wisata Sidomulyo Batu……………………………………….
5.3 Peningkatan Posisi Tawar……………………………………………………...
5.3.1 FRK mebel Sido Rukun Tunjung Sekar Malang………………………...
5.3.2 FRK Cobek Barokah Junrejo Batu……………………………………….
5.3.3 FRK Tani Wisata Sidomulyo Batu……………………………………….
5.4 Spesialisasi Kerja dalam FRK………………………………………………….
5.5 Efektivitas Peran Pemerintah…………………………………………………..
47
48
50
52
53
54
58
61
62
63
66
67
68
69
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan……………………………………………………………………..
6.2 Rekomendasi…………………………………………………………………...
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………...
71
72
74
Lampiran 1: Dokumentasi Pelatihan Manajemen Kelompok Usaha Kecil………...
Lampiran 2: Dokumentasi FGD Kebijakan Pengembangan Sentra UMKM………
Lampiran 3: Dokumentasi Pelatihan Pembentukan Koperasi FRK Sido Rukun…..
Lampiran 4: Dokumentasi Pelatihan Manajemen FRK Barokah Batu…………….
Lampiran 5: Dokumentasi FGD pada FRK Tani Wisata Batu……………………..
Lampiran 6: SK Lurah Tunjung Sekar Malang…………………………………….
Lampiran 7: SK Lurah Junrejo Batu……………………………………………….
76
80
83
86
89
91
viii
DAFTAR TABEL & GAMBAR
Halaman
Tabel 3.1 Matrik SWOT ...........................................................................................
Tabel 4.1 Pengaruh Kerjasama dan Persaingan Bisnis terhadap Kinerja UMKM…
25
29
Gambar 2.1 Dinamika Internal-Eksternal Klaster Industri Kecil.............................
9
Gambar 2.2 Kelembagaan “Networking” antar Klaster UMKM……...................... 12
Gambar 2.3 Kebijakan Pemerintah pada Pengembangan Klaster UMKM…........... 14
Gambar 2.4 Analisis SWOT Klaster UMKM yang Dinamis-Integratif…………… 15
Gambar 2.5 Road Map Keunggulan Good Governance; Sub-Bidang: Tata Kelola
Klastering UMKM yang Dinamis-Integratif
17
Gambar 3.1 Model Pengklastern UMKM di Jawa Timur…………………………. 19
Gambar 3.2 Koordinasi FRK UMKM antar Daerah di Jawa Timur………………. 19
Gambar 3.3 Mekanisme Kerja Pengklasteran UMKM yang Integratif Jawa Timur
Gambar 4.1 Analisis SWOT FRK Mebel Sido Rukun Tunjung Sekar…………….
Gambar 4.2 Analisis SWOT FRK Tani Wisata Sidomulyo..………………………
Gambar 4.3 Model Klaster Agro Wisata Terpadu Sidomulyo……………………..
Gambar 4.4 Analisis SWOT FRK Cobek “Barokah” Junrejo Batu………………..
22
35
37
39
40
ix
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Geliat ekonomi kerakyatan, utamanya di Jawa Timur yang dimotori oleh para
wirausahawan (entrepreneurs) di sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM)
dewasa ini tampak semakin intensif mewarnai dinamika ekonomi daerah. Aviliani
(2013) menyatakan bahwa dari sisi jumlah, pelaku UMKM merupakan salah satu yang
terbesar secara nasional. Mereka ikut mendorong pertumbuhan ekonomi dan terbukti
teruji bertahan saat terjadi krisis moneter di tahun 1998. Di antara mereka, dua sektor
UMKM yang paling besar pelakunya adalah di sektor perdagangan dan perindustrian.
Diperkirakan sektor perdagangan memiliki 25 juta pelaku, sedangkan perindustrian
mempunyai 15 juta pelaku UMKM.
Sementara itu, Ayyagari (2006) menyoroti tiga hal utama mengapa UMKM
perlu dipacu pertumbuhannya untuk mendukung pembangunan nasional. Pertama,
UMKM, khususnya perusahaan yang sedang tumbuh, berperan penting bagi
berkembangnya kewirausahaan dalam perekonomian. Kedua, UMKM menghasilkan
dinamisme dan fleksibilitas ekonomi dengan cara menciptakan perusahaan baru,
menambah kekuatan kompetitif dan lebih murah dalam melakukan berbagai
penyesuaian terhadap guncangan ekonomi. Dan ketiga, UMKM memainkan peran yang
sangat strategis dalam transformasi ekonomi dan sosial melalui interaksi mereka
dengan perusahaan lain (Ayyagari, 2006). Dalam konteks pembangunan di era otonomi
daerah, UMKM diharapkan dapat menjadi basis pengembangan produk unggulan di
setiap daerah sehingga perlu adanya perbaikan dalam penciptaan dan peningkatan nilai
tambah yang tinggi (Aviliani, 2013).
2
Dalam praktek bisnis UMKM, jamak diketahui bahwa tingkat efisiensi
operasional UMKM bergantung pada pola-pola interaksi dan kerjasama bisnis yang
disebut sebagai kaitan usaha antar perusahaan (Felzensztein dkk, 2010.), hubungan
antar-perusahaan (Phele, 2004; Saito et al, 2007), atau kaitan usaha antar firma (Sato,
2000). Bentuk-bentuk kerjasama tersebut merupakan bagian dari cara-cara UMKM
dalam mengatasi persoalan yang membelit dirinya baik secara internal maupun
eksternal.
Lebih jauh, kaitan usaha (inter-firm linkages) sebagai salah satu cara kerjasama
bisnis antar UMKM tersebut dikuatkan oleh pelaku-pelaku UMKM melalui pendekatan
pengklasteran dalam bentuk sentra-sentra industri kecil. Di Jawa Timur, pola
pengklasteran ini diadopsi sebagai kebijakan pemerintah daerah dalam mamajukan
UMKM.
Interaksi bisnis yang terbentuk dalam klaster tersebut selanjutnya memfasilitasi
UMKM meraih keuntungan lokasi yaitu keuntungan yang diperoleh melalui saluran
pemenuhan sumber daya dan layanan yang bernilai tambah dengan mendekatkan usaha
mereka pada pengguna akhir (Nadvi, 1999; Kuah, 2002; Kuncoro dan Supomo, 2003 ).
Sementara itu, Felzensztein (2003) menunjukkan bahwa interaksi bisnis dalam klaster
memfasilitasi UMKM pola produksi yang lebih fleksibel antar perusahaan dan mening-
katkan efisiensi produksi. Interaksi tersebut juga memfasilitasi UMKM ketersediaan
aliran informasi yang lebih baik dan ruang yang lebih luas untuk meningkatkan inovasi
dan kinerja perusahaan.
Namun demikian, pengembangan klaster-klaster UMKM di Jawa Timur sangat
terkait dengan berbagai faktor yang memengaruhinya baik secara internal maupun
eksternal. Secara internal, jika dilihat dari pendekatan kontingensi yang mencoba untuk
membangun hubungan fungsional antara variabel-variabel lingkungan dan variabel
3
organisasi (Boyoung, 2010), dapat dikatakan bahwa penerapan kaitan usaha dalam
klaster secara efektif bergantung pada faktor-faktor seperti strategi dan preferensi
manajerial. Hal ini diperlukan oleh karena kendatipun UMKM dalam klaster di Jawa
Timur selalu berusaha untuk meningkatkan kerjasama antar UMKM melalui pola-pola
kaitan usaha tertentu, namun mereka juga tetap bersaing dengan sesama UMKM dalam
klaster.
Dengan demikian, klaster-klaster UMKM di Jawa Timur sebenarnya mewadahi
berkembangnya kerjasama dan persaingan antar UMKM yang merupakan ekspresi
dinamika internal klaster. Keadaan tersebut sering disebut sebagai hubungan bisnis
yang didasarkan pada kerjasama dan kompetisi atau co-opetition strategy (Solitander
dan Tidström, 2010); yaitu para pelaku UMKM harus mengelola keseimbangan antara
kaitan usaha antar firma dan rencana strategis yang diperlukan dari mitra usaha. Oleh
karena itu, kaitan usaha yang sukses sebagai bagian dari kerjasama antar UMKM juga
harus diiringi dengan kemampuan untuk memiliki strategi bisnis yang mampu
beradaptasi selaras dengan perkembangan UMKM (Harvie, 2007) yang pada gilirannya
dapat meningkatkan kinerja perusahaan.
Sementara itu, secara eksternal pengembangan klaster-klaster UMKM Jawa
Timur dipengaruhi pula oleh interaksi mereka dengan institusi ekternal yang terkait dan
klaster-klaster di luar mereka. Misalnya adalah keterkaitan klaster UMKM alas kaki di
Kabupaten Sidoarjo dengan klaster sepatu kulit di Kabupaten Mojokerto atau Magetan,
jika dapat disinergikan selayaknya akan memberikan efisiensi kolektif bagi perkem-
bangan UMKM di klaster-klaster tersebut.
Dalam bingkai paparan di atas, penelitian ini mengkaji lebih dalam dan
mengkonstruksi sebuah kerangka kerja ke dalam “model pengembangan UMKM
melalui pendekatan pengklasteran yang dinamis dan integratif” dengan mem-
4
fokuskan pada penguatan institusi-institusi terkait yang diperlukan oleh sebuah klaster
UMKM. Penelitian sebelumnya telah menghasilkan pembentukan Forum Rembug
Klaster (FRK) sebagai institusi pemerolehan efisiensi kolektif di empat sentra UMKM,
yaitu; FRK Mebel “Sido Rukun” Tunjungsekar Malang, FRK Cobek “Barokah”
Junrejo Batu, FRK “Tani Wisata” Sidomulyo Batu, dan FRK Kulit Magetan.
Pada aras kebijakan, keberadaan FRK ini perlu dikuatkan dengan cara
membentuk lembaga-lembaga koordinasi di tingkat kabupaten/ kota dan provinsi Jawa
Timur. Hal ini diperlukan oleh karena terkait dengan kebijakan/ program pemerintah
Jawa Timur yang ingin mengembangkan ekonomi lokal dan produk unggulan daerah
melalui klaster UMKM. Jika di setiap kabupaten/ kota terdapat lembaga koordinasi
FRK, maka kesamaan visi dan misi dalam pengembangan ekonomi lokal dapat
diperoleh sehingga membantu efektifitas pelaksanaan program pembangunan daerah.
1.2 Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang tersebut di atas, tampak jelas bahwa pengem-
bangan klaster UMKM secara internal dan eksternal berperan penting dalam
meningkatkan kinerja UMKM. Sebuah klaster seharusnya tidak hanya dipahami sebatas
sentra-sentra, namun lebih jauh haruslah dipahami sebagai kaitan antar unsur
pendukung yang memfasilitasi dinamika UMKM di internal klaster dan dinamika
eksternal antar klaster yang terkait. Oleh karena itu, perlu dibangun sebuah model yang
“dinamis dan integratif” bagaimana klaster-klaster yang ada di Jawa Timur
berkembang melampaui kapasitas mereka sebagai sentra UMKM.
Mempertimbangkan berbagai kekurangan yang ada dalam usaha-usaha
pengembangan UMKM melalui pendekatan clustering selama ini, penelitian ini
mengkonstruksi sebuah model “dinamis terintegrasi” yang menyelidiki penguatan
5
kelembagaan klaster UMKM mulai di tingkat kabupaten/kota hingga provinsi Jawa
Timur. Terutama yang difokuskan dalam penelitian ini adalah penguatan kapasitas
FRK sebagai institusi yang mendinamisasi pencapaian efisiensi kolektif klaster
UMKM. Pada gilirannya, penguatan FRK ini merupakan titik masuk yang strategis
bagi usaha-usaha untuk membangun keterhubungan klaster dengan institusi-institusi
yang terkait.
Untuk itu, secara spesifik rumusan permasalahan di atas dituangkan dalam
beberapa pertanyaan penelitian berikut ini:
1. Bagaimanakah pola penguatan Forum Rembug Klaster (FRK) UMKM yang sesuai
untuk diterapkan di klaster-klaster UMKM Jawa Timur?
2. Bagaimanakah FRK mampu menjalin keterhubungan dengan institusi-institusi yang
terkait dalam pengembangan klaster UMKM?
3. Bagaimanakah regionalisasi klaster UMKM dapat dibangun dalam rangka
pengembangan UMKM di Jawa Timur?
4. Bagaimanakah kebijakan pemerintah kabupaten/kota dan provinsi Jawa Timur
mendukung penguatan FRK sebagai institusi pendinamisasi klaster-klaster UMKM
di Jawa Timur?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Menjelaskan pola-pola penguatan FRK yang sesuai dalam pengembangan klaster
UMKM di Provinsi Jawa Timur.
2. Mendeskripsikan jalinan keterhubungan klaster UMKM dengan institusi-institusi
yang terkait, seperti dengan industri pendukung dan lanjutan klaster UMKM.
6
3. Mendeskripsikan pola-pola interaksi dalam regionalisasi klaster UMKM di Jawa
Timur.
4. Menjelaskan kebijakan pemerintah kabupaten/kota dan provinsi Jawa Timur dalam
penguatan FRK sebagai institusi pendinamisasi klaster-klaster UMKM di Jawa
Timur
1.4 Output Penelitian
Output penelitian ini adalah diperolehnya “model pengembangan UMKM
melalui pendekatan pengklasteran yang dinamis dan integratif”. Melalui model ini
diharapkan dapat dikembangkan berbagai kebijakan yang relevan dalam memajukan
dan menguatkan klaster-klaster UMKM di Jawa Timur.
Berdasarkan pada hal tersebut, penelitian ini akan menghasilkan dua model
pengembangan UMKM; yaitu:
1. Model pengembangan UMKM melalui pendekatan pengklasteran secara internal
yang difokuskan pada penguatan Forum Rembug Klaster (FRK) sebagai institusi
pendinamisasi klaster-klaster MKM di Jawa Timur.
2. Model pengembangan UMKM melalui konsep regionalisasi klaster-klaster UMKM
yang difokuskan pada integrasi antar klaster yang terkait. Model ini mengkonstruksi
bagaimana “networking” antar klaster UMKM mampu meningkatkan kapasitas
inovasi dan produktivitas UMKM Jawa Timur.
1.5 Batasan Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkonstruksi pengembangan UMKM di
Jawa Timur melalui pendekatan “pengklasteran yang dinamis dan integratif”. Secara
teknis, penelitian ini memberi penekanan pada konstruksi institusi-institusi yang
7
dibutuhkan untuk mengembangkan klaster UMKM di Jawa Timur. Salah satu institusi
yang strategis dalam pengembangan klaster UMKM tersebut adalah keberadaan Forum
Rembug Klaster (FRK) di sentra UMKM yang perlu dikuatkan dengan dukungan
kebijakan, keuangan, dan sumber-sumber daya lainnya dari pemerintah kabupaten/kota
dan provinsi Jawa Timur. Untuk maksud tersebut, penelitian ini dibatasi pada:
1. Tiga Forum Rembug Klaster (FRK) yang baru terbentuk pada penelitian
sebelumnya, yaitu: FRK Sido Rukun di sentra mebel Tunjung Sekar Kota Malang,
FRK Barokah di sentra cobek Junrejo Kota Batu, dan FRK Tani Wisata di sentra
mamin-agro Sidomulyo Kota Batu.
2. Penguatan kelembagaan FRK UMKM yang dimaksud adalah penguatan FRK
UMKM di tiga sentra tersebut di atas melalui penetapan dukungan kebijakan,
program, finansial, dan sumber daya lainnya mulai di tingkat kabupaten/kota dan
provinsi Jawa Timur.
3. Keterhubungan satu klaster UMKM dengan klaster lainnya yang sejenis dilakukan
melalui interaksi antar FRK UMKM.
8
BAB II
LANDASAN TEORI
Bagian ini menjelaskan dasar-dasar teori pengembangan UMKM melalui
pendekatan klastering (clustering approach). Terkait dengan hal ini, pembahasan teori
diarahkan pada aras dasar pemodelan klater yang menghubungkan dinamika internal
dan eksternal klaster UMKM. Banyak penelitian terdahulu mengkaji dinamika UMKM
di klaster-klaster industri kecil secara internal tanpa mengkaji lebih jauh bagaimana
hubungan eksternal yang terjalin antar klaster.
2.1 Pendekatan Klastering (Clustering) UMKM
Konsep klaster memfokuskan perhatian pada hubungan antar pelaku dalam
mata rantai nilai produk dan jasa. Konsep klaster melampaui jaringan horizontal
sederhana di mana sebuah perusahaan beroperasi pada pasar produk akhir yang sama
dan termasuk dalam kelompok industri yang sama, pemasaran kolektif atau pembelian.
Di banyak negara, kelompok usaha ini semakin menjadi perancang kebijakan industri
dan inovasi yang fokus pada faktor-faktor teritorial karena mereka mampu mendorong
perbaikan kewirausahaan dan produktivitas (UNIDO, 2010).
Klaster sering bersifat lintas-sektoral; yaitu terdiri dari berbagai perusahaan
yang berbeda dan saling melengkapi yang mengkhususkan diri di lini tertentu atau basis
pengetahuan dalam mata rantai nilai (Roelandt dan Hertog, 1999). Untuk jalur
pertumbuhan klaster tersebut, terdapat lima faktor utama yang menentukan, yaitu: 1)
ukuran pasar, 2) saham skala ekonomi dan ruang lingkup, 3) tingkat upgrade, 4) sifat
dari pendukung institusi, dan 5) bentuk efisiensi kolektif (Uzor, 2004). Intinya, esensi
klaster industri terletak pada kemampuan mereka untuk mengembangkan hubungan
9
bisnis melalui kemitraan strategis antara perusahaan, pelanggan, pemasok, dan lebih
luas lagi adalah komunitas bisnis (Nel dan Makuwaza, 2001;. Mills, dkk, 2008).
Schmitz (1995) berpendapat bahwa klaster akan menguntungkan perusahaan
jika mereka dapat memberikan efisiensi kolektif, yaitu keunggulan kompetitif yang
ditimbulkan oleh "ekonomi eksternal" dan "aksi bersama". Sejalan dengan pandangan
ini, Titze dkk. (2008) memberikan perspektif yang lebih fungsional tentang klaster
yang didefinisikan sebagai 'jaringan produsen perusahaan yang saling tergantung
(termasuk pemasok khusus) dihubungkan satu sama lain dalam rantai produksi nilai
tambah'. Dinamika klaster UMKM ini dapat dijelaskan pada Gambar 2.1 berikut:
Dinamika Eksternal
Sumber: Tambunan (2005)
Gambar 2.1 Dinamika Internal-Eksternal Klaster Industri Kecil
Mengacu pada Gambar 2.1 tersebut, terlihat jelas bahwa UMKM yang
beroperasi dalam klaster akan mampu memperoleh banyak keuntungan dari "ekonomi
eksternal", yaitu, keuntungan yang dihasilkan dari adanya "kedekatan geografis" seperti
Klaster UMKM
Dinamika Internal Klaster
UMK-A UMK-B
Perusahaan Besar Lembaga
Keuangan Lembaga
Pendamping
Pemerintah Pusat
Pemerintah Lokal
Klaster Pasok Input
Klaster Pemasar Output
Universitas Lembaga R&D
10
ketersediaan tenaga kerja yang terampil dan imbas pengetahuan. Dalam hal ini, Dahl
dan Pedersen(2002: 5) menyatakan bahwa:
“Ketika perusahaan yang sejenis beroperasi dalam klaster, perusahaan
akan berbagi seperangkat nilai-nilai dan pengetahuan sehingga berperan
penting dalam membangun lingkungan budaya industrial. Dalam
lingkungan ini, perusahaan dihubungkan oleh hubungan informal
tertentu dalam campuran yang kompleks antara kerjasama dan
kompetisi......Dengan adanya budaya ini dan berbagai lembaga ikut
menyediakan layanan jaringan dengan mengatur pameran dagang,
konferensi, seminar, dan kegiatan sosial, maka pembentukan hubungan
dan kontak informal ini akan semakin diperkuat oleh kegiatan-kegiatan
bisnis yang sedang berlangsung.”
Sebagaimana pernyataan Schmitz (1995) tentang efisiensi kolektif, yaitu
keunggulan kompetitif yang disebabkan oleh "ekonomi eksternal" dan "aksi bersama",
maka UMKM yang beroperasi dalam klaster industri kecil sangat perlu membangun
kerjasama antar UMKM yang selaras dengan persaingan yang sehat antar mereka. Hal
ini dapat diwujudkan dengan cara setiap UMKM membangun kaitan usaha antar firma
(inter-firm linkages) dengan UMKM yang sederajat (horizontal linkage), UMKM
pemasok input (backward linkage), maupun UMKM pemroses output lanjutan (forward
linkage). Di samping itu, kaitan usaha antar firma tersebut perlu dikuatkan dengan
kompetisi yang sehat bagi berkembangnya inovasi dan skala usaha UMKM di internal
klaster.
2.2 Interaksi antar Klaster UMKM
Kaitan usaha yang terjalin secara internal oleh UMKM-UMKM di klaster
menciptakan daya vital klaster yang dinamis. Pada aras ini antar UMKM saling
bekerjasama bisnis untuk memperoleh “collective efficiency” namun sekaligus juga
mereka saling bersaing selaras dengan strategi bisnis yang mereka terapkan. Derajat
11
kerjasama dan persaingan antar UMKM ini yang mewarnai dinamika internal klaster
UMKM.
Secara eksternal, daya vital klaster ditentukan oleh sejauh mana sebuah klaster
dapat menjalin kerjasama dan interaksi yang intens dengan membuat „networking‟
dengan klaster-klaster lainnya. Interaksi yang intens antar klaster ini sangat diperlukan
sebagai media pengembangan inovasi dan perluasan skala usaha UMKM yang
beroperasi di dalam klaster UMKM.
Dalam jejaring seperti ini perlu adanya pengaturan kelembagaan (institutional
arrangements) antara pemerintah di semua tingkat, institusi pengembangan UMKM,
dan lembaga intermediasi yang menghubungkan jejaring antar klaster. Peran-peran
pengembangan dan intermediasi ini dapat dimainkan, misalnya, oleh Business
Development Services (BDS) yang sudah banyak berdiri di hampir setiap propinsi dan
kabupaten di Indonesia. Universitas dengan unit-unit inkubasi usaha kecil yang
dimilikinya juga dapat memainkan fungsi konsultasi dan intermediasi antar klaster ini.
Fungsi pemerintah dalam jejaring antar klaster ini ialah meminimisasi beban-
beban administrasi dan memfasilitasi lingkungan kelembagaan yang mendukung bagi
interaksi antar klaster. Termasuk pula menciptakan lingkungan kerjasama dan bisnis
yang sehat antar UMKM baik secara internal maupun eksternal klaster. Sementara itu,
BDS dan/ atau universitas dapat memainkan fungsinya sebagai lembaga yang
memfasilitasi bekerjanya jejaring klastering, fasilitasi finansial, pelatihan, maupun
promosi “joint actions” oleh UMKM-UMKM yang terkait secara internal dan eksternal
klaster. Peran aktif yang dimainkan oleh lembaga-lembaga ini diharapkan mampu
menciptakan interaksi yang „dinamis dan integratif‟ bagi pengembangan UMKM di
klaster-klaster industri kecil.
12
Mekanisme penguatan struktur dan kelembagaan jejaring antar klaster UMKM
tersebut dijelaskan pada Gambar 2.2 berikut:
Networking “Networking”
Gambar 2.2 Kelembagaan “Networking” antar Klaster UMKM
Terlihat pada Gambar 2.2 bahwa antar klaster UMKM yang saling terkait perlu
membangun jejaring aktif agar dapat meraih manfaat “collective efficiency” bagi
perkembangan UMKM. Tujuan akhir dalam sinergi antar klaster UMKM ini memang
agar efisiensi kolektif tersebut dapat diperoleh. Yaitu; bahwa inovasi, peningkatan skala
usaha, dan produktivitas UMKM akan tercapai ketika klaster-klaster yang terkait
membangun „networking‟ yang mengintegrasikan produk-produk mereka dalam mata
rantai nilai yang lebih luas.
2.3 Kebijakan Pengembangan Klaster UMKM
External economies yang tercipta akibat kaitan-kaitan usaha antar UMKM
dalam sebuah klaster memengaruhi capaian kinerja setiap UMKM yang berupa
“collective efficiency” dan kelak akan mampu memperbesar skala usaha yang dimiliki
PEMERINTAH UNIVERSITAS/ BDS
KLASTER UMKM-A
KLASTER UMKM-B
“Collective Efficiency”: inovasi, skala usaha, dan produktivitasUMKM
PERUSAHAAN BESAR
13
UMKM. Keunggulan kompetitif seperti ini dalam praksisnya mensyaratkan adanya
jajaring bisnis yang dinamis baik secara internal maupun eksternal. Secara internal
sebagaimana terlihat pada Gambar 2.1 UMKM perlu aktif membangun “joint actions”
antar mereka dalam rentang kegiatan bisnis yang bersifat kooperatif dan kompetitif.
Sementara itu, secara eksternal setiap klaster UMKM seharusnya mampu menjalin
berbagai kaitan usaha dengan klaster-klaster ataupun institusi-institusi yang terkait di
luar klaster. Gerak usaha yang “dinamis” dan “integratif” seperti ini akan menjamin
meningkatnya kinerja UMKM yang beroperasi dalam klaster.
Dalam konteks persaingan global yang dewasa ini mendominasi dunia bisnis,
klaster sebagai institusi pengembangan UMKM yang efektif tidak selalu larut dalam
kompetisi global tersebut. Di banyak negara maju maupun berkembang, pemerintah
merasa perlu untuk mengiringi daya saing klaster dengan berbagai kebijakan yang
relevan. Merujuk pada Porter (1990, 2000) tentang keunggulan kompetitif klaster
industri, kebijakan pemerintah dalam meningkatkan kapasitas dan kinerja UMKM
dalam klaster perlu memperhatikan faktor-faktor berikut, yaitu; (1) tingkat kerjasama
dan persaingan antar UMKM di internal klaster, (2) kondisi-kondisi permintaan, (3)
institusi pendukung yang terkait, dan (4) kondisi-kondisi faktor yang relevan.
Memperhatikan faktor-faktor pendukung pengembangan klaster ini pemerintah
perlu mengintervensi dengan kebijakan-kebijakan yang kondusif bagi klaster dan
menghapus kendala-kendala yang mengurangi keunggulan kompetitif dari klaster
UMKM. Dalam perspektif yang lebih luas, pengembangan klaster ini pun bermuara
pada kebijakan pemerintah untuk pengembangan ekonomi lokal atau daerah sebab
kemajuan klaster kelak berpengaruh pada capaian kinerja ekonomi lokal atau daerah
yang kompetitif dengan daerah-daerah lainnya.
14
Untuk itu, adalah sangat penting jika desain kebijakan pemerintah dalam
mengembangkan klaster-klaster UMKM tidak hanya karena tututan program kerja,
namun yang lebih esensial adalah memfasilitasi perkembangan klaster berdasarkan
pada perkembangan pasar. Dalam hal ini, UMKM-UMKM yang beroperasi dalam
klaster didorong untuk terus meningkatkan kerjasama antar mereka dan menghindari
merebaknya persaingan bisnis yang tidak sehat. Jika derajat kerjasama antar UMKM
dalam klaster lebih kuat ketimbang persaingan bisnis yang tidak sehat maka kebijakan
untuk memperoleh “collective efficiency” melalui klastering akan dapat diperoleh.
Sebaliknya, jika persaingan bisnis yang tidak sehat lebih mendominasi hubungan antar
UMKM dalam klaster maka bisa dipatikan bahwa klastering akan mengarah pada
“collective failure”.
Kebijakan pemerintah dalam menyediakan layanan institusional bagi
pengembangan UMKM melalui klaster tersebut dapat dijelaskan pada Gambar 2.3
berikut:
Pembangunan Ekonomi Lokal/Regional
Gambar 2.3 Kebijakan Pemerintah pada Pengembangan Klaster UMKM
Kebijakan Pemerintah
Konteks Kerjasama dan Kompetisi Internal Klaster
Kondisi Permintaan
Institusi Pendukung
Kondisi Faktor (Input)
Pengembangan Klaster UMKM
15
2.4 Road Map Penelitian Unggulan Universitas Brawijaya:
Good Governance
Mengacu pada Road Map Rencana Induk Penelitian (RIP) Universitas
Brawijaya maka penelitian ini didesain dalam kerangka Road Map tersebut terutama
adalah bidang keunggulan “Good Governance”. Salah satu aspek yang diajukan dalam
keunggulan good governance ini adalah “tata kelola ekonomi dan bisnins lokal”. Dalam
kerangka ini, penelitian untuk mengkonstruksi model pengembangan UMKM melalui
pendekatan klastering yang dinamis dan integratif mencerminkan tata keloka ekonomi
dan bisnis lokal yang dimaksud.
Dasar pemikiran pengembangan UMKM melalui pendekatan klaster yang
“dinamis dan integratif” ini didasarkan pada analisis SWOT sebagaimana tertuang pada
Gambar 2.4 berikut:
Gambar 2.4 Analisis SWOT Klaster UMKM yang Dinamis-Integratif
STRENGTH- Kecenderungan UMKM Beraglomerasi
- Adanya "External Economies" yangdiperoleh UMKM dalam klaster
WEAKNESS- Derajat kerjasama dan persaingan
yang sehat belum seimbang- Integrasi antar klaster yang terkait
agar sinergis belum terwujud
OPPORTUNITY- Jejaring kerjasama bisnis luas- Informasi bisnis mudah diperoleh- Peluang ekonomi dan bisnis terus
berkembang
THREAT- Liberalisasi ekonomi dan bisnis
global- Persaingan bisnis tidak sehat- Perebutan sumberdaya lokal
16
Kecenderungan UMKM untuk beraglomerasi memang berpotensi untuk
memperoleh “external economies” dari tersedianya sumberdaya dan tenaga kerja lokal.
UMKM-UMKM yang beroperasi dalam klaster ini pada gilirannya akan mampu
mengembangkan “joint action” agar diperoleh manfaat “approximate advantages” atas
lokasi yang saling berdekatan.
Namun demikian, seringkali manfaat-manfaat klaster tersebut tidak dapat diraih
oleh UMKM sebab banyak yang belum menyadari pentingnya kerja bersama dalam
klaster. Sebagian besar UMKM justru mengedepankan persaingan bisnis yang lebih
mementingkan diri sendiri sehingga dinamika klaster yang seperti ini berpotensi untuk
mengalami kegagalan bersama atau “collective failure”. Hal ini terjadi karena
kelembagaan klaster yang mampu menumbuhkan iklim kerja sama dan persaingan
bisnis yang sehat belum mewujud yang sebagian disebabkan oleh belum efektifnya
kebijakan-kebijakan pemerintah dalam klastering UMKM. Mengacu pada RIP UB
dalam bidang keunggulan good governance, model pengembangan UMKM melalui
pendekatan clustering yang dinamis dan integratif ini didesain untuk memfokuskan
pada penguatan kelembagaan klaster secara internal dan eksternal.
Tahapan dalam penguatan kelembagaan klaster tersebut selanjutnya dapat
dirujuk pada Road Map RIP bidang keunggulan Good Governance di Gambar 2.5
berikut:
17
Gambar 2.5 Road Map Keunggulan Good Governance; Sub Bidang:
Tata Kelola Klastering UMKM yang Dinamis-Integratif
Mengacu pada Road Map seperti dituangkan pada Gambar 2.5, terlihat bahwa
capaian jangka panjang yang ingin diraih dalam klastering UMKM secara dinamis-
integratif adalah komersialisasi produk-produk UMKM dalam skala internasional. Hal
ini akan dapat dicapai jika klaster-klaster yang ada di Jawa Timur dapat mengem-
bangkan pola kerja yang menumbuhkan “collective effciency” dan menghindari
kemungkinan terjerumusnya klaster UMKM ke dalam “collective failure”.
Oleh karena itu, sangat diperlukan penguatan kelembagaan klaster yang
mendukung pencapaian efisiensi kolektif tersebut. Dalam jangka pendek, hal ini dapat
dilakukan dengan cara penguatan kelembagaan klaster yang mampu menciptakan iklim
kerjasama dan persaingan yang sehat antar UMKM. Penguatan kelembagaan selanjut-
nya adalah menciptakan pola-pola interaksi dan “networking” antar klaster yang terkait
agar bersinergi dalam mencapai efisiensi kolektif bagi UMKM yang beroperasi dalam
berbagai klaster UMKM di Jawa Timur.
2012-2015:- Penguatan kelembagaan
internal klaster UMKM- Inovasi produk-produk UMKM- Penguatan jejaring kerjasama
antar UMKM dalam klaster- Penguatan kelembagaan
networking antar klaster
2016-2019:- Tata kelola networking
antar klaster untuk kerjasama& persaingan yang sehat
- Perluasan pasar produk UMKM- Jejaring nasional dan
internasional
2020-2023:- Pencapaian standar
internasional - Komersialisasi produk-
produk UMKM secarainternasional
18
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Model Penelitian
3.1.1 Model Klastering UMKM yang Dinamis
Model klastering UMKM yang dinamis-integratif dimaksudkan untuk
menjelaskan bagaimana interaksi antar UMKM dalam sebuah klaster industri kecil
menciptakan “collective efficiency” yang dapat mereka peroleh secara internal di
lingkungan klaster UMKM. Dalam model ini dideskripsikan secara mendalam
bagaimana UMKM-UMKM dalam sebuah klaster saling menjalin kaitan-kaitan usaha
dan sekaligus saling bersaing dalam memajukan kinerja bisnis mereka.
Dengan pertimbangan bahwa sebuah klaster UMKM memfasilitasi adanya
lingkungan kerjasama dan persaingan yang sehat antar UMKM (Nadvi, 1999), maka
model klastering UMKM yang dinamis memfokuskan derajat kerjasama dan
persaingan antar UMKM yang mencerminkan dinamika internal klaster UMKM. Model
ini dimaksudkan untuk menjelaskan lebih jauh adanya peluang-peluang klaster UMKM
memperoleh “collective efficiency” atau “collective failure”.
Model penelitian yang memfokuskan pada klastering UMKM yang dinamis
secara internal klaster tersebut ditampilkan pada Gambar 3.1 dan Gambar 3.2 sebagai
berikut:
19
Pemerintah
Prov, Kab/Kota Supplier
Distributor
FASILITATOR (BDS, universitas)
Gambar 3.1 Model Pengklasteran UMKM di Jawa Timur
Gambar 3.2 Koordinasi FRK UMKM antar Daerah di Jawa Timur
SENTRA UMKM
Pengklasteran KLASTER UMKM
FORUM REMBUG KLASTER
Instansi Publik Provinsi: - DPRD - Bappeprov - Dinas
FK-P Forum Klaster
Provinsi
Asosiasi Pengusaha
Institusi Pendukung - BDS - Universitas
FK-D Forum Klaster
Daerah
Instansi Publik Provinsi: - DPRD - Bappeprov - Dinas
Asosiasi Pengusaha
Institusi Pendukung - BDS - Universitas
FRK Forum Rembug
Klaster
Dinas Teknis Terkait
BDS Klaster
UMKM
20
Gambar 3.1 dan Gambar 3.2 menjelaskan model dinamika internal klaster
UMKM. Dalam hal ini pola kerjasama dan persaingan antar UMKM di dalam klaster
digerakkan oleh adanya kelembagaan Forum Rembug Klaster (FRK) UMKM.
Optimalisasi fungsi dan peran FRK UMKM tersebut hanya akan dicapai jika dikuatkan
oleh dukungan kebijakan, program, finansial, dan sumber daya lain dari pemerintah
kabupaten/kota dan provinsi Jawa Timur. Oleh karena itu, di setiap kabupaten dan kota
perlu dibentuk suatu institusi yang mengkoordinasi FRK UMKM yang dalam hal ini
dinama-kan Forum Klaster Daerah (FK-D). Sementara itu, untuk mengkoordinasi
setiap FK-D perlu dibentuk Forum Klaster Provinsi (FK-P).
3.1.2 Model Klastering UMKM yang Integratif
Sedangkan model klastering UMKM yang integratif dalam penelitian ini adalah
sebuah model yang menjelaskan bagaimana klaster-klaster UMKM yang terkait dapat
saling mengintegrasikan bisnis mereka pada sinergi yang memberikan keuntungan
bersama (collective efficiency). Dalam konteksi ini, sinergi antar klaster UMKM
diwujudkan dalam program “regionalisasi” UMKM yang dapat dilakukan melalui
fungsionalisasi FRK UMKM secara koordinatif oleh institusi-institusi yang terkait.
Gambar 3.3 menampilkan model mekanisme integrasi antar klaster UMKM ke
dalam sebuah lini bisnis yang sinergi agar “collective efficiency” dapat tercapai sebagai
berikut:
21
Gambar 3.3 Mekanisme Kerja Pengklasteran UMKM
yang Integratif Jawa Timur
Gambar 3.3 di atas menjelaskan bagaimana model networking yang diciptakan
oleh kerjasama bisnis antar klaster UMKM. Sebuah networking antar klaster UMKM
sangat diperlukan sebagai sarana peningkatan kapasitas absorptif bagi UMKM dalam
klaster tersebut. Kapasitas absorptif ini sangat penting dimiliki oleh setiap UMKM
dalam klaster karena berfungsi sebagai modal dasar bagi peningkatan kapasitas inovatif
UMKM yang kelak mem-pengaruhi kemampun UMKM dalam klaster untuk
melakukan berbagai inovasi bagi produk-produk mereka.
Selanjutnya jika setiap UMKM dalam klaster sudah memiliki kapa-bilitas
inovasi yang memadai, maka kemampuan inovatif ini akan sangat berperan penting
Perkuatan
FK-D & FK-P
Perkuatan
FRK & BDS
Bottom Up
Partisipatif
Pertanian Berbasis Processing
Industri Berbasis Ekspor: Mebel, Tekstil,
Kerajinan, Logam
Kawasan Wisata Unggulan
Kebijakan Dinas/Instansi Kab/Kota, Prop, Pusat
Integrated
Program
Keterlibatan Multi
Stakeholder
REGIONALISASI Klaster UMKM Unggulan
Jawa Timur
Fokus
Kapabilitas
Inovatif UMKM
Produktivitas UMKM
Pasar Domestik/Internasional
22
bagi usaha-usaha up-grading atau perbaikan fungsi produksi UMKM. Melalui up-
grading yang efektif UMKM akan mampu memperbaiki mode dan fungsi produksi
mereka yang sangat diperlukan dalam menciptakan produk-produk yang diterima oleh
pasar domestik maupun internasional. Beberapa celah atau peluang pasar domestik dan
internasional akan dapat diisi oleh UMKM jika produk-produk mereka memang
memenuhi standar mutu yang sudah ditentukan. Untuk itu, usaha-usaha up-grading
yang efektif bagi perbaikan fungsi produki UMKM perlu dilakukan secara
berkelanjutan.
3.2 Sampel Penelitian
Sampel penelitian yang digunakan adalah tiga FRK UMKM yang sudah
dibentuk pada penelitian tahun sebelumnya. Ketiga FRK UMKM tersebut adalah FRK
Sido Rukun di sentra mebel Tunjung Sekar Malang, FRK Barokah di sentra cobek
Junrejo Batu, dan FRK Tani Wisata di sentra mamin-agro Sidomulyo Batu. Pemilihan
sampel penelitian ini didasarkan pada asumsi bahwa FRK UMKM berfungsi sebagai
institusi yang mendinamisai klaster UMKM dalam memperoleh efisiensi kolektif.
3.3 Pengumpulan Data
Pengumpulan data direncanakan berlangsung dalam waktu delapan bulan yang
dilakukan dengan penyebaran kuesioner, wawancara mendalam, dan focus group
discussion (FGD). Berbagai metode pengumpulan data ini dipilih agar dapat diperoleh
data-data yang menjelaskan dinamika UMKM yang beroperasi di klaster UMKM
secara internal dan eksternal. Di samping itu, dokumen-dokumen resmi yang terkait
dengan kebijakan pengembangan UMKM melalui pendekatan klastering juga sangat
penting dan diperlukan dalam penelitian ini.
23
3.4 Metode Analisis Data
Analisis data dilakukan secara dua tahap yaitu 1) analisis kebijakan, dan 2)
analisis SWOT. Langkah-langkah analisis data tersebut dijelaskan sebagai berikut.
3.4.1 Analisis Kebijakan
Analisis kebijakan digunakan untuk meneliti secara lebih mendalam ragam
kebijakan yang telah diimplementasikan oleh pemerintah Jawa Timur baik di tingkat
kabupaten/kota maupun provinsi dalam mengembangkan UMKM. Terutama dalam hal
ini adalah kebijakan pengkasteran melalui sentra-sentra UMKM yang tersebar di
penjuru Jawa Timur.
Oleh karena itu, diperlukan dokumen-dokumen yang terkait dengan
implementasi kebijakan pengklasteran UMKM seperti dokumen RPJM, per-kembangan
UMKM, penguatan kelembagaan sentra UMKM dan dokumen lain-lain yang relevan.
Kemudian, analisis dokumen dilanjutkan dengan cara diskusi mendalam melalui focus
group discussion (FGD). Beberapa institusi publik dan swasta yang diharapkan dapat
mengikuti FGD ini adalah Bappeda, Dinas Perindustrian, Koperasi dan UMKM,
Asosiasi Pengusaha, BDS, Per-guruan Tinggi, institusi keuangan, dan FRK UMKM.
Output yang diharapkan dalam FGD ini adalah adanya kesepahaman dan komitmen
untuk menguatkan FRK UMKM dalam koordinasi yang terintegratif mulai ditingkat
kabupaten/ kota hingga provinsi.
3.4.2 Analisis SWOT (Lingkungan Internal dan Eksternal)
Analisis SWOT terhadap lingkunan internal-eksternal ini dilakukan dengan
menggunakan matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan matriks External Factor
Evaluation (EFE). Dengan menggabungkan kedua matriks tersebut yang membentuk
Matriks Internal-Eksternal (IE) dalam membangun jejaring kerja antar klaster UMKM
24
dapat diketahui kekuatan internal klaster UMKM dan pengaruh eksternal yang
dihadapi.
Matriks IE terdiri dari dua dimensi, yaitu:
1. Dimensi X, yaitu: total skor dari matriks IFE, dan
2. Dimensi Y, yaitu: total skor dari matriks EFE.
Sumbu X dari matriks IE, dihitung dengan cara memberikan skor berupa tiga
skor, yaitu; skor 1,0-1,99 menyatakan bahwa posisi internal klaster UMKM adalah
lemah, skor 2,0-2,99 menyatakan posisinya adalah rataan dan skor 3,0-4,0 menyatakan
bahwa posisinya adalah kuat. Dengan cara yang sama, pada sumbu Y dari matriks IE,
skor 1,0-1,99 menyatakan bahwa tantangan eksternal yang dihadapi oleh klaster
UMKM adalah rendah, skor 2,0-2,99 menyatakan tantangannya adalah sedang dan skor
3,0-4,0 tantangan-nya adalah tinggi (David, 2004).
Selanjutnya, berdasarkan pada analisis lingkungan internal-eksternal ini,
analisis SWOT digunakan untuk mengkaji faktor-faktor yang diperlukan dalam
mengkonstruksi networking antar klaster UMKM yang terkait. Pada kasus-kasus
strategi perusahaan, analisis SWOT (Stengths, Weaknesses, Opportunities and Threats)
merupakan alat analisis untuk mengevaluasi keseluruhan kekuatan, kelemahan, peluang
dan ancaman perusahaan dalam merumuskan strategi perusahaan (Kottler, 2005).
Penggunaan analisis SWOT dalam penelitian ini, dengan demikian, dimaksudkan untuk
mengevaluasi keseluruhan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman ketika sebuah
klaster UMKM ingin membangun sinergi dengan klaster industri UMKM lain yang
terkait.
Untuk keperluan ini, analisis dapat dilakukan dengan menggunakan matriks
SWOT yaitu sebuah matrik yang memuat faktor-faktor strategik perusahaan. Matriks
25
ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang
dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang
dimilikinya. Terkait dengan topik penelitian ini, matrik SWOT menggambarkan secara
jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi sebuah klaster UMKM
dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya ketika bersinergi
dengan klaster UMKM lainnya.
Matrik SWOT menghasilkan 4 alternatif strategi, yaitu :
1. Strategi SO (Strenght-Opportunity) adalah strategi yang meng-gunakan
kekuatan internal perusahaan untuk meraih peluang-peluang yang ada di
luar perusahaan.
2. Strategi ST (Strenght-Threat) adalah strategi dalam menggunakan kekuatan
yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman.
3. Strategi WO (Weakness-Opportunity) merupakan strategi yang diterapkan
berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan
kelemahan.
4. Strategi WT (Weakness-Threat) merupakan strategi yang didasar-kan pada
usaha meminimalkan kelemahan yang ada dan meng-hindari ancaman.
Tabel 3.1 menampilkan Matriks SWOT sebagai berikut:
Tabel 3.1 Matrik SWOT
IFE
EFE
Strenghts (S)
Weaknesses (W)
Opportunities (O)
Strategi SO
Strategi WO
Threats (T)
Strategi ST
Strategi WT
Sumber : Rangkuti, 2005
26
3.5 Indikator Capaian Tahunan
Tujuan dari penelitian ini adalah menelaah dan mengkonstruksikan model
pengembangan UMKM melalui pendekatan klastering yang dinamis dan integratif.
Penelitian difokuskan pada gerak dinamik UMKM melalui penguatan kelembagaan
FRK UMKM. Melalui ini, beberapa indikator capaian tahunan yang diharapkan dari
penelitian ini adalah:
1. Tahun Pertama:
a. Penguatan kelembagaan kerjasama antar UMKM dalam klaster
b. Penguatan kelembagaan Forum Rembug Klaster.
c. Kelembagaan klaster yang menumbuhkan iklim persaingan antar UMKM
yang sehat.
d. Peningkatan aktivitas “joint actions” UMKM dalam klaster
2. Tahun Kedua:
a. Jalinan kerjasama antar klaster UMKM
b. Jalinan networking dengan institusi-institusi yang terkait
c. Inovasi produk-produk UMKM
3. Tahun Ketiga:
a. Penguatan “networking” antar klaster UMKM
b. Peningkatan kapasitas inovasi UMKM
27
BAB IV
EKSISTENSI FORUM REMBUG KLASTER
Transformasi sentra-sentra UMKM menjadi klaster-klaster industri kecil di
Jawa Timur membutuhkan berbagai kelengkapan infrastruktur yang dapat meng-
hubungkan setiap UMKM dalam sentra dengan lembaga-lembaga terkait dalam jalinan
rantai nilai produksi. Demikian pula dinamika internal dalam sentra perlu memer-
hatikan keselarasan antara kepentingan individual dalam bisnis dan kemajuan bersama.
Dalam banyak studi disebutkan bahwa kemajuan sentra atau klaster UMKM hanya
akan dapat diperoleh jika setiap pelaku yang terlibat mampu mewujudkan berbagai
tindakan kolektif (joint actions) di setiap proses produksi dan pemasaran sehingga
dapat diperoleh tingkat efisiensi yang memungkinkan setiap pelaku UMKM untuk
meningkatkan kapasitas perusahaan.
4.1 Kerjasama dan Persaingan dalam Klaster
Kecenderungan UMKM untuk beraglomerasi di suatu tempat tertentu didorong
oleh keinginan untuk memeroleh manfaat lokasional dan daya tarik pembeli untuk
mendatangi pusat-pusat bisnis UMKM. Hal ini berarti bahwa pelaku UMKM yang
beroperasi di lokasi tersebut akan saling memanfaatkan sumberdaya yang tersedia
seperti ketersediaan bahan baku dan tenaga kerja sekalipun seringkali sumberdaya
tersebut tersedia secara terbatas. Setiap pelaku UMKM yang terklaster itu pun perlu
memertimbangkan kepentingan individual bisnis dan kolektif agar aglomerasi usaha
tidak mengalami kegagalan bersama. Dengan kata lain, setiap pelaku UMKM dalam
klaster didorong oleh keselarasan antara persaingan dan kerjasama bisnis yang
terbangun dari interaksi keseharian mereka dalam jarak yang saling berdekatan.
28
Persaingan dan kerjasama yang sehat akan mendorong pemerolehan manfaat bersama
dalam klaster industri kecil.
Persaingan UMKM dalam klaster ditampakkan oleh perilaku usaha yang
didorong oleh strategi bisnis masing-masing UMKM. Dalam rangka merebut sumber-
sumber daya yang terbatas, setiap pelaku UMKM menampilkan aneka strategi bisnis
yang tidak jarang mereka jatuh dalam persaingan yang sangat ketat atau bahkan saling
mematikan. Perilaku-perilaku individual maupun oportunistik akan muncul dalam
konteks persaingan ini sehingga justru jika persaingan yang tidak sehat itu berjalan
secara liar setiap pelaku UMKM dalam klaster akan gagal memanfaatkan sumberdaya
lokal dengan optimal.
Sementara itu, kedekatan jarak dalam lokasi usaha mendorong pula setiap
UMKM untuk menjalin kerjasama bisnis di antara mereka. Kerjasama bisnis antar
UMKM dalam klaster ini biasa diwujudkan dalam bentuk keterkaitan usaha antar firma
(inter-firm linkages) yang dilakukan secara horizontal dan vertikal. Bentuk-bentuk
kerjasama ini misalnya adalah membuat subkontrak atas order tertentu, membeli input
produksi secara bersama maupun melakukan pameran produk secara bersama. Dengan
menjalin kerjasama bisnis ini, maka efisiensi maupun penghematan biaya akan dapat
diperoleh secara optimal.
Berdasarkan pada penghitungan data-data lapangan, diperoleh model yang
digunakan untuk menjelaskan hubungan antara persaingan dan kerjasama bisnis
terhadap kinerja UMKM dalam klaster yang didekati dengan mengukur tingkat kaitan
usaha antar firma dan strategi bisnis sebagaimana yang ditampilkan pada Tabel 4.1
sebagai berikut:
29
Tabel 4.1
Pengaruh Kerjasama dan Persaingan Bisnis terhadap Kinerja UMKM
Variabel
Independen
Variabel Dependen
Penjualan Laba Aset Tenaga
Kerja Produktivitas
Kinerja
Total
Konstanta 1.223
(3.693)**
1.238
(4.026)**
2.351
(6.894)**
2.231
(7.692)**
1.922
(6.288)**
9.039
(8.437)**
Kaitan Usaha
antar Firma
0.019
(2.420)*
0.017
(2.383)*
0.016
(2.045)*
0.006
(0.946)
-0.001
(-0.164)
0.057
(2.300)*
Strategi
Bisnis
0.092
(6.212)**
0.076
(5.535)**
0.045
(2.938)**
0.051
(1.896)**
0.060
(4.397)**
0.323
(6.761)**
Ukuran
Usaha
0.128 (1.320)
0.308 (3.404)**
-0.166 (-1.654)
-0.405 (-4.725)
-0.067 (-0.742)
-0.195 (-0.618)
Usia Usaha -0.009
(-1.941) -0.007
(-1.582) -0.008
(-1.616) -0.004
(-1.154) -0.007
(-1.667) -0.036
(-2.376)*
Usia
Pengusaha
0.002 (0.420)
0.006 (1.190)
-0.003 (-0.537)
-0.001 (-0.060)
0.001 (0.053)
0.005 (0.296)
Tingkat
Pendidikan
0.066 (1.601)
-0.014 (-0.369)
0.041 (0.972)
0.018 (0.501)
0.097 (2.560)*
0.210 (1.583)
R2 0.239 0.195 0.098 0.153 0.137 0.251
D-W 1.676 1.631 1.245 1.102 1.434 1.326
F-Cal
Sig.
11.764
(0.000)
27.892
(0.000)
4.059
(0.001)
6.763
(0.000)
5.934
(0.000)
12.584
(0.000)
Catatan: * dan ** merupakan tingkat signifikansi statistik 5% dan 1%
Terbaca dalam model-model statistik ini bahwa Tabel 4.1 menjelaskan
hubungan kaitan usaha antar firma dan strategi bisnis terhadap kinerja UMKM dalam
sentra yang kemudian dijelaskan secara spesifik unsur-unsur yang terkandung di setiap
variabel. Semua model yang dirangkum oleh tabel tersebut menggunakan variabel-
variabel kontrol yaitu ukuran usaha, usia usaha, usia pengusaha, dan tingkat pendidikan
pengusaha.
Sebagaimana yang telah dirumuskan dalam model penelitian, kaitan usaha antar
firma memiliki peran yang penting dalam meningkatkan kinerja UMKM. Kekuatan
dalam hubungan ini menandai tingkat kerjasama yang dilakukan oleh antar pelaku
UMKM dalam sentra-sentra industri kecil di Jawa Timur sehingga memberikan
dampak ekonomi terhadap kinerja usaha mereka. Selanjutnya dapat dipahami bahwa
semakin tinggi tingkat kaitan usaha antar firma itu dilakukan oleh para pelaku UMKM
maka semakin tinggi pula pengaruhnya terhadap kinerja usaha. Kondisi ini
30
mencerminkan adanya joint actions oleh para pelaku UMKM yang merupakan syarat
pokok diperolehnya efisiensi kolektif sebuah klaster UMKM.
Pada model yang ditampilkan oleh Tabel 4.1 terlihat bahwa kaitan usaha antar
firma berpengaruh terhadap kinerja UMKM di sentra-sentra di Jawa Timur. Hubungan
ini dapat dipahami dari dampak kaitan usaha antar-firma terhadap penjualan, laba, aset,
dan kinerja total. Secara umum, kaitan usaha antar firma berpengaruh positif terhadap
kinerja usaha dengan tingkat signifikansi 5%.
Konsisten dengan hubungan ini, secara spesifik kaitan usaha antar firma
berpengaruh positif terhadap penjualan produk-produk UMKM dalam sentra. Hal ini
mengindikasikan bahwa tingkat kerjasama yang baik oleh para pelaku UMKM akan
mampu meningkatkan penjualan produk-produk mereka. Semakin tinggi tingkat
kerjasama usaha semakin tinggi omset penjualan yang diperoleh perusahaan, sehingga
dapat disimpulkan bahwa kerjasama usaha (inter-firm linkage) akan memperlancar dan
meningkatkan capaian target dalam penjualan produk-produk perusahaan.
Selanjutnya terlihat pula bahwa kaitan usaha antar firma berpengaruh terhadap
laba usaha. Pada Tabel 4.1 dapat dipahami bahwa kaitan usaha antar firma memberikan
dampak yang positif terhadap laba usaha dengan derajat signifikansi 5%. Hal ini dapat
dipahami bahwa kaitan usaha antar firma memungkinkan UMKM dalam sentra untuk
menurunkan biaya transaksi dan meningkatkan kemudahan akses sehingga dapat
memperlancar capaian target laba usaha.
Menjalin kerjasama bisnis melalui kaitan usaha antar firma ternyata juga
berdampak positif terhadap peningkatan aset UMKM dalam sentra dengan derajat
signifikansi 5%. Usaha-usaha UMKM untuk bekerja bersama tersebut memungkinkan
mereka pada penggunaan asset seperti mesin dan alat-alat produksi sehingga dapat
meningkatkan kapasitas perusahaan. Dengan meningkatnya kapasitas produksi pelaku
31
UMKM dapat memperoleh omset dan laba yang lebih tinggi sehingga keinginan untuk
menambah aset-aset perusahaan pun dapat dilakukan.
Sementara itu, terhadap pemanfaatan tenaga kerja dan produktivitasnya ternyata
kaitan usaha antar firma tidak memberi pengaruh apa pun. Padahal secara teoritis
dijelaskan bahwa pemanfaatan tenaga kerja seperti dalam bentuk pelatihan bersama
memungkinkan dilakukan oleh para pelaku UMKM dalam klaster sehingga
produktivitas tenaga kerja mereka pun meningkat. Namun hal yang sebaliknya seperti
saling membajak tenaga kerja bisa terjadi dalam lingkungan sentra UMKM sehingga
kaitan usaha antar firma justru tidak berpengaruh positif terhadap peningkatan tenaga
kerja dan produktivitas. Seperti yang disinyalir oleh Marshall (1920) bahwa sifat
sentra-sentra industri kecil yang terbuka memberi ruang bagi terjadinya kompetisi yang
tidak sehat antar pelaku UMKM dalam sentra.
Selain menjalin kaitan usaha antar firma, UMKM dalam sentra-sentra industri
kecil di Jawa Timur juga menjalankan usahanya melalui strategi-strategi bisnis tertentu.
Strategi bisnis ini memiliki peran penting bagi para pelaku UMKM untuk memenangi
persaingan usaha yang ketat. Sifat sentra yang terbuka memberi ruang bagi setiap
pelaku UMKM untuk saling meman-faatkan sumberdaya yang terbatas, sehingga
persaingan bisnis disifati oleh kemampuan pelaku UMKM menerapkan strategi bisnis
mereka.
Dengan demikian, penerapan strategi bisnis tertentu jelas berperan penting
dalam membangun fungsi kinerja usaha. Hal ini dapat ditelusuri dari sejauh mana
kemampuan pelaku UMKM membangun strategi bisnis yang diwujudkan melalui
strategi keuangan, pemasaran, manajemen sumberdaya manusia, riset dan pengem-
bangan, dan operasional. Selanjutnya strategi bisnis UMKM dalam satu sentra
digunakan untuk memenangi persaingan yang pada akhirnya memberikan banyak
32
keuntungan bagi perusahaan. Selain itu, strategi bisnis dapat berupa kemampuan usaha
dalam membangun kontinum kinerja usaha untuk memperlancar berbagai aktivitas
ekonomi perusahaan. Namun demikian, patut ditegaskan bahwa penerapan strategi
bisnis oleh UMKM tidak selalu berdampak positif terhadap kinerja UMKM.
Pada Tabel 4.1 diperlihatkan bahwa strategi bisnis yang diterapkan oleh UMKM
dalam sentra di Jawa Timur berpengaruh positif terhadap kinerja UMKM. Pengaruh
tersebut tidak hanya secara total tetapi juga secara spesifik bahwa strategi bisnis yang
diterapkan oleh UMKM dalam sentra berpengaruh positif terhadap penjualan, laba,
aset, tenaga kerja, dan produktivitas mereka.
Dilihat pengaruhnya terhadap penjualan produk, Tabel 4.1 menunjukkan bahwa
strategi bisnis yang diterapkan oleh UMKM berpengaruh positif terhadap penjualan
produk dengan derajat signifikansi yang sangat kuat sebesar 1%. Hal ini meng-
indikasikan bahwa semakin efektif strategi bisnis yang diterapkan oleh UMKM dalam
sentra akan semakin tinggi penjualan produk yang diperoleh perusahaan.
Seiring dengan pengaruhnya terhadap penjualan produk, strategi bisnis juga
berpengaruh terhadap laba UMKM dengan tingkat signifikansi sebesar 1%. Hubungan
ini mengindikasikan bahwa jika strategi bisnis UMKM dapat ditingkatkan maka hal itu
akan berpengaruh positif terhadap laba usaha. Dengan demikian, jika para pelaku
UMKM mampu menerapkan strategi bisnis yang efektif maka hal itu akan sangat
berdampak pada peningkatan laba usaha.
Di samping pengaruhnya terhadap penjualan dan laba perusahaan, strategi
bisnis yang diterapkan oleh para pelaku UMKM dalam sentra-sentra di Jawa Timur
berdampak positif pula terhadap pertumbuhanan aset perusahaan. Dalam model
diperlihatkan bahwa dengan derajat signifikansi 1% jika terjadi peningkatan strategi
bisnis maka hal ini akan berpengaruh positif terhadap kenaikan aset UMKM. Hal ini
33
dapat dipahami bahwa dengan kenaikan penjualan produk dan laba akan mendorong
pelaku UMKM untuk menambah aset mereka.
Strategi bisnis yang diterapkan oleh pelaku UMKM juga berpengaruh positif
terhadap peningkatan tenaga kerja dengan derajat signifikansi 1% yang berarti bahwa
jika terjadi peningkatan strategi bisnis oleh UMKM maka hal itu akan berpengaruh
pada kenaikan tenaga kerja. Dengan demikian, UMKM dalam satu sentra dapat saling
bersaing dalam rangka memperoleh tenaga kerja yang diharapkan.
Selanjutnya, strategi bisnis yang diterapkan oleh UMKM dalam sentra di Jawa
Timur dapat berpengaruh positif terhadap produktivitas. Dalam model diperlihatkan
bahwa dengan derajat signifikansi 1% maka setiap ada pening-katan strategi bisnis
berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas tenaga kerja. Oleh karena itu adalah
wajar jika setiap pelaku UMKM saling bersaing dengan strategi-strategi bisnis mereka
sebab hal itu berpengaruh positif terhadap produktivitas usaha.
4.2 Forum Rembug Klaster
Forum Rembug Klaster (FRK) merupakan sebuah institusi yang esensial dalam
pendekatan pengklasteran UMKM. Dalam transformasi sentra menjadi klaster UMKM
di Jawa Timur, institusi ini diperlukan untuk mengharmonisasi tingkat persaingan dan
kerjasama UMKM dalam sentra. Di samping itu, FRK juga berfungsi sebagai institusi
yang mendorong dan mendinamisasi UMKM dalam sentra untuk saling memajukan
usaha melalui tindakan-tindakan kolektif yang bermanfaat. Berikut ini akan dijelaskan
tiga FRK di sentra UMKM di kota Malang dan Batu yang sudah terbentuk dalam
penelitian sebelumnya.
34
4.2.1 FRK Mebel “Sido Rukun” Tunjung Sekar Kota Malang
Kelurahan Tunjung Sekar sudah dikenal oleh masyarakat luas sebagai sentra
mebel di Kota Malang. Di sentra mebel ini terdapat sekitar 60 pelaku UMKM yang
memproduksi aneka jenis furnitur dari kayu dan multipleks dengan persebaran yang
merata di setiap lorong jalan Ikan Piranha Atas kelurahan Tunjung Sekar, Kecamatan
Lowokwaru, Kota Malang.
Karakteristik sentra mebel Tunjung Sekar ini disifati oleh pola-pola kerjasama
tertentu yang beriringan dengan persaingan bisnis. Pola kerjasama tersebut diwujudkan
di antaranya melalui pembagian order produk melalui sistem subkontrak maupun
menjalin pasokan input dan distribusi produk yang relatif kontinyu dengan mitra kerja.
Kendatipun demikian, jalinan kaitan usaha antar firma di sentra mebel Tunjung Sekar
tampaknya belum berjalan secara maksimal dan efektif.
Perilaku oportunistik dan soliter yang ditunjukkan oleh sebagian besar pengrajin
mebel di sentra tersebut mendorong kecenderungan setiap pelaku UMKM untuk saling
bersaing dalam situasi yang kurang sehat. Ditambah dengan perselisihan etnis yang
sering muncul antara etnis Madura sebagai pengrajin pendatang dengan etnis Jawa
sebagai pengrajin lokal menjadikan sentra mebel Tunjung Sekar kurang berkembang
dengan baik.
Oleh karena itu, FRK Mebel Tunjung Sekar dipandang bermanfaat oleh
pengusaha setempat setelah dikenalkannya konsep dan mekanisme pengklasteran
UMKM yang lebih dinamis dan berkeunggulan kompetitif daripada sekedar sentra.
Dengan menggunakan analisis SWOT, pembentukan FRK Mebel Tunjung Sekar
didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
35
Gambar 4.1
Analisis SWOT Pembentukan FRK Mebel Sido Rukun, Tunjung Sekar
Tampak pada Gambar 4.1 bahwa pengusaha mebel di sentra Tunjung Sekar
memiliki kekuatan yang dibutuhkan untuk pengembangan usaha dalam sentra. Di
antaranya adalah kemauan untuk membangun kepercayaan dan saling berbagi
informasi bisnis dengan mitra kerja dapat menjadi modal sosial penting dalam menjalin
kerjasama.
Kekuatan yang dimiliki ini seharusnya dapat mengurangi kelemahan sentra
seperti tidak adanya standar harga dan kualitas, persaingan yang tidak sehat, dan
kecenderungan bertindak secara soliter. Seperti yang telah dijelaskan, perilaku yang
ditunjukkan oleh kelemahan di sentra mebel Tunjung Sekar ini mendorong para
pengusahanya untuk lebih mengutamakan persaingan daripada tindakan kolektif demi
merebutkan pangsa pasar.
Strength:- Masih ada harapan untuk salingmembangun kepercayaan
- Penghormatan antar pengusaha- Lingkungan bisnis yang kondusif- Saling berbagi informasi bisnis
Weakness:- Sulit mempercayai mitra kerja- Persaingan yang tidak sehat- Tidak ada standar harga dan mutu- Kecurigaan terhadap pendatang- Berperilaku soliter
Opportunity:- Lokasi usaha dikenal luas sebagaisentra mebel sehingga menarikminat pembeli
- Mulai tumbuh spesialisasi produk- Interaksi bisnis dengan sentramebel di luar kota Malang
Threat:- Perebutan pangsa pasar melaluiperang harga
- Egosentrisme etnis- Antar pengusaha salingmembajak input dan order
36
Kelemahan-kelemahan yang tidak segera diatasi dapat menjadi titik masuk bagi
ancaman terhadap sentra misalnya adalah munculnya perebutan pasar dengan cara
perang harga, egosentrime etnik, dan saling membajak input dan order. Jika sebuah
sentra UMKM telah menunjukkan gejala perebutan pasar melalui perang harga yang
tidak fair, besar kemungkinan sentra mebel Tunjung Sekar tetap berjalan stagnan atau
bahkan mengalami kegagalan kolektif (collective failure).
Oleh karena itu, menatap optimisme dengan berusaha meraih peluang yang
tersedia akan membantu kemajuan pengusaha mebel dalam sentra. Peluang yang
mendukung kemajuan bisnis tersebut di antaranya adalah lokasi yang sudah dikenal
luas sebagai sebagai sentra mebel di Kota Malang, spesialisasi produk yang mulai
berkembang, dan interaksi bisnis dengan sentra mebel di luar Kota Malang seperti
dengan sentra mebel di Pasuruan.
4.2.2 FRK “Tani Wisata” Sidomulyo Kota Batu
Kelurahan Sidomulyo merupakan kawasan pengembangan agro wisata yang
strategis karena lokasinya yang berdekatan sekitar 2 km dengan taman rekreasi
“Selecta” yang terkenal. Di samping itu, Kelurahan Sidomulyo juga dikenal sebagai
kawasan pengembangbiak bunga hias dan olahan makanan-minuman (mamin) berbasis
hasil pertanian seperti keripik dan sari buah apel. Pembentukan FRK Tani Wisata
Sidomulyo ini dimaksudkan untuk lebih meningkatkan kapasitas dan potensi UMKM
yang sudah eksis selama ini. Dalam hal ini, FRK Tani Wisata Sidomulyo merupakan
forum rembug klaster yang mengakomodasi UMKM yang bergerak di bidang
pengolahan makanan-minuman dan agrikultura. Diharapkan FRK Tani Wisata ini akan
mampu mengaitkan satu sama lain jenis-jenis usaha yang berbeda tersebut dalam satu
37
tujuan pengembangan usaha bersama, misalnya adalah pengembangan agro wisata
terpadu di Sidomulyo.
Dengan menggunakan analisis SWOT, pembentukan FRK Tani Wisata
Sidomulyo didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebagaimana di-tampilkan
pada Gambar 4.2 berikut:
Gambar 4.2
Analisis SWOT Pembentukan FRK Tani Wisata Sidomulyo
Tampak pada Gambar 4.2 bahwa UMKM makanan-minuman dan agro di
Kelurahan Sidomulyo Kota Batu memiliki kekuatan yang dibutuhkan untuk
pengembangan usaha dalam klaster. Secara geografis, lokasi usaha yang dekat dengan
tempat wisata “Selecta” menjadi daya dukung yang potensial bagi pengembangan
klaster karena konsumen akan lebih mudah mengenalinya. Tumbuhnya banyak ragam
usaha dan daya kohevisitas sosial yang kuat juga merupakan kekuatan bagi FRK Tani
Strength:- Berlokasi di kawasan agro-wisata
Selecta- Tumbuh aneka ragam usaha - Tingkat kohesivitas sosial yang
tinggi
Weakness:- Kurangnya pembinaan usaha- Kurangnya kaitan usaha denganpihak luar
- Tata kelola usaha yang lemah
Opportunity:- Lokasi usaha dekat dengantempat wisata sehingga memicunaiknya konsumen
- Pengembangan usaha agro-wisata yang terpadu
Threat:- Tumbuhnya aneka ragam wisata
baru seperti BNS, Secreat Zooyang sementara ini lebih diminatiwisatawan
38
Wisata Sidomulyo untuk memanfaatkan potensi tersebut bagi usaha agro-wisata
terpadu. Artinya, para wisatawan yang mengunjungi Selecta tidak lagi hanya pergi
menuju taman rekreasi tersebut tetapi juga dapat menjadi konsumen yang potensial
bagi produk-produk yang beragam klaster Sidomulyo tersebut.
Namun, kurangnya pembinaan dari instansi atau lembaga yang terkait bisa
menjadi kelemahan tersendiri. Di samping itu, kurangnya kaitan usaha antar firma
dengan pihak luar dan lemahnya tata kelola kawasan usaha juga merupakan kelemahan
yang perlu diatasi oleh FRK Tani Wisata Sidomulyo. Cara yang dapat dilakukan
misalnya adalah dengan memanfaatkan tingkat kohesivitas yang sudah dimiliki untuk
menumbuhkan tindakan kolektif bagi kemajuan usaha.
Jika kelemahan-kelemahan tersebut dapat segera diatasi, FRK Tani Wisata
Sidomulyo memiliki peluang pengembangan usaha melalui kenaikan daya tarik
konsumen terhadap kawasan usaha. Hal ini disebabkan oleh posisi yang berdekatan
dengan taman rekreasi “Selecta” sehingga peluang untuk meningkatnya permintaan
produk akan diperoleh melalui kunjungan para wisatawan. Peluang usaha akan semakin
dikembangkan jika FRK Taman Wisata Sidomulyo mengarahkan usaha-usaha mereka
pada pencapaian usaha agro-wisata yang terpadu. Artinya, produk-produk dari
Sidomulyo dapat didesain sebagai paket pelengkap bagi konsumen dan wisatawan yang
menikmati waktu luang ke taman rekreasi Selecta.
Lebih dari hal itu, FRK Tani Wisata Sidomulyo diharapkan berfungsi sebagai
institusi yang menginisiasi pengembangan agro-wisata yang terpadu. Konsep dan
tujuan pengembangan agro-wisata terpadu diarahkan pada usaha-usaha untuk
menjadikan area taman Selecta dan sekitarnya dijadikan sebagai Kawasan
Pengembangan Ekonomi (KPE). Di sepanjang KPE tumbuh ragam Kawasan Wisata
Alam (KWA), Kawasan Wisata Budaya (KWB) dan Klaster Ekonomi Lokal (CEL).
39
Keberadaan FRK akan mampu mengintegrasikan semua potensi ekonomi tersebut
sebagaimana tampak pada Gambar 4.3:
Gambar 4.3
Model Agro-Wisata Terpadu Sidomulyo
Keterangan :
AGP : Agropolitan
CEL : Cluster Ekonomi Lokal (mamin, bunga potong, bunga hias)
KWA : Kawasan Wisata Alam (Taman Selecta)
KWB : Kawasan Wisata Budaya
KPE : Kawasan Pengembangan Ekonomi
Sumber: diadopsi dari Munir (2006)
4.2.3 FRK Cobek “Barokah” Junrejo Kota Batu
Dusun Gejos Kelurahan Junrejo Kota Batu dikenal sebagai sentra kerajinan
cobek yang terbuat dari batu gunung, kayu-kayuan, maupun semen. Terdapat sekitar 40
rumah tangga yang memproduksi cobek dengan kapasitas produksi total lebih dari 5000
buah per bulan. Area pemasaran cobek tidak hanya di sekitar kota Batu tetapi juga
menjangkau Kalimantan dan bahkan sudah ada permintaan dari Korea sebesar 10.000
buah per bulan.
Posisi sentra cobek yang berada di sepanjang jalan raya Malang-Batu sangat
strategis untuk mendukung peningkatan produksi cobek. Setiap orang atau wisatawan
40
yang ingin berlibur di tempat-tempat wisata yang tersebar di hampir setiap sudut kota
Batu tentu melewati jalur perlintasan dari Malang ke Batu ini. Oleh karena itu,
penataan area promosi dan penjualan cobek yang tepat di sisi jalan raya Junrejo-Batu
akan dapat menarik para wisatawan untuk membeli cobek dan aneka kerajinan rumah
tangga lainnya yang diproduksi oleh sentra cobek Junrejo ini.
Dalam rangka peningkatan kapasitas sentra cobek, pendekatan peng-klasteran
UMKM pun dikenalkan kepada para pengrajin. Sebagaimana di daerah lainnya,
pengklasteran ini dimaksudkan untuk saling mengaitkan antar usaha yang sudah
berkembang di sentra cobek Junrejo. Beberapa alasan yang digunakan dalam
pengklasteran sentra cobek Junrejo ini dituangkan dalam analisis SWOT sebagaimana
ditampilkan pada Gambar 4.4 berikut:
Gambar 4.4
Analisis SWOT Pembentukan FRK Cobek “Barokah” Junrejo Batu
Strength:- Produk unik, berbeda dengan
cobek-cobek daerah lain- Tingkat kohesivitas sosial yang
tinggi
Weakness:- Kurangnya pembinaan usaha- Kurangnya kaitan usahadengan pihak luar
- Peralatan kurang memadai
Opportunity:- Lokasi usaha berada di sisi
jalan raya Malang-Batu- Menjadi salah satu ikon
wisata kota Batu
Threat:- Bahan baku alami yang kianberkurang
- Generasi penerus usaha yangmulai berkurang
41
Mengacu pada Gambar 4.4 dapat dipahami bahwa sentra cobek Junrejo Kota
Batu memiliki beberapa kekuatan yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan
produksi sentra. Kekuatan yang utama itu adalah bahwa cobek yang diproduksi
sangatlah unik, berbeda dengan cobek-cobek yang diproduksi dari daerah lain.
Kekuatan lainnya adalah daya kohesivitas yang tinggi antar UMKM sehingga
merupakan modal sosial yang penting bagi pengembangan sentra. Dalam pola produksi
sentra, daya kohesivitas sosial ini membantu pemenuhan kapasitas produksi sekalipun
sampai saat ini belum mampu memenuhi permintaan luar negeri (Korea).
Kurangnya kapasitas produksi boleh jadi disebabkan oleh kelemahan yang
masih dimiliki oleh sentra. Di antaranya adalah kurangnya pembinaan usaha yang
diberikan oleh instansi yang terkait. Sejauh ini dirasakan oleh para pengrajin cobek di
sentra Junrejo bahwa pemerintah Kota Batu kurang mem-beri layanan pengembangan
usaha. Klinik UMKM yang dibangun tampaknya kurang dimanfaatkan secara optimal
oleh karena sangat jarang ada petugas dari pemerintah kota yang menjalankan
tugasnya.
Kurangnya kaitan usaha dengan pihak luar juga menjadi kelemahan sentra
cobek Junrejo dalam pengembangan usaha. Kota Batu yang dikenal sebagai kota wisata
yang unggul seharusnya dapat dimanfaatkan oleh sentra cobek untuk membangun
kawasan wisata cobek misalnya sebab dengan demikian kaitan usaha antara sektor
produksi dan wisata terjalin dengan kuat.
Dan kelemahan terakhir adalah kurangnya peralatan, modal usaha, dan sumber
daya lain yang dibutuhkan dalam proses produksi. Kelemahan ini terlihat dari belum
optimalnya kapasitas produksi sentra dalam memenuhi permintaan pasar domestik dan
internasional. Potensi ekspor oleh Korea yang meminta 10.000 cobek per bulan belum
mampu dipenuhi karena kapasitas produksi sentra yang hanya 5.000 cobek per bulan.
42
Mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki, terdapat peluang
yang bermanfaat bagi pengembangan usaha sentra cobek Junrejo. Pertama, posisi sentra
yang terletak di sepanjang jalan raya Malang-Batu sebenarnya menjadi peluang
lokasional yang dapat dimanfaatkan untuk menarik minat konsumen sebab merupakan
jalan masuk utama para wisatawan dari Malang menuju Batu. Dan peluang yang kedua
adalah menjadikan cobek dari sentra sebagai ikon wisata kota Batu. Hal ini
memungkinkan dipenuhi oleh karena sampai saat ini sudah tercatat oleh Museum
Rekor MURI adanya cobek terbesar yang diproduksi oleh sentra cobek Junrejo. Dengan
pengakuan rekor ini tentu merupakan peluang besar yang dapat ditangkap oleh sentra
untuk peningkatan kapasitas produksinya.
Sedangkan ancaman yang kini sudah mulai dirasakan adalah semakin
berkurangnya bahan baku alami berupa batu alam untuk pembuatan cobek. Untuk
memenuhi permintaan, kini banyak cobek yang diproduksi dengan menggunakan bahan
baku non alam. Di samping itu, berkurangnya generasi penerus juga menjadi ancaman
tersendiri yang perlu segera diselesaikan.
FRK cobek “Barokah” merupakan forum klaster yang paling unik karena semua
anggotanya adalah para ibu sehingga boleh dikata program pengarusutamaan jender
telah dipenuhi oleh FRK ini. Para ibu biasanya mempunyai energi yang khas seperti
keuletan dan komitmen yang tinggi sehingga diharapkan FRK cobek “Barokah” dapat
mentransformasi sentra cobek menjadi klaster wisata cobek. Transformasi ini berarti
memanfaatkan jalinan yang kuat antara potensi-potensi produksi ekonomi rakyat
dengan tujuan pemerintah kota untuk menjadikan Batu sebagai kota wisata yang paling
unggul di Jawa Timur.
43
4.3 Kondisi Eksisting FRK
Ketiga FRK yang telah dibentuk itu diharapkan mampu berperan sebagai
institusi yang mendinamisasi sentra mebel di kota Malang maupun sentra cobek dan
mamin-agro di kota Batu. Selanjutnya FRK dapat juga berfungsi sebagai agen
transformasi sentra menjadi klaster UMKM di kota Malang dan Batu.
Melalui pendampingan yang diberikan kepada ketiga FRK tersebut diperoleh
informasi mengenai kendala, permasalahan dan prospek perkembangan ketiga FRK
sebagai berikut:
4.3.1 Kendala dan Permasalahan
Dalam perjalanan roda organisasi yang baru terbentuk, ketiga FRK menghadapi
beberapa kendala dan permasalahan. Pertama, masih kurangnya pemahaman anggota
FRK terhadap fungsi dan peran FRK. Hal ini misalnya diungkapkan oleh Bapak Nadi
selaku sekretaris FRK Sido Rukun di sentra Mebel Tunjung Sekar bahwa anggota FRK
masih enggan untuk diajak membuat program-perogran organisasi agar dapat memaju-
kan usaha bersama. Sebagian dari mereka menganggap keberadaan organisasi seperti
sebuah rutinitas yang tidak tampak hasilnya.
Sementara itu, di sentra cobek Junrejo kota Batu juga didapatkan permasalahan
yang sama. Menurut Ibu Yus selaku ketua FRK Barokah di sentra cobek Junrejo
mengungkapkan bahwa kurangnya pemahaman anggota atas keberadaan organisasi
disebabkan oleh kesibukan anggota yang menangani urusan domestic rumah tangga.
Sebagaimana diketahui bahwa anggota FRK Barokah ini seluruhnya adalah ibu-ibu
rumah tangga sehingga mereka harus membagi waktu antara urusan rumah tangga dan
organisasi yang seringkali focus perhatian lebih ditujukan untuk urusan rumah tangga
ketimbang organisasi.
44
Kedua, masih terdapat perilaku-perilaku soliter dan oportunistik di sebagian
anggota FRK. Kendala dan permasalahan ini tampaknya dapat dimaklumi mengingat
perubahan orientasi dari kerja individual menjadi kerja bersama memang memerlukan
waktu yang tidak sebentar. Perilaku-perilaku soliter dan oportunistik itu ditunjukkan
oleh keengganan sebagian anggota FRK untuk melakukan aksi bersama demi kemajuan
institusi FRK. Hal ini terjadi mungkin disebabkan oleh kurangnya pemahaman
sebagian anggota mengenai arti strategis dari keberadaan FRK.
Dan ketiga, belum tersentuh oleh kebijakan pemerintah kota. Organisasi FRK
memang dimaksudkan sebagai agen intermediasi yang menerjemahkan kebijakan
pemerintah kota dalam mengembangkan sektor UMKM melalui pendekatang klaster.
Sebagai organisasi yang mentrasformasi sentra menjadi klaster UMKM, FRK diharap-
kan dapat terintegrasi ke dalam desain kebijakan dan program pemerintah kota Malang
dan Batu dalam memajukan perkembangan UMKM. Jika FRK sudah terintegrasi ke
dalam desain kebijakan pemerintah kota maka FRK akan mampu memfungsikan
dirinya untuk lebih mengoptimalkan manfaat lokasional dari keberadaan sebuah sentra
atau klaster UMKM.
4.3.2 Prospek
Selain adanya kendala dan permasalahan, gerak organisasional FRK sebenarnya
juga member harapan atau prospek yang menjanjikan bagi perkembangan sentra atau
klaster UMKM di kota Malang dan Batu. Sebagian anggota yang sudah memahami
keberadaan atau fungsi FRK mempunyai gagasan-gagasan yang dimaksudkan untuk
membangun kerja bersama di antara para pelaku UMKM dalam sentra atau klaster.
Pertama, memajukan aksi bersama dalam pemasaran produk melalui rencana
pembangunan show room kelompok. Hal ini misalnya diungkapkan oleh para anggota
45
FRK Sido Rukun di sentra Mebel Tunjung Sekar. Menurut Bapak Nadi selaku
sekretaris FRK Sido Rukun bahwa rencana pembangunan show room kelompok ini
didasari oleh keinginan anggota untuk lebih mengenalkan produk-produk mereka
secara langsung kepada konsumen. Terutama show room ini akan member manfaat
bagi anggota FRK yang lokasi usaha mereka tidak terletak di pinggir jalan utama sentra
atau klaster mebel.
Selama memberi pendampingan bagi kemajuan organisasi, gagasan ini telah
dibicarakan dengan mitra terkait yaitu PT. PGN (Perusahaan Gas Negara) yang berniat
untuk menyalurkan dana CSR-nya bagi pengembangan UMKM. Ide ini tampaknya
menjadi agenda kerja yang utama FRK Sido Rukun di sentra Mebel Tunjung Sekar
Kota Malang.
Kedua, peningkatan kapasitas organisasi FRK. Sekalipun pemahaman terhadap
fungsi FRK masih minim namun semangat untuk memajukan organisasi tampak relatif
tinggi. Sebagian anggota FRK mungkin menyadari pentingnya kerja bersama dalam
sentra namun belum mengetahui bagaimana kerja bersama itu dapat dilakukan. Oleh
karena itu, usaha-usaha untuk meningkatkan kapasitas organisasi diharapkan dapat
memberi pemahaman yang lebih baik bagaimana seharusnya FRK dikelola agar mampu
memajukan usaha bersama para pelaku UMKM.
Dalam konteks ini, pendampingan yang terus-menerus oleh lembaga-lembaga
terkait baik dari pemerintah kota maupun Business Development Services (BDS)
sangatlah diperlukan. Pendampingan ini dimaksudkan agar para anggota FRK semakin
memahami keberadaan FRK dan sekaligus mampu memfungsikannya untuk meraih
kemajuan bersama dan keunggulan kolektif dari sebuah sentra atau klaster UMKM.
Pendampingan juga dimaksudkan agar laju dan gerak organisasi dapat terus berjalan
sehingga mampu mentransformasi sentra menjadi klaster UMKM yang sebenarnya.
46
Dan ketiga, peningkatan kapasitas usaha individual. Seiring dengan kesadaran
kolektif dalam menggiatkan gerak organisasi, setiap anggota FRK juga menginginkan
adanya peningkatan kapasitas usaha individual mereka. Hal ini menjadi penting karena
jika kapasitas individual meningkat maka dengan sendirinya kapasitas organisasi FRK
juga akan meningkat. Oleh karena itu berbagai pelatihan yang memungkinkan setiap
individu atau pelaku UMKM untuk maju perlu dilakukan secara berkelanjutan. Dalam
hal ini, beberapa pelatihan yang diperlukan misalnya adalah pelatihan manajemen
keuangan, manajemen pemasaran UMKM, pelatihan bisnis online, pelatihan inovasi,
dan pelatihan mengakses kebijakan pemerintah kota.
47
BAB V
DINAMIKA FORUM REMBUG KLASTER
Usaha-usaha untuk mentrasformasi sentra-sentra UMKM di Jawa Timur
menjadi klaster yang dinamis diperlukan sebuah institusi yang mewadahi kesadaran
bersama untuk melakukan transformasi tersebut. Penelitian ini telah menghadirkan
institusi tersebut dalam bentuk perkumpulan informal yang diberi nama Forum Rembug
Klaster (FRK) di sentra UMKM terpilih di kota Malang dan Batu. Bab ini menjelaskan
perkembangan/dinamika FRK-FRK tersebut dalam melaksanakan fungsinya sebagai
institusi kesadaran bersama pengembangan sentra UMKM Jawa Timur.
5.1 Transformasi Kesadaran Kolektif
Sebagaimana telah ditampilkan pada Tabel 4.1 bahwa para pelaku UMKM di
sentra-sentra di Jawa Timur telah terbiasa menjalankan usaha bisnisnya dengan
mengandalkan pada kemampuan dan strategi bisnisnya sendiri. Kebiasaan ini pada
akhirnya melahirkan perilaku-perilaku bisnis yang lebih mengedepankan persaingan
hingga sampai pada tahap persaingan yang tidak sehat. Beberapa contoh persaingan
yang tidak sehat ditampakkan pada pembuatan produk dari bahan-bahan yang kurang
dari standar normal usaha sehingga menurunkan harga jual hingga perebutan tenaga
kerja yang dirasakan semakin langka ditemukan.
Padahal sebenarnya menjalankan usaha di sentra-sentra UMKM dimaksudkan
untuk memperoleh keunggulan lokasional dan menjalin kerja sama antar pelaku yang
ditimbulkan oleh tempat-tempat usaha yang mengumpul dan saling berdekatan. Dalam
situasi yang sedemikian ini setiap pelaku UMKM akan memperoleh manfaat yang lebih
baik jika mereka mampu menjalin kerja sama bisnis yang efektif baik yang dilakukan
48
secara horizontal maupun vertikal. Kerjasama secara horizontal misalnya dapat
diwujudkan dalam pembelian input produksi bersama, sedangkan kerjasama vertikal
dapat dilakukan misalnya dengan memasok produk pada pengusaha yang lebih besar
sehingga memperluas pasar pelaku UMKM yang kurang berkembang.
Namun, karena filosofi usaha dalam sentra masih disemangati untuk melihat
mitra usaha sebagai pesaing dan bukan orientasi pada konsumen maka tampak bahwa
sikap-sikap soliter dalam usaha di sentra UMKM masih mendominasi atmosfer bisnis
sentra-sentra UMKM di Jawa Timur. Tanpa disadari sepenuhnya, atmosfer bisnis yang
demikian ini kemudian membentuk karakter pelaku UMKM yang lebih mengedepan-
kan kesadaran dan kepentingan individual.
5.1.1 FRK Mebel Sido Rukun Tunjung Sekar Malang
Menyelaraskan antara kepentingan kolektif dan individual di antara pelaku
UMKM dalam klaster memerlukan tumbuhnya kesadaran kolektif sebab jika pelaku
UMKM lebih mementingkan kepentingan individu justru hal ini akan berdampak buruk
pada bisnis individual maupun kolektif. Hal ini tampak pada terjadinya perang harga di
sentra Mebel Tunjung Sekar Kota Malang yang menyebabkan kerugian di tingkat
individual dan kelak mendorong kejatuhan bersama (collective failure) sentra UMKM.
Tumbuhnya FRK Sido Rukun di sentra mebel Tunjung Sekar sejak setahun
terakhir dirasakan oleh anggota forum sebagai wahana yang menyatukan visi mereka
untuk meraih keuntungan bersama. Sekalipun belum mencapai tingkat yang optimal
pada penguatan atmosfer bisnis yang saling bekerjasama dan bersaing secara sehat,
FRK Sido Rukun sedikit banyak telah berhasil mengarahkan anggota-anggota forum
untuk membangun kesadaran kolektif yang seimbang dengan kesadaran individual
dalam menggeluti bisnis mebel melalui sentra mebel di Kota Malang. Bapak Jumain
49
selaku ketua FRK Sido Rukun menyatakan bahwa pentingnya forum ini dimaksudkan
untuk mewadahi keinginan pelaku-pelaku UMKM memperoleh kesejahteraan yang
lebih baik daripada jika bekerja secara individual:
“Menawi rencang-rencang saged kumpul kados niki la nggih sae tah.
Kabeh iso rembugan yaopo carane supados sejahtera bareng. Misale
menawi wonten rencang sing pikantuk garapan kathah la nggih saged
bagi-bagi, yaopo cho iso ngewangi garap orderku ta?”
(Apabila teman-teman dapat berkumpul seperti ini tentu hal itu sangat
baik. Semua masalah dapat dibicarakan bagaimana caranya agar
semua pengrajin jadi sejahtera bersama-sama. Misalnya jika ada salah
seorang teman yang memperoleh order banyak pastinya dapat dibagi,
bagaimana teman-teman siapa yang bisa membantu mengerjakan
order saya?)
Pernyataan pak Jumain menandakan munculnya kesadaran kolektif di antara
anggota FRK untuk saling bekerjasama dalam menjalankan usaha mebel mereka. Tidak
dapat dipungkiri bahwa sebagian pengrajin mungkin memeroleh order yang lebih
banyak dibandingkan dengan lainnya. Jika telah tumbuh sebuah kesadaran kolektif di
antara anggota FRK maka penyelesaian order dapat dikerjakan secara kolektif agar
dapat memenuhi permintaan barang yang melimpah. Kesadaran kolektif ini didasarkan
pada satu keingginan agar setiap anggota memeroleh keuntungan yang lebih baik
disebabkan adanya kesadaran untuk saling membagi informasi dan order.
Namun demikian, membangun kesadaran kolektif di antara pelaku UMKM di
sentra mebel Tunjung Sekar Malang bukanlah sebuah perkara yang mudah. Kebiasaan
untuk bekerja secara soliter telah begitu melekat sehingga diperlukan berbagai cara atau
pendekatan secara personal maupun bersama. Dalam kerangka ini, pelatihan mana-
jemen kelompok usaha kecil yang dilaksanakan pada Minggu, 14 September 2014
merupakan salah satu cara untuk membangun kesadaran kolektif tersebut.
50
Pelatihan manajemen kelompok usaha kecil ini dimaksudkan untuk
membekali angota FRK Sido Rukun keterampilan bekerjasama dalam sebuah
kelompok. Setiap anggota perlu dipahamkan bahwa dalam membangun
keberhasilan kelompok usaha diperlukan kinerja individual yang lebih baik
sehingga jika setiap anggota telah mem-berikan kinerja yang baik maka
kelompok usaha bersama akan dapat berjalan secara efektif. Dr. Sumiati, SE.,
MM, instruktur utama dalam pelatihan manajemen kelompok usaha tersebut
menegaskan bahwa:
“Efektifitas sebuah kelompok usaha bersama seperti FRK ini sangat
ditentukan oleh kesadaran anggota untuk mewujudkan cita-cita
bersama. Namun hal ini akan sulit diperoleh jika anggota kelompok
tidak memperlihatkan kinerja yang baik sehingga diperlukan usaha
yang sungguh-sungguh dari setiap anggota kelompok untuk
memberikan yang terbaik”.
5.1.2 FRK Cobek Barokah Junrejo Batu
Sentra cobek di kecamatan Junrejo kota Batu telah tumbuh relatif lama yang
beraglomerasi di dusun Rejoso. Aktivitas pembuatan cobek di dusun ini merupakan
sebuah industry rumah tangga yang digeluti oleh hamper semua rumah tangga yang ada
di dusun tersebut. Bentuk dari sentra ini lebih mirip pada sebuah sentra yang digerak-
kan oleh satu pengusaha yang memiliki akses pemasaran luas dengan mendorong
kapasitas produksi pengusaha-pengusaha lain yang lebih kecil. Para pengrajin yang
mayoritas berskala mikro dengan sendirinya akan terbantu dalam memasarkan cobek-
cobek mereka hingga ke daerah pemasaran di luar dusun Rejoso. Adalah Ibu Yusmiati
yang merupakan pendorong dan sekaligus pusat dari berlangsungnya kegiatan
pembuatan cobek di sentra cobek Junrejo tersebut. Ibu Yusmiati menyatakan bahwa
51
selama puluhan tahun dia bertindak sebagai produsen dan sekaligus pemasar produk
dari para pengrajin yang ada di dusun Rejoso:
“Sampun puluhan tahun kulo dados produsen nggih sekaligus masara-
ken produk saking rencang-rencang nang dusun mriki. Kirang
langkung saben wulan kulo kirim limang ewu ngantos sedoso ewu
cobek nang Kalimantan, Bali, lan daerah-daerah sekitar Jawa Timur.
Sakjane kathah permintaan nanging sering dereng saged dipun kintun
sedoyo”.
(Sudah puluhan tahun saya jadi produsen dan sekaligus memasarkan
produk dari teman-teman di desa sini. Kurang lebih setiap bulan saya
mengirim lima ribu hingga sepuluh ribu cobek ke Kalimantan, Bali,
dan daerah-daerah sekitar Jawa Timur. Sebenarnya sangat banyak
permintaan cobek tapi seringkali belum dapat dipenuhi semuanya).
Kemampuan Ibu Yusmiati menjadi pemasar tunggal di dusun cobek Rejoso
tersebut mendorong tumbuhnya kesadaran di semua pengrajin untuk selalu menjalin
kerjasama yang baik dengan Ibu Yusmiati dan di antara sesama pengrajin. Mereka
menyadari bahwa sekalipun potensi pasar masih sangat luas terbuka namun seringnya
ketidakmampun memenuhi permintaan pasar tersebut membutuhkan peningkatan
kapasitas produksi yang dapat dikerjakan secara kolektif. Dengan demikian, kesadaran
kolektif yang tumbuh di sentra cobek tersebut lebih bersifat alamiah sebab didorong
oleh kepentingan bersama sehingga dapat digunakan sebagai modal sosial yang
potensial untuk lebih mengembangkan sentra cobek kota Batu ini.
FRK cobek Barokah yang didirikan setahun yang lalu coba mengelola
kesadaran kolektif ini sebagai kekuatan yang dapat memfasilitasi para pengrajin cobek
untuk dapat meningkatkan kapasitas usaha mereka. Dalam pembentukan FRK ini, Ibu
Yusmiati terpilih sebagai ketua FRK Barokah sebab dipandang sebagai sosok wanita
pengrajin kecil yang terampil, berwawasan luas, dan memiliki akses pemasaran produk
yang lebih baik.
52
Demi memanfaatkan kesadaran koletif untuk peningkatan usaha anggota, dalam
setahun ini FRK Barokah sudah banyak melakukan berbagai pelatihan manajemen
usaha kecil dan menjalin jejaring usaha dengan pihak-pihak yang terkait baik dengan
swasta mapun pemerintah kota Batu. Terdapat ide segar yang disampaikan oleh Ibu
Yusmiat kepada pemerintah kota Batu agar menjadikan sentra cobek Junrejo sebagai
desa wisata cobek yang menambah variasi unggulan kota Batu sebagai kota wisata
terkenal di Jawa Timur. Cara-cara yang mungkin dapat dilakukan dalam mewujudkan
gagasan ini agar pemerintah kota Batu mendorong setiap kunjungan kerja ke kota Batu
oleh pemerintah maupun swasta untuk diajak mengunjungi sentra cobek tersebut.
Dengan jadwal yang sudah diatur, setiap kali ada kunjungan maka dusun Rejoso akan
menyiapkan bazaar insidental yang memamerkan semua produk yang dihasilkan oleh
para pengrajin di dusun Rejoso.
5.1.3 FRK Tani Wisata Sidomulyo Batu
FRK Tani Wisata merupakan forum rembug dari para pengrajin bunga potong
dan pengolah makanan ringan berbahan sayur dan buah yang berlokasi di kelurahan
Sidomulyo berdekatan dengan kawasan wisata Selecta Batu. Oleh karena itu nama FRK
Tani Wisata dimaksudkan untuk mendinamisasi klaster pertanian, pengolahan dan
wisata di kota Batu.
Para anggota FRK telah lama menekuni profesi sebagai pengrajin bunga potong
dan pengolahan makanan ringan karena didorong oleh potensi Sidomulyo yang sangat
cocok untuk pengembangan tanaman hortikultura. Di samping itu anggota FRK
memiliki kesadaran untuk memajukan kawasan wisata Selecta yang dapat mesinergikan
antara potensi pertanian dan wisata Sidomulyo.
53
Oleh karena itu, pembentukan FRK Tani Wisata merupakan sarana untuk
menumbuhkan kesadaran kolektif para pelaku UMKM di sekitar kawasan wisata
Selecta tersebut. Kesadaran yang awalnya masih bersifat individual dikuatkan dengan
cita-cita bersama bagaimana memajukan usaha individual yang selaras dengan
kepentingan kolektif pengembangan kawasan wisata kota Batu yang sudah melegenda
atau menjadi ikon kota Batu.
Namun demikian, kesadarn kolektif untuk meningkatkan potensi kawasan
pertanian dan wisata di kelurahan Sidomulyo tersebut masih membutuhkan penguatan
kelembagaan dan organisasional yang dibutuhkan. FRK Tani Wisata yang terbentuk
setahun yang lalu belum secara optimal dimanfaatkan sebagai organisasi pencapaian
cita-cita kolektif para pelaku UMKM di sekitar kawasan. Hal ini boleh jadi disebabkan
oleh kurangnya pengetahuan para anggota mengenai cara-cara yang efektif dalam
mengelola sebuah organisasi profesi. Pendampingan tampaknya perlu dilakukan terus-
menerus baik yang diberikan oleh Perguruan Tinggi, instansi terkait, maupun lembaga-
lembaga pemberdayaan masyarakat dan UMKM lainnya. Sebuah pendampingan yang
efektif akan memungkinkan terjadinya tranformasi pengetahuan dan keterampilan
bagaimana memanfaatkan kesadaran kolektif menjadi tindakan bersama bagi pening-
katan usaha-usaha produktif yang dimiliki oleh anggota FRK Tani Wisata.
5.2 Transformasi Tindakan Kolektif (Collective Action)
Sebuah sentra atau klaster UMKM akan mampu memberi keuntungan bagi
setiap pelaku UMKM di dalamnya jika masing-masing pelaku usaha tersebut dapat
mewujudkan tindakan kolektif (collective action) bagi perkembangan sentra. Tindakan
kolektif ini diperlukan bukan hanya merupakan konsekuensi logis dari kedekatan
spasial antar pelaku UMKM dalam sentra namun lebih dari hal itu adalah untuk
54
meningkatkan efisiensi kapasitas usaha baik dari jalur pasokan bahan baku maupun
penjualan produk.
5.2.1 FRK Mebel Sido Rukun Tunjung Sekar Malang
Transformasi tindakan kolektif pada sebuah klaster UMKM tumbuh dari
semakin menguatnya kesadaran kolektif pelaku UMKM untuk saling membangun
kerjasama usaha yang saling menguntungkan. Berawal dari kesadaran koletif ini, para
anggota FRK Sido Rukun mulai membangun beberapa tindakan kolektif dalam usaha
produksi mebel misalnya diwujudkan untuk memasok bahan baku secara bersama.
Tindakan kolektif dalam pasokan bahan baku misalnya dapat dilakukan dengan cara
menyediakan input produksi yang diusahakan dalam skala besar dengan jaminan
tanggungan bersama. Penyediaan bahan baku dalam skala yang besar tentu memberi
manfaat bagi setiap anggota karena dapat diperoleh dengan harga yang lebih murah jika
dibandingkan dengan pasokan individual. Tindakan kolektif lainnya adalah melakukan
pelatihan bersama bagi pekerja yang dimaksudkan untuk membuat standarisasi produk
sehingga harga jual produk oleh setiap anggota kelompok dapat diseragamkan dan
tidak terjadi permainan/perang harga. Demikian juga dalam pemerolehan modal usaha
terutama yang diberikan dari lembaga perbankan dibutuhkan jaminan keuangan yang
pasti yang biasanya lembaga perbankan mensyaratkan adanya kelompok usaha. Sering
terjadi bahwa modal usaha dari perbankan diberikan tidak secara individual tetapi
secara berkelompok karena tindakan kolektif ini dipandang sebagai sarana yang efektif
dari pengembalian modal usaha yang telah disalurkan tersebut.
Sementara itu tindakan kolektif dapat diwujudkan dalam hal penjualan produk
misalnya dengan melakukan pameran maupun pemasaran bersama. Bagi pelaku usaha
mikro dan kecil (UMK), mengikuti pameran produk yang biasanya digelar oleh
55
pemerintah daerah bukanlah sebuah kegiatan yang mudah dilakukan. Kapasitas yang
terbatas seringkali menjadikan keraguan di pihak pelaku usaha untuk memamerkan
produk-produk mereka. Dalam konteks ini, kebiasaan yang dilakukan oleh pengrajin di
sentra mebel Tunjung Sekar adalah menitipkan produk-produk mereka pada pelaku
usaha yang lebih besar dan memiliki ruang display yang strategis, misalnya ruang-
ruang display produk yang berada di pinggir jalan utama.
Pola kerjasama seperti ini mirip dengan model-model yang pernah dikembang-
kan dalam program Anak Angkat dan Bapak Asuh dalam kemitraan antara pengusaha
mikro/kecil dengan pengusaha menengah/besar. Namun demikian menurut Pak
Bambang, anggota FRK Sido Rukun, bahwa model kemitraan usaha tersebut justru
merugikan pihak pengrajin mikro/kecil:
“Seperti yang pernah terjadi dalam kemitraan anak angkat – bapak
Asuh, kami dalam menjual produk sering menitipkan produk-produk
mebel kepada pengusaha yang memiliki ruang pamer di depan atau
pinggir jalan utama. Tetapi yang seringkali terjadi justru mereka tidak
memasarkan produk-produk kami tapi hanya memasarkan produknya
sendiri. Akibatnya kami tidak pernah terangkat maju dan semakin
minggir tidak terlihat oleh konsumen”.
Menyadari kelemahan-kelemahan yang timbul dalam kemitraan seperti ini,
muncul sebuah gagasan untuk melakukan tindakan kolektif dalam memasarkan produk
bagi setiap anggota FRK Sido Rukun. Di berbagai kegiatan pendampingan, anggota
FRK Sido Rukun seringkali menyampaikan sebuah gagasan atau rencana untuk mem-
buat ruang pamer (show room) bersama yang memungkinkan setiap anggota yang
berkapasitas usaha mikro atau kecil dapat memperluas pemasaran produk mereka.
Sebenarnya ruang pamer tidak hanya berfungsi sebagai tempat pemajangan produk tapi
dapat juga difungsikan sebagai pusat kegiatan bersama bagi anggota FRK Sido Rukun.
Pak Jumain menyarankan jika kelak forum dapat mewujudkan keinginan ini maka
56
mereka akan berusaha mengadakan mesin produksi yang disimpan di ruang pamer ini
sehingga setiap anggota FRK Sido Rukun dapat memanfaatkan mesin tersebut untuk
memproduksi mebel di masing-masing anggota.
Keinginan untuk memiliki ruang pamer bersama bukanlah sebatas mimpi.
Kebetulan di kelurahan Tunjung Sekar terdapat sebidang tanah bengkok yang selama
ini tidak diketahui asal mula kepemilikan tanah itu. Forum pun berpikir bagaimana
seandainya tanah kosong itu dapat dimanfaatkan untuk kegiatan mereka dalam
memasarkan produk melalui ruang pamer bersama. Keinginan ini kemudian disampai-
kan kepada Lurah Tunjung Sekar yang pada prinsipnya disetujui namun masih perlu
negosiasi dalam memperjelas status kepemilikan tanah kosong tersebut.
Transformasi tindakan kolektif ini juga muncul dalam rencana pendirian
koperasi dan arisan pengadaan alat-alat produksi. Dengan membangun koperasi, FRK
yang sifatnya informal ini semakin diperkuat dengan pemenuhan kewajiban dan hak
anggota dalam kegiatan kelompok. Sedangkan arisan pengadaan alat-alat produksi
dimaksudkan untuk mempermudah anggota kelompok dalam memperoleh alat-alat
produksi yang diinginkan. Beberapa alat atau mesin produksi mungkin berharga sangat
mahal sehingga melalui arisan ini dapat diusahakan untuk memiliki alat tersebut secara
lebih ringan meskipun harus menunggu giliran untuk memperolehnya. Di akhir putaran
arisan ini diharapkan masing-masing anggota FRK Sido Rukun sudah memiliki alat
atau mesin yang diharapkan dapat meningkatkan kapasitas produksi masing-masing
anggota forum.
Rencana untuk melakukan tindakan kolektif ini muncul setelah dilakukan
beberapa kali kegiatan pendampingan. Tampak bahwa forum rembug klaster mulai
berfungi sebagai wahana untuk mentransformasi kesadaran individual pengrajin mebel
57
menuju kesadaran kolektif untuk membangun bersama bagi keunggulan sentra mebel
Tunjung Sekar kota Malang.
Untuk semakin mengutkan forum rembug klaster ini maka Pak Jumain selaku
ketua FRK Sido Rukun mengajukan legalisasi organisasi kepada Lurah Tunjung Sekar
dan berhasil memeroleh legalisasi tersebut yang dikuatkan dengan Surat Keputusan
Lurah Tunjung Sekar Nomer: 188.51/24/35.73.05.1008/2014. SK tersebut memuat
susunan pengurus dan anggota FRK Sido Rukun sebagai berikut:
PENGURUS DAN ANGGOTA FRK MEBEL SIDO RUKUN
KELURAHAN TUNJUNG SEKAR
KECAMATAN LOWOKWARU
KOTA MALANG
a. Pelindung : Lurah Tunjung Sekar (Bambang Heryanto, S.Sos., MSi)
b. Penasehat : Arif Hoetoro, SE., MT., PhD
c. Ketua : Djumain Evendy (Mebel Bayu)
d. Sekretaris : Arifin (Mebel UAN)
e. Bendahara : Nadi (Mebel Kembar Putra)
f. Humas : 1. Ahmad Kasim (Mebel Seni Ukir Antik)
2. Bambang (Mebel GDT)
3. Widiyanto (Mebel Sekar Wangi)
g. Anggota : 1. Purnomo (Mebel Pandowo)
2. Gatot Nugroho (Mebel Usaha Jati)
3. Maul Rumake (Mebel Airlangga)
4. Suyanto (Mebel Multimebel)
5. Taukid (Mebel Irwan Jaya)
6. Ngadi (Mebel Ngadiman)
7. Nuri (Mebel Suroso)
8. Yulianto (Mebel PATAS)
9. A‟an (Mebel 69)
10. Dasim (Mebel Sinar Jaya)
11. Misdianto (Mebel MTD)
12. Tomo (Mebel Jaya Utama)
13. Saifuddin (Mebel Sinar)
58
14. Luhur WW (Mebel Barokah)
15. H. Ilyas (Mebel Ilyas)
16. Hadari (Mebel al-Amin)
17. Gianto (Mebel Wisnu Jaya)
18. Sutarlim (Mebel Muncul Jaya)
19. Sidik (Mebel Sidik)
20. H. Sulaiman (Mebel Jati Bersama Putra)
21. Issa (Mebel Piramid)
22. Kholiq (Mebel Kholiq)
23. Juli (Mebel Juli)
24. Darmono (Mebel Mia)
5.2.2 FRK Cobek Barokah Junrejo Batu
Tindakan kolektif yang terbangun di FRK cobek Barokah Junrejo tidak cukup
dinamis jika dibandingkan dengan FRK Sido Rukun. Transformasi ini boleh jadi
disebabkan oleh karakteristik sentra yang hanya memusat pada pelaku UMKM
dominan sementara sebagian besar pengrajin cobek lainnya hanya bertindak sebagai
pengekor usaha. Untuk sementara, hubungan semacam ini masih menjadi media yang
efektif dalam memajukan usaha para pengrajin cobek mikro ini, namun dilihat dari
sudut pandang klaster hal ini mencerminkan sifat klaster yang masih bergerak secara
stagnan.
Pada FRK Cobek Barokah, tindakan kolektif telah terjadi secara alamiah sejak
terbentuknya sentra cobek di desa Junrejo yang ditunjukkan oleh kegiatan pemenuhan
kapasitas dan pemasaran cobek secara kolektif. Permintaan pasar cobek yang tinggi
dipenuhi dengan cara setiap pengrajin memproduksi pada kapasitasnya masing-masing
yang kemudian dikumpulkan oleh seorang pengrajin yang paling berkembang.
Demikian pula dalam hal pemasaran produk juga dilakukan dengan mekanisme yang
sama. Dalam hal ini Ibu Yusmiati selaku ketua FRK Barokah berperan sebagai agen
59
pengumpul dan pemasar produk tunggal yang memungkinkan kegiatan produksi cobek
terus berlangsung di sentra Junrejo tersebut.
Mekanisme tindakan kolektif ini boleh jadi merupakan model klaster yang
sesuai dengan keadaan para pengrajin cobek Junrejo yang umumnya masih berskala
mikro. Bagi mereka, keterbatasan kapasitas usaha merupakan kendala yang khas untuk
dapat melakukan terobosan yang lebih mandiri dalam hal produksi dan pemasaran
cobek. Oleh sebab itu, bergantung dan menjalin kaitan output dengan pengusaha
tunggal di desa Junrejo barangkali merupakan tindakan rasional untuk terus dapat
berproduksi dan memasarkan produk.
Sekalipun demikian, penguatan dan peningkatan kapasitas sentra harus terus
dilakukan. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengefektifkan
pengelolaan forum rembug klaster (FRK) Barokah yang sudah terbentuk sejak setahun
yang lalu. Keunikan dari FRK ini adalah bahwa semua pengurus dan anggota forum
adalah wanita yang memiliki tekad untuk terus berkembang. Memang wanita seringkali
dipandang sebagai makhluk Tuhan yang lebih “telaten” dalam mengelola kegiatan-
kegiatan bersama. Hal yang demikian ditunjukkan oleh FRK Barokah bahwa setiap
bulan mereka mengadakan acara atau kegiatan yang dimaksudkan untuk lebih menguat-
kan ikatan dan solidaritas anggota FRK.
Modal sosial yang dimiliki oleh FRK Barokah ini seharusnya dapat digunakan
untuk mendinamisasi sentra cobek Junrejo kota Batu menjadi klaster usaha kecil yang
mensinergikan kerjasama efektif antar lembaga ekonomi/usaha yang terkait. Salah satu
agenda dari FRK Barokah untuk mewujudkan desa Junrejo sebagai desa wisata cobek
dapat dimulai dari pendayagunaan modal sosial ini. Pemerintah kota Batu hanya perlu
memfasilitasi gagasan ini dengan menyediakan kebijakan dan program yang relevan.
Pembenahan infrastruktur demi terwujudnya desa wisata cobek tersebut juga perlu terus
60
dilakukan misalnya dengan membangun pintu gapura (name board) di ujung jalan
masuk agar dapat menarik minat masyarakat untuk mengunjungi lokasi pengembangan
desa wisata cobek Junrejo tersebut.
Solidaritas yang terbangun dalam organisasi FRK Barokah perlu terus ditingkat-
kan mengingat hal ini menjadi modal bagi pengembangan usaha produksi cobek yang
menyeimbangkan antara persaingan dan kerjasama bisnis. Pada tahap pengembangan
sentra yang lebih intensif lagi perlu dipikirkan bagaimana meningkatkan kapsitas usaha
setiap pelaku UMKM untuk tidak hanya bergantung pada satu pelaku dominan di
sentra. Ikatan-ikatan sosial yang bersifat “bridging” semakin lama akan diperlukan bagi
pengembangan klaster cobek yang lebih kompleks. Oleh sebab itu, keberadaan FRK
Barokah menjadi penting dan strategis untuk mengiringi transformasi modal sosial
yang awalnya bersifat sederhana menjadi kompleks seiring dengan semakin berkem-
bangnya klaster cobek Junrejo.
Penguatan FRK Barokah dengan sendirinya memerlukan legalisasi dari peme-
rintah agar jalinan kerjasama dengan instansi-instansi yang terkait dapat dilakukan
secara efektif. Berdasarkan pada Surat Keputusan Kepala Desa Junrejo Nomor 25
Tahun 2013 susunan pengurus dan anggota FRK Barokah ditetapkan sebagai berikut:
a. Ketua : Yusmiati
b. Wakil : Astik Sofiana
c. Sekretaris I : Aris Wijaya
Sekretaris II : Nina Astini
d. Bendahara I : Mursini
Bendahara II : Zemah
e. Penasehat : Hj. Fatuchah
61
f. Anggota : Ningsih
Tikat
Retno
Nur Solikhah
Siti Aminah
Rodiyah
Haryati
Sunarti
Ifa
Imama
Idawati
Tutik
Siska
Istiyah
Isnaeni
Ina
Yeni
Diana
Sugini
5.2.3 FRK Tani Wisata Sidomulyo Batu
Sebagaimana telah ditulis sebelumnya bahwa kesadaran kolektif yang tumbuh
di FRK Tani Wisata memerlukan pendampingan yang efektif agar dapat ditransformasi
menjadi tindakan kolektif bagi kemajuan usaha bersama. Selama setahun sejak terben-
tuknya FRK Tani Wisata memang belum muncul satu kegiatan yang mencerminkan
tindakan kolektif para anggota FRK. Menurut hasil FGD yang dilaksanakan pada
tanggal 20 Desember 2014 para anggota FRK menyatakan bahwa mereka memang
belum mampu melakukan tindakan kolektif disebabkan oleh kegiatan-kegiatan pribadi
mereka. Namun kemudian disadari bahwa dengan melakukan pertemuan seperti FGD
yang sedang dilaksanakan ini ternyata memunculkan gagasan-gagasan menarik dalam
mewujudkan tindakan kolektif FRK.
Beberapa gagasan menarik yang muncul dari kegiatan FGD adalah keinginan
untuk memanfaatkan bunga potong untuk bisnis parfum berbahan dasar bunga-bunga
yang diproduksi oleh FRK Tani Wisata seperti mawar, crysan, sedap malam dan jenis-
62
jenis bunga potong lainnya. Gagasan yang ingin dilakukan secara bersama ini adalah
pembuatan bibit parfum yang berasal dari proses penyulingan bunga-bunga potong
tersebut. Mereka menyadari hal ini karena melihat banyak bunga potong seperti mawar
yang dihasilkan dengan sangat melimpah di kawasan usaha mereka. Di samping itu,
terdapat pula bunga-bunga potong yang tersisa setelah dijual secara segara kepada
konsumen yang bertamsya di kawasan klaster Tani Wisata.
Oleh sebab itu, FRK Tani Wisata sepakat untuk menindaklanjuti gagasan ini
dengan segera menghubungi Fakultas Teknologi Pasca Panen Univesrsitas Brawijaya
agar dapat memfasilitasi mereka dalam membuat alat penyulingan bunga menjadi
bahan dasar atau bibit parfum. Munculnya gagasan ini menandai awal transformasi
kesadaran menjadi tindakan kolektif FRK Tani Wisata dalam meningkatkan kapasitas
usaha produktif mereka. Para pihak yang terkait perlu untuk terus melakukan pola-pola
pendampingan yang efektif dalam menguatkan eksistensi FRK Tani Wisata sebagai
lembaga yang mendinamisasi klaster pertanian, pengolahan dan pariwisata di kawasan
wisata Selecta kota Batu ini.
5.3 Peningkatan Posisi Tawar
Bekerja dalam sebuah kelompok dimaksudkan untuk menguatkan modal sosial
bagi pelaku UMKM yang berperan penting sebagai perekat kerjasama dalam proses
produksi dan pemasaran produk maupun rantai nilai tambah lainnya. Kekuatan modal
sosial juga berfungsi sebagai energi untuk membangun kesadaran dan tindakan kolektif
yang kelak berperan dalam meningkatkan posisi tawar usaha mikro dan kecil dalam
persaingan dan perebutan ceruk pasar yang sempit. Dengan demikian, peran kelompok
usaha dalam sebuah sentra atau klaster UMKM bukan hanya untuk menciptakan rantai
nilai tambah produksi tetapi juga membangun transformasi modal sosial yang sering
63
diabaikan kontribusi utamanya. Dengan tumbuhnya modal sosial yang tinggi inilah
jalinan kerjasama bisnis di antara pelaku UMKM dalam sentra akan mampu diefektif-
kan seiring dengan strategi bisnis di masing-masing pengusaha kecil.
5.3.1 FRK Mebel Sido Rukun Tunjung Sekar Malang
Sebagaimana yang dipahami bersama bahwa para pelaku UMKM seringkali
mengalami banyak hambatan dalam mengakses modal, bahan baku, maupun pemasaran
yang disebabkan oleh terbatasnya kapasitas usaha mereka. Hal ini dikeluhkan oleh
anggota FRK Sido Rukun yang merasakan adanya kesulitan untuk mengakses sumber-
sumber produksi tersebut secara individu karena dipandang sebagai sebuah kelemahan
posisi tawar pengusaha UMKM. Melalui FRK Sido Rukun setiap pengrajin mebel di
kelurahan Tunjung Sekar kota Malang berharap bahwa mereka akan memiliki posisi
tawar yang lebih tinggi dalam memenangkan persaingan di pasar mebel.
Salah satu pesaing bagi pengrajin mebel Tunjung Sekar adalah produk-produk
mebel yang diproduksi oleh sentra mebel Pasuruan. Secara umum pengrajin mebel
Pasuruan diakui oleh para pengrajin mebel Tunjung Sekar memiliki posisi tawar yang
lebih tinggi. Hal ini dapat dilihat dari aspek harga produk yang lebih murah disebabkan
oleh kemampuan mereka mengefisienkan biaya-biaya produksi. Sekalipun pada
dasarnya kedua sentra mebel tersebut mengisi ceruk pasar yang berbeda namun
terdapat kesan umum di kalangan pengrajin mebel Tunjung Sekar bahwa mereka perlu
belajar banyak dari pengrajin mebel Pasuruan cara-cara untuk mengefisiensi biaya
produksi dan mengefektifkan penjualan produk. Misalnya mengingat upah tenaga kerja
yang lebih mahal dari pada upah tenaga kerja di Pasuruan dan harga kayu jati yang
semakin meroket, para pengrajin mebel Tunjung Sekar kini lebih memfokuskan diri
64
pada produksi mebel yang berbahan triplek atau hardboard sehingga menjadi
karakteristik yang khas dari sentra mebel Tunjung Sekar.
Dari perspektif latar belakang pengrajin, sentra mebel Tunjung Sekar memang
memiliki keunikan tersendiri karena secara sosiologis mereka disekat oleh persoalan
etnisitas antara etnis Jawa sebagai orang asli dan etnis Madura sebagai pendatang.
Dalam banyak hal tampak bahwa para pengrajin yang beretnis Madura mampu
menekan biaya produksi terutama upah tenaga kerja disebabkan oleh ikatan
kekarabatan mereka yang sangat kuat. Kesulitan modal dan biaya produksi yang
dialami oleh pengrajin mebel Tunjung Sekar karena umumnya tenaga kerja tidak
diambil dari keluarga sendiri seperti kebiasaan etnis Madura yang membiayai tenaga
kerja dari kalangan saudara sendiri sehingga dapat diatur pola pembiayaan yang lebih
mudah. Demikian pula kebiasan tenaga kerja yang meloncat dari satu pengusaha ke
pengusaha lainnya belum mampu diatasi sepenuhnya karena masih longgarnya ikatan
kekerabatan pengrajin asli Tunjung Sekar.
Pak Djumain, ketua FRK, mengeluhkan persoalan kompetisi antar etnis ini
menyebabkan kondisi persaingan usaha yang tidak sehat sebagai berikut:
“Rencang-rencang saking Madura niku biasane wantun sadean mebel
luwih murah tinimbang rencang-rencang asli saking Tunjung Sekar.
Iku sebabe rego produk ora standar lan mergo rencang-rencang
Tunjung Sekar kurang modal sing cukup dadekno kalah bersaing…..
Niku sebabe kelawan organisasi FRK kito sedaya pingin saged rukun
terus saged ningkatake kemampuan rencang-rencang supados mboten
kalah melawan rencang-rencang Maduro”.
(Teman-teman dari Madura itu biasanya berani menjual mebel
dengan harga yang lebih murah daripada teman-teman asli dari desa
Tunjung Sekar. Itu sebabnya harga produk tidak standar dank arena
teman-teman Tunjung Sekar masih kurang cukup modalnya menye-
babkan mereka kalah bersaing…. Oleh sebab itu, melalui organisasi
FRK ini kita semua ingin rencang-rencang rukun dan terus mampu
meningkatkan kemampuannya agar tidak kalah bersaing melawan
teman-teman dari Madura).
65
Oleh karena itu, dengan bergabungnya pengrajin mebel di FRK Sido Rukun
diharapkan dapat membantu mereka dalam meningkatkan posisi tawar produk mebel
Tunjung Sekar atas pesaingnya oleh karena mereka sebenarnya sudah memiliki trade
mark yang khas. Melalui FRK Sido Rukun diharapkan mereka dapat menjalin ikatan
kekerabatan yang lebih baik sehingga berbagai persoalan seperti yang telah dituliskan
tersebut dapat diatasi secara efektif. Di samping itu posisi tawar pelaku UMKM di FRK
Sido Rukun dibutuhkan ketika mereka coba mengakses kebijakan-kebijakan dan
program-program pemerintah kota Malang dalam mengembangkan sentra-sentra
UMKM yang tersebar di beberapa lokasi kota Malang. Melalui Dinas Koperasi dan
UKM, pemerintah kota Malang sebenarnya telah mendesain berbagai kebijakan dan
program pengembangan UMKM yang biasanya dilakukan secara kolektif. Pemerintah
perlu mendisain programnya secara kolektif agar diperoleh tanggung jawab bersama
dalam menyukseskan program pengembangan UMKM tersebut.
Pada dasarnya meningkatkan posisi tawar pelaku UMKM bukan hanya menjadi
persoalan internal anggota FRK Sido Rukun tapi merupakan agenda utama pola
pengembangan klaster mebel Tunjung Sekar. Apalagi menjelang diberlakukannya
Masyarakat Ekonomi ASEAN, peningkatan posisi tawar ini diperlukan agar para
pengrajin mebel lokal tidak digilas oleh kemungkinan masuknya para pengusaha asing
sektor permebelan ini. Klaster mebel Tunjung Sekar kelak akan mampu menghadapi
gempuran produk-produk mebel asing jika setiap pelaku UMKM dalam klaster dapat
menciptakan efisiensi kolektif dari pola pengklasteran usaha kecil yang dinamis di kota
Malang.
66
5.3.2 FRK Cobek Barokah Junrejo kota Batu
Kendatipun sentra cobek di desa Junrejo kota Batu telah lama terbentuk namun
dalam perkembangannya tampak kurang begitu dinamis. Sentra cobek Junrejo masih
terkesan berjalan di tempat dan belum mampu mengembangkan dirinya menjadi sebuah
klaster yang dinamis.
Keberadaan FRK Barokah diharapkan dapat membantu pengembangan sentra
cobek ini melalui peningkatan daya tawar sentra atas permintaan cobek yang terus
meningkat. Salah satu usaha yang dilakukan oleh FRK Barokah dalam meningkatkan
daya tawar produk-produk anggotanya adalah menetapkan standar kualitas produk yang
tidak bervariasi. Demikian pula harga produk disepakati untuk tidak dimainkan sebagai
strategi perang harga dengan maksud memenangkan persaingan.
Sejauh ini, FRK barokah telah mampu merintis usaha-usaha untuk peningkatan
daya tawar sentra melalui berbagai kegiatan yang dimaksudkan untuk membangun
kesadaran dan cita-cita mengenai pentingnya untuk saling bekerjasama ketimbang
persaingan yang tidak sehat. Hal-hal lain yang sedang diagendakan untuk dilakukan
sebagai kegiatan organisasi adalah membuat kekhasan cobek yang berbeda dengan
sentra-sentra cobek di daerah lain. Labelisasi produk juga tengah dipikirkan agar ter-
dapat merek dagang yang khas diketahui oleh masyarakat tentang cobek yang
diproduksi oleh klaster cobek Junrejo Batu.
Akan tetapi, usaha-usaha untuk meningkatkan nilai tawar sentra cobek Junrejo
adalah menjadikan desa Junrejo sebagai kawasan wisata cobek. Maknanya adalah kota
Batu yang menjadi tujuan wisata utama di Jawa Timur karena kontur keindahan alam
yang dimilikinya seharusnya juga memberi dampak positif bagi peningkatan ekonomi
kerakyatan. Para wisatawan yang telah puas menikmati eksotisme alam kota Batu
diharapkan menambah kenangan mereka dengan membeli peralatan rumah tangga yang
67
terbuat dari batu sungai dari sentra cobek Junrejo sehinggka meningkatkan pendapatan
dan usaha para pengrajin di desa tersebut.
5.3.3 FRK Tani Wisata Sidomulyo Batu
FRK Tani Wisata mungkin belum merasakan adanya peningkatan posisi tawar
atas keberadaan mereka. Hal ini karena secara kelembagaan eksistensi FRK Tani
Wisata belum disosialisasikan kepada pemerintah kota Batu maupun masyarakat secara
luas. Posisi tawar atas bisnis bunga potong hanyalah dimiliki secara personal mengingat
bisnis ini tidak memperoleh pesaing dari daerah lain di Malang Raya. Boleh dikata,
kelurahan Sidomulyo Batu merupakan satu-satunya kawasan penghasil bunga potong di
Malang Raya sehingga hal ini menjadikannya memiliki posisi tawar yang tinggi.
Namun demikian jika keberadaan FRK Tani Wisata dikaitkan dengan keinginan
untuk mengembangkan kawasan terpadu pertanian dan pariwisata di kota Batu, maka
FRK Tani Wisata perlu meningkatkan efektifitas dari eksistensi kelembagaan mereka.
Pengembangan kawasan terpadu wisata ini memerlukan adanya lembaga yang mampu
mengakselerasi pencapaian target kebijakan yang telah ditetapkan dan hal itu
merupakan tugas strategis yang dapat dilakukan oleh FRK Tani Wisata. Oleh sebab itu
langkah pertama yang perlu dilakukan adalah agar FRK Tani Wisata segera
menjelaskan eksistensi mereka kepada pemerintah kota sehingga dapat mengakses
kebijakan pemerintah dalam pengembangan kawasan. Dan kedua, FRK Tani Wisata
perlu melakukan sosialisasi yang efektif kepada masyarakat luas bahwa keberadaan
FRK Tani Wisata dimaksudkan untuk lebih mendayagunakan potensi alam pertanian
dan pariwisata di sekitar kelurahan Sidomulyo.
68
5.4 Spesialisasi Kerja dalam FRK
Penguatan FRK Sido Rukun dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja usaha
masing-masing pengrajin/pelaku UMKM mebel Tunjung Sekar yang tergabung di
kelompok itu. Melalui bekerja dalam FRK setiap potensi yang dimiliki oleh masing-
masing anggota disinergikan menjadi kekuatan bersama sehingga dapat mendorong
adanya kerja kolektif bagi kemajuan usaha individual maupun perkembangan sentra
mebel Tunjung Sekar.
Di samping itu, kemajuan dan perkembangan usaha anggota FRK Sido Rukun
dapat juga diwujudkan dengan cara membagi peran atau kerja masing-masing anggota
yang memiliki keunggulan spesifik disbanding lainnya. Dalam konteks ini terdapat satu
keinginan yang diinisiatifkan oleh salah satu anggota untuk mengkhususkan diri pada
pasokan bahan baku bagi kepentingan semua anggota FRK dalam proses produksi. Pak
Nadi, sekretaris FRK Sido Rukun, mengajukan diri untuk bertindak dan mengkhusus-
kan peran pada pengadaan triplek atau hardboard yang dibutuhkan oleh setiap anggota
dengan kemudahan-kemudahan yang dapat diberikan ketimbang jika pengadaan bahan
baku tersebut dilakukan secara individual.
Selama ini pengrajin mebel Tunjung Sekar merasakan ketentuan yang mem-
beratkan bila mereka ingin membeli bahan baku produksi semacam triplek atau
hardboard. Misalnya adalah adanya persyaratan dari pemasok agar setiap pengrajin
yang menginginkan pasokan bahan baku untuk menyediakan kemampuan bayar
setidaknya lima puluh persen dari yang dipersyaratkan. Karena keterbatasan modal
yang dimiliki, persyaratan pembelian itu seringkali tidak dapat diwujudkan sehingga
pasokan bahan baku menjadi tidak lancar.
Inisiatif Pak Nadi sebagai pemasok bahan baku produksi bagi keperluan semua
anggota FRK Sido Rukun dirasakan dapat membantu anggota karena disepakati untuk
69
menerapkan persyaratan pembelian yang lebih ringan. Mekanisme pembelian diatur
sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota FRK tidak mengalami kesulitan
dalam pasokan bahan baku produksi.
5.5 Efektivitas Peran Pemerintah
Dalam kegiatan Focused Group Discussion (FGD) dengan Dinas Koperasi dan
UKM kota Malang yang diselenggarakan pada Minggu, 21 September 2014 disepakati
perlunya pembinaan yang efektif oleh pemerintah kota Malang dalam pengembangan
UMKM. Para pengrajin mebel yang tergabung dalam FRK Sido Rukun mengharapkan
adanya pembinaan terhadap pengembangan UMKM bukan sekedar karena realisasi
program tanpa arah kemajuan yang jelas. Mereka mengkritik cara-cara pemerintah kota
yang tampak bersifat tergesa-gesa dalam pembinaan UMKM disebabkan oleh
keinginan agar program pemerintah segera terselesaikan.
Hal ini tampak, misalnya, pada pemberian proyek atau order kepada pengrajin
mebel Tunjung Sekar yang dimaksudkan untuk memberi keberlanjutan kapasitas bisnis
UMKM tapi pada prakteknya justru memberatkan pihak pengrajin mebel. Dengan
kritik yang tajam Pak Nadi, sekretaris FRK Sido Rukun, menyatakan:
“Proyek dari pemerintah bukannya memberi makan tapi malah
membunuh. Produk yang semestinya diselesaikan tiga bulan,
pemerintah minta hanya satu bulan sehingga tidak dapat terselesaikan
dengan baik. Makanya kami perlu informasi standar produk yang
jelas dari pemerintah sehingga pengusaha dapat siap-siap…”
Sedangkan pak Gatot anggota FRK Sido Rukun menyesalkan mengapa
pemerintah kota melalui dinas yang terkait tidak serius untuk mendatangkan pasar
kepada para pengrajin mebel di Tunjung Sekar padahal daerah ini dikenal luas sebagai
sentra mebel kota Malang. Bagi para pengrajin, pemasaran produk dipandang jauh
70
lebih penting daripada pemenuhan kelangkaan modal kerja. Karena kapasitas yang
terbatas para pengrajin mebel di Tunjung Sekar belum mampu mengekspansi pasar
mebel namun hanya menunggu secara pasif kedatangan konsumen. Jika pemerintah
kota dapat memfasilitasi pengrajin mebel Tunjung Sekar dengan mendatangkan pasar
yang lebih luas tentu sentra mebel Tunjung Sekar akan mampu berkembang lebih pesat
lagi.
Menanggapi keluhan-keluhan yang dilontarkan oleh para peserta FGD, Bapak
Bagus, SE., MM Kabid Kewirausahaan Dinas Koperasi dan UKM kota Malang
menyatakan akan menindaklanjuti keluhan-keluhan tersebut. Dalam arahannya, Bapak
Bagus menyarankan agar FRK Sido Rukun lebih sering berkonsultasi dengan Dinas
Koperasi dan UKM agar dapat mengakses kebijakan dan program pengembangan
UMKM yang telah ditetapkan oleh pemerintah kota Malang.
Sementara itu, pembinaan klaster (FRK) cobek Barokah Junrejo memeroleh
perhatian yang memadai dari pemerintah kota Batu. Berbagai pelatihan pengembangan
usaha cobek telah dilakukan yang dapat menambah wawasan dan pengetahuan para
anggota FRK Barokah. Demikian pula promosi untuk memajukan klaster cobek Junrejo
dilakukan dengan cara mengajak para tamu kedinasan mengunjungi klaster cobek
Junrejo. Pemerintah kota Batu mencanangkan program bahwa desa Junrejo akan
dijadikan sebagai desa wisata cobek yang berarti memajukan potensi wisata dan
kerajinan masyarakat Junrejo sekaligus bagi pengembangan ekonomi rakyat kota Batu.
71
BAB VI
PENUTUP
Interaksi UMKM yang terjadi dalam sentra-sentra di Jawa Timur mencermin-
kan dinamika yang kompleks pada perkembangan sentra UMKM. Penelitian ini telah
mengungkapkan bahwa UMKM dalam sentra tidak hanya menjalin kaitan usaha antar
firma tetapi juga mereka bersaing satu sama lain. Persoalannya adalah jika persaingan
tidak sehat dan mengurangi manfaat dari kaitan usaha antar firma akan menyebabkan
perkembangan sentra UMKM di Jawa Timur berjalan stagnan.
Mengatasi persoalan yang muncul di sentra-sentra UMKM tersebut perlu
dibentuk Forum Rembug Klaster (FRK) yang berfungsi sebagi institusi pendinamisasi
sentra UMKM. Institusi FRK inilah yang berfungsi menyelaraskan persaingan dan
kerjasama antar UMKM dalam sentra sehingga dapat diperoleh efisiensi kolektif yang
bermanfaat bagi perkembangan UMKM secara individual maupun kolektif. Bab VI
menguraikan secara ringkas beberapa kesimpulan dan rekomendasi yang diperlukan
bagi pengembangan sentra UMKM di Jawa Timur melalui FRK yang sudah terbentuk
di tiga tempat di kota Malang dan Batu sebagai berikut.
6.1 Kesimpulan
1. Kebijakan Pemerintah kota Malang dan Batu dalam memajukan UMKM di
wilayah-nya lebih banyak menggunakan pendekatan sentra yang seringkali
tumbuh akibat dari aglomerasi alamiah.
2. Dalam sentra-sentra tersebut, setiap UMKM berusaha untuk membangun kaitan
usaha antar firma baik berupa kaitan usaha pendukung, lanjutan, maupun
72
horizontal. Kaitan usaha antar firma ini dimaksudkan sebagai bagian dari cara-
cara UMKM dalam sentra menjalin kerja sama bisnis di antara mereka.
3. Beriringan dengan kaitan usaha antar firma ini, setiap UMKM dalam sentra juga
menerapkan strategi-strategi bisnis tertentu yang dimaksudkan untuk memenangi
pasar dan mewujudkan tujuan individual perusahaan.
4. Dalam prakteknya, sentra-sentra UMKM di Jawa Timur menampakkan perilaku
yang lebih mementingkan persaingan bisnis ketimbang kerjasama antar UMKM.
Sebenarnya persaingan yang sehat diperlukan dalam inovasi sentra UMKM,
namun yang terjadi adalah seringkali persaingan bisnis dilakukan secara tidak
sehat sehingga UMKM di Jawa Timur belum berhasil memperoleh efisiensi
kolektif dari keberadaan sentra-sentra tersebut.
5. Penelitian berupa kaji tindak ini telah melakukan pengamatan atas dinamika yang
terbangun di tiga FRK yaitu FRK “Sido Rukun” di sentra mebel Tunjung Sekar
Kota Malang, FRK “Barokah” di sentra cobek Junrejo Kota Batu, dan FRK
“Tani Wisata” di sentra mamin-agro Sidomulyo Kota Batu.
6.2 Rekomendasi
1. Pemerintah kabupaten/kota utamanya di kota Malang dan Batu perlu menetapkan
kebijakan yang mendorong terwujudnya kerjasama dan persaingan bisnis yang
sehat dalam sentra-sentra UMKM di wilayahnya melalui FRK-FRK yang sudah
terbentuk dan melaksanakan aktivitasnya yang strategis.
2. Melalui keberadaan FRK tersebut pemerintah kabupaten/kota maupun provinsi
Jawa Timur perlu mentransformasikan sentra-sentra UMKM yang sudah ada ke
dalam bentuk klaster UMKM. Hal ini dikarenakan bahwa pendekatan
pengklasteran UMKM memberikan rantai nilai yang lebih luas sehingga
73
kemajuan ekonomi tidak hanya dinikmati oleh UMKM tetapi juga oleh
lingkungan UMKM sebagai kawasan pengembangan ekonomi local di Jawa
Timur.
3. Dalam kerangka kerja transformasi sentra menuju klaster ini, pemerintah Jawa
Timur perlu menguatkan FRK di sentra-sentra terpilih dengan cara membetuk
institusi koordinatif baik di tingkat kabupaten/kota maupun provinsi. Kebijakan
ini diperlukan untuk memperoleh kesinambungan visi dan misi yang sepaham
dalam pengembangan UMKM di setiap kabupaten/ kota. Pada akhirnya,
kesepahaman visi dan misi dalam pengembangan UMKM tersebut adalah
dimaksudkan untuk mencapai tujuan pembangunan yang lebih luas yaitu
kemajuan ekonomi lokal Jawa Timur.
4. Setelah penguatan koordinasi FRK dapat dilakukan, pemerintah Jawa Timur
perlu menindaklanjuti pengembangan klaster melalui program regionalisasi
klaster UMKM Jawa Timur. Reginalisasi ini bermanfaat dalam peningkatan
kapasitas inovatif dan produktivitas UMKM sehingga produk-produk yang
dihasilkan oleh UMKM Jawa Timur lebih mampu menembus pasar domestik
dan internasional.
74
DAFTAR PUSTAKA
Aviliani, (2013). “UMKM Masih Jadi Bantalan Krisis”, Kompas, Jumat 6 Desember
2013, Halaman 20.
Ayyagari, M. (2006).Micro and Small Enterprises: Unexplored Pathways to Growth.
MicroREPORT #63.IRIS Center, University of Maryland. US.
Boyoung, K. (2010). The Contingency Factors Influencing Organizational Structuring
of the Design Units within a Company.Journal of Digital Interaction Design,
Vol. 9, No. 1: 28–43.
Dahl, M.S., and Pedersen, C.O.R. (2002). Knowledge Flows through Informal Contacts
in Industrial Cluster: Myths or Realities? DRUID Working Paper No 03-01.
David, F. (2004). Manajemen Strategi : Konsep-konsep. PT Indeks kelompok
Gramedia, Jakarta.
Felzensztein, C. (2003). „Collaborative networks and inter-firm co-operation in
marketing: Where are we? Where do we need to go?” <http://www.
uach.cl/facultad/economicas/instituto/administracion/docents/cfelzensztein/univ
/papers/papers_files/113_Final_Paper>
Harvie, C. (2007). “SME Clustering and Networking and its Contribution to Regional
Development: An Overview of the Key Issues”. The 4th
SMEs in Global
Economy Conference, 9–10th
July, <http://www.uow. edu.au/commerce/econ/
csbrr/Paper%2014 .pdf>.
Kotler, P. (2005). Manajemen Pemasaran. (Jilid 1). PT Indeks kelompok Gramedia,
Jakarta.
Kuah, A.T.H. (2002). “Cluster Theory and Practice: Advantages for Small Business
Locating in a Vibrant Cluster”. Journal of Research in Marketing and
Entrepreneurship: Volume Four, Issue 3: 206–228.
Kuncoro, M., and Supomo, I.A. (2003). “Analisis Formasi Keterkaitan, Pola Klaster,
dan Orientasi Pasar: Studi Kasus Sentra Industri Keramik di Kasongan,
Kabupaten Bantul, D.I. Yogyakarta”. Jurnal Empirika Volume 16.No. 1. Juni.
Mills,K.G., Reynolds,E.B and Reamer,A. (2008). Clusters & Competitiveness: A New
Federal Role for Stimulating Regional Economies. Metro-politan Policy
Program. Brookings. April 2008.
Nadvi, K. (1999). “Collective Efficiency and Collective Failure: the Response of
Sialkot Surgical Instrument Cluster to Global Quality Pressures”. World
Development Vol. 27, No. 9: 1605–1626.
75
Nel, H and Makuwaza, G.C. (2001).Clustering as a Policy Strategy for Improving
Manufacturing Performance and Economic Growth in South Africa: a Case
Study of Motor Industry in the Eastern Cape. Paper presented at the SA
Economic Society Conference. Muldersdrift.
Phele, T., Roberts, S. and Steuart, I. (2004). Industrial Strategy and Local Economic
Development: Manufacturing Policy and Technology Capabilities in
Ekurhuleni. Forum Paper on African Development and Poverty Reduction: The
Macro-micro Linkage. 13–15th October. Lord Charles Hotel. South Africa.
Porter, M.E. (1990). The Competitive Advantage of Nations. The Free Press a Division
of Macmillan, Inc. New York.
Porter, M.E. (2000). Location, Competition, and Economic Development: Local
Clusters in a Global Economy. Economic Development Quarterly, Vol. 14, No.
1.
Rangkuti, F. (2005). Analisis SWOT Teknik Membelah Kasus Bisnis. PT Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Roelandt, T and Hertog, P. (1999).Cluster Analysis and Cluster Based Policy Making
in OECD Countries: an Introduction to the Theme. OECD Publication Service.
France.
Saito, Y.U., Watanabe, T., and Iwamura, M. (2007).Do Larger Firms have more Inter-
firm Relationships? RIETI Discussion Paper Series 07-E-028.
Sato, Y. (2000). “Linkage Formation by Small Firms: the Case of Rural Cluster in
Indonesia”. Bulletin of Indonesian Economic Studies Vol. 36 No. 1. April: 137–
166.
Schmitz, H., (1995). Collective Efficiency: Growth Path for Small Scale Industry. The
Journal of Development Studies 31 (4).
Solitander, M., and Tidström, A. (2010). Competitive flows of intellectual capital in
value creating networks. Journal of Intellectual Capital Vol. 11 No. 1: 23–38.
Titze, M., Brachert, M., and Kubis, A. (2008).The Identification of Regional Industrial
Clusters Using Qualitative Input-Output Analysis. IWH Discussion Paper
13/2008 Halle Institute for Economic Research.
UNIDO. (2010). Cluster development for pro-poor growth: the UNIDO approach. The
United Nations Industrial Development Organization. Vienna.
Uzor, O.O. (2004). Small and Medium Scale Enterprises Cluster Development in
South- Eastern Region of Nigeria. IWIM, Nr. 86.
76
Lampiran 1
Pelatihan Manajemen Kelompok Usaha Kecil pada FRK Sido Rukun
Minggu, 14 September 2014
Gambar 1: Ketua Peneliti, Lurah Tunjung Sekar (Bambang Herryanto), dan Instruktur
(Dr. Sumiati) memandu pelatihan manajemen kelompok usaha kecil.
Gambar 2: Dr. Sumiati sedang menyampaikan materi pelatihan.
77
Gambar 3: Peserta pelatihan memerhatikan paparan materi pelatihan secara serius.
Gambar 4: Sesi diskusi pelatihan dilaksanakan dengan santai tapi tetap serius.
78
Gambar 5: Dr. Sumiati menjawab pertanyaan-pertanyaan peserta pelatihan.
Gambar 6: Dr. Sumiati menjawab pertanyaan-pertanyaan peserta pelatihan.
79
Gambar 7: Ketua Peneliti dan Dr. Imam Santoso memandu jalannya sesi diskusi.
80
Lampiran 2
Focused Group Discussion Usaha Kecil pada FRK Sido Rukun
Minggu, 21 September 2014
Gambar 1: Acara FGD sedang dimulai pelaksanaanya.
Gambar 2: Bersama ketua peneliti, Bpk Bagus SE (Kasi Kewirausahaan Dinas
Koperasi dan UKM kota Malang) sedang menyampaikan materi FGD.
81
Gambar 3: Peserta FGD memerhatikan paparan materi dengan santai tapi serius.
Gambar 4: Peserta FGD memerhatikan paparan materi dengan santai tapi serius.
82
Gambar 5. Suasana diskusi yang serius tapi santai
Gambar 6. Suasana diskusi berlangsung serius tapi santai
83
Lampiran 3
Pelatihan Pembentukan Koperasi Usaha pada FRK Sido Rukun
Selasa, 14 Oktober 2014
Gambar 1. Materi pelatihan pembentukan koperasi pada FRK Sido Rukun
Gambar 2. Dr. Imam Santoso, MP sedang menyampaikan materi pelatihan
84
Gambar 3. Contoh struktur koperasi pada FRK Sido Rukun
Gambar 4. Dr. Maftuch dan Dr. Imam Santoso memandu diskusi pelatihan
85
Gambar 5. Dr. Imam Santoso menjawab pertanyaan peserta pelatihan
86
Lampiran 4
Pelatihan Manajemen Usaha Kecil pada FRK Cobek Barokah, Batu
Sabtu, 22 November 2014
Gambar 1. Papan nama sentra cobek Junrejo kota Batu
Gambar 2. Dr. Sumiati dan Ketua Peneliti memaparkan materi pelatihan
87
Gambar 3. Ibu-ibu anggota FRK Barokah mendengarkan pemaparan materi
Gambar 4. Ibu-ibu anggota FRK Barokah serius mendengarkan pemaparan materi
88
Gambar 5. Sesi diskusi berlangsung dengan santai tapi serius
89
Lampiran 5
Focused Group Discussion pada FRK Tani Wisata, Batu
Sabtu, 20 Desember 2014
Gambar 1. Diskusi pengembangan FRK Tani Wisata Sidomulyo Batu
Gambar 2. Irisan kentang kering sebagai bahan baku makanan ringan FRK Tani Wisata
90
Gambar 3. Kawasan rest area di klaster Tani Wisata Sidomulyo Batu
ar
Gambar 4. Kawasan rest area dan pintu masuk menuju wisata petik apel di klaster
Tani Wisata, Sidomulyo Batu
91