laporan akhir penelitian dosen muda tahun 2012 pemantauan …
TRANSCRIPT
LAPORAN AKHIR PENELITIAN DOSEN MUDA
TAHUN 2012
PEMANTAUAN PENGGUNAAN AZITROMISIN DOSIS TUNGGAL SEBAGAI TERAPI DEFINITIF PADA PASIEN
PEDIATRI FARINGITIS RAWAT JALAN
TIM PENELITI:
RINI NOVIYANI, S.Si., M.Si., Apt (KETUA) RASMAYA NIRURI, S.Si., M.Farm.Klin. ,Apt (ANGGOTA)
DIBIAYAI DARI DANA DIPA UNIVERSITAS UDAYANA TA-2012
DENGAN SURAT PERJANJIAN PELAKSANAAN KEGIATAN (KONTRAK)
NOMOR : 25.23/UN.14/LPPM/KONTRAK, TANGGAL 16 MEI 2012
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
TAHUN 2012
ii
HALAMAN PENGESAHAN --------------------------------------------------------------------------------------------------- 1. Judul Penelitian : Pemantauan Penggunaan Azitromisin
Dosis Tunggal Sebagai Terapi Definitif Pada Pasien Pediatri Faringitis Rawat Jalan (Studi Kasus di Klinik “X” Kota Denpasar
--------------------------------------------------------------------------------------------------- 2. Ketua Peneliti
a. Nama lengkap dengan gelar : Rini Noviyani,S.Si., M.Si.,Apt b. Pangkat/Gol/NIP : III/ B/ 197711042008122001 c. Jabatan Fungsional/Struktural : Asisten Ahli d. Pengalaman penelitian : (terlampir dalam CV) e. Program Studi/Jurusan : Jurusan Farmasi f. Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan g. Alamat Rumah/HP : Jl. Batas Dukuh Sari gg.Punglor no
10,Denpasar i. E-mail : [email protected]
--------------------------------------------------------------------------------------------------- 3. Jumlah Tim Peneliti : 2 (dua ) orang --------------------------------------------------------------------------------------------------- 4. Pembimbing
a. Nama lengkap dengan gelar : dr Tangking Widarsa, MPH b. Pangkat/Gol/NIP : IV/B/ c. Jabatan Fungsional /Struktural : Penata d. Pengalaman penelitian : (terlampir dalam CV) e. Program Studi / Jurusan : Ilmu kesehatan masyarakat f. Fakultas : Kedokteran
--------------------------------------------------------------------------------------------------- 5. Lokasi Penelitian : Denpasar --------------------------------------------------------------------------------------------------- 6. Kerjasama (kalau ada)
a. Nama Instansi : b. Alamat :
7. Jangka waktu penelitian : 6 bulan --------------------------------------------------------------------------------------------------- 8. Biaya Penelitian : Rp.7.500.000 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah). -------------------------------------------------------------------------------------------------
Denpasar, 31 Oktober 2012
Mengetahui: Dekan Fak Mipa Universitas Udayana Ir.A.A Gde Raka Dalem, M.Sc (Hons) NIP: 196507081992031004
Kepala Proyek Penelitian
Rini Noviyani, S.Si.,M.Si., Apt NIP : 197711042008122001
Mengetahui,
Kepala Lembaga Penelitian Universitas Udayana
Dr. Ir. I Ketut Satriawan , M.T NIP: 196407171989031001
i
iii
RINGKASAN
Steptococus grup A banyak ditemukan sebagai bakteri penyebab faringitis bakterial. Anak-anak usia 3-6 tahun merupakan usia yang rentan terinfeksi penyakit faringitis Azithromicin dosis tunggal banyak diresepkan untuk pengobatan faringitis. Besaran dosis yang digunakan pada faringitis belum tersedia datanya, sehingga dosisnya mengacu pada besaran dosis tunggal pada otitis media yaitu 30 mg/kilo gram berat badan (kg BB), maksimum 1500 mg .
Untuk itu perlu diakukan perlu dilakukan pemantauan efektifitas dan efek samping penggunaan azitromisin dosis tunggal (30 mg/kg BB, maksimum 1500 mg) serta biaya terkait dengan terapi yang diberikan pada pasien pediatri dengan faringitis yang disebabkan oleh Steptococus grup A.
Pada penelitian ini dilakukan pengambilan sampel pada pasien pediatrik dengan faringitis yang disebabkan oleh Steptococus grup A. Penelitian observasional ini dilakukan secara cohort prospective. Pengambilan data dilakukan mulai bulan Maret – Oktober 2012 di Rumah Sakit Wangaya (Denpasar), Tempat Praktek dr. S. (Denpasar), Rumah Sakit Sanjiwani (Gianyar), dan Tempat Praktek dr T (Gianyar). Penelitian ini dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari Lembaga Penelitian Komite Etik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana – Rumah Sakit Sanglah Denpasr, Bali. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah consecutive sampling, dengan kriteria inklusi: pasien faringitis pediatri yang berumur 2-10 tahun, pertama kali terdiagnosis faringitis di tempat praktek/rumah sakit yang dijadikan tempat pengambilan sampel, memperoleh terapi azithromicin dosis tunggal, menunjukkan hasil positif setelah dilakukan swab tenggorokan dengan rapid diagnostic test Strep A, tidak mengkonsumsi antibiotik lain minimal 1 minggu sebelum meminum obat dari dokter, dan setuju menandatangani informed conscent. Sedangkan kriterian eksklusi adalah: pasien tidak menjalankan pemeriksaan kembali pada hari ke-3 terapi azithromicin, datang ke dokter lain selama dalam rentang pengobatan, tidak dapat dipantau selama dalam rentang pengobatan. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rapid diagnostic test Strep A (Quick Vue Strep A Test ; Quidel).
Selama penelitian terdapat 102 pasien anak dengan faringitis dan berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi diperoleh 15 pasien sebagai sampel penelitian, dimana frekuensi lebih banyak terjadi 2-5 tahun dengan 10 pasien laki-laki dan 5 pasien perempuan. Pasien anak dengan Faringitis Streptococcus A mendapatkan terapi antibiotika yaitu Azithromycin dan obat simptomatis lain sesuai dengan manifestasi kliniknya, yaitu analgesik antipiretik ( Paracetamol dan Ibuprofen), antiinflamasi (Dexamethason), mukolitik (Ambroxol dan Bromhexine), dan anti tusif (Dextromethorpan dan Pipazetate HCl), Sedatif (Phenobarbital), dan Vitamin (Vitamin C tunggal dan Multivitamin). Pasien mendapatkan regimen dosis yang bervariasi yaitu dalam rentang 29,09 – 30,51/mg kg BB, dimana dengan dosis tersebut dapat memberikan hasil yang diharapkan yaitu keseluruhan 15 pasien adalah sembuh yaitu warna membran mukosa tidak merah, keadaan tonsil normal kembali yaitu tidak merah dan tidak bengkak pada saat periksa kembali (check up) ke dokter pada hari ke-3 terapi. Pada sampel penelitian ini, tidak ditemukan efek samping akibat penggunaan obat tersebut,
iv
dimana hal ini dilihat dari hasil pemantauan keluhan dan gejala klinis yang dirasakan pasien dari hari ke-0 hingga hari ke-3 terapi. Biaya langsung rata-rata yang dikeluarkan oleh pasien adalah Rp.387.453,00 dan biaya tidak langsung rata-rata yang dikeluarkan oleh pasien adalah Rp.399.350,00.
Dari hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa berdasarkan azithromicin efektif digunakan pada pasien pediatri dengan faringitis yang disebabkan Steptococus grup A.
SUMMARY
Steptococus group A is the most common cause of bacterial Pharingitis. Children,age of 3-6, are more frequent infected by Steptococus group A. Azithromicin single dose is indicated for this bacteria. Size of spescific dose on azithromicin single dose regimen for pharingitis is not available, so the dose regimen on otitis media were used, 30 mg/kg weight, maksimum 1500 mg.
The objective of this study were to monitor effectivity and side effect of azithromycin single dose 30 mg/kg weight, maximum 1500 mg, and to know the cost related to therapy of Pharingitis pediatric caused by Steptococcus group A.
A cohort study with consecutive sampling method was approved by Ethic Comitee of Medical Faculty Udayana University – Sanglah Hospital and conducted on March – October 2012 in Wangaya Hospital (Denpasar), Clinique dr. S. (Denpasar), Sanjiwani Hospital (Gianyar), dan Clinique dr T (Gianyar). Inclusion criteria were pediatric, age of 2-10, first dignosed with pharingitis in the places for this study, receiving azithomycin single dose, having posive result with rapid diagnostic test Strep A (Quick Vue Strep A Test ; Quidel).on throat swab specimen, not having other antibiotics at least a week before, and willing to sign informed conscent. Exclusion criteria were not checked up on day 3 of azithromycin therapy, visiting other cliniques / hospitals during the therapy, and not able to be monitored during the therapy.
There were 102 patients who were diagnosed with pharingitis. Only 15 patients (10 boys and 5 girls) were involved based on inclusion and eksclusion criteria. The most frequent incidence was on age of 2-5. Beside Azithromicin, the patient got simptomatic agent accorging to their clinical manifestation, which were analgesik antipiretik ( Paracetamol and Ibuprofen), antiinflmation (Dexamethason), mucolitik (Ambroxol dan Bromhexine), dan anti tusif (Dextromethorpan dan Pipazetate HCl), sedative (Phenobarbital), dan vitamin (Vitamin C tunggal dan Multivitamin). The range of single dose azithromicin receving by the patients was 29,09 – 30,51/mg kg BB, due to visibility in drawing ( rounding off the militer volume) of azithomicin syrup. All 15 patients were cured by this dosage regimen, showing by not red in mucose membrane, normality of tonsil (not red and inflamed) after three days of therapy. All the patients didn’t show adverse drug reactions of azithromycin. The average direct cost was Rp.387.453,00 and indirect cost was Rp.399.350,00.
v
Based on these result, single dose azithromicin with range dose of 29,09 – 30,51/mg kg BB is effective used on pediatric with Pharingitis caused by Streptococus group A based on monitoring of clinical data and adverse drug reaction
ii
vi
KATA PENGANTAR
Salah satu peran Farmasis dalam melakukan praktek farmasi klinis adalah
pemantauan terapi obat-obatan yang diberikan oleh dokter kepada
pasien.Pemantauan penggunaan obat di komunitas (masyarakat) juga perlu
mendapatkan perhatian dan kerjasama dari para tenaga medis dalam mengatasi
problem-problem yang mungkin timbul selama proses pengobatan khususnya
pada pediatri. Pemantauan penggunaan antibiotika pada pediatri ini bertujuan
untuk memberikan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) pada pasien sebagai
salah satu bentuk nyata implementasi Pharmaceutical Care di masyarakat
sehingga masyarakat akan mendapatkan terapi yang rasional untuk mencapai
kesembuhan yang optimal terutama dalam hal penggunaan Antibiotika
Azitromisin yang banyak digunakan di masyarakat. Untuk itu penelitian ini
dilakukan dan bekerja sama dengan dokter dan tenaga kesehatan yang lain.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan data atau informasi mengenai
efektivitas dari Azitromisin sebgai terapi definitive pada pasien pediatri dengan
faringitis yang disebabkan oleh kuman Streptococcus sp dan juga memberikan
informasi biaya penggunaan obat untuk mengobati penyakit faringitis yang
disebabkan oleh kuman Streptococcus sp dimana informasi tersebut berguna bagi
praktisi kesehatan dan masyarakat. Lebih lanjut, penelitian ini diharapkan dapat
menjadi saran dan masukan bagi semua tenaga medis dalam melakukan pelayanan
kesehatan kepada pediatri maupun masyarakat umum lainnya baik di apotek
maupun di rumah sakit.
Penelitian ini dijalankan dengan proses yang tidak singkat, dimana banyak
tahap dan pihak yang harus dilalui untuk mendapatkan suatu data yang dapat
dimanfaatkan dalam penelitian ini. Untuk itu kami menyadari bahwa penelitian ini
tidak akan terlaksanan dengan baik tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai
iii
iv
vii
pihak. Khusus pada penelitian ini kami menghanturkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Direktoral Jendral Pendidikan Tinggi (DIKTI) Indonesia yang telah
membantu dari sisi pendanaan.
2. Rektor Universitas Udayana.
3. Dekan Fakultas MIPA Universitas Udayana.
4. Dokter Anak dan Apoteker yang terlibat dalam melakukan penelitian ini
5. Semua pihak yang tidak bisa kami sebutkan namanya atas dukungan dan
bantuannya.
Tidak lupa kami panjatkan puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa
atas kelancaran penelitian ini. Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan
kontribusi bagi kemajuan pengobatan dan pelayanan kesehatan bangsa Indonesia.
Denpasar, Oktober 2012
Penulis
v
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................
HALAM PENGESAHAN ............................................................................ i
RINGKASAN .............................................................................................. ii
SUMMARY ................................................................................................ iii
KATA PENGANTAR ................................................................................. iv
DAFTAR ISI ............................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ........................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................ 3
BAB II TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN .............................. 4
2.1 Tujuan Penelitian ................................................................ 4
2.2 Manfaat Penelitian .............................................................. 4
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 6
3.1 Faringitis ............................................................................. 6
3.2 Etiologi ............................................................................... 6
3.3 Tanda dan Gejala ................................................................ 6
3.4 Fatofisiologi ........................................................................ 8
3.5 Diagnosis ............................................................................ 8
3.6 Terapi ................................................................................. 10
3.7 Obat-obat Symptomatis ....................................................... 12
3.8 Pengobatan yang Rasional .................................................. 17
3.9 Pemantauan Terapi Pengobatan ........................................... 17
3.10 Biaya Medis ..................................................................... 18
vi
ix
BAB IV METODE PENELITIAN .............................................................. 19
4.1 Rancangan Penelitian .......................................................... 19
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................. 19
4.3 Bahan dan Peralatan Penelitian ........................................... 19
4.4 Subjek Penelitian ................................................................ 20
BAB V HASIL PENELITIAN ............................................................... 28
5.1 Hasil Pemeriksaan dengan Rapid Test Strep A ..................... 28
5.2 Hasil Pemeriksaan dengan Rapid Test Strep A ..................... 28
5.3 Penggunaan Obat pada Anak dengan Faringits .................... 30
5.4 Efektivitas Dosis Azithromycin yang Diberikan .................. 31
5.5 Interaksi Obat ..................................................................... 35
5.6 Penyakit yang Menyertai ..................................................... 35
5.7 Terapi untuk Penyakit Penyerta ........................................... 36
5.8 Efek Samping Obat ............................................................. 37
5.9 Biaya .................................................................................. 38
BAB VI PEMBAHASAN ........................................................................ 39
BAB VII KESIMPULAN ......................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN – LAMPIRAN
vii
x
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Gejala faringitis yang disebabkan oleh virus dan bakteir ............ 7
Tabel 3.2 Antibiotik pada Terapi Faringitis karena Streptococcus group A . 10
Tabel 5.1 Hasil Pemeriksaan dengan Rapid Rest Strep A............................ 29
Tabel 5.2 Ringkasan data demografi 15 pasien berdasarkan kriteria inklusi
dan eksklusi ............................................................................... 29
Tabel 5.3 Penggunaan Obat pada pasien Faringits Steptococus A
berdasarkan indikasinya ............................................................. 30
Tabel 5.4 Efektifitas Regimen Dosis Azithromicin yang Diterima Pasien .. 31
Tabel 5.5 Ringkasan Efektifitas Terapi yang Diterima Pasien dan Keluhan
yang Dirasakan Pasien ............................................................... 33
Tabel 5.6 Interaksi Obat selama Terapi pada Pasien Pediatrik Faringitis
Steptococus A ............................................................................. 35
Tabel 5.7 Macam Penyakit Penyerta Pada Pasien Faringitis Steptococus A . 36
Tabel 5.8 Jenis Obat yang Digunakan untuk Indikasi Pilek ........................ 36
Tabel 5.9 Jenis Obat yang Digunakan untuk Indikasi Sesak Napas ............ 36
Tabel 5.10 Efek Samping Obat (ESO) Pada Pasien Faringitis Steptococus A 37
Tabel 5.11. Biaya Terkait dengan Terapi Pada Pasien Anak dengan
Faringitis Steptococus A .............................................................. 38
viii
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Algoritme pengobatan faringitis dengan menggunakan strep
test (Anderson, 2011). ........................................................... 9
Gambar 4.1 Alur kerja penelitian .............................................................. 24
Gambar 4.2 Alur perlakuan sampel .......................................................... 25
ix
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu bentuk dari infeksi saluran pernafasan akut ialah infeksi saluran
pernafasan bagian atas. Berdasarkan sumber Ditjen Bina Yanmedik, Kemkes RI
tahun 2009, untuk penyakit infeksi saluran napas bagian atas akut menempati pola
penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di rumah sakit di Indonesia dengan
jumlah total kasus 488.794. Pada banyak negara berkembang, lebih dari 50%
kematian pada umur balita disebabkan karena infeksi saluran pernafasan akut
(Wahyuno, 2008). Faringitis dan tonsilitis akut merupakan awal keadaan infeksi
dari ISPA. Anak-anak usia 5 sampai 15 tahun merupakan usia yang paling rentan
terinfeksi penyakit faringitis (Dipiro, 2008).
Faringitis dapat disebabkan oleh bakteri dan virus. Untuk dapat mengobati
dengan tepat, penting untuk mengetahui infeksi yang dialami disebabkan oleh
virus atau bakteri (Adam, 1997). Untuk memastikan penyebab terjadinya faringitis
diperlukan uji diagnosis sederhana. Uji yang biasa digunakan adalah biakan rapid
test (RADT) dengan strep test pada tenggorokan, dimana uji ini memiliki
sensitifitas sebesar 90-95% (Choby, 2009).
Antibiotik diberikan kepada penderita yang menunjukan hasil yang positif
pada pemeriksaan dengan strep test, dimana dalam penelitian ini diharapkan hasil
uji strep test menunjukan bahwa pasien menderita faringitis bakterial. Terapi
secara definitif yaitu dengan mengetahui penyebab penyakit melalui tes cepat
swab dapat menjadi indikator pengobatan yang tepat (HTA Indonesia, 2005).
Faringitis yang disebabkan oleh bakteri harus segera diobati agar tidak terjadi
kekambuhan yang dapat menyebabkan terjadinya demam rematik akut (ARF) dan
untuk meminimalkan biaya pengobatan (Brunton and Pichichero, 2006).
Antibiotik yang sering diresepkan adalah azitromisin. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Kristanti (2011), disebutkan bahwa penggunaan azitromisin pada
kasus penyakit THT pasien rawat jalan di Rumah Sakit X Kota Denpasar
mencapai 33,56%. Penggunaan azitromisin pada anak – anak efektif untuk
2
penyembuhan klinis dari faringitis yang disebabkan oleh bakteri Streptokokus
(Casey and Pichichero, 2005).
Salah satu sediaan azitromisin yang digunakan untuk pasien rawat jalan
adalah dalam bentuk oral dosis tunggal. Dalam penelitian yang dilakukan oleh
Casey dan Pichichero (2005), didapatkan hasil bahwa pengobatan dengan
azitromisin dosis tinggi lebih efektif dalam pemberantasan dan penyembuhan
klinis dari faringitis yang disebabkan oleh Streptococcus Group A. Namun sering
tidak dipertimbangkan kemungkinan terjadinya muntah akibat ketidaknyamanan
penggunaan sediaan azitromisin dosis tunggal ini karena sekali terapi diperlukan
dosis yang besar yaitu 60 mg/kg BB (Casey and Pichichero, 2005). Azitromisin
merupakan drug dependent dose yang aktivitasnya tergantung pada jumlah dosis
yang diberikan (Girard, 2005), sehingga hal-hal yang dapat mengakibatkan
kurangnya dosis yang harus diterima pasien sangat perlu dipantau. Pemantauan
terapi pengobatan merupakan langkah yang dapat dilakukan untuk mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi kesembuhan dan kepatuhan pasien selain untuk
mengetahui efikasi dan keamanan terapi (Rovers, 2003). Penggunaan azitromisin
dosis tunggal dalam terapi otitis media akut biasanya memberikan keberhasilan
terapi (Babl, 2002) sehingga antibiotika ini banyak diresepkan pada pengobatan
otitis media akut, namun banyak ditemui adanya peresepan azitromisin dosis
tunggal untuk pengobatan pada penyakit faringitis, sehingga peneliti ingin
mengetahui apakah keberhasilan penggunaan azitromisin dosis tunggal pada otitis
media akut dapat memberikan keberhasilan terapi yang sama pada penyakit
faringitis.
Berdasarkan uraian sebelumnya dan karena belum adanya penelitian
mengenai pemantauan obat pada penderita faringitis bakterial dengan
menggunakan uji strep test, maka penulis melakukan penelitian yang berjudul
“Pemantauan Penggunaan Azitromisin Dosis Tunggal Sebagai Terapi Definitif
pada Pasien Pediatri Faringitis Bakterial”.
3
1.2 Perumusan Masalah
1. Bagaimanakah efek dari terapi azitromisin dosis tunggal sebagai terapi
definitif pada pasien pediatri penderita faringitis yang dapat
mempengaruhi kesembuhan?
2. Berapa biaya pengobatan yang harus dibayarkan pasien pediatri penderita
faringitis dengan menggunakan azitromisin dosis tunggal sebagai terapi
definitif?
BAB II
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
2.1 Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah memantau penggunaan azitromisin
dosis tunggal dan mengetahui permasalahan penggunaan azitromisin dosis
tunggal pada pasien pediatri penderita faringitis serta biaya pengobatan
yang harus dikeluarkan pasien dengan azitromisin dosis tunggal.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui permasalahan-permasalahan penggunaan azitromisin dosis
tunggal pada pasien pediatri penderita faringitis di apotek “X” Kota
Denpasar yang dapat mempengaruhi kesembuhan.
2. Mengetahui besar biaya pengobatan yang harus dibayarkan pasien
pediatri penderita faringitis dengan azitromisin dosis tunggal baik biaya
langsung ataupun biaya tidak langsung.
3. Mengetahui hal-hal yang perlu dipantau dalam pengobatan faringitis
pada pasien pediatri dengan menggunakan azitromisin dosis tunggal.
2.2 Manfaat Penelitian
1. Bagi Dokter
Dapat memberikan informasi mengenai kesembuhan pasien pediatri
faringitis yang menjalani rawat jalan setelah memperoleh pengobatan
dengan azitromisin dosis tunggal berdasarkan terapi definitife.
2. Bagi Pasien
Pasien lebih patuh dengan pengobatan yang dilakukan dan dapat
menggunakan obat dengan benar khususnya penggunaan azitromisin dosis
tunggal sehingga kesembuhan pasien dapat ditingkatkan.
5
1. Bagi Farmasis
Dapat memberikan informasi mengenai penggunaan azitromisin dosis
tunggal untuk pengobatan faringitis bakterial pada pediatri, serta
memberikan pemahaman mengenai pengobatan kepada pasien.
2. Bagi Peneliti
Dapat memberikan pengalaman klinis dalam melakukan praktek farmasi
klinis pada masyarakat dan dapat menerapkan pelayanan kefarmasian
secara langsung di masyarakat.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Faringitis
3.3.1 Definisi
Faringitis adalah infeksi akut orofaring atau nasofaring. Faringitis (dalam
bahasa Latin; pharyngitis), adalah suatu penyakit peradangan yang menyerang
tenggorok atau faring. Kadang juga disebut sebagai radang tenggorok. Gambaran
klinis faringitis akut yaitu dinding tenggorokan menebal atau bengkak, berwarna
lebih merah, ada bintik-bintik putih dan terasa sakit bila menelan makanan
(Adam, 1997). Faringitis biasanya timbul bersama-sama dengan tonsilitis, rhinitis
dan laryngitis. Faringitis banyak diderita anak-anak usia 5-15 tahun di daerah
dengan iklim panas. Faringitis dijumpai pula pada orang dewasa yang masih
memiliki anak usia sekolah atau bekerja di lingkungan anak-anak (Depkes RI,
2005).
3.2 Etiologi
Selain disebabkan oleh virus, penyakit ini juga disebabkan oleh bakteri.
Dari semua penyebab penyakit ini, kelompok bakteri Streptococcus A merupakan
bakteri terbanyak penyebab faringitis yang potensial menyebabkan terjadinya
komplikasi seperti demam rematik atau glomerulonefritis akut. Pada anak-anak,
bakteri Streptococcus A menyebabkan 15 sampai 30% kasus faringitis. Penyebab
lain dari terjadinya faringitis akut ialah kelompok bakteri C dan G Streptococcus,
Corynebacterium diphterium diphteriae, Neisseria gonorrhoeae, M. Pneumoniae,
Arcanobacterium haemolyticum, Yersinia enterocolitica, dan Chlamydia
pneumonia (Dipiro, 2008).
3.3 Tanda dan Gejala
Pada awal penyakit, penderita mengeluh rasa kering atau gatal pada
tenggorokan. Malaise dan sakit kepala adalah keluhan yang biasa terjadi.
Biasanya suhu tubuh akan sedikit meningkat. Eksudat pada faring menebal dan
7
sulit dikeluarkan sehingga menyebabkan suara menjadi parau karena usaha
mengeluarkan dahak dari kerongkongan dan batuk. Keparauan ini terjadi bila
proses peradangan mengenai laring (Adam, 1997).
Gejala dari faringitis akut antara lain :
- Demam dan malaise
- Dysphagia
- Sakit kepala
- Mukosa faring hiperemi dan udema
- “Lateral band” menonjol dan nampak merah
- Pembesaran kelenjar limfe regional dan nyeri tekan
(Komite Medik RSUP Sanglah Denpasar, 2000)
Gejala klinis dari faringitis kronis antara lain adanya keluhan rasa tidak
enak di faring, rasa kering, batuk-batuk kronis dan mendehem-dehem. Secret
biasanya lengket dan pada stadium lebih lanjut tidak ada secret sehingga dinding
belakang faring tampak kering dan mengkilat. Pada pemeriksaan akan ditemukan
jaringan granulasi pada dinding belakang faring, “lateral band” yaitu kumpulan
jaringan kelenjar limfe yang terdapat dibelakang pilar tonsil posterior (Komite
Medik RSUP Sanglah Denpasar,2000).
Tabel 3.1. Gejala faringitis yang disebabkan oleh virus dan bakteri
Faringitis Virus Faringitis Bakteri
Biasanya tidak ditemukan nanah di
tenggorokan sering ditemukan nanah di tenggorokan
Demam ringan atau tanpa demam Demam ringan sampai sedang
Jumlah sel darah putih normal atau agak
meningkat
Jumlah sel darah putih meningkat
ringan sampai sedang
Kelenjar getah bening normal atau sedikit
membesar
Pembengkakan ringan sampai sedang
pada kelenjar getah bening
Tes apus teggorokan memberikan hasil
negative
Tes apus tenggorokan memberikan
hasil positif
(Adam, 1997)
8
3.4 Patofisiologi
Pada stadium awal terdapat hiperemi, kemudian edema dan sekresi yang
meningkat. Eksudat mula-mula serosa tapi menjadi menebal dan kemudian
cendrung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan
hiperemi, pembuluh darah dinding faring menjadi lebar. Bentuk sumbatan yang
berwarna kuning, putih atau abu-abu terdapat dalam folikel atau jaringan limfoid.
Tampak bahwa folikel limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring posterior,
atau terletak lebih ke lateral, menjadi meradang dan membengkak (Adam, 1997).
3.5 Diagnosis
Tanda dan gejala yang ditunjukan dari faringitis yang disebabkan oleh
Streptokokus group A dan faringitis yang disebabkan bukan oleh Streptokokus
adalah sama dan mirip. Hal ini menyebabkan dokter sulit untuk menentukan terapi
yang sesuai, sehingga perlu dilakukan test laboratorium untuk menentukan apakah
ditemukan group A streptokokus pada faring. Test ini dapat berupa kultur
tenggorokan maupun Rapid Antigen Detection Test (RADT) (Choby, 2009).
Pemeriksaan kultur memiliki sensitivitas 90-95% dari diagnosis, sehingga lebih
diandalkan sebagai penentu penyebab faringitis (Depkes RI, 2005).
Suatukulturapusan tenggorokan dapat dibaca 18 jam sesudah dimasukan ke dalam
inkubator (Merenstein, 2002).
Test laboratorium dari faringitis merupakan sesuatu yang penting untuk
dilakukan karena diagnosis hanya berdasarkan gejala dan tanda klinis memberikan
hasil yang kurang sensitif dan spesifik. Hasil dari test laboratorium biasanya dapat
dilihat hasilnya dalam waktu 1 jam (Hagen, 2002). Sejumlah algortima yang
memadukan antara faktor-faktor epidemiologi dan klinis telah dirancang.
Algoritma ini meningkatkan akurasi diagnostik terutama dengan mengidentifikasi
pasien dengan resiko terinfeksi Streptokokus yang sangat rendah (Murphy, 2006).
9
Gambar 3.1. Algoritme pengobatan faringitis dengan menggunakan strep test (Anderson, 2011).
ya
tidak
tidak
ya
negatif
positif
negatif
p
Pasien dengan gejala faringitis
Sejarah fisik
Pemeriksaan spesimen dangan strep test atau
kultur tenggorokan
Hasil dari Strep Test ?
Pengobatan di rumah
Lakukan Strep test
Hasil dari Strep Test ?
Obati gejala dari faringitis non-Streptococcus group A
Gejala semakin parah
Pertimbangkan untuk evaluasi kembali Kultur spektrum luas Mono testing (jika memungkinkan)
Lanjutkan dengan perawatan di rumah
Perawatan dan pengobatan dengan antibiotika*
Gejala bertambah dalam 48-72 jam
Pertimbangkan untuk evaluasi kembali Kultur spektrum luas Mono testing (jika memungkinkan) Terapi antibiotik dengan tepat
Perawatan dengan lengkap
positif
*Antibiotika yang dapat dipilih: 1. Penicillins 2. Macrolides 3. Cephalosporins 4. Clindamycin
10
3.6 Terapi
Terapi dengan antibiotika dapat dimulai lebih dahulu bila disertai
kecurigaan yang tinggi terhadap bakteri sebagai penyebabnya, sambil menunggu
hasil pemeriksaan kultur (Depkes RI, 2005). Berdasarkan Pedoman Diagnosis dan
Terapi RSUP Sanglah Denpasar (2002), penatalaksanaan terapi faringitis akut
non farmakologi dapat dilakukan dengan istirahat, makan dan minum dengan
cukup. Sedangkan untuk terapi farmakologi faringitis akut dapat dilakukan
dengan meresepkan analgesik (Parasetamol 3 kali 500 mg/hari) dan antibiotika
(ampisilin 4 kali 500 mg/hari, amoksisilin 3 kali 500 mg/hari, eritromisin 4 kali
500 mg/hari).
Tabel 3.2. Antibiotik pada Terapi Faringitis karena Streptococcus group A
Lini pertama :
Penicilin G (untuk
pasien yang tidak dapat
enyelesaikan terapi oral
selama 10 hari)
1 x 1,2 juta U i.m. 1 dosis
Penicilin VK
Anak : 2-3 x 250 mg
Dewasa : 2-3 x 500
mg
10 hari
Amoksisilin
(klavulanat) 3 x 500 mg
Anak : 3 x 250 mg
Dewasa 3 x 500 mg 10 hari
Lini kedua :
Eritromisin (untuk
pasien alergi penisilin)
Anak : 4 x 250 mg
Dewasa : 4 x 500 mg 10 hari
Azitromisin atau
klaritromisin
Anak: 10mg/kg pada
hari 1 diikuti 5mg/kg
selama 4 hari
berikutnya
Dewasa: 1x500mg,
kemudian 1x250mg
selama 4 hari
5 hari
Cephalosporin Bervariasi sesuai agen 10 hari
Levofloksasin (hindari
untuk wanita hamil
maupun anak-anak)
(Depkes RI, 2005).
11
Terapi non farmakologi yang dapat dilakukan antara lain :
1. Memperbanyak pemasukan cairan ke dalam tubuh. Dimana cairan akan
membantu dalam mengencerkan lendir sehingga lebih mudah untuk
dikeluarkan.
2. Kumur-kumur dengan air garam hangat. Campurkan 1 sendok teh garam
dalam segelas air hangat untuk dikumur lalu dibuang. Ini dapat
meringankan dan menolong dalam membersihkan lendir dari tenggorokan.
3. Mengisap tablet pelega tenggorokan atau mengunyah permen karet yang
tidak mengandung gula. Mengunyah dan menghisap akan merangsang
produksi air liur yang akan membasahi dan membersihkan tenggorokan.
4. Lembabkan udara. Menambah kelembaban udara dapat mencegah selaput
lendir mengering (dapat menyebabkan terjadinya iritasi), misalnya dengan
menaikkan suhu ruangan.
(Hagen, 2002)
Azitromisin
Azitromisin adalah antibiotika golongan makrolida derivat eritromisin.
Mekanisme kerja dari azitromisin adalah dengan menghambat sintesis protein
melalui ikatan pada subunit ribosom 50S bakteri (Katzung, 2007). Azitromisin
merupakan antibiotik golongan makrolida yang lebih aktif terhadap bakteri Gram
negative seperti Hemophilus influenza. Kadar plasma azitromisin sangat rendah
tapi waktu paruh azitromisin yang panjang dalam jaringan memungkinkan obat ini
diberikan dalam dosis satu kali sehari (BPOM RI, 2008).
Azitromisin cepat diabsorpsi setelah pemberian oral dengan
bioavailabilitas sekitar 40%. Lebih dari 50% dari dosis yang dikonsumsi akan
diekskresikan dalam feses (Moffat, 2005). Dosis azitromisin pada anak di atas 6
bulan adalah 10 mg/kg berat badan sekali sehari selama 3 hari, untuk berat badan
15-25 kg dosis azitromisin adalah 200 mg sekali sehari selama 3 hari, untuk berat
badan 26-35 kg dosis azitromisin adalah 300 mg sekali sehari selama 3 hari, dan
untuk berat badan 36-45 kg dosis azitromisin adalah 400 mg sekali sehari selama
3 hari (BPOM RI, 2008). Azitromisin dosis tunggal sebanyak 2 gr dilarutkan
dengan 60 ml air dan kemudian diberikan secara oral (Harrison and Keam, 2007).
12
Efek samping obat ini menyebabkan mual, muntah, diare pada pasien, dan juga
anoreksia (BPOM RI, 2008). Azitromisin memiliki farmakokinetika yang unik
dimana hasil akumulasi akan dilepaskan secara bertahap di dalam aliran darah,
sehingga memungkinkan pemberian obat dalam sekali konsumsi namun tetap
memberikan efek dalam waktu yang lama (Girard, 2005). Azitromisin memiliki
nilai Cmax 0,821 g/mL, AUC24 8,62 g h/mL. Absorpsinya lambat, dengan nilai
tmax 5 jam dan t½ 58,8 jam. Nilai MIC90 azitromisin terhadap S. pneumoniae 0,5 -
> 256. Nilai PAE dari azitromisin terhadap bakteri S. pneumoniae adalah 1,8-5,8
jam. Ikatan protein plasma menurun dari 51% (Harrison and Keam, 2007).
Azitromisin memiliki sedikit interaksi obat dan tidak bereaksi
dengan CYP3A seperti makrolida lainnya. Dosis tunggal azitromisin tidak
meningkatkan waktu protrombin pada pasien dengan terapi warfarin. Efek
samping yang paling sering terjadi biasanya pada gastrointestinal (Amrol, 2007).
Penggunaan azitromisin bersamaan dengan antasida dapat menurunkan absorbsi
dari azitromisin. Penggunaan ritonavir dan azitromisin secara bersamaan dapat
meningkatkan kadar plasma dari azitromisin. Penggunaan teofilin bersamaan
dengan azitromisin dapat meningkatkan kadar plasma dari teofilin (BPOM RI,
2008).
3.7 Obat-obat Symptomatis
3.7.1 Analgesik dan Antipiretik
Analgetika adalah senyawa yang dapat menekan fungsi system saraf pusat
secara selektif, digunakan untuk mengurangi rasa sakit tanpa mempengaruhi
kesadaran. Analgetika bekerja dengan meningkatkan nilai ambang persepsi rasa
sakit (Siswandono dan Soekardja, 2008).
Analgetika non narkotik menimbulkan kerja antipiretik dengan
meningkatkan eliminasi panas, pada penderita dengan suhu tubuh tinggi.
Penurunan suhu tubuh merupakan hasil kerja obat pada system saraf pusat yang
melibatkan pusat control suhu di hipotalamus (Siswandono dan Soekardjo, 2008).
Berdasarkan pada kekuatan efek, mekanisme kerja dan efek samping obat-
obat yang mempunyai efek analgetik dibagi kedalam 3 golongan :
13
1. Analgesik mirip opioid dengan efek kuat dan terutama bekerja sentral =
Analgesik narkotik = hipoanalgesik
Semua opiat atau derivat (semi)sintetiknya.
2. Analgesik yang berefek lemah hingga sedang yang terutama bekerja
perifer. Golongan ini juga mempunyai efek antipiretik dan sebagai
antirematik.
Senyawa asam, yang bekerja analgetik, antipiretik dan
antiflogistik. Contoh derivate asam salisilat (Asam Asetilsalisilat),
derivate asam arilasetat (diklofenak, Indometasin), derivate asam
aripropionat (ibuprofen)
Senyawa bukan asam, yang hanya bekerja analgetik dan
antipiretik. Contoh: anilida (Parasetamol), piralozon yang tidak
asam (Metamizol)
3. Analgesik non opioid tanpa efek antipiretik dan antiflogistik
(Schmidtz, 2009)
Analgetika lemah (sampai sedang) juga sering disebut dengan analgetika
yang bekerja perifer atau ‘kecil’, memiliki spektrum kerja farmakologi yang mirip
walaupun struktur kimianya berbeda-beda. Di samping kerja analgetik, senyawa-
senyawa ini menunjukan kerja antipiretik. Sebaliknya senyawa-senyawa ini tidak
memiliki sifat psikotropika dan sifat sedasi dari hipoanalgetika. Akibat spektrum
kerja ini, pemakaian luas dan karena itu termasuk pada bahan-bahan obat yang
paling banyak digunakan (Muntcler, 1999).
Efek samping dari penggunaan Analgesik perifer yang paling umum
adalah ganggua lambung-usus, kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal, dan
juga reaksi alergi kulit. Efek-efek samping ini terutama terjadi pada penggunaan
lama atau pada dosis tinggi. Oleh karena itu penggunaan analgetika secara kontinu
tidak dianjurkan (Tjay, 2002).
Parasetamol
- Indikasi
Nyeri ringan sampai sedang
- Peringatan
14
Gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginujal, ketergantungan alcohol.
- Interaksi
Antikoagulan : penggunaan parasetamol jangka panjang dapat
meningkatkan efek antikoagulan kumarin.
Hipolipidemik : absorbsi parasetamol menurun karena kolestiramin.
Metoklopramid : absorbsi parasetamol meningkat karena metoklopramid.
Sitotoksik : parasetamol dapat menghambat metabolism busulvan
intravena (monitor selama 72 jam pemberian bersama dengan
parasetamol).
- Efek samping
Jarang terjadi efek samping, tapi dilaporkan terjadi ruam kulit, kelainan
darah (termasuk trombositopenia, leucopenia, neutropenia), kerusakan hati
dan kerusakan ginjal disebabkan oleh overdosis.
- Dosis oral
Anak-anak umur 1-5 tahun 120-250 mg, 6-12 tahun 250-500 mg. Dosis ini
dapat diulangi setiap 4-6 jam jika diperlukan (maksimum 4 kali dosis
dalam 24 jam)
(BPOM RI, 2008)
3.7.2 Antiinflamasi
Kortikosteroid adalah suatu kelompok hormon steroid yang dihasilkan di
kulit kelenjar adrenal. Kortikosteroid digunakan untuk manajemen penyakit
saluran napas yang reversible dan tidak irreversible (BPOM RI, 2008).
Kortikosteroid dibagi menjadi 2 kelompok, yakni glukokortikoid dan
mineralkortikoid. Glukokortikoid terutama berkhasiat terhadap metabolisme
karbohidrat dan protein, tetapi juga mempengaruhi banyak efek lain, termasuk
pertukaran zat protein, pembagian lemak, dan reaksi peradangan.
Mineralkortikoid terutama mempengaruhi metabolisme garam dan air (Neal,
2006).
Kortikosteroid mempunyai efek antiinflamasi yang nyata dan banyak
digunakan untuk tujuan ini. Kortikosteroid menekan semua fase respons
15
inflamasi, termasuk pembengkakan dini, kemerahan, nyeri, dan selanjutnya
perubahan proliferative yang tampak pada inflamasi kronis (Neal, 2006).
Metilprednisolon
Indikasi :
Supresi inflamasi dan gangguan alergi, udeme serebral dihubungkan dengan
keganasan.
Peringatan :
Overdosis atau penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan efek fisiologis
yang berlebihan sehingga menimbulkan efek samping glukokortikoid maupun
mineralkortikoid. Efek samping mineralkortikoid adalah hipertensi, retensi
natrium dan air serta kehilangan kalium. Efek samping glukokortikoid antara
lain diabetes dan osteoporosis, yang berbahaya terutama pada lanjut usia,
dapat terjadi fraktur osteoporotic pada tulang pinggul dan tulang belakang.
3.7.3 Mukolitik
Mukolitik diresepkan untuk membantu ekspektorasi dengan mengurangi
viskositas sputum. Mukolitik mengurangi eksaserbasi pada beberapa pasien
penyakit paru obstruktif kronis dan batuk produktif kronis (Sukandar, 2009).
Bromheksin (Bisolvon)
Indikasi :
Sebagai mukolitik untuk meredakan batuk berdahak.
Peringatan :
Hati-hati digunakan pada penderita tukak lambung dan wanita hamil terutama
pada wanita hamil tiga bulan pertama; wanita menyusui.
Interaksi :
Pemberian bersama dengan beberapa antibiotik (amoksisilin, sefuroksim,
doksisiklin) akan meningkatkan konsentrasi antibiotik.
Efek samping :
Dapat terjadi mual, diare, gangguan pencernaan, rasa penuh di perut tetapi
biasanya ringan. Pernah dilaporkan terjadi sakit kepala, vertigo, ruam kulit dan
berkeringat banyak.
16
Dosis :
Sirup 4 mg/5mL : dewasa dan anak-anak di atas 10 tahun; 3 kali sehari 2
sendok takar (10 mL); anak-anak 5-10 tahun: 3 kali sehari 1 sendok takar (5
mL); anak-anak 2-5 tahun : 2 kali sehari 1 sendok takar (5 mL).
Tablet 8 mg : dewasa dan anak-anak diatas 10 tahun : 1 tablet 3 kali sehari;
anak-anak 5-10 tahun : ½ tablet 3 kali sehari ; anak-anak 2-5 tahun : ½ tablet 2
kali sehari.
(BPOM RI, 2008)
Resorpsi :
Dari usus baik, mulai kerjanya per oral sesudah k.l 5 jam, sedangkan sebagai
inhalasi sesudah 15 menit (Tjay, 2002).
3.7.4 Dekongestan
Efedrin merupakan salah satu derivate adrenalin dimana memiliki efek
sentral yang lebih kuat dengan efek bronkodilatasi yang lebih ringan dan bertahan
lama (4 jam). Dekongestan topical dan sistemik merupakan zat simpatomimetik
yang bekerja pada reseptor adrenergic pada mukosa hidung menyebabkan
vasokontriksi, menciutkan mukosa yang membengkak dan memperbaiki ventilasi
(Sukandar, 2009).
Efedrin HCl
Indikasi :
Kongesti nasal
Peringatan :
Hindari pemakaian berlebihan atau berkepanjangan, hati-hati pada bayi
berusia di bawah 3 bulan (bukti kemanfaatan belum tersedia-bila timbul iritasi,
jalan nasal dapat menyempit)
Efek samping :
Iritasi setempat, mual, sakit kepala, setelah penggunaan berlebihan terjadi
toleransi, efek menghilangkongesti berulang, juga dilaporkan efek pada
kardiovaskuler.
17
Cara penggunaan :
Beri 1-2 tetes ke dalam tiap lubang hidung sampai 3-4 kali per hari bila
dibutuhkan.
(BPOM RI, 2008)
3.8 Pengobatan yang Rasional
Pengobatan rasional didefinisikan sebagai penerimaan obat-obatan yang
sesuai dengan kebutuhan klinik pasien, dalam dosis yang memenuhi kebutuhan
individu mereka sendiri, untuk periode waktu yang memadai, dan pada harga yang
terendah untuk mereka dan masyarakatnya (World Health Organization, 1987).
Proses pengobatan rasional secara umum terdiri dari serangkaian tahap,
yaitu : menentukan masalah yang dihadapi penderita; menentukan tujuan terapi;
mengevaluasi kesesuaian pengobatan secara individual; memulai pengobatan;
memberikan informasi, instruksi, dan kewaspadaan; serta melakukan monitoring
dan menghentikan pengobatan (Sastramiharja, 1997).
3.9 Pemantauan Terapi Pengobatan
Pelayanan apotek saat ini harus berubah orientasi dari drug oriented
menjadi patient oriented dengan berasaskan pharmaceutical care. Kegiatan
pelayanan farmasi yang tadinya hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai
komoditi harus diubah menjadi pelayanan yang komprehensif dan bertujuan untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien yang mengacu pada asuhan kefarmasian
(Pharmaceutical care) (Handayani, 2009).
Follow up merupakan salah satu bentuk pelayanan kefarmasian untuk
melihat efektivitas dari terapi pengobatan. Untuk memastikan tercapainya tujuan
dari terapi, farmasis perlu untuk memantau perkembangan pasien. Informasi yang
farmasis perlukan untuk menilai efektivitas dari terapi selama follow up, antara
lain: efikasi terapetik dari terapi obat, keamanan terapi obat, interaksi obat,
kepatuhan pasien (Rovers, 2003).
18
Kriteria penggunaan obat dapat didasarkan pada parameter – parameter
seperti : indikasi pemakaian, daily dose, dan lama terapi. Kriteria lainnya yang
mungkin dicantumkan untuk poor drug prescribing yaitu : kegagalan untuk
memilih obat yang lebih efektif atau kurang berbahaya jika tersedia, penggunaan
kombinasi obat yang telah ditetapkan dimana hanya salah satu dari obat tersebut
yang sesuai, atau penggunaan obat yang mahal ketika obat yang sejenis dengan
harga yang lebih murah tersedia (Lee dan Bergman, 2000).
3.10 Biaya Medis
Farmakoekonomi didefinisikan sebagai gambaran dan analisis biaya obat
yang digunakan sebagai terapi dalam sistem pelayanan kesehatan dan masyarakat.
Penelitian farmakoekonomi mengidentifikasi, mengukur, membandingkan biaya
dan konsekuensi penggunaan produk dan jasa bahan farmasi (Bootman et al.,
1996).
Dalam konsep farmakoekonomi, biaya terdiri dari biaya langsung, biaya
tidak langsung, dan biaya tak teraba. Biaya langsung melibatkan transfer uang,
ada pertukaran uang untuk penggunaan sumber, biaya yang dibayarkan secara
langsung oleh health service. Biaya langsung terdiri dari biaya medis dan biaya
non medis. Biaya medis langsung (direct medical cost) adalah biaya yang
dikeluarkan untuk terapi penyakit, meliputi biaya tinggal di rumah sakit, biaya
medis, biaya tes diagnostic, biaya perbekalan farmasi, dan biaya akibat adverse
event. Contoh biaya non medis adalah transportasi dan konsumsi keluarga pasien.
Pada biaya tak langsung tidak ada pertukaran uang secara langsung, merupakan
biaya yang ditanggung oleh pasien atau keluarganya atau masyarakat. Biaya tidak
langsung suatu penyakit (Indirect cost of an illness) adalah nilai waktu yang
hilang selama berlangsungnya sakit atau episode penyakit. Biaya tidak langsung
(indirect cost) merupakan biaya akibat perubahan kapasitas produksi karena
adanya intervensi atau sakit yang diderita, contohnya adalah hari kerja yang
berkurang dan hilang/hilangnya produktivitas. Biaya tak teraba (intangible cost)
adalah biaya yang tidak dapat diukur seperti kegelisahan, kenyerian, atau
kecemasan penderita (Bootman et al, 1999).
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif karena penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan mengenai kesembuhan dan kepatuhan dari pasien pediatri
faringitis bakterial yang menggunakan azitromisin dosisi tunggal dan menjalani
rawat jalan serta kesembuhan pasien pediatri faringitis setelah menjalani
pengobatan dengan azitromisin dosis tunggal. Pengumpulan data dilakukan secara
prospektif dimana penelitian ini memperoleh data dengan cara memantau pasien
semenjak awal pasien mendapat pemeriksaan hingga pasien check up kembali ke
dokter.
Penelitian ini merupakan penelitian dengan rancangan cohort prospektif
dimana pasien yang diberikan terapi azitromisin dosisi tunggal kemudian di
follow up sampai terjadi efek kesembuhan.
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Apotek “X” dengan bekerja sama dengan
dokter anak “Y” dan apoteker di Apotek “X”. Penelitian ini dilakukan setelah
mendapat persetujuan dari Lembaga Penelitian Komite Etik Universitas Udayana.
4.3 Bahan dan Peralatan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar wawancara, rapid
diagnostic test Strep A (Quick Vue Strep A Test ; Quidel), protap dan inform
consent. Sedangkan bahan yang digunakan adalah pasien pediatri penderita
faringitis yang merupakan subjek penelitian dengan proses pemilihan melalui
penentuan populasi dan sampel penelitian.
20
4.4 Subjek Penelitian
4.4.1 Populasi
Populasi umum atau populasi target adalah keseluruhan subyek yang
diteliti dimana hasil penelitian akan diterapkan kelak (Sastroamoro dan Ismael,
2002). Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh pasien pediatri
penderita faringitis yang menggunakan azitromisin dosis tunggal. Populasi
terjangkau adalah kelompok subjek yang dapat dijangkau oleh peneliti
(Sastroamoro dan Ismael, 2002). Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah
seluruh pasien pediatri penderita faringitis yang menjalani pengobatan pada dokter
anak “Y” di apotek “X” kota Denpasar yang mendapatkan terapi azitromisin.
4.4.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu yang
dianggap dapat mewakili populasinya. Sampel yang digunakan dalam penelitian
ini ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Z2 x P x Q
n = ...........................................(i) d2
Keterangan: n = besarnya sampel P = proporsi penyakit atau keadaan yang dikehendaki, P = 0,5 Q = 1 – P Z = desiat baku normal = 1,96 d = kesalahan sampling yang masih dapat ditoleransi Perhitungan Besar Sampel
Karena besar populasi (N) tidak diketahui, maka rumus yang digunakan ialah :
(Sastroasmoro dan Ismael, 2002)
dimana : P = Proporsi penyakit atau keadaan yang akan dicari = 0,50
Q = (1-P) = (1-0,05) = 0,05 = desiat baku normal = 1,96
21
d = limit dari error atau presisi absolute
Keterangan: n = besarnya sampel P = prevalensi penyakit atau keadaan yang dikehendaki, P = 0,08 Q = 1 – P Z = desiat baku normal = 1,96 d = kesalahan sampling yang masih dapat ditoleransi, dimana d = 0,15
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh jumlah sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah 13 pasien pediatri penderita faringitis yang menjalani
pengobatan pada dokter anak “Y” di apotek “X” kota Denpasar dan dokter anak
“Z” di Ubud yang memenuhi kriteria inklusi. Metode pengambilan sampel dalam
penelitian ini adalah consecutive sampling di mana setiap subyek yang datang dan
memenuhi kriteria inklusi dimasukkan ke dalam penelitian sampai jumlah subyek
yang diperlukan memenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2002). Metode consecutive
sampling digunakan dalam penelitian ini karena metode ini merupakan metode
nonprobability sampling yang terbaik (Dahlan, 2009).
4.4.3 Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi merupakan karakteristik umum subyek penelitian pada
populasi target dan populasi terjangkau (Sastroasmoro dan Ismael, 2002). Kriteria
inklusi dalam penelitian ini adalah :
22
1. Pasien faringitis pediatri yang berumur 2-10 tahun.
2. Pasien yang pertama kali terdiagnosis faringitis di dokter anak ‘Y’ dan ‘Z”
di apotek ‘X’ kota denpasar dan di apotek ‘Q’ di Ubud dan memperoleh
terapi azitromisin.
3. Pasien yang memberikan hasil positif setelah dilakukan swab tenggorokan
dengan rapid diagnostik test.
4. Pasien yang tidak mengkonsumsi antibiotik lain minimal 1 minggu
sebelum meminum obat dari dokter.
5. Pasien yang setuju untuk mengikuti penelitian ini dengan menandatangani
informed conscent.
4.4.4 Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi dari penelitian ini meliputi :
1. Pasien tidak menjalankan check-up pada hari ke-4 setelah melakukan
pengobatan ke dokter ‘Y’ di apotek ‘X’.
2. Pasien dengan indikasi faringitis yang disertai dengan adanya penyakit
lain.
3. Pasien yang datang ke dokter lain selain dokter ‘Y’ selama dalam rentang
pengobatan.
4. Pasien yang tidak dapat dipantau.
4.4.5 Batasan Operasional
Adapun batasan-batasan operasional yang digunakan dalam penelitian ini
adalah :
1. Faringitis adalah suatu penyakit peradangan yang menyerang
tenggorokan atau faring.
2. Pasien adalah pasien pediatrik yang berumur 2-10 tahun dan
terdiagnosis faringitis pertama kali oleh dokter ‘X’.
3. Azitromisin yang diresepkan adalah azitromisin dengan bentuk sediaan
sirup single dose yang merupakan produk inovator pabrik ‘Z’.
23
4. Pasien yang mengikuti penelitian ini hanya pasien yang memberikan
hasil positif setelah dilakukan swab tenggorokan dengan rapid
diagnostik test.
5. Dokter anak ‘Y’,’Z” merupakan dokter spesialis anak yang membuka
praktek di apotek ‘X’ kota denpasar, apotek ‘Q’di Ubud
6. Apoteker merupakan apoteker yang melakukan praktek kefarmasian
pada Apotek ‘X’ kota denpasar dan apotek ‘Q’ di Ubud.
7. Pasien sembuh apabila warna membran mukosa tidak merah, keadaan
tonsil normal kembali yaitu tidak merah dan tidak bengkak pada saat
check up ke dokter.
8. Biaya adalah sejumlah uang yang dibayarkan oleh pasien untuk
mendapatkan pelayanan.
9. Obat adalah semua semua obat yang diresepkan oleh dokter ‘X’
kepada pasien faringitis dan digunakan sebagai terapi.
10. Biaya pengobatan adalah seluruh biaya yang harus dibayarkan oleh
pasien meliputi biaya antibiotik, biaya non antibiotik, biaya dokter,
biaya laboratorium, dan biaya administrasi.
11. Biaya antibiotika adalah seluruh uang yang harus dibayarkan oleh
pasien untuk mendapatkan azitromisin.
12. Biaya non antibiotik adalah seluruh uang yang harus dibayarkan pasien
untuk mendapatkan obat selain antibiotik.
13. Biaya dokter adalah seluruh uang yang harus dibayarkan oleh pasien
untuk mendapatkan diagnosis dari dokter.
14. Biaya laboratorium adalah seluruh uang yang harus dibayarkan oleh
pasien karena mendapatkan pelayanan dan pemeriksaan dari
laboratorium untuk lebih memperjelas dan memastikan diagnosis dari
dokter.
15. Pasien rawat jalan ialah pasien yang mendapatkan terapi dan diagnosis
dari dokter tanpa harus menginap di rumah sakit (opname).
24
16. Inform conscent adalah surat persetujuan pasien pediatric penderita
faringitis untuk mengikuti penelitian yang ditandatangani oleh
keluarga pasien.
4.4.6 Prosedur Penelitian
Setelah melakukan perijinan, kemudian dilakukan pengambilan sampel
dan perlakuan sampel. Berikut adalah bagan alur kerja penelitian :
Gambar 4.1. Alur Kerja Penelitian
Data Pasien 1. Nama 2. Jenis
Kelamin 3. Umur 4. Berat Badan
Memenuhi kriteria inklusi
Pengolahan data
Kesimpulan
Sampel
Pasien datang ke praktek dokter anak “Y” (populasi)
Keluar Tidak
Data Pengobatan 5. Riwayat
pengobatan 6. Antibiotika 7. Obat non
antibiotika
Data Pemantauan 1. Waktu pemberian 2. Dosis pemberian 3. Obat lain yang
digunakan bersamaan azitromisin
4. Efek samping
Data Kesembuhan 1. Keadaan tonsil 2. Warna tonsil 3. Warna
membran mukosa
4. Hasil swab dengan strep test
Data Biaya 1. Biaya
antibiotik 2. Biaya non-
antibiotik 3. Biaya
administrasi 4. Biaya dokter
25
Gambar 4.2. Alur Perlakuan Sampel
Pasien
Diperiksa oleh dokter anak “Y”
Diagnosa dengan strep test
Memenuhi kriteria inklusi
Pemantauan selama 3 hari
Hari ke-4 pasien datang untuk kontrol, diperiksa oleh dokter anak “Y” di apotek “X” Kota Denpasar
Hasil negatif
Keluar
Sembuh Tidak Sembuh
Tidak dapat dipantau
Keluar
Keluar
Tidak datang
Hasil positif
26
4.4.7 Pengumpulan dan Pengolahan Data
4.4.7.1 Pengumpulan data
7.1.1 Data Pemantauan Penggunaan Azitromisin
Tabel 3.1 Pemantauan Penggunaan Azitromisin
No. Identitas Pasien Pemantauan Hari 1-3
N U BB JK WP DP ES O M
Keterangan: N = Nama U = Umur BB = Berat Badan JK = Jenis Kelamin WP = Waktu Pemberian DP = Dosis Pemberian ES = Efek Samping
O = Obat lain yang digunakan bersamaan dengan azitromisin M = Makanan yang dikonsumsi bersamaan dengan azitromisin.
7.1.2 Data Efektifitas Terapi
Tabel 3.2 Perkembangan Pasien
No. Nama
Pasien
Parameter Kesimpulan
WMM WT KT HS S TS
Jumlah Pasien Sembuh Keterangan: WMM = Warna Membran Mukosa
WT = Warna Tonsil KT = Keadaan Tonsil HS =Hasil Swab dengan Strep Test
S = Sembuh TS = Tidak Sembuh
27
4.4.7.2 Data Biaya Pengobatan
Tabel 3.3 Biaya Pengobatan yang Dikeluarkan Pasien
No. Nama Pasien Biaya Langsung Biaya Tidak Langsung
D Ad AB NAB Transportasi
Jumlah
Keterangan: D = Biaya Dokter Ad = Biaya Administrasi AB = Biaya Antibiotika NAB = Biaya Non antibiotika
4.4.8. Pengolahan data
Data yang diperoleh pada lembar pengumpulan data dijelaskan secara
deskriptif kuantitatif dan dibandingkan dengan jurnal yang telah ada sebelumnya.
BAB V
HASIL PENELITIAN
Pada penelitian ini dilakukan pengambilan sampel pada pasien pediatrik
dengan faringitis. Pengambilan data dilakukan mulai Maret – Oktober 2012
Selama penelitian terdapat 102 pasien anak dengan faringitis dan berdasarkan
kriteria inklusi dan eksklusi diperoleh 13 pasien sebagai sampel penelitia di
Rumah Sakit Wangaya, Rumah Sakit Sanjiwani, Tempat Praktek dr S., dan
Tempat Praktek dr T. Penelitian ini merupakan Multi Center. Sebelum dilakukan
penelitian, telah dilakukan pertemuan mengenai batasan operasional yang
berkaitan dengan penelitian ini. Penelitian ini telah disetujui oleh Komite Etik
Rumah Sakit Sanglah – Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar Bali
dan mendapatkan persetujuan Laik Etik.
5.1 Hasil Pemeriksaan dengan Rapid Test Strep A
Selama penelitian didapatkan 102 pasien anak dengan faringitis yang
kemudian dilakukan pemeriksaan dengan Rapid Test Strep A. Hasil
pemeriksaannya dapat dilihat pada Tabel 4.1.
29
Tabel 5.1. Hasil Pemeriksaan dengan Rapid Test Strep A
Daerah Hasil Pemeriksaan dengan Rapid Test Strep A Positif Negatif
Denpasar 0 14 Gianyar 15 73 TOTAL 15 87 5.2 Karakteristik Sampel Penelitian
Data karakteristik pasien secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 5.2. Ringkasan data demografi 15 pasien berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi
Karakteristik Pasien Jumlah (orang) Jenis Kelamin Laki-laki
Perempuan
10
5
Usia 2
3
4
5 6
7 8
9 10
11 12
4
2
4
3 1
- -
1 -
- -
Berat Badan (kg) 11,0-15,0 15,1-20,0
20,1-25,0 25,0-30,0
6 4
3 2
30
5.3 Penggunaan Obat Pada Anak dengan Faringitis
Macam terapi obat yang digunakan pasien Faringitis sesuai dengan
manifestasi klinik yang dialami pasien tersebut. Banyaknya jenis obat yang
digunakan oleh pasien Faringitis berdasarkan indikasinya dapat dilihat pada tabel
4.3
Tabel 5.3 Penggunaan obat pada pasien Faringitis Steptococus A berdasarkan indikasinya.
Indikasi/kelas obat Jenis Frekuensi
Antibiotika Makrolida
Azithromicin
15
Analgesik-Antipiretik Nonopioid
Parasetamol
8
Nonsteroid (NSAIDs)
Ibuprofen
5
Antiinflamasi Steroid
Dexamethason
Batuk Mukolitik
Ambroxol
Bromhexin
8
2
Anti Tusif
Dextrometorphan
Pipazetate HCl
3
2
Sedasi Barbiturat
Phenobarbital
2
Vitamin Vitamin C 3
Muktivitamin 2
Perangsang nafsu makan Curcuma 2
31
Keterangan :
- setiap pasien dapat menerima lebih dari satu jenis obat. - Frekuensi menunjukkan banyaknya pasien yang menggunakan obat
tersebut.
5.4. Efektifitas Dosis Azithromycin yang Diberikan
Pasien mendapatkan regimen dosis yang bervariasi yaitu dalam rentang
29,09 – 30,51/mg kg BB hal ini terkait dengan pembulatan dalam mililiter (ml)
untuk kemudahan dalam pemberian sediaan syrup pada pasien, dimana dengan
dosis tersebut dapat memberikan hasil yang diharapkan (Tabel 4.5 dan 4.6.).
Tabel 5.4. Efektifitas Regimen Dosis Azithromicin yang Diterima Pasien
Identitas
Pasien
U BB Aturan pakai
Dosis
Padapasien
Dosis literatur
(30mg/kg BB maks 1500 mg)
Keterangan
mg/ kgBB (mg)
(ml) mg/
kg BB
(mg)
Ml Do E
A 2 11,0 Dosis tunggal*
29,09
(320)
8,00 30,00 8,25
(330)
< S
B 4 16,5 Dosis tunggal*
29,09
(480)
12,00 30,00 12,37
(495)
< S
C 4 16,0 Dosis tunggal*
30,00
(480)
12,00 30,00 12,00
(480)
= S
D 3 13,0 Dosis tunggal*
29,23
(380)
9,50 30,00 9,75
(390)
< S
E 9 28,5 Dosis tunggal*
29,47 21,00 30,00 21,37 < S
32
(840) (855)
F 2 12,0 Dosis tunggal*
30,00
(360)
9,00 30,00 9,00
(360)
= S
G 6 26,0 Dosis tunggal*
30,00
(780)
19,50 30,00 19,50
(780)
= S
H 5 24,0 Dosis tunggal*
30,00
(720)
18,00 30,00 18,00
(720)
= S
I 3 13,0 Dosis tunggal*
29,23
(380)
9,50 30,00 9,75
(390)
< S
J 5 23,0 Dosis tunggal*
29,57
(680)
17,00 30,00 17,25
(690)
< S
K 4 19,0 Dosis tunggal*
29,47
(560)
14,00 30,00 14,25
(570)
< S
L 2 11,8 Dosis tunggal*
30,51
(360)
9,00 30,00 8,85
(354)
= S
M 4 17,0 Dosis tunggal*
29,41
(500)
12,50 30,00 12,75
(510)
< S
N 5 25,0 Dosis tunggal*
29,60
(740)
18,50 30,00 18,75
(750)
< S
O 2 12,0 Dosis tunggal*
30,00
(360)
9,00 30,00 9,00
(360)
= S
Rentang dosis 29,09 -30,51 mg/kg BB
30 mg/ kg BB
Maks. 1500 mg
Total Pasien = :6
<: 9
15
33
Keterangan :
- U : umur (tahun) - BB : berat badan (kg) - * : dosis tunggal yaitu diberikan pada hari ke-0 - Do : dosis pasien dibandingkan dengan dosis pustaka - E: efektifitas
dosis regimen yang diberikan o > : lebih dari dosis pustaka S: Sembuh o = : dalam rentang terapi T : Tidak
Sembuh o < : kurang dari dosis pustaka
Tabel 5.5. Ringkasan Efektifitas Terapi yang Diterima Pasien dan Keluhan yang Dirasakan Pasien
No.
Identitas Pasien
Parameter Kesimpulan Keadaan saat pasien kontrol WT KT Sembuh
Tidak Sembuh
1. A
Hari 0
√ Hari
0 √
√
Panas, batuk dan sakit
tenggorokan pasien sudah hilang, pilek masih ada
namun sudah berkurang
Hari 3
- Hari
3 -
2. B
Hari 0
√ Hari
0 √
√
Batuk dan pilek pada pasien masih ada
namun sudah berkurang.
Pasien tidak lagi mengalami
gangguan makan.
Hari 3
- Hari
3 -
3. C
Hari 0
√ Hari
0 √
√ Tidak ada keluhan Hari
3 -
Hari 3
-
4. D Hari
0 √
Hari 0
√ √
Tidak ada keluhan
Hari - Hari -
34
3 3
5. E
Hari 0
√ Hari
0 √
√ Tidak ada keluhan Hari
3 -
Hari 3
-
6. F
Hari 0
√ Hari 0
√ √
Tidak ada keluhan Hari
3 -
Hari 3
-
7. G
Hari 0
√ Hari
0 √
√
Pilek pada pasien masih ada namun
sudah berkurang.
Keluhan panas dan batuk sudah
tidak ada.
Hari 3
- Hari
3 -
8. H
Hari 0
√ Hari
0 √
√ Tidak ada keluhan. Hari
3 -
Hari 3
-
Lanjutan -Tabel 5.5. Ringkasan Efektifitas Terapi yang Diterima Pasien dan Keluhan yang Dirasakan Pasien
No. Identitas Pasien
Parameter Kesimpulan Keadaan saat pasien kontrol WT KT Sembuh
Tidak Sembuh
9. I
Hari 0
√ Hari
0 √
√ Tidak ada keluhan Hari
3 -
Hari 3
-
10. J
Hari 0
√ Hari
0 √
√ Tidak ada keluhan Hari
3 -
Hari 3
-
11. K Hari
0 √
Hari 0
√ √ Tidak ada keluhan
35
Hari 3
- Hari
3 -
12. L
Hari 0
√ Hari
0 √
√ Tidak ada keluhan Hari
3 -
Hari 3
-
13. M
Hari 0
√ Hari
0 √
√ Tidak ada keluhan. Hari
3 -
Hari 3
-
14. N
Hari 0
√ Hari
0 √
√ Tidak ada keluhan Hari
3 -
Hari 3
-
15. O Hari
0 √
Hari 0
√ √ Pilek tetapi berkurang
5.5. Interaksi Obat
Tabel 5.6. Interaksi Obat selama Terapi pada Pasien Pediatrik Faringitis Steptococus A
No Interaksi Obat Keteranagn
1 Phenobarbital – Paracetamol
Menurunkan efektifitas dari paracetamol dan meningkatkan resiko hepatotoksik
2 Phenobarbital – Chlorpheniramine maletae
Meningkatkan efek CNS depresant
5.6. Penyakit yang menyertai
Hasil penelitian menunjukkan penyakit penyerta yang paling banyak
adalah pilek dengan jumlah pasien 7 orang. Penyakit penyerta pada pasien anak
dengan Faringitis dapat dilihat pada tabel 4.6.
36
Tabel 5.7. Macam Penyakit Penyerta Pada Pasien Faringitis Steptococus A
No. Macam penyakit penyerta Frekuensi Prosentasi (%)
1
2
Pilek
Sesak napas
7
1
Keterangan :
- Prosentase dihitung berdasarkan jumlah sampel penelitian yaitu 15 pasien.
5.7. Terapi untuk penyakit penyerta
5.7.1 Pilek
Tabel 5.8. Jenis Obat yang Digunakan untuk Indikasi Pilek
Indikasi/kelas obat Jenis Frekuensi
Nasal Congestion/ Adrenergic Agonist
Pseudoephedrine
4
Anti histamin Chlor Pheniramine Maleat
Triprolidine
4
1
5.7.2 Sesak napas
Tabel 5.9. Jenis Obat yang Digunakan untuk Indikasi Sesak Napas
Indikasi/kelas obat Jenis Frekuensi
Broncodilator/
Adrenergic Agonist
Terbutaline Sulfate
1
37
5.8 Efek samping Obat (ESO)
Tabel 5.10. Efek Samping Obat (ESO) Pada Pasien Faringitis Steptococus A
Jenis ESO Jumlah Pasien Obat penginduksi ESO
Diare 0 Azithromicin
Mual 0 Azithromicin
Muntah 0 Azithromicin
Abdominal Pain 0 Azithromicin
5.9 Biaya Tabel 5.11. Biaya Terkait dengan Terapi Pada Pasien Anak dengan Faringitis Steptococus A
Nama Biaya
Obat&peracikan Biaya
Dokter Biaya Strep
Test BIAYA
LANGSUNG Biaya
Transportasi Total
A 100.500 50.000 50.000 200.500 0 200.500 B 104.900 50.000 50.000 204.900 28.000 232.900 C 99.000 50.000 50.000 199.000 3.500 202.500 D 94.100 50.000 50.000 194.100 3.000 197.100 E 99.400 50.000 50.000 199.400 11.000 210.400 F 108.300 50.000 50.000 208.300 10.000 218.300 G 118.400 50.000 50.000 218.400 11.000 229.400 H 129.400 50.000 50.000 229.400 4.500 233.900 I 107.100 50.000 50.000 207.100 4.000 211.100 J 93.100 50.000 50.000 193.100 4.500 197.600 K 109.100 50.000 50.000 209.100 2.500 211.600 L 110.500 50.000 50.000 210.500 2.500 213.000 M 115.500 50.000 50.000 215.500 3.375 218.875 N 116.600 50.000 50.000 216.600 1.350 217.950
TOTAL 1.505.900 2.905.900 2.995.125 RATA-RATA 200.787 387.453 399.350
38
39
BAB VI
PEMBAHASAN
Faringitis dan tonsilitis akut merupakan awal keadaan infeksi dari ISPA.
Anak-anak usia 5 sampai 15 tahun merupakan usia yang paling rentan terinfeksi
penyakit faringitis (Dipiro, 2008). Steptococus grup A adalah bakteri yang paling
banyak ditemukan sebagai penyebab Faringitis (Malino, 2012; Casey and
Pichichero, 2005).
Penelitian ini merupakan Multi Center. Sebelum dilakukan penelitian,
telah dilakukan pertemuan mengenai batasan operasional yang berkaitan dengan
penelitian ini, sehingga didapatkan persepsi yang sama antar klinisi mengenai
penatalaksanaan terapi untuk pengobatan Faringitis pada anak.
Pada pengambilan data yang dilakukan pada bulan Maret-Oktober 2012,
terdapat 102 pasien anak dengan faringitis. Kultur dari swab tenggorokan adalah
gold standar dalam penegakan diagnosa faringitis akut Streptococcus grup A.
Namun, di Indonesia hal ini memerlukan waktu yang lam, terkait dengan
ketidaktersediaan fasilitas kesehatan dan biaya yang mahal (Malino, 2012).
Terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan
menggunakan diagnostik tes sesuai dengan Kriteria McIsaac dalam mendiagnosa
Group-A β-hemolytic Streptococcus (GABHS) pada anaka dengan akut faringitis
(sensitifitas 66,7%) atau menggunakan rapid test (RADT) dengan strep test pada
tenggorokan, dimana uji ini memiliki sensitifitas sebesar 90-95% (Malino, 2012;
Choby, 2009).
Pada keseluruhan 102 pasien dengan faringitis dilakukan pemeriksaan strep
test. Pada penelitian ini cukup sulit untuk mendapatkan pasien yang positif
terhadap step test. Hal ini mengingat prevalensi yang rendah dibandingkan data di
luar Indonesia tentang jumlah penderita faringitis yang disebabkan oleh
Steptococus grup A. Prevalensi bisa berbeda bedasarkan temapat dan periode
waktu. McIsaac menyebutkan insiden bahwa pada tahun 2000 di Canada adalah
17.0%, sedangkan pada tahun 2004 menjadi 29.0%. Jain menyatakan di India
tahun 2008 adalah 12.6% . Di Indonesia sendiri ditemukan bahwa insidennya
40
adalah relatif lebih rendah dibandingkan negara lain yaitu: Jakarta Pusat 6.1%,
Yogyakarta 10,2%, dan di Denpasar 7,9% (Malino, 2012; Pusponegoro HD., 2010;
Gitawati R, 2009; Jain, 2008; McIsaac, 2004; Ross, 1971).
Berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi diperoleh 13 pasien sebagai sampel
penelitia di Rumah Sakit Wangaya (Denpasar), Rumah Sakit Sanjiwani (Gianyar),
Tempat Praktek dr S (Denpasar)., dan Tempat Praktek dr T (Gianyar). Pada
penelitian ini ditemukan bahwa penderita faringitis akut yang disebabkan
Steptococus A adalah lebih banyak pada anak laki-laki (10 orang) dibandingkan
dengan anak perembuan (5 orang) yang ditunjukkan pada Tabel 4.2. Hal ini sama
dengan penelitian sebelumnya di Indonesia (Malino, 2012; Jurianti, 2008).
Namun pada beberpa penelitian lain menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
yang signifikan antara laki-laki dan perempuan terkait dengan insiden faringitis
akut yang disebabkan oleh GABHS (Steinhoff MC, 2004).
Pada penelitian ini, faringitis akut lebih banyak terjadi pada usia 2-5 tahun
(Tabel 4.2). Hal ini hampir sama dengan studi sebelumnya yang ada di denpasar
yaitu pada usia 3-6 tahum, dan di India, pada usia 4-6 tahun (Malino, 2012; Jain
2008). Pada penelitian lain menunjukkan bahwa Faringitis akut yang disebabkan
Steptococcus A dapat terjadi pada semua usis, terutama pada usia sekolah yaitu 5-
11 tahun. Hal ini kemungkinan resiko transmisi yang tinggi dari anak satu ke anak
yang lain (Steinhoff, 2004; Tanz, 2004)
Pasien anak dengan Faringitis Streptococcus A mendapatkan terapi
antibiotika yaitu Azithromycin dan obat simptomatis lain sesuai dengan
manifestasi kliniknya (Tabel 4.3), yaitu analgesik antipirek ( Paracetamol dan
Ibuprofen), antiinflmasi (Dexamethason), mukolitik (Ambroxol dan
Bromhexine), dan anti tusif (Dextromethorpan dan Pipazetate HCl), Sedatif
(Phenobarbital), dan Vitamin (Vitamin C tunggal dan Multivitamin). Pasien bisa
mendapatkan lebih dari satu macam obat sesuai dengan gejala yang diderita.
Frekuensi obat yang paling banyak digunakan adalah analgesik – antipiretik (13
dari 15 pasien). Hal ini sesuai dengan literatur bahwa panas dan riwayat terjadinya
panas lebih dari 38°C adalah gejala yang paling sering ditemui pada faringlitis
akut ( Malino, 2012; Tanz, 2004).
41
Pada terapi azithromicin, panduan pustaka dosis tunggal (single dose) yang
digunakan adalah sama dengan dosis tunggal pada anak dengan otitis media yaitu
30 mg/kg BB, maksimum 1500 g (Iannelli, 2008, Charles F.L, 2005). Pasien
mendapatkan terapi azithromicin pada hari ke-0. Pasien mendapatkan regimen
dosis yang bervariasi yaitu dalam rentang 29,09 – 30,51/mg kg BB hal ini terkait
dengan pembulatan dalam mili liter (ml) untuk kemudahan dalam pemberian
sediaan syrup pada pasien, dimana dengan dosis tersebut dapat memberikan hasil
yang diharapkan yaitu keseluruhan 15 pasien adalah sembuh yaitu warna
membran mukosa tidak merah, keadaan tonsil normal kembali yaitu tidak merah
dan tidak bengkak pada saat periksa kembali (check up) ke dokter pada hari ke-3
terapi (Tabel 4.5 dan 4.6.). Dosis yang kurang dari 30 mg/kg BB adalah pada 9
orang pasien, tetapi dosis yang diberikan pada pasien tersebut tetap memberikan
kesembuhan. Hal ini karena kemungkinan masih dalam rentang terapetik yang
diharapkan dalam mengeradikasi bakteri tersebut.
Disebukan bahwa parameter farmakokinetika dan farmakodinamika
(PKPD) yang efektif dalam mengeradikasi bakteri patogen adalah rasio 24-jam
AUC/MIC adalah 25 -30 (Craig, 2012,Kiffer, 2011). Azithromicin merupakan
antibiotik yang mempunyai sifat time-dependent killing dan prolong persistent
effects. Time dependent killing mengindikasikan bahwa konsentrasi yang terlalu
tinggi tidak dapat membunuh organisme lebih cepat, dan cara untuk
meningkatkan eradikasi duman adalah menjaga konsentrasi obat yang adekuat
pada daerah terinfeksi pada waktu yang lama, selain itu azithomicin mempunyai
efek persisten yang lama dimana dalapat menjaga durasi dari aktivitasnya,
sehingga AUC (Area Under Curve) adalah menjadi parameter yang berkorelasi
dengan efektifitasnya(Craig, 2012). Nilai MIC untuk Steptococus pyogenes yang
termasuk dalam Steptococus grup A yang merupakan bakteri penyebab
terbanyak untuk kasus tonsilopharingitis adalah dalam rentang 0,125 -2 g/ml
dengan MIC90 adalah 0,25 g/ml (Chifci, 2003). Sedangkan rentang nilai MIC
untuk Streptococus A pada pasien pediatrik dengan faringitis pada pasien ini
belum diketahui, demikian juga nilai rasio 24-jam AUC untuk populasi pasien ini
belum diketahui. Dari data klinis tersebut diatas dapat diketahui bahwa dalam
42
rentang dosis tunggal azithromicin29,09 – 30,51 mg/kg BB pasien menunjukkan
kesembuhan, hal ini kemungkinan dosis regimen tersebut masuk dalam rentang
rasio 24-jam AUC azithromicin/MIC Steptococus grup A adalah 25 -30 sehingga bisa
mengeradikasi bakteri Streptococus grup A.
Pada literatur disebutkan bahwa efek samping obat yang sering terjadi
akibat pemberian azithromicin adalah diare, mual, muntah, dan nyeri pada daerah
abdomen (Charles F.L, 2005). Pada sampel ini, tidak ditemukan efek samping
akibat penggunaan obat tersebut, dimana hal ini dilihat dari hasil pemantauan
keluhan dan gejala klinis yang dirasakan pasien dari hari ke-0 hingga hari ke-3
terapi.
Dalam analisa interaksi obat, terdapat dua interaksi yaitu antara
Paracetamol dengan Phenobarbital, dan Chlorpheniramine maleate (CTM) dengan
Phenobarbital. Pada interaksi antara paracetamol dengan phenobarbital,
disebutkan bahwa phenobarbital dapat meningkatkan metabolisme dari
paracetamol, dimana dapat menurunkan efektifitas dari paracetamol dan
meningkatkan resiko hepatotoksik. Hal ini terutama terjadi pada penggunaan
paracetamol dosis tinggi dan jangka lama. Pada penelitian ini, paracetamol hanya
dipaka jika perlu (jika panas), dalam rentang dosis standar, dan dalam jangka
waktu yang singkat. Meskipun demikian pada pasien yang menggunakan
kombinasi paracetamol dan phenobarbital, tetap dilakukan monitoring terapi
terhadap efektifitas paracetamol dan resiko terjadinya hepatotoksik (gejala antara
lain : mual, muntah, nyeri abdomen, kehilangan nafsu makan, diare, ras kelelahan,
lemah, jaundice, sklera mata kuning, kulit kekuningan, pembesaran liver,
abnormal test fungsi liver, pembengkakan pada kaki, peningkatan berat badan
akibat retensi air, perpanjangan waktu perdarahan). Pada pasien, dengan dosis
yang ada dapat menunjukkan efektifitas sebagai antipiretik dan dengan
pemeriksaan data klinik tidak ditemukan tanda-tanda hepatotoksik. Sedangkan
pada interaksi antara CTM dan penobarbital adalah efek CNS depresan dapat
meningkat dengan penggunaan kedua obat ini yang mempunyai efek yang sama.
Untuk itu perlu dilakukan monitoring terhadap efek yang tidak diinginkan antara
lain seperti : drowsiness, depresi saluran napas, dan lemah. Pada pemantauan
43
pada pasien yang menggunakan obat CTM dan phenobarbital, tidak menunjukkan
efek yang tidak diinginkan tersebut (Charles F.L, 2005).
Data biaya yang dikumpulkan dari seluruh sampel dalam penelitian ini
adalah meliputi biaya langsung yang maskudnya dalah biaya yang berkaitan
langsung dengan pengobatan yang meliputi: biaya azithromisin, biaya obat non
antibiotika baik racikan maupun dalam bentuk sediaan tunggal, biaya dokter,
biaya administrasi dan biaya alat strep test dan biaya tidak langusng yaitu biaya
yang dikeluarkan oleh pasien yang secara tidak langsung mempengaruhi biaya
untuk mencapai kesembuhan pasien faringitis. Dari data yang diperoleh
didapatkan bahwa biaya untuk obat dan peracikan yang tertinggi adalah sebesar
Rp. 129.400,00 dan yang terendah adalah Rp. 93.100,00. Biaya transportasi yang
dikeluarkan oleh pasien yang tertinggi adalah Rp 28.000,00 dangan jarak tempuh
terjauh yaitu berjarak 74 km dari rumah psien tersebut ke tempat praktek dokter,
terdapat pula satu pasien yang tidak perlu mengeluarkan biaya transport karena
letak rumah pasien tersebut di depan tempat praktek dokter sehingga biaya
transport yang dikeluarkan adalah Rp.0. Seluruh pasien tidak ada satupun yang
membayar biaya administrasi dan membayar dengan harga yang sama untuk biaya
dokter dan biaya alat strep test yang digunakan yaitu masing-masing sebesar
Rp.50.000, 00. Biaya langsung rata-rata yang dikeluarkan oleh pasien adalah
Rp.387.453,00 dan biaya tidak langsung rata-rata yang dikeluarkan oleh pasien
adalah Rp.399.350,00.
44
BAB VII
KESIMPULAN
1. Azithromicin diberikan dengan dosis tunggal dalam rentang dosis 29,09 –
30,51 mg/kg BB (diberikan pada hari ke-0), menunjukkan hasil yang
diharapkan yaitu keseluruhan 15 pasien adalah sembuh yaitu warna
membran mukosa tidak merah, keadaan tonsil normal kembali yaitu tidak
merah dan tidak bengkak pada saat periksa kembali (check up) ke dokter pada
hari ke-3 terapi; dan tidak ditemukan efek samping pada penggunaan
azitromicin tersebut pada keseluruhan pasien.
2. Biaya langsung rata-rata yang dikeluarkan oleh pasien adalah Rp.387.453,00
dan biaya tidak langsung rata-rata yang dikeluarkan oleh pasien adalah
Rp.399.350,00.
45
DAFTAR PUSTAKA
Adam, Goerge L.1997. Penyakit-penyakit Nasofaring dan Orofaring dalam: Boeis Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. EGC. Jakarta; 328-29.
Amrol, David. 2007. Single-dose azithromycin microsphere formulation: a novel delivery system for antibiotics. International Journal of Nanomedicine 2007: 2(1) 9–12 Anderson, Greg., et al. 2011. Diagnosis and Treatment of Respiratory Illness in Children and Adults, Third Edition/January 2011. Institute for Clinical Systems Improvement.
Babl, F. E., Pelton, S. I., Li, Z. 2002. Experimental Acute Otitis Media Due to Nontypeable Haemophilus influenzae: Comparison of High and Low Azithromycin Doses with Placebo. ANTIMICROBIAL AGENTS AND CHEMOTHERAPY, July 2002, p. 2194–2199 Vol. 46, No. 7
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2008. Informatorium Obat Nasional Indonesia 2008. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
Bootman, J. L., Townsend, R. J., McGhan, W. I. 1996. Principle of Pharmacoeconomics. Harvey Whitney Books Company, Cincinnati.
Brunton, Stephen and Pichichero, Michael. 2006. Considerations in the Use of Antibiotics for Streptococcal Pharyngitis. Available at : http://www.jfponline.com/uploadedFiles/Journal_Site_Files/Journal_of_Family_Practice/supplement_archive/JFPsuppl_GABHS.pdf. Opened : 14 desember 2011.
Casey, J. R. And Pichicchero, M. E. 2005. Higher Dosages of Azithromycin Are More Effective in Treatment of Group A Streptococcal Tonsillopharyngitis. Clinical Infectious Diseases 2005; 40:1748–55.
Choby, Beth. A. 2009. Diagnosis and Treatment of Streptococcal Pharyngitis. American Family Physician, Volume 79, Number 5. March 1, 2009
Dahlan, M. S. 2009. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel. Jakarta: Salemba Medika.
Departemen Kesehatan RI. 2005. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan. Jakarta : Departemen Kesehatan RI
Dipiro, J. T., R. L. Talbert, G. C. Yee, G. R. Matzke. B. G. Wells. L. M. Posey. 2008. Pharmacotherapy, A Pathophysiologic Approach 7th Edition. United States of America : The McGraw-Hill Companies, Inc.
46
Girard, D., Finegan, S. M., Dunne, M.W., Lame, M. E. 2005. Enhanced efficacy of single-dose versus multi-dose azithromycin regimens in preclinical infection models. Journal of Antimicrobial Chemotherapy (2005) 56, 365–371
Hagen, Philip T. 2002. MAYO CLINIC-Pedoman Perawatan Sendiri. PT Intisari Mediatama. Jakarta.
Handayani, R. S., Raharni., Gitawati, R. 2009. Persepsi Konsumen Apotek Terhadap Pelayanan Apotek Di Tiga Kota Di Indonesia. Makara, Kesehatan, Vol. 13, No. 1, Juni 2009: 22-26
Harrison, T. S. and Keam, S. J. 2007. Azithromycin Extended Release; A Review of its Use in the Treatment of Acute Bacterial Sinusitis and Community-Acquired Pneumonia in the US. Drugs 2007; 67 (5): 773-792 Adis Drug Evaluation 0012-6667/07/0005-0773/$49.95/0
Katzung, B. G. 2007. Farmakologi Dasar dan Klinik Buku I. Jakarta: Salemba Medika
Komite Medik RSUP Sanglah Denpasar. 2000. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Denpasar: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Lee D, and Bergman U. 2001. Pharmacoepidemiology Principles and Practice : Studies of Drug Utilization. New York : Mc Gram – Hill.
Liu, Ping., Allaudeen, H., Chandra, R., Philips, K., Jungnik, A., Breen, J. D., Sharma, A. 2007. Comparative Pharmacokinetics of Azithromycin in Serum and White Blood Cells of Healthy Subjects Receiving a Single-Dose Extended-Release Regimen versus a 3-Day Immediate-Release Regimen. ANTIMICROBIAL AGENTS AND CHEMOTHERAPY, Jan. 2007, p. 103–109; Vol. 51, No. 1
Mansjoer, A (ed). 1999. Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, dan Tenggorok: Tenggorok dalam: Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. FK UI. Jakarta; 118.
Merenstein, Gerald B., Kaplan, David W., Rosenberg, Adam A. 2002. Buku Pegangan Pediatrik. Penerbit Widya Medika. Jakarta.
Moffat, A. C., Osselton, M. D., Widdop, B. 2005. Clarke’s Analysis of Drugs and Poisons. Pharmaceutical Press.
Muntcler, Ernest. 1999. Dinamika Obat Edisi Kelima. Penerbit ITB. Bandung
Murphy, T.p., R.V. Harrison., A.J. Hammoud., G. Yen. 2006. Phyringitis. University of Michigan Health System; Guidline for Clinical Care. Available at : http://cme.med.umich.edu/pdf/guideline/phayrn07.pdf. Opened : September 2011.
Neal, M. J. 2006. At a Glance, Farmakologi Medis Edisi Kelima. Penerbit Erlangga. Jakarta
47
Rovers, J. P., J. D. Currie, H. P. Hagel, R. P. McDonough, dan J. L. Sobotka. 2003. A Practical Guide to Pharmaceutical Care 2nd Edition. Washington: American Pharmaceutical Association.
Sastroasmoro, S. dan S. Ismael. 2002. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: CV. Sagung Seto.
Schmidtz, G., Lepper, H., Heidrich, M. 2009. Farmakologi dan Toksikologi Edisi 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Siswandono dan B. Soekardjo. 2008. Kimia Medisinal 2. Surabaya: Airlangga University Press.
Sukandar, E. Y., Retnosari, A., Joseph, I. S., Adnyana, I. K., Setiadi, A. A. P., Kusnandar. 2009. ISO Farmakoterapi. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan
Tjay, T.H., K. Rahardja. 2002. Obat-obat Penting: Khasiat, Penggunaan, dan Efek-efek Sampingnya, Edisi Ke Enam. PT Elex Media Komputindo, Jakarta.
Wahyuno, D., I. Hapsari., I.W.B. Astuti. 2008. Pola pengobatan infeksi saluran pernapasan akut anak usia bawah lima tahun (balita) rawat jalan di Puskesmas I Purwareja Klampok Kabupaten Banjarnegara tahun 2004. Majalah Farmasi Indonesia, 19(1), 2008.
World Health Organization. 1987. The Rational Use of Drugs, Report of the Conference of Experts, Geneva. Geneva: World Health Organization
48
LAMPIRAN 1
PERSONALIA PENELITIAN
1. Ketua Peneliti a. Nama lengkap dan gelar
b. Pangkat/Gol/NIP c. Jabatan fungsional d. Jabatan struktural e. Fakultas f. Perguruan Tinggi g. Bidang Keahlian h. Waktu untuk penelitian
ini
: Rini Noviyani, S.Si., M.Si., Apt : IIIb/ Asisten Ahli/ 197711042008122001 : - : - : MIPA : Universitas Udayana : Farmasi Klinik dan komunitas : 8 jam / minggu
2. Anggota Peneliti I a. Nama lengkap dan gelar
b. Pangkat/Gol/NIP c. Jabatan fungsional d. Jabatan struktural e. Fakultas f. Perguruan Tinggi g. Bidang Keahlian h. Waktu untuk penelitian
ini
: Rasmaya Niruri, S.Si.,M.Farm.Klin.,Apt :AssistenAhli/IIIB/197805282006042001
: - : MIPA : Universitas Udayana : Farmasi klinik dan komunitas : 8 jam / minggu
LAMPIRAN 2 PERKIRAAN DANA PENELITIAN
NO DESKRIPSI BIAYA
1. Bahan dan Alat Penelitian
1.Rapid Strep Test 100x25000
2.Azithromycin merk X SD 30x100.000
3.ATK
4.Penggandaan Rekam Medis
Rp. 2.500.000,00
Rp. 3.000.000,00
Rp. 300.000,00
Rp. 100.000,00
2. Akomodasi Rp. 200.000,00
3. Laporan Penelitian
Pengolahan Data
Sewa komputer
Penggandaan Laporan
Rp. 500.000,00
Rp. 300.000,00
Rp. 200.000,00
4. Seminar
Biaya penyelenggaraan Seminar (konsumsi)
Perlengkapan Seminar
Rp. 200.000,00
Rp. 200.000,00
TOTAL BIAYA Rp. 7.500.000,00
49
LAMPIRAN 3
JADWAL PELAKSANAAN
No Jenis Kegiatan Feb Mar
. Apr Mei Jun Jul Agus Sept. Okt
. Nov Des.
1
Penjajakan dan perijinan dengan Dokter Spesialis Anak untuk terlibat dalam penelitian ini
X
2 Pembuatan surat kerjasama dokter anak
X
3 Studi pendahuluan X 4 Pembuatan proposal X 5 Pendefinisian jumlah
sampel X
6 Penentuan pengambilan sampel
X
7 Pengambilan data X X X 8 Evaluasi data yang
diperoleh X
9 Analisis data X 10 Penyusunan laporan X 11 Publikasi dan seminar X
50
CURRICULUM VITAE
A. Kepala Proyek
A.1
Nama lengkap dan gelar
Tempat/Tanggal Lahir
NIP
Jabatan /
Pangkat/Golongan
Institusi
Bidang Keahlian
:
:
:
:
:
:
Rini Noviyani, S.Si., M.Si., Apt
Semarang / 4 November 1977
197711042008122001
Asisten Ahli/Penata Muda Tk. I / IIIb
Jurusan Farmasi, F. MIPA UNUD
Farmasi Klinik
A.2. Pendidikan Universitas / Institusi, Lokasi
Gelar Tahun Selesai Bidang Studi
Universitas Surabaya/ Surabaya
Sarjana Sains (S.Si)
2000 Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya/ Surabaya
Apoteker (Apt)
2001 Apoteker
Universitas Gadjah Mada/ Farmasi, Yogyakarta
Magister Sains (M.Si)
2002 Manajemen Farmasi Rumah Sakit
A.3. Publikasi
1 Pola Persepan Antibiotika Diare di Apotek Kabupaten Blora
Peneliti Utama
2 Evaluasi Kualitas Pelayanan Apotek Kapal di Kecamatan Badung Kabupaten Mengwi Bali.
Keynote Speaker
Presentasi makalah bebas
3 Pola Penulisan Resep Pediatri di Apotek- Apotek Kota Denpasar
Peneliti Utama
DIPA 2010 /Konggres Nasional Ikatan Farmakologi
Indonesia(IKAFI), 29-31 Oktober 2010/ dan Presentasi
makalah Bebas
51
4 Studi Penggunaan Antibiotika Pada Peresepan Ibu Hamil Rawat Jalan di Rumah Sakit X kota Denpasar periode Januari – Desemeber 2010
Peneliti Utama
DIPA 2011/presentasi pada International conference on
pharmacy and advances pharmaceutical science, Juli
2011
5 Irasionalitas Peresepan
Sediaan Obat Oral Dokter
Spesialis Telinga, Hidung
dan Tenggorokan (THT) di
Sembilan Apotek Kota
Denpasar
Anggota DIPA 2011//presentasi pada International conference on
pharmacy and advances pharmaceutical science, Juli
2011
6 Studi Penggunaan Obat
Antituberkulosis pada
Pasien TB-HIV/AIDS Di
Ruang Rawat Inap Nusa
Indah RSUP Sanglah
Denpasar Tahun 2009
Penulis Kedua
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan vol
Bukit Jimbaran, 31 Oktober 2012
Kepala Proyek
Rini Noviyani, S.Si., M.Si., Apt 197711042008122001
52
CURRICULUM VITAE
ANGGOTA PENELITI
A.1 Nama lengkap dan gelar
Tempat/Tanggal Lahir
NIP
Jabatan / Pangkat/Golongan
Institusi
Bidang Keahlian
:
:
:
:
:
:
Rasmaya Niruri, S.Si.,M.FarmKlin.,Apt
Surakarta, 28 Mei 1978
197805282006042001
Assisten Ahli/III B
Jurusan Farmasi, F. MIPA UNUD
Farmasi Klinik
A.2. Pendidikan Universitas / Institusi, LoCulkasi
Gelar Tahun Selesai Bidang Studi
Universitas Airlangga/ Surabaya
S.Si 2000 Ilmu Farmasi
Universitas Airlangga/ Surabaya
Apoteker (Apt)
2001 Apoteker
Universitas Airlangga/ Surabaya
Magister Farmasi Klinis (M.FarmKlin)
2008 Farmasi Klinik
A.3. Publikasi
No. Judul Publikasi Peran Sumber dana/ Publikasi
1 Pemantauan Kadar Amikasin Dosis Sehari Sekali pad Pasien Luka Bakar ( Studi pada Pasien Luka Bakar di RSUD Dr Soetomo Surabaya)
Ketua Kalbe Farma 2011
2
Hasil Uji Resistensi Bakteri Terhadap Antibiotika di Laboratorium Prodia Januari 1st, 2007 – Juli 31st, 2009
Anggota Kongres Nasional Petri XVI 2010
53
3. Analisa Drug Realated Problem pada Pasien Hipertensi Gagal Ginjal di Rumah Sakit Pemerintah Umum Pusat, Denpasar, dengan menggunakan Data Retrospektif
Ketua DIPA 2008
4 Culture and Antibiotic Sensitivity in Prodia Laboratory, Denpasar, Bali June 1st 200, 20097 – December 31st 2007
Anggota ACCP (Asian Conference on Clinal Pharmacy) 2008
5 Stabilitas Fisika Kimia Infus Dektrose yang Dicampur dengan Injeksi Sodium Bicarbonate
Ketua Presentasi Makalah bebas
Bukit Jimbaran, 31 Oktober 2012
Anggota Peneliti
Rasmaya Niruri,
S.Si.,M.FarmKlin.,Apt
197805282006042001
54
CURRICULUM VITAE
Name dr. Tangking Widarsa, MPH
Occupation Lecturer at School of Public Health, Udayana University
Address PS IKM, Kampus Universitas Udayana, Jl Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia Tel/Fax. : (361) 701805
E-mail [email protected]
Educations 1. Medical Doctor at Udayana University, 1977.
2. Master of Public Health at Hawaii University, 1983.
Research experiences 1. PI: Survei Kesehatan Penduduk Migran yang tinggal di kawasan kumuh Kota Denpasar, Bali, 2010.
2. PI: Determinant Factors of Maternal Mortality: Case Study at Muntigunung Village, Karangasem, Bali, 2010..
3. Co Investigator: Pemberian ekstrak seredelai meningkatkan kadar serum feritin tikus, 2010.
4. PI: Identifikasi makanan permentasi yang berpotensi sebagai pengikat besi, 2009/2010.
5. PI: Study Benefit Monitoring and Evaluation Project DHS-1 Province of Bali, 2008.
6. Co Investigator: Sero Survei Ko-Infeksi HIV Pasien TB di Bali, tahun 2008.
7. PI: Feasibility study of Klungkung Hospital, 2007.
8. PI: Assessment for Upgrade the Hospital Status from Class C to Class B Klungkung Hospital, 2007.
9. PI: Survey on Achievement of “Bali Sehat 2005 Indicators”, 2005
10. PI: Survey on Bali Health Status, 2004
11. PI : Situation Analysis of Dengue at Badung District, Bali, 2003.
12. Co Investigator: Study of Effect 90 Iron Tablets to Hemoglobin and Erythrocyte Indexes Among Pregnant Women in Bali, 2003.
13. PI : Survey of Bali Base Line Data, 2002.
55
14. PI: Study of Maternal Mortality in Bali: Cohort Study, 1998 – 2000
15. PI : Survey Infertility of Eligible Couple in Bali, 1995.
16. Co Investigator: Study Qualitative of Sexual Risk Behaviors among Shipmen at Benoa Bali, 1993
17. PI: Study qualitative of Knowledge, Attitude and Risk Behaviors of Sexual Transmitted Diseases among Jawa-Bali Truck Drivers, 1992
18. Co Investigator: Study Qualitative of Sexual Risk Behaviors among Migrant Labor in Bali, 1992
19. Co Investigator: Survey of Acute Diarrhea in Lombok, 1992.
20. Co Investigator: Survey of Acute Diarrhea in Bali, 1990.
21. PI: Qualitative research on determinant factors related to community health cadre’s drop-out in Bali, 1986.
22. Co Investigator: Survey of Nutrition Profile of Children Under Five Year of Old in Bali, 1986.
Publications 1. Home Treatment of Acute Diarrhea in Bali, Indonesia. Published at Journal Diarrhea Diseases Research, Bangladesh, 1991.
2. Utilization Rate of Health Care Services among Kerambitan Health Insurance members 1992. Published at Udayana Medical Journal, July-October 1993.
3. Knowledge, Attitude, and Risk Behavior of Sexual Transmitted Diseases among Jawa-Bali Truck Drivers. Published at Journal Medica Indonesia, 1993.
4. Factors Associated with the Use of Oral Rehydration Solution Among Mothers in West Lombok, Indonesia. Published at Journal Diarrhea Disease Research, Bangladesh, 1994.
5. Development of Culturally Appropriate Educational Material to Improve Home Case Management of Diarrhea in Rural Lombok, Indonesia. Published at Journal Community Health Education, 1994.
6. Estimate number of infertile couple in Bali, 1996. Published at Indonesian Journal of Epidemiology, Volume 1, 1997.
7. Determinant factors of maternal death in Bali: Case-Control Study. Published at Udayana Medical Journal,
56
2000
Seminar and Workshop 1. Participant in The National Seminar on Urbanization and Health, Bali, 4 October 2010
2. Participant in The International Conference on Biotechnology for a Sustainable Future, Bali, 15-16 September 2009
3. Participant of Seminar on Health and Tourism. Bali, 2008
4. Participant at the workshop on Public Health Professional Education. Surabaya: January 22-23, 2008.
5. Poster presentation on Effect 90 iron tablets to index erythrocyte I Bali at the Indonesian Public Health Association Congress. Palembang, 2007
6. Participant of Seminar on the development of Health Financial Model for Bali. Denpasar, September 30, 2005.
Training and Short Course
1. Training “Skiled Consultant”, IAKMI: Bandung, August 1st and 2nd, 2010
2. Short Course on Hum Reduction to prevent HIV/AIDS among Drug User, Burnet Institute Melbourne: November 24th to December 6th, 2008
3. Training on Structural Equation Modeling at UNAIR, Surabaya, November 18th – 19th, 2007
4. Continuing Medical Education VIII: Pediatrics Sciences, Sanur, July 21th - 22th, 2007.
5. Training on writing course material. Unverity of Udayana, Denpasar, July 24th - 25th, 2007.
6. Continuing Medical Education XV: Internal Medicine, Sanur, September 15th -16th, 2007.
7. Training on Establishing an Effective Surveillance System for HIV/AIDS, University of Indonesia, Jakarta, March 23th - 27th, 1992
8. Summer Training/Research Seminar Program. Ann Arbor, Michigan, May 30th, 1986 – August 30th, 1986.