lap fisio blok 9 ricard

Upload: firdaus-luke

Post on 03-Apr-2018

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/29/2019 Lap Fisio Blok 9 Ricard

    1/7

    Laporan Praktikum Fisiologi

    KERUTAN USUS DI LUAR BADAN

    KELOMPOK A2

    Fakultas Kedokteran

    Universitas Kristen Krida Wacana

    Tahun Ajaran 2010/2011

  • 7/29/2019 Lap Fisio Blok 9 Ricard

    2/7

    Daftar Presensi Kehadiran Anggota Kelompok

    Ketua Kelompok :

    Richard Antonius (102010035) ..........................

    Anggota Kelompok :

    Leobalda Purnama Delu Dore (102010006) ..........................

    Laurence Chandrawan (102010014) ..........................

    Patresia Jacoba Maiseka (102010019) ..........................

    Septia Kurniaty (102010027) ..........................

    Parci Juliana Besitimur (102010040) ..........................

    Apriliana Widiastuti (102010048) ..........................

    Meidalena Anggresia Bahen (102010056) ..........................

    Agung Rondonuwu (102010396) ..........................

    Muhammad Zaki Bin Marsoha (102010360) ...........................

  • 7/29/2019 Lap Fisio Blok 9 Ricard

    3/7

    A. TUJUAN PERCOBAAN

    Untuk melihat pengaruh epinefrin, pilokarpin, ion Ca serta suhu terhadap

    kerutan usus. Perkara yang dilihat meliputi tonus ototnya, frekuensi per menit,

    amplitude rata-rata dan dinyatakan kesimpulan dari hasil percobaan.

    B. ALAT DAN BAHAN

    1. Kaki tiga + kawat kasa + pembakaran Bunsen dengan pipa karet.

    2. Gelas beker pireks 600 cc.

    3. Statif.

    4. Tabung perfusi usus dengan klemnya.

    5. Pipa kaca bengkok untuk perfusi usus.

    6. Pompa aquarium.

    7. Termometer kimia.

    8. Pencatat gerakan usus.

    9. Kimograf

    10. Es + Waskom.

    11. Sepotong usus halus kelinci dengan 5 cm.

    12. Larutan :

    Locke biasa dan Locke bersuhu 350C.

    Epinefrin 1 : 10.000.

    Locke tanpa kalsium.

    CaCI2 1 %.

    Pilokarpin 0,5 % I.3

    C. CARA KERJA

    1. PENGARUH EPINEFRIN

    1. Mencatat 10 kerutan usus sebagai kontrol pada tromol yang berputar lambat, tetapi

    setiap kerutan masih tercatat terpisah.

    2. Mencatat waktunya dengan interval 5 detik.

    3.Tanpa menghentikan tromol, meneteskan 5 tetes larutan epinefrin 1 : 10.000 ke

    dalam cairan perfusi. Memberi tanda saat penetesan.

  • 7/29/2019 Lap Fisio Blok 9 Ricard

    4/7

    4.Meneruskan pencatatan, sampai pengaruh epinefrin terlihat jelas. Apa pengaruh

    epinefrin dalam percobaan ini ?

    5. Menghentikan tromol dan mencucil sediaan usus untuk menghilangkan pengaruh

    epinefrin sebagai berikut :

    a. Memindahkan pembakar Bunsen, kaki tiga + kawat kasa dan gelas beker pireks

    dari tabung perfusi.

    b. Meletakkan sebuah Waskom di bawah tabung perfusi.

    c. Membukalah sumbat tabung perfusi sehingga cairan perfusi keluar sampai habis.

    d. Menutup kembali tabung perfusi, dan mengisi dengan larutan Locke yang baru

    (tidak perlu yang bersuhu 350C) dan besarkan aliran udara sehingga usus

    bergoyang goyang.

    e. Membuka lagi sumbat untuk mengeluarkan larutan Lockenya.f. Mengulangi hal di atas 2 kali lagi, sehingga dapat dianggap sediaan usus telah

    bebas dari pengaruh epinefrin.

    g. Sesudah selesai hal hal di atas, menutup kembali tabung perfusi, dan mengisi

    dengan larutan Locke baru yang bersuhu 350C (di sediaan) serta atur kembali

    aliran udaranya.

    h. Memasang kembali gelas beker pireks, kakki tiga + kawat kasa dan pembakar

    Bunsen.

    2. PENGARUH ION KALSIUM

    1. Mencatat 10 kerutan usus sebagai control.

    2. Menghentikan tromol dan mengganti larutan Locke dalam tabung perfusi dengan

    larutan Locke tanpa Ca yang bersuhu 350C.

    3. Menjalankan kembali tromol dan mencatat terus sampai pengaruh kekurangan ion

    Ca terlihat jelas.

    4. Tanpa menghentikan tromol, teteska 1 tetes CaCI2 1 % ke dalam cairan perfusi.

    Memberi tanda saat penetesan.

    5. Meneruskan dengan pencatatan, sampai terjadi pemulihan. Bila pemulihan tidak

    sempurna, mengganti cairan dalam tabung perfusi dengan cairan Locke baru yang

    bersuhu 350C. Apa pengaruh kekurangan ion Ca terhadap kerutan usus ?

    3. PENGARUH PILOKARPIN

    1. Mencatat 10 kerutan usus sebagai kontrol.

  • 7/29/2019 Lap Fisio Blok 9 Ricard

    5/7

    2. Tanpa menghentikan tromol, meneteskan 2 tetes larutan pilokarpin 0,5 % ke dalam

    cairan perfusi. Memberi tanda saat penetesan.

    3. Teruskan dengan pencatatan, sehingga pengaruh pilokarpin terlihat jelas. Apa

    pengaruh pilokarpin terhadap kerutan usuu ?

    4. menghentikan tromol dan cucilah sediaan usus untuk menghilangkan pengaruh

    pilokarpin seperti ad. I sub. 4. 1.

    4. PENGARUH SUHU

    1. Mencatat 10 kerutan usus sebagai kontrol pada suhu 350C.

    2. Menghentikan tromol dan turunkan suhu cairan perfusi sebanyak 50C dengan jalan

    memindahkan pembakar Bunsen dan mengganti air hangat di dalam gelas beker pireks

    dengan air biasa.3. Segera setelah tercapai suhu 300C, menjalankan tromol kembali dan mencatat 10

    kerutan usus.

    4. Menghentikan tromol lagi dan ulangi percobaan ini dengan setiap kali menurunkan

    suhu cairan perfusi sebanyak 50C, sampai tercapai suhu 200C dengan jalan

    memasukkan potongan potongan es ke dalam gelas beker pireks. Dengan demikian

    didapatkan pencatatan keaktifan usus berturut turut pada suhu 350, 300, 250, dan 200C.

    5. Menghentikan tromol dan naikkan suhu cairan perfusi sampai 350C dengan jalan

    mengganti air es dalam gelas beker pireks dengan air biasa dan kemudian memanaskan

    air ini.

    6. Segera setelah tercapai suhu 350C menjalankan tromol kembali dan mencatat 10

    kerutan usus.

    Catatan :

    - Penurunan suhu secara perlahan-lahan akan memberikan hasil yang lebih

    memuaskan

    - Penaikkan suhu sehingga normal boleh dilakukan lebih cepat daripada

    penurunan suhu

    - Koefisien suhu untuk setiap perbedaan 10C (Q10) merupakan perbandingan

    antara frekuensi pada t0 dengan frekuensi pada (t010) sebagai berikut :

    Q10 = frekuensi pada t0

    Frekuensi pada (t0100)

  • 7/29/2019 Lap Fisio Blok 9 Ricard

    6/7

    - Tetapi pengukuran yang paling baik ialah dengan membandingkan kerja (work-

    output) pada t0 dengan kerja pada (t0100)

    D. HASIL PERCOBAAN

    PERCOBAAN TONUS

    (BESAR,

    SEDANG,

    KECIL)

    FREKUENSI

    (CEPAT,

    LAMBAT)

    AMPLITUDO

    (TINGGI,

    RENDAH)

    KESIMPULAN

    (MENGGIATKAN,

    MENGHAMBAT)

    I. Kontrol Besar Cepat Tinggi Normal

    Epinefrin Kecil Lambat Rendah Menghambat

    II. Kontrol Besar Cepat Tinggi Normal

    Locke tanpa Ca Sedang Lambat Rendah Menghambat

    CaCl2 Besar Cepat Tinggi Kembali normal

    III. Kontrol Besar Cepat Tinggi Normal

    Pilokarpin Besar Cepat Tinggi Menggiatkan

    IV. Kontrol

    35

    Besar Cepat Tinggi Normal

    Suhu 30 C Sedang Cepat Rendah Menghambat

    Suhu 25 C - - - -Suhu 20 C - - - -

    Kembali 35 C Besar Cepat Tinggi Menggiatkan

    Lampiran: (grafik pada tromol)

    E. PEMBAHASAN

    Selain sistem saraf enterik, kontrol pada traktus gastrointestinal juga dipengaruhi

    oleh saraf ekstrinsik, yaitu sistem saraf otonom. Jalur saraf otonom terdiri dari suaru

    rantai dua neuron, dengan neurontransmiter terakhir yang berbeda antara saraf

    simpatis dan saraf parasimpatis.

    Dalam hal ini serabut saraf simpatis memiliki hasil kerja yang berlawanan dari

    serabut saraf parasimpatis. Serabut saraf parasimpatis berguna untuk meningkatkan

    aktivitas traktus gastrointestital dalam percobaan ini adalah pergerakan atau motilitas

    usus. Sedangkan serabut saraf simpatis bekerja dengan efek yang berlawanan yaitu

  • 7/29/2019 Lap Fisio Blok 9 Ricard

    7/7

    menghambat aktivitas traktus gastrointestinal. Pada masing-masing serabut

    mengsekresikan neurontransmiter yang berbeda untuk menghasilkan efek tersebut.

    Asetilkolin pada saraf parasimpatis dan Epinefrin pada saraf simpatis.

    Dari hasil praktikum diatas dapat terlihat bahwa dengan pemberian larutan

    epinefrin akan menghasilkan penurunan frekuensi dan amplitudo jika dibandingkan

    dengan kontrolnya. Hal ini dapat terjadi karena epinefrin memberikan efek simpatis

    pada otot usus sehingga menghasilkan penurunan motilitas usus.

    Pilokarpin mempengaruh kerja usus dan bertindak seperti saraf parasimpatis,

    yaitu menggiatkan kerja sistem pencernaan. Setelah diberikan pilokarpin, frekuensi

    kerutan usus jadi lebih cepat, dan amplitudo lebih tinggi dibandingkan dengan

    kerutan usus dalam larutan Locke biasa.

    Epinefrin mempengaruh kerja usus dan bertindak seperti saraf simpatis, yaitu

    menghambat kerja sistem pencernaan. Setelah diberikan epinefrin, frekuensi kerutan

    usus jadi lebih lambat, dan amplitudo lebih rendah dibandingkan dengan kerutan usus

    dalam larutan Locke biasa.

    Ion kalsium bekerja dalam menggiatkan kerutan usus. Penambahan ion kalsium

    membuat frekuensi kerutan usus lebih cepat, dan amplitudo lebih tinggi dibandingkan

    dengan kerutan usus dalam larutan Locke biasa (tanpa ion kalsium).

    Pengaruh suhu pada percobaan yaitu pada suhu 35 kerutan usus paling

    optimal. Dengan bertambah turunnya suhu, maka frekuensi dan amplitudo juga akan

    menurun. Semakin rendah suhu, frekuensi akan bertambah lambat, dan amplitudo akan

    bertambah rendah.

    Dari hasil praktikum diatas dapat terlihat bahwa dengan pemberian larutan

    epinefrin akan menghasilkan penurunan frekuensi dan amplitudo jika dibandingkan

    dengan kontrolnya. Hal ini dapat terjadi karena epinefrin memberikan efek simpatispada otot usus sehingga menghasilkan penurunan motilitas usus.

    F. KESIMPULAN

    Epinefrin dapat memberikan efek yang menghambat kepada kerutan usus.

    Kekurangan ion Ca dan penurunan suhu juga akan menghambat kerutan usus.

    Sedangkan pemberian pilokarpin akan merangsang kerutan usus.