laporan 3 demoklin scabies, siti aryni syahrir

16
SCABIES, RINGWORM, DAN INFESTASI PARASIT LAINNYA Siti Aryni Syahrir, Muh. Zulfadillah Sinusi, Sri Wahyni, Annita Vury Nurjunitar, Rismayani Bagian Bedah & Radiologi. Departemen Klinik, Reproduksi & Patologi Program Studi Kedokteran Hewan (PSKH), Universitas Hasanuddin (UNHAS) Korespondensi penulis: [email protected] ABSTRAK Tujuan praktikum ini adalah memaparkan kasus penyakit kulit pada kucing, untuk mengetahui berbagai ragam perubahan klinik dan patologis, merumuskan diagnosis dan diagnosis banding serta rencana tindakan penanganan penyakit pada kasus scabies, ringworm, dan infestasi parasit pada hewan kucing. Seekor kucing betina bernama Marimar ras Persia yang telah diadopsi, hidup terpisah dari induknya, vaksinasi lengkap, pernah mendapatkan perawatan grooming, sedang dirawat di klinik hewan karena mengalami alopecia. Kucing tersebut memiliki warna bulu tortie, berumur ±2 tahun, berat badan 3 kg, dengan tanda khusus telinga kiri yang terlipat. Kucing sangat aktif dan selalu ingin berlari di dalam ruang pemeriksaan. Pertumbuhan badan kucing sangat baik yang menunjukkan bahwa status gizi kucing juga baik. Sikap berdiri normal, suhu tubuh 39,2 o C, frekuensi nadi 124 x per menit, serta frekuensi nafas 40 x per menit. Hasil pemeriksaan klinis menunjukkan adanya infestasi ektoparasit pada kucing. Hal tersebut ditunjukkan oleh gejala alopecia pada beberapa bagian tubuh kucing. Kerontokan rambut terlihat pada kedua telinga, pada kaki depan dan kaki belakang, serta pada bagian abdomen. Selain terdapat lesi pada telinga, kedua telinga juga kotor dan berbau. Glandula parotis

Upload: andi-fakhrul-haq

Post on 09-Dec-2015

237 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan 3 Demoklin Scabies, Siti Aryni Syahrir

SCABIES, RINGWORM, DAN INFESTASI PARASIT LAINNYA

Siti Aryni Syahrir, Muh. Zulfadillah Sinusi, Sri Wahyni, Annita Vury Nurjunitar, Rismayani

Bagian Bedah & Radiologi. Departemen Klinik, Reproduksi & PatologiProgram Studi Kedokteran Hewan (PSKH), Universitas Hasanuddin (UNHAS)

Korespondensi penulis: [email protected]

ABSTRAKTujuan praktikum ini adalah memaparkan kasus penyakit kulit pada

kucing, untuk mengetahui berbagai ragam perubahan klinik dan patologis, merumuskan diagnosis dan diagnosis banding serta rencana tindakan penanganan penyakit pada kasus scabies, ringworm, dan infestasi parasit pada hewan kucing. Seekor kucing betina bernama Marimar ras Persia yang telah diadopsi, hidup terpisah dari induknya, vaksinasi lengkap, pernah mendapatkan perawatan grooming, sedang dirawat di klinik hewan karena mengalami alopecia. Kucing tersebut memiliki warna bulu tortie, berumur ±2 tahun, berat badan 3 kg, dengan tanda khusus telinga kiri yang terlipat. Kucing sangat aktif dan selalu ingin berlari di dalam ruang pemeriksaan. Pertumbuhan badan kucing sangat baik yang menunjukkan bahwa status gizi kucing juga baik. Sikap berdiri normal, suhu tubuh 39,2oC, frekuensi nadi 124 x per menit, serta frekuensi nafas 40 x per menit. Hasil pemeriksaan klinis menunjukkan adanya infestasi ektoparasit pada kucing. Hal tersebut ditunjukkan oleh gejala alopecia pada beberapa bagian tubuh kucing. Kerontokan rambut terlihat pada kedua telinga, pada kaki depan dan kaki belakang, serta pada bagian abdomen. Selain terdapat lesi pada telinga, kedua telinga juga kotor dan berbau. Glandula parotis teraba, glandula parotis bagian kiri lebih besar dibandingkan bagian kanan. Tipe pernafasan costal, intensitas normal, ritme pernafasan reguler/teratur, suara pernafasan vesikular dan tidak terdapat suara ikutan. Pada pemeriksaan perkusi lapangan jantung hasil yang diperoleh adalah normal. Hasil pemeriksaan auskultasi jantung yaitu frekuensi denyut jantung 60 x per menit, intensitas normal, ritme reguler, suara sistole dan diastole jelas, serta adanya sinkronisasi antara pulsus dan jantung. Pemeriksaan lanjutan yang dianjurkan untuk peneguhan diagnosa yaitu pemeriksaan menggunakan wood light, pemeriksaan laboratorium dengan sampel kerokan kulit, dan pemeriksaan mikroskopis. Diagnosa sementara adalah Ringworm dengan prognosa fausta. Terapi yang perlu dilakukan yaitu pemberian alkohol 70% pada lesi, grooming, pemberian anti fungal, dan pemberian vitamin. Kasus Ringworm pada kucing yang diperiksa masih dalam derajat ringan dengan prognosa fausta. Terapi yang perlu dilakukan yaitu pemberian alkohol 70% pada lesi, grooming, pemberian anti fungal, dan pemberian vitamin.

Kata kunci: Kucing, Ringworm, Infestasi Parasit, Metode Kerokan Kulit, Grooming.

Page 2: Laporan 3 Demoklin Scabies, Siti Aryni Syahrir

Pendahuluan

Parasit adalah organisme yang hidup di luar atau di dalam tubuh organisme lain (inang). Ektoparasit merupakan permasalahan klasik yang merugikan, namun belum mendapat perhatian yang baik. Kerugian yang ditimbulkan ektoparasit antara lain penurunan bobot badan, penurunan produksi, kerontokan rambut atau bulu, trauma, iritasi, anemia sampai dengan kematian. Ektoparasit juga berperan sebagai vector penyakit seperti Protozoa, bakteri, virus, Cestoda dan Nematoda yang dapat ditularkan pada hewan peliharaan dan manusia (zoonosis). Arthopoda mempunyai peranan yang cukup besar terhadap penyakit infeksi pada hewan dan manusia di dunia.

Skabies atau kudis adalah penyakit kulit menular yang telah dikenal sejak lama, yaitu ketika Bonomo dan Cestoni mampu mengilustrasikan sebuah tungau sebagai penyebab skabies pada tahun 1689. Skabies menyerang manusia dan ternak termasuk hewan kesayangan (pet animal) maupun hewan liar (wild animal) (Pence dan Ueckermann, 2002). Angka kejadian skabies pada manusia diperkirakan mencapai tiga ratus juta orang per tahun (Wardhana, et. al, 2006).

Masalah skabies masih banyak ditemukan di seluruh dunia, terutama pada negara berkembang dan industri. Tingkat higiene, sanitasi dan sosial ekonomi yang relatif rendah menjadi faktor pemicu terjangkitnya penyakit ini. Berbeda dengan pernyataan di atas, Mc Carthy et al. (2004) menyebutkan bahwa skabies dapat menyerang semua golongan sosial ekonomis. Rendahnya kesadaran serta pengetahuan masyarakat tentang penyakit skabies, harga obat yang relatif mahal dan bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan praktisi kesehatan hewan ataupun manusia (Wardhana, et. al, 2006).

Penyakit kulit yang disebabkan oleh kapang dermatofit disebut dermatofitosis dikenal dengan nama ringworm. Gejala pada hewan menunjukkan kerontokan bulu berbentuk bulat, kulit bersisik, berwarna abu dan keadaannya kering, kadang-kadang mirip dengan gejala penyakit kulit lainnya (Gholib, 2007).

Penyakit ringworm pada ternak tidak berakibat fatal, namun sangat mengganggu dan dapat menurunkan produktivitas ternak, sebagai penyakit kosmopolitan, sering dijumpai pada hewan yang dipelihara secara bersama-sama. Penularan dari hewan ke manusia (zoonosis) dilaporkan pada tahun 1820 dari sapi ke manusia. Di Indonesia, hewan yang paling sering terserang ringworm adalah anjing, kucing dan sapi (Ahmad, 2009).

Page 3: Laporan 3 Demoklin Scabies, Siti Aryni Syahrir

Tinjauan Pustaka

1. KasusAnamnese merupakan berita atau keterangan atau lebih tepatnya keluhan

dari pemilik hewan mengenai keadaan hewannya ketika dibawa datang berkonsultasi untuk pertama kalinya (Widodo, 2011). Anamnesa yang diperoleh yaitu kucing betina bernama Marimar ras Persia yang telah diadopsi, hidup terpisah dari induknya, vaksinasi lengkap, pernah mendapatkan perawatan grooming, sedang dirawat di klinik hewan karena mengalami alopecia.

Signalemen merupakan identitas diri dari seekor hewan yang membedakannya dengan hewan lain sebangsa dan sewarna meski ada kemiripan satu sama lainnya (Widodo, 2011). Hewan yang diperiksa adalah kucing betina bernama Marimar, ras Persia, memiliki warna bulu tortie, berumur ±2 tahun, berat badan 3 kg, dengan tanda khusus telinga kiri yang terlipat.

Status present, Kucing sangat aktif dan selalu ingin berlari di dalam ruang pemeriksaan. Pertumbuhan badan kucing sangat baik yang menunjukkan bahwa status gizi kucing juga baik. Sikap berdiri normal, suhu tubuh 39,2oC, frekuensi nadi 124 x per menit, serta frekuensi nafas 40 x per menit. Hasil pemeriksaan secara inspeksi menunjukkan adanya infestasi ektoparasit pada kucing. Hal tersebut ditunjukkan oleh gejala alopecia pada beberapa bagian tubuh kucing. Kerontokan rambut terlihat pada kedua telinga, pada kaki depan dan kaki belakang, serta pada bagian abdomen dengan lesi berbentuk cincin (ring). Selain terdapat lesi pada telinga, kedua telinga juga kotor dan berbau. Glandula parotis teraba, glandula parotis bagian kiri lebih besar dibandingkan bagian kanan. Tipe pernafasan costal, intensitas normal, ritme pernafasan reguler/teratur, suara pernafasan vesikular dan tidak terdapat suara ikutan. Pada pemeriksaan perkusi lapangan jantung hasil yang diperoleh adalah normal. Hasil pemeriksaan auskultasi jantung yaitu frekuensi denyut jantung 60 x per menit, intensitas normal, ritme reguler, suara sistole dan diastole jelas, serta adanya sinkronisasi antara pulsus dan jantung. Daerah sekitar anus terlihat kotor.

Pemeriksaan lanjutan yang dianjurkan untuk peneguhan diagnosa yaitu melalui pemeriksaan laboratorium (diperlukan sampel kerokan kulit, serpihan kuku, atau rambut), dengan Wood light, pemeriksaan langsung dengan mikroskop dengan KOH, atau dengan membuat biakan pada media.

Diagnosa sementara adalah Ringworm. Menurut Ahmad (2009), gejala ringworm pada kucing, terutama oleh M. canis, sering tidak jelas. Namun, umumnya ditandai dengan adanya pembentukan sisik pada lesi berbentuk ring yang bersifat agak ringan, gatal-gatal adakalanya ditemukan kerontokan bulu (rambut) sehingga daerah itu agak gundul, atau dalam hal ini terjadi lesi

Page 4: Laporan 3 Demoklin Scabies, Siti Aryni Syahrir

yang lebih berat, dapat berbentuk kerak-kerak yang nyata, lesi ini sering ditemukan di daerah wajah dan kaki., dalam keadaan infeksi yang lebih parah dapat meluas ke beberapa bagian tubuh. Diagnosa banding : Penyakit ini dapat dikelirukan dengan lesi yang diperlihatkan oleh gigitan serangga, urtikaria, infeksi bakteri dan dermatitis lainnya, namun dengan adanya bentuk cincin pada derah yang terinfeksi dan peneguhan diagnosa dengan pemeriksaan laboratorium akan memastikan bahwa hewan tersebut menderita penyakit.

Prognosis adalah proses suatu kasus penyakit berdasarkan hasil diagnosis. Terdiri dari tiga tingkatan, yaitu:

a. Fausta : tingkat kesembuhan lebih dari 50%b. Dubius : tingkat kesembuhan 50 : 50c. Infausta : tingkat kesembuhan <50%Kasus Ringworm pada hewan yang diperiksa merupakan kasus yang

ringan sehingga prognosa yang dapat disimpulkan adalah fausta.Terapi yang perlu dilakukan yaitu pemberian alkohol 70% pada lesi,

grooming, pemberian anti fungal, dan pemberian vitamin. Menurut Lorena et al. (1992) dalam Ahmad (2009) pengobatan dapat dilakukan secara sistemik dan topikal. Secara sistemik dengan preparat Griseofulvin, Natamycin, dan azole peroral maupun intravena, secara topikal menggunakan fungisida topikal berulang kali, setelah itu kulit hewan penderita tersebut disikat sampai keraknya bersih; setelah itu dioles atau digosok pada tempat yang terinfeksi.

Selain itu dapat pula dengan obat tradisional seperti daun ketepeng (Cassia alata), Euphorbia prostate dan E. thyophylia (Ahmad, 2009).

2. ScabiesBeberapa penyakit yang disebabkan oleh ektoparasit salah satunya adalah

penyakit kulit skabies. Skabies atau kudis adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh infestasi tungau Sarcoptes scabiei.

Siklus hidupnya yaitu tungau ini masuk stratum kurneum kulit. Tungau dewasa bertelur dengan jumlah telur 2-3 butir setiap hari per tungau dengan masa bertelur sampai 2 bulan . Bahkan bisa 10-25 butir telur selama masa periode telur antara 12-15 hari. Betina segera mati setelah bertelur. Telur menetas pada 35oC dengan kelembaban 100% setelah 2-3 hari dan menjadi larva; kemudian berubah menjadi nymphe, yaitu protonymph dalam 3-4 hari Dan tritonymph dalam 2-3 hari; selanjutnya menjadi dewasa dalam waktu 2-3 hari. Total waktu yang diperlukan dari telur menjadi dewasa adalah 10-14. Tungau Sarcoiptes ini peka terhadap lingkungan. Pada kondisi lingkungan kering, tungau di luar induk semang hanya bertahan 2-3 minggu, bisa sampai 8 minggu. Telur-telur masih fertil sampai 6 hari pada kondisi kering, dan bisa sampai 6 minggu dalam kondisi lingkungan yang lembab (Budiantono, 2004)

Page 5: Laporan 3 Demoklin Scabies, Siti Aryni Syahrir

Famili Sarcoptidae yang mampu menular ke manusia yaitu S. scabiei, Notoedres cati (kucing) dan Trixacarus caviae (marmot). Notoedres cati merupakan species yang paling sering menyerang kucing. Cara penularan hewan ini melalui kontak langsung dengan penderita, maupun kontak tidak langsung yang berasal dari benda-benda yang digunakan oleh penderita. Dilaporkan tiga ratus juta orang pertahun di dunia terserang penyakit skabies yang disebabkan oleh penularan dari hewan peliharaan. Penyakit skabies ini juga telah menimbulkan kerugian sebanyak ratusan juta pada peternakan kambing di Pulau Lombok.

Umumnya, gejala klinis yang ditimbulkan akibat infestasi S. scabiei pada hewan hampir sama, yaitu gatal-gatal, hewan menjadi tidak tenang, sering menggaruk bagian telinga, perut, atau sekitar mata. dan akhirnya timbul peradangan kulit. Biasanya tungau ini menyukai bagian-bagian yang tidak/jarang ditumbuhi rambut. Bentuk eritrema dan papula akan terlihat jelas pada daerah kulit yang tidak ditumbuhi rambut. Apabila kondisi tersebut tidak diobati, maka akan terjadi penebalan dan pelipatan kulit disertai dengan timbulnya kerak. Gejala tersebut timbul kira-kira tiga minggu pascainfestasi tungau atau sejak larva membuat terowongan di dalam kulit. Infeksi sekunder akibat bakteri Streptococcus dan Staphylococcus, termasuk infeksi karena jamur, sering terjadi dan menimbulkan pyoderma apabila pengobatan tidak segera dilakukan (Wardhana, et. al, 2006).

Penegakan diagnosis scabies dapat dilakukan dengan melihat gejala klinis dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan laboratorik. Umumnya, gejala klinis skabies berupa rasa gatal yang hebat terasa pada malam hari atau setelah mandi. Kegatalan tersebut mengakibatkan timbulnya bintik-bintik merah, papula dan vesikula. Jarak antara papula berdekatan dan terlihat seperti gambaran alur yang menghubungkan kedua papula tersebut. Lokasi kemerahan, papula dan vesikula sebagai akibat aktivitas tungau yang terdapat pada tempat-tempat predileksinya. Apabila tungau sudah sangat mengganggu, terjadi penebalan kulit dan inangnya tampak kurus.

Cara diagnosis didasarkan pada gejala klinis dalam prakteknya sulit ditegakkan karena berbagai penyakit kulit lainnya memberikan gambaran klinis yang mirip dengan scabies. Beberapa jenis penyakit kulit dapat mengacaukan diagnosa klinik. Identifikasi tungaulah dipakai sebagai pegangan, dibedakan dengan penyakit jamur yang ditemukan yaitu spora hifanya. Kesulitan lain adalah dalam kasus Scabies subklinis. Mungkin diperlukan teknik khusus untuk pendiagnosaan, seperti teknik serologi, PCR dan lain-lain yang masih taraf percobaan (Budiantono, 2004).

Kerokan kulit dapat dilakukan di daerah sekitar papula yang lama maupun yang baru. Hasil kerokan diletakkan di atas kaca objek dan ditetesi dengan KOH 10% kemudian ditutup dengan kaca penutup dan diperiksa di bawah mikroskop. Diagnosis scabies positif jika ditemukan tungau, nimpa, larva,

Page 6: Laporan 3 Demoklin Scabies, Siti Aryni Syahrir

telur atau kotoran S. scabiei (Robert dan Fawcett, 2003). Diagnosa secara histopatologi dapat dibuat biopsi kulit yang berlesi dari hewan yang menunjukan kegatalan yang hebat.

Pemberian salep Asuntol 50 WP 2% mampu mengatasi skabies pada kerbau. Telur dan larva yang masih tersisa di dalam kulit dapat dibasmi dengan melakukan pengobatan kembali pada hari kesepuluh Neguvon 0,15% dan Asuntol 0,05-0,2% yang mampu mengobati scabies pada kelinci. Kambing yang terserang skabies dapat diobati menggunakan ivermectin dengan dosis 0,2 mg/kg bobot badan secara subkutan. Pengobatan dapat diulangi kembali pada hari ke-21. Sedangkan pengobatan anjing dan kucing yang terserang scabies adalah dengan pemberian ivermectin secara subkutan (Wardhana, et. al, 2006).

Suntikan ivermectine. Setidaknya diperlukan dua kali suntikan ivermectin dengan selang waktu 2 minggu, agar penyakit dapat sembuh total. Kucing yang menderita Scabies dimandikan dengan shampoo/sabun yang mengandung sulfur, kemudian dicelup (dip) dengan cairan sulfur 2-3 %. pemberian alkohol 70 % dapat membunuh tungau penyebab scabies.

3. PediculosisInfeksi kulit kepala karena kutu sering terjadi pada anak-anak yang

penyebabnya adalah serangga (pediculosis capitis) yang bertelur dengan cepat dan menjadikan kulit kepala sebagai makanannya. Kutu dapat menular melalu pemakaian barang pribadi secara bersamaan seperti topi, helm, sisir atau kontak langsung kepala dengan kepala.

Tanda dari terinfeksi serangga ini adalah gatal yang kuat dikepala, tanda-tanda merah pada permukaan kulit kepala, dan terdapat telur-telur putih yang kecil bersinar namun tidak terlihat seperti ketombe. Cara mengatasinya dengan menggunakan sisir kutu yang sudah direndam air cuka, membersihkan barang-barang yang telah kita gunakan dengan air panas atau vakum, gunakan obat untuk membunuh kutu dan telurnya. Cara merawat kulit kepala agar tidak terinfeksi serangga yaitu dengan menggunakan shampo khusus untuk kutu, keramas dengan benar menggunakan shampo, dan temui dokter jika kulit kepala terkena tanda seperti infeksi bakteri seperti demam serta bisul yang bernanah.

4. CheyletiellosisSelain scabies yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei, terdapat pula

species tungau lain yang menimbulkan gejala berupa gatal-gatal pada hewan maupun manusia, yaitu Cheyletiella sp. Penyakit ini disebut cheyletiellosis. Tungau penyebab cheyletiellosis sekilas mirip dengan penyebab scabies, tetapi mempunyai ukuran yang lebih besar (sekitar 385 mikron) dan bentuk kepalanya berbeda. Di samping itu, parasit ini hanya terdapat pada lapisan atas (keratin) dari kulit dan menimbulkan ketombe. Cheyletiella sp. sering berpindah-pindah tempat pada tubuh hewan yang terinfestasi beserta dengan

Page 7: Laporan 3 Demoklin Scabies, Siti Aryni Syahrir

ketombe di atas tubuhnya, sehingga dijuluki walking dandruff. Sarcoptes scabiei menggali hingga pada lapisan kulit yang lebih dalam dibandingkan dengan Cheylletiella sp.  Karena Sarcoptes scabiei, terutama tungau betina, membuat lorong-lorong di dalam kulit untuk meletakkan telurnya. Sebaliknya, telur Cheyletiella sp. diletakkan pada rambut hewan yang terinfestasi, dan terlihat sebagai bintik-bintik kecil berwarna putih pada pangkal rambut. Parasit penyebab cheyletiellosis pada kucing adalah Cheyletiella blakei (Soeharsono, 2007).

Hewan yang sehat tertular lewat kontak langsung dengan hewan lain yang telah tertular sebelumnya. Penularan juga dapat terjadi apabila hewan dibawa ke tempat umum yang banyak terdapat hewan tak bertuan dan tidak terawat. Pada hewan kecil misalnya kucing, dapat tertular dari alat-alat grooming, apabila alat tersebut tidak dilakukan pembersihan terhadap bakteri atau parasit (Soeharsono, 2007).

Kucing muda lebih peka terhadap serangan Cheylletiella sp daripada kucing dewasa. Apabila salah satu anak kucing dari satu induk tertular, umumnya dengan mudah penyakit ini menjangkiti anak-anak kucing yang lain, sehingga kelompok anak kucing tersebut terlihat menggaruk-garuk kulitnya terus menerus.

Penyakit ini relatif mudah menular pada manusia. Meskipun tidak bersifat parah, penyakit ini perlu diperhatikan, agar kita dapat terhindar dari penularan. Di luar tubuh hewan, parasit Cheyletiella sp. tidak tahan lama, hanya sekitar 1-2 hari, sehingga alat-alat kandang jarang bertindak sebagai alat penular. Hal ini berbeda dengan penyebab scabies yang relatif tahan cukup lama di luar tubuh hewan, sehingga mempunyai kesempatan lebih besar menularkan penyakit pada hewan maupun manusia.

Manusia yang tertular parasit Cheyletiella sp akan muncul gejala berupa benjolan-benjolan kecil pada permukaan kulit yang dikelilingi oleh daerah berwarna kemerahan (erythematous macule). Bagian kulit yang terserang terasa gatal. Rasa gatal yang timbul tersebut cukup mengganggu. Kulit yang gatal dan selalu digaruk bisa menyebabkan timbulnya lecet-lecet pada kulit dan selanjutnya dapat terjadi infeksi sekunder oleh bakteri, misalnya oleh Staphylococcus aureus. Apabila tidak ada infeksi sekunder, iritasi yang timbul pada kulit akan sembuh dalam waktu 3 minggu.

Pada kucing, gejala yang nampak adalah ditemukannya ketombe atau lapis kulit yang lepas berwarna putih pada permukaan kulit. Daerah yang disukai parasit Cheytiella sp. adalah bagian atas tubuh kucing, mulai dari punggung bagian belakang hingga ke kepala. Kucing yang terserang merasa gatal sehingga sering menggaruk-garuk badannya. Namun demikian, selain berdasarkan gejala klinis, diagnosa perlu ditegaskan atau dikukuhkan dengan pemeriksaan mikroskop, sehingga ditemukan parasit penyebab penyakit tersebut (Soeharsono, 2007).

Page 8: Laporan 3 Demoklin Scabies, Siti Aryni Syahrir

Langkah pencegahan yang dapat dilakukan agar tidak terserang cheyletiellosis adalah menjaga kebersihan kulit dan rambut hewan peliharaan, sehingga baik hewan maupun pemiliknya dapat terhindar dari serangan parasit ini. Cheyletiella sp sebenarnya sering menyerang manusia, namun tidak terlalu mendapatkan perhatian karena perubaan yang ditimbulkan pada kulit tidak begitu mencolok. Namun demikian, rasa gatal yang ditimbulkan cukup mengganggu.

Hasil PraktikumSalinan kartu rekam medis (terlampir).

DiskusiDi Indonesia anjing dan kucing merupakan hewan yang dekat dengan

manusia, ada yang dipelihara dan ada yang liar. Hewan yang ada pemiliknya umumnya dirawat oleh empunya, namun ada pula yang tidak memeliharanya, selain itu ada pula yang hidup liar. Hewan yang hidup liar umumnya mudah terkena ringworm, yang kemudian bila berkontak dengan hewan yang dipelihara ada menjadi reservoir penularan. Selanjutnya si hewan yang dipelihara bila telah terkena ringworm dan tidak diketahui pemiliknya akan menularkan kepada si pemiliknya. Untuk itu tata laksana pemeliharaan hewan kesayangan amat penting dan harus dilaksanakan, agar manusia dan hewannya sama-sama sehat. Frekuensi penularan dermatofitosis pada hewan di Indonesia lebih rendah karena faktor iklim tropis yang menguntungkan bila dibandingkan dengan negara yang mempunyai iklim 4 musim (Ahmad, 2009).

Dalam bidang kedokteran hewan, penyakit fungal yang paling sering ditemukan pada anjing adalah ringworm atau dermatofitosis. Ringworm merupakan penyakit yang penting karena menimbulkan penyakit kulit pada anjing dan juga dapat menular pada manusia (bersifat zoonosis). Ringworm disebabkan oleh fungi keratinofilik yang dikenal dengan dermatofit yang terdiri dari tiga Genus, yaitu Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton. Angka kejadian ringworm pada anjing adalah 70% disebabkan Microsporum canis, 20% Microsporum gypseum dan 10% Trichophyton mentagrophytes, sedangkan pada kucing 98% ringworm disebabkan oleh Microsporum canis.

Hewan penderita ringworm yang tidak diketahui oleh pemiliknya dapat menular ke pemiliknya melalui kontak langsung (Ahmad, 2009). Ringworm pada anjing dan kucing dapat menimbulkan rasa gatal sehingga hewan tersebut menggosok-gosokkan badan pada dinding, kandang atau tempat lain didekatnya yang merupakan media penularan tidak langsung bagi pemilik (Soeharsono, 2007).

Page 9: Laporan 3 Demoklin Scabies, Siti Aryni Syahrir

Selain bersifat zoonosis, ringworm juga mengurangi nilai estetika dari hewan dikarenakan terjadinya alopesia sirkuler pada kulit dan menyebabkan rambut kasar. Pengobatan ringworm dapat berhasil dengan baik apabila didasarkan pada diagnosa yang tepat, cepat dan akurat untuk mendeteksi dermatofit. Salah satu metode diagnostik yang sering digunakan dalam pemeriksaan klinis adalah penyinaran lesi ringworm dengan lampu ultraviolet (UV). Sebanyak 80% dari anjing yang terinfeksi Microsporum canis dapat menghasilkan fluorescence warna hijau kuning pada rambut. Fluorescence yang terbentuk berasal dari produksi metabolisme fungi saat tumbuh pada rambut. Pada pemeriksaan ini juga dapat dihasilkan positif palsu yang disebabkan oleh kulit yang berminyak, bakteri, obat, dan lain-lain.

Kasus-kasus pada kucing dan anjing sebenarnya banyak di temukan pada pasien klinik dokter hewan praktek namun belum banyak laporan resmi (publikasi ilmiah), misalnya pada anjing 10,2% Palupi (1997) dan kucing 44% (Pratiwi, 1997) dengan jumlah sampel hewan dan tahun kejadian yang berbeda. Hewan kesayangan harus lebih mendapat perhatian di dalam pencegahan dan penanggulangnnya, hal ini karena anjing dan kucing dan binatang peliharaan kesayangan lainnya lebih sering berkontak dengan manusia dan gejalanya agak susah dikenali oleh orang awam dibandingkan dengan hewan ternak (Ahmad, 2009).

KesimpulanKasus Ringworm pada kucing yang diperiksa masih dalam derajat ringan

dengan prognosa fausta. Terapi yang perlu dilakukan yaitu pemberian alkohol 70% pada lesi, grooming, pemberian anti fungal, dan pemberian vitamin.

Page 10: Laporan 3 Demoklin Scabies, Siti Aryni Syahrir

Pustaka Acuan

Ahmad, R.Z. 2009. Permasalahan dan Penanggulangan Ring Worm pada Hewan. Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis, hal 297-303.

Budiantono. 2004. Kerugian Ekonomi Akibat Scabies dan Kesulitan dalam Pemberantasannya. Prosiding Seminar Parasitologi dan Toksikologi Veteriner, hal 46-58.

Gholib, D. 2007. Penyakit Kulit oleh Kapang Dermatofit (Ringworm) pada Kelinci. Lokakarya Nasional Potensi dan Peluang Pengembangan Usaha Agribisnis Kelinci, hal 176-179.

Mc Carthy, J.S., et al. 2004. Scabies : More than Just an Irritation. Postgrad. Med. J. 80 : 382 - 387.

Pence, D.B., E. Ueckermann. 2002. Sarcoptic Mange in Wildlife. Rev. Sci. Tech. 21(2): 385-398.

Robert, S., M.D.M.S. Fawcett. 2003. Ivermectin Use in Scabies. Am. Fam. Physic. 68(6) : 1089 - 1092.

Soeharsono. 2007. Penyakit Zoonotik pada Anjing dan Kucing. Yogyakarta: Kanisius

Wardhana, A.H., et al. 2006. Skabies: Tantangan Penyakit Zoonosis Masa Kini.dan Masa Datang. Wartazoa Vol. 16 No. 1.

Widodo, Setyo. 2011. Diagnostik Klinik Hewan Kecil. Bogor : IPB Press.