laporan akhir hibah penelitian dosen muda · jasa untuk para tenaga kerja usaha mikro dan kecil....
TRANSCRIPT
Kode/Nama Bidang Ilmu : 561/Ekonomi Pembangunan
LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN DOSEN MUDA
PENGARUH PEMBIAYAAN USAHA DARI LEMBAGA KREDIT MIKRO TERHADAP PERFORMA USAHA MIKRO DAN KECIL DI INDONESIA
TIM PENELITI
Ketua : Amrita Nugraheni Saraswaty, SE., M.Sc (NIDN: 0007078602)Anggota : I Wayan Sukadana, SE., M.S.E (NIDN: 0023038104)
Anak Agung Bagus Putu Widanta, SE., MSi (NIDN: 0013107704)
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNANFAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
November 2015
i
Kode/Nama Bidang Ilmu : 561/Ekonomi Pembangunan
USULAN HIBAH PENELITIAN DOSEN MUDA
PENGARUH PEMBIAYAAN USAHA DARI LEMBAGA KREDIT MIKRO TERHADAP PERFORMA USAHA MIKRO DAN KECIL DI INDONESIA
TIM PENELITI
Ketua : Amrita Nugraheni Saraswaty, SE., M.Sc (NIDN: 0007078602)Anggota : I Wayan Sukadana, SE., M.S.E (NIDN: 0023038104)
Anak Agung Bagus Putu Widanta, SE., MSi (NIDN: 0013107704)
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNANFAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
Februari 2015
ii
HALAMAN PENGESAHANHIBAH PENELITIAN DOSEN MUDA
Judul Penelitian : Pengaruh Pembiayaan Usaha Dari Lembaga Kredit Mikro Terhadap Performa Usaha Mikro Dan Kecil Di Indonesia
Bidang Ilmu : Ekonomi PembangunanKetua Penelitia. Nama Lengkap : Amrita Nugraheni Saraswaty, SE., M.Scb. NIP/NIDN : 19860702 201012 2 004 / 0002078602c. Pangkat/Gol : Penata Muda Tk. I / IIIbd. Jabatan Fungsional/Struktural : Asisten Ahli e. Pengalaman Penelitian : (Terlampir dalam CV)f. Program Studi/Jurusan : Ekonomi Pembangunang. Fakultas : Ekonomi dan Bisnish. Alamat Rumah/HP : Jl. Kebo Iwa Gg. Danau Beratan No.1, Umaanyar
Ubung - Denpasari. E-Mail : [email protected] Tim Peneliti : 3 (tiga) OrangPembimbinga. Nama Lengkap : Dr. I Gusti Wayan Murjana Yasa, SE.,MSib. NIP/NIDN : 19570727 198403 1 005 / 0027075708c. Pangkat/Gol : Pembina Tk. I / IVbd. Jabatan Fungsional/Struktural : Lektor Kepalae. Pengalaman Penelitian : (Terlampir dalam CV)f. Program Studi/Jurusan : Ekonomi Pembangunang. Fakultas : Ekonomi dan BisnisLokasi Penelitian : IndonesiaJangka Waktu Penelitian : 1 (Satu) TahunBiaya Penelitian : Rp. 10.000.000,- (Sepuluh Juta Rupiah)
Mengetahui Denpasar, 30 November 2015Ketua Jurusan Ketua Peneliti
Ekonomi Pembangunan
Prof. Dr. Made Suyana Utama, SE., MS Amrita Nugraheni Saraswaty, SE., M.ScNIP: 19540429 198303 1 002 NIP: 19860702 201012 2 004
MengetahuiDekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Udayana
Prof. Dr. I Gusti Bagus Wiksuana, SE., MSNIP: 19610827 198601 1 001
iii
DAFTAR ISI
HalamanHalaman Sampul iHalaman Pengesahan iiDaftar Isi iiiRingkasan iv
BAB I PENDAHULUAN 11.1. Latar Belakang 11.2. Tujuan Penelitian 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 42.1. UMK (Usaha Mikro dan Kecil) 42.2. Struktur Pasar UMK 6
2.3. Lembaga Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank dalam UMK 7
2.4. Model Empiris untuk Evaluasi Kebijakan 13
BAB III METODE PENELITIAN 163.1. Lokasi Penelitian 163.2. Data 16
3.2.1. Bentuk Data 163.2.2. Metode Pendataan 16
3.3. Variabel Penelitian 173.3.1. Variabel Terikat 173.3.2. Variabel Bebas 17
3.4. Teknik Analisis Data 19
BAB IV PEMBAHASAN 214.1. Data Deskriptif 214.2. Model Econometric dan Hasil Estimasi 24
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 265.1. Kesimpulan 265.2. Saran 26
DAFTAR PUSTAKA 27
iv
RINGKASAN
Perkembangan industri kredit mikro di Indonesia telah memberikan kesempatan bagi rumah tangga, khususnya rumah tangga miskin, untuk memulai usaha atau untuk mengembangkan usaha mikro dan kecil. Berbagai kajian makro telah menyatakan keberhasilan usaha mikro dan kecil bertahan dari kerisis keuangan global, serta mampu menjadi penyelamat perekonomian dengan menyerap banyak tenaga kerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak dari kredit mikro yang dikucurkan oleh pihak lembaga keuangan baik bank maupun non-bank terhadap performa usaha mikro kecil. Performa usaha akan dilihat dari sisi pendapatan usaha dan besaran balas jasa untuk para tenaga kerja usaha mikro dan kecil. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah datamikro dari Survei Industri Mikro dan Kecil 2013 (Panel) dengan nomor ID 00-IMK-2013-M1-PANEL, dengan jumlah perusahaan adalah sebanyak 72.000 perusahaan. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Heckit.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Mubyarto (2005) menyatakan bahwa sistem ekonomi kerakyatan, dimana
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) adalah salah satu bentuknya, tidak
terpengaruh oleh krisis keuangan global, lebih-lebih menjadi penyelamat
perekonomian. Data tahun 2007, yaitu disaat krisis keuangan global melanda, UKM
menyumbang sebesar 53,60 persen Produk Domestik Bruto (PDB). Masih
berdasarkan data pada saat krisis keuangan, data menunjukkan dari 6,7 persen
pertumbuhan PDB pada tahun 2007, 2,42% bersumber dari Usaha Mikro dan Kecil
(UMK) dan 1,15% dari Usaha Menengah. Beberapa data tersebut menunjukkan
peranan UMKM sangat penting dalam penyelamatan perekonomian Indonesia dikala
krisis keuangan.
Terlepas dari semua peran penting UMKM dalam menjadi tulang punggung
perekonomian, terutama dalam masa-masa krisis keuangan, UMKM masih sangat
perlu pengembangan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) sampai dengan tahun 2012
menunjukkan bahwa terdapat 56.534.592 unit UMKM di Indonesia, dengan laju
pertumbuhan sebesar 2,41 persen pada tahun 2012. Pertumbuhan UMKM sejak era
reformasi memang memperlihatkan laju yang fluktuatif, namun sejak krisis keuangan
tahun 2007 laju pertumbuhan jumlah UMKM terus mengalami penurunan, dan
memiliki kecenderungan untuk terus mengalami penurunan. Berdasarakan literature
standar mikroekonomi, hal ini memang alamiah, diakibatkan oleh oleh struktur pasar
UMKM adalah berbentuk monopolistic competition. Dimana dalam bentuk struktur
pasar tersebut entry dan exit akan terjadi secara bersamaan. Semakin menurunnya
pertumbuhan menunjukkan kapasitas pasar yang sudah jemu dan mengakibatkan
jumlah exit yang semakin tinggi.
Industri mikro dan kecil (UMK) sangat berhasil dalam mendukung perbaikan
ekonomi terutama dari sisi penyerapan tenaga kerja, namun untuk peningkatan value-
added, industri kecil masih tertinggal jauh. Permasalahannya bukan hanya dalam
ukuran besar atau kecilnya perusahaan, namun pada kemampuannya dalam
meningkatkan value-added. Sesuai dengan berbagai laporan makro ekonomi, industri
mikro dan kecil mampu menyerap tenaga kerja mencapai tidak kurang dari 60 persen,
2
yang dikatakan mampu sebagai penyelamat perekonomin dikala krisis keuangan
melanda. Namun proporsi value-added nasional yang disumbangkan oleh industry
mikro dan kecil ini hanya mencapai 22 persen.
Selain pengembangan dari sisi internal UKM sendiri, pengembangan sisi
pendukung UKM seperti lembaga keuangan yang menyediakan sumber permodalan
juga perlu pengembangan. Mubyarto (2004) menyatakan sulitnya mengembangkan
Usaha Mikro adalah karena perbankan kurang memiliki insentive dan semangat untuk
menyalurkan kredit kepada Usaha Mikro. Perbankan lebih memilih untuk
menyalurkan kredit ke Usaha Besar karena masalah sulit untuk menemukenali bisnis
Usaha Mikro yang bankable. Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) juga
telah menyatakan bahwa salah satu faktor sulitnya UMKM berkembang adalah karena
akses terhadap kredit sangat mahal. Bunga kredit UMKM yang rata-rata mencapai 20
persen per tahun dirasa sangat tinggi jika dibandingkan dengan kredit kepemilikan
rumah yang hanya mencapai rata-rata 6 sampai 10 persen, kredit kepemilikan
kendaraan bermotor yang mencapai rata-rata 5 sampai 9 persen per tahun.
Seluruh ekonom di Indonesia pasti sepakat bahwa salah satu misi dari lembaga
keuangan adalah sebagai agent of development. Oleh karena itu, UMKM perlu
didukung dengan bantuan kredit, namun pertanyaanya kemudian adalah, apakah
kredit yang selama ini telah disalurkan sudah mampu meningkatkan performa
UMKM. Performa UMKM dapat dilihat dari berbagai hal, salah satunya adalah
peningkatan value added. Namun yang terpenting, dalam rangka menjadi agent of
development, kredit yang disalurkan oleh lembaga keuangan (perbankan maupun non
perbankan) mampu meningkatkan kesejahteraan para pelaku UMKM, baik itu pemilik
maupun pekerjanya.
Untuk mendesain kebijakan dalam hal pemberian bantuan keuangan perlu
dilakukan studi awal mengenai efektivitas skim-skim kredit yang telah diterima oleh
para pengusaha. BPS sejak tahun 2013 telah melakukan Survei Usaha Mkro dan
Kecil. Industri Mikro dan Kecil dipandang mempunyai peran yang sangat vital dalam
pembangunan ekonomi. Hal ini disebabkan intensitas tenaga kerja yang relatif lebih
tinggi dan jumlah investasi yang relatif kecil, maka usaha Industri Mikro dan Kecil
dapat lebih fleksibel dan beradaptasi terhadap perubahan pasar. Industri Mikro dan
Kecil tidak terlalu terpengaruh oleh tekanan eksternal, karena dapat tanggap
menangkap peluang untuk subsitusi impor dan meningkatkan (Supply) persediaan
domestik. Pengembangan IMK dapat memberikan kontribusi pada diversifikasi
3
industri dan percepatan perubahan struktur sebagai pra kondisi pertumbuhan ekonomi
jangka panjang yang stabil dan berkesinambungan. Oleh karena itu penelitian ini akan
lebih difokuskan pada analisis yang didasarkan pada UMK.
1.2. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dapat dirumuskan beberapa
tujuan penelitian adalah, melakukan estimasi apakah usaha mikro dan kecil (UMK)
yang menerima bantuan kredit dari lembaga keuangan memiliki performa yang
berbeda dengan UMK yang tidak.
4
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1. UMK (Usaha Mikro dan Kecil)
Berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Kecil,
Mikro dan Menengah, yang dimaksud dengan usaha mikro adalah usaha produktif
milik orang perorangan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha
mikro sebagai mana diatur dalam Undang-Undang ini. Adapun kriteria usaha Mikro
adalah sebagai berikut ini:
a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) dan tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha
b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah).
Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang
dilakukan atau dijalankan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau bukan cabang usaha yang dimiliki, dikuasai atau
menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau
usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagai mana disebutkan dalam
Undang-Undang ini. Kriteria dari usaha kecil menurut Undang-Undang Nomor 20
tahun 2008 ini adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) dan itu tidak termasuk tanah dan banguan tempat usaha
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp.300.000.000 (tiga ratus juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 2.500.000.000,00 (dua miliar lima
ratus juta rupiah).
Berdasarkan Undang-undang nomor. 20 tahun 2008 dalam pasal 6 disebutkan
bahwa Usaha Mikro, Kecil dan Menengah bertujuan untuk menumbuhkan dan
mengembangkan usahanya dalam rangka membangun perekonomian nasional
berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan. Guna pencapaian tujuan tersebut
usaha Mikro, Kecil dan Menengah ini berlandaskan atas asas kekeluargaan,
demokrasi ekonomi, kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan
lingkungan, kemandirian dan keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi
nasional. Tujuan dari pemberdayaan UMK ini adalah :
5
a. Mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang
dan berkeadilan
b. Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan UMK menjadi usaha yang
tanggguh dan mandiri, dalam artian UMK ini diharapkan agar dapat bersaing
dan bertahan di tengah persaingan global dan dapat mewujudkan
kemandiriannya sehingga dapat mendorong peningkatan kesejahteraan
masyarakat.
c. Meningkatkan peran UMK dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan
kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi dan pengentasan rakyat
dari kemiskinan. Maksudnya disini adalah dengan adanya UMK maka akan
terbuka lapangangan pekerjaan sehingga dapat mengurangi pengangguran.
Dengan terserapnya pengangguran ke dalam dunia kerja maka orang tersebut
akan memiliki pendapatan sehingga distribusi pendapatan akan menjadi lebih
merata, sehingga masyarakat dapat terbebas dari belenggu kemiskinan dan
pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut juga akan mengalami peningkatan
dan hal itu juha akan diikuti dengan peningkatan pembangunan daerah
tersebut. Sehingga UMK ini dikatakan memeiliki kontribusi yang sangat besar
terhadap pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah atau suatu negara.
Ketika terjadi krisis multidimensi pada tahun 1997-1998 usaha mikro dan kecil
ternyata mampu mempertahankan kelangsungan hidup dari usahanya, bahkan mampu
memainkan fungsi penyelamatan pada beberapa sub-sektor penyediaan. Adapun
alasan kenapa UMK ini dapat bertahan bahkan meningkat keberadaannya ditengah
terpaan badai krisis multidimensi ini adalah, pertama, sebagian besar UMK
memproduksi barang-barang konsumsi dan jasa-jasa dengan elastisitas permintaan
terhadap pendapatannya rendah. Kedua, sebagian besar UKM menggunakan dana
sendiri, sehingga pada saat terjadinya krisis ekonomi dan terjadi kenaikan suku bunga
tidak berpengaruh terhadap eksistensi UMK. Ketiga, dengan terjadinya krisis yang
berkepanjangan banyak sektor formal yang menghentikan pekerjaannya, dan para
pengangguran tersebut akan memasuki sektor informal dan berkecimpung kedalam
usaha mikro, kecil dan menegah,sehingga kuantitas UMK mengalami peningkatan
(Partomo dan Soejodono, 2004).
UMK merupakan kegiatan usaha yang diharapkan mampu memperluas
lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi secara luas kepada masyarakat
dan dapat berperan dalam poses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat,
6
mendorong pertumbuhan ekonomi dan berperan dalam mewujudkan stabilitas
nasional. Selain itu UMK merupakan salah satu dari pilar utama ekonomi nasional,
sehingga perlu mendapat perhatian yang lebih besar, dukungan, perlindungan dan
pengembangan yang seluas-luasnya sebagai wujud nyata keberpihakan yang tegas
kepada kelompok usaha ekonomi rakyat, tanpa mengabaikan peranan Usaha Busar
dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dalam perjalanannya, meskipun UMK
menunjukan kontribusinya yang besar terhadap perekonomian nasional, namun masih
mengalami berbagai hambatan dan kendala baik secara internal maupun eksternal,
dalam hal produksi, pegolahan, pemasaran, sumber daya manusia (SDM), desain dan
teknologi, permodalan dan iklim usaha.
2.2. Struktur Pasar UMK
UMK dengan karakteristiknya, struktur pasar UMK dipandang lebih cocok
untuk dikategorikan dalam pasar monopolistic. Menurut Mankiw (2012), pasar
persaingan monopolistik adalah struktur pasar dimana terdapat banyak perusahaan
menjual produk yang serupa tapi tidak sama atau terdiferensiasi. Dalam persaingan
pasar monopolistik setiap perusahaan memiliki monopoli atau produk yang dibuat,
tetapi banyak perusahaan lain membuat produk serupa yang bersaing untuk pelanggan
yang sama. Dalam Case dan Fair (2002:372) Persaingan Monopolistik adalah
struktur industri atau struktur pasar yang pada awalnya biasa terdapat di Amerika
Serikat dimana kekuatan pasar diperoleh dari prusahaan yang memproduksi produk
yang terdiferensiasi. Perusahaan baru dapat masuk dan perusahaan yang telah mapan
dapat keluar dari industri secara mudah. Industri persaingan monopolistik memiliki
ciri-ciri sebagai berikut: (a) jumlah perusahannnya besar, (b) tidak ada penghalang
masuk, (c) adanya diferensiasi produk.
Ciri yang membedakan antara persaingan monopolistik dengan monopoli serta
oligopoli adalah bahwa perusahaan yang menjadi pesaing monopolistik tidak dapat
mempengaruhi harga pasar hanya berdasarkan ukuran mereka. Namun perusahaan
dapat mengendalikan harga dalam persaingan monopolistic ini adalah dengan
membedakan produk mereka. Artinya, dengan memproduksi barang yang khas
(differensiasi product) atau membangun pencitraan tertentu maka perusahaan tersebut
akan dapat bersaing di kanca bisnis tersebut, karena tidak ada orang lain atau
perusahaan lain yang mampu memproduksi barang yang sama persis seperti yang kita
produksi.
7
Ciri yang membedakan antara persaingan monopolistik dan monopoli murni
adalah tersedia substitusi yang baik di industri yang persaingannya bersifat
monopolistik. Perusahaan- perusahaan dalam industri persaingan monopolistis adalah
relatif kecil dibandingkan dengan pasar total. Perusahaan baru dapat memasuki
industry tersebut untuk mengejar laba atau keuntungan dan tersedia banyak substitusi
atas produk yang di produksi oleh perusahaan tersebut. Perusahaan-perusahaan yang
terdapat dalam industri dengan persaingan monopolistik akan berusaha mendapatkan
kekuatan pasar dengan membedakan atau mendiferensiasi produk atau dengan
menciptakan identitas khas pada produk mereka di benak konsumen sasaran atau
masyarakat.
Menurut Mankiw (2012), harga di pasar yang kompetitif selalu sama dengan
biaya marginal produksi. Selain itu dalam jangka panjang keuntungan yang diperoleh
perusahaan adalah sama dengan nol, sehingga harga akan sama dengan biaya total
rata-rata. Perusahaan Monopoli justru akan berbuat sebaliknya, perusahaan jenis ini
akan menggunakan kekuatan pasar mereka untuk menjaga harga diatas biaya
marginal yang mengarah kea rah yang positif, yaitu perusahaan akan berusaha untuk
terus menaikan harga, bahkan melakukan diskriminasi harga untuk memaksimalisasi
keuntungannya sehingga dapat menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat.
Persaingan akan terjadi jika ada banyak perusahaan di pasar yang menawarkan
produk yang identik, tapi jika hanya ada satu perusahaan saja yang menguasai pasar
maka akan terjadi monopoli harga. Perusahan khas juga memiliki beberapa tingkat
kekuatan pasar, namun kekuatan pasarnya tidak begitu besar. Dengan kata lain,
banyak industry jatuh di suatu tempat antara kutub kasus persaingan sempurna dan
monopoli. Para ekonom menyebut situasi ini persaingan tidak sempurna.
2.3. Lembaga Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank dalam UMK
Berdasarkan Undang-Undang Nmor 20 Tahun 2008, dalam rangka
meningkatkan sumber pembiayaan UMK, pemerintah melakukan beberapa upaya
yaitu sebagai berikut:
a. Pengembangan sumber pembiayaan dari kredit perbankan dan
lembagakeuangan bukan bank
b. Pengembangan modal ventura
c. Pelembagaan terhadap transaksi anjak piutang
8
d. Peningkatan kerjasama antara usaha mikro dan usaha kecil melalui koperasi
simpan pinjam dan koperasi jasa keuangan konvensional dan syariah
e. Pengembangan sumber pembiayaan lain sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Berikut adalah lembaga-lembaga pembiayaan kredit baik dari perbankan maupun
bukan bank. Untuk bagian pertama akan dibahas mengenai pengertian, perinsip dan
peran bank umum dalam menunjang perkembangan usaha UMK.
1. Bank Umum
Bank Umum adalah bank yang yang melakukan kegiatan usahanya secara
konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran (Kasmir, 2013:32). Sifat jasa yang
diberikan adalah umum, dalam artian dapat memberikan seluruh jasa perbankan yang
ada dengan wilayah operasinya dapat meliputi seluruh wilayah. Sehubungan dengan
berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/22/PBI/2012 tentang pemberian
Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis dalam rangka
Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang diantaranya mengatur
tentang kewajiban Bank umum untuk menyalurkan dananya dalam bentuk kredit atau
pembiayaan UMKM, perluasan bentuk dan penerima bantuan teknis dari Bank
Indonesia, serta pengenaan sanksi apabila Bank Umum tidak mencapai rasio
pemberian kredit atau pembiayaanUMKM yang ditetapkan, maka ketentuan
pelaksanaanya telah diatur dengan tegas. Pokok-pokok pengaturan Surat Edaran
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Secara umum SE ini mengatur tentang:
a. Penyampaian rencana pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM
b. Tata cara perhitungan dan pemantauan atas pencapaian rasio
pemberian kredit atau pembiayaan UMKM termasuk untuk kantor
cabang Bank Asia dan Bank Campuran
c. Pelaksanaan pola kerjasama dalam pemberian Kredit atau Pembiayaan
UMKM
d. Kriteria dan tata cara pengajuan permohonanbantuan teknis Bank
Indonesia
e. Tatacara publikasi atas pencapaian pemberian kredit atau pembiayaan
UMKM
f. Kriteria dan tata cara penilaian dalam jangka pemberian penghargaan
9
g. Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban pelatihan kepada pelaku
UMKM oleh Bank Umum, apabila Bank Umum tidak mencapai
realisasi kredit/pembiayaan UMKM sesuai rasio yang ditetapkan
h. Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban pelatihan kepada pelaku
UMKM oleh Bank Umum, apabila Bank Umum tidak mencapai
realisasi kredit/pembiayaan UMKM sesuai rasio yang ditetapkan
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban pelatihan kepada pelaku UMKM
oleh Bank Umum, apabila Bank Umum tidak mencapai realisasi kredit atau
pembiayaan UMKM sesuai rasio yang ditetapkan Kewajiban bank untuk
menyusun dan menyampaikan rencana pemberian Kredit atau Pembiayaan
UMKM yang merupakan bagian dari Rencana Bisnis Bank (RBB) dengan
rasio sesuai dengan tahap yang telah ditetapkan, adalah sebagai berikut:
a. tahun 2013 dan 2014: sesuai kemampuan bank umum;
b. tahun 2015: paling rendah 5% (lima persen);
c. tahun 2016: paling rendah 10% (sepuluh persen);
d. tahun 2017: paling rendah 15% (lima belas persen); dan
e. tahun 2018 dan seterusnya: paling rendah 20% (dua puluh persen).
3. Cara menghitung pencapaian rasio pemberian kredit atau Pembiayaan UMKM
secara gabungan untuk seluruh kantor bank umum di dalam negeri posisi akhir
bulan Desember:
4. Yang dimaksud dengan total Kredit atau Pembiayaan UMKM adalah jumlah
baki debet Kredit atau Pembiayaan UMKM dalam Rupiah dan valuta asing.
5. Pola kerjasama pemberian kredit atau pembiayaan UMKM
a. Dalam pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM, Bank Umum dapat
melakukan kerjasama dengan lembaga keuangan tertentu, yaitu: BPR,
BPRS, dan/atau Lembaga Keuangan Non Bank lainnya. Pengertian
Lembaga Keuangan Non Bank lainnya adalah sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai pedoman
penyusunan laporan bulanan bank umum, yaitu Koperasi Simpan
10
Pinjam, Baitul Maal Wa Tamwil dan lembaga-lembaga lainnya yang
dapat dipersamakan dengan itu.
b. Kerjasama pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM dapat
dilakukan dengan pola executing, pola channeling, dan pola
pembiayaan bersama (sindikasi). Khusus untuk pola executing, dalam
rangka memastikan penyaluran dana kepada UMKM, Bank Umum
membuat Perjanjian Kerjasama dengan lembaga keuangan dimaksud
dan melaporkan realisasi penyaluran dana pola executing secara
triwulanan kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 10 (sepuluh)
hari kerja setelah triwulan bersangkutan.
6. Ketentuan terkait bantuan teknis Bank Indonesia
a. Bantuan teknis yang diberikan meliputi: penelitian, pelatihan,
penyediaan informasi dan/atau fasilitasi. Dalam SE dijelaskan tujuan,
format, dan topik dari masing-masing kegiatan bantuan teknis,serta
kriteria penerima pelatihan/fasilitasi.
b. Biaya pelaksanaan bantuan teknis
i. Biaya pelaksanaan bantuan teknis bagi Bank Umum, BPR,
Lembaga Pembiayaan UMKM, Lembaga Penyedia Jasa, dan
UMKM untuk kegiatan penyediaan informasi, pelatihan dan
fasilitasi.
ii. Biaya pelaksanaan bantuan teknis dalam rangka kerjasama
Bank Indonesia dengan kementerian, dinas terkait, lembaga
domestik, atau lembaga internasional diatur sesuai dengan
kesepakatan para pihak.
7. Bank Indonesia mempublikasikan peringkat pencapaian rasio Kredit atau
Pembiayaan UMKM terhadap total Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum
dalam website Bank Indonesia dan secara berkala memberikan penghargaan
kepada Bank Umum yang berhasil menyalurkan Kredit atau Pembiayaan
UMKM yang memenuhi kriteria yang ditetapkan.
8. Pelatihan kepada pelaku UMKM oleh Bank Umum
a. Bank Umum yang tidak mencapai realisasi Kredit atau Pembiayaan
UMKM sesuai rasio yang ditetapkan, wajib menyelenggarakan
pelatihan kepada pelaku UMKM yang tidak sedang dan/atau belum
pernah mendapatkan Kredit atau Pembiayaan UMKM. Kewajiban ini
11
mulai berlaku untuk pencapaian rasio pemberian Kredit atau
Pembiayaan UMKM pada tahun 2015.
b. Jumlah dana yang dialokasikan dalam rangka pelatihan dimaksud
adalah minimal sebesar 2% (dua persen) yang dihitung dari selisih
antara kewajiban pencapaian rasio Kredit atau Pembiayaan UMKM
dikurangi dengan realisasi pencapaian rasio Kredit atau Pembiayaan
UMKM pada setiap akhir tahun berjalan, dengan jumlah maksimal
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah).
c. Pelatihan kepada UMKM dilakukan dan dilaporkan kepada Bank
Indonesia paling lambat pada tanggal 30 September.
9. Pengenaan sanksi kepada:
a. Bank Umum yang melanggar ketentuan mengenai pentahapan
pencapaian rasio pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM.
b. Bank Umum yang tidak melaksanakan kewajiban untuk
menyelenggarakan pelatihan kepada pelaku UMKM.
c. Kantor cabang bank yang berkedudukan di luar negeri dan Bank
Campuran yang memberikan Kredit atau Pembiayaan UMKM melalui
kerjasama pola channeling dan/atau pembiayaan bersama (sindikasi).
10. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak 29 Agustus 2013.
Dengan dikeluarkannya surat edaran ini maka prosedur dalam hal perolehan
dana untuk usaha rakyat UKM ini akan menjadi lebih sederhana dan mudah, sehingga
keberadaan UMK di masyarakat ini diharapkan akan lebih mampu menciptakan iklim
usaha yang lebih kondusif dan dapat menyerap tenaga kerja yang lebih besar sehingga
pengngguran akan berkurang dan distribusi pendapatan juga akan lebih merata.
Seiring dengan hal tersebut maka diharapkan pertumbuhan ekonomi di wilayah atau
Negara tersebut juga akan meningkat.
2. BPR
BPR adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensioanal atau
berdasarkan prinsipsyariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran (Kasmir, 2013:33). Artinya, jika dibandingkan dengan Bank
Umum kegiatan BPR jauh lebih sempit. BPR adalah lembaga keuamgan mikro yang
paling dekat dengan pihak pengusaha mikro, kecil dan menengahdan memberikan
kontribusi yang sangat besar dalam meklakukan pembiayaan usaha mikro, kecil dan
12
menengah. Dalam melakukan penyaluran kredit BPR masih mempertimbangkan
produktivitas dalam pembiayaannya, sehingga ada kecenderungan untuk
menggerakan sektor-sektor produktif menjadi lebih baik dibandingkan bank-bank
lainnya.Kecenderungan BPR menyalurkan kreditnya pada pembiayaan modal kerja
dengan mengambil pola waktu yang lebih pendek, sehingga kredit dapat lebih cepat
selesai. Dan untuk kredit investasi, karena jangka waktunya relative panjang BPR
kurang tertarik untuk menyalurkannya (Eka Artika, 2010).
Sesuai dengan karakteristik dan cakupan wilayah kerjanya BPR memiliki peranan
yang besar untuk memjukan ekonomi masyarakat daerah. BPR akan menghimpun
dana dari masyarakat setempt, kemudian dana tersebut akan disalurkan kembali
kepada masyarakat setempat yang membutuhkan dana atau bantuan modal untuk
berbagai keperluan yang secara langsung maupun tidak langsung berdampak pada
peningkatan aktivitas ekonomi, khusunya UMK.
Lembaga keuangan bukan bank juga memiliki peranan yang sangat penting
dalam menunjang perkembangan usaha UMK beberapa bentuk lembaga keuangan
bukan bank tersebut dijelaskan lebih lanjut berikut ini.
1. Koperasi
Koperasi adalah suatu bentuk badan usaha yang beranggotakan orang atau
badan hukum yang berlandaskan pada asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
Kegiatan usaha koperasi adalah penjabaran dari UUD 1945 pasal 33 ayat (1), dimana
disebutkan koperasi berkedudukan sebagai soko guru perekonomian nasional dan
sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sistem perekonomian nasional.
Sebagai salah satu pelakuekonomi, koperasi merupakan suatu organisasi
ekonomi yang berusaha menggerakan potensi sumber daya ekonomi yang terbatas
dan dalam pengembangan koperasi tersebut haruslah mengutamakan kepentingan
anggota sehingga koperasi diharapkan mampu bekerja secara efisien dan mengikuti
prinsip-prinsip koperasi serta kaidah-kaidah ekonomi yang berlaku di masyarakat.
Keberadaan koperasi ini sangat mendukung keberadaan UMKM. Hal ini karena
koperasi dapat bekerja sama dengan UMKM, yaitu ketika sesorang ingin membuka
usaha dan belum memiliki modal, maka orang tersebut dapat meminjam modal
kepada koperasi.
2. Modal Ventura
13
Perusahan Modal ventura adalah badan usaha yang melakukan kegiatan
pembiayaan dalam bentuk penyediaan modal ke dalam suatu perusahaan pasangan
perusahaan pada jangka waktu tertentu. Di Indonesia, peran modal ventura dalam
melakukan pembiayaan kepada UMK tidak bisa dilepaskan dari orientasi modal
ventura sebagai lembaga pembiayaan pembangunan(development financing
institusion) yang menerapkan pembiayaan dengan tetap memperhatikan prosedur dan
cara berusaha yang sehat. Peran lain dari perusahaan modal ventura ini adalah
membina UKM yang belum menjadi Bankable atau belum layak mendapat kredit.
3. Anjak Piutanag
Perusahaan anjak piutang dapat didefinisikan seabagai suatu kontrak dimana
perusahaan anjak piutang akan menyediakan jasa seperti jasa pembiayaan, jasa
pembukuan, jasa penagihan piutang dan jasa perlindungan terhadap resiko kredit dan
untuk itu klien berkewajiban secara terus menerus menjual atau menjaminkan piutang
yang berassal dari penjualan barang-barang atau pemberian jasa-jasa kepada
perusahaan anjak piutang. Anjak piutang adalah salah satu lembaga keuangan
alternative permodalan bagi UMK di Indonesia. Dalam perusahaan anjak piutang
ditawarkan pembiayaan jangka pendekyang diperoleh dari pengalihan perusahaan atas
piutang debitur kepada perusahaan anjak piutang. Sehingga dengan demikian UMK
dapat mengetahuiaspek mekanisme transaksi anjak piutang.
Manfaat mekanisme anjak piutang adalah dapat memanfaatkan piutang usaha
(account receivables) untuk memperoleh fasilitas pembiayaan dari perusahaan anjak
piutang, dimana dana yang diperoleh dapat berguna untuk mengatasi cashflow
mismatch karena membesarnya kebutuhan modal kerja. Permodalan dengan anjak
piutang juga dapat meningkatkan efisiensi dalam penagihan dan administrasi piutang
karena perusahaan anjak piutang juga melayani credit management. Dengan anjak
piutang UMK tidak hanya dapat permodalan dari penjualan piutangnya tetapi juga
mendapat factoring yang dapat digunakan untuk transaksi ekpor dan impor tanpa
enggunakan L/C, sehingga UMK dapat memperluas pangsa pasarnya hingga ke dunia
internasional.
2.4. Model Empiris untuk Evaluasi Kebijakan
Lindauer, Pritchestt, Rodrik dan Eckaus (2002), menuliskan sebuah judul
untuk sub bab tulisannya dengan judul “an obituary of growth regression”. Tulisan
14
ini mengkritik econometrics yang digunakan sebagai alat analisa ekonomi
pembangunan khususnya pertumbuhan ekonomi yang tidak memberikan acuan jelas
dalam pembuatan kebijakan aksi setelah analisa dilakukan. Econometrics dianggap
hanya sebagai analisa di atas kertas tanpa ada aksi lanjutan di lapangan.
Tahun 2003 di Massachusetts Institute of Technology (MIT) dibentuklah
sebuah laboratorium oleh tiga orang professor ekonomi yaitu Abhijit Banerjee, Esther
Duflo, dan Sendhil Mullainathan. Laboratorium ini kemudian (tahun 2005) diberi
nama Abdul Latief Jameel Poverty Lab atau lebih dikenal dengan J-PAL. J-PAL
memiliki slogan “transferring research into action” yang memiliki tujuan untuk
memberikan petunjuk yang lebih jelas dan tegas serta berdasarkan kaedah-kaedah
akademis kepada para pemegang kepentingan dalam rangka pemberantasan
kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi. J-PAL menggunakan metode eksperimen
seperti yang digunakan pada analisa-analisa kedokteran atau biologi, metode tersebut
adalah randomize evaluation method (RE). Metode ini dianggap metode yang paling
sukses untuk mencari kebijakan yang paling tepat untuk diberikan kepada objek
penelitian (masyarakat miskin) dalam rangka menyelesaikan permasalahan dasar yang
dihadapi objek penelitian.
Experimental Economics dengan metode RE bukannya tanpa kritik, adalah
Deaton (2009) dan Rodrik (2010), yang mengkritik mengenai ekstelnal validitas dari
analisa RE. RE dianggap kurang dapat digunakan untuk mendesain sebuah kebijakan
yang lebih umum oleh karena sifatnya yang hanya menganalisa Local Average
Treatment Effect (LATE). Namun Easterly dan Cohen (2010), tetap menyatakan
bahwa analisa eksperimental dengan metode RE memberikan harapan yang lebih
cerah terhadap analisa kebijakan ekonomi pembangunan dibandingkan dengan analisa
“regressi” yang telah memberikan kekecewaan selama enam puluh tahun terhadap
analisa ekonomi pembangunan.
Angrist dan Pischke (2008) menyatakan bahwa pada era yang memiliki
paradigma eksperimen sekarang ini, teknik yang sering digunakan untuk
mencari jawaban-jawaban pertanyaan hubungan kausal adalah; linier regression
untuk statistical control, metode Instrumental Variables (IV) untuk analisis dada
natural experiments, dan metode differences-in-differences (DID) untuk
menganalisa dampak dari kebijakan. Metode-metode dasar ini dianggap cukup
mampu untuk membuat data “berbicara” mengenai apa yang terjadi pada
15
kehidupan social ekonomi masyarakat. Hal ini juga mengisyaratkan kepada para
mahasiswa atau peneliti dibidang ekonomi bahwa yang terpenting adalah hasil
dari analisis ekonometrika dapat diaplikasikan sebagai sebuah kebijakan yang
dapat direalisasikan, baik sebagai sebuah pilot project (eksperimen) atau
kebijakan yang lebih luas oleh pemerintah.
Microeconometrics yang memfokuskan diri pada analisa data-data pada
tingkat individu juga harus diperkaya dengan variable-variabel kebijakan.
Experimental economics yang banyak menganalisa dan menemukan kebijakan-
kebijakan yang tepat untuk penanggulangan kemiskinan, permasalahan UMK,
pertumbuhan ekonomi dan lain sebagainya dapat dijadikan sebagai pokok
permasalahan dalam analisa microeconometrics. Cameron dan Trivedi (2005)
menyatakan bahwa microeconometrics akan menjadi lebih menarik dan berguna
dengan adanya data-data dari social experiments atau natural experiments.
16
BAB IIIMETODE PENELITIAN
3.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini menggunakan data datamikro dari Survei Industri Mikro dan
Kecil 2013 yang merekam data pengusaha mikro dan kecil di seluruh Indonesia. Oleh
karena itu lokasi penelitian adalah di Indonesia. Lokasi ini dipilih karena penelitian
ini ingin memberikan suatu kontribusi dalam evaluasi kredit yang dikeluarkan oleh
lembaga keuangan bank maupaun non-bank kepada UMK di Indonesia. Mengingat
penelitian ini adalah bertujuan untuk memberikan kontribusi pada analisis dampak
sebuah skim kredit terhadap performa usaha UMK yang hasilnya dapat dijadikan
dasar dalam evaluasi kebijakan mengenai kredit UMK atau pembentukan kebijakan
baru pada nantinnya, dan sebagaimana kita ketahui bahwa kebijakan UMK dan
kebijakan yang berkaitan dengan lembaga pembiayaan (bank maupun non-bank)
adalah merupakan kebijakan nasional, maka diperlukanlah analisis yang memiliki
tingkat nasional pula.
3.2. Data
3.2.1. Bentuk Data
Penelitian ini menggunakan datamikro dari Survei Industri Mikro dan Kecil
2013 (Panel) dengan nomor ID 00-IMK-2013-M1-PANEL. Data ini dikumpulkan
dari seluruh Indonesia dengan jumlah blok sensus terpilih sebanyak 12.000 blok
sensus. Data ini mencakup 72.000 perusahaan/usaha mikro dan kecil, yang terbagi
menjadi empat triwulan untuk setiap triwulan terdiri dari 9000 perusahaan/usaha,
sedangkan sisanya sebesar 36.000 perusahaan/usaha dicacah pada Triwulan II 2013
tahap II.
3.2.2. Metode Pendataan
Kerangka sampel yang digunakan ada 2 jenis, yaitu kerangka sampel untuk
pemilihan blok sensus dan kerangka sampel untuk pemilihan usaha. Kerangka sampel
blok sensus yang digunakan adalah daftar blok sensus yang dilengkapi dengan
informasi jumlah usaha Industri Mikro dan Kecil (IMK) hasil pencacahan Sensus
Ekonomi 2006 (SE06). Kerangka sampel usaha adalah daftar usaha hasil pendaftaran
17
survei IMK 2013. Kerangka sampel usaha ini dibedakan menurut usaha industri kecil
dan usaha industri mikro.
Tahap pertama, adalah memilih sejumlah blok sensus pada setiap strata secara
PPS (Probability Proportional to Size) dengan size banyaknya IMK hasil listing
Survei IMK2012. Penarikan sampel blok sensus antar strata dilakukan secara
independent. Kerangka sampel yang digunakan yaitu daftar blok sensus hasil re-
stratifikasi dalam satu provinsiTahap kedua, dari kerangka sampel usaha, seluruh
industri kecil dipilih sebagai sampel, dan dilakukan pemilihan sejumlah industri
mikro dari hasil pendaftaran IMK secara sistematik linier untuk setiap jenis usaha
sesuai KBLI pada blok sensus terpilih. Bila jumlah industri kecil dalam suatu provinsi
melebihi target sampel usaha IMK, maka harus dilakukan pemilihan sampel untuk
industri kecil.
3.3. Variabel Penelitian
Terdapat 2 jenis variabel dalam penelitian ini, yaitu variabel terikat dan
variabel bebas. Oleh karena terdapat 2 model yang akan digunakan, maka
variabel bebas dalam penelitian ini terdapat dua variabel dan 14 variabel bebas
pokok. Berikut adalah tabel variabel yang digunakan beserta dengan definisi
operasional variabel dan keterangan untuk variabel yang bersangkutan.
3.3.1. Variabel Terikat
Berikut adalah tabel variabel terikat, beserta dengan definisi operasional
variabel dan keterangan untuk variabel yang bersangkutan.
Tabel 3.1. Variabel TerikatNo Variabel Definisi Keterangan2 Ln(Profit) Logaritma natural profit dari
usaha rumahtangga Untuk nilai profit 0 dan negative dinormalisasi dengan nilai 0
3.2.2. Variabel Bebas
Berikut adalah tabel variabel bebas, beserta dengan definisi operasional
variabel, beserta keterangan mengenai tanda yang diharapkan dari hasil
estimasi.
18
Tabel 3.2. Variabel BebasNo Variabel Definisi Tanda yang
diharapkan1 DBank Dummy variabel untuk rumahtangga yang
menggunakan pembiayaaan usaha dari lembaga perbankan1= ya0= lainnyaRumahtannga yang menggunakan pembiayaan ini dianggap memiliki kepercayaan diri yang proporsional dan terukur (lembaga perbankan yang “mengukurnya”)
Positif
2 Dnon-bank Dummy variabel untuk rumahtangga yang menggunakan pembiayaaan usaha dari lembaga non-bank1= ya0= lainnya
Positif
3 Dpnpm Dummy variabel untuk rumahtangga yang menggunakan pembiayaaan usaha dari lembaga PNPM1= ya0= lainnya
Positif
4 Type1 Rumahtangga type 1 (4 rumahtangga), rumahtangga dari pimpinan masyarakat yang mana berjenis kelamin perempuan
Positif
5 Type2 Rumahtangga type 2 (32 rumahtangga), rumahtangga miskin dengan kepala keluarga perempuan (PEKKA)
Positif
6 Type3 Rumahtangga type 3, rumahtangga miskin dengan kepala keluarga laki-laki (non PEKKA)
Positif
7 Type4 Rumahtangga type 4, rumahtangga tidak miskin dengan kepala keluarga perempuan (PEKKA)
Positif
3.4. Teknik Analisis Data
Analisis statistik berdasarkan sampel non-acak dapat menyebabkan kesimpulan
yang keliru dan kebijakan yang buruk. The Heckman koreksi, pendekatan statistik dua
langkah, menawarkan cara mengoreksi sampel yang dipilih secara non-acak.
Heckman dibahas bias dari menggunakan sampel yang dipilih nonrandom untuk
memperkirakan hubungan perilaku sebagai kesalahan spesifikasi. Dia menyarankan
metode estimasi dua tahap untuk memperbaiki bias. Koreksi mudah untuk
menerapkan dan memiliki dasar yang kuat dalam teori statistik. Koreksi Heckman
melibatkan asumsi normalitas, menyediakan tes untuk sample selection bias dan bias
corrected model.
Misalkan seorang peneliti ingin memperkirakan faktor-faktor penentu
menawarkan upah, tetapi memiliki akses ke pengamatan upah hanya mereka yang
bekerja. Karena orang-orang yang bekerja dipilih non-acak dari populasi,
19
memperkirakan faktor-faktor penentu upah dari subpopulasi yang bekerja mungkin
menimbulkan bias. The Heckman koreksi berlangsung dalam dua tahap.
Pada tahap pertama, peneliti merumuskan model, berdasarkan teori ekonomi,
untuk kemungkinan kerja. Spesifikasi kanonik untuk hubungan ini adalah regresi
probit dari bentuk
di mana D menunjukkan kerja (D = 1 jika responden digunakan dan D = 0 jika tidak),
Z adalah vektor dari variabel penjelas, , adalah vektor parameter yang tidak
diketahui, dan Φ adalah fungsi distribusi kumulatif dari distribusi normal standar.
Estimasi model menghasilkan hasil yang dapat digunakan untuk memprediksi
probabilitas kerja ini untuk setiap individu.
Pada tahap kedua, peneliti mengoreksi seleksi mandiri dengan memasukkan
transformasi ini probabilitas individu diperkirakan sebagai variabel penjelas
tambahan. Persamaan upah dapat ditentukan,
di mana menunjukkan tawaran upah yang mendasari, yang tidak diamati jika
responden tidak bekerja. Ekspektasi bersyarat dari upah yang diberikan orang tersebut
bekerja kemudian
Berdasarkan asumsi bahwa istilah kesalahan yang bersama-sama normal, kita
memiliki
di mana ρ adalah korelasi antara faktor-faktor penentu teramati dari kecenderungan
untuk bekerja dan penentu teramati dari upah menawarkan u, u σ adalah standar
deviasi dari , dan , merupakan kebalikan rasio Mills dievaluasi pada .
Persamaan ini menunjukkan wawasan Heckman yang pemilihan sampel dapat dilihat
sebagai bentuk dihilangkan-variabel bias, seperti bersyarat pada kedua X dan seolah-
olah sampel dipilih secara acak. Persamaan upah dapat diperkirakan dengan
mengganti dengan perkiraan Probit dari tahap pertama, membangun istilah, dan
termasuk sebagai variabel penjelas tambahan dalam estimasi regresi linier dari
20
persamaan upah. Sepanjang , koefisien pada hanya dapat nol jika ,
sehingga menguji nol bahwa koefisien adalah nol setara dengan pengujian untuk
sampel selektivitas.
21
BAB IVPEMBAHASAN
4.1. Data Deskriptif
Alternatif data yang dapat digunakan dalam penelitian ini adalah data dari
SPRT 2011 yang tersedia pada microdata.worldbank.org. Data ini dipandang
memiliki kesesuaian dengan data BPS namun memiliki cakupan yang lebih luas
yaitu rumahtangga. Berbeda dengan data BPS yang hanya mengenai data UMKM
data dari SPRT 2011 mencakup juga isu kemiskinan dengan memasukkan
karakteristik rumahtangga miskin dan khususnya rumahtangga miskin dengan
kepala keluarga perempuan. Sumber lembaga keuangan yang terrekam dalam
data SPRT2011 juga lebih luas yaitu dengan dimasukkannya lembaga PNPM
sebagai salah satu sumber pinjaman usaha rumahtangga.
Berdasarkan data SPRT 2011 yang dapat diakses melalui Worldbank
Microdata terdapat 2400 rumah tangga yang dijadikan dasar analisis. Data yang
digunakan adalah data yang berdasarkan Buku 3, yaitu mengenai kondisi
ekonomi rumah tangga. Oleh karena terdapat beberapa rumah tangga yang
memiliki pengasilah yang sangat besar maka hal ini dinggap sebagai outlier
sehingga total data yang akan digunakan dalam analisis adalah sebanyak 2391
Rumah tagga. Pendapatan rumah tangga, yang diperoleh dari, usaha tani maupun
usaha non-tani, ditampilkan dalam bentuk lognormal. Data deskriptif mengenai
pendapatan keluarga ditampilkan pada Tabel 4.1 berikut:
Tabel 4.1. Data Deskriptif Pendapatan Rumahtangga Sampel
Tabel 4.1 menunjukkan rata-rata pendapatan rumahtangga baik yang berasal
dari usaha tani, non-tani ataupun keduanya adalah sebesar, Rp. 10.500.000,-
Kegiatan ekonomi Rumahtangga sampel berasal dari usaha tani, non-tani
ataupun keduanya. Terdapat 555 rumahtagga yang menggunakan pinjaman
dalam membiayaai kegiatannya tersebut, seperti yang ditunjukkan pada Tabel
4.2 berikut.
22
Tabel 4.2. Jumlah Rumahtangga yang Menggunakan Pinjaman Untuk Usaha
Pinjaman Freq. Percent Cum.Tidak 1836 76.79 76.79Ya 555 23.21 100Total 2391 100
Rumahtangga sebanyak 555 rumahtangga yang menggunakan pinjaman
sebagai sumber pembiayaan usahanya tersebut terdiri dari 151 rumahtangga
usaha tani, 139 usaha nontani dan 265 menjalankan kedua usaha tersebut. Tabel
4.3 menunjukkan jumlah rumahtangga yang menggunakan pinjaman sesuai
dengan jenis usaha utama rumahtangga tersebut.
Tabel 4.3. Deskripsi Jumlah Rumahtangga yang Menggunakan Pinjaman Sesuai Dengan Usaha Utama yang Dijalankannya
Tani dan Non-taniPinjaman Tidak Ya Total
Tidak 1,012 824 1,836Ya 290 265 555
Total 1,302 1,089 2,391
Hanya Usaha TaniPinjaman Tidak Ya Total
Tidak 1,093 743 1,836Ya 404 151 555Total 1,497 894 2,391
Hanya Usaha Non-TaniPinjaman Tidak Ya Total
Tidak 1,567 269 1,836Ya 416 139 555Total 1,983 408 2,391
Tabel 4.3 menunjukkan sebagain besar rumahtangga yang menggunakan
pembiayaan usaha dari pinjaman adalah mereka yang menjalankan dua jenis
usaha, yaitu usaha tani dan non tani. Usaha Tani dan Non-tani yang dijalankan
23
oleh 265 rumahtangga ini adalah usaha yang mengarah ke usaha dengan skala
usaha yang lebih besar. Secara umum, rumahtangga yang menggunakan
penjaman sebagi salah satu sumber pembiayaan usahanya adalah rumahtangga
yang menjalankan usaha secara professional bukan sebagai usaha subsistem.
Berdasarkan data dari Tabel 4.2 dan 4.3 juga terlihat bahwa 555 rumah
Tabel 4.4, menunjukkan sumber pinjaman dan jumlah rumahtangga yang
menggunakan sumber tersebut.
Tabel 4.4. Sumber Pinjaman dan Jumlah Rumahtangga yang Menggunakannya
Sumber Pinjaman Jumlah RumahtangaBank 159Non-Bank 144Pegadaian 7PNPM 82Majikan 37Rentenir 16Keluarga 165Klp Masy 62Pembelian dengan Kredit 22
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa sumber yang palingbanyak dituju oleh
rumahtangga adalah keluarga. Namun jika kebutuhan untuk menjalankan usaha
menjadi semakin besar maka pilihan berikutnya adalah lembaga perbankan atau
non-bank. Pilihan Bank dan Non-bank akan memperlihatkan bahwa
rumahtangga memang sungguh-sunguh menjalankan usahanya. Hal ini yang
kemudian mendasari bahwa pendapatan yang diperoleh oleh rumahtangga yang
menggunakan pembiayaan akan lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak
menggunakan.
Terdapat beberapa program pemerintah yang terlibat didalam pembiayaan
kredit bagi usaha rakyat, antaranya adalah program Kredit Usaha Rakyat (KUR)
dan program PNPM. Secara umum dapat dilihat jumlah rumahtangga yang
menggunakan pelayanan KUR dari bank memiliki jumlah yang cukup banyak
yaitu sebanyak 159 pinjaman. Sedangkan untuk program PNPM relative lebih
sedikit yaitu sebanyak 82 pinjaman. Hal ini dapat dipahami oleh karena tidak
24
semua program PNPM memberikan fasilitas pinjaman kepada masyarakat
sasaran.
4.2. Model Econometric dan Hasil Estimasi
Model ekonometrik yang digunakan dalam analisis ini adalah model Heckit.
Model ini ditujukan untuk menganalisis dampak penggunaan pinjaman dari
lembaga keuangan dengan pendapatan usaha dari rumahtangga. Hasil dari
estiasi Model Heckit adalah seperti pada Tabel 4.5, berikut.
Tabel. 4.5. Estimasi Model Heckit
Hasil estimasi dengan model Heckit seperti yang ditunjukkan pada Tabel
4.5, menunjukkan bahwa secara signifikan profit yang diperoleh oleh
rumahtangga yang menggunakan pinjaman dari bank adalah lebih tinggi sebesar
25
47,15 persen dibandingkan dengan rumahtangga yang tidak menggunakan
pinjaman dari lembaga bank.
Satu hal yang menarik juga untuk dicermati dari hasil estimasi Tabel 4.5
adalah hasil negative namun tidak signifikan dari pinjaman dari PNPM. Hal ini
dapat diinterpretasikan bahwa dampak pinjaman dana dari PNPM tidak jelas
dampaknya terhadap profitabilitas usaha rumah tangga. Satu hal yang dapat
dijadikan alasan disini adalah karena sasaran dari program PNPM adalah
keluarga miskin. Jika dibandingkan dengan rumahtangga lain (tentunya
rumahtangga non-miskin) yang tidak menggunakan sumber dari PNPM maka
pendapatan dari rumahtangga yang menggunakan penjaman dari PNPM akan
lebih rendah. Hal ini dikarenakan oleh karakter program PNPM adalah untuk
masyarakat miskin, sedangkan pinjaman dari bank adalah untuk masyarakat
professional.
26
BAB VKESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis pada bagian sebelumnya maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan:
1. Pendapatan rumahtangga yang menggunakan pinjaman dari bank adalah lebih
tinggi dari rumahtangga yang tidak menggunakan pinjaman bank.
2. Lebihtingginya pendapatan ini disebabkan karena rumahtangga yang
menggunakan pinjaman bank adalah rumahtangga yang sudah memiliki rencana
usaha yang professional, sehingga lembaga bank kemudian menyetujui untuk
melakukan pembiayaan.
3. Hasil dari pinjaman PNPM terlihat tidak signifikan, hal ini bukan dikarenakan
ketidakberhasilan program PNPM akan tetapi oleh karena karakteristik program
PNPM yang diperuntukkan pada msyarakat miskin, sehingga jika dibandingkan
dengan keluarga yang non-miskin maka terlihat pendapatannya menjadi lebih
rendah dan tidak signifikan.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terdapat dua saran kebijakan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yaitu
1. Untuk meningkatkan pendapatan rumahtangga melalui kegiatan usaha maka
perlu dilakukan penyaluran pinjaman yang sebaiknya dilakukan melalui lembaga
yang memiliki kompetensi untuk menilai kelayakan sebuah usaha, seperti
lembaga Perbankan.
2. Program PNPM perlu dievaluasi lagi apakah dampaknya sudah sesuai dengan
yang ditargetkan oleh pemerintah, khususnya untuk PNPM yang memberikan
pembiayaan bagi usaha masyarakat.
27
DAFTAR PUSTAKA
Angrist, J. D., dan J-S. Pischke (2008), Mostly Harmless Econometrics: An Empiricist’s Companion. Princeton and Oxford: Princeton University Press.
Artika, Eka. (2010). Peranan bank Perkreditan Rakyat (BPR) dalam menggerakan kegiatan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di Nusa Tenggara Barat. Media Informasi Universitas Islam Al-Azhar, AVESINA, Vol. 2 No. 2
Cameron, A. C., dan P. K. Trivedi. (2009). Microeconometrics Methods and Applications. Cambridge; Cambridge University Press
Case, Karl E dan Ray C. Fair. (2002). Prinsip-prinsip Ekonomi Mikro. Edisi Kelima. Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta : PT. Prenhallindo
Cohen, J. dan W. Easterly. (2010). Introduction: Thinking Big versus Thinking Small. In Jessica Cohen and William Easterly (ed.), What Works in Development? Thinking Big and Thinking Small. Mass.: Brooking
Deaton, Angus. (2009). Instruments of Development: Randomization in the Tropics and the Search for the Elusive Keys to Economic Development. Working Paper 14690. Cambridge, Mass.: NBER
Heckman, J. (1974). Shadow Price, Market Wages, and Labor Supply. Econometrica, 42: 679 – 694
Hausman, J. A., and D. A. Wise (1976). The Evaluation of Result from Truncated samples: The New Jersey Negative Income Tax Experiment. Annals of Economic and Social Measurement, 5: 421 – 445
Kasmir (2013). Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Lindauer, David L., Lant Pritchett, Dani Rodrik dan R. S. Eckaus (2002). What's the Big Idea? The Third Generation of Policies for Economic Growth. Economia. 3:1-39
Maddala, G. S. (1983). Limited Dependent and Qualitative Dependent Variables in Econometrics, Cambridge; Cambridge University Press
Mankiw, N. Gregory (2012). Principles of Microeconomics Sixth Edition. South-Western, Cengage Learning
McFadden, D. (1973). Conditional Logit Analysis of Quantitative Choice Behavior. In P. Zarembka (ed.), Frontiers in Econometrics. New York: Academic.
McFadden, D. (1974). The Measurement of Urban Travel Demand. Journal of Pubic Economics. 3: 303 – 328
28
Mubyarto (2004). Mengapa Bank Sulit Memberdayakan Ekonomi Rakyat? Jurnal Ekonomi Rakyat. Tersedia di : http : // www.ekonomirakyat.org / edisi_22 / artikel_2.htm
Mubyarto (2005). A Development Manifesto The Resilience of Indonesian Ekonomi Rakyat During The Monetary Crisis. Jakarta; Kompas Book Publishing
Partono,T. dan A. Soejodono (2004). Ekonomi Skala Kecil/ Menengah dan Koperasi. Ghalia : Jakarta.
Rodrik, D. (2010). The New Development Economics: We Shall Experiment, but How Shall We Learn? In Jessica Cohen and William Easterly (ed.), What Works in Development? Thinking Big and Thinking Small. Mass.: Brooking
Train, Kenneth E., (2009). Discrete choice methods with simulation, New York; Cambridge University Press
Wooldridge, J. M. (2012). Introductory Econometrics A Modern Approach, 5th Ed. South-Western, Cengage Learning