lap buku dunia afektif kosasih
DESCRIPTION
AfektifTRANSCRIPT
BAB I
SOSOK BUKU DAN PENULIS
A. Menelusuri Dunia Afektif
Buku yang berjudul Menelusuri Dunia Afektif ditulis oleh Prof. H.A.
Kosasih Djahiri, diterbitkan oleh Laboratorium Pengajaran PMP IKIP
Bandung pada tahun 1996. Adapun yang dibahas dalam buku ini adalah
tentang Pendidikan Nilai dan Moral yang terdiri dari lima bab. Bab I
membahas tentang hakikat nilai-moral dan norma; bab II membahas hakikat
nilai dan moral; bab III membahas pendidikan nilai dan pendekatannya; bab
IV membahas tahap perkembangan moral; bab V membahas pendidikan
nilai-moral.
B. Perkembangan Moral
Buku Perkembangan Moral merupakan terjemahan dari buku Moral
Development yang ditulis oleh Ronal Duska dan Moriellen Whelan,
diterjemahkan oleh Dwija Atmaka, diterbitkan oleh Kanisius di Yogyakarta
pada tahun 1981. Isinya membahas masalah-masalah dalam keputusan
moral dengan menyajikan dua orang ahli Psikologi Perkembangan yang
penting, yaitu Jean Piaget dan Lawrence Kolberg. Mereka telah mengadakan
studi dalam proses perkembangan moral. Mereka lebih memusatkan
penyelidikan pada pola-pola penalaran manusia dalam mengadakan
keputusan moral daripada penyelidikan tingkah laku. Piaget dan Kolberg
telah mengembangkan teori-teori perkembangan moral yang dengan jelas
1
memperlihatkan tahapan-tahapan mana yang dilalui oleh seorang individu
dalam mencapai kematangan moral.
C. Etika
Penulis buku ini adalah Bertens K., diterbitkan oleh PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta pada tahun 1999. Isinya terdiri dari 8 bab, bab 1
embahas tentang Apakah etika itu ?; Bab 2 membahas tentang hati nurani;
Bab 3 membahas tentang Kebebasan dan Tanggungjawab; Bab 4
membahas tetang Nilai dan Norma; Bab 5 Membahas tentang Hak dan
Kewajiban; Bab 6 membahas tentang menjadi manusia yang baik; Bab 7
membahas tentang Beberapa sistem filsafat moral dan terakhir Bab 8
membahas tentang masalah-masalah etika terapan dan tantangannya bagi
zaman kita.
.
2
BAB II
ISI BUKU
A. Menelusuri Dunia Afektif
1. Hakikat Nilai-Moral dan Norma
Pada umumnya teori pendidikan mengangkat masalah nilai, moral
dan norma secara menyeluruh, dan yang paling utama adalah sebagai
berikut : a) Bahwa setiap orang lahir dengan membawa potensi kodrati
anugrah dan amanah Illahi (yang bermakna titipan untuk dibina/dipelihara,
dikembangkan dan dibermaknakan sebagaimana ketentuannya); b)
Bahwa potensi diri tersebut adalah sama (jenis dan wujudnya) pada
setiap orang, serta potensial namun sarat dengan keterbatasan;
Secara umum kita dapat membaca seseorang melalui hal-hal
berikut : 1) Bahwa sebagai makhluk hidup yang hidup dalam berbagai
kehidupan, manusia bersifat multi kodrati dan multi fungsi-peran (status);
manusia bersifat multipleks atau mono-pluralistik; 2) Kajian literatur
kependidikan afektif menemukan kualifikasi bahwa manusia menunjukkan
integritas atau kepedulian akan sesuatu. Sesuatu itu bisa materiil,
immateriil, kondisional atau waktu; dan 3) Bahwa manusia itu makhluk
yang unik (berbeda antara yang satu dengan yang lain).
Sebagaimana diungkapkan oleh Milton Rokeah yang menyatakan
bahwa setiap orang memiliki keyakinan dan sistem nilai, organisasi/sistem
nilai secara virtual bermanifestasi menjadi landasan budaya, mayarakat,
3
lembaga dan pribadi. Sedangkan P. Martorella menunjukkan sejumlah hal
yang menjadi indikator dunia afektif yaitu emosi, feeling, cita-rasa,
kemauan, kecintaan, sikap, sistem nilai dan keyakinan (ini yang dimaksud
dengan sembilan potensi afektual). Dunia afektif adalah hal ihwal afektif
baik mengenai sifat-karakteristiknya, struktur potensi dan isi substansinya.
2. Hakikat Nilai dan Moral
Pengertian nilai adalah harga yang diberikan oleh seseorang atau
sekelompok orang terhadap sesuatu (materiil, immateriil, personal,
kondisional) atau harga yang dibawakan/tersirat atau menjadi jati diri dari
sesuatu. Berbeda dengan nilai yang bersifat personal dalam diri manusia
maka moral moral berada dan berasal dari luar diri yang bersangkutan,
yakni dari tuntutan keharusan/keyakian orang lain atau kelompok
masyarakat dimana yang bersangkutan berada atau menjadi warga.
Moral berasal dari kata morus, yang bermakna norma aturan atau
keharusan, dan menjadi moralita yang bersifat keadaan atau
kualifikasi/karateristik/sifat.
Menurut Lawrence Kohlberg ada dua jenis nilai, yaitu Nilai Obyektif
Universal dan Nilai Subyektif Khusus. Nilai obyektif universal/intrinsik/nilai
dasar adalah nilai hakiki yang ada pada sesuatu yang bersifat abadi serta
diterima/berada dimanapun. Nilai obyektif universal yaitu etika, estetika,
logika dan agama (keempat nilai ini merpakan landasan nilai moral). Nilai
subyektif khusus adalah nilai-moral obyektif yang sudah diwarnai oleh hal-
hal instrumental, sehingga karenannya disebut juga nilai instrumental.
4
3. Pendidikan Nilai dan Pendekatannya
Pendidikan nilai sebagai salah satu rekayasa kependidikan
membina dan membentuk sumber daya manusia seutuhnya atau
paripurna lahir dan batinnya. Sasaran pendidikan nilai, di antaranya
sebagai berikut: a) Membina, menanamkan dan melestarikan Nilai, Moral,
Norma (NMNr) luhur pada diri manusia/kelompok masyarakat dan
kehidupannya; b) Meningkatkan dan memperluas tatanan nilai dan
keyakinan manusia/kelompok masyarakat; c) Membina dan meningkatkan
jati diri manusia/masyarakat/bangsa; d) Mengkal, memperkecil dan
meniadakan hal/nilai-moral naif/negatif; e) Membina dan mengupayakan
ketercapaian/keterlaksanaan dunia harapan yang dicita-citakan; f)
Mengklarifikasi dan mengoperasionalkan NMNr dasar dalam kehidupan;
g) Mengklarifikasi dan mengkaji/menilai diri keberadaan NMNr dalam diri
manusia dan kehidupannya.
Pendekatan pendidikan nilai sebagai cara menyikapi/sudut
pandang, adalah landasan atau rasional yang menjadi dasar rekayasa
pelaksanaan pendidikan nilai agar berlangsung layak, benar dan berhasil
sebagaimana harapan (target yang ditetapkan). Dalam penentuan
pendekatan ini, target harapan serta pola pikir dan falsafah
orang/masyarakat/bangsa yang bersangkutan sangat menentukan. Maka
oleh karenanya, masyarkat-bangsa Indonesia hendaknya menggunakan
tolak ukur nilai-moral dan norma Pancasila, budaya dan agama saat
akan menentukan pilihan pendekatannya
5
4. Tahap Perkembangan Moral
Menurut Loevenger tahapan perkembangan moral adalah
perkembangan ego, yakni perkembangan kualifikasi diri sebagai buah dari
berbagai perkembangan internal diri manusia.
Sedangkan kajian moral orientation membicarakan masalah
dasar/landasan pertimbangan atau perhitungan seseorang dalam
mentaati, menilai dan menetapkan ketetapan hati/keputusan akan
sesuatu/sejumlah nilai moral yang dihadapi. Gambaran
perkembangan/pertahapan moral (moral stages). Dan yang melandasi
moral self atau moral orientation adalah cognitive motivation aspects dan
affective motivational aspects.
Adapun faktor yang mempengaruhi perkembangan moral, diantaranya:
Kondisi keadaan diri dan lingkungan kehidupannya; Waktu dalam
pengertian kuantitatif dan kualitatif (darurat/tidaknya); Kualifikasi
masyarakat/kelompok dimana kita berada; Fungsi peran atau kedudukn
kita dalam kelompok masyarakat yang bersangkuta; Pola dan tatanan
nilai moral yang mengikat kita/masyarakat; Kualitas diri kita sendiri; dan
Kebutuhan/interest yang mengikat diri.
5. Proses Pendidikan Nilai-Moral
Karakteristik proses diknil diantaranya ialah sebagai berikut : a)
Dunia afektif adalah bagian dari totalitas diri manusia (internal) maupun
dunia di luar manusia (lingkungan kehidupannya; b) masalah pembinaan
nilai moral adalah masalah kejiwaan, maka oleh karenanya postulat-
6
postulat mengenai hal tersebut harus kita pahami; c) proses diknil hanya
bisa terjadi apabila teori dan atau prinsip menganai hal ini dipahami dan
diterapkan sejak kegiatan perancangan program pengajaran sampai pola
penilaian serta pasca kegiatan belajarnya; proses diknil memerlukan
sejumlah prasyarat yakni prasyarat kesiapan dan keterbukaan serta
kemampuan afektual siswa, suasana dan lingkungan belajar, pemahaman
dan kemampuan serta pribadi guru dan pola proseduralnya; dan
pembinaan diknil dilakukan sedini mungkin, bertahap, sikuensional dan
terus menerus.
B. Perkembangan Moral
1. Teori Perkembangan
Dalam analisisnya mengenai peraturan permainan, Piaget telah
memperlihatkan bahwa anak-anak berkembang melalui tahap rasa hormat
pada peraturan, tetapi jalan permainan mereka menunjukkan bahwa
mereka hanya meniru saja beberapa aspek dari permainan itu dan tidak
memahami keseluruhan peraturan permainan. Pada tahap ini anak sudah
sadar akan adanya peraturan, tetapi semua peraturan itu dianggap
berasal dari luar dirinya, sebagai suatu jaringan batasan-batasan yang
amat berbelit-belit dan yang mengatur setiap gerak-geriknya. Bila anak
sudah berkembang secara sosial dan intelektual, mak akan ada hubungan
perkembangan, baik dalam pengertian mengenai peraturan maupun
dalam pengertian permainannya sendiri yang harus dimainkan menurut
7
aturan-aturannya.
Dalam bagian mengenai tindakan keliru (clumsiness), mencuri dan
berbohong, proses perkembangan seperti itu juga kelihatan. Kesadaran
anak tentang peraturan merusakkan barang, mencuri dan kesadaran
tentang bahasa timbul lebih dahulu daripada pengertian mereka tentang
peraturan-peraturan dan kemampuan mereka untuk menerapkan
peraturan-peraturan tersebut dalam berbagai situasi. Faktor lain yang
menambah kompleksnyaperkembangan dalam kehidupan moral anak
adalah rasa hormatnya kepada orang dewasa, karena orang dewasalah
yang merumuskan dan memaksakan peraturan-peraturan moral itu
kepada anak-anak. Pada tahap-tahap di mana anak hanya sadar akan
peraturan-peraturan, tanpa mengertinya benar-benar, pertimbangan anak
mengenai benar dan salah didasarkan atas bunyi peraturan. Bila anak
telah berkembang secara intelektual dan sosial, maka peraturan-
peraturan moral yang berkenaan dengan mencuri, berbuat curang dan
berbohong, dipahami dalam konteks kehidupan bersama dan kemudian
dijadikan prinsip yang tertanam dalam hati.
Bagian-bagian mengenai pengertian anak tentang keadilan,
menunjukkan dengan jelas adanya pengaruh orang dewasa terhadap cara
anak mengartikan benar dan salah; menunjukkan juga adanya
perbenturan antara pengertian anak dengan otoritas orang dewasa, hal
yang esensial bagi perkembangan ke arah otonomi. Anak yang masih
kecil menyamakan apa yang fair (adil) dengan apa yang diminta atau
8
diperintahkan orang dewasa. Bila anak sudah berkembang secara
intelektual dan sosial, penilaiannya mengenai apa yang fair ditentukan
semata-mata berdasarkan kesamaan hak (equality), tanpa
memperhitungkan hubungan-hubungan lain, misalnya afeksi, umur atau
keadaan badan. Inilah periode pemisahan radikal dari otoritas orang
dewasa. Tahap ketiga dalam perkembangan keadilan adalah tahap
kesamaan hak dan kewajinan (equity). Tahap ini ditandai dengan
keinginan anak untuk mempertimbangkan semua hubungan dan keadaan,
sebelum menentukan keputusan dalam hal keadilan. Pada saat ini anak
sudah melepaskan diri dari pengaruh dari luar dan dia sudah otonom
dalam perimbangan moralnya.
2. Teori Kohlberg
Menurut Kohlberg ada empat tahap sifat dalam tahap
perkembangan, yaitu sebagai berikut: 1) Perkembangan tahap selalu
sama; 2) Dalam perkembangan tahap, subyek tidak dapat memahami
penalaran moral tahap di atasnya lebih dari satu tahap; 3) Dalam
perkembangan tahap, subyek secara kognitif tertarik pada cara berpikir
satu tahap di atas tahapnya sendiri; dan 4) Dalam perkembangan tahap,
peralihan dari tahap ke tahap terjadi bila diciptakan disequibrium kognitif,
yaitu bila pandangan kognitif seseorang tidak mampu lagi menyelesaikan
suatu dilema moral yang dihadapinya.
Suatu teori perkembangan diajukan atas dasar tiga asumsi: 1)
Perkembangan menyangkut perubahan-perubahan dasar dalam struktur,
9
yaitu bentuk, pola organisasio dari suatu respon; 2) Perkembangan
merupakan hasil dari proses interaksi antara struktur, organisasi dan
lingkungan; dan 3) Perkembangan mengarah kepada terciptanya
equlibrium yang semakin besar dalam interaksi antara organisme dengan
lingkungan.
C. Etika
1. Apakah itu Etika
Etika adalah ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu
tentang adat kebiasaan. Sedangkan menurut Depdikbud (1988)
mendefinisikan aetika sebagai berikut :
1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan
tentang hak dan kewajiban moral/akhlak.
2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan
akhlak.
3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu
golongan atau bermasayrakat.
Baik buruk dalam arti etis seperti dimaksudkan memainkan
peranan dalam hidup setiap manusia. Situasi moral dalam dunia modern
itu mengajak kita untuk mendalami studi etika. Etika merupakan prospek
untuk mengatasi kesulitan moral yang kita hadapi sekarang.
Agama mempunyai hubungan erat dengan moral, setiap agama
mempunyai suatu ajaran moral yang menjadi pegangan bagi perilaku para
10
penganutnya. Demikian halnya hubungan antara hukum dengan moral.
Baik hukum maupun moral mengatur tingkah laku manusia, namun
hukum membatasi diri pada tingkahlaku rill saja, sedangkan moral
menyengkut juga sikap batin seseorang.
2. Hati Nurani
Setiap manusia mempunyai pengalaman tentang hati nurani dan
mungkin pengalaman itu merupakan perjumpaan paling jelas dengan
moralitas sebagai kenyataan. Pengalaman tentang hati nurani itu
merupakan jalan masuk yang tepat untuk suatu studi mengenai etika.
Dengan hati nurani kita maksudkan penghayatan tentang baik atau
buruk berhubungan dengan tingkah laku konkret kita. Hatinurani ini
memerintahkan atau melarang kita untuk melakukan sesuatu kini dan
disini. Ia tidak berbicara tentang yang umum melainkan tentang situasi
yang sangat konkret.
Hati nurani berkaitan erat dengan kenyataan bahwa manusia
mempunyai kesadaran. Dengan kesadaran kita maksudkan kesanggupan
manusia untuk mengenal dirinya sendiri dan melihat pohon di kejauhan
sana, tetapi ia menyadari juga bajwa dialah yang melihatnya.
Hati nurani dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu hati nurani
retrospektif dan prospektif. Hati nurani retrospektif memberikan penilaian
tentang perbuatan-perbuatan yang telah berlangsung di masa lampau.
Hati nurani ini seakan menoleh ke belakang dan menilai perbuatan-
11
perbuatan yang sudah lewat. Sedangkan hati nurani prospektif melihat
masa ke depan dan menilai perbuatan-perbuatan kita yang akan datang.
Hati nurani dalam arti ini mengajak kita untuk melakukan sesuatu atau
seperti barangkali lebih banyak terjadi mengatakan jangan dan melarang
untuk melakukan sesuatu.
2. Kebebasan dan Tanggung jawab
Terdapat hubungan timbal balik antara kebebasan dan tanggung
jawab. Kedua kata tersebut saling bartautan. Kebertautan antara
keduanya akan menjadi lebih jelas dalam analisis yang akan diadakan,
oleh karena itu kedua pengertian terebut tidak dapat dipisahkan.
Kebebasan merupakan suatu fakta dan diantara fakta-fakta yang
ditetapkan orang tidak ada yang lebih jelas. Kebebasan adalah hubungan
antara aku konkret dan perbuatan yang dilakukannya. (Henri Bergson
(1859-1941).
Kebebasan dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu kebebasan
sosial politik, dan kebebasan individual. Kebebasan sosial politik
diantaranya kebebasan rakyat versus kekuasaan absolut dan
kemerdekaan versus kolonilaisme. Sedangkan kebebasan individual
dibagi kedalam 6 macam, yaitu kesewenang-wenangan, kebebasan fisik,
kebebasan yuridiskebebasan psikologis, kebebasan moral dan
kebebasan eksistensial.
12
3. Nilai dan Norma
Menurut Hans Jonas mengatakan bahwa nilai adalah the address
of a yes, sesuatu yang ditunjukan dengan “ya” kita. Nilai adalah sesuatu
yang kita iakan atau kita aminkan, oleh karena itu nilai selalu mempunyai
konotasi positif. Nilai moral berkaitan dengan pribadi manusia, yang
khusus menandai nilai moral adalah bahwa nilai ini berkaitan dengan
pribadi manusia yang bertanggung jawab. Nilai-nilai moral mengakibatkan
bahwa seseorang bersalah atau tidak bersalah, karena ia bertanggung
jawab. Ada tiga macam norma yang umum diantaranya ialah norma
kesopanan atau etiket, norma hukum dan norma moral. Etiket misalnya,
betul-betul mengandung norama yang mengatakan apa yang harus kita
lakukan. Etiket hanya menjadi tolok ukur untuk menentukan apakah
perilaku kita sopan atau tidak dan hal itu belum tentu sama dengan etis
atau tidak. Norma hukum juga sangat penting dalam kehidupan di
masyarakat, oleh karena itu setiap hari kita selalu berjumpa dengan
norma hukum ini. Namun demikian norma hukum berbeda dengan norma
moral. Norma moral menentukan apakah perilaku kita baik atau buruk dari
suuuuudut etis. Karena itu norma moral adalah norma tertinggi, yang tidak
bisa dilakukan pada norma lain. Norma moral dapat dirumuskan dalam
bentuk positif atau negatif. Dalam bentuk positif norma moral tampak
sebagai perintah yang menyatakan apa yang harus dilakukan sedangkan
13
dalam bentuk negatif norma moral tampak sebagai larangan yang
menyatakan apa yang tidak boleh dilakukan.
4. Hak dan Kewajiban
Hak merupakan suatu klaim yang dibuat oleh orang atau kelompok
yang satu terhadap yang lain atau terhadap masyarakat. Orang yang
mempunyai hak bisa menuntut. Hak adalah klaim yang sah atau klaim
yang dapat dibenarkan. Sebab, mengatakan klaim begitu saja jelas tidak
cukup. Ternyata sering dikemukakan klaim yang tidak bisa dibenarkan.
Ada beberapa jenis hak yang paling utama yaitu hak legal dan hak
moral. Hak legal adalah hak yang didasarkan atas hukum dalam salah
satu bentuk. Hak-hak legal berasal dari undang-undang, peraturan hukum
atau dokumen legal lainnya. Hak legal berfungsi dalam sistem hukum
maka hak moral berfungsi dalam sistem moral. Hak moral didasarkan atas
prinsip atau peraturan etis saja. Hak moral belum tentu hak legal dan
begitu juga sebaliknya. Ada beberapa jenis hak yang lainnya diantaranya
ialah hak khusus dan hak umum, hak positif dan hak negatif hak individu
dan hak sosial. Ahli filsuf berpendapat bahwa selalu ada hubungan timbal
balik antara hak dan kewajiban. Pandangan tersebut teori korelasi itu
terutama dianut oleh pengikut utilitarisme. Menurut mereka, setiap
kewajiban seseorang berkaitan dengan hak orang lain, dan sebaliknya
setiap berkaitan dengan kewajiban orang lain untuk memenuhi hak
tersebut. Menurut John Stuart Mill menyatakan perbedaan kewajiban
kedalam dua bagian yaitu kewajiban sempurna dan kewajiban tidak
14
sempurna. Kewajiban sempurna selalu terkait dengan hak orang lain,
sedangkan kewajiban tidak sempurna tidak terkait dengan orang lain.
5. Menjadi Manusia Yang Baik
Untuk menjadi orang yang baik tidaklan mudah harus ada hal-hal
yang perlu dilakukan demi mencapai tujuan hidup yakni menjadi orang
yang baik. Orang yang baik adalah orang yang dalam perbuatannya
selalu bertindak adil, dan jujur. Menurut Aris Toteles, kebijaksanaan tidak
merupakan k eutamaan moral, melainkan keutamaan intelktual. Artinya,
kebijaksanaan sebagai keutamaan tidak menyempurnakan kehendak,
melainkan intelek manusia.
Etika keutamaan mempunyai orientasi yang lain etika ini begitu
menyoroti perbuatan satu demi satu, apakah sesuai atau tidak dengan
norma moral, tapi lebih memfokuskan manusia itu sendiri. Tika ini
mempelajari keutamaan, artinya sifat watak yang dimiliki manusia. Etika
keutamaan tidak menyelidiki apakah perbuatan kita baik atau buruk. Etika
keutamaan mengarahkan perhatian pada being manusia. Ketika
keutamaan ingin menjawab pertanyaan saya harus menjadi orang yang
bagaimana ?. sedangkan etika kewajiban menjawab pertanyaan saya
harus melakukan apa ?
Dari uraian tersebut di atas, untuk menjadi manusia yang baik tentu
harus bisa berperilaku dalam kehidupan dengan berpedoman kepada
etika kewajiban dan etika keutamaan. Karena kedua hal inilah yang akan
15
menuntun kita untuk menuju jalan hidup yang lebih baik yang dicita-
citakan.
6. Beberapa sistem Filsafat Moral
Hedonisme adalah salah satu sistem etika yang timbul ada awal
sejarah filsafat. Berawal dari pertanyaan apa yang menjadi hal yang
terbaik bagi manusia, para hedonis menjawab kesenangan. Hedonisme
adalah baik apa yang memuaskan keinginan kita, apa yang meningkatkan
kuantitas kesenangan atau kenikmatan dalam diri kita. Dalam filsafat
Yunani hedonisme sudah ditemukan pada Aristipos dari Kyrene (sekitar
433-355 sm), seorang murid sokrates.
Para hedonis mempunyai konsepsi yang salah tentang
kesenangan. Mereka berfikir bahwa sesuatu adalah baik, karena
disenangi. Akan tetapi, kesenangan tidak merupakan suatu perasaan
yang subyektif belaka tanpa acuan obyektif apa pun. Sebeanrnya
kesenangan adalah pantulan subyektif dari sesuatu yang objektif. Sesuatu
tidak menjadi baik karena disenangi, tapi sebaliknya kita merasa senang
karena memperoleh atau memiliki sesuatu yang baik.
Dalam utilitarisme, umpamanya tujuan perbuatan-perbuatan moral
adalah memaksimalkan kegunaan atau kebahagiaan bagi sebanyak
mungkin orang. Deontologi merupakan suatu sistem etika yang tidak
mengukur baik tidaknya suatu perbutan berdasarkan hasilnya, melainkan
16
semata-mata berdasarkan maksud sipelaku dalam melakukan perbuatan
tersebut.
BAB III
KESIMPULAN DAN KOMENTAR
A. Kesimpulan
Nilai adalah harga yang diberikan oleh seseorang atau sekelompok
orang terhadap sesuatu (materiil, immateriil, personal, kondisional) atau
harga yang dibawakan/tersirat atau menjadi jati diri dari sesuatu. Berbeda
dengan nilai yang bersifat personal dalam diri manusia maka moral moral
berada dan berasal dari luar diri yang bersangkutan, yakni dari tuntutan
keharusan/keyakian orang lain atau kelompok masyarakat dimana yang
bersangkutan berada atau menjadi warga.
Karakteristik proses diknil diantaranya ialah sebagai berikut : a) Dunia
afektif adalah bagian dari totalitas diri manusia (internal) maupun dunia di luar
manusia (lingkungan kehidupannya; b) masalah pembinaan nilai moral
adalah masalah kejiwaan, maka oleh karenanya postulat-postulat mengenai
hal tersebut harus kita pahami; c) proses diknil hanya bisa terjadi apabila
teori dan atau prinsip menganai hal ini dipahami dan diterapkan sejak
kegiatan perancangan program pengajaran sampai pola penilaian serta
pasca kegiatan belajarnya.
17
Teori perkembangan diajukan atas dasar tiga asumsi: 1)
Perkembangan menyangkut perubahan-perubahan dasar dalam struktur,
yaitu bentuk, pola organisasi dari suatu respon; 2) Perkembangan
merupakan hasil dari proses interaksi antara struktur, organisasi dan
lingkungan; dan 3) Perkembangan mengarah kepada terciptanya equlibrium
yang semakin besar dalam interaksi antara organisme dengan lingkungan.
Kebebasan dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu kebebasan
sosial politik, dan kebebasan individual. Kebebasan sosial politik diantaranya
kebebasan rakyat versus kekuasaan absolut dan kemerdekaan versus
kolonilaisme. Sedangkan kebebasan individual dibagi kedalam 6 macam,
yaitu kesewenang-wenangan, kebebasan fisik, kebebasan yuridiskebebasan
psikologis, kebebasan moral dan kebebasan eksistensial. Sistem etika dalam
kehidupan manusia terdiri dari Hedonisme, Eudemonisme, Utilitarisme, dan
Deontologi.
B. Komentar
Pembahasan dari ketiga buku yang telah dilaporkan dapat kiranya
penulis bedakan kedalam beberapa hal sebagai berikut: Buku Menelusuri
Dunia Afektif lebih cenderung membahas kepada bagaimana pembelajaran
nilai-norma-moral dan etika diterapkan kepada peserta didik agar mempribadi
pada diri peserta didik baik dari segi kognitif, afektif maupun psikomotor.
Buku Perkembangan Moral lebih cenderung membahas dari segi ilmunya
tentang teori perkembangan moral dan tahap-tahap perkembangan moral
18
anak. Sedangkan buku yang ketiga Etika cenderung membahas tentang etika
dan sistem etika. Dari ketiga buku tersebut dapat tercakup dalam buku
menelusuri dunia afektif. Oleh karena itu buku perkembangan moral dan etika
merupakan sumber pembelajaran bagi pendidikan nilai afektif.
DAFTAR PUSTAKA
A. Kosasih Djahiri, (1996) Menelusuri Dunia Afektif, Bandung : Laboratorium Pengajaran PMP IKIP Bandung.
Dwija Atmaka, (1981) Perkembangan Moral, Yogyakarta : Kanisius.
Bertens K., (1999). E t i k a, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
19