lapbul djkpi januari 2014.pdf
TRANSCRIPT
i
Kata Pengantar
Laporan Bulanan Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional merupakan uraian pelaksanaan kegiatan dari tugas dan fungsi Direktorat-direktorat dan Sekretariat di lingkungan Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional, yang terdiri dari rangkuman pertemuan, sidang dan kerja sama di fora Multilateral, ASEAN, APEC dan organisasi internasional lainnya, Bilateral, serta Perundingan Perdagangan Jasa setiap bulan baik di dalam maupun di luar negeri.
Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan laporan bulanan ini adalah untuk memberikan masukan dan informasi kepada unit-unit terkait Kementerian Perdagangan, dan sebagai wahana koordinasi dalam melaksanakan tugas lebih lanjut. Selain itu, kami harapkan Laporan Bulanan Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional ini, dapat memberikan gambaran yang jelas dan lebih rinci mengenai kinerja operasional Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional.
Akhir kata kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sejak penyusunan hingga penerbitan laporan bulanan ini.
Terima kasih.
Jakarta, Januari 2014
DIREKTORAT JENDERAL KPI
ii
iii
Ringkasan Eksekutif
Beberapa kegiatan penting yang telah dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Kerja Sama
Perdagangan Internasional pada bulan Januari 2014, antara lain:
62nd ASEAN Coordinating Committee of Investment (CCI)
Pertemuan membahas beberapa agenda antara lain: Implementation of ASEAN
Comprehensive Investment Agreement (ACIA); Proposed US-ASEAN Joint Statement on
Shared Principles for International Investment; Hasil dari 3rd ASEAN Investment Forum dan
Multipicity of Investment Agreement.
The First Meeting of The ASEAN Senior Economic Officials for The Forty-Fifth ASEAN
Economic Ministers Meeting (SEOM 1/45) and Related Meetings
Rangkaian pertemuan telah dilaksanakan pada tanggal 13-15 Januari 2014, di Nay Pyi
Taw, Myanmar membahas isu-isu intra ASEAN, maupun hubungan ASEAN baik dengan
mitra FTA maupun mitra strategis lain. Selanjutnya juga telah dilaksanakan Pertemuan ke-
5 Committee of the Whole (COW) Dan Informal SEOM-METI Consultation pada tanggal 15
Januari 2014.
World Economic Forum (WEF) 2014
Bertemakan “Reshaping of the World: Consequences for Society, Politics and Business”,
forum tahunan yang diselenggarakan di Davos, Swiss ini terdiri dari sejumlah sesi, antara
lain: Sesi Enabling Trade, Forum Debate: Rethinking Technology and Employment dan
Lippo Davos Lunch Dialogue.
Chief Negotiator's Meeting Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership
Agreement (IKCEPA) 2014
Telah dibahas outstanding issues dalam Working Group (WG) Trade in Goods (TIG), Trade
in Services (TIS), Investment dan Cooperation and Capacity Building (CCB) serta proposal
kerjasama mengenai Industrial Technology and Investment.
Kunjungan Pendahuluan (Tim Advance) Bidang Ekonomi dan Keikutsertaan dalam
Partnership Summit di India
Tim Advance Bidang Ekonomi RI mengunjungi Bangalore, India dengan sejumlah agenda,
yaitu: pertemuan dengan Minister of Agriculture Negara Bagian Karnataka dan Deputy
Secretary-General Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD),
pertemuan dengan perusahaan Tata Consulting Service (TCS) dan Bharat Heavy Electricals
Limited (BHEL), serta sebagai panelis pada Partnership Summit 2014.
iv
Pertemuan ke-3 RCEP-Working Group on trade in Services (RCEP-WGTIS)
Pertemuan RCEP-WGTIS pada tanggal 20-24 Januari 2014 di Kuala Lumpur, malaysia
merupakan pertemuan ketiga yang dihadiri perwakilan anggota ASEAN, Australia, China,
India, Jepang, Korea dan New Zealand, serta Sekretariat ASEAN.
Workshop Laporan Akuntabillitas Kinerja (LAK) 2013
Workshop dilaksanakan dengan tujuan memberikan pemahaman kepada pejabat dan staf
di lingkungan Ditjen KPI dalam melakukan penyusunan LAK, khususnya kepada pejabat
yang baru menangani penyusunan LAK.
Pertemuan Penyusunan Dokumen Kontrak Kinerja
Pertemuan penyusunan Kontrak Kinerja Ditjen KPI menghasilkan penyesuaian terhadap
draft awal Kontrak Kinerja sesuai dengan masukan dari narasumber dan koordinator
perencanaan dan evaluasi pada tiap unit eselon II.
v
Daftar Isi KATA PENGANTAR ............................................................................................... i RINGKASAN EKSEKUTIF ....................................................................................... iii DAFTAR ISI .......................................................................................................... v DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ vi BAB I – KINERJA ................................................................................................... 1
A. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan ASEAN ........................................ 1 1. 62nd ASEAN Coordinating Committee of Investment (CCI) ..................... 1 2. The First Meeting of The ASEAN Senior Economic Officials for The
Forty-Fifth ASEAN Economic Ministers Meeting (SEOM 1/45) and Related Meetings .................................................................................... 3
B. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan APEC dan Organisasi Internasional Lainnya ..................................................................................... 7 1. World Economic Forum (WEF) 2014 ....................................................... 7
C. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan Bilateral ...................................... 11 1. Chief Negotiator's Meeting Indonesia-Korea Comprehensive
Economic Partnership Agreement (IKCEPA) 2014 ................................... 11 2. Kunjungan Pendahuluan (Tim Advance) Bidang Ekonomi dan
Keikutsertaan dalam Partnership Summit di India .................................. 13 D. Peningkatan Kerja Sama Perdagangan Jasa ................................................... 17
1. Chief Negotiator Meeting Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (IK CEPA) ........................................... 17
2. Pertemuan ke-3 RCEP-Working Group on trade in Services (RCEP-WGTIS) ..................................................................................................... 20
E. Peningkatan Peran dan Kemampuan Diplomasi Perdagangan Internasional ................................................................................................... 25 1. Pertemuan Penyusunan Dokumen Kontrak Kinerja ............................... 25 2. Konsinyering Penyusunan Sasaran Kerja Pegawai .................................. 25 3. Workshop Laporan Akuntabillitas Kinerja (LAK) 2013 ............................ 26
BABII – PERMASALAHAN DAN TINDAK LANJUT .................................................... 29
A. Kendala dan Permasalahan ............................................................................ 29 B. Tindak Lanjut Penyelesaian ................................................................................ 29
BAB III – PENUTUP ............................................................................................... 31
vi
Daftar Gambar Gambar 1 SEOM 1/45 and Related Meeting di Nay Pyi Taw, Myanmar .................. 4 Gambar 2 Forum Debate: Rethinking Technology and Employment, WEF ............... 8 Gambar 3 Informal WTO Ministerial Gathering, WEF 2014 ................................... 10 Gambar 4 Pertemuan ke-3 RCEP-Working Group on trade in Services (RCEP-
WGTIS) ........................................................................................... 20 Gambar 5 Konsinyering Penyusunan Sasaran Kerja Pegawai ................................. 26 Gambar 6 Workshop LAK Ditjen KPI 2013 .......................................................... 26
1
BAB I KINERJA
A. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan ASEAN
1. 62nd ASEAN Coordinating Committee of Investment (CCI)
Pertemuan 62nd ASEAN Coordinating Committee of Investment
(CCI) diselenggarakan pada tanggal 10-11 Januari 2014 di Nay Pyi
Taw, Myanmar, membahas beberapa agenda antara lain:
Implementation of ASEAN Comprehensive Investment Agreement
(ACIA); Proposed US-ASEAN Joint Statement on Shared Principles
for International Investment; Hasil dari 3rd ASEAN Investment
Forum dan Multipicity of Investment Agreement.
Protocol to Amend the
ACIA
Semua negara-negara ASEAN (AMS) telah menyelesaikan Protocol
to Amend the ACIA. Pokok-pokok penting Protokol ini antara lain:
(i). Memberi kewenangan bagi ASEAN Investment Area (AIA)
Ministers untuk melakukan update dan endorsement Reservation
List (R/L) ACIA; (ii). Menata prosedur modifikasi dan perubahan
R/L yang menyangkut mekanisme waktu dan perubahannya. Dari
10 negara ASEAN, tinggal Laos yang masih harus menyelesaikan
prosedur domestiknya. Untuk itu, diharapkan Laos dapat
menyelesaikannya sebelum 17 Januari 2014, sehingga Protocol
dapat ditandatangani di sela-sela AEM Retreat tanggal 27 Februari
2014 di Singapura.
Revised ACIA Reservation
List
Laos menyampaikan saat ini sedang dalam proses verifikasi
endorsement revised R/L untuk Myanmar; sedangkan Vietnam
menyampaikan sedang dalam proses endorsement revised R/L
Brunei, Indonesia, Laos dan Myanmar.
Transparency Pada tahun 2013, tidak ada perubahan hukum, peraturan atau
kebijakan dari semua AMS terkait ACIA.
Treatment of Permanent
Residents (for investors)
Brunei dan Singapura menerapkan kebijakan Permanent
Residents, sedangkan negara-negara ASEAN lainnya tidak
menerapkan kebijakan tersebut. Mengingat masih belum ada
perkembangan isu ini, disepakati untuk dilakukan konsultasi
domestik kembali dan mengundang instansi-instansi yang
berwenang untuk melakukan pembahasan pada CCI mendatang.
Prohibition of
Performance
Requirements
Terdapat keinginan agar perjanjian investasi di ASEAN lebih liberal
lagi (TRIMS plus). Untuk itu perlu pemahaman secara lebih
komprehensif apa keuntungan/pengaruh TRIMS plus bagi Foreign
Direct Investments.
2
Future reservations on
new and emerging
subsectors, and existing
subsectors which are
unregulated at the time of
the submission of the R/L.
Indonesia dan Vietnam berpendapat bahwa future reservations
untuk new and emerging subsectors and existing subsectors yang
sebelumnya tidak pernah diatur (Pasal 10 ayat 3, ACIA), tidak
dapat dituntut sebagai compensatory adjustment/kompensasi dan
tidak dapat dipandang sebagai backtracking sedangkan Singapura
berpendapat hal ini seharusnya mengikuti prosedur yang berujung
pada pemberian kompensasi.AMS akan meneruskan pembahasan
lebih lanjut untuk isu ini.
Outbond Investment
Mission of ASEAN 6 to Lao
PDR
Pada April 2014, direncanakan diadakan outbond di Laos yang
mempromosikan investasi mereka khususnya di sektor
manufaktur, pariwisata dan pertanian.
ASEAN Connectivity
through Trade and
Investment (ACTI)
Dalam upaya menjadikan investasi di ASEAN lebih mudah, cepat,
murah dan memberikan informasi bagi kalangan bisnis tentang
ACIA, maka dibuat proposal proyek ACTI yang disponsori USAID.
Terkait proposal ini, CCI menyarankan agar TOR dapat lebih
spesifik, lebih menjelaskan term of investment facilitation dan
memasukkan aspek promosi dalam rencana kerja. Pertemuan
akan meminta masukan dari ASEAN Business Advisory Council
(ABAC), selain itu AMS diharapkan memberikan masukan sebelum
31 Januari 2014.
ASEAN Investment Report
(AIR) 2013
ASEAN Investment Report (AIR) 2013 dengan technical support
dari UNCTAD dan dukungan biaya dari ASEAN Australia
Development Cooperation Program (AADCP) ke II akan
diluncurkan pada Agustus 2014. Draft awal akan dipresentasikan
pada CCI-63 dan draft final akan dipresentasikan pada CCI-64.
Proposed US-ASEAN Joint
Statement on Shared
Principles for
International Investment
Masih terdapat perbedaan pandangan antara ASEAN dengan US
terutama tentang prinsip Investasi. Beberapa pandangan
Indonesia antara lain level of ambitions, scope of principle dan
development dimensions. Pertemuan sepakat akan memberikan
masukan pada minggu kedua Februari 2014.
The 3rd ASEAN
Investment Forum (AIF)
Pertemuan membahas hasil dan rekomendasi AIF-3 tanggal 19
Agustus 2013 di Brunei dengan tema supply chain. AIF-3 dihadiri
oleh ASEAN Heads of Investment Agencies (AHIA). Beberapa
anggota AHIA menyarankan agar UKM di ASEAN dapat menjadi
bagian dari ASEAN Regional supply chain. Terkait hal tersebut, CCI
Chair meminta ASEC agar dapat memberikan ASEAN Supporting
Industries Database.
Multiplicity of Investment
Agreement
Multiplicity of Investment Agreement merupakan usulan
pembahasan tambahan dari Indonesia, karena Indonesia memiliki
67 Perjanjian Bilateral Investment Treaty (BIT) terdahulu dengan
negara-negara lain (termasuk beberapa negara anggota ASEAN),
3
dimana BIT tersebut akan memberi dampak untuk perjanjian
investasi regional di FTA. Sehubungan hal tersebut, pertemuan
meminta ASEC untuk mencari studi/laporan yang terkait serta
AMS agar melakukan konsultasi dengan ahli-ahli hukumnya untuk
dilakukan diskusi lebih lanjut pada pertemuan mendatang.
2. The First Meeting of The ASEAN Senior Economic Officials for The Forty-Fifth ASEAN Economic
Ministers Meeting (SEOM 1/45) and Related Meetings
The First Meeting of The ASEAN Senior Economic Officials for The
Forty-Fifth ASEAN Economic Ministers Meeting (SEOM 1/45) and
Related Meetings telah dilaksanakan pada tanggal 13-15 Januari
2014, di Nay Pyi Taw, Myanmar. Selanjutnya juga telah
dilaksanakan Pertemuan ke-5 Committee of the Whole (COW) dan
Informal SEOM-METI Consultation pada tanggal 15 Januari 2014.
ASEAN Internal Agenda Selaku Ketua ASEAN tahun 2014, Myanmar menetapkan beberapa
prioritas capaian di bawah koordinasi AEC sebagai berikut: (i) Post-
2015 Vision; (ii) Financial Integration; (iii) Strategic Plan of Action
on Food Security under ASEAN Integration on Food Security (AIFS);
(iv) ASEAN Good Aquaculture Practices Standards; (v) Public
Private Partnership (PPP) Framework. Sementara itu prioritas
capaian di bawah koordinasi AEM adalah: (i) Key Messaging for
AEC 2015; (ii) Operasionalisasi AFEED; (iii) Development of a
model for SME Credit Rating Agencies; (iv) Establishment of SME
Service Centres with Sub-regional and Regional Linkages. Dari
beberapa usulan deliverables yang disampaikan oleh Myanmar,
SEOM sepakat bahwa peningkatan keterlibatan UKM dan
pembangunan infrastruktur melalui skema PPP harus mendapat
perhatian khusus.
Pertemuan mencatat beberapa perjanjian/protokol di bawah
koordinasi AEM yang perlu diselesaikan dan ditandatangani pada
tahun 2014, yaitu: (i) ASEAN Medical Device Directive (AMDD); (ii)
ASEAN MRA on Accountancy; (iii) ASEAN-India Trade in Services
and Investment Agreements; (3) Protocol to Implement the 9th
AFAS Package; (4) Protocol to Amend ACIA; (5) AANZFTA; (6)
Protocol to incorporate the Chapters on Trade in Services, MNP,
and Investment in the AJCEP.
Di samping itu terdapat beberapa perjanjian/protokol di bawah
koordinasi AEC, namun berada di luar lingkup AEM, yang perlu
diselesaikan dan ditandatangani pada tahun 2014, yaitu: (1)
Protocol 2 & 7 of AFAGIT; (2) ASEAN-China MOU on SPS
Cooperation; (3) Protocol to Implement 6th Package of Financial
Services Commitments under AFAS; (4) Agreement on the
Establishment of ASEAN Coordinating Centre for Animal Health
4
and Zoonosis; (5) MOU on ASEAN Cooperation Mechanism for
Joint Spill Preparedness and Response (OSRAP).
Pertemuan sepakat bahwa proses penandatanganan berbagai
perjanjian/protokol dimaksud akan dilaksanakan saat para
Menteri Ekonomi ASEAN melakukan Pertemuan ke-20 AEM
Retreat, KTT ASEAN ke-24, dan Pertemuan ke-46 AEM. SEOM lebih
lanjut menugaskan Sekretariat ASEAN untuk menginventarisir
lebih lanjut daftar perjanjian/protokol yang akan ditandatangani
pada masing-masing pertemuan tersebut.
SEOM telah membahas sejumlah isu yang merupakan agenda
internal negara-negara anggota ASEAN. Bahasan-bahasan
tersebut di antaranya terkait: Key Deliverables for 2014; Relevant
Outcomes of Higher ASEAN Bodies; Priority Integration Sectors
(PIS); ASEAN Framework on Equitable Economic Development
(AFEED); Trade in Goods; ASEAN Single Window (ASW); Standard
and Conformance; Trade in Services; Investment; Small and
Medium Enterprises; Intellectual Property Rights; Competition
Policy; Consumer Protection; Enhanced on Dispute Settlement
Mechanism (ESDM); dan Progress and Issues of AEC under Other
Committees and Working Groups.
Gambar 1.
SEOM 1/45 and Related Meeting di Nay Pyi Taw, Myanmar
ASEAN Relations with FTA
Partners
Pertemuan juga membahas kelanjutan hubungan ASEAN dengan
sejumlah mitra FTA. Pada ASEAN-China, SEOM menyepakati
bahwa proses up-grading atau enhancement dari ACFTA harus
memperhatikan dan sejalan dengan fokus utama ASEAN dalam
membentuk RCEP. Sementara pertemuan ASEAN-Jepang
mencatat status transposisi dari Tariff Reduction Schedules (TRS).
Beberapa negara ASEAN juga diminta untuk segera menyelesaikan
proses transposisi dan verifikasi serta melakukan konsultasi
5
bilateral untuk menyelesaikan proses transposisi tarif untuk TRS
HS 2002-2007.
Pada ASEAN-Korea, sejalan dengan proses upgrading ASEAN Plus
1 FTAs lainnya, SEOM meminta agar proses di AKFTA
memperhatikan fokus perundingan di RCEP. Pada ASEAN-CER,
SEOM mengharapkan seluruh negara anggota ASEAN untuk
segera menyelesaikan prosedur internalnya terkait
penandatanganan First Protocol to Amend the Agreement
Establishing the AANZFTA. SEOM juga telah membahas tindak
lanjut kerja sama lainnya yaitu ASEAN-India dan ASEAN Hongkong
FTA.
ASEAN Relations with
Other Strategic Partners
SEOM juga membahas hubungan ASEAN dengan mitra strategis
lainnya. Pada ASEAN-US, Sebagai tindak lanjut AEM Roadshow to
the US pada Juni 2013, Myanmar selaku Country Coordinator
menyampaikan bahwa dalam rangka meningkatkan pelaksanaan
kerja sama ekonomi, pihak AS mendorong agar ASEAN-US Trade
and Investment Arrangement (TIFA) Work Plan dan Expanded
Economic Engagement (E3) Initiative dapat dibahas pada tahun
2014. Pada ASEAN-Canada, Indonesia selaku Country Coordinator
menyampaikan perkembangan berbagai kegiatan yang telah
dilaksanakan selama tahun 2013 serta rencana kegiatan tahun
2014 dalam rangka implementasi ASEAN-Canada Joint Declaration
on Trade and Investment dengan akan dilaksanakannya AEM
Roadshow to Canada pada bulan Mei 2014.
Hubungan ASEAN-Russia telah berada pada usulan pembentukan
ASEAN-Russia Committee on Trade and Investment Cooperation
untuk mengkoordinasikan dan memonitor pelaksanaan ASEAN-
Russia Trade and Investment Cooperation Work Programme yang
disepakati untuk dibentuk satu minggu setelah SEOM tersebut.
Pada ASEAN-EU, Viet Nam selaku Country Coordinator
menyampaikan perkembangan ASEAN-EU Trade and Investment
Work Programme, persiapan penyelenggaraan EU-ASEAN Business
Summit, dan AEM-EU Trade Commissioner Consultations yang
direncanakan untuk diadakan pada pertemuan ke-46 AEM pada
bulan Agustus 2014.
The 5th Committee of the
Whole (COW)
SEOM mencatat laporan perkembangan 14 sectoral bodies oleh
masing-masing perwakilan sectoral bodies mengenai
implementasi measures pembentukan AEC 2015 dan
permasalahan yang dihadapi, yaitu: ACCC (Connectivity), ACCP
(Consumer Protection); ACCSQ (Standards and Quality); AFDM
(Finance & Central Bank); ACSS (Statistical); ASEAN SMEWG (Small
and Medium Enterprise); ASOMM (Minerals); AWGIPC (Intellectual
6
Property); COST (Science and Technology); CUSTOMS DG
(Customs); SEOM (Senior Economic Officials Meeting); STOM
(Transport); TELSOM (Telecommunications and Information
Technology); SOME (energy). Secara umum SEOM mencatat
bahwa beberapa sectoral bodies telah menyusun key deliverables
2014 dan bahkan sebagian juga mulai menyusun berbagai
komponen untuk menjadi bagian dari program AEC post-2015
vision. Pertemuan juga telah membahas berbagai upaya untuk
menyelesaikan isu-isu yang menghambat implementasi AEC.
Beberapa kendala utama yang sebagian besar dihadapi oleh
sectoral bodies dalam mengimplementasikan berbagai measures
Cetak Biru AEC umumnya terkait dengan kurangnya dukungan
politik dari negara anggota, kurangnya koordinasi antar berbagai
pihak pelaksana suatu measures di tingkat nasional dan lamanya
proses pengadopsian kesepakatan ataupun persetujuan ASEAN
menjadi bagian dari instrumen hukum nasional di masing-masing
negara anggota ASEAN.
Informal SEOM-METI
Consultations
Pertemuan membahas mengenai peningkatan kerja sama
ekonomi ASEAN-Jepang, khususnya di bidang: (i) perdagangan dan
investasi, (ii) kerja sama UKM, dan (iii) inovasi dan industri baru.
Pertemuan juga mempertimbangkan mekanisme AEM – METI
Economic and Industrial Cooperation Committee (AMEICC) dan
organisasi terkait serta menyambut baik komitmen dana bantuan
tambahan sebesar US$ 10 juta untuk meningkatkan kerja sama
ekonomi antara kedua pihak.
Jepang juga telah mengusulkan deliverables kerja sama ekonomi
ASEAN-Jepang untuk tahun 2014, di antaranya: (i) peningkatan
implementasi roadmap 10 tahun kerja sama ekonomi strategis
ASEAN-Jepang; (ii) dukungan terhadap AEC Post-2015 Vision; (iii)
berbagai kegiatan memanfaatkan AMEICC; dan (iv) pelaksanaan
dialog antara Federation of Japenese Chamber of Commerce and
Industry in ASEAN (FJCCIA) dengan Sekjen ASEAN. Disamping itu
Jepang juga menawarkan kerjasama untuk kerjasama UKM seperti
yang telah dilaksanakan oleh Jepang dalam proyek “Otogai” atau
local to local cooperation antar para pelaku usaha UKM di Jepang
dan ASEAN. SEOM menyambut baik usulan dari Jepang tersebut
namun juga memberikan pandangan agar hal ini bisa lebih
dieksplorasi lebih lanjut dan dikoordinasikan secara intensif
dengan sectoral bodies yang menangani UKM di ASEAN.
3. ASEAN-China Pan Beibu Gulf Economic Cooperation
7
Pertemuan ASEAN-China Pan-Beibu Gulf Economic Cooperation
(ASEAN-China PBGEC) telah diselenggarakan pada tanggal 17
Januari 2014 di Nanning, Provinsi Guangxi, RRT. Tujuan pertemuan
adalah untuk membahas usulan Roadmap ASEAN-China PBGEC
(Strategic Framework dan Action Plan) untuk kemudian hasil
keputusannya akan dilaporkan pada pertemuan SEOM-MOFCOM
Consultations bulan April 2014 di Solo, Indonesia. Merujuk hasil
pembahasan internal SEOM 1/45, pertemuan sepakat untuk
menghapus referensi kata ASEAN-SEOM mengingat tingkat
representatif yang hadir pada pertemuan ini.
Pertemuan mencatat pembentukan PBGEC pada tahun 2006 dan
hasil keputusan AEM-MOFCOM Consultations bulan Agustus 2011
di Manado, Indonesia yang menyambut baik penyelesaian
feasibility study sebagai landasan untuk penyusunan Roadmap
PBGEC. Implementasi atas Roadmap ASEAN-China PBGEC
merupakan langkah dan upaya untuk mendukung dan
memperkuat kerja sama ASEAN-China Strategic Partnership
khususnya dalam mengimplementasikan ASEAN-China Economic
Cooperation dan ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA).
Pertemuan sepakat atas Strategic Framework yang disusun bahwa
kegiatan dilaksanakan berdasarkan project-based yang didukung
dari beberapa sumber pendanaan (multiple sources of funding)
termasuk pembangunan hard infrastructure dan capacity building
projects. Untuk tahap awal (2014-2019) akan difokuskan pada 2
(dua) area kerja sama yaitu (i) ports and logistics; dan (ii)
investment facilitation and trade finance.
Proyek-proyek yang dianggap memberikan manfaat bagi kerja
sama ASEAN-China PBGEC akan diidentifikasi oleh para anggota
Pan-Beibu Gulf Coordination Committee (PBG-CC), untuk
selanjutnya ADB (yang terdiri dari ahli sektoral dan investasi) akan
melakukan uji kelayakan atas Project Development Facility (PDF),
dengan memfasilitasi ketersediaan sumber daya untuk dapat
mengimplementasikan proyek dimaksud. PBG-CC juga akan turut
membentuk kesekretariatan untuk membantu proses koordinasi
antar para pihak pemangku kepentingan.
Pertemuan secara prinsip sepakat atas ASEAN-China PBGEC
Roadmap dengan beberapa masukan dari Negara Anggota ASEAN,
antara lain:
(i) perlunya menyusun Term of Reference dalam
mengimplementasikan Strategic Framework;
(ii) PBG Joint Expert Group yang telah ada saat ini fungsinya
untuk dirubah menjadi PBG-CC dengan tingkat perwakilan
8
setingkat Direktur dari masing-masing Negara Anggota
ASEAN;
(iii) menggunakan istilah “Executive Director” daripada
“Secretary General” sebagai ketua dari PBGEC Secretariat;
perkembangan dari implementasi ASEAN-China PBGEC Roadmap
untuk dilaporkan secara periodik kepada SEOM-MOFCOM
Consultations.
Rencana kerja yang akan mencakup usulan proyek-proyek
potensial dan kegiatan spesifik untuk 5 tahun mendatang akan
dikembangkan lebih lanjut berdasarkan Strategic Framework.
Oleh karena itu, revisi atas Strategic Framework berdasarkan
masukan dari AMS akan disampaikan pada pertemuan SEOM-
MOFCOM Consultations mendatang.
B. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan APEC dan Organisasi Internasional Lainnya
1. World Economic Forum (WEF) 2014
WEF 2014 diselenggarakan tanggal 22-25 Januari 2014 di Davos,
Swiss, dengan tema “Reshaping of the World: Consequences for
Society, Politics and Business” dihadiri oleh lebih dari 200 peserta
dari mancanegara yang mewakili pemerintah, swasta, ilmuwan,
tokoh spiritual, tokoh seni dan budaya, serta akademisi.
Enabling Trade
Sesi Enabling Trade merupakan curah pandangan para Chief
Executive Officers (CEOs) dan Menteri Perdagangan beberapa
negara kunci mengenai bagaimana mendorong iklim kondusif bagi
perdagangan khususnya dengan memanfaatkan Agreement on
Trade Facilitation dalam Konferensi Tingkat Menteri (KTM) World
Trade Organization (WTO) di Bali. Dalam sesi plenary, Direktur
Jenderal WTO menggarisbawahi pentingnya implementasi
kesepakatan Bali dan menjadikannya sebagai acuan utama dalam
pengembangan aturan yang mendukung perdagangan. Pandangan
ini antara lain didukung Menteri Perdagangan dan Investasi
Australia, Andrew Robb; Komisioner Uni Eropa, Karel de Gucht;
dan Menteri Perdagangan Amerika Serikat, Penny Pritzer. Pada
breakout discussion groups, para menteri dan CEO merumuskan
secara konkrit masukan bagi fasilitasi perdagangan yang
khususnya terkait sektor heavy industries; ICT and Services; food
and consumer services; travel & tourism.
Dalam closing remarks, disebutkan bahwa pengembangan iklim
perdagangan tidak hanya mencakup implementasi Agreement on
Trade Facilitation namun juga penciptaan ruang kondusif bagi
sektor pertanian yang menopang ketahanan pangan,
pengembangan kawasan pedesaan serta industrialisasi yang
9
meningkatkan lapangan kerja dan kesejahteraan.
Forum Debate: Rethinking
Technology and
Employment
Sesi ini memperdebatkan tesis bahwa teknologi adalah penyebab
terjadinya pengangguran struktural. Panelis pendukung tesis ini
adalah Lawrence H. Summers dari Harvard University dan Prof.
Erik Brynjolfsson dari MIT, Indonesia bersama Philip J. Jennings
(Sekretaris Jenderal UNI Global Union yang berkedudukan di
Swiss) menolak. Sebelum perdebatan, polling menunjukkan
sebagian besar hadirin sependapat dengan tesis dimaksud.
Namun hasil polling menjadi berimbang setelah perdebatan
selesai.
Panelis pendukung tesis berpandangan bahwa proses mekanisasi,
otomatisasi dan efisiensi proses produksi menyebabkan lapangan
kerja manusia secara terus-menerus digantikan oleh tenaga non-
manusia. Persoalan tersebut makin merebak sejalan dengan
kencangnya modernisasi. Kami menanggapi bahwa berbeda
dengan negara maju, dimana pengembangan teknologi pengganti
tenaga kerja manusia dibutuhkan untuk mengurangi biaya
produksi, negara berkembang seperti Indonesia tidak dihambat
oleh kendala tersebut. Permasalahan di Indonesia lebih
menyangkut supply side yang solusinya dapat melalui
pengembangan teknologi yang sesuai. Dengan demikian, langkah
kebijakan tepat guna lebih berpengaruh positif terhadap
penciptaan lapangan kerja.
Gambar 2.
Forum Debate: Rethinking Technology and Employment, WEF
Lippo Davos Lunch
Dialogue
Pada dialog ini Menteri Perdagangan menjadi panelis bersama
Jean-Claude Trichet, mantan Presiden European Central Bank; Jim
O’Neill, mantan chairman Goldman Sachs Asset Management; dan
Sdr. Mahendra Siregar, Kepala BKPM. Pada acara yang dipandu
Ron Insana (CNBC) tersebut, Jean-Claude Trichet memperkirakan
10
perekonomian dunia termasuk Uni Eropa akan membaik namun
perlu memperhatikan risiko deflasi. Sementara itu, Jim O’Neill
menggarisbawahi risiko instabilitas dan pesimisme masa depan
Emerging Economies seperti China.
Dalam dialog tersebut disampaikan optimisme kapasitas negara
Indonesia dalam menghadapi tahun 2014 termasuk tantangan
tapering Amerika Serikat. Indonesia telah mengimplementasikan
berbagai langkah guna mengendalikan inflasi, suku bunga dan
defisit transaksi berjalan. Di samping itu, paket kebijakan pro-
business di bidang keuangan, perdagangan, anggaran dan
investasi telah diperkenalkan guna menopang pertumbuhan
ekonomi.
Pertemuan Bilateral
dengan Australia
Menteri Perdagangan dan Investasi Australia, Andrew Robb,
menyampaikan harapan Australia bagi kerja sama daging sapi
(beef) dan sapi serta menanyakan kemungkinan adanya kawasan
di Indonesia bagi pengembangan sekitar 1-2 juta sapi per tahun
guna dalam jangka panjang membangun tambahan cadangan
ternak sapi sebanyak 10 juta ekor. Digarisbawahi kepentingan
Indonesia untuk dapat mendatangkan dan mengembangkan sapi
betina produktif. Menanggapi pertanyaan Australia mengenai
kemungkinan investasi di hilir (rumah pemotongan hewan) atau
hulu (produksi sapi), Indonesia dapat membuka kemitraan yang
mendorong pemain lokal/nasional untuk berkembang di hulu
maupun hilir.
Mengenai isu WTO, kedua pihak sepakat pentingnya
implementasi hasil-hasil yang disepakati di Bali. Australia juga
menyampaikan gagasan untuk mendorong pembahasan isu
environmental goods (EGs) sesuai kesepakatan APEC. Namun
ditekankan bahwa kesepakatan tersebut juga mencakup
pembahasan produk yang kontributif terhadap pengentasan
kemiskinan dan pembangunan pedesaan.
Pertemuan Bilateral
dengan Uni Eropa
Mengenai tindak lanjut kesepakatan Agreement on Trade
Facilitation WTO, Trade Commissioner Uni Eropa, Karel de Gucht,
menggarisbawahi pentingnya mendukung negara kurang
berkembang seperti Afrika dalam rangka pelaksanaan Section 2
(technical assistance dan capacity building). Dukungan tersebut
perlu mendorong Afrika terintegrasi ke dalam global value chain
serta memiliki sektor jasa yang terbuka.
Mengenai kebijakan larangan ekspor mineral terhitung 12 Januari
2014, UE mengingatkan tentang risiko menghadapi proses
dispute WTO sebagaimana kasus China yang dinyatakan kalah
11
ketika menerapkan kebijakan yang sama tahun 2011. UE
meminta Indonesia berhati-hati untuk memastikan bahwa
kebijakan tersebut akan berdampak positif bagi peningkatan nilai
ekspor Indonesia. Indonesia lalu menyampaikan kebulatan tekad
untuk melakukan downstreaming sesuai UU no. 4 tahun 2009
dan membuka peluang kerja sama dengan UE. Menanggapi
pertanyaan UE mengenai pembatasan impor hortikultura,
ditekankan kepentingan untuk mengatasi bahaya bagi kesehatan,
keselamatan dan keamanan pangan termasuk untuk melindungi
kerentanan pulau Jawa yang berpenduduk sangat besar.
Informal WTO Ministerial
Gathering
Informal WTO Ministerial Gathering dihadiri 22 menteri,
pertemuan ini sebagaimana biasanya tidak dimaksudkan untuk
memberikan arahan resmi bagi negosiasi WTO di Jenewa.
Pertemuan membahas dua pertanyaan, yaitu bagaimana
penilaian mengenai hasil KTM IX Bali dan bagaimana
mengembangkan kelanjutan negosiasi Putaran Doha dengan
memanfaatkan keberhasilan KTM Bali. Pada pertemuan
dimaksud, lebih dikededepankan bagaimana kesepakatan Bali
dapat segera diimplementasikan. Sedangkan negara maju
cenderung menggarisbawahi langkah-langkah pasca Bali sehingga
menyinggung isu-isu seperti Environmental Goods, Information
Technology Agreement II, Trade in Services Agreement, investasi,
competition policy, dan pembelian pemerintah.
Gambar 3.
Informal WTO Ministerial Gathering, WEF 2014
Kesimpulan-kesimpulan pertemuan adalah sebagai berikut:
- KTM Bali merupakan tonggak sejarah yang mengangkat citra
WTO dan membuktikan diri dapat menghasilkan kesepakatan
berharga;
12
- Untuk mempertahankan momentum keberhasilan ini, hasil-
hasil kesepakatan Bali perlu segera diimplementasikan;
- Pentingnya menyusun work programme pasca Bali yang
memperhatikan unfinished business sekaligus isu
pembangunan dan Least Developed Countries (LDCs).
Penyusunan program yang lebih rinci harus didasarkan pada
prinsip realistis, pragmatis, inklusif dan transparan;
- Perlu menghormati prinsip honesty serta saling
memperhatikan kepentingan semua pihak dan semua isu
dalam lingkup mandat Doha. Perlu pula secara seksama
mempertimbangkan isu-isu yang sulit seperti Non-
Agricultural Market Access (NAMA), pertanian dan jasa;
- Mengakui kontribusi penting dari proses plurilateral, regional
dan bilateral (termasuk free trade agreement) dalam
memperkuat sistem perdagangan multilateral WTO.
C. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan Bilateral
1. Chief Negotiator's Meeting Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership
Agreement (IKCEPA) 2014
Chief Negotiator's Meeting yang dilaksanakan pada tanggal 15-
16 Januari 2014 telah membahas outstanding issues dalam
Working Group (WG) Trade in Goods (TIG), Trade in Services
(TIS), Investment dan Cooperation and Capacity Building (CCB)
serta proposal kerjasama mengenai Industrial Technology and
Investment.
Trade in Goods (Draft
Offer List Indonesia dan
Korea)
Indonesia menyampaikan stand points sebanyak 114 pos tarif
(PT) yang di-request pihak Korea (Lampiran 1) sebagai berikut:
a. 26 PT, tanpa persyaratan (9 PT kategori B dan 17 kategori
C);
b. 39 PT, dengan persyaratan Tariff Rate Quota (TRQ) 10 %
dari total konsumsi domestik atau User Specific Duty
Scheme (USDS);
c. 49 PT, dengan syarat investasi dan 2 tahun setelah produksi
komersial;
d. 81 PT yang di-request oleh Indonesia harus di offer oleh
Korea.
Korea menanggapi stand points Indonesia seperti pada
Lampiran 2, sebagai berikut:
a. 38 PT, immediate elimination yang berasal dari 26 PT
(point 3.a) usulan Indonesia dan ditambah 12 PT produk
elektronik dari 49 PT (point 3.c);
13
b. 52 PT, dengan persyaratan USDS / IRQ yang berasal dari
39 PT (point 3.b) dan tambahan 13 PT produk baja dari
55 PT AKFTA Non Implementation. Korea juga
mengusulkan batas TRQ adalah 20% dari Total Konsumsi
dalam negeri;
c. 42 PT, immediate elimination dari 55 PT AKFTA Non-
Implementation.
d. 81 PT yang di request Indonesia hanya di offer sebanyak
16 PT oleh Korea.
Investment Taxation measure/matters dan return in kind, Korea telah
menyetujui agar kedua isu dimaksud dapat dihapus dalam text of
agreement of investment.
Performance Requirements (PR), khususnya mengenai "transfer
a particular technology", Korea menyetujui untuk dihapus dalam
artikel PR, namun tetap mempertahankan para mengenai "to
supply to a specific regional market or the world market
exclusively from its territory, one or more of the goods that such
investment produces or the services that it provides". Indonesia
hanya akan menyampaikan offer sebatas posisi Indonesia pada
perjanjian Trade Related Investment Measures (TRIMs).
Protection in services, Korea sepakat untuk menghapus isu
tersebut dalam Chapter of Investment dan akan dibahas dalam
Chapter of Trade in Services.
Non-Conforming Measure-Reservation List, Korea mengusulkan
untuk melanjutkan diskusi mengenai Reservation List dalam
jangka waktu satu tahun.
Investment Promotion, Korea mengusulkan agar para 2 dari
artikel 7 (Investment Promotion) mengenai komitmen investasi
yang berbunyi "The Parties shall set targets for investments in
Indonesia based on the common interests agreed by both Parties
as set out in Annex [xx]" dapat dihapuskan.
Cooperation and Capacity
Building
Indonesia menyampaikan kembali revisi Draft text, Plan of Action
dan Implementation Plan kepada Korea.
Korea akan menyampaikan draft awal Memorandum of
Understanding (MOU) mengenai Implementation plan yang
merupakan dokumen yang akan ditandatangani oleh Pejabat
setingkat Menteri dari kedua negara, bersamaan dengan
penandatangan IKCEPA.
Cooperation on Industrial
Technology and
Investment
Indonesia telah menyampaikan Concept of Industrial Technology
Transfer Cooperation sebagai tanggapan atas proposal Korea.
Pendekatan Indonesia terhadap isu Technology Transfer berbeda
14
dengan Korea. Indonesia ingin agar kedua pihak dapat terlebih
dahulu menetapkan fokus kerjasama di sektor tertentu (Common
Fields of Cooperation) seperti automotive, professional
electronics, machine tools dan petrochemicals. Selain itu
Indonesia juga tertarik untuk mengembangkan kerjasama di
sektor shipbuilding, bio-tech, rare earth, telecommunication
equipment, defense industry dan energy alternative.
Selanjutnya kedua pihak melakukan joint study dengan cakupan
sektor tersebut di atas untuk mendapatkan gambaran tentang
kerjasama teknologi yang dapat dikembangkan antara Korea dan
Indonesia. Berdasarkan hasil joint study, kedua pihak dapat
menyusun suatu MoU on Industrial Technology Transfer
Cooperation, termasuk menyusung plan of action-nya. Mengenai
hal tersebut, pihak Korea dapat memahami dan akan mendalami
lebih lanjut Concept of Industrial Technology Transfer
Cooperation yang diusulkan Indonesia.
Kedua pihak berpandangan bahwa inisiatif kerjasama di bidang
teknologi akan memakan waktu, sehingga apabila ditargetkan
perundingan IKCEPA harus diselesaikan pada akhir Februari 2014,
maka kedua pihak sepakat bahwa penyelesaian MoU dimaksud
tidak harus bersamaan dengan penandatangan IKCEPA. Namun
demikian, kedua pihak sepakat untuk menempatkan MOU
sebagai bagian dari IKCEPA.
Indonesia telah menyampaikan tanggapan atas proposal
Memorandum of Understanding (MOU) on Investment
Cooperation yang telah diusulkan oleh Korea. Disampaikan
bahwa Indonesia (BKPM) sudah memiliki 3 (tiga) MOU dengan
Korea. Untuk itu, Indonesia mengusulkan agar substansi MOU
yang akan disusun seharusnya on top dari MOU yang sudah ada.
Kedua pihak juga sepakat Investment Cooperation sebagai bagian
dari IKCEPA. Penjabaran selanjutnya dilaksanakan dalam MOU.
Work Plan Kedua pihak sepakat akan melaksanakan 7th round of IKCEPA
Negotiation pada tanggal 25-28 Februari 2014 di Seoul, Korea.
2. Kunjungan Pendahuluan (Tim Advance) Bidang Ekonomi dan Keikutsertaan dalam Partnership
Summit di India
Pada tanggal 27-29 Januari 2014 Delegasi Rl Tim Advance Bidang
Ekonomi mengadakan kunjungan ke Bangalore, India. Agenda
pertemuan tersebut yaitu pertemuan dengan Minister of
Agriculture Negara Bagian Karnataka dan Deputy Secretary-
15
General Organisation for Economic Cooperation and Development
(OECD), pertemuan dengan perusahaan Tata Consulting Service
(TCS) dan Bharat Heavy Electricals Limited (BHEL), serta sebagai
panelis pada Partnership Summit 2014.
Pertemuan Dengan
Minister of Agriculture
Negara Bagian Karnataka
Dalam pertemuan dengan Minister of Agriculture Negara Bagian
Karnataka, Krishna Byre Gowda, pada tanggal 27 Januari 2014
telah dibicarakan hal-hal sebagai berikut:
a. Negara Bagian Karnataka sebagai hub bagi teknologi
informasi dan sektor jasa sedang berupaya melakukan
diversifikasi guna memperkuat fundamental ekonomi
di sektor perdagangan dan industri, termasuk dalam sektor
manufaktur atau hardware,
b. Memandang peluang ke Indonesia guna memperluas bisnis
sektor teknologi komunfkasi dan informasi di luar India;
c. Perubahan pola hidup yang semula tergantung pada
makanan segar mengalami evolusi urrtuk mengadaptasi
makanan olahan (processed food);
d. Negara Bagian Karnataka sedang berupaya mencari investasi
di sektor pengolahan makanan (food processing) dan
mengharapkan Indonesia dapat memanfaatkan peluang
tersebut;
e. Negara Bagian Karnataka mengharapkan dapat melakukan
perdagangan langsung di sektor energi, khususnya batu bara
dengan Indonesia;
f. Mengundang delegasi Indonesia dapat menghadiri kegiatan
Global Investors' Meet 2014 di Bangalore pada bulan Oktober
2014 yang merupakan forum investasi yang diselenggarakan
Negara Bagian Karnataka setiap dua tahun sekali.
Menanggapi Minister of Agriculture Negara Bagian Karnataka,
Deputi Menko Perekonomian menjelaskan sebagai berikut:
a. Menyambut baik upaya memperluas kerjasama dengan
Negara Bagian Kamataka tidak hanya di sektor teknologi
komunikasi dan informasi serta jasa, namun juga sektor
pertanian di mana Indonesia dapat mensuplai minyak kelapa
sawit (CPO) maupun processed food, serta sektor energi,
khususnya batu bara;
b. Menjelaskan Indonesia juga mengembangkan teknologi
Informasi dan komunikasi guna mendukung perekonomian,
termasuk e-education dan e-health;
c. Indonesia juga memiliki pusat pertumbuhan IT di Bandung
dan Batam;
d. Berkenaan dengan fasilitasi di sektor energi dan makanan
olahan disampaikan akan ditindaklanjuti dengan komunitas
16
bisnis di Indonesia yang terkait dengan sektor tersebut.
Pertemuan dengan Tata
Consultancy Services (TCS)
Dalam pertemuan dengan TCS tanggal 27 Januari 2014, dijelaskan
mengenai profit konglomerasi Tata Group, TCS dan investasi Tata
Group di Indonesia sejak tahun 2006. Tata Group berkomitmen
untuk melanjutkan investasinya di Indonesia, khususnya
berkenaan di sektor energi (Tata Power), sektor otomotif (Tata
Motor) dan sektor jasa (TCS). TCS juga mengharapkan dapat
bekerja sama dengan PT. Telkom dalam pengembangan IT di
Indonesia.
Untuk sektor teknologi informasi dan komunikasi, TCS
memaparkan beberapa program menyangkut pelayanan publik
baik untuk tingkat nasional maupun negara bagian. Progaram
tersebut meliputi Aroghyashree (pelayanan kesehatan) di Negara
Bagian Andhra Pradesh, pelayanan perijinan di Ministry of
Corporate Affairs India, Passport Seva Project di Ministry of
External Affairs India, dan berbagai program lainnya yang secara
langsung mendukung program ekonomi dan korporasi TCS. Di
samping itu, dipaparkan juga langkah strategis TCS dalam rangka
menyongsong era knowledge-based economy.
Menanggapi penjelasan pihak TCS, Deputi Menko Perekonomian
telah menyampaikan pengembangan MP3EI, pengembangan
teknologi informasi untuk pembuatan e-KTP dan BPJS serta akan
menindaklanjuti pertemuan dengan pihak-pihak terkait di
Indonesia untuk memperluas kerjasama dengan TCS di berbagai
sektor.
Pertemuan dengan
Deputy Secretary-General
of OECD
Dalam pertemuan dengan Deputi Sekjen OECD, William C.
Danvers, dibicarakan beberapa fokus inisiatif regional OECD di
kawasan Asia Tenggara seperti policy planning, investment, anti
corruption, innovation, science &technology, dan private sector
development. Berkenaan dengan pelaksanaan Partnership Summit
2014, disampaikan harapan kiranya Indonesia juga dapat
mengambil manfaat dari global value chains yang dapat
mewujudkan penyediaan lapangan kerja dan peningkatan
produktivitas dalam rantai kegiatan ekonomi, dan memberikan
pemahaman masyarakat rnengenai sistem perdagangan global.
Disampaikan juga apresiasi atas keberhasilan pertumbuhan
ekonomi Indonesia, sebagai salah satu negara key partner OECD,
hingga saat ini dan mengharapkan cerita sukses Indonesia dapat
berlanjut pada masa yang akan datang. Pada akhir pertemuan
juga disampaikan undangan untuk menghadiri kegiatan OECD di
Paris dalam waktu dekat.
Deputi Menko Perekonomian menyambut baik upaya dari
17
berbagai program inisiatif OECD di kawasan Asia Tenggara.
Dijelaskan bahwa Indonesia mengharapkan dapat memperoleh
program peningkatan kapasitas (capacity building) di bidang policy
reform dalam upaya meningkatkan daya saing Indonesia daiam
jangka panjang. Selain itu dibutuhkan juga panduan atau roadmap
dalam membantu upaya policy reform yang akan dilakukan
Indonesia. Disampaikan juga Indonesia mengalami peningkatan
defisit perdagangan dan masih kurang kompetitifnya produk
Indonesia untuk bersaing di pasar global. Peningkatan
produktivitas tenaga kerja dan kebijakan investasi serta
perpajakan di masa yang akan datang diharapkan dapat
meningkatkan daya saing Indonesia.
Pertemuan dengan
Bharat Heavy Electricals
Limited (BHEL)
Pada pertemuan dengan pihak BHEL, diperoleh penjelasan
mengenai produksi peralatan pembangkit listrik, BHEL merupakan
salah satu perusahaan engineering terbesar di India, perusahaan
bergerak di bidang ini design engineering, power, manufacture,
renewable energy, solar energy, minyak dan gas bumi,
transportasi kereta api, pembangkit listrik dan transmisi listrik.
Delegasi juga mendapatkan kesempatan melakukan kunjungan
langsung ke beberapa fasilitas BHEL di lapangan khususnya terkait
dengan pembuatan Printed Circuit Board (PCB) dan panel energi
surya.
Partnership Summit 2014 Partnership Summit 2014 yang bertemakan Emerging Global
Value Chains: Building Partnership dibuka Minister of Commerce
and Industry India, Anand Sharma, yang menyampaikan bahwa
dunia saat ini adalah rantai produksi global dan tren yang
berkembang saat ini adalah Global Value Chains (GVC), yang mana
proses produksi suatu produk manufaktur didukung oleh unsur-
unsur produksi yang berasal dari beberapa negara lainnya.
Dicontohkan adalah pembuatan piranti Apple iPad asal Amerika
Serikat yang dirakit di China namun ada 17 negara yang terlibat
dalam proses pembuatan piranti tersebut secara keseluruhan.
Oleh karenanya, diperkirakan fokus India dan negara-negara lain
saat ini adalah mempercepat kemtraan (partnership) dengan Asia,
wilayah yang sedang menjalani proses integrasi ekonomi.
Deputi Menko Perekonomian menjadi salah satu panelis dib sesi
pleno kedua yang bertemakan "Emergence of New Mega-Trading
Blocs (MTBs) and their impact on Global Trade". Sesi pleno kedua
dipandu oleh Michael Yeoh (CEO Asian Strategy & Leadership
Institute (ASLI) Malaysia), dan Sanjaya Baru (Director, Gee-
Economics & Strategy pada International Institute for Strategic
Studies India), dan menghadirkan beberapa panelis lain yaltu
18
Kama! bin Ahmed Mohamed (Minister of Transportation Bahrain),
Sultan bin Saeed Al Mansoori (Minister of Economy Persatuan
Emirat Arab), Norihiko Ishiguro (Vice Minister of Economy, Trade
and Industry Jepang), Jayant Dasgupta (Dubes India untuk WTO)
dan Subodh Bhargava (Chairman Tata Communications Ltd.).
Di sesi ini dibahas mengenai kemunculan blok perdagangan besar
yang baru seperti Regional Comprehensive Economic Partnership
(RCEP), Trans-Pacific Partnership (TPP), dan Transatlantic Trade
and Investment Partnership (TTIP). Dengan banyaknya negara
menjadi anggota FTA dan rendahnya rata-rata tarif MFN
menjadikan hampir tidak ada liberalisasi akses pasar yang lebih
jauh lagi. Negosiasi dalam hal ini diharapkan dapat menurunkan
hambatan dalam sektor jasa, investasi, dan pengadaan sektor
pemerintah. Para panelis menjelaskan dampak MTB terhadap
tatanan perdagangan global, perubahan arsitektur perdagangan
global dan imbasnya terhadap negara-negara miskin yang bukan
anggota.
Deputi Menko Perekonomian secara khusus menjelaskan
mengenai RCEP yang beranggotakan 10 negara anggota ASEAN
dan 6 mitra negara ASEAN (Australia, China, India, Jepang, Korea
Selatan, dan Selandia Baru) akan menjadi blok perdagangan
terbesar pada tahun 2015, dengan populasi 4 milyar jiwa dan GDP
US$21,4 triliun. Blok ekonomi regional akan meliputi 0,6%
GDP dunia akan menghasilkan income gain US$6,44 milyar tahun
2025 menurut kajian Asian Development Bank (ADB). Tantangan
yang dihadapi oleh RCEP adalah harmonisasi dan fleksibilitas
terhadap FTA-FTA yang sudah ada saat ini.
GVC merupakan bagian dan perdagangan internasional yang
tumbuh sangat cepat dan menjadi critical driver terhadapi
produktivitas pertumbuhan dan lapangah kerja bagi negara maju
dan negara berkembang. Selain itu juga dijelaskan bahwa GVC
mendorong perdagangan bebas dan mewujudkan kernakmuran.
Hal ini merupakan kekuatan integrasi ekonomi bagi regional dan
global.
Blok dagang yang ada saat Ini bukanlah sesuatu yang negatif
dalam konteks perdagangan multilateral. Namun di sisi Iain
berguna untuk mengakomodasi negara yang tebih lambat untuk
menjamin mengejar ketertinggalan yang ada dan pada yang saat
sama bermanfaat bagi negara blok dagang tersebut.
D. Peningkatan Kerja Sama Perdagangan Jasa
19
1. Chief Negotiator Meeting Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement
(IK CEPA)
Chief Negotiator Meeting IK-CEPA bidang jasa diselenggarakan
pada tanggal 16 Januari 2014 di mana Indonesia menyiapkan
outstanding issue yang perlu dibahas pada pertemuan ini yang
mencakup beberapa pending issue pada teks TIS, annexes, serta
request/offer. Sementara Korea menambahkan isu protection of
mode 3 pada pembahasan text yang terkait dengan WG
Investment.
Telecommunication
Services
Pada pertemuan terkait isu ini, Indonesia yang diwakili oleh wakil
dari Kementerian Kominfo menyampaikan kembali bahwa
Indonesia pada dasarnya sangat terbuka untuk pembahasan
telekomunikasi. Tetapi Indonesia menginginkan pembahasan tidak
hanya mengenai regulatory framework dan operator
telekomunikasi untuk akses pasar karena Industri telekomunikasi
Indonesia saat ini sudah sangat terbuka, namun mencakup
komitmen investasi di banyak area untuk ICT serta kerja samanya.
Korea menyampaikan bahwa keterikatan telekomunikasi dengan
investasi sangat sulit dilakukan karena industri telekomunikasi di
Korea dimiliki oleh swasta, dan pemerintah sulit untuk mengatur
dan meminta komitmen swasta untuk terikat dalam perundingan
ini. Korea juga meminta pendapat. Indonesia mengenai
bagaimana menghubungkan antara telekomunikasi dengan
chapter investment.
Indonesia menyampaikan jumlah operator yang ada saat ini sudah
banyak (12 operator). Karena pertumbuhan teknologi sangat
cepat maka pertumbuhan infrastruktur juga sangat cepat seperti
industri optical fiber dan industri terkait telekomunikasi lainnya.
Indonesia menginginkan perusahaan Korea bekerjasama untuk
pembuatan dan pengembangan optical fiber, atau Korea
membangun pabrik pembuatan gadget sehingga Indonesia dapat
menjadi basis pembuatan telepon selular seperti halnya yang
telah Korea lakukan di Vietnam. Indonesia mengharapkan Korea
dapat mengkomitmenkan idenya terlebih dahulu dan
pelaksanaannya dapat dilakukan bertahap.
Korea berpandangan bahwa industri telekomunikasi berbeda
dengan industri pembuatan telepon, sehingga tidak dapat
dihubungkan. Dan Korea tetap menyampaikan bahwa pemerintah
tidak dapat mengatur hal-hal yang dimiliki swasta tanpa ada
persetujuan dari pihak swasta terkait. Apa yang disampaikan oleh
Indonesia bentuknya merupakan cooperation, Korea
menyarankan untuk membahas lebih lanjut isu tersebut pada WC
20
on CCB bukan pada WG on TIS. Korea juga menyampaikan
kekhawatirannya karena sampai saat ini belum ada pembahasan
terkait teks telekomunikasi.
Ketua perunding Indonesia menyampaikan, untuk mendapatkan
high quality dari IK CEPA maka Indonesia akan membuat proposal
mengenai concern Indonesia pada telekomunikasi dan akan
menyampaikan secepatnya untuk mendapat tanggapan Korea.
Korea juga menyampaikan bahwa karena sudah tidak adanya
waktu untuk membahas text telecommunication maka
diharapkan Indonesia dapat memberikan masukan dalam bentuk
paper framework terkait jasa telekomunikasi.
Financial Services Pihak Korea menyampaikan bahwa pada perundingan berikutnya
wakil dari pihak Korea akan hadir dan pertemuan pembahasan
financial services akan diselenggarakan secara back to back
dengan WG on TIS.
Chapter Trade in Services
Pada pembahasan terkait dengan Chapter TIS dibahas beberapa
isu yang masih "pending" antara lain beberapa article dan term
yang terkait dengan investment (cross cutting issues).
Mengenai artikel protection of mode 3 usulan Korea, Indonesia
menyampaikan bahwa di dalam GATS tidak ada pembahasan
mengenai protection dan Indonesia tidak akan memperlakukan
Korea berbeda dengan negara-negara lain. Indonesia memiliki
Undang-Undang sebagai domestic regulation seperti UU
Perbankan, UU Asuransi, dll. dimana di dalamnya memiliki
proteksi terhadap investor dan penyedia jasa asing.
Korea menyampaikan bahwa dapat memahami domestik regulasi
Indonesia yang memberikan perlindungan terhadap para investor
asing, namun pada WG on Investment, protection ini masuk ke
dalam perjanjian dan Korea menginginkan hal ini juga masuk ke
dalam WG on TIS.
Indonesia menyampaikan bahwa services dan investment memiliki
regime sendiri yang berbeda, oleh karena itu posisi Indonesia
tetap akan mengikuti aturan GATS dan tidak menginginkan
pembahasan mengenai hal ini.
Indonesia juga menyampaikan untuk beberapa pending artikel
masih menunggu pembahasannya di WG on LII, namun selama
pembahasan artikel tersebut belum selesai maka beberapa artikel
yang pending tersebut masih tetap dicantumkan di dalam Chapter
TIS.
Request-Offer Korea mananyakan kembali mengenai beberapa request-nya serta
21
menyampaikan bahwa saat ini masih membicarakan dengan
beberapa instansi pemerintahannya mengenai keinginan
Indonesia pada mode 4. Disampaikan pula bahwa untuk beberapa
sektor Korea bisa membuka mode 4 tetapi beberapa lainnya
dianggap masih sulit seperti untuk profesi welder dan caregiver
masih tertutup karena hanya untuk skill labor profesional, namun
untuk nurse masih dapat dimungkinkan untuk bekerja di Korea.
Indonesia menyampaikan bahwa untuk mencapai landing zone
yang diharapkan, sudah banyak improvement yang di berikan dari
request Korea tersebut meskipun beberapa sektor masih sulit
untuk dibuka.
Beberapa sektor lainnya yang merupakan request Korea Indonesia
juga memberikan indikasi positif dengan kondisi Korea juga
memberikan market access untuk MNP Indonesia pada beberapa
sektor yang merupakan request Indonesia.
2. Pertemuan ke-3 RCEP-Working Group on trade in Services (RCEP-WGTIS)
Pertemuan RCEP-WGTIS pada tanggal 20-24 Januari 2014 di Kuala
Lumpur, malaysia merupakan pertemuan ketiga yang dihadiri
perwakilan anggota ASEAN, Australia, China, India, Jepang, Korea
dan New Zealand, serta Sekretariat ASEAN. Hadir sebagai anggota
delegasi Indonesia adalah Perwakilan dari Otoritas Jasa
Keuangan, Direktorat Perundingan Perdagangan Jasa dan Pusat
Pelayanan Advokasi Perdagangan Internasional, Kementerian
Perdagangan.
Pertemuan diawali dengan ASEAN Caucus yang dilaksanakan
tanggal 20 Januari 2014 dengan pembahasan terfokus pada
penyiapan posisi ASEAN atas proposal dan paper yang
disampaikan oleh AFPs untuk isu Professional Services, Financial
Services, Telecommunication Services, Global Value Chains dan
Placement of Mode 3 oleh Australia, Education Services oleh New
Zealand, Financial Services, Construction Services,
Telecommunication Services dan Distribution Services oleh Jepang,
Movement of Natural Persons oleh India dan China, Positive List
oleh India dan Relationship between Services Chapter and
Investment Chapter oleh Korea;
22
Gambar 4.
Pertemuan ke-3 RCEP-Working Group on trade in Services (RCEP-WGTIS)
ASEAN masih membahas isu terbatas untuk ASEAN terkait e-
commerce dan SMEs (Small and Medium Enterprises). Singapura
menyampaikan submission-nya yang menggambarkan
perkembangan e-commerce terutama di wilayah Asia Pacific,
disampaikan pula kontribusi e-commerce bagi perigembangan
bisnis, pengurangan biaya, peningkatan efesiensi, termasuk
fasilitasi yang dapat disediakan bagi SMEs. Terdapat beberapa
masukan dari ASEAN Member States (AMS) terutama terkait
pengusulan isu ini di TNC oleh Jepang serta pengusulan e-
commerce sebagai bagian dari ICT Chapter di WGTIS maupun
keberadaan work programme e-commerce di WTO. Selanjutnya
Singapura akan mengembangkan substansi pengusulan isu e-
commerce tersebut dan melihat ke arah mana pengusulan akan
dilakukan melihat kondisi diskusi yang ada.
Terkait isu SMEs, Indonesia menyampaikan paparan atas
pengusulan SMEs sebagai elemen dari services chapter RCEP yang
akan dituangkan dalam bentuk pengaturan di dalam chapter yang
dapat memungkinkan pengecualian SMEs dari kewajiban yang
terdapat di dalam services chapter seperti subsidi. Tanggapan dan
masukan diterima dari beberapa AMS, terutama membandingkan
dengan pengaturan serupa yang terdapat di TPP. Vietnam juga
menyampaikan masukan terkait dengan peningkatan kemampuan
SMEs untuk dapat memenuhi kewajiban-kewajiban yang terdapat
di dalam peraturan misalnya terkait cooperation, subsidy dan
recognition. Rapat meminta Indonesia untuk lebih mengelaborasi
non paper SMEs tersebut.
Pada pembahasan matriks elements of RCEP services chapter,
23
ASEAN dapat menyetujui beberapa elemen, namun demikian
terdapat perbedaan posisi khususnya pada elemen placement of
mode 3, most-favoured nation, local presence dan di beberapa isu
spesifik yaitu Telecommunication services, Movement of Natural
Persons, professional Services, Education Services dan e-
commerce.
Sementara itu untuk beberapa elemen seperti Development of
Regulations, Participation in Global Value Chains dan Outreach
and Engagement with the Private Sector dan isu spesifik Domestic
Regulation, ASEAN masih meminta klarifikasi lebih lanjut dari AFP
yang merupakan pengusul elemen dan isu spesifik tersebut.
Pada Pertemuan WGTIS yang dilaksanakan tanggal 21-24 Januari
2014 dilakukan penyampaian presentasi oleh AFPs terkait isu-isu
sebagaimana disebutkan di atas. Secara spesifik untuk isu
education services, New Zealand menyampaikan kelanjutan
paparannya seperti yang sudah disampaikan pada Pertemuan
RCEP WGTIS ke-2 di Brisbane, yang menekankan kepentingan New
Zeland pada education services. NZ menambahkan isu
perlindungan konsumen bagi penyediaan jasa pendidikan yang
dijamin melalui keberadaan mekanisme jaminan yang berkualitas
dan kerangka pengaturan domestik. Selanjutnya, New Zealand
akan menyampaikan informasi tambahan tertulis terkait
regulatory regime perpindahan guru asing ke dalam negeri.
Terkait professional services, ASEAN Secretariat menyampaikan
paparan mengenai status dan implementasi MRAs yang dimiliki
oleh ASEAN. AFPs menyampaikan pandangan umum atas paparan
tersebut terutama dalam kaitannya dengan perundingan isu
professional services dan MNP.
Selanjutnya, Jepang dan Australia menyampaikan kembali
pentingnya financial services terutama untuk pengaturan
tersendiri atas jasa ini, apakah dalam bentuk chapter atau annex.
ASEAN menyampaikan keberadaan Working Committee on
Financial Services Liberalisation (WCFSL) sebagai komite kerja
yang melakukan perundingan financial services bagi ASEAN,
sehingga keputusan ASEAN terkait pengaturan financial services
akan merujuk pada konfirmasi dari WCFSL.
Australia menyampaikan usulan ICT Chapter yang akan meliputi
pengaturan atas Telecommunication Services dan e-commerce ke
dalam single chapter. Australia melihat pentingnya penggabungan
kedua isu ini ke dalam satu chapter terutama melihat adanya
konvergensi teknologi komunikasi seperti e-banking yang dalam
teknologi dan implementasinya menggabungkan kedua isu
24
tersebut. Terkait isu ini juga, Australia meminta ASEAN untuk
menyampaikan update mengenai ICT Masterplan di masing-
masing negara.
Pada kesempatan tersebut, Jepang menyampaikan respon atas
pertanyaan yang disampaikan RCEP participating countries pada
Pertemuan sebelumnya mengenai keberadaan provisi resale dan
co-location pada Telecommunication Services, berupa informasi
pengaturan kedua isu tersebut pada FTAs yang dimiliki oleh
Jepang yaitu Jepang-Peru EPA dan Jepang-lndia EPA mengenai
resale.
Terkait isu Distribution Services, Construction Services dan
Telecommunication Services, Jepang menyampaikan paparan yang
secara garis besar menggambarkan kekuatan yang dimiliki Jepang
pada ketiga sektor jasa tersebut dan kontribusi yang dapat
diberikan oleh Jepang kepada RCEP participating countries
terutama dengan kemungkinan partisipasi saham asing Jepang.
Paparan juga meliputi informasi terkait reformasi yang dilakukan
pada regulasi domestik untuk meningkatkan daya saing dan
kemampuan para penyedia jasa dalam memenuhi permintaan
konsumen dan pembukaan akses pasar atau komitmen liberalisasi
atas ketiga sektor jasa tersebut. Disampaikan pula posisi RCEP
participating countries pada komitmennya di WTO.
Terkait isu Movement of Natural Persons, India menyampaikan
paparan mengenai usulan kerangka atau pilar negosiasi MNP RCEP
yang terdiri dari objective criteria, transparency, domestic
regulation dan recognition. Secara khusus, India menyampaikan
interest yang besar untuk perundingan isu ini. India akan
mempersiapkan framework for facilitating liberalization of mode 4
under RCEP akan disampaikan pada Pertemuan RCEP mendatang
di China.
Terkait isu positive list, India menyampaikan paparan mengenai
keuntungan penerapan positive list approach dalam penyampaian
Komitmen di sektor jasa. Disampaikan bahwa pendekatan ini
dianggap paling sesuai diterapkan untuk perundingan yang
melibatkan berbagai negara yang memiliki perbedaan yang besar
pembangunannya. Selain itu, terdapat fakta bahwa FTAs yang
berkualitas menerapkan pendekatan ini dan keberadaan provisi
transparansi yang menberikan manfaat bagi para stakeholders. Di
lain pihak beberapa AFPs yang merupakan proponen negative list
approach yaitu Australia, Jepang, Korea dan New Zealand
menyampaikan alasan-alasan mengapa negative list approach
dianggap lebih tepat diterapkan pada perundingan akses pasar
25
RCEP. Concern utama ada pada isu transparansi dan kemungkinan
terdapatnya tingkat liberalisasi yang lebih tinggi dengan
menggunakan pendekatan ini.
Terkait penempatan mode 3, sebelumnya telah dilaksanakan joint
informal meeting, WGTIS dan WGI. Australia menyampaikan opsi
penempatan mode 3, dengan pilihan terbaik pada investment
chapter dimana disiplin investment chapter akan berlaku untuk
seluruh investasi sektor jasa. Terkait dengan keberadaan isu non
mode 3 investment yang "dianggap" belum ter-cover di dalam
services chapter, ASEAN menyampaikan perlunya pembahasan
lebih lanjut mengenai isu ini.
Pertemuan menyepakati format matriks elements dengan
menambahkan kolom terakhir yang berisikan catatan hasil diskusi
Pertemuan ini. Mengenai pemahaman pengisian matriks
dilakukan usaha penyamaan persepsi untuk menghindari kesalah
mengertian atas posisi participating country atas suatu elemen.
Berdasarkan hasil diskusi, akan dilakukan pengakategorian atas
tiap-tiap elemen. Pertama, yang secara prinsip disetujui
keberadaannya di dalam chapter, antara lain scope, definition,
national treatment, market access, domestic regulations,
transparency, recognition, payment and transfers, denial of
benefits dan committee on trade in services
Kedua, beberapa elemen yang masih akan didiskusikan lebih
lanjut yaitu placement of mode 3, MFN, local presence, additional
commitment, review of commitments, schedules of specific
commitments, modification of schedule, development of
regulations, disclosure of confidential information, monopolies
and exclusive services suppliers, business practices, restriction to
safgeuard BoP, safeguard, general exceptions, security exceptions,
subsidies, S&D treatment, cooperation, progressive liberalisation,
Non-conforming measures, participation in global value chains
dan outreach and engagement with the private sector.
Ketiga, isu-isu spesifik yaitu financial services, telecommunciation
services, MNP, education services, professional services dan
domestic regulations. Ketiga kategori tersebut akan dibahas lebih
lanjut pada Pertemuan mendatang.
Sebagai tahap selanjutnya, pertemuan menyepakati time table
diskusi matriks elemen services chapter dan persiapan Pertemuan
mendatang yang terbagi atas 3 (tiga) periode waktu yaitu:
a. Penyampaian daftar elemen yang dibagi pada 3 kategori
utama (elemen yang sudah secara umum disepakati, elemen
yang terkait treshold issues: pendekatan scheduling dan
26
penempatan mode 3 dan isu spesifik lainnya) oleh ASEC
tanggal 31 Januari 2014;
b. Penyampaian update informasi Participating Countries atas
elemen-elemen services chapter tanggal 10 Maret 2014, yang
kemudian akan dikonsolidasikan dan disirkulasikan kembali
oleh ASEC tanggal 24 Maret 2014;
c. Pemberitahuan kepada ASEC mengenai rencana presentasi
isu-isu/sektor yang menjadi kepentingan Participating
Countries, termasuk initial material yang jikalau mungkin
disampaikan 2 minggu sebelum pertemuan mendatang.
E. Peningkatan Peran dan Kemampuan Diplomasi Perdagangan Internasional
1. Pertemuan Penyusunan Dokumen Kontrak Kinerja Ditjen KPI
Kegiatan Pertemuan Penyusunan Kontrak Kinerja Ditjen KPI
dilakukan pada tanggal 13 – 14 Januari 2014 di Hotel Grand
Cemara, menghadirkan narasumber dari Biro Perencanaan
Kementerian Perdagangan, Inspektorat III Kementerian
Perdagangan, Direktorat Perdagangan, Investasi, Kerja Sama
Ekonomi Internasional BAPPENAS dan Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Pertemuan penyusunan Kontrak Kinerja Ditjen KPI menghasilkan
penyesuaian terhadap draft awal Kontrak Kinerja sesuai dengan
masukan dari narasumber dan koordinator perencanaan dan
evaluasi pada tiap unit eselon II.
Penetapan Kontrak Kinerja merupakan komitmen pejabat Ditjen
KPI untuk mewujudkan suatu tingkat kinerja sesuai dengan
indikator dan target kinerja. Kontrak Kinerja juga digunakan
sebagai dasar penyusunan Sasaran Kerja Pegawai (SKP) sehingga
para pegawai mengetahui indikator kinerja yang telah
dikomitmenkan.
2. Konsinyering Penyusunan Sasaran Kerja Pegawai
Pertemuan Pembahasan Penyusunan Sasran Kerja Pegawai (SKP)
pada Setditjen KPI dilaksanakan pada tanggal 22-23 Januari 2014
di Hotel Salak, Bogor. Pertemuan Pertemuan dihadiri seluruh
pegawai di lingkungan Setditjen KPI, dan sebagai narasumber
adalah Pejabat dan staf Biro Organsisasi dan Kepegawaian
Kementerian Perdagangan.
Pertemuan telah menyusun target kerja pegawai yang akan
dicapai dalam kurun waktu Januari hingga Desember 2014, guna
mengukur kinerja yang dihasilkan seorang pegawai. Setiap
27
pegawai memiliki kewajiban untuk menysusun sasaran kerja
pegawai sebagai salah satu bahan penghitungan tunjungan kinerja
pegawai (remunerasi).
Penilaian prestasi kerja PNS berdasarkan Pasal 12 ayat 2 UU
Nomor 43 Tahun 1999 bertujuan menjamin objektifikas
pembinaan PNS yang dilakukan bersarakan sistem prestasi kerja
dan sistem karir, yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja.
Gambar 6. Konsinyering Penyusunan Sarasan Kinerja Pegawai
3. Workshop Laporan Akuntabillitas Kinerja (LAK) 2013
Workshop LAK 2013 Ditjen KPI diselenggarakan pada tanggal 29-
30 Januari 2014, di Bogor. Workshop dilaksanakan dengan tujuan
memberikan pemahaman kepada pejabat dan staf di lingkungan
Ditjen KPI dalam melakukan penyusunan LAK, khususnya kepada
pejabat yang baru menangani penyusunan LAK.
Workshop menghadirkan narasumber dari Inspektorat III,
Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemendag, yang memaparkan hasil
pemeriksaan Itjen atas LAK Ditjen dan setiap unit Eselon II di
lingkungan Ditjen KPI Tahun 2012, dilanjutkan dengan review LAK
Ditjen KPI Tahun 2012.
28
Gambar 5. Workshop LAK Ditjen KPI 2013
Sesuai Kepmendag Nomor: 1011/M-DAG/KEP/12/2012, tentang
pedoman penyusunan dokumen sistem akuntabilitas kinerja
instansi pemerintah di lingkungan Kementerian Perdagangan
bahwa penyampaian LAK Eselon I kepada Menteri/Wakil Menteri
Perdagangan, dan penyampaian LAK Eselon II kepada Eselon I
yang membawahi, paling lambat pada tanggal 30 Maret Tahun
berikutnya setelah dilakukan review terlebih dahulu oleh Tim
Review (Adhoc) di masing-masing unit dan ditembuskan pada
Itjen dan Setjen.
29
BAB II PERMASALAHAN DAN TINDAK LANJUT
A. Kendala dan Permasalahan
62nd ASEAN Coordinating
Committee of Investment
(CCI)
Pada isu Prohibition of Performance Requirements, terdapat
keinginan agar perjanjian investasi di ASEAN lebih liberal lagi
(TRIMS plus). Untuk itu perlu pemahaman secara lebih
komprehensif apa keuntungan/pengaruh TRIMS plus bagi Foreign
Direct Investments. Pertemuan sepakat untuk mengundang nara
sumber yang kompeten pada CCI mendatang.
Pada Proposed US-ASEAN Joint Statement on Shared Principles for
International Investment, masih terdapat perbedaan pandangan
antara ASEAN dengan US terutama tentang prinsip Investasi.
Beberapa pandangan Indonesia antara lain level of ambitions,
scope of principle dan development dimensions.
The First Meeting of The
ASEAN Senior Economic
Officials for The Forty-
Fifth ASEAN Economic
Ministers Meeting (SEOM
1/45) and Related
Meetings
Pertemuan mencatat adanya keinginan dari beberapa Sectoral
Bodies untuk menambahkan measures/action plan baru ke dalam
Scorecard Cetak Biru Ekonomi ASEAN. SEOM mengkhawatirkan
bahwa hal tersebut dapat menyebabkan tingkat pelaksanaan dari
Cetak Biru Komunitas Ekonomi akan mengalami penurunan.
Tidak adanya forum koordinasi langsung antara sectoral bodies di
bawah SEOM (CCA, CCS & CCI) dan 14 sectoral bodies khususnya
SMEWG. Indonesia telah memberikan masukan kepada
pertemuan untuk mempertimbangkan adanya mekanisme
koordinasi antar sectoral bodies tersebut.
Chief Negotiator's
Meeting Indonesia-Korea
Comprehensive Economic
Partnership Agreement
(IKCEPA) 2014
Pendekatan Indonesia terhadap isu Technology Transfer berbeda
dengan Korea. Indonesia ingin agar kedua pihak dapat terlebih
dahulu menetapkan fokus kerjasama di sektor tertentu (Common
Fields of Cooperation) seperti automotive, professional electronics,
machine tools dan petrochemicals. Selain itu Indonesia juga
tertarik untuk mengembangkan kerjasama di sektor shipbuilding,
bio-tech, rare earth, telecommunication equipment, defense
industry dan energy alternative.
B. Tindak Lanjut Penyelesaian
62nd ASEAN Coordinating
Committee of Investment
(CCI)
Kementerian Perdagangan akan mempersiapkan kemungkinan
Mendag untuk menandatangani Protocol to amend the ACIA di
sela-sela AEM Retreat tanggal 27 Februari 2014 di Singapura.
30
The First Meeting of The
ASEAN Senior Economic
Officials for The Forty-
Fifth ASEAN Economic
Ministers Meeting (SEOM
1/45) and Related
Meetings
Kemendag akan berkoordinasi dalam menindak lanjuti di berbagai
sektor internal ASEAN yang harus di selesaikan antara lain: (i)
Perdagangan Barang: Indonesia harus segera menyelesaikan
proses ratifikasi untuk Protocol to Amend Certain ASEAN Economic
Agreements; (ii) Perdagangan Jasa: Indonesia harus segera
menyelesaikan Schedule of Commitment (SoC) sesuai threshold
AFAS paket 9; (iii) Indonesia perlu mempersiapkan prosedur
domestik penandatanganan Protocol AANZFTA; (iv) Standard and
Conformance: Kemendag harus berkoordinasi dengan Kemenkes
dan Kemenlu untuk mempersiapkan prosedur domestik untuk
proses penandatangan AMDD pada Pertemuan AEM Retreat 2014.
Chief Negotiator's
Meeting Indonesia-Korea
Comprehensive Economic
Partnership Agreement
(IKCEPA) 2014
Pada isu Trade in Goods, Kementerian Pedagangan perlu segera
memutuskan status perundingan 55 PT Non-implementation
dalam AKFTA.
Sementara pada isu Trade in Services, Kementerian Perdagangan
diharapkan dapat segera menindaklanjuti hal-hal yang telah
disepakati terkait TIS dan menyusun revisi R/O of TIS dan
modalitasnya, untuk saling dipertukarkan dengan pihak Korea.
Kunjungan Pendahuluan
(Tim Advance) Bidang
Ekonomi dan
Keikutsertaan dalam
Partnership Summit di
India
Kementerian Perdagangan perlu berkoordinasi dengan instansi
terkait untuk mempersiapkan landing zone yang direncanakan
akan diberikan oleh pihak Korea, termasuk membahas paper
framework yang menjadi posisi Indonesia untuk sektor
telekomunikasi.
31
BAB III PENUTUP
Kesimpulan umum Selama bulan Januari 2014, Direktorat Jenderal Kerja Sama
Perdagangan Internasional telah berpartisipasi dalam berbagai
perundingan baik di forum multilateral, regional, dan bilateral.
Sementara itu sebagian perundingan lainnya sedang dalam proses
pembahasan.
Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional
menyadari adanya kendala-kendala dalam mencapai kesepakatan
kerja sama perdagangan internasional dalam berbagai perundingan
internasional baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Hal-hal
yang belum optimal dilaksanakan pada bulan ini menjadi bahan
evaluasi untuk perbaikan. Sedangkan hal-hal yang harus
ditindaklanjuti menjadi catatan untuk pelaksanaan kinerja pada
bulan berikutnya oleh unit terkait.