lapkas faizul obgyn

Upload: faza-kahfi

Post on 29-Feb-2016

236 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

catatan

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

Kepustakaan paling awal mengenai adanya bedah endoskopi ditemukan pada masa Talmud dari Babylon, sedangkan istilah endokopi itu sendiri pertama kali diperkenalkan oleh Avicenna antara tahun 980 dan 1037 AD. Teknik laparaskopi mulai dipopulerkan oleh Abbulkasim antara tahun 912 dan 1013 AD.Pada tahun 1587 Tuleo Caesare Aranzi di Venice telah menggunakan sumber cahaya untuk bedah laparaskopi. Kemudian teknik laparaskopi dikembangkan oleh Boesch (1936), Palmer (1948), Semm (1955), dan Barnes (1958).

Dalam dua dekade terakhir ini, kemajuan laparaskopi demikian pesat. Bedah laparaskopi menggunakan kauterisasi atau laser untuk pengobatan endometriosis stadium lanjut mulai digunakan sejak tahun 80an. Seiring dengan populernya penggunaan laparaskopi, ditemukan berbagai komplikasi seperti komplikasi akibat penggunaan jarum Verres atau trokar, serta komplikasi akibat penggunaan elektrokauterisasi. Sehingga operator perlu mengetahui dan memahami prinsip dasar bedah laparaskopi untuk meminimalisir komplikasi yang mungkin terjadi.

Persetujuan operasi merupakan suatu keharusan disamping pasien harus mengerti prosedur yang akan dilakukan dan keterbatasan-keterbatasan pada bedah laparaskopi. Komplikasi yang mungkin terjadi, seperti infeksi, ileus, trauma terhadap pembuluh darah, usus, ureter atau vesika urinaria harus dijelaskan kepada pasien. Disamping itu komplikasi yang jarang terjadi, seperti emboli dan kolaps pembuluh darah atau masalah yang berhubungan dengan anestesi juga harus didiskusikan.

Persiapan sebelum operasi seperti anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat menentukan dalam pengambilan keputusan. Hal ini penting untuk menentukan apakah terdapat kontraindikasi atau tidak. Kontraindikasi bedah laparaskopi meliputi obstruksi usus, ileus paralitik, peritonitis, perdarahan intraperitoneal, hernia diafragmatika dan penyakit kardiorespirasi.

Tiga kontraindikasi pertama berhubungan dengan perforasi. Walaupun peritonitis difusa merupakan kontraindikasi, tetapi laparaskopi berguna pada diagnosis PID dan abses tuboovarial. Juga berguna pada kehamilan ektopik dengan tanda vital yang stabil dimana gambarannya menyerupai peritonitis. Pada hernia diafragma dikhawatirkan akan mengalami eksaserbasi akut karena pneumoperitoneum yang mengelevasi diafragma. Pada penyakit kardiovaskuler yang berat, akibat posisi Trendelenburg terjadi penurunan venous return karena kompresi gas pada pembuluh darah besar. Pasien dengan tumor abdomen yang besar, kehamilan intrauterine lanjut, atau penyakit infeksi saluran cerna harus dikerjakan secara lebih hati-hati.

Persiapan sebelum operasi meliputi persiapan kolon,hal ini sangat membantu dekompresi usus, sehingga lapang pandang menjadi jauh lebih jelas. Pemberian antibiotik sebelum operasi hanya atas indikasi. Bila pasien telah siap secara fisik dan mental, serta semua prosedur operasi telah dijalankan, maka kita dapat mengharapkan hasil yang optimal.

Selain itu pengambilan keputusan harus didasarkan adanya keuntungan dan keterbatasan dari laparoskopi itu sendiri. Keuntungan laparoskopi antara lain adalah : trauma terhadap otot dan kulit dapat dikurangi, nyeri pasca operatif lebih ringan, hari rawat pasien lebih singkat, sering pasien sudah dapat berjalan dalam beberapa jam setelah operasi. Selain itu bedah laparoskopi juga mengurangi kejadian infeksi, karena permukaan jaringan yang kontak dengan udara luar terbatas dibandingkan dengan laparatomi.

Sedangkan keterbatasan dari bedah laparoskopi adalah selain peralatannya mahal dan memerlukan ruang operasi khusus, juga operator yang akan melakukan bedah laparoskopi harus sudah melalui pelatihan tertentu.

BAB IITINJAUAN PUSTAKAA. PENGERTIANLaparoskopi adalah suatu teknik operasi yang menggunakan alat-alat berdiameter 5 hingga 12 mm untuk menggantikan tangan dokter bedah melakukan prosedur bedah di dalam rongga perut. Untuk melihat organ di dalam perut tersebut digunakan kamera yang juga berukuran mini dengan terlebih dahulu dimasukkan gas untuk membuat ruangan di rongga perut lebih luas. Dokter bedah melakukan pembedahan dengan melihat layar monitor dan mengoperasikan alat-alat tersebut dengan kedua tangannya. Laparoskopi dapat juga diartikan sebagai tindakan bedah yang tidak membutuhkan sayatan lebar karena menggunakan alat bantu kamera kecil yang dapat dimasukkan dalam rongga abdomen untuk melihat lambung, hati, dan organ-organ lain. Metode ini dikatakan makin berkembang dengan didukung oleh peralatan canggih yang disebut Endo Alfa.Alat ini merupakan yang pertama di Indonesia dan yang ketiga di Asia, selain Jepang dan Hongkong. Endo Alfa dilengkapi dengan teknologi Narrow Brand Image (NBI) yang menangkap warna yang lebih spesifik dalam pemeriksaan. Dengan gambar yang lebih jelas, dokter dapat dengan tepat dan cepat mendeteksi keganasan kanker sejak dini.B. INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI

1. Terdapat banyak indikasi laparoskopi diantara lain:

a. Diagnosis, contohnya anomali uteri,endometriosis,biopsi tumor ovarii,omentum,limpa atau hati, dan membedakan kehamilan ektopik dengan salpingitis, atau nyeri panggul organik dengan psikogenik.

b. Evaluasi, contohnya pada pemeriksaan infertilitas, misalnya uji patensi tuba dan penilaian respons terhadap pengobatan pada wanita dengan kanker ovarium atau kanker pelvis lainnya.

c. Terapi

Sterilisasi tuba dengan fulgurasi,pemasangan cincin Silastik atau klip logam

Memisahkan pelekatan

Eliminasi gangguan misalnya fulgurasi endometriosis

Pengeluaran benda asing,misalnya AKDR yang keluar dari kavum uteri.2. KontraindikasiKontraindikasi absolut laparoskopi adalah abstruksi usus dan peritonitis umum. Penyakit jantung atau paru berat adalah kontrindikasi relatifC. KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN BEDAH LAPARASKOPI

1. Keuntungan

Rasa nyeri minimal karena luka operasi kecil dan tidak melukai otot.

Pemulihan dan penyembuhan lebih cepat sehingga waktu perawatan di rumah sakit lebih singkat dan cepat kembali ke aktivitas normal.

Luka kecil mengakibatkan perut bekas operasi hampir tidak terlihat.

2. Kerugian

Teknik operasi ini tidak dapat dilakukan pada pasien-pasian yang pernah operasi perut sehingga terjadi perlengketan hebat di dalam rongga perut.

Memerlukan biaya yang cukup mahal karena alatnya sekali pakai.

Bila bedah laparaskopi tidak memungkinkan, maka dilakukan tindakan pembedahan biasa dengan sayatan yang lebih besar.D. RESIKO

Jarang terjadi penyulit yang serius akibat laparoskopi diagnostik maupun operatif. Risiko utama dari tindakan ini adalah kerusakan usus, kandung kemih, ureter, pembuluh darah besar atau organ lain, yang kemungkinan memerlukan tindakan operatif segera. Kemungkinan terjadinya risiko adalah sekira dua sampai empat per 1.000 tindakan. Cedera organ dapat terjadi saat memasukkan alat-alat untuk laparoskopi melalui dinding perut, atau saat pelaksanaan tindakan. Selain itu, terdapat beberapa keadaan yang dapat meningkatkan risiko penyulit saat laparoskopi. Hal tersebut meliputi adanya riwayat operasi daerah perut sebelumnya (terutama operasi usus), endometriosis, infeksi panggul, obesitas, ataupun badan yang sangat kurus.

Terdapat beberapa penyulit lain yang dapat timbul akibat tindakan laparoskopi seperti pembentukan hematoma (terkumpulnya darah di luar pembuluh), perdarahan, infeksi rongga perut atau panggul, kerusakan saraf, reaksi alergi, dan penyulit akibat tindakan pembiusan. Penyulit yang mungkin timbul pascaoperasi antara lain infeksi saluran kemih, infeksi pada luka sayatan, retensio urine atau trombosis vena. Risiko kematian saat laparoskopi sangat jarang, yaitu antara satu sampai lima kejadian per 1.000, masih lebih rendah dibandingkan angka kematian akibat kehamilan

E. CONTOH PENGGUNAAN LAPAROSKOPI Kista ovarium, cukup populer di telinga wanita khususnya jika ini menyangkut kesehatan reproduksi. Jangan panik dulu jika Anda didiagnosis mengidap kista, karena kista banyak jenisnya dan tidak selalu berbahaya. Namun kista tetap perlu diwaspadai karena tanda dan gejalanya sering kali tidak disadari dan baru terdeteksi saat seseorang memeriksakan dirinya atau berkonsultasi kepada dokter.Keluhan atau sakit biasanya dirasakan utama sakit waktu menstruasi yang tak kunjung mereda atau gangguan pada siklus haid. Ada juga kista yang sifatnya ganas dan dapat berkembang menjadi kanker.Kista ovarium merupakan benjolan yang membesar, seperti sebuah balon yang berisi cairan, yang tumbuh di indung telur. Cairan ini bisa berupa air, darah, nanah, atau cairan coklat kental seperti darah menstruasi yang disebut kista coklat atau kista endometriosis.

Karena tumbuh di indung telur, kista ini lazim disebut kista ovarium. Kista banyak terjadi pada wanita di usia subur atau reproduksi dan biasanya dapat mengecil atau hilang dengan sendirinya setelah wanita memasuki masa menopause, karena menurunnya aktivitas indung telur.Penanganannya tidak selalu harus dengan tindakan operasi, kecuali jika kista dianggap berbahaya, ukurannya makin membesar, lebih dari 5 cm, benar- benar mengganggu dan menimbulkan sakit yang luar biasa pada si penderita, terutama apabila kista terpuntir atau pecah," ungkapnya.

Walaupun kista tidak selalu menjadi ganas atau mengarah kepada kanker, namun demikian pemeriksaan tetap perlu dilakukan untuk mengetahui indikasi dan penanganan yang lebih tepat. Belum ada jawaban yang pasti mengapa kista dapat timbul, apalagi seringnya kista tidak memberikan tanda dan gejala khusus, sehingga si penderita tidak menyadarinya dan baru diketahui secara kebetulan pada saat memeriksakan diri ke dokter dengan ultrasonografi atau USG (ultrasonografi).

F. METODE LAPAROSKOPI

Terapi bedah atau operasi merupakan tindakan yang dilakukan pada pasien apabila kista tidak menghilang, memiliki ukuran besar, menimbulkan keluhan- keluhan seperti rasa nyeri perut, nyeri haid atau gangguan siklus dan infertilitas. Dibandingkan dengan metode konvensional, dimana pasien dibedah dengan sayatan yang lebar di sekitar perut untuk pengangkatan kista, metode laparoskopi merupakan metode terkini (Gold Standard) dalam dunia kedokteran.Laparoskopi merupakan teknik pembedahan atau operasi yang dilakukan dengan membuat dua atau tiga lubang kecil (berdiameter 5-12 milimeter) di sekitar perut pasien. Satu lubang pada pusar digunakan untuk memasukkan sebuah alat yang dilengkapi kamera untuk memindahkan gambar dalam rongga perut ke layar monitor, sementara dua lubang yang lain untuk peralatan bedah yang lain.

Teknik ini disebut juga teknik operasi minimal invansif (Minimal Invansive Surgery). Namun, teknik ini tetap memiliki resiko bagi pasien, terutama karena saat melakukan operasi tersebut, dokter yang menangani memerlukan ruang dalam rongga perut sehingga memerlukan gas karbondioksida (CO2) untuk mengembangkan rongga perut, antara lain risiko yang dapat terjadi jika gas bertekanan tinggi tersebut masuk ke dalam pem- buluh darah.

Untuk meminimalkan risiko-risiko dalam tindakan laparoskopi, dirancang dan diciptakan suatu alat untuk mendukung teknik laparoskopi ini, sehingga operasi bisa dilakukan tanpa gas karbondioksida. Penyediaan ruang di rongga perut tidak lagi menggunakan gas, melainkan dengan kait baja untuk menarik dinding perut, selanjutnya dokter melakukan langkah-langkah laparoskopi seperti biasa.

"Teknik laparoskopi tanpa gas (gasless laparoscopy) merupakan teknik yang paling canggih dan elegan dari semua teknik yang pernah dilakukan untuk tindakan operasi, sehingga risiko dapat diminimalkan. Selain meminimalkan risiko, teknik ini juga mempercepat pemulihan dan mengurangi nyeri luka pascaoperasi, mempersingkat waktu rawat inap sehingga hanya dalam satu atau dua hari saja pasien sudah dapat pulang dan melakukan aktivitasnya, permukaan perut pasien tidak akan memerlukan jahitan yang lebar sehingga tidak mengurangi estetika, dan meminimalkan biaya yang dikeluarkan.

G. LAPAROSKOPI OPERATIF

Cara ini dipopulerkan oleh Patrick Steptoe pada akhir tahun 1960-an. Gunanya untuk memeriksa kemungkinan sumbatan pada saluran telur, dengan cara menyuntikan zat pewarna khusus kedalam rahim, kemudian memeriksa alirannya melalui rahim dan keluarnya dari saluran telur. Alat laparoskopi berupa tabung fiberglass yang lentur berisi lampu dan lensa untuk memeriksa rongga-rongga di dalam tubuh, yang di masukkan melalui sayatan kecil pada dinding perut dekat pusar. Dengan zat kontras tersebut di atas dapat dilihat seberapa ukuran luasnya penutupan, parut yang terjadi, maupun kondisi pelengketan pada saluran telur. Juga bisa diketahui kondisi indung telur. Pemeriksaan dilakukan di bawah pembiusan menyeluruh, dan biasanya dilakukan sebelum ovulasi untuk mencegah kerusakan sel telur.Dengan laparoskopi operatif, beberapa kelainan dalam rongga perut dapat ditangani bersamaan saat diagnosis ditegakkan. Biasanya dokter akan memasukkan alat-alat seperti gunting, alat biopsi, alat bedah elektro atau laser, melalui dua atau tiga sayatan kecil pada dinding perut. Pilihan teknik atau alat sangat bergantung pada pengalaman dan keahlian dokter, lokasi penyakit, dan ketersediaan alat.

Beberapa kelainan yang dapat diatasi dengan laparoskopi operatif meliputi pembebasan perlekatan sekitar saluran dan indung telur, membuka saluran telur yang tersumbat, pengangkatan kista indung telur, pengangkatan jaringan endometriosis, dan pengangkatan jaringan kehamilan ektopik. Pada beberapa keadaan, dapat dilakukan pengangkatan mioma uterus. Terkadang diperlukan lebih dari satu kali prosedur laparoskopi. Hal ini yang dikenal sebagai second-look laparoscopy, biasanya dilakukan dalam beberapa hari, minggu, atau bulan setelah laparoskopi atau pembedahan pertama. Pada second-look laparoscopy ini dokter akan melihat hasil dari pembedahan sebelumnya, seperti apakah perlekatan yang telah dibebaskan timbul kembali, atau apakah jaringan endometriosis yang telah diangkat ternyata tumbuh kembali. Bila ditemukan keadaan demikian, langsung dilakukan tindakan operatif kembaliDengan laparoskopi operatif, beberapa kelainan dalam rongga perut dapat ditangani bersamaan saat diagnosis ditegakkan. Biasanya dokter akan memasukkan alat-alat seperti gunting, alat biopsi, alat bedah elektro atau laser, melalui dua atau tiga sayatan kecil pada dinding perut. Pilihan teknik atau alat sangat bergantung pada pengalaman dan keahlian dokter, lokasi penyakit, dan ketersediaan alat. Beberapa kelainan yang dapat diatasi dengan laparoskopi operatif meliputi pembebasan perlekatan sekitar saluran dan indung telur, membuka saluran telur yang tersumbat, pengangkatan kista indung telur, pengangkatan jaringan endometriosis, dan pengangkatan jaringan kehamilan ektopik.

Pada beberapa keadaan, dapat dilakukan pengangkatan mioma uterus. Kadangkala diperlukan lebih dari satu kali prosedur laparoskopi. Hal ini yang dikenal sebagai second-look laparoscopy, biasanya dilakukan dalam beberapa hari, minggu, atau bulan setelah laparoskopi atau pembedahan pertama. Pada second-look laparoscopy ini dokter akan melihat hasil dari pembedahan sebelumnya, seperti apakah perlekatan yang telah dibebaskan timbul kembali, atau apakah jaringan endometriosis yang telah diangkat ternyata tumbuh kembali. Bila ditemukan keadaan demikian, langsung dilakukan tindakan operatif kembali.

Setelah laparoskopi, biasanya daerah pusat akan terasa nyeri dan memar. Gas yang digunakan dalam laparoskopi biasanya menyebabkan rasa kembung dan nyeri pada daerah perut dan bahu. Selain itu, dapat pula timbul rasa pusing dan mual akibat tindakan pembiusan. Derajat ketidaknyamanan yang terjadi biasanya bergantung pada jenis dan luasnya tindakan laparoskopi. Biasanya dalam beberapa hari pasien dapat beraktivitas normal kembali. Walaupun demikian, pasien diminta agar waspada bila timbul nyeri perut yang hebat, mual, dan muntah terus-menerus, peningkatan suhu badan di atas 38 derajat Celsius, atau perdarahan yang terus menerus dari bekas sayatan. Bila ditemukan hal-hal tersebut, pasien harus segera datang ke pusat pelayanan kesehatan.PERLENGKAPAN LAPARASKOPI

1. Laparoskop

2. Jarum pneumoperitoneal

3. Trokar

4. Gas insuflator

5. Sumber cahaya

6. Kamera

INSTRUMEN LAIN

1. Probe

2. Forseps

3. Gunting dan pisau

4. Aspirator dan irrigator

5. Morselator

6. elektrokoagulasi

7. Thermokoagulasi

8. Laser

LAPAROSKOP

Laparoskop diagnostik tersedia dalam berbagai macam sudut pandang, baik yang lurus ( 0 degre deflection ) atau yang foreoblique. Pemilihan jenis laparoskop tergantung operator, tetapi yang lurus penyesuaiannya lebih mudah dan lebih sering digunakan. Laparoskop diagnostik dan operatif juga bervariasi dalam ukuran diameternya, antara 4-12 mm. Laparoskop yang kecil lebih lebih memuaskan untuk diagnostik dan bermanfaat untuk pasien dengan risiko tinggi tertusuk trokar karena tenaga yang dibutuhkan untuk menembus abdomen lebih kecil. Sedangkan pada laparaskopi operatif digunakan laparoskop yang lebih besar , karena akan dilalui instrument dengan diameter bervariasi antara 3-8 mm.

JARUM PNEUMOPERITONEAL

Tersedia dua tipe jarum, jarum Tuohy dirancang untuk anestesi epidural, mudah pengadaannya dan tidak mahal. Jarum Verres dirancang untuk mengurangi kecelakaan pada saat penusukan, jarum ini memiliki per yang akan mengalami retraksi bagian tumpul jarum saat melewati dinding abdomen, setelah itu bagian tumpul jarum keluar lagi untuk melindungi struktur atau organ intraabdomen.TROKAR

Trokar akan menembus dinding abdomen setelah dilakukan insuflasi. Terdapat dua model dasar trokar yaitu flapper valve dan trumpet valve. Flapper valve memungkinkan memasukkan dan mengeluarkan laparoskop serta instrument lain tanpa kehilangan gas.Ujung trokar berbentuk piramid atau kerucut. Mekanisme memasukkan trokar kedalam abdomen seperti melakukan insersi jarum Verres.INSUFLATOR GAS

Insuflator gas digunakan untuk membuat pneumoperitoneum yang terkontrol. Tindakan laparaskopi hanya mungkin dilakukan bila pneumoperitoneum terpelihara saat berbagai alat dimasukkan. Prosedur laparaskopi operatif memerlukan beberapa tempat insersi yang memungkinkan adanya kebocoran gas. Irigasi yang kemudian diikuti dengan aspirasi juga mempunyai kontribusi terhadap hilangnya gas. Oleh karena itu ditekankan tersedianya insuflator dengan aliran tinggi pada prosedur laparaskopi operatif.SUMBER CAHAYA

Visualisasi yang adekuat tergantung pada kualitas dan kekuatan sumber cahaya. Sumber cahaya dengan intensitas tinggi menggunakan halogen dan xenon. Cahaya ditransmisikan melalui kabel fiberoptik, yang harus utuh untuk memelihara visualisasi yang optimal. Fiber yang rusak akan terlihat sebagai spot yang gelap.KAMERA

Kamera terdiri dari dua komponen, kamera utama dengan kabelnya dan unit kontrol kamera. Gambar diterima melalui lensa kamera (yang menempel pada laparoskpo), lalu dirubah dan ditransmisikan ke unit control kamera melalui kabel kamera. Gambar kemudian dikirim ke monitor, dimana terjadi perubahan dari gambar elektronik ke gambar optic.PROBE

Probe yang paling sederhana dan banyak digunakan adalah blunt probe. Penting untuk visualisasi yang memerlukan manipulasi seperti ovarium.FORSEPS

Kemampuan untuk mempertahankan struktur jaringan agar tidak traumatis merupakan kunci bagi banyak prosedur operatif. Forseps atraumatis lebih sering digunakan. Forsep kecil digunakan untuk memegang tuba falopii dan fimbrioplasti. Forsep dengan sendok besar digunakan untuk mengambil jaringan trofoblastik pada salpongostomi, untuk mengangkat dinding kista ovarium dan untuk mengambil irisan jaringan miom.GUNTING DAN PISAU

Gunting harus tajam, karena bila tumpul akan menyebabkan kerusakan jaringan. Tersedia berbagai jenis gunting seperti : toothed, serrated micro dan hooked scissor. Pisau dengan berbagai ukuran dan bentuk tersedia untuk digunakan dalam laparaskopi. Elektrokoagulasi monopolar dapat dihubungkan ke gunting atau pisau pada laparaskopi. Kombinasi antara memotong dan koagulasi berguna baik untuk adhesiolisis maupun salpingostomi linier.ASPIRATOR DAN IRIGATOR

Aspirasi dapat dilakukan dan diatur secara mekanik atau manual dengan spuit yang besar. Kecepatan mengevakuasi hemoperitoneum sangat penting untuk mendapatkan visualisasi yang optimum.MORSELATOR

Morselasi biasa dilakukan selama miomektomi, terkadang pada oophorectomy. ELEKTROKOAGULASI

Unit electrosurgical modern lebih aman daripada generator pertama, dimana pada generator modern mempunyai voltase yang rendah, freuensi tinggi.

Pada sistim unipolar, arus listrik berjalan dari generator melalui instrument ke ground dan lalu kembali ke generator. Ground harus tertutup oleh jeli yang konduktif untuk mempertahankan kontak dengan pasien. Unit generator akan berhenti secara otomatis dan mengeluarkan suara peringatan bila ditemukan adanya perubahan resistensi jaringan. Harus diingat bahwa intensitas arus listrik disesuaikan dengan penggunaan dan diatur oleh operator. Ujung instrument harus terlihat oleh operator saat arus listrik aktif. Operator harus waspada terhadap arus listruk lateral yang menyebar dan dapat menyebabkan nekrosis jaringan pada jarak tertentu. Kerusakan jaringan akan terlihat pada sejauh 2-3 cm dari koagulasi unipolar.

Sistim bipolar menggunakan dua gigi penyekat pada instrument untuk membawa arus listrik ke dan dari generator. Forsep bipolar menggunakan frekuensi tinggi, voltase rendah. Densitas power dicapai lebih rendah pada arus koagulasi daripada arus cutting, karena arus koagulasi mengeringkan permukaan jaringan, meningkatkan resistensi jaringan. Kerusakan perifer karena koagulasi bipolar lebih sedikit dibandingkan dengan unipolar. Kerusakan kira-kira 1-2 cm sekeliling titik koagulasi, bila terjadi pada area yang lebih luas maka jaringan akan lepas.PENJAHITAN

Penjahitan ternyata telah menambah dimensi baru dalam laparaskopi operatif. Beberapa Ligasi loop merupakan modifikasi dari tonsilektomi atau polip rektal. Loop dapat ditempatkan pada sekitar struktur dan diikatkan pada jaringan atau pembuluh darah. H. PERSIAPAN SEBELUM OPERASI

Pasien yang akan dilakukan operasi pagi hari, diharuskan puasa sejak jam 10 malam sebelum operasi. Untuk mengantisipasi bila akan dilakukan pelepasan perlengketan dengan usus, harus dilakukan persiapan kolon. Bila pada pemeriksaan klinis dicurigai terdapat massa di rongga pelvis, maka perlu dilakukan pemeriksaan USG.I. TEKNIK BEDAH LAPARASKOPI

Sebelum memulai prosedur operasi, evaluasi preoperasi yang seksama sangat penting. Indikasi untuk prosedur ini dan kegunaannya harus ditelaah. Kontraindikasi untuk bedah endoskopi harus diketahui. Informed consent harus dilakukan untuk memastikan pasien mengerti jalannya prosedur operasi, risiko, komplikasi dan alternatif operasi lain. Informed consent juga harus mengandung ijin pasien untuk kemungkinan laparatomi dan mengetahui hal apa yang akan menyebabkan pasieh harus dilaparatomi.

Walaupun prosedur sterilisasi dapat dilaksanakan dengan anestesi lokal, lebih disukai anestesi umum dimana otot berrelaksasi baik untuk prosedur diagnostic dan operatif. Bedah laparaskopi memerlukan inspeksi yang cermat dari kavum peritoneum dan pelaksanaannya memakan waktu berjam-jam. Anestesi umum lebih nyaman baik bagi operator maupun pasien dan juga lebih aman. Pasien harus diintubasi dan di beri ventilasi karena posisi Trendelenburg dan pneumoperitoneum menyebabkan hiperkarbia.

POSISI PASIEN

Posisi pasien yang diinginkan sangat penting untuk keamanan pasien dan kenyamanan operator, serta dapat menvisualisasikan organ pelvis secara optimal. Laparaskopi dilakukan pada meja operasi yang dapat diatur ketinggiannya dan posisi pasien dapat menjadi trendelenberg. Disamping itu pasien diletakkan dengan posisi litotomi rendah.

PENGATURAN RUANG OPERASI

Pengaturan perlengkapan dan instrumen bedah laparaskopi sangat penting untuk keamanan dan efesiensi. Untuk operasi daerah pelvis, monitor diletakkan diantara kedua kaki pasien. Bila diperlukan dua monitor, monitor kedua dapat ditempatkan didekat salah satu kaki pasien. Operator berdiri disebelah kiri pasien. Perawat dan meja instrument berada didekat kaki pasien sehingga tidak menghalangi penglihatan operator ke monitor. Insuflator ditempatkan disebelah kanan pasien, didepan operator, sehingga memungkinkan operator memantau kecep[atan pengisian gas dan tekanan intraabdomen. Generator elektrosurgikal, aspirator dan irrigator juga diletakkan disebelah kanan pasien.

J. TEKNIK MEMASUKI RONGGA ABDOMEN

Penembusan dinding abdomen merupakan hal yang paling berbahaya dalam prosedur laparaskopi. Sebagian besar operator menggunakan jarum verres untuk memasukkan udara kedalam rongga abdomen. Biasanya dibuat insisi intra atau subumbilikal, dan kemudian jarum verres dimasukkan kedalam rongga abdomen.K. INSISI KULIT

Lokasi insisi

Pemilihan lokasi insisi merupakan hal yang penting. Secara kosmetik sebaiknya dibuat sepanjang garis Langer pada lipatan umbilicus baik vertical maupun horizontal. Sebagian besar operator memilih insisi bagian bawah dari umbilicus. Ukuran insisi

Insisi kulit untuk tempat masuk trokar harus tepat ukurannya.Besarnya insisi dapat dinilai dengan bagian belakang pisau standar ( lebarnya sekitar 1 cm )atau secara langsung dengan memasukkan jari telunjuk operator kedalam lubang insisi.

Teknik insersi

Gambar dibawah ini memperlihatkan prinsip yang harus dilakukan saat memasukkan jarum Verres secara aman. Abdomen bagian bawah antara simfisis dengan umbilicus dibagi dalam dua bagian, bagian bawah (bagian diatas simfisis dekat area vesika urinaria) digenggam dan diangkat oleh tangan kiri operator membentuk sudut 45 derajat keatas dan kaudal. Pengangkatan ini akan meninggikan umbilicus dan peritoneum dibawahnya, sehingga peritoneum akan menjadi satu bidang yang tegak lurus terhadap sumbu pelvis. Kemudian jarum Verres dimasukkan secara tepat melalui umbilicus lurus terhadap sumbu pelvis. Selama manuver dengan dua tangan ini, operator perlu mengingat tiga hal utama yaitu :

1. Menuju kearah uterus

2. Menjauhi pembuluh darah pelvis

3. Membentuk sudut terhadap kulit (jarak paling pendek terhadap peritoneum)

Dengan manuver ini diharapkan lemak preperitoneal yang dilewati akan minimal.

Uji penembusan peritoneum.

Setelah jarum Verres masuk kedalam rongga abdomen, harus dilakukan pengetesan untuk meyakinkan bahwa masuknya jarum Verres sudah betul, yaitu dengan cara :

1. Tes aspirasi. Syringe yang diisi cairan NaCl dihubungkan dengan jarum Verres. Kemudian cairan dimasukkan kedalam rongga abdomen. Bila tidak ada tahanan berarti jarum Verres dengan benar. Untuk meyakinkan dilakukan aspirasi cairan, bila cairan tidak dapat diaspirasi kembali, maka berarti jarum Verres benar masuk dalam rongga peritoneum, tetapi bila diaspirasi terdapat darah , feses atau urin, berarti jarum Verres masuk ditempat yang salah.

2. Sniff test. Jika jarum Verres menusuk usus, akan tercium bau feses, hal ini dapat terdeteksi sebelum gas dimasukkan.

3. Palmers test. Setelah gas dimasukkan kedalam rongga peritoneum, jarum dihubungkan dengan syringe yang diisi cairan NaCl. Bila terdapat gelembung udara saat aspirasi, maka jarum Verres berada bebas dalam rongga abdomen.PENGISIAN GAS (PNEUMOPERITONEUM)

Gas CO2 permulaan harus dimasukkan rata-rata 1 L/menit sampai yakin tidak ada obstruksi. Bila penempatan sudah tepat, gas dapat dialirkan lebih cepat. Tekanan abdomen yang optimum selama bedah laparaskopi biasanya antara 12-15 mmHg.INSERSI TROKAR

Insersi trokar merupakan tindakan yang paling berbahaya dalam prosedur laparaskopi. Teknik dalam memasukkan jaru Verres digunakan untuk memasukkan trokar, tetapi dengan tekanan lebih kuat. Trokar tajam lebih mudah dimasukkan. Selama insersi trokar, operator tetap harus memperhatikan tiga aturan utama, yaitu :

1. menuju kearah uterus

2. menjauhi pembuluh darah pelvis

3. membentuk suduk terhadap kulit

Operator konsentrasi penuh pada kedua tangan sewaktu memasukkan trokar. Tangan kiri berfungsi untuk melindungi pembuluh darah, dan pengangkatan dinding abdomen tetap terus dipertahankan ( gb 8-14)

Setelah trokar masuk kedalam rongga abdomen, harus mampu mengenali bahwa memang benar trokar sudah berada dalam rongga peritoneum. Pada saat ini, terutama pada wanita gemuk sebaiknya trokar dipegang agak kuat , kalau perlu sampai trumpet valve menyentuh kulit ( gb 8-15).Hal ini untuk meyakinkan bahwa selubung trokar berada dalam peritoneum dan tidak akan tertarik kembali ke preperitoneal saat trokar ditarik. Kemudian dimasukkan laparaskop sampai terlihat pemandangan dalam rongga abdomen.

INSERSI TROKAR KEDUA

Semua insersi trokar kedua dipandu oleh laparoskop. Tempat insisi tidak di garis tengah karena ada aponeurosis fascial. Pembuluh darah epigastrik inferior biasanya dapat terlihat melalui laparoskop serta dinding abdomen diidentifisir pada daerah insersi trokar kedua untuk menghindari pembuluh darah. Biasanya tempat insersi trokar kedua pada kuadran bawah diatas pubis dan lateral terhadap pembuluh darah epigastrik (dan juga dari m rectus abdominis) . Pembuluh darah ini terdapat di lateral ligamentum umbilikalis ( berasal dari a umbilkalis yang mengalami obliterasi ), yang dapat terlihat langsung oleh laparoskop pada bagian depan dinding abdomen. Pembuluh darah epigastrik profunda mencapai dekat hubungan pembuluh darah illiaca externa dengan pembuluh darah femoralis dan membentuk batas medial dari cincin inguinalis interna. Ligamentum rotundum mengelilingi pembuluh darah ini untuk memasuki kanalis inguinalis. Jika dinding abdomen di anterior peritoneum parietale tebal, posisi pembuluh darah ini dikonfirmasi dengan palpasi dan menekan dinding abdomen anterior dengan bagian belakang scalpel, dinding abdomen tampak tebal saat m rektus ditutup dan tempat insisi harus dipilih sebelah lateral dari daerah ini, dekat SIAS (spina ischiadica anterior superior).

Operator tidak perlu melihat melalui laparoskop selama insersi trokar kedua, lebih baik melihat langsung ke trokar dari luar dan diarahkan menuju ke uterus menjauhi pembuluh darah illiaka komunis.

Saat kulit dan fascia ditembus, peritoneum di suprapubik lebih longgar dan perlu menembus secara hati-hati. Lebih aman dilakukan dengan visualisasi laparoskopi. Pangkal trokar harus terlihat setiap saat, langsung ke cavum Douglas menjauhi pembuluh darah epigastrik.L. PENUTUPAN LUKA

Peritoneum dan fascia akan menutup tanpa perlu penjahitan setelah trokar diangkat. Jahitan kulit diperlukan untuk bekas luka trokar 10 mm, luka dijahit secara subkutikuler dengan benang 3.0 (absorbable). Sedangkan bekas luka trokar 5 mm dijahit dengan vicryl 4.0.

M. PERAWATAN PASCA OPERASI

Kebanyakan pasien dirawat selama 1 hari setelah operasi. Jika timbul komplikasi , maka diperlukan perawatan yang lebih lama. Penggunaan analgesi baik intramuskuler maupun intravena saat di ruang pemulihan akan mengurangi nyeri pasca operasi.

BAB III

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

1. Garry R, Reich Herry. Laparoscopic Hysterectomy 1st ed. Cambridge: Blackwell Scientific Publications; 1993:46-60

2. Hulka and Reich. Textbook of Laparoscopy 2nd ed. W.B. Philadelphia: Saunders Company; 1994:85-95

3. Munro MG. Gynecology Endoscopy. In: Berek JS, Adashi EY, Hillard PA. Novaks Gynecology 12th ed. Baltimore: Williams & Wilkins; 1996:677-90

4. Namnoum AB, Murphy AA. Diagnostic and Operative Laparoscopy. In: Rock JA, Thompson JD. Te Lindes Operative Gynecology 8th ed. Philadelphia: Lippincot-Raven; 1997:389-412

5. Sanfilippo JS, Singh M. Contemporary Operative Laparoscopy. In: Adashi EY, Rock JA, Rosenwaks Z. Reproductive Endocrinology, Surgery, and Technology 1st ed.Pensylvania: Lippincot-Raven Publications; 1996:2064-87

Insuflator

Gen Elektosurgikal

Aspirator

Irrigator